Perguruan Tinggi Harus Banyak Menampung Mahasiswa Miskin Berprestasi UNAIR NEWS – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode 2009-2014 Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA memberikan orasi ilmiah kepada 1.506 mahasiswa baru pascasarjana. Orasi ilmiah tersebut disampaikan pada acara pengukuhan mahasiswa baru pascasarjana semester gasal tahun akademik 2016-2017 yang berlangsung di Airlangga Convention Center (ACC) UNAIR, Kamis (1/9). Melalui orasi ilmiahnya, Prof. Nuh memberikan pesan kepada mahasiswa baru agar menjalani studi bukanlah sekadar demi mendapatkan gelar. “Mengetahui tujuan dan konsekuensi. Toga menjadi tujuan apakah menjadi konsekuensi. Mulailah menata niat, niat mencari ilmu. Sebab tujuan mencari ilmu adalah meningkatkan kepribadian,” kata Prof. Nuh. Mendikbud RI yang ikut menggagas diadakannya beasiswa Bidikmisi ini, berharap agar UNAIR menjadi perguruan tinggi yang lebih banyak lagi menampung mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi. “Perguruan tinggi yang baik bukan perguruan tinggi yang membeber mobil-mobil mewah berparkir. Tapi perguruan tinggi yang membeber karpet merah untuk anak-anak miskin berprestasi,” ujar profesor yang saat ini menjadi dosen bidang Teknik Elektro ini. Pada kesempatan ini, alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu mengatakan, kompetisi dan kerjasama adalah dua hal yang harus berjalan beriringan dalam menjalani hidup. “Hidup ini dibatasi dinding kerjasama dan dinding kompetisi. Jangan sekali-kali menganggap tidak penting kompetisi atau kerjasama. Pada dua-duanya lah hidup ini berjalan,” ungkapnya.
Ia mengatakan agar mahasiswa memiliki visi misi yang jauh ke depan. Sebab, tantangan zaman semakin kompleks dan beragam. Ia mencontohkan dengan kehadiran teknologi mutakhir seperti munculnya Go-Jek dan Uber. “Permasalahan begitu kompleks, sebab persoalan manusia begitu banyak. Pesan saya, latih diri untuk bisa melihat jauh ke depan. Kita harus tahu tujuan hidup ke depan, sebab persoalan semakin kompleks. Kalau kita tidak bisa melakukan itu, kita akan jadi bangsa yang kalah,” ujar Prof. Nuh. “Pendidikan adalah sistem terbaik dan teruji untuk memotong persoalan dan rantai kemiskinan,” pungkasnya. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Rektor UNAIR Kukuhkan 1.506 Mahasiswa Baru Pascasarjana UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga mengukuhkan 1.506 mahasiswa baru jenjang pascasarjana. Pengukuhan mahasiswa baru pascasarjana semester gasal tahun akademik 2016 – 2017 tersebut berlangsung di Airlangga Convention Center (ACC) dan dihadiri oleh seluruh mahasiswa baru. Dari aspek jenjang pendidikan, mereka terdiri dari 1.003 mahasiswa jenjang magister, 243 mahasiswa doktoral, 12 mahasiswa profesi, 240 mahasiswa spesialis, dan 8 mahasiswa sub spesialis. Pengukuhan mahasiswa baru ini turut dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode 2009 – 2014 Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA. Nuh, sapaan akrabnya, memberikan orasi ilmiah dengan tema “Peran Serta Perguruan
Tinggi untuk Mencetak Pimpinan Negara yang Berintegritas”. Dalam sambutannya, Rektor UNAIR Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak, CMA mengatakan, pengukuhan mahasiswa baru ini merupakan babak baru dalam hidup mahasiswa. Menjadi mahasiswa pascasarjana, lama kebutuhan belajar adalah 24 jam. Sebab, segala aktivitas kehidupan sehari-hari mengandung unsur pembelajaran. “Hampir setiap saat, kehidupan kita dikendalikan oleh teknologi. Bahkan ketika berpikir, bermain game, berperilaku, hampir semuanya dikendalikan oleh teknologi yang dibesarkan dengan perkembangan IPTEK. Maka kita dituntut untuk menguasai teknologi tersebut. Pengukuhan ini menjadi bekal strategis kita untuk meraih kesuksesan,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR tersebut. Pada kesempatan ini, Prof. Nasih juga menegaskan kepada mahasiswa baru agar ketika pengerjaan tesis maupun disertasi nanti, memilih topik-topik strategis yang belum diketahui jawabannya oleh khalayak. “Yang terpenting dari budaya akademik adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Apa-apa yang belum diketahui dan ditemukan. Kalau sudah ada jawabannya, tidak perlu dicari dan diteliti lagi. Sebab sudah jelas,” tegasnya. Ia
