PERENCANAAN PENINGKATAN MUTU PRODUK DALAM RANTAI PASOK KOMODITI BERBASIS KELAPA SAWIT
MUHARAMIA NASUTION
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perencanaan Peningkatan Mutu Produk dalam Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, September 2011
Muharamia Nasution NRP. F351070171
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
ABSTRACT MUHARAMIA NASUTION. Product Quality Improvement Design in Palm Based Commodity Supply Chain. Under direction of MARIMIN and INDAH YULIASIH
Supply Chain Management (SCM) becomes one of technique to achieve a competitive advantage. The objective of study is mapping of SCM problems, expecially about Controlling on quality product PT ASL Jambi and Palm Oil at PT PKB Bekasi.. This study examines the supply chain of palm oil-based commodities, identifying and analyzing the dominant factors affecting the quality. Next determine how to improve quality and establish quality improvement plans based on palm oil commodities. The structure of commodity-based supply chain starts from the oil palm main plantations and Plasma - Cooperative - Processing Plant Palm Oil - CPO Processing Plant (Refinery) - cooking oil consumer. The dominant factors affecting the quality of the Fishbone diagram analysis (1) palm fruit bunches; (2) palm oil; (3) cooking oil; (4) the process of harvesting; (5) palm oil processing; and (6) cooking oil processing. Quality control is done from incoming materials to the product at PT ASL and PT PKB was developed with the approach of food safety management system (HACCP). Control is done by closely monitoring at any point that is considered critical and can affect the quality of oil and commodity derivatives. In the postharvest control performed on the area where the collection of palm. At the refinery plant, the observation point on the filling process by controlling the sources of physical hazards that may exist from plastic packaging used. Planning to improve the quality of palm oil-based commodity approach which is interpreted through the QFD House of Quality. From the integrated analysis of the results obtained, factors affecting commodities and product quality improvement which is a technique of harvesting, the process of pressing and distribution process of CPO.
Keywords: Palm Oil, Quality System Design, Supply Chain Management (SCM)
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
RINGKASAN MUHARAMIA NASUTION. Perencanaan Peningkatan Mutu Produk dalam Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit. Dibimbing oleh MARIMIN dan INDAH YULIASIH. Sawit merupakan salah satu komoditi pada sektor perkebunan yang mempunyai pertumbuhan paling pesat pada dua dekade terakhir. Kompetisi produk sawit di pasar dunia semakin ketat, sejumlah negara, khususnya negara konsumen secara nyata mempengaruhi terhadap kualitas sawit. Persyaratan mutu sawit yang sesuai dengan standar menjadi peranan penting bagi industri yang menggunakan dan mengolah agar produk yang dihasilkan bermutu tinggi dan seragam. Keseragaman mutu sawit ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kegiatan panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan. Penelitian ini mengkaji rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit, mengidentifikasikan dan menganalisis faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu. Selanjutnya menentukan cara peningkatan mutu dan menetapkan perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit. Rantai pasok yang terdapat dalam komoditas kelapa sawit dan turunannya mengikuti pola source – make – deliver. Struktur rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit diawali dari kebun Inti dan Plasma – Koperasi – Pabrik Pengolah Kelapa Sawit – Pabrik Pengolah CPO (Refinery) – konsumen minyak goreng. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu berdasarkan analisis diagram Fishbone yaitu (1) tandan buah sawit, meliputi persyaratan pemanenan, kematangan buah, berat TBS, brondolan, panjang tangkai dan pengumpulan TBS di tempat penampungan; (2) minyak sawit, meliputi kadar asam lemak, kadar air, kadar pengotor, harga dan ketepatan pengiriman; (3) minyak goreng, meliputi warna minyak cerah, produk sesuai dengan SNI minyak goreng, informasi produk dan kemasan produk; (4) proses pemanenan, meliputi teknik pemanenan, pengukuran kematangan buah, pengutipan brondolan, perlakuan TBS di TPH, pengumpulan TBS di TPH dan transportasi TBS ke pabrik minyak kelapa sawit; (5) proses pengolahan minyak sawit, meliputi penerimaan TBS dan sortir, pembongkaran TBS, perebusan, pelumatan, pengepresan, penyaringan, penyimpanan sementara, dan pendistribusian
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
CPO; (6) proses pengolahan minyak goreng , meliputi penerimaan CPO, degumming, bleaching/deodorizing, fractination/crystalization dan pengemasan. Pengendalian mutu yang dilakukan sejak bahan masuk hingga menjadi produk di PT ASL dan PT PKB dikembangkan dengan pendekatan sistem manajemen keamanan pangan (HACCP).
Pengendalian dilakukan dengan memantau secara
ketat di setiap titik yang dianggap kritis dan dapat mempengaruhi mutu komoditas sawit dan turunannya. Pada pasca panen pengendalian dilakukan pada area tempat pengumpulan hasil (TPH). Titik kritis yang diamati adalah areal TPH harus selalu bersih serta pencegahan kotoran fisik yang mungkin terikut saat pengambilan brondolan, sehingga sebaiknya pengambilan brondolan dilakukan secara manual. Pada pabrik pengolah kelapa sawit, titik kritis yang diamati adalah kemungkinan kontaminasi solar saat tandan buah sawit (TBS) diangkut menggunakan truk yang digunakan juga untuk mengangkut solar.
Selain solar, kontaminasi pupuk juga
dikhawatirkan mencemari TBS, dengan sumber kontaminan berasal dari truk yang dipergunakan bersamaan dengan pengangkutan pupuk. Pada pabrik refinery, pengamatan titik kritis pada proses filling dengan mengendalikan sumber bahaya fisik yang mungkin ada dari kemasan plastik yang dipergunakan. Perencanaan peningkatan mutu komiditi berbasis kelapa sawit dengan pendekatan QFD yang diinterpretasikan melalui House of Quality. Dari analisa terintegrasi diperoleh hasil, faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu komoditas dan produk yaitu teknik pemanenan, proses pengepresan dan proses pendistribusian CPO. Dari faktor yang mempengaruhi tersebut, perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan melalui perbaikan teknik pemanenan dengan melakukan sosialisasi kepada petani secara konsisten mengenai prosedur kerja. Dalam proses pengepresan perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan dengan mengendalikan seluruh aspek dimulai dari sumber daya manusia di bagian pengepresan dan mesin press agar mutu yang diinginkan yang dilihat dari kandungan asam lemak bebas dapat terpenuhi. Dalam proses pendistribusian CPO, perencanaan dilakukan
dengan
mengendalikan
kegiatan
pendistribusian
dengan
tujuan
mempertahankan kandungan asam lemak bebas pada CPO selama pendistribusian dan pengendalian agar tidak terjadi kontaminasi selama pendistribusian.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
PERENCANAAN PENINGKATAN MUTU PRODUK DALAM RANTAI PASOK KOMODITI BERBASIS KELAPA SAWIT
MUHARAMIA NASUTION
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Penguji Luar Komisi: Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Judul Tesis Nama NIM
: Perencanaan Peningkatan Mutu Produk dalam Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit : Muharamia Nasution : F351070171
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian : 09 September 2011
Tanggal Lulus :
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, Puji syukur penulis haturkan hanya pada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perencanaan Peningkatan Mutu Produk dalam Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit”. Penelitian dan tesis ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak.
Ucapak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada 1.
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing akademik atas bimbingan, arahan dan nasehat kepata penulis sejak perkuliahan di TIP, penelitian dan penyusunan tesis.
2.
Dr. Ir. Indah Yuliasih, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
3.
Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo,
DEA,
sebagai
penguji
atas
saran
dan
masukannya dalam penyempurnaan tesis ini pada ujian sidang. 4.
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.Sc dan Dr. Ir. Hermawan Thaheer yang telah banyak memberikan saran, masukan, dan dorongan moral sehingga penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
5.
Dr. Ir. Machfud, MS dan Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi TIP yang dengan penuh perhatian dan dedikasi tinggi senantiasa mendorong para mahasiswa TIP untuk dapat menyelesaikan studi dengan baik.
6.
Keluarga besar di Lembaga Sertifikasi laboratorium Terpadu IPB, teman-teman pascasarjana TIP 2007 terimakasih atas dukungan dan semngat yang diberikan kepada penulis.
7.
PT Astra Agro Lestari atas izin penelitian di PT SAL 1 – Jambi, terutama Pak Cahyo, Pak Hadi, Sari dan Ibu Fifi yang banyak membantu dalam penelitian ini.
8.
Pak Maurul yang banyak membantu dalam pengumpulan data proses Refinery
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
9.
Tak lupa, penulis sangat berterima kasih kepada Abah Zein, Mamih Ella, Ayah Giri, Ami, Icha, Chacha, Ade Ucok dan seluruh keluarga yang telah mengiringi dengan kekuatan doa dan ketulusan cinta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, saran, kritik dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dimasa mendatang. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2011 Penulis
Muharamia Nasution
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 22 Desember 1976 dari ayah Muhamad Zein nasution dan (Almarhumah) Ibu Siti Rochmah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1988 di SD Negeri Polisi 1 Bogor. Pada tahun 1991 menamatkan pendidikan menengah di SMP Negeri 4 Bogor dan pada tahun 1994 lulus dari SMA Negeri 5 Bogor. Penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994 dan belajar di Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pertanian hingga lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis melanjutkan program master pada tahun 2007 di program studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bertugas di Lembaga Sertifikasi Laboratorium Terpadu sejak Agustus 2003 sebagai Administrasi, Keuangan dan Lead Auditor. Penulis menikah dengan Giri Pramono, S.TP dan telah dikarunia dua putri bernama Annisa Nur Fajriah dan Zahra Syawa Pramia serta seorang putra M. Abbad R. Pramono.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...…………………………………………………………………. i DAFTAR TABEL ...……………………………………………………………. iv DAFTAR GAMBAR ....………………………………………………………… vi DAFTAR LAMPIRAN…..……………………………………………………... viii BAB I. PENDAHULUAN……...………………………………………………. 1 1.1. Latar Belakang .…………………………………………………………… 3 1.2. Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 4 1.3. Ruang Lingkup …………………………………………………………….. 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….... 5 2.1. Komoditi dan Produk Berbasis Sawit …………………………………...... 5 2.2. Manajemen Rantai Pasok ………………………………………………..... 9 2.3. Metode SCOR untuk Evaluasi SCM ……………………………………… 11 2.4. Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan..……………………………... 15 2.5. Teknik Pengendalian Kualitas……………………………………………… 17 2.5.1. Cause and Effect Diagram …………………...……....…………….. 17 2.5.2. Quality Function Deployment (QFD)……………...…...…………... 19 2.6. Penelitian Terdahulu dan Pelaksanaan Penelitian………………………… 21 BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………………...... 26 3.1. Tahapan Penelitian………………………………………………………… 26 3.2. Metoda Pengumpulan Data………………………………………………… 26 3.3. Kerangka Logika Penelitian………………………………………………... 27 3.4. Metode Sampling Pengambilan Data………………………………………. 28 3.5. Metoda Analisis Data……………………………………………………..... 33 3.5.1. Analisis Rantai Pasok Sawit………………….......………………… 33 3.5.2. Desain Model Peningkatan Mutu ..…………..................................
33
3.5.3. Identifikasi Faktor-faktor Domonan Berpengaruh terhadap Mutu Rantai Pasok Komoditas dan Komoditi Berbasis Kelapa Sawit………………….......………………….................................. 37
i
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
3.5.3. Perencanaan Mutu dan Strategi Peningkatan Mutu Sawit……..….... 37 3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………… 37 BAB IV. PERKEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA ........…………………………………………………………... 38 BAB V. ANALISIS RANTAI PASOK………………………………………… 43 5.1. Struktur Rantai Pasokan…………………………………….……………… 43 5.2. Sasaran Rantai……………………………………………………………… 53 5.3. Sumber Daya Rantai……………………………………..………………… 60 5.4. Proses Bisnis Rantai………………………………………………………... 66 5.5. Desain Metrik Pengukuran Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit dengan Pendekatan SCOR Model………………………………….... 68 BAB VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT…………...…………………………………………………... 74 6.1. Atribut Mutu Kelapa Sawit……………….……………………………....... 74 6.2. Atribut Mutu Minyak Sawit .........……………………………………….. 77 6.3. Atribut Mutu Minyak Goreng……………………………………………… 79 6.4. Atribut Mutu Minyak Integrasi……………………………………………
81
BAB VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU……………………………………………………………………............ 84 7.1. Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Mutu Proses Pemanenan… 86 7.2. Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Mutu Proses Pengolahan Minyak Sawit……………………………………………………………..... 87 7.3. Faktor-Faktor Dominan yang Mempengaruhi Mutu Proses Pengolahan Minyak Goreng…………………………………………………………….. 89 BAB VIII. PENINGKATAN MUTU MELALUI SISTEM HACCP…………
90
8.1. Pembentukan Tim HACCP………………………………………………… 91 8.2. Deskripsi Produk…………………………………………………………… 96 8.3. Identifikasi Pengguna Produk……………………………………………… 97 8.4. Penyusunan Bagan alir……………………………………………………
97
8.5. Verifikasi Bagan Alir……………………………………………………..... 98
ii
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
8.6. Analisa Bahaya ....………………………………………..……..………… 98 8.6.1. Identifikasi Bahaya ..……………………………….……………… 98 8.6.2. Penetapan Bahaya ...………………………………………..…….... 99 BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….... 102 9.1. Kesimpulan ...............……………………………………………………… 102 9.2. Saran ............……………………………………………………………… 103 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………............................
104
LAMPIRAN …………………………………………………............................. 107
iii
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Luasan lahan yang tersedia untuk kelapa Sawit ……………………...
7
Tabel 2. Kesediaan lahan produksi kelapa sawit ……………………………….
9
Tabel 3. Model Hierarki SCOR ……………………………………..…………. 15 Tabel 4. Dokumen GMP Amerika Serikat …………………………………......
16
Tabel 5. Tujuh prinsip HACCP dan duabelas langkah penerapannya ………...
17
Tabel 6. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan …………………
25
Tabel 7. Kerangka Logika Penelitian …………………………………………..
29
Tabel 8. Keterangan responden ahli penelitian ………………………………..
30
Tabel 9. Formulir kegiatan pasca panen mitra petani – perusahaan ………….
32
Tabel 10. Formulir kegiatan proses didalam rantai pasok …………………….
32
Tabel 11. Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), Periode 1995-2009 ……………………………………………….. 39 Tabel 12. Volume dan nilai ekspor, Impor Indonesia ……………………….
40
Tabel 13. Anggota rantai pasok ……………………………………………
48
Tabel 14. Standar kualitas buah sawit ………………………………………
50
Tabel 15. Standar kualitas minyak sawit kasar (CPO) ………………………
50
Tabel 16. Standar kualitas minyak goreng ………………………………….
51
Tabel 17. Perusahaan peserta tender CPO pengiriman melalui pelabuhan Talang Duku dan Teluk Bayur …………………………………………...… 51 Tabel 18. Performance pabrik PT ASL Tahun 2010 …………………………..
54
Tabel 19. Kriteria faktor pemilihan mitra..………………………………….......
57
Tabel 20. Kriteria pemilihan mitra menurut Dickson dalam Pujawan ……......
57
Tabel 21. Ketersediaan Lahan Produksi Kelapa Sawit ……………………......
61
Tabel 22. Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR …………………….......
71
Tabel 23. Tabel Hierarki Metrik ..................................................................
72
Tabel 24. Atribut mutu tandan buah sawit .....................................................
74
Tabel 25. Atribut mutu minyak sawit ............……………………..…………
77
Tabel 26. Atribut mutu minyak goreng
………………………..…………
79
Tabel 27. Derajat kesulitan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas berbasis kelapa sawit …………………………………
84
iv
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 28. Deskripsi produk ………………………………………………….
95
Tabel 29. Penentuan bahaya potensial nyata proses produksi CPO ……… …..
99
Tabel 30. Penentuan bahaya potensial nyata proses produksi minyak goreng ………………………………………………………........
v
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit …………………………………….
8
Gambar 2. Luas dan produksi kelapa sawit propinsi Jambi, Tahun 2008 …...
9
Gambar 3. Aliran material ................................................................................
10
Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR ..........................................................
12
Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis ………………......
14
Gambar 6. Diagram sebab akibat …………………………………………..
18
Gambar 7. Matriks rumah kualitas …………………………………………
21
Gambar 8. Diagram alir penelitian peningkatan mutu produk pada rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit ……………………………
28
Gambar 9. Kerangka analisis manajemen rantai pasokan ……………………
31
Gambar 10. Bentuk hierarki kebutuhan pelanggan (WHATs) ……………….
34
Gambar 11. Bentuk hierarki kepentingan pelanggan …………………………
35
Gambar 12. Karakteristik proses (HOWs) …………………………………….
35
Gambar 13. Hubungan karakteristik pelanggan dan karakteristik proses …….
36
Gambar 14. Hubungan antar karakteristik proses …………………………….
37
Gambar 15. Volume dan Nilai Ekspor Komoditi kelapa Sawit, 2000-2006 …
41
Gambar 16. Stuktur rantai pasok sawit ……………………………………….
44
Gambar 17. Buah sawit mentah ……………………………………………….
58
Gambar 18. Buah Sawit Matang ………………………………………………
58
Gambar 19. Buah Sawit Busuk
………………………………………………
58
Gambar 20. Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit …………………….
64
Gambar 21. Diagram alir proses minyak goreng ……………………………..
65
Gambar 22. Rumah kualitas (QFD I) atribut mutu kelapa sawit dengan tahapan proses …………………………………………………………....
76
Gambar 23. Kandungan asam lemak bebas PT ASL tahun 2010 …………...
77
Gambar 24. Rumah kualitas (QFD II) atribut mutu minyak sawit kasar dengan tahapan proses ………………………………………………..
78
Gambar 25. Rumah kualitas (QFD III) atribut mutu minyak goreng dengan tahapan proses ………………………………………………….
80
vi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Gambar 26 Rumah kualitas (QFD IV) atribut mutu integrasi ............................. 83 Gambar 27. Diagram sebab akibat (Fishbone) pada komoditas berbasis kelapa sawit .. ………………………………………………………….
vii
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
85
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Kuisioner ......................................……………………….........
Lampiran 2. Performance PT ASL produk CPO
107
…………………....... ..
121
Jawaban responden tingkat kepentingan dan atribut mutu kelapa sawit .......................……………………............
122
Jawaban responden tingkat kepentingan dan atribut mutu minyak sawit kasar ...........……………………….......
124
Jawaban responden tingkat kepentingan dan atribut mutu minyak goreng .....................……………………….....
126
Lampiran 6. Hasil uji minyak sawit kasar .................................................
128
Lampiran 7. Hasil uji minyak goreng ........................................................
129
Lampiran 8. Standar Nasional Indonesia (SNI) Minyak Sawit Kasar (CPO)
130
Lampiran 9. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng ...........................
145
Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5.
viii
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar kedua setelah Malaysia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pada sektor perkebunan yang mempunyai pertumbuhan paling pesat pada dua dekade terakhir. Pertumbuhan kelapa sawit memberikan manfaat yang besar bagi industri hilir pengolah minyak sawit dan berperan dalam menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar kawasan industri (pabrik). Selain itu, beberapa faktor yang melandasi perkembangan produk berbasis sawit yaitu tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak sawit dimulai dari produktivitas lahan dan produksi minyak sawit (Crude Palm Oil = CPO). Faktor lain yaitu sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak. Faktor berikutnya adalah terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO. Kompetisi sawit dan produk hasil olahannya di pasar dunia semakin ketat, sejumlah negara, khususnya negara konsumen secara nyata mempengaruhi terhadap kualitas sawit dan produk hasil olahannya. Persyaratan mutu sawit dan produk olahannya sesuai dengan standar menjadi peranan penting bagi industri yang menggunakan dan mengolah agar produk yang dihasilkan bermutu tinggi dan seragam. Keseragaman mutu sawit dan produk olahannya ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kegiatan panen, transportasi, pengolahan hulu dan hilir dan penyimpanan, yang merupakan satu rangkaian kegiatan bersinambung dan terkoordinasi. Namun dalam pelaksanaan, keseragaman mutu sepanjang rantai kegiatan sulit untuk diperoleh. Selain faktor bahan baku yang tidak memenuhi spesifikasi standar, juga tahapan proses yang tidak mampu menghasilkan produk sesuai standar. Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti yang sangat penting yaitu : Pertama; benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain.
1
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua: pengertian mutu minyak sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu yang diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu nasional dan Internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan. Manajemen
rantai
pasok
(supply
chain
management)
produk
pertanian/perkebunan mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi, pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen. Manajemen rantai pasok produk pertanian/perkebunan berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur lainnya karena: (1) produk pertanian/perkebunan bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga produk sulit untuk ditangani (Austin, 1992; Brown, 1994). Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindel, 2007). Rantai pasok lebih ditekankan pada beberapa aliran dan transformasi produk, aliran informasi dan keuangan dari tahapan bahan baku sampai pada pengguna akhir (Handfield, 2002). Sementara, manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan responsifitas sistem rantai pasok tersebut (Van der Vorst, 2004). Ketentuan mutu sawit di Indonesia, mulai dari penanaman sampai dengan penanganan pasca panen, sesungguhnya telah mengacu pada aturan yang terdapat di dalam standar mutu secara umum, seperti SNI (Standar Nasional Indonesia) dan beberapa persyaratan mutu, seperti GAP (Good Agriculture Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), SPS (Sanitary and Phytosanitary Measures), serta MRLs (Maximum Residu Limits). Dalam penerapan yang ditemui di PT ASL, standar mutu dan syarat mutu buah tersebut belum
2
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
sempurna atau sering salah. Penyebabnya ada beberapa hambatan, seperti inkonsistensi petani di hulu dalam perawatan, pemanenan, dan pengolahan, infrastruktur dan laboratorium penguji belum siap, keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) bermutu, dan mekanisme pengawasan dan pemeriksaan ketetapan standar dan syarat mutu oleh lembaga pemerintah belum efektif. Hal cukup prinsip yang juga mempengaruhi keberhasilan penerapan standar dan syarat mutu ini adalah adanya keselarasan penerapan. Beberapa standar dan syarat mutu yang telah disebutkan di atas ternyata belum selaras atau sinkron satu sama lainnya. Hal ini tentunya memerlukan penyelarasan sehingga syarat dan standar mutu tersebut dapat bersifat terintegrasi dan komprehensif. Salah satu upaya menselaraskan yang telah dilakukan khususnya untuk sawit adalah dengan membuat SOP
(Standar
Operasional
Prosedur)
mengenai
pemanenan
sawit
hingga
pengolahannya dan mensosialisasikan kepada petani. Harapan dari tersusunnya SOP ini adalah dapat menjadi acuan penerapan di lapangan, sekaligus merangsang minat petani untuk dapat mengatasi permasalahan mutu sawit yang selama ini terjadi. PT ASL merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi pengolahan kelapa sawit, dengan produk yang dihasilkan yaitu CPO dan Kernel. CPO dan kernel yang dihasilkan dikumpulkan pada gudang kernel dan tangki CPO yang terletak di pabrik untuk selanjutnya didistribusikan dan disimpan sementara di tangki pelabuhan. Pemasaran Kernel ditujukan sebagian untuk ekspor dan sebagian diolah untuk menjadi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil = PKO) dan sedangkan CPO untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Dalam memenuhi kebutuhan pasar, permasalahan yang muncul yaitu ketidak-konsisten mutu CPO yang dihasilkan, yang menyebabkan penurunan harga yang telah disepakati dan akan mempengaruhi terhadap mutu pada proses lanjut CPO.
Oleh karena itu, diperlukan
kajian mengenai aspek mutu sepanjang rantai proses turunan sawit untuk mempertahankan mutu sepanjang rantai proses yang diharapkan dapat menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu produk, serta meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
3
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi dan menganalisis rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit.
2.
Mengidentifikasikan
dan
menganalisis
faktor-faktor
yang
dominan
mempengaruhi mutu komoditi berbasis kelapa sawit. 3.
Menentukan cara peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit.
