i
PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH
KASLIYANTI ISLAMIAH
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan
ini
saya
menyatakan
bahwa
skripsi
yang
berjudul
PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini
Bogor, Maret 2012
KASLIYANTI ISLAMIAH A44070009
Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek Di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah (Landscape Planning for Orchid Garden Tourism Object in Kyai Langgeng Park Magelang City Central Java Province) Kasliyanti Islamiah1, Vera Dian Damayanti2, Dewi Rezalini Anwar2 1 2
Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB
Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract Kyai Langgeng Park located in Magelang City, is one of prime tourist destinations in Central Java Province. Current utilizations of Kyai Langgeng Park which occupies an area 27,05 ha are for arboretum, theme park, and orchid garden. The orchid garden is going to be developed as a tourism object. The existing condition of this 8.459,5 m2 orchid garden is orchid nursery with green houses, lodging house, wooden vegetation, and footpath. The objective of this study is to provide landscape plan for the orchid garden to become tourism object by considering its physical and tourism aspect. Method to be applied in this landscape planning study is descriptive and spatial analysis by following planning process of Gold (1980). The process consisted of preparation, inventory, analysis, synthesis, concept, and planning. Based on spatial analysis of the biophysical aspects results three areas with the potential for tourism development in the orchid garden. The three areas consist of areas with high intensity, medium, and low for tourism development. This basic concept of the tourism planning is educative and recreative tourism of orchid garden. The basic concept is developed into spatial plan, circulation plan, vegetation plan, tourism activities and facilities plan. The output of this study is siteplan.
Keywords : Landscape Planning, Orchid Garden, Tourism Object
iii
RINGKASAN
KASLIYANTI ISLAMIAH. A44070009. Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah. Dibimbing oleh VERA DIAN DAMAYANTI dan DEWI REZALINI ANWAR. Beberapa daerah di Jawa Tengah menyimpan potensi wisata yang tinggi, salah satunya yaitu Taman Kyai Langgeng (TKL) di Kota Magelang. Saat ini pemanfaatan Taman Kyai Langgeng sebagai kebun koleksi tanaman langka, taman tematik, dan kebun anggrek. Kebun Anggrek inilah yang saat ini sedang dikembangkan oleh pengelola sebagai obyek wisata. Sebagai salah satu obyek wisata yang akan dikembangkan oleh pengelola TKL, banyak hal yang masih harus ditata di Kebun Anggrek ini jika akan dikembangkan sebagai suatu obyek wisata. Oleh karena itu, studi perencanaan lanskap ini perlu dilakukan dengan harapan hasil studi dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menata lanskap Kebun Anggrek sebagai obyek wisata dengan komoditas anggrek sebagai daya tarik utamanya. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survei dan analisis. Metode survei berupa pengamatan, dokumentasi, pengukuran, dan wawancara untuk mendapatkan data biofisik tapak dan data wisata. Metode analisis dilakukan secara deskriptif dan spasial. Pendekatan perencanaan yang digunakan berdasarkan sumber daya tapak dan aktivitas wisata. Adapun studi ini mengikuti tahapan perencanaan modifikasi Gold (1980) yang terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, konsep, sintesis, dan perencanaan. Analisis spasial dilakukan terhadap aspek biofisik kemiringan tapak dan vegetasi. Dari hasil analisis keduanya didapatkan hasil analisis berupa tiga area dengan tingkat potensinya terhadap pengembangan wisata di Kebun Anggrek. Tiga area tersebut terdiri dari area dengan intensitas tinggi, sedang, dan rendah untuk aktivitas wisata. Konsep dasar perencanaan lanskap yang akan dikembangkan pada tapak adalah wisata Kebun Anggrek yang edukatif dan rekreatif. Aspek edukatif dimaksudkan bahwa Kebun Anggrek memberikan pembelajaran mengenai
iv
budidaya dan pengenalan jenis-jenis anggrek bagi pengunjung. Aspek rekreatif bertujuan agar pengunjung mendapatkan penyegaran tubuh dan pikiran kembali setelah berkunjung ke Kebun Anggrek melalui keindahan koleksi anggrek yang tersaji di dalamnya dan kegiatan budidaya yang dapat menjadi terapi bagi pengunjung. Konsep dan tiga potensi area hasil analisis dikembangkan sehingga menghasilkan rencana lanskap wisata kebun anggrek. Hasil akhir dari studi ini adalah rencana lanskap wisata kebun anggrek ini terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas, dan rencana fasilitas. Berdasarkan rencana ruang, Kebun Anggrek memiliki luas 8.459,5 m² yang terbagi menjadi lima ruang yaitu: (1) ruang penerimaan dengan luas 250 m² atau 2,9 % dari luas keseluruhan, (2) ruang pelayanan dengan luas 603 m² atau 7,2 % dari luas keseluruhan, (3) ruang wisata utama dengan luas 3.770 m² atau 44,6 % dari luas keseluruhan, (4) ruang produksi dengan luas 585,5 m² atau 6,9 % dari luas keseluruahan, dan (5) ruang penyangga dengan luas 3.251 atau 38,4 % dari luas keseluruhan. Ruang wisata utama dibagi menjadi ruang wisata budidaya anggrek, ruang wisata hutan anggrek, ruang wisata anggrek gantung, ruang wisata anggrek dalam paranet, serta ruang wisata taman anggrek dalam tema eropa dan jepang. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi produksi dan wisata. Rencana vegetasi terbagi menjadi vegetasi utama yakni anggrek serta vegetasi pendukung yakni vegetasi yang mendukung keberadaan anggrek, menambah estetik tapak, dan menjaga keberlanjutan tapak. Rencana aktivitas terbagi menjadi aktivitas produksi dan wisata. Serta rencana fasilitas yang terdiri dari fasilitas produksi dan wisata.
v
® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
vi
PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH
KASLIYANTI ISLAMIAH A44070009
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
vii
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah
Nama
: Kasliyanti Islamiah
NRP
: A44070009
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Vera Dian Damayanti, SP, MLA.
Dewi Rezalini Anwar, SP, M.A.Des.
NIP. 19740716 200604 2 004
NIP. 19800318 200812 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal Lulus:
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Studi berjudul “Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP, M.A.Des sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Ibu Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si. atas kesediannya menjadi dosen penguji.
3.
Dinas Pertanian Kota Magelang, atas seluruh data dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.
4.
Keluarga Bapak Widodo di Magelang, atas bantuan akomodasinya selama penulis melakukan pengumpulan data dan observasi di lapang.
5.
Pengelola Taman Kyai Langgeng, atas izinnya kepada penulis untuk melakukan survei di Kebun Anggrek.
6.
Ibu, Bapak, Mbak Esly, Mas Albar, Mas Syarif, Icha, Tante Neni atas semangat dan doanya.
7.
Teman-teman ARL 44, atas dukungan dan semangat yang diberikan.
8.
Teman-teman Kos Jamilah, atas perhatian yang diberikan.
9.
Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis mengharapakan studi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai masukan bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, 2012 Penulis
ix
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Pamekasan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Achmad Surjanto dan Liliek Heriyetty. Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Barurambat Kota 1 pada Tahun 1995. Kemudian pada Tahun 2001 melanjutkan jenjang pendidikannya di SLTPN 1 Kota Banyuwangi. Tiga tahun kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 1 Glagah Banyuwangi. Pada tahun 2007 setelah lulus dari SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menyelesaikan tahap Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di tahun pertama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap.
x
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................................... 1.3. Manfaat ................................................................................................. 1.4. Kerangka Pikir Studi .............................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap ................................................................................................. 5 2.2. Wisata 2.2.1. Pengertian Wisata ...................................................................... 5 2.2.2. Supply dan Demand Wisata 2.2.2.1. Supply Wisata ................................................................ 6 2.2.2.2. Demand Wisata ............................................................. 9 2.2.3. Obyek dan Atraksi Wisata .......................................................... 9 2.3. Perencanaan Lanskap ............................................................................10 2.4. Anggrek 2.4.1. Penggolongan Anggrek ...............................................................12 2.4.2. Syarat Tumbuh Anggrek .............................................................14 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ........................................................................15 3.2. Batasan Studi. .......................................................................................16 3.3. Alat dan Bahan Studi ............................................................................16 3.4. Metode Studi .........................................................................................16 IV. KONDISI UMUM 4.1. Kota Magelang 4.1.1. Geografis dan Administratif. ......................................................25 4.1.2. Topografi dan Fisiografi. ............................................................26 4.1.3. Geologi. .......................................................................................26 4.1.4. Iklim. ...........................................................................................26 4.1.5. Hidrologi. ....................................................................................27 4.2. Taman Kyai Langgeng 4.2.1. Lokasi dan Aksesibilitas. ............................................................27 4.2.2. Sejarah.........................................................................................29 4.2.3. Aspek Wisata 4.2.3.1. Atraksi Wisata. ...............................................................30 4.2.3.2. Fasilitas Penunjang Wisata. ............................................31 4.2.3.3. Pengunjung ..................................................................34
x
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data dan Analisis 5.1.1. Kondisi Awal Kebun Anggrek ....................................................36 5.1.2. Aspek Biofisik 5.1.2.1. Topografi dan Kemiringan Tapak. .................................38 5.1.2.2. Vegetasi ..........................................................................43 5.1.2.3. Aksesibilitas dan Sirkulasi .............................................47 5.1.2.4. Hidrologi.........................................................................50 5.1.2.5. Kualitas Visual ...............................................................53 5.1.2.6. Tanah ..............................................................................55 5.1.2.7. Iklim Mikro ....................................................................55 5.1.3. Aspek Wisata 5.1.3.1. Atraksi Wisata ................................................................57 5.1.3.2. Fasilitas Penunjang .........................................................60 5.1.3.3. Pengelolaan.....................................................................60 5.1.3.4. Pengunjung .....................................................................62 5.1.4. Hasil Analisis ..............................................................................63 5.2. Konsep 5.2.1. Konsep Dasar Perencanaan .........................................................66 5.2.2. Pengembangan Konsep 5.2.2.1. Konsep Ruang ................................................................67 5.2.2.2. Konsep Sirkulasi .............................................................69 5.2.2.3. Konsep Vegetasi .............................................................70 5.2.2.4. Konsep Aktivitas Wisata ................................................72 5.2.2.5. Konsep Fasilitas Wisata .................................................73 5.3. Sintesis 5.3.1. Functional Diagram....................................................................74 5.3.2. Blockplan ....................................................................................75 5.4. Perencanaan 5.4.1. Rencana Ruang ...........................................................................78 5.4.2. Rencana Sirkulasi........................................................................80 5.4.3. Rencana Vegetasi ........................................................................80 5.4.4. Rencana Aktivitas Wisata ...........................................................85 5.4.5. Rencana Fasilitas Wisata ............................................................87 5.4.6. Siteplan .......................................................................................88 5.4.7. Arahan Desain .............................................................................89
VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................94 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................96 LAMPIRAN ......................................................................................................98
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jenis dan bentuk data ....................................................................................18
2
Parameter, kriteria, dan skoring analisis. ......................................................22
3
Hasil pengukuran THI ...................................................................................56
4
Konsep vegetasi. ...........................................................................................71
5
Konsep aktivitas wisata. ................................................................................72
6
Konsep fasilitas wisata. .................................................................................74
7
Rencana luas pengembangan ruang ..............................................................78
8
Daya dukung wisata ......................................................................................79
9
Rencana vegetasi utama ................................................................................83
10 Rencana vegetasi pendukung ........................................................................84 11 Rencana aktivitas wisata ...............................................................................86 12 Rencana fasilitas wisata ................................................................................87
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Kerangka pikir studi. ...................................................................................... 4 2 Peta lokasi studi. ............................................................................................15 3 Diagram tahapan perencanaan lanskap (Modifikasi Gold, 1980). .................17 4 Peta administrasi Kota Magelang...................................................................25 5 Peta lokasi Taman Kyai Langgeng. ...............................................................27 6 Peta aksesibilitas ke Taman Kyai Langgeng. .................................................28 7 Beberapa obyek dan atraksi wisata TKL. ......................................................30 8 Beberapa fasilitas penunjang wisata TKL .....................................................32 9 Grafik jumlah kunjungan TKL Tahun 2007-2010. ........................................34 10 Beberapa spot pemandangan di dalam TKL. .................................................35 11 Peta batas Kebun Anggrek .............................................................................36 12 Peta eksisting. .................................................................................................37 13 Peta topografi. ................................................................................................39 14 Peta kemiringan Tapak...................................................................................40 15 Peta kesesuaian aktivitas wisata. ....................................................................42 16 Vegetasi eksisting di Kebun Anggrek. ...........................................................43 17 Peta vegetasi ...................................................................................................44 18 Peta analisis vegetasi. .....................................................................................46 19 Kondisi jalan akses menuju Kebun Anggrek. ................................................47 20 Kondisi jalan sirkulasi di dalam Kebun Anggrek. .........................................48 21 Peta aksesibilitas dan sirkulasi. ......................................................................49 22 Diagram alir sistem pengairan di Kebun Anggrek. ........................................50 23 Kondisi hidrologi di Kebun Anggrek dan sekitarnya. ...................................51 24 Peta drainase...................................................................................................52 25 Peta visual ......................................................................................................54 26 Kegiatan workshop anggrek ...........................................................................58 27 Aneka perlombaan dalam festival anggrek ....................................................59 28 Fasilitas di Kebun Anggrek. ...........................................................................60 29 Peta komposit. ................................................................................................65
xiii
30 Konsep dasar ..................................................................................................66 31 Konsep ruang .................................................................................................68 32 Konsep sirkulasi .............................................................................................70 33 Konsep vegetasi .............................................................................................71 34 Diagram hubungan keterkaitan antar ruang. ..................................................74 35 Peta rencana blok ...........................................................................................77 36 Beberapa habitasi anggrek .............................................................................81 37 Media tanam pada batang pohon yang licin ...................................................82 38 Beberapa tanaman groundcover, semak, dan perdu yang direncanakan .......84 39 Beberapa contoh papan interpretasi ...............................................................88 40 Siteplan...........................................................................................................90 41 Detail plan paranet .........................................................................................91 42 Potongan .........................................................................................................92 43 Ilustrasi ...........................................................................................................93
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wisata merupakan penghasil devisa non-migas yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Wisata berorientasi alam oleh pemerintah telah diakui sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non-migas (Pamulardi, 2006). Sebanyak 52,24% jenis wisata di Indonesia menggunakan sumber daya alam sebagai dasar asetnya. Di Indonesia motivasi terbesar kunjungan wisata yang dilakukan wisatawan asing maupun domestik adalah karena sumber daya alam (Amdani, 2008). Hal ini menandakan bahwa potensi alam memiliki daya tarik kuat untuk wisatawan berkunjung. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika saat ini berbagai daerah di Indonesia mengembangkan potensi alam daerahnya untuk kepentingan wisata. Beberapa daerah di Jawa Tengah menyimpan potensi wisata yang tinggi, salah satunya yaitu Taman Kyai Langgeng (TKL) di Kota Magelang. TKL merupakan aset Jawa Tengah karena menjadi salah satu tujuan wisata andalan Jawa Tengah selain Taman Wisata Budaya Candi Borobudur di Kabupaten Magelang dan Obyek Wisata Air Owabong Bojongsari di Kabupaten Purbalingga. Berdasarkan data statistik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah tahun 2008, TKL menempati urutan ketiga sebagai daerah tujuan wisata paling banyak dikunjungi di Jawa Tengah. Jumlah kunjungan pada tahun 2008 sebanyak 908.205 pengunjung dan mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 959.976 pengunjung. Selain itu, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota Magelang ini merupakan salah satu potensi ekonomi daerah karena sebesar 55% dari pendapatan bersih TKL disetor sebagai pendapatan asli daerah tiap tahunnya. Saat ini pemanfaatan Taman Kyai Langgeng sebagai kebun koleksi tanaman langka, taman tematik, dan kebun anggrek. Pada mulanya TKL direncanakan dengan konsep Kebun Koleksi Tanaman Langka kemudian berkembang menjadi taman tematik (theme park) dengan berbagai wahana seperti anjungan dirgantara,
2
jet coaster, dan lain-lain yang selanjutnya berkembang dengan adanya Kebun Anggrek. Kebun Anggrek saat ini merupakan kebun pembibitan anggrek. Pengelola TKL akan mengembangkan Kebun Anggrek sebagai salah satu obyek wisata. Saat ini di dalam Kebun Anggrek belum memiliki obyek maupun atraksi wisata yang dapat menarik minat pengunjung. Penutupan lahan di Kebun Anggrek didominasi oleh Pohon Jati. Selain Pohon Jati, di dalam Kebun Anggrek juga terdapat dua buah rumah kaca dan satu buah rumah pengelola untuk menunjang aktivitas pembibitan di dalamnya. Aktivitas di Kebun Anggrek hanya berupa pembibitan sampai pada tahap perbesaran anggrek sedangkan pembungaannya dilakukan di Kopeng. Sehingga di dalam Kebun Anggrek tidak menampilkan anggrek yang sudah berbunga. Sirkulasi hanya terdapat pada akses masuk dan di sekeliling rumah kaca. Banyak hal yang masih harus ditata di Kebun Anggrek ini jika akan dikembangkan sebagai suatu obyek wisata. Komponen yang menunjang fungsi wisata seperti atraksi, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi harus direncanakan dengan baik dalam kawasan agar menunjang keberhasilan wisata yang akan dilaksanakan (Gunn, 1994). Oleh karena itu, studi perencanaan lanskap ini perlu dilakukan dengan harapan hasil studi dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menata lanskap Kebun Anggrek sebagai obyek wisata dengan komoditas anggrek sebagai daya tarik utamanya. Sehingga potensi yang dimiliki Kebun Anggrek dapat dikembangkan secara maksimal sebagai alternatif obyek wisata yang dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke TKL.
1.2. Tujuan Tujuan umum studi ini untuk membuat rencana lanskap bagi pengembangan Kebun Anggrek TKL Magelang sebagai obyek wisata melalui penataan ruang, sirkulasi, dan penyediaan fasilitas penunjang wisata. Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai yaitu: 1.
Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi biofisik Kebun Anggrek TKL untuk pengembangan kegiatan wisata.
3
2.
Mengidentifikasi dan mengembangkan potensi wisata di Kebun Anggrek TKL.
3.
Merencanakan lanskap Kebun Anggrek TKL sebagai obyek wisata dengan menata ruang, sirkulasi, dan fasilitas yang mendukung wisata.
1.3. Manfaat Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam: 1.
Memberikan sumbangan pikiran perencanaan lanskap bagi pengelola dalam pengembangan obyek wisata Kebun Anggrek di TKL.
2.
Memberikan alternatif atraksi wisata di TKL untuk meningkatkan jumlah pengunjung.
3.
Memberikan informasi bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui hasil studi tentang perencanaan lanskap obyek wisata kebun anggrek di TKL.
4.
Memberikan pengalaman bagi mahasiswa studi untuk menerapkan ilmu yang didapatkan selama kuliah khususnya dalam bidang perencanaan.
1.4. Kerangka Pikir Studi Kebun Anggrek memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata di TKL. Untuk merencanakan obyek wisata ini dibutuhkan analisis terhadap aspek biofisik yang terdiri dari topografi, hidrologi, vegetasi, aksesibilitas dan sirkulasi, visual, iklim, serta tanah untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada di tapak terkait dengan kesesuaian aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Kebun Anggrek. Topografi dan vegetasi dianalisis secara spasial sedangkan hidrologi, aksesibilitas dan sirkulasi, visual, iklim, serta tanah dianalisis secara deskriptif. Dikarenakan saat ini di dalam Kebun Anggrek belum ada atraksi wisata, maka analisis aspek wisata dilakukan secara deskriptif. Seluruh aspek yang dianalisis secara spasial dioverlay untuk menghasilkan zona intensitas aktivitas wisata. Konsep dihasilkan dengan melihat kondisi aspek biofisik dan wisata yang dimiliki tapak. Konsep ini terdiri dari konsep dasar, yang menjadi tujuan
4
perencanaan, dan konsep pengembangannya. Konsep ini kemudian disesuaikan dengan hasil analisis aspek biofisik dan wisata. Hasil overlay digabungkan dengan hasil analisis deskriptif dan konsep untuk menghasilkan sintesis dalam bentuk rencana blok (blockplan). Blockplan ini kemudian dikembangkan sehingga menghasilkan rencana lanskap obyek wisata kebun anggrek di Taman Kyai Langgeng beserta arahan desainnya. Gambar 1 menunjukkan kerangka pikir studi.