juga
mengatakan
agar
mahasiswa
tidak
menunda-nunda
pekerjaan yang telah menjadi tanggungjawabnya. Sebab, yang menjadi penghambat proses belajar mengajar bukanlah kesulitan dalam meneliti atau memformulasikan teori, melainkan adanya tanggungjawab yang tak kunjung diselesaikan. “Yang sudah punya gambaran tesis atau disertasi tertentu, mulailah menuliskannya dari sekarang. Mumpung ide-ide orisinil itu belum diambil orang lain,” katanya. Prof. Nasih menegaskan, agar mahasiswa baru dapat menyelesaikan studi pada waktu yang telah ditetapkan. Yakni dua tahun untuk jenjang magister, dan empat tahun untuk
jenjang doktoral. “Mahasiswa semua harus punya target waktu. Bagi angkatan 2012 yang tidak lulus tepat waktu, harus menulis tesis dengan disertakan jurnal ilmiah yang terindeks internasional,” ujar Prof. Nasih. Pada pengukuhan ini, mahasiswa baru mengucap janji mahasiswa baru. Kemudian dilanjutkan dengan penyerahan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), beasiswa Unggulan Dosen Indonesia Dalam Negeri, dan beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB). (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Pasutri Polisi, Kuliah Bareng S2 Kajian Ilmu Kepolisian UNAIR NEWS – Pasangan suami istri (Pasutri) itu terlihat lantang saat mengucapkan janji mahasiswa. Mereka menjadi pemandu para mahasiswa lain dari program S-2, S-3, pendidikan profesi dan spesialis, yang baru dikukuhkan oleh Rektor UNAIR Kamis pagi, (1/9) di Airlangga Convention Center (ACC). Suara yang terang, sudah barang tentu memudahkan mahasiswa lain yang mengikuti. Iptu Dian Sukma Purwanegara, SIK dan Iptu Dini Annisa Rahmat, SIK, adalah dua orang polisi yang baru mengenyam pendidikan di S-2 Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pascasarjana. Mereka yang baru menikah pada Desember 2015 lalu itu kompak mendaftar tahun ini.
“Kami sama-sama suka belajar. Dan jurusan yang kami pilih sangat tepat untuk memberi wawasan aplikatif pada profesi kami,” ujar Dian, pria yang sehari-hari menjabat sebagai Kanit Pidana Ekonomi Satreskrim Polres Mojokerto itu. Dia mengutarakan, dalam perkuliahan nanti, selain ilmu kepolisian secara umum, dirinya pasti akan dibekali dengan seluk-beluk penyidikan. Topik itu jelas bakal membantu pekerjaannya. Sementara itu, bagi Dini Annisa, pengetahuan tentang aturan hukum bakal sangat membantunya dalam bertugas sebagai tenaga pendidik (Gadik) di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Jatim, Mojokerto. Mengapa memilih UNAIR? Mereka menerangkan, selama ini para senior dan atasan di kepolisian Polda Jatim kerap memberi masukan dan rekomendasi tempat kuliah yang tepat. Dan, UNAIR, merupakan kampus yang disebut memiliki track record baik di kepolisian. Para lulusannya, terkenal berpotensi dan berwawasan luas. “Kami pikir, kampus ini memiliki mutu yang sudah terjamin,” ungkap Dini Annisa. Saat ditanya apakah tidak takut kalau kesibukan kuliah akan mengganggu profesinya sebagai abdi negara di korps baju cokelat, Dini Annisa berdalih, dia dan suami selama ini sudah melatih diri untuk melakukan manajemen waktu sebaik mungkin. Bahkan, imbuh perempun kelahiran 23 Juli 1991 ini, mereka juga tidak takut kalau frekuensi pertemuan bakal terancam. “Yang penting pandai-pandai mengatur saja. Yang juga patut diperhatikan adalah kualitas waktu pertemuan,” urai dia. Mereka makin bersemangat untuk melanjutkan studi karena mendapat dukungan dari atasan. Di Polda Jatim, kata Dian Sukma, para pemimpin di masing-masing satuan selalu memberi support anggota yang ingin mengembangkan diri. Pasutri ini bertekad lulus bareng dan tepat waktu, alias tidak molor. Mereka juga berharap, keputusan untuk melanjutkan studi ini dapat meluaskan jaringan. Baik pada lingkup sesama anggota
