PERBEDAAN STRES KERJA ANTARA PERAWAT DEPARTEMEN KRITIS DENGAN DEPARTEMEN MEDIKAL BEDAH RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG ABSTRAK Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi berdasarkan pengalaman penulis selama bekerja di departemen kritis dan medikal bedah Rumah Sakit Advent Bandung, penulis mengalami tekanan oleh karena lingkungan kerja dan teman kerja yang kurang nyaman. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan stres kerja perawat di departemen kritis dengan departemen medikal bedah RSAB Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komperatif tentang stres kerja perawat. Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 perawat tamatan yang telah bekerja kurang dari dua tahun di departemen kritis dan medikal bedah RSAB. Sampel dalam penelitian ini adalah 40 perawat yang terdiri dari 20 perawat departemen kritis dan 20 perawat departemen medikal bedah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner terdiri dari 30 pernyataan tentang stres kerja perawat yang diadopsi dari Pitaloka (2010:5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perawat di departemen kritis memiliki stres kerja yang rendah. Para perawat di departemen medikal bedah cukup memiliki stres kerja. Tidak ada perbedaan stres kerja perawat di departemen kritis dengan departemen medikal bedah. Saran bagi Diklat Keperawatan RSAB Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dan bahan informasi kepada diklat untuk memberikan seminar bagi para perawat cara menghadapi dan mengatasi stres kerja. Untuk bidang penelitian disarankan penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk dikembangkan mengenai perbandingan stres kerja perawat Unit Gawat Darurat dan Pavilliun. Kata Kunci: stres kerja, departemen kritis, departemen medikal bedah ABSTRACT This thesis is motivated by the author's experience working in the department for medical-surgical and critical Bandung Adventist Hospital, the author was under pressure because of the work environment and co-workers who are less comfortable. The purpose of this research is to gain an overview of differences in job stress nurses in the department with the department of medicalsurgical critical RSAB The method used in this study is a comparative descriptive method of nursing job stress. The population used in this study were 60 graduate nurses who have worked less than two years in the department of medical and surgical critical RSAB. The samples in this study were 40 nurses consisting of 20 nurses and 20 nursing departments critical medical-surgical department. The instrument used in this study questionnaire form consists of 30 statements about work stress of nurses who adopted Pitaloka (2010:5). The results showed that the nurses in critical departments have a low stress job. The nurses in the medical-surgical department has enough work stress. There was no difference in the department of nursing job stress critical with medical-surgical department.Advice for Nursing Training RSAB result is expected as input to information and training materials to provide seminars for nurses how to deal and cope with work stress. For this study suggested areas of research can be used as a baseline for comparison of stress developed in the Intensive Care Unit nurses and Pavilion.
1
PENDAHULUAN Perawat setiap hari selalu berhubungan dengan banyak orang dalam kondisi sehat maupun sakit sehingga berpotensi untuk menimbulkan stres. Stres akibat kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya yaitu lingkungan kerja, kelebihan beban kerja, monoton dalam pekerjaan dan pekerjaan dengan risiko tinggi. Salah satu lingkungan kerja di rumah sakit dengan beban kerja yang berat dan monoton serta mempunyai risiko yang tinggi adalah departemen keperawatan kritis. Di departemen keperawatan kritis terdiri dari Intensive Care Unit (ICU), High Care Unit (HCU), Neonatus Intensive Care Unit (NICU) dan