0|Page
1
Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia
Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh secara meluas di seluruh dunia, mulai dari Eropa hingga Asia, dengan tujuan perbudakan hingga eksploitasi seksual. International Organization for Migration (IOM) mencatat pada April 2006 saja jumlah kasus perdagangan manusia di Indonesia mencapai 1.022 kasus, dengan rinciannya: 88,6 persen korbannya adalah perempuan, 52 persen dieksploitasi sebagai pekerja rumah tangga, dan 17,1 persen dipaksa melacur.1 Seiring dengan perkembangan zaman sejak pertama kalinya tindak pidana perdagangan manusia muncul ratusan tahun lalu, tujuan dan modus operandi daripada tindak pidana perdagangan orang telah mengalami evolusi. Secara garis besar tujuan daripada tindak pidana perdagangan manusia yang telah melanggar Hak Asasi Manusia dapat dibagi ke dalam 4 kategori besar, yaitu dengan tujuan eksploitasi seksual, perkawinan paksa, pemaksaan kerja, dan pencurian organ. Mayoritas korban dari perdagangan orang adalah wanita dan anakanak. Dewasa ini telah banyak upaya-upaya dalam melakukan pencegahan tindak pidana perdagangan orang di seluruh dunia, akan tetapi seluruh upaya tersebut sampai saat ini belum juga menunjukkan hasil yang nyata. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, definisi dari Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Definisi perdagangan orang memiliki 3 unsur sebagai berikut:
1
http://www.bkkbn.go.id
2
1. Perbuatan perdagangan orang meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. 2. Cara dari perdagangan orang meliputi ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat. 3. Tujuan dari perdagangan orang adalah eksploitasi yang meliputi, sedikitnya, eksploitasi dalam bentuk eksploitasi seksual, kerja paksa atau perbudakan, dan pencurian organ. Modus perdagangan orang yang berlangsung selama ini sangat beragam. Beberapa modus yang selama ini lazim dan umum terjadi antara lain dengan iming-iming menjadi pengantin pesanan dengan pasangan Warga Negara Asing, duta seni negara, adopsi anak, lowongan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga domestik maupun izin keimigrasian. Seringkali modus perdagangan orang mengabaikan nilai dan norma yang patut dalam masyarakat dan menciderai harkat dan hak asasi manusia. Bahkan secara ekstrim terdapat suatu variasi modus perdagangan orang yang terbaru yang menyasar anak jalanan sebagai komoditas seks dan perdagangan organ tubuh manusia. Korban daripada perdagangan orang yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak patut mendapat perhatian, sebab sebagian besar korban perdagangan orang mengalami eksploitasi seksual. Pada umumnya modus operandi dari tindak pidana perdagangan orang dengan korban perempuan dan anak dalam tujuan eksploitasi seksual adalah sebagai berikut: (1) perekrutan calon pekerja wanita 16-25 tahun; (2) dijanjikan bekerja di restoran, salon kecantikan, karyawan hotel, pabrik dengan gaji yang cukup tinggi di luar negeri; (3) identitas si calon pekerja dipalsukan; (4) biaya administrasi, transportasi, dan akomodasi ditipu oleh pihak agen; (5) tanpa ada calling visa atau working permit atau menggunakan visa kunjungan singkat si calon korban diberangkatkan keluar negeri; (6) pemutusan komunikasi; dan (7) korban pada akhirnya dijual, disekap, dan dipekerjakan sebagai pekerja seks atau beragam bentuk eksploitasi seksual lainnya, sering kali tidak menutup kemungkinan korban juga mengalami bentuk eksploitasi lainnya seperti perbudakan, kerja paksa, atau perdagangan organ.2 Korban perdagangan orang yang sebagian besar dieksploitasi secara seksual dengan dimanfaatkan menjadi tenaga kerja seks di berbagai negara sangatlah memprihatinkan. Bahkan menurut data yang ada, fenomena pekerja seks komersial asal Indonesia yang merupakan korban 2
http://www.tempo.co.id/2012/02/09/382918/
3
perdagangan orang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) tercatat sepanjang tahun 2005 saja ada 700 perempuan Indonesia telah dijadikan budak seks di berbagai negara.3 Semakin meluasnya praktik perdagangan manusia merupakan masalah yang serius, sebab berbagai dampak yang serius terhadap fisik dan kejiwaan juga kesehatan mengancam korban perdagangan orang. Berikut ini adalah beberapa peraturan dalam system hukum positif dan peraturan perundang-undangan Indonesia yang sudah mengatur soal upaya penanggulangan perdagangan orang: 1. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3, 4, 20, 65. 4. Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, 5. Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 Tentang Ratifikasi ILO Convention No 182 Concerning The Prohibition And Immediate Action For The Elimination Of The Worst Forms Of Child Labour. Meskipun telah ada peraturan-peraturan yang telah jelas melarang tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana tersebut masih saja terus berlangsung, pemerintah tidak dapat dituding sebagai faktor satu-satunya yang menyebabkan praktik ini tetap berlangsung. Sebab bagaimanapun terdapat berbagai factor lain yang turut memelihara keberlangsungan praktik gelap ini. Baik dari segi keinginan korban untuk memperbaiki keadaan ekonomi, lemahnya pengawasan dan kontrol sosial dari masyarakat, rendahnya pemahaman masyarakat soal modus operansi perdagangan orang dan berbagai faktor lainnya. Berangkat dari posisi pemahaman ini maka selanjutnya kita akan mengupas tentang permasalahan perdagangan orang yang semakin kronis dari hari ke hari dalam diskusi kita kali ini.
3
Sumber dari data Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional.
4
5