PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT (POS), KEADILAN ORGANISASI DAN SELF-MONITORING SEBAGAI PREDIKTOR ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh : Khirzah Nurmala NIM : 1110070000009
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2015M
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ِ ِان وإِيت اء ِ كرِ َوا ْلبَ ْغ ْْ ك َّ إن ُ َّك ْْ لَ َع ُ ُُِي يَع َ ذي ا ْلقُ ْربَى َويَ ْن َهى عَ ِن ا ْلفَ ْحشَاءِ َوا ْل ُم ْن َّ َ َ ِ اَّللَ يَ أ ُْم ُر بِا ْل َع ْد ِل َو ْاْلِ ْح َس . ون َ تَذَكَّ ُر
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. 16 : 90)
Kerja all out, tanamkan semangat, pasti bisa meraih kesuksesan. -Benjamin Franklin-
Dalam mencari pegawai, cari yang mempunyai 3 hal, yaitu : integritas, intelegensia, dan energi. Jika tidak mempunyai yang pertama, dua yang lainnya aan membunuh Anda. -Warren Buffet-
PERSEMBAHAN : Skripsi ini aku persembahkan khusus untuk Mama, Bapak & Adik tercinta, yang telah memberikan semangat moril dan materil hingga skripsi ini terselesaikan.
ABSTRAK A) Fakultas Psikologi B) Januari 2015 C) Khirzah Nurmala D)
Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan SelfMonitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)
E) xiii + 151 halaman + 21 lampiran F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perceived organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkap seberapa jauh pengaruh POS, keadilan organisasi, selfmonitoring dan variabel demografi terhadap OCB. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis regresi berganda pada taraf signifikan 0,05 atau 5%. Sampel berjumlah 210 orang pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang yang ada di gedung III. Sampel diambil dengan teknik non-probability sampling, yakni accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan variabel demografi dengan nilai signifikan sebesar 0,000 atau P < 0,05 terhadap OCB. Jadi, hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak. Hasil uji hipotesis minor yang menguji pengaruh dari 12 IV, hanya ada tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya hanya ada tiga IV yang berpengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu variabel POS, keadilan distributif dan keadilan interpersonal sedangkan variabel keadilan prosedural, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja tidak berpengaruh terhadap OCB. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka disarankan kepada pihak manajemen kepegawaian instansi agar memperhatikan dan meningkatkan POS (dukungan organisasi) dan keadilan organisasi yang ada di instansi guna mendorong pegawai untuk memunculkan perilaku OCB. Dengan demikian, bila pihak instansi ingin melakukan intervensi terhadap peningkatan perilaku OCB pada pegawai, maka dapat diperhatikan dan lebih diutamakan pada variabel keadilan distributif dan keadilan interpersonal dari keadilan organisasi serta POS (dukungan organisasi). G) Bahan bacaan : 81 ; buku : 8 + jurnal : 54 + skripsi : 12 + internet : 7
i
ABSTRACT A) Faculty of Psychology B) January 2015 C) Khirzah Nurmala D) Perceived Organizational Support (POS), Organizational Justice and SelfMonitoring As Predictors of Organizational Citizenship Behavior (OCB) E) xiii + 151 pages + 21 appendix F) This study was conducted to determine the effect of perceived organizational support (POS), organizational justice and self-monitoring to organizational citizenship behavior (OCB). Through this research is expected to reveal how far the effect of POS, organizational justice, selfmonitoring and demographic variables to OCB. This study uses a quantitative approach with the multiple regression analysis method at significance level of 0.05 or 5%. The totaled sample 210 employees of the Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang in building III. Samples were taken with a non-probability sampling technique, namely accidental sampling. The results showed that there was a significant effect from the variable POS, organizational justice, self-monitoring and demographic variables with significant value of 0.000 or P < 0.05 to OCB. Thus, the null hypothesis (Ho) that exist in the major hypothesis in this study was rejected. The results of minor hypothesis test that examines the effect of 12 IV, there are only three null hypothesis (Ho) were rejected, meaning that there are only three IV significant effect to OCB, that is the variable POS, distributive justice and interpersonal justice while variable procedural justice, informational justice, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, age, gender, ethnicity and long work does not affect to OCB. Based on these results, it is suggested to the management of staffing institutions to pay attention and improve to the POS (support organization) and organizational justice in the institutions in order to encourage employees to bring up the OCB. Thus, if the institution want to intervention to increase OCB on employee, it can be noted and preferred in the variable distributive justice and interpersonal justice of organizational justice and POS (support organization). G) Reading materials : 81 ; books : 8 + journals : 54 + minithesis : 12 + internets : 7
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Syukur alhamdulillah penulis munajatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat segala kuasa dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan SelfMonitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB).” Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. serta pengikutnya sampai akhir zaman. Terselasaikannya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam memberikan bimbingan, masukan dan arahan. Oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Wadek bagian administrasi dan umum Bapak Ikhwan Luthfi, M.Psi, Wadek bagian akademik Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, S.Ag.,M.Si dan Wadek bagian kemahasiswaan Ibu Dra. Diana Mutiah, M.Si, yang tiada hentinya berusaha menciptakan lulusan-lulusan Psikologi yang semakin baik dan berkualitas. 2. Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya memberikan bimbingan, mengarahkan dan memberikan saran serta ide dalam penyusunan skripsi ini. Terima iii
kasih atas segala masukan, ide, pengetahuan serta wawasan yang telah diberikan selama proses pengerjaan skripsi. 3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi selaku pembimbing akademik yang selama empat tahun ini telah memberikan motivasi akademik. 4. Seluruh dosen fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengetahuan baru seputar Psikologi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala atas amal yang telah diberikan. 5. Kedua orangtua tercinta, Bapak H. Nurul Falah dan Ibu Hj. Yayuk Maisaroh. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, perhatian, pengertian, motivasi, dukungan baik moril maupun materil serta doa yang tiada hentinya dalam setiap sujud dan ibadahnya agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini dengan baik. 6. Adik tersayang penulis, Muchamad Noval Abdillah yang senantiasa diharapkan agar dapat membanggakan kedua orangtua, kakak, agama, lingkungan dan negara. Semoga sukses dalam mencapai karir dan sukses dalam segala proses pembelajaran. Terima kasih banyak atas segala motivasi, saran, obrolan, tawa yang terkadang tidak penting hanya untuk menghibur dan menemani penulis menyelesaikan skripsi ini. 7. Para pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur khususnya yang ada di gedung III yang telah membantu mengisi instrumen iv
penelitian yang penulis berikan. Terutama kepala bidang kepegawaian beserta staffnya (Bapak Irvan, Mbak Menik dan segenap jajaran di bidang kepegawaian yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah membantu dan membimbing dalam proses penyelesaian skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat tercinta, Rahmatul Aufa dan Intan Suryani yang juga segera akan bergelar S.Psi, terima kasih banyak untuk segala petualangan si bolang, terima kasih atas kebersamaannya dalam suka dan duka, kebersamaan dalam pembelajaran, kebersamaan dalam keseharian dan semua kebersamaan yang pernah terlewati selama empat tahun ini. 9. Satu orang spesial yang selama empat tahun ini juga tak pernah lelah memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih untuk semua yang telah diberikan baik kesabaran, waktu, dukungan dan pengertiannya demi terselesaikannya skripsi ini. 10. Teman-teman psikologi angkatan 2010 khususnya kelas A, terima kasih banyak atas kebersamaannya dan juga pembelajarannya selama ini. Khususnya Yashika, Sonia, Ais dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih karena telah membantu memberi berbagai pengetahuan. 11. Para staf pegawai bagian perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Bapak Deden yang telah banyak mendengar, membantu dan memberikan motivasi agar terselesaikannya
v
skripsi ini. Terima kasih untuk semua bantuan dalam proses birokrasi dana kemudahan dalam pembelajaran di kampus tercinta ini. 12. Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu per satu, karena dukungan moral, doa, bantuan dan kemudahannya yang telah diberikan untuk membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih sebesar-besarnya yang dapat dihaturkan. Semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas usaha yang telah mereka berikan. Hanya asa dan doa yang penulis munajatkan semoga pihak yang membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mendapatkan ridho dan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih cukup jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.
Jakarta, 05 Januari 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK …………………………………………………………............
i
ABSTRACT ...................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR …………………………………………….............
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...........
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………….............. 1-18 1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………........ 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………............ 1.2.1 Pembatasan masalah……………………………............ 1.2.2 Perumusan masalah…………………………................. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………................. 1.3.1 Tujuan penelitian……………………………................. 1.3.2 Manfaat penelitian…………………………...................
1 14 14 16 16 16
1.3.2.1 Manfaat teoritis................................................... 1.3.2.2 Manfaat praktis................................................... 1.4 Sistematika Penulisan..............……………….........................
17 17 17
16
BAB 2 LANDASAN TEORI ..................................................................... 19-77 2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB)…………………. 2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB)... 2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB)….. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior (OCB)…......................................... 2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB). 2.2 Perceived Organizational Support (POS)…………………….. 2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS)…... 2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS)…. 2.3 Keadilan Organisasi......…………………………..................... vii
19 19 25 30 37 38 38 42 44
2.3.1 Pengertian keadilan organisasi.......………….................. 2.3.2 Dimensi keadilan organisasi ……………………..……. 2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi …………………...…... 2.4 Self-Monitoring……………………………………………….. 2.4.1 Pengertian self-monitoring…………………………....... 2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring……………...………………… 2.4.3 Komponen self-monitoring……………………….......... 2.4.4 Pengukuran self-monitoring…………………………..... 2.5 Kerangka Berpikir…...…………………………………........... 2.6 Hipotesis………………………………………......................... 2.6.1 Hipotesis mayor……………………………………....... 2.6.2 Hipotesis minor………………………………………… BAB 3 METODE PENELITIAN ...…………………................... 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel………….. 3.1.1 Populasi dan sampel……………………………………. 3.1.2 Teknik pengambilan sampel…………………………… 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel………. 3.2.1 Variabel penelitian……………………………………... 3.2.2 Definisi operasional variabel………………………........ 3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data………………….. 3.3.1 Instrumen pengumpulan data…………………………... 3.3.2 Prosedur pengumpulan data……………………………. 3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian…................……...........….. 3.4.1 Uji validitas konstruk variabel OCB.…………………... 3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order........ 3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi altruism.................................................. 3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi conscientiousness................................... 3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi sportsmanship........................................ 3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi courtesy.................................................. 3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic virtue...................................................... 3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order... 3.4.2 Uji validitas konstruk variabel POS….………………… 3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi......... 3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan viii
44 47 55 56 56 60 63 66 68 75 75 75 78-123 78 78 79 79 79 80 82 82 89 90 92 92 92 94 96 97 99 100 103 105 105
distributif.............................................................. 3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan prosedural............................................................. 3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan interpersonal......................................................... 3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan informasional....................................................... 3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring.......……. 3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive self-control........................................................... 3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage presence............................................................... 3.4.4.3 Uji validitas berdasarkan dimensi other directed self-presentation..................................................... 3.5 Teknik Analisis Data………………………………………….. 3.6 Prosedur Penelitian…………………………………………….
107 109 111 112 113 114 116 118 121
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...……………………………................... 124-138 4.1 Gambaran Subjek Penelitian....................................………….. 4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan OCB....................................……….... 4.2 Deskripsi Data...............................................................………. 4.2.1 Deskripsi statistik..............……………………………... 4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian...................…………………. 4.4 Hasil Uji Hipotesis……........…………………………………. 4.4.1 Analisis regresi ganda.....................................…………. 4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV terhadap DV....……........................................................
124 124 126 127 129 131 131 136
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...……........................ 139-151 5.1 Kesimpulan..............................................................………...... 5.2 Diskusi.....................................................................…............... 5.3 Saran........................................................................…………... 5.3.1 Saran teoritis...................................................………….. 5.3.2 Saran praktis...................................................………….. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
139 141 149 149 150
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Ringkasan dimensi-dimensi organizational citizenship behavior 28 (OCB)........................................................................................
Tabel 2.2
Ringaksan faktor-faktor yang mempengaruhi organizational 35 citizenship behavior (OCB).............................................................
Tabel 2.3
Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring.... 61
Tabel 3.1
Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB)............ 83
Tabel 3.2
Blueprint skala perceived organizational support (POS)................. 84
Tabel 3.3
Blueprint skala keadilan organisasi.................................................. 85
Tabel 3.4
Blueprint skala self-monitoring........................................................ 86
Tabel 3.5
Bobot nilai tiap jawaban skala likert................................................. 88
Tabel 3.6
Bobot nilai tiap jawaban skala guttman............................................ 88
Tabel 4.1
Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi 125 dan kaitannya dengan OCB..............................................................
Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian............................................... 127
Tabel 4.3
Norma kategorisasi skor variabel..................................................... 130
Tabel 4.4
Kategorisasi skor variabel................................................................. 130
Tabel 4.5
Summary uji regresi independent variable terhadap dependent 131 variable.............................................................................................
Tabel 4.6
Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap 132 dependent variable (DV)..................................................................
Tabel 4.7
Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent 133 variable (DV)....................................................................................
Tabel 4.8
Proporsi varians masing-masing independent variable (IV)............ 136
x
DAFTAR GAMBAR 74 Gambar 2.1 Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi dan selfmonitoring terhadap OCB.......................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat keterangan penelitian
Lampiran 2
Instrumen penelitian
Lampiran 3
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism
Lampiran 4
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness
Lampiran 5
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship
Lampiran 6
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy
Lampiran 7
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue
Lampiran 8
Gambar path pengujian CFA organizational citizenship behavior (OCB) dengan model second order
Lampiran 9
Tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran variabel organizational citizenship behavior (OCB) 21-item
Lampiran 10
Gambar path pengujian CFA perceived organizational support (POS)
Lampiran 11
Tabel muatan faktor perceived organizational support (POS)
Lampiran 12
Tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran variabel perceived organizational support (POS)
Lampiran 13
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan distributif
Lampiran 14
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan prosedural
Lampiran 15
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan interpersonal xii
Lampiran 16
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan informasional
Lampiran 17
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive selfcontrol
Lampiran 18
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage presence
Lampiran 19
Gambar path pengujian CFA, tabel muatan faktor dan tabel matriks korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed self-presentation
Lampiran 20
Output SPSS
Lampiran 21
Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu instansi, manusia sebagai sumber daya yang merupakan aset terpenting sekaligus berperan sebagai pelaksana dari berbagai aktivitas yang dijalankan oleh instansi. Peran sumber daya manusia dalam sebuah instansi, baik itu instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki kedudukan yang penting bagi keberlangsungan instansi tersebut. Karena betapapun lengkap dan modernnya peralatan kerja yang dimiliki oleh instansi tanpa adanya tenaga manusia maka tidak akan berhasil memproduksi barang atau jasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai instansi. Namun, sumber daya tersebut tidak akan memberikan kontribusi yang optimal apabila kinerja yang dimiliki oleh pegawai rendah. Dalam hal ini, pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah biasa disebut dengan pegawai negeri sipil (PNS). Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian menyebutkan bahwa “pegawai negeri sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (WikiPNS, 2014).
1
2
Di Indonesia beberapa tahun belakangan ini, kinerja PNS acap kali mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Bahkan, berbagai media massa hampir setiap hari memberitakan tentang buruknya kinerja PNS. Pasalnya, PNS dinilai kurang produktif, berdisiplin rendah, etos kerja rendah, kental dengan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta berkepribadian kurang baik dan inilah yang kerap menjadi bahan laporan kepada pemerintah tentang buruknya kinerja para pelayan masyarakat tersebut. Hal ini tentu membuat miris, pasalnya sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010, seharusnya PNS sebagai aparatur negara harus dapat bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan bersikap profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaran tugas negara dan pembangunan (Susanto, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004, menurut mantan menteri negara pendayagunaan aparatur negara (Menpan) Faisal Tamim, sekitar 60% PNS tidak cukup profesional, tidak disiplin dan tidak produktif. Fenomena ini jelas memprihatinkan dan hal ini juga mengidentifikasi bahwa sikap dan budaya kerja dikalangan PNS belum tumbuh menjadi kesadaran kolektif (Syaikhu, 2008). Sedangkan menurut mantan menteri negara pendayagunaan aparatur negara (Menpan) Azwar Abubakar, berdasarkan data hingga desember 2011, jumlah pegawai negeri di Indonesia sebanyak 4.572.114 orang dan berdasarkan penilaian kementerian hanya didapatkan 50% dari jumlah pegawai negeri di Indonesia yang kinerjanya tidak bisa diandalkan. Hal ini disebabkan oleh penyebaran pegawai negeri yang tidak merata dan kompetensinya tidak sesuai dengan jenis pekerjaannya. Kondisi ini dapat berakibat kepada buruknya pelayanan pegawai
3
negeri terhadap masyarakat, sehingga akan mengganggu proses birokrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Permasalahan kinerja pegawai negeri ini tentunya harus segera ditindaklanjuti baik oleh pemerintah maupun instansi yang bersangkutan, agar kinerja pegawai negeri menjadi lebih baik (Rusdiana, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang ditemukan adanya PNS yang datang terlambat bahkan sampai bolos di jam kerja, saat jam kerja ada beberapa PNS yang berbincang-bincang dengan santai yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan bahkan ada pegawai yang bermain game disela jam kerjanya. Pernyataan yang muncul dari hasil wawancara dengan salah satu pegawai BKN pun mendukung hasil pengamatan yang telah dilakukan bahwa tidak sedikit pegawai yang berpendapat bahwa rajin tidak rajinnya PNS dalam bekerja tidak akan berpengaruh terhadap gaji yang diterima karena gaji PNS telah ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, dijelaskan juga bahwa masing-masing pegawai memiliki job description yang berbeda-beda walaupun berada dalam satu unit kerja yang sama sehingga membuat pegawai hanya bisa mengerjakan tugas sesuai job descriptionnya saja. Diakuinya bahwa kebanyakan pegawai hanya paham dengan tugasnya saja. Jadi, ketika tugasnya selesai lebih awal atau selesai saat masih jam kerja, bisa dikatakan pegawai memiliki waktu luang dan terkesan menganggur. Biasanya waktu luang inilah yang digunakan untuk ngobrol, main game atau bahkan keluar kantor di jam kerja (Wibowo, A. Komunikasi Pribadi, 2014).
4
Namun demikian, bukan berarti PNS tidak memiliki potensi. Saat ini justru banyak PNS yang potensial namun kurang kesempatan untuk diberdayakan. Selain itu, kemampuan atau potensi yang dimiliki PNS sangat bergantung kepada atasan masing-masing unit kerja. Jika atasan disetiap unit kerja cerdas mengambil kebijakan dalam pemberdayaan bawahannya, maka ada kesempatan PNS untuk bekerja sesuai potensi yang dimilikinya. Sosok PNS dengan kompetensi yang diindikasikan dari sikap dan perilaku baik terhadap pekerjaan maupun negara, profesional bahkan sadar akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelayan publik saat ini sudah terhapuskan sehingga banyak muncul stigma buruk ketimbang stigma baik tentang PNS (Wijaya, 2014). Di era sekarang ini sangat dibutuhkan pegawai-pegawai yang berkompeten sehingga dapat memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Pelayanan yang optimal akan terjadi apabila sumber daya manusia yang berada di instansi pemerintah berkualitas dan berkompetensi tinggi, namun tidak cukup hanya berkualitas dan berkompetensi tinggi saja tetapi juga dibutuhkan orang-orang yang mampu melakukan tugas diluar tugas yang seharusnya dilakukan untuk instansinya tanpa menuntut imbalan apapun. Perilaku pegawai seperti ini yang disebut dengan organizational citizenship behavior (OCB). OCB merujuk pada perilaku yang tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi meningkatkan efektivitas organisasi. Dengan kata lain, perilaku ini tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja pegawai sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak akan diberikan hukuman (Purba & Seniati, 2004).
5
Berbagai pendapat yang muncul mengemukakan tentang pentingnya perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi job description yang ada antara lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins (dalam Rangkuti, 2012), yaitu organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan bersedia memberikan kinerja yang melebihi harapan organisasi yang disebut dengan perilaku extra-role. Perilaku extra-role dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior (OCB). Sedangkan menurut Prihatsanti dan Dewi (2010), kunci keberhasilan organisasi adalah bagaimana anggota organisasi dapat memberikan kontribusi positif pada perencanaan dan juga implementasi tugas-tugas dalam pencapaian tujuan organisasi. OCB merupakan suatu perilaku positif individu sebagai anggota organisasi dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja dan memberikan kontribusi pada organisasi lebih daripada apa yang dituntut secara formal dalam organisasi. Dengan kata lain, OCB ini memiliki peran penting untuk keberhasilan organisasi. Dari sinilah muncul banyak penelitian-penelitian tentang OCB. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Smith, Bateman dan Organ (dalam Jahangir, Akbar & Haq, 2004). Mereka melakukan suatu penelitian yang menyelidiki tentang penyebab-penyebab terjadinya perilaku OCB dan mereka mengungkapkan bahwa kepuasan kerja merupakan prediktor utama terhadap munculnya OCB (Organ dalam Jahangir et.al., 2004).
6
Selain kepuasan kerja, ada juga faktor-faktor lain yang telah diteliti oleh beberapa ahli yang dapat meningkatkan perilaku OCB karyawan di tempat kerja seperti perceived organizational support (Wijaya, 2014), komitmen organisasi (William & Anderson, 1991), persepsi peran (Podsakoff et.al., 2000), keadilan organisasi (Rego & Cunha, 2006), self-monitoring (Rangkuti, 2012), penempatan individu (Organ & Ryan, 1995) serta umur karyawan (Jahangir et. al., 2004). Seiring perkembangannya, beberapa penelitian tentang OCB juga sudah mulai banyak dilakukan di Indonesia yang dihubungkan dengan variabel yang berbeda-beda, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012), yang meneliti tentang pengaruh perceived organizational support (POS) dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Baru-baru ini juga telah ada penelitian tentang OCB karyawan yang dikaitkan dengan variabel keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan transformasional (Arwan, 2012), self-monitoring (Rangkuti, 2012) serta tipe kepribadian, komitmen organisasi dan faktor demografi (Aminah, 2013). Hasil dari penelitian terdahulu yang telah disebutkan menunjukkan hasil yang signifikan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari perceived organizational support (POS) dan komitmen organisasi terhadap OCB. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shore dan Wayne (1993), Cardona, Lawrence dan Bentler (2004) dan Tennant (2012) menunjukkan bahwa salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB adalah perceived organizational support (POS). Persepsi karyawan yang baik terhadap dukungan
7
organisasi (POS) diduga menumbuhkan perilaku sosial antara individu dengan rekan kerja dan antara individu dengan organisasi, karena rasa peduli organisasi terhadap karyawan inilah yang membuat karyawan merasa harus membalas budi dengan bersikap baik juga terhadap organisasinya. Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi (POS) merupakan prediktor dari OCB. Ketika karyawan merasa bahwa dirinya mendapat dukungan dari organisasinya maka ia akan cenderung memiliki komitmen yang tinggi sehingga menumbuhkan motivasi dalam dirinya. Hal ini menjadikan ia akan terus berkomitmen untuk mensukseskan atau memajukan organisasinya tersebut. Penelitian lainnya dilakukan oleh Cardona, Lawrence dan Bentler (2004). Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan yang positif antara POS dengan OCB yang dimediatori oleh variabel komitmen organisasi normatif (normative commitment). Penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Tennant (2012). Ia menyatakan bahwa POS dan altruism berdampak positif pada OCB jika dimoderasi oleh iklim layanan (service climate). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, salah satu variabel yang berpengaruh terhadap OCB dan perlu untuk diteliti adalah variabel perceived organizational support (POS) atau yang juga dikenal dengan persepsi terhadap dukungan organisasi. Kemudian variabel selanjutnya yang juga dianggap mampu menjadi prediktor OCB, yaitu keadilan organisasi. Berpegang pada literatur penelitian
8
terdahulu,
maka
dapat
dikatakan
bahwa
keadilan
organisasi
mampu
mempengaruhi munculnya OCB pada karyawan. Penelitian terdahulu (seperti Fahr, Podsakoff dan Organ, 1990; Moorman, 1991; Moorman, Niehoff dan Organ, 1993; Organ dan Moorman, 1993) menunjukkan bahwa keadilan organisasi menekankan relevansi kepuasan kerja terhadap OCB, namun muncul penelitian lain yang menyatakan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor OCB yang lebih baik dibandingkan dengan kepuasan kerja (dalam Rego & Cunha, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa jika karyawan melihat hubungan dirinya dengan organisasi adalah suatu keadilan, maka karyawan akan lebih mungkin untuk membalasnya dengan cara yang menguntungkan organisasi. Keadilan organisasi mengacu pada penilaian atas kebenaran moral atau kepantasan sosial di lingkungan kerja (Greenhaus & Gerard, 2006). Penilaian ini dibuat secara subjektif oleh individu berdasarkan pada sejauh mana dirinya merasa pengambilan keputusan yang dialami selama bekerja adalah adil. Pengambilan keputusan yang dialami individu selama bekerja ini mengantarkan pada tiga aspek keadilan organisasi, yaitu : keadilan terhadap hasil keputusan atau keadilan distributif, keadilan terhadap proses-proses yang menyebabkan hasil keputusan atau keadilan prosedural dan keadilan terhadap perlakuan interpersonal yang diterima ketika prosedur dijalankan atau keadilan interaksional (Colquitt, 2001). Keadilan interaksional kemudian dibagi menjadi dua aspek, yaitu keadilan interpersonal yang berperan utama untuk mengubah reaksi terhadap hasil keputusan dan keadilan informasional yang berperan utama
9
dalam mengubah reaksi terhadap prosedur, dalam hal pemberian penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses (Colquitt, Colon, Wesson, Porter & Ng, 2001). Berdasarkan munculnya aspek keadilan organisasi, maka muncul beberapa penelitian yang membuktikan bahwa ada pengaruh dari keadilan organisasi terhadap OCB. Penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang membuktikan asumsi bahwa ada pengaruh keadilan organisasi terhadap OCB dengan melakukan penelitian terhadap karyawan di Portugal. Penelitian tersebut mendukung penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa karyawan akan menunjukkan OCB lebih ketika penilaian mereka tentang keadilan adalah positif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008) pada karyawan di Malaysia. Ia menyatakan bahwa keadilan organisasi (baik keadilan prosedural, distributif maupun interaksional) tidak memiliki pengaruh langsung terhadap OCB. Tetapi keadilan organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap OCB jika dimediatori oleh perceived organizational support dan kepercayaan. Pada perkembangan penelitian selanjutnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Lee, Kim dan Kim (2013) yang menggunakan sampel karyawan dari Industri Nasional Korea menyebutkan bahwa keadilan dalam proses pengambilan keputusan yang dirasakan oleh karyawan atau keadilan prosedural memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB, sementara persepsi keadilan pada jumlah
10
output yang diterima oleh karyawan atau keadilan distributif memiliki pengaruh terhadap OCB melalui parameter leader-member exchange (LMX) tetapi tidak berhubungan secara langsung dengan OCB. Kemudian penelitian yang relatif baru dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) yang menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara dimensi keadilan organisasi (distributif, prosedural dan interaksional sebagai variabel prediktor) dan OCB. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, variabel keadilan organisasi ini juga mampu menjadi prediktor OCB dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini. Selain variabel POS dan keadilan organisasi, ada variabel lain yang juga dianggap mampu menjadi prediktor OCB, yaitu self-monitoring. Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan emosi. Selfmonitoring adalah dasar dari dorongan internal bagi seseorang untuk menunjukkan OCB. Berbagai penelitian berusaha menemukan hal-hal yang berpengaruh terhadap OCB. Self-monitoring
adalah
kecenderungan
mengatur
perilaku
untuk
menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi sosial. Gangestad dan Synder (2000) membagi individu menjadi dua kelompok menurut tingkat selfmonitoringnya, yaitu self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Orang yang memiliki self-monitoring tinggi dapat bekerja dengan baik karena dalam dunia kerja mereka cenderung dituntut untuk bersikap lebih fleksibel dan terbuka dengan keinginan dan harapan orang lain.