Taman Kyai Langgeng
Kebun Anggrek
Aspek Wisata
Aspek Biofisik Topografi Vegetasi Hidrologi Aksesibilitas dan Sirkulasi Visual Tanah Iklim
Atraksi/objek wisata Sarana dan Prasarana Pengelola Pengunjung
Zona Intensitas Aktivitas Wisata
Konsep dan Pengembangan
Blockplan Rencana Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek Taman Kyai Langgeng
Gambar 1 Kerangka pikir studi
5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami sangat rumit sehingga sangat penting bagi perancang dalam pemahaman yang lebih mendalam untuk menjaga elemen yang tidak boleh diganggu dan tetap dipertahankan pada lanskap. Lanskap alami terdiri dari bukit pasir, padang rumput, gunung, danau, laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa, lembah, dan padang pasir. Lanskap buatan merupakan lanskap alami yang mengalami modifikasi yang dilakukan oleh manusia. Major feature (fitur lanskap mayor) merupakan bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti bentukan pegunungan, lembah, sungai, pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut, dan sebagainya. Sedangkan minor feature (fitur lanskap minor) yaitu elemen lanskap yang dapat diubah yaitu bukit-bukit, semak belukar, parit dimana seorang perencana dapat memodifikasinya (Simonds, 2006).
2.2. Wisata 2.2.1. Pengertian Wisata Nurisjah (2008) menyatakan bahwa wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Gunn (1994) menjelaskan bahwa wisata adalah perpindahan orang untuk sementara dalam jangka waktu tertentu ke tujuan-tujuan di luar tempat tinggal
6
dimana mereka biasa tinggal dan bekerja, fasilitas dibuat untuk melayani kebutuhan mereka dalam beraktivitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut.
2.2.2. Supply dan Demand Wisata Gunn (1997) menyatakan bahwa wisata digerakkan oleh dua faktor kekuatan yaitu demand dan supply. Kedua faktor tersebut harus seimbang karena keduanya saling memberikan pengaruh satu sama lain terhadap pasar.
2.2.2.1. Supply Wisata Supply adalah penawaran. Dalam wisata, sesuatu yang ditawarkan berupa pengembangan fisik dan program wisata untuk wisatawan. Supply wisata tersusun dari lima komponen yang saling tergantung satu sama lain. Adapaun kelima komponen tersebut, yaitu: 1.
Atraksi (attractions) Atraksi merupakan komponen paling penting dari supply wisata. Atraksi
diadakan untuk dua tujuan. Tujuan pertama yaitu untuk membujuk, memikat, atau merangsang wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Tujuan kedua, atraksi memberikan
kepuasan
pengunjung.
Pengadaan
atraksi
tergantung
pada
keberadaan sumber daya alami dan kebudayaan yang dimiliki tapak. Oleh karena itu, distribusi dan kualitas dari kedua sumber daya tersebut merupakan faktor kuat dalam pengembangan wisata. Gunn (1997) mengklasifikasikan atraksi wisata menjadi dua yaitu touring circuit dan longer-stay. Touring circuit adalah atraksi yang dikunjungi dalam sebuah perjalanan wisata yang waktunya terhitung pendek. Dalam klasifikasi ini, atraksi membutuhkan sumber daya, desain, dan program yang spesifik untuk wisatawan yang berturut-turut akan berkunjung tiap harinya. Sedangkan longerstay membutuhkan sumber daya, desain, dan program untuk wisatawan yang akan tinggal lebih dari sekedar kunjungan singkat.
7
2.
Pelayanan (services) Menurut Gunn (1994), pelayanan memiliki pengaruh yang kuat di bidang
ekonomi. Pengaruh ekonomi terkuat berasal dari pelayanan yang diberikan oleh bisnis travel. Akomodasi, layanan makan dan minum, transportasi, agen perjalanan, dan bisnis travel lainnya membuat ketenagakerjaan, pendapatan, dan pajak meningkat. Selain itu, pelayanan merupakan fasilitator utama dalam wisata sehingga dalam merencanakan pelayanan berupa penginapan, penyediaan makanan, dan transportasi harus diintegrasikan dengan perencanaan atraksi wisata. Dengan begitu, atraksi yang direncanakan dapat didukung dengan baik oleh pelayanan yang menjadi fasilitatornya.
3.
Transportasi (transportation) Gunn (1994) menyatakan bahwa keberlangsungan semua komponen wisata
tergantung terhadap transportasi. Bagian yang mendasari kesuksesan dari hotel, layanan makanan, hiburan, toko, dan atraksi adalah pemahaman terhadap perubahan tren dalam transportasi. Transportasi memberikan hubungan yang penting antara kota dan atraksi dalam area perkotaan dan atraksi tersebut membutuhkan pertimbangan perencanaan yang baik. Perencanaan transportasi untuk pengembangan wisata penting diadakan untuk semua jenis perjalanan untuk mengurangi konflik yang terjadi. Lennard dan Lennard dalam Gunn (1994) menyatakan bahwa prinsip transportasi yang seimbang digunakan untuk semua komunitas, dengan mengikuti aturan sebagai berikut: a. Mengakomodasikan kebutuhan orang b. Menekankan pada akses yang baik untuk menghindari kemacetan c. Menyeimbangkan transportasi dengan penggunaan lahan d. Menggunakan model matematika e. Memperioritaskan kebutuhan manusia f. Mempertimbangkan fungsi sosial g. Menggunakan batasan untuk parkiran h. Dirancang dalam skala manusia
8
i. Mengelola sumber daya manusia j. Meningkatkan nilai visual dan estetik
Cara seseorang untuk menemukan suatu jalan merupakan bagian dari transportasi
yang tidak dapat
diabaikan.
Passini
dalam
Gunn (1997)
mendeskripsikannya sebagai suatu kemampuan wisatawan dalam memetakan untuk memahami lingkungan. Sehingga sebuah penanda jalan perlu diperhatikan keberadaannya untuk membantu mengarahkan pengunjung dalam memahami lingkungannya. Tanda pengarah (tanda panah, penanda jarak) membantu wisatawan membuat pilihan. Terkadang tanda pengarah ambigu atau salah desain maupun penempatan sehingga pesan tidak tersampaikan. Penanda jalan harus dibuat informatif agar pesan yang terkandung di dalamnya diterima dengan baik oleh pengguna jalan. Desain lanskap dapat juga diberikan pada penanda jalan. Untuk pedestrian, material perkerasan dari warna dan teksturnya dapat efektif mengarahkan pengunjung.
4.
Informasi (information) Komponen penting wisata lainnya adalah informasi bagi wisatawan.
Informasi sebelum melakukan perjalanan penting untuk rute dan informasi tapak. Beberapa agensi wisata masih menyalahartikan dengan promosi. Menurut Gunn (1994), promosi dibuat untuk menarik perhatian sedangkan informasi adalah deskripsi dari peta, buku panduan, video, majalah, artikel, narasi panduan wisata, brosur, dan anekdot wisatawan. Gunn (1997) menjelaskan bahwa pengunjung membutuhkan penanda jalan untuk mengarahkan jalan dan membutuhkan penjelasan mengenai lokasi pelayanan serta atraksi yang ditawarkan dalam suatu kawasan wisata, dan kesemuanya tersebut didapatkan dari komponen informasi.
5.
Promosi (promotion) Promosi merupakan komponen terakhir yang dibutuhkan setelah atraksi,
pelayanan, transportasi, dan informasi telah dikembangkan. Promosi yang terlalu dibesar-besarkan seharusnya dihindari. Proses perencanaan wisata yang paling
9
penting adalah menjamin promosi akan berisi dengan benar pada waktu yang tepat dan untuk segmen perjalanan yang tepat. Komponen promosi meliputi semua ajakan dan bujukan yang biasa digunakan untuk mempengaruhi wisatawan mengikuti sebuah perjalanan. Ada empat bentuk promosi yaitu iklan berbayar, publisitas, hubungan masyarakat, dan insentif.
2.2.2.2. Demand Wisata Demand adalah permintaan. Dalam wisata, permintaaan yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan dan memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan wisata. Dengan kata lain, wisatawan merupakan komponen dari demand. Gunn (1997) menyatakan bahwan wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata dengan berbagai motivasi dan tujuan. Karakteristik paling penting dari wisatawan adalah aktivitas dan hal yang menarik mereka untuk melakukan sebuah perjalanan wisata. Lundberg dalam Gunn (1997) mengelompokkan wisatawan berdasarkan motivasi wisatawan dalam berwisata. Pengelompokkan tersebut antara lain motivasi pendidikan dan budaya, motivasi untuk bersantai dan bersenang-senang, serta motivasi kesukuan (etnik) dan motivasi lainnya seperti faktor cuaca, olahraga, ekonomi, petualangan.
2.2.3. Obyek dan Atraksi Wisata Yoeti (1997) berpendapat bahwa atraksi wisata berbeda dengan obyek wisata, karena obyek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar sedangkan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan. Selain itu, dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan oyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu. Menurut Wardiyanta (2006), obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan. Obyek wisata ini juga dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan keseharian masyarakat, tarian, karnaval, dan lain-lain.
10
Damanik (2006) menyatakan bahwa atraksi wisata diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi ini terbagi menjadi tiga yakni alam, budaya, dan buatan.
2.3. Perencanaan Lanskap Nurisjah dan Pramukanto (2007) menyatakan bahwa merencanakan suatu lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan, atau konsep ke arah bentuk lanskap atau bentang alam yang nyata. Nurisjah dan Pramukanto (2007) melanjutkan bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengembalian keputusan berjangka panjang, guna mendapat suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan. Menurut Gunn (1994), perencaanaan kawasan wisata merupakan proses pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik, pelayanan, informasi, transportasi, dan promosi. Pada proses ini ditujukan untuk memberikan kepuasan
bagi
pengunjung,
meningkatkan aspek ekonomi,
melindungi sumber daya alam, dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi pada semua aspek pengembangan wisata. Simonds (2006) menyatakan bahwa perencanaan yang baik harus dapat melindungi badan air, menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melidungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan ekologis. Penilaian yang baik mempertimbangkan aspekaspek seperti: ekosistem alami, kualitas dan kuantitas air, kualitas udara, tingkat kebisingan, erosi, banjir, tapak bersejarah, bentukan lanskap, flora dan fauna, serta keterkaitan dengan ruang terbuka.
11
Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap merupakan penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Proses tersebut terdiri atas enam tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Dalam perencanaan lanskap suatu daerah dimana di dalamnya terdapat aktivitas rekreasi,
membutuhkan informasi yang
mengintegrasikan manusia dengan waktu luang dimana pengalokasian sumber daya dilakukan untuk menghubungkan waktu luang dengan kebutuhan masyarkat dan areal perencanaan. Proses perencanaan lanskap tersebut dapat didekati melalui empat cara yaitu: 1.
Pendekatan sumber daya, dimana dalam hal ini sumber daya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas pada tapak. Pertimbangan terhadap lingkungan akan menentukan perolehan penyelamatan ruang dimana
kebutuhan
pemakai
ataupun
sumber
dana
tidak
perlu
dipertimbangkan. 2.
Pendekatan aktivitas, dimana aktivitas yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana dan prasarana dalam tapak di masa akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan dimana faktor sosial lebih dipertimbangkan daripada faktor lainnya.
3.
Pendekatan ekonomi, dimana tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe, dan lokasi yang potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini faktor ekonomi merupakan pertimbangan utama.
4.
Pendekatan perilaku, dimana dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan, dan dampak aktivitas tersebut terhadap seseorang.
Perencanaan kawasan wisata berdasarkan skala kawasannya terbagi atas tiga yaitu skala tapak, skala tujuan, dan skala regional (Gunn, 1994). Perencanaan kawasan wisata dalam skala tapak telah banyak dilakukan seperti pada resort, marina, hotel, taman, dan tapak wisata lainnya. Skala kedua adalah tujuan, dimana atraksi-atraksi wisata dikaitkan dengan keberadaan masyarakat sekitar,
12
pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala ketiga adalah wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang terkait dengan jaringan transportasi, sumber daya yang harus dilindungi dan dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial. Menurut Laurie (1986), desain lanskap adalah pendalaman dari perencanaan lanskap yang berkaitan dengan seleksi komponen-komponen rancangan sebagai pemecahan masalah-masalah tertentu yang muncul pada rencana tapak. Pendalaman tersebut menyajikan rencana spesifik mengenai elemen-elemen lanskap yang terdapat pada suatu tapak. Arahan desain merupakan proses perencanaan untuk desain. Proses ini merupakan proses pengembangan konsep perencanaan secara terperinci. Hasil dari proses desain adalah gambar kerja yang menjadi acuan bagi pelaksana (Heryani, 2008).
2.4. Anggrek 2.4.1. Penggolongan Anggrek Anggrek dari famili Orchidaceae merupakan salah satu tumbuhan berbunga yang banyak tersebar dan beraneka ragam di dunia. Anggota dari famili ini dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali padang pasir yang kering dan daerah yang selalu tertutup salju. Dari 20.000 spesies anggrek yang tersebar di seluruh dunia, 6000 diantaranya berada di hutan Indonesia (Widiastoety et al, 1998 dalam Sabran et al, 2002). Perkembangan industri anggrek di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 1997-1999 saat krisis ekonomi melanda. Seiring dengan membaiknya kondisi
perekonomian
sekitar
tahun
2000-an,
industri
anggrek
mulai
menunjukkan peningkatan. Dewasa ini, jenis anggrek yang dominan menguasai pasar Indonesia adalah Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, dan jenis lainnya (Widiastoety et al, 2010). Pada dasarnya ada dua golongan besar anggrek yaitu anggrek spesies atau anggrek alam dan anggrek hybrid. Anggrek spesies adalah anggrek yang diperoleh langsung dari habitat aslinya di hutan. Pembiakannya dikawinkan dengan sesama
13
jenisnya atau pada bunga sendiri. Anggrek-anggrek spesies ini memegang peranan penting sebagai induk persilangan. Anggrek hybrid adalah anggrek yang dihasilkan dari persilangan dua jenis anggrek yang berlain namun masih mempunyai hubungan genetik yang dekat (Suryanto, 2010). Ciri-ciri khusus tanaman anggrek dapat diketahui dengan melihat tipe pertumbuhan dan tempat tumbuhnya. Menurut Darmono (2004), berdasarkan tipe pertumbuhannya, anggrek dibagi menjadi dua kelompok yaitu tipe monopodial dan simpodial. Berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek terbagi menjadi: a. Anggrek Terestrial Anggrek terestrial adalah anggrek yang hidup dan tumbuh di permukaan tanah dengan membutuhkan cahaya matahari penuh atau langsung. Anggrek jenis ini dapat ditanam di dalam pot. Media tumbuh untuk anggrek jenis ini pada umumnya berupa serutan kayu dan potongan sabut kelapa. Di atas media tumbuh tersebut diberi pupuk kandang atau kompos yang telah disterilisasi. b. Anggrek Epifit Anggrek epifit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup menumpang pada batang atau cabang pohon tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpanginya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Anggrek ini dapat ditanam di pot, digantung, atau ditempel. Media tumbuh untuk anggrek epifit yang ditanam di pot pada umumnya berupa pakis, moss, arang, sabut kelapa. Untuk anggrek epifit yang ditempel pada umumnya diikatkan atau dilekatkan pada batang pohon, pakis lempeng, atau sejenisnya. c. Anggrek Litofit Anggrek litofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada batu-batuan di tepi pantai, tahan terhadap tiupan angin kencang dan matahari langsung. d. Anggrek Saprofit Anggrek saprofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada humus atau kompos dan membutuhkan sedikit cahaya matahari.
14
2.4.2. Syarat Tumbuh Anggrek Menurut Anggara (2008), tanaman anggrek dapat tumbuh sehat dan berbunga secara teratur jika persyaratan dan kebutuhan hidupnya terpenuhi. Adapun persyaratan tumbuhnya tersebut meliputi ketinggian tempat, suhu, kelembaban udara, sirkulasi udara, kebutuhan cahaya, serta kebutuhan air. a.
Ketinggian Tempat, Suhu, dan Kelembaban Berdasarkan ketinggian tempatnya, lokasi tumbuh anggrek dibedakan atas dataran rendah, dataran sedang, dan dataran tinggi. Anggrek biasanya akan tumbuh baik apabila ditanam di daerah dataran tinggi, namun tidak berarti anggrek tidak dapat tumbuh di daerah dataran rendah. Hanya saja harus memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban yang tepat. Suhu yang baik untuk pertumbuhan anggrek berkisar 15-35ºC dengan suhu optimal 21ºC dan sirkulasi udara yang baik. Sementara kelembaban yang optimal berkisar antara 65-70%.
b.
Kebutuhan Cahaya Untuk kebutuhan berfotosintesis, tanaman anggrek membutuhkan cahaya. Kebutuhan cahaya ini akan berbeda-beda tergantung jenis anggreknya. Namun biasanya anggrek akan tumbuh dan berbunga dengan optimal bila ditanam di tempat yang berpenaung seperti pohon besar. Anggrek tidak menyukai cahaya yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Cahaya yang berlebihan bisa membuat daun menguning dan terlihat seperti terbakar. Begitu pula sebaliknya, cahaya yang terlalu rendah dapat membuat anggrek tumbuh kurus, berdaun sempit, dan berdaun panjang.
c.
Kebutuhan Air Kebutuhan tanaman anggrek akan air dapat terpenuhi dengan melakukan penyiraman secara teratur. Penyiraman sebaiknya menggunakan alat siram yang berlubang kecil seperti sprayer. Penyiraman idealnya dilakukan sehari sekali. Untuk anggrek yang lebih besar cukup dua hari sekali.
15
III.
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah (Gambar 2). Lokasi yang direncanakan seluas 8.459,5 m². Pelaksanaan studi dilakukan pada Bulan Februari hingga Juni 2011 dan penyelesaian laporan pada Bulan Desember 2011. PETA KABUPATEN MAGELANG
PETA PROVINSI JAWA TENGAH
KABUPATEN MAGELANG KABUPATEN MAGELANG
KOTA MAGELANG
TANPA SKALA
PETA TAMAN KYAI LANGGENG
TANPA SKALA
PETA KOTA MAGELANG
LOKASI PENELITIAN
TAMAN KYAI LANGGENG
TANPA SKALA
Gambar 2 Peta lokasi studi
TANPA SKALA
16
3.2. Batasan Studi Tahapan studi dibatasi sampai dengan tahap perencanaan dengan menyertakan arahan desain. Arahan desain ini sebagai pemberi karakter pada siteplan yang menjadi produk akhir dari studi ini. Pendekatan perencanaan yang digunakan berdasarkan sumber daya tapak dan aktivitas wisata.
3.3. Alat dan Bahan Studi Adapun alat yang digunakan dalam studi ini adalah GPS, kamera digital, termohigrometer, dan software/program komputer (autocad land i, adobe photoshop, coreldraw, microsoft excel, microsoft word). Bahan yang digunakan adalah data primer dan sekunder, peta rupa bumi, lembar kuisioner, kertas gambar, dan pewarna.
3.4. Metode Studi Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survei dan analisis. Metode survei yang digunakan adalah dengan mengadakan pengukuran dan pengamatan langsung pada tapak. Metode analisis meliputi analisis spasial dan deskriptif. Analisis spasial digunakan untuk menganalisis aspek-aspek biofisik yang memiliki data heterogen. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis aspek-aspek biofisik yang memiliki kesamaan kriteria/data homogen dan tidak memiliki data spasial. Pendekatan perencanaan yang digunakan berdasarkan sumber daya tapak dan aktivitas wisata. Pendekatan sumber daya tapak untuk mengetahui kesesuaian tapak utamanya aspek kelerengan yang menjadi faktor penentu terhadap aktivitas wisata yang dikembangkan. Pendekatan aktivitas digunakan dalam penentuan konsep dasar terkait dengan aktivitas budidaya yang saat ini dilakukan di tapak untuk pengembangan aktivitas yang direncanakan. Studi ini mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980). Tahapan yang dikemukan oleh Gold mengalami modifikasi pada studi ini utamanya dalam hal produk yang dihasilkan di setiap tahapnya. Modifikasi yang digunakan antara lain proses sintesis tidak menghasilkan konsep melainkan rencana blok. Konsep disusun sebelum tahap sintesis. Konsep yang dihasilkan
17
menjadi acuan dalam menghasilkan rencana blok pada sintesis. Tahap perencanaan terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, konsep, sintesis, dan perencanaan (Gambar 3). Persiapan
Tujuan penelitian Usulan penelitian Persiapan administrasi
Inventarisasi
Analisis
Konsep
Data primer Data sekunder
Aspek biofisik Aspek wisata
Konsep Dasar dan Pengembangan Konsep
Kondisi eksisting Kebun Anggrek
Zona kesesuaian aktivitas wisata
Functional Diagram
Sintesis
Rencana blok
Perencanaan
Rencana: Ruang Sirkulasi Vegetasi Aktivitas Fasilitas
Siteplan dan Illustration image
Gambar 3 Diagram tahapan perencanaan lanskap (Modifikasi Gold, 1980)
Tahapan Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
1.