Operation Room (OR) di mana perawat sering mengalami stres akibat tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan dengan perawat bagian lain. Murray (2012) mengutip penelitian tentang stres kerja perawat dari National Institute for Occupational Safety and Health tahun 2010 di Amerika. Hasilnya menunjukkan bahwa perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stres terutama di departemen kritis dan medikal medah. Hal ini disebabkan oleh karena perawat memiliki tugas dan tanggungjawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Menurut Suterland (2008:194) mengadakan penelitian terhadap 100 perawat kritis dan medical bedah di Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 37% perawat di Jepang mengalami stres kerja yang tinggi dan menegangkan. Hal ini memiliki pengaruh terhadap ketidakpuasan kerja, depresi, gejala psikosomatik, lesu kerja “burn out”. Terdapat 30-50% lingkungan kerja merupakan sumber stres dan dampak yang paling buruk adalah terdapat 16% perawat meninggalkan pekerjaan atau profesinya akibat beban kerja yang terlalu berat. Ratnasari (2009:1) mengutip hasil penelitian dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 2006 tentang stres perawat di medikal bedah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50,9% perawat Indonesia yang aktif mengalami stres kerja. Sering merasa pusing, lelah, kurang ramah, kurang istirahat akibat beban kerja terlalu tinggi serta penghasilan yang tidak memadai. Widodo (2009:1) mengadakan penelitian tentang stres kerja perawat kritis RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang berjumlah 28 perawat kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% perawat kritis dan medikal bedah mengalami stres pekerjaan yang disebabkan oleh beban kerja dan kondisi kerja. Beban kerja sebagai sumber stres disebabkan karena kelebihan beban kerja baik beban kerja kuantitatif maupun beban kerja kualitatif. Hal ini mengakibatkan lingkungan fisik maupun hubungan kerja tim yang kurang baik akibat stres selama bekerja. Tujuan Tujuan pada penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan antara stres kerja perawat di departemen kritis dengan departemen medikal bedah RSAB. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi: 1. Diklat Bidang Keperawatan RSAB, sebagai bahan masukan tentang stres kerja perawat di departemen kritis dan departemen medikal bedah sehingga dapat meningkatkan kinerja perawat. 2. Bidang penelitian, sebagai bahan untuk dikembangkan pada penelitian berikut. TINJAUAN TEORITIS Pengertian Stres Kerja Menurut Anoraga (2008:108) stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungan. Tanggapan yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan diri terancam. Agung (2012:3) mengemukakan bahwa stres kerja 2
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Anwar (2008:93) mengatakan bahwa stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Sedangkan Yoder dan Staudohar (2008:308) mendefinisikan stres kerja adalah suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang. Di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada. Menurut Fred (2005:10) stres dari departemen kritis dan medikal bedag yang menyebabkan stres kerja dari seorang perawat adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan dan strategi administrasi yakni penyusutan karyawan, perencanaan gaji, shift kerja, aturan birokrasi dan teknologi yang canggih. 2. Struktur dan desain organisasi yaitu sentralisasi, konflik lini staf dan tidak ada kesempatan untuk maju. 3. Proses organisasi yakni sedikit umpan balik, hanya komunikasi ke bawah, pengambilan keputusan tersentralisasi, kurang berpartisipasi dalam keputusan dan sistim penilaian bersifat hukuman. 