11
Dengan kata lain, semakin tinggi self-monitoring seorang karyawan maka semakin besar pula keinginan karyawan tersebut untuk melakukan sesuatu melebihi apa yang menjadi tuntutan pekerjaannya pada saat yang dibutuhkan. Jadi, tingkat self-monitoring seseorang inilah yang kemudian dapat mengarahkan karyawan untuk memunculkan atau tidak memunculkan OCB di instansi tempatnya bekerja (Rangkuti, 2012). Penelitian terkait self-monitoring yang dilakukan oleh Blakely, Andrews dan Fuller (2003) menyatakan bahwa self-monitoring berpengaruh secara signifikan terhadap OCB dengan mengontrol variabel komitmen organisasi, kepuasan kerja,
POS dan karakteristik tugas. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dimensi OCB yang paling menonjol adalah dimensi altruism dalam lingkungan organisasi. Berdasarkan hasil eksperimen terbaru yang dilakukan oleh Ehrhart dan Naumann (2004) yang menyatakan bahwa self-monitoring dapat berpengaruh secara signifikan terhadap OCB seseorang dengan mengontrol variabel normanorma kelompok. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, nampak bahwa variabel self-monitoring juga mampu menjadi prediktor dari OCB dan perlu untuk diteliti dalam penelitian ini bersama dengan variabel POS dan keadilan organisasi. Selain tiga faktor yang telah diuraikan sebelumnya, diduga pula bahwa variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja juga memberi pengaruh terhadap OCB. Variabel-variabel demografi telah diuji dalam
12
beberapa penelitian seperti variabel gender pada penelitian Cohen (2006) dan Morrison (dalam Novliandi, 2006), variabel usia pada penelitian Wagner dan Rush (dalam Jahangir et.al., 2004), suku budaya (Liu dalam Aminah 2013) dan lama bekerja (Greenberg & Baron dalam Rangkuti, 2012). Terkait dengan variabel demografi, diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2006) menunjukkan hasil bahwa peran gender juga mempengaruhi dampak pada komitmen kerja dan OCB seseorang karena karyawan dengan tingkat feminimitas tinggi dapat memberi dampak positif terhadap peran kinerja sedangkan karyawan dengan tingkat maskulinitas tinggi dapat memberi dampak negatif terhadap peran kinerjanya. Adapun perbedaan inilah yang menjadikan adanya perbedaan persepsi OCB antara pria dan wanita. Sedangkan pada perkembangan berikutnya, Wagner dan Rush (dalam Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa perbedaan usia individu mungkin memberikan pandangan yang berbeda mengenai pekerjaan dan pribadinya sebagai suatu hal pokok. Perbedaan yang dimaksud adalah jika seseorang karyawan dengan usia yang lebih muda, lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka terhadap kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan karyawan yang lebih tua usianya cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka terhadap organisasi. Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya perbedaan orientasi terhadap diri dan pekerjaan. Terkait dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Blakely et.al., (2003), Cohen (2006) dan Leon dan Finkelstein (2011) yang menyebutkan
13
bahwa sampel yang digunakan pada penelitian mereka adalah karyawan yang sudah memiliki pengetahuan terkait dengan organisasi atau perilaku kerja di perusahaan. Sedangkan penelitian terdahulu lainnya yang dilakukan oleh Kwantes, Karamb, Kuo dan Towson (2008) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan sampel mahasiswa dapat memberikan hasil penelitian yang kurang relevan atau bahkan tidak valid, karena mahasiswa dianggap kurang memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang perilaku kerja dalam perusahaan. Oleh karena itu, agar hasilnya dapat sesuai dengan tujuan dari penelitian itu sendiri maka akan digunakan sampel pegawai sebuah instansi pemerintah yang bergerak di bidang kepegawaian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas dan pentingnya OCB pegawai dalam instansinya, serta belum nampaknya penelitian yang menghubungkan antara variabel POS, keadilan organisasi dan selfmonitoring dalam mempengaruhi OCB, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul “Perceived Organizational Support (POS), Keadilan Organisasi dan Self-Monitoring Sebagai Prediktor Organizational Citizenship Behavior (OCB)”. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari variabel prediktor, yaitu perceived organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring
14
terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Adapun batasan tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu : 1. OCB mengacu pada perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara keseluruhan mampu meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman. 2. POS mengacu pada penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. 3. Keadilan organisasi mengacu pada persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural, distribusi maupun interaksional. 4. Self-monitoring mengacu pada kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. 5. Variabel demografi yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari variabel usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja. Dibatasi oleh kategori sebagai
15
berikut : usia (20-27 tahun, 28-35 tahun, 36-43 tahun dan lebih dari 44 tahun) dan lama bekerja (1 tahun, 2-12 tahun, 13-22 tahun dan lebih dari 23 tahun). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan usia, pegawai memiliki tingkat OCB sedang yang mayoritas berada pada usia 28-35 tahun. Sedangkan berdasarkan lama bekerja, pegawai juga memiliki tingkat OCB sedang yang mayoritas berada pada lama bekerja 2-12 tahun. 6. Penelitian ini dilakukan di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berlokasi di jalan Letjen Sutoyo No.12 Cawang, Jakarta Timur 13640. Badan ini merupakan lembaga pemerintahan non-kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian Negara. Penelitian ini dilakukan di BKN dengan asumsi bahwa lingkungan yang keseluruhannya berisikan pegawai negeri sipil (PNS) lebih dapat menggambarkan fenomena PNS yang akan diteliti. 7. Subjek penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di gedung III khususnya karyawan dengan status karyawan PNS dan sudah bekerja minimal satu tahun di perusahaan yang diasumsikan telah mampu beradaptasi dengan lingkungan instansinya dan telah memiliki dorongan dari dirinya untuk bekerja melebihi job description. 1.2.2 Perumusan masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
16
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan POS, keadilan organisasi, selfmonitoring dan variabel demografi terhadap OCB? 2. Seberapa besar pengaruh POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap OCB? 3. Berapa besarkah proporsi varians dari masing-masing variabel POS, keadilan distributif,
keadilan
prosedural,
keadilan
interpersonal,
keadilan
informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap OCB? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan variabel demografi terhadap OCB serta mengetahui besarnya kontribusi POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan variabel demografi terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). 1.3.2 Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1.3.2.1 Manfaat teoritis. Manfaat teoritis dari penelitian ini antara lain : a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan khususnya dalam kajian psikologi industri dan organisasi, memperkuat
17
penelitian dan juga menambah bukti empiris bahwa POS, keadilan organisasi dan self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB. b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukan riset, sehingga memajukan cakrawala dan khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya di bidang ilmu psikologi industri dan organisasi. 1.3.2.2 Manfaat praktis. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pentingnya OCB dan dengan informasi dari hasil penelitian, diharapkan manajemen kepegawaian dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dapat meningkatkan OCB, POS, keadilan organisasi beserta self-monitoring pada pegawainya yang kemudian dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi karyawan dalam mencapai tujuan-tujuan intansi. 1.4 Sistematika Penulisan BAB 1
PENDAHULUAN Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis serta sistematika penulisan.
BAB 2
LANDASAN TEORI Membahas
mengenai
pengertian,
dimensi,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dan pengukuran OCB. Selain itu, membahas pengertian
18
dan pengukuran POS. Kemudian membahas pengertian, dimensi dan pengukuran keadilan organisasi serta membahas pula pengertian, ciriciri, komponen dan pengukuran self-monitoring. Bab ini juga memuat kerangka berpikir dan bagan kerangka berpikir. BAB 3
METODE PENELITIAN Penjelasan pada bab ini berisi tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Dijabarkan pula tentang instrumen dan prosedur pengumpulan data serta uji validitas instrumen penelitian. Selanjutnya, akan dibahas metode analisis data yang digunakan dan prosedur penelitian.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini membahas mengenai hasil penelitian yang menjelaskan tentang gambaran umum dari subjek penelitian, deskripsi data, kategorisasi variabel penelitian dan hasil uji hipotesis.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini berisi penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan, diskusi dan juga saran dari penelitian ini.
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian,
yaitu
organizational
citizenship
behavior
(OCB),
perceived
organizational support (POS), keadilan organisasi dan self-monitoring serta kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. 2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.1.1 Pengertian organizational citizenship behavior (OCB) Dalam bidang perilaku organisasi, sampai saat ini sudah mulai banyak fokus kajian
terhadap
organizational
citizenship
behavior
(OCB).
Konsep
organizational citizenship behavior (OCB) muncul lebih dari dua dekade lalu di bidang perilaku organisasi (Lee, Kim & Kim, 2013). Sejak munculnya konsep OCB di bidang perilaku organisasi, telah ada penelitian yang cukup banyak, yang memunculkan beragam pemahaman dan interpretasi terhadap konsep OCB ini (Borman & Motowidlo, 1997; Bukhari, Ali, Shahzad & Bashir, 2009; Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000). Sebelum konsep ini dikenal sebagai organizational citizenship behavior (OCB), pertama kali konsep ini diperkenalkan oleh Kan dan Katz (dalam Jafari & Bidarian, 2012) sebagai perilaku extra-role. Perilaku extra-role adalah melakukan suatu pekerjaan yang tidak terdapat dalam job description formal karyawan tetapi sangat dihargai jika ditampilkan oleh karyawan karena perilaku ini dapat meningkatkan efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi (Katz dalam Purba 19
20
& Seniati, 2004). Tetapi dalam perusahaan ada juga yang disebut dengan perilaku in-role yaitu melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas yang ada dalam job description (Dyne, Graham & Dienesch dalam Hardi, 2009). Pada
perkembangan
diperkenalkan
oleh
Organ,
berikutnya, Podsakoff
konsep dan
perilaku
MacKenzie
extra-role (2006)
ini
sebagai
"organizational citizenship behavior (OCB)" (Jafari & Bidarian, 2012). Organizational citizenship behavior (OCB) ini berawal dari usulan konstruk yang diajukan oleh Organ dalam upaya untuk memahami “perilaku yang belum diberi nama” yang berperan sebagai representasi yang lebih baik tentang “performance” dalam kontroversi “satisfaction-causes-performance” (Organ dalam Jahangir et.al., 2004). Namun dalam tulisan tersebut Organ tidak menyebutkan mengenai OCB secara eksplisit maupun melakukan studi lebih lanjut mengenai hal tersebut. OCB baru dimunculkan secara eksplisit melalui penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Organ (dalam Jahangir et.al., 2004). Bateman dan Organ (1983) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang berkaitan dengan pekerjaan tambahan yang melebihi tugas dan tanggung jawab di luar pekerjaan pokok mereka. Penelitian OCB telah meluas sejak diperkenalkan hampir dua puluh tahun yang lalu (Bateman & Organ dalam Jahangir et.al., 2004). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Organ (1983), OCB didefinisikan sebagai perilaku individual, sukarela dan tidak diidentifikasi secara
21
langsung dan jelas oleh sistem penghargaan formal serta dapat meningkatkan efektivitas kegiatan organisasi. Hasil dari penelitian inilah yang kemudian memunculkan berbagai penelitian mengenai OCB, yang juga membahas mengenai definisi OCB itu sendiri (Organ, Podsakoff & MacKenzie dalam Asgari, Nojabaee & Arjmand, 2011). Pada tahun 1988, Organ (dalam Podsakoff et.al., 2000) mendefinisikan OCB sebagai : “individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and that in the aggregate promotes the effective functioning of the organization. By discretionary, we mean that the behavior is not an enforceable requirement of the role or the job description, that is, the clearly specifiable terms of the person’s employment contract with the organization; the behavior is rather a matter of personal choice, such that its omission is not generally understood as punishable.” Maksud dari definisi di atas adalah OCB sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman (Purba & Seniati, 2004). Pada perkembangan selanjutnya, Moorman (1991) dan Robbins (2001) menggunakan istilah yang hampir sama dengan Organ (1988) yaitu OCB didefinisikan sebagai : “organizational citizenship behavior is discretionary
22
behavior, that is not part of an employees format job requirement, but that nevertheless promotes that effect functioning of the organization”. Artinya bahwa OCB adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku yang bersifat bebas, bukan termasuk bagian yang berhubungan dengan sistem formal pekerjaan namun semuanya dilakukan untuk memajukan fungsi organisasi. Kemudian muncul definisi OCB dari Organ et.al., (2006) dengan mempersingkat definisi yang dibuat Organ (1988) sebelumnya. Menurut Organ et.al., (2006 : 3) OCB didefinisikan sebagai konsep berikut : “organizational citizenship behavior (OCB) is individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in the aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization.” Maksud dari kata “discretionary” di atas adalah perilaku sukarela tertentu dalam konteks tertentu yang bukan merupakan persyaratan mutlak dari job description. Definisi OCB di atas juga menghendaki bahwa OCB adalah “not directly or explicitly recognized by the formal reward system” yaitu perilaku tersebut tidak berkaitan secara langsung atau secara eksplisit dengan sistem imbalan formal. Dimana imbalan tersebut tidak dijamin secara kontrak oleh kebijakan dan prosedur formal (Organ et.al., 2006 : 8). Selain itu OCB juga mensyaratkan “in the aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization”, yaitu secara keseluruhan dapat meningkatkan fungsi efisiensi dan efektivitas di dalam organisasi (Organ et.al., 2006 : 9). “In the aggregate” di sini mengacu pada orang secara personal dan juga
23
semua orang dalam kelompok, departemen atau organisasi (Organ et.al., 2006 : 10). Sedangkan Dyne et.al., (dalam Jahangir et.al., 2004) juga mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau perilaku yang dimaksudkan untuk menguntungkan organisasi karena dilakukan secara sukarela dan melampaui harapan dari peran yang ada. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Jacqueline, Kessler dan Purcell (dalam Bukhari et.al, 2009) yang menyatakan bahwa OCB adalah perilaku extra-role, yakni suatu perilaku yang tidak dibutuhkan secara resmi di organisasi dan pada prakteknya hanya bergantung pada kesediaan karyawan sebagai konsekuensi dalam lingkungan organisasi. OCB secara khusus mengacu pada perilaku yang memiliki dampak positif terhadap organisasi atau anggotanya (Poncheri dalam Bukhari et.al., 2009). Selain itu, OCB juga merupakan perilaku yang mempertinggi nilai dan pemeliharaan sosial serta lingkungan psikologi yang mendukung hasil pekerjaan (Ehrhat dalam Triyanto & Santosa, 2009). Greenberg dan Baron (2003) mengatakan bahwa OCB merupakan perilaku informal, dimana seorang karyawan melakukan sesuatu di luar aturan formal sesuai dengan harapan perusahaan sebagai bentuk kontribusi terhadap kesejahteraan organisasi juga hal-hal yang terkait di dalamnya. Dengan kata lain, OCB merupakan perilaku inisiatif dari karyawan, dimana perilaku tersebut tidak tertera dalam aturan yang telah ditetapkan dalam perusahaan.
24
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koys (dalam Perdana, 2011) menyatakan bahwa hal terpenting yang terdapat dalam perilaku OCB adalah adanya suatu pengaruh besar dalam hal keuntungan namun tidak pada kepuasan pelanggan. Sedangkan menurut Aquino dan Bommer (dalam Lo & Ramayah, 2009), mereka menemukan bahwa OCB dapat meningkatkan daya tarik sosial dalam suatu unit kerja. Seperti OCB yang umumnya diberi label sebagai perilaku yang positif, mereka menunjukkan bahwa OCB mungkin lebih membuat daya tarik sosial mereka lebih mungkin untuk dihargai sebagai teman atau mitra. Literatur di masa lalu telah mengidentifikasi dua pendekatan utama yang dikenal sebagai "in-role" dan "extra-role" dalam mendefinisikan konsep OCB. Extra-role berarti kontribusi masing-masing individu di tempat kerja yang melampaui persyaratan peran tertentu dan tidak diakui oleh sistem reward. Sedangkan in-role berarti melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan tugas yang ada dalam job description. (Dyne et.al. dalam Hardi, 2009). Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengertian dari OCB sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman. Berdasarkan berbagai pengertian tentang OCB yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan definisi atau teori organizational citizenship
25
behavior (OCB) dari Organ (1988). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian dari Organ (1988) telah banyak dijadikan pedoman dalam penelitian terdahulu (seperti : Novliadi, 2006; Arwan, 2012; Sufya, 2012; Prastiwi, 2013; Rangkuti, 2012; Aminah, 2013; Kwantes et.al., 2008), sehingga pengertian dari Organ (1988) ini dianggap memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi. 2.1.2 Dimensi organizational citizenship behavior (OCB) Dari sekian banyak peneliti, diantaranya adalah Podsakoff et.al., (2000) mendapati hampir 30 potensi bentuk perilaku dari OCB yang teridentifikasi dalam literatur namun telah disepakati bahwa dimensi utama dari OCB, yaitu : 1) helping, 2) sportmanship, 3) organizational loyality, 4) organizational compliance, 5) individual initiative, 6) civic vitue, dan 7) self-development. Berbeda dengan Podsakoff et.al., (2000), peneliti lain, yaitu LePine, Erez dan Johnson (2002) mengidentifikasi 40 perilaku yang disebut sebagai OCB. Pendapat yang berbeda juga muncul dari Marshall (dalam Vigoda & Golembiewski, 2001). Ia mengemukakan bahwa secara umum OCB merujuk pada tiga elemen utama, yaitu: kepatuhan (obedience), loyalitas (loyalty) dan partisipasi. Kepatuhan dan loyalitas secara alami merupakan definisi citizenship dalam pengertian yang luas, sehingga esensi dari OCB adalah partisipasi. Dalam partisipasi, perhatian utama ditujukan pada arena nasional (governance), arena komunal (local lives), dan arena organisasional (tempat kerja). Pendapat lain tentang dimensi OCB yang tidak jauh berbeda dengan pendapat Marshall (dalam Vigoda & Golembiewski, 2001) dikemukakan oleh
26
Graham (dalam Bolino, Turnley & Bloodgood, 2002). Ia memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern. Dengan menggunakan perspektif teoritis ini, Graham (dalam Bolino et.al., 2002) mengemukakan tiga bentuk OCB, yaitu : 1. Ketaatan (obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi. 2. Loyalitas (loyalty) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan
kepentingan
pribadi
mereka
untuk
keuntungan
dan
kelangsungan organisasi. 3. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari : a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya: selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan-pertemuan tidak resmi. b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan
organisasi
dengan
memberikan
dukungan
dan
pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi. c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk
27
melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi pengembangan organisasi. Mengembangkan konsep Organ (1988), Podsakoff, MacKenzie, Moorman dan Fetter (1990) mengidentifikasi lima dimensi dari OCB (Organ et.al., 2006 : 251), yaitu : a. Altruism Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari karyawan yang memiliki pengaruh membantu orang lain khususnya yang relevan dengan masalah organisasional (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya kemudian membantu karyawan lain dalam menghadapi pekerjaan yang sulit. b. Conscientiousness Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual dari karyawan yang melampaui persyaratan minimum dari peran organisasi di bidang kehadiran, mematuhi aturan dan peraturan, mengambil jam istirahat dan sebagainya. (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tiba di kantor tepat waktu, memiliki tingkat ketidakhadiran yang rendah dan menahan diri untuk tidak mengambil waktu istirahat tambahan.
28
c. Sportsmanship Yaitu kesediaan karyawan untuk mentoleransi keadaan yang kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh sebagai bentuk usaha untuk mengurangi permasalahan yang timbul karena keluhan mengenai hal-hal yang sepele (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah tidak mengeluh meskipun kondisi pekerjaannya kurang nyaman. d. Courtesy Yaitu bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual yang bertujuan untuk mencegah masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan orang lain (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah mencoba untuk menghindari terjadinya masalah dengan rekan kerja. e. Civic virtue Yaitu perilaku berpartisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap kelangsungan hidup organisasi (Organ et.al., 2006). Contohnya adalah aktif berpartisipasi dalam rapat organisasi. Untuk lebih jelas tentang dimensi OCB dari beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan dimensi-dimensi OCB :
29
Tabel 2.1 Ringkasan dimensi-dimensi OCB No 1.
Nama dan Tahun Marshall (1950)
2.
Podsakoff, MacKenzie, Moorman dan Fetter (1990)
3.
Graham (1991)
4.
Podsakoff, MacKenzie, Paine dan Brachrach (2000)
1. 2. 3.
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dimensi Kepatuhan (obedience) Loyalitas (loyalty) Partisipasi Governance Local Lives Tempat Kerja Altruism conscientiousness Sportsmanship Courtesy Civic Virtue Kepatuhan (obedience) Loyalitas (loyalty) Partisipasi (participation) Partisipasi Sosial Partisipasi Advokasi Partisipasi Fungsional Helping Sportsmanship Organizational Loyality Organizational Compliance Individual Initiative Civic Virtue Self-Development
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing-masing dimensi yang diuraikan oleh para penelitinya. Literatur-literatur OCB di atas mengindikasikan bahwa ada dimensi-dimensi yang berbeda-beda dari OCB tetapi pada dasarnya dari semua dimensi-dimensi tersebut memiliki kesamaan konsep. Dengan kata lain, terjadi pelabelan (penamaan) yang berbedabeda terhadap dimensi yang sama, yang pada gilirannya mengakibatkan penggunaan-penggunaan pengukuran yang tumpang tindih.
30
Dari beberapa dimensi yang terpapar di atas, maka dalam penelitian ini digunakan dimensi yang dikemukakan oleh Podsakoff et.al., (1990) dengan mengembangkan konsep Organ (1988), yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa lima dimensi tersebut lebih bisa menggambarkan karakteristik dari OCB pegawai dan konsisten dengan teori yang telah dikemukakan oleh Organ (1988). 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior (OCB) Dalam studi yang mengintegrasikan tiga teori yang mempengaruhi OCB karyawan, yaitu : teori atribusi, pertukaran sosial dan kepribadian evaluasi diri. Ariani (2008) mengemukakan bahwa motif organisasi dan evaluasi kepribadian diri merupakan faktor inti yang dapat mendorong OCB dari anggota organisasi secara individual. Sampai saat ini, beberapa faktor seperti kepuasan kerja, keadilan, dan dukungan atau kepercayaan dari organisasi dan kepemimpinan adalah faktor yang diusulkan oleh banyak peneliti untuk meningkatkan OCB pegawai. Berikut beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi pegawai untuk berperilaku OCB, yaitu : a. Keadilan organisasi Penilaian karyawan terhadap keadilan berbagai kebijakan atau peraturan perusahan juga akan mempengaruhi perilaku keanggotaan. Penelitian yang dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada pengaruh
31
yang positif antara dimensi keadilan organisasi dengan OCB. Tetapi dari hasil penelitian Jafari dan Bidarian (2012), hanya dimensi keadilan prosedural yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Asgari, Silong, Ahmad dan Sama (2008), dimensi lain dari keadilan organisasi juga dapat mempengaruhi OCB meskipun melalui peran variabel mediator, yaitu variabel POS dan kepercayaan (dalam Arwan, 2012). b. Komitmen organisasi Penelitian yang dilakukan oleh Morrison (dalam Novliandi, 2006) menunjukan bahwa komitmen dapat menyebabkan karyawan mendefinisikan pekerjaannya secara lebih luas dan dengan demikian karyawan yang berkomitmen lebih mungkin untuk menunjukkan apa yang disebut dengan OCB. c. Perceived organizational support (POS) Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rhoades
dan
Eisenberger
(2002)
menunjukkan bahwa persepsi karyawan atas dukungan organisasi dapat mempengaruhi OCB dengan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan dan keinginan untuk membalas budi kepada organisasi, memenuhi kebutuhan sosioemosional karyawan dan meningkatkan kepuasan kerja serta komitmen terhadap organisasi. Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi (perceived organizational support (POS) dapat menjadi faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka
32
didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feedback) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam OCB. d. Kepribadian dan mood (suasana hati) Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya OCB secara individual maupun kelompok. George dan Brief (dalam Novliadi, 2006) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap sedangkan suasana hati merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain. Meskipun suasana hati dipengaruhi oleh kepribadian tetapi suasana hati juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain (Sloat dalam Jayanti, 2009). Menurut Robbins dan Judge (dalam Hendry, 2011), trait kepribadian utama yang terkait dengan perilaku kerja seseorang dibagi menjadi enam, yaitu machiavellianisme, narsisme, self-monitoring, risk taking, kepribadian proaktif dan kepribadian tipe A. Tetapi perilaku karyawan tidak terlepas dari trait
33
kepribadian, seperti yang dijelaskan oleh Robbins dan Judge (dalam Rangkuti, 2012) adalah self-monitoring. Self-monitoring merupakan suatu trait kepribadian seseorang yang melibatkan kemampuan untuk mengatur petunjuk non-verbal dan mengubah tingkah laku individu (Iriani, 2003). Hasil penelitian
dari
Blakely
et.al.,
(2003)
menunjukkan
self-monitoring
berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB adalah perilaku menolong dalam lingkungan organisasi. e. Karakteristik individual karyawan atau anggota organisasi Beberapa variabel demografis diuji untuk melihat hubungannya dengan OCB. Penelitian yang dilakukan Morrison (dalam Novliandi, 2006) menemukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkat OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. Wagner dan Rush (dalam Jahangir et.al., 2004) menyebutkan bahwa perbedaan usia individu mungkin memberikan pandangan mengenai pekerjaan dan pribadinya sebagai suatu hal pokok. Seorang karyawan dengan usia yang lebih muda lebih dapat menyesuaikan kebutuhan mereka terhadap kebutuhan organisasi secara lebih fleksibel. Sedangkan yang lebih tua usianya cenderung akan lebih kaku dalam mengatur kebutuhan mereka terhadap organisasi. Hal ini akan menjadi peran penting pada perbedaan motivasi
34
terhadap OCB dari karyawan dengan usia muda dan karyawan dengan usia lebih tua. Greenberg dan Baron (dalam Rangkuti, 2012) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan gender berpengaruh pada OCB. Masa kerja dapat berfungsi sebagai prediktor OCB karena variabel-variabel tersebut mewakili pengukuran terhadap investasi karyawan di organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa semakin lama orang memiliki pengalaman kerja dalam suatu organisasi, maka akan lebih baik OCB yang mereka tunjukkan. f. Status kerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dyne dan Stamper (2001) ditemukan bahwa terdapat perbedaan intensitas OCB antara karyawan yang bekerja penuh waktu dan paruh waktu. Karyawan yang bekerja penuh waktu memiliki intensitas helping yang tinggi dibanding karyawan paruh waktu. Selain itu, karyawan yang memilih untuk bekerja penuh waktu juga lebih tinggi intensitasnya dibanding karyawan yang memilih bekerja paruh waktu. Untuk lebih jelas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi OCB dari beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi OCB :
35
Tabel 2.2 Ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi OCB No. 1.
2. 3. 4.
Nama dan Tahun Smith, Organ dan Near (1983)
O’Reilly dan Chatman (1986) Morrison (1994) Organ (1988) Niehoff dan Moorman (1993) Farh, Podsakoff dan Organ (1990)
5.
Moorman (1991)
6.
Moorman, Niehoff dan Organ (1993)
7.
Dyne et.al., (1994)
8.
Organ dan Ryan (1995)
9.
Podsakoff et.al., (2000)
10.
Rhoades dan Eisenberger (2002) Shore dan Wayne (1993) Jacqueline dan Shapiro (2002) Robbins dan Judge (2008) Blakely, Andrews dan Fuller (2003) Snyder (1974) Lee, Jeung dan Kim (2010) Morrison (1994) Burton (2003) Jahangir dkk., (2004) Greenberg dan Baron (2000) Jafari dan Bidarian (2012)
11. 12.
13. 14.
Faktor yang mempengaruhi OCB Kepuasan kerja Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi Kepribadian Karakteristik tugas Sikap pada pekerjaan Komitmen organisasi
Sikap pada pekerjaan Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi Karakteristik tugas Gaya kepemimpinan Keadilan dan Keadilan organisasional Sikap pada pekerjaan Kepuasan kerja Persepsi keadilan Karakteristik tugas Kepribadian Karakteristik tugas Status kerja Sikap pada pekerjaan Kepuasan kerja Kepribadian Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi Karakteristik kelompok Organisasi budaya organisasi Persepsi dukungan organisasi Kontrak psikologis Self-monitoring
Keadilan dan Keadilan organisasional Karakteristik individual karyawan
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
36
Berdasarkan tabel di atas, terlihat adanya persamaan dan perbedaan dari masing-masing faktor yang diuraikan oleh para penelitinya. Persamaan dari faktor-faktor yang telah diuraikan di atas adalah keseluruhannya mengindikasikan adanya pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap OCB pegawai di instansinya. Selain itu, literatur-literatur OCB di atas mengindikasikan bahwa ada peneliti yang meneliti faktor yang sama guna membuktikan apakah faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh dengan baik atau tidak terhadap OCB seseorang, tetapi ada juga peneliti yang meneliti faktor berbeda untuk menemukan faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi OCB selain faktor-faktor yang sudah diteliti oleh banyak peneliti. Sedangkan perbedaannya terletak dari cara masing-masing peneliti dalam mengukur faktor-faktor tersebut. Dari beberapa penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi OCB yang telah diuraikan, maka tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB tersebut di atas akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan karena belum banyaknya penelitian-penelitian yang mengaitkan variabel OCB dengan variabel POS, variabel keadilan organisasi dan variabel kepribadian yang salah satu traitnya adalah self-monitoring sehingga dianggap penting untuk meneliti variabel POS, variabel keadilan organisasi dan variabel self-monitoring yang dianggap sebagai prediktor dari munculnya OCB pada pegawai. Ketiga variabel faktorfaktor tersebut diteliti bersamaan dalam satu penelitian sebagai independent variable.