4.
Menetapkan perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit.
1.3. Ruang Lingkup Lingkup kajian penelitian ini dimulai dari panen, pengumpul/pasca panen, Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dan pengolahan minyak sawit (Refinery). Lokasi penelitian untuk kajian pengolahan kelapa sawit dilakukan di PT ASL – Jambi dan kajian pengolahan minyak sawit dilakukan di PT BKP – bekasi. Dalam bahasan dibatasi pada : 1.
Komoditi berbasis kelapa sawit antara lain Tandan Buah Segar (TBS), pengolahan TBS menjadi CPO dan Kernel, dan pengolahan CPO menjadi minyak goreng.
2.
Identifikasi struktur mutu rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit melalui pendekatan SCOR (Supply Chain Operation Reference)
3.
Analisis dan penilaian perencanaan mutu melalui pendekatan sistem manajemen keamanan pangan dan SPC (Statistical Process Control)
4.
Analisis perencanaan peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit melalui pendekatan QFD (Quality Function Deployment).
4
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Komoditi dan produk berbasis sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus
dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Benih kelapa sawit pertama kali yang ditanam di Indonesia pada tahun 1984 berasal dari Mauritius, Afrika. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt (Jerman) pada tahun 1911. Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq
Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Produk minyak sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA = Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari
5 % FFA.
Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah). Syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB), air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
5
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
peroksida, dan ukuran pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan. Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini : · Crude Palm Oil · Crude Palm Stearin · RBD Palm Oil · RBD Olein · RBD Stearin · Palm Kernel Oil · Palm Kernel Fatty Acid · Palm Kernel · Palm Kernel Expeller (PKE) · Palm Cooking Oil · Refined Palm Oil (RPO) · Refined Bleached Deodorised Olein (ROL) · Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) · Palm Kernel Pellet · Palm Kernel Shell Charcoal Selain sebagai sumber minyak goreng kelapa sawit, produk turunan kelapa sawit ternyata masih banyak manfaatnya (Gambar 1) dan sangat prospektif untuk dapat lebih dikembangkan, antara lain: 1.
Produk turunan CPO. Produk turunan CPO selain minyak goreng kelapa sawit, dapat dihasilkan margarine, shortening, vanaspati (vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle, sabun dan detergent, cocoa butter extender, chocolate dan coatings, specialty fats, dry soap mixes, sugar confectionary, biskuit cream fats, filled milk, lubrication, textiles oils dan biodiesel.
6
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun
mendatang
akan
semakin
meningkat,
terutama
dengan
diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy. 2.
Produk turunan minyak inti sawit. Dari produk turunan minyak inti sawit dapat dihasilkan shortening, cocoa butter substitute, specialty fats, ice cream, coffee whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, imitation cream, sabun, detergent, shampoo dan kosmetik.
3.
Produk turunan Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat dihasilkan methyl esters, plastic, textile processing, metal processing, lubricants, emulsifiers, detergent, glicerine, cosmetic, explosives, pharmaceutical products dan food protective coatings.
Ketersediaan lahan produksi kelapa sawit disajikan dalam Gambar 2. Menurut Taher et al. (2000), enam propinsi potensi terbesar untuk ketersediaan lahan produksi kelapa sawit yaitu propinsi Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat. Kisaran luasan lahan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Luasan lahan yang tersedia untuk kelapa Sawit Propinsi Jambi Kalimantan tengah Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi tengah Papua Barat Total
Luas (000 ha) 50 310 370 130 200 2000 3060
Sumber : Taher et al., 2000 Provinsi Jambi saat ini sedang giat mengembangkan perkebunan kelapa sawit, baik oleh perkebunan swasta, negara maupun rakyat. Keragaman perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 2. Dari total luasan tersebut, luas perkebunan swasta mencapai 139.276 ha (38,2%), perkebunan negara 19.671 ha (5,4%), dan perkebunan rakyat 205.599 ha (56,4%).
7
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tandan Buah Segar (TDS) Kelapa Sawit Buah Kelapa Sawit Daging Kelapa Sawit
Biji Kelapa Sawit
Minyak Kelapa Sawit
Inti Kelapa Sawit
Carotene Tocopherol Olein
Cocoa Butter
Tandan Kosong
Sludge
Minyak Goreng
Minyak
Stearin
Margarine
Shortening
Fatty Alkohol (Ester)
Mettalic Salt
Palmitic / Butanol
Palmitic Stearic / Ca.Zn
Palmitic / Propanol Stearic / Butanol Stearic / Glycol Oleic / Glycol
Stearic / Ca.Mg Stearic / Al. Li Oleic / Zn, Pb Oleic / Ba
Free Fatty Acid (FFA)
Vegetable Ghee
Minyak
Polyethoxylated Derivatives
Palmitic / Ethylene Propylene Oxide Stearic / Ethylene Propylene Oxide Oleic Acid Dimer Ethylene Propylene Oxide
Bungkil
Soap Stock
Glyserin
Sabun
Komponen
Minyak inti sawit (palm kernel oil)
Fatty acid
Serat
Tempurung
Lauric acid
Tepung Tempurung
Myristic acid
Briket
Arang
Bahan Bakar
Arang Aktif
Asam
Bahan selulosa
Kertas
Fatty Amines
Ester of Dibasic Acid
Oxygenated Fatty Acid
Fatty alcohol, dll
Fatty Acid Amides
Primary C16 & C18
Azelaiz / Butanol Octanol as Ester Azelaiz / Glycol Esters
Epoxy Stearic / Octanol Esters
C16 & C18 Alcohol / Sulphated
Stearamide
Elthio Stearin Mono & Polyhidric Alkohol Esters
C16 & C18 Alcohols / Esterified with higher saturated Fatty Acids
C16 & C18 / Ethoxylated C16 & C18 / Guanidine Ethoxylated Secondary C16 & C18 / Ehoxylated
Oleic Acid Dimer / Butanol & Octanol Esters
Quatenary C16 & C18
Oleic / Melhanol
C16 & C19 alcohol / Ethoxylation
Sulphated Alcanolamide of Palmitic, Stearic and Oleic Acids
Monoglycerides
Alkanolamides
C16 & C19 and
Monoglycerides Ethoxylation
Oleic / Oleoalkohol
C16 Aldehyde
Gambar 1. Pohon industri kelapa sawit (Departemen Pertanian, 2009)
8
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Oleamide
Gambar 2. Kesediaan lahan produksi kelapa sawit (Taher, et al, 2000) Tabel 2. Luas dan produksi kelapa sawit propinsi Jambi, Tahun 2008 Kabupaten Batanghari Muaro Jambi Bungo Tebo Merangin Sarolangun Tanjung Jabung Barat Tanjung Jabung Timur Kerinci Jumlah
TBM 9.808 31.785
Luas TM TR 52.695 2.980 95.461 368
10.385
39.062
155
49.602
17.323
21.876
1.287
40.486
7.308 8.991
43.326 30.049
420
50.634 39.460
15.685
68.633
280
84.598
13.430
12.767
-
63
-
114.778
363.869
Produksi (ton) 160.882
Produktivitas (kg/ha) 3.053
297.226
3.114
145.221 85.881
3.718 3.926
153.676
3.547
100.557
3.346
229.285
3.341
26.197
30.705
2.408
-
63
-
-
5.490
484.137
1.203.433
3.307
Jumlah 65.483 127.614
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Jambi, 2009 Keterangan : TBM = Tanaman belum menghasilkan, TM = Tanaman menghasilkan, TR = Tanaman Rusak 2.2.
Manajemen Rantai Pasok Agroindustri perkebunan merupakan rantai beberapa pelaku usaha (antara
lain petani, pengumpul, pengepak, pengolah, penyedia layanan penyimpanan dan transport, pedagang besar, eksportir, importir, distributor, dan pengecer) yang bekerja sama dalam hubungan sebagai pemasok dan konsumen. Manajemen rantai pasok komoditas perkebunan pada saat ini masih lemah karena: 1. Teknik
berkebun
masih
diusahakan
secara
tradisional
dan
belum
mendapatkan masukan teknologi yang memadai. 9
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
2.
Kelembagaan yang ada masih belum berfungsi dalam membentuk koordinasi antar para pelaku usaha yang terkait sehingga manajemen rantai pasok komoditas perkebunan belum dapat diterapkan dengan baik.
3.
Pengelolaan rantai pasok komoditas perkebunan di Indonesia belum didukung oleh kebijaksanaan pemerintah dan iklim usaha yang tepat.
Berdasarkan konsep rantai pasok terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material tersebut dapat dilIhat pada Gambar 3. S U P P L I E R Physical Supply
MANUFACTUR
DISTRIBUTION SYSTEM
Manufacturing Planning and Control
Physical Distribution
C U S T O M E R
DOMINANT FLOW OF PRODUCTS AND SERVICES DOMINANT FLOW OF DEMAND AND DESIGN INFORMATION
Gambar 3. Aliran material (Arnold dan Chapman, 2004). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah sebagai berikut:
Rantai 1 adalah Supplier. Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber penyedia bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bias berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah supplier bias banyak bias sedikit.
10
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Rantai 1-2 adalah Supplier manufaktur. Manufaktur yang melakukan pekerjaan
membuat,
memfabrikasi,
meng-assembling,
merakit,
mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventori bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak supplier, manufaktur, dan temapt transit merupakan target penghematan ini. Penghematan sebesar 4060%, bahkan lebih dapat diperoleh dengan menggunakan konsep supplier partnering.
Rantai 1-2-3 adalah supplier manufaktur distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang kepada pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh dengan supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam jumlah besar dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer.
Rantai 1-2-3-4 adalah supplier manufaktur distributor ritel. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini bisa dilakukan penghematan dalam bentuk inventori dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer.
Rantai 1-2-3-4-5 adalah supplier manufaktur distributor ritel pelanggan. Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli. Mata rantai pasok baru benar-benar berhenti ketika barang tiba pada pemakai langsung.
2.3.
Metode SCOR untuk Evaluasi SCM SCOR (Supply Chain Operation Reference) adalah suatu model referensi
proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) 11
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) supply chain management. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasok hingga ke konsumen. Ruang lingkup metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 4.
Supply Chain Operation Reference Model Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR (SSC, Supply Chain Council, 2006).
Supply Chain Council (2006) memaparkan tiga pilar utama yang membangun
Model SCOR, sesuai dengan Gambar 4, yaitu : 1. Pemodelan proses Merupakan acuan untuk memodelkan suatu rantai proses rantai pasok dan memudahkan untuk diterjemahkan dan dianalisis. Dalam SCOR, proses rantai pasok didefinisikan dalam lima proses terintegrasi, yaitu : Plan – Source – Make –Deliver – Return a. Perencanaan (PLAN), Merupakan proses untuk merencanakan rantai pasok dimulai dari mengakses sumberdaya rantai pasokan, perencanaan penjualan dengan mengagregasi (inventory)
besarnya
dan
permintaan,
distribusi,
merencanakan
perencanaan
kebutuhan
penyimpanan bahan
baku,
perencanaan pemilihan suplier dan perencanaan saluran penjualan. b. Pengadaan (SOURCE), Merupakan proses yang berkaitan dengan pengadaan bahan baku (Raw Material) dan pelaksanaan outsource.
Proses ini meliputi kegiatan
negosiasi dengan suplier, komunikasi dengan suplier, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi
barang, hingga pada pembayaran (pelunasan)
barang ke suplier.
12
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
c. Produksi (MAKE), Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi permintaan dan penerimaan kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan. d. Distribusi (DELIVER) Merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses, transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi. e. Pengembalian (RETURN) Merupakan kegiatan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman. Kegiatan lain yang dikategorikan sebagai kegiatan pengembalian yaitu kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan (return), pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-return, disposisi dan penukaran produk. 2. Pengukuran performa/kinerja rantai pasokan Pengukuran performa/kinerja rantai pasok dinyatakan dalam bentuk level tingkatan, yaitu level 1, level 2 dan level 3. Proses rantai pasok dimodelkan dalam bentuk hierarki proses. Hal yang sama juga dilakukan pada penilaian dimana metrik penilaiannya dimodelkan dalam bentuk hierarki penilaian. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran performa rantai pasokan disebut dengan atribut performa yang meliputi realibilitas rantai pasokan, responsivitas rantai pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing dari atribut performa tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1.
Top manajemen
perusahaan umumnya menggunakan metrik level 1 sebagai dasar untuk menetukan strategi pengembangan rantai pasokan yang akan dicapai dan disesuaikan dengan atribut performa yang paling dikehendaki oleh pembeli (eksternal) dan perusahaan (internal).
13
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
3. Penerapan best practise (praktek-praktek terbaik) Model SCOR digunakan untuk menyediakan praktek-praktek terbaik (best practise) yang diapat diterapkan oleh perusahaan. Setelah dilakukan pengukuran performa rantai pasokan dan target pencapaiannya telah ditetapkan, maka dilakukan identifikasi praktek-praktek yang ditetapkan untuk mencapai target. Praktek-praktek tersebut diturunkan oleh anggota yang berpengalaman di dewan rantai pasokan (supply chain council) dan bersifat keterkinian, terstruktur, dapat diulang, memiliki metode yang jelas dan memberikan imbas yang positif ke arah kemajuan.
Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai
pasokan. Kombinasi dari elemen-
elemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan perusahaan tertentu.
Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model
disajikan pada Gambar 5 (Supply Chain Council, 2006). Resturkturisasi Proses Bisnis Menganalisis kondisi performa rantai pasokan yang existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendak i
Benchmarking
Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan
Analisis Best Practise
Mengidentifikasi praktek manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi
Model Referensi Proses Menganalisis kondisi performa rantai pasokan existing, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendaki. Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan Mengidentifikasi praktek manajemen terbaik (best practice)
Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis (SSC, Supply Chain Council, 2006).
Model SCOR yang dibangun atas pemodelan proses, pengukuran performa kinerja rantai pasokan dan penerapan best practise (praktek-praktek terbaik) dengan gambaran masing-masing level, level dapat dilihat pada Tabel 3.
14
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 3. Model Hierarki SCOR #
Skema
Level Deskripsi
Keterangan
Top Level (Tipe Proses)
Level 1 didefinisikan sebagai ruang lingkup / cakupan SCOR. Tahap ini merupakan dasar dari performa kompetitif ditetapkan
Konfigurasi Level (Kategori Proses)
Level 2 didefinisikan sebagai jenis atau konfigurasi yang terbagi ke dalam : - Make to Stock - Make to Order - Make to Assamble
Level Elemen Proses P1.1 Identify, Prioritize, and Aggregate Supply-Chain P1.3 Requirements Balance Supply-Chain P1.2 Resources with SupplyIdentify, Assess, and Chain Requirements Aggregate Supply-Chain Resources
P1.4 Establish amd Communicate
Level 3 didefinisikan sebagai aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan, meliputi: - mendefinisikan proses - Mengatur input dan output - Metrik performa praktek terbaik best practise Level 3 merupakan penjabaran dari level 2 Level 4 merupakan tahapan implementasi dan penjelasan lebih detail dari tahapan pada level 3.
Level Implementasi (Dekomposisi Elemen Proses)
Sumber : SSC, Supply Chain Council, 2006
2.4.
Sistem Manajemen Mutu Keamanan Pangan Bagi produk makanan, sistem pengendalian mutu diawali dengan prinsip
penerapan
Good Manufacturing Practises (GMP)
yakni mendefinisikan dan
mendokumentasikan semua persyaratan yang diperlukan agar produk pertanian dapat diterima mutunya.
Pada GMP pusat perhatian ditujukan pada keamanan
mikrobiologis dan persyaratan mutu pangan. Dokumentasi yang dikembangkan pada regulasi Amerika Serikat mengenai GMP disajikan pada Tabel 4. Lebih lanjut Lund et al. (2000) memasukkan prinsip Good Hygienic Practise (GHP) menjadi bagian pada penerapan sistem manajemen mutu pengolahan makanan. Kedua prinsip tersebut yakni GMP dan GHP, menjadi persyaratan dasar (pre requisite ) bagi penerapan sistem manajemen Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) (Badan Standardisasi Nasional, 1998).
15
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 4. Dokumen GMP Amerika Serikat NO 1. 1.1. 1.2. 2. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 3. 3.1. 3.1.1. 3.1.2. 3.2. 3.2.1. 3.2.2. 3.2.3. 3.2.4. 3.2.5. 3.3. 3.3.1. 3.3.2. 3.3.3. 3.3.4. 3.3.5. 3.3.6. 4. 4.1. 4.2. 5. 5.1. 5.1.1. 5.1.2. 5.2. 6.
PERSYARATAN Persyaratan dasar Ruang lingkup Definisi Personal Status kesehatan dan pengendalian penyakit Kebersihan Pendidikan dan pelatihan Penyeliaan Bangunan dan fasilitas Pabrik dan tanah Tanah dan lokasi Rancangan dan konstruksi pabrik Operasi Kebersihan Perawatan umum Bahan untuk pembersihan, disinfektan dan penyimpanannya Pengendalian hama Kebersihan permukaan yang bersentuhan dengan makanan Penyimpanan dan penanganan kebersihan perangkat canting dan peralatan Pengendalian fasilitas kebersihan Pasokan air Pemipaan Pembuangan air kotor Fasilitas toilet Fasilitas cuci tangan Pembuangan sisa dan limbah Peralatan Rancangan perangkat dan peralatan Pemeliharaan perangkat dan peralatan Pengendalian produksi dan proses Proses dan pengendaliannya Bahan baku dan tambahan lain Operasi manufaktur Penggudangan dan distribusi Dokumentasi dan Rekaman
Sumber: Lund et al., 2000 Publikasi sistem HACCP yang telah diperkenalkan Codex Alimentarius Commission tentang tujuh prinsip HACCP dan dua belas langkah pedoman penerapannya yang diadopsi oleh Badan Standardisasi Nasional disajikan lengkap pada Tabel 5.
16
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 5. Tujuh prinsip HACCP dan duabelas langkah penerapannya Langkah ke-
Prinsip ke-
Deskripsi
1
-
Pembentukan tim HACCP
2
-
Deskripsi produk
3
-
Identifikasi rencana penggunaan
4
-
Penyusunan bagan alir
5
-
Konfirmasi bagan alir di lapangan
6
1
Pelaksanaan analisa bahaya. Persiapan suatu daftar tahapan proses di mana ditemukan bahaya signifikan dan deskripsi ukuran pencegahannya
7
2
Identifikasi titik kendali kritis (Critical Control Points-CCPs) dalam proses
8
3
Penetapan batas kritis untuk ukuran pencegahan berkaitan dengan setiap CCP teridentifikasi
9
4
Penetapan persyaratan pemantauan CCP. Penetapan prosedur dari hasil pemantauan untuk pengendalian proses dan pemeliharaan
10
5
Penetapan tindakan koreksi yang diambil manakala pemantauan mengindikasikan suatu penyimpangan dari batas kritis yang ditetapkan
11
6
Penetapan prosedur efektif pemeliharaan rekaman dari dokumen sistem HACCP
12
7
Penetapan prosedur untuk verifikasi bahwa sistem HACCP telah bekerja dengan baik
Sumber : Codex, 1993 dan Badan Standardisasi Nasional, 1998 Sistem HACCP bersifat pencegahan yang berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya baik kontaminasi mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku, suatu proses, penggunaan langsung oleh pengguna ataupun kondisi penyimpanan (Pierson dan Corlett, 1992). Mortimore
Sistem tersebut menurut
dan Wallace (1994) berisi tujuh prinsip yang secara garis besar
dipergunakan untuk menetapkan, menerapkan, dan memelihara rencana HACCP suatu operasi. 2.5.
Teknik Pengendalian Kualitas
2.5.1. Cause and Effect Diagram (Analisis Diagram Sebab Akibat - Fish Bone) Diagram sebab akibat biasanya disebut juga diagram tulang ikan (fish bone). Diagram ini diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa, seorang pakar mutu dari Jepang. Alat statistik ini digunakan untuk menganalisis suatu proses dan menemukan 17
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
kemungkinan penyebab suatu persoalan atau masalah yang sedang terjadi untuk diambil tindakan memperbaiki penyebabnya. Setelah penyebab-penyebab yang paling vital ditandai, maka diperlukan sumbang saran dari sebuah tim khusus yang dibentuk, untuk menganalisis gagasan-gagasan yang membuktikan penyebab masalah
tersebut.
Dalam
kegiatan
ini
biasanya
akan
bermanfaat
jika
pengelompokkan ide-ide di bawah judul penyebab yang sesuai. Penyebab-penyebab ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa penyebab utama yaitu metoda kerja, bahan baku, pengukuran manusia dan lingkungan (Marimin, 2005). Diagram sebab akibat digunakan pada tahap ini untuk memberikan gambaran visual yang jelas tentang masalah tersebut dengan menunjukkan penyebab-penyebab potensial dan hubungan-hubungan yang bisa jadi timbul di antara masing-masing penyebab. Diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Panah Cabang
Mutu
Faktor Utama
Gambar 6. Diagram sebab akibat (Ishikawa dalam Marimin, 2005) Menurut Marimin (2005), terdapat dua tipe diagram sebab akibat yang dapat digunakan untuk melihat penyebab masalah yaitu analisis penyebaran dan analisis proses. Dalam analisis penyebaran, setiap cabang utama diisi secara lengkap sebelum dimulai berdiskusi dengan tujuan menganalisis penyebab dari penyebaran keragaman. Untuk analisis proses, setiap langkah proses produksi sebagai penyebab utama, sedangkan penyebab rincinya dihubungkan dengan penyebab utama. Lebih lanjut, untuk menunjang dalam analisis diagram sebab-akibat ini dapat digunakan analisis konsep 5 W + 1 H. Metode ini menganalisis diagram sebab akibat (fish bone)
18
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
dimana
akar
permasalahan
sudah
teridentifikasi,
maka
untuk
mencari
penyelesaiannya adalah dengan menguraikan lebih detail ke dalam konsep tersebut. Manajemen mutu membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak, misalnya stakeholder agribisnis sawit, seperti semua pelaku saluran tata niaga agribisnis, pemerintah, dan akademisi. Selain itu juga manajemen mutu sifatnya dinamis atau berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pasar menanggapi tentang mutu. Berdasarkan keterangan manajemen mutu ini, maka dibutuhkan suatu strategi yang dapat
mengintegrasikan
kebutuhan
dan
kondisi
semua
stakeholder,
serta
mengupayakan beradaptasi dengan lingkungan pasar dan lain-lain. 2.5.2. Quality Function Deployment (QFD) Menurut Besterfield et al. (1999), Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu alat perencanaan dengan mekanisme terstruktur untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan menjadikan kebutuhan pelanggan itu sebagai pengendali (driver) bagi pengembangan atau pembuatan produk. Perencanaan yang dimaksud disini adalah perencanaan mutu. Perencanaan mutu merupakan bagian dari strategi operasi dalam suatu bisnis. Menurut Johns dan Harding (1996) menyatakan bahwa strategi operasi bertujuan untuk menghubungkan antara kegiatan operasi perusahaan ataupun
produksi suatu bisnis terhadap kebutuhan pasar. Berdasarkan hal ini,
perencanaan mutu merupakan suatu langkah berupa aktivitas dalam produksi untuk merancang mutu produk sesuai dengan keinginan konsumen. Begitu juga dengan yang didefinisikan oleh Gryna (2001), perencanaan mutu terdiri dari beberapa tindakan seperti mengidentifikasi konsumen, menemukan kebutuhan pelanggan, pengembangan produk, pengembangan proses, dan pengembangan pengendalian proses. Oleh karena itu, dalam perencanaan mutu, sebagian besar dititik beratkan harus memperhatikan dan mengakomodasi kepentingan konsumen akan mutu dan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha untuk mewujudkan perencanaan mutu tersebut. Dengan QFD, persyaratan-persyaratan kebutuhan pelanggan dapat teridentifkasi terlebih dahulu sebelum diproduksi, sehingga akan mengurangi biaya kesalahan. QFD, melalui pengertian tersebut, berusaha memahami kebutuhankebutuhan pelanggan melalui peningkatan mutu barang dan jasa yang dihasilkan.