polisi, maupun di lingkup para akademisi. Jadi, selain bertambah pengetahuan, relasi pertemanan juga makin banyak. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Cegah Kerusakan Semen Beku dengan Tambahan Protein UNAIR NEWS – Ketersediaan pangan termasuk yang berasal dari hewan, terus menjadi tantangan bagi Indonesia. Tantangan tersebut salah satunya adalah soal keberhasilan inseminasi buatan atau kawin suntik. Inseminasi buatan ini merupakan alternatif pilihan yang dapat digunakan dalam mempercepat program peningkatan kualitas bibit ternak dan mempermudah penyebaran bibit ternak, termasuk ternak kambing dan domba. Latar belakang penelitian itulah yang disampaikan Prof. Dr. Suherni Susilowati, M.Kes, drh dalam pidatonya pada pengukuhan guru besar UNAIR yang dilaksanakan pada Sabtu (27/8). Prof. Suherni dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Inseminasi Buatan pada Fakultas Kedokterah Hewan UNAIR. Ia menyampaikan naskah pidato dengan judul “Potensi Frozen Semen pada Kawin Suntik Kambing Sebagai Upaya Memenuhi Kebutuhan Protein Hewani”. Menurutnya, salah satu faktor pendukung dalam upaya mengoptimalkan program inseminasi buatan pada ternak kambing adalah tersedianya semen beku yang memenuhi standar minimal. Dari penelitian yang ia hasilkan, semen yang dibekukan ternyata mudah mengalami kerusakan sehingga perlu ditambahkan protein Insulin Like Growth Factor-I Complex dalam medium
bahan pengencer sehingga dapat menekan kerusakan semen. Dalam pidatonya Prof. Suherni mengatakan, peningkatan suplai daging kambing baik secara langsung maupun tidak langsung, akan mengurangi tekanan terhadap pemotongan sapi potong produktif sekaligus mengurangi jumlah impor daging sapi. Sampai saat ini, berbagai teknologi telah diciptakan dan telah dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ternak. Inseminasi buatan merupakan awal pemakaian bioteknologi reproduksi pada hewan jantan. Selain itu, keuntungannya adalah peternak tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan pejantan dan dapat memperbaiki kualitas genetik dalam waktu yang relatif singkat. “Salah satu faktor pendukung dalam upaya mengoptimalkan program inseminasi buatan atau kawin suntik pada ternak kambing adalah tersedianya semen beku yang memenuhi standar minimal. Saat ini sangat sulit untuk mendapatkan semen beku kambing yang memenuhi standar minimal yang layak digunakan dalam program inseminasi buatan,” tutur Prof. Suherni. Menurut Prof. Suherni, penyebab hal tersebut adalah proses pembekuan yang menyebabkan kerusakan fungsi maupun struktur membran dan kemampuan spermatozoa untuk mempertahankan hidup. “Untuk mengefisiensikan reproduksi kambing sehingga terjadi peningkatan populasi ternak kambing di Indonesia dimana tercapainya kebutuhan protein hewani perlu mengetahui peran dari protein Insulin Like Growth Factor-I Complex,” ujarnya. Insulin Like Growth Factor I berperan terhadap pengaturan fungsi spermatozoa sebelum dan sesudah ejakulasi terutama dalam meningkatkan motilitas dan kapasitasi. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Perkawinan Endogami, Mudahkan Identifikasi Manusia Tak Beridentitas UNAIR NEWS – Ada kekhasan budaya di Indonesia yang memudahkan para antropolog ragawi, dan antropolog forensik dalam mengidentifikasi individu tak beridentitas. Kekhasan budaya yang dimaksud adalah perkawinan endogami. Perkawinan endogami adalah perkawinan dengan orang yang segolongan, entah itu etnis yang sama, daerah yang sama, dan agama yang sama. Itulah yang disampaikan oleh Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, M.A., Ph.D., dalam orasi ilmiah saat pengukuhan guru besarnya. Pernyataan itu disampaikan pada Sabtu (27/8) dalam orasi ilmiah berjudul “Identifikasi Individu Tak Beridentitas di Indonesia”. Perkawinan endogami menyebabkan populasi keturunan cenderung berputar pada lingkaran yang sama, sehingga percampuran gen tidak begitu mengubah ciri-ciri fisik yang diturunkan secara genetis dalam suatu populasi. Efeknya, tentu akan memudahkan antropolog ragawi dalam mempelajari sekaligus mengidentifikasi ciri fisik yang khas dalam suatu populasi di Indonesia. Hal ini diakui oleh Myrta berdasarkan pengalamannya saat menghadiri konferensi antropologi beberapa waktu lalu di Australia. “Di Indonesia itu masih ada kekhasan. Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa itu cukup berdampak. Dampaknya adalah membawa pertukaran gen yang minim,” tutur guru besar yang akrab disapa Myrta itu. Ia tak menampik adanya fenomena kawin campur di Indonesia.