37
2.1.4 Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB) Banyak teori yang membahas dan mengemukakan mengenai OCB dengan teori yang berbeda-beda. Berbeda teori yang dikemukakan tentunya alat ukur yang digunakanpun berbeda. Seperti pada awal pengenalan OCB, skala ukur yang digunakan oleh Bateman dan Organ (1983) adalah skala dengan 30-item pernyataan, di tahun yang sama Organ bersama dengan Smith dan Near kembali mengukur OCB dengan 16-item yang berbeda dan dikelompokkan dalam dua dimensi OCB, yaitu altruism dan generalized compliance. Selanjutnya Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006) melakukan pengukuran pada penelitiannya dengan menggunakan 24-item pernyataan yang terbagi ke dalam lima dimensi OCB, yaitu : altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Tahap perkembangan selanjutnya, peneliti lain yang juga meneliti OCB adalah Dyne et.al., (1994). Ia meneliti OCB dengan menggunakan 34-item dan dikelompokkan dalam lima dimensi yang berbeda, yaitu: loyality, obedience, social participation, advocacy, participation dan function participation. Dalam penelitian ini, digunakan 24-item skala pengukuran dalam bentuk skala likert dari Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter (1990) dengan mengembangkan konsep dari Organ (dalam Organ et.al., 2006). Hal ini didasarkan pada pertimbangan sudah banyak peneliti sebelumnya yang
38
menggunakan skala tersebut, sehingga item-item yang sudah ada sudah tentu telah teruji validitas dan reliabilitasnya. 2.2 Perceived Organizational Support (POS) 2.2.1 Pengertian perceived organizational support (POS) Dalam organisasi, interaksi sosial bisa terjadi dalam konteks individu dengan organisasinya. Terkait dengan itu, konsep dukungan organisasi mencoba untuk menjelaskan interaksi individu dengan organisasi yang secara khusus mempelajari bagaimana organisasi memperlakukan individu-individunya (pegawai). Dukungan organisasi yang sering dikenal dengan istilah “perceived organizational support (POS)” merupakan konsep yang penting dalam literatur perilaku organisasi karena dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan dan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. (Eisenberger, Huntington, Hutchison & Sowa, 1986). Persepsi atas dukungan organisasi akan menumbuhkan tingkat kepercayaan tertentu dari karyawan atas penghargaan yang diberikan organisasi terhadap kontribusi mereka (evaluation of employees’ contribution) dan perhatian organisasi pada kehidupan mereka (care about employees’ well-being). Tingkat kepercayaan karyawan terhadap dukungan organisasi dipengaruhi oleh evaluasi
39
mereka atas pengalaman dan pengamatan tentang cara organisasi memperlakukan karyawan-karyawannya secara umum (Eisenberger et.al., 1986). Menurut Hutchison (1997), dukungan organisasi bisa juga dipandang sebagai komitmen organisasi pada individu. Bila dalam interaksi antara individuorganisasi dikenal dengan istilah komitmen organisasi dari individu pada organisasinya, maka dukungan organisasi berarti sebaliknya, yaitu komitmen organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasi pada karyawan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya berupa rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil. Pendapat lain mengenai pengertian POS muncul dari Randall et.al., (1999). Ia menyatakan bahwa organisasi yang mendukung adalah organisasi yang merasa bangga terhadap pekerja mereka, memberi kompensasi dengan adil, dan mengikuti kebutuhan pekerjanya. Blau (dalam Hutchison, 1997) menyatakan bahwa dukungan organisasional merupakan dasar hubungan pertukaran yang dijelaskan dalam prinsip sosial atau ekonomi. Dua cara utama pertukaran sosial, yaitu: (1) pertukaran menyeluruh (global) antara karyawan dan organisasi dan (2) hubungan antara atasan dan bawahan. Pada perkembangan selanjutnya, muncul Armeli et.al., (dalam Rhoades, Eisenberger & Armeli, 2001) dengan pendapatnya yang tidak jauh berbeda. Ia mengatakan bahwa dukungan organisasi merupakan upaya memberi penghargaan, perhatian dan pengharapan kepada karyawan, dimana dukungan organisasi dapat digunakan untuk melihat pengharapan karyawan bahwa organisasi akan memberi
40
pemahaman yang simpatik dan bantuan material untuk berhubungan dengan situasi stres di tempat kerja atau di rumah yang akan membantu kebutuhan terhadap dukungan emosional. Selanjutnya muncul Rhoades dan Eisenberger (2002) yang mengatakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan kepada karyawannya saat dibutuhkan. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan menyatunya keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka karyawan tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasinya. (Rhoades & Eisenberger, 2002) Rhoades dan Eisenberger (2002) juga mengungkapkan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang di bentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya, interaksi dengan
41
agen organisasinya (misalnya, supervisor) dan persepsi mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka. POS dipengaruhi oleh banyak aspek dari perlakuan organisasi terhadap karyawannya,
sebaliknya
pengaruh
dari
interpretasi
karyawan
terhadap
organisasinya mendasari motivasi karyawan untuk membalas perlakuan tersebut. Hal tersebut mengimplikasikan kemungkinan adanya kesesuaian pada tingkat dukungan yang diharapkan oleh karyawan dari organisasinya di berbagai bentuk dukungan dalam situasi yang berbeda-beda dan dalam artian secara luas. Termasuk di dalamnya adalah interpretasi karyawan terhadap kemungkinan reaksi organisasi terhadap kejadian di masa yang akan datang seperti karyawan sakit, kesalahan yang dilakukan karyawan, kinerja karyawan dan keinginan perusahaan untuk memberi gaji atau imbalan yang sesuai dan membuat pekerjaan karyawan berarti dan menarik bagi diri mereka. Berdasarkan berbagai pengertian yang terpapar, maka dapat disimpulkan bahwa POS atau dukungan organisasi memberikan penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. Dalam penelitian ini, digunakan pengertian POS dari Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) karena teori Eisenberger et.al., (1986) dianggap cukup kuat dan lengkap untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini
42
serta karena sudah banyak peneliti-peneliti sebelumnya (seperti : Shore & Wayne, 1993; Ardianto, 2009; Kamil, 2012; Tennant, 2012) yang menggunakan teori Eisenberger et.al., ini sehingga dianggap bahwa teori Eisenberger et.al., (1986) memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi. Dari banyaknya penelitian terdahulu tentang pengaruh POS terhadap OCB baik yang berperan sebagai variabel kontrol ataupun independent variable, sehingga diduga bahwa variabel POS menarik untuk diteliti kembali dan dijadikan variabel prediktor dari OCB. 2.2.2 Pengukuran perceived organizational support (POS) Berbagai macam penelitian terdahulu yang berhubungan dengan POS dan mengkaitkannya dengan berbagai variabel yang secara empiris berhubungan dengan variabel tersebut. Termasuk di dalamnya adalah OCB (Cardona et.al., 2004),
keadilan
organisasi
(Rego
&
Cunha,
2006),
kepemimpinan
transformasional, interaksi atasan-bawahan bersama variabel-variabel yang telah disebutkan sebelumnya (Asgari, 2008) dan penelitian-penelitian lainnya yang berhubungan dengan POS (Kamil, 2012). Dari banyaknya penelitian tersebut, hampir keseluruhan penelitian yang menggunakan variabel POS atau persepsi dukungan organisasi menggunakan alat ukur survey perceived organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada tahun 1986 (Eisenberger et.al., 1986).
43
Eisenberger et.al., (1986) mengatakan bahwa alat ukur SPOS ini terdiri dari 36-item dengan menggunakan 7 poin skala likert (1 = sangat tidak setuju, 7 = sangat setuju) untuk mengidentifikasi tingkat kesetujuan dari tiap item. Untuk mengontrol kurang imbangnya respon kesepakatan, sebagian dari pernyataan merupakan hal yang positif dan sebagian lagi merupakan pernyataan yang bersifat negatif. Pernyataan dalam alat ukur ini dibuat mengacu pada penilaian evaluatif yang dikaitkan dengan organisasi mencakup kepuasan karyawan sebagai anggota organisasi dan kinerja karyawan, antisipasi karyawan terhadap nilai masa depan, apresiasi terhadap semangat karyawan, pertimbangan terhadap opini dan tujuan karyawan, kepedulian karyawan terhadap pembayaran yang adil, pengembangan organisasi, pemberdayaan talenta karyawan, kepuasan karyawan terhadap pekerjaan dan kepatuhan karyawan. Pernyataan juga mengacu kepada sikap afektif karyawan bahwa organisasi mungkin akan mengambil situasi hipotetik termasuk keinginan untuk membantu masalah pekerjaan, mengganti karyawan dengan karyawan baru yang bersedia dengan gaji rendah, respon terhadap kemungkinan pengaduan karyawan, kesalahan, kinerja yang buruk, kinerja yang berkembang, permintaan perubahan kondisi kerja, permintaan hadiah spesial, keputusan untuk berhenti, kegagalan menyelesaikan
tugas
tepat
waktu,
penyimpangan
kerja
karyawan,
memperkerjakan kembali setelah PHK dan kesempatan untuk mendapatkan promosi (Eisenberger et.al., 1986).
44
Dalam penelitian ini, akan digunakan alat ukur SPOS dengan mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) karena sudah banyak penelitian terdahulu (seperti : Blakely, Andrews & Fuller, 2003; Rhoades & Eisenberger, 2002) yang menggunakan alat ukur ini, sehingga item-item yang sudah ada tentu telah teruji validitas dan reabilitasnya. 2.3 Keadilan Organisasi 2.3.1 Pengertian keadilan organisasi Teori keadilan pertama kali dipopulerkan oleh J. Stacy Adam tahun 1963. Teori ini menganggap bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. (Arwan, 2012). Peran keadilan pada anggaran telah difokuskan pada penelitian akuntansi perilaku, seperti penelitian Lindquist (dalam Arwan, 2012) yang menemukan bahwa suatu organisasi cenderung ingin mempertahankan keadilan dalam proses anggaran. Keadilan telah dinyatakan sebagai cara untuk memecahkan konflik, menyeleksi pegawai, menyelesaikan perselisihan tenaga kerja dan negosisasi gaji (Greenberg, 1987). Konseptualisasi teori keadilan organisasi distimulasi oleh beberapa teoritikus (seperti Homans; Adams; Bercheid & Walster dalam Greenberg, 1987). Para teoritikus ini memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pengujian tentang equity theory mengenai distribusi pembayaran dan imbalan lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan (Greenberg, 1987).
45
Adam (dalam Asgari et.al., 2011) menyatakan bahwa teori persamaan (equity theory) menekankan bahwa individu selalu mengevaluasi dirinya dalam konteks sosial dan membandingkannya dengan orang lain. Perkembangan teori persamaan pada dekade 1960-1970an menyebabkan munculnya berbagai penelitian yang dikenal dengan keadilan dalam organisasi. Konsep mengenai keadilan dan persamaan di lingkungan dan hubungan diantara karyawan dalam organisasi kemudian disebut sebagai keadilan organisasi (Asgari et.al., 2011). Pembahasan mengenai keadilan organisasi pertama muncul dalam penelitian yang dilakukan oleh Greenberg (1987). Greenberg (dalam Colquitt et.al., 2001) menggambarkan keadilan organisasi sebagai suatu upaya untuk menggambarkan dan menjelaskan peran keadilan sebagai bahan pertimbangan di tempat kerja. Greenberg dan Baron (2003) mengemukakan keadilan organisasi sebagai persepsi orang akan keadilan dalam organisasi, mengenai bagaimana keputusan dibuat dalam hal distribusi tentang hasil kerja yang diperoleh (keadilan prosedural) dan keadilan mengenai hasil kerja yang didapat (sebagai studi dalam teori kesetaraan). Greenberg (2005) juga menjelaskan bahwa keadilan organisasi adalah persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi. Gagasan mengenai keadilan organisasi ini berasal dari berbagai persoalan mengenai berbagai hal, mulai dari seberapa banyak bayaran yang didapatkan sampai seberapa baik karyawan diperlakukan oleh atasannya.
46
Pendapat yang tidak jauh berbeda yang diungkapkan oleh Kreitner dan Kinicki (2007) yang menyatakan bahwa keadilan organisasi mencerminkan sejauh mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja. keadilan organisasi juga dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dan jujur (Eloviainio et.al., dalam Malik & Naeem, 2011) dan apakah proses dan hasil yang diperoleh di tempat kerja adalah wajar atau tidak (Hubbel & Assad dalam Malik et.al., 2011). Keadilan organisasi diperlakukan sebagai penilaian subjektif yang dibuat oleh individu atau sekelompok individu (Greenhaus & Gerard, 2006). Dalam hal ini, keadilan adalah konsep yang subjektif dan deskriptif yang menangkapi apa yang individu yakini benar, bukan realitas objektif atau aturan moral yang bersifat menentukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan organisasi adalah evaluasi pribadi mengenai kepuasan etis dan moral dari perilaku manajerial (Cropanzano, Bowen & Gilliland, 2007). Literatur mengenai keadilan organisasi mengemukakan bahwa persepsi karyawan mengenai keadilan pada prosedur, hasil dan hubungan interpersonal dalam organisasi dapat mempengaruhi sikap dan perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan dan bagaimana mereka beraksi terhadap pelaksanaan dari kegiatan organisasi (Greenberg & Tyler dalam Philip, Kumar & Choudhary, 2012). Jafari dan Bidarian (2012) menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara komponen keadilan organisasi (distributif, prosedural dan interaksional sebagai variabel prediktor) dan OCB.
47
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi merupakan persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja baik berkaitan dengan prosedural, distribusi maupun interaksional. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori keadilan organisasi dari Greenberg (2005). Karena teori Greenberg (2005) ini sudah banyak digunakan oleh para peneliti dalam penelitian-penelitian mereka terdahulu sehingga memiliki kredibilitas ilmiah yang tinggi (seperti Arwan, 2012). Dengan melihat hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang keadilan organisasi yang menyatakan bahwa keadilan organisasi dianggap mampu menjadi prediktor dari OCB. Adanya penelitian terkait keadilan organisasi yang menunjukkan bahwa keadilan organisasi adalah prediktor dari OCB yang lebih baik dibandingkan kepuasan kerja (Farh et.al.; Moorman; Moorman et.al.; Organ & Moorman dalam Rego & Cunha, 2006). Sehingga variabel keadilan organisasi akan digunakan sebagai independent variable dalam penelitian ini. 2.3.2 Dimensi keadilan organisasi Awalnya penelitian mengenai keadilan organisasi hanya berfokus pada keadilan mengenai hasil keputusan yang disebut dengan keadilan distributif (Adams; Deutsch; Homans; Leventhal dalam Colquitt, 2001). Kemudian, perkembangan penelitian selanjutnya berfokus kepada bentuk keadilan lainnya, yaitu keadilan terhadap proses yang menyebabkan hasil keputusan atau yang biasa disebut
48
dengan keadilan prosedural (Leventhal; Leventhal, Karuza & Fry; Thibaut & Walker dalam Colquitt, 2001). Penelitian terdahulu mengenai keadilan distributif dan keadilan prosedural telah mendukung konsep dua-faktor bagi keadilan organisasi tersebut (Greenberg dalam Colquitt, 2001). Namun, keberadaan konsep keadilan organisasi dua-faktor tersebut diragukan dengan munculnya faktor baru, yaitu keadilan interaksional yang diperkenalkan oleh Bies dan Moag (dalam Colquitt, 2001). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga bagian keadilan organisasi menurut Greenberg (2005) : 1. Keadilan distributif Greenberg (2005) menyatakan bahwa keadilan distributif adalah bentuk keadilan organisasi yang berfokus pada keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil (seperti gaji, pengakuan dsb). Sebagai contoh, karyawan yang menganggap penilaian formal kinerja yang mereka terima adalah adil sejauh bahwa penilaian ini didasarkan pada tingkatan kinerja mereka yang sebenarnya (Greenberg, 2005). Penelitian terhadap keadilan hasil yang didapat sering dibuat berdasarkan perbandingan antara hasil alokasi yang sebenarnya dengan distribusi ideal yang ditentukan oleh beberapa peraturan alokasi, atau dapat dikatakan bahwa keadilan distributif mencerminkan keadilan yang dirasakan dari bagaimana
49
sumber daya dan penghargaan didistribusikan atau dialokasikan (Kreitner & Kinicki, 2007). Teori keadilan distributif berasal dari equity theory yang diungkapkan oleh Adams (dalam Colquitt et.al., 2001). Adams (dalam Colquitt et.al., 2001) menyatakan bahwa salah satu cara untuk menentukan apakah suatu hasil itu adil adalah dengan menghitung rasio kontribusi atau apa yang individu telah berikan dengan hasil yang didapatkan dan kemudian membandingkan hasilnya dengan hasil orang lain. Keadilan distributif mengacu kepada keadilan yang dirasakan dari pengalokasian sumber daya oleh organisasi, yang mana berfokus kepada hasil (Rego & Cunha, 2006). Keadilan ini berkaitan dengan kenyataan bahwa tidak semua pekerja diperlakukan sama dan alokasi hasil saling dibedakan di tempat kerja (Cropanzano et.al., 2007). Keadilan distributif ada sejauh bahwa alokasi hasil konsisten dengan tujuan dari situasi tertentu, seperti memaksimalkan produktifitas atau meningkatkan kerjasama (Deutsch; Leventhal dalam Colquitt 2001). Keadilan distributif berperan penting bagi karyawan dalam mengevaluasi organisasi (Asgari et.al., 2011). Jika keuntungan yang didapatkan karyawan dari organisasi lebih besar dibandingkan yang karyawan dapatkan dari organisasi lain, maka mereka akan menjadi sangat berkomitmen dan berkewajiban (Asgari et.al., 2011).
50
2. Keadilan prosedural Perhatian mengenai keadilan organisasi tidak hanya kepada berapa banyak hasil yang diterima, tetapi juga kepada proses dimana hasil tersebut ditentukan, yaitu keadilan prosedural (Greenberg, 2005). Dengan kata lain, keadilan prosedural mengacu kepada persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural yang digunakan untuk menentukan hasil yang mereka dapatkan (Greenberg, 2005; Asgari et.al., 2011). Dimana keadilan distributif adalah tentang akhir sedangkan keadilan prosedural adalah tentang sarana menuju hasil yang dihasilkan tersebut. Keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi karyawan bahwa prosedur yang diikuti oleh organisasi dalam menentukan siapa yang mendapatkan keuntungan adalah adil (Folger & Greenberg; Greenberg; Lind & Tyler dalam Arwan, 2012). Keadilan prosedural memiliki fokus utama pada proses dan metode dimana keputusan terhadap hasil dibuat (Ding & Lin; Farmer et.al.; Cropanzo & Greenberg; Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Ini adalah persepsi karyawan mengenai keadilan dalam aturan dan ketentuan yang digunakan untuk membuat keputusan yang akan mengarahkan pada hasil akhir (Ding & Lin; Byrne; Coninck & Bachmann; Greenberg; Elovainio et.al.; Aryee et.al.; Greenberg dalam Malik et.al., 2011). Contoh dari keadilan prosedural adalah tingkat suara seseorang dalam pengambilan keputusan. Dari tiga studi yang dilakukan oleh Leventhal dan rekan-rekannya (Leventhal, 1976; 1980; Leventhal, Karuza & Fry dalam Colquitt et.al., 2001)
51
menyatakan bahwa terdapat enam kriteria prosedur yang harus dipenuhi agar prosedur tersebut dianggap adil. Prosedur harus (a) dapat ditetapkan secara konsisten kepada seluruh karyawan dan sepanjang waktu, (b) bebas dari bias, (c) memastikan bahwa informasi yang akurat dikumpulkan dan digunakan dalam membuat keputusan, (d) memiliki beberapa mekanisne untuk memperbaiki keputusan yang salah atau tidak akurat, (e) sesuai dengan standar etika atau moralitas yang berlaku dan (f) memperhitungkan pendapat dari berbagai kelompok yang terkena dampak keputusan tersebut (Arwan, 2012). Greenberg dan Cropanzano (dalam Greenberg 2005) menyatakan bahwa prosedur yang tidak adil bukan hanya menyebabkan karyawan tidak puas terhadap hasil yang mereka terima (seperti pada keadilan distributif) tetapi juga menyebabkan mereka menolak seluruh sistem yang tidak adil. Sehingga dapat dikatakan bahwa keadilan prosedural mempengaruhi kecenderungan karyawan untuk mengikuti aturan organisasi, karyawan cenderung tidak mengikuti aturan organisasi ketika mereka memiliki alasan untuk percaya bahwa prosedur organisasi pada dasarnya tidak adil. Ketika dibandingkan dengan keadilan distributif, keadilan prosedural cenderung memiliki dampak yang lebih besar pada evaluasi para pengambil keputusan, seperti kepercayaan terhadap atasan, dan institusi sosial, seperti komitmen organisasi (Greenhaus & Gerard, 2006).
52
3. Keadilan interaksional Keadilan interaksional ini mengacu pada cara manajemen atau mereka yang mengatur penghargaan dan sumber daya, bersikap terhadap penerima keadilan dan terutama berhubungan dengan cara manajer memperlakukan bawahan (Rego & Cunha, 2006). Atau dengan kata lain, keadilan interaksional mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan yang berkaitan dengan cara bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain (Greenberg, 2005). Bies dan Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) memperkenalkan aspek terbaru dari keadilan organisasi dengan berfokus pada pentingnya kualitas perlakuan interpersonal yang seseorang dapatkan ketika prosedur dijalankan. Bies dan Moag (dalam Colquitt et.al., 2001) menyebut aspek keadilan ini sebagai keadilan interaksional. Keadilan interaksional dianggap sebagai aspek kunci dalam kondisi di tempat kerja karena berhubungan dengan perlakuan yang adil dan tidak adil (Marti’nez et.al.; Cohen & Spector; Frey dalam Malik et.al., 2011). Bentuk penelitian ini lebih berfokus pada apakah orang tersebut merasa atau tidak merasa diperlakukan dengan adil ketika keputusan diimplementasikan. Keadilan interaksional melibatkan cara keadilan organisasi dikomunikasikan oleh atasan ke bawahan (Pierce & Newstroom dalam Arwan 2012). Keadilan interaksional terdiri dari dua jenis perlakuan (Greenberg; Colquitt; Colquitt et.al.; Greenberg & Lind; Rego et.al.; Blakely et.al. dalam Rego &
53
Cunha, 2006). Pertama, yang disebut dengan keadilan interpersonal yang mengacu pada sejauh mana atasan memperlakukan karyawan dengan rasa hormat dan bermartabat (Rego & Cunha, 2006). Kedua, yang disebut dengan keadilan informasional, berfokus pada penjelasan yang diberikan kepada karyawan mengenai informasi tentang prosedur yang digunakan dan hasil yang didapatkan dari pengambilan keputusan (Rego & Cunha, 2006). Kedua jenis perlakuan interpersonal tersebut terbukti memiliki dampak yang berbeda (Colquitt et.al., 2001). Keadilan interpersonal berperan utama untuk mengubah reaksi terhadap hasil keputusan, karena kepekaan dapat membuat orang merasa lebih baik terhadap hasil yang kurang baik. Sedangkan keadilan informasional berperan utama untuk mengubah reaksi terhadap prosedur, dalam hal pemberian penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses (Colquitt et.al., 2001). Bukti empiris dan teoritis menunjukkan bahwa masing-masing bagian keadilan organisasi meramalkan hasil yang berbeda (Rego & Cunha, 2006). Keadilan distributif dinyatakan berhubungan utama dengan reaksi terhadap hasil tertentu, hal ini dikarenakan distributif cenderung kepada hasil. Sedangkan, keadilan prosedural lebih berpengaruh terhadap organisasi, seperti mempengaruhi besar atau kecilnya komitmen organisasi terhadap OCB. Berbeda dengan keadilan interaksional yang lebih berpengaruh dengan reaksi terhadap atasan atau sesuatu yang secara interaksional tidak adil terhadap dirinya (Rego & Cunha, 2006).
54
Singkatnya, orang mempersepsikan keadilan interaksional ketika mereka memutuskan bagaimana bereaksi terhadap agen pembuat keputusan, contohnya adalah seorang supervisor, sedangkan keadilan prosedural digunakan untuk memutuskan bagaimana bereaksi terhadap sistem pengambilan keputusan, contohnya adalah organisasi (Bies & Moag dalam Colquitt, 2001). Teori yang tidak jauh berbeda, yaitu teori yang diajukan oleh Colquitt et.al., (dalam Arwan, 2012) bahwa aspek dari keadilan organisasi, yaitu : a. Distributive justice (keadilan distributif), yaitu keadilan mengenai alokasi hasil atau imbalan yang diterima oleh anggota organisasi. b. Procedural justice (keadilan prosedural), yaitu keadilan mengenai proses dimana imbalan didistribusikan. c. Interactional justice (keadilan interaksional), yaitu berhubungan dengan bagaimana karyawan diperlakukan dan terkait dengan perasaan karyawan apakah dihargai oleh atasan atau tidak. Dari penjelasan mengenai dimensi-dimensi keadilan organisasi yang terpapar di atas, maka dalam penelitian ini akan digunakan dimensi keadilan organisasi yang dikemukakan oleh Greenberg (dalam Rego & Cunha, 2006), yaitu : keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional.
55
2.3.3 Pengukuran keadilan organisasi Pengukuran keadilan organisasi pada penelitian ini diadaptasi dari skala yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006). Rego dan Cunha (2006) melakukan penelitian terhadap 269 individu yang bekerja pada 37 organisasi di Portugal. Pada penelitian Rego dan Cunha (2006), partisipan diminta untuk melaporkan mengenai persepsi mereka tentang keadilan melalui kuisioner yang dikembangkan oleh peneliti. Kuisioner terdiri dari 31-item yang dikumpulkan melalui literatur dan wawancara. Confirmatory factor analysis (CFA) kemudian dilakukan untuk mengetes nilai fit dari faktor empat model, yaitu : keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Dari hasil uji CFA pada penelitian Rego dan Cunha (2006), maka dihasilkan skala yang terdiri dari 17-item. Dimana 14-item harus di buang karena nilai fit tidak memuaskan. Model 17-item memiliki indeks fit yang memuaskan, yaitu item yang terdapat di skala tersebut memuat faktor yang diwakili. Karena pada teori Greenberg (2005) tidak ada skala pengukuran yang sesuai dengan teori tersebut. Sehingga pada penelitian terdahulu yang menggunakan teori Greenberg (2005) ini selalu menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti lain (seperti Rego & Cunha, 2006). Maka dari itu, pada penelitian ini pun akan digunakan skala ukur 31-item dengan model 17-item yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006).
