55
PERFORMANCE OF NiO AND ACTIVATED CARBON CATALYSTS ON DIMETHYL BENZENE OZONATION PROCESS Suprapto§ ABSTRAK Dimetil benzen yang merupakan salah satu komponen gas buang industri phtalik anhidrid dan industri solven adalah senyawa sangat berbahaya karena dapat mengubah susunan DNA. Penelitian tentang dekomposisi dimetil benzen dilakukan dalam reaktor berpengaduk menggunakan gas ozon serta katalis NiO dan karbon aktif tersuspensi dalam 1 liter air. Kedua katalis yang digunakan berdiameter 20-71 m dan berat 10 gram. Reaktor dioperasikan pada suhu 25oC, tekanan atmosfir, putaran pengaduk 1500 rpm, dan laju alir ozon 48,3 mmol/jam. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa adanya katalis padat NiO serta karbon aktif menyebabkan terjadinya dekomposisi ozon. Walaupun aktifitas katalis padat NiO serta karbon aktif dalam sistem reaksi yang dipelajari tidak berpengaruh dalam menaikkan konversi reaksi dekomposisi dimetil benzen, namun laju reaksi pembentukan asam asetat, sebagai produk akhir dan relatif tidak toksik dibanding dimetil benzen dan butandion serta aldehid piruvik, ditemukan relatif sama pada saat ada katalis maupun tanpa katalis. Kata kunci: ozonisasi, dekomposisi, katalis nikel oksida, karbon aktif, dimetil benzen. ABSTRACT Dimethyl benzene, one of flue gas components in phtalic anhydric and solvent industries, is very dangerous substance because it can modify DNA. Research activity of the decomposition of dimethyl benzene was realized in a mechanically agitated reactor using ozone gas, NiO and activated carbon catalysts suspended in 1 liter of water. The catalysts were 20-71 m in diameter and weighed 10 grams. The reactor was operated at 25oC, atmospheric pressure, 1500 rpm of impeller rotation speed, and 48.3 mmoles/hour of ozone flow rate. It can be concluded that the existence of NiO and activated carbon catalysts caused the decomposition of ozone. Although the activity of catalysts in reaction system observed did not increase the conversion of the dimethyl benzene decomposition, but the reaction rate of the acetic acid formation as a final product and relatively non toxic than dimethyl benzene, butandione and pyruvic aldehyde, was observed relatively the same either in the absence or the presence of catalysts. Keywords: ozonation, decomposition, nickel oxyde catalyst, activated carbon, dimethyl benzene.
1. PENDAHULUAN Pengembangan teknologi pengolahan limbah gas industri khususnya dimetil benzen belum dilakukan, padahal senyawa dimetil benzen tersebut sangat berbahaya karena dapat mengubah susunan DNA manusia (Summers dkk, 1992; Heslinga, 1992). Belum banyak ditemukan pustaka yang menginformasikan tentang konsep perancangan proses industri untuk penanganan dimetil benzen dalam fasa gas. Kebanyakan literatur seperti Pintar dan Levec (1992), Pang dkk (1991), Falcon dkk (1993), dan Juretic dkk (1990) melaporkan tentang dekomposisi senyawa aromatik selain dimetil benzen pada suhu dan tekanan tinggi. Dekomposisi terhadap gas dimetil benzen menggunakan gas ozon telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun sampai saat ini masih belum mencapai hasil yang memuaskan. Dari penelitian tersebut, beberpa hal telah diinformasikan yaitu bahwa dalam reaksi dekomposisi dimetil benzen terjadi hambatan perpindahan massa dari kedua reaktan gas. Seperti yang dilaporkan oleh Suprapto (2001) dan Alway dkk. (1999), yang telah meneliti §
