STANDAR PROSES
PENDAHULUAN
Standar proses ◊ standar nasional pendidikan, berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan.
Meliputi perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN A. Silabus Acuan pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Berisi
identitas mata
pelajaran, SK, KD, indikator pencapaian kompetensi, alokasi waktu, materi pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar. B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dijabarkan dari silabus, merupakan skenario proses pembelajaran untuk mengarahkan peserta didik dalam upaya mencapai KD.
Komponen RPP : 1. Identitas mata pelajaran ◊ satuan pendidikan, kelas, semester, rogram/program keahlian, mata pelajaran/tema, jumlah pertemuan/pertemuan ke ... 2. Tujuan pembelajaran sesuai KD 3. Indikator pencapaian kompetensi : a. Dirumuskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur b. Mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 4. Alokasi waktu yang diperlukan untuk pencapaian KD sesuai dengan beban belajar. 5. Rincian materi pembelajaran : a. Berisi fakta, konsep, prinsip, dan prosedur relevan, dipilah, diklasifikasi, dan atau dikelompokkan sebagai bahan/isi dalam kegiatan pembelajaran b. Ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi 6. Kemampuan awal dan karakteristik peserta didik. 1
a. Identifikasi kemampuan peserta didik ◊ pengetahuan yang telah dikuasai, sikap dan keterampilan yang telah dimiliki berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. b. Identifikasi karakteristik peserta didik; usia, jenis kelamin, sosial ekonomi, tingkat intelektual dan emosional, latar belakang budaya dan tata nilai, gaya belajar, kelebihan atau keunggulan, kebutuhan khusus, riwayat kesehatan. 7. Kegiatan Pembelajaran a. Pendahuluan ◊ kegiatan awal, membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik agar siap terlibat aktif dalam proses pembelajaran b. Inti ◊ proses pembelajaran untuk mencapai KD. Dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi c. Penutup ◊ mengakhiri aktivitas
pembelajaran
;
rangkuman/kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, perlakuan tindak lanjut. 8. Media, alat, dan sarana prasarana pembelajaran ◊ digunakan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran, meliputi elektronik dan nonelektronik sesuai dengan SK dan KD, serta Standar Sarana Prasarana. 9. Prosedur dan instrumen penilaian sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi 10. Buku teks pelajaran, referensi, dan sumber belajar lain yang relevan dengan SK dan KD.
C. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP 1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik 2.
Mendorong partisipasi aktif peserta didik; berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, interaktif ◊ mengembangkan kompetensi dari apa yang dipelajari
3. Mengembangkan budaya membaca dan kemampuan menulis
2
4. Memberikan umpan balik, penguatan, pengayaan, dan remedi ◊ untuk mengatasi hambatan belajar peserta didik dan untuk memacu partisipasi peserta didik dalam kegaitan belajarnya 5. Keterkaitan dan keterpaduan ◊ RPP disusun ndengan memperhatikan keterkaitan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. 6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi secara efektif.
PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN A. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran 1.
jumlah maksimal peserta didik di kelas:
SD/MI : 28
SMP/MTs : 32
SMA/MA : 32
SMK/MAK : 32
SDLB/SMPLB/SMALB: 10
2. beban mengajar maksimal per pendidik
tetap per minggu:
SD/MI : 27 jam pembelajaran @ 35 menit
SMP/MTs/SMPLB: 18 jam @40 menit
SMA/MA/SMK/MAK: 18 jam @ 45 menit
3. buku teks pelajaran dan sumber belajar 4. rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik pada setiap satuan pendidikan ditetapkan sbb:
SD/MI ◊ 18:1
SMP/MTs ◊ 15:1
SMA/MA ◊ 15:1
SMK/MAK ◊ 12:1
SLB ◊ 5:1
3
5. Pengelolaan kelas Pendidik mengatur tempat duduk sesuai karakteristik mata pelajaran dan peserta didik, serta aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan
Volume dan intonansi suara pendidik dalam proses pembelajaran harus dapat ditangkap oleh seluruh peserta didik.
Tutur kata pendidik santun, dapat dimengerti peserta didik
Menyesuaikan materi pelajarn dengan kecepatan dan kemampuan peserta didik.
Menciptakan
ketertiban,
kedisiplinan,
kenyamanan,
keselamatan,
dan
kepatuhan pada peraturan
Pendidik memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran
Pendidik menghargai peserta didik tanpa memandang latar belakang, agama, suku, jenis kelamin, ras, status sosial ekonomi
Pendidik menghargai pendapat peserta didik
Pendidik memakai pakaian sopan, bersih, rapi
Menyampaikan silabus mata pelajaran pada tiap awal semester.
Memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan waktu yang dijadwalkan
B. Pelaksanaan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Menyapa dan memberi salam b. Peserta didik difokuskan baik secara fisik maupun psikis untuk siap mengikuti proses pembelajaran c. Mengajukan pertanyaan pemicu d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. 2. Kegiatan Inti a. Eksplorasi 1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik / tema materi yang akan dipelajari 4
2) menggunakan beragam pendekatan, media pembelajaran, dan sumber belajar lain. 3) memfasilitasi terjadinya interaki antarpeserta didik, peserta didik dengan pendidik, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. 4) melibatkan peserta didik aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran 5) pendidik memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan b. Elaborasi 1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna 2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dll untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. 3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, memecahkan masalah, bertindak tanpa rasa takut. 4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif 5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar 6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individula maupun kelompok 7) memfasilitasi peserta didik menyajikan hasil kerja individual maupu kelompok 8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan c. Konfirmasi 1) memberikan umpan balik [ositif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik 2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber 3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman
belajar yang telah dilakukan 5
4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman bermakna dalam mencapai kompetensi dasar. 5) pendidik berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam: a) menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar b) membantu menyelesaikan masalah c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh. e) memberikan motivasi kepadapeserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. 3. Kegiatan Penutup a. Pendidik dan atau bersama peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran b. Pendidik melakukan penilaian &/ refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram c. Pendidik memberi umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran d. Pendidik melakukan kegiatan tindak lanjut melalui pembelajaran remedi, program pengayaan, atau memberi tugas baik secara individual maupun kelompok sesuai hasil belajar peserta didik e. Menyampaikan rencana pembelajaran pad pertemuan berikutnya
6
PENILAIAN HASIL PEMBELAJARAN A. Penilaian Proses Pembelajaran Pendidik melakukan penilaian proses pada setiap akhir pertemuan B. Penilaian Hasil Pembelajaran Pendidik melakukan penilaian haisl pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan.
PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN A. Pemantauan 1. dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran 2. dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dokumentasi 3. dilaksanakan oleh kepala dan pengawas
satuan pendidikan
B. Supervisi 1. dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran 2. diselenggartakan dengan pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi 3. dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan C. Evaluasi 1. dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran 2. Evaluasi diselenggarakan dengan cara: a. Membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan pendidik dengan standar proses. b. Mengidentifikasi kinerja pendidik dalam proses pembelajaran 3. memusatkan pada keseluruhan kinerja pendidik dalam proses pembelajaran 4. dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan
D. Pelaporan Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan 7
E. Tindak Lanjut 1.
Pemberian penguatan dan penghargaan terhadap pendidik yang telah memenuhi standar
2.
pemberian teguran yang bersifat mendidik terhadap pendidik yang belum memenuhi standar.
3.
pemberian latihan atau kesempatan untuk latihan/penataran lebih lanjut
8
STANDAR ISI
PENDAHULUAN Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya
saing dalam
menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
9
Dalam dokumen ini dibahas standar isi sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, yang secara keseluruhan mencakup: 1. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, 2. beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah, No
Kelompok Mata
Cakupan
Pelajaran 1.
Agama dan
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan
Akhlak Mulia
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
2.
Kewarganega-
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
raan dan
dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
Kepribadian
didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3.
Ilmu
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
Pengetahuan
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
dan Teknologi
mengapresiasi
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
serta
menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada 10
SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi,
membentuk
kompetensi,
kecakapan,
dan
kemandirian kerja. 4.
Estetika
Kelompok
mata
pelajaran
estetika
dimaksudkan
untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan
mengapresiasi
keindahan
dan
harmoni.
Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan
individual
sehingga
mampu
menikmati
dan
mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. 5.
Jasmani,
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada
Olahraga dan
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik
Kesehatan
serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK
dimaksudkan
untuk
meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. 11
Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah. 3. kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan 4. kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.
KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM A. Kerangka Dasar Kurikulum 1. Kelompok Mata Pelajaran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. kelompok mata pelajaran estetika; e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
12
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka dasar kurikulum, perlu dikemukakan prinsip pengembangan kurikulum. 2. Prinsip Pengembangan Kurikulum Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut. a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. b. Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 13
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. e. Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan. f. Belajar sepanjang hayat Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsipprinsip sebagai berikut. a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam 14
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, 15
keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
B. Struktur Kurikulum Pendidikan Umum Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
C. Struktur Kurikulum SMA/MA Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA. a. Kurikulum SMA/MA Kelas X 1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 4. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan 16
daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. 2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan
sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. 3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit. 4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Struktur kurikulum SMA/MA Kelas X disajikan pada Tabel 4 Tabel 4. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas X Komponen
Alokasi Waktu SMT 1
SMT 2
1. Pendidikan Agama
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
5. Matematika
4
4
A. Mata Pelajaran
17
Komponen
Alokasi Waktu SMT 1
SMT 2
6. Fisika
2
2
7. Biologi
2
2
8. Kimia
2
2
9. Sejarah
1
1
10. Geografi
1
1
11. Ekonomi
2
2
12. Sosiologi
2
2
13. Seni Budaya
2
2
13. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
14. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
15. Keterampilan /Bahasa Asing
2
2
2
2
2*)
2*)
38
38
B. Muatan Lokal C. Pengembangan Diri Jumlah 2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
b. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Kurikulum tersebut secara berturut-turut disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan 18
daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. 2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan
sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. 3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit. 4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Tabel 5. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPA Alokasi Waktu Komponen
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
4
A. Mata Pelajaran
19
6. Fisika
4
4
4
4
7. Kimia
4
4
4
4
8. Biologi
4
4
4
4
9. Sejarah
1
1
1
1
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. Keterampilan/ Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
2
2*)
2*)
2*)
2*)
39
39
39
39
C. Pengembangan Diri Jumlah 2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Tabel 6. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPS
20
Alokasi Waktu Komponen
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
1. Pendidikan Agama
2
2
2
2
2. Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3. Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4. Bahasa Inggris
4
4
4
4
5. Matematika
4
4
4
4
6. Sejarah
3
3
3
3
7. Geografi
3
3
3
3
8. Ekonomi
4
4
4
4
9. Sosiologi
3
3
3
3
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga
2
2
2
2
2
2
2
2
13. Keterampilan/Bahasa Asing
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
2
2*)
2*)
2*)
2*)
39
39
39
39
A. Mata Pelajaran
dan Kesehatan 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
C. Pengembangan Diri Jumlah
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
21
Tabel 7. Struktur Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program Bahasa Alokasi Waktu Komponen
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
A. Mata Pelajaran 1.
Pendidikan Agama
2
2
2
2
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3.
Bahasa Indonesia
5
5
5
5
4.
Bahasa Inggris
5
5
5
5
5.
Matematika
3
3
3
3
6.
Sastra Indonesia
4
4
4
4
7.
Bahasa Asing
4
4
4
4
8.
Antropologi
2
2
2
2
9.
Sejarah
2
2
2
2
10. Seni Budaya
2
2
2
2
11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
2
2
2
2
12. Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13. Keterampilan
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
2
2*)
2*)
2*)
2*)
39
39
39
39
C. Pengembangan Diri Jumlah 2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
22
Tabel 8. Struktur Kurikulum MA Kelas XI dan XII Program Keagamaan Alokasi Waktu Komponen
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
A. Mata Pelajaran 1.
Pendidikan Agama
2
2
2
2
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
2
3.
Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4.
Bahasa Inggris
4
4
4
4
5.
Matematika
4
4
4
4
6.
Tafsir dan Ilmu Tafsir
3
3
3
3
7.
Ilmu Hadits
3
3
3
3
8.
Ushul Fiqih
3
3
3
3
9.
Tasawuf/ Ilmu Kalam
3
3
3
3
10.
Seni Budaya
2
2
2
2
11.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
2
2
2
2
Kesehatan 12.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
2
2
2
2
13.
Keterampilan
2
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
2
C. Pengembangan Diri
2*)
2*)
2*)
2*)
38
38
38
38
Jumlah 2 *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran **) Ditentukan oleh Departemen Agama
23
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau semester. Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran pada setiap tingkat dan semester disajikan pada lampiran-lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini yang terdir atas: Lampiran 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dan SDLB, Lampiran 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP/MTs dan SMPLB, dan Lampiran 3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK.
24
BEBAN BELAJAR Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan. Satuan pendidikan SD/MI/SDLB melaksanakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket. Satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori standar menggunakan sistem paket atau dapat menggunakan sistem kredit semester. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori mandiri menggunakan sistem kredit semester. Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut: a. SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit; b. SMP/MTs/SMPLB berlangsung selama 40 menit; c. SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan adalah sebagai berikut: 25
a. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SD/MI/SDLB: 1) Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran; 2) Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran. b. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMP/MTs/SMPLB adalah 34 jam pembelajaran. c. Jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
26
Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah sebagaimana tertera pada Tabel 25 Tabel 25. Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk setiap Satuan Pendidikan
Satu jam Satuan Pendidikan
Kelas
pemb. tatap muka (menit)
I s.d. III
35
Jumlah jam pemb. Per minggu
26-28
Minggu Efektif per
Waktu pembelajaran per
Jumlah jam per
tahun
tahun
tahun (@60 menit)
ajaran 34-38
884-1064 jam
516-621
pembelajaran (30940 – 37240 menit)
SD/MI/ SDLB*)
IV s.d. VI
35
32
34-38
1088-1216 jam
635-709
pembelajaran (38080 – 42560 menit 1088 - 1216 jam SMP/MTs/
VII s.d.
SMPLB*)
IX
pembelajaran 40
32
34-38
(43520 - 48640
725-811
menit) 1292-1482 jam SMA/MA/ SMALB*)
pembelajaran X s.d. XII
45
38-39
34-38
(58140 - 66690
969-1111,5
menit)
SMK/MAK
X s.d XII
45
36
1368 jam pelajaran
1026
(61560 menit)
(standar minimum)
38
*) Untuk SDLB SMPLB 27
SMALB alokasi waktu jam pembelajaran tatap muka dikurangi 5 menit Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik. Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur terdiri dari: 1. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SD/MI/SDLB maksimum 40% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. 2. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMP/MTs/SMPLB maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. 3. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan. Penyelesaian program pendidikan dengan menggunakan sistem paket adalah enam tahun untuk SD/MI/SDLB, tiga tahun untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/MA/SMALB, dan tiga sampai dengan empat tahun untuk SMK/MAK. Program percepatan dapat diselenggarakan untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan
mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada sistem kredit semester dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan mandiri tidak terstruktur. Panduan tentang sistem kredit semester diuraikan secara khusus dalam dokumen tersendiri.
28
KALENDER PENDIDIKAN Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. A. Alokasi Waktu Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel 26. Tabel 26. Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan
No 1.
Kegiatan
Alokasi Waktu
Keterangan
Minggu efektif
Minimum 34
Digunakan untuk kegiatan
belajar
minggu dan
pembelajaran efektif pada setiap satuan
maksimum 38
pendidikan
minggu
29
No
Kegiatan
2.
Jeda tengah semester
Alokasi Waktu Maksimum 2
Keterangan Satu minggu setiap semester
minggu 3.
Jeda antarsemester
Maksimum 2
Antara semester I dan II
minggu 4.
Libur akhir tahun
Maksimum 3
Digunakan untuk penyiapan kegiatan
pelajaran
minggu
dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
5.
Hari libur keagamaan
2 – 4 minggu
Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
6.
7.
8.
Hari libur
Maksimum 2
Disesuaikan dengan Peraturan
umum/nasional
minggu
Pemerintah
Hari libur khusus
Maksimum 1
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan
minggu
ciri kekhususan masing-masing
Kegiatan khusus
Maksimum 3
Digunakan untuk kegiatan yang
sekolah/madrasah
minggu
diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
B. Penetapan Kalender Pendidikan 1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya. 30
2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. 3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. 4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.
31
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SATUAN PENDIDIKAN (SKL-SP) Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) meliputi: 1. SD/MI/SDLB/Paket A; 2. SMP/MTs./SMPLB/Paket B; 3. SMA/MA/SMALB/Paket C; 4. SMK/MAK. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: 1. Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan
SMP/MTs./
SMPLB/Paket B bertujuan: Meletakkan dasar kecerdasan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
pengetahuan, mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut . 2. Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C
bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan 3. Pendidikan
Menengah
Meningkatkan
Kejuruan
kecerdasan,
yang
pengetahuan,
terdiri
atas
kepribadian,
mulia, serta
lebih lanjut SMK/AK akhlak
bertujuan:
mulia,
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
serta sesuai
dengan kejuruannya Adapun Standar Kompetensi Lulusan
Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk SMA
selengkapnya adalah: 1.
Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
2.
Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
3.
Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
4.
Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
5.
Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global 32
6.
Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
7.
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
8.
Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
9.
Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
10.
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
11.
Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
12.
Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
13.
Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
14.
Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
15.
Mengapresiasi karya seni dan budaya
16.
Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
17.
Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
18.
Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
19.
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
20.
Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
21.
Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
22.
Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
23.
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
33
STANDAR KOMPETENSI KELOMPOK MATA PELAJARAN (SK-KMP) Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompokkelompok mata pelajaran: 1. Agama dan Akhlak Mulia; 2. Kewarganegaraan dan Kepribadian; 3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4. Estetika; 5. Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan. Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/ atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran, yakni: 3. Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bertujuan: 1. Kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia bertujuan: peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut
membentuk
kepada Tuhan Yang
dicapai melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan. 2. Kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian bertujuan: membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan
pendidikan
jasmani. mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis peserta didik. Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A, tujuan ini dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang
relevan.
Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) untuk SMA/MA SMALB/Paket C selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Agama dan Akhlak Mulia 1. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja 34
2. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, golongan sosial ekonomi, dan budaya dalam tatanan global 3. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial 4. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat 5. Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain 6. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan 7. Menjaga kebersihan, kesehatan, ketahanan dan kebugaran jasmani dalam kehidupan sesuai dengan tuntunan agama 8. Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab 2. Kewarganegaraan Dan Kepribadian 1. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia 2. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial, hukum dan perundangan 3. Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, golongan sosial ekonomi, dan budaya dalam tatanan global 4. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab 5. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya 6. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi 7. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya 8. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri 9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis 35
3. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi 1. Membangun dan menerapkan informasi, pengetahuan, dan teknologi secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif 2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri 3. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri 4. Menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek 5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks 6. Menunjukkan kemampuan menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing 7. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab 8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi 9. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis 10. Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris 11. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi 4. Estetika SMA/MA/SMALB*/Paket C 1. Memanfaatkan lingkungan untuk kegiatan apresiasi dan kreasi seni 2. Menunjukkan apresiasi terhadap karya seni 3. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis karya seni 4. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
5. Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 1. Menjaga kesehatan, ketahanan, dan kebugaran jasmani 2. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan potensi lokal 36
untuk menunjang kesehatan, ketahanan, dan kebugaran jasmani 3. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan
STANDAR KOMPETENSI MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)/ MADRASAH ALIYAH (MA) a. Bahasa Indonesia SMA/MA Program IPA dan IPS 1. Mendengarkan Memahami wacana lisan dalam kegiatan penyampaian berita, laporan, saran, berberita, pidato, wawancara, diskusi, seminar, dan pembacaan karya sastra berbentuk puisi, cerita rakyat, drama, cerpen, dan novel 2. Berbicara Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam kegiatan berkenalan, diskusi, bercerita, presentasi hasil penelitian, serta mengomentari pembacaan puisi dan pementasan drama 3. Membaca Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis teks nonsastra berbentuk grafik, tabel, artikel, tajuk rencana, teks pidato, serta teks sastra berbentuk puisi, hikayat, novel, biografi, puisi kontemporer, karya sastra berbagai angkatan dan sastra Melayu klasik 4. Menulis Menggunakan berbagai jenis wacana tulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk teks narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, teks pidato, proposal, surat dinas, surat dagang, rangkuman, ringkasan, notulen, laporan, resensi, karya ilmiah, dan berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, drama, kritik, dan esei Program Bahasa 1. Mendengarkan Memahami wacana lisan dalam kegiatan pidato, ceramah/khotbah, wawancara, diskusi, dialog, penyampaian berita, presentasi laporan 2. Berbicara 37
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan presentasi hasil penelitian, laporan pembacaan buku, dan presentasi program, bercerita, wawancara, diskusi, seminar, debat, dan pidato tanpa teks 3. Membaca Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana tulis berbentuk esei, artikel, dan biografi 4. Menulis Mengungkapkan pikiran dan informasi dalam wacana tulis berbentuk teks deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi, ringkasan/rangkuman, laporan, karya ilmiah, makalah, serta surat lamaran 5. Kebahasaan Memahami dan menggunakan berbagai komponen kebahasaan, baik fonologi, morfologi, maupun sintaksis dalam wacana lisan dan tulis
b. Sastra Indonesia SMA/MA Program Bahasa 1. Mendengarkan Memahami wacana lisan dalam kegiatan apresiasi terhadap pementasan drama dan pembacaan puisi 2. Berbicara Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan membahas serta mengapresiasi berbagai karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan drama 3. Membaca Menggunakan berbagai jenis membaca untuk mengapresiasi karya sastra berbentuk novel, cerita pendek, hikayat, dan drama 4. Menulis Menggunakan berbagai kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam kegiatan apresiatif yang menghasilkan transformasi karya sastra, kritik dan esei, dan berbagai karya 38
sastra berbentuk puisi, cerita pendek, drama, serta transliterasi/transkripsi naskah lama berhuruf Arab Melayu 5. Kesastraan Menguasai komponen kesastraan, genre sastra dan perkembangannya untuk mengapresiasi karya sastra berbentuk puisi, prosa, dan drama STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN A. Pengertian 1. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. 2. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. 3. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. 4. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih. 5. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut. 6. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut. 7. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir 39
semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut. 8. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yang akan diatur dalam POS Ujian Sekolah/Madrasah. 9. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. 10. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.