56
2.4 Self-Monitoring 2.4.1 Pengertian self-monitoring Konsep self-monitoring pertama kali dikemukakan oleh Snyder pada tahun 1972 dalam disertasinya di Universitas Stanford. Self-monitoring merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan impression management atau konsep pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986). Mark Snyder (1974) mengajukan konsep self-monitoring, yang menjelaskan mengenai proses yang dialami dari tiap individu dalam menampilkan impression management dihadapan orang lain. Konsep self-monitoring dikemukakan oleh Snyder (1974) sebagai kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Self-monitoring pada individu berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga dapat terjalin suatu hubungan yang baik (Moningka & Widyarini, 2005). Menurut Snyder dan Gangestad (1986), self-monitoring merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial. Snyder & Cantor (dalam Hendrayanti, 2006) mendefinisikan selfmonitoring sebagai cara individu dalam membuat perencanaan, bertindak dan mengatur keputusan dalam berperilaku terhadap situasi sosial. Hal ini diperkuat
57
dengan pendapat Robbins (1996) yang menyatakan bahwa self-monitoring merupakan suatu ciri kepribadian yang mengukur kemampuan individu untuk menyesuaikan perilakunya pada faktor-faktor situasional luar (Hendrayanti, 2006). Menurut Brehm dan Kassin (1993), self-monitoring adalah kecenderungan untuk merubah perilaku dalam merespon terhadap presentasi diri yang dipusatkan pada situasi. Sedangkan menurut Worchel et.al. (2000), self-monitoring adalah menyesuaikan perilaku terhadap norma-norma situasional dan harapan-harapan dari orang lain. Sementara Brigham (1991) menyatakan self-monitoring merupakan proses dimana individu mengadakan pemantauan (memonitor) terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya (Nadhirin, 2010). Koestner, Bernieri dan Zuckerman (2003) menyatakan self-monitoring sebagai pengaturan perilaku seseorang seseorang berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan sikap dan nilai. Self-monitoring adalah karakteristik kepribadian yang membuat individu tersebut memberikan perhatian penuh pada situasi sosial. Jadi, mereka dapat mengubah perilakunya untuk disesuaikan dengan situasi yang muncul (Rangkuti, 2012). Self-monitoring adalah kemampuan seseorang untuk memantau dirinya untuk berperilaku sesuai dengan situasi (Snyder dalam Rangkuti, 2012). Snyder (dalam Rangkuti, 2012) juga menyatakan bahwa self-monitoring merupakan suatu kemampuan atau kesadaran diri menampilkan dirinya baik perilaku, ekspresi non-
58
verbal serta mengendalikan penampilan emosi sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Dimana self-monitoring bukanlah suatu usulan, tetapi merupakan suatu tingkatan yaitu suatu hal yang secara relatif tinggi dan rendah kaitannya dengan pola ekspresi diri. Snyder
(dalam
Rangkuti,
2012)
mengemukakan
self-monitoring
berhubungan dengan observasi diri dan kontrol diri yang diterima secara sosial. Seseorang yang tinggi dalam monitoring diri akan mau dan mampu tampil ke depan dan dapat melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial. Menurut Baron dan Byrne (dalam Hendrayanti, 2006) self-monitoring merupakan tingkatan individu dalam mengatur perilakunya berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain (self-monitoring tinggi) atau atas dasar faktor internal seperti keyakinan, sikap dan minat (self-monitoring rendah). Self-monitoring tinggi sensitif terhadap persyaratan dari suatu situasi tertentu dan dapat dengan mudah menyesuaikan perilaku mereka sendiri untuk memenuhi situasi tersebut (Snyder & Gangestad, 1986). Self-monitoring tinggi cenderung lebih banyak bergantung pada situasional verbal dan isyarat non-verbal daripada perasaan internal dan sikap untuk menentukan kelayakan perilaku mereka sendiri. Self-monitoring tinggi juga cenderung aktif memantau dan mengatur perilaku mereka sendiri di hadapan orang lain. Sebaliknya, selfmonitoring rendah kurang sensitif terhadap sekitarnya dan kurang peduli dengan dampak dari sikapnya terhadap orang lain dan lebih dipandu oleh perasaan internal mereka dan sikap dari situasional. Self-monitoring rendah cenderung
59
berperilaku sesuai dengan isyarat internal daripada isyarat eksternal (Blakely et.al., 2003). Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan
kesan.
Pengelolaan
emosi
melibatkan
pengaturan
perilaku
diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring merupakan dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang menunjukkan OCB (Krishnan & Arora, 2008). Niehoff dan Moorman (1993) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan positif antara metode monitoring pimpinan terhadap OCB. Pertama, hubungan positif ditemukan antara manager memulai diskusi dan altruism. Kedua, metode pemimpin pengawasan dan keadilan terbaik tercermin pada hubungan positif antara pengamatan keadilan dari semua tiga dimensi (seperti observasi, informal discussion, formal meeting). Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan, penulis dapat menarik kesimpulan mengenai pengertian self-monitoring, yaitu kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan berbagai pengertian tentang self-monitoring yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini akan digunakan pengertian self-monitoring
60
dari Snyder (1974). Hal ini karena pengertian yang dipaparkan oleh Snyder (1974) dianggap cukup kuat untuk dijadikan pedoman dalam penelitian ini. Dengan cukupnya literatur tentang pengaruh self-monitoring terhadap OCB dan karena belum banyaknya penelitian yang meneliti variabel self-monitoring yang dikaitkan dengan OCB sehingga variabel self-monitoring dianggap penting untuk dijadikan independent variable dalam penelitian ini yang akan diteliti bersama dengan variabel prediktor OCB lainnya. 2.4.2 Ciri-ciri self-monitoring Menurut Snyder (1974) ada dua ciri-ciri dari self-monitoring, yaitu : high selfmonitoring dan low self-monitoring. Faktor internal dan faktor eksternal merupakan dua faktor penyebab munculnya kedua bentuk self-monitoring tersebut. Faktor internal seperti nilai, kepercayan, minat dan perasaan menyebabkan seorang individu memiliki self-monitoring yang rendah sebab mereka lebih mengutamakan dirinya dan nilai-nilai yang diyakininya dan kurang memperhatikan situasi sosial di sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan dan situasi sosial di sekitarnya menyebabkan self-monitoring yang tinggi sebab individu cenderung untuk memperhatikan lingkungan sosialnya yang dapat dilihatnya sebagai petunjuk dalam bertingkah laku. a. High self-monitoring Individu yang memiliki self-monitoring yang tinggi menitikberatkan pada apa yang layak secara sosial dan menaruh perhatian pada bagaimana orang berperilaku dalam setting sosial. Mereka menggunakan informasi ini sebagai
61
pedoman bagi tingkah laku mereka. Perilaku mereka lebih ditentukan oleh kecocokan dengan situasi daripada sikap dan perasaan mereka sebenarnya. Mereka pandai dalam merasakan keinginan dan harapan orang lain, terampil dan ahli dalam mempresentasikan beberapa perilaku dalam situasi berbeda dan dapat memodifikasi perilaku-perilaku untuk menyesuaikan dengan harapan orang lain. High self-monitoring digambarkan sebagai orang yang memiliki pragmatic self. Mereka sering disebut juga sebagai pengelola kesan yang lihai (skilled impression management). b. Low self-monitoring Individu dengan self-monitoring rendah cenderung lebih menaruh perhatian pada perasaan mereka sendiri dan kurang menaruh perhatian pada isyaratisyarat situasi yang dapat menunjukan apakah mereka sudah layak atau belum.
Berbeda
dengan
high
self-monitoring,
low
self-monitoring
mengungkapkan dirinya secara lebih jelas dan cenderung untuk menjadi diri mereka sendiri tanpa memperhatikan situasi dan harapan orang lain. Untuk lebih jelas tentang ciri-ciri high self-monitoring dan low selfmonitoring dari beberapa literatur, tabel di bawah ini menjelaskan ringkasan ciriciri high self-monitoring dan low self-monitoring :
62
Tabel 2.3 Ringkasan ciri-ciri high self-monitoring dan low self-monitoring No. 1
Nama dan Tahun Baron dan Byrne o (2004) o
o
2.
Engel et.al. (1995) o
3.
Glick, DeMorest o dan Horze (1998)
4.
Pilkonis (1997)
o
5.
Setyabudi (2013)
o
6.
Sharp dan Getz o (1996)
7.
Snyder (1974)
o
o
8
Wrightsman dan o Deaux (1981)
High self-monitoring Tingkah laku dipengaruhi o oleh faktor eksternal (situasi sosial). Mempunyai hubungan o interpersonal yang baik. Kurang konsisten dalam berperilaku dan lebih dikenal dengan “bunglon sosial”. Sangat peduli dengan pendapat oang lain dan lebih fokus pada situasi sosial. Menempatkan pada daya tarik fisik dalam memilih pasangan. Tidak pemalu dan lebih siap mengambil inisiatif dalam berbagai situasi. Lebih mudah terkena stress. Lebih cenderung memiliki harga diri tinggi. Lebih peka terhadap lingkungan sosial di sekitarnya dan menjadikan petunjuk sosial sebagai pedoman berperilaku. Mengutamakan penampilan dan cenderung untuk dilihat baik. Menyukai terjadi perubahan dalam lingkungan
o
o
o
o
o o
o
o
o
o
Low self-monitoring Tingkah laku dipengaruhi faktor internal (nilai, minat dan perasaan). Mempunyai hubungan interpersonal yang kurang baik. Lebih konsisten dalam berperilaku sehingga dianggap terlalu kaku. Tidak peduli dengan pendapat orang lain dan lebih mementingkan perasaan. Menempatkan pada kualitas kepribadian dalam memilih pasangan. Pemalu dan kurang siap mengambil inisiatif dalam berbagai situasi. Lebih jarang terkena stress. Harga diri cenderung rendah. Kurang peka karena lebih mengutamakan diri dan perasaan mereka sendiri. Kurang mengutamakan penampilan dan kepribadiannya sendiri Cenderung untuk mengungkapkan dirinya secara jelas. Kurang menyukai adanya perubahan dalam lingkungan sosial.
Sumber : dibuat untuk kepentingan penelitian, didapat dari berbagai sumber pustaka.
63
2.4.3 Komponen self-monitoring Baron dan Greenberg (dalam Rangkuti, 2012) menyatakan bahwa self-monitoring mempunyai tiga komponen, yaitu : a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu. b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya terhadap orang lain. c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain. Snyder (dalam Hendrayanti, 2006) menyatakan bahwa self-monitoring mempunyai lima komponen yang terdapat dalam diri individu : a. Peduli terhadap apa yang secara sosial dibutuhkan untuk penampilan diri seseorang. b. Perhatian pada perbandingan informasi sosial sebagai isyarat yang secara sosial dibutuhkan untuk mengekspresikan penampilan dirinya (selfpresentation). c. Kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi penampilan dirinya (selfpresentation) dan ekspresi perilakunya. d. Mampu menggunakan kemampuan tersebut sesuai dengan situasi. e. Peka terhadap kegunaan atau memfaat kemampuan ini dalam situasi-situasi tertentu.
64
Briggs
dan
Cheek
(1986)
maupun
Lennox
dan
Wolfe
(1984)
menyempurnakan pendapat Snyder (1974) mengenai komponen self-monitoring. Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986) menyebutkan ada tiga komponen yang dapat diukur dalam self-monitoring seseorang (Hendrayanti, 2006), yaitu : 1. Expressive self-control. Berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring tinggi suka mengontol tingkah lakunya agar dapat terlihat baik. Adapun ciricirinya adalah : a. Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpurapura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal serta kontrol emosi. b. Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana. c. Berbicara didepan umum secara spontan. 2. Social stage presence, kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Ciri-cirinya adalah : a. Ingin tampil menonjol atau menjadi pusat perhatian. b. Suka bercerita atau melucu. c. Suka menilai. 3. Other directed self-presentation, kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial, kemampuan untuk
65
menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah : a. Berusaha menyenangkan orang lain. b. Bersikap sama dengan situasi sosial. c. Suka menggunakan “topeng” untuk menutupi perasaannya. Dari beberapa komponen-komponen self-monitoring yang terpapar di atas, maka dalam penelitian ini akan digunakan komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1986), yaitu expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation. Hal ini karena komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986) dianggap mampu mengungkap self-monitoring seorang pegawai dalam kaitannya dengan OCB pegawai. Selain itu, komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986) ini dianggap lebih lengkap dan tepat untuk digunakan dalam penelitian ini dibandingkan dengan komponen-komponen lain yang dikemukakan oleh peneliti lain karena merupakan hasil memperbaiki dan menyempurnakan pendapat peneliti lain serta karena sudah banyaknya peneliti terdahulu (Rangkuti, 2012; Hendrayanti, 2006; Setyabudi, 2013) yang menggunakan komponen selfmonitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986).
66
2.4.4 Pengukuran self-monitoring Awalnya Snyder mengembangkan skala self-monitoring pada tahun 1974 sebagai skala pengukuran dengan menggunakan 25-item. Skala ini direvisi menjadi ukuran 18-item yang dianggap lebih unggul secara psikometri daripada skala asli dari self-monitoring. Menurut Soibel, Fong, Mullin, Jenkins dan Raymond (2012) yang berpegang pada teori Snyder dan Gangestad (1986) menyatakan bahwa selfmonitoring diukur dengan menggunakan tiga pengukuran yang berbeda. Pertama, skala self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari 25-item dengan metode benarsalah (misalnya, "dalam situasi yang berbeda dan bersama orang yang berbeda, saya sering bersikap seperti orang yang sangat berbeda") (Snyder, 1974). Skor yang didapat kemudian dijumlahkan dan individu yang mendapat skor 13 keatas dianggap memiliki monitor diri yang tinggi. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa pengukuran ini memiliki reliabilitas internal moderat, dengan alpha cronbach berkisar 0,67-0,75 (Ahmed, Garg & Braimoh, 1986; Briggs et.al., 1980). Skala juga menunjukkan validitas konstruk yang baik (untuk review lihat Gangestad & Snyder, 2000). Kedua, self-monitoring scale-revised (SMS-R) yang terdiri dari 18-item yang diambil dari self-monitoring scale asli (Snyder & Gangestad, 1986). Item dihitung dengan cara yang sama seperti self-monitoring scale yang terdiri dari 25item dan menggunakan patokan skala skor 11 untuk membedakan antara high selfmonitoring dan low self-monitoring. SMS-R ini memiliki reliabilitas internal yang
67
tinggi dan baik untuk digunakan, dengan alpha cronbach berkisar 0,60-0,70 (Snyder & Gangestad, 1986). Ketiga, revised self-monitoring scale (R-SMS) terdiri dari 13-item dan dibagi menjadi dua sub-skala (Lennox & Wolfe, 1984), yaitu : kemampuan untuk memodifikasi self-presentation dan sensitivitas terhadap perilaku ekspresif orang lain. Item dinilai menggunakan skala likert 6-point yang berkisar antara 0 (tentu, selalu salah) sampai 5 (tentu, selalu benar). Sub-skala self-presentation terdiri dari 7-item (misalnya, "saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai dengan orang yang berbeda dan situasi yang berbeda"). Sub-skala sensitivitas terdiri dari 6-item (misalnya, "saya sering dapat melihat emosi seseorang dengan tepat melalui mata mereka"). Alpha cronbach pada penelitian sebelumnya berkisar 0,75-0,83 (Lennox & Wolfe, 1984). Dari banyak penelitian tentang self-monitoring, hampir keseluruhan penelitian menggunakan alat ukur self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari 25-item yang dikembangkan oleh Snyder (1974). Sehingga pada penelitian ini, akan digunakan alat ukur yang diadaptasi dari skala yang dibuat oleh Snyder (1974), yaitu SMS 25-item dengan versi true-false (benar-salah). Dalam skala ini, untuk tanggapan salah (false) dikodekan 0 dan benar (true) 1. Kode 1 ini yang menunjukkan self-monitoring tinggi. Setelah responden menjawab semua item pernyataan, kemudian hasil jawaban dikelompokkan mana yang kode 1 dan mana yang kode 0. Sehingga nantinya yang akan diproses adalah dari total jawaban dengan kode 1 yang kemudian dirata-ratakan dengan jumlah
68
total item. (Kilduff & Day, 1994; Snyder & Gangestad, 1986). Alpha cronbach adalah .78. 2.5 Kerangka Berpikir Pada suatu instansi, peningkatan efektivitas, efisiensi dan kreativitas pegawai sangat bergantung pada kesediaan orang-orang dalam instansi untuk berkontribusi secara positif dalam menyikapi berbagai macam perubahan. Idealnya, perilaku karyawan untuk bersedia memberikan kontribusi positif ini tidak hanya terbatas dalam kewajiban formal, melainkan lebih dari kewajiban formalnya. Dalam literatur organisasi modern, perilaku dalam bentuk kerelaan untuk memberikan kontribusi yang lebih dari kewajiban formal bukanlah merupakan bentuk perilaku organisasi yang dapat dimunculkan melalui basis kewajiban-kewajiban peran formal karyawan. Perilaku ini disebut sebagai organizational citizenship behavior (OCB). Pentingnya OCB bagi keberhasilan suatu perusahaan karena pada dasarnya perusahaan tidak dapat mengantisipasi seluruh perilaku dalam organisasi hanya dengan mengandalkan deskripsi kerja yang dinyatakan secara formal saja. Dengan demikian, pentingnya OCB secara praktis adalah pada kemampuannya memperbaiki
efisiensi,
efektivitas
dan
kreativitas
perusahaan
melalui
kontribusinya dalam transformasi sumber daya, inovasi dan adaptabilitas. OCB dipengaruhi oleh berbagai prediktor, dalam penelitian ini prediktor yang akan diteliti adalah perceived organizational support (POS), keadilan organisasi, selfmonitoring dan demografi.
69
Adapun variabel yang terkait dengan OCB, yaitu perceived organizational support (POS). POS dalam banyak kasus berperan penting terhadap munculnya perilaku OCB sebab seringkali persepsi dan interpretasi seorang pegawai terhadap dirinya dalam berbagai bentuk akan meningkatkan rasa percaya diri pegawai terhadap instansinya dan muncul dorongan untuk kembali membantu instansinya. Logika yang mendasari pernyataan di atas, yaitu bahwa ketika pegawai mempersepsikan dukungan organisasi terhadap dirinya adalah baik maka akan meningkatkan perilaku sukarela dalam membantu perusahaan, meningkatkan kesediaan untuk berperilaku melampaui peran formalnya, menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan meningkatkan kepedulian terhadap perusahaannya sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka akan memunculkan OCB yang akan membantu kelancaran, efektivitas dan efisiensi perusahaan. Begitupun jika ketika pegawai mempersepsikan dukungan organisasi terhadap dirinya adalah kurang baik atau bahkan tidak baik maka perilaku sukarela dalam membantu perusahaan, kesediaan untuk berperilaku melampaui peran formalnya dan kepedulian terhadap perusahaannya akan menurun bahkan tidak muncul sama sekali sehingga dengan begitu secara otomatis OCB tidak akan muncul serta dapat menghambat kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya. Variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB adalah keadilan organisasi. Dimana bila pegawai menilai bahwa instansinya bersikap adil terhadap kebijakan atau peraturan instansinya maka akan mempengaruhi perilaku keanggotaan
70
pegawai dalam instansinya. Sehingga semakin tingginya keadilan dalam suatu instansi maka akan meningkatkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu instansi tersebut, meningkatkan kesediaan pegawai untuk berperilaku melampaui peran formalnya, menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan meningkatkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka akan memunculkan OCB yang akan membantu mencapai tujuan instansinya. Tetapi semakin rendahnya keadilan dalam suatu instansi maka akan menurunkan perilaku sukarela pegawainya dalam membantu instansinya tersebut, meningkatkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal dan akan menurunkan kepedulian pegawai terhadap instansinya sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka tidak akan memunculkan OCB sehingga akan menghambat kelancaran, efektivitas dan efisiensi instansinya. Adapun variabel selanjutnya yang terkait dengan OCB, yaitu selfmonitoring. Dimana self-monitoring adalah kemampuan individu bertingkah laku sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya yang akan mempengaruhi kesediaan pegawai untuk mentoleransi keadaan yang kurang ideal dalam instansinya sehingga dapat meningkatkan moral kelompok kerja dan menurunkan konflik antar kelompok kerja. Diasumsikan bahwa ketika self-monitoring seorang pegawai tinggi maka akan menurunkan angka konflik interpersonal maupun antarpersonal, akan meningkatkan kepeduliannya terhadap instansinya, meningkatkan kesediaan untuk
71
berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka akan memunculkan OCB yang akan membantu dalam peningkatan karakteristik instansinya. Namun, jika self-monitoring seorang pegawai rendah maka akan meningkatkan
angka
konflik
interpersonal
maupun
antarpersonal,
akan
menurunkan kepeduliannya terhadap instansinya, menurunkan kesediaan untuk berperilaku melampaui peran formalnya, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut maka tidak akan memunculkan OCB yang akan menghambat peningkatan karakteristik instansinya. Variabel lain yang juga terkait dengan OCB, yaitu variabel demografi. Variabel demografi yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja. Usia adalah suatu tahapan perkembangan individu yang tumbuh dan berkembang secara potensial. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa ketika usia pegawai semakin tinggi maka akan cenderung lebih kaku dalam mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga tidak akan memunculkan OCB yang akan menghambat kelancaran, efektifitas dan efisiensi instansinya. Tetapi ketika usia pegawai semakin rendah maka akan cenderung lebih fleksibel dalam mengatur kebutuhannya terhadap instansinya sehingga akan memunculkan OCB yang akan membantu mencapai kelancaran, efektifitas dan efisiensi instansinya. Jadi, pegawai dengan usia tua cenderung kurang termotivasi untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya dibandingkan pegawai dengan usia muda.
72
Sama dengan usia, jenis kelamin juga memberikan pengaruh terhadap OCB. Logika yang mendasari adalah pegawai dengan jenis kelamin laki-laki lebih cenderung untuk bekerja secara individual dan memberi dampak negatif terhadap peran kinerjanya sehingga tidak akan membuat pegawai laki-laki memunculkan perilaku OCB dalam instansinya. Namun, untuk pegawai dengan jenis kelamin perempuan lebih cenderung untuk membantu pekerjaan orang lain, bekerja secara bersama-sama dan memberi dampak positif terhadap peran kinerjanya sehingga akan membuat pegawai perempuan memunculkan perilaku OCB dalam instansinya. Sama halnya dengan usia dan jenis kelamin. Suku juga memiliki pengaruh terhadap OCB. Pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang lembut, ulet, toleransi tinggi dan rajin memiliki kecenderungan untuk berperilaku OCB yang tinggi. Sebaliknya, pegawai yang berasal dari suku dengan adat yang keras, toleransi rendah dan kurang ulet dalam pekerjaan memiliki kecenderungan untuk tidak memunculkan OCB. Selain itu ada variabel lama bekerja yang menjadi prediktor OCB. Dimana semakin tinggi tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam instansi maka akan semakin tinggi kecenderungan untuk memunculkan OCB dalam instansinya. Karena semakin lama pegawai bekerja dalam instansi maka semakin tinggi pula rasa tanggung jawabnya untuk membalas segala yang telah diberi instansinya dengan begitu akan muncul perilaku OCB yang akan membantu instansi mencapai tujuan.
73
Namun, jika semakin rendah tingkat lama bekerja seorang pegawai dalam instansi maka akan semakin rendah kecenderungan untuk memunculkan OCB dalam instansinya. Karena pegawai dengan rentang lama bekerja yang rendah dalam instansi maka semakin rendah pula rasa tanggung jawabnya untuk membalas segala yang telah diberi instansinya dengan begitu tidak akan muncul perilaku OCB yang akan menghambat instansi mencapai tujuan. Maka dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika instansi dapat membuat pegawainya merasa terus didukung oleh instansinya, instansi dapat memperlakukan mereka secara adil, mampu untuk bersikap sesuai dengan lingkungan instansinya serta memperhatikan faktor-faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja maka pegawai akan cenderung berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain dalam instansinya sehingga mengarahkan mereka untuk memunculkan perilaku OCB dalam instansinya yang dapat membantu kelancaran, keefektifan dan keefisienan demi tercapainya tujuan instansi. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka berpikir penelitian ini dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
74
1. Perceived Organizational Support
(POS) Keadilan Organisasi 2. Keadilan distributif 3. Keadilan prosedural 4. Keadilan interpersonal 5. Keadilan informasional
Self-monitoring 6. Expressive self-control
Organizational Citizenship Behavior (OCB)
7. Social stage presence 8. Other directed selfpresentation
Demografi 9. Usia 10. Jenis kelamin 11. Suku 12. Lama bekerja
Gambar 2.1 Bagan pengaruh POS, keadilan organisasi, self-monitoring dan demografi terhadap OCB
75
2.6 Hipotesis 2.6.1 Hipotesis mayor H1: Ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel POS, dimensi keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), dimensi self-monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation) dan demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja) terhadap OCB pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). 2.6.2 Hipotesis minor Ha.1
: Ada pengaruh yang signifikan perceived organizational support (POS) terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.2
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan distributif pada variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
76
Ha.3
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan prosedural pada variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.4
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan interpersonal pada variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.5
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan informasional pada
variabel keadilan organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ha.6
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi expressive self-control pada variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.7
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi social stage presence pada variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.8
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi other directed self-presentation pada variabel self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ha.9
: Ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel demografi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
77
Ha.10 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel demografi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ha.11 : Ada pengaruh yang signifikan suku pada variabel demografi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). Ha.12 : Ada pengaruh yang signifikan lama bekerja pada variabel demografi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN).
BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan ini berisi delapan sub-bab, yaitu populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, uji validitas konstruk, teknik analisis data dan prosedur penelitian. 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.1.1 Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berlokasi di daerah Cawang, Jakarta Timur baik yang ada di gedung satu sampai gedung tiga sebanyak 1634 orang pegawai (Wibowo. A, komunikasi pribadi, 08 Januari 2015). Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sampel dari populasi yang ada dengan beberapa karakteristik. Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pegawai di Badan Kepegawaian Negara (BKN). 2. Usia 20-50 tahun. 3. Lama bekerja minimal 1 tahun. 4. Pendidikan minimal SLTA/SMA. 5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
78
79
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan sebanyak 210 orang pegawai. jumlah sampel ini dihitung dengan rumus Slovin (Sevilla., 1993 : 182) berikut :
Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = Error Maximum (kesalahan yang masih ditoleransi, yaitu 5%)
3.1.2 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling yang tergolong dalam non-probability sampling. Teknik ini dilakukan atas dasar menyesuaikan dengan prosedur pengambilan data saat pendistribusian instrumen penelitian pada para pegawai. Teknik ini dipilih karena pengambilan data tidak dilakukan secara langsung oleh penulis melainkan melalui biro kepegawaian, yaitu dimana mereka yang menyerahkan langsung kepada pegawai yang dipandang memenuhi karakteristik yang telah dibuat oleh penulis. Hal ini juga didasarkan dengan pertimbangan keterbatasan tenaga, waktu dan menyesuaikan dengan kebijakan instansi. 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Variabel penelitian Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu : 1. Organizational citizenship behavior (OCB) 2. Perceived organizational support (POS)
80
3. Keadilan distributif 4. Keadilan prosedural 5. Keadilan interpersonal 6. Keadilan informasional 7. Expressive self-control 8. Social stage presence 9. Other directed self-presentation 10. Usia 11. Jenis kelamin 12. Suku 13. Lama bekerja Dalam penelitian ini, dependent variable (DV) adalah organizational citizenship behavior (OCB). Sedangkan independent variable (IV) adalah perceived organizational support (POS), keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja. 3.2.2 Definisi operasional variabel Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah : a. Organizational citizenship behavior (OCB) adalah sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara bersama meningkatkan
81
efektivitas organisasi. Ini berarti, perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman. OCB ini akan diukur dengan skala OCB yang terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut : altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Jika skor jawaban subjek tinggi maka menunjukkan tingkat kecenderungan yang tinggi untuk memunculkan perilaku OCB. b. Perceived organizational support (POS) adalah penjelasan mengenai hubungan antara perlakuan organisasi, sikap dan perilaku karyawan kepada pekerjaan dan organisasi mereka. Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan ditangkap sebagai stimulus yang diorganisir dan diinterpretasikan menjadi persepsi atas dukungan organisasi. Persepsi atas dukungan organisasi akan diukur dengan alat ukur survey of perceived organizational support (SPOS). Persepsi atas dukungan organisasi yang baik ditunjukkan dengan skor jawaban subjek yang tinggi pada skala SPOS. c. Keadilan organisasi adalah persepsi individu mengenai keadilan dalam konteks organisasi tentang sejauh mana orang merasa bahwa mereka diperlakukan secara adil di tempat kerja berkaitan dengan prosedural, distribusi maupun interaksional. Keadilan organisasi ini akan diukur dengan skala keadilan organisasi yang terdiri dari empat dimensi, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interaksional. Terdapat dua jenis keadilan interaksional, yaitu keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Jika skor jawaban subjek
82
tinggi maka menunjukkan tingkat kecenderungan yang tinggi pada keadilan organisasinya. d. Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk mengatur perilakunya berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap dan kepentingan dari individu yang bersangkutan. Self-monitoring ini akan diukur dengan self-monitoring scale (SMS) yang terdiri dari komponen berikut, yaitu : expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation. Jika skor jawaban subjek tinggi, maka menunjukkan tingkat self-monitoring tinggi pada subjek.
e. Adapun variabel lain yang akan dijadikan sebagai IV dalam penelitian ini adalah variabel demografi, seperti : usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja adalah skor yang diperoleh dari data background sampel. 3.3 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data 3.3.1 Instrumen pengumpulan data 1. Instrumen yang berisikan biodata subjek penelitian dan lembar persetujuan. Lembar awal instrumen ini berisi pernyataan kesediaan menjadi responden beserta biodata responden, seperti : jenis kelamin, usia, suku, pendidikan terakhir, biro, bidang, lama bekerja dan status karyawan.