4. Kondisi kerja yakni area kerja ramai, bising, panas, dingin, polusi udara, bau, penerangan kurang, kondisi tidak aman dan bahan kimia beracun atau radiasi. Sedangkan Hudak (2007:131-132) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan stres kerja perawat adalah: 1. Hubungan yang kurang baik dengan supervisor, dokter, rekan perawat, pasien dan keluarga pasien. Perawat menciptakan harapan yang tinggi atas diri sendiri sebagai cara untuk mempertahankan keseimbangan emosional. 2. Kejenuhan. Kejenuhan ini antara lain karena pekerjaan rutin yang diulang-ulang, setiap langkah harus ditulis, perpindahan perawat dari tempat lain, situasi akut yang sering terjadi. 3. Bahaya fisik, antara lain karena ancaman tertusuk jarum suntik dan terpapar sinar radiasi, mengangkat beban yang terlalu berat, pasien yang tidak sadar, teman sejawat yang bingung. Selain itu bunyi maupun suara yang terus menerus dari alat monitor maupun dari pasien yang menjerit, menangis atau merintih. Terlalu sering melihat dan mencium bau tubuh pasien yang mengeluarkan darah, muntahan, urine juga feses yang mengotori tubuh dan ranjang pasien. Davidoff (2009:180) mengemukakan faktor penyebab stres kerja pada perawat kritis dan medikal bedah adalah: 1. Faktor Kognisi, yaitu penilaian perawat kritis dan medikal bedah tentang suatu kejadian yang dialami, apakah kejadian tersebut dipersepsikan sebagai tantangan atau ancaman. 2. Faktor Afeksi, ialah perasaan yang dialami oleh perawat kritis dan medikal bedah mengenai kejadian yang tidak pasti dan perasaan tidak mampu untuk mengatasi situasi tersebut. 3. Aspek Komisi, adalah kecenderungan perilaku yang dilakukan perawat KRITIS dan medikal bedah sebagai keputusan terhadap situasi yang dinilai mengancam atau menantang. Wijono (2010:31) mengatakan bahwa faktor penyebab stres kerja perawat departemen kritis dan medikal bedah adalah sebagai berikut: 1. Interaksi dengan keluarga, adalah hubungan yang kurang harmonis atau kurang komunikatif dan pengertian antara perawat kritis dan medikal bedah dengan anggota keluarga di tempat tinggalnya. 2. Interaksi dengan teman, yaitu aktivitas yang terjadi dengan teman atau sahabat. 3. Kesulitan finansial, yaitu hambatan tercapainya kebutuhan atau keinginan karena keterbatasan ekonomi. 4. Pola perilaku kepribadian tipe A, yaitu tingkah laku seseorang yang rentan terhadap stres karena sering merasa mudah tersinggung, terdesak oleh tenggang waktu, menganggap serius semua hal dan mudah marah terhadap peristiwa sepele. 3
5. Peristiwa khusus, yaitu peristiwa yang terjadi pada perawat, berupa harapan yang terlalu lama dinantikan untuk terjadi maupun peristiwa yang tidak diharapkan dan tiba-tiba dialami. 6. Waktu kerja yang menekan, yaitu tenggang waktu yang dirasakan semakin berkurang dalam menyelesaikan tugas yang satu untuk mengerjakan tugas yang lain, atau harus cepat melakukan tindakan untuk menolong nyawa pasien 7. Risiko atau bahaya, adalah aktivitas kerja yang membutuhkan tanggung jawab besar dan dapat mengancam keselamatan. 8. Tuntutan peran lain, yaitu bila melakukan tugas dari peran yang sebenarnya bukan bagian dari peran seorang perawat. Melakukan tugas dari peran lain misalnya menyuntik pasien, intubasi dan memasang ventilator sebenarnya adalah tugas dokter, melakukan administrasi, melayani komplain dari pasien atau keluarga pasien. 9. Interaksi dengan atasan, hubungan dengan atasan yang kurang komunikatif dan kurang pengertian antara atasan dan bawahan dapat menyebabkan ketegangan. 10. Interaksi dengan rekan kerja dalam satu tim, yaitu hubungan yang tampak dalam hubungannya yang kurang harmonis dengan sesama anggota tim. 11. Kesempatan beraspirasi, beraspirasi dalam pekerjaan adalah kesulitan menyampaikan ide gagasan, atau pendapat yang berkaitan dengan masalah pekerjaan. Rice (2007:7) menyebutkan gejala stres kerja perawat dalam tiap bagian yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku. 1. Gejala Psikologis yaitu: cemas, tegang, bingung dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, marah, sensitif dan reaktif, perasaan tertindas, penurunan efektivitas komunikasi, kemunduran dan depresi,, terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, harga diri rendah. motivasi yang rendah untuk pergi bekerja. 