Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*
Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi Mahkamah Agung RI tentang hukum perdata yang terdiri dari: I. Umum. II. Orang. III. Hubungan keluarga. IV. Orang yang belum dewasa.
V.
Perwalian.
VI. Pengampunan.
Perceraian. IX. Warisan. X. Tanah.
VII.
Perkawinan. VIII.
XI. Perjanjian yang menyangkut
tanah. XII. Perjanjian (umum). XIV. Jual Beli. XV. Tukar menukar. XVI. Sewa
Menyewa.
XVII.
Hutang
piutang.
XVIII.
Jaminan
hutang,
hipotik,gadai. XIX. Pinjam meminjam. XX. Penitipan barang. XXI. Hibah. XXII. Wakaf. XXIII. Zakat. XXIV. Perjanjian kerja. XXV. Pemberian kuasa. XXVI.
Perdamaian.
XXVII.
Perjanjian
untung-untungan.
XXVIII.
Daluwarsa. XXIX. Perbuatan melawan hukum. XXX. Perkumpulan. XXXI. Yayasan. XXXII. Usaha bersama.
Dalam arti Materiil: Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. (Pasal 1365 KUH. Perdata: Prof. R. Soebekti, SH., & R. Tjitrosudibio).
* Pemakalah adalah Hakim Tinggi (purna bakti), pernah menjabat Direktur Perdata Niaga dan Plt Direktur Perdata Mahkamah Agung RI 1
Contoh PMH: 1. Perkara pecahnya pipa air di Zutpen antara penghuni rumah bagian bawah dan penghuni rumah bagian atas. - Gugatan ditolak dengan alasan tidak ada undang-undang yang mewajibkan penghuni rumah bagian atas menutup keran air tersebut. 2. Perkara antara Lindenbaum lawan Cohen. Keduanya pengusaha percetakan buku. - Pegawai Lindenbaum yang diterima sebagai pegawai Cohen diminta memberikan informasi tentang pembelian, pemasok, penjualan, promosi, advertasi, pelanggaran, dan proses penentuan harga dari Lindenbaum dengan imbalan jasa. - Arrondissementrecht
bank
(tingkat
pertama):
Lindenbaum
dimenangkan. - Gerechtshof ( tingkat kedua): Lindenbaum dikalahkan. - Hoge Raad (tingkat kasasi): Lindenbaum dimenangkan. (Putusan Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, dalam majalah Nederlansche Jurisprudentie 1919 – 101). Alasan/pertimbangan: -Perbuatan melawan hukum bukan saja hanya meliputi undang-undang, melainkan apakah bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, atau kehatia-hatian (PATIHA). Unsur-unsur perbuatan melanggar hukum (PMH): 1. Perbuatan yang melanggatr hukum. 2. Kerugian. 3. Kesalahan. 4. Hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Schutznormtheorie: - Suatu norma baru dapat dianggap dilanggat apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk diperlindungi oleh norma itu diperkosa, tidak kalau kepentingan lain diperkosa.
2
(DR. R. Wirjono Prodjodikoro, SH., Perbuatan melanggar hukum. Sumur Bandung, Cetakan Kelima, 1967, hal. 20).
Sumber perikatan: - Pasal 1233 KUH. Perdata: Tiap-tiap perikatan yang dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. * Perikatan yang lahir dari undang-undang: - Pasal 1352 KUH. Perdata: Perikatan- perikatan yang dilahirkan demi undang undang,timbul dari undang undang saja atau dari undang undang sebagai akibat perbuatan orang. * Akibat perbuatan orang: - Pasal 1353 KUH. Perdata: Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar hukum (lihat Pasal 1359, Pasal 1364 KUH Perdata) dan (Pasal 1365 KUH. Perdata) - Pasal 1234 KUH. Perdata Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.
Kriteria PMH: I. Bersumber pada undang-undang: a.
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau
b.
Melanggar hak subjektif orang lain atau.
II. Bersumber pada hukum tidak tertulis: c. Melanggar kaidah tata susila atau d. Bertentangan dengan azaz kepatutan, ketelitian serta sikap kehatihatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain (PATIHA). 3
Beban pembuktian gugatan ganti rugi terhadap malpraktik petugas kesehatan: -
Perbuatan melawan hukum harus dibuktikan lebih dahulu adanya 4 (empat) dasar malpraktik yang dilaksanakan oleh dokter yaitu adanya kesalahan atau kelalaian dari dokter, ada kerugian yang diderita oleh pasien dan kerugian itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian dokter.
-
Unsur-unsur PMH dalam hubungan antara dokter dan pasien: 1. Apakah perawatan yang diberikan oleh dokter cukup layak sesuai dengan standar perawatan. 2. Apakah terdapat pelanggaran kewajiban. Untuk membuktikan bahwa telah terjadi suatu pelanggaran terhadap standar perwatan yang telah diberikan dokter kapada pasien, maka diperlukan kesaksian ahli dokter lain yang mengerti. 3. Apakah kelalaian itu benar-benar merupakan penyebab cidera. 4. Adanya kerugian.
Beban pembuktian menurut Undang-Undang No. 8 Th. 1999, tentang Perlindungan Konsumen (UU PK): - Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22 dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha Kewenangan hakim menyimpangi besarnya tuntutan ganti rugi yang diajukan penggugat: 1. Hakim tidak boleh mengabulkan tuntutan yang melebihi tuntutan penggugat karena itu hakim tidak boleh memutuskan jumlah ganti rugi melebihi tuntutan penggugat. 2. Hakim boleh memutuskan jumlah yang lebih kecil dari tuntutan ganti rugi yang diinginkan penggugat.
4
Pasal 1370 KUH Perdata: -
Dalam halnya suatu pembunuhan dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau istri yang ditinggalkan, anak dan orang tua korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.
Pasal 1371 KUH Perdata: -
Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut panggantian kerugian yang disebakan oleh luka atau cacat tersebut. Juga
penggantian
kerugian
ini
dinilai
menurut
kedudukan
dan
kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan.. Ketentuan paling akhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilaikan kerugian, yang diterbitkan dari sesuatu kejahatan terhadap pribadi seorang. Pasal 1372 KUH Perdata: - Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantan kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik. - Dalam menilaikan satu dan lain hakim harus memperhatikan berat ringannya penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan pada keadaan. Pasal 1380 KUH Perdata: - Tuntutan dalam perkara penghinaan gugur dengan lewatnya waktu satu tahun terhitung mulai dilakukannya perbuatan dan diketahuinya perbuatan itu oleh si penggugat.
5
● Pasal 1367 KUH Perdata: - Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. - Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali. - Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya. - Guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang ini berada di bawah pengawasan mereka. - Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orang tua, waliwali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang. Itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab itu. Suatu perbuatan tidak bersifat melanggar hukum lagi apabila yang dirugikan telah memberikan persetujuannya. Persetujuan tersebut merupakan alasan pembenaran menurut hukum. Dan si pemberi persetujuan dengan sadar dan secara sukarela menerima resikonya. - Persetujuan dari yang dirugikan tersebut lazim terjadi dalam hubungan antara dokter, dan pasien sebagaimana diatur dalam Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, utamanya dalam Pasal 45 ayat (1), (2) dan (3). - Persetujuan antara dokter dan pasien tersebut dikenal dengan sebutan, Informed Consent yaitu suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya 6
medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi segala resiko yang mungkin terjadi. (Komalawati, 1986-86, Tanggung jawab hukum dan sanksi bagi dokter, dr. Hj. Any Isfandyarie, Sp. An, SH., 2006, hal. 127).
Semoga bermanfaat !
Bekasi. 4 September 2013
7