dekomposisi gas dimetil benzen dengan gas ozon, bahwa terjadi hambatan perpindahan massa dari dimetil benzen dan ozon. Pada kondisi operasi yang dipelajari, dengan memvariasi kecepatan pengadukan, suhu reaktor, dan laju alir gas masuk ternyata hambatan perpindahan massa ozon lebih dominan dari pada dimetil benzen. Dalam penelitian lain, Suprapto (2002) berhasil mengurangi hambatan perpindahan massa reaktif dengan penggunaan jenis pengaduk berkinerja tinggi sehingga dapat meningkatkan harga konversi reaksi dekomposisi dimetil benzen. Degradasi kontaminan organik dengan ozon dapat dilakukan dengan melibatkan peranan katalis di mana katalis umumnya dapat mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan berupa katalis heterogen dan dapat disediakan dalam bentuk terdispersi atau terfiksasi dalam support. Katalis-katalis tersebut umumnya berasal dari logam-logam atau oksida logam. Penggunaan ozon dan katalis oksida logam belum pernah dilakukan untuk dekomposisi dimetil benzen. Hanya Duguet (1981) telah
Jurusan Teknik Kimia, FTI ITS, Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK
56
mencoba aktifitas katalitik berbagai oksida logam dalam bentuk terdispersi untuk dekomposisi glikokol dalam larutan aqueous menggunakan ozon. Diantara oksida logam yang dicoba, hanya NiO, CuO dan Fe2O3 yang mampu menstimulasi reduksi senyawa-senyawa organik. Sementara itu, Suprapto (2004) menjelaskan tentang terjadinya fenomena adsorpsi dan desorpsi dalam reaksi dekomposisi dimetil benzen dalam sistem aqueous menggunakan katalis karbon aktif. Pada penelitian ini dikembangkan studi eksperimental tentang dekomposisi gas dimetil benzen menggunakan gas ozon (disebut proses ozonisasi) dalam reaktor berisi air serta menggunakan dua jenis katalis padat dan porous yaitu NiO dan karbon aktif. Penggunaan air dalam penelitian ini selain berfungsi untuk melarutkan hasil reaksi dekomposisi dimetil benzen, tetapi juga sebagai media terjadinya reaksi, hal ini seperti yang dilaporkan oleh Suprapto dkk (1996). Selanjutnya, Suprapto dkk (1996) juga menginformasikan bahwa reaksi langsung antara gas ozon dan gas dimetil benzen (tanpa media air) tidak mengindikasikan terjadinya dekomposisi dimetil benzen, bahkan menghasilkan molekul yang lebih besar dan menempel pada dinding reaktor. Jika sistem reaksi menggunakan air, maka akan terjadi diffusi gas ke dalam cairan dan hal ini mengakibatkan hambatan perpindahan massa dari kedua reaktif sebelum akhirnya bereaksi. Hal ini telah dilaporkan oleh Suprapto (2001). Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan penelitan pengukuran koefisien perpindahan massa gascair sisi cair (Suprapto, 1995) serta mengurangi hambatan perpindahan massa dari reaktif (Suprapto, 2001) Pada penelitian ini, reaksi dilakukan dalam reaktor berpengaduk mekanik. Dimetil benzen dalam penelitian ini direaksikan dalam fasa gas seperti keberadaannya dalam gas buang industri, dan diterapkan kondisi operasi pada tekanan dan suhu rendah. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi konsep pengembangan proses reaksi dekomposisi dimetil benzen. Di sisi lain, hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan bagi para praktisi dalam penanganan reaksi gascair yang melibatkan katalis padat. 2. METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini diinformasikan secara detil peralatan dan analisa yang digunakan dalam penelitian ini. Pada Gambar 1 diberikan secara skematis seperangkat reaktor berpengaduk bersama unit peralatan penunjang lainnya, Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005
sedangkan uraian masing-masing dipaparkan berikut ini.