Namun, adanya kawin campur belum membawa perubahan berarti dalam percampuran gen di Tanah Air. Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian Prof. Myrta mengenai antropologi dental, atau yang meneliti tentang gigi manusia. Pada antropologi dental, misalnya, ia meneliti mengenai erupsi gigi. Ia memaparkan, bahwa erupsi gigi antara keturunan Jawa dan Tionghoa adalah berbeda. “Demikian pula keturunan Arab, ternyata beberapa gigi tumbuh lebih cepat dari dua etnis yang lain,” papar Prof. Myrta. Dalam kaitannya dengan identifikasi individu tak dikenal, satu set gigi individu menyerupai sidik jari. Bila sidik jari adalah bagian yang mudah sekali rusak, berbeda halnya dengan gigi. Bahkan, dalam peristiwa seperti kebakaran pesawat terbang, gigi akan sulit rusak. Ketertarikannya dengan penelitian yang berhubungan dengan gigi dilatari oleh profesi ibunya yang merupakan seorang dokter gigi. Namun, Prof. Myrta mengaku tak tertarik berkiprah di bidang kesehatan karena ia sendiri merupakan seorang yang tidak tegaan. Ketika ia mengikuti pertukaran pelajar saat duduk di bangku sekolah menengah atas di Amerika Serikat, Prof. Myrta semakin menyukai bidang ilmu biologi. Apalagi, ia termasuk siswi yang paling pandai di sekolahnya pada masa itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk menekuni minat antropologi. Secara kebetulan, pada masa itu Prof. Joseph Glinka dan rekannya baru saja meresmikan Program Studi Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga. Prof. Myrta merupakan angkatan pertama pada Prodi Antropologi. Karena tertarik dengan dental dan biologi, ia memutuskan untuk menekuni bidang antropologi ragawi dan menekuninya hingga saat ini. Berbuah manis Keberhasilan Prof. Myrta menjadi guru besar bidang atropologi ragawi tak lepas dari tangan Prof. Dr. Habil Josef Glinka,
SVD. Prof. Glinka merupakan salah satu tokoh antropologi senior di Indonesia. Selama 51 tahun di Indonesia, ia ‘baru’ menghasilkan 13 doktor. Satu doktor asuhannya, yakni Prof. Myrta telah menjadi guru besar yang membidangi antropologi ragawi. Ditemui usai acara pengukuhan guru besar, Prof. Glinka menyempatkan waktunya barang sebentar untuk berbagi kesan mengenai sosok Prof. Myrta. Pria kelahiran Chorzow, Polandia, itu berbangga karena akhirnya salah satu anak didiknya berhasil menjadi profesor seperti dirinya. “Bahwa saya mengalami salah satu murid saya, bimbingan saya, menjadi guru besar. Untuk saya, itu adalah pengalaman yang luar biasa karena saya memang membimbing untuk doktoral sebagai promotor dan ko-promotor. Saya pikir, saya tak akan mengalami itu. Karena di Indonesia, menjadi guru besar itu sudah mau pensiun. (Anak bimbingan, -red) Yang kedua, sekarang sudah siap-siap. Tidak lama lagi akan jadi (guru besar, red),” tutur Prof. Glinka ketika berbagi pendapatnya. Terkait dengan perkawinan endogami, Prof. Glinka mengatakan bahwa hal itu berbahaya karena bisa mengakibatkan kelainan yang muncul pada anak keturunan. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Ketahui Kebuntingan Dini Ternak dengan Kit Diagnostik
Progesteron UNAIR NEWS – Populasi ternak yang terus menurun berimbas pada kelangkaan daging. Menurut data yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Peternakan, pada jenis sapi potong tahun 2012, populasi mencapai 15 juta ekor, sedangkan pada tahun 2014, populasi menurun pada angka 14 juta ekor. Pada jenis sapi perah populasi mencapai 612ribu ekor, sedangkan pada tahun 2014, sapi perah di Indonesia hanya 503ribu ekor. Produksi daging sapi di Indonesia beberapa tahun terakhir masih bersumber dari tiga daerah yang menjadi lumbung ternak nasional, yakni Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2011, peternak Jatim menjadi produsen daging sapi mencapai sekitar 4,73 juta ekor, selanjutnya diikuti oleh Jateng 1,94 juta ekor, dan Sulsel 983ribu ekor. Ketidakmampuan produksi nasional dalam mencapai kebutuhan daging sapi di Indonesia mengakibatkan pemerintah sampai saat ini masih melakukan impor daging sapi dari beberapa negara. Tentu saja hal ini menjadi semacam indikasi bahwa produksi daging sapi masih belum sesuai sasaran. Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Dr. I Komang Wiarsa Sardjana, drh, selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Dalam pengukuhan guru besarnya pada Sabtu (27/8), Prof. Komang menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Menuju Swasembada Daging di Indonesia dengan Tes Progesteron Paper Strip”. Berawal
dari
problema
di
lapangan,
cara
tepat
untuk
memperbaiki proses reproduksi bagi ternak ruminansia (memamah biak) termasuk sapi, adalah memperbaiki manajemen pemberian pakan, dan manajemen perkawinan. “Upaya yang dapat dilakukan dalam memperbaiki sistem peternakan di Indonesia, khususnya dilakukan untuk mencapai target selang kelahiran 12 bulan, adalah dengan cara
mengetahui adanya kebuntingan secara dini kepada ternak setelah perkawinan. Diagnosa kebuntingan dini diperlukan setelah perkawinan untuk identifikasi lebih awal dari ternak yang tidak bunting, sehingga kehilangan waktu produksi sebagai akibat kemajiran ternak dapat dikurangi,” tutur Prof. Komang. Gagasan yang disampaikan Prof. Komang adalah dengan menganalisis hormon progesteron dengan kit diagnostik untuk menguji kebuntingan dini pada ternak. Progesteron paper strip bisa dilaksanakan oleh peternak karena sifatnya sederhana, seperti halnya tes kehamilan pada perempuan. Sebelumnya, telah ada metode bernama Radio Immune Assay (RIA) dan Enzyme Immuno Assay (EIA). Pada metode RIA, manusia perlu berhati-hati karena mengandung bahan radioaktif dan harganya relatif mahal. Begitu pula dengan metode EIA. Sedangkan, pada kit Progesteron paper strip tidak memiliki risiko bahaya terhadap manusia dan bisa diterapkan oleh para peternak. Ke depan, ia berharap ada sinergi triple helix (akademisi, industri, dan pemerintah) untuk bisa memproduksi massal produk progesteron paper strip itu. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
UNAIR Kukuhkan Besar Baru
Tiga
Guru
UNAIR NEWS – Universitas Airlangga kembali mengukuhkan tiga guru besar pada Sabtu (27/8). Ketiga guru besar tersebut yaitu Prof. Myrtati Dyah Artaria, Dra., MA., Ph.D sebagai Guru Besar bidang Ilmu Antropologi, Prof. Dr. Suherni Susilowati, M.Kes.,
Drh sebagai Guru Besar bidang Ilmu Inseminasi Buatan, dan Prof. Dr. I Komang Wiarsa Sardjana, Drh sebagai Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Ilmu Bedah Veteriner. Prosesi pengukuhan berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus C UNAIR dan dihadiri oleh Ketua dan Anggota Senat Akademik, Para Guru Besar, Pimpinan Universitas, Fakultas, Program Pascasarjana, Direktur Direktorat, Ketua Lembaga, Badan, Pusat, Para dosen dan karyawan di lingkungan UNAIR. Sejak Universitas Airlangga didirikan pada tahun 1954, secara berurutan ketiganya merupakan Guru Besar yang ke-450, 451 dan 452. Namun, sejak Universitas Airlangga berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), ketiganya merupakan Guru Besar yang ke-158, 159, dan 160. Pada kesempatan ini, Prof. Myrtati menyampaikan pidato dengan judul “Identifikasi Individu Tak Beridentitas di Indonesia”. Selain itu Prof. Suherni menyampaikan pidato dengan judul “Potensi Frozen Semen pada Kawin Suntik Kambing Sebagai Upaya Memenuhi Kebutuhan Protein Hewani”. Sedangkan pidato yang disampaikan Prof. Komang berjudul “Menuju Swasembada Daging Di Indonesia Dengan Tes Progesteron Paper Strip”. Dalam sambutannya Rektor UNAIR mengatakan, dengan dikukuhkan tiga guru besar dapat menambah SDM berkualitas dan khasanah ilmu pengetahuan yang semain bertambah. “Ketiga naskah pidato Pengukuhan Guru Besar ini menjadi salah satu karya akademik di lingkungan Universitas Airlangga. Sebagai sebuah karya akademik, maka keberadaannya bisa digunakan untuk beragam keperluan semisal sebagai referensi bagi akademisi lainnya,” kata Prof Nasih. Selain itu, Prof Nasih juga berharap, teaching farm sebagai salah satu laboratorium kehewanan yang dimiliki UNAIR bisa semakin bertambah. Saat ini, salah satu teaching farm yang dimiliki UNAIR berada di Driyorejo, Gresik.
