Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan Berolahraga Namora Lumongga Lubis dan Martdaira Simanjuntak Program Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
sampling. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis of Variance (ANOVA). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang mengungkap mood dan self report tentang kategori kebiasaan berolahraga. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga (dengan reliabilitas skala mood = 0,922), dimana subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang lebih positif dari subyek lainnya. Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian dimana subyek yang berusia 31-40 tahun memiliki mood yang lebih positif daripada subyek yang berusia 20-30 tahun. Hasil penelitian selanjutnya yang juga mendukung adalah adanya perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari pernikahan subyek penelitian dimana subyek yang menikah memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah. Namun, tidak ditemukan perbedaan mood yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan lamanya bekerja dalam sehari. Implikasi dari hasil penelitian ini berguna bagi para pekerja agar memahami arti pentingnya olahraga dalam kehidupan kerjanya. Dan bagi orang yang berolahraga agar mengetahui manfaat dari olahraga yang sebenarnya. Kata kunci: mood, olahraga, kebiasaan berolahraga Abstract: The aim of this comparative quantitative research is to see the difference of mood based on the stage of exercise. Mood refers to an affective state or process that has no object or only feeling, shifting object, or that has the environment as applicants whole object. Mood can be influenced by some factors. One of them is exercise. Exercise is a life style choice. There are five stages of exercise. First, presently exercise on a regular basis and have been doing so for longer than six months. Second, presently exercise on a regular basis, but only begun doing so within the past six months. Third, presently get some exercise, but not regularly. Fourth, presently do not exercise, but have been thinking about starting to exercise within the next six months. Fifth, presently do not exercise and do not plan to start exercising in the next six months. Exercise and 90
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas Volume 40 ySumatera No. 2 y Juni 2007 Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
fitness reduce the potential foe stress and its effects health. People who exercise or are physically fit often report less anxiety, and tension in their lives than do people who do not exercise or are less fit. This research involved 120 early adults in Medan. The respondents participated in this research were the ones who met the criteria: work man or woman, age 20-40 years old. The method used the select the respondent was the non-probability incidental sampling. Data collected in this research was tested by using Analysis of Variance. Measuring instrument used are mood scale and stages of exercise self report. Data analysis of this research shows that there is a significant difference of mood based on the stage of exercise (reliability mood scale = 0,922). Respondents whoses presently exercise on a regular basis and have been doing so for longer than six months had the most positive mood than the respondent in other stages. Additional findings of this research shows that there is a significant difference of mood between the 20-30 and 31-40 years old respondent and married and unmarried respondent. The implication of this research can be used for workers to know the advantages of exercise in their lives and for the exercisers to know the main goal of exercise. Keywords: mood, exercise, stage of exercises
PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap orang pasti mempunyai masalah dalam hidupnya, begitu juga dengan orangorang dewasa. masa dewasa dini merupakan ‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah baru yang harus mereka hadapi. Apabila orang dewasa dini merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupan mereka, mereka sering demikian terganggu secara emosional, sehingga mereka 1 memikirkan atau mencoba untuk bunuh diri . Kejadian emosional yang signifikan seperti yang diuraikan di atas adalah salah satu hal yang dapat memicu munculnya mood 2 tertentu . Mood adalah keadaan emosional 3 yang predominan . Kita semua memiliki mood. Kita bisa mengamati mood pada orang lain dan melihat bahwa mood setiap orang berbeda-beda. Mood bisa positif dan bisa juga negatif dan keduanya memiliki banyak jenis, baik yang positif maupun yang negatif. Kadang-kadang kita merasa sedih, khawatir, marah, merasa bersalah, energik, tidak percaya, benci, antusias, frustasi, dan 4 merasakan perasaan yang lainnya . Mood datang dan pergi, dan ketika hal itu terjadi kita biasanya dapat mengatasinya. Kadang-kadang ktia dikuasai oleh mood tersebut. Suatu depresi yang sepertinya tidak juga mau pergi, dan setiap kali kita berusaha mengusirnya, keadaannya justru semakin
memburuk, semakin mencengkeram dalamdalam. Hal ini mulai mempengaruhi kita, baik hubungan kita dengan orang lain maupun 3 dalam pekerjaan kita . Mood berbeda dengan emosi. Emosi biasanya berlangsung sementara. Emosi kita terus-menerus menanggapi berbagai gagasan, kegiatan dan keadaan sosial yang kita hadapi sepanjang hari. Sebaliknya, mood adalah perpanjangan dari emosi yang berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa hari kita akan mewarnai pengalaman kita dan berpengaruh kuat terhadap cara kita berinteraksi. Gejolak naik-turun mood bukan hanya merusak individu yang bersangkutan, namun juga mengakibatkan ketegangan yang tidak lazim 3 pada orang lain yang dekat dengan orang itu . Keadaan mood yang negatif seperti depresi, kecemasan dan kebingungan, disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negatif pula. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi mood kita, misalnya suhu, 2 bau, obat-obatan dan lain-lain . Mungkin dengan menghilangkan sumber bau, mengatasi suhu atau menggunakan obat-obatan, akan memicu munculnya mood yang positif. Selain itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan yang positif yang dapat menghalangi munculnya mood yang negatif adalah dengan 5 berolahraga .