Unit Reaktor
Reaktor yang digunakan berupa reaktor berpengaduk mekanis. Reaktor terbuat dari gelas berdiameter dalam 100 mm dan tinggi 250 mm. Pada bagian dasar reaktor dilengkapi dengan valve yang berfungsi untuk aliran cairan resirkulasi. Reaktor dilengkapi dengan dinding ganda, sebagai lewatan air dari bak thermostatik, berfungsi untuk menjaga stabilitas suhu reaktor. Sebuah bak yang dilengkapi thermostat dan pengatur suhu, dapat digunakan untuk mengatur dan mengontrol suhu air dari bak thermostatik, dan sebuah pompa yang menjamin terjadinya resirkulasi cairan menuju reaktor. Untuk menghindari terbentuknya vortex, reaktor dilengkapi dengan 6 buah baffel yang diletakkan pada dinding reaktor. Reaktor dilengkapi dengan sebuah pengaduk mobile 6 blades bersudut 450, pengadukan dapat diatur kecepatannya sampai lebih dari 1000 rpm. Dimensi reaktor dan kelengkapannya diberikan pada Tabel 1. Tabel 1. Dimensi Reaktor dan Kelengkapannya Reaktor:
- diameter - tinggi Baffel: - panjang - lebar Pengaduk: - jenis - diameter - lebar
: : : : : : :
100 mm 250 mm 120 mm 10 mm Mobile 6 blades 45o 50 mm 10 mm
Bagian atas reaktor terdiri dari bagian sistem pengadukan mekanik dengan penunjuk kecepatan pengadukan digital, sebuah masukan gas, sebuah lubang keluaran gas, dan sebuah sarana pengambilan sampel cairan. Sebuah sparger, berupa pipa stainless steel tercelup dalam reaktor, dipasang untuk sarana distribusi gas sehingga dapat mendistribusikan gas secara baik ke dalam cairan. Unit Ozoniser Gas ozon yang digunakan pada penelitian ini diproduksi dari sebuah unit ozoniser “Trailigaz Labo 76” yang dioperasikan pada kekuatan arus 0,4-1,4 Amper, tekanan 0,5 bar, laju alir air pendingin 40 liter/jam. Ozon dihasilkan berdasarkan umpan oksigen yang dilewatkan ke dalam ozoniser, karena eksitasi listrik didalam elektroda ozoniser maka terjadilah gas ozon.
Unit DMB Gasifier
Gas dimetil benzen dihasilkan dalam unit DMB Gasifier. Untuk menghasilkan gas dimetil
57
gas keluar
9 8
8 1 3
dari DMB gasifier
4
5
dari ozonizer
2
6
7
Gambar 1. Skema Peralatan Percobaan (Keterangan Gambar:1.Reaktor, 2. Sparger, 3. Pengaduk, 4. Baffle, 5. Bak Thermostatik, 6. Pompa Peristaltik, 7. Sampling Cairan, 8. Flowmeter, 9.Motor pengaduk)
benzen, udara dilewatkan ke dalam tangki berisi cairan dimetil benzen. Unit penghasil gas dimetil benzen terdiri dua buah tangki tersusun seri, terbuat dari stainless steel berdiameter 35 mm dan tinggi 480 mm, tertutup pada bagian ujung atas. Tangki ini juga dilengkapi dengan sebuah masukan (input) dan sebuah keluaran (output) untuk udara. Udara masuk ke dalam tangki pada bagian atas dan terdistribusi pada bagian bawah tangki karena adanya distributor gas sehingga diperoleh kontak yang baik antara udara dan cairan dimetil benzen. Sebelum percobaan dilakukan, volume tertentu dari cairan dimetil benzen dimasukkan ke dalam kedua tangki. Cairan dimetil benzen yang digunakan mempunyai kemurnian 99,9% dari Aldrich Chimie. DMB Gasifier dilengkapi juga dengan bak thermostatik yang terdiri dari sebuah termometer, sebuah pengatur suhu, sebuah resistance listrik dan sebuah penghantar panas. Dua buah tangki berisi cairan dimetil benzen dimasukkan ke dalam bak thermostatik ini agar diperoleh suhu homogen. Pada Unit ini terdapat sirkuit aliran udara yang dilengkapi dengan flowmeter brooks Shorate tipe 6R-6-25 dan sebuah valve pengatur berkemampuan mengatur laju alir udara sampai laju alir sampai 150 liter/jam. Kalibrasi flowmeter ini telah dilakukan dengan bubble soap meter. Prosedur Penelitian
Persiapan
Reaktor diisi dengan 1 liter air distilasi, kemudian massa tertentu dari katalis didispersikan ke dalam fasa aqueous ke dalam reaktor. Dengan dua sistem pemasukan (input) terpisah maka dialirkan ke dalam reaktor pada salah satu aliran adalah udara mengandung dimetil benzen dengan laju alir 32 liter/jam, dan pada aliran yang lain adalah oksigen murni (dari tangki oksigen) dengan laju alir 31 liter/jam. Sistem pengadukan dan pengaturan suhu masing-masing diatur pada 1500 rpm dan 25oC. Konsentrasi dimetil benzen dalam fasa gas dianalisa secara teratur menggunakan gas kromatografi (GC) sehingga diperoleh harga tetap.