19
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Bentuk representasi QFD adalah pembuatan matriks House of Quality (HOQ). Matriks HOQ terdiri dari dua bagian utama, yaitu: bagian horisontal berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen (customer table) sedangkan bagian vertikal berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen (technical table). Menurut Marimin (2005), matriks HOQ yang terdiri dari dua bagian besar dapat dipecah menjadi enam bagian utama, yaitu: a.
Voice of Customer (WHATs), berupa daftar persyaratan terstruktur yang berasal dari persyaratan konsumen.
b.
Technical Response (HOWs), berupa daftar karakteristik produk terstruktur yang relevan dengan persyaratan pelanggan dan terukur.
c.
Relationship Matrix, menggambarkan persepsi tim QFD mengenai keterkaitan antara technical dan customer requirement. Skala yang cocok diterapkan dan digambarkan dengan menggunakan angka 10 menandai hubungan kuat, angka lima menandai hubungan sedang, dan angka satu menandai hubungan lemah.
d.
Planning Matrix (WHYs), menggambarkan persepsi pelanggan yang diamati dalam survei pasar. Termasuk didalamnya adalah kepentingan relatif dari persyaratan pelanggan, perusahaan, kinerja perusahaan dan pesaing dalam memenuhi persyaratan.
e.
Technical Correlation (ROOF) Matrix, matriks ini digunakan untuk mengidentifikasikan dimana technical requirements saling mendukung atau saling mengganggu satu dengan yang lainnya di dalam desain produk.
f.
Technical Requirement, Benchmarks and Targets, digunakan untuk mencatat prioritas yang ada pada matriks technical requirements, mengukur kinerja teknik yang diperoleh oleh produk pesaing dan tingkat kesulitan yang timbul dalam mengembangkan requirement. Output akhir dari matriks adalah nilai target untuk setiap technical requirement. Matriks rumah mutu (House of Quality/HOQ) dapat dilihat pada Gambar 7.
20
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
CORRELATION MATRIX
HOW W H A T
CUSTOMER COMPETITIVE ASSASEMENT
RELATIONSHIP MATRIX
HOW MUCH BENCHMARK SERVICE REPAIR/COST DATA LEGAL/SAFETY CONTROL ITEM TECHNICAL IMPORTANCE RATING
Gambar 7. Matriks rumah kualitas (Marimin, 2005) 2.6.
Penelitian Terdahulu dan Usulan Penelitian 2.6.1. Penelitian yang dilakukan oleh Dedy dan Mellysa ( 2006) dengan judul Penerapan Fuzzy Quality Function Deployment dan Metode taguchi untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanila di PT. Bumi Tangerang Coklat Utama, melakukan pengembangan produk biscuit coklat berlapis krim vanilla dengan menggunakan metode Fuzzy Quality Function Deployment.
Pertama dilakukan
pengidentifikasian karakteristik produk biscuit coklat berlapis krim vanilla yang diinginkan konsumen dan penentuan tingkat keunggulan produk perusahaan dibanding pesaingnya. Karakteristik kualitas yang digunakan adalah kerenyahan biscuit. 2.6.2. Penelitian yang dilakukan oleh Dedy dan Simangunsong (2005) dengan judul penelitian Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia Pada PT. Astra Daihatsu Motor Dengan Menggunakan Fuzzy Quality Deployment (QFD) memungkinkan pengembangan produk dengan memberi prioritas pada keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Penentuan prioritas karakteristik teknis
21
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan Fuzzy Quality Function Deployment dengan Trapezoidal fuzzy number.
Hasil
pemeringkatan karakteristik teknis yang paling tinggi adalah bahan arm rest, sedangkan karakteristik teknis yang paling rendah adalah posisi tempat minimum terhadap lantai. Hal ini menunjukkan yang paling tinggi merupakan prioritas utama untuk diperbaiki. 2.6.3. Penelitian Marimin dan Muspitawati (2001) mengkaji tentang strategi peningkatan mutu produk industri sayuran segar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut kunci peningkatan mutu sayuran segar, memantau proses yang berkaitan erat mempengaruhi atribut
mutu
sayuran
segar,
dan
memformulasikan
strategi
peningkatan mutu. Penelitian dilakukan pada satu perusahaan sayuran, PT. X. Alat yang digunakan untuk mengkaji adalah QFD (Quality Function Deployment), SPC (Statistical Process Control), dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa atribut mutu kunci yang diharapkan konsumen sayuran adalah kesegaran dan proses yang sangat berkaitan erat adalah penanganan bahan baku dan proses penyimpanan. Sementara itu, strategi peningkatan mutu yang dikembangkan adalah strategi S-O, yaitu mempertahankan mutu sayuran dan memberikan jaminan keamanan pangan melalui penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). 2.6.4. Penelitian oleh Farisi (2007) tentang mengkaji sistem manajemen mutu terpadu di PT. X. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi peningkatan manajemen mutu terpadu. Alat-alat analisis yang digunakan adalah QFD, diagram fishbone, dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan
manajemen
mutu
terpadu
adalah
dengan
mengoptimalkan tiga respon teknik terbesar, yaitu komitmen pada mutu, perencanaan strategis, dan perbaikan berkesinambungan. Sedangkan
strateginya
adalah
melaksanakan
SOP
(Standard
Operation Procedure).
22
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
2.6.5. Shih–shue (2006), meneliti tentang aplikasi QFD (Quality Function Deployment) untuk pengembangan produk. Judul asli penelitian ini adalah The Application of Quality Function Deployment (QFD) in Product Development. Metode penelitian ini adalah studi kasus dan kajiannya adalah tentang kondisi bangunan hipermarket di Taiwan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan alat analisis QFD, arsitek dan pemborong perlu melakukan pengembangan dalam melakukan desain bangunan agar dapat memenuhi keinginan konsumen. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bahwa dengan alat analisis QFD dapat digunakan untuk menggabungkan antara kemampuan merespon dan harapan pelanggan. 2.6.6. Al-Mashari et al. (2005), meneliti tentang kunci sukses untuk pelaksanaan QFD (Quality Function Deployment). Judul penelitian ini adalah Key Enablers for The Effective Implementation of QFD: A Critical Analysis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menunjukkan konsep dan prinsip QFD yang diberlakukan di Ford Motor Company. Metode penelitiannya adalah studi literatur dan diskusi. Topik yang didiskusikan meliputi tentang penggunaan alat QFD dengan alat-alat mutu lainya. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah kunci sukses penerapan QFD di dalam kinerja organisasi adalah dengan membentuk lingkungan TQM (Total Quality Management) sebaik mungkin seperti keterlibatan manajemen dalam peningkatan secara kontinu. Selain itu juga, penerapan QFD perlu dibentuk tim-tim diskusi mutu dalam suatu perusahaan yang sering disebut dengan gugus kendali mutu. 2.6.7. Killen et al. (2005), meneliti tentang pembuatan rencana strategi dengan menggunakan metode QFD (Quality Function Deployment). Judul asli penelitian ini adalah Strategic Planning Using QFD. Tujuan penelitian ini adalah untuk perencanaan strategi dengan menggunakan alat bantu analisis QFD. Motivasi untuk menggunakan alat ini adalah karena QFD mampu untuk menjelaskan suatu keadaan yang dimana konsumen sebagai pengendali. Dengan demikian, organisasi akan
23
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
memiliki strategi yang dikendalikan oleh konsumen. QFD untuk perencanaan strategi melalui dua tahap, yaitu pengembangan strategi untuk konsumen dan pengembangan strategi secara umum. Hasil dari penelitian
ini
menyimpulkan
bahwa
QFD
strategi
akan
menterjemahkan visi ke dalam aksi nyata melalui beberapa tahap. Tahapannya yaitu penelitian konsumen, analisis segmen, memilih peluang-peluang yang ada, dan menciptakan strategi yang inovasi yang cukup stabil untuk menghadapi lingkungan yang cepat berubah. Penelitian yang dilakukan adalah perencanaan peningkatan mutu dalam rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit menggunakan teknik QFD untuk menentukan faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu yang diadaptasi dari metode SCOR. Model yang dihasilkan mencakup metode perencanaan mutu dengan pendekatan metode HACCP dan integrasi dengan QFD. Posisi penelitian yang dilakukan dari berbagai cara, yaitu 1) Metode identifikasi karakteristik dan struktur mutu rantai pasok dengan mengadaptasi metode SCOR, 2)
Identifikasi faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap
mutu dengan metode Fishbone, 3) Pendekatan dengan sistem manajemen keamanan pangan dan 4) Integrasi dengan QFD secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.
24
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 6. Perbandingan dan posisi penelitian yang dilakukan Metode pengukuran Mutu Produk No
Peneliti
Substansi Penelitian
QFD
Fuzzy QFD
1.
Mellysa (2006)
Penerapan Fuzzy QFD untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanilla
√
√
2.
Simangunsong (2005)
Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia pada PT Astra Daihatsu Motor
√
√
3.
Muspitawati (2001)
Strategi Peningkatan Industri Sayuran Segar
Produk
√
4.
Farisi (2007)
Sistem Manajemen Mutu Terpadu di PT X
√
5.
Shih-Shue (2006)
Aplikasi produk
pengembangan
√
6.
Al-Mashari (2005)
Konsep dan prinsip QFD yang diberlakukan di Ford Motor Company
√
7.
Killen (2005)
Strategic Planning Using QFD
√
8.
Penelitian yang dilakukan (2010)
Desain Model Pengendalian Mutu Produk Rantai Pasok Komoditas dan Produk Berbasis Sawit
QFD
untuk
Mutu
√
25
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
SPC
SWOT
√
√
AHP
SCOR
√
√
√
III. 3.1.
METODE PENELITIAN
Tahapan Penelitian Tahapan pertama dari penelitian adalah mempelajari sistem rantai pasok
komoditas sawit melalui studi literatur dan diskusi dengan beberapa pihak yang memahami rantai pasok komoditas sawit. Selain itu, studi pustaka dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap rantai pasok produk pertanian khususnya komoditas sawit dan metode yang akan digunakan dalam penelitian. Tahapan kedua adalah wawancara lebih mendalam yang disertai dengan survey lapang. Pada tahapan ini dilakukan survei lapang ke beberapa pelaku dalam rantai pasok komoditas sawit mulai dari petani dan kelompok tani, pedagang pengumpul, perusahaan pengolah dan produk jadi. Survey lapang dilakukan untuk mengetahui rangkaian kegiatan rantai pasok komoditas sawit dan pengendalian mutu dari tiap-tiap rantai untuk mengembangkan sistem rantai pasok yang dapat menjamin peningkatan mutu produk. Tahapan ketiga adalah melakukan desain model pengendalian mutu komoditas pada rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit. Pada tahap ini akan dilakukan analisis rantai pasok produk sawit melalui studi pustaka guna memahami kondisi eksisiting saat ini. Identifikasi struktur mutu produk pertanian berbasis sawit dan evaluasi sistem rantai pasokan dengan metode SCOR. Selanjutnya dilakukan identifikasi faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu produk pertanian berbasis sawit dengan metode Fishbone, dan penetapan perencanaan mutu serta perumusan strategi peningkatan mutu sawit dengan metode QFD. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8. 3.2.
Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut : 1.
Observasi lapangan, yaitu melihat secara langsung kegiatan-kegiatan rantai pasok dari kebun (petani), prosesor, dan distribusi.
2.
Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi atribut mutu dimulai dari pembibitan sawit, perawatan, pemanenan, pengumpulan, pendistribusian, pengolahan hingga menjadi produk jadi.
26
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
3.
Focus Group Discussion (FGD), meliputi wakil petani/kelompok tani, prosesor, pemerintah (regulator), dan universitas/lembaga riset teknologi.
Pada FGD dilakukan pendalaman terhadap kondisi
eksisting untuk memperoleh alternative-alternatif peningkatan mutu pada rantai pasok. FGD juga melakukan verifikasi terhadap model pengendalian mutu rantai pasok produk berbasis sawit. 4.
Opini Pakar (expert opinion), data ini merupakan data yang dibangkitkan dari para pakar dan expert judgement atau pertimbangan para pakar terhadap beberapa pilihan ‘metric’. Prioritarisasi ‘metric’ diperoleh berdasarkan kuisioner yang disusun berdasarkan hasil analisa dari proses sebelumnya.
3.3.
Kerangka Logika Penelitian Kerangka logika penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 7.
Dijelaskan dalam tabel keterkaitan antara tujuan penelitian dengan permasalahan yang terkait dengan jenis data, sumber data, cara pengumpulan data serta cara pengolahan data yang telah diperoleh. Kepuasan konsumen produk sawit akan terpenuhi jika mutu yang diberikan baik. Untuk memenuhi kepuasan tersebut, perlu mengetahui identifikasi mutu melalui harapan pelanggan akan atribut mutu. Atribut mutu harapan pelanggan ini akan menjadi acuan bagi pihak yang terlibat di dalam agroindustri sawit untuk dapat menyesuaikan aktifitasnya. Namun, keberhasilan aktivitas ini perlu memperhatikan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu, seperti SDM, tehnik melakukan proses, bibit buah sawit, dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan perencanaan mutu, faktor-faktor tersebut akan menjadi pusat perhatian untuk peningkatan mutu karena pengaruhnya yang dominan. Identifikasi atribut mutu dengan metode Fishbone. Identifikasi dilakukan pada empat lokasi pengamatan yaitu saat Pemanenen, Pasca Panen, Pengolahan Kelapa Sawit dan Refinery.
27
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Persiapan penelitian
Studi Pendahuluan
Latar belakang dan perumusan masalah
Studi Literatur
Tujuan Penelitian
Pembatasan Masalah
Analisis Kondisi Obyektif Rantai Pasok Komoditas & Produk Sawit
Identifikasi Karakteristik dan Struktur Mutu Rantai Pasok Komoditas Berbasis Kelapa Sawit (pendekatan SCOR) Peningkatan Mutu Produk Komoditas Berbasis Kelapa Sawit (Pendekatan QFD) Identifikasi Faktor-faktor Dominan Bepengaruh Terhadap Mutu Rantai Pasok Komoditas Berbasis Kelapa Sawit (Pendekatan Fishbone) Perencanaan Mutu & Strategi Peningkatan Mutu Sawit (pendekatan HACCP)
Kesimpulan dan Saran
Gambar 8. Diagram alir penelitian peningkatan mutu produk pada rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit 3.4.
Metoda Sampling Pengambilan Data Sampling pengambilan data digunakan sebagai sumber data primer. Data
primer penelitian ini merupakan data yang bersumber dari responden pakar. Responden ini dijadikan sebagai sumber data karena kepakarannya atau keahliannya di bidang agroindustri sawit. Keahlian atau kepakaran responden dapat terdiri dari keterampilan, intuisi, atau pengetahuan yang dimiliki. Tabel 8.
menunjukkan
keterangan dari responden ahli yang dibutuhkan.
28
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 7. Kerangka logika penelitian
No.
Tujuan
1.
Mempelajari kondisi obyektif rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit
2.
Mengidentifikasi karakteristik & struktur mutu rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit
3.
4.
5.
Masalah
Jenis Data
Sumber Data
Bagaimana kondisi rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit di Indonesia
Primer
- Studi literatur - Pakar
Bagaimana karakteristik & struktur mutu rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit di indonesia Menetapkan perencanaan Bagaimana perencanaan yang peningkatan mutu komoditi tepat dalam peningkatan mutu berbasis kelapa sawit. produk
Primer
- Studi literatur - Pakar
Mengidentifikasikan faktorfaktor dominan berpengaruh terhadap mutu rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit Menentukan cara peningkatan mutu komoditi berbasis kelapa sawit.
Primer
Apakah faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu rantai pasok komoditi erbasis kelapa sawit Bagaimana perencanaan mutu & strategi peningkatan mutu sawit
Primer
Primer
- Data Produksi - Data pengawasan mutu / hasil uji - Data hasil audit penerapan haccp - Data hasil interview dengan pakar - Studi literatur - Pakar Data penerapan sistem keamanan pangan yang diterapkan di tempat studi kasus perusahaan
29
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Cara Pengumpulan Data - Penelusuran ilmiah - Survey Lapang - Interview - Penelusuran ilmiah - Survey Lapang - Interview Penelitian di Perusahaan
- Penelusuran ilmiah - Survey Lapang - Interview Penelitian di Perusahaan
Cara Pengolahan Data
Pendekatan SCOR -
QFD
Pendekatan Fishbone - Penerapan HACCP
Tabel 8. Keterangan responden ahli penelitian No. 1.
2.
3.
3.5.
Peranan
Institusi
Jabatan
Pengolah Kelapa Sawit
PT ASL – Jambi
Petani
Kelompok Tani Kelapa Sawit Kabupaten Hitam Ulu - Jambi
1.Kepala kebun Plasma
PT PKB - Bekasi
1. Kepala Produksi
Pengolah CPO (Refinari)
1. Administratur 2. Kepala Pabrik
2.Kepala Kebun Inti
2. Kepala Pengawasan Mutu
Metoda Analisis Data
3.5.1. Analisis Rantai Pasok Sawit Kondisi umum dan model rantai pasok dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, melalui berbagai literatur, pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah gambaran umum kondisi obyektif rantai pasok sawit. Dalam mengidentifikasi performa rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit perusahaan menggunakan metode deskriptif menggunakan pengembangan rantai pasokan komoditas dan komoditi erbasis kelapa sawit yang dicanangkan oleh Asian Productivity Organization (APO), Jepang.
Metode Pengembangan tersebut
mengikuti kerangka proses yang telah dimodifikasi oleh Van der Vorst, 2005 (Gambar 9). a.
Struktur Rantai (Network Structure) i. Anggota Rantai dan Aliran Komoditas Dijelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang terlibat didalam rantai pasokan dan peranannya. Aliran komoditas terkait dengan mutu mulai dari hulu sampai hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan, serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak.
30
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Siapa saja anggota rantai dan apa peranannya Bagaimana konfigurasi peraturannya
Tujuan rantai
Struktur jaringan
Manajemen Mutu Rantai
Proses Bisnis Rantai
Sumber daya
Manajemen struktur apa yang digunakan Bagaimana ikatan kontraktualnya Peran pemerintah?
Siapa pelaku bisnis, dan proses apa dalam SCM? Bagaimana integrasi dari setiap proses
Performa rantai
Sumber daya apa saja yang digunakan (ICT, SDM, Teknologi)
Gambar 9. Kerangka analisis manajemen rantai pasokan (Van der Vorst, 2005) ii. Entitas Rantai Pasokan Entitas rantai pasokan dijelaskan sebagai elemen-elemen didalam rantai pasokan yang mampu menstimulasi terjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder rantai pasokan dan situasi persaingan. iii. Mitra – Petani Dijelaskan mengenai hubungan kerjasama pada petani. Profil petani seperti kesepakatan mutu dalam kegiatan perawatan lahan pertanian, produktivitas pertanian, kegiatan pertanian, kegiatan pasca panen, juga disertakan dengan lengkap. Kegiatan pasca panen yang melibatkan petani dijelaskan dalam formulir seperti pada Tabel 9. b.
Sasaran Rantai (Chain Objectives) i. Sasaran Pasar Dijelaskan mengenai bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas, serta siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari produk terkait dengan mutu. 31
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
ii. Sasaran Pengembangan Dijelaskan sbagai target atau objek dalam rantai pasokan yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat didalamnya. iii. Pengembangan Kemitraan Dijelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota rantai pasokan untuk mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan. Tabel 9. Formulir kegiatan pasca panen mitra petani - perusahaan Tanda √ jika dilakukan pemeriksaan mutu Pemanenan Transportasi ke industri pengolah Penerimaan dan Sortasi
c.
Dilakukan oleh
Keterangan
Petani
Koperasi
Perusahaan
........
........
........
........
........
........
........
........
........
Manajemen Rantai i. Struktur Manajemen Dijelaskan konfigurasi hubungan didalam rantai pasokan. Tujuannya adalah mengetahui pihak yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama didalam rantai pasokan. Pihak yang menjadi pelaku utama adalah yang melakukan sebagian besar aktivitas didalam rantai pasokan. Tabel 10. Formulir kegiatan proses didalam rantai pasok Kriteria
Kegiatan proses dan Pengendalian
Pemanenan
........
Transportasi ke industri pengolah Penerimaan dan Sortasi
........ ........
Pengolahan Kelapa Sawit Pengolahan CPO
........ ........
32
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
ii.
Pemilihan Mitra Dijelaskan mengenai bagaimana proses kemitraan terjalin dan kriteria-kriteria yang digunakan dalam pemilihan mitra kerjasama melalui implementasi di lapangan.
iii.
Kesepakatan Kontraktual Dijelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual dalam menjalin kerjasama, yang menjadi faktor penentu adalah kinerja mitra dan mutu komoditas atau produk. Seluruh kegiatan kontraktual dievaluasi setiap akhir tahun untuk dipertimbangkan apakah kerjasama akan diteruskan atau dihentikan.
d.
Sumber Daya Rantai Melakukan penilaian potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai
pasokan untuk mengetahui potensi-potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan rantai pasokan.
Aspek pembahasan meliputi sumber daya fisik,
teknologi, dan sumberdaya manusia. 3.5.2. Desain Model Peningkatan Mutu. Tahap berikut adalah melakukan desain model peningkatan mutu komoditas dan produk berbasis sawit. Pendekatan yang dilakukan yaitu menggunakan metode QFD.
Interpretasi dari QFD adalah House of Quality (HOQ).
Langkah-langkah dalam membangun HOQ adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasikan semua kebutuhan dan keinginan pelanggan terhadap produk dan selanjutnya disebut sebagai karakteristik pelanggan/konsumen (WHATs).
Kelompokkan karakteristik pelanggan yang diperoleh ke
dalam kelompok primer, sekunder dan bila perlu tersier. Seluruh data diuraikan dan dicatat pada bagian kiri rumah mutu (HOQ), seperti terlihat pada Gambar 10.
33
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Primery
Secondary
Mutu Tandan Buah Sawit
Mutu CPO
Mutu Minyak goreng
Gambar 10. Bentuk hierarki kebutuhan pelanggan (WHATs) 2. Mengidentifikasikan tingkat kepentingan pelanggan untuk masing-masing karakteristik pelanggan. Nilai-nilai kepentingan dimasukkan ke dalam kolom tingkat kepentingan (importance) pada rumah mutu (HOQ), seperti terlihat pada Gambar 11. Penilaian diberikan dengan angka 1 = kurang penting; 2 = agak penting; 3 = cukup penting; 4 = penting; 5 = sangat penting. Primery
Secondary
Importance
Mutu Kelapa Sawit
Mutu CPO
Mutu Minyak goreng
Gambar 11. Bentuk hierarki kepentingan pelanggan 3. Menterjemahkan seluruh karakteristik pelanggan kedalam karakteristik desain/proses dengan menunjukkan perusahaan melakukan tahapan
34
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
proses untuk memenuhi permintaan pelanggan terhadap produk/jasanya, seperti terlihat pada Gambar 12. PENGOLAHAN
Pengangkutan TBS
.........................................
Penimbangan dan Sortasi TBS
Pembongkaran TBS
Perebusan
Pelumatan
Pengepresan
Penyaringan
Penyimpanan Sementara
Pendistribusian CPO
Penerimaan CPO
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
MINYAK GORENG
Penyimpanan TBS
PENGOLAHAN MINYAK SAWIT
Teknik Pemanenan
PEMANENAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Gambar 12. Karakteristik proses (HOWs) 4. Menetukan hubungan yang terjadi antara masing-masing karakteristik pelanggan (WHATs) dengan karakteristik proses (HOWs). Hubungan yang terjalin terbagi atas 3 (tiga) yaitu hubungan kuat (10), sedang (5) dan lemah (1). Hubungan tersebut digambarkan pada bagian tengah rumah mutu (HOQ), seperti terlihat pada Gambar 13.
