PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PERFORMA MUSIKAL ANTARA PEMAIN MUSIK KLASIK YANG TAMPIL SECARA SOLO, DUO, DAN TRIO ATAU LEBIH Kania Dea Paramita dan Stevanus Stanislaus Budi Hartono Program Studi Sarjana Reguler Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo dan trio atau lebih dalam hal kecemasan performa musikal. Responden dalam penelitian ini adalah 90 murid sekolah musik di wilayah Jabodetabek yang pernah melakukan penampilan musik klasik. Kecemasan performa musikal diukur menggunakan alat ukur Kenny-Musical Performance Anxiety Inventory yang dikonstruksi dan dikembangkan oleh Kenny (2006). Hasil dari Penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan tingkat kecemasan performa musikal yang signifikan antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo, dan trio atau lebih.
THE LEVEL DIFFERENCE OF MUSICAL PERFORMANCE ANXIETY BETWEEN CLASSICAL MUSIC PLAYERS WHO PERFORM SOLO, DUO, AND TRIO OR MORE Abstract The aim of this research is to find if there are any differences between classical music players who perform solo, duo, and trio or more in the matter of their musical performance anxiety. Respondents for this study are 90 music school students in Jabodetabek who has performed in a classical music performance. Musical Performance Anxiety is measured by Kenny-Musical Performance Anxiety Inventory constructed and developed by Kenny (2006). This research found that there is no level difference of musical performance anxiety between classical music players who perform solo, duo, and trio or more. Keywords: Duo; Musical Performance Anxiety; Solo; Trio or more
Pendahuluan Performa musikal pada dasarnya seringkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika seorang anak menyanyikan sebuah lagu populer, atau ketika seorang siswa bermain gitar saat jam istirahat sekolah, hingga ketika seorang pianis melakukan konser di hadapan puluhan atau ratusan penonton, semuanya bisa saja dikatakan sebagai sebuah
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
performa musikal. Meskipun demikian, Sloboda (1994) mendefinisikan secara spesifik performa musikal sebagai suatu kegiatan di mana seseorang atau sekelompok orang secara sadar menampilkan sebuah permainan musik di hadapan penonton. Baik atau tidaknya sebuah penampilan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Kecemasan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi performa musik seseorang. Kecemasan merupakan sebuah keadaan atau kondisi di mana seseorang mengalami situasi menegangkan atau ketika mengantisipasi terjadinya hal buruk. (Beck dan Emery dalam Wolman dan Stricker, 1994). Kecemasan dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan suatu tindakan, dan mempengaruhi kemampuan intelektual seseorang, terutama dalam hal memori dan kemampuan mengekspresikan diri (Wolman dan Stricker, 1994). Wolman dalam bukunya menyebutkan kecemasan performa sebagai salah satu jenis kecemasan. Kecemasan performa dialami dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang-bidang yang menuntut seseorang untuk tampil di hadapan banyak orang, misalnya dalam bidang olahraga, pendidikan, dan musik. Kecemasan performa paling umum terjadi saat berbicara di depan umum atau pada aktor dan musisi ketika tampil (Peurifoy, 2005). Ketika musisi atau aktor tampil, ada persepsi-persepsi yang muncul mengenai situasi yang dihadapinya. Beck dan Emery menjelaskan mengenai persepsi seseorang yang merasa cemas terhadap sebuah stimulus atau situasi yang dianggap mengancam. Persepsi tersebut terbentuk oleh empat hal, yaitu menaksir terlalu tinggi kemungkinan situasi yang ditakutkan akan terjadi, menaksir terlalu tinggi keparahan situasi yang ditakutkan, menaksir terlalu rendah kemampuannya untuk mengatasi situasi yang ditakutkan, dan menaksir terlalu rendah faktor-faktor yang dapat membantu mengatasi situasi yang ditakutkan (Parncutt dan McPherson, 2002). Situasi apapun yang dapat meningkatkan rasa terancam pada orang yang mengalami kecemasan performa akan meningkatkan kecemasan yang dirasakannya. Dalam bidang musik, hal ini mengakibatkan penampil solo biasanya merasa lebih cemas dibandingkan duet, orang yang tampil duet biasanya lebih cemas dibandingkan tampil dalam trio, dan seterusnya (Parncutt dan McPherson, 2002). Kecemasan performa dalam bidang musik disebut dengan Kecemasan Performa Musikal (Musical Performance Anxiety). Ketika seseorang mengalami kecemasan saat akan tampil dalam sebuah pertunjukan, kecemasan tersebut dapat mengganggu kelancaran sebuah penampilan, di mana seharusnya dibutuhkan ketenangan pikiran dan suara serta gerakan tangan yang stabil (Parncutt dan McPherson, 2002). Kecemasan secara umum akan menimbulkan respon melawan atau menghindar yang pada situasi mengancam dapat
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
