Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional
PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL TIK: Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa memahami tentang variabelvariabel dalam ekonomi makro. TIU: Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menganalisis pengaruh perubahan variabel ekonomi makro terhadap indikator perekonomian suatu bangsa. Sub Pembahasan: Komponen Produk Nasional Fungsi Konsumsi Tabungan Pembentukan Modal Pengeluaran Pemerintah Ekspor dan Impor Pendapatan yang Seimbang Pengaruh Angka Pelipat Relevansinya Buat Indonesia PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL Barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dapat dilihat dari 2 fihak: fihak pembeli, konsumen dan fihak penjual, produsen. Dari fihak pembeli pendapatan uang yang diterimanya dikeluarkan kembali untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa. Pengeluaran ini adalah pengeluaran untuk konsumsi, disingkat CE. Pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi adalah tabungan, disingkat S. Dengan demikian pendapatan yang kemudian dikeluarkan lagi ini terdiri dari CE + S. Sebagai imbangannya dari fihak penjual, produsen, barang-barang yang dibuatnya terdiri dari barang-barang konsumsi, disingkat CP, dan barang-barang modal atau investasi, disingkat I. Barang-barang modal ini terdiri dari ; 1. gedung-gedung, rumah-rumah, pabrik-pabrik, jalan-jalan dan berbagai alat angkutan; Ace Partadiredja
Halaman 14-1
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional 2. mesin-mesin; 3. barang konsumsi persediaan, baik yang sudah jadi, setengah jadi (masih dajam proses), maupun bahan mentah. Dengan demikian dari segi produksi barang-barang ini terdiri dari : CP + I. Kalau kita gabungkan akan terlihat bahwa : PNB = CE + S PNB = CP + I Kalau CE = CP maka S = I atau tabungan sama dengan investasi. Apakah CE = CP? Bagaimana kalau yang diproduksikan, CP, lebih besar daripada yang dibeli, CE? Barang-barang konsumsi yang terlanjur dibuat tetapi tak dapat dijual akan tertumpuk di gudang, dan merupakan bagian dari persediaan barang jadi, masuk investasi. Dengan demikian CE = CP. Demikian pula apa bila CE lebih besar dari pada CP akan terjadi pengurasan persediaan barang jadi, I berubah menjadi CP dengan kata lain CP bertambah. Kecuali apabila persediaan barang jadi ini habis sama sekali maka gambarannya akan lain. Dengan demikian maka CE = CP pada setiap waktu. Kalau kita perluas lagi maka tabungan ini tidak hanya tabungan rumah tangga saja tetapi juga perusahaan dan pemerintah. Demikian pula investasi tidak hanya perusahaan saja tetapi juga pemerintah. Sedemikian besarnya peranan pemerintah ini sehingga disendirikan. Barang-barang yang dibeli pemerintah sebenarnya tidak hanya terdiri dari barang-barang konsumsi saja seperti alat-alat tulis, kendaraan, dan perabotan, tetapi juga barang-barang investasi seperti jalan-jalan raya, rumah-rumah dan gedung-gedung. Jadi seharusnya dipisahkan antara keduanya. Tetapi kebiasaan selalu menyatukan keduanya menjadi sektor tersendiri. Pengeluaran oleh pemerintah disingkat G, sedangkan penerimaan untuk membiayai pengeluaran ini dinamai penerimaan pemerintah, disingkat T. Dengan demikian jadilah: PNB = CE + S + T PNB = CP + I + G Akhirnya apabila diperluas lagi dengan perniagaan luar negeri, dimasukkanlah impor, M, dan ekspor, X. Dari segi produsen jadilah PNB = CP + I + I + G + (X – M). Perbuatan barang-barang konsumsi, barang-barang modal, barangbarang untuk keperluan pemerintah, dan barang-barang yang diperdagangkan dengan luar negeri ini semua merupakan komponenkomponen dari PNB dan/atau PDB. Tingkah laku dan pergerakan keempat komponen inilah yang selalu diperhatikan oleh para ahli Ace Partadiredja
Halaman 14-2