2. Gejala fisik yaitu: peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, penyakit jantung, peningkatan sekresi adrenalin dan noradrenalin, gangguan gastrointestinal: ulkus lambung, masalah pernafasan, peningkatan keringat, kelainan kulit, sakit kepala, kelelahan fisik, ketegangan otot, gangguan tidur, dan kematian. 3. Gejala Perilaku yaitu: kinerja dan produktifitas rendah, peningkatan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat, sabotase pekerjaan, peningkatan kunjungan ke dokter, makan berlebihan dan kegemukan, tidak ada nafsu makan, kombinasi gejala depresi, kehilangan berat badan yang tiba-tiba, perilaku beresiko: judi dan ngebut, agresi, pengrusakan, dan merampok, hubungan yang buruk dengan keluarga dan teman, bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Pengelolaan Stres Kerja Prihatini (2007:12) menyebutkan bahwa cara mencegah dan mengendalikan stres kerja adalah sebagai berikut: 1. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang ringan. 2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan. 3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian. 4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain. 5. Tugas-tugas harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilan. Samba (2010:230) mengemukakan bahwa usaha untuk mengatasi stres kerja secara efektif, tidak peduli besar atau kecil masalah tersebut diperlukan strategi koping. Koping yang efektif sebagai suatu proses mental untuk mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap 4
sifat pada diri seseorang. Dalam melakukan koping diperlukan sifat internal yaitu kreativitas, kesabaran, optimisme, intuisi, rasa humor, hasrat dan kasih sayang. Strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki empat komponen pokok yaitu: 1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah. Fokus obyektif yang jelas dan perspektif yang utuh terhadap situasi yang tengah berlangsung. 2. Pengolahan informasi. Suatu pendekatan yang mengharuskan seseorang mengalihkan persepsi sehingga ancaman dapat diredam. Pengelolaan informasi juga meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian semua sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah. 3. Perubahan perilaku. Tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan bersama sikap yang positif, dapat meringankan, meminimalkan atau menghilangkan stressor. 4. Resolusi damai. Suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil diatasi. Peran Perawat Departemen Perawatan Kritis Fadlie (2008:2) mengatakan bahwa peran perawat adalah sebagai pembela klien yaitu: 1. Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan. 2. Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien. Irfan (2012:2) mengemukakan bahwa peran perawat di departemen kritis dan medikal bedah dalam menangani pasien antara lain: 1. Dalam proses sapih ventilator yang dilakukan berdasarkan keadaan pasien dan data laboratorium atau monitor bedside. 2. Dalam pengobatan titrasi obat inotropik, vasodilator, sedative, analgetik, insulin dan obat lain dapat dilakukan penyesuaian oleh perawat KRITIS berdasarkan data klinis dan laboratorium. 3. Dalam menangani kasus hipotensi dapat melakukan challenge test lebih dahulu apabila gagal dibicarakan dengan dokter KRITIS. 4. Perawat di KRITIS dapat bertindak dalam segi administrasi, bicara dengan teman atau keluarga pasien. Tugas lain bisa sebagai fisioterpis, tata usaha ruangan, pekerja sosial dan pengawas ruangan. Murdiyanto (2009:5) mengemukakan bahwa peran perawat sangat penting karena sebagai ujung tombak di departemen kritis dan departemen medikal bedah. Perawat di departemen perawatan kritis bekerja di suatu daerah dan dilengkapi untuk penerimaan dan perawatan orang dengan kondisi yang membutuhkan perawatan medis segera, termasuk penyakit serius dan trauma. Perawat di departemen perawatan kritis merupakan suatu pekerjaan yang memiliki peran dan kondisi tertentu. Widodo (2009:2) mengutarakan bahwa peran lain perawat adalah sebagai konseling. Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Peran perawat tersebut adalah: 1. Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. 2. Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. 3. Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu. 4. Pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan 5