Permulaan reaksi
Setelah tahap persiapan dianggap cukup yang ditandai dengan dicapainya harga tetap dimetil benzen dalam fasa gas, segera dipersiapkan permulaan reaksi seperti berikut. Ozonizer yang telah dialiri O2 murni dijalankan pada kekuatan arus 0,5A, sehingga mulai saat itu reaksi ozonisasi telah dimulai. Sebagai fungsi waktu, dengan melakukan analisa fasa cair dalam reaktor demikian juga fasa gas, diamati perubahanperubahan yang terjadi pada reaksi. Regim pseudo-stasioner telah tercapai pada fasa gas setelah beberapa saat kemudian, hal ini ditandai dengan suatu kondisi di mana konsentrasi dimetil benzen dalam fasa gas keluar reaktor mempunyai harga konstan, konsentrasi senyawa yang ada dalam fasa cair dalam reaktor naik secara linier dengan bertambahnya waktu reaksi. Pada saat tersebut, percobaan ozonisasi dimetil benzen dapat dihentikan. Kondisi operasi percobaan keseluruhan pada penelitian diberikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kondisi Operasi Percobaan Suhu Tekanan Putaran pengaduk Laju alir gas total Laju alir molar ozon Massa dan ukuran katalis
: : : : :
250C atmosferik 1500 rpm 63 L/jam 48,3 mmol/jam
: 10 g, 20-71 m
Variabel penelitian: jenis katalis (NiO, dan karbon aktif) Parameter yang diamati: konversi reaksi DMB, produk reaksi Metode Analisa Pada penelitian ini dilakukan dua jenis analisa: 1. Analisa fasa gas. Analisa fasa gas didasarkan pada pengukuran konsentrasi dimetil benzen pada kondisi masuk dan keluar reaktor. Hal ini bertujuan untuk mencari harga konversi reaksi dari dimetil benzen dalam fasa gas. Analisa fasa gas juga dilakukan untuk ozon.
Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK
58
2. Analisa fasa liquid. Analisa fasa liquid dimaksudkan untuk melacak perubahan hasil-hasil reaksi dalam fasa cair.
Analisa Fasa Gas
1. Analisa Dimetil Benzen Untuk mengetahui jumlah dimetil benzen dalam fasa gas (pada kondisi masuk dan keluar reaktor) dianalisa dengan sebuah gas kromatografi (GC) Varian model 940 yang dilengkapi dengan detektor Flame Ionisation Detector (FID) dan sebuah Kolom Porapak Q 80/100 dengan panjang 1,5 meter, suhu kolom diatur pada 2000C. Suhu detektor dan injektor ditetapkan masing-masing pada 2200C dan 2000C, sedang laju alir gas N2, H2, dan udara diatur masing-masing pada 40, 35 dan 500 ml/menit. Pengambilan sampel gas dilakukan dengan bantuan sebuah spuit berkapasitas maksimum 1 ml kemudian diinjeksikan ke dalam GC untuk dianalisa. Kalibrasi GC dilakukan dalam kisaran konsentrasi yang ada dalam percobaan. 2. Analisa Ozon Analisa Ozon secara kuantatif dilakukan dengan metoda iodometri dengan prosedur sebagai berikut. Ozon diabsorpsi dengan larutan Kalsium Iodida pada pH netral atau basa. Jika absorpsi ozon selesai dilakukan, larutan tersebut kemudian diasamkan, dan yodium yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: O3 + 2 KI + H2O
I2 + 2 KOH + O2
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI H 2 SO4 4
Perhitungan konsentrasi ozon Volume gas yang akan dianalisa diukur menggunakan pengukur laju alir gas. Volume tersebut dihitung pada kondisi normal dan udara kering (umumnya 760 mmHg, 00C), sebut saja Vg sebagai volume terkoreksi. Konsentrasi ozon dihitung dengan CO = 3 N thioVthio Vg
x 24 (mg/l) di mana Nthio =
normalitas natrium thiosulfat, Vthio = volume natrium thiosulfat (ml), Vg = volume gas akan dianalisa (liter).