83
2. Organizational citizenship behavior (OCB) Untuk mengukur OCB, penulis mengadaptasi dari alat ukur skala OCB yang digunakan dalam penelitian Podsakoff, MacKienzie, Moorman dan Fetter pada tahun 1990 dengan mengembangkan konsep dari Organ (1988) yang sesuai
dengan
dimensi
OCB,
yaitu
:
altruism,
conscientiousness,
sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Skala ini menggunakan 24-item dengan lima dimensi, yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel OCB yang akan digunakan dalam penelitian ini : Tabel 3.1 Blueprint skala organizational citizenship behavior (OCB) No.
Dimensi
Indikator
Nomor Item Fav
Unfav
Jumlah
1.
Altruism
Memberikan bantuan di luar tugas kewajiban pokok pekerjaan dengan sukarela baik yang berhubungan dengan pekerjaan maupun di luar pekerjaan.
1, 2, 3, 4, 5
5
2.
Conscientiousness
Perilaku yang melebihi peran minimum yang ditentukan organisasi.
6, 7, 8, 9, 10
5
3.
Sportsmanship
Menunjukkan toleransi dan sportivitas terhadap sesama anggota maupun perusahaan.
4.
Courtesy
Mencegah timbulnya masalah dengan orang lain dan perusahaan.
16, 17, 18, 19, 20
5
5.
Civic virtue
Menunjukkan rasa tanggung jawab dan kepedulian atas kelangsungan perusahaan.
21, 22, 23, 24
4
Jumlah
11, 12, 13, 14, 15
19
5
5
24
84
3. Perceived organizational support (POS) Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur POS adalah hasil adaptasi dari survey of perceived organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa pada tahun 1986. Instrumen SPOS memiliki 36-item. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel POS yang akan digunakan dalam penelitian ini : Tabel 3.2 Blueprint survey of perceived organizational support (SPOS) No.
Indikator
1.
Persepsi individu terhadap berbagai bentuk dukungan organisasi yang dirasakan oleh karyawan. Jumlah
Nomor Item Fav Unfav 1, 4, 5, 8, 9, 10, 13, 2, 3, 6, 7, 11, 18, 20, 21, 24, 25, 12, 14, 15, 16, 27, 28, 29, 30, 33, 17, 19, 22, 23, 35, 36 26, 31, 32, 34 19 17
Jumlah 36
36
4. Keadilan organisasi Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala hasil adaptasi dari skala keadilan organisasi yang dikembangkan oleh Rego dan Cunha pada tahun 2006. Skala ini digunakan untuk mengukur keadilan organisasi melalui empat dimensi keadilan organisasi, yaitu : keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional. Skala yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006) awalnya terdiri dari 17-item. Namun, setelah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia, penulis memecah satu item menjadi dua item. Hal ini dikarenakan satu item tersebut menjelaskan
85
dua hal. Oleh sebab itu, item yang terpapar dalam skala ini menjadi 18-item. Berikut adalah blueprint yang akan digunakan dalam penelitian ini : Tabel 3.3 Blueprint skala keadilan organisasi No.
Dimensi
Indikator
Nomor Item Fav
Jumlah
1.
Keadilan distributif
Keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil (seperti gaji, pengakuan dsb).
1, 2, 3, 4, 5
5
2.
Keadilan prosedural
6, 7, 8, 9, 18
5
3.
Keadilan interpersonal
Persepsi karyawan bahwa prosedur yang diikuti oleh organisasi dalam menentukan siapa yang mendapatkan keuntungan adalah adil. Mengubah reaksi terhadap hasil keputusan, karena kepekaan dapat membuat orang merasa lebih baik terhadap hasil yang kurang baik.
14, 15, 16, 17
4
3.
Keadilan informasional
Mengubah reaksi terhadap prosedur dalam hal pemberian penjelasan informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi aspek-aspek struktural dari proses.
10, 11, 12, 13
4
18
18
Jumlah
5. Self-monitoring Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur self-monitoring dalam penelitian ini adalah skala hasil adaptasi dari skala self-monitoring Snyder (1974) yang mengacu pada komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Briggs dan Cheek (1986), yaitu expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation. Skala selfmonitoring yang digunakan penulis adalah self-monitoring scale (SMS) dengan model skala guttman, yaitu true-false (benar-salah) yang berjumlah
86
25-item. Berikut adalah blueprint untuk skala variabel self-monitoring yang akan digunakan dalam penelitian ini : Tabel 3.4 Blueprint skala self-monitoring No.
Komponen
Indikator
1.
Expressive selfcontrol
2.
Social stage presence
3.
Other directed selfpresentation
Acting termasuk kemampuan mengontrol ekspresi dan emosi. Entertaining. Berbicara di depan umum secara spontan. Menjadi pusat perhatian. Suka bercerita atau melucu. Suka menilai. Berusaha menyenangkan orang lain. Conformity (bersikap sama dengan situasi sosial). Suka menggunakan topeng untuk menutupi perasaannya.
Jumlah
Nomor Item Unfav Fav 5, 8, 1, 3, 4, 10, 11, 20 18
Jumlah 9
15, 16, 19, 24
12, 14, 22, 23
8
6, 7, 13, 25
2, 9, 17, 21
8
12
13
25
Pada penelitian ini, tiga instrumen variabel menggunakan model skala likert dan satu variabel menggunakan instrumen dengan model skala guttman, yaitu true-false (benar-salah). Adapun format pengukuran pada penelitian ini yang menggunakan model skala likert adalah dengan rating empat pilihan mulai dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Cara penilaian item-item OCB, POS dan keadilan organisasi, yaitu dengan rating empat pilihan, adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. SS, apabila subjek merasa sangat sesuai atas pernyataan yang diberikan. 2. S, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan.
87
3. TS, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan. 4. STS, apabila subjek merasa sangat tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan. Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu sebagaimana terdapat pada tabel 3.5 berikut ini : Tabel 3.5 Bobot nilai tiap jawaban skala likert Skala (SS) Sangat Sesuai (S) Sesuai (TS) Tidak Sesuai (STS) Sangat Tidak Sesuai
Favourable
Unfavourable
4 3 2 1
1 2 3 4
Sedangkan untuk penilaian item self-monitoring pada penelitian ini yang menggunakan model skala guttman, yaitu dengan model true-false (benar-salah). Cara penilaian item self-monitoring, yaitu dengan cara memberi jawaban tegas benar atau salah dari setiap pernyataan yang disajikan, adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. True, apabila subjek merasa sesuai atas pernyataan yang diberikan. 2. False, apabila subjek merasa tidak sesuai atas pernyataan yang diberikan. Dalam skala guttman ini, penulis memberi skor atau bobot nilai pada setiap jawaban. Dalam setiap jawaban, penulis memberikan nilai atau bobot tertentu sebagaimana terdapat pada tabel 3.6 berikut ini :
88
Tabel 3.6 Bobot nilai tiap jawaban skala guttman Skala
Favourable
Unfavourable
(B) Benar
1
0
(S) Salah
0
1
3.3.2 Prosedur pengumpulan data Perolehan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan dari pengumpulan data self-report, yaitu laporan diri yang didapatkan dengan meminta subjek untuk mengisi lembar pernyataan secara tertulis. Nantinya, hasil jawaban atas pernyataan yang telah diberikan akan menjadi sumber informasi untuk diperoleh hasil akhir sesuai dengan tujuan dari penelitian. Skala ukur yang digunakan untuk semua variabel penelitian ini adalah mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dalam bentuk skala likert dan skala guttman. Sebagai pelengkap, ditambahkan lembar data diri subjek penelitian. Data penelitian diperoleh dengan menyebarkan 220 instrumen penelitian kepada subjek penelitian melalui biro kepegawaian BKN. Dua hari kemudian pihak biro kepegawaian mengembalikan 220 instrumen penelitian yang telah terisi. Kemudian setelah dilakukan pengecekan instrumen penelitian yang telah dikembalikan oleh pihak biro kepegawaian, mana saja instrumen penelitian yang sudah terisi dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban dari pernyataanpernyataan yang ada dalam instrumen penelitian. Jika terdapat instrumen penelitian yang tidak terisi lengkap baik data subjek maupun jawaban subjek,
89
maka instrumen penelitian tersebut tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Pada penelitian ini, ada 10 instrumen penelitian yang tidak terisi dengan lengkap sehingga tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Jadi, dari 220 instrumen penelitian hanya 210 instrumen penelitian yang akan diikutkan pada proses skoring dan analisis data. 3.4 Uji Validitas Instrumen Penelitian Setelah mendapatkan data dari prosedur pengumpulan data, penulis kemudian menguji validitas konstruk pada masing-masing instrumen penelitian. Uji validitas memberitahukan mengenai apa yang bisa disimpulkan dari skor-skor tes. Sehubungan dengan hal tersebut, digunakan confirmatory factor analysis (CFA) dengan bantuan software lisrel 8.70 sebagai metode uji validitasnya sehingga dapat diketahui apakah masing-masing item pada instrumen penelitian signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur (Pedhazur, 1982). Menurut Umar (2010), langkah-langkah dalam menguji validitas dari setiap alat ukur atau instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai P-value yang dihasilkan. Jika P-value tidak signifikan (P > 0,05), maka item hanya mengukur satu faktor saja, tetapi jika P-value yang dihasilkan signifikan (P < 0,05) maka perlu dilakukan uji sesuai langkah kedua berikutnya.
2. Jika P-value signifikan (P < 0,05), maka dilakukan modifikasi model pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk yang
90
ingin diukur, tetapi item ini juga mengukur hal lain (mengukur lebih dari satu
konstruk atau
multidimensional). Setelah beberapa kesalahan
pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi maka akan diperoleh model yang fit, maka model yang terakhir inilah yang digunakan pada langkah selanjutnya. 3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisis item dilanjutkan dengan melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai koefisien positif. Untuk melihat signifikan atau tidaknya item tersebut dalam pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan koefisien muatan faktor item tersebut. Jika T-value > 1,96 maka item tersebut signifikan dan tidak akan di-drop dan begitu juga sebaliknya. 4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Dalam hal ini, jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat pen-skoran terhadap item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah arah skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka item tersebut akan di-drop. 5. Selanjutnya, yaitu melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Apabila menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan banyak item lain, maka hal ini berarti bahwa item tersebut selain mengukur satu hal, juga mengukur hal lain, sehingga item seperti ini juga dapat di-drop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.
91
6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukanlah olah data untuk
mendapatkan faktor skornya. Olah
data dilakukan dengan
menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor mentah dari item yang sudah di-drop. 7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian ditransform dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula berikut : T-score = 50 + (10*F-score) Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus ditransform menjadi true score dengan mean = 50 dan standard deviation (SD) = 10. 8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis). 3.4.1 Uji validitas konstruk variabel organizational citizenship behavior (OCB) Pada uji validitas konstruk variabel OCB, dilakukan uji validitas dengan dua model CFA, yaitu model first order dan model second order. Dimana pada awalnya item dikelompokkan berdasarkan dimensi dari OCB dan kemudian memulai dengan penghitungan data CFA menggunakan model first order. Berikut ini akan dipaparkan hasil penghitungan data CFA dengan model first order dari masing-masing dimensi OCB :
92
3.4.1.1 Uji validitas OCB dengan model first order 3.4.1.1.1 Uji validitas berdasarkan dimensi altruism. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi altruism diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 14,81, df = 5, P-value = 0,01119, RMSEA = 0,097. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0,01119 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan satu kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 3. Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 4,62, df = 4, P-value = 0,32818, RMSEA = 0,027, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada dimensi altruism ini hanya mengukur satu faktor saja, yaitu altruism. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi altruism dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 3. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima item dimensi altruism, dapat dilihat bahwa kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi altruism ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk
93
menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik korelasi ditampilkan pada lampiran 3. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang kesalahan pengukurannya berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lain adalah item 5. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan pengukuran terhadap korelasi kesalahan pengukuran item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi altruism ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.1.1.2 Uji validitas berdasarkan dimensi conscientiousness. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi conscientiousness diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 9,84, df = 5, P-value = 0,07983, RMSEA = 0,068. Perolehan P-value = 0,07983 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu conscientiousness. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi
94
kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi conscientiousness, dapat dilihat pada lampiran 4. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi conscientiousness dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 4. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima item dimensi conscientiousness, dapat dilihat bahwa kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi conscientiousness ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 4. Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi
95
kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item ini hanya mengukur satu faktor, yaitu dimensi conscientiousness. Sehingga dari uji validitas konstruk dimensi conscientiousness tidak ada item yang didrop. 3.4.1.1.3 Uji validitas berdasarkan dimensi sportsmanship. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi sportsmanship diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 10,40, df = 5, P-value = 0,06456, RMSEA = 0,072. Perolehan P-value = 0,06456 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu sportsmanship. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi sportsmanship, dapat dilihat pada lampiran 5. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi sportsmanship dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 5. Berdasarkan data tabel muatan faktor dari lima item yang diujikan, dapat dilihat bahwa satu item, yaitu item 11 memiliki T-value = 1,75 < 1,96. Oleh karena itu, item 11 akan langsung di-drop sebagai koefisien muatan dari
96
dimensi sportsmanship. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi sportsmanship ini akan ada satu item yang di-drop, yaitu item 11. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat korelasi kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi dalam penelitian ini, ditampilkan pada lampiran 5. Dalam data tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item lainnya. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, seluruh item sudah mengukur apa yang hendak diukur. Sehingga dari uji validitas konstruk dimensi sportsmanship hanya item 11 yang di-drop dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.1.1.4 Uji validitas berdasarkan dimensi courtesy. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi courtesy diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 8,56, df = 5, P-value = 0,12793, RMSEA = 0,058. Perolehan P-value = 0,12793 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model
97
ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu courtesy. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi courtesy, dapat dilihat pada lampiran 6. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi courtesy dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 6. Berdasarkan data yang diperoleh dari lima item yang diuijikan, dapat dilihat bahwa ada dua item, yaitu item 17 dan 20 memiliki T-value = 1,75 < 1,96. Oleh karena itu, item 17 dan 20 akan langsung di-drop sebagai koefisien muatan dari dimensi courtesy. Jadi, dari lima item yang ada dalam dimensi courtesy ini akan ada dua item yang di-drop, yaitu item 17 dan 20. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi pengukuran kesalahan dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi kesalahan pengukuran antar item dalam hasil pengukuran variabel ini, maka tidak ada
98
item yang akan di-drop. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan seperti yang ada pada lampiran 6. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan pengukuran dari lima item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, kelima item sudah mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi courtesy. Sehingga dari uji validitas konstruk dimensi courtesy hanya item 17 dan 20 yang akan di-drop dan tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.1.1.5 Uji validitas berdasarkan dimensi civic virtue. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi civic virtue diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 4,57, df = 2, P-value = 0,10173, RMSEA = 0,078. Perolehan P-value = 0,10173 (P > 0,05, tidak signifikan) maka artinya, model ini sudah fit. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima satu faktor saja, yaitu civic virtue. Seperti yang ditunjukkan dengan tidak adanya korelasi antar item dalam hasil pengukuran variabel ini. Adapun hasil path pengujian CFA dimensi civic virtue, dapat dilihat pada lampiran 7. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi civic virtue dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 7. Berdasarkan data yang diperoleh dari empat item yang diuijikan, dapat dilihat
99
bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi civic virtue ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dalam penelitian ini, ditampilkan pada lampiran 7. Berdasarkan data yang telah diperoleh, yaitu matrik korelasi kesalahan pengukuran dari empat item yang diujikan tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran antara satu item dengan item lain. Artinya, keempat item sudah mengukur apa yang hendak diukur, yaitu dimensi civic virtue. Sehingga dari uji validitas konstruk dimensi civic virtue semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.1.2 Uji validitas OCB dengan model second order Setelah dilakukan perhitungan data CFA dengan model first order, maka didapatkan
21-item
valid
yang
kemudian
penulis
ujikan
kembali
menggunakan model second order. Dalam perhitungan data CFA dengan
100
model second order variabel OCB ini diperoleh skor awal perhitungan ChiSquare = 1347,23, df = 184, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,174. Terlihat bahwa perolehan P-value = 0,00000 (P < 0,05, signifikan) maka artinya, model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 75 kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 8. Setelah melalui 75 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 131,47 df = 109, P-value = 0,07043, RMSEA = 0,031, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel OCB ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu OCB. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari variabel OCB dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 9. Berdasarkan data yang diperoleh dari 21-item yang telah diuijikan, dapat dilihat bahwa ada dua dimensi dengan tujuh item yang memiliki Tvalue < 1,96 dan nilai koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada dua dimensi yang di-drop pada variabel OCB ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
101
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 9. Dalam data matrik korelasi kesalahan pengukuran antar item dikatakan bahwa item yang baik adalah item yang tidak memiliki korelasi dengan item lainnya. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada 18-item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan pengukuran terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 10, 13, 16, 18, 19, 21, 22 dan 24 tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk OCB ini ada 11-item yang di-drop, yaitu item 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, dan 24 dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. Langkah terakhir yang perlu dilakukan adalah menghitung faktor skor dari masing-masing item setiap variabel. Penghitungan skor faktor adalah untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Skor faktor diperoleh tidak dihitung dengan menjumlahkan item-item yang ada seperti pada umumnya, tetapi dengan menggunakan penghitungan principal
102
components. Skor yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk mencari hitungan skor murni atau disebut juga dengan true score (T-score). Skor ini yang nantinya akan digunakan dalam analisis data berikutnya. T-score diperoleh dengan formula sebagai berikut (Umar, 2010) : T-score = 50 + (10*F-score) Setelah diperoleh data T-score, nilai baku ini yang nantinya akan dipakai untuk uji hipotesis dan regresi dari variabel penelitian ini. Sebagai catatan bahwa langkah ini berlaku pada semua variabel dalam penelitian ini. 3.4.2 Uji validitas konstruk variabel perceived organizational support (POS) Uji validitas konstruk variabel POS dalam penelitian ini, dilakukan pada 36-item yang sebelumnya sudah pernah diujikan.. Saat ini kembali diuji apakah item-item tersebut bersifat benar-benar hanya mengukur variabel POS. Dari hasil pengolahan data CFA model satu faktor, diperoleh nilai Chi-Square = 833,23, df = 594, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,044. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05, artinya bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan sembilan kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 10. Setelah melalui sembilan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 632,47, df = 585, P-value = 0,08516, RMSEA = 0,020, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel POS ini berarti hanya mengukur satu faktor saja.
103
Selanjutnya, dilihat muatan faktor POS dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor yang ditampilkan pada lampiran 11. Berdasarkan data yang diperoleh dari 36-item yang diuijikan, dapat dilihat bahwa satu item, yaitu item 22 memiliki T-value = -0,59 < 1,96 dan koefisiennya bermuatan negatif. Oleh karena itu, item 22 akan langsung di-drop dari variabel POS. Selain itu, dapat dilihat juga dari kolom T-value bahwa ada lima item lainnya yang memiliki T-value < 1,96, yaitu item 4, 5, 10, 13 dan 29 yang artinya, kelima item tersebut juga akan di-drop dari variabel POS dalam penelitian ini. Jadi, ada enam item yang di-drop dari variabel POS ini, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22 dan 29. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Seperti pada tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran di lampiran 12. Seperti sebelumya, dari 36-item yang telah diujikan. Berdasarkan data matrik yang ada nampak ada delapan item yang memiliki korelasi dengan item
104
lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 9, 10, 21, 23, 24, 30, 32 dan 35. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 9, 10, 21, 23, 24, 30, 32 dan 35 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Tetapi untuk item 10 akan tetap di-drop karena T-value < 1,96. Jadi, dalam uji validitas konstruk variabel POS ini ada enam item yang di-drop dan tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor, yaitu item 4, 5, 10, 13, 22 dan 29. 3.4.3 Uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi Pada uji validitas konstruk variabel keadilan organisasi, item dikelompokkan berdasarkan dimensi dari keadilan organisasi. Hasil uji validitas konstruk dari masing-masing dimensi sebagai berikut : 3.4.3.1 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan distributif. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan distributif diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,52, df = 5, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,416. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan tiga kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 13. Setelah melalui tiga kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 5,78, df = 2, P-value = 0,05553, RMSEA = 0,095, dengan P-value > 0,05 yang
105
artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel keadilan distributif ini berarti hanya mengukur satu faktor saja, yaitu keadilan distributif. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan distributif dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 13. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima item dimensi keadilan distributif, dapat dilihat bahwa kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan distributif ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 13. Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang
106
memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain adalah item 3, 4 dan 5. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 3, 4 dan 5 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan distributif ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.3.2 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan prosedural. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan prosedural diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 110,19, df = 5, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,317. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan empat kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 14. Setelah melalui empat kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 3,67, df = 1, P-value = 0,05530, RMSEA = 0,113, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel keadilan prosedural ini berarti hanya mengukur satu faktor. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan prosedural dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan
107
nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada lampiran 14. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari lima item dimensi keadilan prosedural, dapat dilihat bahwa kelima item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan prosedural ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 14. Seperti sebelumya, dari lima item yang telah diujikan. Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada tiga item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 8, 9 dan 18. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 8, 9 dan 18 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji
108
validitas konstruk dimensi keadilan prosedural ini tidak ada item yang didrop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.3.3 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan interpersonal. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan interpersonal diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 49,95, df = 2, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,339. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka penulis melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan dua kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 15. Setelah melalui dua kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,00, df = 0, P-value = 1,0000, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel keadilan interpersonal ini berarti hanya mengukur satu faktor saja. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan interpersonal dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada lampiran 15. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari empat item dimensi keadilan interpersonal, dapat dilihat
109
bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan interpersonal ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain dalam pengukuran kesalahan. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 15. Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada dua item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 15 dan 17. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 15 dan 17 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan interpersonal ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya.
110
3.4.3.4 Uji validitas berdasarkan dimensi keadilan informasional. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dimensi keadilan informasional diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 33,22, df = 2, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,273. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka penulis
melakukan modifikasi
terhadap model
ini,
yaitu dengan
membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan satu kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 16. Setelah melalui satu kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 0,03, df = 1, P-value = 0,86218, RMSEA = 0,000, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada variabel keadilan informasional ini berarti hanya mengukur satu faktor. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi keadilan informasional dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor seperti pada lampiran 16. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari empat item dimensi keadilan informasional, dapat dilihat bahwa keempat item memiliki T-value > 1,96 dan koefisien bermuatan positif yang artinya, tidak ada item yang di-drop pada dimensi keadilan informasional ini.
111
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi dengan item lain dalam kesalahan pengukuran. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 16. Seperti sebelumya, dari empat item yang telah diujikan. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada satu item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 11. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11 akan tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi keadilan informasional ini tidak ada item yang di-drop dan semua item akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.4 Uji validitas konstruk variabel self-monitoring Pada uji validitas konstruk variabel self-monitoring, item dikelompokkan berdasarkan dimensi dari self-monitoring. Hasil uji validitas konstruk dari masingmasing dimensi self-monitoring sebagai berikut :
112
3.4.4.1 Uji validitas berdasarkan dimensi expressive self-control. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi expressive self-control diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 185,71, df = 36, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,141. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 12 kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 17. Setelah melalui 12 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 34,68, df = 24, P-value = 0,07336, RMSEA = 0,046, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi expressive self-control ini berarti hanya mengukur satu faktor saja. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi expressive self-control dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 17. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari sembilan item dimensi expressive self-control, dapat dilihat bahwa empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada empat item yang di-drop pada dimensi expressive selfcontrol ini.
113
Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 17. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi kesalahan pengukuran adalah item 5, 8, 10, 11, 18 dan 20. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan, maka item 11 tidak diikutkan dalam perhitungan skor faktor karena memiliki korelasi kesalahan pengukuran sebanyak empat kali. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi expressive self-control ini ada item yang di-drop, yaitu item 1, 5, 8 dan 11 dan tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.4.2 Uji validitas berdasarkan dimensi social stage presence. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi social stage presence diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 335,62, df = 28, P-value =
114
0,00000, RMSEA = 0,229. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan delapan kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 18. Setelah melalui delapan kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 25,64, df = 20, P-value = 0,17789, RMSEA = 0,037, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi social stage presence ini berarti hanya mengukur satu faktor saja. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi social stage presence dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat T-value dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 18. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari delapan item dimensi social stage presence, dapat dilihat bahwa ada empat item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada item yang di-drop pada dimensi social stage presence ini, yaitu item 14, 15, 23 dan 24. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan
115
pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi. Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan pada lampiran 18. Berdasarkan data matrik yang ada tampak bahwa ada lima item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 15, 19, 22, 23 dan 24. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 15, 19, 22, 23 dan 24 tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Tetapi jika dilihat berdasarkan T-value < 1,96 dan koefisiennya negatif maka item 15, 23 dan 24 akan tetap di-drop. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi social stage presence ini ada empat item yang di-drop, yaitu item 14, 15, 23 dan 24 tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.4.4.3 Uji
validitas berdasarkan
dimensi
other
directed self-
presentation. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari dimensi other directed self-presentation diperoleh skor awal perhitungan Chi-Square = 470,47, df = 28, P-value = 0,00000, RMSEA = 0,275. Dari hasil tersebut P-value = 0,00000 < 0,05 sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Maka dilakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi. Setelah dilakukan 13 kali modifikasi diperoleh hasil seperti yang terdapat pada lampiran 19.
116
Setelah melalui 13 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 23,89, df = 15, P-value = 0,06699, RMSEA = 0,053, dengan P-value > 0,05 yang artinya, model ini sudah fit. Dimana item-item yang ada pada dimensi other directed self-presentation ini berarti hanya mengukur satu faktor saja. Selanjutnya, dilihat muatan faktor dari dimensi other directed selfpresentation dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan item ini dilakukan dengan melihat Tvalue dan muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor pada lampiran 19. Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan koefisien dari delapan item dimensi other directed self-presentation, dapat dilihat bahwa tiga item memiliki T-value < 1,96 dan koefisien bermuatan negatif yang artinya, ada item yang di-drop dari dimensi other directed selfpresentation ini. Setelah itu, masih perlu dilihat apakah model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran yang saling berkorelasi antar item. Hal ini untuk menyatakan bahwa item-item tersebut bersifat unidimensional. Item yang unidimensional adalah item yang tidak terdapat korelasi kesalahan pengukuran dengan item lain. Adapun korelasi kesalahan pengukuran disajikan dalam bentuk matrik dengan memberikan tanda cheklis (√) yang menyatakan bahwa item tersebut memiliki korelasi kesalahan pengukuran.