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional ekonomi. Naik turunnya komponen ini akan ikut mcnentukan naik turunnya Pendapatan nasional, berarti naik turunnya salah satu indikator kemakmuran negara, di samping indikator-indikator lain. Se-karang marilah kita lihat naik turunnya masing-masing komponen itu dalam Pendapatan Nasional Indonesia sebagai pada gambar 8. :
Pada gambar tersebut terlihat naik turunnya masing-masing komponen Pendapatan Nasional. Apabila seluruh komponen itu naik Ace Partadiredja
Halaman 14-3
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional maka naik pula Pendapatan Nasional. Apabila seluruh komponen itu turun, akan turun pula Pendapatan Nasional. Apabila sebagian komponen naik dan sebagian lagi turun hasil akhirnya tergantung pada besarnya kenaikan dan penurunan komponen yang naik atau turun tersebut, atau dengan kata lain tergantung pada perimbangan kekuatan masing-masing komponen. Uraian tersebut barulah pada tingkat elementer saja. Tidak semudah itu menentukan tingkat Pendapatan Nasional itu. Pada tingkat yang lebih lanjut akan dikenal lagi apa yang dinamai "aggregate supply" dan "aggregate demand" atau penawaran keseluruhan dan permintaan keseluruhan. Pendapatan Nasional ditentukan oleh interaksi antara permintaan keseluruhan dan penawaran keseluruhan. Untuk tahap sekarang ini baiklah diaklmi sampai tingkat permulaan ini. Selanjutnya marilah kita bahas masing-masing komponen ini satu per satu. FUNGSI KONSUMSI Salah satu komponen Pendapatan Nasional adalah konsumsi. Fungsi konsumsi adalah sebuah fungsi yang menghubungkan laju pengeluaran konsumsi dengan tingkat Produksi Nasional atau Pendapatan Nasional. Di duga bahwa dengan bertambahnya Pendapatan Nasional akan bertambah pula jumlah konsumsi. Pengalaman sehari-hari memberi kesan demikian, apabila pendapatan kita bertambah maka pengeluaran konsumsi juga bertambah. Tentu saja pertambahan pengeluaran konsumsi ini tidak sebanyak pertambahan pendapatan, artinya tambahan pendapatan ini tidak atau belum tentu dihabiskan semua untuk konsumsi kecuali untuk orang-orang yang berpenghasilan rendah. Kalau kita belum mengalaminya sendiri mungkin sudah pernah melihat orang lain yang sudah mengalaminya. Di negara-negara lain sudah banyak penelitian-penelitian belanja keluarga. Penelitian ini memperlihatkan bagaimana belanja konsumsi ini berubah-ubah sesuai dengan naik turunnya pendapatan keluarga. Penelitian yang sudah ada di Indonesia adalah perubahan proporsi belanja makanan dan bukan makanan dari seluruh jumlah uang yang dibelanjakan. Selanjutnya dari angka-angka Pendapatan Nasional juga kita dapat memperoleh gambaran perubahan konsumsi ini. Tabel berikut memperlihatkan besarnya konsumsi setiap tahun dihubungkan dengan tingkat Pendapatan Nasional. Dengan naiknya Pendapatan Nasional atau Produk Nasional, naik pula pengeluaran konsumsi. Karena alasan-alasan itulah maka fungsi konsumsi dituliskan sebagai: C = f(Y) dimana C adalah besarnya belanja konsumsi setahun, dan Y adalah Pendapatan Nasional atau Produk Nasional.
Ace Partadiredja
Halaman 14-4
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional
Tambahan dan pengurangan konsumsi ini dinamai "hasrat batas untuk mengkonsumsi” atau marginal propensity to consume, MPC, yang secara matematik ditulis sebagai , di mana Δ adalah perubahan besarnya konsumsi dan ΔY perubahan Pendapatan Nasional. Fungsi konsumsi itu sering dituliskan sebagai suatu fungsi linier, yaitu : C = a + bY di mana a dan b adalah konstan. Apabila Y = 0 maka besarnya konsumsi adalah a, b merupakan lereng fungsi. Dengan demikian maka: 0<
Δ = Δ
<1
yaitu bahwa hasrat batas untuk mengkonsumsi adalah sebuah pecahan positif, misalnya 0,8 yang berarti setiap pertambahan pendapatan sebanyak Rp 100.000,00 akan berakibat kenaikan konsumsi Rp 80.000,00. Lain daripada itu meskipun ada kelompok masyarakat yang tidak berpenghasilan sama sekali, Y = 0, tetapi mereka harus makan dan berpakaian. Karena itu untuk Y = 0, a > 0. Tentu saja kelompok yang tidak berpenghasilan ini tidak dapat terus menerus mengkonsumsi, suatu saat mereka juga harus berproduksi.