Agung (2010:2) mengemukakan bahwa stres dipandang sebagai kondisi yang timbul ketika seseorang berhubungan dengan situasi tertentu, Kondisi tersebut timbul bila suatu permintaan melebihi batas kemampuan koping seseorang. Stres yang dihadapi perawat di dalam bekerja akan sangat memengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Akibatnya akan terjadi respon imun, sehingga dapat berubah menjadi stresor psikologik, fisik, biologis dan kimia. Beban Kerja di Departemen Kritis dan Medikal Bedah Manuaba (2008:21) mengemukakan bahwa beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan, sehingga secara potensial membahayakan pekerja. METODOLOGI Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif komperatif. Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70 perawat tamatan program D3 dan program S1 di departemen kritis dan departemen medikal bedah RSAB yang telah bekerja kurang dari dua tahun. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40 perawat dengan menggunakan convenience sampling. Kriteria Menentukan Responden Kriteria yang digunakan dalam memilih populasi pada penelitian ini adalah: 1. Responden adalah perawat tamatan program D3 dan program S1 di departemen kritis dan medikal bedah RSAB yang telah bekerja kurang dari dua tahun. 2. Responden berada di tempat pada saat data dikumpulkan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Instrumen Penelitian . Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 30 pernyataan yang diadopsi dari Pitaloka (2010:5) dengan nilai Alpha Cronbach 0.9560 yang berarti reliabel dengan opsi jawaban satangan tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu, setuju dan sangat tidak setuju. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Masalah Pertama: Stres Kerja Perawat di Departemen Kritis RSAB Untuk menjawab identifikasi masalah pertama yaitu: “Sampai sejauh manakah stres kerja perawat di departemen kritis RSAB?” maka jumlah jawaban dengan alternatif jawaban STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 1, TS (Tidak setuju) diberi nilai 2, TT (Tidak tahu) diberi nilai 3, S (Setuju) diberi nilai 4 dan SS (Sangat setuju) diberi nilai 5. Untuk mencari nilai rata-rata dari responden di departemen kritis maka total nilai responden dibagi dengan jumlah responden. Me = Me =
48 =2.40 20
6
Analisis Data. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa stres kerja perawat di departemen kritis yaitu 2.40. Menurut skala stres kerja perawat nilai tersebut termasuk rendah. Interpretasi Data Analisis data di atas menunjukkan bahwa para perawat di departemen kritis memiliki stres kerja yang rendah. Hal ini berarti para perawat memiliki usaha untuk mengatasi stres kerja secara efektif dan tidak mempedulikan besar atau kecil masalah yang sedang dihadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Samba (2010:230) mengemukakan bahwa usaha untuk mengatasi stres kerja secara efektif, tidak peduli besar atau kecil masalah tersebut diperlukan strategi koping. Koping yang efektif sebagai suatu proses mental untuk mengatasi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat pada diri seseorang. Dalam melakukan koping diperlukan sifat internal yaitu kreativitas, kesabaran, optimisme, intuisi, rasa humor, hasrat dan kasih sayang. Identifikasi Masalah Kedua: Stres Kerja Perawat di Departemen Medikal Bedah Rumah Sakit Advent Bandung Untuk menjawab identifikasi masalah kedua yaitu: “Sampai sejauh manakah stres kerja perawat di departemen medikal bedah RSAB?” maka dilakukan prosedur seperti menjawab identifikasi masalah pertama dengan menggunakan data kuesioner stres perawat di departemen emergency. Me = Me =