1 Secondary Mutu
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Importance
Kelapa Sawit
Mutu CPO
Minya goreng
Gambar 13. Hubungan karakteristik pelanggan dan karakteristik proses
35
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
17
5. Menetukan hubungan antar karakteristik Proses (HOWs dengan HOWs), seperti terlihat pada Gambar 14, dilakukan dengan membagi menjadi 4 tipe hubungan, yaitu : 3.
Hubungan sangat positif (Strong Positive Correlation) Korelasi yang terjadi jika perubahan suatu karakteristik teknis akan berpengaruh sangat positif terhadap karakteristik teknis lainnya.
4.
Hubungan positif (Strong Correlation) Korelasi yang terjadi jika perubahan suatu karakteristik teknis akan berpengaruh positif terhadap karakteristik lainnya.
5.
Hubungan negatif (Negative Correlation) Korelasi yang terjadi jika perubahan suatu karakteristik teknis akan berpengaruh negatif terhadap karakteristik lainnya.
6.
Hubungan sangat negatif (Strong Negative Correlation) Korelasi yang terjadi jika perubahan suatu karakteristik teknis akan berpengaruh sangat negatif terhadap karakteristik lainnya.
PENGOLAHAN
Pengangkutan TBS
...........................................
Penimbangan dan Sortasi TBS
Pembongkaran TBS
Perebusan
Pelumatan
Pengepresan
Penyaringan
Penyimpanan Sementara
Pendistribusian CPO
Penerimaan CPO
………………………………
………………………………
………………………………
………………………………
MINYAK GORENG
Penyimpanan TBS
PENGOLAHAN MINYAK SAWIT
Teknik Pemanenan
PEMANENAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Gambar 14. Hubungan antar karakteristik proses
36
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Kondisi umum dan model rantai pasok dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif, melalui berbagai literatur, pendapat pakar dan nara sumber. Output dari analisis ini adalah gambaran umum kondisi obyektif rantai pasok sawit khususnya di PT ASL – Jambi.
Output yang diharapkan yaitu identifikasi dan
karakteristik struktur mutu rantai pasok produk dan komoditas berbasis sawit. 3.5.3. Identifikasi Faktor-Faktor Dominan Berpengaruh Terhadap Mutu Rantai Pasok Komoditas dan Komoditi Berbasis Kelapa Sawit Identifikasi terhadap faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu dan rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit dengan metode Fishbone. Identifikasi dilakukan dengan melakukan survey kepada kepala kebun, kepala pabrik pengolah kelapa sawit dan kepala produksi pabrik refinery terkait dengan faktor mutu komoditas dan produk sawit. 3.5.4. Perencanaan Mutu dan Strategi Peningkatan Mutu Sawit Selanjutnya merencanakan mutu dan strategi peningkatan mutu sepanjang rantai pasok komoditas dan produk berbasis sawit menggunakan pendekatan penerapan sistem manajemen keamanan pangan (HACCP) Perencanaan dilakukan dengan menganalisis titik kritis yang dikendalikan pada setiap rantai, diawali dengan kebun sawit, pabrik pengolah kelapa sawit dan pabrik pengolah CPO (refinery). Dari setiap titik kritis dievaluasi untuk peningkatan mutu sepanjang rantai. 3.6.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan di lokasi pelaku usaha sawit khususnya di wilayah
propinsi Jambi dan pelaku usaha pengolahan minyak sawit di wilayah Jakarta. Penelitian dilakukan mulai Juli 2010 - Juli 2011.
37
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
IV. PERKEMBANGAN MINYAK SAWIT DAN TURUNANNYA DI INDONESIA Sektor pertanian perkebunan memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia dan sangat potensial untuk terus dikembangkan. Peranan Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada peringkat kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen (Departemen Pertanian, 2008). Komoditi perkebunan terdiri atas karet kering, minyak sawit, biji sawit, coklat, kopi, teh, kulit kina, gula tebu dan tembakau. (Tabel 11). Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang pembudidayaannya berkembang sangat pesat sejak dekade 1990-an yang tercatat seluas 1,1 juta hektar, dan pada tahun 2007 berkembang menjadi 6,78 juta hektar dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebanyak 17,37 juta ton. Industri kelapa sawit Indonesia telah tumbuh secara signifikan dalam dua puluh tahun terakhir. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia dan bahkan mampu memproduksi 16.050.000 ton mengungguli Malaysia yang hanya produksi CPO sebesar 15.881.000 ton (MPOB for data on Malaysia,2009). Indonesia memiliki kebun kelapa sawit seluas 6.611.000 ha. Selain itu minyak kelapa sawit merupakan komoditas strategis baik sebagai bahan pangan (minyak goreng) maupun bahan
bakar
alternatif
seperti
biodiesel
(Direktorat
Jenderal
Perkebunan
Indonesia,2008). Pada Tabel 12 dan Gambar 15 diketahui jumlah produksi minyak sawit yang memiliki jumlah terbesar serta peningkatan rata-rata 10,9% per tahun dalam rentang tahun 2000-2006. Peningkatan jumlah produksi CPO mengalami penurunan pada rentang tahun 2000-2009 yaitu rata-rata 6,5%.
38
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 11. Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton), 1995-2009
1995
Karet Kering 341.000
1996
Tahun
Minyak Sawit
Biji Sawit
Coklat
Kopi
Teh
Kulit Kina
Gula Tebu
1)
Tembakau
2.476.400
605.300
46.400
20.800
111.082
300
2.104.700
9.900
334.600
2.569.500
626.600
46.800
26.500
132.000
400
2.160.100
7.100
1997
330.500
4.165.685
838.708
65.889
30.612
121.000
500
2.187.243
7.800
1998
332.570
4.585.846
917.169
60.925
28.530
132.682
400
1.928.744
7.700
1999
293.663
4.907.779
981.556
58.914
27.493
126.442
917
1.801.403
5.797
2000
375.819
5.094.855
1.018.971
57.725
28.265
123.120
792
1.780.130
6.312
2001
397.720
5.598.440
1.117.759
57.860
27.045
126.708
728
1.824.575
5.465
2002
403.712
6.195.605
1.209.723
48.245
26.740
120.421
635
1.901.326
5.340
2003
396.104
6.923.510
1.529.249
56.632
29.437
127.523
784
1.991.606
5.228
2004
403.800
8.479.262
1.861.965
54.921
29.159
125.514
740
2.051.642
2.679
2005
432.221
10.119.061
2.139.652
55.127
24.809
128.154
825
2.241.742
4.003
2006
554.634
10.961.756
2.363.147
67.200
28.900
115.436
800
2.307.000
4.200
2007
578.486
11.437.986
2.593.198
68.600
24.100
116.501
500
2.623.800
3.100
2008
586.081
12.477.752
2.829.201
62.913
28.074
114.689
400
2.668.428
2.614
2009*
640.787
12.954.662
2.937.362
63.628
28.448
112.761
600
2.849.769
2.943
Catatan : 1). Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat nan rakyat *). Angka sementara
Sumber : BPS, 2008
39
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
1)
Industri kelapa sawit berpotensi menghasilkan perkembangan ekonomi dan sosial yang signifikan di Indonesia. Kelapa sawit merupakan produk pertanian paling sukses kedua di Indonesia setelah padi, dan merupakan ekspor pertanian terbesar. Industri ini menjadi sarana meraih nafkah dan perkembangan ekonomi bagi sejumlah besar masyarakat miskin di pedesaan Indonesia. Industri kelapa sawit Indonesia diperkirakan akan terus berkembang pesat dalam jangka menengah. Pasar minyak sawit dunia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir dengan produksi minyak sawit saat ini diperkirakan lebih dari 45 juta ton. Indonesia merupakan salah satu produsen dan eksportir minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi lebih dari 18 juta ton minyak sawit per tahun. Meskipun
hanya
menyumbang
sekitar
14
persen
PDB,
pertanian
menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 41 persen penduduk Indonesia dan menjadi mata pencarian sekitar dua pertiga rumah tangga pedesaan. Industri kelapa sawit merupakan kontributor yang signifikan bagi pendapatan masyarakat pedesaan di Indonesia. Pada 2008, lebih dari 41 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil, menghasilkan 6,6 juta ton minyak sawit. Dengan lebih dari separuh penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan—dan lebih dari 20 persen di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan—industri kelapa sawit menyediakan sarana pengentasan kemiskinan yang tidak terbandingi. Pembatasan konversi hutan untuk pertanian atau kelapa sawit menutup peluang peningkatan standar hidup dan manfaat ekonomi yang cukup prospektif bagi warga pedesaan, membenamkan mereka ke standar kehidupan yang kian rendah. Tabel 12. Volume dan nilai ekspor, Impor Indonesia Tahun EKSPOR Volume (Ton) Nilai (000 US$) 2000 4.688.852 1.326.398 2001 5.485.144 1.227.165 2002 7.072.124 2.348.638 2003 7.046.303 2.719.304 2004 9.565.974 3.944.457 2005 11.418.987 4.344.303 2006 11.745.954 4.139.286 2007 13.210.742 8.866.445 2008 18.141.006 14.110.229 2009 21.151.127 11.605.431 Sumber : Ditjenbun, 2008 40
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Gambar 15.
Volume dan Nilai Ekspor Komoditi kelapa Sawit, 200-2006. (Ditjenbun, 2009)
Sekitar 80 persen produksi minyak sawit dunia digunakan untuk makanan, termasuk minyak goreng, dalam margarin, mi, makanan panggang, dll. Selain itu, minyak sawit digunakan sebagai bahan dalam produk nonmakanan, termasuk produksi bahan bakar hayati, sabun, detergen dan surfaktan, kosmetik, obat-obatan, serta beraneka ragam produk rumah tangga dan industri yang lain. Pada 2009, dunia mengonsumsi sekitar 6,5 kilogram minyak sawit per kapita setiap tahun.4 Minyak sawit dan minyak inti sawit, baik dalam produk makanan maupun nonmakanan, tumbuh secara signifikan. Menjelang 2020, konsumsi minyak sawit dunia diperkirakan tumbuh sampai hampir 60 juta ton. Permintaan minyak sawit di dunia juga meningkat, dan cenderung terus meningkat, karena negara berkembang beralih dari lemak-trans buatan ke alternatif yang lebih sehat. Lemak-trans sering digunakan untuk menggantikan lemak padat alami dan lemak cair dalam produksi makanan komersial, khususnya makanan cepat saji dan industri camilan dan makanan panggang. Minyak sawit adalah produk pertanian kedua terbesar Indonesia; pada 2008, Indonesia menghasilkan lebih dari 18 juta ton minyak sawit. Selama dasawarsa yang
41
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
lalu, minyak sawit merupakan ekspor pertanian Indonesia yang paling penting. Pada 2008, Indonesia mengekspor lebih dari $14,5 juta dalam bentuk produk yang berkaitan dengan sawit.16 Industri minyak sawit Indonesia mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun belakangan ini, kira-kira 1,3 juta ha lahan baru dijadikan perkebunan kelapa sawit sejak 2005, sehingga mencapai hampir 5 juta ha pada 2007 (mencakup 10,3 persen dari 48,1 juta ha lahan pertanian)17. Perluasan luar biasa ini terjadi karena imbal hasil tinggi yang dipicu oleh permintaan yang semakin besar. Kebun kelapa sawit Indonesia yang luas berada di Sumatra, mencakup lebih dari 75 persen total areal kelapa sawit matang dan 80 persen total produksi minyak sawit.18 Provinsi produksi utama di Indonesia adalah Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, dan Sumatra Barat. Pada 2008, sekitar 49 persen perkebunan kelapa sawit dimiliki swasta, 41 persen dimiliki petani kecil, dan sisanya yang 10 persen dimiliki pemerintah. Perkebunan swasta adalah penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia, menghasilkan lebih dari 9,4 juta ton berdasarkan perhitungan pada 2008. Pada tahun yang sama, perkebunan petani kecil menghasilkan 6,7 juta ton, dan perkebunan pemerintah menghasilkan 2,2 juta ton.
42
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
V. ANALISIS RANTAI PASOK
5.1. Struktur Rantai Pasokan a.
Anggota Rantai dan Aliran Komoditas
Struktur rantai pasok sawit terdiri atas bebagai faktor . Diawali dengan sumber bahan baku,
yaitu tandan buah segar (TBS) dari berbagai sumber,
proses
pengolahan menjadi minyak kasar (CPO) hingga proses lanjut pengolahan minyak kasar menjadi minyak murni (minyak goreng) dengan standar mutu dan kemanan pangan yang dipersyaratkan. Model rantai pasok sawit dapat dilhat pada Gambar 17. Aliran komoditas sawit pada model rantai pasok dapat digambarkan dalam beberapa rantai, yaitu : 1) Struktur Rantai Pasok 1 Kebun Inti → Pabrik PKS → Eksportir → Pasar Luar Negeri Aliran pada rantai ini menggambarkan bahan baku berasal dari kebun inti. Kebun inti PT ASL terdiri atas 9 afdeling, dengan luasan masing-masing afdeling sekitar 800 – 900 ha. Total luasan kebun sawit inti adalah 8.144 ha. Mutu bahan baku yang olah di pabrik pengolah kelapa sawit (PKS) sangat ketat dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude palm Oil) dengan kualitas super. 2) Struktur Rantai Pasok 2 Kebun Inti → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pedagang → Pasar Tradisional Aliran rantai pasok menggambarkan bahan baku yang dipergunakan dari kebun inti kemudian memasuki pabrik pengolahan kelapa sawit untuk menjadi minyak kasar (CPO). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga pelepasan produk di pasar.
43
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Kebun Inti Kebun Plasma Kebun Luar
Eksportir KKPA = Kredit koperasi Primer anggota Bandar
Pasar luar negeri
Pabrik PKS1 Pemasok pabrik refinary
Pedagang Pabrik
Pabrik PKS2
Refinery
Pabrik PKS3
Pemasok ritel/ supermarket Eksportir
Gambar 16. Stuktur Rantai Pasok Sawit
44
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Pasar Tradisonal Ritel / supermarket Pasar luar negeri
3) Struktur Rantai Pasok 3 Kebun Inti → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pemasok Ritel / Supermarket → Ritel / Supermarket Aliran rantai pasok tipe 3 memiliki kesamaan dengan rantai pasok tipe 2 untuk seluruh kegiatan di bagian hulu. Setelah menjadi produk minyak goreng sasaran pasar yang dituju adalah pemasok ritel/supermarket untuk selanjutnya dilakukan penjualan secara ritel atau satuan di supermarket. 4) Struktur Rantai Pasok 4 Kebun Inti → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Eksportir →Pasar Luar Negeri Aliran rantai pasok tipe 4 menggambarkan kesamaan dengan tipe 2, yaitu bahan baku yang dipergunakan dari kebun inti kemudian memasuki pabrik pengolahan kelapa sawit untuk menjadi minyak kasar (CPO). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga pelepasan produk di pelabuhan untuk di ekspor. 5) Struktur Rantai Pasok 5 Kebun Plasma →KKPA→ Pabrik PKS → Eksportir → Pasar Luar Negeri Aliran pada rantai ini menggambarkan bahan baku berasal dari kebun plasma yang disalurkan melalui koperasi-koperasi melalui persyaratan mutu yang ketat untuk bahan baku selanjutnya diolah di pabrik kelapa sawit dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude palm Oil) untuk ekspor. Pengadaan bahan baku melalui koperasi, PT ASL membina 8 (delapan) KKPA sebagai koperasi yang memasok buah sawit untuk diolah di pabrik pengolah kelapa sawit. Jumlah buah sawit yang diterima dari KKPA sebesar 30% dari total seluruh buah sawit yang dipergunakan PT ASL.
45
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
6) Struktur Rantai Pasok 6 Kebun Plasma →KKPA→ Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pedagang → Pasar Tradisional Aliran pada rantai ini menggambarkan bahan baku berasal dari kebun plasma yang disalurkan melalui koperasi-koperasi, untuk diolah di pabrik kelapa sawit menjadi CPO. Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga pelepasan produk di pasar. 7) Struktur Rantai Pasok 7 Kebun Plasma →KKPA→ Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pemasok Ritel / Supermarket → Ritel / Supermarket Aliran rantai pasok memiliki kesamaan dengan tipe 4. Perbedaan terletak pada sumber bahan baku yang dipergunakan berasal dari kebun plasma dan didistribusikan melalui koperasi kemudian memasuki pabrik pengolahan kelapa sawit untuk menjadi minyak kasar (CPO). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga pelepasan produk kepada pemasok ritel/supermarket untuk dipasarkan secara ritel atau satuan di supermarket. 8) Struktur Rantai Pasok 8 Kebun Plasma →KKPA→ Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Eksportir →Pasar Luar Negeri Aliran rantai pasok memiliki kesamaan dengan tipe 7. Bahan baku yang dipergunakan berasal dari kebun plasma dan didistribusikan melalui koperasi kemudian memasuki pabrik pengolahan kelapa sawit untuk menjadi minyak kasar (CPO). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan
46
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
sepanjang proses produksi hingga penyimpanan produk di pelabuhan untuk selanjutnya di ekspor sebagai pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. 9) Struktur Rantai Pasok 9 Kebun Luar → Bandar → Pabrik PKS → Eksportir → Pasar Luar Negeri Pada aliran rantai pasok ini menggambarkan bahan baku sawit diperoleh dari kebun luar. Hal ini dilakukan sebagai pemenuhan kapasitas produksi yang berjalan selama 24 jam. Buah yang diperoleh dari luar, dikumpulkan oleh bandar-bandar untuk dilakukan sortasi mutu, sehingga kualitas tandan buah sawit yang dikirim ke pabrik memiliki keseragaman dengan buah yang berasal dari kebun inti dan kebun plasma. Bahan baku selanjutnya diolah di pabrik kelapa sawit dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude Palm Oil) untuk ekspor. 10) Struktur Rantai Pasok 10 Kebun Luar → Bandar → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pedagang → Pasar Tradisional Bahan baku yang diperoleh sama dengan struktur rantai tipe 9. Bahan baku diolah di pabrik kelapa sawit dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude palm Oil). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga pelepasan produk di pasaran. 11) Struktur Rantai Pasok 11 Kebun Luar → Bandar → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Pemasok Ritel / Supermarket → Ritel / Supermarket Struktur rantai menyerupai tipe 10. Bahan baku diolah di pabrik kelapa sawit dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude palm Oil). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan kemasan, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi
47
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
hingga pelepasan produk di pemasok ritel/supermarket untuk dipasarkan secara ritel atau satuan di supermarket. 12) Struktur Rantai Pasok 12 Kebun Luar → Bandar → Pabrik PKS → Pemasok Pabrik Rafinary → Pabrik Rafinary → Eksportir →Pasar Luar Negeri Bahan baku yang diperoleh sama dengan struktur rantai tipe 9. Bahan baku diolah di pabrik kelapa sawit dan menghasilkan produk minyak kasar (Crude Palm Oil). Tahapan berikutnya CPO diolah lanjut di pabrik pengolah CPO (Rafinary) dan menghasilkan minyak goreng yang di jual dengan sistem curah, dengan tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan sepanjang proses produksi hingga penyimpanan produk di pelabuhan untuk selanjutnya di ekspor sebagai pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Anggota rantai pasok yang menjelaskan aliran komoditas mulai dari hulu sampai hilir dijelaskan pada Tabel 13. Tabel 13. Anggota Rantai Pasok Tingkatan
Anggota
Proses
Produsen
Petani kebun inti Petani plasma Petani luar
Budidaya Pembelian Pengolahan Distribusi Penjualan
Pengolah
KPPA Bandar Eksportir
Pembelian Sortasi Pengolahan Penyimpanan Penjualan
Hulu
Aktivitas Melakukan pembelian bibit, penanaman, perawatan, pemanenan. Kebun inti melakukan distribusi kelapa sawit, petani plasma menjual kepada koperasi sedangkan petani luar melakukan penjualan ke bandar. Melakukan pembelian sawit dari koperasi dan bandar, selanjutnya disortasi oleh KPPA dan bandar. Kelapa sawit didistribusikan untuk diproduksi dan menghasilkan CPO. distributor/ritel/eksportir
48
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 13. Anggota Rantai Pasok (lanjutan) Tingkatan
Anggota
Proses
Aktivitas CPO selanjutnya didistribusikan untuk dipasarkan dan juga didistribusikan sebagai pasokan bahan baku untuk produksi minyak goreng , dan dilakukan penjualan ke Melakukan pembelian dari distributor/eksportir untuk selanjutnya penjualan ke konsumen (end user) Melakukan pembelian minyak goreng dari distributor, ritel, supermarket dan eksportir.
Pengolah Hilir
Pemasok supermarket Pedagang pasar Eksportir
Pembelian Sortasi Pengolahan Penyimpanan Penjualan
Ritel
Supermarket Pasar tradisional
Pembelian Penyimpanan Penjualan
Konsumen
Industri Masyarakat umum
Pembelian
b. Entitas Rantai Pasokan 1. Produk Entitas rantai pasokan menggambarkan elemen-elemen di dalam rantai pasokan. Elemen-elemen ditinjau dari produk, pasar, stakeholder rantai pasokan dan situasi persaingan. Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Ketersediaan lahan sawit di Indonesia hamper tersebar di seluruh pulau, seperti Bangka Belitung (107,070 Ha), Bengkulu (180,693 Ha), Irian Jaya Barat (180,171 Ha), Jambi (388,265 Ha), Kalimantan Barat (431,882 Ha), Kalimantan Tengah (840,730 Ha) dan Sulawesi Barat (54,568 Ha). Standar kualitas buah sawit dan Minyak Sawit Kasar yang ditetapkan oleh PT ASL dapat dilihat pada Tabel 14.
Standar minyak goreng yang ditetapkan oleh PT PKB dapat dilihat
49
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
pada Tabel 15. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 14. Standar Kualitas Buah Sawit No
PARAMETER
STANDAR
HASIL PANEN 1.
Kriteria Buah Matang Panen
2
Panjang gagang
Buah matang yang telah membrondol secara alamiah, yang ditunjukkan dengan adanya brondolan normal di piringan ± 1 cm
3
Bentuk potongan gagang
Berbentuk cangkem kodok (V)
PENERIMAAN DI PABRIK PENGOLAH KELAPA SAWIT 4
Buah Busuk
Maks 5%
5
Buah Mentah
Maks 5%
6
Tandan Kosong
0%
7
Tangkai Panjang
Maks 1%
Tabel 15. Standar Kualitas Minyak Sawit Kasar (CPO) No
PARAMETER
STANDAR
1.
FFA
Maks 2,5%
2
Moisture
Maks 0,2%
3
Dirt
Maks 0,02%
4
DOBI
Min 0,2
5
Karoten
Min 500 ppm
2. Pasar Penjualan minyak sawit kasar bersumber dari permintaan pasar luar negeri dan pasar dalam negeri dan mekanisme penjualan melalui tender. Minyak sawit kasar hasil pengolahan PT ASL di simpan di pelabuhan Talang Duku dan Teluk Bayur. Setelah diketahui pemenang dari peserta tender dan jumlah yang akan dijual, minyak sawit kasar selanjutnya didistribusikan. Perusahaan yang menjadi peserta tender minyak sawit kasar dapat dilihat pada tabel 17. 50
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 16. Standar Kualitas Minyak Goreng No.