membantu seseorang untuk mengatasi situasi tersebut, tetapi dalam kecemasan performa musikal, respon ini dapat sangat mengganggu karena performa musik membutuhkan keterampilan dan penggunaan otot-otot halus (Rink, 2002). Kecemasan performa musikal juga berbeda dengan kecemasan performa pada bidang olahraga, di mana kecemasan sangat ditekankan pada segi kompetisi. Selain adanya kompetisi, hal lain yang dapat mempengaruhi kecemasan adalah situasi performa, yaitu jumlah penonton, ada atau tidaknya penilaian, dan jumlah pemain. Penelitian ini akan terfokus pada situasi performa berdasarkan jumlah pemain. Berdasarkan jumlah penampil atau pemain, situasi performa dibedakan menjadi dua, yaitu solo dan ensembel (Encyclopædia Britannica dalam Tambunan, 2001). Beberapa penelitian mengenai kecemasan performa musikal yang dikaitkan dengan faktor-faktor baik individu maupun situasional telah dilakukan di barat, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Ryan pada 26 siswa dengan usia di bawah 12 tahun yang tampil pada resital piano. Penelitian ini membandingkan antara siswa laki-laki dan perempuan. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah siswa perempuan lebih cemas sesaat sebelum penampilan dibandingkan dengan siswa laki-laki tetapi tidak ada perbedaan kecemasan pada saat penampilan sedang berlangsung. Beberapa penelitian mengenai hubungan kecemasan performa musikal dengan jumlah pemain yang tampil telah dilakukan di barat seperti penelitian Simon dan Martens di mana didapatkan bahwa anak yang tampil solo dalam pertunjukan musik instrumental mengalami kecemasan performa lebih tinggi dibandingkan kelompok anak lainnya (Kenny, 2006). Penelitian lainnya juga menjelaskan bahwa jumlah atau banyaknya orang yang tampil dapat mempengaruhi tingkat kecemasan, dimana tingkat kecemasan tertinggi berada pada penampilan secara solo, kemudian penampilan dalam ensembel, orkestra, dan terakhir dalam situasi belajar-mengajar (Cox & Kenardy; Jackson & Latane´ dalam Fehm & Schmidt, 2004). Menurut teori dari Endler, salah satu faktor yang dapat meningkatkan kecemasan pada situasi prestasi adalah adanya gangguan pada rutin yang telah dilatih (disruption of well learned routine). Musik klasik merupakan musik di mana sebuah komposisi dibuat oleh seorang komposer kemudian ditulis ke dalam skor, yang digunakan sebagai pedoman ketika melakukan performa. Oleh karena itu, bagaimana sebuah performa akan ditampilkan sudah ditentukan dan dilatih sejak awal sehingga setiap performa dari sebuah komposisi akan selalu terdengar sama. Seorang penampil dalam musik klasik dilihat sebagai seorang interpreter dalam arti kata yang paling ketat. Seorang penampil adalah orang yang menjelaskan ide dari komposer serta sebagai mediator antara komposer dan orang yang mendengarkan (Reimann, 2003). Hal ini membuat pemain musik klasik harus dapat memainkan lagu tanpa melakukan
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
kesalahan yang dapat mengacaukan rutin yang telah dilatih. Dalam satu dasawarsa terakhir, genre musik klasik menunjukkan perkembangan yang cukup positif di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya semakin berkembangnya instansi pendidikan musik formal maupun non-formal, munculnya kelompok-kelompok musik orkes yang memiliki komitmen kuat terhadap musik klasik, serta frekuensi pertunjukan musik klasik yang cukup tinggi. Melihat perkembangan ini, peneliti merasa perlu adanya suatu penelitian yang dapat ikut mengembangkan ilmu dan pengetahuan dalam bidang musik klasik. Penelitian mengenai kecemasan performa musikal di Indonesia dapat dikatakan masih sangat terbatas, meskipun kecemasan merupakan salah satu gejala psikologis yang paling banyak dihubungkan dengan dunia musik dan dialami oleh pemain musik baik profesional maupun amatir. Kebanyakan penelitian yang telah dilakukan lebih terfokus pada gambaran kecemasan performa musikal serta strategi coping yang dilakukan untuk mengatasi kecemasan performa musikal, sedangkan penelitian yang terfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan performa musikal serta sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhinya belum banyak dilakukan di Indonesia. Meskipun penelitian serupa telah dilakukan di barat, tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut pembagian kelompok berdasarkan jumlah pemain hanya membagi ke dalam solo, ensembel, kemudian orkestra. Hal ini menimbulkan pertanyaan pada peneliti apakah terdapat perbedaan kecemasan performa musikal antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo, serta trio atau lebih, di mana kelompok duo merupakan kelompok spesifik yang dibedakan dari kelompok ensembel lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan performa musikal antara pemain musik klasik piano dan biola yang tampil secara solo, duo, serta trio atau lebih di dalam sebuah penampilan musik klasik.
