PERBEDAAN TINGKAT DISTRES PSIKOLOGIS PADA MAHASISWA ASING UI YANG MEMILIKI KETERAMPILAN SOSIAL SENSITIVITY YANG TINGGI DAN RENDAH (Psychological Distress among Foreign Student at University of Indonesia with High and Low level of Sensitivity Social Skills)
Yeshica Natasya Han Fitri Fausiah Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat distres psikologis mahasiswa asing UI yang memiliki keterampilan sosial sensitivity yang tinggi dan rendah. Adapun keterampilan sosial sensitivity yang diukur dalam penelitian ini adalah social sensitivity skill dan emotional sensitivity skill. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alat ukur HSCL-25 untuk mengukur tingkat distres psikologis partisipan dan SSI (Social Skill Inventory) untuk mengukur keterampilan sosial partisispan. Partisipan penelitian ini adalah 75 mahasiswa asing di Universitas Indonesia. Partisipan diperoleh melalui teknik nonrandom sampling. Berdasarkan teknik analisis data independent sample t-test, ditemukan perbedaan tingkat distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing di Universitas Indonesia yang memiliki social sensitivity skill dan emotional sensitivity skill yang tinggi. Kata Kunci
: distres psikologis, mahasiswa asing, keterampilan sosial sensitivity, social sensitivity skill dan emotional sensitivity skill ABSTRACT This study investigated psychological distress among foreign students at Universitas Indonesia who had high or low level of social and emotional sensitivity skills. This is a quantitative study using HSCL-25 to measure psychological distress and Social Skills Inventory (SSI) to measure social skills. There were 75 foreign students that participated in the study, selected by nonrandom sampling technique. Independent sample t-test indicated that there was a significant difference in psychological distress among foreign students at Universitas Indonesia who had high and low levels of social and emotional sensitivity skills. Keywords
: psychological distress, foreign students, social skills of sensitivity, social sensitivity skill and emotional sensitivity skill
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
1. Pendahuluan Universitas Indonesia (UI) secara internasional diakui sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia. Adapun menurut penilaian yang dikeluarkan oleh Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking 2012-2013, UI berada pada peringkat ke-273 universitas terbaik di dunia (www.topuniversities.com/university-rankings/world-universityrankings/2012). Berbagai prestasi internasional tersebut mendorong UI untuk terus meningkatkan kualitasnya agar mampu bersaing di level nasional dan tingkat internasional (www.ui.ac.id/en/academic/page/international-student). Salah satu cara yang dilakukan UI sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai institusi berkelas internasional adalah dengan melakukan kolaborasi dengan berbagai universitas lain di seputar dunia. (http://www.ui.ac.id/en/academic/page/internationalstudent). Adapun program khusus yang dibuat oleh UI dalam proses pengajaran dan pembelajaran internasional tersebut antara lain melalui Program Pertukaran Pelajar, dimana UI membuka kesempatan bagi mahasiswa dan peneliti-peneliti asing untuk mengunjungi dan merasakan sendiri atmosfer belajar di lingkungan kampus UI. Secara umum, setiap mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi baik mahasiswa asing maupun mahasiswa lokal, harus menghadapi tantangan yang kurang lebih sama. Mahasiswa asing yang dimaksud di sini adalah pelajar yang berasal dari latar belakang kelompok yang berbeda, dan memiliki latar belakang budaya, pengalaman, keterampilan, bahasa, dan usia yang berbeda dengan kelompok di suatu negara (Sovic, 2009). Chen dan Chen (2009) menyebutkan setidaknya ada dua tantangan besar yang harus dihadapi mahasiswa di perguruan tinggi. Pertama, mahasiswa harus melakukan proses adaptasi dalam bidang akademis. Kohn dan Frazer (1986) menyatakan bahwa baik mahasiswa asing maupun regular harus berjuang untuk menguasai sejumlah materi pelajaran yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Murphy (dalam Santrock, 2008) menyatakan bahwa tuntutan akademis yang paling banyak memunculkan tekanan bagi mahasiswa adalah ujian, kompetisi dengan mahasiswa lain, hubungan dengan pengajar, serta tugas makalah. Selain itu, mereka semua mengalami tekanan yang besar pada saat harus membuat persiapan sebelum ujian. Kedua, mahasiswa asing maupun regular harus melakukan proses adaptasi sosial (Chen & Chen, 2009). Ross, Niebling dan Heckert (1999) menyatakan bahwa semua mahasiswa perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang berbeda dengan sebelumnya, dan menjalin hubungan interpersonal yang baik.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Meskipun demikian, menjadi mahasiswa asing juga tidak terlepas dari tantangantantangan yang lebih besar daripada mahasiswa lokal (Lee & Rice, 2007). Pertama, adanya tekanan yang lebih besar dari pihak keluarga yang menuntut agar mereka sukses di luar negeri dan kurangnya kompetensi dari keterampilan akademis (Burns, 1991). Hal lain yang membuat tantangan bagi mahasiswa asing lebih besar adalah mereka harus beradaptasi dengan perbedaan budaya. Proses adaptasi terkait budaya dapat berupa hal-hal yang kecil, seperti perbedaan cara berpakaian, cara makan atau jenis makanan (Lee & Rice, 2007). Berbagai tantangan dan masalah dalam kehidupan, apabila tidak diatasi, akan berpotensi menyebabkan stres. Sarafino (1998) menyatakan bahwa stres adalah hal yang umum terjadi pada siapapun ketika seseorang memersepsikan adanya kesenjangan (baik nyata maupun tidak) antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu. Distres