“Salah satu yang akan terus kita dorong adalah teaching farm (taman ternak pendidikan, -red), laboratorium bagi FKH UNAIR untuk bisa menghasilkan swasembada pangan,” ujar Rektor. Pada kesempatan ini, Prof Komang merekomendasikan dua hal kepada UNAIR dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pertama, diperlukan kegiatan pendidikan praktek pada hewan besar khususnya sapi maupun kuda di lingkungan UNAIR. Target hal ini yaitu menghasilkan dokter hewan yang mampu mengatasi problematik di lapangan berkaitan dengan penanganan hewan besar. Sedangkan untuk Pemprov Jatim, diperlukan lebih banyak lagi adanya Pos Kesehatan Hewan di daerah, khususnya di sentra peternakan rakyat. Hal ini demi menunjang program menuju swasembada daging. Pengukuhan guru besar ini juga dihadiri oleh Wardiman Djojonegoro Menteri Pendidiakn dan Kebudayaan tahun 1993, tamu kehormatan dari beberapa negara, serta pejabat pemerintah kota di Jawa Timur. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.
Sejak 1954, UNAIR Miliki 452 Guru Besar UNAIR NEWS – Pada pertengahan Airlangga memiliki tiga guru besar pada Sabtu (27/8). Ketiganya akan Mukti, Kantor Manajemen UNAIR oleh Nasih, S.E, M.T, Ak.
tahun 2016, Universitas baru yang akan dikukuhkan dikukuhkan di Aula Garuda Rektor UNAIR Prof. Dr. M.
Ketiganya adalah Prof. Dra. Myrtati Dyah Artaria, M.A., Ph.D
selaku Guru Besar bidang Ilmu Antropologi (FISIP), Prof. Dr. drh. Suherni Susilowati, M.Kes selaku Guru Besar bidang Ilmu Inseminasi Buatan (FKH), dan Prof. Dr. I Komang Wiarsa Sardjana, drh., selaku Guru Besar bidang Ilmu Penyakit Dalam dan Bedah Veteriner (FKH). Sejak UNAIR didirikan pada tahun 1954, secara berurutan ketiganya merupakan guru besar ke-450, 451, dan 452. Namun, sejak UNAIR berstatus perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN – BH), ketiganya merupakan guru besar ke-158, 159, dan 160. Pada fakultas masing-masing, Prof. Myrtati merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik aktif ke-16. Sedangkan, Prof. Suherni adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan aktif ke-23, dan Prof. Komang adalah Guru Besar FKH aktif ke-24. Dengan bertambahnya jumlah guru besar UNAIR, maka UNAIR diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata yang lebih banyak kepada masyarakat. “Kita menunggu bagaimana pemikiran itu direalisasikan dan diamalkan. Sehingga, UNAIR bisa berkontribusi secara nyata di bidang swasembada pangan dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang tepat,” tutur Rektor UNAIR. Dalam jumpa pers terkait pengukuhan guru besar baru, ketiganya menjelaskan ringkasan orasi ilmiah. Prof. Myrtati akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Identifikasi Individu Tak Beridentitas di Indonesia”. Dalam konferensi pers, Prof. Myrta menyampaikan bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan dari aspek genetika akibat masih banyaknya perkawinan endogami. “Perkawinan endogami adalah perkawinan dengan orang segolongan, entah itu etnis yang sama, daerah yang sama, dan lebih banyak lagi, agama yang sama. Karena bunyi sila kesatu Pancasila, itu cukup berdampak pada kekhasan di Indonesia,” tutur Prof. Myrta dalam konferensi pers, Kamis (25/8).