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara91
Karangan Asli
Keadaan mood yang paling baik dianggap 6 berasal dari olahraga fisik . Bryant, psikolog olahraga di ACE, mengatakan bahwa olahraga dapat membantu individu mengatasi stres, depresi ringan dan memperbaiki mood. Olahraga berhubugan negatif dengan depresi dan kecemasan. Artinya, dengan berolahraga secara teratur maka depresi dan kecemasan 7 Sebagian studi semakin menurun . menunjukkan bahwa orang yang berolahraga atau yang memiliki tubuh yang bugar mengalami kecemasan, depresi dan tekanan hidup yang lebih kecil daripada mereka yang 8 tidak berolahraga . Peribahasa yang berbunyi ‘mens sana in corpore sano’ yang menyatakan hubungan antara tubuh yang sehat dan jiwa yang sehat (didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat), yang sampai sekarang banyak dipakai 6 dalam literatur olahraga . Hubungan tersebut juga diperkuat oleh pemberitaan di berbagai media mengenai olahraga dan kebugaran fisik yang dapat melindungi kita dari stres dan 8 bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan . Menurut Leonard olahraga merupakan petualangan tubuh dan jiwa manusia (the adventures of body and mind) menuju suatu 9 kesatuan yang harmonis . Latihan olahraga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu latihan aerobik dan latihan anaerobik. Latihan anaerobik dilakukan tanpa mengkonsumsi oksigen yang tinggi dalam setiap detak jantung. Contohnya, pada saat push-up ada kalanya kita menahan nafas selama beberapa detik sementara jantung kita terus berdetak. Sementara itu, latihan aerobik (aerobic: menggunakan oksigen) adalah latihan dengan menggunakan oksigen. Artinya, bahwa seseorang mengkonsumsi volume oksigen (VO2) yang tinggi setiap detak jantung selama melakukan kegiatan olahraga. Jadi, olahraga aerobik bukan hanya senam aerobik, tetapi banyak jenis olahraga lain seperti jogging, bersepeda, berenang, jalan cepat dan lari lintas alam yang merupakan bentuk-bentuk pilihan olahraga yang dapat meningkatkan harapan hidup yang lebih lama dan untuk hidup 10 sehat . Olahraga (aerobik) memiliki kapasitas untu mencegah berbagai masalah dan juga mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan dari depresi dan kecemasan. Olahraga itu bersifat alami dan gaya hidup di abad 21 ini 92
tidak alami dengan udara yang kotor dan pohon yang sedikit, gaya hidup merokok, makanan yang tidak sehat serta gaya hidup 4 lainnya . Olahraga merupakan suatu pilihan gaya hidup. Sebagian orang mungkin memilih untuk tidak berolahraga, namun sebagian orang justru menganggap olahraga merupakan kegiatan yang harus mereka lakukan. Penelitian LaFontaine terhadap 58 persen orang dewasa Amerika yang bekerja di kantor (dimana pekerjaannya dilakukan dengan posisi duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25 persen dari mereka mengalami depresi dan kecemasan ringan sampai berat dan 50 persen dari mereka yang melakukan olahraga secara teratur mengalami penurunan depresi dan 5 kecemasan setelah enam bulan . Penelitian ini didukung oleh penelitian Cardinal yang membagi tahapan olahraga, dengan acuan waktu selama enam bulan (Stage of Exercise Scale) menjadi 5 bagian mulai dari orang yang tidak berolahraga dan tidak berencana untuk berolahraga selama enam bulan ke depan sampai pada tahap yang teratas yaitu orang yang sudah berolahraga secara teratur selama 5 lebih dari enam bulan . Partisipai aktif dalam berbagai bentuk olahraga semakin berkurang pada masa dewasa ini. Hal ini bukan karena orang dewasa dini kurang sehat, tetapi karena kurang memungkinkan dari segi waktu dan dana karena sibuk dengan pekerjaan dan keluarga serta kedudukan dalam pekerjaan yang belum memadai yang mempengaruhi penghasilan. Karena kurangnya kesempatan untuk berolahraga, mereka umumnya menunjukkan perhatian pada olahraga dengan mendengarkan radio, atau menyaksikan pertandingan olahraga di televisi, membaca berita olahraga atau membicarakan berbagai 1 olahraga . Dari uraian diatas, dapat dikatakan orang dewasa dini adalah kelompok orang yang jarang berolahraga karena kurang memungkinkan dari segi waktu dan dana dikarenakan kesibukan dalam pekerjaan dan penghasilan yang tidak besar. Padahal orang yang bekerja rentan terhadap stres, rasa marah dan depresi yang mengakibatkan munculnya mood yang negatif. Olahraga adalah salah satu cara yang dapat mengatasi mood negatif yang dialami seseorang terutama jika dilakukan