psikologis merupakan suatu pengalaman subyektif tidak menyenangkan yang dialami oleh individu dan dapat terlihat dalam dua bentuk utama, yaitu depresi dan kecemasan (Mirowsky & Ross, 2003). Pada mahasiswa, dampak distress psikologi dapat berakibat pada penurunan performa akademisnya (Matthew, 2000). Brackney dan Karabenick (dalam Kitzrow, 2003) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara distres psikologis yang dialami mahasiswa dengan performa akademisnya, dimana mahasiswa dengan tingkat distres psikologis yang tinggi memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, tingkat self-efficacy yang rendah, serta ketidakefektifitasan dalam melakukan manajemen waktu dan menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia untuk belajar. Masalah hubungan sosial telah ditemukan menjadi satu dari empat masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh mahasiswa Reguler di UI (Utama, 2010). Pada penelitian tersebut ditemukan sebanyak 9,1% mahasiswa UI melaporkan ranah masalah social-psychological relation (SPR- atau hubungan sosial-psikologis) sebagai masalah terberat mereka. SPR merupakan masalah yang terkait dengan bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Beberapa contoh permasalahan yang terkait dengan SPR, antara lain terlalu pemalu, tidak nyaman berada diantara orang lain, dan tidak memiliki sahabat di kampus. Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan adanya keterkaitan antara hubungan sosial yang dimiliki individu dengan distres psikologis. Pearlin (dalam Siregar, 2012) menemukan bahwa sumber stres pada mahasiswa telah beralih dari konteks diri individu menjadi konteks
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Hubungan sosial dapat terjalin dengan baik apabila mahasiswa asing memiliki keterampilan sosial yang baik. Segrin (2001) menyatakan bahwa dalam memenuhi tuntutan untuk menjalin hubungan sosial, individu harus memiliki keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Riggio (1986) menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan individu dalam mengirimkan informasi kepada orang lain (expressivity skill) dan kemampuan dalam menerima atau memahami informasi yang disampaikan orang lain (sensitivity skill). Hubungan sosial dapat terjalin dengan baik apabila mahasiswa asing memiliki keterampilan sosial yang baik. Segrin (2001) menyatakan bahwa dalam memenuhi tuntutan untuk menjalin hubungan sosial, individu harus memiliki keterampilan sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam berkomunikasi secara efektif, mengekspresikan diri secara tepat di hadapan orang lain, memahami dan berempati pada orang lain, dapat berbaur dengan orang-orang lain, serta mampu menjaga hubungan yang baik dengan orang lain (Segrin, 2001). Keterampilan sosial merupakan suatu faktor yang penting dalam menentukkan tingkat kerentanan seseorang saat mengahadapi distres psikologi, dimana individu yang memiliki keterampilan sosial yang buruk akan lebih rentan menghadapi stres (Vinnick & Erickson, 1994; Walker, Garber & Greene, 1994). Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: -
“Apakah terdapat perbedaan tingkat distres psikologis pada mahasiswa asing Universitas Indonesia yang memiliki social sensitivity yang tinggi dan yang rendah?”
-
“Apakah terdapat perbedaan tingkat distres psikologis pada mahasiswa asing Universitas Indonesia yang memiliki emotional sensitivity yang tinggi dan yang rendah?”
2. Tinjauan Teoritis Terdapat beberapa definisi tentang stres, Sarafino (1998) mendefinisikan stres sebagai kondisi yang timbul apabila seseorang menilai bahwa terdapat ketidaksesuaian antara tuntutan dan sumber daya yang dimiikinya. Stres dapat memberikan dampak yang berbeda bagi setiap individu. Ross dan Altmaier (1994) membagi stres menjadi dua jenis, dimana
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
stres dapat menjadi “Eustress” atau sebaliknya dapat menjadi “Distress”. “Eustress” dikaitkan dengan stres yang berdampak positif, yang biasanya justru memicu semangat, kreatifitas, bahkan produktifitas individu. Sebaliknya, “Distress” atau biasa disebut sebagai distres psikologis, dianggap sebagai stres yang mengganggu kehidupan individu karena menimbulkan keluhan-keluhan baik yang sifatnya psikologis maupun fisiologis (Ross & Altmaier, 1994). Terkait dengan distres psikologis, Mirowsky dan Ross (2003) mendefinsikan distres psikologis sebagai pengalaman subyektif tidak menyenangkan yang dialami individu yang terdiri dari dua bentuk, yaitu depresi dam kecemasan. Depresi merupakan perasaan sedih, tidak bersemangat, kesepian, tidak memiliki harapan, merasa tidak berharga, mengharapkan kematian, memiliki masalah tidur, menangis, merasa sealanya sulit dan merasa tidak mampu untuk melanjutkan sesuatu. Sedangkan kecemasan adalah perasaan tegang, gelisah, khawatir, mudah marah dan takut. Depresi dan kecemasan pun memiliki dua gejala, yaitu mood dan malaise (Mirowsky dan Ross, 2003). Menurut Mirowsky dan Ross (2003), distres psikologis akan memiliki pengaruh yang berbeda bagi tiap-tiap individu. Dibawah ini adalah beberapa kondisi yang memengaruhi distres psikologis, yaitu status social ekonomi, status pernikahan, gender, kejadian tidak menyenangkan, usia, dukungan social dan tuntutan peran. Selain itu, Matthew (2000) menjabarkan dampak-dampak negatif sebagai akibat dari distres psikologis, di antaranya penurunan kerja, bias kognitif, dan gangguan klinis. Terkait dengan ketereampilan social, Riggio (1986) mendefinsikan keterampilan sosial sebagai sekelompok kemampuan yang digunakan untuk memahami, mengirimkan dan mengatur informasi verbal dan non-verbal sehingga dapat memudahkan seseorang untuk menjalin hubungan sosial yang positif.