Persiapan Awal Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan studi sebagai langkah awal
perencanaan lanskap obyek wisata kebun anggrek di Taman Kyai Langgeng. Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi studi seperti letak administrasi, sejarah, dan lain-lain. Pengumpulan informasi awal ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan usulan studi. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan administrasi berupa perizinan untuk mencari data ke berbagai instansi terkait seperti BAPPEDA.
2.
Inventarisasi Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder meliputi
data biofisik dan wisata (Tabel 1). Data primer diperoleh melalui hasil survei langsung di lapang berupa pengamatan, dokumentasi, pengukuran langsung untuk mendapatkan data biofisik tapak yang terdiri dari topografi, vegetasi, hidrologi, visual, tanah, aksesibilitas dan sirkulasi, serta iklim. Data wisata diperoleh melalui
18
survei langsung di lapang untuk mengetahui jenis atraksi dan obyek wisata TKL pada umumnya dan Kebun Anggrek pada khususnya yang telah ada maupun yang akan direncanakan. Tabel 1 Jenis dan bentuk data No. I 1
Jenis Data ASPEK BIOFISIK Topografi
Bentuk Data
Cara Pengambilan
Spasial
Survei, Studi Pustaka
2 3
Vegetasi Hidrologi
Spasial, Deskriptif Deskriptif
Survei, Studi Pustaka Survei, Studi Pustaka
4 5
Tanah Iklim
Deskriptif Tabulatif, Deskriptif
Survei, Studi Pustaka Survei, Studi Pustaka
6 7
Deskriptif Deskriptif
Survei Survei
II 8 9 10
View Aksesibilitas dan sirkulasi ASPEK WISATA Atraksi/Obyek Wisata Fasilitas dan Utilitas Pengelola
Tabulatif, Spasial Tabulatif, Spasial Deskriptif
Survei Survei Wawancara
11
Pengunjung
Deskriptif, Tabulatif
Wawancara terstruktur
Sumber BAPPEDA, Lapang Lapang Lapang, BAPPEDA BAPPEDA Lapang, BAPPEDA Lapang Lapang
Lapang Lapang Pengelola, Lapang Pengelola, Lapang
Selain itu, dilakukan pula wawancara terbuka terhadap pengelola untuk mengetahui kebutuhan wisata, serta wawancara terstruktur (kuisioner) terhadap pengunjung untuk mengetahui gambaran umum dari identitas pengunjung dan pola kunjungan yang dilakukan. Penyebaran kuisioner dilakukan acak kepada 30 pengunjung. Pengunjung sebanyak 30 orang ini dianggap telah mewakili dari umumnya pengunjung yang berwisata di TKL. Penyebaran kuisoner dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu karena TKL padat dikunjungi pada akhir pekan serta hari libur. Diharapkan dengan pengambilan sampel pengunjung pada hari padat pengunjung maka tujuan untuk mengetahui keinginan pengunjung dari berbagai kalangan dapat tercapai. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang dilakukan terhadap penelitian-penelitian terkait Kota Magelang. Data sekunder diperoleh pula melalui
19
brosur-brosur tentang TKL dan buku wisata yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata mengenai wisata Kota Magelang.
3.
Analisis Analisis merupakan usaha untuk mengemukakan potensi dan kendala pada
tapak yang direncanakan. Metode analisis yang diterapkan berupa analisis spasial dan analisis deskriptif. Analisis spasial dilakukan pada aspek biofisik yang terdiri dari topografi dan vegetasi. Aspek biofisik lainnya yaitu hidrologi, aksesibilitas dan sirkulasi, visual, tanah, dan iklim dianalisis secara deskriptif. Analisis topografi dilakukan untuk dua tujuan, pertama untuk mengetahui kemiringan tapak yang akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan area yang sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui kepekaan erosi yang dimiliki tapak. Hasil analisis spasial dari dua tujuan tersebut kemudian dioverlay sehingga didapatkan kesesuaian topografi untuk wisata. Analisis topografi dengan tujuan menentukan area yang sesuai untuk aktivitas wisata menggunakan kriteria pembagian area yang diklasifikasian oleh Booth (1983) yang membagi kemiringan lereng berdasarkan kesesuaian untuk pengembangan ruang luar. Dari analisis ini, akan diketahui area-area yang memiliki kemampuan terbatas sampai tidak terbatas terhadap aktivitas wisata. Area dengan kemiringan >15%
memiliki kemampuan terbatas (kurang sesuai) terhadap aktivitas wisata
bernilai 1, area dengan kemiringan 5-15% berkemampuan sedang (cukup sesuai) bernilai 2, dan area dengan kemiringan 1-5% memiliki kemampuan tidak terbatas (sesuai) bernilai 3. Erosi adalah peristiwa terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Peristiwa erosi tersebut menimbulkan kerusakan pada tanah tempat erosi terjadi. Kerusakan tersebut berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah, meningkatnya kepadatan tanah, serta menurunnya kemampuan tanah menahan air. Kerusakan terakhir yang diakibatkan oleh erosi tersebut menyebabkan berkurangnya pengisian air bawah tanah. Untuk itu analisis erosi penting dilakukan mengingat sumber air utama di Kebun Anggrek berasal dari air tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi terdiri dari iklim, topografi, vegetasi, tanah, dan manusia.
20
Faktor iklim, vegetasi, tanah, dan manusia diasumsikan kondisinya homogen sehingga dalam analisis erosi ini hanya faktor topografi yang diperhatikan. Analisis topografi dengan tujuan mengetahui kepekaan erosi tapak menggunakan klasifikasi Darmawijaya (1990). Darmawijaya mengklasifikasikan run-off berdasarkan kecepatannya menjadi lambat, sangat lambat, lambat, sedang, cepat, dan sangat cepat. Indikator untuk menentukan kecepatannya lambat sampai cepat berdasarkan kemiringan tapak. Pada area yang relatif datar (0-3%), aliran air di permukaan tanah (run-off) sangat lambat. Hal ini mengakibatkan air tergenang di permukaan tanah dalam waktu lama dan kemudian meresap ke dalam profil tanah atau menguap. Kondisi seperti ini tidak menyebabkan erosi. Area yang memiliki kecepatan run-off sangat lambat diberi nilai 3. Aliran air di permukaan tanah (runoff) lambat sampai sedang pada area landai sampai berbukit (3-15%). Aliran dengan kecepatan tersebut mengakibatkan permukaan tanah tetap basah untuk waktu cukup lama walaupun air meresap ke dalam profil tanah. Dalam kondisi seperti ini, bahaya erosi belum begitu membahayakan. Area yang memiliki kecepatan lambat sampai sedang bernilai 2. Pada area yang miring sampai curam (>15%), aliran air di permukaan tanah (run-off) berlangsung cepat dan hanya sebagian kecil yang meresap ke dalam profil tanah. Kondisi seperti ini memiliki bahaya erosi yang cukup besar. Area dengan tingkat run-off yang cepat diberi nilai 1. Analisis terhadap vegetasi terbagi menjadi dua, yakni analisis kesesuaian vegetasi eksisting dalam hal menjaga sumber daya lahan di tapak dan analisis vegetasi eksisting yang berpotensi untuk pengembangan anggrek. Analisis pertama bertujuan untuk mengetahui kesesuaian vegetasi eksisting dalam hal menjaga keberadaan sumber daya lahan dan menunjang keberlanjutan sumber daya di tapak utamanya air dan tanah. Vegetasi dalam hal ini adalah tegakan pohon yang keberadaannya mampu menjaga sumber daya lahan air dan tanah, diberi nilai 3. Nilai 2 diberikan kepada vegetasi penutup tanah berupa rumput atau semak dimana di atasnya tidak ada tegakan pohon yang menaunginya. Nilai 1 diberikan pada area yang tidak bervegetasi.
21
Analisis vegetasi yang kedua bertujuan untuk mengetahui vegetasi eksisting yang memiliki potensi untuk pengembangan anggrek. Analisis kedua ini dilakukan secara deskriptif. Vegetasi berpotensi dalam pengembangan anggrek adalah keberadaan anggrek itu sendiri yang dilihat dari potensi ekonominya yang dapat menjadi salah satu nilai tambah Kebun Anggrek. Selain itu, vegetasi berpotensi dalam pengembangan anggrek adalah vegetasi yang dinilai mampu menjadi habitat untuk anggrek tumbuh. Vegetasi yang dimaksud adalah vegetasi berpohon yang dapat difungsikan sebagai habitat anggrek epifit. Analisis aksesibilitas dan sirkulasi untuk mengetahui akses yang mudah dijangkau di tapak dan kondisi fisik jalur sirkulasi yang ada. Jalur sirkulasi dikatakan baik apabila jalur sirkulasi tersebut sering digunakan oleh pengunjung dan secara fisik ditutupi oleh perkerasan. Jalur sirkulasi dikatakan kurang baik apabila jalur sirkulasi tersebut jarang dilewati serta secara fisik tidak ditutupi oleh perkerasan. Analisis hidrologi dilakukan untuk mengetahui pola aliran drainase di tapak yakni aliran drainase alami dan buatan. Pola aliran drainase ini digunakan sebagai pertimbangan analisis dari penentuan tingkat run-off di tapak. Analisis visual bertujuan mengetahui area-area yang berpotensi mendapatkan visual yang menarik (good view) bagi pengunjung serta area-area yang sebaiknya pandangan pengujung dibatasi (bad view). Analisis visual juga dilakukan pada areaarea sekitar Kebun Anggrek yang berpotensi menjadi point of interest terhadap keberadaan Kebun Anggrek itu sendiri. Analisis tanah untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dalam hal keterkaitannya terhadap pengembangan kegiatan wisata. Selain itu, analisis tanah bertujuan pula untuk mengetahui kemampuan tanah digunakan sebagai media untuk budidaya anggrek. Analisis iklim dalam skala tapak (mikro) digunakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan pada tapak yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: THI = 0.8 T + (RH x T) 500
THI T RH
= Thermal Humidity Index = Suhu Udara (ºC) = Kelembaban Nisbi Udara (%)
22
Analisis spasial akan dilakukan dengan teknik skoring dimana parameter dan kriteria pada setiap aspek yang akan diskoring telah ditentukan sebelumnya (Tabel 2). Masing-masing aspek biofisik yang dianalisis secara spasial memiliki bobot yang berbeda. Topografi diberi bobot lebih tinggi dibandingkan vegetasi, karena topografi merupakan faktor penentu keberlanjutan sumber daya lahan melihat kemiringan tapak berlereng yang dimiliki.
Tabel 2 Parameter, kriteria, dan skoring analisis No.
Aspek
I 1.
BIOFISIK Topografi
Bobot 35%
35%
2.
Vegetasi
30%
Parameter
Kriteria
Kemiringan yang sesuai untuk pengembangan ruang luar (Booth, 1983)
Sesuai 1-5 %
Bahaya erosi dilihat dari tingkat run-off (Darmawijaya, 1990)
Tidak menyebabkan erosi (0-3%) Erosi tidak membahayakan (3-15%) Erosi membahayakan (>15%) Adanya tegakan pohon Adanya penutup tanah/semak Tidak ada vegetasi Deskriptif
Fungsi ekologis
Cukup sesuai 5-15 % Kurang sesuai >15 %
Aksesibilitas dan sirkulasi Hidrologi Visual Tanah
Potensi untuk pengembangan anggrek Keberadaan akses dan kondisi fisik sirkulasi Pola drainase Kualitas visual Sifat fisik
7.
Iklim Mikro (THI)
Tingkat kenyamanan untuk beraktivitas
Deskriptif
II 8.
WISATA Obyek atau atraksi Sarana dan Prasarana Pengunjung dan Pengelola
Jenis
Deskriptif
Jenis dan Kondisi
Deskriptif
Persepsi dan kebutuhan
Deskriptif dan kuantitatif
3. 4. 5. 6.
9. 10.
Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif
Skor 3 2 1 3 2 1 3 2 1
23
Hasil analisis spasial aspek topografi dan vegetasi kemudian dioverlay. Proses overlay yang dilakukan dimulai dari menjumlahkan skor yang dimiliki masing-masing peta sesuai dengan bobotnya. Dari penjumlahan skor tersebut, didapatkan area-area dengan skor yang bervariasi. Skor-skor yang bervariasi tersebut kemudian dibuat selang klasifikasi pengembangan area dengan menggunakan rumus sebagai berikut: S= S maks – S min K
Keterangan: S: Selang Klasifikasi Penilaian S maks: Jumlah Skor Tertinggi S min: Jumlah Skor Terendah K: Banyaknya Klasifikasi Penilaian
Pengembangan area yang diinginkan sebanyak tiga, maka variabel K yang digunakan adalah 3. Setelah didapatkan selangnya, didapatkan 3 klasifikasi. Skorskor yang yang dihasilkan sebelumnya kemudian dikelompokkan menjadi 3 klasifikasi. Hasil overlay aspek topografi dan vegetasi akan menghasilkan komposit terhadap pengembangan tapak berupa peta zona kesesuaian intensitas aktivitas wisata yang terdiri dari zona intensitas tinggi, sedang, dan rendah. Analisis aspek wisata dilakukan secara deskriptif dikarenakan belum adanya kegiatan wisata dalam Kebun Anggrek saat ini. Analisis wisata dilakukan terhadap potensi obyek dan atraksi wisata, serta fasilitas wisata yang diperlukan untuk mendukung kegiatan wisata tersebut. Analisis wisata juga dilakukan berdasarkan hasil wawancara terhadap pengelola dan pengunjung. Hasilnya disampaikan secara deskriptif dan grafik yang menjelaskan persepsi mereka terhadap tapak mengenai kebutuhan ruang wisata, bentuk aktivitas, dan fasilitas pada tapak sesuai dengan fungsi yang akan dikembangkan. Hasil deskriptif analisis wisata ini digunakan sebagai bahan pertimbangan pada saat penyusunan blockplan di tahap sintesis.
4.
Konsep Pada tahap ini ditentukan konsep dasar perencanaan lanskap Kebun
Anggrek yang akan dikembangkan. Pendekatan konsep yang digunakan adalah pendekatan terhadap karakter anggrek sebagai obyek utama dan kegiatan wisata
24
yang direncanakan. Konsep dasar yang dihasilkan dikembangkan menjadi konsep pengembangan berupa konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas, dan fasilitas.
5.
Sintesis Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari analisis. Peta komposit dari hasil
analisis spasial aspek biofisik topografi dan vegetasi dijadikan dasar dalam pembagian ruang, berisi zona kesesuaian intensitas aktivitas wisata. Hasil analisis deskriptif dari aspek biofisik lainnya dan konsep menjadi bahan pertimbangan dalam membagi ruang lebih detail pada peta komposit untuk menghasilkan rencana blok/blockplan.
6.
Perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap menspasialkan blockplan yang
dihasilkan sebelumnya. Detail blockplan ini dituangkan secara diagramatis dalam bentuk siteplan. Pengembangan konsep yang telah dituangkan pada siteplan kemudian diperkuat kembali dengan tema dan bentuk yang akan diaplikasikan pada tapak. Untuk memperjelas tema dan bentuk yang diadopsi, disertai pula image-image yang akan membantu visualisasi tapak nantinya.
25
IV.
KONDISI UMUM
4.1. Kota Magelang 4.1.1. Geografis dan Administratif Secara geografis Kota Magelang terletak pada posisi 7º26‟18”-7º30‟9” LS dan 110º12‟30”-110º12‟52” BT. Wilayah Kota Magelang memiliki luas 1.812 Ha atau sekitar 0,06% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif pemerintahan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 dan 7 Tahun 2005 Kota Magelang terdiri atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan. Letaknya berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan wisata antara SemarangMagelang-Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut (Gambar4): Utara
: Kecamatan Secang Kabupateng Magelang
Timur
: Sungai Elo/ Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang
Selatan : Kecamatan Martoyudan Kabupaten Magelang Barat
: Sungai Progo/ Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang
Gambar 4 Peta administrasi Kota Magelang (Sumber: BAPPEDA Kota Magelang)
26
4.1.2. Topografi dan Fisiografis Secara topografi Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut kemiringan relatif bervariasi. Kemiringan topografi yang terjal terdapat di bagian barat (sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo) dengan kemiringan 15-30%. Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada pada ketinggian antara 375-500 mdpl dengan titik tertinggi pada Gunung Tidar yaitu 503 mdpl. Secara fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran yang dikelilingi oleh gunung merapi dan pegunungan. Gunung merapi yang mengelilingi Kota Magelang yaitu Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Pegunungan yang mengelilingi Kota Magelang adalah Gianti, Menorah, Andong, dan Telomoyo (BAPPEDA, 2009).
4.1.3. Geologi Ditinjau dari satuan morfologi, bahan alluvium tersebar sampai di bagian selatan dan tempat-tempat di pinggir Sungai Progo dan Sungai Elo. Alluvium tersusun oleh batuan hasil sedimentasi perombakan batuan yang lebih tua yang bersifat lepas. Umumnya alluvium ini berada pada ketinggian antara 250-350 m, berelief datar sampai agak datar dengan kemiringan 3-8% (BAPPEDA, 2009). Menurut data BAPPEDA (2009), litologi yang menempati daerah Kota Magelang sebagian besar berupa batu pasir lepas dan konglomerat. Batuan ini merupakan hasil produksi gunung berapi berupa endapan kwarter. Sifat batuan pasir dan breksi/konglomerat ini sangat porous (kelulusan air tinggi), penurunan terhadap beban kecil mendekati nol (0), serta daya dukung terhadap bangunan berkisar 5kg/cm²-19 kg/cm².
4.1.4. Iklim Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari laporan BAPPEDA (2009), Kota Magelang memiliki temperatur rata-rata maksimum 32°C dan minimum 20°C dengan kelembaban 88,8%. Jumlah curah hujan bulanan di Kota Magelang sebanyak 93,43 mm dengan rata-rata curah hujan harian 7,79 mm.
27
4.1.5. Hidrologi Sumber air di Kota Magelang digolongkan menjadi air permukaan dan air tanah. Kota Magelang dibatasi juga oleh dua sungai besar yaitu Sungai Elo di sebelah timur dan Sungai Progo di sebelah barat. Di tengah-tengah kota terdapat dua saluran air yaitu Kali Bening dan Progo Manggis yang difungsikan sebagai saluran irigasi dan sumber air untuk menyiram taman-taman kota.
4.2. Taman Kyai Langgeng 4.2.1. Lokasi dan Aksesibilitas Kawasan Taman Kyai Langgeng (TKL) terletak di Jalan Cempaka, sebelah barat Kota Magelang, Desa Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang (Gambar 5). TKL memiliki luasan 27,05 Ha. Adapun Batas-batas TKL adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Perumahan Penduduk
Sebelah Selatan
: Kios Suvenir
Sebelah Timur
: Rumah Dinas Walikota
Sebelah Barat
: Kali Progo
PETA KOTA MAGELANG KEC.SECANG KAB.MAGELANG
PETA TAMAN KYAI LANGGENG SUNGAI PROGO
PERUMAHAN
KEC.BANDONGAN KAB.MAGELANG
KEC.TEGALREJO KAB.MAGELANG
RUMAH DINAS WALIKOTA
TAMAN KYAI LANGGENG
KIOS SUVENIR
Gambar 5 Peta lokasi Taman Kyai Langgeng (Sumber: BAPPEDA dan Brosur TKL)
28
Kawasan TKL dapat diakses dari Yogyakarta dengan jarak 45 km dengan waktu tempuh 60 menit menggunakan kendaraan, 76 km dari Semarang dengan waktu tempuh 90 menit, 50 km dari Purworejo dengan waktu tempuh 60 menit (Gambar 6a). Ketiga kota tersebut merupakan akses utama menuju kota Magelang dari kota-kota yang berbatasan dengannya. Di dalam Kota Magelang, untuk mencapai TKL dapat dilakukan melalui jalan-jalan arteri dalam kota dengan 3 akses (Gambar 6b). Akses pertama, pengunjung dari arah Semarang/Temanggung dapat mencapai TKL melalui Jalan A.Yani-Sutoyo-Cempaka. Akses kedua, pengunjung dari arah Boyolali/ Wonosobo/Yogyakarta dapat mencapai TKL melalui Jalan Jenderal SudirmanTidar-Sutoyo-Cempaka. Akses ketiga, pengunjung dari Wonosobo/Purworejo mencapai TKL melalui Jalan Gatot Subroto-Sutoyo-Cempaka. Ketiga akses tersebut dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan pribadi dan umum. Saat ini ketiga akses dalam kondisi baik dengan perkerasan berupa aspal.