Analisa fasa cair
Pengambilan contoh dalam fasa cair dari dalam reaktor dilakukan dengan bantuan pompa peristaltik. Jumlah contoh sebanyak 5 mikroliter Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005
kemudian dianalisa dengan gas kromatografi shimadzu GC -14A. Gas kromatografi dilengkapi dengan detektor Flame Ionisation Detector (FID) dan sebuah Kolom Porapak Q 80/100 dengan panjang 2,5 meter. Suhu kolom diatur seperti berikut: saat fase liquid hanya mengandung dimetil benzen, maka analisa dilakukan dengan cara isothermis, suhu kolom ditetapkan pada 2000C. Sebaliknya untuk analisa fasa liquid cairan hasil reaksi, analisa dilakukan dengan pemograman suhu kolom sebagai berikut: - isoterm 1500C selama 32 menit - 1500C dinaikkan menjadi 2000C dengan kecepatan suhu 100C/menit - akhir analisa : 2000C Suhu detektor dan injektor ditetapkan masing-masing pada 2200C dan 2000C, sedang laju alir gas N2, H2, dan udara diatur masingmasing pada 40, 35 dan 500 ml/menit.
Perhitungan konversi reaksi
Konversi reaksi dimetil benzen adalah fraksi dimetil benzen yang bereaksi, dihitung berdasarkan perubahan konsentrasi dimetil benzen yaitu dengan cara membandingkan antara konsentrasi dimetil benzen yang bereaksi dengan konsentrasi dimetil benzen mula-mula dalam fasa gas, dinyatakan dengan rumus berikut: XA =
C Ao C A C Ao
(1)
dengan, XA = konversi reaksi CAo = konsentrasi dimetil benzen mula-mula dalam fasa gas masuk reaktor CA = konsentrasi dimetil benzen dalam fasa gas pada saat tertentu keluar reaktor 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum ozon dialirkan ke dalam reaktor, ditunggu terlebih dahulu tercapainya kondisi jenuh dimetil benzen dalam fasa liquid didalam reaktor yang ditandai juga dengan dicapainya harga konstan dimetil benzen dalam fasa gas. Dari pengamatan ternyata adanya katalis menaikkan secara signifikan lama waktu pencapaian keadaan jenuh dimetil benzen dalam fasa liquid. Pada Tabel 3 disajikan hasil pengamatan terhadap lama waktu tercapainya kondisi jenuh dimetil benzen dalam fasa liquid dalam reaktor jika hanya ada air saja, dan dibandingkan dengan penambahan katalis dalam fasa liquid.
59
Sistem (1 liter air) Tanpa katalis Dengan 10 g NiO Dengan 10 g karbon aktif
Lama waktu jenuh tercapai (jam) 0,3 4 7
Waktu jenuh dimetil benzen, dalam reaktor berisi 1 liter air dan tambahan 10 g katalis, lebih lama dibandingkan hanya dalam reaktor berisi 1 liter air saja. Hal ini disebabkan karena terjadi poses adsorpsi dalam katalis sampai mencapai kondisi jenuh pada seluruh permukaan rongga (porous) katalis. Ketika keadaan jenuh dimetil benzen dalam fasa liquid telah tercapai, maka dimulailah dihidupkan ozoniser. Dari pengamatan, pada saat reaksi telah mencapai sekitar 1 jam, konversi reaksi terhadap dimetil benzen (DMB) dalam fasa gas dengan penambahan katalis telah mencapai harga tetap dan stabil, hal ini bisa dilihat pada Tabel 4. Pada tabel tersebut juga ditampilkan dan dapat dibandingkan, pada kondisi operasi penelitian yang sama, harga konversi dimetil benzen (DMB) dalam fasa gas yang diperoleh dengan sistem reaksi tanpa menggunakan katalis (hanya ada air saja).