Selain itu, Segrin (2001) menyatakan bahwa
keterampilan sosial dapat terlihat dari kemampuan individu dalam berkomunikasi secara efektif, mengekspresikan diri secara tepat dihadapan orang lain, memahami dan berempati pada orang lain, dapat berbaur dengan orang-orang lain, serta mampu menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Riggio dan sejumlah koleganya membagi keterampilan sosial menjadi tiga kemampuan dasar, yaitu kemampuan dalam mengekspresikan diri (expressitivity skill), kemampuan untuk menginterpretasikan informasi yang disampaikan orang lain (sensitivity skill), dan kemampuan untuk meregulasi perilaku yang ditunjukkan dalam proses
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
berkomunikasi dengan orang lain (Riggio & Reichard, 2008). Berikut merupakan penjelasan mengenai masing-masing keterampilan dasar tersebut: -
Expressivity: kemampuan individu dalam menyampaikan atau mengirimkan pesannya kepada orang lain.
-
Sensitivity: kemampuan individu dalam menerima dan menerjemahkan pesan-pesan yang dikomunikasikan orang lain.
-
Control: kemampuan individu dalam meregulasi dan mengendalikan (manage) proses komunikasi.
Ketiga komponen tersebut muncul dalam dua jenis informasi yang disampaikan dalam berinteraksi,
yaitu informasi verbal (social) dan informasi non-verbal (emotional).
Kombinasi tiga keterampilan dasar serta jenis informasi yang disampaikan menghasilkan enam dimensi keterampilan sosial berdasarkan model teoretis Riggio (1986), serta Riggio dan Carney (2003), di antaranya: -
Emotional expressivity Emotional expressivity merupakan kemampuan untuk menyampaikan pesan non-
verbal saat berkomunikasi dengan orang lain (Riggio, 1986). -
Emotional sensitivity Riggio (1989) menyatakan bahwa emotional sensitivity merupakan kemampuan dalam
menerima dan menginterpretasikan pesan non-verbal yang disampaikan orang lain. -
Emotional control Emotional control mengukur kemampuan individu dalam mengendalikan dan
meregulasi emosinya, serta bagaimana mereka menunjukannya secara non-verbal. -
Social expressivity Social expressiveness merupakan kemampuan individu dalam menyampaikan
informasi verbal. -
Social sensitivity Social sensitivity merupakan kemampuan untuk membaca dan menginterpretasi pesan
verbal yang disampaikan oleh orang lain dalam proses komunikasi. -
Social control Social control dapat didefinisikan sebagai kemampan individu dalam menunjukkan
diri pada lingkungan sosial (Riggio & Reichard, 2008). Keterampilan sosial yang dimiliki individu dapat berpengaruh terhadap hubungan sosialnya dengan individu lain. Berbagai penelitian menemukan manfaat dari keterampilan sosial. Berikut beberapa di antaranya:
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
-
Keterampilan sosial yang baik dianggap menguntungkan dalam menjalin hubungan sosial (Riggio, 1986).
-
Individu dengan keterampilan sosial yang baik mampu memahami orang lain, berempati, mampu menjalin komunikasi yang baik dengan orang lain, dan menjalin hubungan yang harmonis (Segrin, 2001).
-
Libet dan Lewinson (dalam Segrin 2001) menyatakan bahwa individu yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan mampu untuk menunjukkan perilaku yang umumnya akan memeroleh reinforcement yang postif dari lingkungannya dan mampu menghindari perilaku yang akan memunculkan punishment dari lingkungannya.