Prof. Myrta melanjutkan, akibat perkawinan endogami itu, identifikasi individu tak beridentitas tak begitu mengalami kendala. Hal ini berbeda dengan aspek genetika dari luar negeri yang sudah banyak melakukan kawin campur. Guru besar kedua yang menyampaikan keterangan pers mengenai orasi ilmiahnya adalah Prof. Suherni. Dalam orasi ilmiah berjudul “Potensi Frozen Semen pada Kawin Suntik Kambing sebagai Upaya Memenuhi Kebutuhan Protein Hewani”, Prof. Suherni menyatakan kualitas semen beku merupakan salah satu faktor pembatas terhadap keberhasilan program inseminasi buatan pada kambing. Untuk itu, perlu diatur penggunaan insulin Like Growth Factor-I Complex pada semen beku. Guru besar ketiga yang menyampaikan keterangan pers mengenai orasi ilmiahnya adalah Prof. Komang. Dalam orasi ilmiah berjudul “Menuju Swasembada Daging di Indonesia dengan Tes Progesteron Paper Strip”, Prof. Komang mengembangkan metode baru untuk mengetahui status reproduksi ternak secara cepat, mudah, dan murah. Metode ini merupakan kit diagnostik untuk pemeriksaan kebuntingan dini pada sapi. (*) Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh
Alumni UNAIR Ignasius Jonan Beri Motivasi Mahasiswa Baru UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak mengukuhkan 6.726 mahasiswa baru jenjang S-1 dan vokasi pada Kamis (18/8). Pengukuhan mahasiswa baru tersebut dihadiri Ignasius Jonan, alumni UNAIR angkatan tahun 1982. Jonan, sapaan akrabnya, memberi kuliah tamu untuk
memotivasi para mahasiswa baru. “Hari ini sama seperti ketika saya dikukuhkan menjadi mahasiswa baru UNAIR, 34 tahun yang lalu, pada tanggal yang sama di tahun 1982,” ujarnya diikuti tepuk tangan mahasisawa. Menteri Perhubungan Indonesia tahun 2014-2016 ini memberikan motivasi agar mahasiswa baru nantinya pandai memanfaatkan waktu selama menjadi bahasiswa. Pada kesempatan ini, Jonan membagi tips kepada mahasiswa baru yang nantinya akan menjalani perkuliahan. “Jangan belajar yang tidak perlu. Harus fokus pada program studi yang dipilih. Dan, jangan kebanyakan pacaran,” kata Jonan dan disusul gelak tawa mahasiswa. “Selalu gunakan moralitas dimanapun kalian berada. Kuliah jangan hanya mengejar gelar, karena keilmuan menjadi sangat penting ketika lulus nanti. Output kuliah tidak hanya fokus pada kekayaan, tapi mengabdi pada masyarakat dan bangsa,” ujar alumni Akuntansi UNAIR ini. Jonan terlihat antusias dengan pemberian kuliah tamu kali ini. Ia memberi kesempatan pada mahasiswa baru untuk mengajukan pertanyaan untuknya. Baginya, ketika menduduki jabatan penting sebagai menteri maupun Direktur Utama Kereta Api Indonesia (KAI) pada 2009-2014, ada tiga tantangan terbesar yang ia hadapi. Pertama kordinasi dengan masyarakat, kedua menerapkan tujuan yang sama dengan masyarakat, dan ketiga masalah moralitas. “Tantangan menerapkan satu pekerjaan dan satu tujuan yang terbaik untuk bangsa. Bukan tujuan yang sesuai keinginan pribadi atau kelompok, tapi tujuan untuk masyarakat,” ujarnya. Jonan mengatakan, infrastruktur adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa. Namun katanya, yang lebih penting lagi adalah pembangunan sumber daya manusia Indonesia. “Kalau SDM kurang terbangun, pembangunan bangsa kurang cepat dan tidak akan sesuai dengan harapan,” tegasnya.