B. Prinsip Penilaian Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. 2. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 3. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 40
4. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan. 6. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 8. beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9. akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. C. Teknik dan Instrumen Penilaian
41
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik 2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. 3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. 4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek. 5. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik. 6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. 7. Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah, dan antartahun. D. Mekanisme dan Prosedur Penilaian
42
1. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. 2. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 3. Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan. 4. Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan/atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian
dilakukan
oleh
satuan
pendidikan
melalui
ujian
sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. 5. Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik. 6. Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil
penilaian
oleh
pendidik
dengan
mempertimbangkan
hasil
ujian
sekolah/madrasah. 7. Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah: (a) menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah, dan (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian. 8. Penilaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku
43
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan. 9. Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa,
adalah
bagian
dari
penilaian
kelompok
mata
pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan. 10.Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan. 11. Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan
yang
ditandatangani
oleh pembina kegiatan dan kepala
sekolah/madrasah. 12. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi. 13. Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dengan deskripsi kemajuan belajar. 14.Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasi Standar (POS) UN. 15. UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) bekerjasama dengan instansi terkait. 16. Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
44
17. Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. E. Penilaian oleh Pendidik Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. 2. mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran. 3. mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih. 4. melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. 5. mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik. 6. mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik. 7. memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran. 8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh. 9. melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
45
F. Penilaian oleh Satuan Pendidikan
46
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. menentukan KKM setiap mata pelajaran dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik. 2. mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. 3. menentukan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik. 4. menentukan kriteria program pembelajaran bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik. 5. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik. 6. menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik dan nilai hasil ujian sekolah/madrasah. 7. menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolah/Madrasah bagi satuan pendidikan penyelenggara UN. 8. melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku laporan pendidikan. 9. melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota. 10. menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan
47
pendidik sesuai dengan kriteria: a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran. b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. c. lulus ujian sekolah/madrasah. d. lulus UN. 11. menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik yang mengikuti Ujian Nasional bagi satuan pendidikan penyelenggara UN. 12. menerbitkan ijazah setiap peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan penyelenggara U
48
Pendahuluan
A. Latar Belakang Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ruang lingkup SNP meliputi standar: (1) isi, (2) proses, (3) kompetensi lulusan, (4) pendidik dan tenaga kependidikan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan, (7) pembiayaan, dan (8) penilaian pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum. Panduan pelaksanaan KTSP yang memenuhi aturan dan berkualitas perlu disiapkan agar satuan pendidikan dan pendidik dapat melaksanakan KTSP dengan benar. Oleh karena itu, Direktorat Pembinaan SMA membuat berbagai panduan pelaksanaan KTSP yang salah satu di antaranya adalah rancangan penilaian hasil belajar.
49
B. Tujuan Rancangan penilaian hasil belajar ini disusun sebagai acuan bagi satuan pendidikan dan pendidik untuk merancang penilaian yang berkualitas guna mendukung penjaminan dan pengendalian mutu lulusan. Di sisi lain, dengan menggunakan rancangan penilaian hasil belajar ini diharapkan pendidik dapat mengarahkan peserta didik menunjukkan penguasaan kompetensi yang telah ditetapkan.
C. Ruang Lingkup Rancangan penilaian hasil belajar ini membahas tentang hakikat dan prinsip penilaian, prosedur dan mekanisme penilaian, pengembangan indikator, kisi-kisi, dan instrumen penilaian, dilengkapi dengan contoh berbagai format yang berkaitan dengan penilaian hasil belajar peserta didik.
50
Hakikat dan Prinsip Penilaian
A. Hakikat Penilaian Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Penilaian dilakukan selama proses pembelajaran dan/atau pada akhir pembelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran yang selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar (KD). Untuk tingkat satuan pendidikan, kompetensi yang harus dicapai peserta didik adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian, pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan peserta didik dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil penilaian, pendidik dapat mengambil keputusan secara tepat untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk berprestasi lebih baik.
51
Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Maksudnya, hasil yang dicapai peserta didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan, ia dinyatakan lulus pada mata pelajaran tertentu. Apabila peserta didik belum mencapai standar, ia harus mengikuti program remedial/perbaikan sehingga mencapai kompetensi minimal yang ditetapkan. Penilaian yang dilakukan harus memiliki asas keadilan yang tinggi. Maksudnya, peserta didik diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok peserta didik yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, jender, dan agama. Penilaian juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang dapat memacu dan memotivasi peserta didik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya. Ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan, kegiatan penilaian merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan. Ada empat istilah yang terkait dengan konsep penilaian yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar peserta didik, yaitu pengukuran, pengujian, penilaian, dan evaluasi. Pengukuran (measurement) adalah proses penetapan ukuran terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Guilford, 1982). Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi berdasar pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan peserta didik dengan menggunakan suatu standar. Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Pengukuran
52
pendidikan bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kuantitatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya bukan angka (berupa predikat atau pernyataan kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang), disertai deskripsi penjelasan prestasi peserta didik. Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Penilaian (assessment) adalah istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok peserta didik. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti yang menunjukkan pencapaian belajar peserta didik. Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu (Griffin & Nix, 1991). Penilaian mencakup semua proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan penilaian tidak terbatas pada karakteristik peserta didik saja, tetapi juga mencakup karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi sekolah. Instrumen penilaian untuk peserta didik dapat berupa metode dan/atau prosedur formal atau informal untuk menghasilkan informasi tentang peserta didik. Instrumen penilaian dapat berupa tes tertulis, tes lisan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah, dan sebagainya. Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik. Evaluasi (evaluation) adalah penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek (Mehrens & Lehmann, 1991). Dalam melakukan evaluasi terdapat judgement untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi memerlukan data hasil pengukuran dan informasi hasil penilaian yang memiliki banyak dimensi, seperti kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kegiatan evaluasi, alat ukur yang digunakan juga bervariasi bergantung pada jenis data yang ingin diperoleh.
53
Pengukuran, penilaian, dan evaluasi bersifat bertahap (hierarkis), maksudnya kegiatan dilakukan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, kemudian penilaian, dan terakhir evaluasi.
B. Prinsip Penilaian Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian hasil belajar peserta didik antara lain: 1. penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi; 2. penilaian menggunakan acuan kriteria yakni berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran; 3. penilaian dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan; 4. hasil penilaian ditindaklanjuti dengan program remedial bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan; 5. penilaian harus sesuai dengan kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil belajar peserta didik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Sahih (valid), yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur; 2. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai; 3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik, dan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, dan jender; 4. Terpadu, yakni penilaian merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; 5. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan;
54
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik; 7. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku; 8. Menggunakan acuan kriteria, yakni penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan; 9. Akuntabel, yakni penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
55
Teknik dan Instrumen Penilaian
A. Teknik Penilaian Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa Standar Isi (SI) untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Di dalam SI dijelaskan bahwa kegiatan pembelajaran dalam KTSP meliputi tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Tatap muka adalah pertemuan formal antara pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran di kelas. Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik, sedangkan waktu penyelesaian kegiatan mandiri tidak terstruktur diatur sendiri oleh peserta didik. Sejalan dengan ketentuan tersebut, penilaian dalam KTSP harus dirancang untuk dapat mengukur dan memberikan informasi mengenai pencapaian kompetensi peserta didik yang diperoleh melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Berbagai macam teknik penilaian dapat dilakukan secara komplementer (saling melengkapi) sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Teknik penilaian yang dimaksud antara lain melalui tes, observasi, penugasan, inventori, jurnal, penilaian diri, dan penilaian antarteman yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik. 1. Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benarsalah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan
56
melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta peserta didik melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan. Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan
harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri atas ujian nasional dan ujian sekolah. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk melakukan perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar (KD) atau lebih. Ulangan tengah semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester. Cakupan ulangan akhir semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut. Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan
57
ulangan kenaikan kelas meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan semua KD pada semester genap. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan. Ujian sekolah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yang diujikan pada ujian sekolah adalah mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada ujian nasional, dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. 2. Observasi adalah penilaian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai, dan dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Penilaian observasi dilakukan antara lain sebagai penilaian akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. 3. Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok. Penilaian penugasan diberikan untuk penugasan terstruktur dan
58
kegiatan mandiri tidak terstruktur, dan dapat berupa praktik di laboratorium, tugas rumah, portofolio, projek, dan/atau produk. 4. Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan prestasi, dan kreativitas peserta didik (Popham, 1999). Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik dengan menilai bersama karya-karya atau tugas-tugas yang dikerjakannya. Peserta didik dan pendidik perlu melakukan diskusi untuk menentukan skor. Pada penilaian portofolio, peserta didik dapat menentukan karya-karya yang akan dinilai, melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya dibahas. Perkembangan kemampuan peserta didik dapat dilihat pada hasil penilaian portofolio. Teknik ini dapat dilakukan dengan baik apabila jumlah peserta didik yang dinilai sedikit. 5. Projek adalah tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan analisis data, serta pelaporan hasil kerjanya. Penilaian projek dilaksanakan terhadap persiapan, pelaksanaan, dan hasil. 6. Produk (hasil karya) adalah penilaian yang meminta peserta didik menghasilkan suatu hasil karya. Penilaian produk dilakukan terhadap persiapan, pelaksanaan/proses pembuatan, dan hasil. 7. Inventori merupakan teknik penilaian melalui skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis. 8. Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang berisi informasi hasil pengamatan terhadap kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait dengan kinerja ataupun sikap dan perilaku peserta didik yang dipaparkan secara deskriptif.
59
9. Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk menilai dirinya sendiri mengenai berbagai hal. Dalam penilaian diri, setiap peserta didik harus mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya secara jujur. 10. Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal secara jujur. Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan informasi yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik. Karena pembelajaran pada KTSP meliputi kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, maka penilaianpun harus dilaksanakan seperti itu. Tabel berikut menyajikan contoh penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran melalui kegiatan tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Tabel 1 Penilaian untuk kegiatan tatap muka dan penugasan
PENILAIAN UNTUK KEGIATAN MATA
KOMPETENSI
PELAJARAN
DASAR
Fisika
Mengukur besaran fisika
PEMBELAJARAN TATAP
TUGAS
KEGIATAN
MUKA
TERSTRUKTUR
MANDIRI
Praktik mengukur
Tugas mendata
di laboraborium
alat ukur yang
Ulangan mengenai
(massa, panjang, Pengukuran
sering digunakan
dan waktu)
sehari-hari
Pendidikan
Membaca QS
Ulangan
Melafalkan QS Al
Membuat rang-
Agama
Al Baqarah: 30,
mengenai
Baqarah: 30, Al-
kuman perban-
Islam
Al-Mukminum:
hukum bacaan
Mukminum: 12-14, dingan tiga
12-14, Az-
untuk surat dan
Az-Zariyat: 56 dan referensi tafsir
Zariyat: 56 dan
ayat yang
An-Nahl: 78
Al Qur’an
60
PENILAIAN UNTUK KEGIATAN MATA
KOMPETENSI
PELAJARAN
DASAR
An-Nahl: 78
PEMBELAJARAN TATAP
TUGAS
KEGIATAN
MUKA
TERSTRUKTUR
MANDIRI
sesuai
dengan makhraj
(Ibnu Katsir,
yang benar
Jalalain, dan Al-Azhar) QS Al Baqarah: 30, Al-Mukminum: 12-14, AzZariyat: 56 dan An-Nahl: 78
B. Aspek yang Dinilai Penilaian dilakukan secara menyeluruh yaitu mencakup semua aspek kompetensi yang meliputi kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif. Kemampuan kognitif adalah kemampuan berpikir yang menurut taksonomi Bloom secara hierarkis terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman, peserta didik dituntut untuk menyatakan jawaban atas pertanyaan dengan kata-katanya sendiri. Misalnya, menjelaskan suatu prinsip atau konsep. Pada tingkat aplikasi, peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam suatu situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat, dan menemukan hubungan sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut merangkum suatu cerita, komposisi, hipotesis, atau teorinya sendiri, dan mensintesiskan pengetahuan. Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi, seperti bukti sejarah, editorial, teori-teori, dan termasuk di
61
dalamnya melakukan judgement (pertimbangan) terhadap hasil analisis untuk membuat keputusan. Kemampuan psikomotor melibatkan gerak adaptif (adaptive movement) atau gerak terlatih
dan
keterampilan
komunikasi
berkesinambungan
(non-discursive
communication) - (Harrow, 1972). Gerak adaptif terdiri atas keterampilan adaptif sederhana (simple adaptive skill), keterampilan adaptif gabungan (compound adaptive skill), dan keterampilan adaptif komplek (complex adaptive skill). Keterampilan komunikasi berkesinambungan mencakup gerak ekspresif (expressive movement) dan gerak interpretatif (interpretative movement). Keterampilan adaptif sederhana dapat dilatihkan dalam berbagai mata pelajaran, seperti bentuk keterampilan menggunakan peralatan laboratorium IPA. Keterampilan adaptif gabungan, keterampilan adaptif komplek,
dan keterampilan komunikasi berkesinambungan baik gerak ekspresif
maupun gerak interpretatif dapat dilatihkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Kondisi afektif peserta didik berhubungan dengan sikap, minat, dan/atau nilai-nilai. Kondisi ini tidak dapat dideteksi dengan tes, tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori, atau pengamatan yang sistematik dan berkelanjutan. Sistematik berarti pengamatan mengikuti suatu prosedur tertentu, sedangkan berkelanjutan memiliki arti pengukuran dan penilaian yang dilakukan secara terus menerus. Dalam laporan hasil belajar peserta didik, terdapat komponen pengetahuan yang umumnya merupakan representasi aspek kognitif, komponen praktik yang melibatkan aspek psikomotorik, dan komponen sikap yang berkaitan dengan kondisi afektif peserta didik terhadap mata pelajaran tertentu. Tabel berikut menyajikan berbagai aspek yang dinilai untuk lima kelompok mata pelajaran (sesuai PP no. 19 tahun 2005 pasal 64).
62
Tabel 2 Aspek yang dinilai dalam berbagai mata pelajaran
No
Kelompok mata pelajaran
Contoh Mata pelajaran Aspek yang dinilai
Agama dan akhlak Pendidikan Agama
Pengetahuan
mulia
sikap
Kewarganegaraan dan Pendidikan
Pengetahuan
kepribadian
sikap
Kewarganegaraan
Ilmu Pengetahuan dan Matematika
Pengetahuan
dan
dan
dan
sikap Tenologi
Fisika, Kimia, Biologi
Pengetahuan, praktik, dan sikap
Ekonomi, Geografi,
Sejarah, Pengetahuan
dan
Sosiologi, sikap
Antropologi Bhs
Indonesia,
bhs Pengetahuan,
Inggris, bhs Asing lain Teknologi
Estetika Jasmani,
Informasi Pengetahuan,
dan Komunikasi
praktik, dan sikap
Seni Budaya
Praktik dan sikap
olahraga, Pendidikan
dan kesehatan
praktik, dan sikap
olahraga,
jasmani, Pengetahuan, dan praktik, dan sikap
kesehatan
63
C. Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Dalam KTSP terdapat 5 kelompok mata pelajaran yaitu kelompok mata pelajaran: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olahraga, dan kesehatan. 1. Penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia Kompetensi yang dikembangkan dalam kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia terfokus pada aspek kognitif atau pengetahuan dan aspek afektif atau perilaku. Penilaian hasil belajar untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Dalam rangka menilai akhlak peserta didik, guru agama dan guru mata pelajaran lain melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan untuk menilai perilaku peserta didik yang menyangkut pengamalan agamanya seperti kedisiplinan, kebersihan, tanggung jawab, sopan santun, hubungan sosial, kejujuran, dan pelaksanaan ibadah ritual. Tabel berikut menampilkan dimensi dan indikator penilaian akhlak mulia. Tabel 3 Dimensi dan indikator sebagai rambu-rambu penilaian akhlak mulia
No 1
Dimensi Disiplin
Indikator Datang dan pulang tepat waktu mengikuti kegiatan dengan tertip
2
Bersih
Membuang sampah pada tempatnya Mencuci tangan sebelum makan Membersihkan tempat kegiatan Merawat kebersihan diri
64
3
Tanggungjawab
Menyelesaikan tugas pada waktunya Berani menanggung resiko
4
Sopan Santun
Berbicara dengan sopan Bersikap hormat pada orang lain Berpakaian sopan Berposisi duduk yang sopan
5
Hubungan Sosial
Menjalin hubungan baik dengan guru Menjalin hubungan baik dengan sesama teman Menolong teman Mau bekerjasama dalam kegiatan yang positif
6
Jujur
Menyampaikan pesan apa adanya Mengatakan apa adanya Tidak berlaku curang
7
Pelaksanaan ibadah
Melaksanakan sembahyang
ritual
Menunaikan ibadah puasa Berdoa
Keterangan: Rambu-rambu tersebut di atas dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi guru mata pelajaran agama dan guru mata pelajaran lain. Bagi guru mata pelajaran lain hasil pertimbangan diberikan kepada guru agama terutama mengenai perilaku yang benar-benar menyimpang yang dilakukan berulang-ulang oleh peserta didik. Penentuan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada akhir satuan pendidikan dilakukan melalui rapat dewan pendidik yang didasarkan pada hasil ujian sekolah dengan mempertimbangkan penilaian oleh pendidik. 2. Penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
65
Hasil belajar kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian meliputi: a. Pemahaman akan hak dan kewajiban diri sebagai warga negara, yaitu aspek kognitif sebagai hasil belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. b. Kepribadian, yaitu beberapa aspek kepribadian sebagaimana disebutkan dalam Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum. c. Perilaku berkepribadian, yaitu berbagai bentuk perilaku sebagai penerjemahan dimilikinya ciri-ciri kepribadian warga negara Indonesia. Seperti kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Contoh pengamatan aspek kepribadian dan indikator perilaku dapat dilhat pada tabel berikut. Tabel 4. Penilaian terhadap aspek kepribadian peserta didik ASPEK
INDIKATOR PERILAKU
KEPRIBADIAN a. Tidak menghindari kewajiban Bertanggungjawab
b. Melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan c. Menaati tata tertib sekolah d. Memelihara fasilitas sekolah
Percaya Diri
a. Tidak mudah menyerah b. Berani menyatakan pendapat c. Berani bertanya d. Mengutamakan usaha sendiri daripada bantuan
66
a. Menerima pendapat yang berbeda Saling Menghargai
b. Memaklumi kekurangan orang lain c. Mengakui kelebihan orang lain d. Dapat bekerjasama
Bersikap Santun
a. Menerima nasihat guru b. Menghindari permusuhan dengan teman c. Menjaga perasaan orang lain
Kompetitif
a. Berani bersaing b. Menunjukkan semangat berprestasi c. Berusaha ingin lebih maju d. Memiliki keinginan untuk tahu
2. Penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi PP 19 tahun 2005 Pasal 63 ayat (1) menyatakan bahwa penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), terdiri atas penilaian hasil belajar oleh: pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang diujikan. Penilaian hasil belajar mata pelajaran pada kelompok iptek juga dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah dan oleh pemerintah melalui ujian nasional.
67
Penilaian kelompok mata pelajaran iptek untuk SMA dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, IPA (fisika, kimia, biologi), IPS (ekonomi, sejarah, sosiologi, geografi), keterampilan, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta muatan lokal yang relevan. Penilaian dalam kelompok mata pelajaran iptek disesuaikan dengan karakteristik tiap-tiap rumpun mata pelajaran. Berikut ini adalah karakteristik penilaian tiap-tiap rumpun mata pelajaran yang dimaksudkan. a. Penilaian kemampuan berbahasa harus memperhatikan hakikat dan fungsi bahasa yang lebih menekankan pada bagaimana menggunakan bahasa secara baik dan benar sehingga mengarah kepada penilaian kemampuan berbahasa berbasis kinerja. Penilaian ini menekankan pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang mengutamakan adanya tugas-tugas interaktif dalam empat aspek keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, penilaian kemampuan berbahasa bersifat autentik dan pragmatik. Selain itu, komunikasi nyata senantiasa melibatkan lebih dari satu keterampilan berbahasa sehingga harus diperhatikan keterpaduan antara keterampilan berbahasa tersebut. b. Penilaian dalam matematika perlu menekankan keterampilan bermatematika, bukan hanya pengetahuan matematika. Sebagai konsekuensi, pendidik hendaknya memperhatikan benar kemampuan berpikir yang ingin dinilainya. Selain itu, titik berat penilaian dalam matematika hendaknya diberikan kepada penilaian yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran. Penilaian yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran harus mencakup soal atau tugas yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Soal atau tugas demikian akan mendorong peserta didik untuk senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan berpikirnya. Penilaian akhir terhadap peserta didik hendaknya berdasarkan pada teknik penilaian yang beragam. Tingkat kesukaran soal untuk penilaian akhir hendaknya bukan karena kerumitan prosedural yang harus dilakukan peserta didik, melainkan karena kebutuhan akan tingkat pemahaman dan pemikiran yang lebih tinggi.