117
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran, ditampilkan seperti yang ada pada lampiran 19. Berdasarkan data matrik yang ada nampak bahwa ada enam item yang memiliki korelasi dengan item lain. Item-item yang memiliki korelasi adalah item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25. Dalam hal ini, diberikan batasan toleransi korelasi kesalahan pengukuran, yaitu maksimal setiap item memiliki tiga kali korelasi kesalahan terhadap item lain. Berdasarkan batas toleransi yang telah ditetapkan maka item 6, 9, 13, 17, 21 dan 25 tetap diikutkan dalam perhitungan skor faktor. Jadi, dalam uji validitas konstruk dimensi other directed self-presentation ini ada item yang di-drop karena memiliki T-value < 1,96 dan koefisiennya bemuatan negatif, yaitu item 6, 9 dan 13 dan item tersebut tidak akan diikutkan dalam perhitungan skor faktor berikutnya. 3.5 Teknik Analisis Data Untuk menguji hipotesis pada penelitian mengenai pengaruh POS, keadilan organisasi dan self-monitoring terhadap OCB, maka dilakukan pengolahan data yang telah didapat dengan menggunakan teknik statistika multiple regression analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis ini digunakan untuk menjawab hipotesis nihil yang ada di bab 2. Dengan dependent variable (DV) : organizational citizenship behavior (OCB) dan independent variable (IV) : perceived organizational support (POS), keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), self-
118
monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed selfpresentation) dan variabel demografi (jenis kelamin, usia, suku dan lama bekerja). Dalam penelitian ini, IV sebanyak 12 buah, sedangkan DV sebanyak 1 buah sehingga susunan persamaan regresi penelitian adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12 + e Jika dituliskan variabelnya, maka : Y
= organizational citizenship behavior (OCB)
a
= intercept (konstan)
b
= koefisien regresi untuk masing-masing X
X1
= perceived organizational support (POS)
X2
= keadilan organisasi - keadilan distributif
X3
= keadilan organisasi - keadilan prosedural
X4
= keadilan organisasi - keadilan interpersonal
X5
= keadilan organisasi - keadilan informasional
X6
= self-monitoring - expressive self-control
X7
= self-monitoring - social stage presence
X8
= self-monitoring - other directed self-presentation
X9
= usia
X10
= jenis kelamin
119
X11
= suku
X12
= lama bekerja
e
= residu Sebelum melakukan analisis regresi berganda, maka dilakukan korelasi
product moment seluruh variabel penelitian. Sebab, dalam regresi idealnya IV tidak berkorelasi dengan IV lainnya, namun justru IV sebaiknya berkorelasi dengan DV. Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara OCB dengan POS, keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional), selfmonitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed selfpresentation) dan variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja). Besar pengaruh yang diterima oleh OCB dari faktor-faktor yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinan berganda atau R2. R2 merupakan perkiraan proporsi varians dari OCB yang dijelaskan oleh faktor : POS, keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal dan keadilan informasional) self-monitoring (expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation) dan juga variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja). Untuk mendapatkan nilai R2, dapat digunakan formula (Umar, 2010) berikut:
120
Uji R2 mengidentifikasi apakah regresi Y pada IV secara bersama-sama signifikan secara statistika. Untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau tidak, maka digunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan formula F sebagai berikut (Umar, 2010) :
Dimana k adalah jumlah IV dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat apakah IV yang diujikan memiliki pengaruh terhadap DV. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan IV signifikan terhadap DV, maka penulis melakukan uji t. Uji t dilakukan sebanyak 12 kali sesuai dengan variabel yang hendak dianalisis. Adapun formula uji t (Umar, 2010) adalah Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil uji ini akan diperoleh dari hasil regresi. Perhitungan statistik ini akan dilakukan dengan melalui pengolahan data program SPSS 17.0. 3.6 Prosedur Penelitian Adapun beberapa langkah yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini, yaitu : 1. Menentukan judul dan rumusan penelitian, mengumpulkan materi yang membahas mengenai variabel penelitian dan menentukan teori yang akan digunakan.
121
2. Menentukan alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian, yaitu skala OCB, POS, keadilan organisasi dan self-monitoring. 3. Mengadaptasi alat ukur yang digunakan dalam penelitian, yaitu OCB yang dibuat oleh Podsakoff et.al., (1990), POS yang dibuat oleh Eisenberg et.al., (1986), keadilan organisasi yang dibuat oleh Rego dan Cunha (2006) dan self-monitoring yang dibuat oleh Snyder (1974). 4. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat ukur yang akan digunakan. 5. Mengajukan permohonan izin kepada pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui biro kepegawaian. 6. Mengadakan diskusi dan kesepakatan mengenai prosedur pendistribusian alat ukur serta melakukan pengecekan oleh pihak biro kepegawaian mengenai skala ukur yang digunakan dan memperbanyak alat ukur sesuai dengan yang disepakati. 7. Menyerahkan alat ukur kepada biro kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk kemudian didistribusikan kepada pegawai yang telah ditentukan sebagai sampel dalam penelitian. 8. Memantau berjalannya pendistribusian alat ukur yang dilakukan oleh pihak biro kepegawaian. 9. Pihak
biro
kepegawaian
mengembalikan
alat
didistribusikan sesuai dengan jumlah sebaran awal.
ukur
yang
telah
122
10. Melakukan pengecekan kembali alat ukur mana saja yang sudah terisi dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen. Jika terdapat alat ukur yang tidak terisi lengkap baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen maka alat ukur tersebut tidak dapat diikutkan dalam proses skoring. Dari 220 alat ukur yang didistribusikan, ada 10 alat ukur yang tidak terisi dengan lengkap baik data subjek maupun jawaban, maka hanya 210 alat ukur yang dapat diikutkan dalam proses skoring. 11. Melakukan skoring terhadap alat ukur yang telah terisi dengan baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam instrumen dan meng-input data skoring ke dalam Ms. Excel. 12. Melakukan analisis validitas dan reliabilitas terhadap item melalui skorskor yang telah diperoleh. Setelah didapatkan item-item valid dari hasil uji validitas dan reliabilitas maka item-item tersebut baru dapat dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan empat sub-bab dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian ini mencakup : gambaran umum subjek, deskripsi data penelitian, kategorisasi variabel penelitian dan pembahasan hasil pengujian hipotesis. 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang berusia minimal 20 tahun dan maksimal 50 tahun, sudah bekerja minimal satu tahun dan maksimal 25 tahun, pendidikan terakhir minimal SLTA/SMA serta yang paling utama adalah berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 1634 orang pegawai yang bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang ada di Jalan Letjen Sutoyo No.12 Cawang-Jakarta Timur. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 210 orang. Jumlah ini didapatkan dari hasil penghitungan dalam menentukan sampel menggunakan rumus slovin. Selanjutnya akan diuraikan mengenai gambaran subjek berdasarkan variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja). 4.1.1 Subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan OCB Berikut ini adalah gambaran subjek berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan OCB : 123
124
Tabel 4.1 Gambaran jumlah subjek penelitian berdasarkan data demografi dan kaitannya dengan OCB
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB)
USIA 20-27 tahun
28-35 tahun
36-43 tahun
>44 tahun
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
7
14
5
4
30
14,3%
Sedang
24
82
22
20
148
70,5%
Tinggi
9
14
7
2
32
15,2%
Total
40
110
34
26
210
100%
JENIS KELAMIN Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
22
8
30
14,3%
Sedang
90
58
148
70,5%
Tinggi
12
20
32
15,2%
Total
124
86
210
100%
SUKU Jawa
Sumatera
Kalimantan
Lainnya
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
16
3
4
6
29
13,8%
Sedang
84
22
5
38
148
70,5%
Tinggi
19
7
2
4
33
15,7%
Total
119
32
11
48
210
100%
LAMA BEKERJA 1 tahun
2-12 tahun
13-22 tahun
> 23 tahun
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
0
22
4
4
30
14,3%
Sedang
13
103
14
18
148
70,5%
Tinggi
2
24
4
2
32
15,2%
Total
15
149
22
24
210
100%
Sumber : data primer dari instrumen penelitian yang telah diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa mayoritas subjek dalam penelitian ini berada dalam rentangan usia 28-35 tahun sebanyak 110 orang. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki,
125
yaitu sebanyak 124 orang. Selanjutnya berdasarkan suku, mayoritas subjek dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa sebanyak 119 orang. Sedangkan menurut lama bekerja, subjek dengan rentang lama bekerja 2-12 tahun merupakan subjek terbanyak dalam penelitian ini, yaitu sebesar 149 orang. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan bahwa dari rentangan usia, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. Selanjutnya berdasarkan suku, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. Sedangkan menurut rentangan lama bekerja, subjek dalam penelitian ini mayoritas memiliki tingkat OCB sedang, yaitu sebanyak 148 orang atau 70,5%. 4.2 Deskripsi Data Skor-skor yang digunakan dalam proses analisis merupakan skor faktor yang dihitung dengan menggunakan metode principal components. Hal ini untuk menghilangkan estimasi bias dari kesalahan pengukuran dan juga memudahkan dalam membandingkan antara skor hasil dari setiap variabel yang diteliti. Kemudian setelah dihitung skor faktor dari masing-masing variabel maka dicari T-score (skor murni) dari masing-masing variabel. Caranya adalah skor faktor ditransform dengan menu compute variable agar nantinya diperoleh nilai Tscore yang akan menjadikan skor bernilai positif semua. Dengan menggunakan nilai T-score dapat ditetapkan nilai mean = 50 dan SD = 10. Proses komputasi
126
data dilakukan menggunakan formula berikut : T-score = 50 + (10*F-score). Sebagai catatan bahwa variabel demografi (usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja) adalah variabel kategorik yang tidak perlu dicari nilai T-scorenya. Jadi, sebelum dilakukan analisis statistik pada variabel kategorik, dilakukan dummy coding yang kemudian hasil dari dummy coding tersebut di input ke SPSS 17.0 sehingga data hasil dummy coding itulah yang digunakan dalam analisis statistik. Setelah diperoleh T-score dari semua variabel maka selanjutnya diuraikan mengenai deskripsi statistik variabel penelitian. Hal yang perlu dan penting untuk diperhatikan adalah nilai-nilai sebagai berikut : mean, standard deviation, maximum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai-nilai ini akan disajikan dalam tabel 4.2. 4.2.1 Deskripsi statistik Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian
OCB POS Keadilan distributif Keadilan prosedural Keadilan interpersonal Keadilan informasional Expressive Social stage Other directed Usia Jenis kelamin Suku Lama bekerja Valid N (listwise) Sumber : data output SPSS
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210 210
27.69 21.79 3.27 20.93 18.03 15.52 18.33 18.85 18.85 .00 .00 .00 .00
71.26 75.51 71.52 71.70 72.15 70.03 55.90 55.80 55.80 3.00 1.00 3.00 3.00
50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 50.0000 1.2190 .4095 .9429 1.2619
10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 10.00000 .89636 .49292 1.23991 .75329
127
Pada tabel 4.2 telah disajikan skor nilai dari setiap variabel dalam penelitian ini. Data pada tabel tersebut merupakan penjelasan mengenai gambaran umum deskripsi statistik dari variabel-variabel yang diteliti dengan indeks yang dijadikan acuan dalam perhitungan ini adalah skor mean, standard deviation (SD), maximum dan minimum dari setiap variabel penelitian. Setelah sembilan variabel, yaitu OCB, POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence dan other directed self-presentation diletakkan pada skala yang sama, maka mean pada setiap skala = 50 dan SD = 10. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa variabel OCB memperoleh nilai min = 27,69 dan max = 71,26. Untuk variabel POS memperoleh nilai min = 21,79 dan max = 75,51. Dimensi keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 3,27 dan max = 71,52, dimensi keadilan prosedural dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 20,93 dan max = 71,70, dimensi keadilan interpersonal dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 18,03 dan max = 72,15 dan dimensi keadilan informasional dari variabel keadilan organisasi memperoleh nilai min = 15,52 dan max = 70,03. Sedangkan untuk dimensi expressive selfcontrol dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,33 dan max = 55,90, dimensi social stage presence dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,85 dan max = 55,80 dan dimensi other directed self-presentation dari variabel self-monitoring memperoleh nilai min = 18,85 dan max = 55,80. Kesembilan variabel berada dalam nilai mean dan standard deviation yang sama, yaitu mean = 50,0000 dan SD = 10,00000.
128
Tetapi untuk empat variabel dari variabel demografi, yaitu usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja berada dalam nilai mean dan standard deviation yang berbeda-beda, yaitu usia dengan nilai min = 0,00, max = 3,00, mean = 1,2190 dan SD = 0,89636, jenis kelamin dengan nilai min = 0,00, max = 1,00, mean = 0,4095 dan SD = 0,49292, suku dengan nilai min = 0,00, max = 3,00, mean = 0,9429 dan SD = 1,23991 dan lama bekerja dengan nilai min = 0,00, max = 3,00, mean = 1,2619 dan SD = 0,75329. 4.3 Kategorisasi Variabel Penelitian Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu kedalam kelompokkelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Sebelum mengkategorisasikan skor variabel berdasarkan tingkatan tinggi, sedang dan rendah, penulis terlebih dahulu menetapkan norma dari skor skala variabel dengan menggunakan mean dan SD pada tabel 4.2. Untuk norma kategorisasi skor variabel yang digunakan akan dijelaskan dalam tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Norma kategorisasi skor variabel penelitian
Keterangan :
Kategori
Norma
Rendah Sedang Tinggi
X < M – 1SD M – SD ≤ X ≤ M + 1 SD X > M + 1SD
X = Skor total masing-masing variabel M = Mean SD = Standard deviation
129
Setelah menetapkan norma dari sembilan variabel penelitian, maka berikut ini berdasarkan norma yang ada pada tabel 4.3, penulis menguraikan kategorisasi dari setiap variabel dalam penelitian ini pada tabel 4.4 berikut : Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel penelitian Frekuensi
Persentase (%)
Variabel
Total Rendah Sedang
Tinggi
Total Rendah Sedang
Tinggi
OCB
40
126
44
210
19
60
21
100
POS
33
154
23
210
15,7
73,3
11
100
Keadilan Distributif
24
159
27
210
11,4
75,7
12,9
100
Keadilan Prosedural
41
136
33
210
19,5
64,8
15,7
100
Keadilan Interpersonal
20
163
27
210
9,5
77,6
12,9
100
Keadilan Informasional
16
168
26
210
7,6
80
12,4
100
Expressive
59
151
0
210
28,1
71,9
0
100
Social Stage
58
152
0
210
27,6
72,4
0
100
Other Directed
58
152
0
210
27,6
72,4
0
100
Sumber : data output SPSS
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, variabel dalam penelitian ini mayoritas berada dalam skor sedang. Variabel dengan skor terendah paling banyak adalah variabel expressive self-control. Sedangkan variabel yang memiliki skor tertinggi paling banyak adalah variabel OCB. 4.4 Hasil Uji Hipotesis 4.4.1 Analisis regresi ganda Pada tahap ini, dilakukan uji hipotesis terhadap DV dan juga IV. Teknik analisis yang digunakan dalam uji hipotesis ini adalah analisis regresi berganda yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0. Seperti
130
yang telah dijelaskan pada bab tiga, ada tiga hal yang harus diperhatikan pada hasil uji regresi ini. Pertama, besar skor R-square untuk melihat berapa persen (%) varian DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua, apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV. Ketiga, melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama penulis melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Tabel 4.5 Summary uji regresi independent variable terhadap dependent variable Change Statistics Model
1
R
.412a
R
Adjusted Std. Error of
Square R Square the Estimate .170
.119
9.38565
R Square Change
F Change
.170
3.355
df1 12
df2 197
Sig. F Change .000
a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia b. Dependent Variable : OCB
Pada tabel uji regresi menunjukkan skor R-square = 0,170, artinya proporsi varians dari OCB yang dijelaskan oleh semua IV (POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja) dalam penelitian ini sebesar 17% sedangkan sisanya sebesar 83% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini. Langkah kedua, penulis menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap DV. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
131
Tabel 4.6 Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
3546.179
12
295.515
3.355
.000a
Residual
17353.821
197
88.090
Total
20900.000
209
a. Predictors : (Constant), Lama bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia b. Dependent Variable : OCB
Secara keseluruhan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai sig = 0,000 (P < 0,05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara IV terhadap DV (OCB) ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap OCB. Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari setiap IV untuk mengukur signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan, cukup dengan melihat nilai pada kolom signifikan dari setiap variabel. Jika nilai sig < 0,05, maka koefisien regresi adalah signifikan berpengaruh terhadap OCB dan begitu pula sebaliknya. Adapun tabel koefisien regresi penulis tampilkan pada tabel 4.7 berikut :
132
Tabel 4.7 Koefisien regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)
Model
1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
T
Sig.
2.980
.003
B
Std. Error
20.730
6.956
POS
.172
.068
.172
2.530
.012
Keadilan distributif
.184
.074
.184
2.506
.013
Keadilan prosedural
.052
.090
.052
.584
.560
Keadilan interpersonal
.184
.081
.184
2.283
.023
Keadilan informasional
-.083
.083
-.083
-1.002
.318
Expressive
-.049
.066
-.049
-.740
.460
Social stage
.088
.105
.088
.837
.404
Other directed
.045
.103
.045
.438
.662
Usia
.864
1.216
.077
.710
.478
Jenis kelamin
1.546
1.370
.076
1.128
.261
Suku
-.261
.532
-.032
-.491
.624
Lama bekerja
-1.474
1.456
-.111
-1.013
.312
(Constant)
Beta
a. Dependent Variable : OCB
Dengan demikian berdasarkan nilai koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat dijelaskan mengenai persamaan regresi pada OCB, sebagai berikut : OCB = 20,730 + 0,172*POS + 0,184*keadilan distributif + 0,052*keadilan prosedural
+
0,184*keadilan
interpersonal
–
0,083*keadilan
informasional – 0,049*expressive self-control + 0,088*social stage presence + 0,045*other directed self-presentation + 0,864*usia + 1,546*jenis kelamin – 0,261*suku – 1,474*lama bekerja + e Pada persamaan regresi di atas, dapat dilihat IV mana saja yang memberikan pengaruh paling besar terhadap DV. Untuk melihat perbandingan
133
besar kecilnya pengaruh IV terhadap DV dapat dilihat melalui dua cara, yaitu dengan melihat nilai pada kolom signifikannya dan juga melihat nilai pada kolom standard coefficient (beta). Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa IV yang memiliki pengaruh paling besar adalah variabel keadilan interpersonal dengan besar pengaruh terbesar, yaitu 0,184. Kemudian ada variabel keadilan distributif dengan besar pengaruh sebesar 0,184 dan ada variabel POS dengan besar pengaruh sebesar 0,172. Dari data tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa ada sembilan variabel, yaitu keadilan prosedural, keadilan informasional, expressive selfcontrol, social stage presence, other directed self-presentation, usia, suku, jenis kelamin dan lama bekerja tidak signifikan berpengaruh terhadap OCB. Penjelasan mengenai nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masingmasing IV sebagai berikut : 1. Variabel POS Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel POS sebesar 0,172 atau 17,2% dan sig = 0,012 (P < 0,05), bahwa variabel POS secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin tinggi POS atau dukungan organisasi yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi OCB pegawai tersebut.
134
2. Variabel keadilan distributif Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan distributif sebesar 0,184 atau 18,4% dan sig = 0,013 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan distributif secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin tinggi keadilan distributif yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi OCB pegawai tersebut. 3. Variabel keadilan prosedural Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan prosedural sebesar 0,052 atau 5,2% dan sig = 0,560 (P > 0,05), artinya bahwa variabel keadilan prosedural secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 4. Variabel keadilan interpersonal Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan interpersonal sebesar 0,184 atau 18,4% dan sig = 0,023 (P < 0,05), bahwa variabel keadilan interpersonal secara positif signifikan mempengaruhi OCB. Artinya, semakin tinggi keadilan interpersonal yang dirasakan pegawai maka semakin tinggi OCB pegawai tersebut. 5. Variabel keadilan informasional Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel keadilan informasional sebesar 0,083 atau 8,3% dan sig = 0,318 (P > 0,05), artinya bahwa variabel keadilan informasional secara negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
135
6. Variabel expressive self-control Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel expressive self-control sebesar 0,049 atau 4,9% dan sig = 0,460 (P > 0,05), artinya bahwa variabel expressive self-control secara negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 7. Variabel social stage presence Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel social stage presence sebesar 0,088 atau 8,8% dan sig = 0,404 (P > 0,05), artinya bahwa variabel social stage presence secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 8. Variabel other directed self-presentation Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel other directed selfpresentation sebesar 0,045 atau 4,5% dan sig = 0,662 (P > 0,05), artinya bahwa variabel other directed self-presentation secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 9. Variabel usia Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel usia sebesar 0,864 atau 86,4% dan sig = 0,478 (P > 0,05), artinya bahwa variabel usia secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB.
136
10. Variabel jenis kelamin Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel jenis kelamin sebesar 1,546 dan sig = 0,261 (P > 0,05), artinya bahwa variabel jenis kelamin secara positif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 11. Variabel suku Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel suku sebesar 0,261 atau 26,1% dan sig = 0,624 (P > 0,05), artinya bahwa variabel suku secara negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB. 12. Variabel lama bekerja Nilai koefisien yang diperoleh pada variabel lama bekerja sebesar 1,474 dan sig = 0,312 (P > 0,05), artinya bahwa variabel lama bekerja secara negatif tidak signifikan mempengaruhi OCB. Dapat disimpulkan dari data tabel tersebut bahwa dari 12 hipotesis minor yang ada dalam penelitian ini, hanya tiga hipotesis minor yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap DV, sedangkan sisanya memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap DV. 4.4.2 Pengujian proporsi sumbangan masing-masing IV terhadap DV Selanjutnya, dilihat tambahan proporsi besaran sumbangan yang diberikan IV terhadap DV, apakah signifikan atau tidak signifikan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai proporsi varians untuk masing-masing IV terhadap DV, yaitu OCB dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :
137
Tabel 4.8 Proporsi varians masing-masing independent variable (IV) Change Statistics Std. Error of the R Square F df2 Estimate Change Change df1
R
R Square
Adjusted R Square
1
.241a
.058
.053
9.72897
.058
12.807
1
208
.000
2
.333b
.111
.103
9.47352
.053
12.369
1
207
.001
3
.348c
.121
.109
9.44183
.010
2.392
1
206
.124
4
.372d
.139
.122
9.37158
.018
4.100
1
205
.044
5
.375
e
.141
.120
9.38158
.002
.563
1
204
.454
6
.378f
.143
.117
9.39472
.002
.430
1
203
.513
7
.396g
.157
.128
9.33875
.014
3.440
1
202
.065
8
.398h
.158
.125
9.35672
.001
.225
1
201
.636
9
.398
i
.158
.120
9.37937
.000
.031
1
200
.861
10
.405
j
.164
.122
9.36808
.006
1.482
1
199
.225
11
.407k
.165
.119
9.38626
.001
.230
1
198
.632
12
.412l
.170
.119
9.38565
.005
1.026
1
197
.312
Model
Sig. F Change
a. Predictors: (Constant), POS b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Lama Bekerja m. Dependent variable : OCB
Dari data tabel 4.8, dapat dijelaskan bahwa dari 12 IV terdapat tiga variabel yang memberikan sumbangan terbesar dan signifikan. Berikut akan dijelaskan
138
mengenai hasil proporsi varians dari setiap variabel penelitian berdasarkan tabel 4.8 : 1. Variabel POS Variabel POS memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,058 atau 5,8% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,807 serta df = 208. Besar sumbangan tersebut signifikan. 2. Variabel keadilan distributif Variabel keadilan distributif memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,053 atau 5,3% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 12,369 serta df = 207. Besar sumbangan tersebut signifikan. 3. Variabel keadilan prosedural Variabel keadilan prosedural memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,010 atau 1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 2,392 serta df = 206. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 4. Variabel keadilan interpersonal Variabel keadilan interpersonal memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,018 atau 1,8% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 4,100 serta df = 205. Besar sumbangan tersebut signifikan.
139
5. Variabel keadilan informasional Variabel keadilan informasional memberikan sumbangan sebesar, yaitu 0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,563 serta df = 204. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 6. Variabel expressive self-control Variabel expressive self-control memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,002 atau 0,2% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,430 serta df = 203. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 7. Variabel social stage presence Variabel social stage presence memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,014 atau 1,4% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 3,440 serta df = 202. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 8. Variabel other directed self-presentation Variabel other directed self-presentation memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,001 atau 0,1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,225 serta df = 201. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 9. Variabel usia Variabel usia memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,000 atau 0% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,031 serta df = 200. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
140
10. Variabel jenis kelamin Variabel POS memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,006 atau 0,6% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,482 serta df = 199. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 11. Variabel suku Variabel suku memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,001 atau 0,1% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 0,230 serta df = 198. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan. 12. Variabel lama bekerja Variabel lama bekerja memberikan sumbangan terbesar, yaitu 0,005 atau 0,5% terhadap varians OCB dan memiliki nilai F sebesar 1,026 serta df = 197. Besar sumbangan tersebut tidak signifikan.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan tiga sub-bab, yaitu kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi tentang penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah “ada pengaruh yang signifikan dari variabel POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed self-presentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN) Cawang, Jakarta Timur”. Dengan demikian, hipotesis nihil (Ho) yang ada pada hipotesis mayor dalam penelitian ini ditolak. Berdasarkan 12 hipotesis minor yang ada dalam penelitian ini, hanya ada tiga hipotesis nihil (Ho) yang ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan variabel POS terhadap OCB, ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi terhadap OCB dan ada pengaruh yang signifikan dimensi keadilan interpersonal dari variabel keadilan organisasi terhadap OCB.
141
142
5.2 Diskusi Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dikemukakan pada bab empat, bahwa dari variabel POS, dimensi keadilan organisasi (keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional), dimensi selfmonitoring (expressive self-control, social stage presence, other directed selfpresentation), usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap organizational citizenship behavior (OCB), yakni dengan sumbangan sebesar 17%. Artinya, bahwa variabel POS, keadilan distributif, keadilan prosedural, keadilan interpersonal, keadilan informasional, expressive self-control, social stage presence, other directed selfpresentation, usia, jenis kelamin, suku dan lama bekerja dapat diprediksi memiliki pengaruh terhadap perilaku OCB sebesar 17% dan sisanya sebesar 83% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini. Namun dari keseluruhan variabel POS, keadilan organisasi dan selfmonitoring yang coba diujikan untuk melihat kontribusi dari masing-masing variabel POS, dimensi keadilan organisasi dan dimensi self-monitoring didapatkan hasil bahwa hanya variabel POS, variabel keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi dan keadilan interpersonal dari variabel keadilan organisasi yang memiliki pengaruh cukup besar dan signifikan terhadap OCB. Adapun hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel POS berpengaruh signifikan terhadap OCB dengan nilai koefisien sebesar 17,2%, artinya bahwa variabel POS memiliki pengaruh yang cukup besar
143
dan signifikan terhadap OCB. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tennant (2012), yang menyatakan bahwa variabel POS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Namun, adapula hasil penelitian yang tidak mendukung hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Novliandi (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel POS terhadap OCB. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dukungan organisasi sepenuhnya dapat meningkatkan perilaku OCB secara positif signifikan. Jadi, semakin tinggi dukungan organisasi yang diterima oleh pegawai, maka akan semakin meningkat pula OCB para pegawai tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh instansi apabila pegawai mempersepsikan dukungan dari organisasi yang didapatkannya baik, maka lebih besar kemungkinan seorang karyawan akan lebih betah bekerja, absennya lebih sedikit, jarang mengeluh, menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang lebih cepat, menghasilkan pekerjaan dengan kualitas tinggi serta mencari cara untuk meningkatkan efektifitas kerjanya. Manfaat-manfaat demikianlah yang dapat diperoleh pihak instansi jika mampu memberikan dukungan organisasi kepada pegawainya. Sehingga dapat menimbulkan lingkungan kerja yang kondusif dan produktif bagi instansi serta meningkatnya OCB pada pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur. Adapun variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap OCB adalah variabel keadilan distributif dari variabel keadilan organisasi. Hasil penelitian
144
yang dilakukan oleh Wijaya (2014) menyatakan bahwa organizational justice (keadilan organisasi) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Wijaya (2014) juga menyatakan bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh cukup besar terhadap OCB. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2014) sesuai dengan hasil penelitian ini. Adapula hasil penelitian dari Lee, Kim dan Kim (2013) dan Niehoff dan Moorman (1993) yang menyatakan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB, artinya hasil dari penelitian Lee, Kim dan Kim (2013) dan Niehoff dan Moorman (1993) tidak mendukung hasil penelitian ini. Karena hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel keadilan distributif dan keadilan interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Hasil dari penelitian ini juga tidak sepenuhnya mendukung hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rego dan Cunha (2006) yang menyebutkan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap OCB. Karena dalam penelitian ini dihasilkan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap OCB. Artinya, hasil penelitian ini berbalik arah dengan hasil penelitian Rego dan Cunha (2006). Dalam hasil penelitiannya, Rego dan Cunha (2006) juga menyatakan bahwa keadilan interpersonal merupakan prediktor OCB yang lebih baik daripada keadilan informasional. Untuk hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Rego dan Cunha (2006) tersebut. Karena hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan untuk keadilan interpersonal, namun tidak pada keadilan
145
informasional. Dapat disimpulkan bahwa keadilan interpersonal merupakan prediktor OCB yang lebih baik ketimbang keadilan informasional. Untuk hasil penelitian Rego dan Cunha (2006) di bagian inilah yang mendukung hasil penelitian ini. Adapula hasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa dimensi dari keadilan organisasi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap perilaku OCB tetapi hanya pada dimensi keadilan distributif dan keadilan interpersonal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB. Namun hasil dari penelitian ini tidak sepenuhnya mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Jafari dan Bidarian (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang positif signifikan dari dimensi keadilan organisasi (yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional) terhadap OCB. Dalam penelitian ini, hasil yang didapat hanya ada dua variabel dari dimensi keadilan organisasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB, yaitu keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Dalam penelitian ini, baik keadilan distributif maupun keadilan interpersonal dijelaskan memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap OCB. Hal ini menunjukkan bahwa keadilan dalam bentuk keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil dan keadilan dalam bentuk cara bersikap atasan terhadap bawahannya dapat meningkatkan OCB secara signifikan dan secara positif dapat berpengaruh terhadap OCB.