Ace Partadiredja
Halaman 14-5
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional Untuk fungsi konsumsi yang linier kita dapat menggambarkannya sebagai berikut :
Fungsi konsumsi seperti itu amat bermanfaat untuk analisa penentuan Pendapatan Nasio-nal, karena itu hendaknya difahami benar-benar. TABUNGAN Tabungan berarti pendapatan yang tidak dibelanjakan untuk keperluan konsumsi. Tabungan ini bukan suatu konsep sisa, setelah semua keperluan konsumsi dipenuhi meskipun dalam jumlah memang berarti demikian melainkan suatu pilihan antara membelanjakannya atau tidak. Orang-orang yang kaya akan dengan mudah menyisihkan sebagian pendapatannya untuk tabungan. Tetapi bagi orang miskin mungkin semua pendapatannya dihabiskan untuk konsumsi. Atau mungkin pula malah pengeluarannya lebih besar daripada penerimaannya alias berhutang. Keadaan ini dinamai tabungan negatif atau dissaving. Seseorang dapat mempunyai tabungan negatif pada suatu saat tertentu, tetapi tidak dapat terus menerus berhutang. Karena untuk kelompok miskin itu semua pendapatan dibelanja kan, maka dalam analisa belanja keluarga pengeluaran ini sering dipakai sebagai pengganti pendapatan. Dengan kata lain untuk angkaangka pendapatan digunakan angka-angka pengeluaran. Penggantian ini hanya tepat, untuk golongan berpendapatan rendah, untuk golongan berpendapatan tinggi pendapatan tidak sama dengan pengeluaran karena ada sebagian yang ditabung. Ace Partadiredja
Halaman 14-6
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional Tingkah laku tabungan ini diduga berhubungan erat dengan suku bunga dan Pendapatan Nasional. Tetapi belum teruji benar. Dilukiskan secara matematik tabungan ini ada-lah sebagai berikut: S = f ( r , Y) di mana S adalah tabungan, r suku bunga dan Y Pendapatan Nasional. Perubahan tabungan akibat perubahan Pendapatan Nasional dinamai "hasrat batas untuk menabung" atau marginal propensity to save, MPS. Apabila pendapatan bertambah sebagian digunakan untuk konsumsi sebagian lagi ditabung. Dengan demikian 0<
Δ <1 Δ
dengan Δ sebagai perubahan tabungan dan Δ Jadi dihubungkan dengan tambahan konsumsi −
perubahan pendapatan.
Δ Δ + =1 Δ Δ
Digambarkan dalam bentuk grafik tabungan itu adalah sebagai berikut :
Untuk kelompok yang berpendapatan rendah, di sebelah kiri titik potong garis S dengan sumbu Y, tabungan besarnya negatif, di sebelah Ace Partadiredja
Halaman 14-7
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional kanannya tabungan positif. PEMBENTUKAN MODAL Investasi atau pembentukan modal adalah tambahan pada barang-barang modal, investasi netto adalah tambahan modal dikurangi penyusutan barang-barang modal atau konsumsi modal. Pembentukan modal ini dimungkinkan karena masyarakat tidak mengkonsumsi semua barang yang diproduksi, atau tidak semua barang yang dihasilkan itu berwujud barang konsumsi. Kita ingat bahwa tidak semua pendapatan itu dibelanjakan untuk keperluan konsumsi, melainkan sebagian ditabung. Untuk investasi ini diperlukan tabungan. Tabungan dan investasi ini tidak dikerjakan oleh orang yang sama, tabungan oleh Rumah Tangga dan Perusahaan, sedang investasi oleh sektor Perusahaan. Sebagian investasi dibiayai oleh tabungan perusahaan itu sendiri, tetapi sebagian lagi bahkan mungkin sebagian besar, dibiayai oleh tabungan Rumah Tangga lewat pinjaman dari Bank. Faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya investasi ini banyak sekali: Pertama, Pendapatan Nasional. Makin tinggi Pendapatan Nasional makin tinggi pula pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi yang makin tinggi memerlukan produksi barang-barang konsumsi yang lebih