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas Volume 40 ySumatera No. 2 y Juni 2007 Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
secara teratur selama enam bulan (lebih). Namun, bagaimana jika olahraga tersebut dilakukan secara tidak teratur atau bahkan tidak sama sekali? Apakah mood yang dialami orang yang berolahrga secara teratur lebih baik daripada orang yang berolahraga secara tidak teratur dan orang yang tidak berolahraga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “perbedaan mood ditinjau dari kebiasaan berolahraga”. METODE PENELITIAN Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung: Mood 2. Variabel bebas: Kebiasaan Berolahraga a. Berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) dan masih melanjutkannya. b. Berolahraga secara teratur hanya selama enam bulan. c. Berolahraga secara tidak teratur d. Tidak berolahraga tetapi berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. e. Tidak berolahraga dan tidak berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 120 orang dewasa dini yang bekerja di Kota Medan. karakteristik sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Laki-laki/perempuan yang bekerja b. Berusia 20-40 tahun Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen alat ukur berupa skala dan self report/kuesioner untuk mengetahui fakta. 1. Skala Mood Skala yang digunakan untuk mengukur mood dalam penelitian ini adalah skala Mood dari McNair, Lorr, dan Droppleman yang disusun berdasarkan enam dimensi utama dari mood yakni Tension-Anxiety, Depression-
Dejection, Anger-Hostility, Vigor-Activity, Fatigue-Inertia, dan Confusion-Bewilderment. Skala
ini
diterjemahkan
kedalam
bahasa
Indonesia oleh peneliti dengan bantuan ahli. Skala ini semula hanya berupa kata-kata sifat yang harus direspon, kemudian dimodifikasi dalam bentuk kalimat sehingga lebih mudah 11 dimengerti . Skala tersebut terdiri dari aitem yang favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Penilaian skala untuk aitem favourable adalah nilai empat untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai tiga untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai dua untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk aitem unfavourable adalah nilai satu untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai dua untuk pilihan jawaban Sesuai (S), nilai tiga untuk pilihan jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai empat untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). 2. Self-report/Kuesioner Kebiasaan Berolahraga Fakta-fakta yang ingin diungkap dalam kuesioner ini adalah mengenai kebiasaan berolahraga serta identitas diri lainnya dari subyek penelitian. Adapun kategori kebiasaan berolahraga dalam penelitian ini dibuat berdasarkan tahapan perilaku berolahraga (Stage of Exercise Scale/SES) yang dibuat oleh Cardinal (dalam Cox, 2002). Tahapan tersebut terdiri dari lima bagian antara lain: a. Saya sudah berolahraga secara teratur dalam enam bulan dan masih melanjutkannya. b. Saya hanya berolahraga secara teratur selama enam bulan dan tidak melanjutkannya. c. Saya berolahraga secara tidak teratur. d. Saya tidak berolahraga tetapi berpikir untuk mulai berolahraga selama enam bulan ke depan. e. Saya tidak berolahraga dan tidak berencana untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Metode Analisa Data Data dalam penelitian akan dianalisa dengan analisa statistik. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan mood ditinjau dari kebiasaan berolahraga dengan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 12 for windows. Sebelum dilakukan uji ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara93
Karangan Asli
