BRIDGE STRUCTURE DESIGN OF COMPOSITE STEEL BEAM WITH PROFILE CASTELLATED Banu Adhibaswara, Relly Andayani, MM., MT. Undergraduate Program, Faculty of Civil and Planning Engineering, 2010 Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id
Keywords: Bridges, Steel Composite, Castellated Beam. ABSTRACT As a good planner in designing a bridge not only bedasarkan principles of security and comfort, but also must consider the functional aspects of the material used. Efficient Use of steel profiles in the composite steel bridge is one way that can support these functional aspects. Castellated beam can be categorized as a special profile, because of its aesthetic value and usability as well as to increase the moment capacity. Use of this profile is still very rarely used in Indonesia because it is a new innovation, thus enabling it to be a good alternative in the design of composite steel bridge. Therefore in this journal will be planned a composite steel bridge that is safe, convenient and efficient by utilizing castellated beam profile. Based on the analysis found that the main beam bridge with span 16 m feasible and safe using castellated beam profile. This beam is strong enough to measure 28.5 inches long hole, a hole 20 inches high, 8.5 inch spacing between holes and hole angle 45o. Aspects of comfort are also fulfilled because the deflection that occurs is 0.812 cm less than the required deflection of 2 cm.
PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT DENGAN PROFIL CASTELLATED BEAM
Banu Adhibaswara Email:
[email protected] Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma, Jakarta Relly Andayani, MM., MT. Dosen Pembimbing Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma, Jakarta
ABSTRAK
Sebagai seorang perencana yang baik dalam mendesain jembatan tidak hanya bedasarkan prinsip keamanan dan kenyamanan, namun juga harus memperhatikan aspek fungsional dari material yang digunakan. Penggunaan profil baja yang efisien pada jembatan baja komposit merupakan salah satu cara yang dapat mendukung aspek fungsional tersebut. Castellated beam dapat dikategorikan sebagai profil istimewa, karena bentuknya yang memiliki nilai estetika dan daya guna serta dapat meningkatkan kapasitas momen. Penggunaan profil ini masih sangat jarang digunakan di Indonesia karena merupakan inovasi yang baru, sehingga memungkinkan untuk menjadi alternatif yang baik dalam desain jembatan baja komposit. Oleh karena itu pada jurnal ini akan direncanakan sebuah jembatan baja komposit yang aman, nyaman dan efisien dengan memanfaatkan profil castellated beam. Bedasarkan analisa didapatkan bahwa balok induk jembatan dengan bentang 16 m layak dan aman menggunakan profil castellated beam. Balok ini cukup kuat dengan ukuran panjang lubang 28,5 inchi, tinggi lubang 20 inchi, jarak antar lubang 8,5 inchi dan sudut lubang 45 o. Aspek kenyamanan juga terpenuhi karena lendutan yang tejadi yaitu 0,812 cm kurang dari lendutan yang disyaratkan sebesar 2 cm.
Kata Kunci : Jembatan, Baja Komposit, Castellated Beam.
PENDAHULUAN Tanggung jawab dari seorang perencana struktur tidak hanya berupa desain struktur bedasarkan prinsip keamanan dan kenyamanan, namun juga harus memperhatikan aspek kebutuhan fungsional dari material dan bahan yang digunakan. Salah satu bentuk perhatian terhadap material yang digunakan adalah penggunaan profil baja sebagai balok jembatan yang berbeda dibandingkan penggunaan profil baja pada umumnya. Castellated beam termasuk salah satu jenis material baja yang dapat dikategorikan sebagai profil istimewa dalam dunia teknik sipil, karena selain bentuknya yang memiliki nilai estetika ternyata profil ini juga memiliki beberapa kelebihan ditinjau dari segi kekuatannya. Kelebihan utama dari castellated beam adalah berupa peningkatan kekuatan bedasarkan kenaikan lengan momen (depth) dari penampang tersebut. Para pakar teknik telah berupaya untuk mengembangkan material dan pelatihan terhadap desain dan konstruksi dari castellated beam. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah pada pertengahan tahun 1930. Seorang ahli teknik asal Argentina, Geoffrey Murray Boyd, menemukan sebuah inovasi pada balok yang diberi nama Boyd Beam (Knowles, 1991). Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai penelitian dan pengembangan terus dilakukan hingga pada akhirnya dihasilkan sebuah balok dengan profil baru yang diberi nama castellated beam. Secara singkat castellated beam dibuat dengan cara memotong bagian badan dari baja profil I atau wide
flange dengan pola gerigi gergaji (zig – zag) di sepanjang bentang profil tersebut. Kemudian masing – masing bagian tersebut disambung dengan las di salah satu ujungnya sehingga dihasilkan penampang baru.