Tinjauan Teoritis Kecemasan Performa Musikal Kecemasan performa musikal adalah sebuah pengalaman rasa cemas yang nyata serta terus-menerus yang disebabkan oleh performa musikal, dan timbul melalui suatu pengalaman pengkondisian yang spesifik dan diwujudkan dalam bentuk afeksi, kognisi, somatik dan tingkah laku (Kenny dalam Brugués, 2009). Kecemasan performa musikal didefinisikan juga sebagai suatu pengalaman rasa takut yang terus-menerus dan mungkin disertai dengan
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
penurunan kemampuan ketika melakukan performa di depan umum, di mana sebenarnya kondisi tersebut tidak perlu terjadi mengingat kemampuan musik, latihan, dan banyaknya persiapan yang dilakukan oleh performer (Salmon dalam Rink, 2002). Dalam penelitian ini, definisi yang digunakan adalah definisi kecemasan performa musikal dari Kenny karena dalam definisi tersebut Kenny mengungkapkan dengan jelas bahwa kecemasan performa musikal muncul karena adanya suatu situasi spesifik. Selain itu, ia juga menyebutkan wujud kecemasan performa musikal yang muncul pada situasi tersebut.
Faktor Kecemasan Performa Musikal Berdasarkan teori triple vulnerabilities dari Barlow, Kenny (2009) melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam konstruk kecemasan performa musikal. Awalnya Kenny mengajukan adanya 12 faktor struktur kecemasan performa musikal. Setelah melakukan analisis faktor terhadap alat ukur tersebut, didapatkan hasil bahwa ada tiga faktor laten di dalam konstruk kecemasan performa musikal pada alat ukurnya. Ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Early relationship context. Faktor ini terdiri dari dua sub faktor, yaitu generational transmission of anxiety dan parenthal empathy. 2. Psychological vulnerability. Faktor ini terdiri dari empat sub faktor, yaitu depression/hopelessness, controllability, trust, dan pervasive performance anxiety. 3. Proximal performance concerns. Faktor ini terdiri dari enam sub faktor, yaitu proximal somatic anxiety, worry/dread (negative congnitions), pre- and postperformance rumination, self/other scrutiny, opportunity cost, dan memory reliability. Menurut Parncutt & McPherson (2002), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecemasan performa musikal, yaitu faktor individu dan situasional. Faktor individu terdiri dari kepribadian, antara lain yaitu sifat perfeksionisme, kebutuhan akan kontrol diri yang berlebihan, dan tipe kepribadian introvert serta ekstrovert, kemudian usia, jenis kelamin, dan pengalaman. Sedangkan faktor situasional terdiri jumlah pemain yang tampil dalam satu performa, jumlah penonton, dan adanya penilaian atau kompetisi. Ciri-ciri Kecemasan Performa Musikal Ciri kecemasan performa musikal dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu ciri fisiologis, tingkah laku, dan mental. Ciri fisiologis misalnya jantung berdebar, sesak napas, mulut terasa kering, mual, pusing, dan berkeringat. Simtom tingkah laku dapat berupa ciri-ciri dari
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
kecemasan, misalnya gemetar, kaku, atau ekspresi wajah datar, atau dapat pula dalam bentuk buruknya penampilan itu sendiri. Simtom mental adalah perasaan cemas yang bersifat subjektif dan pikiran-pikiran negatif akan penampilan yang akan dilakukan. Pengukuran Kecemasan Performa Musikal Metode pengukuran kecemasan performa musikal bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti menggunakan wawancara, observasi, dan self report menggunakan inventori. Inventori yang dapat digunakan untuk mengukur kecemasan performa musikal antara lain adalah Music Performance Anxiety Questionnaire (MPAQ), Performance Anxiety SelfStatement Scale (PASS), State-Trait Anxiety Inventory (STAI) Form X, Self-asessed State Anxiety Scale (SASAS), Kenny-Music Performance Anxiety Inventory (K-MPAI), dan Music Performance Anxiety