cairan. Bila diamati pada Tabel 5, Gambar 2 serta Gambar 3 tersebut terlihat bahwa dengan adanya katalis, produk reaksi muncul dalam fasa liquid beberapa saat setelah reaksi berlangsung, dan produk tersebut lebih lambat waktu pemunculannya bila dibandingkan dengan sistem reaksi tanpa penambahan katalis. Fenomena ini tidak lain disebabkan karena adanya peristiwa adsorpsi dalam katalis. 15
K ons e ntras i (mmol/L)
Tabel 3. Lama waktu jenuh dimetil benzen
Dapat dilihat bahwa penambahan padatan katalis tidak berpengaruh untuk menaikkan konversi reaksi pada sistem reaksi yang dipelajari. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena adanya peracunan pada katalis oleh produkproduk reaksi sehingga terjadi penurunan terhadap aktivitas katalis. Fenomena ini perlu diadakan klarifikasi pada penelitian berikutnya. Di sisi lain, seperti yang dilaporkan oleh Duguet (1981) dan Eisenhauer (1971), secara umum pengaruh katalitik pada dekomposisi senyawa organik dalam limbah menggunakan ion-ion logam ternyata masih rendah/jelek serta sangat selektif sehingga terbatas pada jenis senyawa tertentu yang akan didekomposisi. Dalam penelitian ini, analisa hasil reaksi dalam fasa liquid menunjukkan bahwa pada reaksi ozonisasi tersebut menghasilkan jenis produk reaksi yang sama pada sistem reaksi dengan penambahan katalis dan tanpa penambahan katalis; hasil reaksi berupa aldehidpiruvik, butandion, dan asetat. Pada Tabel 5, Gambar 2 serta Gambar 3 ditampilkan hasil analisa produk reaksi dalam
A sa m a se ta t
5
0
1
2
3
W ak tu (jam)
Gambar 2. Perubahan Konsentrasi Hasil Reaksi Terakumulasi Dalam Fasa Liquid (Penambahan 10 g NiO). 15 K o ns e ntra s i (m m o l/L )
Konversi DMB (%) 36 40 50
B uta ndion 10
0
Tabel 4. Harga Konversi Reaksi DMB dalam Fasa Gas Sistem (1 liter air) Dengan 10 g NiO Dengan 10 g karbon aktif Tanpa Katalis
A lde hid piruvik
A lde hid piruvik B uta ndion
10
A s a m a s e ta t
5
0 0
1
2
3
W a k tu (ja m )
Gambar 3. Perubahan Konsentrasi Hasil Reaksi Terakumulasi Dalam Fasa Liquid (Penambahan 10 g Karbon Aktif). Menurut Suprapto dkk (1996), asam asetat merupakan produk sekunder hasil ozonisasi produk primer (butandion dan aldehidpiruvik). Asam asetat merupakan produk relatif stabil terhadap ozonisasi, serta merupakan produk yang jauh tidak toksik bila dibandingkan produk primer hasil reaksi ozonisasi dimetil benzen dan bahkan terhadap dimetil benzen sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun katalis tidak berpengaruh dalam menaikkan konversi reaksi dekomposisi dimetil Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK
60
Tabel 5. Perubahan Konsentrasi Hasil-hasil Reaksi Terakumulasi Dalam Fasa Liquid (Reaksi Menggunakan Katalis NiO dan Karbon Aktif) Waktu Reaksi (jam) 0 0,25 0,75 1,25 1,75 2,25 2,75
Adanya 10 g NiO/liter C ALDP C BTN C AAs (mmol/l) (mmol/l) (mmol/l) 0 0 0 0 0,37 0 0,28 0,63 0 0,38 0,92 0 0,47 1,12 2,85 0,58 1,32 4,92 0,77 1,49 7,99
Adanya 10 g karbon aktif/liter C ALDP C BTN C AAs (mmol/l) (mmol/l) (mmol/l) 0 0 0 0,17 0 0 0,44 0,46 0 0,79 0,70 1,83 0,97 0,83 3,66 1,37 0,98 6,16 1,55 1,05 8,36
ALDP = aldehidpiruvik, BTN = butandion, AAs = asam asetat benzen, namun tidak demikian halnya pada reaksi ozonisasi produk primer. Pada Gambar 4 dan Tabel 5 dapat diamati bahwa laju reaksi pembentukan asam asetat relatif sama, baik sistem reaksi dengan penambahan padatan katalis maupun pada sistem reaksi tanpa penambahan padatan katalis.