Gambar 1. Proses Fabrikasi dari Castellated Beam TINJAUAN PUSTAKA Balok castellated dapat dibuat secara ekonomis dengan menggunakan balok baja yang dipotong dengan flame cutting mengikuti pola zig – zag sepanjang garis tengah balok. Ujung potongan yang serupa kemudian disambung satu sama lain dengan las busur. Pemotongan pola dengan menggunakan oxygen flame cutting pada balok – balok baja biasa, mudah untuk dilakukan dengan menggunakan mesin. Penggunaan las busur semi-automatic untuk menggabung dua ujung potongan sangat baik karena membuat pekerjaan fabrikasi lebih cepat dan lebih ekonomis. Pengelasan terbatas pada bagian dari panjang total web. Penekanan penuh 100% las ujung dapat dibuat pada setiap sisi web, tanpa terlebih dahuli menyerong dari tepi. Pada balok profil I atau WF, bagian sayap pada profil memegang peranan yang sangat penting dalam menahan tegangan lentur, sehingga kehilangan luas pada badan akibat lubang tidak terlalu berpengaruh
sepanjang momen masih diperhitungkan. Bagaimanapun tegangan geser yang harus diperhitungkan pada lubang badan yang ada. Pada bagian lubang badan, dua buah profil T seolah-olah bekerja sebagai bagian yang menahan gaya geser vertikal. Pada titik b (Gambar 2), gaya geser minimum sehingga hanya memberikan sedikit efek pada kekuatan balok. Pada titik a yang dekat dengan perletakan, gaya geser yang dihasilkan cukup besar, sehingga tegangan yang dihasilkan dari beban pada balok harus dihitung bedasarkan penampang T karena berlubang.
Gambar 2. Diagram Gaya Balok Castellated METODE PERENCANAAN Dasar umum perencanaan bedasarkan pada suatu prsedur yang memberikan jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang dapat diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan. Perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan aksial serta puntir. Perencanaan harus didasarkan pada
cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT) atau dikenal dengan nama lain yaitu Load Resistance Factor Design (LRFD). Untuk perencanaan struktur atas yaitu gelagar induk dengan castellated beam menggunakan metode Allowable Stress Design (ASD) karena belum berkembangnya metode LRFD. Perencanaan komponen struktur jembatan ini mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti untuk perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur beton. Langkah perencanaan tersebut dimulai dari desain lubang dan properties melintang castellated beam yang harus mengikuti syarat – syarat section modulus dan kekuatan penampang. Perhitungan tegangan lentur tekan izin dapat dijaga dalam batas izin bila tegangan geser pada pinggir lubang harus memenuhi syarat dari tegangan geser izin. Dari tegangan geser maksimum akibat beban dan tegangan geser izin dapat direncanakan jarak pemisah antar lubang. Jarak ini biasanya konstan sepanjang bentang balok. Namun mungkin saja jarak ini divariasikan terhadap jarak – jarak tertentu pada bentang, yaitu pada perletakan ada jarak tertentu dan pada ¼ sampai ¾ bentang ada jarak tertentu lagi. Pada pengecekan tegangan lentur yang terjadi pada perletakan tidak ada momen lentur utama sehingga tidak ada gaya aksial tekan beraksi pada penampang T ini. Bila setalah pengecekan ternyata tegangan lentur tidak memenuhi tegangan lentur izin yang ditentukan, maka profil castellated beam harus diestimasi ulang terhadap ketinggian lubang saja (h). Sudah diketahui