Inventory-Adolescents (MPAI-A). Performa Musikal Menurut Sloboda (1994), yang disebut dengan sebuah performa musikal adalah suatu situasi di mana seorang performer (orang yang menampilkan permainan musik) atau sekelompok performer secara sadar dan sengaja menampilkan musik kepada penonton. Berdasarkan jumlah orang yang tampil, performa musikal terdiri dari solo, duo, trio, kuartet, kuintet, sextet, septet, oktet, nonet, dan performa musikal yang memiliki jumlah penampil lebih dari sembilan orang disebut dengan orkestra. Instrumen merupakan media yang digunakan dalam performa musikal. Sebuah instrumen dapat diartikan sebagai alat, selain suara, yang dapat menghasilkan musik (Kamien, 1998). Instrumen di budaya Barat biasanya diklasifikasikan ke dalam enam kategori, yaitu: string, woodwind, brass, percussion, keyboard, dan electronic. Performa dalam Kelompok Kelompok didefinisikan sebagai kumpulan dari dua individu atau lebih (Sarwono, 2005). Jenis-jenis kelompok dibagi berdasarkan beberapa hal, misalnya berdasarkan banyaknya anggota, kekerabatan, kohesivitas, budaya dalam kelompok, jenis kelamin anggota kelompok, rentang waktu, dan identitas kelompok (Sarwono, 2005). Jenis kelompok berpengaruh terhadap persepsi individu anggota kelompok terhadap rekan anggotanya yang lain dan pada akhirnya akan berpengaruh baik terhadap kualitas serta kuantitas pencapaian kelompok (Sarwono, 2005).
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
Bermula dari penelitian oleh Triplett pada tahun 1898 yang mendapatkan hasil bahwa anak yang bermain sepeda bersama-sama akan memacu sepeda mereka dengan lebih cepat dibandingkan dengan anak yang bersepeda sendiri. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian berikutnya pada anak yang menggulung tali pancing. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan adanya peningkatan intensitas perilaku seseorang yang disebabkan oleh kehadiran orang lain. Dalam psikologi sosial, hal ini disebut dengan fasilitasi kelompok (Sarwono, 2005). Performa kelompok juga dipengaruhi oleh jenis tugas yang dilakukan. Jenis tugas dibagi ke dalam tiga tipe. Tipe tugas yang pertama adalah additive task, di mana semakin banyak anggota dalam kelompok yang mengerjakan tugas tersebut maka tingkat keberhasilan tugas yang dilakukan akan semakin tinggi. Tipe tugas yang kedua adalah conjunctive task, yaitu jenis tugas yang membutuhkan semua anggota kelompok untuk berhasil melakukan tugasnya agar kelompoknya berhasil. Tingkat keberhasilan dalam tugas tipe ini sangat dipengaruhi oleh anggota kelompok terlemah. Tipe tugas yang terakhir adalah disjunctive task di mana keberhasilan tugas hanya tergantung pada satu orang anggota kelompok yang menguasai tugas tersebut. Keberhasilan dalam tugas tipe ini dipengaruhi oleh anggota kelompok yang terkuat (Taylor, Peplau, dan Sears, 2000). Berdasarkan penjelasan mengenai performa kelompok menurut teori-teori psikologi sosial di atas, performa musikal yang dilakukan secara duo dan trio atau lebih dapat disebut sebagai sebuah kelompok, dengan jenis kelompok kecil, berjangka pendek, bersifat formal, dan terlibat dalam tujuan bersama. Fasilitasi kelompok mungkin terjadi pada performa musikal yang dilakukan baik secara duo mauapun trio atau lebih. Berdasarkan jenis tugasnya, performa musikal merupakan kelompok dengan conjunctive task. Musik Klasik Menurut Kamien (1996), musik secara umum terbagi ke dalam tujuh periode, yaitu periode musik pada abad pertengahan, periode musik pada masa renaissance, periode barok, periode klasik, periode romantis, periode pada abad ke-20 hingga tahun 1950, dan terakhir musik periode 1950 hingga saat ini. Musik klasik mulai muncul pada periode barok, yiatu pada tahun 1600-1750, dan berkembang pada periode klasik (tahun 1770 hingga 1820) hingga periode romantik yang berkembang dari tahun 1820 hingga tahun 1900 (Kamien, 1996).