asumsi penelitian yaitu: Uji normalitas sebaran dianalisis dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test dan uji homogenitas dianalisa dengan menggunakan Anova melalui Levene’s Statistic. HASIL PENELITIAN UTAMA 1. Uji Asumsi 1.1. Uji Normalitas Uji normalitas sebaran menggunakan Kolmogorov-Smirnov test menunjukkan sebaran normal. Hal ini ditunjukkan dari nilai Z = 0.659 dengan p = 0,778 di mana jika nilai p>0,05, maka subyek adalah normal. 1.2. Uji Homogenitas Uji homogenitas menggunakan Levene’s Statistic menunjukkan populasi dan sampel dalam penelitian adalah homogen. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas 0.042 di mana nilai ini berada di atas 0.05 yang berarti populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah homogen. 2. Uji Hipotesa Terdapat perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Hasil uji analisis statistik dengan menggunakan Anova menunjukkan nilai Fhitung adalah 15,453 (Ftabel = 3,07) dengan nilai p<0.05 maka hipotesa mayor diterima. HASIL TAMBAHAN 1. Tidak terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitrung (0,24) < Ftabel (3,92) dan taraf signifikansi p = 0.876 (p > 0.05). 2. Terdapat perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau usia subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung (12,562) > Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.001 (p > 0.05). 3. Terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau status perkawinan subyek penelitian. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hitung Fhitung (6,300) > Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.013 (p > 0.05). 4. Tidak terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari lamanya subyek penelitian bekerja dalam sehari. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Fhitung (0,18) < 94
Ftabel (3.92) dan taraf signifikansi p = 0.94 (p > 0.05). KESIMPULAN 1. Terdapat perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang berolahraga secara tidak teratur dan subyek yang tidak berolahraga dan tidak berpikir berolahraga selama enam bulan ke depan. 2. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian. 3. Terdapat perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari usia subjek penelitian. Subyek yang berusia 31-40 tahun memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang berusia 20-30 tahun. 4. Terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari status pernikahan subyek penelitian. Subyek yang menikah memiliki mood yang lebih positif dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah. 5. Tidak terdapat perbedaan mood ditinjau dari lamanya bekerja subyek penelitian bekerja dalam sehari. DISKUSI Pada saat melakukan penelitian, peneliti tidak mendapatkan subyek yang berada pada tahapan hanya berolahraga secara teratur selama enam bulan dan subyek yang tidak berolahraga tetapi berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari kebiasaan berolahraga. Dimana, subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) mood yang lebih positif memiliki dibandingkan dengan subyek yang berolahraga secara tidak teratur dan subyek yang tidak berolahraga dan tidak berpikir untuk berolahraga selama enam bulan ke depan. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil analisa varians yakni nilai Fhitung yang didapat sebesar 15,453 dan p = 0,000, dimana subyek yang berolahraga secara teratur selama enam bulan (lebih) mengalami mood yang lebih positif (M = 140,58) dari subyek lainnya. Hasil
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas Volume 40 ySumatera No. 2 y Juni 2007 Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