K o ns e ntra s i (mmo l/L)
15 A lde hid piruvik B uta ndion
10
A s a m a s e ta t
5
massa padatan katalis divariasi dari 0 – 50 g baik untuk NiO maupun karbon aktif, sedangkan gas masuk reaktor tidak dialiri dengan dimetil benzen. Prosedur selanjutnya, konsentrasi ozon keadaan masuk dan keluar reaktor diukur sebagai fungsi waktu, dan jika ddi konsentrasi tetap pada kondisi keluar reaktor, maka persentase ozon yang terdekomposisi kemudian dihitung serta dicatat pada kondisi tersebut. Hasil penelitian diberikan dalam Tabel 6 dan Tabel 7 berikut, kemudian di grafikkan dalam Gambar 5. Dari observasi tersebut, tanpa kehadiran DMB, ternyata dekomposisi ozon menunjukkan harga signifan (> 40%) baik oleh NiO maupun karbon aktif. Dengan adanya DMB, konsumsi ozon total (karena dekomposisi ozon dan ozon yang dikonsumsi untuk bereaksi dengan DMB) menjadi lebih besar (Tabel 6 dan Tabel 7).
0 0
1
2
3
W a k tu (ja m)
Gambar 4. Perubahan Konsentrasi Asam Asetat (Tanpa dan Adanya Penambahan Katalis Padat) Jika aktivitas padatan katalis tidak berpengaruh terhadap ozonisasi dimetil benzen, maka pengamatan yang perlu dilakukan berikutnya adalah bagaimana memperoleh justifikasi lebih jauh tentang fenomena tersebut. Menurut Ellis dan Tometz (1972), NiO dan karbon aktif adalah merupakan katalis yang dapat mendekomposisi ozon dalam air. Demikian juga, Duguet (1981) menyatakan bahwa karbon aktif menyebabkan dekomposisi terhadap ozon. Oleh sebab itu, hal yang mungkin bisa dilakukan adalah konfirmasi adanya peristiwa dekomposisi ozon karena adanya katalis. Pada penelitian ini telah dilakukan konfirmasi aktifitas padatan katalis terhadap dekomposisi ozon. Untuk melakukan justifikasi tersebut, telah dilakukan penelitian didalam reaktor yang digunakan seperti semula, reaktor diisi 1 liter air,
Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005
4. SIMPULAN Penelitian tentang dekomposisi gas dimetil benzen menggunakan ozon dan katalis padat NiO serta karbon aktif dalam reaktor berpengaduk mekanis berisi 1 liter air memberikan kesimpulan sebagai berikut: aktifitas katalis padat NiO serta karbon aktif dalam sistem reaksi yang dipelajari tidak berpengaruh dalam tahapan reaksi primer dekomposisi dimetil benzen sehingga tidak dapat menaikkan konversi reaksi, namun menghasilkan laju reaksi pembentukan asam asetat yang relatif sama sebagai ozonisasi terhadap produk primer hasil reaksi dekomposisi dimetil benzen. Asam asetat yang relatif stabil terhadap ozonisasi, merupakan produk tidak toksik dibanding dimetil benzen maupun butandion dan aldehidpiruvik. Adanya katalis padat NiO serta karbon aktif menyebabkan konsumsi ozon lebih besar dari pada ozon yang digunakan untuk reaksi dekomposisi dimetil benzen, karena selain untuk bereaksi dengan dimetil benzen, ozon juga terdekomposisi akibat adanya katalis padat tersebut.
61 Tabel 6. Konsumsi ozon dengan penambahan katalis NiO (ada dan tanpa adanya aliran dimetil benzen ke dalam reaktor) DMB masuk reaktor (mmol/jam) 0 0 7,82 0 7,82 7,82 0 0 7,82
Jumlah NiO (g/L larutan) 0 5 0 15 15 35 45 50 50
Masuk reaktor 47 43,7 43,7 44,5 42,8 45,6 42,3 46,7 46,5
Laju Alir Ozon (mmol/jam) Keluar reaktor Terkonsumsi dalam reaktor 46,5 0,50 (0,9 %) 27,1 16,60 (38 %) 21,85 21,85 (40 %) 23,6 20,90 (47 %) 12,4 30,40 (71 %) 12,3 33,30 (73 %) 21,6 20,70 (49 %) 22,9 23,80 (51 %) 13,5 33,00 (71 %)
Tabel 7. Konsumsi ozon dengan penambahan katalis karbon aktif (ada dan tanpa adanya aliran dimetil benzen ke dalam reaktor) DMB masuk reaktor (mmol/jam) 0 0 7,82 0 0
Jumlah Karbon Aktif (g/L larutan) 5 15 15 35 50
Rate Ozon (mmol/jam) Terkonsumsi Masuk reaktor Keluar reaktor dalam reaktor 47 28,7 18,30 (39 %) 47,9 26,9 21,00 (44 %) 45,5 17,6 27,80 (61 %) 45,8 22,9 22,90 (50 %) 46,6 22,4 24,20 (52 %)
K o ns ums i O zo n (% )
80 70 60 50 40 30 20
N iO
10
K .a ktif
0 0
20
40
60
M a s s a K a ta lis (g )
Gambar 5. Dekomposisi Ozon Sebagai Fungsi Massa Padatan Katalis (Volume air 1 L, Gas Masuk Reaktor Tidak Mengandung DMB). DAFTAR ACUAN Alway.A., Suprapto, dan Hartanto. J. (1999), Rekayasa Dekomposisi Dimetil Benzen Dengan Ozon dalam Reaktor Bifase GasCair Berpengaduk, Laporan Penelitian Lemlit-ITS, ADB Loan No.1253-INO. Duguet.J.P. (1981), Ozonation Study of Aromatics Compound in Aqueous Solution. PhD Thesis, no.18, INSA Toulouse, France. Eisenhauer.H.R. (1971), ‘Increased Rate and Efficiency of Phenolic Waste Ozonization’, J. WPCF, Vol. 43, pp. 200-208.