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
Metode Penelitian Subjek dalam peneltitan adalah 90 siswa pendidikan musik klasik di daerah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) dengan jumlah sampel pemain solo, duo, dan trio atau lebih masing-masing 30 responden. Karakteristik subjek dalam penelitian ini yaitu pernah tampil sebagai pemain solo, duo, dan trio atau lebih, memainkan instrumen piano atau biola, dan melakukan penampilan paling lama satu minggu sebelum pengambilan data dilakukan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik nonprobability sampling
Alat ukur kecemasan performa musikal yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari alat ukur Kenny-Music Performance Anxiety Inventory (K-MPAI) yang dibuat serta direvisi oleh Kenny. Setelah dilakukan adaptasi, alat ukur ini terdiri dari 35 item dengan skala likert berjumah enam skala yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Agak Tidak Sesuai (ATS), Agak Sesuai (AS), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dilihat dari ada atau tidaknya manipulasi variabel, penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental. Berdasarkan jumlah kontak dengan sampel, penelitian ini merupakan one-shot studies di mana pengambilan data hanya dilakukan sebanyak satu kali kepada tiap subjek penelitian (Kumar, 1999). Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif di mana fenomena yang diteliti sudah terjadi di masa lampau dan subjek diminta untuk mengingat kembali situasi saat itu (Kumar, 1999). Dilihat dari hipotesisnya, penelitian ini merupakan penelitian two-tail. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas, yaitu jenis performa berdasarkan jumlah pemain, dengan tiga variasi, yaitu solo, duo, trio atau lebih, dan satu variabel terikat, yaitu kecemasan performa musikal. Desain statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-way ANOVA di mana peneliti akan membandingkan tingkat kecemasan performa musikal antara tiga kelompok varians tersebut dengan cara melihat perbedaan mean skor kecemasan tiap-tiap kelompok. Hipotesis null dalam penelitian ini adalah: Tidak ada perbedaan rata-rata skor kecemasan performa musikal antara pemain musik klasik piano dan biola yang tampil secara solo, duo, dan trio atau lebih di dalam sebuah penampilan musik klasik.
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
Hasil Penelitian Untuk mendapatkan hasil utama dalam penelitian ini, dilakukan pengujian dengan perhitungan statistik menggunakan One way ANOVA di mana perbedaan mean antara ketiga kelompok akan dievaluasi melalui Uji-F. Uji-F dikatakan signifikan apabila nilai-F hitung pada penelitian lebih besar daripada nilai-F tabel. Oleh karena itu, untuk mengetahui signifikansi hasil perhitungan, diperlukan tabel uji-F (Seniati, Yulianto, dan Setiadi, 2007). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan One way ANOVA diketahui bahwa F hitung adalah 0,117 dan tidak signifikan pada l.o.s 0,05 (p = 0,890). Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan hipotesis null diterima. Selain hasil utama penelitian, juga didapatkan hasil analisis tambahan yang diambil dari data demografis subjek yaitu jenis kelamin serta jenis instrumen yang dimainkan. Untuk mendapatkan hasil tambahan, dilakukan perhitungan statistik menggunakan Independent Sample T-test di mana untuk melihat perbedaan mean antara dua kelompok akan dilakukan Uji-T. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Independent Sample T-tes,t pada kelompok pria dan wanita didapatkan nilai-t sebesar -0,908 yang berarti hasil ini tidak signifikan (p = 0,366 > 0,005) sedangkan pada kelompok piano dan biola didapatkan nilai-t sebesar -2,419 yang berarti tidak signifikan (p = 0,018 > 0,005). Pada data demografis lainnya yaitu lama pendidikan, usia, serta pengalaman tampil tidak dilakukan perbandingan mean antar kelompok, tetapi hanya dilihat rata-rata mean pada tiap kelompok tahun atau jumlah sesuai dengan yang telah didapatkan dari sampel penelitian kemudian hasil ini digambarkan dalam grafik. Berikut grafik yang didapatkan:
Dot/Lines show Means 120,00
totalB
110,00
100,00
90,00 5
10
15
La ma _Pendidika n
Gambar 1. Grafik Gambaran Kecemasan Performa Musikal berdasarkan Lama Pendidikan
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
Dot/Lines show Means 130,00
totalB
120,00
110,00
100,00
90,00
10
15
20
25
30
usia
Gambar 2. Grafik Gambaran Kecemasan Performa Musikal berdasarkan Usia
Dot/Lines show Means 120,00
totalB
110,00
100,00
90,00
80,00
0
25
50
75
100
Penga la man_Tampil
Gambar 3. Grafik Gambaran Kecemasan Performa Musikal berdasarkan Pengalaman Tampil
Dari hasil penggambaran rata-rata mean kelompok berdasarkan lama pendidikan, usia, serta pengalaman tampil melalui grafik dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan performa musikal tidak dapat diprediksi hanya dengan melihat faktor usia, lama pendidikan, ataupun jumlah pengalaman tampil saja. Hal ini terlihat dari pergerakan rata-rata mean kecemasan performa musikal yang tidak memiliki kecenderungan tertentu terhadap data-data demografis tersebut
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengolahan, analisis, serta interpretasi data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat kecemasan performa musikal antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo, dan trio atau lebih di dalam sebuah penampilan musik klasik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa semakin banyak jumlah pemain yang tampil, maka kecemasan yang dialami oleh seorang performer akan semakin rendah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Cox & Kenardy serta Jackson & Latane´ dimana dikatakan bahwa tingkat kecemasan tertinggi berada pada penampilan secara solo, kemudian penampilan dalam ensembel, orkestra, dan terakhir dalam situasi belajar-mengajar. Dari hasil kesimpulan tambahan, dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak ada perbedaan kecemasan performa musikal jika dilihat berdasarkan faktor jenis kelamin dan instrumen yang dimainkan. Terutama pada faktor jenis kelamin, hasil yang didapatkan dari penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Parncutt dan McPherson (2002) dimana dikatakan bahwa wanita lebih sering mengalami kecemasan performa. Perbedaan hasil yang didapatkan ini, selain karena adanya perbedaan dalam pembagian kelompok perbandingan, mungkin terjadi karena kurangnya kontrol yang dilakukan dalam pemilihan sampel penelitian. Hal ini terlihat dari rentang usia pada sampel yang sangat lebar, begitu juga rentang lama pendidikan dan jumlah pengalaman tampil. Rentang yang sangat lebar ini memungkinkan adanya perbedaan karakteristik sampel sehingga hasil yang didapatkanpun tidaklah akurat. Selain itu, penggunaan alat ukur K-MPAI pada penelitian yang dilakukan oleh Kenny hanya diberikan pada responden dengan usia di atas 19 tahun, di mana hal ini menjadi sangat penting dalam pemilihan usia sampel pada penelitian yang menggunakan alat ukur tersebut. Jenis performa yang dilakukan oleh responden juga bisa menjadi penyebab perbedaan hasil yang didapatkan. Dalam penelitian ini, performa duo dan trio atau lebih tidak dibatasi oleh keseragaman jenis instrumen yang dimainkan, hal ini memungkinkan adanya performa duo dan trio atau lebih yang memainkan dua serta tiga atau lebih instrumen yang berbeda sehingga ada kemungkinan responden mempersepsikan penampilan duo atau trio atau lebih tersebut sama saja dengan penampilan solo. Jenis penampilan terakhir yang dilakukan oleh responden sebelum pengambilan data juga bisa menjadi penyebab perbedaan hasil ini. Dalam penelitian ini, hal tersebut tidak dikontrol dengan ketat sehingga ingatan akan kecemasan pada saat tampil mungkin tidak
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
sesuai dengan kecemasan pada jenis penampilan yang dimaksud. Waktu pengambilan data juga bisa menjadi salah satu penyebab perbedaan hasil yang didapatkan. Persepsi seseorang akan kecemasan mungkin akan berbeda antara sesaat sebelum atau setelah penampilan dengan satu minggu setelah penampilan.