banyak. Produksi barang-barang konsumsi yang lebih banyak memerlukan barang-barang modal yang lebih banyak pula. Lain daripada itu kenaikan Pendapatan Nasional akan membangkitkan harapan (expectation) pengusaha untuk memperoleh untung dari kenaikan volume usaha. Harapan ini pula yang mendorong pengusaha untuk menambah modal. Harapan pengusaha akan kenaikan kegiatan perekonomian inilah yang merupakan faktor dinamis yang sukar diramalkan dan karena itu amat mudah berubah. Investasi yang dirangsang oleh pertambahan Pendapatan Nasional ini dinamai investasi yang dirangsang atau induced investment; sedang investasi yang tidak ditentukan oleh Pendapatan Nasional, melainkan faktor lain yang mempengaruhi harapan pengusaha dinamai investasi yang otonom atau autonomous investment. Seringkali harapan ini dihubungkan dengan suku bunga. Apabila harapan keuntungan misalnya 24 % dari investasi lebih tinggi daripada bunga investasi misalnya 10% maka pengusaha akan berani memperluas usahanya dengan menambah modal. Terlihat di sini bahwa harapan itu dikuantifikasi. Dirumuskan dalam bentuk fungsi, investasi itu adalah sebagai berikut: I = f (r, Y) di mana I adalah investasi; selanjutnya
Ace Partadiredja
Halaman 14-8
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional Δ >0 Δ kenaikan pendapatan disertai dengan kenaikan investasi, dan Δ <0 Δ kenaikan bunga disertai dengan penurunan investasi dan sebaliknya. Hubungan antara bunga dengan investasi ini sebenarnya belum teruji benar, masih dugaan atau hipotesa. Hubungan antara investasi dengan pendapatan Nasional 1971—1977 terlihat pada tabel berikut:
Dari tabel 5.2. tersebut terlihat bahwa dengan naiknya Pendapatan Nasional naik pula investasi, jadi nampak seperti investasi yang terangsang oleh Pendapatan Nasional. Tetapi siapa tahu bahwa di dalamnya termasuk pula investasi yang otonom. Kedua macam investasi ini bila digambarkan akan terlihat sebagai berikut: di mana I adalah investasi yang otonom tidak tergantung pada Pendapatan Nasional dan I adalah investasi yang terangsang yang naik turun bersama Pendapatan Nasional.
Ace Partadiredja
Halaman 14-9
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional
PENGELUARAN PEMERINTAH Pengeluaran pemerintah sebagai suatu komponen yang makin besar ditentukan oleh atau fungsi dari politik pemerintah sendiri. Politik pemerintah hampir semata-mata terletak di luar bidang ekonomi. Karena itu pengeluaran pemerintah ini diramalkan dari tindak tanduk pemerintah sendiri. EKSPOR DAN IMPOR Besarnya ekspor sebagian ditentukan oleh permintaan luar negeri dan sebagian lagi oleh keadaan di dalam negeri seperti tingkat harga dibandingkan dengan barang yang sama dari negeri lain, hubungan dagang dan politik, politik perniagaan luar negeri, mutu barang, dan perangsang-perangsang ekspor. Demikian pula besarnya impor dari luar negeri. PENDAPATAN YANG SEIMBANG Di negara-negara yang sudah maju perhatian ahli-ahli ekonomi tertuju pada konsep Pendapatan Nasional yang seimbang (equilibrium income). Pendapatan Nasional yang seimbang adalah suatu tingkat Pendapatan Nasional yang setiap kali ada gangguan akan kembali ke arah tingkat itu. Kalau misalnya Rp 8.000 milyar adalah tingkat pendapatan yang seimbang, setiap kali ada gangguan yang mengakibatkan pendapatan ini naik atau turun, akhirnya pendapatan ini akan kembali ke tingkat yang seimbang ini. Adanya pendapatan yang seimbang ini disebabkan oleh berimbangnya kekuatan-kekuatan konsumen yang membelanjakan Ace Partadiredja
Halaman 14-10