bahwa tegang lentur mungkin terdiri dari tegangan lentur utama (σb) dan tegangan lentur sekunder (σT). Jika tegangan lentur utama dibawah tegangan izin tetapi tegangan lentur sekunder tidak memenuhi, maka ketinggian lubang (h) dapat dikurangi. Pengurangan tinggi lubang akan berdampak pada penurunan drastis dari tegangan lentur sekunder dan sedikit kenaikan pada tegangan lentur utama (Ommer Blodgett, 1991). Jika ternyata tinggi lubang tidak dapat dikurangi karena σb sudah dekat dengan tegangan izin, maka dapat digunakan dua ukuran jarak pemisah antar lubang yang berbeda. Jarak yang lebih besar (e1) untuk jarak tepi (wedge section) sedangkan jarak yang lebih kecil (e 2) untuk kantilever T (tee section). Ilustrasi kedua jarak pemisah lubang dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3 Jarak Pemisah Tahapan selanjutnya setelah cek tegangan lentur adalah mengecek momen nominal dari penampang. Sebenarnya cek momen nominal ini dapat diabaikan karena secara teoritis lubang tidak mempengaruhi banyak kekuatan dari profil WF. Tahapan terakhir dalam perencanaan adalah pengecekan web buckling akibat gaya geser horisontal. Untuk mencegah web buckling dapat
menggunakan pengaku lateral pada baji atau memperbesar jarak antar lubang (e). DATA STRUKTURAL Sebelum merencanakan jembatan yang akan dibuat terlebih dahulu perlu ditentukan dan ditetapkan beberapa desain dimensi awal jembatan. Penentuan dimensi jembatan harus didasarkan pada beberapa kriteria yang telah ditetapkan dari beberapa sumber yaitu: 1. Panjang jembatan yaitu 16 m, sesuai dengan standar jembatan baja komposit yang berkisar antara 8 – 20 m. 2. Jarak gelagar yang ekonomis biasanya berkisar antara 1,5 – 3 m, sehingga digunakan jarak antar gelagar (balok induk) adalah sepanjang 1,85 m. 3. Untuk memperkecil lendutan, ditambahkan balok melintang sebagai perkuatan sekaligus untuk meratakan beban. Direncanakan jarak antar diafragma sebesar 2 m 4. Direncanakan jembatan dengan 2 jalur. Lebar minimum untuk jembatan ditetapkan menurut jumlah jalur lalulintas rencana (B) ditambah dengan kebebasan samping minimum yaitu 2 x 0,5 m B = (2 x 2,75 m) + (2 x 0,5 m) = 6,5 m ≈ 7 m Jadi lebar jembatan yang akan direncanakan yaitu 7 m, belum termasuk lebar trotoar. 6. Bedasarkan SNI T-12-2004, pelat lantai harus mempunyai tebal minimum ts: ts ≥ 200 mm ts ≥ (100 + 40 L) mm Pada perencanaan jembatan ini, menggunakan syarat pertama
sehingga diambil tebal pelat yaitu sebesar 20 cm. Di atas pelat beton dilapisi lagi dengan aspal sebagai lapisan penghalus jalan dengan tinggi 12 cm dan kemiringan 2 %.