Terkait dengan mahasiswa, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961, mahasiswa adalah seseorang yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas dan peraturannya diatur dengan peraturan menteri. Secara spesifik, berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Indonesia Nomor 57S/SK/R/UI/2004, mahasiswa asing Universitas Indoensia didefinisikan sebagi peserta didik yang terdaftar dan sedang mengikuti program di Universitas Indonesia (Keputusan Rektor Universitas Indonesia, 2006) Berbagai penelitian menemukan berbagai masalah yang harus dihadapi oleh mahasiswa asing, di antaranya: -
Bidang akademis
Masalah yang dihadapi mahasiswa asing dalam memenuhi tuntutan akademis jauh lebih besar dibandingkan mahasiswa lokal. Hal ini disebabkan adanya tekanan yang lebih besar dari pihak keluarga yang menuntut mereka untuk sukses, kurangnya kompetensi dengan keterampilan akademis, dan mereka merasa tidak dimengerti oleh staf akademis (Burns, 1991). -
Perbedaan bahasa
Kefasihan dalam berbahasa inggris dapat memberikan pengaruh terhadap proses pembelajaran di kelas (Alavi & Mansor, 2011). Mengingat hampir kebanyakan sumber literatur yang digunakan dalam kegiatan perkuliahan menggunakan Bahasa inggris, bisa jadi mahasiswa asing menganggap bahwa ketidakfasihan dalam berbahasa ingris merupakan masalah yang mengganggu mereka (Malaklolunthu & Selan, 2011). -
Penyesuaian dalam bidang sosial dan budaya
Tantangan dalam melakukan adaptasi dalam menjalin hubungan sosial terlebih lagi menjadi hal yang lebih sulit bagi mahasiswa asing, mengingat mereka harus berhadapan
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
dengan lebih banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut, antara lain perbedaan nilai, kepercayaan, kebiasaan dalam menjalin hubungan sosial, cara memulai persahabatan, etiket dalam berkencan, hubungan antara lawan jenis, peran gender, kepercayaan agama, persepsi waktu, kontak fisik, komunikasi non-verbal dan lain lain (Huss, 2004). -
Penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari (General living adjustment)
Penyesuaian dalam kehidupan sehari-hari mencakup penyesuaian dalam menghadapi perbedaan iklim, sistem transportasi, membayar bil (paying bills), sistem kesehatan, jenis makanan, cara memakan dan pengaturan tempat tinggal (Tseng & Newton, 2002; Lee & Rice, 2007). -
Penyesuaian psikologis individu
Mahasiswa asing seringkali mengalami masalah psikologis, seperti kesepian, rindu kampung halaman (homesickness), merasa terisolasi, dan merasa frustasi (Tseng dan Newton, 2002). Terkait dengan program belajar di UI, terdapat berbagai program belajar yang disediakan Universitas Indonesia. Salah satunya adalah program BIPA (Bahasa Indonesia for NonNative Speakers) (www.ui.ac.id/en/academic/page/bipa-programs). Tujuan dari program ini adalah untuk melatih mahasiswa asing agar mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Program lainnya yang terdapat di UI untuk mahasiswa asing adalah Program Pendidikan Kelas Khusus Internasional (Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia 547/SK/R/UI/2005). 2.1. Hipotesis 1. Hipotesis Null (Ho): Hipotesisi Null (Ho) dalam penelitian ini adalah “Tidak terdapat perbedaan tingkat distres psikologis yang signifikan pada mahasiswa asing Universitas Indonesia yang memiliki keterampilan sosial sensitivity yang tinggi dan yang rendah: -
Tidak terdapat perbedaan distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing Universitas Indonesia yang memiliki social sensitivity yang tinggi dan rendah.
-
Tidak terdapat perbedaan distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing Universitas Indoensia yang memiliki emotional sensitivity yang tinggi dan rendah.”
2. Hipotesis Alternatif (Ha):
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Hipotesisi Alternatif (Ha) dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan tingkat distres psikologis yang signifikan pada mahasiswa asing Universitas Indonesia yang memiliki keterampilan sosial sensitivity yang tinggi dan yang rendah: -
Terdapat perbedaan distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing UI yang memiliki social sensitivity yang tinggi dan rendah.
-
Terdapat perbedaan distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing UI yang memiliki emotional sensitivity yang tinggi dan rendah.”
3. Metode Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh mahasiswa asing Universitas Indonesia yang terdaftar dalam salah satu program pendidikan di UI, yaitu program S1 Reguler, S1 Kelas Khusus Internasional atau program BIPA. Sampel adalah sekelompok individu yang dipilih dari populasi yang dimaksudkan untuk mewakili populasi dalam penelitian (Gravetter & Forzano, 2009 ). Sampel penelitian ini adalah 75 mahasiswa asing Univeritas Indonesia yang terdaftar dalam salah satu program pendidikan di Indonesia, yaitu program S1 reguler, S1 Kelas Khusus Internasional (KKI) atau program BIPA (Bahasa Indonesia for Non-Native Speaker). Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode non-random/non-probability sampling designs. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Data dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik independent sample t-test. Secara umum, payung penelitian menggunakan dua alat ukur, yaitu Hopkins Symptom Checlist-25 (HSCL-25), dan Social Skills Inventory (SSI). Hopkins Symptom Checlist-25 (HSCL-25), merupakan alat ukur lapor diri (self-report). HSCL-25 digunakan untuk mendeteksi simtom dari kecemasan dan depresi yang dialami individu dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Alat ini terdiri dari 25 item, dengan 10 item untuk melihat simtom kecemasan dan 15 item untuk melihat simtom depresi (Ventevogel, dkk., 2007). Social Skills Inventory (SSI) merupakan inventori untuk mengukur keterampilan dasar sosial. SSI terdiri dari 90 pernyataan yang meliputi enam dimensi (15 item per dimensi) yang mengukur keterampilan berkomunikasi yang melibatkan komponen emotional (non-verbal) dan komponen sosial (verbal) (Riggio, 1986). Riggio dan Carney (2003) menyatakan bahwa alat ukur SSI memilki nilai reabilitas pada rentang R= 0.88 berdasarkan uji internal consistency. Nilai validitas diperoleh dengan menggunakan uji validitas convergent and discriminant validity. Data psikometri menunjukkan bahwa alat ukur dinyatakan valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
4. Hasil Penelitian Berikut data demografis dari sampel penelitian yang berjumlah 75 : Gambaran Umum Partisipan Penelitian
N (%)
Usia
Jenis Kelamin
Kewarganegaraan
Program Belajar
18-21
19 (25.3%)
22-31
42 (56.0%)
>31
14 (18.7%)
Total
75 (100%)
Laki-laki
43 (57.3%)
Perempuan
32 (42.7%)
Total
75 (100%)
Korea
43 (57.3%%)
Jepang
12 (16.0%)
Lain-lain
20 (26.7%%)
Total
75 (100%)
BIPA
50 (66.7%)
Non-BIPA
26 (33.3%%)
Total
75 (100%)
Gambaran Umum Distres Psikologis Partisipan Penelitian
Gambaran
Distres Rendah
Distres Tinggi
N
%
N
%
51
68%
24
32%
Umum
Gambaran Umum Social Sensitivity Mahasiswa Asing UI
Social Sensitivity Tinggi
Rendah
N
%
N
%
65
86.66
10
13.33
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Gambaran Umum Emotional Sensitivity Mahasiswa Asing UI Emotional Sensitivity Skill Tinggi
Rendah
N
%
N
%
67
89.33
8
10.66
Berikut merupakan hasil utama penelitian : Hubungan Social Sensitivity Mahasiswa Asing UI dengan Distres Psikologis Mean (SD)
T
Signi
Keterangan
(2-tailed) Social Sensitivity
1.6552 (.19232)
Rendah Social Sensitivity
-4.624
0.000
Signifikan
1.2890 (.40902)
Tinggi
Berdasarkan nilai rata-rata yang dapat dilihat di Tabel 4.5 terlihat bahwa mahasiswa asing yang memiliki social sensitivity yang tinggi mengalami tingkat distres psikologis yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asing yang memiliki social sensitivity yang rendah. Perhitungan independent sample t-test membandingkan tingkat distres psikologis mahasiswa asing UI yang memiliki social sensitivity yang rendah dan tinggi pada tingkat signifikasi .05. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan nilai sig. 2-tailed= 0.000 yang menunjukkan bahwa p < 0.005. Hubungan Emotional Sensitivity Mahasiswa Asing dengan Distres Psikologis Mean (SD)
T
Signi
Keterangan
(2-tailed) Emotional
1.6452 (.40308)
Sensitivity Rendah Emotional
-3.333
0.007
Signifikan
1.2812 (.27570)
Sensitivity Tinggi
Berdasarkan nilai rata-rata yang dapat dilihat di Tabel 4.6 terlihat bahwa mahasiswa asing yang memiliki emotional sensitivity yang tinggi mengalami tingkat distres psikologis yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asing yang memiliki emotional sensitivity yang rendah.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Perhitungan Independent Sample T-test membandingkan tingkat distres psikologis mahasiswa asing UI yang memiliki emotional sensitivity yang rendah dan tinggi pada tingkat signifikasi .05. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan nilai sig. 2-tailed= 0.007 yang menunjukkan bahwa p < 0.005. 6. Diskusi Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada mahasiswa asing yang memiliki social sensitivity dan emotional sensitivity yang tinggi, cenderung mengalami distres psikologis. Meskipun ditemukan perbedaan yang signifikan, hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakann bahwa keterampilan sosial yang baik mampu mengurangi tingkat distres psikologis seseorang (Segrin, 2001). Ketidaksesuaian hubungan tersebut dapat dijelaskan
dengan
melihat
konteks
penelitian-penelitian
yang
membahas
tentang
keterampilan sosial. Apabila dilihat dari konteksnya, kebanyakan penelitian tersebut dilakukan pada individu yang tinggal di negara asalnya. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Segrin (2001), Riggio (1986) dan lain-lain. Oleh karena itu, penelitian-penelitian tersebut tidak membahas mengenai faktor budaya yang dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan interaksi antarindividu yang berbeda budaya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keterampilan sosial pada umumnya mencakup kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sesuai dan efektif (Segrin, 1999). Pada konteks komunikasi antarbudaya, terdapat beberapa komponen yang berpengaruh terhdap suksesnya hubungan sosial antarindividu. Salah satu komponen yang memiliki keterkaitan dengan sensitivity adalah social decentering. Social decentering merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami dan membuat dugaan terhadap pesan yang disampaikan oleh orang-orang dari berbagai latar belakang. Konsep ini sangat terkait dengan sensitivitas perasaan (Redmon & Bunyi, 1993). Hasil penelitian pada mahasiswa asing yang dilakukan oleh Redmond dan Bunyi (1993) menemukan bahwa kemampuan social decentering yang tinggi pada mahasiswa asing berhubungan dengan tingkat stres yang lebih besar dibandingkan mahasiswa asing yang memiliki kemampuan social decentering yang rendah. Hubungan demikian dapat terjadi mengingat individu dengan kemampuan social decentering yang tinggi memiliki kesadaran yang lebih besar terhadap berbagai perbedaan dirinya dengan budaya dimana ia tinggal. Kesadaran ini dapat menekan individu tersebut secara emosional sehingga ia menjadi lebih rentan mengalami distres psikologis, dibandingkan individu yang memiliki kesadaran yang rendah akan adanya perbedan dirinya dengan budaya dimana ia tinggal. Demikian pula,