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional pendapatannya dengan produsen yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Kita ketahui bahwa dari segi konsumen yang membelanjakan pendapatannya, pendapatan itu dapat dikeluarkan untuk membeli barangbarang konsumsi atau ditabung. Jadi: Y = CE + S dengan CE adalah konsumsi yang ditentukan oleh pendapatan, dan S adalah tabungan yang juga ditentukan oleh pendapatan. Dari segi produsen barang-barang yang dihasilkan terdiri dari barang-barang konsumsi dan barang-barang investasi. Jadi: Y = CP + I dengan Cp adalah jumlah barang-barang konsumsi yang dihasilkan, dan I adalah barang-barang modal. Perekonomian akan mengalami suatu keseimbangan apabila jumlah barang-barang konsumsi yang benar-benar dihasilkan sama dengan jumlah yang ingin dibeli oleh konsumen. Apabila ini terjadi, maka jumlah uang yang ditabung akan sama dengan investasi, dan tidak akan ada kelebihan tabungan. Kalau CP > CE, sejumlah barangbarang konsumsi tidak akan terjual, dan tabungan akan lebih banyak daripada investasi; dengan kata lain akan ada kelebihan tabungan. Penjualan akan lebih kecil daripada yang diduga pengusaha dan persediaan barang-barang yang sebenarnya tidak diinginkan akan makin bertumpuk. Jadi pedagang akan mengurangi pesanannya, pengusaha produsen akan mengurangi produksinya, dan Pendapatan Nasional akan menciut kembali. Penciutan ini akan mengurangi tabungan dan investasi bersama-sama sehingga keduanya akan sama kembali, asalkan tabungan berkurang lebih cepat daripada investasi. Dengan demikian keseimbangan akan tercapai kembali di mana jumlah barang-barang konsumsi yang diproduksikan sama dengan jumlah yang dibeli konsumen dan Pendapatan Nasional tidak akan berubah lagi. Sebaliknya apabila Cp < CE; penjualan barang-barang akan lebih cepat dari dugaan semula, persediaan barang-barang akan berkurang. Pedagang akan memesan barang-barang lebih banyak, produsen akan menghasilkan barang-barang lebih banyak, dan Pendapatan Nasional akan naik menuju ke tingkat yang seimbang. Kembali tabungan akan sama dengan investasi. Dengan demikian jelas bahwa tidak akan terjadi pengembangan atau penciutan Pendapatan Nasional kalau Cp = CE? . Kalau Cp = CE , maka I = S. Kesimpulannya adalah bahwa bila terjadi kesamaan antara S dan I maka, keseimbangan perekoriomian tercapai. Digambarkan dengan grafik keseimbangan itu mempunyai bentuk seperti :
Ace Partadiredja
Halaman 14-11
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional
Pada gambar tersebut Y adalah tingkat Pendapatan Nasional yang seimbang. Setiap kali ada gerakan yang membuat S dan I tidak sama sehingga merubah Y maka terjadi serentetan gerakan yang menuju ke titik keseimbangan. Perlu dikemukakan bahwa meskipun pendapatan yang seimbang ini sudah tercapai dalam masyarakat, belum tentu semua karyawan terkerjakan dan semua mesin beserta pabrik-pabrik terpakai penuh. Dengan kata lain mungkin saja pada tingkat Pendapatan Nasional yang seimbang ini terdapat pengangguran alat-alat dan manusia, yang berarti pendapatan itu masih dapat ditingkatkan, dengan menaikkan investasi, konsumsi atau cara lain. Pada gambar di atas mungkin sekali pendapatan yang seimbang terletak pada Y sedangkan pendapatan dengan penggunaan alat-alat dan orangorang pada kapasitas penuh adalah pada P. Pendapatan seimbang pada kapasitas penuh dan kurang dari penuh ini merupakan bahan pertikaian yang ramai antara para ahli ekonomi klassik dengan ahli ekonomi Keynesian, sebagaimana dapat kita ikuti dalam sejarah pemikiran ekonomi dari zaman ke zaman. Keseimbangan pendapatan ini dapat juga diterangkan dengan menggunakan fungsi-fungsi konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah dengan hasil yang sama.