68
c. Penilaian IPA dan IPS dapat dilakukan secara terpadu dengan proses pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis, observasi, tes praktik, penugasan, tes lisan, portofolio, jurnal, inventori, penilaian diri, dan penilaian antarteman. Pengumpulan data penilaian selama proses pembelajaran melalui observasi juga penting untuk dilakukan. Data aspek afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi belajar dapat diperoleh dengan observasi, penilaian diri, dan penilaian antarteman. d. Penilaian dalam bidang TIK dapat diukur melalui tes praktik sewaktu peserta didik menyelesaikan tugas dan/atau produk yang dihasilkan. Tes praktik, dapat dilakukan melalui tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes praktik simulasi maupun tes/uji petik/contoh kerja. Dalam pendidikan teknologi dan kejuruan,
tugas-tugas
laboratorium/bengkel
harus
dirancang
untuk
mensimulasikan tes praktik pada pekerjaan yang sesungguhnya melalui tes praktik simulasi. Tes petik kerja atau tes sampel kerja merupakan tes praktik tingkat tertinggi yang merupakan perwujudan dari tes praktik keseluruhan yang hendak diukur. Selain dengan tes kinerja, penilaian dalam bidang teknologi dapat pula dengan hasil penugasan dan portofolio. Hasil penugasan dapat berupa produk yang mencerminkan kompetensi peserta didik. Hasil portofolio yang berupa kumpulan hasil kerja berkesinambungan dapat dipakai sebagai informasi yang menggambarkan perkembangan kompetensi peserta didik. 3. Penilaian kelompok mata pelajaran estetika Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan. Kelompok mata pelajaran estetika memiliki karakteristik yang menjadikannya unik di antara mata pelajaran lain. Keunikan pembelajaran kelompok mata pelajaran estetika terletak pada kegiatan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman estetik melalui dua kegiatan yang saling terkait satu sama lain, yakni apresiasi (appreciation) dan kreasi (creation), termasuk di dalamnya yang bersifat rekreatif
69
(performance). Pengalaman estetik adalah pengalaman menghayati nilai keindahan. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas dalam dunia pendidikan, pendidik mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika perlu mengembangkan sistem penilaian hasil belajar dengan memperhatikan esensi kelompok mata pelajaran estetika. Penilaian hasil belajar yang relatif dapat diterima adalah jenis penilaian berbasis pengamatan/ observasi yakni penilaian yang dilakukan dengan cara mengamati secara terfokus: (1) perilaku peserta didik dalam hal apresiasi, performance/ rekreasi, dan kreasi sebagai cerminan dari kompetensi dalam mata pelajaran Seni Budaya; dan (2) perilaku peserta didik dalam hal mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sebagai cerminan dari kompetensi aspek sastra dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Penilaian untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika perlu pula menyesuaikan dengan sifat satuan dan jenjang pendidikan. Pada satuan pendidikan SMA/MA, pembelajaran dan penilaian mata pelajaraan kelompok mata pelajaran estetika lebih ditekankan pada upaya pengembangan kepribadian peserta didik agar menjadi manusia yang utuh. 4. Penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan Kelompok Mata Pelajaran Jasmani, Olahraga dan Kesehatan bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir, keterampilan sosial, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat, dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
70
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Sesuai dengan karakteristik kelompok mata pelajaran ini, teknik penilaian mengacu pada aspek yang dinilai, yaitu teknik untuk mengukur aspek kognitif, afektif, dan keterampilan motorik peserta didik. Untuk keperluan tersebut, teknik penilaian dapat berbentuk tes perbuatan/unjuk kerja, dan pengamatan terhadap perilaku, penugasan, dan tes pengetahuan. Tes kinerja dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan psikomotor peserta didik. Kemampuan psikomotor tersebut secara umum mencakup kesegaran jasmani, kelincahan, dan koordinasi yang merupakan unsur-unsur dalam keterampilan gerak, di samping itu dapat juga dilakukan tes kinerja yang secara khusus dapat menggambarkan keterampilan dalam pendidikan jasmani dan olahraga seperti keterampilan bermain sepak bola, keterampilan bermain bola basket, keterampilan bermain bola voli dan sebagainya. Kemampuan psikomotor peserta didik ini harus diukur setiap menyelesaikan satu kompetensi tertentu. Kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasa lelah. Pengukuran kesegaran jasmani dapat dilakukan dengan berbagai tes kesegaran jasmani yang telah dibakukan dan sesuai dengan tingkat usia peserta didik; seperti Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI), tes aerobik, dsb. Pengukuran kesegaran jasmani ini sebaiknya dilakukan tiap tiga bulan sekali, sehingga dapat diketahui tingkat perkembangan atau kemajuannya. Kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah arah dengan cepat dan tepat. Pengukuran kelincahan dapat dilakukan dengan berbagai macam tes kelincahan yang sesuai dengan tingkat usia peserta didik dan karakteristik aktivitas jasmani atau cabang olahraga. Kelincahan peserta didik diukur setelah peserta didik menyelesaikan satu kompetensi tertentu.
71
Koordinasi adalah kemampuan tubuh untuk mengelola unsur-unsur yang terlibat dalam proses terjadinya gerakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Pengukuran koordinasi dapat dilakukan dengan berbagai macam tes koordinasi yang sesuai dengan tingkat usia peserta didik dan karakteristik aktivitas jasmani atau cabang olahraga seperti: tes koordinasi mata-tangan, tes koordinasi matakaki, tes koordinasi mata-tangan dan kaki, tes menggiring (drible) bola dalam sepakbola, tes menggiring (drible) bola dalam bolabasket, dan sebagainya. Kemampuan koordinasi peserta didik diukur setelah peserta didik menyelesaikan satu kompetensi tertentu. Kompetensi yang dinilai dalam pendidikan kesehatan mencakup penilaian tentang (a) kebersihan pribadi dan lingkungan, (b) Pendidikan keselamatan (c) penyakit menular, (d) kesehatan reproduksi dan pelecehan seksual, (f) pengetahuan gizi dan makanan, (g) penyalah gunaan obat dan psikotropika, (h) rokok dan minuman keras, (h) dan kebiasaan hidup sehat melalui aktivitas jasmani. Pengamatan terhadap perilaku sportif merupakan pengamatan terhadap perilaku peserta didik dalam hal kesadaran akan sikap kejujuran dalam upaya memenangkan pertandingan, perlombaan, permainan, atau aktivitas jasmani dan olahraga. Upaya memenangkan permainan tidak mengandung unsur kecurangan atau tidak sportif. Guru
kelompok
mata
pelajaran
jasmani,
olahraga,
dan
kesehatan
bertanggungjawab pula menilai aspek afektif peserta didik, baik yang terkait dengan akhlak maupun kepribadian. Hasil penilaian terhadap akhlak peserta didik akan dijadikan pertimbangan pada saat guru mata pelajaran pendidikan agama menentukan nilai akhlak peserta didik untuk dilaporkan pada laporan hasil belajar (rapor). Demikian pula, hasil penilaian terhadap kepribadian peserta didik juga akan dijadikan pertimbangan pada saat guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan menentukan nilai kepribadian peserta didik untuk dilaporkan pada aporan hasil belajar (rapor).
72
Untuk menilai akhlak peserta didik, guru mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan untuk menilai perilaku peserta didik yang mencerminkan akhlak seperti kedisiplinan, tanggung jawab, sopan santun, hubungan sosial, dan kejujuran. Hal-hal yang dinilai antara lain mencakup aspek: a. Kedisiplinan, yaitu kepatuhan kepada peraturan atau tata tertib, seperti datang tepat waktu, mengikuti semua kegiatan, dan pulang tepat waktu. b. Kejujuran, yaitu kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, seperti tidak berbohong, dan tidak berlaku curang. c. Tanggungjawab, yaitu kesadaran untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang
diberikan,
seperti
menyelesaikan
tugas-tugas
selama
kegiatan
berlangsung. d. Sopan santun, yaitu sikap hormat kepada orang lain, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan sikap, seperti berbicara, berpakaian, dan duduk yang sopan. e. Hubungan sosial, yaitu kemampuan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain secara baik, seperti menjalin hubungan baik dengan guru dan sesama teman, menolong teman, dan mau bekerjasama dalam kegiatan yang positif. Untuk menilai kepribadian peserta didik, guru mata pelajaran pendidikian jasmani, olahraga, dan kesehatan melakukan pengamatan terhadap perilaku peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas. Pengamatan ini dimaksudkan untuk menilai perilaku peserta didik yang mencerminkan kepribadian seperti percaya diri, harga diri, motivasi diri, kompetisi, saling menghargai, dan kerjasama. Indikator masing-masing aspek kepribadian antara lain sebagai berikut. a. Percaya diri: diwujudkan dalam perilaku berani menyatakan pendapat, bertanya, menegur, mengritisi tentang sesuatu hal.
73
b. Harga diri: diwujudkan dalam perilaku tidak mudah menyerah dan mengetahui kelebihan diri dan mengakui kelemahan diri. c. Motivasi
diri:
diwujudkan
dalam
perilaku
kemauan
untuk
maju,
menyelesaikan segala hal, berprestasi, dan meraih cita-cita. d. Saling menghargai: diwujudkan dalam perilaku mau menerima pendapat yang berbeda, memaklumi kekurangan orang lain, dan mengakui kelebihan orang lain. e. Kompetisi: diwujudkan dalam bentuk perilaku yang tegar menghadapi kesulitan, berani bersaing dengan orang lain, dan berani kalah dengan orang lain berlandaskan kejujuran (fair play).
D. Instrumen Penilaian Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel berikut menyajikan klasifikasi penilaian dan bentuk instrumen. Tabel 5. Klasifikasi Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen
Teknik Penilaian • Tes tertulis
Bentuk Instrumen • Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan dll. • Tes isian: isian singkat dan uraian
• Tes lisan
• Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja)
• Tes identifikasi • Tes simulasi • Tes uji petik kinerja
74
• Penugasan individual atau kelompok
• Pekerjaan rumah • Projek
• Penilaian portofolio
• Lembar penilaian portofolio
• Jurnal
• Buku cacatan jurnal
• Penilaian diri
• Kuesioner/lembar penilaian diri
1.
• Lembar penilaian antarteman
• Penilaian antarteman
Instrumen tes berupa perangkat tes yang berisi soal-soal, instrumen observasi berupa lembar pengamatan, instrumen penugasan berupa lembar tugas projek atau produk, instrumen portofolio berupa lembar penilaian portofolio, instrumen inventori dapat berupa skala Thurston, skala Likert atau skala Semantik, instrumen penilaian diri dapat berupa kuesioner atau lembar penilaian diri, dan instrumen penilaian antarteman berupa lembar penilaian antarteman. Setiap instrumen harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. Berikut ini disajikan contoh-contoh instrumen penilaian. 2. Contoh instrumen observasi (lembar pengamatan) Lari 100 meter
Nomor
Aspek Keterampilan
Butir
Skor 5
4
3
2
1
Starting Position 01
Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di depan ujung kaki lainnya
75
02
Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat jari agak rapat mengarah ke samping luar.
03
Waktu jongkok posisi punggung segaris dengan kepala
04
Pandangan kira-kira 1 meter di depan garis start
05
Waktu aba-aba siap, posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120°
Keterangan Skor 5 : sangat tepat, 4 : tepat, 3 : agak tepat, 2 : tidak tepat, dan skor 1 : sangat tidak tepat Pengolahan Skor yang dicapai peserta didik dapat diolah menjadi nilai sebagai berikut. N = (Skor pencapaian : Skor maksimal)x 100. 3. Contoh instrumen penilaian tugas: Projek Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Kemampuan pengelolaan Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan,
Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap perkembangan kognitif peserta didik,
Keaslian Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya dengan bimbingan pendidik dan dukungan berbagai pihak yang terkait.
76
Contoh soal tugas projek biologi mengenai isu salingtemas (sain, lingkungan, teknologi, masyarakat) di sekitar tempat tinggal peserta didik. Soal Carilah isu salingtemas (sain, lingkungan, teknologi, masyarakat) yang berkembang di sekitar tempat tinggalmu, rencanakan penelitian, lakukan penelitian, dan buatlah laporan hasil penelitian. Dalam membuat laporan perhatikan: kebenaran informasi/data, kelengkapan data, sistematika laporan, dan penggunaan bahasa! Catatan : Isu berhubungan dengan pro – kontra. Pedoman penskoran No
Aspek yang dinilai
Skor
1 Persiapan
3
Rumusan masalah (tepat = 3; kurang tepat = 2, tidak tepat = 1) 2 Pelaksanaan
1-3
14
a. Pengumpulan informasi (tepat = 3; kurang tepat = 2, tidak tepat = 1)
1–3
b. Keakuratan data/informasi (akurat = 3; kurang = 2; tidak akurat = 1)
1–3
c. Kelengkapan data (lengkap = 3; kurang = 2; tidak lengkap = 1)
1–3
d. Analisis data (baik = 3; cukup = 2; kurang = 1)
1–3
e. Kesimpulan (tepat = 2; kurang tepat = 1)
1-2
3 Pelaporan hasil
9
Sistematika laporan (baik = 2; tidak baik = 1)
1–2
Penggunaan bahasa (komunikatif = 2; kurang komunikatif = 1)
1–2
Penulisan/ejaan (tepat = 3; kurang tepat = 2; tidak tepat/banyak
1–3
kesalahan =1) Tampilan (menarik = 2; kurang menarik = 1)
1-2 Skor maksimal
26
77
4. Contoh instrumen penilaian tugas: Produk Penilaian produk terdiri atas 3 (tiga) tahap yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam merencanakan, menggali, mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
Tahap pelaksanaan (pembuatan produk), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik pembuatan.
Tahap penilaian hasil karya (appraisal), dilakukan terhadap karya (produk) yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Skor untuk setiap tahap dapat diberi bobot, misalnya untuk persiapan 20%, pelaksanaan 40%, dan hasil 40%. Contoh soal produk mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan: membuat poster ”anti narkoba”. Pedoman penskoran No 1
2
Aspek yang dinilai Tahap persiapan
Skor 7
a. Memilih jenis bahan (tepat = 2; tidak tepat = 1)
1–2
b. Kualitas bahan (baik = 3; cukup = 2; kurang = 1)
1–3
c. Kelengkapan alat (lengkap = 2; tidak lengkap = 1)
1–2
Tahap pelaksanaan
8
Bobot 20 %
40%
a. Menentukan penulisan kalimat yang menarik (menarik = 3; cukup = 2; kurang = 1)
1–3
b. Keterampilan menggunakan alat/bahan (terampil = 3; cukup = 2; kurang = 1) c. Memperhatikan keselamatan kerja (ya = 2; tidak = 1) 3
Tahap hasil
1–3 1–2 8
a. Selesai tepat waktu ( tepat = 2; tidak tepat = 1)
1–2
b. Kesesuaian dengan tugas (sesuai = 3; kurang = 2; tidak
1–3
= 1)
40%
1–3
c. Kerapian (rapi = 3; kurang = 2; tidak = 1)
78
5. Contoh instrumen inventori menggunakan skala beda (berdiferensi) Semantik Petunjuk Berilah tanda V pada kolom berikut sesuai dengan pilihanmu terhadap pembelajaran ekonomi. Kolom a, b, dan c cenderung mendekati pernyataan di sebelah kiri, sedangkan kolom e, f, dan g cenderung mendekati pernyataan di sebelah kanan.
Kiri
a
b
c
d
e
f
g
Kanan
Membosankan
Menarik
Bermanfaat
Tidak bermanfaat
Menyenangkan
Merepotkan
Menantang
Tidak menantang
Tidak memberatkan
Memberatkan
Membuang-buang
Menguntungkan
waktu 6. Contoh instrumen inventori menggunakan skala Likert, misalnya untuk kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran Sejarah Petunjuk: Bacalah baik-baik setiap pernyataan dan berilah tanda V pada kolom yang sesuai dengan pendapatmu! SS = sangat setuju
TS = tidak setuju
S
STS = sangat tidak setuju
= setuju
79
Contoh inventori skala Likert No
Pernyataan
SS
1
Saya senang melakukan penelitian sejarah
2
Pelajaran sejarah membosankan
3
Saya senang mengikuti acara televisi yang berhubungan
S
TS
STS
dengan sejarah 4
Saya tidak menyukai karir di bidang kepurbakalaan
5
Saya suka berkunjung ke museum untuk menambah pengetahuan di bidang sejarah
6
Saya senang jika ada kesempatan untuk bekerja di bidang yang ada hubungannya dengan sejarah
7
Saya benci jika ada tugas untuk membuat ringkasan dari artikel yang berkaitan dengan sejarah dari koran
8
Saya suka membaca rubrik tentang sejarah
9
dsb
Catatan Pernyataan pada instrumen di atas ada yang bersifat positif (No.1, 3, 5, 6, 8) dan ada yang bersifat negatif (No 2, 4, 7). Pemberian skor untuk pernyataan yang bersifat positif : SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Untuk pernyataan yang bersifat negatif adalah sebaliknya yaitu 4 = STS, 3 = TS, 2 = S, dan 1 = SS. 7. Contoh instrumen penilaian diri (kuesioner), misalnya untuk kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran biologi Petunjuk: a. Isilah semua pernyataan dengan jujur. b. Berilah tanda V pada kolom yang sesuai dengan kenyataan. TP = Tidak pernah melakukan
SR = sering melakukan
JR = Jarang melakukan
SL = selalu melakukan
KD = Kadang-kadang melakukan
80
No 1
Pernyataan
TP
JR KD SR SL
Saya menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan biologi kepada teman-teman
2
Saya bertanya kepada guru hal-hal yang berhubungan dengan mata pelajaran biologi
3
Saya menyempatkan diri membaca artikel yang berkaitan dengan biologi di majalah/koran
4
Saya mendengarkan informasi yang berhubungan dengan biologi dari radio
5
Saya menonton tayangan di televisi yang berkaitan dengan biologi, misalnya fauna dan flora
6
Saya hadir setiap ada jam pelajaran biologi di sekolah
7
Saya membuat catatan yang rapi untuk mata pelajaran biologi
8
Saya menyerahkan tugas biologi tepat waktu
9
Saya menerapkan pengetahuan biologi dalam kehidupan sehari-hari
10
Dst
Pengolahan Pada contoh di atas penskoran untuk setiap pernyataan menggunakan rentang 1 – 5. Skor 1 untuk TP, 2 = JR, 3 = KD, 4 = SR, dan 5 = SL. Dengan 9 butir pernyataan rentang skor adalah 9 – 45. Kualifikasi Berdasarkan jawaban, kegiatan setiap peserta didik untuk mata pelajaran biologi dikelompokkan sebagai berikut Amat Baik : Skor 37 – 45 Baik
: Skor 28 – 36
Cukup
: Skor 19 – 27
Kurang
: Skor < 19
81
8. Contoh instrumen penilaian (lembar pengamatan) antarteman untuk kegiatan diskusi kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Petunjuk: a. Pada waktu melakukan diskusi kelompok, amatilah perilaku temanmu dengan cemat! b. Berilah tanda V pada kolom yang sesuai (ya atau tidak) berdasarkan hasil pengamatanmu! c. Serahkan hasil pengamatan kepada bapak/ibu guru! Daftar periksa pengamatan sikap dalam diskusi kelompok Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Nama siswa yang diamati : …………………………….., kelas …………… Muncul/ No
Perilaku / sikap
dilakukan Ya
1
Memberi kesempatan teman untuk menyampaikan pendapat
2
Memotong pembicaraan teman lain
3
Menyampaikan pendapat dengan jelas
4
Mau menerima pendapat teman
5
Mau menerima kritik dari teman
6
Memaksa teman untuk menerima pendapatnya
7
Menyanggah pendapat teman dengan sopan
8
Mau mengakui kalau pendapatnya salah
9
Menerima kesepakatan hasil diskusi
10
Dst
Tidak
Nama pengamat ……………………..
82
Setiap
instrumen
penilaian
harus
memenuhi
persyaratan
substansi,
konstruksi, dan bahasa. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai. Persyaratan konstruksi merepresentasikan persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan. Persyaratan bahasa berhubungan dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Instrumen penilaian dilengkapi dengan pedoman
penskoran.
83
Penilaian
A. Prosedur Penilaian PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa penilaian pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh: pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. 1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian ini dilaksanakan dalam bentuk penugasan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Berbagai macam ulangan dilaksanakan dengan menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik, (b) bahan penyusunan laporan hasil belajar, dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen baik tes maupun nontes atau penugasan yang dikembangkan sesuai dengan karateristik kelompok mata pelajaran. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik harus terencana, terpadu, menyeluruh, dan berskesinambungan. Dengan penilaian ini diharapkan pendidik dapat (a) mengetahui kompetensi yang telah dicapai peserta didik, (b) meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (c) mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi yang telah ditentukan, (d) memperbaiki strategi pembelajaran, dan (e) meningkatkan akuntabilitas sekolah.
84
Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan. 2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Penilaian ini meliputi: a. Penilaian akhir untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Penilaian akhir digunakan sebagai salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan harus mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik; b. Ujian Sekolah untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi (yang tidak dinilai melalui Ujian Nasional) dan aspek kognitif dan/atau psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Ujian Sekolah juga merupakan salah satu persyaratan untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. 3. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Pemerintah menugaskan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP)
untuk
menyelenggarakan
UN,
dan
dalam
penyelenggaraannya BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan satuan pendidikan.
85
UN didukung oleh sistem yang menjamin mutu kerahasiaan soal yang digunakan dan pelaksanaan yang aman, jujur, adil, dan akuntabel. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk (a) pemetaan mutu satuan pendidikan, (b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (c) penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dan (d) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kriteria kelulusan UN dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Peserta UN memperoleh Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah (a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran, (b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan, (c) lulus ujian sekolah/madrasah dan (d) lulus ujian nasional.
B. Mekanisme Penilaian Sistem penilaian meliputi kegiatan perancangan dan pelaksanaan penilaian, analisis dan tindak lanjut hasil penilaian, serta pelaporan penilaian. Mekanisme penilaian hasil belajar peserta didik digambarkan pada bagan berikut:
Perencanaan Penilaian
Pelaksanaan Penilaian
Analisis Hasil Penilaian
Pelaporan Hasil
Tindak lanjut Hasil
86
1. Perencanaan Penilaian Perencanaan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator dan strategi penilaian. Strategi penilaian meliputi pemilihan metode dan teknik penilaian, serta pemilihan bentuk instrumen penilaian. a. Perencanaan penilaian oleh pendidik Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan penilaian oleh pendidik sebagai berikut: 1) Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan pendidikan (MGMP sekolah) melakukan :
pengembangan indikator pencapaian KD,
penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang sesuai,
pembuatan rancangan program remedial dan pengayaan setiap KD,
penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masing-masing mata pelajaran
melalui
analisis
indikator
dengan
memperhatikan
karakteristik peserta didik (kemampuan rata-rata peserta didik/intake), karakteristik setiap indikator (kesulitan/kerumitan atau kompleksitas), dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung, misalnya kompetensi guru, fasilitas sarana dan prasarana). 2) Pada awal semester pendidik menginformasikan KKM dan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian kepada peserta didik. 3) Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrumen penilaian (berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan pedoman penskoran. b. Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan Perencanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan sebagai berikut:
87
1) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan melakukan: •
pendataan KKM setiap mata pelajaran
•
penentuan kriteria kenaikan kelas (bagi satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket) atau penetapan kriteria program pembelajaran (untuk satuan pendidikan yang melaksanakan Sistem Kredit Semester)
•
penentuan kriteria nilai akhir kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani,
olahraga,
dan
kesehatan,
dengan
mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik •
penentuan kriteria kelulusan ujian sekolah
•
koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
2) Membentuk tim untuk menyusun instrumen penilaian (untuk ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ujian sekolah) yang meliputi: •
pengembangan kisi-kisi penulisan soal (di dalamnya terdapat indikator soal),
•
penyusunan butir soal sesuai dengan indikator dan bentuk soal, serta mengikuti kaidah penulisan butir soal,
•
penelaahan butir soal secara kualitatif, dilakukan oleh pendidik lain (bukan penyusun butir soal) pengampu mata pelajaran yang sama dengan butir soal yang ditelaahnya,
•
perakitan butir-butir soal menjadi perangkat tes
c. Perencanaan Penilaian oleh Pemerintah Perencanaan penilaian oleh pemerintah meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Mengembangkan SKL untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN; 2) Menyusun dan menetapkan spesifikasi tes UN berdasarkan SKL; 3) Mengembangkan dan memvalidasi perangkat tes UN; 4) Menentukan kriteria kelulusan UN.