52.3 =2.61 20
Analisis Data Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata stres kerja perawat di departemen medikal bedah adalah 2.61. Menurut skala stres kerja perawat nilai tersebut termasuk kategori sedang. Interpretasi Data Berdasarkan analisis di atas menunjukkan bahwa para perawat di departemen medikal bedah cukup memiliki stres kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti teman kerja atau kemacetan saat berangkat dan pulang kerja. Suyanto (2008:32) mengemukakan bahwa alasan yang menyebabkan stres kerja sangat banyak, berkisar dari perubahan ekonomi sampai ke kemajuan teknologi yang sangat cepat. Faktor penyebab lingkungan terdiri dari buruknya kondisi lingkungan kerja seperti pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu, teman kerja dan kemacetan saat berangkat dan pulang kerja. Masalah Ketiga: Perbedaan antara Stres Kerja Perawat antara Departemen Kritis dan Departemen Medikal Bedah Untuk menjawab identifikasi masalah ketiga yaitu “Apakah ada perbedaan antara stres kerja perawat antara departemen kritis dengan departemen medikal bedah RSAB?” dengan menggunakan rumus t-test uji dua pihak Sugiyono (2008:138) x1 x 2 thitung s12 s 22 n1 n2 Tabel 4.3 Hasil Pengolahan Data Uji Hipotesa 7
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total
x1 72 65 67 63 58 97 91 92 69 88 86 55 64 65 64 54 63 89 79 60 1441
x2 70 76 67 85 76 90 74 77 80 68 87 65 65 114 62 81 90 87 96 59 1569
x12
x 22
5184 4225 4489 3969 3364 9409 8281 8464 4761 7744 7396 3025 4096 4225 4096 2916 3969 7921 6241 3600 107375
4900 5776 4489 7225 5776 8100 5476 5929 6400 4624 7569 4225 4225 12996 3844 6561 8100 7569 9216 3481 126481
x1 x2 5040 4940 4489 5355 4408 8730 6734 7084 5520 5984 7482 3575 4160 7410 3968 4374 5670 7743 7584 3540 113790
Nilai korelasi antara x1 (stres kerja perawat departemen kritis) dan x2 (stres kerja perawat departemen medikal bedah) dapat diperoleh dengan cara berikut: x1 x 2 thitung s12 s 22 n1 n2 Untuk mencari varians sampel stres kerja perawat departemen kritis (s12) dan stres kerja perawat departemen medikal bedah (s22) adalah: 2 1
x
2 2
x
s
1
x
2
n 1 1940449 1940449 s12 417918.37 20 1 19 s
2
x
2
n 1 118427.1 118427.1 s 22 6233.005 20 1 19 Dari perhitungan di atas berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan harga uji t adalah: t
t
X1 X 2 2
2
S1 S 2 n1 n2 2.40 2.61 417918.37 6233.005 20 20
8
t t
0.21 20895.919 311.65 0.21
21207.56 0.21 t 0.00144 145.62
Analisis Data Berdasarkan hasil olah data tekanan darah sistolik, diketahui bahwa hasil thitung 0.00144 dan ttabel 2.02439. Menurut Sugiyono (2008:97) pada kriteria pengujian dua pihak, bila t hitung > ttabel maka H0 ditolak dan harga thitung adalah harga mutlak, jadi tidak dilihat (+) atau (−), dengan demikian, 0.00144 < 2.02439, maka thitung < ttabel. Berarti nilai H0 diterima dan nilai Ha ditolak dengan signifikansi pada taraf kepercayaan 95%, nilai α = 0,05, dk = 20 + 20 – 2 = 38. Interpretasi Data Analisis di atas menyatakan tidak ada perbedaan antara stres kerja perawat di departemen kritis dengan departemen medikal bedah. Hal ini berarti setiap perawat baik di departemen kritis maupun departemen medikal bedah memandang stres sebagai kondisi yang timbul ketika seseorang berhubungan dengan situasi tertentu. Penyebab stres perawat kemungkinan disebabkan oleh beban kerja yang terlalu berlebihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Agung (2010:2) mengemukakan bahwa stres dipandang sebagai kondisi yang timbul ketika seseorang berhubungan dengan situasi tertentu. Kondisi tersebut timbul bila suatu permintaan melebihi batas kemampuan koping seseorang. Stres yang dihadapi perawat di dalam bekerja akan sangat memengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Akibatnya akan terjadi respon imun, sehingga dapat berubah menjadi stresor psikologik, fisik, biologis dan kimia. Manuaba (2008:21) mengemukakan bahwa beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan, sehingga secara potensial membahayakan pekerja KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan yang penulis peroleh dari penelitian ini adalah: 1. Para perawat di departemen kritis memiliki stres kerja yang rendah. 