Ace Partadiredja
Halaman 14-12
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional
Pada gambar 13 garis diagonal 45° adalah garis yang menunjukkan Y = C + I + G. Setiap titik yang terletak di luar garis ini berarti C + I + G, yang lebih besar atau lebih kecil daripada Y. Sedang garis C + I + G menunjukkan jumlah-jumlah konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah yang direncanakan untuk berbagai tingkat Y. Pada titik pertemuan antara C + I + G dengan Y Pendapatan Nasional akan seimbang, setiap ada gerakan yang merubah hingga Pendapatan Nasional bergoyang naik atau turun, maka Pendapatan Nasional ini akan kembali ke titik keseimbangan, asalkan besarnya konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah yang direncanakan tidak berubah, atau dengan kata lain asalkan garisgaris C, I dan G tidak berubah. Pada tingkat pelajaran yang lebih lanjut akan diketahui bahwa garis 45° ini adalah "aggregate supply" dan garis C, I dan G ditambah dengan kegiatan ekspor dan impor (X - M) adalah "aggregate demand". PENGARUH ANGKA PELIPAT Sudah diterangkan bahwa Pendapatan Nasional yang seimbang ini akan tercapai selama konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah (ekspor dan impor juga termasuk apabila ada perniagaan luar negeri) tidak berubah. Bagaimana jadinya apabila komponen-komponen ini berubah? Pendapatan yang seimbang juga akan berubah. Apabila salah satu komponennya naik, maka Pendapatan Nasional yang seimbang juga akan naik, tetapi dengan jumlah yang lebih besar berlipat-lipat kali. Ace Partadiredja
Halaman 14-13
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional Angka untuk melipat pertambahan ini dinamai pelipat (multiplier). Apabila pemerintah menaikkan investasi sebanyak Rp 100 juta terus menerus setiap saat (mungkin di Indonesia ini misalnya setiap tahun) maka Pendapatan Nasional akhirnya akan bertambah empat kali lipat, yaitu sebanyak Rp 400 juta. Demikian juga apabila konsumsi dan pengeluaran pemerintah itu naik. Pada gambar 14 kita umpamakan pendapatan yang seimbang terletak pada Y, dengan rencana konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah setinggi C + I + G. Dengan suatu program pembangunan kalangan swasta menambah investasi, atau pemerintah menaikkan pengeluarannya terus menerus hingga dari C + I + G naik ke C' + I' + G' sebanyak jarak AB pada gambar 14. Kita lihat bahwa Y telah naik dari Y ke Y' yang besarnya berlipat kali AB. Kenaikan pendapatan akibat kenaikan konsumsi atau investasi, atau pengeluaran pemerintah ini tergantung pada lereng garis C + I + G. Makin curam lereng itu makin besar pelipatnya. Cobalah melukis sendiri! Kita mengetahui bahwa lereng ini adalah hasrat batas untuk mengkonsumsi, MPC yang sama dengan lereng garis investasi dan garis pengeluaran pemerintah, apabila besarnya tidak berubah pada berbagai titik Y. MPC ini berupa suatu pecahan misalnya 0,75, berarti setiap pertambahan Y sebanyak Rp 1.000.000 akan (direncanakan) menaikkan konsumsi sebanyak Rp 750.000. Apabila MPC = 0,75 maka MPS, hasrat batas untuk menabung adalah 1 — 0,75 = 0,25. Apabila swasta atau pemerintah menaikkan pengeluaran sebanyak Rp 1.000.000 maka penerima pendapatan tambahan ini akan membelanjakannya lagi sebanyak Rp 750.000, dan penerima yang Rp 750.000 ini akan membelanjakannya sebanyak 0,75 x Rp 750.000 = Rp 562.500 dan demikian seterusnya. Apabila terjadi terus menerus maka jumlah pendapatan dari mula sampai akhir adalah 4 x Rp 1.000.000 = Rp 4.000.000. Angka 4 sebagai pelipat ini berasal dari: 1 1−
=
1
Jadi pelipat itu adalah kebalikan dari MPS. Makin kecil MPS makin besar angka pelipat ini. Pada tingkat yang lebih lanjut akan dipelajari perbedaan antara kenaikan pengeluaran yang hanya satu kali saja dan kenaikan pengeluaran yang terus menerus. Yang dimaksud dengan kenaikan pengeluaran satu kali ini adalah kenaikan yang hanya terjadi sekali dan untuk selanjutnya kembali ke jumlah asal, misalnya asalnya pengeluaran itu Rp 1 juta lalu naik menjadi Rp 1.100.000, tetapi hanya satu kali saja, untuk selanjutnya kembali pada Rpl juta. Sedang yang dimaksud dengan kenaikan terus menerus adalah bahwa yang Rp 1.100.000 ini terus dipertahankan. Untuk pengeluaran yang satu kali pelipat ini berlaku untuk kenaikan pendapatan dari saat dimulainya pengeluaran itu sampai dengan selesainya proses pertambahan pendapatan dalam masyarakat. Sedang untuk pengeluaran yang terus menerus pelipat ini dimaksudkan untuk saat yang terakhir saja ketika pendapatan sudah naik sebanyak 4 Ace Partadiredja
Halaman 14-14
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional kali lipat. Yang dimaksud dengan saat di sini tidaklah pasti, mungkin satu tahun, enam bulan, lima tahun, dan sebagainya, tergantung pada kecepatan anggota masyarakat itu untuk membelanjakan kembali pendapatan yang diterimanya. Makin cepat pendapatan yang diterimanya itu dibelanjakan kembali makin pendek waktu yang diperlukan untuk menaikkan pendapatan, dan makin lama orang memegang uang makin lama pula kenaikan pendapatan seimbang yang baru akan tercapai. Bagaimanapun juga proses menerima pendapatan dan mengeluarkannya kembali makan waktu tertentu, sehingga untuk mencapai Pendapatan Nasional seimbang yang baru juga makan waktu.