Jonan mengatakan, tantangan masyarakat saat ini adalah membangun Indonesia yang lebih baik, bermadani dan berkeadilan. “Kita tidak boleh berhenti mencintai Indonesia dan UNAIR,” ucapnya. Pada kesempatan wawancara, Jonan mengatakan agar lulusan UNAIR lebih bisa ‘promosi’ agar bisa berkiprah secara nasional. “Kompetisi yang kita miliki cukup, lulusan kita baik-baik. Hanya perlu ambil aksi lebih saja,” pungkasnya. (*) Penulis: Binti Quryatul M Editor: Nuri Hermawan
Rektor UNAIR Kukuhkan 6726 Mahasiswa Baru Jenjang S-1 dan Vokasi UNAIR NEWS – Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak., mengukuhkan 6726 mahasiswa baru program pendidikan S-1 dan pendidikan vokasio. Pengukuhan mahasiswa baru tersebut dilaksanakan di Airlangga Convention Center (ACC), Kamis (18/8) dan dihadiri seluruh mahasiswa baru serta pimpinan universitas. Sebanyak 6726 mahasiswa baru tersebut diterima melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, dan jalur mandiri. Mereka terdiri dari 374 mahasiswa Fakultas Kedokteran, 162 mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, 241 mahasiswa Fakultas Hukum, 1208 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 231 mahasiswa Fakultas Farmasi, 696 mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 481 mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, 327 mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, 635 mahasiswa Fakultas Sains dan
Teknologi, 491 mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, 213 mahasiswa Fakultas Psikologi, 236 mahasiswa Fakultas Keperawatan, 311 mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan, dan 1147 mahasiswa Fakultas Vokasi. Dari jumlah mahasiswa tersebut, 21 diantaranya merupakan mahasiswa asing. Mereka mengambil program studi Pendidikan Dokter, Pendidikan Dokter Gigi, Pendidikan Apoteker, dan Pendidikan Dokter Hewan. Dalam sambutannya, rektor UNAIR mengatakan bahwa pengukuhan ini merupakan proses menapaki babakan baru dalam hidup mahasiswa. Sebab, kegiatan belajar di kampus dan di sekolah sebagai tempat mereka menempuh studi sebelumnya merupakan dua hal yang berbeda. “Di perguruan tinggi, proses belajar berlangsung setiap hari. Tujuan dan orientasi kegiatan seluruhnya adalah untuk belajar. Belajar tidak diikat oleh waktu, tempat, guru ataupun dosen. Belajar bisa dimana saja dan kapan saja,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR tersebut. Pada kesempatan wawancara, Rektor UNAIR mengatakan akan lebih mendukung kegiatan mahasiswa yang memiliki integrasi dengan kurikulum di kampus. Dengan begitu, rektor berharap ada meningkatkan prestasi mahasiswa. “Kedepan kita akan mengintegrasikan pembelajaran di kurikuler dengan ekstra. Sehingga kegiatan mahasiswa seperti penalaran, HIMA, kegiatan yang fokus pada research tertentu akan lebih kita dorong. UKM yang support dengan kegiatan kurikuler akan kita dorong. Sehingga mereka akan bisa banyak aktif,” ujar Prof Nasih. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UNAIR M. Rizky Fadilah dalam sambutannya berpesan agar mahasiswa dapat menggunakan waktu sebaik mungkin ketika menjalani kehidupan kampus. “Manfaatkan kesempatan dengan maksimal, baik untuk mengasah
softskill maupun hardskill,” ujarnya. Pengukuhan mahasiswa baru ini juga diisi studium generale oleh alumni UNAIR tahun 1982, Ignasius Jonan. Jonan, sapaan akrabnya, memotivasi para mahasiswa baru agar pandai memanfaatkan waktu. (*) Penulis: Binti Quryatul M Editor: Nuri Hermawan