88
2. Pelaksanaan penilaian Pelaksanaan penilaian adalah penyajian penilaian kepada peserta didik. Penilaian dilaksanakan dalam suasana kondusif, tenang dan nyaman dengan menerapkan prinsip valid, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, menggunakan acuan criteria, dan akuntabel. a. Pelaksanaan penilaian oleh pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi: 1) Melaksanakan
penilaian
menggunakan
instrumen
yang
telah
dikembangkan; 2) Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman penskoran, untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik; Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya. Ini merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk (a) mengetahui kemajuan hasil belajarnya, (b) mengetahui kompetensi yang belum dan yang sudah dicapainya, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki strategi belajarnya. b. Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan Pelaksanaan penilaian oleh satuan pendidikan meliputi kegiatan berikut: 1) Melaksanakan koordinasi ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas; 2) Melakukan penilaian akhir untuk mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan jasmani, olahraga, dan kesehatan;
89
3) Menyelenggarakan ujian sekolah untuk mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan secara nasional, serta aspek kognitif dan/atau psikomotor untuk mata pelajaran dalam kelompok agama dan akhlak mulia, serta kewarganegaraan dan kepribadian. Penyelenggaraan ujian sekolah mengacu pada Prosedur Operasi Standar Ujian Sekolah (POS-US) yang diterbitkan oleh BSNP. c. Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah Pelaksanaan penilaian oleh pemerintah merupakan kegiatan pengelolaan dan pengendalian pelaksanaan UN mengacu Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS-UN).
3. Analisis hasil penilaian a. Analisis hasil penilaian oleh pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap analisis adalah menganalisis
hasil
penilaian
menggunakan
acuan
kriteria
yaitu
membandingkan hasil penilaian masing-masing peserta didik dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil penilaian masing-masing peserta didik dibandingkan dengan KKM. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, serta untuk memperbaiki pembelajaran. b. Analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan Kegiatan analisis hasil penilaian oleh satuan pendidikan meliputi: 1) Menganalisis hasil belajar peserta didik kelas X dan XI dibandingkan dengan nilai KKM yang telah ditetapkan untuk masing-masing mata pelajaran; 2) Menganalisis hasil ujian sekolah dengan membandingkan hasil ujian sekolah masing-masing peserta didik dengan batas kelulusan ujian sekolah yang telah ditentukan;
90
3) Menganalisis hasil penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, serta
jasmani,
olahraga, dan kesehatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan; 4) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan dapat tidaknya peserta didik kelas X dan kelas XI naik kelas berdasarkan kriteria kenaikan kelas yang telah ditetapkan; 5) Melalui rapat dewan pendidik, satuan pendidikan menetapkan peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan yang telah ditetapkan. c.
Analisis hasil penilaian oleh pemerintah Kegiatan analisis hasil penilaian oleh pemerintah yaitu menganalisis hasil UN setiap sekolah untuk pemetaan daya serap.
4. Tindak lanjut hasil analisis Analisis hasil penilaian telah dilakukan perlu ditindak lanjuti. a. Tindak lanjut oleh pendidik Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai tindak lanjut hasil analisis meliputi: 1) Pelaksanaan program remedial untuk peserta didik yang belum tuntas (belum mencapai KKM) untuk hasil ulangan harian dan memberikan kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah tuntas; 2) Pengadministrasian semua hasil penilaian yang telah dilaksanakan. b. Tindak lanjut oleh satuan pendidikan Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai tindak lanjut hasil analisis meliputi: 1) Menyiapkan laporan hasil belajar (rapor) peserta didik; 2) Satuan pendidikan penyelenggara ujian menerbitkan ijazah bagi peserta didik yang lulus dari satuan pendidikan sesuai dengan kriteria kelulusan.
91
c. Tindak lanjut oleh pemerintah Tindak lanjut hasil penilaian yang dilakukan oleh pemerintah adalah: 1) Membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN; 2) Menyusun peringkat hasil UN secara Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. 5. Pelaporan hasil penilaian Pelaporan hasil penilaian disajikan dalam bentuk profil hasil belajar peserta didik. a. Pelaporan hasil penilaian oleh pendidik Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas); 2) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar (meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi yang utuh; 3) Memberi masukan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik; 4) Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik (kurikulum). b. Pelaporan hasil penilaian oleh satuan pendidikan Kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dalam tahap pelaporan: 1) Melaporkan hasil penilaian untuk semua mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dalam bentuk Laporan Hasil
92
Belajar (rapor). Bagi orang tua laporan ini dapat dimanfaatkan untuk membantu dan memotivasi anaknya belajar; 2) Melaporkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan lengkap dengan nilai yang dicapai kepada orangtua/walinya; 3) Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan setiap tahun kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. c. Pelaporan hasil penilaian oleh pemerintah Pemerintah menyampaikan laporan hasil analisis berupa daya serap dan peringkat UN secara nasional kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
93
Pengembangan Indikator, Kisi-kisi dan Instrumen Penilaian
Dalam mempersiapkan penilaian, pendidik harus mengembangkan indikator, kisi-kisi, dan instrumen penilaian.
A. Pengembangan Indikator Penilaian Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi adalah kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan melalui kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dikatakan kompeten apabila memenuhi krireria mampu memahami konsep yang mendasari standar kompetensi yang harus dikuasai, mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan tuntutan standar kompetensi yang harus dicapai dengan cara dan prosedur yang benar serta hasil yang baik, dan mampu mengaplikasikan kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah. Di dalam SI terdapat SK dan KD setiap mata pelajaran. SK merupakan ukuran kemampuan/kompetensi minimal yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai dan dikuasai peserta didik. KD adalah penjabaran dari SK yang bermakna dan bermanfaat untuk mencapai SK terkait. Setiap pendidik harus mengembangkan indikator dari setiap KD. Indikator merupakan rumusan yang menggambarkan karakteristik, ciri-ciri, perbuatan, atau respon yang harus ditunjukkan atau dilakukan oleh peserta didik dan digunakan sebagai penanda/indikasi pencapaian kompetensi dasar. Dari setiap KD dapat dikembangkan 2 (dua) atau lebih indikator penilaian dan atau indikator soal. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun instrumen penilaian. Ketercapaian indikator
94
dapat diketahui dari perubahan perilaku peserta didik yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pendidik perlu menganalisis aspek dan tingkat kompetensi yang terdapat dalam kata kerja pada SK dan KD untuk mengembangkan indikator. Hal ini perlu dilakukan agar indikator yang dikembangkan dapat memenuhi kriteria sebagai penanda ketercapaian kompetensi yang diukur. Pengembangan indikator hendaknya memperhatikan UKRK (urgensi, kontinuitas, relevansi, dan keterpakaian). Urgensi, maksudnya penting dan harus dikuasai peserta didik. Kontinuitas, yaitu pendalaman dan/atau perluasan dari kompetensi pada jenjang/tingkat sebelumnya. Relevansi, diperlukan karena ada hubungannya untuk mempelajari atau memahami kompetensi dan/atau konsep mata pelajaran lain. Keterpakaian, artinya memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Syarat-syarat indikator soal (1) menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, (2) ada keterkaitan dengan materi dan kompetensi yang diuji, dan (3) dapat dibuat soalnya. Indikator soal pilihan ganda, menggunakan satu kata kerja operasional yang terukur, sedangkan untuk soal berbentuk uraian dan/atau soal praktik indikator yang dikembangkan dapat menggunakan lebih dari satu kata kerja operasional yang terukur. Indikator soal sebaiknya menggunakan stimulus (dasar pertanyaan) yang dapat berupa gambar, grafik, tabel, data hasil percobaan, atau kasus yang dapat merangsang/memotivasi peserta didik berpikir sebelum menentukan pilihan jawaban. Rumusan indikator soal yang lengkap mencakup 4 komponen, yaitu A = audience, B = behaviour, C = condition, dan D = degree.
95
Contoh pengembangan indikator mengacu pada SK dan KD mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator soal
Siswa mampu
Disajikan sebuah paragraf,
memahami dan
siswa mampu menjawab
menanggapi berbagai
pertanyaan dengan
teks, table, atau grafik,
menggunakan kata tanya
tajuk rencana editorial,
bagaimana sesuai isi paragraf
artikel, teks pidato, biografi, atau naskah sastra melayu Rumusan indikator pada contoh di atas mencakup empat komponen secara lengkap. A (Audience) adalah peserta didik, B (Behaviour) atau perilaku yang dituntut yaitu menjawab pertanyaan dari paragraf, C (Condition) adalah stimulusnya yaitu paragraf, dan D (Degree) adalah tingkat pencapaian yaitu menentukan kata tanya “bagaimana”.
B. Pengembangan Kisi-kisi Kisi-kisi merupakan format yang memuat informasi mengenai ruang lingkup dan isi/kompetensi yang akan dinilai/diujikan. Kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan penilaian dan digunakan sebagai pedoman untuk mengembangkan soal. Kisi-kisi harus mengacu pada SK-KD dan komponen-komponennya harus rinci, jelas, dan bermakna. Contoh pengembangan kisi-kisi
96
KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER 1 Nama Sekolah
:SMA Mandiri
Mata Pelajaran :Bahasa Indonesia
Alokasi waktu:
..............
Jumlah soal
..............
:
Kurikulum acuan:KTSP SMA Mandiri Penyusun : SK
.............. KD
Bahan Kelas
Materi
Indikator Soal
Bentuk Nomor soal
soal
Siswa mampu memahami dan
X
Membaca Disajikan sebuah PG
menanggapi
pemaham paragraf, siswa
berbagai teks,
an
1
mampu
table, atau grafik,
menjawab
tajuk rencana
pertanyaan
editorial, artikel,
dengan
teks pidato,
menggunakan
biografi, atau
kata tanya
naskah sastra
bagaimana sesuai
melayu
isi paragraf Menentukan
PG
2
PG
3
gagasan utama paragraph yang ditentukan Menentukan definisi istilah yang digunakan dalam paragraf
97
Pada contoh kisi-kisi di atas dapat dilihat bahwa KD dikembangkan dalam tiga indikator, dengan bentuk soal yang sama yaitu soal pilihan ganda. Indikator soal pilihan ganda menggunakan satu kata kerja operasional yaitu menentukan.
C. Pengembangan Instrumen Penilaian dan Pedoman Penskoran Instrumen penilaian yang dikembangkan perlu memperhatikan hal-hal berikut : 1. berhubungan dengan kondisi pembelajaran di kelas dan/atau di luar kelas. 2. relevan dengan proses pembelajaran, materi, kompetensi dan kegiatan pembelajaran. 3. menuntut kemampuan berpikir berjenjang, berkesinambungan, dan bermakna dengan mengacu pada aspek berpikir Taksonomi Bloom 4. mengembangkan
kemampuan
berpikir
kritis
seperti:
mendeskripsikan,
menganalisis, menarik kesimpulan, menilai, melakukan penelitian, memecahkan masalah, dsb. 5. mengukur berbagai kemampuan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik. 6. mengikuti kaidah penulisan soal. Berdasarkan contoh kisi-kisi di atas dapat dikembangkan instrumen/soal sebagai berikut: Bacalah teks berikut dengan saksama! Hukum ekonomi yang mengatakan bahwa dengan biaya sekecil-kecilnya diperoleh hasil yang sebesar-besarnya kini bisa jadi cuma isapan jempol belaka. Menjelang kenaikan harga bahan baker minyak (BBM) bakal diikuti dengan rantai kenaikan biaya-biaya lain. Seperti melambungnya harga kebutuhan hidup dan sebagainya. Malah, dengan biaya yang makin lama makin membesar, hasil yang diperoleh justru makin mengecil. Apa artinya? Bahwa logika ekonomi secara sehat sudah tidak lagi terjadi. Yang terjadi sebenarnya lebih dari efek domino kenaikan suatu biaya
98
ekonomi yang logis diikuti oleh kenaikan biaya ekonomi lain secara logis pula. Yang terjadi ialah ‘ekonomi lempar risiko’ Pada setiap rantai ekonomi yang satu berusaha menghisap yang lain. Yang paling berisiko adalah pihak yang tidak mempunyai kemampuan untuk melempar risiko yang harus ia tanggung. Ironosnya ini semua diawali secara berulang-ulang oleh hasil alam seperti minyak yang terletak di dasar bumi. Minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi yang bersipat menambah pendapatan rakyat dan bukan malah menjadi pecundang yang menyusahkannya. pendapatan olah minyak oleh Negara seharusnya mengabolisi pajak atau inflasi riil yang membebani rakyat, tak sebaliknya mengeroyok hajat hidup orang banyak. Bagaimana seharusnya minyak bumi yang diolah pemerintah dapat mensejahterakan rakyat? Jawaban yang tepat untuk pertanyaan di atas adalah …. A. Minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi B. Minyak seharusnya bersifat menambah pendapatan rakyat C. Pendapatan olah minyak seharusnya menjadi fondasi ekonomi yang mengabolisi pajak dan tidak membebani rakyat D. Pendapatan olah minyak oleh pemerintah mengabilisi pajak dan inflasi riil yang membebani rakyat E. Pendapatan olah minyak oleh negara menjadi fondasi ekonomi dan mengabolisi pajak serta dapat membebani rakyat
99
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) : • No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI); • No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL); • No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL; • No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah; • No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; • No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; • No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan; • No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan; • No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian; • No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan • No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri 100
kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya. Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum. Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
101
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran. Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan pendidikan.
B. Tujuan Penyusunan panduan ini bertujuan untuk: 1.
Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;
2.
Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal sehingga meningkat secara bertahap;
3.
Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.
C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.
102
PENGERTIAN DAN FUNGSI KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal. Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai
103
minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal Fungsi kriteria ketuntasan minimal: 1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan; 2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan; 3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM
104
sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah; 4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah; 5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat. MEKANISME PENETAPAN KKM
A. Prinsip Penetapan KKM Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
105
1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan
melalui
professional
judgement
oleh
pendidik
dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan; 2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi 3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut; 4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut; 5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik; 6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan
106
demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara; 7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.
B. Langkah-Langkah Penetapan KKM Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut: 1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut: KKM Indikator
KKM KD
KKM MP
KKM SK
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran; 2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian; 3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan; 4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik.
107
C. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah: 1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut: a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik; b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi; c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan; d. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi; e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep; f.
peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan;
g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan; h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar. Contoh 1. SK 2.
: Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya dalam perhitungan kimia (stoikiometri)
KD 2.2
: Membuktikan dan mengkomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia
108
Indikator : Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi Indikator ini memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menentukan pereaksi pembatas diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran peserta didik dalam perhitungan kimia. Contoh 2. SK 1.
: Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia
KD 1.1. : Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat unsur, massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta menyadari keteraturannya, melalui pemahaman konfigurasi elektron Indikator : Menentukan konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau nomor atom unsur. Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.
2. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. a. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran; b. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah.
109
Contoh: SK 3.
: Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri
KD 3.3
: Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan percobaan
Indikator : Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi, tekanan, dan volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan. Daya dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu menyajikan pembelajaran dengan baik.
3. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang bersangkutan Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
Contoh penetapan KKM Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian yang disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh: Aspek yang dianalisis Kompleksitas Daya Dukung Intake siswa
Kriteria dan Skala Penilaian Tinggi
Sedang
Rendah
< 65
65-79
80-100
Tinggi
Sedang
Rendah
80-100
65-79
<65
Tinggi
Sedang
Rendah
80-100
65-79
<65
110
Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan. Aspek yang dianalisis Kompleksitas Daya Dukung Intake siswa
Kriteria penskoran Tinggi
Sedang
Rendah
1
2
3
Tinggi
Sedang
Rendah
3
2
1
Tinggi
Sedang
Rendah
3
2
1
Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah: 1 + 3 + 2 ⎯⎯⎯⎯⎯⎯ x 100 = 66,7 9 Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.
111
ANALISIS KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain: 1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII; 2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII; 3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau XII. Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.
112
Contoh FORMAT ANALISIS PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER KD Nama Sekolah
:
Mata pelajaran
:
Kelas/semester : Pencapaian Ketuntasan Belajar Peserta Didik/KD Nama Siswa 1.1
No
…..
KKM
SK 1
SK 2
SK 3
KD
KD
KD
1.2
dst
2.1
2.2
dst
3.1
3.2
dst
\
….. ….. ….. ….. ….. ….. …..
…..
1 2 3 4 dst Rata-rata Ketuntasan belajar (dalam %)
jml siswa
Frekwensi
≤ 49 50-74 75-100 ≥ KKM sekolah
113
REKAPITULASI PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR MINIMAL SEKOLAH Nama sekolah : Mata pelajaran : Kelas
:
Kondisi bulan : No SK
KKM
No
Tingkat KKM sekolah
KD
Sekolah
KD.1.1
70.00
75.00
KD 1.2
75.00
80.00
KD 2.1
75.00
70.00
SK 2 KD 2.2
70.00
70.00
KD 2.3
65.00
67.00
SK1
pencapaian maks
Tingkat KKM pencapaian
rerata
min
maks
rerata
Min
75
72,5
70
80
77,5
75
75
70
65
70
69
67
dst
PENILAIAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada 114
peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat. Kemampuan berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
115
B. Tujuan Buku pengembangan perangkat penilaian afektif ini disusun agar pendidik: 1. memiliki kesamaan pemahaman mengenai ranah afektif dan cara penilaiannya 2. mampu mengembangkan perangkat penilaian afektif
C. Ruang Lingkup Buku ini berisi tentang hakikat penilaian afektif dan pengembangan perangkat penilaian afektif.
PENILAIAN RANAH AFEKTIF
A. Hakikat Pembelajaran Afektif Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil belajar dalam bidang pendidikan. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat
116
nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat peserta didik. Oleh karena itu untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.
B. Tingkatan Ranah Afektif Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan characterization. 1. Tingkat receiving Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
117
2. Tingkat responding Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu halhal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang
membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman,
senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya. 3. Tingkat valuing Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi. 4. Tingkat organization Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup. 5. Tingkat characterization Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
118
C. Karakteristik Ranah Afektif Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif.
Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadangkadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 1. Sikap Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
119
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif. 2. Minat Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. Penilaian minat dapat digunakan untuk: a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran, b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya, c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, d. menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas, e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama, f. acuan dalam menilai
kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan
memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
120
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik, h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah, i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik. 3. Konsep Diri Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.
Arah konsep diri bisa positif atau
negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
•
Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
•
Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan mengetahui standar input peserta didik.
•
Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
121
Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
•
Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
•
Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
Peserta didik mampu menilai dirinya.
Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu. Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
122
5. Moral Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Ranah afektif lain yang penting adalah:
Kejujuran: peserta didik harus belajar menghargai kejujuran
dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada semua orang.
123
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN AFEKTIF
A. Pengukuran Ranah Afektif Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual. Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri. Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak (kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
B. Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian afektif, yaitu:
menentukan spesifikasi instrumen
menulis instrumen
menentukan skala instrumen
menentukan pedoman penskoran
menelaah instrumen
merakit instrumen
124
melakukan ujicoba
menganalisis hasil ujicoba
memperbaiki instrumen
melaksanakan pengukuran
menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi instrumen Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral. a. Instrumen sikap Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat. b. Instrumen minat Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik
terhadap
mata
pelajaran,
yang
selanjutnya
digunakan
untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran. c. Instrumen konsep diri Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh. d. Instrumen nilai Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
125
e. Instrumen moral Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi tentang moral seseorang. Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu : (1) tujuan pengukuran, (2) kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang instrumen. Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam menentukan kisikisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur. Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.
2. Penulisan instrumen Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif No
Indikator
Jumlah butir
Pertanyaan/ Pernyataan
Skala
1 2 3 4 5
126
Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan dengan menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.
a. Instrumen sikap Definisi konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner. Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini. Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya.
Membaca buku Bahasa Indonesia
Mempelajari Bahasa Indonesia
Melakukan interaksi dengan guru Bahasa Indonesia
Mengerjakan tugas Bahasa Indonesia
Melakukan diskusi tentang Bahasa Indonesia
Memiliki buku Bahasa Indonesia Contoh pernyataan untuk kuesioner: Saya senang membaca buku Bahasa Indonesia Tidak semua orang harus belajar Bahasa Indonesia Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran Bahasa Indonesia Saya tidak senang pada tugas pelajaran Bahasa Indonesia Saya berusaha mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia sebaik-baiknya Memiliki buku Bahasa Indonesia penting untuk semua peserta didik
127
b. Instrumen minat Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Contoh indikator minat terhadap pelajaran Bahasa Indonesia:
Memiliki catatan pelajaran Bahasa Indonesia.
Berusaha memahami Bahasa Indonesia
Memiliki buku Bahasa Indonesia
Mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
Contoh pernyataan untuk kuesioner: •
Catatan pelajaran Bahasa Indonesia saya lengkap
•
Catatan pelajaran Bahasa Indonesia saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
•
Saya selalu menyiapkan pertanyaan sebelum mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
•
Saya berusaha memahami mata pelajaran Bahasa Indonesia
•
Saya senang mengerjakan soal Bahasa Indonesia
•
Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran Bahasa Indonesia
c. Instrumen konsep diri Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.
128
Contoh indikator konsep diri:
Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik
Contoh pernyataan untuk instrumen:
Saya sulit mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia
Saya mudah memahami bahasa Inggris
Saya mudah menghapal suatu konsep.
Saya mampu membuat karangan yang baik
Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
Saya mampu membuat karya seni yang baik
Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.
d. Instrumen nilai Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk. Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
129
Definisi konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan. Contoh indikator nilai adalah:
Memiliki keyakinan akan peran sekolah
Menyakini keberhasilan peserta didik
Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat
Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik: •
Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk ditingkatkan.
•
Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
•
Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
•
Saya berkeyakinan sekolah tidak akan mampu mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
•
Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
•
Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah atas usahanya.
130
Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e. Instrumen Moral Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah: Memegang janji Memiliki kepedulian terhadap orang lain Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas Memiliki Kejujuran Contoh pernyataan untuk instrumen moral • Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati. • Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya. • Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya. • Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain. • Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu. • Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri. • Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya. • Bila bertemu guru, saya selalu memberikan salam, walau ia tidak melihat saya. • Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar. • Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.
131
3. Skala Instrumen Penilaian Afektif Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran Bahasa Indonesia 7 1.
Saya senang belajar Bahasa Indonesia
2.
Pelajaran Bahasa Indonesia bermanfaat
3.
Saya berusaha hadir tiap ada jam pelajaran
6
5
4
3
2
1
Bahasa Indonesia 4.
Saya berusaha memiliki buku pelajaran Bahasa Indonesia
5.
Pelajaran Bahasa Indonesia membosankan
Dst
Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran Bahasa Indonesia 1
Pelajaran Bahasa Indonesia bermanfaat
SS S
TS STS
2
Pelajaran Bahasa Indonesia sulit
SS S
TS STS
3
Tidak semua harus belajar Bahasa Indonesia
SS S
TS STS
4
Pelajaran Bahasa Indonesia harus dibuat mudah
SS S
TS STS
5
Sekolah saya menyenangkan
SS S
TS STS
Keterangan: SS : Sangat setuju S
: Setuju
TS : Tidak setuju STS : Sangat tidak setuju
132
Contoh skala beda Semantik: Pelajaran Bahasa Indonesia a
b
c
d
e
f
g
Menyenangkan
Membosankan
Sulit
Mudah
Bermanfaat
Sia-sia
Menantang
Menjemukan
Banyak
Sedikit
4. Sistem penskoran Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah instrumen Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen
jelas,
dan
pertanyaan/pernyataan
f) sudah
jumlah tepat
butir
sehingga
dan/atau tidak
panjang
menjemukan
kalimat untuk
dibaca/dijawab.