Konsep pelipat atau multiplier ini mempunyai implikasi yang penting bagi kebijaksanaan negara. Setiap kali pemerintah mengeluarkan uang untuk konsumsi (kertas tulis, alat-alat kantor), investasi (dam, jaringan irigasi, jalan raya, bangunan) maka pendapatan masyarakat akan bertambah berlipat ganda. Misalnya pemerintah mengeluarkan uang untuk program subsidi desa sebanyak Rp 350.000,00 per tahun maka pendapatan masyarakat akan naik beberapa kali asalkan syaratnya terpenuhi. Tidak hanya pendapatan pembuat bata merah, pedagang pasir dan batu saja yang naik, tetapi mungkin juga pedagang pakaian, radio, sepeda dan lain-lain yang menerima pendapatan dari, penerima yang pertama. Harus diingat bahwa kenaikan pendapatan yang berlipat ganda besarnya disbanding dengan pertambahan semula hanya terjadi bila syaratsyaratnya terpenuhi. Pertama, apabila penerima pendapatan ini Ace Partadiredja
Halaman 14-15
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional membelanjakan kembali uang yang diterimanya. Kalau mereka menahannya, berhenti pulalah proses pengembangan pendapatan ini, sekurang-kurangnya diperlambat waktunya. Kedua, apabila uang yang diterima ini dibelanjakan pada barang buatan dalam negeri. Kalau dibelanjakan pada barang luar negeri, proses penambahan pendapatannya akan terjadi di luar negeri pula. Proses pemindahan ke luar negeri inilah yang dalam literatur ekonomi disebut kebocoran (leakage), Jadi agar proses pelipat gandaan pendapatan ini terjadi di dalam negeri tidak boleh ada kebocoran. Tetapi untuk negara yang terbuka, artinya yang mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri kebocoran ini tidak dapat dan tidak perlu dihindarkan. Seorang pegawai yang menerima kenaikan gaji mungkin menggunakannya untuk membeli lemari es buatan Jepang, sehingga yang untung adalah pengusaha lemari es di Jepang. Demikian pula sebaliknya pengusaha di Jepang yang memperoleh pendapatan tambahan karena usahanya maju akan membeli jagung hasil produksi petani Indonesia, mudah-mudahan petani Indonesia untung. Ketiga, proporsi tambahan pendapatan yang dibelanjakan kembali tidak berubah, misalnya tetap sebanyak 0,75. Kalau proporsinya ini mengecil akan mengecil pula pelipatnya dan akan kecil pula tambahan pendapatan dari itu. Nampaknya proporsi pendapatan yang dibelanjakan kembali ini berbeda-beda untuk tiap keluarga. Bagi keluargakeluarga miskin sebagian besar atau seluruh pendapatannya ini akan dibelanjakan kembali. Tetapi bagi golongan kaya sebagian pendapatannya akan ditabung. Dari sini dapat ditarik pelajaran bahwa anggaran yang dikeluarkan bagi golongan miskin akan mempunyai efek pelipat yang lebih besar daripada yang dikeluarkan bagi golongan kaya. RELEVANSINYA BUAT INDONESIA Analisa pendapatan yang seimbang dan hubungannya dengan pengangguran dan pengerjaan (employment) mendapat perhatian sarjana ekonomi negara-negara maju. Mereka tertarik pada stabilitas perekonomian. Untuk mengetahui perekonomian yang stabil ini mereka mencari faktorfaktor apa yang kiranya akan mengganggu. Lain dari itu perhatian mereka tertuju juga pada pengangguran dan pengerjaan. Apakah pendapatan yang seimbang ini lebih rendah dari pendapatan pada pengerjaan penuh (full employment) ataukah malah sudah melampauinya, yang akan berarti inflasi. Pengangguran dan inflasi merupakan hantu