Keterangan - - - - - > Akses menuju TKL
6a. Dari luar Kota
6b. Dalam kota
Gambar 6 Peta aksesibilitas ke Taman Kyai Langgeng (Sumber: Google dan Brosur TKL)
29
4.2.2. Sejarah Taman Kyai Langgeng (TKL) didirikan pada tahun 1980-an di areal lahan kritis, berupa persawahan dan kebun yang kurang produktif seluas 5 Ha. Pada awal didirikannya, TKL dimaksudkan sebagai tempat pembibitan tanaman untuk taman kota oleh Dinas Kebersihan dan Pertanaman Obat Magelang. Melalui gagasan Walikota Magelang Drs. H.A Bagus Panuntun, pada 4 Juli 1981, lokasi tersebut diubah menjadi taman bunga karena memiliki daya tarik pemandangan alam yang menarik. Prakarsa membangun taman bunga dimulai dengan mengajak pihak ketiga serta dibantu dari instansi lainnya seperti PDAM, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, dan Dinas Petenakan. Melalui dana APBD Tk I tahun 1982-1983, akhirnya gagasan pembentukan taman bunga diwujudkan dalam bentuk taman rekreasi dan taman flora. Taman ini merupakan bentuk upaya pemerintah daerah dalam rangka penyelamatan, pelestarian, dan konversi sumber daya alam serta penggalian potensi pengembangan kepariwisataan daerah. Nama Taman Kyai Langgeng sendiri dipakai sejak tahun 1987 melalui surat keputusan DPRD Kota Magelang tanggal 03 September 1987, No. 12 tahun 1987 guna mengenang jasa tokoh perjuangan pada masa Perang Pangeran Diponegoro. Kyai Langgeng merupakan seorang ulama dan penasehat Pangeran Diponegoro sewaktu berjuang melawan kolonialisme Belanda, khususnya di wilayah Magelang. TKL diresmikan pada tanggal 15 September 1987 oleh Gubernur Jawa Tengah, yang pada saat itu dijabat oleh H. Muhammad Ismail dan didukung oleh Peraturan Daerah (PERDA) No.556.1/164/02/1987 dengan status Badan Pengelola Taman Kyai Langgeng. Kemudian status Badan Pengelola TKL berubah menjadi Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) TKL melalui PERDA No. 4 tahun 1997. Seiring dengan perkembangannya, TKL selalu berbenah diri untuk menjadi tempat wisata potensial dan unggul. Dengan luasannya yang semakin bertambah yakni 27,05 Ha, sampai sekarang Taman Kyai Langgeng dijadikan tempat rekreasi alternatif bagi keluarga, masyarakat umum, pelajar, mahasiswa sebagai sarana pendidikan, olahraga, dan rekreasi.
30
4.2.3. Aspek Wisata 4.2.3.1. Atraksi Wisata Dalam kawasan TKL tersedia berbagai obyek dan atraksi wisata. Untuk memasuki kawasan TKL, terlebih dahulu pengunjung diharuskan membayar biaya masuk sebesar Rp 5.000,-. Pengunjung dikenakan tiket yang harganya berkisar antara Rp 1.000-Rp 5.000 apabila ingin menikmati obyek dan atraksi wisata seperti anjungan dirgantara, jet coaster, becak air, becak mini, bianglala, bemo tuk-tuk, dokar bermesin, kereta air, kereta mini, kolam renang, komidi putar, komidi layang, kuda mini, taman lalu lintas, dan outbound (Gambar 7). Untuk obyek wisata satwa, koleksi tanaman langka, dan kebun anggrek, pengunjung tidak memerlukan biaya untuk dapat menikmatinya. Daftar harga tiket tersaji pada Lampiran 1.
Komidi putar
Bianglala
Anjungan dirgantara
Outbond
Satwa
Gambar 7 Beberapa obyek dan atraksi wisata TKL
31
Koleksi tanaman langka yang dimiliki TKL antara lain Cempaka Ganda (Mycelia campaca), Dewa Daru (Eugenia sp.), Apel Bludru (Diospiros rabbola), Nagasari (Mesua ferrea), Matoa (Pometia pinata ireigfost), Ruser (Arthocarpus sp.), Lobi-lobi (Flacouritia inermis Roxb), Keben (Baringtonia asiatica), Kemiri (Aleurites moluceana), dan Kenari (Canarium commune). Setiap pohon memiliki identititas tersendiri berupa lempengan besi yang ditempelkan pada masingmasing pohon. Lempeng besi tersebut bertuliskan nama botani dan lokal dari masing-masing pohon. Dengan adanya lempengan tersebut, pengunjung dapat mengetahui nama dari pohon yang sedang dilihatnya. Berdasarkan wawancara dengan pengelola TKL, tanaman langka tersebut didapatkan secara gratis melalui sumbangan dari masyarakat. Selain koleksi tanaman langka, TKL juga memiliki koleksi satwa seperti ular piton, burung merak, bajing, monyet, siamang, dan ayam hutan. Setiap satwa tersebut berada di dalam kandang dan dapat disaksikan oleh pengunjung tanpa harus membayar.
4.2.2.1. Fasilitas Penunjang Wisata Fasilitas penunjang wisata yang dimiliki TKL meliputi gerbang, tempat parkir, kios cinderamata, loket tiket, pos jaga, papan informasi, jalur sirkulasi, toilet, kantin, tempat duduk-duduk, dan mushola. Beberapa kondisi fasilitas penunjang wisata di TKL saat ini dapat dilihat pada Gambar 8. Pengunjung disambut oleh gapura berukuran besar yang bertuliskan „Taman Wisata Kyai Langgeng. Bagi pengunjung yang berkunjung ke TKL dengan menggunakan kendaraan pribadi akan melintasi gapura ini terlebih dahulu untuk kemudian kembali lagi setelah memarkir kendaraan. Fasilitas tempat parkir TKL letaknya memisah dari areal TKL yaitu berada tepat di depan pintu keluar dari TKL, terpisah oleh jalan beraspal (Jalan Cempaka). Tempat parkir tersebut mampu menampung berbagai jenis kendaraan dari kendaraan roda dua (sepeda motor) sampai dengan kendaraan roda 6 (bus).
32
Gapura penyambutan
Papan informasi
Loket tiket
Sirkulasi primer
Sirkulasi sekunder
Kantin
Area duduk-duduk
Musholla
Toilet
Gambar 8 Beberapa fasilitas penunjang wisata TKL
33
Kios cinderamata berada di satu areal dengan tempat parkir pengunjung. Kios cinderamata ini menawarkan berbagai souvenir seperti t-shirt/baju kaos, sepatu, sandal, tas, dan makanan khas Kota Magelang seperti getuk yaitu jajanan yang terbuat dari ketela. Dari gerbang utama, pengunjung dapat melihat loket tiket di sisi sebelah timur. Loket tiket terdiri dari 6 jalur antrian yang berderet ke samping. Setelah membeli tiket, pengunjung diizinkan untuk memasuki areal TKL dengan melewati pos jaga terlebih dahulu. Papan informasi berukuran 3 x 3 m berdiri di satu sudut TKL. Letak papan informasi ini tidak jauh dari posisi pos jaga. Papan informasi ini berisikan peta wisata TKL sehingga pengunjung dapat mengetahui obyek wisata yang dapat dinikmati di dalam TKL. Di dalam areal TKL, pengunjung difasilitasi dengan jalur sirkulasi. Terdapat 2 jenis jalur sirkulasi yang digunakan TKL yaitu jalur sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer TKL ditutupi oleh perkerasan berupa conblock berwarna merah bata. Sirkulasi sekunder TKL menggunakan perkerasan berupa plester dari semen. Sirkulasi sekunder ini umumnya digunakan untuk lintasan wahana permainan seperti kereta api mini. Fasilitas lain yang menunjang aktivitas wisata di dalam TKL adalah kantin yang tersebar di seluruh areal TKL. Umumnya kantin yang berada di dalam areal TKL tersebut berupa kedai makanan dengan konstruksi terbuat dari kayu dengan cat berwarna biru. Kedai makanan tersebut menawarkan berbagi jenis makanan. Pemilik kedai biasanya aktif menghampiri pengunjung untuk menawarkan makanan sehingga pengunjung tidak perlu ke kedai untuk memesan. Dari 6 kantin yang menyebar di areal TKL, hanya satu kantin yang saat ini kondisinya terawat yakni kantin yang berada dekat dengan kolam renang yang berupa bangunan batu bata. Untuk memfasilitasi pengunjung yang kelelahan mengelilingi TKL, pengelola menempatkan tempat duduk di beberapa lokasi. Umumnya di setiap jalur sirkulasi di dalam TKL dilengkapi dengan tempat-tempat duduk di samping kiri atau kanan jalur. Pengelola menyediakan pula musholla untuk memfasilitasi pengunjung yang akan menunaikan ibadah. Toilet juga diadakan pada beberapa titik di areal TKL.
34
4.2.3.3. Pengunjung Berdasarkan data kunjungan yang diperoleh dari Bagian Operasional Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) TKL 2010, diketahui jumlah kunjungan
wisatawan
selama
tahun
2007-2011
cenderung
mengalami
peningkatan. Dari grafik pada Gambar 9 terlihat peningkatan jumlah kunjungan dari tahun 2007 ke tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah pengunjung mengalami penurunan yang signifikan terutama di Bulan November (Lampiran 2). Penurunan ini disebabkan oleh bencana meletusnya Gunung Merapi yang terjadi pada akhir tahun 2010. Magelang mendapat imbas dari meletus gunung merapi yakni luapan material banjir lahar dingin yang membuat ruas jalan Magelang-Yogyakarta sering ditutup. Hal ini mengakibatkan pengunjung memiliki kendala akses untuk mencapai TKL. Pengunjung 1.000.000 800.000 600.000 Jumlah
400.000 200.000 0 2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 9 Grafik jumlah kunjungan TKL tahun 2007-2010 Untuk mengetahui karakter pengunjung TKL, maka disebarkan kuisioner (Lampiran 3) ke 30 responden yang diambil secara acak dari pengunjung di dalam TKL. Usia pengunjung responden berkisar antara 15-59 tahun yang terdiri dari 83 % wanita dan 17% laki-laki. Sebagian besar responden (80%) berasal dari luar Kabupaten/Kota Magelang dan sisanya (20%) berasal dari Kabupaten/Kota Magelang. Berdasarkan pola kunjungannya, sebanyak 40% pengunjung responden melakukan kunjungan ke TKL 1 kali setahun, 37% 2-4 kali setahun, 17% baru sekali, dan 6% melakukan kunjungan lebih dari 4 kali setahun. Umumnya para responden melakukan kunjungan berkelompok yakni sebanyak 87% dan dengan keluarga sebanyak 13%.
35
Pemandangan di dalam TKL merupakan daya tarik utama bagi pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari 73% pengunjung responden memilih pemandangan di dalam TKL sebagai daya tarik utama dari TKL, diikuti oleh wahana permainan sebanyak 17%, dan koleksi tanaman langka sebanyak 10%. Gambar 10 merupakan beberapa spot pemandangan yang dapat dinikmati di dalam TKL.
Pemandangan ruang terbuka TKL
Pemandangan ke bumi perkemahan
Pemandangan ke desa buku
Pemandangan ke sangkar merak
Gambar 10 Beberapa spot pemandangan di dalam TKL
Berdasarkan keinginan pengunjung terhadap keberadaan Kebun Anggrek, 80% pengunjung responden menyatakan kesediaannya mengunjungi Kebun Anggrek jika terdapat di TKL, 17% respon ragu-ragu, dan 3% respon menyatakan tidak bersedia mengunjungi Kebun Anggrek. Responden juga memberikan penilaian terhadap 11 fasilitas yang direncanakan di Kebun Anggrek. Menurut responden urutan fasilitas yang dinilai perlu diprioritaskan keberadaannya apabila perencanaan wisata dilakukan di Kebun Anggrek yaitu: 1) tempat duduk, 2) jalur jalan, 3) papan penunjuk arah, 4) pusat informasi, 5) tempat ibadah, 6) toilet, 7) papan informasi, 8) tempat sampah, 9) tempat makan, 10) pos keamanan, dan 11) kios penjualan.
36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data dan Analisis 5.1.1. Kondisi Awal Kebun Anggrek Kebun Anggrek memiliki luasan 8.459,5 m². Lokasinya berada di dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) tepatnya terletak di sisi belakang sebelah barat laut TKL. Adapun batas-batas Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 11.
PERUMAHAN PENDUDUK
BUMI PERKEMAHAN
DESA BUKU
KETERANGAN Utara: Perumahan Penduduk Selatan: Desa Buku Timur: Bumi Perkemahan Barat: Sungai Progo
TANPA SKALA
SUNGAI POGO
Gambar 11 Peta batas Kebun Anggrek
Saat ini keberadaan Kebun Anggrek difungsikan sebagai kebun pembibitan anggrek. Di dalamnya terdapat fasilitas pembibitan berupa rumah kaca sebanyak dua buah dengan ukuran yang berbeda. Di sebelah selatan rumah kaca berdiri rumah pengelola yang dialihfungsikan menjadi tempat menyimpan barang milik pekerja Kebun Anggrek. Aktivitas di dalam Kebun Anggrek hanya berupa pembudidayaan anggrek yakni sampai tahap pembesaran anggrek. Selain aktivitas budidaya tersebut, di Kebun Anggrek juga tampak terlihat aktivitas pemeliharaan harian oleh pekerja. Aktivitas wisata belum diadakan di dalam Kebun Anggrek. Peta eksisting Kebun Anggrek tersaji pada Gambar 12.
37
38
5.1.2. Aspek Biofisik Aspek biofisik pada Kebun Anggrek yang akan dianalisis secara spasial adalah topografi dan vegetasi. Aspek biofisik lainnya meliputi aksesibilitas dan sirkulasi, hidrologi, kualitas visual, iklim, dan tanah dianalisis secara deskriptif. Khusus untuk aspek vegetasi, analisis dilakukan secara spasial dan deskriptif.
5.1.2.1. Topografi dan Kemiringan Tapak Kebun Anggrek berbatasan langsung dengan Sungai Progo. Berdasarkan data dari BAPPEDA Kota Magelang tahun 2009,
Kota Magelang memiliki
topografi yang terjal di bagian barat, sepanjang Sungai Progo yakni dengan sudut kemiringan berkisar 15-30%. Kebun Anggrek yang berlokasi di tepi Sungai Progo juga memiliki topografi yang terjal. Untuk merekayasa topografi di Kebun Anggrek yang terjal tersebut, maka oleh pengelola TKL lahan Kebun Anggrek dibuat bertingkat-tingkat menyerupai terasering. Kebun Anggrek sendiri berada pada ketinggian antara 330-375 m (Gambar 13). Analisis topografi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian tapak dalam hal pengembangannya untuk aktivitas wisata. Kriteria kemampuan tapak untuk pengembangan kegiatan wisata dilihat dari kesesuaian lereng dalam tapak untuk pengembangan ruang luar serta potensi erosi pada tapak yang akan berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan wisata. Berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng untuk pengembangan ruang luar Booth (1983), maka kemiringan tapak di Kebun Anggrek dapat diklasifikasikan menjadi 0-5%, 5-10%, 10-15%, >15%. Kondisi kemiringan tapak tersaji pada Gambar 14. Booth (1983) menyebutkan bahwa area dengan kemiringan 1-5% adalah area datar yang sesuai untuk pengembangan ruang luar. Pada kemiringan ini memungkinkan adanya elemen tapak berukuran besar seperti gedung utama, area parkir, dan sebagainya, serta aktivitas apapun dapat dilakukan (tidak terbatas) di dalamnya. Kemiringan 5-15% merupakan area landai sampai berbukit yang sesuai untuk berbagai tipe penggunaan lahan tetapi aktivitas di dalamnya terbatas. Kemiringan >15% merupakan area curam dimana di dalamnya tidak diperkenankan adanya aktivitas apapun.
39
40
41
Analisis topografi juga dilakukan berdasarkan potensi erosi yang dimiliki Kebun Anggrek. Potensi erosi ini dilihat dari kemiringan lereng dan tingkat run-off di tapak. Tingkat run-off mengikuti klasifikasi Darmawijaya (1990), dimana run-off diklasifikasikan berdasarkan kecepatannya menjadi sangat lambat hingga lambat, lambat hingga sedang, cepat hingga sangat cepat. Indikator untuk menentukan kecepatannya lambat sampai cepat berdasarkan kemiringan tapak. Pada area yang relatif datar (0-3%), aliran air di permukaan tanah (run-off) sangat lambat. Hal ini mengakibatkan air tergenang di permukaan tanah dalam waktu lama dan kemudian meresap ke dalam profil tanah atau menguap. Kondisi seperti ini tidak menyebabkan erosi. Aliran air di permukaan tanah (run-off) lambat sampai sedang pada area landai sampai berbukit (3-15%). Aliran dengan kecepatan tersebut mengakibatkan permukaan tanah tetap basah untuk waktu cukup lama walaupun air meresap ke dalam profil tanah. Dalam kondisi seperti ini, bahaya erosi belum begitu membahayakan. Jadi, area yang sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi erosi tidak berbahaya hingga belum begitu membahayakan. Area dengan kemiringan ini diberi nilai 3 karena sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata dengan potensi erosi yang tidak membahayakan. Area yang cukup sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi bahaya erosi yang belum begitu membahayakan. Area dengan kemiringan tersebut diberi nilai 2 karena cukup sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata. Pada area yang miring sampai curam (>15%), aliran air di permukaan tanah (run-off) berlangsung cepat dan hanya sebagaian kecil yang meresap ke dalam profil tanah. Kondisi seperti ini memiliki bahaya erosi yang cukup besar. Jadi, area yang kurang sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi bahaya erosi yang cukup besar. Area dengan kemiringan ini diberi nilai 1 karena kurang sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata dan bahaya erosi yang dimilikinya cukup besar. Hasil analisis kemiringan tapak menghasilkan peta kesesuaian aktivitas wisata yang dapat dilihat pada Gambar 15.
42
43
5.1.2.2. Vegetasi Vegetasi yang ada di Kebun Anggrek terdiri dari vegetasi di dalam rumah kaca dan di sekitar rumah kaca. Vegetasi di dalam rumah kaca adalah komoditi utama yang dibudidayakan di dalam kebun ini yaitu anggrek berupa bibit yang ditanam di dalam pot-pot. Vegetasi yang ada di sekitar rumah kaca didominasi oleh Pohon Jati (Tectona grandis). Pohon Jati ini ditanam sejak tahun 2004 sebanyak 105 pohon. Di sela-sela Pohon Jati tersebut terdapat beberapa pohon seperti Sawo Kecik (Manilkara kauki), Spatodea (Spathodea campanulata), Mahoni
(Swietenia
macrophylla),
Flamboyan
(Delonix
Regia),
Bambu
(Gigantochloa apus), serta paku-pakuan yang menempel pada dinding badan Kali Bangkong. Vegetasi eksisting Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 16. Peta vegetasi di Kebun Anggrek disajikan pada Gambar 17.
Kumpulan jati
Paku-pakuan
Kumpulan bambu
Anggrek dalam pot
Gambar 16 Vegetasi eksisting di Kebun Anggrek
44
45
Potensi vegetasi untuk pengembangan anggrek dilihat berdasarkan potensi anggrek yang bernilai ekonomi serta kemampuan vegetasi untuk dapat menjadi habitat anggrek dianalisis secara deskriptif. Bentuk bunga anggrek yang beraneka ragam, membuat spesies ini memiliki potensi genetik yang kaya untuk dimuliakan/disilangkan. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun terus melahirkan ragam varietas baru yang semakin unik dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Permintaan akan tanaman hias ini terus meningkat setiap tahun (Widiastoety, 2010). Purnawati (2003) dalam Kurniati et al. (2007) menjelaskan bahwa anggrek yang diekspor dari Indonesia dalam bentuk bibit, tanaman, dan bunga potong terdiri dari spesies Aranda, Cattleya, Phalaenopsis, dan Dendrobium dengan nilai ekspor US$ 3 juta pada tahun 1999, meningkat mencapai US$ 4,1 juta pada tahun 2002. Hal ini menunjukkan bahwa anggrek memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan. Oleh karena itu komoditas anggrek ini akan dipertahankan sebagai vegetasi utama yang dikembangkan di tapak. Pohon Jati yang dominan mengisi bagian timur dan utara rumah kaca di Kebun Anggrek berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat menempelnya (pohon inang) anggrek epifit. Pohonnya yang berbatang licin dapat ditanggulangi dengan sebelumnya menempelkan batang pohon dengan media yang bisa menahan air, seperti serabut kelapa atau potongan pakis (Iswanto, 2002). Pada analisis spasial aspek vegetasi, analisis dilakukan berdasarkan kesesuaian vegetasi di tapak untuk menjaga sumber daya lahan yaitu kemampuan vegetasi dalam mengikat tanah maupun menyerap air. Bambu yang berada di sisi belakang Kebun Anggrek memiliki potensi untuk menahan tanah karena di daerah tersebut topografinya agak miring sampai miring/berbukit sehingga rawan longsor. Selain itu, keberadaan bambu sekaligus sebagai pembatas dan pengaman dari gangguan luar seperti pencurian. Vegetasi yang memiliki fungsi ekologis seperti pohon jati dan bambu sebagai pengikat tanah diberi nilai 3. Penutup tanah seperti rumput dan semak yang di atasnya tidak ada tegakan pohon diberi nilai 2 karena kemampuannya dalam mengikat tanah dan air kurang. Nilai 1 diberikan pada area yang tidak bervegetasi. Hasil analisis spasial vegetasi berdasarkan potensi dalam menjaga sumber daya lahan di tapak disajikan pada Gambar 18.