133
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen. Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan kata-kata.
Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu
mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif. Contoh pertanyaan yang bias: Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua? Contoh pertanyaan yang tidak bias: Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua? Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu: a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden b. Pertanyaannya jangan samar-samar c. Hindari pertanyaan yang bias. d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.
134
Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.
6. Merakit instrumen Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.
7. Ujicoba instrumen Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan
minimal 30 peserta didik, bisa
berasal dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu ketat.
135
Agar responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.
8. Analisis hasil ujicoba Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Perbaikan instrumen Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Pelaksanaan pengukuran Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak
136
terganggu satu sama lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
11. Penafsiran hasil pengukuran Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:
Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (4)
(3)
(2)
(1)
Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif
Sangat setuju - Setuju - Tidak setuju - Sangat tidak setuju. (1)
(2)
(3)
(4)
Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu. Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut.
137
Tabel 2. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik untuk 10 butir pernyataan, dengan rentang skor 10 – 40.
No.
Skor peserta didik
Kategori Sikap atau Minat
1.
Lebih besar dari 35
Sangat tinggi/Sangat baik
2.
28 sampai 35
Tinggi/Baik
3.
20 sampai 27
Rendah/Kurang
4.
Kurang dari 20
Sangat rendah/Sangat kurang
Keterangan Tabel 2: 1. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. 2. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. 3. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. 4. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.
138
Tabel 3 Kategorisasi sikap atau minat kelas No.
Skor rata-rata kelas
Kategori Sikap atau Minat
1.
Lebih besar dari 35
Sangat tinggi/Sangat baik
2.
28 sampai 35
Tinggi/Baik
3.
20 sampai 27
Rendah/Kurang
4.
Kurang dari 20
Sangat rendah/Sangat kurang
Keterangan: 1. Rata-rata skor kelas: jumlah skor semua peserta didik dibagi jumlah peserta didik di kelas ybs. 2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40 = 36, dan batas atasnya 40. 3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah: 0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35. 4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27. 5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20. Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah, maka peserta didik harus berusaha meningkatkan sikap dan minatnya dengan bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya.
139
Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas dan selanjutnya dikaitkan dengan profil prestasi belajar. Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik.
C. Observasi Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh akan lebih tepat.
140
PENUTUP Cukup banyak ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut. 1.
Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2.
Menentukan definisi operasional
3.
Menentukan indikator
4.
Menulis instrumen.
Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal 0,70. Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau sikap peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur
ranah
afektif yang lain.
141
PENILAIAN PSIKOMOTOR
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan). Pada umumnya penilaian yang dilakukan oleh pendidik lebih menekankan pada penilaian ranah kognitif. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pendidik kurang memahami penilaian ranah afektif dan psikomotor. Oleh karena itu perlu adanya acuan untuk mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
B.
Tujuan Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini disusun dengan tujuan agar guru: 1. memiliki kesamaan pemahaman mengenai penilaian psikomotor; 2. mampu mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
C.
Ruang Lingkup Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini membahas tentang penilaian psikomotor, pengembangan instrumen penilaian psikomotor dan pedoman penskorannya, serta pelaporan hasil penilaian psikomotor.
142
PENILAIAN PSIKOMOTOR
A. Pengertian Psikomotor Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu. Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang
143
memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan. Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik. Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan
144
tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila dibandingkan dengan ranah psikomotor.
B. Pembelajaran Psikomotor Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan. Oleh karena ada perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi pembelajarannya juga berbeda. Menurut Mills (1977), pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih melalui praktik secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau otomatis dilakukan. Sementara itu Goetz (1981) dalam penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang dilakukan berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemahiran keterampilan. Lebih lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa pengulangan saja tidak cukup menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun diperlukan umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan. Sekali berkembang maka kebiasaan itu tidak pernah mati atau hilang.
145
Sementara itu, Gagne (1977) berpendapat bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan ada dua macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk kondisi internal dapat dilakukan dengan cara (a) mengingatkan kembali bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan prosedur atau langkahlangkah gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk kondisi eksternal dapat dilakukan dengan (a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d) praktik, dan (e) umpan balik. Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills (1977) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik. Edwardes (1981) menjelaskan bahwa proses pembelajaran praktik mencakup tiga tahap, yaitu (a) penyajian dari pendidik, (b) kegiatan praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil kerja peserta didik. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi kunci adalah kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau pekerjaan dapat diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh, dalam memukul bola,
kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik
menempatkan bola pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan hanya sedikit namun hasilnya optimal. Contoh lain, dalam mengendorkan mur dari bautnya, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik memegang kunci pas secara tepat yakni di ujung kunci. Dengan cara ini tenaga yang dikeluarkan untuk mengendorkan mur jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengendoran mur dengan cara memegang kunci pas yang tidak tepat.
146
Dalam
proses
pembelajaran
keterampilan,
keselamatan
kerja
tidak
boleh
dikesampingkan, baik bagi peserta didik, bahan, maupun alat. Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran psikomotor. Guru harus menjelaskan keselamatan kerja kepada peserta didik dengan sejelas-jelasnya. Oleh karena kompetensi kunci dan keselamatan kerja merupakan dua hal penting dalam pembelajaran keterampilan, maka dalam penilaian kedua hal itu harus mendapatkan porsi yang tinggi.
C. Penilaian Hasil Belajar Psikomotor Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
147
148
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN PSIKOMOTOR
A. Jenis Perangkat Penilaian Psikomotor Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/ instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat berupa lembar observasi atau portofolio. Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang
diamati. Lembar
observasi dapat berbentuk daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang digunakan untuk menilai unjuk kerja peserta didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan kemampuan peserta didik dapat diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu.
B. Konstruksi Instrumen Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi 2 kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator atau lebih, dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator untuk soal psikomotor dapat mencakup lebih dari satu kata kerja operasional.
149
Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta didik pada soal ranah psikomotor perlu disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau portofolio. Tidak ada perbedaan mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa observasi atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun skala penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) hasil.
C. Penyusunan Rancangan Penilaian Sebaiknya guru merancang secara tertulis sistem penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan penilaian ini sifatnya terbuka, sehingga peserta didik, guru lain, dan kepala sekolah dapat melihatmya. Langkah-langkah penulisan rancangan penilaian adalah: 1. Mencermati silabus yang sudah ada 2. Menyusun rancangan sistem penilaian berdasarkan silabus yang telah disusun Selanjutnya, rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta didik pada awal semester. Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan guru semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip – prinsip penilaian.
D.
Penyusunan Kisi-kisi Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisikisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama. Contoh kisi-kisi soal ranah psikomotor adalah sebagai berikut.
150
CONTOH KISI-KISI PENILAIAN Jenis Sekolah
:
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran
:
Bahasa Indonesia
Jenis Tagihan
:
Ulangan Harian
Jumlah Soal/Waktu
:
1/30 menit
Standar Kompetensi : Bahan Kompetensi Dasar
kelas/ Sem
E.
Materi Pembelajaran
Indikator
Bentuk
Nomo
soal
r soal
Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan
pedoman
penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut.
1.
Penyusunan soal
151
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis soal ranah psikomotor adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah dibuat. Soal harus dijabarkan dari indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran. Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah semester dan akhir semester yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2.
Pedoman penskoran Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau skala penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja ini selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi atau skal penilaiannya sebagai berikut. a.
Mencermati soal.
b.
Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek keterampilan kunci.
c.
Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta didik, apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian
d.
Menuliskan
aspek-aspek
keterampilan
dalam
bentuk
pertanyaan/
pernyataan ke dalam tabel e.
Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa observasi untuk meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat
f.
Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh orang lain.
Langkah (f) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki validitas isi tinggi, sedangkan langkah (g) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki reliabilitas tinggi.
152
PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR
Tidak jauh berbeda dengan penilaian ranah kognitif, penilaian ranah psikomotor juga dimulai dengan pengukuran hasil belajar peserta didik. Perbedaan di antara keduanya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau tes perbuatan.
A.
Kriteria (Rubrics)
Kriteria atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik. Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong untuk mencapai prestasi sebaikbaiknya karena kriteria penilaiannya jelas.
153
Rubrik terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal 5, 4, 3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan hakikat kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada lembar skala penilaian sebagai berikut.
154
Berilah centang (√) di bawah skor 5 bila Anda anggap cara melakukan aspek keterampilan sangat tepat, skor 4 bila tepat, 3 bila agak tepat, 2 bila tidak tepat, dan skor 1 bila sangat tidak tepat untuk setiap aspek keterampilan di bawah ini! È kriteria (rubrik)
Nomor Butir
Aspek Keterampilan
Skor 5
4
3
2
1
Tampak dalam skala penilaian di atas bahwa penilai harus bekerja keras untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat tepat sehingga harus diberi skor 5, atau agak tepat sehingga skornya 3. Oleh karena itu, dalam menggunakan skala penilaian ini harus dilakukan secermat mungkin agar skor yang didapat menunjukkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
155
Sedikit berbeda dengan skala penilaian, skor yang ada di lembar daftar periksa observasi tidak banyak bervariasi, biasanya hanya dua pilihan, yaitu: ada atau “ya” dengan skor 1 dan “tidak” dengan skor 0. Kriteria (rubrik) dan penggunaannya pada datar periksa observasi dapat dilihat pada contoh berikut.
156
Berilah centang (√) di bawah kata “ya” bila aspek keterampilan yang dinyatakan itu muncul dan benar, dan berilah centang di bawah kata “tidak” bila aspek keterampilan itu muncul tetapi tidak benar atau aspek itu tidak muncul sama sekali. Kata “ya” diberi skor 1, dan kata “tidak” diberi skor 0. È kriteria (rubrik)
Nomor Butir
Aspek keterampilan
Jawaban Ya
Tidak
B. Penskoran dan Interpretasi Hasil Penilaian Hal pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan penskoran adalah ada atau tidak adanya perbedaan bobot tiap-tiap aspek keterampilan yang ada dalam skala penilaian atau daftar periksa observasi. Apabila tidak ada perbedaan bobot maka penskorannya lebih mudah. Skor akhir sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir penilaian.
157
Selanjutnya untuk menginterpretasikan, hasil yang dicapai dibandingkan dengan acuan atau kriteria. Oleh karena pembelajaran ini menggunakan pendekatan belajar tuntas
dan
berbasis
kompetensi
maka
acuan
yang
digunakan
untuk
menginterpretasikan hasil penilaian kinerja dan hasil kerja peserta didik adalah acuan kriteria.
158
N O
PERNYATAAN 5
SKOR HASIL
SKOR
PENILAIAN
BUTI
4
3
2
1
R
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
159
16 17 18 19 20 JUMLAH
C. Analisis Hasil Penilaian Penilaian yang diselenggarakan oleh pendidik mempunyai banyak kegunaan, baik bagi peserta didik, satuan pendidikan, ataupun bagi pendidik sendiri. Secara rinci dapat dijelaskan manfaat penilaian, yaitu: 1. mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke Kompetensi Dasar. 2. mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik. 3. mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik. 4. mendorong peserta didik belajar/berlatih. 5. mendorong pendidik untuk mengajar dan mendidik lebih baik. 6. mengetahui keberhasilan satuan pendidikan dan mendorongnya untuk berkarya lebih terfokus dan terarah.
Untuk mendapatkan manfaat seperti yang telah dijelaskan di atas maka perlu dilakukan analisis terhadap hasil tes/penilaian yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya yaitu dengan membuat tabel spesifikasi yang dapat menunjukkan kompetensi dasar, indikator, atau aspek keterampilan mana yang belum dikuasai oleh peserta didik. Selanjutnya, aspek keterampilan yang
160
belum dikuasai itu dituliskan dalam kolom keterangan. Contoh analisis hasil tes dapat dilihat pada tabel berikut.
161
Tabel 2. Contoh tabel analisis hasil tes Jenis Sekolah
: Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran
: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester
: X/I
Jenis ujian
: Ulangan Harian
Nama Peserta didik: Badar Jumlah Jumlah Kompetensi
butir
butir
Dasar
yang
yang
diujikan
betul
Persentase keber- Penguasaan
Keterangan
hasilan
D. Laporan Hasil Penilaian Hasil belajar peserta didik mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu laporan hasil belajar peserta didik juga harus mencakup ketiga ranah tersebut. Informasi ranah afektif dapat diperoleh melalui kuesioner atau pengamatan yang sistematik. Informasi ranah kognitif dan psikomotor diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran, sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Jadi tidak semua mata pelajaran memiliki nilai untuk ranah psikomotor.
162
Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua orang ini tampak sama walau
sebenarnya karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain
itu, ada informasi penting yang hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu. Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi, tetapi kemampuan psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja pada bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak dituntut harus melakukan kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena itu, laporan hasil belajar harus dinyatakan dalam tiga ranah tersebut. Laporan hasil belajar peserta didik untuk setiap akhir semester berupa rapor yang disampaikan kepada orang tua peserta didik. Untuk meningkatkan akuntabilitas satuan pendidikan, hasil belajar peserta didik dilaporkan kepada dinas pendidikan, dan sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat. Laporan ini dapat berupa laporan perkembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan di tempat pengumuman sekolah.
PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
163
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Direktorat Pembinaan SMA - Subdirektorat Pembelajaran adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Kebijakan pemerintah tersebut mengamanatkan kepada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Pada kenyataannya dalam melaksanakan KTSP termasuk sistem penilaiannya, banyak pendidik yang masih mengalami kesulitan untuk menyusun tes dan mengembangkan butir soal yang valid dan reliabel. Oleh karena itu, Direktorat Pembinaan SMA membuat berbagai panduan pelaksanaan KTSP yang salah satu di antaranya adalah panduan penyusunan butir soal.
B.
Tujuan
164
Tujuan penyusunan panduan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru khususnya dalam penulisan butir soal.
Setelah mempelajari panduan ini
diharapkan para guru dapat menyusun kisi-kisi dengan benar dan mengemabngkan butir soal yang valid dan reliabel.
C.
Ruang Lingkup Ruang lingkup yang dibahas dalam panduan ini meliputi penilaian berbasis kompetensi, teknik, alat penilaian dan prosedur pengembangan tes, penyusunan kisikisi, dan penyusunan butir soal.
PENILAIAN BERBASIS KOMPETENSI
A. Pengertian Penilaian berbasis kompetensi merupakan teknik evaluasi yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran di sekolah. Teknik dan pelaksanaannya diatur di dalam: •
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
•
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
•
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
•
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
•
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di dalam Standar Isi menjadi fokus perhatian utama dalam penilaian.
165
B. Bentuk dan Proses Penilaian Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja (performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian nontes contohnya seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tes perbuatan dan penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan (observasi). Langkah-langkah pengembangan tes meliputi (1) menentukan tujuan penilaian, (2) menentukan kompetensi yang diujikan (3) menentukan materi penting pendukung kompetensi (urgensi, kontinuitas, relevansi, keterpakaian), (4) menentukan jenis tes yang tepat (tertulis, lisan, perbuatan), (5) menyusun kisi-kisi, butir soal, dan pedoman penskoran, (6) melakukan telaah butir soal. Penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan dengan langkah-langkah (1) menentukan tujuan penilaian, (2) menentukan kompetensi yang diujikan, (3) menentukan aspek yang diukur, (4) menyusun tabel pengamatan dan pedoman penskorannya, (5) melakukan penelaahan.
C. Kriteria Bahan Ulangan/Ujian Bahan ulangan/ujian yang akan digunakan hendaknya menenuhi dua kriteria dasar berikut ini. 1. adanya kesesuaian materi yang diujikan dan target kompetensi yang harus dicapai melalui materi yang diajarkan. Hal ini dapat memberikan informasi tentang siapa atau peserta didik mana yang telah mencapai tingkatan pengetahuan tertentu yang disyaratkan sesuai dengan target kompetensi dalam silabus/kurikulum dan dapat memberikan informasi mengenai apa dan seberapa banyak materi yang telah dipelajari peserta didik. Berdasarkan ilmu pengukuran pendidikan, ujian yang
166
bahannya tidak sesuai dengan target kompetensi yang harus dicapai bukan saja kurang memberikan informasi tentang hasil belajar seorang peserta didik, melainkan juga tidak menghasilkan umpan balik bagi penyempurnaan proses belajar-mengajar. 2. bahan ulangan/ujian hendaknya menghasilkan informasi atau data yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan standar sekolah, standar wilayah, atau standar nasional melalui penilaian hasil proses belajar-mengajar.
D. Soal yang Bermutu Bahan ujian atau soal yang bermutu dapat membantu pendidik
meningkatkan
pembelajaran dan memberikan informasi dengan tepat tentang peserta didik mana yang belum atau sudah mencapai kompetensi. Salah satu ciri soal yang bermutu adalah bahwa soal itu dapat membedakan setiap kemampuan peserta didik. Semakin tinggi kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, semakin tinggi pula peluang menjawab benar soal atau mencapai kompetensi yang ditetapkan. Makin rendah kemampuan peserta didik dalam memahami materi pembelajaran, makin kecil pula peluang menjawab benar soal untuk mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan. Syarat soal yang bermutu adalah bahwa soal harus sahih (valid), dan handal. Sahih maksudnya bahwa setiap alat ukur hanya mengukur satu dimensi/aspek saja. Mistar hanya mengukur panjang, timbangan hanya mengukur berat, bahan ujian atau soal PKn
hanya
mengukur
materi
pembelajaran
PKn
bukan
mengukur
keterampilan/kemampuan materi yang lain. Handal maksudnya bahwa setiap alat ukur harus dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat, cermat, dan ajeg. Untuk dapat menghasilkan soal yang sahih dan handal, penulis soal harus merumuskan kisikisi dan menulis soal berdasarkan kaidah penulisan soal yang baik (kaidah penulisan soal bentuk objektif/pilihan ganda, uraian, atau praktik).
167
Linn dan Gronlund (1995: 47) menyatakan bahwa tes yang baik harus memenuhi tiga karakteristik, yaitu: validitas, reliabilitas, dan usabilitas. Validitas artinya ketepatan interpretasi hasil prosedur pengukuran, reliabilitas artinya konsistensi hasil pengukuran, dan usabilitas artinya praktis prosedurnya. Di samping itu, Cohen dkk. (1992: 28) juga menyatakan bahwa tes yang baik adalah tes yang valid artinya mengukur apa yang hendak diukur. Nitko (1996 : 36) menyatakan bahwa validitas berhubungan dengan interpretasi atau makna dan penggunaan hasil pengukuran peserta didik. Messick (1993: 13) menjelaskan bahwa validitas tes merupakan suatu integrasi pertimbangan evaluatif derajat keterangan empiris yang mendasarkan pemikiran teoritis yang mendukung ketepatan dan kesimpulan berdasarkan pada skor tes. Adapun validitas dalam model Rasch adalah sesuai atau fit dengan model (Hambleton dan Swaminathan, 1985: 73). Messick (1993: 16) menyatakan bahwa validitas secara tradisional terdiri dari: (1) validitas isi, yaitu ketepatan materi yang diukur dalam tes; (2) validitas criterionrelated, yaitu membandingkan tes dengan satu atau lebih variabel atau kriteria, (3) valitidas prediktif, yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan alat lain yang dilakukan kemudian; (4) validitas serentak (concurrent), yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan dua alat ukur lainnya yang dilakukan secara serentak; (5) validitas konstruk, yaitu ketepatan konstruksi teoretis yang mendasari disusunnya tes. Linn dan Gronlund (1995 : 50) menyatakan hahwa valilitas terdiri dari: (1) konten. (2) testcriterion relationship, (3) konstruk, dan (4) consequences, yaitu ketepatan penggunaan hasil pengukuran. Sedangkan menurut Oosterhof (190 : 23) yang mengutip berdasarkan "Standards for Educational and Psychological Testing, 1985" yang didukung oleh Ebel dan Frisbie (1991 : 102-109), serta Popham (1995 : 43) bahwa tipe validitas adalah validitas: (1) content, (2) criterion, dan (3) construction. Di samping validitas, informasi tentang reliabilitas tes sangat diperlukan. Nitko (1999 : 62) dan Popham (1995 : 21) menyatakan bahwa reliabilitas berhubungan dengan konsistensi hasil pengukuran. Pernyataan ini didukung oleh Cohen dkk, yaitu bahwa
168
reliabilitas merupakan persamaan dependabilitas atau konsistensi (Cohen dkk : 192 : 132) karena tes yang memiliki konsistensi/reliabilitas tinggi, maka tesnya adalah akurat, reproducible; dan gereralizable terhadap kesempatan testing dan instrumen tes yang sama. (Ebel dan Frisbie (1991 : 76). Faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan tes adalah: (1) banyak butir, (2) homogenitas materi tes, (3) homogenitas karakteristik butir, dan (4) variabilitas skor. Reliabilitas yang berhubungan dengan peserta didik dipengaruhi oleh faktor: (1) heterogenitas kelompok, (2) pengalaman peserta didik mengikuti tes, dan (3) motivasi peserta didik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan administrasi adalah batas waktu dan kesempatan menyontek (Ebel dan Frisbie, 1991: 88-93). Linn dan Gronlund menyatakan bahwa metode estimasi dapat dilakukan dengan mempergunakan: (1) metode test-retest, yaitu diberikan tes yang sama dua kali pada kelompok yang sama dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas; (2) metode equivalent form, yaitu diberikan dua tes paralel pada kelompok yang sama dan waktu yang sama; tujuannya adalah pengukuran menjadi ekuivalen; (3) metode test-retest dengan equivalen form, yaitu diberikan dua tes paralel pada kelompok yang sama dengan interval waktu; tujuannya adalah pengukuran stabilitas dan ekuivalensi; (4) metode split-half, yaitu diberikan tes sekali, kemudian skor pada butir yang ganjil dan genap dkorelasikan dengan menggunakan rumus SpearmanBrown; tujuannya adalah pengukuran konsistensi internal; (5) metode KuderRichardson dan koefisien Alfa, yaitu diberikan tes sekali kemudian skor total tes dihitung dengan rumus Kuder-Richardson, tujuannya adalah pengukuran konsistensi internal; (6) metode inter-rater, yaitu diberikan satu set jawaban peserta didik untuk diskor/judgement oleh 2 atau lebih rater; tujuannya adalah pengukuran konsistensi rating. Menurut Popham (1995: 22), reliabilitas terdiri dari 3 jenis yaitu: (1) stabilitas, yaitu konsistensi hasil di antara kesempatan testing yang berbeda, (2) format bergantian (alternate form), yaitu konsistensi hasil di antara dua atau lebih tes yang berbeda, (3) internal konsistensi, yaitu konsistensi melalui suatu pengukuran fungsi butir instrumen.