Kriteria Uji
Persyaratan
Satuan
Mutu I
Mutu II
1.1 Bau
Normal
Normal
1.2 Rasa
Normal
Normal
1. Keadaan
1.3 Warna
Putih, kuning pucat sampai kuning
2 Kadar air 3 Bilangan asam
% b/b
maks 0,1
maks 0,3
mg KOH/g
maks 0,6
maks 2
%
Maks 2
Maks 2
4 Asam linolenat (C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak 5
Cemaran logam
5.1 Timbal (Pb)
mg/kg
maks 0,1
maks 0,1
5.2 Timah (Sn)
mg/kg
maks 40,0/250*
maks 40,0/250*
5.3 Raksa (Hg)
mg/kg
maks 0,05
maks 0,05
5.4 Tembaga (Cu)
mg/kg
maks 0,1
maks 0,1
mg/kg
maks 0,1
maks 0,1
negatif
negatif
6 Cemaran Arsen (As) 7 Minyak Pelikan **
CATATAN * Dalam kemasan kaleng CATATAN ** Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan
Sumber : Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng
Tabel 17. Perusahaan Peserta Tender CPO Pengiriman Melalui Pelabuhan Talang Duku dan Teluk Bayur No Nama perusahaan No Nama perusahaan 1 PT Inti Benua Perkasatama 9 PT Asianagro Agung Jaya 2
SMART Tbk
10
PT Ecogreen Oleochemicals
3
PT Wilmar Nabati Indonesia
11
PT Victorindo Alam Lestari
4
PT Sari Dumai Sejati
12
PT Nagamas Palmoil Lestari
5
PT Bina Karya Prima
13
PT Multimas Nabati Asahan
6
PT Panca Nabati Prakarsa
14
PT Budi Nabati Perkasa
7
PT Pacific Indopalm Industries
15
PT Wira Inno Mas
8
PT Pacific Palmindo Industries
51
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
CPO selanjutnya diproses untuk menghasilkan minyak goreng di PT PKB. Bahan baku yang dipergunakan diantaranya berasal dari PT ASL. Persyaratan standar CPO yang ditetapkan untuk diproses telah disepakati pada saat pemberkasan administrasi tender, yaitu berdasarkan kandungan asam lemak bebas (FFA) bernilai maksimal 5%. Pemasaran minyak goreng dilakukan melalui distributor. Salah satu distributor yang melakukan penjualan minyak goreng PT PKB yaitu PT FP dengan sasaran penjualan pasar-pasar tradisional dan PT FI dengan sasaran penjualan supermarket. 3. Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Banyak pihak yang berperan sebagai pemangku kepentingan dalam anggota rantai pasokan. Pemangku tersebut adalah pemasok bibit, pemasok kelapa sawit, petani, koperasi dan bandar, pengolah, pemasok ritel, pemasok supermarket dan eksportir. Pemasok bibit yang dipergunakan di PT ASL dan petani koperasi berasal dari Kebun Marihat, Socfindo dan Lonsu Medan.
4. Kemitraan Peningkatan yang terus menerus terhadap CPO, dengan keterbatasan jumlah lahan yang dimiliki PT ASL, kemitraan dengan petani terus ditingkatkan, melalui Koperasi Primer Petani Anggota (KPPA). Saat ini anggota KPPA terdiri atas 8 kelompok tani, dan masing-masing kelompok tani terdiri atas 5-20 petani sawit. Kemitraan yang dijalin antara PT ASL dengan petani tertuang dalam kontrak, dengan pembahasan sebagai berikut: 1.
Lahan yang dipergunakan untuk penanaman kelapa sawit adalah lahan masyarakat
2.
Proses penanaman, dimulai dari bibit sampai pohon menghasilkan, dibiayai oleh perusahaan sebagai pinjaman kepada petani. Pengembalian pinjaman dilakukan melalui pemotongan pembayaran hasil penjualan TBS petani yang masuk ke perusahaan.
3.
Untuk proses pemanenan menjadi tanggung jawab petani. 52
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
4.
Sistem bagi hasil yaitu 30 % untuk perusahaan dan 70 % untuk petani dikurangi pinjaman petani (alokasi untuk membayar cicilan pinjaman sekitar 10-20%). Pada pabrik pengolah CPO menjadi minyak goreng di PT PKB,
kemitraan terjalin hanya pada bagian pemasaran. Kemitraan yang terjalin dengan pihak distributor atau ritel dan pasar tradisional atau modern diharapkan mampu meningkatkan minyak goreng yang dihasilkan oleh PT PKB, terutama dapat bersaing dari sisi harga tanpa mengurangi aspek mutu minyak goreng.
5.2.
Sasaran Rantai a. Sasaran Pasar. Produk hulu yang dihasilkan dari kelapa sawit yaitu CPO. Berdasarkan standar dan persyaratan mutu yang dihasilkan dibedakan menjadi dua jenis yaitu CPO dengan kualitas super untuk sasaran pasar ekspor dan sedikit untuk kebutuhan pasar lokal, dan CPO dengan kualitas standar untuk memenuhi pasar dalam negeri. Konsumen CPO dengan kualitas super ditujukan untuk memenuhi permintaan PT Budi Nabati Perkasa dan PT Wira Inno Mas. Produk hilir yang dihasilkan dari kelapa sawit yaitu minyak goreng. Produk yang dihasilkan tidak ada perbedaan standar / persyararatan mutu. Seluruh minyak goreng yang dihasilkan ditujukan untuk seluruh pasar. Dimulai dari pasar tradisional, supermarket, hingga pasar luar negeri. Perbedaan terletak pada jenis kemasan yang dipergunakan yaitu minyak goreng yang dikemas dan minyak goreng di jual sistem curah. b. Sasaran Pengembangan Performance PT ASL dalam mengolah kelapa sawit dapat terlihat pada Tabel 18. Permintaan CPO yang diprediksi akan naik di kisaran 9-11%, perusahaan berupaya meningkatkan performance dengan meningkatkan hasil produksi dengan terus mengembangkan sumber bahan baku melalui kelompokkelompok tani di daerah Hitam Ulu Merangin Jambi.
53
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 18. Performance Pabrik PT ASL Tahun 2010 No. Performance Hasil 1. Kapasitas Crude Palm Oil Mill 60 ton TBS/Jam 2.
Kapasitas Kernel Crushing Plant
100 tons kernel / hari
3.
Tandan Buah Segar Olah
314.746 ton
4.
Rendemen
23,13%
5.
FFA
3,04 %
6.
CPO Produksi
72,816 ton
c. Pengembangan Kemitraan Pengembangan di kelompok tani diberikan melalui pendanaan proses penanaman dan sosialisasi terkait dengan faktor mutu sawit agar menghasilkan buah sawit yang sesuai dengan standar. Tujuan sosialisasi adalah : 1. Menghasilkan buah sawit yang sesuai dengan standar PT ASL. 2. Mengurangi buah mentah masuk ke dalam proses pengolahan. 3. Mengurangi buah terlalu masak (over ripe) dan buah busuk dengan melakukan percepatan pengangkutan / distribusi TBS pada hari yang sama dengan pemanenan. 4. Meningkatkan pendapatan petani 5. Meningkatkan pendapatan daerah d. Performance perusahaan Buah kelapa sawit yang berasal dari kebun plasma, pengadaan bibit seluruhnya dari PT ASL. Proses perawatan dan pemanenan dilakukan oleh petani plasma secara mandiri. Proses perawatan dan pemanenan masih belum dapat dilakukan secara baik sehingga hasil yang diperoleh masih belum seluruhnya memenuhi persyaratan perusahaan pembeli. Tandan buah segar yang telah disortasi di koperasi hasil pengumpulan dari petani-petani plasma, masih banyak buah mentah dan buah yang terlalu masak. Persentase dari tandan buah segar yang tidak memenuhi standar rata-rata dari 8 koperasi mencapai 23,3%. Buah kelapa sawit yang berasal dari petani luar, memiliki kriteria yang hampir mirip dengan petani plasma, namun persentase buah 54
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
yang tidak masuk standar mencapai 28,1%. Tingkat keperluan penggunaan buah sawit dari kebun luar sangat kecil. Dalam setahun, penggunaan buah dari luar hanya sekitar 6.000 ton, khususnya pada musim penghujan, dimana area kebun inti berpotensi terendam banjir sehingga beberapa afdeling tidak menghasilkan buah secara maksimal.
Dari gambaran kegiatan tersebut,
strategi dan sosialisasi intensif harus lebih ditingkatkan agar buah yang masuk ke perusahaan seluruhnya memenuhi standar. Sosialisasi dan strategi yang dapat diberikan kepada petani plasma dan petani dari kebun luar melalui program Good Farming Practices (GFP), diantaranya penjelasan mengenai: 1. Pemilihan bibit unggul. 2. Tehnik perawatan tanaman sawit mulai dari penanaman, pemupukan, perawatan tanaman, proses pemanenan buah pasir dan buah panen. 3. Tehnik pemanenan yang tepat, dengan ditandai jatuhnya brondolan sebanyak 10% dari perkiraan berat buah sawit. Strategi lain yang dapat dilakukan kepada koperasi atau Bandar adalah penerapan sistem Good Handling Practices, GHP, yaitu sistem yang mengatur bagaimana penanganan buah sawit setelah dipanen untuk selanjutnya didistribusikan. Salah satu contoh yaitu buah sawit yang telah dipanen diserahkan oleh petani plasma ke koperasi pada hari yang sama, hal yang sama dengan petani dari luar mendistribusikan kelapa ke Bandar dihari yang sama dengan panen. Setelah terkumpul di koperasi atau bandar, buah kelapa sawit distribusikan ke perusahaan pengolah sawit pada hari yang sama juga. Bahan baku yang dipergunakan di PT PKB, dalam mengolah CPO menjadi minyak goreng, berasal dari beberapa daerah, terutama berasal dari 3 (tiga) pulau besar di Indonesia, yaitu pulau Sumatera (diantaranya berasal dari PT ASL), pulau Kalimantan (diantaranya berasal dari PT GSDI dan GSIP) dan Pulau Irian Jaya. Persyaratan yang ditetapkan dalam penerimaan CPO yaitu kandungan FFA maksimal 4,5%, yang telah disepakati oleh perusahaan penjual CPO saat pelelangan CPO. Kapasitas produksi minyak goreng PT
55
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
PKB adalah
1.230.000 ton per tahun. Umumnya, bahan baku yang
dipergunakan tidak mengalami permasalahan terutama terkait dengan mutu. Begitu juga selama proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng, aspek mutu diperhatikan dan dijaga. Yang menjadi perhatian adalah pasca proses, dimana minyak goreng yang sudah dihasilkan untuk didistribusikan, banyak faktor yang dapat menurunkan faktor mutu minyak goreng. Sosialisasi dan strategi diperlukan dalam pendistribusian minyak goreng melalui program Good Distribution Practices, yaitu suatu program/sistem yang dijalankan oleh distributor untuk menjamin seluruh produk yang didistribusikan tetep aman sampai ke konsumen (end user). Strategi lain yaitu pemberian training mengenai tehnik distribusi yang baik, tata letak penempatan produk dalam mobil distribusi, penggunaan alat transportasi khusus untuk produk pangan, dan keamanan pangan. a. Pemilihan Mitra Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, kemitraan dengan petani kelapa sawit sangat diperlukan. Selain kuantitas yang diperlukan untuk pemenuhan proses dalam pabrik pengolah kelapa sawit, aspek kualitas juga diperhatikan untuk pemenuhan aspek mutu dalam membina kemitraan. Seluruh kegiatan kemitraan disepakati dalam kontrak kerjasama antara petani dengan PT ASL. Kemitraan yang dibangun oleh PT PKB adalah kemitraan dengan distribusi untuk produk yang dikemas dan non kemas. Pemasaran yang dilakukan oleh PT PKB adalah melakukan kerjasama dengan distributor untuk menjual produk yang dihasilkan, diantaranya minyak goreng. Produk yang dijual tanpa kemasan (dengan istilah Curah), PT PKB menggunakan truk tangki minyak dengan sasaran pasar tradisional. Sedangkan produk untuk memenuhi pasar luar negeri, distribusi dilakukan dengan menggunakan kontainer. Beberapa hal yang menjadi faktor pemilihan mitra dapat dilihat pada Tabel 19.
56
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 19. Kriteria Faktor Pemilihan Mitra No.
Mitra Kerja
1.
Petani
2.
Agen/Ritel/ Distributor
Kegiatan 1. Menghasilkan buah sawit sesuai dengan mutu / standar PT ASL. 2. Mendistribusikan buah sawit hasil panen tepat waktu. 3. Mampu memasok buah sawit secara sinambung. 4. Mampu untuk memenuhi seluruh persyaratan, bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap kontrak kerja yang telah disepakati. 1. Memiliki prosedur kerja yang baik mengenai ritel atau distribusi. 2. Komitmen untuk menjalankan Good Handling Practices. 3. Memiliki fasilitas dan infrastruktur yang baik dalam penyimpanan produk. 4. Terletak di lokasi yang strategi, untuk memudahkan dalam pendistribusian barang/produk.
Selain penilaian terhadap petani dan agen/ritel/distributor juga diperlukan pertimbangan lain dalam pemilihan mitra.
Kriteria yang
dipertimbangkan dalam pemilihan mitra rantai pasok, menurut Dickson dalam Pujawan (2010) dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Kriteria Pemilihan Mitra menurut Dickson dalam Pujawan (2010) 1. Kualitas
12. Organisasi dan manajemen
2. Pengiriman
13. Kontrol operasi
3. Sejarah kinerja
14. Perbaikan pelayanan
4. Kebijakan jaminan dan klaim
15. Sikap
5. Harga
16. memberi kesan yang baik
6. Kemampuan teknis
17. kemampuan mengemas
7. Posisi keuangan
18. Laporan hubungan pekerja
8. Prosedur keluhan
19. Lokasi geografi
9. Sistem komunikasi
20. Jumlah bisnis
10. Posisi dalam industri
21. Bantuan pelatihan
11. Keinginan untuk berbisnis
22. Perjanjian timbal balik.
Sumber : Dickson dalam Pujawan (2010)
57
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
b. Kesepakatan Kontraktual dan Dukungan Kebijakan Dalam menjalin kerjasama dengan petani plasma dan distributor, kegiatannya disepakati dalam bentuk kontrak. Kesepakatan yang tertuang dalam kontrak antara PT ASL dengan petani antara lain berisi : a. Bersedia dilakukan sampling 100% terhadap buah yang masuk masuk. b. Panjang tangkai buah maksimal 1 cm. c. Mampu mengirimkan buah sawit dengan dengan persyaratan buah sawit matang, dengan kriteria seperti terlihat pada Gambar 17, 1 18 dan 119.
X Ditolak Gambar 17. Buah Sawit Mentah
√ Diterima
Gambar 18. Buah Sawit Matang
X Ditolak Gambar 19. Buah Sawit Busuk
d. Harga Tandan Buah Sawit yang diterima adalah Rp. 1.650, 1.650,-/kg dan pembayaran dilakukan setiap hari jumat minggu ke dua dan minggu ke empat, dengan potongan sebesar 10% - 30% sebagai pengurang hutang yang telah diberikan oleh perusahaan kepada petani/koperasi. e. Bersedia untuk mengirimkan tandan buah segar pada hari yang sama dengan hari panen. f. PT ASL bersedia untuk menyediakan bibit bagi koperasi dan anggotanya serta pendanaan untuk perawatan tanaman, tanaman, pemupukan hingga panen. 58
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
g. PT ASL bersedia untuk memberikan sosialisasi dan training bagi petani untuk meningkatkan hasil panen petani. Kesepakatan juga dilakukan oleh PT ASL dengan kendaraan ekspedisi yaitu truk tangki minyak CPO. Perjanjian meliputi jumlah armada yang disewa (yaitu 3 armada), riwayat penggunaan armada yaitu belum atau tidak pernah digunakan untuk angkut solar, dan sistem pembayaran dilakukan saat penandatanganan perjanjian dengan jangka waktu 1 (satu) tahun, dan dilakukan evaluasi sebelum diperpanjang kontraknya. Kesepakatan yang terjalin sebagai bentuk dukungan kebijakan pemerintah UU No.18/2004 tentang Perkebunan mensyaratkan apabila ada pelaku usaha yang berkeinginan untuk berusaha di bidang industri pengolahan hasil perkebunan maka harus dapat menjamin ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budidaya tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun, perusahaan perkebunan dan atau bahan baku dari sumber lainnya, sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 17 ayat (4). Bentuk pengintegrasian sebagaimana diatur dalam UU No.18/1999 tentang usaha perkebunan tidak mengharuskan bahwa
pelaku usaha
yang
membidangi usaha pengolahan hasil perkebunan juga harus melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan sendiri. Pola terintegrasi antara usaha pengolahan dengan usaha budidaya perkebunan sendiri dapat saja dilakukan, namun tidak melarang bentuk pengintegrasian dalam bentuk kerjasama. Pola kemitraan adalah salah satu bentuk kerjasama yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan usaha pengolahan hasil perkebunan. (Pasal 15 jo 17 jo 22 UU No.18/1999). Kesepakatan antara PT PKB dengan pihak distributor dengan tujuan memasarkan produk yang dihasilkan. Perjanjian yang dituang dalam kontrak meliputi : a. Pihak pembuat produk (PT PKB) menitipkan produknya kepada Distributor untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan. Tujuan dan pangsa pasar yang akan dibidik seluruhnya menjadi kewenangan pihak distributor.
59
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
b. PT PKB akan menghasilkan produk yang aman dan memenuhi persyaratan mutu produk. c. Distributor
ikut
bertanggungjawab
terhadap
mutu
produk
yang
didistribusikan/dipasarkan sepanjang rantai distribusi hingga sampai di konsumen (end user). d. Distributor memiliki prosedur kerja yang sesuai dengan Good Handling Practices dan Good Distribution Practices. e. Penetapan harga minyak yang dikemas, berkisar antara Rp. 9.900 – Rp. 10.800 per 1 Liter; Rp. 19.800 – Rp. 22.600 per 2 liter dan Rp. 49.900 – Rp. 51.500 per 5 liter. Pihak distributor melakukan pembayaran setiap tanggal 30. f. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh distributor akan dievaluasi setiap 6 (enam) bulan sekali dan menjadi faktor pertimbangan diakhir tahun apakah kerjasama akan dilanjutkan atau dihentikan.
5.3. a.
Sumber Daya Rantai Fisik Sarana dan infrastruktur dalam sumberdaya rantai pasok kelapa sawit, terdiri atas areal perkebunan, kondisi jalan, bangunan pabrik pengolah kelapa sawit, bangunan pabrik pengolah CPO, sarana transportasi dan sarana penyimpanan produk di pelabuhan. Ketersediaan lahan sawit di Indonesia tersebar di hampir seluruh pulau, data tersaji pada Tabel 21. PT ASL terletak di disebelah timur laut kota Bangko, sebelah Tenggara Kota Bungo, sebelah selatan kota tebo dan sebelah barat laut kota sarolangun. Disebelah timur lokasi merupakan hutan lindung berupa taman Nasional bukit Dua Belas. Lokasi kebun (inti dan plasma) tersebar pada tiga kabupaten dengan 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Tabir (2 desa) dan Tabir Selatan (2 desa) Kabupaten Merangin, Kecamatan Hitam Ulu (3 desa) Kabupaten Sarolangun dan kecamatan Muara Tabir (3 desa) Kabupaten Tebo. Berdasarkan hamparan, lokasi kebun terbagi atas tiga hamparan. Hamparan Muara Delang dengan 6 desa pada Kecamatan Tabir Selatan, yakni Desa Muara Delang, Rawa jaya, Bungo Tanjung, Bungo Antoi, Sinar Gading dan 60
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Sungai Sahut, hamparan Bukit Suban dengan 3 desa pada Kecamatan Hitam Ulu serta hamparan Tanah Garo dengan 2 desa masuk ke Kecamatan Tabir, yakni Desa Sei. Bulian dan Sei Sembilan. Sedangkan PKS terletak di Desa Muara Delang Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin. Kebun inti PT ASL terdiri atas 9 afdeling, dengan luasan masing-masing afdeling sekitar 800 – 900 Ha. Total luasan kebun sawit inti adalah 8.144 Ha. Tabel 21. Ketersediaan Lahan Produksi Kelapa Sawit No. Nama Daerah Lahan yang sudah Sisa lahan dipergunakan (Ha) yang tersedia (Ha) 1 2 3
Bangka Belitung Bengkulu Irian Barat
107.070,00 180.693,00 30.171,00
150.000,00
4
Jambi
274.265,00
114.000,00
5 6
Jawa Barat Kalimantan Barat
7.115,00 373.162,00
58.720,00
7 8
Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah
160.753,00 343.303,00
216.474,00 497.427,00
9
Kalimantan Timur
171.581,00
652.135,00
10 11 12
5.590,00 100.000,00 227.590,00
-
13
Kepulauan Riau Maluku Utara Nangroe Aceh Darussalam Papua
89.827,00
-
14
Riau
1.307.880,00
30.000,00
15
Sulawesi Barat
9.568,00
45.000,00
16
Sulawesi Selatan
11.894,00
120.298,00
17
Sulawesi Tenggara
74.000,00
-
-
Status Lahan
Tanah Negara dan Ulayat Tanah masyarakat dan tanah negara yang sudah digarap masyarakat Tanah negara dan tanah masyarakat Tanah negara Tanah negara dalam ajuan permohonan hak Tanah negara dan tanah masyarakat Tanah Negara Tanah negara dan tanah ulayat Tanah masyarakat Tanah negara dan tanah masyarakat Tanah negara dan tanah masyarakat Tanah negara
Sumber : Dirjenbun, 2008
61
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Atribut penting yang membutuhkan perhatian dalam rantai pasok sawit adalah kondisi jalan/transportasi yang rusak. Kondisi jalan penghubung dalam areal perkebunan rusak menghambat pengiriman hasil panen buah sawit. Dan jalan penghubung antar pabrik ke pelabuhan Teluk Bayur Padang, terlalu jauh dan sebagian besar jalan rusak. Begitu pula jalur transportasi menuju pelabuhan Talang Duku Jambi, kondisi jalan hampir 50% rusak. PT ASL melakukan pengelolaan sarana dan prasarana kebun yang terdiri atas bangunan perumahan untuk pekerja kebun inti, instalasi listrik, air, dan sekolah. Sarana dan prasarana pabrik meliputi mess staff, polibun, mess tamu, lapangan olahraga, pabrik pengolah kelapa sawit berkapasitas 60 ton/jam, bengkel tehnik, kantor utama, kantor produksi, akntor QC, Laboratorium dan gudang. Lokasi pabrik refinery PT PKB terletak di Bekasi Barat, dengan luas areal 30.000 m2 dan jumlah tenaga kerja plant minyak goreng 120 orang, didukung dengan personal QC dan R&D sejumlah 18 orang. Pabrik pengolah CPO ini selain menghasilkan minyak goreng, juga menghasilkan produk turunan sawit lainnya yaitu margarine, shortening, perfume, perfume soap¸ dan laundry soap. Yang menjadi perhatian dalam aspek mutu sepanjang rantai pengolahan minyak goreng adalah cara/tehnik distribusi dan penyimpanan selama di gudang distributor. Distributor harus memperhatikan dari sifat minyak goreng diantaranya yaitu tidak terkena langsung sinar matahari dan tidak disimpan berdekatan dengan produk yang beraroma, seperti sabun, pengharum ataupun produk lainnya yang tidak bersifat racun. Penurunan aspek mutu yang mungkin terjadi jika penyimpanan tidak sesuai dengan persyaratan Good Distribution Practices diantaranya yaitu aroma dari produk yang menggunakan parfum akan menyerap ke minyak goreng dan proses oksidasi minyak yang menyebab proses ketengikan pada minyak. b. Teknologi Penggunaan teknologi untuk menghasilkan kualitas sawit yang baik, ditentukan oleh bibit yang ditanam. Pembibitan adalah tempat untuk menumbuhkan kecambah hingga menjadi semai/bibit. Dan memeliharanya 62
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
sampai bibit siap ditanam di lapangan. Sistem pembibitan yang digunakan adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage nursery). Tahap pertama disebut dengan pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery). Kecambah kelapa sawit yang dibudidayakan yaitu varietas Tennera, berasal dari kebun Marihat dan Socfindo. Pemeliharaan bibit ditujukan untuk memperoleh keseragaman pertumbuhan dan bibit sehat.