46
47
5.1.2.3. Aksesibilitas dan Sirkulasi Kebun Anggrek dapat diakses dengan mudah walaupun letaknya berada di sisi belakang atau sebelah barat laut TKL. Jarak yang harus ditempuh untuk mencapai Kebun Anggrek cukup jauh dari gerbang yakni sekitar 500 m. Kondisi topografi jalan yang bergelombang menambah kesan jauh tersebut. Di sebelah barat Kebun Anggrek terdapat akses dari Desa Buku berupa jalan yang ditutupi oleh perkerasan berupa plester dari semen yang mulai berlumut. Hal ini membahayakan karena jalan menjadi licin jika turun hujan. Akses masuk utama Kebun Anggrek berupa jembatan yang menghubungkan Kebun Anggrek dengan areal TKL lainnya yang terpisah oleh Kali Bangkong. Jembatan ini terletak di sisi selatan Kebun Anggrek, berdekatan dengan Bumi Perkemahan. Setelah melintasi jembatan, untuk mencapai ke dalam kawasan Kebun Anggrek terdapat akses berupa jalan yang ditutupi oleh conblock. Jalan ini dapat dilewati oleh kendaraan bermotor roda dua maupun empat milik pengelola. Saat ini kondisi jalan tersebut cukup baik meskipun di sela-sela conblock ditumbuhi oleh rumput liar. Kondisi jalan akses menuju Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 19.
Akses dari desa buku
Akses Kebun Anggrek dari barat
Jembatan menuju Kebun Anggrek
Akses utama menuju Kebun Anggrek
Gambar 19 Kondisi jalan akses menuju Kebun Anggrek
48
Dalam area Kebun Anggrek, terdapat jalur sirkulasi yang menghubungkan pintu gerbang dan rumah kaca maupun rumah pengelola berupa tangga. Adanya tangga ini dikarenakan beda ketinggian sebesar 2 m antara letak pintu gerbang dengan rumah kaca dan pengelola. Terdapat pula akses antar rumah kaca berupa jalan bersemen yang saat ini kondisinya mulai ditumbuhi rumput liar di sisi sampingnya. Di sebelah selatan rumah kaca, tepatnya di area yang dipenuhi oleh pohon jati terdapat akses menuju Sungai Progo. Akses ini tidak mudah dilalui karena kondisi jalur sirkulasi di dalamnya belum memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Sirkulasi hanya berupa jalan setapak hasil bukaan dari semak yang tumbuh di sela-sela pohon jati sehingga orang yang melintasinya mengalami kesulitan dengan semak yang masih melintang dan menghalangi orang untuk melangkah. Kondisi jalur sirkulasi di dalam Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 20.
Tangga menuju rumah kaca
Sirkulasi sekitar rumah kaca
Jalan setapak sekitar pohon jati
Gambar 20 Kondisi jalur sirkulasi di dalam Kebun Anggrek
Sirkulasi berupa jalan setapak hasil bukaan dari semak yang tumbuh di selasela pohon jati ini memungkinkan pengunjung dapat mengakses Sungai Progo dari dalam Kebun Anggrek padahal keberadaan Sungai Progo dapat membahayakan bila sungai sedang mengalir deras. Bahaya yang ditimbulkan
49
50
berupa kemungkinan pengunjung terseret ke dalam aliran
sungai mengingat
antara Kebun Anggrek dengan Sungai Progo tidak dibatasi oleh pengaman berupa pagar maupun vegetasi. Hal ini memungkinkan pengunjung Kebun Anggrek memiliki kesempatan mengakses Sungai Progo dengan bebas. Untuk itu perlu pembatas antara Kebun Anggrek dan Sungai Progo untuk membatasi pengunjung mengakses Sungai Progo secara bebas. Pembatasnya dapat berupa vegetasi yang ditanam rapat. Vegetasi yang dipilih berupa semak agar pemandangan Sungai Progo masih bisa terlihat dari dalam Kebun Anggrek. Kondisi akses dan sirkulasi Kebun Anggrek saat ini secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 21.
5.1.2.4. Hidrologi Air merupakan elemen yang dibutuhkan di Kebun Anggrek karena menyangkut aktivitas budidaya anggrek mulai dari pembibitan sampai pembesaran anggrek yang tidak lepas dari kebutuhan akan pengairan. Sistem pengairan di Kebun Anggrek menggunakan air tanah. Air tanah dari sumur diteruskan ke tandon, dari tandon kemudian dialirkan melalui kran-kran yang telah dipasang pada masing-masing rumah kaca. Limbah air kemudian dibuang melalui saluran drainase yang telah dibuat menuju ke Kali Bangkong. Kali Bangkong ini terletak di selatan Kebun Anggrek. Kali Bangkong merupakan irigasi sekunder kota yang berasal dari Kali Bening. Kali Bening sendiri adalah irigasi primer Kota Magelang. Dari Kali Bangkong ini air limbah Kebun Anggrek dialirkan menuju ke Sungai Progo. Gambar 22 menunjukkan diagram alir sistem pengairan di Kebun Anggrek saat ini.
Air Tanah
Sumur
Sungai Progo
Tandon Kali Bangkong
Kran
Rumah Kaca Saluran Drainase
Gambar 22 Diagram alir sistem pengairan di Kebun Anggrek
Sumber air di Kebun Anggrek berasal dari air tanah yang digali dari sumur yang terletak di belakang rumah pengelola (Gambar 23). Keberadaan air tanah ini
51
sangat penting karena digunakan untuk kegiatan budidaya anggrek dalam kebun. Oleh karena itu, keberadaan air tanah tersebut harus dipertahankan agar ketersediannya dapat menunjang kebutuhan air rumah kaca. Selain itu, ketersediaan air bersih dibutuhkan untuk menunjang wisata yaitu pelayanan wisata seperti toilet yang keberlangsungannya tergantung pada air bersih.
Tandon
Kali Bangkong
Saluran drainase sekitar rumah kaca
Saluran drainase menuju Kali Bangkong
Sungai Progo
Gambar 23 Kondisi hidrologi di Kebun Anggrek dan sekitarnya
Pola drainase pada Kebun Anggrek mengikuti topografi yang miring dari utara ke selatan. Ada dua bentuk pola drainase pada tapak, yaitu drainase alami dan buatan (Gambar 24). Sistem drainase yang sering dijumpai pada tapak adalah draianse alami. Drainase alami ini mengalir dari bagian yang tinggi ke bagian yang lebih rendah dan akhirnya ke Sungai Progo sebagai buangan terakhir. Dari drainase alami ini dapat terlihat aliran permukaan yang terdapat pada tapak.
52
53
Untuk mempertahankan ketersediaan air dalam tanah, maka siklus hidrologi di tapak harus dijaga agar berlangsung dengan baik. Aliran permukaan (run-off) yang merupakan bagian dari siklus hidologi berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah karena jika aliran permukaan ini cepat, maka kesempatan air untuk tersimpan dalam tanah kecil sekali begitupun sebaliknya. Aliran permukaan yang cepat ini juga dapat mengakibatkan erosi tanah. Oleh karena itu, area-area yang berpotensi memiliki aliran permukaan cepat perlu untuk tindakan yang dapat menekan laju aliran permukaannya, misalnya melalui penanaman penutup lahan berupa vegetasi yang dapat menahan air dalam tanah.
5.1.2.5. Kualitas Visual Secara umum kondisi visual yang ada di Kebun Anggrek didominasi oleh Pohon Jati yang tumbuh menyebar di sisi selatan rumah kaca. Pohon Jati yang tumbuh menyebar dan tak terawat ini mengakibatkan pandangan dari luar ke rumah kaca maupun sebaliknya menjadi terhalangi padahal Kebun Anggrek dikelilingi oleh area-area yang memiliki pemandangan indah. Pemandangan indah yang mengelilingi Kebun Anggrek antara lain Sungai Progo yang meander aliran airnya menarik dan dapat dinikmati dari sebelah barat Kebun Anggrek. Pemandangan area TKL lainnya menarik dengan kontur TKL yang berbukit-bukit memberikan kesan alami yang banyak diminati oleh pengunjung tetapi spot-spot menarik tersebut tidak dapat dinikmati dengan maksimal dikarena terhalang oleh Pohon-pohon Jati yang memenuhi bagian selatan Kebun Anggrek. Peta kondisi visual dapat dilihat pada Gambar 25. Dari luar bagian TKL lainnya seperti Bumi Perkemahan, Kebun Anggrek dapat terlihat dengan jelas. Tidak ada penghalang pandangan karena pada sisi tersebut tidak ada bentukan-bentukan seperti vegetasi atau bangunan yang menghalangi. Rumah kaca dalam Kebun Anggrek dapat terlihat dengan jelas dari Bumi Perkemahan. Dari Desa Buku yang letaknya berada di sebelah selatan Kebun Anggrek, Kebun Anggrek masih dapat terlihat dengan jelas. Terutama akses menuju Kebun Anggrek berupa jembatan, dapat terlihat tanpa halangan dari Desa Buku. Dari
54
55
akses jalan TKL yang menghubungkan Desa Buku dan Kebun Anggrek, pemandangan menuju Kebun Anggrek terhalang oleh pohon-pohon jati yang memenuhi sisi depan Kebun Anggrek. Di dalam Kebun Anggrek, kondisi rumah kaca catnya mulai kusam yang menimbulkan pemandangan kurang baik (bad view). Bad view semakin bertambah dengan kondisi di sekitar rumah kaca yang tidak terurus seperti rumput tumbuh liar dan tidak terpangkas, serta pohon-pohon di sebelah selatan dan barat rumah kaca yang ditanam tak tertata. `
5.1.2.6. Tanah Berdasarkan data BAPPEDA tahun 2009, jenis dan sifat tanah di Kota Magelang umumnya seragam, sehingga untuk tanah di Kebun Anggrek ini sama halnya dengan kondisi tanah di Kota Magelang yaitu berjenis alluvial coklat tua kekelabuan. Jenis tanah ini merupakan akibat dari pelapukan batuan yang cukup tinggi dan endapan alluvial di sepanjang Sungai Progo dan Sungai Elo. Menurut Darmawijaya (1990), tanah yang berasal dari Sungai Progo umumnya subur karena berasal dari Gunung Merapi yang masih muda dan kaya akan unsur-unsur hara. Jenis tanah ini mudah menyerap air (permeable). Dalam hal pengadaan fasilitas di area dengan jenis tanah ini memerlukan perlakuan khusus karena jenis tanah ini rentan longsor. Perlakuan yang dapat dilakukan seperti penanaman vegetasi untuk membantu dalam menahan air.
5.1.2.7. Iklim Mikro Menurut data BAPPEDA (2009), Kota Magelang memiliki temperatur ratarata maksimum 32°C dan terendah 20°C. Suhu yang relatif rendah ini membuat Kota Magelang berhawa sejuk. Begitu pula iklim di Kebun Anggrek yang termasuk di dalam kawasan Kota Magelang secara umum tergolong sejuk. Karena pengukuran sampel hanya dilakukan pada siang hari didapatkan suhu rata-rata 32,5ºC yang tidak berbeda jauh dengan suhu rata-rata maksimum Kota Magelang, maka iklim di Kebun Anggrek dapat dikatakan sejuk pula. Hal ini dikarenakan di
56
sekeliling maupun di dalam Kebun Anggrek masih banyak pohon yang dapat mereduksi panas matahari. Pengukuran iklim mikro dilakukan di 4 titik dimana pada masing-masing titik tersebut diambil 3 kali pengukuran suhu. Indikator iklim yang diamati meliputi suhu dan kelembaban yang keduanya digunakan dalam perhitungan THI (Thermal Humidity Index). Keempat titik pengambilan suhu dan kelembaban adalah daerah dengan penutup lahan berupa: rumput, bangunan, naungan (pohon) serta perkerasan. Pemilihan di keempat penutupan lahan ini ditujukan untuk mendapatkan suhu tertinggi dan terendahnya. Pemilihan ini dimaksudkan untuk mengetahui suhu yang nantinya akan tercipta apabila penutupan lahan dibuat seperti empat jenis penutupan lahan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di tapak, maka didapatkan hasil THI dari keempat jenis penutupan tersebut adalah sebagai berikut: jenis penutupan lahan berupa rumput dan bangunan memiliki kesamaan THI sebesar 31 serta jenis penutupan lahan berupa naungan (pohon) dan perekerasan masing-masing memiliki THI 27. Hasil pengukuran THI secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil pengukuran THI Jenis Penutupan Lahan
THI
a 34
Titik b C 34 35
Rata-rata
Rumput
Indikator yang Diamati Suhu (°C)
34,3
31
Bangunan
Kelembaban (%) Suhu (°C)
51 35
55 35
54 35
53,3 35
31
Naungan (Pohon)
Kelembaban (%) Suhu (°C)
46 30
45 30
43 31
44,7 30
27
Perkerasan di bawah naungan
Kelembaban (%) Suhu (°C)
51 32
48 31
50 32
49,7 31
27
Kelembaban (%)
50
50
54
51,3
Umumnya orang tropis merasa tidak nyaman berada pada THI > 27. Hasil pengukuran THI pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa pada 2 jenis penutupan lahan yakni rumput dan bangunan yang tidak ada penaung di atasnya tingkat kenyamannya adalah tidak nyaman. Sedangkan 2 jenis penutupan lahan lainnya yaitu perkerasan dan di bawah naungan menunjukkan THI yang nyaman. Jenis
57
penutupan lahan dengan perkerasan masih menunjukkan THI yang nyaman dikarenakan di Kebun Anggrek perkerasannya masih di bawah naungan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan naungan berpengaruh terhadap THI. Pengukuran suhu ini juga memperlihatkan bahwa suhu di sekitar Kebun Anggrek sesuai apabila diperuntukkan dalam mengembangkan komoditi anggrek. Suhu yang baik untuk pertumbuhan anggrek berkisar 15-35ºC. Tetapi kelembaban udara menjadi kendala di sini dikarenakan kelembaban udara yang dimiliki berkisar antara 43-55% sedangkan kelembaban udara optimal untuk pertumbuhan anggrek berkisar antara 65-70%. Hal ini dapat diatasi dengan membudidayakan anggrek di dalam rumah kaca yang suhu dan kelembabannya dapat direkayasa. Menurut Brown dan Gillespie (1995), untuk merekayasa kelembaban udara dapat dilakukan dengan cara mengisolasi sebuah lanskap dari area sekitarnya dengan bangunan solid, penyediaan naungan penuh, dan sumber air.
5.1.3. Aspek Wisata 5.1.3.1. Atraksi Wisata Menurut Gunn (1994), atraksi memiliki dua fungsi utama dalam wisata. Pertama, atraksi berfungsi menarik minat seseorang untuk melakukan sebuah perjalanan wisata. Kedua, atraksi berfungsi memberikan kepuasan kepada pengunjung. Hingga saat ini belum ada atraksi wisata yang dapat menarik pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata di Kebun Anggrek. Kegiatan pembibitan dan pembesaran yang saat ini terdapat di dalam Kebun Anggrek kurang menarik minat pengunjung. Hal ini dikarenakan pengunjung umumnya lebih tertarik dengan anggrek yang sudah berbunga sedangkan yang terdapat dalam Kebun Anggrek saat ini adalah anggrek yang belum berbunga. Kebun Anggrek memiliki dua potensi wisata yang dapat dikembangkan. Pertama, bunga anggrek berpotensi menjadi obyek dalam kawasan wisata Kebun Anggrek. Anggrek dengan spesies, bentuk, dan corak yang beragam yang dimilikinya berpotensi untuk menjadikannya obyek wisata. Kedua, budidaya anggrek dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata yang menarik minat pengunjung untuk datang. Aktivitas pembibitan anggrek yang saat ini sedang
58
berlangsung di dalam kebun berpotensi untuk dikembangkan menjadi sebuah atraksi wisata yang menarik misalkan pengelola menampilkan pula anggrek yang sudah berbunga. Kegiatan budidaya anggrek yang saat ini hanya sebatas pembibitan dan pembesaran ditingkatkan aktivitasnya sampai tahap pembungaan. Iklim tapak yang tidak mendukung dalam pembungaan anggrek dapat diatur melalui perekayasaan suhu dan kelembaban yang sesuai untuk pembungaan anggrek di dalam rumah kaca. Daya tarik lainnya yang dapat meningkatkan minat pengunjung untuk datang ke Kebun Anggrek adalah pengadaan event-event yang kegiatannya masih berhubungan dengan anggrek. Event-event tersebut diselenggarakan secara reguler maupun isidental. Event-event yang dimaksud antara lain: 1.
Workshop anggrek dimana kegiatan di dalamnya meliputi rangkaian wisata edukatif berupa pelatihan yang kegiatannya terdiri dari pengenalan anggrek secara teoritis, praktik langsung budidaya sampai merangkai bunga anggrek. Gambar 26 menunjukkan image reference mengenai kegiatan workshop anggrek.
Pengenalan teoritis
Praktik budidaya
Merangkai bunga
Gambar 26 Kegiatan workshop anggrek (Sumber: eventtransagro.files.wordpress.com dan www.gchonolulu.org)
2.
Festival anggrek yang diadakan secara reguler setiap 6 bulan sekali, dimana dalam festival tersebut terdapat berbagai acara seperti pameran anggrek yang menampilkan anggrek-anggrek langka atau khas yang sedang
59
berbunga dari daerah lain. Selain pameran, di dalam festival tersebut juga diadakan berbagai perlombaan yang berhubungan dengan anggrek. Adapun perlombaan yang dapat diadakan antara lain: a. Lomba menggambar dan mewarnai untuk anak-anak, dimana obyek lukisnya merupakan obyek-obyek dalam kebun anggrek. b.
Lomba foto anggrek, dimana obyek fotonya adalah anggrek-anggrek yang berada dalam kebun.
c.
Lomba keindahan bunga anggrek (orchid contest), dimana pesertanya adalah para penghobi dan pengkoleksi anggrek. Koleksi anggrek para penghobi dilombakan untuk dinilai keindahannya.
d.
Lomba merangkai bunga anggrek. Referensi gambar untuk kegiatan perlombaan yang berhubungan dengan anggrek dapat dilihat pada gambar 27.
Lomba menggambar dan mewarnai
Lomba foto
Orchid contest
Lomba merangkai bunga
Gambar 27 Aneka perlombaan dalam festival anggrek (Sumber: gedepangrango.org, www.orchidstudygroup.org, 1.bp.blogspot.com, prasetya.ub.ac.id)
60
5.1.3.2. Fasilitas Penunjang Fasilitas yang tersedia di Kebun Anggrek terdiri dari dua buah rumah kaca dan satu rumah pengelola. Sekilas tampak tidak ada perbedaan antara rumah kaca dan rumah pengelola, karena ketiganya sama-sama memiliki bentuk bangunan yang hampir sama dan dicat dengan warna yang sama. Setelah dilihat lebih seksama, rumah kaca memiliki ukuran yang lebih luas dibandingkan ruang pengelola. Dua rumah kaca yang terletak berhadapan memiliki ukuran yang berbeda. Rumah kaca yang tepat berada di sisi barat rumah pengelola memiliki ukuran panjang 36,7 m dan lebar 9,85 m. Ukuran rumah kaca tersebut lebih besar dibanding rumah kaca yang berada tepat di depannya yang berukuran panjang 24,2 m dan lebar 9,85 m. Rumah pengelola sendiri memiliki ukuran panjang 16 m dan lebar 8,88 m. Di rumah pengelola pun tidak terlihat adanya aktivitas, karena selama ini hanya digunakan untuk menyimpan barang pengelola seperti sepeda motor dan alat-alat pembibitan. Kondisi fasilitas di Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 28.