169
Reliabilitas skor tes dalam teori respon butir adalah penggunaan fungsi informasi tes. Menurut Hambleton dan Swaminathan (1985: 236), pengukuran fungsi informasi tes lebih akurat bila dibandingkan dengan penggunaan reliabilitas karena: (1) bentuknya tergantung hanya pada butir-butir dalam tes, (2) mempunyai estimasi kesalahan pengukuran pada setiap level abilitas. Pernyataan ini didukung oleh Gustafson (1981 : 41), yaitu bahwa konsep reliabilitas dalam model Rasch memerankan bagian subordinate sebab model pengukuran ini diorientasikan pada estimasi kemampuan individu. Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas tes perlu dilakukan analisis butir soal. Kegunaan analisis butir soal di antaranya adalah: (1) dapat membantu para pengguna tes dalam evaluasi atas tes yang diterbitkan, (2) sangat relevan bagi penyusunan tes informal dan lokal seperti kuis, ulangan yang disiapkan guru untuk peserta didik di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas (Anastasi dan Urbina, 1997: 172).
TEKNIK PENILAIAN DAN PROSEDUR PENGEMBANGAN TES
A. Teknik Penilaian
170
Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan pendidik sebagai sarana untuk memperoleh informasi tentang keadaan belajar peserta didik. Penggunaan berbagai teknik dan alat itu harus disesuaikan dengan tujuan penilaian, waktu yang tersedia, sifat tugas yang dilakukan peserta didik, dan banyaknya/jumlah materi pembelajaran yang sudah disampaikan. Teknik penilaian adalah metode atau cara penilaian yang dapat digunakan guru untuk rnendapatkan informasi. Teknik penilaian yang memungkinkan dan dapat dengan mudah digunakan oleh guru, misalnya: (1) tes (tertulis, lisan, perbuatan), (2) observasi atau pengamatan, (3) wawancara. 1. Teknik penilaian melalui tes a. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) tes objektif, misalnya bentuk pilihan panda, jawaban singkat atau isian, benar salah, dan bentuk menjodohkan; 2) tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif (penskorannya sulit dilakukan secara objektif). b. Tes lisan Tes lisan yakni tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung antara pendidik dan peserta didik. Tes ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah: (1) dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik, sikap, serta kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung; (2) bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering
171
mengalami kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud; (3) hasil tes dapat langsung diketahui peserta didik. Kelemahannya adalah (1) subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes, (2) waktu pelaksanaan yang diperlukan relatif cukup lama. c. Tes perbuatan Tes perbuatan yakni tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja. Penilaian tes perbuatan dilakukan sejak peserta didik melakukan persiapan, melaksanakan tugas, sampai dengan hasil yang dicapainya. Untuk menilai tes perbuatan pada umumnya diperlukan sebuah format pengamatan, yang bentuknya dibuat sedemikian rupa agar pendidik dapat menuliskan angka-angka yang diperolehnya pada tempat yang sudah disediakan. Bentuk formatnya dapat disesuaikan menurut keperluan. Untuk tes perbuatan yang sifatnya individual, sebaiknya menggunakan format pengamatan individual. Untuk tes perbuatan yang dilaksanakan secara kelompok digunakan format tertentu yang sudah disesuaikan untuk keperluan pengamatan kelompok. 2. Teknik penilaian melalui observasi atau pengamatan Observasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan pendidik untuk mendapatkan informasi tentang peserta didik dengan cara mengamati tingkah laku dan kemampuannya selama kegiatan observasi berlangsung. Observasi dapat ditujukan kepada peserta didik secara perorangan atau kelompok. Dalam kegiatan observasi perlu disiapkan format pengamatan. Format pengamatan dapat berisi: (1) perilaku-perilaku atau kemampuan yang akan dinilai, (2) batas waktu pengamatan. 3. Teknik penilaian melalui wawancara
172
Teknik wawancara pada satu segi mempunyai kesamaan arti dengan tes lisan yang telah diuraikan di atas. Teknik wawancara ini diperlukan pendidik untuk tujuan mengungkapkan atau menanyakan lebih lanjut hal-hal yang kurang jelas informasinya. Teknik wawancara ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk menelusuri kesukaran yang dialami peserta didik tanpa ada maksud untuk menilai. Setiap teknik penilaian harus dibuatkan instrumen penilaian yang sesuai. Tabel berikut menyajikan teknik penilaian dan bentuk instrumen. Tabel 1. Teknik Penilaian dan Bentuk Instrumen Teknik Penilaian • Tes tertulis
Bentuk Instrumen • Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan dll. • Tes isian: isian singkat dan uraian
• Tes lisan
• Daftar pertanyaan
• Tes praktik (tes kinerja)
• Tes identifikasi • Tes simulasi • Tes uji petik kinerja
• Penugasan individual atau kelompok
• Pekerjaan rumah • Projek
• Penilaian portofolio
• Lembar penilaian portofolio
• Jurnal
• Buku cacatan jurnal
• Penilaian diri
• Kuesioner/lembar penilaian diri
173
2.
• Penilaian antarteman
• Lembar penilaian antarteman
B. Prosedur Pengembangan Tes Sebelum menentukan teknik dan alat penilaian, penulis soal perlu menetapkan terlebih dahulu tujuan penilaian dan kompetensi dasar yang hendak diukur. Adapun proses penentuannya secara lengkap dapat dilihat pada bagan berikut ini.
174
MENENTUKAN TUJUAN PENILAIAN
MEMPERHATIKAN STANDAR KOMPETENSINYA
MENENTUKAN KD-NYA (KD1 + KD2 + KD3 DLL)
TES
NON TES
MENENTUKAN MATERI PENTING/ PENDUKUNG KD : UKRK
TEPAT DIUJIKAN SECARA TERTULIS/LISAN?
TEPAT
BENTUK OBJEKTIF (PG, ISIAN, DLL)
- PENGAMATAN/ OBSERVASI (SIKAP, PORTFOLIO, LIFE SKILLS) - TES SIKAP - DLL
TIDAK TEPAT
BENTUK URAIAN
TES PERBUATAN
-
KINERJA (PERFORMANCE) PENUGASAN (PROJECT) HASIL KARYA (PRODUCT) DLL
IKUTI KAIDAH PENULISAN SOAL DAN SUSUNLAH PEDOMAN PENSKORANNYA Keterangan:
KD = Kompetensi Dasar KD1 + KD2 = Gabungan antar kompetensi dasar UKRK = Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, Keterpakaian
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan sebagai berikut.
175
1. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar, lingkup materi/kompetensi
yang
ditanyakan/diukur
disesuaikan
seperti
untuk
kuis/menanyakan materi yang lalu, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu/kelompok, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, laporan kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik. 2. Memperhatikan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Standar kompetensi merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan kompetensi dasar. 3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya. Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai pendukung kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus mempertimbangkan
urgensi
(wajib
dikuasai
peserta
didik),
kontinuitas
(merupakan materi lanjutan), relevansi (bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari tinggi (UKRK). Langkah selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan apakah materi tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka materi yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes perbuatan: kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau lainnya. 4. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Dalam menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.
176
C. Penentuan Materi Penting Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyiapkan bahan ulangan/ujian adalah menentukan kompetensi dan materi yang akan diujikan. Setelah menentukan kompetensi yang akan diukur, maka langkah berikutnya adalah menentukan materi yang akan diujikan. Penentuan materi yang akan diujikan sangat penting karena di dalam satu tes tidak mungkin semua materi yang telah diajarkan dapat diujikan dalam waktu yang terbatas, misalnya satu atau dua jam. Oleh karena itu, setiap guru harus menentukan materi mana yang sangat penting dan penunjang, sehingga dalam waktu yang sangat terbatas, materi yang diujikan hanya menanyakan materi-materi yang sangat penting saja. Materi yang telah ditentukan harus dapat diukur sesuai dengan alat ukur yang akan digunakan yaitu tes atau non-tes. Penentuan materi penting dilakukan dengan memperhatikan kriteria: 1. Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik, 2. Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya, 3. Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami, mata pelajaran lain, 4. Keterpakaian, yaitu rnateri yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
PENYUSUNAN KISI-KISI DAN BUTIR SOAL
A. Jenis Perilaku yang Dapat Diukur Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, di antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M. Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan Gronlund.
177
1. Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan; (2) Pemahaman di antaranya seperti:
membedakan,
mengubah, memberi contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti: menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan, mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan. 2. Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3) perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi. 3. Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat (focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan
menghasilkan
keterampilan
baru,
seperti:
menyimpulkan,
memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu (integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai, seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian. 4. Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi, generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan; (3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan
motorist
melaksanakan/menjalankan
sesuatu;
(5)
sikap:
kemampuan untuk memilih sesuatu. Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab, (3) menilai. 6. Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de
178
Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai. 7. Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut. a. Membandingkan -
Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
-
Bandingkan dua cara berikut tentang ....
b. Hubungan sebab-akibat -
Apa penyebab utama ...
-
Apa akibat …
c. Memberi alasan (justifying) -
Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
-
Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
d. Meringkas -
Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
-
Ringkaslah dengan tepat isi …
e. Menyimpulkan
f.
-
Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
-
Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
Berpendapat (inferring) -
Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
-
Apa reaksi A terhadap …
g. Mengelompokkan -
Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
-
Apakah hal berikut memiliki ...
h. Menciptakan
i.
-
Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
-
Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila ....
Menerapkan -
Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
-
Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
179
j.
Analisis -
Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
-
Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
k.
l.
Sintesis -
Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
-
Tuliskan sebuah laporan ...
Evaluasi -
Apakah kelebihan dan kelemahan ....
-
Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
B. Penentuan Perilaku yang Akan Diukur Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang akan diukur, pada Kurikulum Berbasis Kompetensi tergantung pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula menyusunnya. Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku itu, dipilih satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan kemampuan peserta didik di kelas.
C.
Penentuan dan Penyebaran Soal
180
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini. Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil
No
Kompetensi
Jumlah soal tes
Jumlah
tulis
soal
Materi
Dasar
PG
Uraian
Praktik
1
1.1 ............
...........
6
--
--
2
1.2 ............
...........
3
1
--
3
1.3 ............
...........
4
--
1
4
2.1 ............
...........
5
1
--
5
2.2 ............
...........
8
1
--
6
3.1 ............
...........
6
--
1
7
3.2 ...........
...........
--
2
--
8
3.3 ..........
...........
8
--
--
40
5
2
Jumlah soal
D. Penyusunan Kisi-kisi Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
181
Jenis sekolah : ………………………
Jumlah soal
:
……………………… Mata pelajaran :
……………………… Bentuk
soal/tes
: ..................
Kurikulum
: ………………………
Penyusun
: 1.
………………… Alokasi waktu : ………………………
2.
…………………
No.
Standar
Kompetensi
Kls/
Materi
Indikator
Nomor
Kompetensi
Dasar
smt
pokok
soal
soal
Keterangan: Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini. 1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional. 2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami. 3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
E.
Perumusan Indikator Soal
182
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik: 1. menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat, 2. menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan, 3. dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda). Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B = behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan), dan D = degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).
(1) Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat pernyataan yang sama artinya. Soal :
(Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya satu
kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi
183
hari.") Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut: a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini. b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini, d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini Kunci: d (2) Contoh model kedua Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai uang. Soal :
Penulisan nilai uang yang benar adalah ....
a. Rp 125,b. RP 125,00 c. Rp125 d. Rp125. Kunci: b
F. Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3) menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal, (11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
184
G. Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian. Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain. Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.
H. Penulisan Soal Bentuk Uraian Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun
185
kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji. Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut. 3 SESUAI
2 CUKUP/SEDANG
Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan
1 TIDAK SESUAI
0-3
Skor -
Sesuai
3
-
Cukup/sedang
2
-
Tidak sesuai
1
-
Kosong
0
Atau skala seperti berikut: 186
5
4
3
2
1
SS
S
C
TS
STS
Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan
0 - 5 Skor
Skor -
Sangat Sesuai
5
-
Sesuai
4
-
Cukup/sedang
3
-
Tidak sesuai
2
-
Sangat tidak sesuai
1
-
Kosong
0
Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah
penulisannya.
Untuk
memudahkan
pengelolaan,
perbaikan,
dan
pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. Contoh format soal bentuk uraian
dan
format
penskorannya
adalah
seperti
berikut
ini.
187
KARTU SOAL Jenis Sekolah
: ……………………............
Penyusun
: 1.
…………………… Mata Pelajaran
: ……………………...........
2.
…………………… Bahan Kls/Smt
: ……………………............
3.
…………………… Bentuk Soal
: ……………………............
Tahun Ajaran :
………………………. Aspek yang diukur : ……………………............
KOMPETENSI
BUKU SUMBER:
DASAR RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL:
INDIKATOR SOAL
188
KETERANGAN SOAL NO
DIGUNAKAN TANGG JUMLAH UNTUK
AL
SISWA
TK DP
PROPORSI PEMILIH
KET.
ASPEK A B C D E
OM T
FORMAT PEDOMAN PENSKORAN NO
KUNCI/KRITERIA JAWABAN
SOAL
SKOR
Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, (2) pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran. Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut. 1. Materi a. Soal harus sesuai dengan indikator. b.
Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c.
Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
2. Konstruksi a.
Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b.
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. 189
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya. d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi. 3. Bahasa a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif. b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku). c.
Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu. e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.
H. Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga menuliskan pengecohnya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu format. Adapun formatnya seperti berikut ini.
190
KARTU SOAL Jenis Sekolah
: ………………………………. Penyusun : 1.
Mata Pelajaran
: ……………………………….
2.
Bahan Kls/Smt
: ……………………………….
3.
Bentuk Soal
: ……………………………….
Tahun Ajaran
: ……………………………….
Aspek yang diukur : ……………………………….
KOMPETENSI
BUKU SUMBER
DASAR RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL: KUNCI
:
INDIKATOR SOAL
191
KETERANGAN SOAL NO DIGUNAKAN TANGGA JUMLAH TK DP PROPORSI PEMILIH UNTUK
L
KET.
SISWA A B C D E OMT
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya. Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang benar dari pilihan jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), (2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh. Perhatikan contoh berikut!
Perhatikan iklan berikut Dasar pertanyaan stimulus
Dijual sebidang tanah di Bekasi. Luas 4 ha. Baik untuk industri. Hubungi telp. 777777
Pokok soal (tem)
Iklan ini termasuk jenis iklan …… (.) tanda akhir kalimat
Pilihan jawaban (Option)
a. permintaan b. propaganda c. pengumuman d. penawaran *
Pengecoh (distractor) Kunci jawaban
(...) tanda ellipsis (pernyataan yang sengaja dihilangkan)
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini. 1. Materi a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi192
kisi. b. Pengecoh harus bertungsi c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban. 2. Konstruksi a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja. c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar. d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri. e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi. f.
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
193
merupakan kunci jawaban. g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen. h. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban. i.
Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j.
Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k. Butir
soal
jangan
bergantung
pada
jawaban
soal
sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya. 3. Bahasa/budaya a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3)
194
anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca. b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik. c. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
195
PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK TES PERBUATAN
A. Pengertian Tes perbuatan atau tes praktik merupakan suatu tes yang penilaiannya didasarkan pada perbuatan/praktik peserta didik. Sebelum menulis butir soal untuk tes perbuatan, guru dapat mengecek dengan pertanyaan berikut. Tepatkah kompetensi (yang akan diujikan) diukur dengan tes tertulis? Jika jawabannya tepat, kompetensi yang bersangkutan tidak tepat diujikan dengan tes perbuatan/praktik. Dalam menilai perbuatan/kegiatan/praktik peserta didik dapat digunakan beberapa jenis penilaian perbuatan di antaranya adalah penilaian kinerja (performance), penugasan (project), dan hasil karya (product).
B. Kaidah Penulisan Butir Soal Tes Perbuatan Dalam menulis butir soal untuk tes perbuatan, penulis soal harus mengetahui konsep dasar penilaian perbuatan/praktik. Maksudnya pernyataan dalam soal harus disusun dengan pernyataan yang betul-betul menilai perbuatan/praktik, bukan menilai yang lainnya. Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal, perhatikan terlebih dahulu kompetensi dari materi yang akan ditanyakan. Penilaian
penugasan
merupakan
penilaian
tugas
(meliputi:
pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus diselesaikan peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi, dan (3) keaslian.
196
Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan, gambar, patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap persiapan: pemilihan dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi: prosedur kerja, dan (3) tahap akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya. Di samping itu, guru dapat memberikan penilaian pada pembuatan produk rancang bangun/perekayasaan teknologi tepat guna misalnya melalui: (1) adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi. Kaidah penulisan soal tes perbuatan adalah seperti berikut. 1. Materi a. Soal harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan). b. Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus sesuai. c. Materi
sesuai
dengan
kompetensi
(urgensi,
relevansi,
kontinuitas,
keterpakaian sehari-hari tinggi). d. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas. 2. Konstruksi a. Menggunakan
kata
tanya
atau
perintah
yang
menuntut
jawaban
perbuatan/praktik. b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. c. Disusun pedoman penskorannya. d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca 3. Bahasa/Budaya a. Rumusan kalimat soal komunikatif b. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku. c. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
197
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu. e. Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.
C. Penulisan Soal Penilaian Kinerja (Performance Assessment) Penilaian kinerja merupakan penilaian yang meminta peserta didik untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam konteks yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam menulis butir soal, perhatikan terlebih dahulu kompetensi dari materi yang akan ditanyakan.
D. Penulisan Soal Penilaian Penugasan (Project) Penilaian
penugasan
merupakan
penilaian
tugas
(meliputi:
pengumpulan,
pengorganisasian, pengevaluasian, dan penyajian data) yang harus diselesaikan peserta didik (individu/kelompok) dalam waktu tertentu. Adapun aspek yang dinilai di antaranya meliputi kemampuan (1) pengelolaan, (2) relevansi, dan (3) keaslian.
E. Penulisan Soal Penilaian Hasil Karya (Product) Penilaian hasil karya merupakan penilaian keterampilan peserta didik dalam membuat suatu produk benda tertentu seperti hasil karya seni, misal lukisan, gambar, patung, dll. Aspek yang dinilai di antaranya meliputi: (1) tahap persiapan: pemilihan dan cara penggunaan alat, (2) tahap proses/produksi: prosedur kerja, dan (3) tahap akhir/hasil: kualitas serta estetika hasil karya. Di samping itu, guru dapat memberikan penilaian pada pembuatan produk rancang bangun/perekayasaan teknologi tepat guna misalnya melalui: (1) adopsi, (2) modifikasi, atau (3) difusi.
PENULISAN BUTIR SOAL UNTUK INSTRUMEN NON-TES
198
A. Pengertian
Instrumen non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang dapat digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi (seperti catatan harian, portofolio, life skill) dan instrumen tes sikap, minat, dsb. Pada prinsipnya, prosedur penulisan butir soal untuk instrumen non-tes adalah sama dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu menyusun kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan kisi--kisinya, telaah, validasi butir, uji coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji coba. Namun, dalam proses awalnya, sebelum menyusun
kisi-kisi
tes
terdapat
perbedaan
dalam
menentukan
validitas
isi/konstruknya. Dalam tes prestasi belajar, validitas isi diperoleh melalui kurikulum dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas isi/konstruknya diperoleh melalui "teori". Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 932)
B. Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang sesuai dengan kompetensi yang hendak diukur. Pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan antara lain lembar pengamatan, penilaian portofolio dan penilaian kecakapan hidup. Pelaksanaan pengamatan sikap dapat dilakukan guru pada sebelum mengajar, saat mengajar, dan sesudah mengajar. Perilaku minimal yang dapat dinilai dengan pengamatan untuk perilaku/budi pekerti peserta didik, misalnya: ketaatan pada ajaran agama, toleransi, disiplin, tanggung jawab, kasih sayang, gotong royong, kesetiakawanan, hormat-menghormati, sopan santun, dan jujur.
199
Portofolio merupakan deskripsi peta perkembangan kemampuan individu peserta didik. Jadi portofolio merupakan ”kartu sehat” individu peserta didik. Bila ada peserta didik yang ”sakit”, tugas guru adalah (1) menentukan penyakitnya apa, kemudian (2) memberi obat yang tepat agar peserta didik cepat sembuh dari penyakitnya.
C.
Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Non-tes Dalam kisi-kisi non-tes biasanya formatnya berisi dimensi, indikator, jumlah butir soal per indikator, dan nomor butir soal. Formatnya seperti berikut ini. JUMLAH SOAL NO
DIMENSI
INDIKATOR
PER INDIKATOR
NOMOR SOAL
JUMLAH SOAL =
Untuk mengisi kolom dimensi dan indikator, penulis soal harus mengetahui terlebih dahulu validitas konstruknya yang disusun/dirumuskan melalui teori. Cara termudah untuk mendapatkan teori adalah membaca beberapa buku, hasil penelitian, atau mencari informasi lain yang berhubungan dengan variabel atau tujuan tes yang dikehendaki. Oleh karena itu, peserta didik atau responden yang hendak mengerjakan tes ini (instrumen non-tes) tidak perlu mempersiapkan/belajar materi yang hendak diteskan terlebih dahulu seperti pada tes prestasi belajar. Setelah teori diperoleh dari berbagai buku, maka langkah selanjutnya adalah menyimpulkan teori itu dan merumuskan mendefinisikan (yaitu definisi konsep dan 200
definisi operasional) dengan kata-kata sendiri berdasarkan pendapat para ahli yang diperoleh dari beberapa buku yang telah dibaca. Definisi tentang teori yang dirumuskan inilah yang dinamakan konstruk. Berdasarkan konstruk yang telah dirumuskan itu, langkah selanjutnya adalah menentukan dimensi (tema-objek/hal-hal pokok yang menjadi pusat tinjauan teori), indikator (uraian/rincian dimensi yang akan diukur), dan penulisan butir soal berdasarkan indikatornya. Untuk lebih memudahkan dalam menyusun kisi-kisi tes, perhatikan alur urutannya seperti pada bagan berikut.
TEORI (Dari hasil penelitian/ pendapat dari: 1. Buku A 2. Buku B 3. Buku C 4. Buku D 5. Buku E dst
KONSTRUK - Definisi konsep - Definisi Operasional
DIMENSI
INDIKATOR
SOAL
Berdasarkan bagan di atas, penulis soal dapat dengan mudah mengecek apakah instrumen tesnya atau butir-butir soal sudah sesuai dengan indikatornya atau belum. Misalnya soal nomor 1 sampai dengan soal terakhir berasal darimana? Dari indikator. Indikator dari mana? Dari dimensi. Rumusan dimensi darimana? Dari konstruk. Rumusan konstruk darimana? Dari teori. Jadi kesimpulannya instrumen tes yang telah disusun merupakan alat ukur yang (sudah tepat atau belum tepat) mewakili teori.
D.
Kaidah Penulisan Soal Dalam penulisan soal pada instrumen non-tes, penulis butir soal harus memperhatikan ketentuan/kaidah penulisannya. Kaidahnya adalah seperti berikut ini. 1. Materi a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
201
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek kognisi, afeksi atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya). 2. Konstruksi a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas. b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja. c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda. d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu. e. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta. f.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden. h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap. i.