Gambar 4. Detail Rencana Trotoar DATA PEMBEBANAN Untuk menghitung gaya dalam perlu dicari terlebih dahulu beban – beban maksimum akibat dari kombinasi beban di balok tepi atau balok tengah. Beban yang dipakai adalah beban terfaktor untuk mencari momen ultimit dan beban tanpa faktor untuk mencari momen layan. Perhitungan beban layan merupakan perhitungan beban tanpa faktor yang akan digunakan dalam perencanaan balok castellated. Beban yang digunakan terdiri dari 2 tipe yaitu beban akibat gaya pada balok tepi dan beban akibat gaya pada balok tengah. Oleh karena balok induk yang digunakan sama untuk balok tengah dan balok tepi, maka beban yag digunakan harus memiliki nilai terbesar antara tepid an tengah. Bedasarkan analisa diketahui bahwa beban terbesar
berada pada balok tepi, karena balok tepi selain menahan beban perkerasan jalan juga menahan beban trotoar. Perhitungan Dead Load a. Pelat beton = 0,2 m x 1,85 m x 2400 kg/m3 = 888 kg/m b. Tebal aspal = 0,085 m x 0,93 m x 2240 kg/m3 = 176,12 kg/m c. Aspal tambahan = 0,05 x 0,93 m x 2240 kg/m3 = 103,6 kg/m d. Balok kerb = 0,25 m x 0,26 m x 2400 kg/m3 = 153 kg/m e. Balok trotoar = 0,25 m x 0,31 m x 2400 kg/m3 = 186 kg/m f. Tegel + spesi = 0,695 m x 150 kg/m2 = 104,25 kg/m g. Pasir padat = 0,695 x 0,2 m x 1750 kg/m3 = 243,25 kg/m h. Berat balok induk (estimasi) = 300 kg/m Jadi berat total adalah: qD-tepi = 2154,2 kg/m Beban Diafragma (estimasi): a. Balok diafragma = 0,925 m x 100 kg/m = 92,5 kg b. Tiang sandaran = (29,7 + 126,214 + 86,4) kg = 242,31 kg c. Railing = 2 x 2 m x 9,63 kg/m Jadi berat total adalah: PD-tepi = 373,33 kg Perhitungan Live Load Live load untuk jembatan bedasarkan RSNI-T-02-2005 pasal 6.3.1 terdiri dari 2 macam, yaitu: 1) Beban merata : untuk L < 30 m maka dalam tiap lebar lajur 2,75 m akan bekerja q = 0,9 kPa = 900 kg/m2. 2) Beban garis: P = 49 kN/m = 4900 kg/m dalam tiap lebar lajur 2,75 m.
Gambar 5. Distribusi Beban Arah Melintang Beban hidup diperhitungkan juga untuk FBD. Dari gambar 8, RSNI-T02-2005, untuk bentang jembatan 16 m maka nilai FBD = 40 %. a. Pejalan kaki = 0,95 m x 500 kg/m2 = 475 kg/m 2 b. Beban Hidup = 140% x 900 kg/m
2,75
x 0,925 m = 423,82 kg/m Total qL-tepi = 898,8 kg/m P PL-tepi = FBD x x jarak antar 2, 75 4900 kg/m balok = 1,4 x x 0,93 m 2, 75 PL-tepi = 2307,455 kg PERHITUNGAN GAYA YANG BEKERJA Perhitungan gaya yang bekerja pada balok yaitu momen dan gaya geser. Perhitungan dapat prinsip garis pengaruh dimana untuk momen maksimum terjadi di tengah bentang sedangkan untuk gaya geser maksimum terletak di tumpuan. Gaya Momen Dari perhitungan SAP 2000 v.11 diperoleh nilai momen maksimum untuk model struktur tersebut dengan beban mati yaitu: MD = 74811,444 kg.m ANALISIS DATA
Sedangkan untuk beban hidup digunakan perhitungan dengan garis pengaruh untuk melihat posisi momen maksimum berada. ML1 = 28721,735 kg.m ML2 = 9229,82 kg.m ML-total = ML1 + ML2 = 28721,735 + 9229,82 = 37951,553 kg.m Jadi M total = MD-total + ML-total = 74811,444 + 37951,553 = 112762,997 kg.m Gaya Geser Dari perhitungan SAP 2000 v.11 diperoleh nilai gaya geser maksimum untuk model struktur tersebut dengan beban mati yaitu: VD = 19560,029 kg Sedangkan untuk beban hidup digunakan perhitungan dengan garis pengaruh untuk melihat posisi gaya geser maksimum berada. VL1 = 7460,191 kg VL2 = 2350,72 kg VL-total = ML1 + ML2 = 7460,191 + 2350,72 = 9810,91 kg Jadi V total = VD-total + VL-total = 19560,029 + 9810,91 = 29370,939 kg Data material yang akan digunakan:
fy
= 50 ksi = 0,6 x fy = 0,6 x 50 = 30 ksi = 30000 psi = 0,4 x fy = 0,4 x 50 = 20 ksi = 20000 psi
θ
Gambar 6. Keterangan Balok Langkah-langkah perencanaannya adalah: 1) Tentukan section modulus dari balok WF yang akan dijadikan castellated beam: 9787275,851 30000 326, 243 in
Sg
M max
db = 24,31 in tw = 0,515 in bf = 9,065 in tf = 0,875 in berat = 94 lb/ft = 140 kg/m < 300 kg/m (Asumsi Layak) S g 326, 243 1, 47 K1 = Sb 222 4) Tentukan tinggi potongan (h): h = db (K1 – 1) = 24,31(1,47 – 1) = 11,415 in Rencanakan h = 10 in Letakkan lubang pada jarak 0,1 dari setengah bentang, sehingga dengan perbandingan segitiga didapat nilai V max = 0,9 V Rencanakan sudut potongan, = 45° sehingga: θ = 90 – = 90 – 45 = 45° = 0,79 (dalam π radian) Untuk menjaga tegangan geser vertikal pada stem dari penampang T maka nilai h tidak boleh melewati ketentuan hbatas berikut: dT
2) Hubungan antara castellated beam dan balok WF adalah:
db dg Asumsikan nilai K1 = 1,5 K1
=
3) Coba WF yang akan direncanakan bedasarkan Sx: S g 326, 243 217,495 in3 Sb= K1 1,5 (gunakan sebagai acuan) Coba dengan WF 24 x 94 dengan properties: Sb = 222 in3
hbatas
dg dT ds
V max 2.tw . (0,9)(64751,172) = 2(0,515)(20000) = 2,608 in = db – 2 dT = 24,31 – 2(2,608) = 19,095 > 10 (Asumsi Layak) = db + h = 24,31 + 12 = 34,31 in dg 36,31 = –h = – 10 2 2 = 7,155 in = dT – tf = 7,155 – 0,875 = 6,28 in =
5) Cek kompak dari penampang (buckling akibat tekanan axial): b f 3000 (0,5)(9, 065) 3000 tf 0,875 fy 5000 5,18 13, 416 (Oke!!)
8) Dengan mengetahui tegangan geser maksimum pada web dan tegangan geser izin maka didapat rasio: e s K 2 max dari max s e e max 3825, 782 0, 233 s 16386,1792 2.h.tan 2.10.tan 45 e 1 1 2 2 K2 0, 233
13,893 17,889 (Oke!!)
8, 76 in Ambil jarak antar lubang, yaitu e = 8,5 in
Gambar 7. 6) Tentukan tegangan geser izin: Untuk fy = 50 ksi maka: 2
10 30000 27,34 0,515 = 19691,771 psi
2
4 2 4(0,79)2 (19691,771) 3tan 3tan(45 ) =16386,179 < 20000 Jadi yang digunakan sebagai tegangan izin = 16386,179 psi
0,9(64751,172) psi (0,515)(24,31) 3825, 782 (1,16)
bs 4000 7,155 4000 ts 0,515 fy 5000
h 30000 27,34 tw
7) Hitung tegangan geser maksimum sepanjang sumbu netral penampang web balok: V max (1,16) max tw .d g
9) Hitung properties dari castellated beam: Af = bf.tf = 9,065 x 0,875 = 7,932 in2 As = ds.tw = 6,28 x 0,515 = 3,234 in2 AT = As + Af = 7,932 + 3,234 = 11,2 in2 tf d My = Af (ds + ) + As s 2 2 0,875 = 7,932 (6,28 + ) 2 6, 28 + 3,234 2 = 63,438 in3
Sg
= 5602,456 in4 2I 2(5602, 456) = g dg 34,31 = 326,579 in3
10) Cek tegangan – tegangan yang terjadi: e 30000 6,84 tw
2
2
8,5 30000 6,84 0,515 = 28136,714 < 30000 Jadi yang digunakan sebagai tegangan izin di lubang,
Gambar 8. Properties Castellated Beam Iy
2
= Af (ds + ds tf +
tf 2 3
)+
2
ds 3 = 7,932 (6,282 + (6,28) 0,8752 (0,875) + )+ 3 6, 282 (3,23) 3 = 400,948 in4 M y 64, 438 = = 5,7 in AT 11, 2 = Iy – cs My = 400,948 – 5,7 (63,438) = 40,54 in4 As
cs IT
IT 40,54 7,112 in3 cs 5,7
Ss
=
d
= 2 (h + cs) = 2 (10 + 5,7) = 31,4 in AT .d 2 = 2 IT + 2 (11, 2)(31, 4) 2 =2(40,54)+ 2
Ig
= 28136,714 psi a) Cek tegangan lentur sekunder di lubang dekat perletakan:
T
Vmax .e 4.ss
0,9(64751,173)(8,5) 4(7,136) = 17354,931 psi < 28136,714 psi (Oke!!) b) Cek tegangan lentur utama di tengah bentang:
b
M max d . AT
(9787275,85) 31,363(11, 2) = 27830,061 psi < 28136,714 psi (Oke!!)