146
Hal ini tentunya dapat menjadi suatu referensi bahwa keadilan organisasi yang ada di instansi hendaknya dapat lebih ditingkatkan agar OCB para pegawai juga dapat terus meningkat. Keadilan organisasi yang sesuai bagi para pegawai yang bekerja di Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta Timur adalah keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Karena keadilan distributif dan keadilan interpersonal ini diteliti lebih berpengaruh terhadap munculnya perilaku OCB dibandingkan dengan keadilan prosedural dan keadilan informasional. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, menurut Greenberg (2005) yang menyatakan bahwa bentuk keadilan organisasi berfokus pada keyakinan karyawan bahwa mereka telah menerima penghargaan dari hasil pekerjaan dengan jumlah yang adil (seperti gaji, pengakuan dsb). Ada juga menurut Rego dan Cunha (2006) yang menyatakan bahwa keadilan interpersonal yang mengacu pada sejauh mana atasan memperlakukan karyawan dengan rasa hormat dan bermartabat. Hal ini sangat berlaku positif terhadap pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur. Jika pihak instansi ingin melakukan intervensi dalam meningkatkan perilaku OCB, sehingga perilaku tersebut dapat lebih diperhatikan untuk lebih diutamakan dalam proses intervensi peningkatan perilaku OCB karena pengaruhnya yang positif dengan kriteria signifikan. Selanjutnya, variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap OCB adalah variabel jenis kelamin yang menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Hal ini ditunjukkan dengan sumbangan sebesar 2,4%, artinya bahwa variabel jenis kelamin tersebut secara positif mempengaruhi OCB. Dari hal ini dapat dijelaskan bahwa jika pihak instansi ingin melakukan
147
peningkatan perilaku OCB pada para pegawai di instansinya, maka pihak instansi perlu memperhatikan tingkat jenis kelamin dalam instansi. jenis kelamin dari variabel demografi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2006), perempuan secara positif memberi pengaruh terhadap OCB. Sedangkan laki-laki memberi pengaruh negatif terhadap perilaku OCB. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menyatakan memang ada perbedaan tingkat OCB antara perempuan dengan laki-laki tetapi untuk tingkat signifikan baik perempuan maupun laki-laki memberi pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Hal ini menjelaskan bahwa baik instansi, perusahaan maupun organisasi tidak harusnya menjustifikasi tanpa alasan kuat jika pegawai atau karyawan lakilaki memiliki tingkat OCB rendah sehingga tidak akan bisa membantu instansi atau perusahaannya mencapai tujuan dan tidak semata-mata menjustifikasi pegawai atau karyawan perempuan memiliki tingkat OCB tinggi sehingga bisa membantu instansi atau perusahaannya mencapai tujuan. Hasil lain yang terdapat dalam penelitian ini adalah dimensi dari selfmonitoring tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap perilaku OCB. Hal ini mendukung hasil penelitian Lawal dan Babalola (2007) yang menyatakan bahwa self-monitoring memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap OCB. Begitupun hasil penelitian dari Triningsih (2003) yang juga mendukung hasil dari penelitian ini.
148
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2012) menyatakan bahwa self-monitoring memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku OCB. Hasil dari penelitian Rangkuti (2012) bertentangan dengan hasil penelitian ini. Karena dalam penelitian ini dihasilkan bahwa self-monitoring tidak memiliki pengaruh yang positif maupun negatif secara signifikan terhadap perilaku OCB. Namun perlu diketahui bahwa tingkat self-monitoring seseorang umumnya tergantung dari suasana hati (mood), bisa saja saat moodnya sedang tidak baik seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring rendah dan ketika moodnya baik seseorang akan cenderung menampilkan self-monitoring tinggi. Oleh karena itu, self-monitoring ini bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi OCB seseorang. Adapun perbedaan hasil penelitian yang terdapat dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh para peneliti dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun diantara faktor-faktor tersebut adalah keterbatasan dalam hal sampel penelitian dan juga teknik dalam pengambilan sampel, jumlah sampel yang berbeda antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu, kurang tepatnya sasaran subjek dalam penelitian ini dan waktu dimana pengambilan data dilakukan. Namun faktor yang cukup dominan dalam perbedaan hasil antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada jumlah sampel penelitian yang digunakan, subjek yang dijadikan sampel penelitian dan status sampel baik sebagai karyawan swasta maupun pegawai negeri. Karena banyaknya jumlah
149
sampel dan beragamnya data (jawaban dari pengisian instrumen penelitian) yang didapat dari sampel tentunya dapat mempengaruhi hasil penelitian walaupun hal tersebut tidaklah selalu signifikan. Sehingga hasil yang terdapat dalam penelitian ini tidaklah menjustifikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan hasil yang terdapat dalam penelitian ini tentunya dapat menjadi masukan yang berharga dari sudut pandang yang berbeda. Adapun nilai lebih yang terdapat dalam penelitian ini adalah terdapat pada bervariasinya variabel yang diujikan terhadap perilaku OCB. Dalam penelitian ini, terdapat 12 IV yang coba penulis lihat pengaruh dan nilai kontribusinya dari masing-masing IV terhadap perilaku OCB. Penelitian ini tentunya memiliki pengaruh cukup besar bagi perkembangan instansi di masa yang akan datang. Jika atasan memberikan dukungan organisasi dan keadilan organisasi serta dapat mendorong pegawai untuk memunculkan self-monitoring, maka akan meningkat pula perilaku OCB pada pegawai. Artinya, semakin tinggi dukungan organisasi, keadilan organisasi serta self-monitoring pada pegawai, maka OCB pada pegawai pun akan semakin tinggi. Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Smith, Bateman dan Organ (dalam Jahangir, Akbar & Haq, 2004) melakukan penelitian yang meyelidiki tentang penyebab-penyebab terjadinya OCB. Dimana dukungan organisasi, keadilan organisasi serta atribut kepribadian, yaitu self-monitoring merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan perilaku OCB pada pegawai BKN Cawang, Jakarta Timur.
150
5.3 Saran Berdasarkan hasil analisis data dan diskusi di atas, maka untuk perkembangan skripsi selanjutnya penulis perlu memberikan saran sebagai pertimbangan dan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa yang akan meneliti variabel yang sama menggunakan topik atau pendekatan yang sama dengan penelitian ini. Saran tersebut berupa saran teoritis dan saran praktis. 5.3.1 Saran teoritis Bagi peneliti yang tertarik dan berminat pada persoalan yang sama disarankan untuk : 1) Menambah variabel lain di luar variabel yang telah diteliti agar lebih luas dalam gambaran penelitiannya, seperti kontrak psikologis, karakteristik tugas maupun trait kepribadian. Sehingga pada penelitian yang akan datang tidak terus menerus meneliti variabel yang sudah umum diteliti oleh peneliti sebelumnya. 2) Mengembangkan secara baik dan teliti setiap item yang digunakan dalam instrumen
penelitian,
terlebih
lagi
jika
item
tersebut
merupakan
pengadaptasian dari penelitian yang berasal dari luar negeri dan telitilah dalam menerjemahkan. Konstruk pernyataan sebaiknya menggunakan gaya bahasa yang lebih lugas sehingga mudah dipahami oleh responden dan tidak menimbulkan salah persepsi dalam mengartikan maksud dari pernyataan dalam alat ukur.
151
3) Memperbanyak jumlah sampel agar dapat menghasilkan hasil penghitungan statistik yang baik dalam uji validitas. Selain itu, baiknya sampel penelitian dapat difokuskan pada biro atau bidang tertentu saja. Sehingga tidak terlihat begitu meluas. 4) Memperhatikan ketepatan subjek yang akan dijadikan sasaran dalam sampel penelitian. Agar dapat menghasilkan hasil penelitian yang tepat dan akurat. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan sampel karyawan perusahaan swasta. Karena berdasarkan hasil penelitian, variabel OCB ini lebih cocok jika diteliti pada karyawan perusahaan swasta. 5) Melakukan studi pendahuluan sebelum menentukan populasi dan sampel. Agar sampel yang nantinya digunakan dalam penelitian sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian sehingga tidak menimbulkan bias dan ketidaktepatan dengan teori. 5.3.2
Saran praktis
1) Berdasarkan hasil penelitian ini, POS, keadilan distributif dan keadilan interpersonal menjadi prediktor kuat bagi OCB seorang pegawai. Maka saran praktis yang dapat dilakukan pimpinan instansi untuk meningkatkan dukungan organisasi, keadilan distributif dan keadilan interpersonal pegawai antara lain dengan memberikan dukungan kepada pegawai serta menjalin hubungan baik dengan pegawai, bersikap lebih terbuka, fleksibel dan pendengar yang baik dalam konteks masalah instansi sehingga pegawai merasa bahwa mereka telah didukung, dibantu dan diperlakukan adil oleh
152
organisasi sehingga pegawai akan mampu memunculkan perilaku OCB di instansinya guna meningkatkan produktivitas dan efektivitas instansinya. 2) Kepada pihak instansi, jika ingin melakukan intervensi terhadap peningkatan perilaku OCB pada pegawai, maka perlu diperhatikan dan lebih diutamakan adalah pada aspek dukungan organisasi, keadilan distributif dan keadilan interpersonal. Ketiga variabel tersebut memiliki kontribusi yang signifikan sehingga bila lebih diperhatikan maka hasilnya pun akan signifikan. Artinya, jika dukungan organisasi, keadilan distributif dan keadilan interpersonal dalam instansi ditingkatkan maka OCB pegawai pun akan meningkat secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Aminah, D. (2013). Pengaruh tipe kepribadian, komitmen organisasi dan faktor demografi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan. Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ardianto, A. (2009). Perceived organizational support sebagai pemediasi pengaruh keadilan prosedural penghargaan dan dukungan supervisor terhadap komitmen afektif. Skripsi. Surakarta: Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Ariani, D.W. (2008). Perilaku kewarganegaraan organisasional. Diakses tanggal 15 Juli 2009 dari http://www.ugm.ac.id/index.php?. Arwan, A. (2012). Pengaruh keadilan organisasional dan persepsi kepemimpinan transformasional terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Asgari, A., Silong, A.D., Ahmad, A., & Sama, B.A. (2008). The relationship between transformasional leadership behavior, leader-member exchange and OCB, European Journal of Scientific Research, 6, 140-150. Asgari, M.H., Nojabaee, S.S. & Arjmand, F. (2011). The relationship between the organizational justice and organizational citizenship behavior of the employee. Middle-East Journal of Scientific Research, 10, 141-148. Blakely, G.L., Andrews, M.C. & Fuller, J. (2003). Are chameleons good citizens? A longitudinal study of the relationship between self-monitoring and organizational citizenship behavior. Journal of Business and Psychology, 18 (2), 131-144. DOI: 10.1023/A:1027388729390. Bolino, C.M., Turnley, H.W. & Bloodgood, M.J. (2002). Citizenship behavior and the creation of social capital in organization. The Academy of Management Review, 27 (4), 505-522. Borman, W.C. & Motowidlo, S.J. (1997), Task performance and contextual performance: The meaning for personnel selection research. Human Performance, 10, 99–109. DOI: 10.1207/s15327043hup1002_3 Bukhari, Z.U., Ali, U., Shahzad, K. & Bashir, S. (2009). Determinants of organizational citizenship behavior in Pakistan. International Review of Business Research Papers, 5 (2), 132–150.
Cardona, P., Lawrence, B., & Bentler, P. (2004). The influence of social and work exchange relationships on organizational citizenship behavior. Group and Organizational Management, 29 (2), 219-247. DOI: 10.1177/1059601103257401. Cohen, A. (2006). The relationship between multiple commitments and organizational citizenship behavior in arab and jewish culture. Journal of Vocational Behavior, 69, 105–118. DOI: 10.1016/j.jvb.2005.12.004. Colquitt, J.A. (2001). On the dimensionality of organizational justice: A contruct validations of a measure. Journal of Applied Psychology, 86, 386-400. DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.386. Colquitt, J.A., Colon, D.E., Wesson, M.J., Porter, C.O.L.H., & Ng, Y.K. (2001). Justice at the millennium; A meta-analityc review of 25 years of organizational justice research. Journal of Applied Psychology, 86, 425445. DOI: 10.1037//0021-9010.86.3.425. Cropanzano, R., Bowen, D.E., & Gilliland, S.W. (2007). The management of organizational justice. Academy of Management Perspective. 34-48. DOI: 10.1037/0021-9010.88.1.160. Davier, M.V. & Rost, J. (1997). Self-monitoring-A class variable. Applications of latent trait and latent class models in the social sciences, 296-305. Davoudi, M.M.S. (2012). A comprehensive study of organizational citizenship behavior (OCB): Introducing the term, clarifying its consequences and identifying its antecedents. Journal of Economics and Management, 2 (1), 73-85. ISSN 2278‐0629. Ehrhart, M. G., & Naumann, S. E. (2004). Organizational citizenship behavior in work groups: A group norms approach. Journal of Applied Psychology, 89, 960–974. DOI: 10.1037/0021-9010.89.6.960. Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S. & Sowa, D. (1986). Perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, 71 (3), 500-507. DOI: 0021-9010/86/$00.75. Gangestad, S. & Snyder, M. (1985). To carve nature at its joints: On the existence of discrete classes in personality. Psychological Review, 92 (3), 317-349. DOI: 0033-295X/85/$00.75. Greenberg, J. (1987). A taxonomy of organizational justice teories. The Academy of Management Review, 12 (1), 9-22.
Greenberg, J. & Baron. R. (2003). Behavior in organizations. (7th ed). New Jersey: Prentice Hall. Greenberg, J. (2005). Managing behavior in organizations, (4th ed). Pearson Educations, Inc. Greenhaus, J.H. & Callanan A.G. (2006). Encyclopedia of career development. California: SAGE Publications, Inc. Hardi, L.O.W.K. (2009). Organizational citizenship behavior pada pengurus partai politik ditinjau dari komitmen organisasi. Skripsi. Semarang: Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. Hendrayanti, E. (2006). Hubungan antara self-monitoring dengan prokrastinasi pada karyawan di PT. PLN (Persero) region Jateng DIY Ungaran. Skripsi. Semarang: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. Hendry. (2011). Perbedaan individu: Kepribadian I. Diakses tanggal 20 Oktober 2014 dari http://teorionline.wordpress.com/2011/02/25/perbedaanindividu-kepribadian-1/. Hutchison, S. (1997). A path model of perceived organizational support. Journal of Social Behavior and Personality, 12 (1), 159-174. Iriani, F. (2003). Perbedaan komitmen berpacaran antara dewasa muda yang memiliki self-monitoring tinggi dan self-monitoring rendah. Jurnal Psikologi, 1 (1), 38-42. Jacqueline, A.M. & Coyle, S. (2002). A psychological contract perspective on organizational citizenship behavior. Journal of Organizational Behavior. 23, 927-946. DOI: 10.1002/job.173. Jafari, P., & Bidarian, S. (2012). The relationship between organizational justice and organizational citizenship behavior. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 47, 1815-1820. DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.06.905. Jahangir, N., Akbar, M.M. & Haq, M. (2004). Organizational citizenship behavior: Its nature and antecedents. BRAC University Journal, 1 (2), 7585. Jayanti, P. (2009). Perbedaan organizational citizenship behavior antara pegawai dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Skripsi. Medan: Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.
Kamil, E.P. (2012). Pengaruh perceived organizational support (POS) dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kreitner, R. & Kinicki, A. (2007). Organizational behavior (7th ed). New York: McGraw-Hill. Krishnan, V.R. & Arora, P. (2008). Determinant of transformational leadership and organizational citizenship behavior. Asia Pasific Business Review, 4 (1), 34-43. ISSN: 0973-2470. Kwantes, C.T., Karamb, C.M., Kuo, B.C.H & Towson, S. (2008). Culture’s influence on the perception of OCB as in-role or extra-role. International Journal of Intercultural Relations, 32, 229–243. DOI: 10.1016/j.ijintrel.2008.01.007. Lee, U.H., Kim, H.K. & Kim, Y.H. (2013). Determinants of organizational citizenship behavior. Global Business and Management Research: An International Journal, 5 (1), 54-65. Lennox, R.D. & Wolfe, R.N. (1984). Revision of the self-monitoring scale. Journal of Personality and Social Psychology, 46 (6), 1349-1364. DOI: 10.1037/0022-3514.46.6.1349. Leon, M.C.D. & Finkelstein, M.A. (2011). Individualism/collectivism and organizational citizenship behavior. Psicothema, 23 (3), 401-406. ISSN 0214 – 9915. LePine, J.A., Erez, A. & Johnson, D.E. (2002). The nature and dimensionality of organizational citizenship behavior: a critical review and meta-analysis. Journal of Applied Psychology, 87 (1), 52-65. DOI: 10.1037//00219010.87.1.52. Lo, M.C., & Ramayah, T. (2009). Dimensionality of organizational citizenship behavior (OCB) in a multicultural society: The case of Malaysia. Journal of International Bussiness Research, 2 (1). 48-55. Malik, M.E. & Naeem, B. (2011). Impact of perceived of organizational justice on organizational commitment of faculty: Empirical evidence from Pakistan. Interisciplinary Journal of Research Business, 1, 92-98. Moningka, C. & Widyarinil, N. (2005). Pengaruh hubungan interpersonal, selfmonitoring dan minat terhadap performansi kerja pada karyawan bagian penjualan. Jurnal Psikologi, 146-158.
Moorman, R.H. (1991). The relationship between organizational justice and organizational citizenship behaviors: Do fairness perceptions influence employee citizenship?. Journal of Applied Psychology, 76, 845-855. DOI: 10.1037/0021-9010.76.6.845. Moorman, R.H., Niehoff, B.P. & Organ, D.W. (1993). Treating employees fairly and organizational citizenship behaviors: Sorting the effects of job satisfaction, organizational commitment, and procedural justice. Employee DOI: Responsibilities and Rights Journal, 6, 209-225. 10.1007/BF01419445. Nadhirin, A.L. (2010). Gaya pemantauan diri. Diakses tanggal 20 Oktober 2014 dari http://nadhirin.blogspot.com/2010/04/gaya-presentasi-diri-selfmonitoring.html. Niehoff, B.P. & Moorman, R.H. (1993). Justice as a mediator of the relationship between methods of monitoring and organizational citizenship behavior. Academy of Management Jounal, 36 (3), 327-556. DOI: 10.2307/256591. Novliadi, F. (2006). Organizational citizenship behavior karyawan ditinjau dari persepsi terhadap kualitas interaksi atasan-bawahan dan persepsi terhadap dukungan organisasional. Psikologia, 2, 39-46. Organ, D.W. (1988). Organizational citizenship behavior: The good soldier syndrome. Lexington, MA: Lexington Books. Organ D.W. & Ryan, K. (1995). A meta-analytic review of attitudinal and dispositional predictors of organizational citizenship behavior. Personnel Psychology, 48, 775-800. DOI: 10.1111/j.1744-6570.1995.tb01781.x. Organ, D.W., Podsakoff, & P.M., MacKenzie, S.B. (2006). Organizational citizenship behavior; its nature, antecedent and consequences. California: SAGE Publications, Inc. Perdana, A.M.P. (2011). Pengaruh persepsi gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Bumi serpong damai. Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B., & Bachrach, D.G., (2000). Organizational citizenship behavior: A critical review of theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management, 26 (3), 513-563. DOI: 10.1177/014920630002600307.
Prastiwi, H.E. (2013). Pengaruh leader member exchange dan kepemimpinan spiritual terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Prihatsanti, U. & Dewi, K.S. (2010). Hubungan antara iklim organisasi dan organizational citizenship behavior (OCB) pada guru SDN di kecamatan Mojolaban Sukoharjo. Jurnal Psikologi, 7 (1), 11-17. Purba, D.E. & Seniati, A.N.L. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior. Jurnal Social Humaniora, 8 (3), 105-111. Randall, M.L., Cropanzano, R., Bormann, C.A. & Birjulin, A. (1999). Organizational politics and organizational support as predictors of work attitudes, job performance and organizational citizenship behavior. Journal of Organizational Behavior, 20, 159-174. DOI: 10.1002/(SICI)10991379(199903). Rangkuti, M. (2012). Dampak self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior (OCB). Skripsi. Medan: Program Studi Psikologi Universitas Sumatera Utara. Rego, A. & Cunha M.P.A. (2006) Organizational justice and citizenship behavior; a study in feminine, high power distance culture. Working Papers in Management. Universidade de Aviero. Rhoades, L., Eisenberger, R. & Armeli, S. (2001). Affective commitment to the organization: The contribution of perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, 86, 825-836. DOI: 10.1037//00219010.86.5.825. Rhoades, L. & Eisenberger, R. (2002). Perceived organizational support: A review of the literature. Journal of Applied Psychology, 87 (4), 698-714. DOI: 10.1037//0021-9010.87.4.698. Robbbins, S.P. (2001). Organizational behavior (10nd ed). Canada: Prentice-Hall. Rusdiana, D. (2012). Pengaruh pengawasan melekat terhadap kinerja staf administrasi di pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan ilmu pengetahuan alam. Skripsi. Bandung: Manajemen Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia. Sevilla, C.G. (1993). Pengantar metode penelitian (terj: Alimuddin Tuwu). Jakarta : UI-Press.
Shore, L.M. & Wayne, S.J. (1993). Commitment and employee behavior: comparison of affective commitment and continuance commitment with perceived organizational support. Journal of Applied psychology, 78 (5), 774-780. DOI:10.1037/0021-9010.78.5.774. Smith, C.A., Organ, D.W. & Near, J.P. (1983). Organizational citizenship behavior: Its nature and antecedents. Journal of Applied Psychology, 68 (4), 653-663. DOI: 10.1037/0021-9010.68.4.653. Snyder, M. (1974). Self-monitoring of expressive behavior. Journal of Personal Social Psychology, 30, 526-537. DOI: 10.1037/h0037039. Snyder, M., & Gangestad, S.W. (1986). On the nature of self-monitoring: Matters of assessment matters of validity. Journal of Personality and Social Psychology, 51 (1), 125-139. DOI: 0022-3514y86/$00.75. Snyder, M., & Gangestad, S.W. (2000). Self-monitoring : Appraisal and reappraisal. Psychological Bulletin. 126 (4), 530-555. DOI: 10.1037//0033-2909.126.4.530. Stamper, C.L. & Dyne, L.V. (2001). Work status and organizational citizenship behavior: A field study of restaurant employee. Journal of Organizational Behavior, 22, 517-536. DOI: 10.1002/job.100. Sufya, D.H. (2012). Pengaruh tipe kepribadian dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan semen padang. Skripsi. Jakarta: Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Susanto, T. (2014). Wujudkan karakter pegawai negeri sipil (PNS) yang baik. Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari http://www.paudni.kemdikbud.go.id/berita/159.html. Syaikhu, N. (2008). Menakar kembali kinerja pegawai. Diakses tanggal 08 Januari 2015 dari http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28artikel/331-menakar-kembali-kinerja-pegawai.html. Tennant, B. (2012). Impact of organizational support, altruism & service climate on organizational citizenship behavior in service industry. American Journal of Behavioural Science and Psychology, 2 (4), 1-8. ISSN 25685465. Triyanto, A. & Santosa, C.E. (2009). Organizational citizenship behavior (OCB) dan pengaruhnya terhadap keinginan keluar dan kepuasan kerja karyawan. Jurnal Manajemen, 7 (4), 1-13.
Umar, J. (2010). Bahan ajar statistik I dan II. Jakarta : Fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah. Vigoda, E. & Golembiewski, R.T. (2001). Citizenship behavior and the spirit of new managerialism. A theoretical framework and challenge for governance. American Review of Public Administration. 31 (3), 273-295. DOI: 10.1177/02750740122064956. Wijaya, I. (2014). Analisis pengaruh organizational justice terhadap organizational citizenship behavior dengan perceived organizational support sebagai mediator di kantor kecamatan Neglasari kota Tangerang. Jurnal Managemen, 1-10. WikiPNS. (2014). Apa pengertian PNS?. Diakses tanggal 10 Januari 2015 dari http://wikipns.com/apa-pengertian-pns/.
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
Assalamualaikum,wr.wb. Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat, Dalam rangka penyusunan skripsi untuk menyelesaikan studi jenjang Strata 1 (S1), saya Khirzah Nurmala, mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat ini sedang mengadakan penelitian tentang “Organizational Citizenship Behavior (OCB)”. Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, maka saya mohon bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjawab pernyataan dalam instrumen ini dengan sejujur-jujurnya. Hal ini dikarenakan tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar selama itu sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I.. Saya menjamin bahwa data yang didapat dari instrumen ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjadi responden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih. Peneliti, Khirzah Nurmala
Lembar Persetujuan Sebelum Bapak/Ibu/Saudara/I menjawab pernyataan dalam instrumen penelitian ini, diharapkan untuk mengisi terlebih dahulu lembar persetujuan di bawah ini selengkap-lengkapnya dengan cara memberi tanda silang ( X ) pada tabel yang sesuai dengan diri Bapak/Ibu/Saudara/I. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
Usia
:
20-27 Thn
28-35 Thn
36-43 Thn
> 44 Thn
Suku
:
Jawa
Sumatera
Kalimantan
Lainnya, sebutkan ! _________
SMA/SLTA
S1
S2
Lainnya, sebutkan! _________
Tingkat Pendidikan : Jabatan
: ________________________________________
Biro / Bidang
: Biro ___________________
Bidang _________________
Lama Bekerja
:
1 Thn
2-12 Thn
13-22 Thn
Status Karyawan
:
PNS
Non-PNS
> 23 Thn
Petunjuk Pengisian Untuk menjawab pernyataan pada instrumen di bagian A, B dan C ini Bapak/Ibu/Saudara/I diminta untuk memilih salah satu jawaban dari keempat alternatif jawaban yang paling sesuai dengan cara memberikan tanda silang ( X ) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia di bagian kanan dari setiap pernyataan. Keterangan jawaban sebagai berikut : SS
: Apabila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S
: Apabila Anda Setuju dengan pernyataan tersebut
TS
: Apabila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS
: Apabila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut.
--------------- Selamat Mengerjakan ---------------
BAGIAN A No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Pernyataan Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang memiliki beban kerja berat. Saya selalu siap membantu tugas karyawan lain di perusahaan tempat saya bekerja. Saya membantu pekerjaan karyawan lain yang tidak hadir. Saya dengan sukarela membantu karyawan lain yang memiliki kesulitan dalam pekerjaan. Saya membantu mengarahkan karyawan baru meskipun tidak diperlukan. Saya percaya bahwa melakukan pekerjaan dengan jujur akan mendapatkan gaji yang semestinya. Kehadiran saya di tempat kerja melebihi jam kerja pada umumnya. Saya tidak mengambil jam istirahat tambahan. Saya mematuhi peraturan yang ada di perusahaan meskipun tidak ada yang mengawasi. Saya merupakan salah satu karyawan yang paling teliti. Saya selalu membutuhkan pembuktian yang terperinci atas apa yang terjadi di perusahaan. Saya menghabiskan banyak waktu dengan mengeluhkan hal-hal yang tidak penting. Saya cenderung membesar-besarkan masalah. Saya selalu melihat kesalahan orang lain, daripada sisi positifnya. Saya selalu menemukan kesalahan yang dilakukan perusahaan. Saya mencoba untuk menghindari terciptanya masalah dengan rekan kerja. Saya mempertimbangkan dampak dari pekerjaan saya terhadap rekan kerja. Saya tidak pernah menyalahgunakan hak-hak orang lain. Saya mengambil langkah untuk berusaha mencegah konflik dengan karyawan lain. Saya sadar bagaimana perilaku saya mempengaruhi pekerjaan orang lain. Saya tetap mengikuti perubahan dalam organisasi. Saya menghadiri pertemuan yang tidak diwajibkan, tetapi dianggap penting. Saya menghadiri kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar perusahaan untuk meningkatkan pencitraan perusahaan. Saya memantau berbagai perkembangan informasi di perusahaan.