Rumah kaca
Rumah pengelola
Gambar 28 Fasilitas di Kebun Anggrek
5.1.3.3. Pengelolaan a. Pengelola Pengelola Kebun Anggrek merupakan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan Kebun Anggrek. Adapun pihak-pihak terkait tersebut antara lain
61
Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) Taman Kyai Langgeng, Dinas Pertanian, serta Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang. Kebun Anggrek merupakan bagian dari Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) Taman Kyai Langgeng yang pengelolaannya di bawah Dinas Pertanian Kota Magelang. Bagian dari Dinas Pertanian yang membidangi Kebun Anggrek ini adalah seksi produksi. Seksi produksi ini bertanggung jawab terhadap keberadaan Kebun Anggrek dimana terdapat lima pegawai Dinas Pertanian yang ditugaskan dalam seksi ini. Selain lima pegawai dari Dinas Pertanian, Kebun Anggrek ini juga memiliki dua orang pegawai non-Dinas Pertanian yang secara penuh bekerja di dalam Kebun Anggrek. Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang berperan selaku penyedia bibit anggrek dalam pengelolaan Kebun Anggrek saat ini.
b. Kegiatan Kebun Anggrek merupakan tempat budidaya anggrek untuk kemudian dijual dalam keadaan berbunga. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan pada Kebun Anggrek terbagi menjadi dua yakni kegiatan budidaya anggrek serta kegiatan pemeliharaan fisik terhadap Kebun Anggrek dan sekitarnya. Kegiatankegiatan tersebut di lapangan dilakukan oleh kedua pegawai non-Dinas Pertanian. Kedua Pegawai non-Dinas Pertanian bekerja dari pukul 07.00-12.00 setiap hari Senin-Jumat. Kedua pegawai tersebut memiliki tugas untuk mengadakan pemeliharan terhadap anggrek hingga anggrek yang sudah dibesarkan berumur 4 bulan dan siap untuk dikirim ke Kopeng untuk dibungakan. Selain itu kedua pegawai tersebut bertugas untuk melakukan pemeliharaan terhadap kebersihan sekitar rumah kaca. Kelima pegawai Dinas Pertanian melakukan pemantauan terhadap Kebun Anggrek setiap 3 kali seminggu. Setiap kunjungan dilakukan oleh 3 orang secara bergantian. Dalam kunjungan tersebut, pegawai yang sedang bertugas melakukan pengecekan
mengenai
perkembangan
pembibitan
anggrek
yang
sedang
berlangsung serta pemantauan terhadap kebersihan dan keamanan Kebun Anggrek.
62
Bibit anggrek yang dibudidayakan di Kebun Anggrek berasal dari Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang. Bibit tersebut di dapatkan dari 4 kota yaitu Yogyakarta, Semarang, Malang, dan Jakarta. Selama 4 bulan, bibit tersebut mengalami pembesaran vegetatif di Kebun Anggrek. Setelah pembesaran vegetatif, anggrek dibawa ke Kopeng untuk pembesaran generatifnya selama 2 bulan. Kopeng adalah sebuah desa di Kecamatan Getasan, Semarang, Jawa Tengah. Desa ini memiliki iklim dataran tinggi yang sesuai untuk pembungaaan anggrek. Setelah berbunga, kemudian anggrek didistribusikan oleh pihak Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang ke Yogyakarta, Semarang, dan Jakarta untuk dipasarkan. Hasil penjualan anggrek ini kemudian masuk ke dalam kas Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang. Saat ini Dinas Pertanian hanya bertindak sebagai fasilitator agar agribisnis berkembang di Kota Megalang sehingga tidak memperoleh keuntungan dari penjualan anggrek. Tetapi untuk rencana jangka panjang, Dinas Pertanian akan menarik uang sewa.
5.1.3.4. Pengunjung Pemantauan lapang di saat TKL padat pengunjung yaitu pada hari Sabtu dan Minggu tetapi tidak terlihat pengunjung TKL yang berkunjung ke Kebun Anggrek. Padahal areal TKL lainnya seperti wahana permainan ramai dikunjungi. Kebun Anggrek berpotensi untuk didatangi pengunjung karena berdasarkan data dari pengelola TKL, pengunjung TKL meningkat setiap tahunnya dengan jumlah kunjungan rata-rata per tahunnya sebanyak 854.473 pengunjung. Dari ratarata kunjungan sebanyak itu, hampir tidak ada yang menyediakan waktunya untuk berkunjung ke Kebun Anggrek. Tidak adanya pengunjung ke Kebun Anggrek dikarenakan letaknya yang berada di bagian paling belakang TKL dimana bagian ini jarang dilintasi pengunjung karena letaknya yang jauh dari pintu gerbang utama. Di sisi belakang TKL tersebut, terdapat Bumi Perkemahan yang letaknya tepat di sisi kiri Kebun Anggrek. Bumi Perkemahan ini ramai ketika ada rombongan dari sekolah yang berkemah saja. Kemudian di sebelah selatan Kebun Anggrek terdapat Desa Buku yang jarang pengunjungnya juga.
63
Di dalam Kebun Anggrekpun belum ada obyek dan atraksi wisata yang menarik pengunjung untuk mendatanginya. Banyaknya pepohonan yang menutupi Kebun Anggrek menambah keberadaannya tidak terlihat. Selain itu, dalam peta wisata yang dibuat oleh pengelola TKL tidak dicantumkan Kebun Anggrek ini sebagai salah satu obyek wisata di dalamnya. Hal ini menyebabkan pengunjung tidak mengetahui keberadaan Kebun Anggrek tersebut. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner didapatkan kesimpulan bahwa umumnya pengunjung TKL berusia 15-59 tahun. Golongan usia 15-59 tahun ratarata merupakan pelajar dan pekerja. Wisata yang dapat dikembangkan lebih bersifat rekreasi. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, mereka cenderung membutuhkan sebuah kegiatan yang dapat memulihkan kesegaran jasmani mereka setelah penat beraktivitas di sekolah maupun di kantor. Usia anak-anak pun berpotensi untuk menjadi pengunjung Kebun Anggrek. Menurut Ernawulan (2003), usia anak-anak cenderung memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu. Sehingga hal inilah yang menjadikan potensi Kebun Anggrek untuk dikembangkan menjadi sebuah obyek wisata bertujuan edukasi. Untuk menggabungkan kedua tujuan yakni tujuan rekreasi dan edukasi, maka aktivitas di dalam Kebun Anggrek diarahkan pada aktivitas-aktivitas yang dapat memberikan nilai edukatif dan rekreatif bagi pengunjung.
5.1.4. Hasil Analisis Berdasarkan peta komposit (Gambar 29) hasil overlay aspek biofisik yang telah dianalisis, didapatkan area dengan 3 tingkat intensitas terhadap aktivitas wisata di Kebun Anggrek, yaitu: 1.
Area dengan intensitas tinggi Area ini didominasi oleh kemiringan yang datar (1-5%) sehingga aktivitas dalam area ini tidak terbatas (intensif). Kemiringan yang datar ini memungkinkan pula untuk pendirian bangunan yang besar seperti rumah kaca, ruang informasi sebagai penunjang aktivitas wisata. Bibit anggrek yang dibudidayakan pada area ini memiliki nilai ekonomi sehingga
64
dipertahankan keberadaannya dengan memberikan fasilitas yang dapat meningkatkan produksi anggrek. 2.
Area dengan intensitas sedang Area ini didominasi oleh kemiringan yang landai sampai bergelombang (515%) sehingga aktivitas yang dapat dilakukan di dalamnya terbatas dan cenderung pasif atau semi intensif. Untuk pendirian bangunan sebagai fasilitas penunjang wisatapun memiliki syarat yakni bangunan dibangun dengan memperhatikan arah kemiringan lahan atau ditempatkan sejajar dengan kontur. Hal ini merupakan upaya meminimalisasi perlakuan cut and fill pada tapak. Run-off lambat-sedang yang terdapat di area ini dapat dikendalikan dengan pembuatan sumur resapan atau kolam. Kolam ini nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber air di Kebun Anggrek. Pohon jati yang dominan di area ini dipilih beberapa untuk dipertahankan keberadaannya untuk tempat tumbuh anggrek epifit.
3.
Area dengan intensitas rendah Area ini didominasi oleh kemiringan curam (>15%) sehingga aktivitas yang diperkenankan di dalamnya sangat terbatas (non intensif). Pembangunan di area ini dilarang karena memiliki potensi erosi yang besar. Oleh karena itu, bentuk pengembangan untuk area ini berupa tindakan yang mengarah pada konservasi. Vegetasi yang telah ada dipertahankan untuk menunjang upaya konservasi tersebut.
65
66
5.2. Konsep 5.2.1. Konsep Dasar Perencanaan Konsep dasar perencanaan lanskap yang akan dikembangkan pada tapak adalah wisata Kebun Anggrek yang edukatif dan rekreatif. Aspek edukatif dimaksudkan bahwa Kebun Anggrek memberikan pembelajaran mengenai budidaya anggrek yang saat ini berlangsung di tapak dan pengenalan jenis-jenis anggrek bagi
pengunjung.
Aspek rekreatif
bertujuan
agar
pengunjung
mendapatkan penyegaran tubuh dan pikiran kembali setelah berkunjung ke Kebun Anggrek melalui keindahan koleksi anggrek yang tersaji di dalamnya serta kegiatan budidaya yang dapat menjadi sebuah terapi bagi pengunjung. Tujuan dari onsep ini adalah menjadikan kebun anggrek di TKL tidak hanya sebagai kebun pembibitan tetapi ditingkatkan fungsinya sebagai obyek wisata yang edukatif dan rekreatif sehingga Kebun Anggrek dapat menjadi alternatif tempat wisata dan rekreasi di dalam kawasan TKL. Pengembangan Kebun Anggrek sebagai obyek wisata harus mampu mengakomodasi
kepentingan
produksi
dan
pengunjung
tanpa
harus
mengorbankan kepentingan ekologis. Sehingga dalam perencanaannya akan dikembangkan tiga fungsi yang dapat dilihat pada Gambar 30.
1
1.
FUNGSI PRODUKSI
2.
FUNGSI WISATA
2 3. FUNGSI PENYANGGA
3
Gambar 30 Konsep dasar
67
Tiga fungsi yang akan dikembangkan meliputi fungsi produksi, wisata, dan penyangga. Penjelasan ketiga fungsi tersebut dijelaskan berikut ini: 1.
Fungsi produksi, berkaitan dengan keberlanjutan produksi anggrek yang merupakan komoditas utama yang akan dikembangkan pada tapak.
2.
Fungsi wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata pengunjung yang dituangkan dalam obyek dan atraksi wisata serta fasilitas penunjangnya yang diakomodasikan dalam tapak.
3.
Fungsi penyangga, dikembangkan untuk menjaga kondisi sumber daya lahan dan air.
5.2.2. Pengembangan Konsep 5.2.2.1. Konsep Ruang Konsep ruang ini ditujukan untuk membagi tapak berdasarkan penjabaran fungsi-fungsi yang dimiliki Kebun Anggrek. Pembagian ruang berdasarkan tujuan pengembangan tapak yaitu menjadikan tapak sebagai obyek wisata yang produktif, edukatif dan rekreatif, serta tetap menjaga keberlanjutan sumber daya yang dimiliki maka terbentuklah ruang produksi, ruang wisata, dan ruang penyangga. Ruang wisata terbagi menjadi ruang pendukung wisata dan wisata utama. Pada ruang wisata utama dikembangkan kembali sub-sub ruang dimana setiap sub ruang tersebut akan menghadirkan taman anggrek dalam tema yang berbeda-beda. Sub-sub ruang tersebut antara lain sub ruang hutan anggrek, taman anggrek dalam paranet, taman anggrek gaya eropa, taman anggrek gaya jepang, dan taman anggrek gantung. Ruang hutan anggrek menampilkan suasana hutan yang merupakan habitat alami anggrek. Taman anggrek dalam paranet menampilkan suasana habitat buatan untuk anggrek. Taman anggrek gaya eropa menghadirkan taman anggrek dengan gaya khas taman eropa dengan menampilkan sclupture seperti yang banyak ditemui pada taman-taman eropa pada umumnya. Taman anggrek gaya jepang menghadirkan taman kering dengan elemen batuan banyak ditampilkan pada ruang ini. Taman anggrek gantung
68
memiliki kemiripan dengan hutan anggrek, hanya saja anggrek yang digantung di ruang ini adalah anggrek yang diletakkan dalam pot kemudian digantung. Konsep ruang secara spasial dapat dilihat pada Gambar 31.
1 1 1
1.
1. RUANG PRODUKSI
2.
2. RUANG WISATA 2a. PENDUKUNG WISATA
2a 2a 2a
(Penerimaan dan Pelayanan) 2b. WISATA UTAMA Hutan Anggrek
2b 2b2b
Taman Anggrek Paranet Taman Anggrek Gaya Eropa
2a
Taman Anggrek Gaya Jepang Taman Anggrek Gantung
3.
3. RUANG PENYANGGA
3 3 3
Gambar 31 Konsep ruang
Ruang produksi adalah ruang yang sudah ada pada tapak yang akan dipertahankan untuk aktivitas budidaya dan produksi anggrek. Pada ruang ini terdapat dua buah rumah kaca. Rumah kaca berukuran 24,2 m x 9,85 m tetap dipertahankan untuk kegiatan produksi dimana aktivitasnya di dalamnya tertutup untuk pengunjung sedangkan rumah kaca yang berukuran 36,7 m x 9,85 m terbuka untuk pengunjung sebagai salah satu daya tarik wisata dalam Kebun Anggrek. Ruang wisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas wisata yang sifatnya edukatif dan rekreatif. Ruang ini terdiri dari ruang wisata utama dan pendukung wisata. Ruang wisata utama adalah ruang yang menampilkan anggrek sebagai obyek wisata dalam bentuk rumah kaca, taman anggrek, dan hutan anggrek. Taman anggrek ditampilkan dengan tema yang berbeda yakni taman anggrek dalam paranet, taman anggrek gaya eropa, taman anggrek gaya jepang, dan taman anggrek gantung. Dengan adanya tema yang
69
berbeda pada masing-masing taman anggrek diharapkan aktivitas wisata pengunjung yang datang tidak berpusat pada satu ruang. Ruang pendukung wisata terdiri dari ruang penerimaan dan pelayanan wisata. Ruang penerimaan merupakan ruang yang pertama kali didatangi oleh pengunjung. Sebagi welcome area ruang ini berfungsi memberikan identitas atau ciri khusus sehingga menarik minat pengunjung. Ruang pelayanan wisata merupakan ruang yang akan menyediakan berbagai fasilitas penunjang wisata seperti tempat informasi, ruang workshop, dan ruang display anggrek. Ruang pelayanan wisata mencakup pula tempat makan, musholla, dan toilet. Ruang penyangga adalah ruang untuk menjaga sumber daya lahan dari erosi tanah sekaligus melindungi tapak dari gangguan luar. Ruang ini merupakan area yang memiliki kemiringan >15%.
5.2.2.2. Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi yang direncanakan pada tapak berfungsi sebagai penghubung antar ruang dan dalam masing-masing ruang. Sirkulasi yang dikembangkan terbagi atas sirkulasi produksi dan sirkulasi wisata. Sirkulasi produksi merupakan jalur pengelolaan dan produksi anggrek baik berupa lintasan sarana produksi pertanian maupun untuk pengangkutan hasil, serta sirkulasi di dalam rumah kaca. Sirkulasi untuk sarana produksi pertanian direncanakan menyatu dengan jalur pejalan kaki di Kebun Anggrek. Hal ini untuk efisiensi luasan Kebun Anggrek. Sirkulasi wisata merupakan sirkulasi yang menghubungkan pengunjung dengan ruang-ruang wisata yang terbentuk. Pengembangan sirkulasi di dalam ruang wisata mengadopsi bentukan bunga anggrek yang diaplikasikan di tapak khususnya pada ruang wisata utama untuk memperkuat karakter anggrek pada tapak. Pengaplikasian bentukan bunga anggrek pada konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 32.
70
SIRKULASI PRODUKSI SIRKULASI WISATA
Gambar 32 Konsep sirkulasi
5.2.2.3. Konsep Vegetasi Konsep vegetasi merupakan penjabaran vegetasi yang direncanakan digunakan pada tapak. Secara umum konsep vegetasi di tapak terbagi menjadi dua yaitu vegetasi utama dan pendukung. Vegetasi utama adalah anggrek yang menjadi obyek utama yang akan dikembangkan di tapak dimana dalam peletakannya mempertimbangkan habitasi dari masing-masing jenis anggrek yang digunakan yakni mulai dari anggrek yang ditanam di atas permukaan tanah (terestrial) sampai menempel di pohon (epifit). Konsep vegetasi pada ruang wisata utama disesuaikan dengan tema pada masing-masing sub ruang yang terbentuk. Pada sub ruang hutan anggrek menampilkan anggrek epifit yang ditempel di pohon. Sub ruang taman anggrek dalam paranet menampilkan anggrek epifit dan saprofit yang membutuhkan naungan penuh. Sub ruang taman anggrek gaya eropa menampilkan anggrek epifit yang ditanam di media tanam yang diletakkan di atas tanah. Sub ruang taman anggrek gaya jepang menampilkan anggrek litofit. Batu-batuan berlumut akan banyak dihadirkan pada taman gaya jepang ini. Selain sebagai elemen utama taman gaya jepang, batuan berlumut ini berfungsi sebagai menempelnya anggrek litofit yang habitasinya adalah batuan berlumut. Vegetasi pendukung adalah vegetasi yang mendukung keberadaan anggrek, menjaga kelestarian tapak,
71
maupun penambah estetis di tapak. Gambar 33 menunjukkan konsep peletakkan vegetasi. Tabel 4 menunjukkan konsep vegetasi secara lebih terperinci.
1. Anggrek untuk budidaya (epifit) 2. Anggrek untuk obyek interpretasi
3
A. Epifit menempel di pohon
1
C
C. Epifit dan saprofit
2
B A
B. Epifit digantung di pot
D
E
3
D. Epifit E. Litofit 3. Anggrek pendukung keindahan ( terestrial dan litofit) 4. Vegetasi penyangga
4
Gambar 33 Konsep vegetasi
Tabel 4 Konsep vegetasi Konsep vegetasi Utama
Pendukung
Tujuan
Golongan
Budidaya dan ekonomi Obyek interpretasi
Anggrek spesies
Epifit
Anggrek spesies dan hybrid
Estetis
Anggrek spesies dan hybrid
Epifit menempel di batang pohon,epifit menempel pada media, saprofit (serasah) Tanah dan batuan (litofit)
Tempat tumbuh anggrek epifit Estetis
Pohon peneduh
Penyangga
Vegetasi eksisting yang dipertahankan karena dinilai memiliki nilai ekologis bagi tapak.
Tanaman hias (semak dan perdu)
Habitasi
Letak Ruang produksi (rumah kaca) Ruang wisata utama
Ruang pendukung wisata dan ruang produksi (sekitar rumah kaca) Ruang wisata utama Ruang wisata utama, ruang wisata pendukung, ruang produksi Ruang penyangga
72
5.2.2.4. Konsep Aktivitas Wisata Konsep aktivitas adalah penjabaran dari aktivitas yang direncanakan berdasarkan ruang yang telah terbentuk dari konsep ruang. Konsep aktivitas terbagi menjadi dua yaitu aktivitas produksi dan aktivitas wisata. Aktivitas wisata terbagi menjadi dua yaitu aktivitas wisata yang bersifat edukatif dan rekreatif. Secara lebih jelas konsep aktivitas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsep aktivitas wisata Ruang Produksi
Sifat Produktif
Deskripsi Aktivitas Aktivitas menghasilkan anggrek
Wisata Utama
Edukatif
Aktivitas pembelajaran budidaya anggrek
Rekreatif
Aktivitas pengenalan jenis anggrek Menikmati keindahan bunga anggrek
Praktik langsung budidaya untuk terapi Pendukung Wisata
Aktivitas yang mendukung kegiatan wisata
Jenis Aktivitas Budidaya anggrek dari pembibitan sampai pembungaan Melihat langsung proses budidaya anggrek Orchid walk, forest orchid walk Photo hunting, dudukduduk, sightseeing, painting, pameran/ festival anggrek Horticulture therapy Ticketing, belanja, makan, workshop, interpretasi anggrek melalui media/ fasilitas khusus
Aktivitas wisata yang bersifat edukatif ditekankan pada kegiatan pembelajaran mengenai budidaya pengenalan jenis-jeins anggrek. Kegiatan ini menggunakan teknik interpretasi dalam menjalankannya. Teknik interpretasi yang direncanakan terbagi menjadi dua yaitu interpretasi langsung (attended service) dan tidak langsung (unattended service). Interpretasi langsung melibatkan langsung pengunjung dengan obyek interpretasi. Metode yang digunakan dalam teknik ini terdiri dari layanan personal (guided interpretation) dan pemanduan mandiri (self guided interpretation). Pada layanan personal, pengunjung disediakan pemandu atau interpreter. Interpreter akan memandu pengunjung secara langsung dalam berbagai aktivitas budidaya
73
anggrek mulai dari proses pembibitan sampai pembungaan serta menghasilkan karya seni dari anggrek berupa rangkaian bunga anggrek. Sedangkan pada pemanduan mandiri, pengunjung secara mandiri menggunakan media atau fasilitas khusus misal self guiding booklet untuk mengenal obyek interpretasi. Interpretasi tidak langsung adalah kegiatan interpretasi yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Interpretasi disajikan dalam suatu program slide, video, film, rangkaian gambargambar dan sebagainya. Aktivitas ini dilaksanakan di ruang pelayanan wisata. Aktivitas wisata yang bersifat rekreatif adalah aktivitas menikmati keindahan koleksi anggrek. Kegiatannya dapat berupa photo hunting, belanja. sightseeing, painting, dan duduk-duduk. Aktivitas wisata yang direncanakan di Kebun Anggrek diperuntukkan untuk wisatawan lokal dan wisatawan nusantara tetapi tidak menutup kemungkinan dengan hadirnya wisatawan mancanegara. Secara umum aktivitas wisata di dalam Kebun Anggrek ditargetkan untuk semua golongan usia. Aktivitas wisata yang bersifat edukasi ditargetkan utamanya untuk segmen pengunjung usia pelajar yakni usia pelajar taman kanak-kanak sampai usia pelajar tingkat menegah atas.