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
individu dengan keterampilan sosial sensitivity yang tinggi adalah individu yang lebih peka terhadap berbagai informasi yang disampaikan oleh individu lain, baik secara verbal maupun non-verbal. Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap interaksi antara mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal ditemukan bahwa mahasiswa lokal sebenarnya menunjukkan minat yang sangat besar untuk menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa asing. Meskipun demikian, kebanyakan mahasiswa lokal menahan diri untuk berteman dengan mahasiswa asing karena berbagai faktor, misalnya merasa malu, kendala dalam berbahasa, kecenderungan pada mahasiswa asing untuk bergaul hanya dengan mahasiswa asing dari negaranya dan lain-lain. Hal ini menyebabkan mereka menunjukkan perilaku-perilaku “berbeda” ketika mereka berpapasan dengan mahasiswa asing, seperti berbisik-bisik, tertawa, terus memandang bahkan menyenggol-nyenggol temannya. Mahasiswa asing dengan emotional sensitivity yang tinggi, bisa jadi lebih peka terhadap perubahan-perubahan emosional yang ditunjukkan oleh mahasiswa lokal. Perbedaan budaya dapat menyebabkan adanya salah interpretasi dalam membaca tanda-tanda emosional yang ada. Mahasiswa asing yang melihat mahasiswa lokal berbisik-bisik dengan temannya sambil tersenyum memandang dirinya, bisa jadi merasa bahwa mahasiswa lokal tersebut sedang membicarakan hal-hal negatif tentang dirinya atau mengejeknya. Sebagai akibatnya, mahasiswa asing tersebut semakin merasa tidak nyaman untuk bergaul dengan mahasiswa lokal. Padahal penelitian yang dilakukan oleh Trice (2007) menunjukkan bahwa mahasiswa asing yang menahan diri untuk menjalin pertemanan atau hubungan sosial dengan mahasiswa lokal akan lebih mudah merasa kesepian dan terisolasi pada lingkungan sosialnya. Perasaan terisolasi dan kesepian dapat meningkatkan distres mereka. 7. Kesimpulan Dari paparan dan analisis yang telah peneliti lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan utama sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan tingkat distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing UI yang memiliki social sensitivity yang tinggi dan rendah. Mahasiswa asing UI dengan keterampilan sosial sensitivity yang tinggi memiliki tingkat distres psikologis yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asing UI dengan keterampilan sosial sensitivity yang rendah. 2. Terdapat perbedaan tingkat distres psikologis yang signifikan antara mahasiswa asing UI yang memiliki emotional sensitivity yang rendah dengan emotional sensitivity yang tinggi. Mahasiswa asing UI dengan emotional sensitivity yang tinggi memiliki tingkat
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
distres psikologis yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asing UI dengan keterampilan sosial sensitivity yang rendah. 7. Saran Beberapa saran praktis untuk penelitian serupa, antara lain: 1. Pihak Universitas Indonesia sebaiknya memiliki pencatatan yang jelas berupa informasi mengenai daftar nama mahasiswa asing yang sedang atau pernah mengikuti program belajar di UI. 2. Pengelola program di Universitas Indonesia sebaiknya menciptakan program yang dapat meningkatkan interaksi mahasiswa asing dengan mahasiswa lokal. Tujuan program ini tidak hanya untuk belajar Bahasa Indonesia, tetapi juga untuk mendorong mahasiswa asing untuk memperluas pergaulan mereka dengan mahasiswa lokal di fakultasnya. 3. Pengelola program di Universitas Indonesia sebaiknya memberikan sosialisasi kepada mahasiswa asing di UI mengenai karakteristik mahasiswa Indonesia dan kebiasaankebiasaan yang sering mereka lakukan dalam pergaulan sehari-hari. Sosialisasi ini bertujuan untuk meminimalisasi prasangka atau kesalahpahaman mahasiswa asing di UI terhadap pesan-pesan verbal maupun non-verbal yang ditunjukkan mahasiswa lokal. Selain itu, diharapkan sosialisasi ini dapat meningkatkan kesadaran mahasiwa asing di UI bahwa perbedaan budaya bukanlah merupakan suatu penghalang dalam membangun hubungan yang bermakna dengan mahasiswa lokal, melainkan sebagai suatu hal yang dapat memperkaya hubungan sosialnya. Daftar Pustaka Alavi, M., & Mansor, S.M.S. (2011). Categories of problems among international students in university teknologi Malaysia. Social and Behavioral Science, 30 (2011) 1581-1587. Al-Zubaidi, K., & Rechards, C. (2009). Arab postgraduate students in Malaysia: Identfying and overcoming the cultural and language barriers. Arab World English Journal, 1,22. Anderson, P.H., Lawton, L., Rexeisen, R.J., & Hubbard, A.C. (2006). Short-term study abroad and intercultural sensitivity: A pilot study. International Journal of Intercultural Relation, 30, 457-469.