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
BAGIAN B No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Perusahaan menghargai kontribusi yang saya berikan untuk kesejahteraan organisasi. Jika perusahaan dapat menyewa orang untuk menggantikan saya dengan gaji yang lebih rendah maka itulah yang akan dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan gagal untuk menghargai apa pun usaha ekstra saya. Perusahaan benar-benar mempertimbangkan tujuan dan nilai-nilai saya. Perusahaan memaklumi ketidakhadiran saya karena saya sakit. Perusahaan akan mengabaikan apapun keluhan saya. Perusahaan mengabaikan kepentingan terbaik saya ketika membuat keputusan yang dapat mempengaruhi saya. Perusahaan menyediakan bantuan ketika saya mengalami kesulitan atau masalah. Perusahaan benar-benar peduli pada kesejahteraan saya. Perusahaan bersedia memberikan keleluasaan kepada saya agar saya dapat
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36.
mengeluarkan kemampuan terbaik saya. Perusahaan tidak memaklumi ketidakhadiran saya karena masalah pribadi. Jika perusahaan menemukan cara yang lebih efisien untuk dapat menyelesaikan tugas saya mereka akan menggantikan saya. Perusahaan akan memaafkan kesalahan yang saya akui dengan jujur selama saya bekerja. Penurunan prestasi kerja yang saya lakukan membuat perusahaan ingin menggantikan posisi saya dengan orang lain. Perusahaan merasa hanya ada sedikit yang bisa diperoleh dari mempekerjakan saya selama sisa karir saya. Perusahaan hanya menyediakan sedikit kesempatan bagi saya untuk menjadi lebih maju. Bahkan jika saya melakukan pekerjaan sebaik mungkin, perusahaan tidak akan melihat usaha saya. Perusahaan mengabulkan permintaan yang masuk akal bagi perubahan kondisi kerja saya. Jika saya diberhentikan, perusahaan lebih suka merekrut orang baru daripada mempekerjakan saya kembali. Perusahaan bersedia untuk membantu saya ketika saya membutuhkan bantuan khusus. Perusahaan memperhatikan kepuasan kerja saya secara keseluruhan. Jika diberi kesempatan, perusahaan akan mengambil keuntungan dari saya. Perusahaan memberikan perhatian yang sangat sedikit kepada saya. Jika saya memutuskan untuk berhenti, perusahaan akan mencoba membujuk saya untuk tetap bertahan. Perusahaan peduli tentang pendapat saya. Perusahaan merasa bahwa mempekerjakan saya adalah suatu kesalahan besar. Perusahaan bangga terhadap prestasi saya di tempat kerja. Perusahaan lebih peduli untuk mencari keuntungan dibandingkan saya. Perusahaan memaklumi jika saya tidak bisa untuk menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu. Perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka perusahaan akan mempertimbangkan untuk menaikan gaji saya. Perusahaan merasa bahwa setiap orang dapat melakukan pekerjaan sama seperti yang saya lakukan. Perusahaan tidak peduli terhadap gaji yang merupakan hak saya. Perusahaan ingin memberikan kepada saya pekerjaan yang sebaik mungkin sesuai kualifikasi saya. Jika posisi saya ditiadakan, perusahaan akan lebih memilih untuk memberhentikan saya daripada memindahkan saya ke posisi lain. Perusahaan berusaha menjadikan pekerjaan saya semenarik mungkin. Atasan saya merasa bangga karena saya menjadi bagian dari perusahaan ini.
BAGIAN C No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pernyataan Secara umum, imbalan yang saya terima adalah adil. Saya merasa diberi gaji secara adil. Dengan mempertimbangkan gaji yang dibayarkan dalam perusahaan ini, saya merasa bahwa gaji yang saya terima adalah adil. Dengan mempertimbangkan pengalaman saya, saya merasa bahwa saya cukup dihargai oleh perusahaan. Dengan mempertimbangkan usaha saya, saya merasa bahwa saya cukup dihargai oleh perusahaan. Perusahaan saya memiliki mekanisme yang memungkinkan karyawannya
SS
S
TS
STS
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
untuk mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang akan mempengaruhi mereka. Pertanyaan karyawan tentang imbal jasa dan evaluasi kinerja biasanya dijawab dengan segera oleh perusahaan. Melalui beberapa cara, perusahaan saya berusaha memahami pendapat karyawan mengenai pengambilan keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan imbal jasa. Karyawan dapat mengajukan perbandingan terhadap keputusan yang dibuat oleh atasan. Atasan saya menunjukkan perhatian yang tulus dengan bersikap adil kepada saya. Atasan saya benar-benar tulus dan terbuka terhadap saya. Atasan saya menunjukkan kepedulian terhadap hak-hak saya. Atasan saya memperlakukan saya dengan rasa hormat dan penuh pertimbangan. Atasan saya memberikan umpan balik terhadap pekerjaan saya, sehingga saya dapat memperbaiki pekerjaan saya. Atasan saya memberikan penjelasan yang masuk akal ketika membuat suatu keputusan mengenai pekerjaan saya. Atasan saya berdiskusi dengan saya mengenai tujuan dan perencanaan yang berhubungan dengan kinerja saya. Atasan saya menjelaskan dengan jelas seluruh keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan saya. Pertanyaan yang diajukan oleh karyawan mengenai imbal jasa dan evaluasi kinerja biasanya dijawab dengan memuaskan oleh perusahaan.
BAGIAN D Pernyataan pada instrumen di bagian D, Anda dapat memberikan tanda silang ( X ) pada alternatif jawaban yang sesuai dengan diri Anda. Keterangan jawaban sebagai berikut : B
: Benar (Apabila Anda merasa diri Anda Sesuai dengan pernyataan tersebut)
S
: Salah (Apabila Anda merasa diri Anda Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut)
Tidak ada jawaban yang benar atau salah untuk setiap pernyataan, seluruh jawaban adalah benar selama itu sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan untuk mengisi semua pernyataan dalam kuisioner ini dan silahkan untuk mengecek kembali jawaban yang Anda berikan. --------------- Selamat Mengerjakan --------------No. 1.
Pernyataan Saya merasa sulit untuk meniru perilaku orang lain.
Jawaban
B B
S S
Pada pesta dan pertemuan sosial, saya tidak berusaha untuk melakukan atau mengatakan hal-hal yang dapat membuat orang lain senang. Saya hanya bisa memperdebatkan ide yang dapat saya percayai. Saya dapat melakukan pidato dadakan meskipun saya hampir tidak memiliki informasi terkait topik tersebut. Saya kira saya dapat menyiapkan pertunjukkan untuk menghibur dan membuat orang lain terkesan.
B
S
B B
S S
B
S
7.
Ketika saya merasa bimbang tentang bagaimana bertindak dalam situasi sosial, saya melihat perilaku orang lain sebagai isyarat.
B
S
8.
Saya mungkin bisa menjadi seorang aktor yang baik.
B B
S S
B B
S S
2. 3. 4. 5. 6.
9. 10. 11.
Perilaku saya biasanya sesuai dengan ekspresi dari perasaan, sikap dan keyakinan saya.
Saya jarang membutuhkan saran dari teman saya untuk memilih film, buku atau musik. Sesekali saya melihat orang lain untuk mendalami emosi lebih dalam lagi. Saya bisa tertawa lepas ketika saya menonton acara komedi bersama teman-
teman saya daripada ketika saya menonton sendirian. 12.. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Dalam suatu kelompok, saya jarang menjadi pusat perhatian. Dalam situasi yang berbeda dan dengan orang yang berbeda, saya sering bertingkah laku seperti orang yang sangat berbeda. Saya tidak memiliki kemampuan yang baik untuk membuat orang lain menyukai saya.
Sekalipun jika saya tidak menikmati hidup saya, saya sering memanfaatkan waktu dengan baik. Saya tidak selalu menjadi diri sendiri. Saya tidak akan mengubah pendapat saya (atau cara saya melakukan sesuatu) untuk membuat orang lain terkesan. Saya telah mempertimbangkan untuk menjadi seorang entertainer.
Saya mampu menjadi orang yang berbeda ketika dibutuhkan. Saya tidak pernah berhasil dalam suatu permainan seperti improvisasi dalam berakting. Saya mengalami kesulitan mengubah perilaku saya sesuai dengan orang yang berbeda dan situasi yang berbeda. Pada sebuah acara, saya membiarkan orang lain untuk bercerita dan melucu. Saya merasa kaku ditempat saya bekerja dan tidak secara nyata mengoptimalkan apa yang saya lakukan. Saya dapat mengatakan sebuah kebohongan dengan ekspresi wajah datar dan tetap menatap orang tersebut (jika kebohongan yang saya katakan untuk kebaikan). Saya bisa bersikap ramah pada orang lain meskipun orang itu tidak saya sukai.
B B
S S
B B
S S
B B
S S
B B B B
S S S S
B B
S S
B
S
B
S
Lampiran 3
Gambar path pengujian CFA dimensi altruism
Tabel muatan faktor item dimensi altruism No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,65 0,60 0,59 0,24 0,49
Standar Error 0,09 0,08 0,08 0,08 0,09
Nilai T 7,46 7,68 7,57 3,04 5,43
Signifikansi √ √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi altruism Item
1 2 3 4 5
1 1
2
3
4
5
1 1 1 √
1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan sebenarnya. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 4
Gambar path pengujian CFA dimensi conscientiousness
Tabel muatan faktor item dimensi conscientiousness No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,43 0,46 0,41 0,28 0,67
Standar Error 0,09 0,09 0,09 0,09 0,10
Nilai T 4,89 5,16 4,68 3,24 6,89
Signifikansi √ √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi conscientiousness Item
1 2 3 4 5
1 1
2
3
4
5
1 1 1 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 6, 7, 8, 9 dan 10. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 5
Gambar path pengujian CFA dimensi sportsmanship
Tabel muatan faktor item dimensi sportsmanship No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,15 0,42 0,61 0,72 0,20
Standar Error 0,08 0,08 0,09 0,10 0,08
Nilai T 1,75 5,05 6,57 7,20 2,34
Signifikansi X √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi sportsmanship Item
1 2 3 4 5
1 1
2
3
4
5
1 1 1 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 11, 12, 13, 14 dan 15. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 6
Gambar path pengujian CFA dimensi courtesy
Tabel muatan faktor item dimensi courtesy No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,34 -0,03 0,43 0,79 -0,05
Standar Error 0,10 0,08 0,11 0,18 0,08
Nilai T 3,40 -0,41 3,76 4,37 -0,62
Signifikansi √ X √ √ X
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi courtesy Item
1 2 3 4 5
1 1
2
3
4
5
1 1 1 1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 16, 17, 18, 19 dan 20. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 7
Gambar path pengujian CFA dimensi civic virtue
Tabel muatan faktor item dimensi civic virtue No. 1. 2. 3. 4.
Koefisien 0,57 0,69 0,56 0,43
Standar Error 0,08 0,08 0,08 0,08
Nilai T 7,04 8,24 6,87 5,23
Signifikansi √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi civic virtue Item
1 2 3 4
1 1
2
3
4
1 1 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 21, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 8
Gambar path pengujian CFA OCB dengan model second order
Lampiran 9
Tabel muatan faktor organizational citizenship behavior (OCB) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Dimensi Altruism Conscientiousness Sportsmanship Courtesy Civic Virtue
Koefisien 0,41 0,99 -0,13 -0,08 0,42
Standar Error 0,06 0,05 0,04 0,05 0,07
Nilai T 6,33 19,90 -2,93 -1,74 6,30
Signifikan √
√ X X √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran organizational citizenship behavior (OCB) Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1 √
2
√
√ √
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1 √ √
1
16
17
18
19
1 √ √
1 √
1
20
21
1 1 1 √
√
√ √
1 √ √ √ √
√
1 √
√
1 √ √ √
√
√
1 1 √
1 1
√
√
√
√ √ √
√ √ √ √
√ √
√ √ √ √ √
√
√ √
√ √ √
√
√
√ √
1 √
√
√ √
1 √
√
√
1
√ √
√
√ √
√
√
√
√ √
√
√
√
1 √
√
1
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 21 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 10
Gambar path pengujian CFA perceived organizational support (POS)
Lampiran 11 Tabel muatan faktor item perceived organizational support (POS) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Koefisien 0,36 0,69 0,59 0,04 0,13 0,52 0,64 0,36 0,33 0,18 0,55 0,73 0,12 0,62 0,80 0,78 0,68 0,22 0,65 0,36 0,53 -0,06 0,55 0,26 0,47 0,53 0,42 0,55 0,01 0,22 0,40 0,67 0,36 0,56 0,29 0,30
Standar Error 0,11 0,10 0,10 0,11 0,11 0,10 0,10 0,11 0,10 0,11 0,10 0,10 0,11 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,10 0,11 0,10 0,11 0,10 0,11 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,11 0,10 0,10 0,11 0,10 0,11 0,11
Nilai T 3,42 6,86 5,83 0,38 1,17 4,99 6,35 3,37 3,20 1,73 5,30 7,32 1,15 6,10 8,17 7,89 6,72 2,08 6,46 3,45 5,09 -0,59 5,35 2,45 4,48 5,09 3,99 5,40 0,09 2,02 3,77 6,65 3,37 5,67 2,74 2,82
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Signifikansi √ √ √ X X √ √ √ √ X √ √ X √ √ √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ X √ √ √ √ √ √ √
Lampiran 12
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran perceived organizational support (POS) Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 √ 1 10 √ 1 11 1 12 1 13 1 14 1 15 1 16 1 17 1 18 1 19 1 20 1 21 √ 1 22 1 23 √ 1 24 √ 1 25 1 26 1 27 1 28 1 29 1 30 √ 1 31 1 32 √ 1 33 1 34 1 35 √ √ 1 36 1 Keterangan: Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 13
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan distributif
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan distributif No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,90 1,00 0,87 0,69 0,66
Standar Error 0,06 0,05 0,06 0,06 0,06
Nilai T 16,07 19,17 15,52 11,17 10,59
Signifikansi √ √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan distributif Item
1 2 3 4 5 1 1 2 1 3 √ 1 4 √ 1 5 √ 1 Keterangan : Pada tabel matrik, no 1 s/d 5 adalah urutan item yang benar. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 14
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan prosedural
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan prosedural No. 1. 2. 3. 4. 5.
Koefisien 0,83 0,83 0,57 0,55 0,58
Standar Error 0,07 0,07 0,07 0,07 0,07
Nilai T 11,82 11,76 8,13 7,83 7,74
Signifikansi √ √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan prosedural Item
1 2 3 4 5
1 1
2 1 √ √
3
1 √
4
5
1 √
1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 6, 7, 8, 9 dan 18. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 15
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan interpersonal
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan interpersonal No. 1. 2. 3. 4.
Koefisien 0,49 0,65 0,84 1,06
Standar Error 0,07 0,07 0,06 0,06
Nilai T 7,25 9,44 13,58 18,27
Signifikansi √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan interpersonal Item
1 2 3 4
1 1 √
2
3
4
1 1 √
1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 14, 15, 16 dan 17. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 16
Gambar path pengujian CFA dimensi keadilan informasional
Tabel muatan faktor item dimensi keadilan informasional No. 1. 2. 3. 4.
Koefisien 0,73 0,80 1,09 0,58
Standar Error 0,06 0,06 0,05 0,06
Nilai T 11,92 13,16 20,53 9,01
Signifikansi √ √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi keadilan informasional Item
1 2 3 4
1 1 √
2
3
4
1 1 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 5 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 10, 11, 12 dan 13 Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 17
Gambar path pengujian CFA dimensi expressive self-control
Tabel muatan faktor item dimensi expressive self-control No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Koefisien -0,01 0,18 0,32 0,44 -0,42 0,46 -0,26 0,29 0,12
Standar Error 0,05 0,06 0,12 0,10 0,10 0,10 0,10 0,07 0,05
Nilai T -0,20 3,01 2,59 -4,22 -4,04 4,78 -2,75 4,12 2,33
Signifikansi X √ √ X X √ X √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi expressive self-control Item
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 1
2
3
4
5
1 √ √
1
6
7
1 √
1
8
9
1 1 √ √ √ √
√
√ √ √
1 √
1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 9 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 1, 3, 4, 5, 8, 10, 11, 18 dan 20. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 18
Gambar path pengujian CFA dimensi social stage presence
Tabel muatan faktor item dimensi social stage presence No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Koefisien 0,43 -0,39 -0,08 0,23 0,27 0,23 -0,14 -0,36
Standar Error 0,11 0,11 0,09 0,08 0,11 0,08 0,08 0,11
Nilai T 4,04 -3,71 -0,81 2,88 2,44 2,88 -1,60 -3,33
Signifikansi √ X X √ √ √ X X
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi social stage presence Item
1 2 3 4 5 6 7 8
1 1
2
3
4
5
6
7
8
1 √
1 1 √
√
1 √
√ √
√
1 √
1 1
Keterangan: pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 12, 14, 15, 16, 19, 22, 23 dan 24. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 19
Gambar path pengujian CFA dimensi other directed self-presentation
Tabel muatan faktor item dimensi other directed self-presentation No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Koefisien 0,30 -0,23 0,22 -0,09 -0,01 0,17 0,35 0,40
Standar Error 0,08 0,09 0,07 0,09 0,08 0,08 0,13 0,09
Nilai T 3,55 -2,64 3,04 -1,01 -0,15 2,19 2,70 4,38
Signifikansi √ X √ X X √ √ √
Keterangan : Tanda √ = signifikan (Nilai T > 1,96), tanda X = tidak signifikan
Tabel matrik korelasi kesalahan pengukuran dimensi other directed selfpresentation Item
1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 √
2
3
4
5
6
1 √
1
7
8
1 √
1
1 1
√ √
√ √ √
√
√ √
1 √ √
Keterangan: Pada tabel matrik, no 1 s/d 8 hanya sebagai simbol sedangkan urutan item yang benar, yaitu 2, 6, 7, 9, 13, 17, 21 dan 25. Tanda √ menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran.
Lampiran 20
OUTPUT SPSS FREKUENSI SUBJEK PENELITIAN BERDASARKAN VARIABEL DEMOGRAFI Usia Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
20-27
40
19.0
19.0
19.0
28-35
110
52.4
52.4
71.4
36-43
34
16.2
16.2
87.6
>44
26
12.4
12.4
100.0
Total
210
100.0
100.0
Jenis Kelamin Frequency Valid
Laki-laki Perempuan Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
124
59.0
59.0
59.0
86
41.0
41.0
100.0
100.0
100.0
210
Suku Frequency Valid
Jawa
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
119
56.7
56.7
56.7
Sumatera
32
15.2
15.2
71.9
Kalimantan
11
5.2
5.2
77.1
Lainnya (Sulawesi, NTT dan Maluku)
48
22.9
22.9
100.0
210
100.0
100.0
Total
Lama Bekerja Frequency Valid
1 Tahun
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
15
7.1
7.1
7.1
2-12 Tahun
149
71.0
71.0
78.1
13-22 Tahun
22
10.5
10.5
88.6
>23 Tahun
24
11.4
11.4
100.0
210
100.0
100.0
Total
DESKRIPSI STATISTIK Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
OCB
210
27.69
71.26
50.0000
10.00000
POS
210
21.79
75.51
50.0000
10.00000
Keadilan Distributif
210
3.27
71.52
50.0000
10.00000
Keadilan Prosedural
210
20.93
71.70
50.0000
10.00000
Keadilan Interpersonal
210
18.03
72.15
50.0000
10.00000
Keadilan Informasional
210
15.52
70.03
50.0000
10.00000
Expressive
210
18.33
55.90
50.0000
10.00000
Social Stage
210
18.85
55.80
50.0000
10.00000
Other Directed
210
18.85
55.80
50.0000
10.00000
Usia
210
.00
3.00
1.2190
.89636
Jenis Kelamin
210
.00
1.00
.4095
.49292
Suku
210
.00
3.00
.9429
1.23991
Lama Bekerja
210
.00
3.00
1.2619
.75329
Valid N (listwise)
210
KATEGORISASI VARIABEL PENELITIAN OCB Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
40
19.0
19.0
19.0
SEDANG
126
60.0
60.0
79.0
TINGGI
44
21.0
21.0
100.0
210
100.0
100.0
Total
POS Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
33
15.7
15.7
15.7
SEDANG
154
73.3
73.3
89.0
TINGGI
23
11.0
11.0
100.0
210
100.0
100.0
Total
DISTRIBUTIF Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
24
11.4
11.4
11.4
SEDANG
159
75.7
75.7
87.1
TINGGI
27
12.9
12.9
100.0
210
100.0
100.0
Total
PROSEDURAL Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
41
19.5
19.5
19.5
SEDANG
136
64.8
64.8
84.3
TINGGI
33
15.7
15.7
100.0
210
100.0
100.0
Total
INTERPERSONAL Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
20
9.5
9.5
9.5
SEDANG
163
77.6
77.6
87.1
TINGGI
27
12.9
12.9
100.0
210
100.0
100.0
Total
INFORMASIONAL Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
16
7.6
7.6
7.6
SEDANG
168
80.0
80.0
87.6
TINGGI
26
12.4
12.4
100.0
210
100.0
100.0
Total
EXPRESSIVE Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
59
28.1
28.1
28.1
SEDANG
151
71.9
71.9
100.0
Total
210
100.0
100.0
SOCIAL Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
58
27.6
27.6
27.6
SEDANG
152
72.4
72.4
100.0
Total
210
100.0
100.0
OTHER Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
RENDAH
58
27.6
27.6
27.6
SEDANG
152
72.4
72.4
100.0
Total
210
100.0
100.0
SUMMARY UJI REGRESI BERGANDA Model Summaryb Change Statistics Std. Error R Model 1
R
Adjusted
of the
Square R Square
.412a
.170
R Square
Estimate
.119
F
Change Change
9.38565
.170
3.355
df1 12
df2
Sig. F Change
197
.000
a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Other Directed, Suku, Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia b. Dependent Variable: OCB
TABEL ANOVA UJI REGRESI ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
3546.179
12
295.515
Residual
17353.821
197
88.090
Total
20900.000
209
F 3.355
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Lama Bekerja, Keadilan Distributif, Expressive, Suku, Other Directed, Jenis Kelamin, POS, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Keadilan Prosedural, Social Stage, Usia b. Dependent Variable: OCB
KOEFISIEN
REGRESI
INDEPENDENT
VARIABLE
TERHADAP
DEPENDENT
VARIABLE Coefficientsa Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std. Model 1
B
Error
T
Sig.
20.730
6.956
2.980
.003
POS
.172
.068
.172
2.530
.012
Keadilan Distributif
.184
.074
.184
2.506
.013
Keadilan Prosedural
.052
.090
.052
.584
.560
Keadilan Interpersonal
.184
.081
.184
2.283
.023
Keadilan Informasional
-.083
.083
-.083
-1.002
.318
Expressive
-.049
.066
-.049
-.740
.460
Social Stage
.088
.105
.088
.837
.404
Other Directed
.045
.103
.045
.438
.662
Usia
.864
1.216
.077
.710
.478
Jenis Kelamin
1.546
1.370
.076
1.128
.261
Suku
-.261
.532
-.032
-.491
.624
Lama Bekerja
-1.474
1.456
-.111
-1.013
.312
(Constant)
a. Dependent Variable: OCB
Beta
PROPORSI VARIANS MASING-MASING INDEPENDENT VARIABLE Model Summaryi Std.
Change Statistics
Error of R Model
R
Adjusted
the
Square R Square Estimate
R Square
Sig. F
Change
F Change
df1
df2
Change
1
.241a
.058
.053
9.72897
.058
12.807
1
208
.000
2
.333b
.111
.103
9.47352
.053
12.369
1
207
.001
3
.348c
.121
.109
9.44183
.010
2.392
1
206
.124
4
d
.139
.122
9.37158
.017
4.100
1
205
.044
5
.375
e
.141
.120
9.38158
.002
.563
1
204
.454
6
.378f
.143
.117
9.39472
.002
.430
1
203
.513
7
.396g
.157
.128
9.33875
.014
3.440
1
202
.065
8
h
.158
.125
9.35672
.001
.225
1
201
.636
9
.398
i
.158
.120
9.37937
.000
.031
1
200
.861
10
.405j
.164
.122
9.36808
.006
1.482
1
199
.225
11
.407k
.165
.119
9.38626
.001
.230
1
198
.632
12
l
.170
.119
9.38565
.004
1.026
1
197
.312
.372
.398
.412
a. Predictors: (Constant), POS b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural d. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal e. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional f. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive g. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage
h. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed i. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia j. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin k. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku l. Predictors: (Constant), POS, Keadilan Distributif, Keadilan Prosedural, Keadilan Interpersonal, Keadilan Informasional, Expressive, Social Stage, Other Directed, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Lama Bekerja m. Dependent variable : OCB
SUMBANGAN MASING-MASING VARIABEL Model Summaryd Std.
Change Statistics
Error of Model
R
R
Adjusted R
Square
Square
the
R Square
Estimate Change
Sig. F F Change
df1
df2
Change
1
.241a
.058
.053
9.72897
.058
12.807
1
208
.000
2
.342b
.117
.109
9.44159
.059
13.855
1
207
.000
3
.357c
.128
.115
9.40741
.011
2.507
1
206
.115
a. Predictors: (Constant), POS b. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi c. Predictors: (Constant), POS, Keadilan organisasi, Self-monitoring
Lampiran 21 Syntax lisrel analisis faktor konfirmatorik OCB DATE: 11/6/2014 TIME: 21:41 L I S R E L
8.70
BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 19812004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read C:\Users\User\Desktop\Skripsi Irza\Uji OCB_SECOND ORDER\OCB 21-ITEM\SYNTAX1.ls8:
from file Validitas\1.
Uji validitas CFA OCB DA NI=21 NO=210 MA=KM LA AT1 AT2 AT3 AT4 AT5 CON1 CON2 CON3 CON4 CON5 SPO2 SPO3 SPO4 SPO5 COR1 COR3 COR4 CI1 CI2 CI3 CI4 KM SY FI=OCB.COR SE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21/ MO NY=21 NE=5 NK=1 TE=SY LE ALTRUIS CONSCI SPORT COURTESY CIVIC LK OCB FR TE 1 1 TE 2 2 TE 3 3 TE 4 4 TE 5 5 TE 6 6 TE 7 7 TE 8 8 FR TE 9 9 TE 10 10 TE 11 11 TE 12 12 TE 13 13 TE 14 14 FR TE 15 15 TE 16 16 TE 17 17 TE 18 18 TE 19 19 TE 20 20 FR TE 21 21 FR TE 20 3 TE 5 2 TE 14 2 TE 16 2 TE 7 3 TE 9 4 TE 18 4 FR TE 7 5 FR TE 12 6 TE 18 6 TE 20 6 TE 10 1 TE 18 2 TE 6 5 FR TE 8 5 TE 19 5 FR TE 21 6 TE 10 6 TE 8 7 TE 10 7 TE 14 7 FR TE 10 8 FR TE 12 9 TE 15 10 TE 21 10 TE 15 12 TE 21 16 FR TE 19 18 TE 2 1 FR TE 4 1 FR TE 4 2 TE 17 2 TE 6 3
FR FR FR FR FR FR FR FR FR FR FR FR VA PD OU
TE 17 6 TE 8 3 TE 14 6 TE 15 6 TE 16 6 TE 12 7 TE 21 7 TE 20 2 TE 21 8 TE 21 1 TE 9 5 TE 18 1 TE 15 9 TE 17 9 TE 19 10 TE 21 15 TE 19 6 TE 19 15 TE 15 2 TE 18 7 TE 7 6 TE 19 17 TE 16 7 TE 9 7 TE 15 7 TE 17 1 TE 18 17 TE 16 1 TE 16 13 TE 18 16 FR TE 6 4 TE 13 11 TE 16 11 TE 12 5 TE 12 4 TE 16 10 TE 15 14 FR TE 13 8 TE 12 8 TE 13 1 TE 16 14 TE 18 14 LY 2 1 LY 3 1 LY 4 1 LY 5 1 LY 7 2 LY 8 2 LY 9 2 LY 10 2 LY 12 3 LY 13 3 LY 14 3 LY 16 4 LY 17 4 LY 19 5 LY 20 5 LY 21 5 1 LY 1 1 LY 6 2 LY 11 3 LY 15 4 LY 18 5 TV SS MI AD=OFF IT=1000
Uji validitas CFA OCB Number Number Number Number Number Number
of of of of of of
Input Variables 21 Y - Variables 21 X - Variables 0 ETA - Variables 5 KSI - Variables 1 Observations 210