M max Sg (9787275,85) 326,579 = 29969,127 psi < 30000 psi (Oke!!)
b
11) Cek web buckling akibat gaya geser horisontal:
r (max)
3.Vmax .tan 4tw .e. 2
3.64751,173.tan 45 4(0,515)(8,5)(0,79) 2 = 17775,776 < 28136,714 psi (Oke!!) Jadi tidak perlu dipasang pengaku baji sepanjang lubang.
12) Cek tegangan geser maksimum yang terjadi: 37 s Vh Vx 0,9 64751,173 d 31, 4 = 68669,238 lbs
Vh 68669, 238 tw .e 0,515(8,5)
= 15686,862 psi < 16386,179 psi (Oke!!) KESIMPULAN Penampang castellated beam layak untuk dijadikan profil pada balok induk jembatan baja komposit. Pada perencanaan jembatan ini dihasilkan struktur jembatan yang aman, nyaman dan efisien bedasarkan kriteria sebagai berikut: 1. Castellated beam menggunakan WF 24 x 94 dengan profil potongan yaitu sebagai berikut: e = 8,5 in = 21,59 cm b = 10 in = 25,4 cm h = 10 in = 25,4 cm = 45o dg = 87,15 cm dT = 18,17 cm 2. Jembatan dikatakan aman karena tegangan – tegangan dan momen ultimit yang terjadi pada penampang balok kurang dari tegangan izin.
3. Jembatan lebih efisien karena balok utama menggunakan profil castellated beam dari wide flange, dimana profil ini memiliki keuntungan momen nominal yang lebih tinggi daripada profil wide flange biasa sehingga berpengaruh terhadap berat menjadi lebih ringan. 4. Jembatan juga lebih efisien karena lubang yang ada sepanjang bentang castellated beam dapat dimanfaatkan untuk pekerjaan ducting seperti pemipaan drainase jalan, kabel listrik atau utilitas jembatan lain. DAFTAR PUSTAKA Blodgett, Omer W. 1996. Design of Welded Structure. Ohio: The James F. Lincoln Arc Welding Foundation. Chen, Wai-Fah., Duan, Lian. 2003. Bridge Engineering Substructure Design. London: CRC Press. Demirdjian, Sevak. “Stability of Castellated Beam Webs”. Thesis to Department of Civil Engineering and Applied Mechanics McGill University. Montreal. 1999. Dervinis, Benediktas., Kvedaras, Audronis Kazimieras. “Investigation of Rational Depth of Castellated Steel IBeams”. Journal of Civil Engineering and Management Vilnius Gediminas Technical University. Vol. 14(3). pp. 163 – 168. 2008. Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Standar Jembatan
Gelagar Komposit (MBI/A/B). Hardiyatmo, Harry Christady. 2008. Teknik Pondasi 2. Yogyakarta: Beta Offset Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Salmon, Charles., Johnson, John. 1992. Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Salmon, Charles., Johnson, John. 1995. Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Segui, William T. 1994. LRFD Steel Design. Amerika Serikat: PWS Publishing Company. SNI 2833:2008. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan. Badan Standardisasi Nasional. 2008.
SNI T-02-2005. Pembebanan untuk Jembatan. Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI T-03-2005. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. Badan Standardisasi Nasional. 2005. SNI T-12-2004. 5. Manual of Steel Construction LRFD Second Edition. American Institute of Steel Construction. 1994. Amerika Serikat. SNI T-12-2004. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Badan Standardisasi Nasional. 2004. Supriyadi, Bambang., Muntohar, Agus Setyo. 2000. Jembatan. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Grünbauer BV. 1 Agustus 1010. Traditional Patterns. http://www.grunbauer.nl/eng/ raatvorm.htm.