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Beaton, D.E., Bombardier, C., Guillemin, F., & Ferraz, M.B. (2000). Guidelines for the process for the process of cross cultural adaptation of self-report measure. SPINE, 25 (24), 3186-3191. Burns, R. (1991). Study and stress among first year overseas students in an australian university. Higher Education Research and Development, 10(1), 61-77. Chen, Y & Chen, H.J. (2009). A study on international students adjustmeny from academic, social, and cultural viewpoints in taiwan. International Conference on Business Management and Information and Technology Application, 52-60. Choi, M. (1997). Korean student in Australian universities: International Issues. Higher Education Research & Development, 16 (3), 263-282. Carlson, J. S., & Widaman, K. F. (1988). The effects of study abroad during college on attitudes toward other cultures. International Journal of Intercultural Relations, 12, 1– 18. Drews, D. R., & Meyer, L. L. (1996). Effects of study abroad on conceptualizations of national groups. College Student Journal, 30, 452–461. Goldberger, L. & Breznitz, S. (1982). Handbook of Stress: Theoritical and Clinical Aspects. New York: The Free Press. Gravetter, F., & Forazano, Lorri Ann. (2009). Research methods for behavioral science. (3rd ed). Belmon: Wadsworth Hadis, B. F. (2005). Gauging the impact of study abroad: How to overcome the limitations of a single-cell design. Assessment and Evaluation in Higher Education, 30,3–19. Hechanova-Alampay, R., Beehr, T.A., Christiansen, N. D., & Van Horn, R. K. (2002). Adjustment and strain among domestic and international student sojourners: A longitudinal study. School Psychology International, 23(4), 458-74. Jones, W.H., & Hobbs, A.S., & Hockenbury, D. (1982). Loneliness and social skills deficit. Journal of Personality and Social Psychology, 42, 682-289 Jurgens, J. C., & McAuliffe, G. (2004). Short-term study-abroad experience in Ireland: An exercise in cross-cultural counseling. International Journal for the Advancement of Counseling, 26, 147–161.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Kitzrow, Martha Anne. (2003). The mental health needs of today’s college students: Challenges and Recommendation. NASPA journal, vol.41 (1), 167-181. Kohn, J. P., & Frazer, G. H. (1986). An academic stress scale: Identification and rated importance of academic stressors. Psychological Reports, 59, 415–426. Kumar, R. (1996). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London: Sage Publication Langley, C. S., & Breese, J. R. (2005). Interacting sojourners: A study of students studying abroad. The Social Science Journal, 42, 313–321. Lazarus, R.S. (1999). Stress and Emotion: A New Synthesis. New York: Springer Publishing Company, Inc. Lee, J.S., Kooeske, G.F., & Sales, E. (2004). Social support buffering of acculturative stress: A study of mental health symptoms among korean international students. International Journal of Intercultural Relations, 28, 399-414. Lee, J., & Rice, C. (2007). Welcome to America? International student perceptions of discrimination. Higher Education, 53(3), 381-409. Lin, J.C., & Yi, J.K. (1997). Asian international students’ adjustment: Issues and program suggestions, College Student Journal, 31 (4), 473-479. Malaklolunthu, S., & Selan, P.S. (2011). Adjustment problems among international students in Malaysian private higher education institutions. Procedia Social and Behavioral Sciences 15 (2011) 833–837 Matthews, G. (2000). Distress. Fink (Ed) in Encyclopedia of Stress. Volume 1 (A-D_. New York: Academic Press. Miller, P.H. (1993). Theories of Development Psychology. (3rd ed). USA: W.H. Freeman and Company. Mori, S.C. (2000). Addressing the mental health concerns of international students. Journal of Counseling and Development, 78, 137-144. Morowsky, J., & Ross, C.E. (2003). Social causes of psychological distress. New York: Aldine de Gruyter. Ornish, D. (1998). Love and Survival. New York: Harper Collins.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Papalia, Diane E., Olds, A.W, & Feldmam, R.D. (2007). Human Development. (10th ed). New York: McGraw-Hill Papalia, D.E., Sterns, H.L., Feldman, R.D., & Camp, J.C. Cameron. (2007). Adult Development and Aging. (3rd ed). NY: McGraw-Hill Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2007:25 Poyrazli, S., kavanaugh, P.R., Baker, A., & Al-Thimimi, N. (2004). Social support and demographic correlates of acculturative stress in international student. Journal of College Counseling, 7, 75-85. Ramadhani, N. (1995). Pelatihan keterampilan sosial pada mahasiswa yang sulit bergaul. Berkala Penelitian Pasca Sarjana. Yogyakarta: Program Studi Pasca Sarjana UGM. Ramsay, S., Barker, M., & Jones, E. (1999). Academic adjustment and learning process: A comparison of international and local students in first year university. Higher Education Research & Development, 18 (1), 129-144. Riggio, R.E. & Carney, D.R. (2003). Social Skills Inventory Manual. USA: Mind Garden, Inc. Riggio, R.E., & Reichard, R.J. (2008). The emotional and social intelligences of effective leadership: An emotional and social skill approach. Journal of Managerial Psychology, 23(2), 169-185 Riggio, R.E., Throckmorton, B., & DePaola, S. (1990). Social skills and self esteem. Personality and Individual Differences, 11, 799-844 Riggio, R.E., Watring, K., & Throckmorton, B. (1993). Social skills, social support and psychological adjustment. Personality and Individual Differences, 15, 275-280 Ross, R.R. & Altmaier, E.M. (1994). Intervention in occupational stress. London: Sage Publication Ltd Ross, S.E., Niebling, B.C., & Heckert, T.M. (1999). Source of stress among college student. College Student Journal, 33 (2), 312-318 Santrock, J.W. (2008). Life-Span Development. (11th. ed). New York: Mc Graw Hill.