penelitian ini sesuai dengan pernyataan Sarafino berdasarkan hasil dari sebagian studi yang menunjukkan bahwa orang yang berolahraga atau memiliki tubuh yang bugar mengalami kecemasan, depresi dan tekanan hidup yang lebih kecil daripada mereka yang 8 tidak berolahraga . Olahraga dan keadaan fisik yang fit dapat melindungi seseorang dari stres dan bahaya yang ditimbulkan stres terhadap kesehatan. Keadaan mood yang paling baik 6 dianggap berasal dari olahraga fisik . Olahraga berhubungan negatif dengan depresi dan kecemasan, yang berarti bahwa dengan berolahraga secara teratur maka depresi dan kecemasan semakin menurun. Aktivitas fisik kelihatannya berhubungan dengan mood yang positif dadn dapat mengurangi kecemasan dan depresi. Bryant, psikolog olahraga di ACE (American Council on Exercise), mengatakan bahwa olahraga dapat membantu individu mengatasi stres, 7 depresi ringan dan mood yang dialaminya . Seligman yakin bahwa modernisasi menghasilkan kepasifan dan perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan, putus asa dan 4 harga diri yang rendah . Penelitian yang dilakukan LaFontaine dkk terhadap 58 persen orang dewasa di Amerika yang bekerja di kantor (pekerjaannya dilakukan dengan duduk) menemukan bahwa 10 sampai 25 persen dari mereka mengalami depresi dan kecemasan ringan sampai yang berat dan 50 persen dari mereka yang melakukan olahraga secara teratur selama enam bulan mengalami penurunan depresi dan kecemasan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa orang yang berolahraga akan mengalami kepasifan dan perasaan tidak berdaya, tidak punya harapan dan putus asa, serta depresi dan kecemasan yang lebih kecil daripada mereka yang tidak 5 berolahraga . McDowell-Larsen dalam penelitiannya terhadap senior eksekutif, menemukan bahwa mereka yang sering berolahraga secara teratur tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga efektif dalam bekerja daripada mereka yang 5 tidak berolahraga . Selain itu, hasil studi crosssectional dari Hassmen, Koivula dan Uutela menunjukkan bahwa individu yang rajin berolahraga, paling tidak dua kali seminggu mengalami depresi, kemarahan, rasa tidak percaya dan stres yang lebih kecil daripada mereka yang berolahraga (tidak teratur) dan
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
yang tidak berolahraga sama sekali. Selain itu mereka juga merasakan perasaan integrasi sosial yang lebih kuat daripada mereka yang 12 jarang berolahraga . Selain hasil penemuan utama di atas, penelitian lain menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari jenis kelamin subyek penelitian (F = 0,024 dan p = 0,876). Dimana, mood yang dialami oleh laki-laki dan perempuan adalah relatif sama. Hasil penemuan didukung oleh hasil penemuan lain menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan depresi dan kecemasan yang signifikan ditinjau dari jenis 13 kelamin . Hal ini mungkin disebabkan karena pada masa dewasa dini merupakan ‘masa bermasalah’ dimana banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang, baik laki-laki 1 maupun perempuan . Oleh sebab itu mereka, baik laki-laki maupun perempuan, masih memiliki sifat umum yang relatif sama. Hasil penelitian lainnya yang mendukung penelitian ini adalah adanya perbedaan mood yang sangat signifikan ditinjau dari usia subyek penelitian (F = 12.562 dan p = 0,001) dimana subyek yang berusia 31-40 tahun (M – 136,67) memiliki mood yang lebih positif daripada subyek yang berusia 20-30 tahun (M = 126,09). Sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik yang mengarah kepada tercapainya penyesuaian diri yang baik terhadap tugas perkembangan mereka sehingga mereka menjadi stabil dan tenang 1 secara emosional . Hasil penelitian selanjutnya yang juga mendukung adalah adanya perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari status pernikahan subyek penelitian (F = 6,300 dan p = 0,013) dimana subyek yang menikah (M = 133,57) mood yang lebih positif memiliki dibandingkan dengan subyek yang tidak menikah (M = 126,20). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen bahwa orang yang tidak pernah menikah mengalami depresi yang lebih tinggi daripada orang yang menikah, orang yang bercerai dan juga orang yang berpisah. Hasil penelitian terakhir menunjukkan tidak terdapat perbedaan mood yang signifikan ditinjau dari lamanya bekerja subyek penelitian bekerja dalam sehari (F =
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara95
Karangan Asli