yang menakutkan bagi mereka. Tetapi ternyata bahwa pada saat ini dua hantu ini telah menjelma di beberapa negara yang sudah maju. Perekonomian mengalami stagnasi dan inflasi melanda dengan hebat, inilah yang dinamai keadaan stagflasi (stagflation). Di Indonesia yang disebut menganggur itu tidak sama dengan negara-negara maju. Kalau di negara maju orang yang menganggur itu benar-benar tidak mempunyai pekerjaan dan tidak ada sanak keluarga yang sudi menampung; di Indonesia orang yang disebut menganggur itu masih mempunyai pekerjaan meskipun hanya sekedar memungut Ace Partadiredja
Halaman 14-16
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional puntung rokok atau membantu di sawah dan ladang. Sanak keluarga mereka juga masih bersedia menampung meskipun sama-sama melarat berkat sistem sosial Indonesia. Sarjana ekonomi di negara-negara yang berkembang tidak hanya tertarik pada Pendapatan Nasional yang seimbang tetapi juga dan terlebihlebih lagi pada pertumbuhan ekonomi. Sekali sudah memperhatikan pertumbuhan ekonomi faktor non-ekonomis yang biasanya tidak diperhatikan itu dimasukkan ke dalam pertimbangannya. Karena itu ahliahli ekonomi di negara-negara berkembang sangat memperhatikan ekonomika pembangunan. Pembahasan mengenai pendapatan yang seimbang perlu untuk mengetahui pemikiran orang-orang di dunia maju beserta masalahnya dan juga untuk kegiatan akademis sarjana-sarjana ekonomi. Di dunia maju sendiri sesuatu teori tidak berlangsung selamanya, suatu waktu akan ditumbangkan orang dan dibangun teori baru untuk kemudian bernasib sama pula. Begitulah ihnu mengalami kemajuannya.
Ace Partadiredja
Halaman 14-17
Modul 14: Perhitungan Pendapatan Nasional LATIHAN 1. "Pendapatan Nasional mempunyai pengaruh yang lebih besar atas investasi daripada tingkat bunga." Berilah penjelasan! 2. Pengeluara pemerintah ditentukan oleh faktor-faktor politik, tetapirumus yang ham-pir lengkap adalah: Y=C+S+G dengan demikian apakah + = 1 masih berlaku? 3. Apakah keuntungan perusahaan tahun ini dapat digunakan untuk meramalkan tingkat investasi di masa yang akan datang? 4. Apa yang terjadi bila CE < CP? 5. Terangkan pentingnya konsep "hasrat batas untuk mengkonsumsi" dan "hasrat batas untuk menabung.” 6. Dalam analisa diketahui bahwa dalam keadaan keseimbangan pendapatan S = I dan Y = C + I. Buktikanlah bahwa keduanya menunjukkan kondisiyang sama!. 7. Apabila pendapatan naik dengan Rp 100 juta konsumsi yang direncanakan juga naik dengan Rp 80 juta. Umpamakan fungsi konsumsi linier, berapakah pendapatan seimbang baru apabila konsumsi turun Rp 80 juta? Berapakah pelipatnya? 8. Umpamakan C = 30 + 0,8 Y I = 10 G = 20 dan pendapatan yang seimbang adalah : Y = C + I + G. Kalau pendapatan seimbang pada pengerjaan penuh (full employment) terletak pada Y = 400, berapakah pemerintah harus menambah/mengurangi pengeluarannya? Umpamakan pelipat pengeluaran pemerintah sama dengan pelipat konsumsi. 9. Kalau b merupakan lereng fungsi konsumsi, berapakah pelipat konsumsi k? Apakah pengaruh perubahan hasrat batas untuk mengkonsumsi (MPC) atas k? 10. Umpamakan C = 30 + 0,6 (Y - T) di mana T = pajak I = 10 G = 20 keseimbangan terletak pada Y = C(Y - T) + I + G. Apabila T = 12 berapakah Y? 11. Ceriterakanlah mekanisme kerja pelipat dengan memakai contoh angkaangka!.
Ace Partadiredja
Halaman 14-18