5.2.2.5. Konsep Fasilitas Wisata Konsep fasilitas adalah penjabaran dari fasilitas-fasilitas yang akan disediakan untuk menunjang aktivitas yang telah direncanakan. Konsep fasilitas dibagi menjadi dua, yaitu fasilitas produksi dan wisata. Fasilitas produksi eksisting yakni rumah kaca mengalami sedikit perubahan fungsi. Hal ini dikarenakan luasan sebesar 108,35 m² dari rumah kaca berukuran 36,7 m x 9,85 m akan dialihfungsikan menjadi ruang multimedia dan display anggrek. Sisa luasan dari rumah kaca akan tetap difungsikan untuk budidaya anggrek dimana kegiatan di dalamnya terbuka untuk pengunjung. Sedangkan rumah kaca berukuran 24,2 m x 9,85 m tetap dipertahankan untuk kegiatan produksi anggrek dan kegiatan di dalamnya tertutup bagi pengunjung. Konsep fasilitas dapat dilihat pada Tabel 6.
74
Tabel 6 Konsep fasilitas wisata Ruang Produksi
Sifat Ekonomis
Jenis Aktivitas Budidaya anggrek dari pembibitan sampai pembungaan
Fasilitas Rumah kaca
Wisata Utama
Edukatif
Melihat dan mempraktekkan langsung proses budidaya anggrek Menelusuri dan mengobservasi koleksi anggrek di taman-taman tematik Photo hunting, dudukduduk, sightseeing Ticketing, belanja, makan, workshop, interpretasi anggrek melalui media/ fasilitas khusus
Rumah kaca
Rekreatif Pendukung Wisata
Paranet, jalur interpretasi, papan interpretasi
Bangku taman, dek kayu, signage Loket tiket, pusat informasi, kios suvenir, kantin, multimedia room, program slide, video, film, rangkaian gambar
5.3. Sintesis 5.3.1. Functional Diagram Hubungan antar ruang yang terbentuk berdasarkan konsep ruang yang telah dibuat tersaji pada Gambar 34. Secara garis besar ruang terbagi menjadi 3 yaitu ruang produksi, ruang wisata (edukatif dan rekreatif), dan ruang penyangga. Peruntukkan ruang produksi dan wisata memperhatikan fungsi-fungsi ekologis sehingga menunjang terhadap keberadaan ruang konservasi.
RUANG WISATA
AKSES MASUK
RUANG PENERIMAAN
RUANG PELAYANAN
AKSES KELUAR
RUANG PRODUKSI
RUANG PENYANGGA
sirkulasi produksi
sirkulasi wisata
sirkulasi antar ruang
Gambar 34 Diagram hubungan keterkaitan antar ruang
75
5.3.2. Blockplan Tiga area yang telah dihasilkan pada tahap analisis spasial menjadi pedoman dalam membagi ruang pada blockplan (Gambar 35). Menurut Gunn (1994), dalam merencanakan kawasan wisata, hal pokok yang harus diperhatikan bahwa wisata yang dibuat dapat memberikan kepuasaan bagi pengunjung, aktivitas wisata di dalam kawasan tidak merusak sumber daya tapak, serta dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi tapak. Oleh karena itu, dalam membagi ruang dari ketiga area yang telah dihasilkan pada tahap analisis spasial, maka peruntukkan ruang dibagi lagi dengan memperhatikan hasil analisis deskriptif aspek biofisik dan wisata yang telah dianalisa berdasarkan 3 hal pokok yang dikemukakan Gunn tersebut. Rencana blok (blockplan) akan ditentukan sebagai dasar dalam perencanaan lanskap obyek wisata kebun anggrek. Berikut alokasi masing-masing peruntukkan ruang beserta deskripsinya: 1.
Ruang produksi adalah ruang yang secara biofisik aman dan cukup sesuai sampai sesuai untuk aktivitas wisata dengan intensitas sedang sampai tinggi. Ruang utama ini berada pada kemiringan lereng 1-5%. Ruang yang sesuai untuk aktivitas wisata (1-5%) dan memiliki intensitas aktivitas yang tinggi diperuntukkan untuk kegiatan budidaya anggrek. Ruang tersebut sudah ada pada tapak yang akan tetap dipertahankan untuk aktivitas budidaya dan produksi anggrek. Pada ruang ini terdapat rumah kaca dengan anggrek di dalamnya sebagai obyek wisata dan aktivitas budidaya yang menjadi atraksi wisata.
2.
Ruang wisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas wisata tanpa ada kaitannya dengan produksi anggrek. Ruang ini berada pada kemiringan lereng 1-15% mencakup wisata edukatif dan rekreatif. Ruang wisata edukatif dan rekreatif sebenarnya saling berhubungan dan melengkapi. Obyek yang digunakan pada ruang tersebut adalah sama yakni anggrek tetapi tujuan kedua ruang tersebut berbeda. Anggrek pada ruang wisata edukatif digunakan sebagai obyek interpretasi, dimana untuk mengetahui morfologi dan fisiologis anggrek sebagai tujuan utamanya.
76
Sedangkan anggrek pada ruang wisata rekreatif dijadikan sebagai obyek keindahan yang dinikmati. Dalam ruang wisata termasuk pula ruang pendukung wisata yang terdiri dari ruang penerimaan dan pelayanan wisata. Ruang pendukung wisata ini memanfatkan tapak yang berkemiringan 1-5%. Ruang penerimaan merupakan ruang yang pertama kali didatangi oleh pengunjung. Sebagai welcome area, ruang ini berfungsi memberikan identitas atau ciri khusus tapak sehingga menarik minat pengunjung. Ruang pelayanan wisata merupakan ruang yang akan menyediakan berbagai fasilitas penunjang wisata seperti tempat informasi, tempat makan, tempat istirahat, musholla. Area pelayanan informasi mencakup ruang multimedia mengenai anggrek. 3.
Ruang penyangga adalah ruang dengan intensitas penggunaan dan tingkat kesesuaian wisata yang rendah. Aktivitas yang dapat dilakukan pada ruang ini sangat terbatas. Area ini didominasi oleh kemiringan lereng >15% sehingga lebih diarahkan kepada fungsi menjaga sumber daya biofisik tapak. Tujuan pengembangan ruang ini adalah ke arah fungsi konservasi yaitu
menjaga
agar
kondisi
ekologis
kawasan
tetap
terjaga
keseimbangannya, tidak terjadi erosi tanah, dan menjaga kondisi air tanah tetap baik sehingga mencukupi kebutuhan air pada tapak.
77
78 78
5.4.
Perencanaan
5.4.1. Rencana Ruang Rencana ruang merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep ruang yang terbagi menjadi 5 ruang. 5 ruang tersebut meliputi 1) Ruang penerimaan, 2) Ruang pelayanan, 3) ruang wisata utama, 4) ruang produksi, 5) ruang penyangga. Persentase luasan pengembangan ruang dapat dilihat pada Tabel 7. Daya dukung
Tabel 7 Rencana luas pengembangan ruang No. 1 2 3 4 5
Ruang Penerimaan Pelayanan Wisata utama Produksi Penyangga
Luas yang Direncanakan (m²) 250 603 3.770 585,5 3.251
Persentase (%) 2,9 7,2 44,6 6,9 38,4
Ruang penerimaan memiliki luas 250 m² (2,9% dari luas total keseluruhan). Ruang penerimaan ini merupakan ruang yang pertama kali di datangi oleh pengunjung. Sebagai welcome area ruang ini berfungsi memberikan identitas Kebun Anggrek dan pintu utama bagi pengunjung sehingga pengunjung mengetahui bahwa terdapat Kebun Anggrek di dalamnya dan menarik minat pengunjung untuk memasukinya. Ruang pelayanan memiliki luas 603 m² (7,2% dari luas total keseluruhan). Ruang pelayanan wisata ini merupakan ruang yang akan menyediakan berbagai fasilitas penunjang wisata anggrek seperti ruang informasi. Ruang informasi adalah ruang yang direncanakan bagi pengunjung yang datang untuk mendapatkan informasi awal mengenai Kebun Anggrek. Ruang informasi ini memanfaatkan rumah pengelola yang selama ini tidak difungsikan. Ruang informasi ini pula dilengkapi pula kios suvenir, perpustakaan, musholla, dan toilet. Di ruang pelayanan ini juga terdapat ruang multimedia. Ruang multimedia ini memanfaatkan rumah kaca berukuran 36,7 m x 9,85 m dengan menggunakan luasan sebesar 11 m x 9,85 m untuk ruang ini. Ruang ini direncanakan untuk kegiatan workshop di dalamnya yang dapat menampung peserta sebanyak 10
79
orang. Ruang pelayanan ini juga terdapat kantin dengan luasan 9,85 m x 15 m dan dapat menampung 20 orang. Ruang wisata utama memiliki luas 3.770 m² (44,6% dari luas total keseluruhan). Di dalamnya terdapat rumah kaca berukuran 36,7 m x 9,85 m dimana kegiatan budidaya di dalamnya terbuka untuk pengunjung. Di dalam ruang wisata anggrek ini pula menampilkan wisata anggrek dalam bentuk taman anggrek dan hutan anggrek. Ruang produksi memiliki luas 585 m² (6,9% dari luas total keseluruhan). Ruang ini berfungsi sebagai tempat budidaya anggrek dari proses pembibitan sampai pembungaan. Pada ruang ini terdapat dua buah rumah kaca. Rumah kaca berukuran 24,2 m x 9,85 m tetap dipertahankan untuk kegiatan produksi dimana aktivitas di dalamnya tertutup untuk pengunjung sedangkan rumah kaca yang berukuran 36,7 m x 9,85 m terbuka bagi pengunjung untuk wisata budidaya anggrek. Ruang penyangga memiliki luas 3.251 m² (38,4% dari luas total keseluruhan). Ruang penyangga ini berfungsi melindungi Kebun Anggrek dari gangguan yang datangnya dari luar Kebun Anggrek sekaligus menjaga sumberdaya lahan dari erosi tanah. Daya dukung untuk masing-masing ruang yang dikunjungi oleh pengunjung tersaji pada Tabel 8. Perhitungan daya dukung ini menggunakan jam operasi Kebun Anggrek yakni dari pukul 09.00-16.00 WIB.
Tabel 8 Daya Dukung Wisata No.
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
R. Informasi R. Multimedia Kantin Rumah Kaca Jalur Hutan Anggrek Jalur Taman Anggrek Gantung Jalur Taman Anggrek Paranet Jalur Taman Gaya Eropa Jalur Taman Gaya Jepang
Kapasitas / Satuan Waktu 11/1 jam 10/1 jam 20/1 jam 20/1 jam 12/30 menit 11/30 menit 11/30 menit 8/30 menit 8/30 menit
Banyaknya Rotasi 7 7 7 7 14 14 14 14 14
Kapasitas/ Hari (orang) 77 70 140 140 168 154 154 112 112
80
5.4.2. Rencana Sirkulasi Sirkulasi yang direncanakan bertujuan untuk menghubungkan antar ruang yang terbentuk. Sehingga sirkulasi yang dikembangkan terbagi atas sirkulasi produksi dan sirkulasi wisata. Sirkulasi produksi merupakan jalur pengelolaan dan produksi anggrek baik berupa lintasan alat-alat pertanian maupun untuk pengangkutan hasil. Sirkulasi untuk alat-alat pertanian direncanakan menyatu dengan jalur pejalan kaki di Kebun Anggrek. Hal ini untuk efisiensi luasan Kebun Anggrek. Lebar jalan yang direncanakan untuk sirkulasi produksi sebesar 4 m. Jalan ini dapat dilalui oleh mobil pengelola untuk mengangkut hasil anggrek yang akan didistribusikan ke pasar. Sedangkan lebar jalan untuk sirkulasi produksi di sekitar rumah kaca direncanakan sebesar 1,7 m. Jalur sirkulasi produksi ini akan ditutupi oleh material perkerasan dari semen dengan motif anggrek sebagai unsur dekoratifnya. Sirkulasi wisata merupakan sirkulasi yang menghubungkan pengunjung dengan ruang-ruang wisata yang terbentuk. Sikulasi ini mencakup sirkulasi di dalam rumah kaca untuk wisata budidaya, sirkulasi di dalam paranet untuk interpretasi, serta sikulasi di luar bangunan yang digunakan untuk mengakses atraksi-atraksi wisata dalam Kebun Anggrek. Sirkulasi wisata direncanakan memiliki lebar 1-2 m. Material penutupnya berupa perkerasan berupa semen dan batu-batuan kecil.
5.4.3. Rencana Vegetasi Di dalam rencana vegetasi ini akan dijelaskan lebih lanjut tentang contoh vegetasi yang akan digunakan di tapak sesuai dengan konsep yang telah dijelaskan sebelumnya yakni vegetasi utama dan pendukung. Vegetasi utama yang direncanakan di tapak adalah anggrek. Peletakkan anggrek ini mempertimbangkan habitasi anggrek yakni dari anggrek yang ditanam di atas tanah sampai yang menempel di pohon (Gambar 36). Anggrek yang dikembangkan terbagi menjadi tiga tujuan. Pertama, anggrek untuk tujuan budidaya dan ekonomi. Anggrek dengan tujuan ini dimaksudkan untuk dibudidayakan sampai tahap pembungaan sehingga hasil dari penjualan
81
bunga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi Kebun Anggrek. Anggrek yang dikembangkan adalah Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) yang ditanam pada pot. Adapun alasan pemilihan Anggrek Bulan sebagai komoditas budidaya dikarena saat ini spesies tersebut sedang dikembangkan di tapak dan berdasarkan wawancara dengan pihak pengelola, Anggrek Bulan merupakan icon Kota Magelang sehingga diharapkan dengan pembudidayaan Anggrek Bulan ini, Kebun Anggrek ini dapat menjadi salah satu icon wisata Kota Magelang.
Di atas tanah
Di atas sabut kelapa
Menempel di batu
Menempel di pohon
Gambar 36 Beberapa habitasi anggrek (Sumber: Dokumentasi Vera DD.)
Anggrek dengan tujuan kedua yang dikembangkan di tapak adalah anggrek yang dimaksudkan sebagai obyek interpretasi. Anggrek dengan tujuan ini direncanakan ditempatkan pada ruang wisata yaitu untuk obyek interpretasi di taman anggrek (paranet) dan hutan anggrek. Anggrek sebagai obyek interpretasi dipilih anggrek hybrid dan anggrek spesies. Alasan pemilihan anggrek hybrid ini dikarenakan mudah berbunga dibanding anggrek spesies. Dengan keberadaan anggrek hybrid ini, di tapak akan menampilkan anggrek berbunga setiap waktu. Display bunga di taman anggrek dapat diganti-ganti bunganya secara periodik misal 2-4 kali dalam setahun. Pergantian bunga anggrek secara periodik ini membuat suasana kebun menjadi dinamis dan tidak monoton sehingga pengunjung dapat datang lebih dari 1 kali setahun dengan sajian display anggrek yang berbeda setiap berkunjung. Sedangkan anggrek yang ditampilkan pada hutan
82
anggrek adalah anggrek epifit yang menempel di batang pohon. Adapun anggrek epifit yang digunakan adalah Dendrobium biggibum yang rajin berbunga. Anggrek dengan tujuan ketiga yang dikembangkan yaitu untuk pendukung keindahan tapak. Anggrek dengan tujuan ini hanya sebagai elemen estetis kebun dan bukan sebagai obyek interpretasi. Anggrek yang dipilih adalah anggrek spesies dan hybrid yang rajin berbunga. Beberapa dipilih anggrek yang tahan panas karena akan ditempatkan pada area-area yang minim naungan seperti sekitar area pelayanan. Rencana vegetasi dapat dilihat pada Tabel 9. Vegetasi pendukung merupakan vegetasi yang keberadaannya dimaksudkan untuk mendukung kehidupan anggrek, penambah keindahan, dan penyangga Kebun Anggrek. Vegetasi yang dimaksud dapat bermanfaat dalam kehidupan anggrek seperti sebagai tempat menempel anggrek epifit. Vegetasi sebagai habitat anggrek epifit menggunakan Pohon Jati yang dipertahankan di tapak. Untuk menempelkan anggrek pada batang Pohon Jati yang licin maka sebelumnya batang pohon ditempeli media yang bisa menahan air sehingga anggrek epifit dapat melekat dengan baik. Adapun media tanam yang digunakan dapat berupa pakis maupun sabut kelapa (Gambar 37).
Dengan pakis
Dengan sabut kelapa
Gambar 37 Media tanam pada batang pohon yang licin (Sumber: Iswanto, 2002)
Vegetasi pendukung sebagai penambah nilai estetik dipilih semak dan perdu yang dipadu dengan anggrek secara harmonis. Rencana vegetasi pendukung tersaji pada Tabel 10. Beberapa image groundcover, semak dan perdu yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 38.
83
Tabel 9 Rencana vegetasi utama Tujuan Budidaya dan ekonomi
Letak Ruang produksi (rumah kaca)
Golongan Anggrek spesies
Genus Anggrek bulan
Obyek interpretasi
Ruang wisata utama (hutan)
Anggrek spesies
Dendrobium
Ruang wisata utama (paranet)
Anggrek spesies
Phalaenopsis Oncidium Dendrobium Cattleya
Anggrek hybrid
Doritaenopsis Aranda Brassolaeliocattleya
Anggrek spesies
Vanda
Anggrek hybrid
Mokara Ascocenda
Image Reference Spesies
Phalaenopsis amabilis
Dendrobium bigibbum
Oncidium lanceanum
Brassolaeliocattleya Estetis
Ruang pendukung wisata dan ruang produksi (sekitar rumah kaca)
Renanthera
Renanthera storiei
Mokara red Sumber Gambar: www.tohgarden.com, flickr.com Tabel 10 Rencana vegetasi pendukung
84
Golongan Groundcover
Semak
Perdu
Aglaonema sp.
Cycas revoluta
Nama Spesies Latin Aglaonema sp. Asparagus sp. Asplenium nidus Bromelia sp. Caladium sp. Calathea sp. Carex morrowoii Chlorophytum sp. Nephrolepis sp. Palisota barteri Phylodendron sp. Zephyranthes sp. Anthurium crystallinum Canna sp. Costus sp. Dieffenbachia sp. Cycas revoluta Nicolaia sp. Heliconia sp. Pandanus amaryllifolia Dracaena sp. Pachystachys lutea
Bromelia sp.
Heliconia sp.
Lokal Sri rezeki Ekor tupai Paku sarang burung Bromelia Keladi hias Maranta Kucai Lili paris Paku jejer Palisota Daun pilo Bawang brojol Kuping gajah Bunga tasbih Pacing Daun bahagia Sikas Honje Pisang hias Pandan wangi Drasena Lolipop
Pachystachys lutea
Canna sp.
Bromelia sp.tanaman groudcover, Cycas revoluta Gambar 38 Beberapa semak, dan perdu yang direncanakan
(Sumber: Lestari dan Kencana, 2008)
85
Vegetasi penyangga merupakan vegetasi yang membatasi sekaligus mengamankan tapak dari gangguan alam maupun manusia dari luar tapak. Vegetasi penyangga berfung si untuk mencegah erosi khususnya pada lahan yang curam dan rawan terhadap erosi, selain itu juga dapat menjaga ketersediaan air tanah sekaligus mempertahankan kondisi ekologis lingkungan. Vegetasi penyangga yang digunakan adalah pohon jati dan bambu yang merupakan vegetasi eksisting yang dipertahankan keberadaannya.