0,018 dan p = 0,894). Dimana, moodi yang dialami subyek yang bekerja maksimal delapan jam sehari dengan subyek yang bekerja minimal delapan jam sehari adalah relatif sama. Hasil ini berbeda dengan teori yang diungkapkan oleh Luthans yang mengatakan bahwa pekerja yang bekerja dengan jam kerja yang lebih lama (umumnya orang bekerja 7-8 jam sehari) akan mengalami stres yang lebih 14 besar . Hal ini mungkin disebabkan karena adanya pembiasaan dan penerimaan dari pekerja sendiri terhadap jam kerja mereka sejak mereka memilih untuk bekerja di bidang tersebut. SARAN Berdasarkan kesimpulan dan diskusi yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti mencoba memberikan beberapa saran. Saransaran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah mengenai olahraga dan mood serta berguna bagi pekerja dan ahli kesehatan. Pegawai bank lebih mengalami konflik dibandingkan pekerjaan lainnya. Kemudian berturut-turut diikuti subjek yang memiliki pekerjaan dokter, pengusaha, PNS, konsultan, pedagang kecil, guru, dan terakhir guru privat. Menurut O’Neil ketika suami merasa mampu untuk membiayai kehidupan keluarganya ia tidak bisa menerima isterinya yang bekerja karena berdasarkan asumsi gender wilayah mencari nafkah adalah hak mutlak bagi para pria kecuali jika suami tidak mampu membiayai keluarganya. Sehingga ketika isterinya bekerja tidak dikarenakan kebutuhan ekonomi melainkan karena aktualisasi diri maka suami merasa tidak dapat menerimanya 6 sehingga timbul konflik dalam dirinya . Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran: 1. Penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti karakteristik sampel berdasarkan faktorfaktor lain seperti pekerjaan, jam kerja, fleksibilitas waktu kerja, latar belakang keluarga, yang dapat mempengaruhi konflik peran ganda. 2. Penelitian selanjutnya hendaknya memperhatikan proporsi sampel bila hendak membandingkan sampel agar kesimpulan yang diambil lebih tepat dan dapat digeneralisasikan. 3. Peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan tinjauan konflik peran ganda berdasarkan variabel-variabel lain yang 96
berkaitan dengan konflik peran ganda seperti kepuasan pada pekerjaan, kepuasan pada pernikahan, kepribadian, suku, dikarenakan berkaitan dengan konflik peran ganda. 4. Penelitian selanjutnya dapat juga dilakukan dalam bentuk kualitatif agar dapat diketahui faktor-faktor apa yang lebih banyak menyebabkan rendahnya konflik peran ganda pada individu yang mengalami konflik peran ganda. 5. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan memberikan skala motivasi kerja untuk isteri yang dibedakan dari suami. DAFTAR PUSTAKA 1. Hendytio, M.K., Moelyarto, V., Gaduh, A.B., & Feridhahusetiawan, T. (1999). Indonesia: A Gender Review of Globalization, Legislation, Policies and Institutional Framework. Manila; ILO Manila. 2. Sekaran, U. (1986). Dual career family. San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc. 3. Katz, D., & Kahn, R.L., (1966). The social psychology of organization. New York: John Wiley and Sons, Inc. 4. Greenhaus. (1997). Work family conflict [On-line]. http://www.bcfwp.org/conference_ papers/ greenhouse.pdf. Diakses tanggal 3 November, 2005. 5. Bailey, S.J. (2002, September). Weaving together family and work. Montguide: Montana State University, B10-B11. http://www.montana.edu/wwwpb/pubs/ mt200211.html. Diakses tanggal 5 April, 2006. 6. Nauly, M. (2003). Fear of success wanita bekerja. Studi banding perempuan batak, minangkabau dan jawa. Yogyakarta: Arti 7. Wolfman, B.S. (1992). Peran kaum wanita: Bagaimana menjadi cakap dan seimbang dalam aneka peran. Yogyakarta: Kanisius. 8. Djamal, C. (2000). Women in the informal sector, a ‘forgotten’ workforce. Dalam Oey-Gardiner, M., & Bianpoen, C. (Eds), Indonesian Women The Journey Continues, (pp. 172-178). Canberra: Goanna Print.
Majalah Kedokteran NusantaraUniversitas Volume 40 ySumatera No. 2 y Juni 2007 Utara
Namora Lumongga Lubis dkk.
9. Wikarta, L.S., (2005). Working women: Kiat jitu mengatasi permasalahan diri, keluarga, dan pekerjaan bagi wanita karir. Yogyakarta: Quills Book Publisher.
Perbedaan Mood Ditinjau dari Kebiasaan...
10. Hurlock E. (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 2 y Juni 2007
Universitas Sumatera Utara97