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j.
Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata. Gunakanlah seperlunya.
3. Bahasa/Budaya a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik atau responden. b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku. c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
202
E. Contoh Penulisan Kisi-kisi Non-Tes dan Butir soal Dalam bagian ini disajikan beberapa contoh penulisan kisi-kisi tes dan penulisan butir soal yang sangat sederhana. Tujuan utamanya adalah agar contoh-contoh ini mudah dipahami oleh para guru di sekolah. Contoh yang akan disajikan adalah penulisan kisi-kisi dan butir soal untuk tes skala sikap, tes minat belajar, tes motivasi berprestasi, dan tes kreativitas. Untuk contoh instrumen non-tes lainnya, para guru dapat menyusunnya sendiri yang proses penyusunannya adalah sama dengan contoh yang ada di sini. 1. Tes Skala Sikap
Berbagai definisi tentang sikap yang telah dikemukakan oleh para ahli, di antaranya adalah Mueller (1986: 3) yang menyampaikan 5 definisi dari 5 ahli, adalah seperti berikut ini. (1) Sikap adalah afeksi untuk atau melawan, penilaian tentang, suka atau tidak suka, tanggapan positif/negatif terhadap suatu objek psikologis (Thurstone). (2) Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak ke arah atau melawan suatu faktor lingkungan (Emory Bogardus). (3) Sikap adalah kesiapsiagaan mental atau saraf (Goldon Allport). (4) Sikap adalah konsistensi dalam tanggapan terhadap objek-objek sosial (Donald Cambell). (5) Sikap merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh suatu nilai (Ralp Linton, ahli antropologi kebudayaan). Berdasarkan beberapa definisi di atas, para ahli menyimpulkan bahwa sikap memiliki 3 komponen penting, yaitu komponen: (1) kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan, ide, dan konsep; (2) afeksi yang mencakup perasaan seseorang; dan (3) konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku atau yang akan dilakukan. Oleh karena itu, ketiga komponen ini dimasukkan di dalam format kisi-kisi "sikap belajar peserta didik" seperti contoh berikut. Adapun definisi operasional sikap belajar adalah kecenderungan bertindak dalam perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman dari keadaan tidak tahu 203
menjadi tahu yang dapat diukur melalui: toleransi, kebersamaan dan gotongroyong, rasa kesetiakawanan, dan kejujuran. NOMOR SOAL YANG NO
DIMENSI
1. Toleransi
INDIKATOR
a. Mau menerima
MENGUKUR KOGNISI
AFEKSI
KONASI
+
-
+
-
+
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
pendapat orang lain atau tidak memaksakan kehendak pribadi b. Tidak mudah tersinggung 2. Kebersamaan dan gotong royong
a. Dapat bekerja kelompok b. Rela berkorban untuk kepentingan umum
3. Rasa kesetiakawanan
a. Mau memberi dan meminta maaf
4. dst
Contoh soalnya sebagai berikut : NO.
PERNYATAAN
SS
S
TS STS
204
1. Mau menerima pendapat orang lain merupakan ciri bertoleransi. 2. Untuk mewujudkan cita-cita harus memaksakan kehendak 3. Saya suka menerima pendapat orang lain 4. Memilih teman di sekolah, saya utamakan mereka yang pandai saja 5. Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku. 6. Bekerja sama dengan orang yang berbeda 7. Suku lebih baik dihindarkan. …… Keterangan : SS = sangat setuju, S = setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju. 2. Tes Minat belajar Minat adalah kesadaran yang timbul bahwa objek tertentu sangat disenangi dan melahirkan perhatian yang tinggi bagi individu terhadap objek tersebut (Crites, 1969 : 29). Di samping itu, minat juga merupakan kemampuan untuk memberikan stimulus yang mendorong seseorang untuk
memperhatikan
aktivitas yang dilakukan berdasarkan pengalaman yang sebenarnya (Crow and Crow , 1984 :248). Berdasarkan kedua penegertian tersebut, minat merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan perhatian terhadap suatu objek yang disertai dengan rasa senang dan dilakukan penuh kesadaran. Peserta didik yang menaruh minat pada suatu mata pelajaran, perhatiannya akan tinggi dan minatnya berfungsi sebagai pendorong kuat untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada pelajaran tersebut. Oleh karena itu, definisi operasional minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan
205
dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaannya yang dapat diukur melalui kesukacitaan, ketertarikan, perhatian dan keterlibatan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal minat belajar sastra Indonesia.
NO. 1. 2. 3. 4.
DIMENSI Kesukaan Ketertarikan Perhatian Keterlibatan
INDIKATOR
NOMOR SOAL
Gairah
8, 13
Inisiatif
16, 17
Responsif
10, 15, 20
Kesegeraan
2, 6, 9
Konsentrasi
7, 19
Ketelitian
3, 10
Kemauan
4, 5
Keuletan
1, 18
Kerja Keras
12, 14
Keterangan : Nomor yang bergaris bawah adalah untuk pernyataan positif Contoh soalnya seperti berikut : NO.
PERNYATAAN
1.
….
2.
Saya segera mengerjakan PR sastra sebelum
SS
S KK
J
TP
datang pekerjaan yang lain. 7.
Saya asyik dengan pikiran sendiri ketika guru menerangkan sastra di kelas.
16.
Saya suka membaca buku sastra.
20.
….
Keterangan :
SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang, J = jarang, TP = tidak pernah.
206
Perhatikan contoh tes minat lainnya berikut ini. CONTOH TES MINAT PESERTA DIDIK TERHADAP MATA PELAJARAN NO.
PERNYATAAN
1.
Saya Senang mengikuti pelajaran ini.
2.
Saya rugi bila tidak mengikuti pelajaran ini.
3.
Saya merasa pelajaran ini bermanfaat.
4.
Saya berusaha menyerahkan tugas tepat waktu.
SL
SR
JR
TP
Saya berusaha memahami pelajaran ini. 5.
Saya bertanya kepada guru bila ada yang tidak
6.
jelas Saya mengerjakan soal-soal latihan di rumah.
7.
Saya mendiskusikan materi pelajaran dengan teman sekelas.
8.
Saya berusaha memiliki buku pelajaran ini. Saya berusaha mencari bahan pelajaran di
9.
perpustakaan
10. Keterangan : SL = selalu, SR = sering, JR = jarang, TP = tidak pernah. Keterangan : Dari 4 kategori: skor terendah 10, skor tertinggi 40. 33- 40 Sangat berminat 25- 32 Berminat 17- 24 Kurang berminat 10- 16 Tidak berminat 3. Tes Motivasi Berprestasi Definisi Konsep
207
Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong peserta didik untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain. Definisi Operasional Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berbuat lebih baik dari apa yang pernah dibuat atau diraih sebelumnya maupun yang dibuat atau diraih orang lain yang dapat diukur melalui: (1) berusaha untuk unggul dalam kelompoknya, (2) menyelesaikan tugas dengan baik, (3) rasional dalam meraih keberhasilan, (4) menyukai tantangan, (5) menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses, (6) menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah.
CONTOH KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN VARIABEL MOTIVASI BERPRESTASI
INDIKATOR 1. Berusaha unggul
NOMOR PERNYATAAN
JUMLAH
POSITIF
NEGATIF
1,2,3
4,5,6
6
7,8,9
10,11,12
6
13,14,15
16,17,18
6
19,20,21
22,23,24
6
25,26,27,28
29,30,31,32
8
2. Menyelesaikan tugas dengan baik 3. Rasional dalam meraih keberhasilan 4. Menyukai tantangan 5. Menerima tanggung jawab pribadi untuk sukses 6. Menyukai situasi pekerjaan dengan tanggung jawab pribadi, umpan balik, dan resiko
208
tingkat menengah 33,34,35,36
37,38,39,40
8
20
20
40
Jumlah Pernyataan CONTOH BUTIR SOAL:
1. Saya bekerja keras agar prestasi saya lebih baik baripada teman- teman. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 4. Saya menghindari upaya mengungguli prestasi teman-teman. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 9. Saya berusaha untuk memperbaiki kinerja saya pada masa lalu. a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah 12. Saya mengabaikan tugas-tugas sebelum ada yang mengatur a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Jarang e. Tidak pernah SKOR JAWABAN Skor Jawaban
a
b
c
d
e
Pernyataan Positif
5
4
3
2
1
Pernyataan Negatif
1
2
3
4
5
3. Tes Kreativitas Kreativitas merupakan proses berpikir yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan secara benar dan bermanfaat (Devito, 1989 : 118). Disamping itu, kreativitas juga merupakan kemampuan berpikir divergen yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinal dalam proses berpikir (Good Brophy, 1990 : 619). Ciri-ciri kreativitas berkaitan dengan imaginasi, orisinalitas, berpikir devergen, penemuan hal-hal yang bersifat baru, intuisi, halhal yang menyangkut perubahan dan eksplorasi (Coben, 1976 : 17). Desain tes kreativitas terdiri dari dua subtes yaitu dalam bentuk gambar dan verbal yang
209
masing-masing bentuk memiliki ciri kelancaran (fluency). keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration) (Torrance, 1974 : 8). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, definisi konsepsual kreativitas adalah kemampuan
berpikir
divergen.
Adapun
definisi
operasionalnya
adalah
kemampuan berpikir divergen yang memiliki sifat (dapat diukur melalui) kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan hasilnya dapat berguna untuk keperluan tertentu. Dari hasil pendefinisian konstruk ini, kisi-kisinya dapat disusun seperti contoh berikut ini. NO. 1.
2.
TES VERBAL
Gambar
INDIKATOR
NOMOR SOAL
a. Kelancaran
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
b. Keluwesan
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
c. Keaslian
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
d. Keelaborasian
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
a. Kelancaran
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
b. Keluwesan
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
c. Keaslian
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
d. Keelaborasian
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
Penskoran untuk setiap indikator di atas mempergunakan skala 0-4. Misalnya untuk indikator “kelancaran”, skor : 4 = sangat lancar, 3 = cukup lancar, 2 = kurang lancar, 1 = tidak lancar, 0 = tidak menjawab. Untuk indikator “keluwesan”, skor: 4 = sangat luwes, 3 = cukup luwes, 2 = kurang luwes, 1 = tidak luwes, 0 = tidak menjawab, demikian pula seterusnya. Adapun contoh butir soal seperti berikut.
a.
Contoh Tes Verbal
210
Misalnya diberikan tiga gambar ikan dalam akuarium yang masingmasing dibedakan jumlah ikan dan makanannya. Pertanyaan: pilih salah satu gambar yang anda sukai dan jelaskan mengapa anda menyukainya! (waktu 3 menit).
Buatlah kalimat sebanyak-banyaknya dengan kata “pintar“! (waktu 3 menit).
b.
Tuliskan berbagai cara tikus masuk ke dalam rumah! (waktu 3 menit). Contoh Tes Gambar
Disajikan sebuah gambar yang belum selesai.
Pertanyaan: selesaikan rancangan gambar berikut dan berikan judul sesuai dengan selera Anda! (waktu 3 menit). Disajikan sebuah sketsa gambar yang belum selesai.
Pertanyaan : selesaikan sketsa gambar berikut menurut kesukaan anda dan setelah selesai berikut judulnya! (waktu 3 menit). Disajikan 6 buah titik A, B, C, D, E, dan F dengan posisi yang telah
ditetapkan.Pertanyaan: Buatlah gambar dari 6 titik ini, kemudian berikan judulnya!. Disajikan gambar sebuah segitiga dan tiga lingkaran yang letaknya
mengelilingi segitiga. Pertanyaan: Tafsirkan makna gambar berikut! (waktu 5 menit). 4. Tes Stres Belajar (menghadapi ujian) Definisi konsep stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau penting.
211
Definisi operasional stres belajar adalah suatu kondisi kekuatan dan tanggapan sebagai interaksi dalam diri seseorang akibat dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan belajar yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan hasilnya dipersepsikan sebagai suatu yang tidak pasti atau penting yang dapat diukur melalui: (1) tanggapan psikologis seperti perasaan cemas, khawatir, takut, tidak senang, perasaan terganggu, dan lepas kendali, (2) tanggapan fisik seperti rasa lelah, jantung berdebar, rasa sakit, dan tekanan darah terganggu, dan (3) tanggapan perseptual seperti anggapan dan keyakinan. Berikut contoh kisi-kisi dan soal tes stres belajar.
NO. 1.
2.
DIMENSI
INDIKATOR
NOMOR SOAL
Tanggapan
a. Perasaan cemas
1,2
Psikologis terhadap
b. Khawatir
3,4,5
kendala
c. Takut
6,7,8,9
dan tuntutan)
d. Tidak senang
10,11,12,13,14,15,16,
e. Perasaan terganggu
17,18,19,20,21,22,
f. Lepas Kendali
23,24,25,26,27,28,29,30
Tanggapan Fisik
a. Rasa lelah
31,32,33,34,
(akibat tuntutan)
b. Jantung berdebar
35,36,37,
c. Rasa sakit
38,39,40,
d. Tekanan darah
41,42,43,
terganggu 3.
Tanggapan Persepsual a. Tanggapan dan
44,45,46,47,48,49,50
212
(terhadap pencapaian)
keyakinan
Keterangan: nomor soal ganjil adalah pernyataan positif, nomor soal genap adalah pernyataan negatif. Contoh soal stres belajar. NO
PERNYATAAN
. 1.
SS
S KK J
TP
Saya cemas terhadap kemampuan saya di sekolah. Saya takut ranking saya turun.
6.
Saya kehilangan nafsu makan setiap menghadapi
20.
tuntutan tugas. Jantung saya berdebar-debar ketika sedang
36.
menyelesaikan tugas …..
50. Keterangan : SS = sangat sering, S = sering, KK = kadang-kadang, J = jarang, TP = tidak pernah. 6. Teknik Penskoran Salah satu kegiatan dari penulisan butir soal yaitu teknik penskoran. Ada cara sederhana untuk menskor hasil jawaban peserta didik dari instrumen non-tes. Sebagai contoh, tes skala sikap di atas telah dikerjakan oleh salah satu peserta didik. Nama peserta didik : Susiana
213
NO. 1.
PERNYATAAN Mau menerima pendapat orang lain merupakan
SS
S
TS STS
X
ciri bertoleransi. 2.
Untuk mewujudkan cita-cita harus memaksakan
X
kehendak 3.
Saya suka menerima pendapat orang lain
4.
Memilih teman di sekolah, saya utamakan mereka
X
yang pandai saja 5.
Kalau saya boleh memilih, saya akan selalu
X X
mendengarkan usul-usul kedua orang tuaku. 6.
Bekerja sama dengan orang yang berbeda suku lebih baik dihindarkan.
7.
……
X
Penjelasan: Dalam kisi-kisi tes, soal nomor 1-6 hanya mewakili indikator “mau menerima pendapat orang lain” dari dimensi “toleransi” untuk topik “sikap belajar peserta didik di sekolah”. Sebagai contoh penskorannya adalah seperti berikut ini. 1. Perilaku positif terdapat pada soal nomor 1, 3, 5 dengan pemberian skor: SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1. 2. Perilaku negatif terdapat pada soal nomor 2, 4, 6 dengan pemberian skor: SS= 1, S= 2, TS= 3, STS= 4 3. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku positif minimal 3 x 4 = 12, Maksimal 3 x 5 = 15, (3 berasal dari 3 butir soal yang positif; 3 adalah skor S; 4 adalah skor SS).
214
4. Skor yang harus diperoleh dalam perilaku negatif minimal 3 x 2 = 6, Maksimal 3 x 1 = 3 (3 berasal dari 3 butir soal yang negatif, 2 adalah skor S; 1 adalah skor SS). 5. Skor rata-rata: perilaku minimal adalah (12 + 6):2 = 9. Perilaku maksimal adalah (15 + 3) : 2 = 9. 6. Jadi skor Susiana di atas adalah seperti berikut ini. Perilaku positif 5+4+1 = 10, perilaku negatif 4+2+3 = 9. Skor akhir Susiana adalah (10+9):2 = 9,5 atau 10. Skor Susiana 10, sedangkan ukuran perilaku positif minimal 12 dan maksimalnya adalah 15. Jadi sikap Susiana tentang “toleransi” khususnya mau menerima pendapat orang lain” dalam topik “sikap belajar peserta didik di sekolah” masih kurang. Artinya bahwa Susiana mempunyai sikap positif yang tidak begitu tinggi tentang “mau menerima pendapat orang lain”. Dia perlu pembinaan dan peningkatan khususnya mengenai perilaku ini.
215
PENYUSUNAN BUTIR SOAL YANG MENUNTUT PENALARAN TINGGI
A. Pengertian Dalam menulis butir soal, penulis soal memiliki kecenderungan untuk menulis butirbutir soal yang menuntut perilaku “ingatan”. Di samping mudah penulisan soalnya, materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh dari buku pelajaran. Untuk menuliskan butir soal yang menuntut penalaran tinggi, penulis soal biasanya merasa agak kesulitan dalam mengkreasinya. Disamping sulit menentukan perilaku yang diukur atau merumuskan masalah yang dijadikan dasar pertanyaan, juga uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Bagaimana peserta didik bisa maju bila pola berpikirnya hanya ingatan? Oleh karena itu, ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman oleh para penulis soal untuk menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. Caranya adalah seperti berikut ini. 1. Materi yang akan ditanyakan diukur dengan perilaku: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis, atau evaluasi (bukan hanya ingatan). Perilaku ingatan juga diperlukan, namun kedudukannya adalah sebagai langkah awal sebelum peserta didik dapat memahami, menerapkan, menyintesiskan, menganalisis, dan mengevaluasi materi yang diperoleh dari guru. Uraian tentang perilaku ini dapat dilihat pada perilaku kognitif yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom pada bab di depan. 2. Setiap pertanyaan diberikan dasar pertanyaan (stimulus). 3. Mengukur kemampuan berpikir kritis. 4. Mengukur keterampilan pemecahan masalah. 5. Penjelasan nomor 2, 3 dan 4 diuraikan secara rinci di bawah ini.
B. Dasar Pertanyaan (Stimulus).
216
Agar butir soal yang ditulis dapat menuntut penalaran tinggi, maka setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragrap, teks drama, penggalan novel/cerita/dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik, foto, rumus, tabel, daftar kata/symbol, contoh, peta, film, atau suara yang direkam.
C. Mengukur Kemampuan Berpikir kritis Ada 11 kemampuan berpikir kritis yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi.
217
1. Menfokuskan pada pertanyaan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah masalah/problem, aturan, kartun, atau eksperimen dan hasilnya, peserta didik dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argumen atau kesimpulan. 2. Menganalisis argumen Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi sebuah situasi atau satu/dua argumentasi, peserta didik dapat: (1) menyimpulkan argumentasi secara cepat, (2) memberikan alasan yang mendukung argumen yang disajikan, (3) memberikan alasan tidak mendukung argumen yang disajikan. 3. Mempertimbangkan yang dapat dipercaya Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks argumentasi, iklan, atau eksperimen dan interpretasinya, peserta didik menentukan bagian yang dapat dipertimbangan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya), serta memberikan alasannya. 4. Mempertimbangkan laporan observasi Contoh indikator soalnya: Disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan observer/reporter, peserta didik dapat mempercayai atau tidak terhadap laporan itu dan memberikan alasannya. 5. Membandingkan kesimpulan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan pilihannya terdiri dari: (1) satu kesimpulan yang benar dan logis, (2) dua atau lebih kesimpulan yang benar dan logis, peserta didik dapat
218
membandingkan kesimpulan yang sesuai dengan pernyataan yang disajikan atau kesimpulan yang harus diikuti. 6. Menentukan kesimpulan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang diasumsikan kepada peserta didik adalah benar dan satu kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan kesimpulan yang ada itu benar atau tidak, dan memberikan alasannya. 7. Mempertimbangkan kemampuan induksi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan, informasi/data, dan beberapa kemungkinan kesimpulan, peserta didik dapat menentukan sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya.
8. Menilai Contoh indikatornya: Disajikan deskripsi sebuah situasi, pernyataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian masalahnya, peserta didik dapat menentukan: (1) solusi yang positif dan negatif, (2) solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang disajikan, dan dapat memberikan alasannya. 9. Mendefinisikan Konsep Contoh indikator soal: Disajikan pernyataan situasi dan argumentasi/naskah, peserta didik dapat mendefinisikan konsep yang dinyatakan. 10. Mendefinisikan asumsi
219
Contoh indikator soal Disajikan sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implisit di dalam asumsi, peserta didik dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai dengan asumsi. 11. Mendeskripsikan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah teks persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip, peserta didik dapat mendeskripsikan pernyataan yang dihilangkan.
D. Mengukur Keterampilan Pemecahan Masalah Ada 17 keterampilan pemecahan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam menulis butir soal yang menuntut penalaran tinggi. 1. Mengidentifikasi masalah Contoh indikator soal: Disajikan deskripsi suatu situasi/masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi masalah yang nyata atau masalah apa yang harus dipecahkan. 2. Merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan yang berisi sebuah masalah, peserta didik dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan. 3. Memahami kata dalam konteks Contoh indikator soal: Disajikan beberapa masalah yang konteks kata atau kelompok katanya digarisbawahi, peserta didik dapat menjelaskan makna yang berhubungan dengan masalah itu dengan kata-katanya sendiri.
220
4. Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai Contoh indikator masalah: Disajikan beberapa informasi yang relevan dan tidak relevan terhadap masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi semua informasi yang tidak relevan. 5. Memilih masalah sendiri Contoh indikator soal: Disajikan beberapa masalah, peserta didik dapat memberikan alasan satu masalah yang dipilih sendiri, dan menjelaskan cara penyelesaiannya. 6. Mendeskripsikan berbagai strategi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah ke dalam dua cara atau lebih, kemudian menunjukkan solusinya ke dalam gambar, diagram, atau grafik. 7. Mengidentifikasi asumsi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memberikan solusinya berdasarkan pertimbangan asumsi untuk saat ini dan yang akan datang. 8. Mendeskripsikan masalah Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat menggambarkan sebuah diagram atau gambar yang menunjukkan situasi masalah. 9. Memberi alasan masalah yang sulit Contoh indikator soal: Disajikan sebuah masalah yang sukar dipecahkan atau informasi pentingnya dihilangkan, peserta didik dapat menjelaskan mengapa masalah ini sulit dipecahkan atau melengkapi informasi pentingnya dihilangkan.
221
10. Memberi alasan solusi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih kemungkinan solusinya, peserta didik dapat memilih satu solusi yang paling tepat dan memberikan alasannya. 11. Memberi alasan strategi yang digunakan Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah dengan dua atau lebih strategi untuk menyelesikan masalah, peserta didik dapat memilih satu strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu dan memberikan alasannya.
12. Memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah Contoh indikator soal: Disajikan sebuah cerita, kartun, grafik atau tabel dan sebuah pernyataan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah dan menjelaskan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. 13. Membuat strategi lain Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah dan satu strategi untuk menyelesaikan masalahnya,
peserta
didik
dapat
menyelesaikan
masalah
itu
dengan
menggunakan strategi lain. 14. Menggunakan analogi Contoh indikator soal:
222
Disajikan sebuah pernyataan masalah dan strategi penyelesaiannya, peserta didik dapat: (1) mendeskripsikan masalah lain (analog dengan masalah ini) yang dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi itu, (2) memberikan alasannya. 15. Menyelesaikan secara terencana Contoh indikator soal: Disajikan sebuah situasi masalah yang kompleks, peserta didik dapat menyelesaikan masalah secara terencana mulai dari input, proses, output, dan outcomenya. 16. Mengevaluasi kualitas solusi Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah dan beberapa strategi untuk menyelesaikan masalah, peserta didik dapat: (1) menjelaskan dengan menerapkan strategi itu, (2) mengevaluasinya, (3) menentukan strategi mana yang tepat, (4) memberi alasan mengapa strategi itu paling tepat dibandingkan dengan strategi lainnya. 17. Mengevaluasi strategi sistematika Contoh indikator soal: Disajikan sebuah pernyataan masalah, beberapa strategi pemecahan masalah dan prosedur, peserta didik dapat mengevaluasi strategi pemecahannya berdasarkan prosedur yang disajikan.
223
PERAKITAN BUTIR SOAL
A. Pengertian Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Dalam bab ini juga diuraikan penskoran jawaban soal. Pemeriksaan terhadap jawaban peserta didik dan pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Pada prinsipnya, penskoran soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama tingkat kompetensinya, akan menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama.
B. Langkah-langkah Perakitan Soal Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat, apabila para pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Berikut langkah-langkah perakitan soal. 1. Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi yang sama, kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang sama. 2. Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi. 3. Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya sudah bebas dari kaidah “Setiap soal tidak boleh memberi petunjuk jawaban terhadap soal yang lain”. 4. Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal. 5. Membuat format lembar jawaban.
224
6. Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya. 7. Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk pilihan ganda), dengan menggunakan rumus berikut.
Jumlah soal Penyebaran kunci jawaban
= ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯
+ 3
Jumlah pilihan jawaban
8. Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu paket. Soal inti ini diperlukan apabila soal yang dirakit terdiri dari beberapa tes paralel. Tujuannya adalah agar antar tes memiliki keterkaitan yang sama. Penempatan soal inti dalam paket tes diletakkan secara acak.
9. Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian) Bobot soal adalah besarnya angka yang ditetapkan untuk suatu butir soal dalam perbandingan (ratio) dengan butir soal lainnya dalam satu perangkat tes. Penentuan besar kecilnya bobot soal didasarkan atas tingkat kedalaman dan keluasan materi yang ditanyakan atau kompleksitas jawaban yang dituntut oleh suatu soal. Untuk mempermudah perhitungan/penentuan nilai akhir, jumlah bobot keseluruhan pada satu perangkat tes uraian ditetapkan 100. Perakit soal harus dapat mengalokasikan besarnya bobot untuk setiap soal dari bobot yang telah ditetapkan. Bobot suatu soal yang sudah ditetapkan pada satu perangkat tes dapat berubah bila soal tersebut dirakit ke dalam perangkat tes yang lain. 10. Menyusun tabel konversi skor Tabel konversi sangat membantu para pendidik pada saat menilai lembar jawaban peserta didik. Terutama bila dalam satu tes terdiri dari dua bentuk soal,
225
misal bentuk pilihan ganda dan uraian atau tes tertulis dan tes praktik. Skor dari soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung digabung dengan skor uraian. Hal ini karena tingkat keluasan dan kedalaman materi yang ditanyakan atau penekannya dalam kedua bentuk itu tidak sama. Nilai keduanya dapat digabung setelah keduanya ditentukan bobotnya. Misalnya, untuk soal bentuk pilihan ganda (45 soal dengan skor maksimum 45) bobotnya 60 % dan bentuk uraian (5 soal dengan skor maksimum 20) bobotnya 40 %. Untuk menentukan skor jadinya adalah skor perolehan peserta didik yang bersangkutan dibagi skor maksimum kali bobot. Tabel konversi ini merupakan tabel konversi sederhana atau klasik. Untuk memudahkan penggunaan tabel konversi, kita ingat proses penyamaan skala atau konversi alat ukur suhu yang didasarkan pada konversi rumus yang sudah standar, misal skala pengukuran: Celcius (titik awal 00 titik didih 1000). Reamur (titik awal 00 titik didih 800), Fahrenheit (titik awal 320 titik didih 2120 ), Kelvin (titik awal 2370 titik didih 3730). Masing-masing skala pengukuran ini bukan untuk dibandingkan atau sebagai penentu kelulusan atau sebagai pengatrol nilai, namun masing-masing memiliki skala sendiri-sendiri. Keberadaan skala ini tidak bisa dikatakan bahwa orang yang menggunakan skala pengukuran Celcius dan Reamur akan selalu dirugikan karena keduanya memiliki nilai 0 sampai dengan 4 (bila acuan kriterianya 4,01), sedangkan orang yang menggunakan Fahrenheit dan Kelvin selalu diuntungkan karena titik awalnya 32 dan 237. Demikian pula dengan konversi nilai dalam ulangan atau ujian. Guru atau panitia ujian mau menggunakan konversi yang mana. Dalam ilmu pengukuran, konversi dapat disusun melalui konversi biasa dan konversi yang terkalibrasi dengan model respon butir. Apabila UN atau US sudah mempergunakan konversi model respon butir, semua nilai peserta didik harus mengacu pada model konversi ini, tidak membandingkan dengan konversi lain/biasa. Konversi biasa (model pengukuran secara klasik) penggunaannya biasa digunakan guru di sekolah, yaitu untuk memperoleh nilai murni peserta didik. Bila menghendaki skor maksimum 10 digunakan rumus (skor perolehan: skor
226
maksimum) x 10 dan bila menggunakan skor maksimum 100 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor perolehan: skor maksimum) x 100 atau bila menggunakan skor maksimum 4 digunakan nilai konversi dengan rumus (skor perolehan : skor maksimum) x 4. Konversi seperti ini memiliki dua kelemahan, pertama adalah bahwa setiap butir soal dihitung memiliki tingkat kesukaran yang sama. Artinya peserta didik manapun yang menjawab benar 40 dari 50 butir soal dalam satu tes (terserah nomor butir soal berapa yang benar, apakah nomor 1 benar, nomor 2 salah, nomor 3 benar atau sebaliknya dan seterusnya, yang penting benar 40 soal) peserta didik yang bersangkutan akan memperoleh nilai 8 (untuk konversi skor maksimum 10), 80 (untuk konversi skor maksimum 100) 0,2 (untuk konversi skor maksimum 4). Kelemahan kedua adalah bahwa tingkat kesukaran butir soal tidak ditempatkan/dikalibrasi pada skala yang sama. Artinya bahwa butir-butir soal tidak disusun berdasarkan tingkat kesukarannya dan kemampuan peserta didik sehingga model konversi ini belum bisa menentukan nilai murni peserta didik yang sebenarnya. Seharusnya hanya peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi (misal pada skala kemampuan 1, kemampuan 2, kemampuan 3) yang dapat menjawab benar semua soal dalam tes pada skala yang bersangkutan atau tingkat kesukaran butir (mudah, sedang, sukar) sesuai dengan kemampuan peserta didik yang bersangkutan. Apabila sekolah mempergunakan konversi biasa seperti ini justru akan merugikan peserta didik yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Konversi yang terkalibrasi adalah konversi nilai yang disusun berdasarkan kemampuan peserta didik dari tingkat kesukaran butir soal yang terkalibrasi dengan model Rasch (Item Response Theory). Untuk memahami model terkalibrasi ini diperlukan pengertian berikut. Setiap jumlah jawaban yang benar soal, misal 1 sampai dengan 50, masing-masing butir memiliki tingkat kemampuan (untuk teori klasik tidak ada). Tingkat kemampuan ini diperoleh dari rumus model Rasch P= (e
(Φ-δ)
) : (1 + e
(Φ-δ
): P adalah peluang menjawab benar
satu butir soal. E = 2,7183, Φ = tingkat kemampuan peserta didik, dan δ = tingat kesukaran butir soal. Kemudian nilai abilitas (misal -3,00 sampai dengan +3,00)
227
ditransformasi ke dalam skala 0-10, 0-100, atau 0-4. Misal untuk dapat ditransformasi ke dalam skala 0-100 diperlukan rata-rata 50 dan standar deviasi 5, sehingga untuk membuat tabel konversi mempergunakan rumus Y=50+5X. Y=nilai peserta didik dan X adalah nilai abilitas. Dengan rumus inilah konversi terkalibrasi dapat disusun. Jadi dalam konversi yang terkalibrasi skalanya didasarkan dua hal penting, yaitu tingkat kesukaran dan tingkat kemampuan peserta didik. Soal ditempatkan pada tingkat kesukaran dan kemampuan peserta didik yang telah disamakan skalanya. Bila tes sudah disamakan skalanya, siapapun yang mengambil tes pada paket yang mudah, sedang, dan sukar, masing-masing tes masih berada pada skala yang sama dan bisa dibandingkan. Oleh karena itu, tes yang diberikan kepada peserta didik sudah selayaknya harus sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Apabila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu tinggi (sudah tercapai target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti tinggi. Namun sebaliknya bila kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru itu rendah (belum tercapai target kompetensinya), peluang menjawab benar soal pasti rendah. Apakah tesnya berbentuk tes lisan, tertulis (soalnya berbentuk pilihan ganda, uraian, isian, dll.), atau perbuatan. Model Rasch merupakan salahsatu model dalam teori respon butir yang menitikberatkan pada parameter tingkat kesukaran butir soal. Model ini telah digunakan di berbagai kalangan seperti untuk sertifikasi ujian kedokteran di USA, sejumlah program penilaian sekolah di USA, program penilaian di Australia, studi matematik dan science internasional ketiga, National School English Literacy Survey di Australia, equating tes English di Provinsi Guandong Cina, dan beberapa tes diagnostic. Model ini banyak digunakan orang sebagai pendekatan analitik standard untuk kalibrasi instrumen karena modelnya sederhana, elegant, hemat, atau efektif dan efisien. Konversi nilai berdasarkan Model Rasch memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan konversi nilai berdasarkan model pengukuran secara klasik. Keterbatasan model pengukuran secara klasik adalah seperti berikut. (1) Tingkat kemampuan
228
dalam teori klasik adalah “true score”. Jika tes sulit artinya tingkat kemampuan peserta didik rendah. Jika tes mudah artinya tingkat kemampuan peserta didik tinggi. (2) tingkat kesukaran soal didefinisikan sebagai proporsi peserta didik dalam kelompok yang menjawab benar soal. Mudah/sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta didik yang dites dan keberadaan tes yang diberikan. (3) Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas soal/tes didefinisikan berdasarkan grup peserta didik. Artinya bahwa konversi nilai berdasarkan teori tes klasik memiliki kelemahan, yaitu (1) tingkat kesukaran dan daya pembeda tergantung pada sampel; (2) penggunaan metode dan teknik untuk desain dan analisis tes dengan memperbandingkan kemampuan peserta didik pada pembagian kelompok di atas, tengah, bawah. Meningkatnya validitas skor tes diperoleh dari tingkat kesukaran tes dihubungkan dengan tingkat kemampuan setiap peserta didik; (3) konsep reliabilitas tes didefinisikan dari istilah tes paralel; (4) tidak ada dasar teori untuk menentukan bagaimana peserta didik memperoleh tes yang sesuai dengan kemampuan peserta didik; (5) Standar kesalahan pengukuran hanya berlaku untuk seluruh peserta didik. Disamping itu, tes klasik telah gagal memberi kesimpulan yang tepat terhadap beberapa masalah testing seperti: desain tes (statistik butir klasik tidak memberitahu penyusun tes tentang lokasi maksimum daya pembeda butir pada skala skor tes), identifikasi item bias, dan equating skor tes (tidak suksesnya pada item bias dan equating skor tes karena sulit menentukan kemampuan yang sebenarnya di antara kelompok). Kelebihan model Rasch atau teori respon butir secara umum adalah bahwa: (1) model ini tidak berdasarkan grup dependen, (2) skor peserta didik dideskripsikan bukan tes dependen, (3) model ini menekankan pada tingkat butir soal bukan tes, (4) model ini tidak memerlukan paralel tes untuk menentukan reliabilitas tes, (5) model ini merupakan suatu model yang memberikan suatu pengukuran ketepatan untuk setiap skor tingkat kemampuan. Tujuan utama teori respon butir adalah memberikan invariant pada statistik soal dan estimasi kemampuan. Oleh karena itu, kelebihan teori respon butir adalah: (1) responden dapat diskor pada skala yang sama, (2) skor responden dapat dibandingkan pada dua atau lebih bentuk tes yang sama, (3) semua bentuk soal memperoleh
229
perlakuan melalui cara yang sama, (4) tes dapat disusun sesuai keahlian berdasarkan tingkat kemampuan yang akan dites.
230
PROSEDUR PEMERIKSAAN LEMBAR JAWABAN, PERHITUNGAN NILAI AKHIR, DAN PENYETARAAN TES
A. Prosedur Pemeriksaan Lembar Jawaban Dalam melakukan pemeriksaan lembar jawaban peserta didik sangat ditentukan pada bentuk soalnya. Untuk pemeriksaan bentuk pilihan ganda, pelaksanaannya sangat mudah. Lembar jawaban peserta didik dicocokkan pada lembar kunci jawaban yang sudah disiapkan. Bila jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban, maka jawabannya diberi skor 1, bila tidak sesuai diberi skor 0. Setelah selesai menskor seluruh soal, maka baru dihitung berapa jumlah soal yang benar dan berapa jumlah soal yang tidak benar. Jumlah skor benar itulah yang merupakan skor perolehan (skor mentah) dari soal bentuk pilihan ganda yang diperoleh warga belajar/peserta didik yang bersangkutan. Untuk melakukan pemeriksaan soal-soal bentuk uraian termasuk tes perbuatan, sangat diperlukan kesabaran dan ketelitian yang handal. Untuk memudahkan pelaksanaannya, ada beberapa kaidah atau prosedur pemeriksaannya. 1. Gunakanlah pedoman penskoran yang telah disiapkan sebagai acuan dalam memeriksa jawaban peserta didik. 2. Bacalah jawaban peserta didik kemudian bandingkan dengan jawaban ideal seperti yang ada pada pedoman penskoran. 3. Berikan skor sesuai dengan tingkat kelengkapan dan kesempurnaan jawaban peserta didik. 4. Periksalah seluruh lembar jawaban peserta didik pada nomor yang sama, baru dilanjutkan ke pemeriksaan nomor berikutnya. Hal ini perlu dilakukan guna menjaga konsistensi dan objektivitas pemberian skor.
231
5. Hindari faktor-faktor yang tidak sesuai/relevan dalam pemberian skor seperti bagus tidaknya tulisan dan bersih tidak kertas jawaban, kecuali kalau memang kedua aspek itu yang akan diukur, seperti mata pelajaran bahasa. Setelah selesai memeriksa lembar jawaban peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan skor pada lembar jawaban itu. Pemberian skor untuk bentuk soal pilihan ganda sangat mudah dan telah dijelaskan diatas, sedangkan pemberian skor untuk bentuk soal uraian sangat ditentukan oleh bobot masing-masing soalnya. Bila setiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal. Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus seperti berikut ini.
Skor perolehan peserta didik Nilai Setiap Soal
= ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ X bobot Skor maksimum butir soal ybs
Contoh Soal
Bobot Soal
Uraian
Skor
Skor perolehan
Maksimum
Raufan
Perhitungannya
1
20
8
7
(7:8) x 20 = 17,50
2
10
5
4
(4:5) x 10 = 8,00
3
30
10
9
(9:10) x 30 = 27,00
4
10
5
5
(5:5) x 10 = 10,00
5
30
10
7
(7:10) x 30 = 21,00
232
Nilai soal uraian Raufan adalah = 83,50 Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penskoran, maka setiap butir soal uraian dibuatkan perhitungan skornya yang dihitung dari skor maksimumnya. Contohnya seperti berikut ini. a. Skor soal nomor 1 ( contoh: 1:8 x 20 = 2,5; 2:8x20=5; dst. Penjelasan : 8=skor maksimum soal nomor 1;20=bobot soal nomor 1) Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
1
2,5
4
10
7
17,5
2
5
5
12,5
8
20
3
7,5
6
15
b. Skor soal nomor 2 ( Skor maksimum 5; bobot soal 10 ) Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
1
2
4
8
2
4
5
10
3
6
c. Skor Soal No 3 (skor maximum 10, bobot soal 30) Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
1
3
6
18
10
30
2
6
7
21
3
9
8
24
4
12
9
27
233
234
d. Skor soal no. 4 (Skor Maksimum 5, bobot soal 10) Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
1
2
4
8
2
4
5
10
3
6
e. Skor soal no. 5 ( Skor Maksimum 10, bobot soal 30 ) Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
Skor Perolehan
Nilai
1
3
6
18
10
30
2
6
7
21
3
9
8
24
4
12
9
27
Berdasarkan perhitungan skor yang telah dibuat, penilaian ke lima butir soal di atas dapat doskor secara mudah pada setiap peserta didik. Contoh seperti berikut ini
No
Nomor Soal
Nama peserta didik
1
Raufan
2
dst
1
2
3
4
Nilai
5
SP
N
SP
N
SP
N
SP
N
SP
N
7
7,5
4
8
9
27
5
10
7
21
(Jumlah N) 83,50
3 4 5 Keterangan : SP = Skor Perolehan. N = Nilai
235
B. Perhitungan Nilai Akhir Setiap jenis tes (tertulis, perbuatan, sikap) dalam perhitungan nilai akhir hendaknya berdiri sendiri, jangan digabung karena setiap jenis tes memiliki karakteristik sendirisendiri. Berikut ini diberikan contoh perhitungan nilai akhir untuk tes tertulis. Contoh Perhitungan Nilai Akhir 1. Tes Tertulis Bentuk
Jumlah
Soal
Soal
PG
35
Isian
10
Uraian
5
Bobot 70 %
30 %
Nomor
Skor
Skor
Soal
Maksimum
Fauria
1-35
35
30
1-10
10
8
Jumlah=
45
38
1
3
3
2
4
2
3
9
8
4
6
4
5
6
5
Jumlah=
28
22
Perhitungan 38:45x10=8,44
22:28x10=7,86
Nilai Fauria untuk PG, Isian dan Uraian = ( 70 % x 8,44 ) + ( 30 % x 7,86 ) = 5,91 + 2,36 = 8,27 2. Nilai Tes Praktik Misal pada tes praktik dengan skor maksimum 23, Fauria dapat menjawab 20 perintah dengan benar. Skor yang diperoleh Fauria adalah 20 . Nilai tes praktiknya = 20 : 23 x 10= 8,70
236
PENGEMBANGAN BANK SOAL A. Pengertian Bank soal bukan hanya bank pertanyaan, pool soal, kumpulan soal, gudang soal, atau perpustakaan soal (Millman and Arter, 1984: 315); melainkan bank yang butir-butir soal terkalibrasi (Wright and Bell, 1984: 331) dan disusun secara sistematis agar memudahkan penggunaan kembali dan manfaat soalnya. Untuk itu butir-butir soal di dalam bank soal harus tersedia untuk setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran, tingkat kesukaran butir soal, dan jenjang pendidikan. Hal ini sangat diperlukan untuk memiliki suatu tujuan yang jelas sebagai panduan dan pengembangan bank soal. B. Tujuan Pengembangan Bank Soal Secara implisit, tujuan pengembangan bank soal juga diperlukan untuk penilaian mutu bank soal itu sendiri. Apakah bank soal dapat berisi butir-butir soal yang sesuai dengan tujuan yang terkandung di dalamnya atau tidak, karena bank soal sangat berguna bagi guru, psychometrik, kurikulum, dan peserta didik (Wright and Bell, 1984: 333-335). Oleh karena itu, tujuan utama bank soal adalah untuk merakit/mengonstruksi tes dan pengadaan kesesuaian ujian baik untuk tujuan penilaian ulangan harian maupun untuk tujuan penilaian pada ulangan akhir semester, sehingga soalnya terjamin (Hambleton and Swaminathan, 1985: 255-256). C. Prosedur Pengembangan Bank Soal Butir-butir soal yang akan disimpan di dalam bank soal harus diproses melalui prosedur pengembangan bank soal. Prosedur pengembangan butir soal yang digunakan di dalam pengembangan bank soal adalah : (1) Penyusunan kisi-kisi, (2) Penulisan butir soal, (3) Revisi/validasi butir, (4) Perakitan tes, (5) Uji coba tes, (6) Memasukkan data, (7) Analisis butir soal secara klasik dan IRT, (8) Menyeleksi butir untuk bank soal yang terkalibrasi. Setiap butir soal dimasukkan berdasarkan : tingkat sekolah, tipe sekolah, jurusan, standar kompetensi dan kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, perilaku yang diukur/taxonomi, format soal, tingkat kesulitan butir soal, tingkat kemampuan peserta didik, semester, statistik, tahun.
237
Dalam mengolah butir-butir soal dalam bank soal diperlukan perangkat lunak yang tepat. Secara singkat, perangkat lunak yang digunakan memiliki tiga kelebihan, yaitu : (1) Kemudahan pada penyimpanan dan pencarian kembali, (2) Kesanggupan untuk memunculkan kembali grafik butir-butir secara tepat, (3) Kelengkapan susunan data butir soal. Gagasan lain yang perlu dipertimbangkan pada setiap sekolah adalah adanya konsep bank tes. Gunanya adalah untuk menyusun beberapa paket paralel tes kecil berdasarkan unit-unit pembelajaran, seperti ulangan harian, ulangan bersama setiap selesai
mengerjakan
kompetensi
minimal
pada
beberapa
standar
kompetensi/kompetensi dasar, ulangan tengah semester, atau ulangan akhir semester. Para guru dapat memilih tes itu untuk penilaian kelas. Hal ini tidak hanya dapat menghemat waktu bagi guru, model tes seperti ini dapat diharapkan memiliki mutu yang lebih baik. Karena kurikulum di Indonesia adalah standar, maka model seperti ini sangat tepat. Proses pengembangan bank soal dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Perencanaan Bank
Butir-butir soal Perancang Format
Format yang dicari
Administrasi Tes
Pemasangan Format Pemberian Tes Jawaban siswa
Kalibrator (Bigsteps)
Pengembangan Bank
Perubahan Linker
Daftar Butir soal
Peta Butir soal
Daftar format
Daftar Peserta didik
Peta Peserta didik
238
Gambar 1 : Pengembangan Bank Soal (Wright and Bell, 1984: 336)
239