Pemeliharaan
meliputi penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta seleksi bibit. Perbedaan perlakuan dalam pemeliharaan menyebabkan perbedaan mutu sawit yang dihasilkan. Selain perbedaan perlakuan, tehnik pemanen yang berbeda menyebabkan perbedaan mutu sawit, contoh pengetahuan petani yang berbeda-beda dalma merawat pohon, tehnik memanen dan tingkat kematangan buah sawit yang baik untuk dipanen. Setelah dilakukan pemanenan, buah sawit didistribusikan ke pabrik kelapa sawit untuk diolah menjadi minyak sawit kasar (CPO). Gambaran proses pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 20. CPO yang dihasilkan oleh Pabrik Pengolah Kelapa Sawit menjadi bahan baku bagi industri hilir yaitu pabrik refineri / pembuatan minyak goreng. CPO diproses dengan menggunakan mesin-mesin modern closed loop circuit system, sehingga diyakini dapat menghindarkan interaksi langsung material proses produksi dari cemaran.
Gambaran secara lengkap mengenai proses
pembuatan minyak goreng dapat dilihat pada Gambar 21.
63
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
TBS Reject
NOK
RECEIVING
Proses penerimaan TBS
WEIGH BRIDGE
TBS yang diterima di pabrik pengolah di timbang
Tahap pembongkaran disertai dengan sortasi 100% buah masak. Buah yang tidak memenuhi syarat dikembalikan kepada petani
PEMBONGKARAN SORTASI TBS
OK
TANDAN KOSONG
LOADING RAMP
Buah yang memenuhi syarat dimasukkan ke dalam loading ramp dan dimasukkan ke dalam lori
STRERILIZER
Buah yang sudah dimasukkan dalam lori direbus di sterilizer Dengan menggunakan hoisting crane, buah yang telah direbus dimasukkan ke dalam autofeeder dan dilakukan pemisahan antara buah dan janjang
THRESHER
FRUIT
DIGESTER Buah rebus selanjutnya dilumatkan didigester dan dikempa discrew press untuk mendapatkan minyak
Ampas
Kernel Crushing Plant
SCREW PRESS Minyak
VIBRATING SCREEN
Minyak selanjutnya disaring di vibrating screen
CLARIFIER
Minyak yang telah disaring dipisahkan antara minyak dan sludge atau pengotor
Sludge
Sludge Tank
Minyak
PURIFIER
Minyak yang dihasilkan selanjutkan dilakukan pemurnian kadar kotoran di purifier
VACUUM DRIER
Selanjutnya minyak dialirkan ke vacuum drier untuk dilakukan pengurangan kadar air
STORAGE TANK
Tahap terakhir minyak disimpan di storage tank
Gambar 20. Diagram Alir Proses Pengolahan Kelapa Sawit
64
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
NOK CPO Reject
c.
RECEIVING
Proses penerimaan CPO
WEIGH BRIDGE
TBS yang diterima di pabrik pengolah di timbang
PENGECEKAN CPO
Tahap pengecekan meliputi: - Segel harus utuh, dan no segel harus sesuai dengan yang tertera di surat jalan - Memastikan bahwa tidak saluran lain kecuali yang dipasang segel - Dilakukan pengecekan parameter FFA dan Moisture CPO
OK
Jika seluruh pengecekan telah memenuhi syarat mutu CPO, selanjutnya dibongkar dan dialirkan ke tangki penyimpanan bahan baku
PEMBONGKARAN CPO
Degumming yaitu proses menghilangkan getah minyak dengan memberikan reaksi fosfatasi hingga getah menggumpal dan terpisah dari minyak
DEGUMMING
BLEACHING
Bleaching yaitu proses penjernihan dengan memasukan absorben (bleaching earth) yang dapat membuat CPO menjadi lebih terang
DEODORIZING
DeaodorizIng yaitu proses pemisahan free fatty acid dan penghilangan bau Crystallization yaitu pembentukan kristal-kristal stearin yang disebabkan karena perbedaan titik beku antara stearin dan olein. Pengkristalan ini dilakukan dengan cara mendinginkan minyak RBDPO secara bertahap dalam beberapa segmen temperatur.
CRYSTALLIZATION
Fractination yaitu memisahkan fraksi stearin yang telah mengkristal dari fraksi olein yang masih berwujud cair
FRACTINATION
STEARIN
OLEIN
Gambar 21. Diagram Alir Proses Minyak Goreng
65
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
5.4. a.
Proses Bisnis Rantai Pola Distribusi Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Adanya kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya merupakan landasan dibangunnya pola distribusi. Terdapat 6 (enam) pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu : 1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel. 2. Manufacturer storage with direct shipping and in-transit merge, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan digudang transit. 3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor atau ritel sebagai perantara. 4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi melalui jasa kurir namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang menyebar dan berdekatan dengan lokasi konsumen. 5. Manufacturer/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. 6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal di toko-toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelepon atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel. PT ASL dalam pola distribusi mengikuti pola Manufacturer storage with direct shiping dan Manufacturer storage with direct shipping and in-transit merge. Produk yang dihasilkan oleh PT ASL didistribusikan secara langsung ke konsumen tanpa mengikuti perantara ritel. Artinya, seluruh CPO dikirim kepada pembeli langsung / konsumen. Selain distribusi secara langsung, pengiriman CPO melalui pengapalan umumnya disimpan di tangki-tangki penyimpanan sementara di pabrik dan didistribusikan di pelabuhan.
66
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Aspek penting yang diperhatikan dalam pendistribusian produk CPO yaitu aspek mutu. Dimana indikator yang mampu melihat secara cepat kualitas dari CPO yaitu kandungan asam lemak bebas (FFA). Nilai FFA CPO yang dipersyaratkan standar konsumen dan standar nasional Indonesia yaitu maksimal 5%. Nilai tersebut harus tetap terjaga agar tidak meningkat. PT PKB dalam pendistribusian produknya menggunakan pola distribusi Distributor storage with package carrier delivery, yaitu mempercayakan distributor untuk melakukan penjualan produk yang dihasilkan. Distributor yang ditunjuk telah menyepakati ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam kontrak kerjasama. Aspek penting yang diperhatikan dalam pendistribusian minyak goreng yaitu tehnik penyimpanan dan tata letak pengelompokkan minyak goreng di distributor, dimana sifat minyak yang mudah menyerap harus terpisah dari produk yang beraroma. Faktor lain yang diperhatikan yaitu faktor sinar matahari yang dapat merusak mutu minyak goreng dalam display produk di pasar tradisional. b. Pendukung Anggota Rantai Peningkatan kemampuan seluruh sumber daya manusia sepanjang rantai pasok dilakukan melalui pelatihan dan sosialisasi. Dimulai dari petani kebun inti dan kebun plasma melalui KPPA, training yang diberikan sebagai berikut: a. Cara perawatan pohon sawit yang benar, meliputi perawatan pohon, pemberian pupuk, dan pengendalian gulma. b. Cara pemanenan sawit yang benar, meliputi alat panen yang dipergunakan sesuai dengan standar, buah yang dipanen adalah buah matang, dan cara distribusi buah yang dipanen. c. Cara pengolahan buah sawit dengan baik dan benar hingga menjadi CPO yang bermutu dan sesuai dengan standar, serta melakukan pendistribusian secara benar.
67
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
d. Cara pengolahan CPO menjadi produk minyak goreng dengan cara dan tehnik yang benar guna menghasilkan produk yang bermutu dan sesuai dengan standar, serta melakukan pendistribusian secara benar. e. Sosialisasi sistem manajemen keamanan pangan yang diterapkan di setiap industri pengolah kepada seluruh pegawai yang terkait. 5.5. Desain Metrik Pengukuran Rantai Pasok Komoditi Berbasis Kelapa Sawit dengan Pendekatan SCOR Model. Salah satu aspek yang erat kaitan dengan rantai pasok adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok dengan tujuan untuk (i) melakukan pemantauan dan pengendalian; (ii) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi rantai pasok; (iii) mengetahui posisi organisasi terhadap tujuan yang ingin dicapai; dan (iv) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Pengembangan sistem pengukuruan kinerja rantai pasok menurut Aramyam et al. (2006) perlu mempertimbangkan karakter-karakter khusus dari rantai pasok yang akan diukur. Secara umum rantai pasok produk tanaman perkebunan sangat beragam sifatnya, tergantung produk berasal dari bagian apa dari tanaman yang diusahakan, dan hasil akhir yang diharapkan dari pengolahan hasil perkebunan tersebut. Berdasarkan sifatnya, biasanya pengolahan dibedakan menjadi pengolahan primer dan sekunder. Pengolahan primer menghasilkan produk antara, dan dapat dianggap sebagai penanganan pascapanen, sedangkan pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari pengolahan primer dan menghasilkan produk yang siap dikonsumsi. Hasil tanaman perkebunan harus segera diolah untuk menghindari kerusakan dan penurunan mutu. Contoh pada sawit bila tidak segera diolah kandungan minyak akan mengalami reaksi kimia yang berujung pada penurunan mutu dan rendeman pengolahan. Menurut Aramyam et al. (2006), dampak yang paling besar dalam kinerja rantai pasok produk perkebunan secara keseluruhan adalah aspek
68
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
kualitas produk dan lingkungan. Karena itu, dalam mengembangkan sistem pengukuran kinerja, indikator yang menggambarkan aspek kualitas produk dan proses adalah sangat relevan dan bersama-sama dengan indikatorindikator proses, finansial dan non-finasial lainnya tergabung dalam satu sistem pengukuran kinerja.
Dalam penelitian ini, aspek kualitas atau
kesesuaian denganstandar kualitas merupakan aspek yang dikaji dan dimasukkan dalam penyesuaian metrik kinerja dengan pendekatan SCOR. Pendekatan proses dalam merancang sistem pengukuran kinerja rantai pasok memungkinkan untuk mengidentifikasikan masalah pada suatu proses sehingga dapat mengambil tindakan koreksi sebelum permasalahan meluas. SCOR adalah suatu model acuan dari operasi rantai pasok yang berdasarkan proses, dengan membagi-bagi dalam lima proses yang terintegrasi yaitu perencanaan (plan), pengadaan (source), produksi (make), distribusi (deliver), dan pengembalian (return). 1.
Perencanaan (Plan) Adalah proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi dan pengiriman.
Perencanaan diawali dengan kegiatan
penetapan sumber daya rantai pasok yang disertai dengan berbagai perencanaan yaitu perencanaan sumber bahan baku, produksi, penyimpanan,
penjualan
yang
permintaan dan pendistribusian.
merupakan
agregasi
besarnya
Perencanaan ditujukan untuk
pengembangan strategi dalam mengatur sumberdaya yang diperlukan agar perencanaan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan atau permintaan konsumen. 2.
Pengadaan (Source) Adalah proses pengadaan bahan baku untuk memenuhi permintaan. Lingkup proses yang dicakup adalah penjadwalan pengiriman dari petani, penerimaan dan pemeriksaan bahan baku, dan melakukan pembayaran kepada petani. Cara pembayaran dilakukan berdasarkan kesepakatan antara petani atau koperasi atau bandar dengan pihak pengolah/pembuat produk.
Salah satu kesepakatan yang menjadi
69
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
faktor penting pembayaran dan penilaian bagi pemasok adalah bahan baku yang dikirim sesuai dengan standar mutu. 3.
Produksi (make) Adalah proses mentranformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan konsumen.
Proses yang terlibat didalamnya yaitu
penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi, melakukan pengawasan kualitas, dan memelihara fasilitas serta infrastruktur produksi. Dalam penelitian, kegiatan produksi dilakukan atas dasar perencanaan untuk memenuhi target stok (make to stok) dan atas dasar pesanan (make to order). 4.
Distribusi (deliver) Adalah proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang yang melibatkan diantaranya adalah memilih perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, menangani pesanan pelanggan, menjaga kualitas sepanjang rantai pasok dan pengiriman tagihan.
5.
Pengembalian (Return) Adalah
proses
pengembalian
bahan
baku
atau
menerima
pengembalian produk yang disebabkan berbagai penyebab. Kegiatan yang menjadi penyebab pengembalian yaitu karakteristik bahan baku yang diterima tidak memenuhi standar mutu, deskripsi produk yang dihasilkan tidak memenuhi standar mutu, kesalahan penjadwalan dan proses pengembalian. Metrik Pendekatan SCOR Model Untuk pengukuran kinerja, SCOR menggunakan beberapa dimensi umum yaitu reliabilitas, resposivitas, fleksibilitas, biaya dan aset. Tabel 21. Menunjukkan metrik level 1 yang terdapat pada model SCOR. Metrik-metrik tersebut terdiri atas dua kepentingan yaitu kepentingan konsumen dan kepentingan monitoring internal. Dalam metrik yang disusun, dijabarkan kembali dalam tiga level penjabaran. Penjabaran metrik secara lengkap disajikan dalam Tabel 21.
70
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 21. Metrik Level 1 dan Atribut Performa SCOR Metrik Level 1 Pemenuhan pesanan Pengiriman Kesesuaian dengan standar mutu Siklus pemenuhan pesanan Lead time pemenuhan pesanan Fleksibilitas produksi Biaya manajemen rantai pasok Siklus cash-to-cash Inventory days of supply
Atribut Mutu Eksternal (konsumen) Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas √ √ √
Internal Biaya Aset
√ √ √ √ √ √
Sumber : Supply Chain Council 2006, disesuaikan
Metrik kinerja pengiriman pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar adalah metrik yang mencoba menjelaskan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Pemenuhan permintaan dikategorikan baik jika aspek-aspek didalamnya dapat terpenuhi, seperti ketepatan jumlah pengiriman, kesesuaian dengan persyaratan mutu produk yang diinginkan pelanggan, ketepatan tujuan atau tempat pengiriman dan ketepatan dokumentasi data pengiriman. Faktor mutu yang dikaji dalam penelitian mencakup aspek karakteristik bahan baku, keamanan dan kesehatan prok, pengamatan secara visual dan keterandalan produk, secara lengkap tersaji pada Tabel 22.
71
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 22. Tabel Hierarki Metrik Hierarki Level Metrik Atribut Reliabilitas
Level 1 Pemenuhan pesanan
Level 2 % pemenuhan pesanan Dokumentasi
Kinerja pengiriman
Kesesuaian dengan standar mutu
Responsivitas
Siklus pemenuhan pesanan
Pasca Panen
% Pesanan terkirim Ketepatan jadwal % Kehilangan berat % Pemenuhan standar mutu
Dokumentasi pengiriman
Siklus source
Ketepatan waktu Ketepatan lokasi Tingkat kematangan buah Buah tidak rusak/cacat Buah tidak terkena penyakit Waktu transfer Validasi pembayaran
Siklus make Siklus deliver
Pemuatan bahan baku Transportasi Verifikasi pengiriman
Level 3 PKS Ketepatan buah matang ketepatan jumlah Dokumentasi pengiriman Keluhan Waktu pembayaran
Ketepatan waktu Ketepatan lokasi Kandungan asam lemak bebas CPO
72
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Waktu transfer Validasi pembayaran Waktu penyediaan bahan baku Pengolahan (produksi) Penyimpanan Pemuatan bahan baku Transportasi Verifikasi pengiriman
Refinery Ketepatan jenis CPO Ketepatan jumlah Dokumentasi pengiriman Keluhan Waktu pembayaran Ketepatan waktu Ketepatan lokasi Kandungan asam lemak bebas minyak goreng
Waktu transfer Validasi pembayaran Waktu penyediaan bahan baku Pengolahan (produksi) Penyimpanan Waktu pengemasan Pemuatan bahan baku Transportasi Verifikasi pengiriman
Tabel 22. Tabel Hierarki Metrik (lanjutan) Hierarki Level Metrik Atribut Responsivitas Fleksibilitas Biaya rantai pasok
Level 1 Lead time pemenuhan pesanan Fleksibilitas rantai pasok Biaya manajemen rantai pasok
Level 2 Waktu pemesanan Waktu pengiriman Fleksibilitas source Fleksibilitas make Fleksibilitas deliver Biaya plan
Maks (0 - 100%) ± 0 Biaya perencanaan panen
Biaya source Biaya make
-
Biaya deliver Biaya return Aset rantai pasok
Siklus cashto-cash Inventory days of supply
Rentang hari pembayaran utang Rentang hari pembayaran piutang Jumlah persediaan Lama persediaan
Level 3 PKS -
Pasca Panen Maks 24 jam setelah panen
Biaya transportasi
(45 % – 50%) + stok Biaya perencanaan : Penjualan Pembelian bahan baku Produksi Biaya bahan baku Biaya produksi Biaya inbound transportation Biaya loss Biaya outbound transportation
Refinery (90% - 100%) + stok Biaya perencanaan : Penjualan Pembelian bahan baku Produksi Biaya bahan baku Biaya produksi Biaya inbound transportation Biaya loss Biaya outbound transportation Biaya return bahan baku Biaya return produk
Biaya return bahan baku
Biaya return bahan baku
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
73
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan
TQM
(Total
Quality
Management)
menjadi
efektif
untuk
mentranslasikan keinginan pelanggan ke dalam spesifik desain. Dalam penggunaan QFD ini, dua tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) menentukan rancangan fungsional produk yang akan memuaskan keinginan pelanggan dan (2) mentranslasikan keinginan konsumen tersebut ke dalam spesifik desain produk. Perencanaan mutu dengan QFD terdiri dari beberapa langkah, yaitu mengidentifikasi keinginan pelanggan, mengidentifkasi atribut respon teknis, menghubungkan
keinginan
pelanggan
dan
atribut
respon
teknis,
dan
mengevaluasinya. Analisis QFD ini akan direpresentasikan dengan bantuan berupa gambaran rumah, yang disebut HOQ (House of Quality). Prinsip pokok analisis ini, dalam perencanaan mutu, adalah keterkaitan antara 2 (dua) sumbu matriks HOQ, yaitu atribut mutu kelapa sawit, CPO dan minyak goreng dan faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu. Faktor-faktor dominan tersebut selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan faktor-faktor dominan yang paling prioritas dan kemudian yang prioritas tersebut diberi perlakuan tertentu agar menjadi lebih baik, sehingga akhirnya atribut mutu komoditas berbasis kelapa sawit dapat menjadi lebih baik juga dari sebelumnya. 6.1.
Atribut Mutu Kelapa Sawit
Susunan prioritas atribut mutu tandan buah sawit tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 dan direpresentasikan dalam Gambar 22. Tabel 24. Atribut mutu tandan buah sawit Atribut Mutu
Prioritas
Prioritas dalam QFD
2 1 2 3 5 4
4 5 4 3 1 2
Persyaratan pemanenan Kematangan buah Berat buah sawit minimal 10 kg Brondolan Panjang tangkai pengumpulan TBS di TPH
74
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Pada Tabel 24, yang menjadi prioritas dalam atribut mutu tandan buah sawit adalah kematangan buah. Kematangan buah yang optimum, yaitu pada saat tandan buah sawit mengandung minyak dan kernel tertinggi yang ditandai dengan mudahnya berondolan lepas dari tandannya dan berat tandan buah sawit ± 10 Kg. Dari Gambar 22 terlihat bahwa atribut mutu kematangan buah sangat dipengaruhi oleh teknik pemanenan, pengukuran kematangan buah dan lama waktu pendistribusian tandan buah sawit ke pabrik minyak kelapa sawit (PMKS). Rangkaian tahapan proses yang paling mempengaruhi atribut mutu adalah teknik pemanenan, seperti terlihat pada Gambar 22. Atribut mutu lain yang dipengaruhi diantaranya persyaratan pemanenan, yang meliputi pemanenan buah sawit yang matang, ditandai dengan warna buah kuning keemasan; penggunaan alas atau terpal dipiringan pohon sawit, dengan tujuan tandan buah sawit yang dipanen tidak jatuh pada area basah dan berlumpur, yang disebabkan curah hujan tinggi dan banjir serta kondisi tanah yang berlumpur sehingga tandan buah sawit menjadi kotor serta alat yang digunakan untuk memanen disesuaikan dengan ketinggian pohon sawit yang akan di panen. Kotoran yang ikut dalam proses pengolahan akan mempengaruhi mutu minyak sawit yang dihasilkan melalui pengukuran parameter pengotor. Selain kotoran, air yang terbawa dalam tandan buah sawit yang dipanen pada areal berawa atau banjir juga mempengaruhi kandungan kadar air tandan buah sawit, dan akan terus mengikut pada proses pengolahan. Pengaturan ketinggian alat dalam pemanenan bertujuan agar tandan buah yang dipanen tidak mengalami kerusakan fisik buah yang disebabkan kesalahan pemotongan saat panen. Kematangan buah menandakan kandungan minyak optimum dan
menandakan
kandungan
asam
lemak
bebas
sebagai
indikator
yang
mempengaruhi mutu dalam pengolahan di industri hulu dan hilir serta produk yang dihasilkannya. Atribut mutu lain yang dipengaruhi oleh teknik pemanenan yaitu kematangan buah, dimana buah yang dipanen adalah buah yang matang, berat buah sawit minimal 10 kg, brondolan yang terjatuh sebagai tanda kematangan buah sawit, panjang tangkai tandan buah sawit yang telah dipanen adalah 1 cm dan pengumpulan
75
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
tandan buah sawit di tempat penampungan hasil. Brondolan yang terjatuh di sekitar piringan pohon sawit merupakan indikator kematangan buah sawit dan dilakukan pemanenan. Pengutipan brondolan sangat penting karena brondolan mengandung minyak sampai pai 48% dimana tandan buah sawit (TBS) hanya mengandung 22% minyak. Tahapan proses perlakuan p tandan buah sawit yang berasal dari kebun inti di tempatkan di tempat penampungan hasil.
Tandan buah sawit setelah dipanen,
diangkut dengan menggunakan lori ke area tempat penampungan hasil. Yang menjadi perhatian adalah kondisi tempat penampungan hasil bersih dan selalu menggunakan alas untuk mencegah tandan buah sawit kotor. Tandan buah sawit yang berasal dari kebun plasma selanjutnya lanjutnya diserahkan ke koperasi, dan dilakukan
Perlakuan TBS di TPH
Penyimpanan TBS di Koperasi
Transportasi TBS ke PMKS
Lama waktu (antara panen dengan pendistribusian ke PMKS)
Prioritas
10
10
5
1
1
1
1
2
Kematangan buah
10
10
1
5
5
5
10
1
Berat tandan buah sawit ± 10 kg
10
1
1
1
1
1
1
2
Brondolan
10
1
10
1
1
1
1
3
Panjang tangkai
10
1
1
1
1
1
1
5
pengumpulan TBS di TPH
1
1
1
10
10
1
1
4
134
44
52
57
57
21
26
0,34
0,11
0,13
0,15
0,15
0,05
0,07
Bobot Absolut Bobot Relatif
Pengukuran kematangan buah
Persyaratan pemanenan
Teknik pemanenan
Pengutipan Brondolan
sortasi serta penyimpanan di koperasi.
Keterangan :
Hubungan persyaratan pelanggan dengan proses : 10 = kuat 5 = sedang 1 = lemah Hubungan antara proses: + = mempengaruhi - = dipengaruhi √ = saling mempengaruhi ● = tidak ada hubungan
Gambar 22..
Rumah Kualitas (QFD I) atribut mutu tandan buah sawit dengan tahapan proses
76
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tahapan proses transportasi tandan buah sawit ke pabrik minyak kelapa sawit untuk TBS dari kebun inti didistribusikan langsung ke pabrik minyak kelapa sawit. Sedangkan tandan buah sawit yang berasal dari kebun plasma, pendistribusian ke pabrik minyak kelapa sawit dilakukan melalui koperasi-koperasi yang melakukan kerjasama dengan pabrik pengolah. Tahapan proses pendistribusian yang mempengaruhi atribut mutu adalah lama waktu pendistribusian hasil panen ke pabrik minyak kelapa sawit. Tandan buah sawit yang telah dipanen, diharapkan didistribusikan pada hari yang sama dengan pemanenan.
Tujuannya adalah tandan buah sawit yang telah dipanen tidak
mengalami kerusakan. 6.2.
Atribut Mutu Minyak Sawit Prioritas utama dalam atribut mutu minyak sawit adalah kandungan asam
lemak bebas, seperti terlihat dalam Tabel 25. Persyaratan standar kandungan asam lemak bebas adalah 3% - 5%. Semakin rendah kandungan asam lemak bebas dalam minyak sawit kasar akan mempengaruhi nilai jual produk tersebut.