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Sarafino, E.P. (1998). Health psychology. Biopsychosocial interactions. (3rd ed). New York: John Wiley & Sons, Inc Sekararum, A. (2012). Interpersonal Psychoteraphy (IPT) untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Mahasiswa Universitas Indonesia yang Mengalami Distres Psikologis. Tesis. Depok: Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Spence, S.H. (2003). Social skills training with children and young people: Theory, evidence, and practice. Child and Adolescent Mental Health, 8 (2), 84-96 Susanti, R.A. (2008). Ranking Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Naik. Diakses pada 18 Februari 2013 dari: www.tempointeraktif.com/ artikel-Ranking-Perguruan-TinggiNegeri-Indonesia-Naik. Sovic, S. (2009). Hi-bye friends and the herd instinct: international and home students in the creative arts. Higher Education, 58(6), 747-761. Segrin, C. (1990). A meta-analytic review of social skills deficits associated with depression. Communication Monograph, 57, 292-308. Segrin, C. (1999). Social skills, stressful life events, and the developmental of psychological problems. Journal of Social and Clinical Psychology, 18(1), 14-34 Segrin, C. (2001). Social skills and negative life events: Testing the deficit stress generation hypothesis. Current Psychology, 20 (1), 19-35. Siregar, D.A.I. (2012). Pelatihan Keterampilan Sosial untuk Mahasiswa Universitas Indonesia dengan Distress Psikologis Tinggi. Depok: Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tesis. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Stallman, H.M. (2008). Prevalence of psychological distress in university students implication for service delivery. Australian Family Physician, 37, 673-677. Surat Keputusan rektor universitas Indonesia. Nomor 57S/SK/R/UI/2004 pasal 3. Depok: UIPress Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia. Nomor 478/SK/R/UI/2004. Tentang Evaluasi Keberhasilan Studi Mahasiswa Universitas Indonesia. Depok.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Surat Keputusan Rektor Universitas Indonesia. Nomor 547/SK/R/UI/2005. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Pendidikan Kelas Khusus Internasional di Universitas Indonesia. Depok. Turner, J.S. & Helms, D.B. (1995). Lifespan Development. (5th ed). USA: Harcourt Brace Collage Publishers. Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 22 tahun 1961 Universitas Indonesia. (2006). Himpunan Peraturan Akademik Universitas Indonesia. Depok: UI-Press Trice, A.G. (2007). Faculty perspective regarding graduate international students’ isolation from host national students. International Education Journal, 2007, 8, 108-117 Tseng, W.C., & Newton, F.B. (2002). International students’ strategies for well being. College Student Journal, 36 (4) Universitas Indonesia. (2008). Internasional: Pengantar. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2013. http://www.ui.ac.id/en/academic/page/international-student Universitas Indonesia. (2008). Visi Misi: Pengantar. Diunduh pada tanggal 18 Maret 2013. http://www.ui.ac.id/en/academic/page/visionmision). Universitas Indonesia. (2008). Profil: Pengantar.
Diunduh pada tanggal 18 Maret
2013.www.ui.ac.id/id/profile/page/pengantar Universitas Indonesia. (2008). BIPA:Prograns.
Diunduh pada tanggal 18 Maret
www.ui.ac.id/en/academic/page/bipa-programs) Utama, B. (2010). Kesehatan Mental dan Masalah-Masalah Pada Mahasiswa SI Universitas Indonesia. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. www.topuniversities.com/university-rankings/world-university-ranking.
Diunduh
pada
tanggal 19 Februari 2013. Ventevogel, P., De Vries, G., Scholt, W.F., Shinwari, N.S., Nassery, H.F.R., Van Den Brik, W., & Olff, M. (2007). Properties of the Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) and the Self Reporting Questionnaire (SRQ-20) as screening instruments used in primary care in Afghanistan. Soc Psychiatry Epidemiology, 42:328-335.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013
Verger, P., Combes, J.P., Kovess-Masfety, V., Choquet, M., Guagliardo, V., Rouilon, F., & Peretti-Wattel, P. (2009). Psychological distress in first year university students: socioeconomic and academic stressors, mastery and social support in young men and women. Social Psychology Epidemiology, 44-643-650. Vinnick, L.A., & Erickson, M.T. (1994). Social skills in third and sixth grade children: A moderator of lifetime stressful life events and behavior problem? Journal of Child and Family Studies, 3, 263-282. Virdhani, M.H. (2012). Ratusan Mahasiswa Asing Ajukan Izin Tinggal di Depok. Diunduh pada
tanggal
19
Februari
2013.
http://kampus.okezone.com/read/2012/07/31/373/670934/ratusan-mahasiswa-asingajukan-izin-tinggal-di-depok Walker, L.S., Garber, J., & Greene, J.W. (1994). Somatic complaints in pediatric patiens: A prospective study of the role of negative life events, child social and academic competence, and parental somatic symptoms. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 62(2), 1213-1221. Yanhong Li, R., & Kaye, M.(1998). Understanding overseas students’ concerns and problems. Journal of Higher Education Policy and Management, 20 (1), 41-50.
Perbedaan Tingkat..., Yeshica Natasya, F Psikologi UI, 2013