Kesimpulan Kesimpulan yang menjawab masalah dalam penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan kecemasan performa musikal antara pemain musik klasik yang tampil secara solo, duo, serta trio atau lebih. Kesimpulan penelitian tambahan yang dapat diambil dari hasil analisis penelitian tambahan adalah tidak ada perbedaan kecemasan performa musikal pada responden jika dilihat dari jenis kelamin dan instrumen.
Saran Berdasarkan hasil yang didapat, saran yang akan diajukan dalam penelitian ini mencakup saran untuk penelitian lanjutan serta saran metode penelitian. Saran untuk penelitian lebih lanjut yakni untuk meneliti kecemasan performa musikal pada pemain musik yang tampil dalam orkestra atau dapat juga dengan menambah jumlah kelompok perbandingan misalnya membandingkan pemain solo dengan pemain kuartet, kuintet, dan seterusnya. Pengambilan sampel juga bisa dibuat lebih spesifik misalnya dengan memilih sampel yang berada dalam kelompok trait kecemasan tinggi, atau hanya mengambil sampel dengan tingkat pengalaman tertentu. Selain itu untuk penelitian lebih lanjut juga bisa dilakukan penelitian tingkat kecemasan performa musikal dengan dua variabel independen di mana satu variabel independen adalah jumlah pemain, dan satu variabel independen lainnya adalah faktor situasional selain jumlah pemain. Saran metode penelitian yang diajukan adalah untuk memperketat kontrol pada saat pemilihan sampel. Kontrol yang dilakukan akan sangat mempengaruhi hasil penelitian, kurangnya kontrol yang dilakukan dalam penelitian ini mungkin menjadi penyebab tidak sejalannya hasil penelitian dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal lainnya adalah untuk melakukan pemilihan sampel terlebih dahulu menggunakan alat ukur yang dapat mengukur trait kecemasan, misalnya STAI, untuk mengontrol trait kecemasan sehingga sampel yang
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013
diambil hanyalah sampel yang berada dalam kelompok trait kecemasan tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya outliers yang disebabkan oleh trait kecemasan yang berbeda.
DAFTAR REFERENSI Barlow, D. H. (2003). The nature and development of anxiety and its disorders: Triple vulnerability theory.Winter 2003 Issue of Eye on Psy Chi, Vol. 7, No. 2, pp. 14-20. Juli 19 2013. http://www.psichi.org/pubs/articles/article_340.aspx Brugués, A.O. (2009). Music performance anxiety: A review of the literature. Sevilla, Spanyol: Fakultas Kedokteran Universitas Albert Ludwigs, Freiburg. Fehm, L., & Schmidt, K. (2004). Performance anxiety in gifted adolescent musicians. Journal of Anxiety Disorders. Germany: Elsevier Inc. Kamien, R. (1996). Music: An appreciation 6th edition. United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Kenny, D.T., & Osborne, M.S. (2006). Music performance anxiety: New insights from young musicians. Journal of Advance in Cognitive Psychology Volume: 2. Sidney. Kenny, D.T. (2009). The factor structure of the revised Kenny Music Performance Anxiety Inventory. International symposium on performance science. AEC. Kumar, R. (1999). Research methodology. London: SAGE Publications. Parncutt, R., & McPherson, G.E. (2002). The science & psychology of music performance. New York: Oxford University Press. Peurifoy, R.Z. (2005). Anxiety, phobia, & panic. New York: Warner Books. Reimann, H. (2003, January 1). Jazz versus classical music: Their objects and criteria for aesthetical evaluation. Hichumanities.org. Juli 22, 2013. http://www.academia.edu/950333/Jazz_versus_classical_music_their_objects_and_criteri a_for_aesthetical_evaluation Rink, J. (2002). Musical Performance: A Guide to Understanding. Cambridge: Cambridge University Press. Sarwono, S.W. (2005). Psikologi sosial: Psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai Pustaka. Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B.N. (2007). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks. Sloboda, J.A. (1994). The musical mind the cognitive psychology of music. New York: Oxford University Press. Tambunan, Y.R. (2001). Gambaran Penilaian Kognitif dan Strategi Coping pada Musisi yang Berhasil Mengatasi Musical Performance Anxiety. Skripsi tidak dipublikasikan. Taylor, S.E., Peplau, L.A., Sears, D.O. (2000). Social psychology. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Wolman, B.B., & Stricker, G. (1994). Anxiety and related disorders: A handbook. New York: John Wiley & Sons.
Perbedaan Tingkat..., Kania Dea Paramita, FPsi UI, 2013