Data yang
diperoleh dari performance PT ASL menunjukkan kandungan asam lemak berada dalam batas standar yang dipersyaratkan, seperti representasi yang diperlihatkan dalam Gambar 23. Tabel 25. Atribut mutu minyak sawit kasar. Atribut Mutu Kadar Asam Lemak bebas Kadar Air Kadar Pengotor Harga Ketepatan pengiriman
Bobot
Prioritas
Prioritas dalam QFD
0.26 0.18 0.20 0.12 0.24
1 4 3 5 2
5 2 3 1 4
5,0 % ALB 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 1
2
3
4
5
6 7 Bulan
8
9
10 11 12
Gambar 23. Kandungan asam lemak bebas PT ASL tahun 2010 77
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Penerimaan TBS dan sortir
Pembongkaran TBS
Perebusan
Pelumatan
Pengepresan
Penyaringan
Penyimpanan Sementara
Pendistribusian CPO (teknik dan lama distribusi)
Prioritas
√
• • • • • •• • • •• • • • • • • • • • •• • • • •
Kadar Asam Lemak bebas
5
5
1
1
10
5
5
10
1
Kadar Air
5
1
5
1
10
1
5
1
4
Kadar Pengotor
5
5
1
1
10
10
1
1
3
Harga
1
1
1
1
1
1
1
10
5
Ketepatan pengiriman
1
1
1
1
1
1
1
10
2
Bobot Absolut
47
31
31
15
87
46
35
87
Bobot Relatif
0.12
0.08
0.08
0.04
0.23
0.12
0.09
0.23
Keterangan :
Hubungan persyaratan pelanggan dengan proses : 10 = kuat 5 = sedang 1 = lemah Hubungan antara proses: + = mempengaruhi - = dipengaruhi √ = saling mempengaruhi ● = tidak ada hubungan
Gambar 24. Rumah kualitas (QFD II) atribut mutu minyak sawit dengan tahapan proses Representasi yang diperlihatkan dalam Gambar 24 (QFD QFD II), keterkaitan antar proses yang paling mempengaruhi atribut kadar asam lemak bebas adalah tahapan tahapan proses pengepresan dan pendistribusian CPO CPO.
Pada proses
pengepresan,, buah sawit yang telah terpisah dengan tandan di press untuk memperoleh minyak, nyak, dengan menggunakan suhu dan tekanan tertentu. Semakin tinggi suhu yang dipergunakan, akan merusak mutu minyak yang dihasilkan karena kandungan asam lemak bebas akan meningkat. Dalam pendistribusian produk minyak sawit (CPO) teknik distribusi dan lama lama waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan ke konsumen akan mempengaruhi asam lemak bebas CPO. Teknik distribusi yang diperhatikan adalah CPO didistribusikan dengan menggunakan tangki yang khusus untuk CPO, bukan tangki yang digunakan untuk mengangkut solar atau
78
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
minyak pelumas.
Waktu yang diperlukan dalam pendistribusian semakin cepat
semakin baik, karena pendistribusian yang terlalu lama akan mempengaruhi mutu CPO dengan peningkatan kandungan asam lemak bebas serta mempengaruhi harga penjualan CPO. Pada proses pengepresan, selain mempengaruhi kandungan asam lemak bebas, juga mempengaruhi kadar air dan kadar pengotor. Kadar air dipengaruhi dari proses sebelumnya yaitu proses perebusan yang menggunakan air. Semakin banyak air yang terserap dalam buah, akan meningkatkan kadar air dalam minyak. Kadar pengotor dipengaruhi dari proses sebelumnya juga yaitu proses pelumatan, memisahkan buah dari tandannya. Proses pemisaham yang tidak sempurna, seperti serat yang banyak terikut dalam buah akan ikut dalam pengepresan, yang diidentifikasi sebagai pengotor dalam minyak. Pada proses selanjutnya yaitu penyaringan, sangat mempengaruhi kandungan pengotor dalam minyak.
Penyaringan yang sempurna mampu mengurangi atau
menghilangkan pengotor yang terdapat dalam minyak. Kadar pengotor menjadi salah satu parameter mutu yang dilihat dalam penjualan minyak sawit.
6.3.
Atribut Mutu Minyak Goreng Prioritas dalam atribut mutu minyak goreng adalah warna minyak cerah,
seperti terlihat dalam Tabel 26. Persyaratan SNI minyak goreng memaparkan salah satu persyaratan mutu minyak goreng adalah warna minyak kuning terang. Warna yang diinginkan konsumen diasumsikan sama dengan yang dipersyaratkan standar. Selain warna minyak goreng, atribut mutu yang diinginkan oleh konsumen adalah kesesuaian dengan standar SNI minyak goreng. Tabel 26. Atribut mutu minyak goreng Atribut Mutu
Bobot
Prioritas
Prioritas dalam QFD
Warna Minyak Cerah
0.406
1
4
Produk sesuai SNI Minyak Goreng
0.313
2
3
Informasi produk : MD, Halal
0.219
3
2
Kemasan produk
0.063
4
1
Representasi yang diperlihatkan pada Gambar 25 (QFD III), keterkaitan antar proses terhadap atribut mutu warna minyak goreng yaitu proses degumming dan 79
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
bleaching deodorizing. deodorizing
Proses degumming yaitu proses menghilangkan getah
minyak dengan memberikan reaksi fosfatasi hingga getah menggumpal dan terpisah dari minyak. Getah yang menggumpal adalah kotoran yang terdapat dalam minyak sawit. Selain dapat mempengaruhi terhadap warna minyak menjadi llebih cerah, proses ini diharapkan mampu menurunkan kadar pengotor dalam minyak. Bleaching yaitu proses penjernihan dengan memasukan absorben ((bleaching earth). Proses ini membuat CPO menjadi lebih terang sehingga pada proses selanjutnya akan membuat minyak nyak berwarna cerah . Deodorizing yaitu proses pemisahan free fatty acid dan penghilangan bau. Pada tahapan proses ini, kandungan asam lemak bebas sangat ditentukan.
Crystallization yaitu pembentukan kristal-kristal kristal stearin yang
disebabkan karena perbedaan perbedaan titik beku antara stearin dan olein. Pengkristalan ini dilakukan dengan cara mendinginkan minyak RBDPO secara bertahap dalam beberapa segmen temperatur. Proses pengemasan adalah proses mengemas minyak goreng kedalam pengemas. Bahan pengemas yang diinginkan diinginkan konsumen adalah
Pengemasan
Prioritas
10
10
1
1
1
1
10
10
10
1
2
Informasi produk : MD, Halal Kemasan produk
Bleaching + Deaodorizing
1
Produk sesuai dengan SNI Minyak Goreng
Degumming
Warna Minyak Cerah
Penerimaan CPO
Cristalization + Fractination
tranparan sehingga minyak goreng dapat terlihat oleh konsumen.
1 5 5 1 1 1 1 1 1 10 Bobot Absolut 10 49 49 10 46 Bobot Relatif 0.05 0.27 0.27 0.15 0.2 0.25 Keterangan : Hubungan persyaratan pelanggan dengan proses : 10 = kuat 5 = sedang 1 = lemah Hubungan antara proses: + = mempengaruhi - = dipengaruhi √ = saling mempengaruhi ● = tidak ada hubungan
3 4
Gambar 25. Rumah kualitas (QFD III) atribut mutu minyak goreng dengan tahapan proses
80
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
6.4.
Atribut Mutu Integrasi Representasi yang diperlihatkan pada Gambar 26 (QFD IV), menunjukkan
keterkaitan antara proses terhadap mutu sepanjang rantai yang diamati secara terintegrasi. Dari hasil analisa diketahui bahwa tahapan proses teknik pemanenan menjadi faktor utama yang mempengaruhi atribut mutu keinginan konsumen. Atribut mutu yang dipengaruhi yaitu kematangan buah (atribut mutu kelapa sawit), kadar asam lemak bebas (atribut mutu minyak sawit) dan warna minyak cerah (atribut mutu minyak goreng). Tahapan proses berikutnya yang mempengaruhi atribut mutu yaitu tahapan pengepresan dan pendistribusian minyak sawit (CPO). Tahapan pengepresan akan mempengaruhi kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan, dengan menggunakan suhu dan tekanan tertentu akan mempengaruhi mutu minyak sawit yang dihasilkan.
Dalam pendistribusian CPO, teknik pendistribusian dan lama
pendistribusian akan mempengaruhi mutu CPO. Teknik pendistribusian ditinjau dari truk tangki yang dipergunakan dalam distribusi CPO dengan melihat riwayat penggunaan tangki apakah pernah digunakan untuk produk selain CPO, seperti solar atau pelumas lainnya. Jika penggunaan truk tangki untuk CPO juga digunakan untuk solar atau minyak pelumas lainnya, maka mutu CPO akan menurun dan mengkontaminasi produk CPO yang akan didistribusikan untuk dipasarkan. Selain alat transportasi yang digunakan untuk pendistribusian CPO, lama waktu pendistribusian juga mempengaruhi mutu CPO. Parameter yang dilihat dari atribut mutu minyak sawit adalah kandungan asam lemak bebas. Semakin lama pendistribusian CPO, minyak sawit akan mengalami proses oksidasi dan akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas. Atribut mutu minyak sawit yang mendominasi dan mempengaruhi rantai proses pemanenan terhadap rantai proses berikutnya (pengolahan minyak sawit) adalah asam lemak bebas.
Dari penjelasan diatas telah diketahui proses yang
mempengaruhi kadar asam lemak bebas adalah teknik pemanenan dan lama waktu pendistribusian minyak sawit. Atribut mutu yang menjadi faktor keinginan konsumen dalam minyak goreng adalah warna minyak cerah dan produk minyak goreng yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng.
Dalam SNI minyak
81
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
goreng dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak goreng adalah kadar asam lemak bebas, kadar air dan kadar pengotor. Seluruh parameter SNI tersebut, dipengaruhi oleh rangkaian tahapan proses sebelumnya yaitu proses pengepresan dan pendistribusian CPO sebagai bahan baku dalam pembuatan minyak goreng. Hasil penelitian minyak sawit dan minyak goreng terhadap parameter yang dipersyaratkan oleh SNI, telah memenuhi seluruhnya dan dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8.
82
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
• ••• • • ••• • •• •• •• • •• •• • •••• •• ••• • • • •• • •• • •• • • • • • • • • • • • • • •• ••• • •• •••• •••• ••• •• • •• • ••• •• • ••• • • • ••• ••• ••• • •• • ••• •• • •• • •• ••• • •• • •• • ••• •• • • • • • • • √ • √ √• √ •√ • •√ • • • •• • √ •√ •• • •√ • •√• • • •√ √ •√ • • √ √ • • • •• √ • • • • • •
Atribut mutu minyak goreng
pengemasan
cristalization + fractination
1
bleaching + deodorizing
10
degumming
10
penerimaan CPO
1
pendistribusian CPO (teknik dan distribusi)
1
10
penyimpanan sementara
1
Kadar asam lemak
penyaringan
Pengumpulan TBS di TPH
Pengolahan Minyak Goreng
2 1 2 3 5 4
1 5
5
1
1
10
5
5
10
1
Kadar air
5
1
5
1
10
1
5
1
4
Kadar pengotor
5
5
1
1
10
10
1
1
3
Harga
1
1
1
1
1
1
1
10
5
Ketepatan pengiriman
1
1
1
1
1
1
1
10
10
Warna minyak cerah Produk sesuai dengan SNI minyak goreng
2 1
10
10
1
1
1
1
10
10
10
1
2
Informasi produk : MD, Halal
1
5
5
1
1
3
Kemasan produk
1
1
1
1
10
4
46 0, 05 4
Prioritas
Atribut mutu minyak sawit
pengepresan
1 10 1 1 1
pelumatan
1 5 1 1 1
perebusan
lama waktu (antara panen dengan pendistribusian ke PMKS)
1 5 1 1 1
pembongkaran TBS
Transportasi TBS ke PMKS
1 5 1 1 1
penerimaan TBS dan sortir
penyimpanan TBS di Koperasi
5 1 1 10 1
pengutipan brondolan
10 10 1 1 1
Persyaratan pemanenan Kematangan buah Berat tandan buah sawit ± 10 kg Brondolan Panjang tangkai
pengukuran kematangan buah
10 10 10 10 10
teknik pemanenan
Atribut mutu TBS
Pengolahan Minyak Sawit
perlakuan TBS di TPH
Pemanenan
Keterangan :
10
10
Bobot Absolut
144
44
52
57
57
21
36
47
31
31
15
107
46
35
107
10
49
49
28
Bobot Relatif
0,14
0,04
0,05
0,06
0,06
0,02
0,04
0,05
0,03
0,03
0,01
0,11
0,05
0,03
0,11
0,01
0,05
0,05
0,03
Rangking
1
5
4
3
3
7
5
4
6
6
8
2
4
6
2
8
4
4
Hubungan persyaratan pelanggan dengan proses : Hubungan antara proses: + = mempengaruhi
10 = kuat - = dipengaruhi
5 = sedang √ = saling mempengaruhi
Gambar 26. Rumah kualitas (QFD IV) atribut mutu dengan tahapan proses
83
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
6
1 = lemah ● = tidak ada hubungan
VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan
urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan.
Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi mutu diartikan sebagai faktor-faktor yang dapat dikendalikan, seperti misalnya peralatan. Terdapat pula faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti agroklimat dan force majeur seperti banjir. Analisis faktor-faktor dominan berpengaruh terhadapa mutu menggunakan diagram fishbone (tulang ikan). Diagram ini akan menggambarkan derivasi beserta penyebaran faktor-faktor dominan. Keunggulan diagram fishbone ini terletak pada proses analisisnya, yaitu memberikan kemudahan dalam mengeksplorasi faktorfaktor, seperti terlihat pada Gambar
27.
Selanjutnya faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu dilihat tingkat kesulitannya dengan melihat perubahan terhadap mutu. Hasil penilaian tingkat kesulitan diberikan dengan memberi angka 1 (satu), yaitu sangat mudah, sampai dengan 5 (lima) yaitu sangat sulit. Hasil dari penilaian derajat kesulitan dapat dilihat pada Tabel 27. Derajat kesulitan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas berbasis kelapa sawit. Panen dan Pasca Panen Pengolahan Distribusi dan Ekspor Faktor DK Faktor DK Faktor DK Perawatan, pemupukan 3 Peralatan 1 Peralatan 3 Pestisida 3 Teknik dan Metode 4 Kendaraan Angkut 3 Kendaraan Angkut 3 Gudang Sementara 3 Sumber Daya 3 Manusia Peralatan 1 Sumber Daya 4 Teknik dan Metode 4 Manusia Teknik dan Metode 4 Kendaraan Angkut 3 Kemasan Ekspor 1 Sumber Daya Manusia 1 Gudang Sementara 3 Kemasan Pasca Panen 3 Kerangan : DK = Derajat Kesulitan Tabel 27.
84
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tandan Buah Sawit Persyaratan pemanenan
Minyak Sawit
Minyak Goreng
Kadar asam lemak
Kematangan buah Berat TBS ± 10 kg Brondolan Panjang tangkai Pengumpulan TBS di TPH
Teknik pemanenan Pengukuran kematangan buah
Warna minyak cerah
Kadar air
Produk sesuai dengan SNI
Kadar pengotor Harga
Pengumpulan TBS di TPH Transportasi TBS ke PMKS
Proses Pemanenan
Kemasan produk
Ketepatan pengiriman
Penerimaan TBS dan Sortir
Penyimpanan sementara Pendistribusian CPO
Penerimaan CPO Pengepresan
Pembongkaran TBS
Pengutipan brondolan Perlakuan TBS di TPH
Informasi produk
Penyaringan Perebusan
Pelumatan
Proses Pengolahan Minyak Sawit
Degumming Bleaching + deodorizing Fractination + crystalization pengemasan
Proses Pengolahan Minyak Goreng
Gambar 27. Diagram sebab akibat (Fishbone) pada komoditas berbasis kelapa sawit
85
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Komoditas dan produk berbasis sawit sesuai standar
7.1. Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Mutu Proses Pemanenan Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu tandan buah sawit, berdasarkan Gambar 27, meliputi persyaratan pemanenan, kematangan buah, berat tandan buah sawit, brondolan, panjang tangkai dan pengumpulan tandan buah sawit di tempat penampungan hasil. Persyaratan yang menjadi acuan dalam pemanenan tandan buah sawit yaitu buah yang akan dipanen telah memenuhi kriteria matang, yang ditandai dengan warna buah kuning keemasan, brondolan yang jatuh kurang lebih 10% dari berat tandan buah sawit, dan berat tandan buah sawit kurang lebih 10 kg. Faktor lain yang diperhatikan dalam pemanenan yaitu area pemanenan, apakah tanah disekitar pohon kering atau basah dan terdapat genangan air. Pada area pemanenan dengan kondisi tanah kering, pemanenan dilakukan tanpa ada perlakuan khusus disekitar pohon sawit. Jika area pemanenan basah, beberapa persiapan dilakukan oleh petani sebelum dilakukan pemanenan, seperti memasang alas pada piringan pohon dimana tandan buah sawit diperkirakan jatuh. Persyaratan lain yang diperhatikan adalah alat yang digunakan untuk memanen. Faktor-faktor yang mempengaruhi sepanajang proses pemanenan adalah teknik pemanenan, pengukuran kematangan buah, pengutipan brondolan, perlakuan tandan buah sawit di tempat penampungan hasil, pengumpulan tandan buah sawit di tempat penampungan hasil dan transportasi tandan buah sawit ke pabrik minyak kelapa sawit. Teknik pemanenan dan pengukuran kematangan memiliki keterkaitan dengan persyaratan pemanenan. Pengutipan brondolan adalah pengambilan buah sawit yang telah terjatuh disekitar pohon sawit. Brondolan memiliki rendemen terbesar dalam proses pengolahan minyak sawit yaitu sekitar 44%, sedangkan tandan buah sawit memiliki rendemen sekitar 22%. Buah sawit yang telah dipanen, diangkut dengan menggunakan lori dan disimpan di tempat penampungan hasil. Buah sawit dibersihkan dari kotoran seperti tanah dan batu yang terikut dalam tandan buah sawit dan memotong tangkai tandan buah sawit. Setelah selesai proses pemanenan dan pengumpulan tandan buah sawit di tempat penampungan, proses selanjutnya adalah mendistribusikan tandan buah sawit ke pabrik minyak kelapa sawit. Faktor penting dalam pendistribusian tandan buah sawit adalah petani mendistribusikan tandan buah sawit pada hari yang sama dengan pemanenan.
Hal ini bertujuan tidak terjadi penurunan mutu produk dengan
86
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
peningkatan nilai asam lemak bebas jika penyimpanan tandan buah sawit terlalu lama. 7.2.
Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Mutu Proses Pengolahan
Minyak Sawit Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit ditentukan oleh nilai parameter asam lemak bebas, kadar air, dan kadar pengotor. Nilai maksimal dari seluruh parameter yang ditetapkan oleh standar maksimal 5%. Akan tetapi, pada saat pengolahan di pabrik minyak kelapa sawit, khususnya proses pengepresan, kombinasi antara suhu dan tekanan sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas, kadar air dan kadar pengotor minyak sawit. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dipengaruhi oleh suhu yang tinggi, dan nilai yang dicapai mampu lebih dari 5%. Hal yang sama dengan kandungan kadar air, dimana nilai yang tinggi diperoleh dari ketidaksempurnaan proses pengepresan yang dipengaruhi dari proses sebelumnya, yaitu proses sterilizer yang menggunakan uap air dalam perebusannya. Mutu minyak sawit yang akan didistribusikan juga ditentukan oleh lama waktu pengiriman, sehingga perkiraan waktu yang ditetapkan harus tepat.
Penundaan
pengiriman akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas pada minyak, sehingga menurunkan mutu minyak sawit yang akan diterima oleh konsumen. Dalam proses pengolahan minyak sawit, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu yaitu penerimaan tandan buah sawit yang disertai dengan proses penyortiran, pembongkaran tandan buah sawit, perebusan, pelumatan, pengepresan, penyaringan, penyimpanan sementara serta pendistribusian produk (CPO).
Pada penerimaan
tandan buah sawit, faktor mutu yang mempengaruhi adalah sifat fisik buah sawit, melalui pengamatan visual terhadap tingkat kematangan buah, kotor atau tidaknya buah sawit, adanya cemaran solar/minyak pelumas atau pupuk di buah sawit serta adanya gigitan tikus pada buah sawit. Jika ditemukan penyimpangan mutu pada buah sawit, maka buah akan disortir dan dikembalikan kepada petani. Buah sawit yang lolos proses penyortiran, selanjutnya dimasukkan ke dalam lori dan diproses sterilizer atau perebusan yang bertujuan merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan asam lemak bebas, mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang, memperlunak daging buah
sehingga memudahkan proses
87
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
pengepresan dan untuk mendapatkan protein sehingga memudahkan pemisahan minyak. Proses selanjutnya adalah pelumatan yaitu proses pemisahan brondolan dari tandannya. Selanjutnya brondolan yang telah terpisah dicacah menjadi potongan kecil dengan tujuan mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (Pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya. Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Hasil pencacahan tersebut langsung masuk ke alat pengempaan yang berada persis dibagian bawah digester. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah, sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone. Screw dan sliding cone ini berada di dalam sebuah selubung baja yang disebut press cage, dimana dindingnya berlubang-lubang diseluruh permukaannya. Dengan demikian, minyak dari bubur buah yang tersedak ini akan keluar melalui lubang-lubang press cage, sedangkan ampasnya keluar melalui celah antara sliding cone dan press cage. Selama peruses pengepaan berlangsung, air panas ditambahkan kedalam screw press bertujuan untuk mengencerkan (dillution), sehingga massa bubur buah yang dikempa tidak terlalu rapat. Jumlah penambahan air berkisar 10-15% dari berat tandan buah sawit yang diolah dari temperatur air sekitar 90ºC. Proses pengepresan akan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air dan 8% zat padat. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran, baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari pembersihan atau pemurnian minyak kasar yaitu memperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang baik. Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengepresan dialirkan menuju saringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (Crude Oil Tank). Minyak kasar yang terkumpul di crude oil tank dipanaskan hingga mencapai temperatur 95ºC -100ºC. Menaikkan temperatur minyak kasar sangat penting, yaitu untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air dan sludge sehingga sangat membantu dalam prose pengendapan. Selanjutnya, minyak dari crude oil tank dikirim ke tangki pengendap. Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi 2 fase yaitu minyak dan sludge yang disebabkan proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya dikirim ke oil
88
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
tank, sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Minyak yang dihasilkan disebut sebagai minyak sawit kasar (crude palm oil = cpo) selanjutnya disimpan di tangki penyimpanan, dan siap didistribusikan. 7.3.
Faktor-Faktor Dominan Yang Mempengaruhi Mutu Proses Pengolahan Minyak Goreng Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut warna
minyak cerah dan produk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak goreng. Produk warna cerah ada keterkaitan dengan persyaratan dalam SNI minyak goreng, serta kandungan asam lemak bebas, kadar air dan kadar pengotor. Mutu minyak goreng juga dipengaruhi secara tidak langsung oleh informasi produk dan kemasan produk. Informasi produk yang diinginkan adalah legalitas merk dagang dan kehalalan produk. Kemasan produk memiliki keterkaitan dari cara penjualan produk, dimana keinginan konsumen melihat kejernihan minyak goreng. Dalam proses pengolahan minyak goreng, faktor-faktor yang mempengaruhi mutu yaitu proses penerimaan bahan baku CPO, proses degumming, proses bleaching,d eodorizing, proses fractination, crystalization dan proses pengemasan. Pada proses penerimaan bahan baku CPO dilakukan pengecekan kandungan asam lemak bebas CPO, dimana persyaratan yang ditetapkan oleh industri pengolah adalah maksimal 5%. Bila asam lemak bebas dibawah 5%, selanutnya CPO ddalam tangki dibongkar dan disimpan dalam tangki.