2. Para perawat di departemen medikal bedah cukup memiliki stres kerja. 3. Tidak ada perbedaan stres kerja perawat di departemen kritis dengan departemen medikal bedah. Saran Diklat Keperawatan RSAB Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dan bahan informasi kepada diklat untuk memberikan seminar bagi para perawat cara menghadapi dan mengatasi stres kerja. Bidang Penelitian Disarankan penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk dikembangkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stres perawat di departemen medikal bedah. 9
DAFTAR PUSTAKA Agung, A. 2011. Stres kerja. Available [online]: eprints.undip.ac.id/10782/1/(jurnal)andreas_agung_k.pdf [26 Februari 2013]. Amir. 2010. Stres, depresi dan kecemasan, sebab dan akibatnya. Jakarta: Dana Bakti Prima Yasa. Anoraga, P. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, S. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asmadi. 2008. Stress Management in the Workplace: Taking Employees’ Views into Account, Journal of Workplace Learning. Davidoff. 2009. Psikologi Suatu Pengantar. Diterjemahkan oleh Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga. Fadlie. 2008. Peran dan fungsi perawat. Available [online]: http://www.fadlie.web.id/bangfad/peran-dan-fungsi-perawat.html [26 Februari 2013]. Fred. 2005. Stres kerja definisi kategori. jurnal- Available [online]: sdm.blogspot.com/2011/.../stres-kerja-definisi-kategori [26 Februari 2013]. Hidayat, A. 2007. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data. Jakarta: Salemba Medika. Nasution. 2010. Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Pitaloka, D. 2010. Stres kerja perawat Available [online]: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28090/1/Appendix.pdf [26 Februari 2013]. Prihatini, L. D. 2008. Hubungan antara Beban Kerja dan Stres Kerja. Available [online]: http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/6899/1/08E00192.pdf [26 Februari 2013]. Ratnasari. 2009. Stres pada Pekerja di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Ratnasari. 2012. Available [online]: Stres kerja tinggi http://shefocus.wordpress.com/2011/02/19/cari-tahu-profesi-anda-berisiko-stress-kerjatinggi/ [26 Februari 2013]. Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan Dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Saragih. 2010. Stres kerja perawat ICU. Available [online]: http://eprints.undip.ac.id/10782/1/%28jurnal%29-andreas_agung_k.pdf [26 Februari 2013]. Siagian. 2009. Pengertian stress Available [online]: http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html [26 Februari 2013]. Sugiyono 2010. Statistik Keperawatan. Jakarta: EGC Suyanto. 2008. Mengenal Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan Di Rumah Sakit. Jogjakarta : Penerbit Mitra Cendikia. Tappen, R. M. 2005. Nursing Leadership and Management Concepts and Practice. USA: Prentice Hall Ulfah. 2011. Konsep cemas stress. Available [online]: http://andaners.wordpress.com/2009/04/21/konsep-cemas-stress-dan-adaptasi/ [26 Februari 2013]. Widodo. 2009. Stres perawat ICU Available [online]: http://grahacendikia.wordpress.com/2009/03/28/analisa-hubungan-beban-kerja-dankondisi-kerja-terhadap-stres-perawat-icu-rumah-sakit-umum-daerah-xx/ [26 Februari 2013]. Wijono, S. 2007. Kepuasan dan Stres Kerja. Salatiga: Penerbit Widya Sari Yulianto. 2011. Stres kerja ruang ICU Available [online]: http://yulianto14.wordpress.com/2011/11/12/definisi-ruang-icu/ [26 Februari 2013]. 10