Ellis.W.D. and Tometz.P.V. (1972), ‘Room Temperature Catalytic Decomposition of Ozone’, Atm. Environ., Vol. 6, pp. 707-714. Falcon, M., Foussard, J.N., dan Debellefontaine, H. (1993), ‘Oxydation of Organics Substances in Aqueous Phase by hydrogen peroxide at High Temperature’, Recent Progres en Genie des Procedes, 7 (30), pp. 395-400. Heslinga. D.C. (1992), Solvent Emission from Industrial and Private Use” in Environment and Quality of Life, Final Report, Directorat-General Environment, Nuclear Safety and Civil Protection. Commission of European Communities. EUR 13570 EN. Juretic.A.A., Cvitas.T. dan Klasinc.L. (1990), ‘Heterogenous Polyciclic Aromatic Hydrocarbon Degradation with ozone on Silica Gel Carrier’, Environ. Sci. Technol., 24 (1), pp. 62-66. Pang, T.H., Minghua Ye, Knopf F.C. dan Dooley, K.M. (1991), ‘Catalytic Oxidation of Model Waste Aromatic Hydrocarbon in Dense Fluid’, Chem. Eng. Comm., Vol. 1, pp. 85-97. Pintar, A. dan Levec, J. (1992), ‘Catalytic liquid– Phase Oxidation of Refractory Organics in Waste Water’, Chem. Eng. Sci., 47 (9-11), pp. 2395-2400. Summers, J.C., Sawyer. J.E., dan Frost, A.C. (1992), ‘The 1990 Clean Air Act and Catalytic Emission Control Technology for Stationary Sources’, ACS Symposium Series, Am. Chem. Soc, Washington DC. Vol. 16, No. 2, Mei 2005 - Majalah IPTEK
62
Suprapto, Wehrer, A., Ronze, D., dan Zoulalian, A. (1996), ‘Degradation of O-xylene in a Flue Gas Through Ozonation in a Mechanically Stirred Gas-Liquid Reactor’, Odours and VOC’s J., Vol. 1, No. 5. Suprapto (2001), Rekayasa Dekomposisi Dimetil Benzen Dalam Reaktor Bifase Gas-Cair Berpengaduk, IPTEK, Vol. 12, No. 1. Suprapto (2002), ‘Perbaikan Konversi Reaksi Melalui Peningkatan Transfer Massa dan Penggunaan Pelarut Fluorinet’, REAKTOR, Vol. 6, No. 2.
Majalah IPTEK - Vol. 16, No. 2, Mei 2005
Suprapto (2004), ‘Fenomena Adsorpsi-Desorpsi Dimetil Benzen Pada Karbon Aktif Disertai Reaksi Oksidasi Dalam Sistim Aqueous’, REAKTOR, Vol. 8, No. 2. Suprapto (1995), ‘Pengaruh Dinamika Oksigen “Probe” Dalam Penentuan Koefisien Transfer Massa Gas-Cair Sisi Cair’, IPTEK, Vol. 6, No. 2. Diterima: 28 April 2005 Disetujui untuk diterbitkan: 19 Mei 2005