Tahapan proses selanjutnya adalah
degumming yaitu proses pemurnian dengan menghilangkan kotoran berupa lendir, getah/gum dan impurities ion Fe dan Cu. Proses pemurnian selanjutnya adalah bleaching/deodorizing, yaitu proses untuk menghilangkan zat warna dan sisa impurities serta untuk menghilangkan asam lemak bebas dan zat-zat yang menimbulkan bau. Setelah proses pemurnian, dilanjutkan dengan proses fractination/crystalization yaitu proses yang memisahkan fase cair (yang disebut dengan Olein = minyak goreng) dengan fasa padat (yang disebut dengan stearin). Selanjutnya proses pengemasan yaitu pengisian minyak goreng kedalam kemasan.
89
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
VIII. PENINGKATAN MUTU MELALUI PENERAPAN SISTEM HACCP Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif. Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor. Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP). Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/2002.
90
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Sistem yang penerapannya masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh Departemen Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman Mutu Nomor 5.
8.1.
Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Tugas Ketua Tim HACCP : 1. Menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan digunakan. 2. Mengarahkan disain dan implementasi Sistem HACCP dalam pabrik. 3. Mengkoordinasi dan mengetuai pertemuan-pertemuan Tim. 4. Menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah memenuhi ketentuan Codex, memperhatikan pemenuhan sistem terhadap peraturan-peraturan atau standar yang berlaku dan kefektivitas dari sistem HACCP yang akan dibuat. 5. Memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP. 6. Memelihara dan mengimplementasi hasil-hasil audit internal sistem HACCP. 7. Karena ketua Tim merupakan ahli HACCP diperusahaan/pabrik, maka harus mempunyai keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta mempunyai perhatian yang tinggi terhadap jenis usaha yang dijalankan. Tugas Anggota Tim HACCP : 1. Mengorganisasi dan mendokumentasikan studi HACCP dalam pabrik yang bersangkutan. 2. Mengadakan kaji ulang (pengkajian) terhadap semua penyimpangan dari batas kritis. 3. Melakukan internal audit HACCP Plan (Rencana HACCP atau Rencana Kerja Jaminan Mutu). 4. Mengkomunikasikan operasional HACCP.
91
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
PT SARI ADITYA LOKA 1
Kantor pusat : Jl. Pulo Ayang Raya Blok OR-1, Kawasan Industri Pulogadung, JAKARTA 13930 Telp (021) 4616555 hunting), Fax. (021) 4616548 Kebun : Desa Muara delang Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin, Jambi Mail Box : PO BOX 70, Bangko – Jambi. Telp. 08127401456
SURAT KEPUTUSAN Menimbang :
03/12/2009/HACCP/SAL-1 1. Bahwa di dalam sistem perdagangan global, persaingan produk telah menuntut pemberlakuan sejumlah standar dan persyaratan internasional, termasuk di dalamnya adalah syarat keamanan pangan. 2. Bahwa sistem manajemen Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) adalah salah satu sistem manajemen keamanan pangan yang sangat populer dan diakui secara luas di dunia Internasional. 3. Bahwa telah berkomitmen untuk menerapkan sistem manajemen HACCP tersebut, sehingga diperlukan Tim Kerja yang memiliki kualifikasi untuk mensukseskan penerapannya. 4. Bahwa untuk keperluan tersebut di atas, perlu disusun keputusan direksi yang mengikat.
Mengingat :
1. Rapat Internal tanggal 24 November 2009 2. Saran dan usulan yang bersesuaian untuk itu. …………………………………………Menetapkan ……………………………………. I.
Organisasi PT. SARI ADITYA LOKA 1 dengan struktur organisasi sebagai berikut : KETUA TEAM HACCP ADMINISTRATUR
SEKRETARIAT (Document Control) / SHE WAKIL TEAM HACCP KEPALA PABRIK
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
INTI 1
INTI 2
PLASMA HU
KEPALA TATA
KA AFDELING OA, OB
KA AFDELING OG
AI, F1, F2
KABAG HRGA
BI, CI, EI, JI, KI
KABAG GUDANG
KA AFDELING OC, OD KA AFDELING OC, OD
KA AFDELING OH, OI
ANGGOTA
ANGGOTA
KEPALA TEHNIK KEPALA PABRIK
ASISTEN OPERASIONAL
KABAG KEUANGAN
ASISTEN SUPPORT
ASISTEN PROSES 1
ANGGOTA
ANGGOTA
CDO
SHE
ASISTEN CDO
ASISTEN PROSES 2
IA, IB, HI
ASISTEN PROSES 3
JK KK
ASISTEN PROSES KA LAB
92
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
II.
Keanggotaan dan ruang lingkup kerja Tim HACCP ketentuan pasal demi pasal sebagai berikut:
sebagaimana diatur dengan
Pasal 1. Umum 1.
Tim Hazard Analysis Critical Control Points atau selanjutnya disebut Tim HACCP adalah tim yang dibentuk untuk mempersiapkan, menyelenggarakan, memantau, memvalidasi, dan memverifikasi sistem manajemen keamanan pangan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP).
2.
Tim HACCP bertugas di lingkungan pabrik - PT SAL 1
3.
Masa kerja Tim HACCP tidak terbatas, namun keanggotaannya dapat diperbaharui sesuai kebutuhan perusahaan.
Pasal 2. Struktur Tim 1. Tim HACCP di terdiri dari empat kelompok kerja masing-masing: a. Sekretariat HACCP b. Tim Perancangan Sistem HACCP c. Tim Auditor Internal 2. a. Susunan lengkap Tim HACCP disajikan pada Lampiran 1. b. Susunan lengkap Tim Audit Internal disajikan pada Lampiran 2. c. Lampiran 1 dan 2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini. 3. Penunjukan Tim HACCP sebagaimana Pasal 2 ayat 1 dan 2 tersebut di atas tidak membebaskan personalia yang bersangkutan dari tugas dan tanggung jawab kegiatan rutin keseharian yang bersangkutan.
Pasal 3. Tugas, Wewenang, dan Tanggung jawab 1. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Sekertariat HACCP: a. Melaksanakan pembuatan revisi, distribusi, penarikan, pemusnahan dokumen dan rekaman. b. Mengelola rekaman penerapan sistem HACCP di seluruh bagian pabrik. c. Melayani surat-menyurat kepala bagian HACCP untuk penerapan HACCP. d. Membuat publikasi internal mengenai penerapan HACCP. e. Menjadi sumber informasi mengenai penerapan HACCP di perusahaan.
93
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
2. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Tim Perancangan Sistem HACCP: a. b. c. d.
Bertugas untuk melakukan analisa bahaya dan menyusun rencana HACCP. Bertugas untuk merancang sistem HACCP. Bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penerapan sistem HACCP. Berwenang untuk mensosialisasikan sistem HACCP.
3. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Tim Auditor Internal: a. b. c. d. e.
Menyusun rencana audit. Menyelenggarakan kegiatan audit internal. Menyusun rencana kalibrasi peralatan. Memastikan pelaksanaan kalibrasi peralatan Membuat laporan hasil audit dan kalibrasi.
Ditetapkan di Jambi
Pada tanggal 1 Desember 2009
Cahyo Kurniawan W., SP Administratur
Tembusan : -
HRD
94
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
LAMPIRAN 1.
TIM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP) Tim Kerja HACCP sebagai berikut: I. Ketua Tim HACCP
: Cahyo Kurniawan W., SP
II. Wakil Ketua HACCP
: Sudi Haryanto
III.Sekertariat HACCP
: Hadi Sukoco
IV.Tim Perancangan Sistem HACCP
: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
V. Anggota Tim HACCP
: 1. Endro Sasono 2. Wildan MY 3. Imron Rosadi 4. Wahidi 5. Paijan 6. Laksono Heri Yulianto 7. Usmadi 8. Hendi Wijayanto 9. Rachmat Fachnani Siregar 10. Kusno 11. Azwir Zein 12. Khairudin 13. Fachrurrazi 14. Irsyad
Sudi Haryanto Hadi Sukoco Fransiskus Purba Sugito Jonet Budiarto Soleh Enda Suhenda
Lampiran 2.
TIM AUDITOR INTERNAL
1. Hadi Sukoco 2. Hendi Wijayanto 3. Azwir Zein 4. Imron Rosadi 5. Irsyad
95
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
8.2.
Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif. Deskripsi produk PT ASL secara lengkap dapat dilhat pada Tabel 28. Tabel 28. Deskripsi produk No.
Spesifikasi
1.
Nama Produk
2.
Bahan Baku
3.
Sumber Bahan Baku
4.
Bahan penunjang/pembantu
5.
Proses penerimaan bahan baku
6.
Tahapan proses pengolahan
Uraian Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil = CPO) Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil = PKO) Tandan buah sawit segar (TBS) Kebun Inti Koperasi Air TBS diangkut ke pabrik pengolah dengan menggunakan truk, kemudian dilakukan penimbangan, sortasi dan penuangan di loading ramp Bahan baku (TBS) dilakukan penimbangan saat memasuki pabrik pengolahan kemudian dilakukan sortasi. Buah yang tidak memenuhi standar dikembalikan kepada petani. Buah yang sesuai dengan standar dimasukkan ke dalam loading ramp. Buah selanjutnya dimasukkan ke dalam lori dan dilakukan perebusan di sterilizer. Dengan menggunakan hoisting crane buah yang telah direbus dimasukkan ke dalam autofeeder untuk dilakukan pemisahan antara buah dan janjang di tresher. Janjang kosong selanjutnya diteruskan ke empty bunch dengan menggunakan conveyor yang selanjutnya ditampung dengan dump truck untuk diaplikasikan ke lahan sebagai mulsa (mulching). Buah hasil pemisahan selanjutnya dilumatkan di digester dan di kempa pada screw presss untuk memperoleh minyak. Ampas hasil proses pengepresan diproses lanjut di kernel station untuk mendapatkan kernel. Minyak yang diperoleh disaring dengan menggunakan vibrating screen kemudian proses pemisahan antara fraksi minyak dengan sludge di tangki clarifer. Minyak selanjutnya ditampung pada wet oil tank untuk dilakukan pemurnian kadar kotoran di purifier. Tahap selanjutnya melakukan pengurangan kadar air dengan tehnik vacuum drier. Minyak yang dihasilkan disimpan di storage tank
96
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 28. Deskripsi produk (lanjutan) No.
Spesifikasi
7. 8.
Jenis Kemasan Umur simpan
9.
Syarat Penyimpanan
10.
Pemasaran
11.
Distribusi
12.
Cara Penggunaan
8.3.
Uraian Dijual dalam bentuk curah 6 (enam) bulan Penyimpanan dalam tangki penyimpanan, tanpa ada ketentuan/persyaratan khusus. Sabagai bahan baku untuk perusahaan lokal dan perusahaan luar negeri yang dilakukan oleh kantor pusat Jakarta Dari pabrik, CPO diangkut dan didistribusikan menggunakan truk tangki, tertutup, tidak bocor dan bersih. Pendistribusian CPO terbagi menjadi 2 (dua) yaitu disimpan di tempat penyimpanan akhir di pelabuhan dan beberapa didistribusikan langsung ke perusahaan pengolah CPO. CPO yang disimpan di tangki penyimpanan pelabuhan, selanjutnya didistribusikan menggunakan kapal tangki dan didistribusikan kepada pembeli lokal dan luar negeri. CPO merupakan bahan baku pembuatan produk pangan dan non pangan. CPO bukan produk yang dikonsumsi langsung oleh konsumen.
Identifikasi Pengguna Produk
Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan kepada manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk. Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit dan lain-lain). Pengguna akhir dari CPO adalah industri, dan tidak digunakan secara langsung kepada konsumen. Sedangkan pengguna akhir dari minyak goreng adalah seluruh konsumen umum. 8.4.
Penyusunan Bagan Alir
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi, 97
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai: ·
Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan dan penundaan dalam proses,
·
Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku, pengemasan, air dan bahan kimia,
·
Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-in-progress, produk rework, dan produk yang dibuang (ditolak).
8.5.
Verifikasi Bagan Alir Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di
lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. 8.6.
Analisa Bahaya Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara
negatif yang meliputi bahan biologis, kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari, makanan dengan potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan. Langkah ke enam ini merupakan penjabaran dari prinsip pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisa bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan. a. Identifikasi bahaya Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis pangan yang dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. 98
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
b. Penetapan Bahaya Tim HACCP berikutnya mendefinisikan dan menganalisa setiap bahaya. Untuk pencantuman didalam daftar, bahaya harus bersifat jelas sehingga untuk menghilangkan atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima adalah penting dalam produksi pangan yang aman, secara lengkap disajikan pada Tabel 29 dan 30.
99
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Tabel 29. Penentuan bahaya potensial nyata proses produksi CPO BAHAN BAKU/ TAHAPAN PROSES
BAHAYA POTENSIAL
1.
Kimia :
Tandan
Buah
Segar (TBS) Solar
PENYEBAB BAHAYA Kontaminasi solar pada TBS yang dikirim ke pabrik dpaat terjadi jika truk yang sama yang digunakan untuk mengangkut TBS digunakan juga untuk mengangkut solar
BATAS KRITIS
ZERO
2.
Oil Despatch
Kimia :
Solar
Cemaran
Di loading
solar
ramp saat
Cemaran solar
BAGAIMANA
KAPAN
SIAPA
Pengamatan
Setiap
Petugas
secara visual
truck yang
sortasi
masuk
Di loading
Pengamatan
Setiap
Petugas
ramp saat
secara visual
truck yang
sortasi
penerimaan
Kontaminasi pupuk pada TBS yang dikirim ke pabrik jika truk yang digunakan terkontaminasi pupuk
Kontaminasi solar pada CPO yang akan dijual dari tangki minyak yang digunakan juga untuk mengangkut solar
DIMANA
penerimaan
Meletakkan drum bekas solar yang sudah kosong diatas TBS pada saat pengiriman TBS ke pabrik Pupuk
PEMANTAUAN APA
Cemaran pupuk
masuk
Di loading
Pengamatan
Setiap
Petugas
ramp saat
secara visual
truck yang
sortasi
penerimaan
ZERO
masuk
Cemaran
Di tangki
Pemeriksaan
Setiap
Satpam
solar
CPO
truck
CPO yang
dan QC
akan muat
oil despatch
100
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
TINDAKAN PENCEGAHAN Jika terdapat cemaran, buah dikembalikan
Jika terdapat cemaran, buah dikembalikan
Jika terdapat cemaran, buah dikembalikan
Jika terdapat indikasi cemaran, truck ditolak
Tabel 30. Penentuan bahaya potensial nyata proses produksi minyak goreng BAHAN BAKU/ TAHAPAN PROSES
BAHAYA POTENSIAL
1.
Fisik :
Filling
Potongan
PENYEBAB BAHAYA Potongan/serpihan plastik yang berasal dari kemasan plastik yang digunakan
BATAS KRITIS
ZERO
PEMANTAUAN APA
DIMANA
BAGAIMANA
KAPAN
SIAPA
Cemaran
Proses
Pengamatan
Setiap
Petugas
plastik
pengisian
secara visual
pengisian
sortasi
plastik
101
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
TINDAKAN PENCEGAHAN Jika terdapat cemaran, produk diisolasi dan dilakukan pengecekan ulang oleh QC
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Struktur rantai pasok komoditi berbasis kelapa sawit diawali dari Kebun Inti dan Plasma – Koperasi – Pabrik Pengolah Kelapa Sawit – Pabrik Pengolah CPO (Refinery) – konsumen minyak goreng.
2.
Perencanaan peningkatan mutu komiditi berbasis kelapa sawit dengan pendekatan QFD yang diinterpretasikan melalui House of Quality. Dari analisa terintegrasi diperoleh hasil, faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu komoditas dan produk yaitu teknik pemanenan, proses pengepresan dan proses pendistribusian CPO. Dari faktor yang mempengaruhi tersebut, perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan melalui perbaikan teknik pemanenan dengan melakukan sosialisasi kepada petani secara konsisten mengenai prosedur kerja. Dalam proses pengepresan perencanaan peningkatan mutu dapat dilakukan dengan mengendalikan seluruh aspek dimulai dari sumber daya manusia di bagian pengepresan dan mesin press agar mutu yang diinginkan yang dilihat dari kandungan asam lemak bebas dapat terpenuhi. Dalam proses pendistribusian CPO, perencanaan dilakukan dengan mengendalikan kegiatan pendistribusian dengan tujuan mempertahankan kandungan asam lemak bebas pada CPO selama pendistribusian dan pengendalian agar tidak terjadi kontaminasi selama pendistribusian.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepanajang proses pemanenan adalah teknik pemanenan. Persyaratan yang menjadi acuan dalam pemanenan tandan buah sawit yaitu melalui pengukuran buah yang akan dipanen, brondolan yang jatuh, dan berat tandan buah sawit. Faktor lain yang diperhatikan dalam pemanenan yaitu area pemanenan, dan alat yang digunakan untuk memanen.
4.
Tahapan proses yang mempengaruhi atribut mutu yaitu tahapan pengepresan dan pendistribusian minyak sawit (CPO).
Tahapan pengepresan akan
mempengaruhi kandungan asam lemak bebas minyak sawit yang dihasilkan, dengan menggunakan suhu dan tekanan tertentu akan mempengaruhi mutu 102
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
minyak sawit yang dihasilkan.
Dalam pendistribusian CPO, teknik
pendistribusian dan lama pendistribusian akan mempengaruhi mutu CPO. Teknik pendistribusian ditinjau dari truk tangki yang dipergunakan dalam distribusi CPO dengan melihat riwayat penggunaan tangki apakah pernah digunakan untuk produk selain CPO, seperti solar atau pelumas lainnya. 5.
Pengendalian mutu yang dilakukan sejak bahan masuk hingga menjadi produk di PT ASL dan PT PKB dikembangkan dengan pendekatan sistem manajemen keamanan pangan (HACCP). Pengendalian dilakukan dengan memantau secara ketat di setiap titik yang dianggap kritis dan dapat mempengaruhi mutu komoditas sawit dan turunannya. Pada pasca panen pengendalian dilakukan pada area tempat pengumpulan hasil (TPH). Titik kritis yang diamati adalah areal TPH harus selalu bersih serta pencegahan kotoran fisik yang mungkin terikut saat pengambilan brondolan, sehingga sebaiknya pengambilan brondolan dilakukan secara manual. Pada pabrik pengolah kelapa sawit, titik kritis yang diamati adalah kemungkinan kontaminasi solar saat tandan buah segar (TBS) diangkut menggunakan truk yang digunakan juga untuk mengangkut solar. Selain solar, kontaminasi pupuk juga dikhawatirkan mencemari TBS, dengan sumber kontaminan berasal dari truk yang dipergunakan bersamaan dengan pengangkutan pupuk. Pada pabrik refinery, pengamatan titik kritis pada proses filling dengan mengendalikan sumber bahaya fisik yang mungkin ada dari kemasan plastik yang dipergunakan.
9.2. Saran Penelitian lebih lanjut disarankan : 1.
Mengkaji keterkaitan yang lebih erat antara pengolah dengan penyedia bahan baku melaui sistem manajemen yang lebih baik, ditinjau dari aspek sumber daya manusia, metode kerja, infrastruktur dan alat dan mesin yang dipergunakan.
2.
Sosialisasi yang berkelanjutan serta pemantauan diseluruh titik kritis agar mutu yang dihasilkan sesuai dengan standar.
103
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mashari et al. 2005. Key Enablers for The Effective Implementation of QFD: A Critical Analysis. Arnold, J. R dan Stephen N. Chapman. 2004. Introduction to Materials Management. Upper Saddle River. New Jersey. Badan Ketahanan Pangan. 2007. Kinerja Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional Tahun 2006. Laporan Kinerja Tahun 2006. Badan KetahananPangan. Badan Pusat Statistika. 2010. Volume dan Nilai ekspor Komoditi Kelapa Sawit. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4852-1998: Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Points - HACCP) serta Pedoman Penerapannya. BSN, Jakarta. Besterfield, D.H., C.Besterfield, G.H. Besterfield, dan M. Besterfield. 1999. Total Quality Management. Prentice-Hall International, New Jersey. Codex Alimentarius Commision. 2003. General Priciples Of Food HygieneCAC/RCP 1-1969 (rev 4. – 2003) Rome- Italy. Chen, L.H. and Ming, C. W. 2003. A Fuzzy Model for Exploiting Quality Fucntion Deployment. Elsevier, Taiwan. Chopra, S dan P. Meindl. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning and Operation. Pearson Prentice Hall. Djohar, S., Hendri T., dan Eko R.C. 2004. Membangun Keunggulan Kompetitif CPO Melalui Supply Chain Management : Studi kasus di PT Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. Jurnal Manajemen dan Agribisnis, Vol. 1 No. 1 p.20-32. Farisi. 2007. Sistem Manajemen Mutu Terpadu di PT. X. Hadiguna, R.A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok dan Penilaian Resiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar. Desertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Handfield, R.B., Ernest, L., Nicholas Jr. 2002. Supply Chain Redesign. Prentice Hall.
104
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Indrajit, R. Eko dan R. Djokopranoto. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Grasindo. Jakarta. Keijiro, M., Tomohiko S., Mitsuru K., and Atsushi I. 2003. Applying Quality Function Deployment to Environmentally Conscious Design. The International Journal of Qualtiy and Reliability Management. Volume 20, No. 1, pp 90. Emerald Group. Killen, C.P., M. Walker, and R.A. Hunt. 2005. Strategic Planning Using QFD. The International Journal of Qualtiy and Reliability Management. Volume 22, No. 1, pp 17. Emerald Group. Lund, B., T.C. Bair-Parker, dan G.W. Gould. (Eds.). 2000. The Microbiological Safety and Quality of Food.
Vol. I.
Aspen Publisher, Inc., Gaithersburg,
Maryland. Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta. Marimin dan Maghfiroh. 2007. Preliminary Country Report, Supply Chains for Perishables Agricultural Products in Indonesia. Fateta, IPB. Bogor. Marimin dan Muspitawati, H. 2002. Kajian Strategi Peningkatan Kualitas Produk Industri Sayuran segar (Studi Kasus di Sebuah Agroindustri Sayuran Segar). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XII No. 3. P 224-233. Mellysa. 2006. Penerapan Fuzzy Quality Function Deployment dan Metode taguchi untuk Pengembangan Produk Biskuit Berlapis Krim Vanila di PT. Bumi Tangerang Coklat Utama. Skripsi pada Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta. Mortimore, S. dan C. Wallace. 1995. HACCP : A practical approach. Chapman and Hall, London. Pierson, M.D. dan D.A. Corlett, Jr. (Eds.). 1992. HACCP : Principles and Applications. Capman and Hall, London. Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Managemebt. Guna Widya. Surabaya. Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia, Jakarta. Rustiani, F. dan Maspiyati. 1996. Usaha Rakyat dalam Pola Desentralisasi Produksi Subkontrak. AKATIGA. Bandung. Shih–shue. 2006. The Application of Quality Function Deployment (QFD) in Product Development. 105
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Simangunsong. 2005. Pengembangan Produk Pintu bagian Pengemudi Mobil Xenia Pada PT. Astra Daihatsu Motor Dengan Menggunakan Fuzzy Quality Deployment (QFD). Skripsi pada Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Jakarta. Supply
Chain
Council.
2006.
SCOR.
Available
:
[http://www.supply-
chain.org/index.ww](2006). Suprihatini, Rohayati.
2009.
Application Of
Quality Function Deployment In
Orthodox Black Tea Industry In Indonesia. Indonesian Tea and Cinchona Research Institut. Bandung. Susila, R. W. 2005. Peluang Pengembangan kelapa sawit di Indonesia : Perspektif Jangka Panjang 2025. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Bogor. [http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6) Soca-roda susila-kelapa sawit (1).pdf] [diunduh tanggal 10 Oktober 2009] Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP, 1th edition. Bumiaksara. Jakarta. Van der Vorst, J.G.A.J., and A.J.M. Beulans. 2002. Performance Measurement In Agri Food Supply Chain Networks. International Journal of Agro-food Chains and networks for Development 13-24. Netherlands.
106
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/