5.4.4. Rencana Aktivitas Wisata Rencana aktivitas wisata merupakan aktivitas-aktivitas yang direncanakan untuk mengisi kegiatan di dalam ruang yang telah terbentuk. Di dalam ruang wisata dikembangkan aktivitas wisata yang bersifat edukasi dan rekreatif. Aktivitas wisata edukatif dimaksudkan bagi pengunjung untuk mempelajari proses budidaya yang saat ini berlangsung di tapak dari pembibitan sampai pembungaan secara langsung serta mengenalkan pengunjung terhadap berbagai jenis anggrek sesuai dengan habitatnya. Aktivitas wisata rekreatif dimaksudkan untuk pengunjung agar mendapat penyegaran tubuh dan pikiran melalui keindahan koleksi anggrek yang tersaji serta dapat menjadi terapi melalui praktek langsung budidaya (terapi hortikultura). Aktivitas tersebut agar dapat terlaksana dengan baik perlu didukung dengan fasilitas. Rencana fasilitas merupakan rencana pengadaan
fasilitas-fasilitas
untuk
memfasilitasi
aktivitas
yang
telah
direncanakan. Untuk lebih jelasnya, rencana aktivitas dan alokasi fasilitas dapat dilihat pada Tabel 11. Untuk dapat menikmati aktivitas wisata di dalam Kebun Anggrek, pengunjung dikenakan terlebih dahulu tiket masuk. Bagi pengunjung yang mengikuti paket wisata dikenai biaya tambahan untuk workhsop, interpreter, dan snack peserta. Interpreter ini akan membawa pengunjung berkeliling Kebun Anggrek, mengarahkan dan menjelaskan pengunjung pada setiap obyek di dalam ruang wisata dan sub ruangnya yang terbentuk.
86
Tabel 11 Rencana aktivitas wisata Ruang Pendukung wisata
Wisata utama
Produksi
Sub Ruang Penerimaan
Aktivitas Ticketing
Pelayanan
Memperoleh informasi letak obyek dan fasilitas Kebun Anggrek Memperoleh informasi awal mengenai obyek-obyek dalam Kebun Anggrek
Wisata Budidaya Wisata Taman Anggrek
Memperoleh informasi seputar anggrek melalui media khusus, Workshop Makan dan duduk-duduk Mempelajari dan mempraktikkan langsung pembibitan-pembungaan Menelusuri dan mengobservasi anggrek di taman-taman tematik (taman gantung, paranet, taman eropa, dan taman jepang)
Fasilitas Loket tiket, papan nama Kebun Anggrek Peta wisata Visitor Information Center (didalamnya dilengkapi dengan musholla dan toilet) Ruang multimedia
Kantin, tempat sampah Rumah kaca
Wisata Hutan Anggrek
Menelusuri dan mengobservasi anggrek di hutan anggrek
Wisata taman anggrek dan hutan anggrek Produksi
Duduk-duduk Sightseeing
Paranet , Papan interpretasi, signage paranet, signage anggrek, tempat sampah Papan interpretasi, signage orchid forest, signage anggrek, tempat sampah Bangku taman Dek kayu
Pembibitan-pembungaan
Rumah kaca
Aktivitas wisata yang direncanakan sepenuhnya akan dikelola oleh Dinas Pertanian Kota Magelang. Pengelolaan berupa pemasukan tiket masuk, interpreter, pemeliharaan fisik ditangani langsung oleh Dinas Pertanian. Dinas Pertanian dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam menunjang keberlangsungan aktivitas wisata di dalam Kebun Anggrek. Untuk aktivitas budidaya, pengelola dapat melanjutkan kerjasamanya dengan Asosiasi Tanaman Hias Kota Magelang sebagai penyedia bibit anggrek dan pendistribusian anggrek berbunga di luar kawasan TKL. Melalui Asosiasi Tanaman Hias ini juga dapat melakukan kerjasama dalam hal penyediaan tenaga pelatih dalam workshop anggrek. Untuk kegiatan workshop ini diperlukan kerjasama pula dengan pihak penyedia jasa katering untuk penyediaan konsumsi selama pelatihan berlangsung. Untuk pengelolaan kantin di dalam Kebun Anggrek, pengelola dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar TKL untuk mengisi makanan di dalam kantin.
87
5.4.5. Rencana Fasilitas Wisata Fasilitas yang direncanakan disesuaikan dengan kebutuhan tiap ruang berdasarkan aktivitas di dalamnya yang secara garis besar terbagi menjadi aktivitas produksi dan wisata. Sehingga fasilitas yang direncanakan adalah fasilitas-fasilitas untuk menunjang aktivitas produksi seperti rumah kaca dan aktivitas penunjang wisata seperti ruang informasi, rumah anggrek, papan interpretasi, bangku taman, dan lain-lain. Fasilitas yang direncanakan pada tapak dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Rencana fasilitas wisata Ruang Penerimaan
Pelayanan
Wisata anggrek
Fasilitas Papan nama Kebun Anggrek Loket tiket Peta wisata Kebun Anggrek Papan nama Ruang informasi Ruang informasi (VIP) dan suvenir Payung Tenda Ruang multimedia Rumah Anggrek (paranet)
Ukuran 2x1 3x2 1 x 0,5 1 x 0,5 15 x 9 d=2 11 x 9,85 205,64
Satuan m m m m m m m m²
Jumlah 1 1 4 1 1 5 1 2
Papan interpretasi anggrek Bangku taman Dek kayu
1 x 0,5 1,5 x 0,5 7,5 x 3
m m m
42 7 1
Rumah kaca berfungsi untuk tempat budidaya anggrek. Rumah kaca yang direncanakan merupakan rumah kaca yang sudah ada sebelumnya. Di dalamnya direncanakan aktivitas untuk budidaya anggrek dari pembibitan sampai pembungaan sehingga akan disekat untuk memisahkan dua kegiatan tersebut. Sepertiga bagian dari rumah kaca akan digunakan untuk pembungaan dimana suhu di dalamnya diatur sesuai dengan suhu yang dibutuhkan untuk pembungan anggrek. Untuk mengatur suhu ruang pembungan ini, ruangan dibuat tertutup tanpa ventilasi dan ditambahkan AC (air conditioner) di dalamnya. Ruang multimedia berfungsi sebagai ruang untuk menayangkan informasi segala hal mengenai anggrek dengan menggunakan media khusus dilengkapi oleh wide screen, infocus, dan audio/sound system. Ruang multimedia ini memanfaatkan 30% luasan rumah kaca yang berukuran 36,7 m x 9,85 m. Ruang
88
ini juga difungsikan untuk kegiatan workshop dan display anggrek. Anggrek yang didisplay di ruang ini dapat dibeli oleh pengunjung. Gambar referensi display anggrek dalam ruang yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 39. Visitor Information Centre (VIP) berfungsi sebagai tempat untuk memperoleh informasi umum seputar anggrek. VIP ini juga difungsikan sebagai kantor pengelola atau administrasi. Ruang ini menggunakan rumah pengelola yang selama ini tidak digunakan. Di dalamnya akan dilengkapi fasilitas seperti display suvenir, perpustakaan, musholla, dan toilet. Papan interpretasi berfungsi untuk media interpretasi pengunjung untuk mengenal anggrek yang tersebar di tapak. Papan interpretasi ini akan diletakkan di setiap terdapat anggrek kecuali anggrek dalam rumah kaca. Di dalam papan interpretasi memuat informasi mengenai nama botani dan lokal spesies serta keterangan tambahan lainnya dari anggrek terkait. Gambar 39 menunjukkan image reference papan interpretasi.
Gambar 39 Beberapa contoh papan interpretasi
5.4.6. Siteplan Siteplan merupakan produk akhir dari studi perencanaan ini. Siteplan ini merupakan penggabungan dari rencana ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas, dan
89
fasilitas yang telah dibuat sebelumnya. Hasil dari siteplan ini berupa gambar grafis (Gambar 40) dilengkapi gambar detail plan (Gambar 41), gambar potongan (42) serta ilustrasi arahan desain (Gambar 43).
5.4.7. Arahan Desain Arahan desain bertujuan untuk memperkuat karakter tapak sebagai kebun anggrek, oleh karena itu arahan desain yang dianjurkan adalah mengikuti karakter fisik bunga anggrek dari bentuk bunga dan warna bunga. Aplikasi desain ini digunakan untuk pola sirkulasi di ruang wisata yang mengadopsi bentuk bunga anggrek serta untuk elemen keras (hardscape) di tapak. Arahan desain untuk elemen keras ditunjukkan untuk pola perkerasan, relief dinding, signage, dan papan interpretasi. Pola perkerasan mengadopsi bentukan bunga anggrek. Warna ungu pada bunga anggrek yang sering dijumpai, diaplikasikan pada warna signage, dinding bangunan, dan bangku taman.
90
91
92
93
94
VI.
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan Kebun Anggrek seluas 8.459,5 m² yang terletak di dalam areal Taman Kyai Langgeng ini memiliki kondisi eksisting biofisik yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata. Faktor kelerengan menjadi faktor penentu dalam menentukan area pengembangan aktivitas wisata. Berdasarkan analisis spasial terhadap aspek biofisik, maka diperoleh hasil analisis berupa tiga area dengan tingkat potensinya terhadap pengembangan wisata di Kebun Anggrek. Tiga area tersebut terdiri dari area dengan intensitas tinggi, sedang, dan rendah untuk pengembangan wisata. Saat ini tidak ada obyek maupun atraksi wisata yang ada di dalam Kebun Anggrek sehingga tidak ada kegiatan wisata di dalamnya. Kegiatan di dalam tapak hanya berupa pembibitan anggrek. Keberadaan anggrek dengan kegiatan pembibitan yang saat ini sedang berjalan di dalam kebun merupakan potensi wisata yang dapat dikembangkan. Anggrek berpotensi untuk menjadi obyek interpretasi dan obyek keindahan. Selain itu, kegiatan pembibitan anggrek dapat menjadi atraksi wisata yang dapat menarik minat pengunjung. Konsep dasar perencanaan lanskap yang akan dikembangkan pada tapak adalah wisata Kebun Anggrek yang edukatif dan rekreatif. Aspek edukatif dimaksudkan bahwa Kebun Anggrek memberikan pembelajaran mengenai budidaya dan pengenalan jenis-jenis anggrek bagi pengunjung. Aspek rekreatif bertujuan agar pengunjung mendapatkan penyegaran tubuh dan pikiran kembali setelah berkunjung ke Kebun Anggrek melalui keindahan koleksi anggrek yang tersaji di dalamnya dan kegiatan budidaya yang dapat menjadi terapi bagi pengunjung. Konsep dan tiga potensi area hasil analisis dikembangkan sehingga menghasilkan rencana lanskap wisata kebun anggrek. Rencana lanskap wisata kebun anggrek ini terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas, dan rencana fasilitas. Ruang wisata utama dibagi menjadi ruang wisata budidaya anggrek, ruang wisata hutan anggrek, ruang wisata anggrek dalam paranet, ruang wisata anggrek gantung, serta ruang wisata dalam bentuk
95
taman anggrek dengan gaya eropa dan jepang.. Selain itu untuk menunjang keberadaan ruang wisata tersebut, maka dibuat ruang penerimaan dan pelayaanan wisata, kemudian ruang penyangga untuk menjaga kelestarian tapak.
6.2. Saran Kondisi tapak yang berlereng perlu diwaspadai dalam penggunaannya agar tetap terjaga kelestariannya. Area yang sangat curam perlu dikonservasi untuk menjaga tata air tanah dan ketersediaan air tanah. Untuk lebih memberi identitas pada Kebun Anggrek sehingga keberadaannya mudah diketahui dan diingat oleh pengunjung, maka disarankan untuk membuat tagline dan maskot Kebun Anggrek agar mudah dikenal oleh pengunjung. Selain itu, untuk lebih menarik pengunjung yang datang diperlukan promosi dan informasi. Bentuk promosi yang dapat dilakukan seperti melalui pengadaan berbagai program event yang berhubungan dengan anggrek. Bentuk promosi lainnya melalui informasi yang disebar melalui berbagai media informasi seperti media cetak, pamflet, brosur, dan internet dengan website yang dapat diakses dengan mudah oleh pengunjung.
96
DAFTAR PUSTAKA Amdani, S. 2008. Analisis Potensi Obyek Wisata Alam Pantai Di Kabupaten Gunung Kidul. [Skripsi]. Geografi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anggara, A. 2008. Merawat Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya. BAPPEDA. 2009. Fakta Analisa-Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2009-2028. Magelang: Pemerintah Kota Magelang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Booth, K. 1983. Basic Elements For Landscape Architecture Design. Illionis: Waveland Press. Brown, R. D. dan Gillespie, T. J. 1995. Microclimatic Landscape Design Creating Thermal Component and Energy Efficiency. New York: John Wiley and Son, Inc. Damanik, J. W. Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: ANDI. Darmawijaya, M. I. 1990. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Darmono, D. W. 2004. Permasalahan Anggrek dan Solusinya. Jakarta: Penebar Swadaya. Ernawulan, S. Perkembangan Anak Usia Dini. Pendidikan Guru TK. Universitas Pendidikan Indonesia. Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. New York: McGraw Hill Book. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning, Basic, Concept, Cases. Washington: Taylor and Francis. Gunn, C. A. 1997. Vacationscape Developing Tourist Areas. Washington: Taylor and Francis.
97
Heryani, D. 2008. Pra Desain Lanskap Universitas Mathla’ul Anwar sebagai Botanical Garden. [Skripsi]. Arsitektur Lanskap. Institut Pertanian Bogor. Iswanto, H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Jakarta: Agromedia Pustaka Lestari, G. dan Kencana, I. P. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Jakarta: Penebar Swadaya. Nurisjah, S. 2008. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap, IPB. Bogor. Nurisjah, S dan Q. Pramukanto. 2004. Analisis Tapak dan Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Laskap, IPB. Bogor. Nurisjah, S. dan Q. Pramukanto. 2007. Perencanaan Lanskap (Penuntun Praktikum). Studi Arsitektur Lanskap Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Pamulardi, B. 2006. Pengembangan Agrowisata Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Desa Wisata Tingkir, Salatiga). [Tesis]. Program Studi Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro Semarang. Sabran, M. 2003. Eksplorasi dan karakterisasi Tanaman Anggrek di Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah 9 (1). Simonds, J. O. dan Barry W. S. 2006. Landscape Architecture: A Manual of Environment Planning and Design. New York: McGraw-Hill Book Co. Suryanto, E. 2010. Anggrek Hybrid Hasil Persilangan Dua Jenis Anggrek. http://www.wawaorchid.com [21 April 2011]. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: ANDI. Widiastoety, D. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong. Jurnal Litbang Pertanian 29 (3). Yoeti, O. A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Angkasa.
98
LAMPIRAN
99
Lampiran 1 Daftar Harga Tiket Obyek/Atraksi Wisata di TKL Sumber: Brosur TKL No 1.
Obyek/Atraksi Wisata Anjungan Dirgantara
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jet Coaster Becak Air Becak Mini Bianglala Bemo Tuk-tuk Dokar Bermesin Kereta Air Kereta Mini Kolam Renang Komidi Putar Komidi Layang Kuda Mini Taman Lalu Lintas
Harga Tiket (Rp) 5.000 3.000 3.000 3.000 3.000 5.000 5.000 3.000 3.000 4.000 3.000 3.000 3.000 3.000
Keterangan Berupa badan pesawat terbang
Untuk anak-anak Kapasitas 16 orang
Kapasitas 25 orang
Lampiran 2 Jumlah Pengunjung TKL Tahun 2007-2011 No.
Jumlah Pengunjung (Orang)
Bulan 2007
2008
2009
2010
1
Januari
79.114
79.179
88.458
77.391
2
Februari
27.805
33.380
28.111
28.779
3
Maret
38.942
55.268
51.788
33.512
4
April
39.887
44.830
45.420
47.814
5
Mei
81.228
103.378
127.586
106.351
6
Juni
181.789
193.864
206.294
150.298
7
Juli
93.418
87.712
87.104
61.604
8
Agustus
48.543
54.640
35.566
15.572
9
September
26.521
4.777
118.246
89.497
10
Oktober
145.769
147.169
60.310
34.991
11
November
42.656
38.072
43.708
5.095
12
Desember
59.113
66.016
67.393
33.935
Jumlah 864.785 908.285 959.984 Sumber: Bagian Operasional PDOW TKL per Februari 2011
684.839
2011 44.374
44.374
100
Lampiran 3 Kuisioner pengunjung DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR KUISIONER PENGUNJUNG TAMAN KYAI LANGGENG
Tanggal Pengambilan:…………………………………… Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera, Saya Kasliyanti Islamiah, mahasiswi IPB jurusan Arsitektur Lanskap mengharapkan kesediaan Bapak/ Ibu/ Kakak/ Adik untuk mengisi kuisioner penelitian saya dengan judul Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Agro Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah. Terima kasih atas kesediaannya KUISIONER PENGUNJUNG I. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG 1. Nama :....................................................................... 2. Umur : ................................................................... 2. Jenis Kelamin : ..................................................... 3. Daerah Asal :............................................... 5. Apakah pendidikan terakhir anda? a. Sekolah Dasar (SD) b. Sekolah Menengah Pertama (SMP) c. Sekolah Menengah Atas (SMA) d. Perguruan Tinggi (PT) 6. Apakah profesi/pekerjaan anda saat ini? a. Pelajar b. Mahasiswa c. Pegawai (Negeri/ Swasta) d. Wiraswasta e.Lainnya (sebutkan)................................................. 7. Transportasi yang digunakan ke Taman Kyai Langgeng adalah a. Kendaraan umum b. Kendaraan pribadi (mobil) c. Kendaraan pribadi (motor) d. Berjalan kaki II. TUJUAN DAN POLA KUNJUNGAN 1. Seberapa sering Anda mengunjungi Taman Kyai Langgeng? a. Baru kali ini c. 2-4 x setahun b. 1 x setahun d. > 4 x setahun 2. Berapa lama Anda melakukan kunjungan ke Taman Kyai Langgeng? a. 1 hari d. 1 minggu b. 2 hari e. Lainnya c. 3 hari (sebutkan)………. 3. Bersama siapakah Anda berkunjung ke kawasan Taman Kyai Langgeng? a. Sendiri c. Keluarga b.Teman/Berkelompok d.Lainnya (sebutkan).............. 4. Apakah tujuan utama Anda berkunjung ke Taman Kyai Langgeng? a. Bermain wahana (anjungan dirgantara, bianglala, komedi putar, kuda mini, taman lalu lintas, dll) b.Berjalan-jalan menikmati suasana dan pemandangan Taman Kyai Langgeng c. Kegiatan penelitian d. Study tour/ fieldtrip e. Lainnya (sebutkan)............................................. 5. Apakah kegiatan yang paling Anda sukai di kawasan Taman Kyai Langgeng? a. Bermain wahana b. Melihat dan menikmati suasana/pemandangan alam c. Membaca di Desa Buku d. Melihat dan mengamati tumbuhan e. Lainnya (sebutkan)....................................... 6. Menurut Anda, bagian mana yang menjadi daya tarik utama dari Taman Kyai Langgeng? a. Wahana permainan
101
b. Desa buku c. Koleksi tanaman langka d. Pemandangan alam e. Lainnya (sebutkan).............................................. III. PENILAIAN PENGUNJUNG 1. Apakah Anda tertarik dengan keragaman jenis tanaman yang ada di Taman Kyai Langgeng? (Ya/ Tidak) 2. Jika terdapat Kebun Anggrek di Taman KyaiLanggeng, apakah Anda akan mengunjunginya? (Ya/ Tidak/ Raguragu) 3. Tahukah Anda bahwa Taman Kyai Langgeng memiliki Kebun Anggrek? (Ya/ Tidak) 4. Jika Kebun Anggrek akan dikembangkan, fasilitas penunjang apa yang harus disediakan? Berikan urutan berdasarkan prioritas! Fasilitas Ranking Tempat duduk-duduk ………… Tempat Sampah ………… Pusat Informasi Wisata ………… Jalur Jalan ………… Toilet ………… Tempat Ibadah ………… Papan Penunjuk Arah ………… Papan Informasi ………… Tenpat Makan ………… Pos Keamanan ………… Kios Penjualan ………… Lainnya (sebutkan) ………… 5. Apakah harapan/ saran Anda terhadap pengembangan Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng?................................................................................................................................................................................. ........................................................................................................................................................