PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA DENGAN HIPERTENSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI BALAI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BISMA UPAKARA PEMALANG
Dwi Margi Pangestika Program Studi Ners STIKes Muhammadiyah Pekajangan
ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita para lansia. Lansia dengan hipertensi dilaporkan mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, depresi, cemas, dan mudah lelah. Gejala-gejala ini dilaporkan dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Desain penelitian deskriptif komparatif melalui pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah 35 responden. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan uji statistik menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar (66,7%) kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi dalam kategori baik, sebagian besar (75%) kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi dalam kategori kurang. Hasil uji statistik didapatkan ρ value sebesar 0,014 (<0,05) yang artinya ada perbedaan kualitas hidup lansia laki-laki dan perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Saran bagi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang diharapkan adanya program kesehatan baru untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Kata kunci : kualitas hidup, jenis kelamin, hipertensi Daftar pustaka : 20 buku (2005-2015), 16 jurnal, 3 website
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
PENDAHULUAN Komposisi penduduk lansia di Indonesia dengan umur ≥ 60 tahun 2014 berjumlah 19.142.861, dengan jumlah lansia laki-laki 8.795.184 dan perempuan 10.347.677 (Kemenkes 2014, h.7). Meningkatnya jumlah lansia tentu tidak lepas dari proses penuaan beserta masalahnya. Proses penuaan merupakan proses fisiologis yang pasti dialami individu dan proses ini akan diikuti oleh penurunan fungsi fisik, psikososial dan spiritual. Selain itu terdapat perubahan di berbagai sistem tubuh, misalnya perubahan sistem imun yang cenderung menurun, perubahan sistem integumen yang menyebabkan kulit mudah rusak, perubahan elastisitas arteri pada sistem kardiovaskuler yang dapat memperberat kerja jantung, penurunan kemampuan metabolisme oleh hati dan ginjal, serta penurunan kemampuan penglihatan dan pendengaran (Nugroho 2012, h.27). Perubahan sistem tubuh tersebut membuat lansia sudah tentu diikuti berbagai penyakit. Salah satunya penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar dan disabilitas pada lanjut usia, terutama usia 65 tahun keatas dan 50% terdapat di negara industri maju. Pertambahan usia denyut jantung maksimum dan fungsi lain jantung juga berangsur menurun. Pada lanjut usia, tekanan darah akan naik secara bertahap, elastis jantung pada orang berusia 70 tahun menurun sekitar 50% dibandingkan dengan orang muda berusia 20 tahun (Nugroho 2012, h.57). Masalah sistem kardiovaskuler yang paling banyak diderita para lanjut usia adalah hipertensi. Sebanyak 1 milyar lanjut usia di dunia atau 1 dari 4 lanjut usia menderita hipertensi. Bahkan, diperkirakan jumlah lanjut usia yang menderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Wahdah 2011, dalam Norma 2012, h.3 ). Penyakit hipertensi memiliki posisi tertinggi dengan jumlah 45,9% (55-64 tahun), 57,6% (65-74 tahun), 63,8 % (75 tahun keatas) (Kemenkes 2014, h.5). Hipertensi sampai saat ini merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer.
Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, di Jawa Tengah sesuai dengan data Riskesdas 2013. Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan gizi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya, sehingga mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Keadaan tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik dari angka batas normal. Sistolik yang meningkat lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wijaya 2013, h.52).. Ardiansyah (2012), dampak dari penyakit hipertensi dapat memicu terjadinya, stroke, infark miokardium, gagal ginjal dan ensefalopati. Sedangkan menurut Wahdah (2011 dalam, Norma 2012, h.3) tekanan darah yang terus meningkat mengakibatkan beban kerja jantung yang berlebihan sehingga memicu kerusakan pada pembuluh darah, gagal ginjal, jantung, kebutaan dan gangguan fungsi kognitif pada lansia. Penyakit hipertensi sendiri membutuhkan penanganan baik farmakologi maupun non farmakologi. Farmakologi berupa diuretik (Hidroklorotiazid) berfungsi untuk mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin) berfungsi menghambat aktivitas saraf simpatis. Beta Blocker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol) berfungsi menurunkan daya pompa jantung. Vasodilator (Prososin, Hidralasin) berfungsi untuk bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. ACE Inhibitor (Captopril) berfungsi menghambat pembentukan zat angiotensin II. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan) untuk menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya pompa jantung. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil) untuk menghambat kontraksi jantung (Wijaya dan Putri 2013, h.57).
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
Penatalaksanaan hipertensi juga bisa dilakukan dengan non farmakologis, modifikasi gaya hidup sangat penting mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang dapat dipisah dalam mengobati tekanan darah tinggi (Ridwanamiruddin 2007, dalam Wijaya dan Putri 2013, h.56). Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari: mempertahankan berat badan ideal, kurangi asupan natrium, cukup asupan kalium (potassium), penurunan stres, terapi masase (pijat), aktifitas fisik, mengurangi konsumsi alcohol (Wijaya dan Putri 2013, h.56). Penatalaksanaan farmakologi maupun non farmakologi pastinya mempengaruhi kesehatan, serta akan berdampak pada kualitas hidup lansia (Yusup 2010, dalam Norma 2012, h.3). Kualitas hidup menurut WHO (dalam Sulistyarini 2013, h.29) adalah persepsi individu tentang keberadaannya dikehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai tempat ia tinggal. World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) menyebutkan bahwa kualitas hidup secara umum dibagi menjadi 4 bidang (domain) yaitu: kesehatan fisik, kesehatan psikologik, hubungan sosial, dan lingkungan. Kesehatan fisik mencangkup aktivitas sehari-hari, ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energy dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, serta kapasitas kerja. Kesehatan psikologis meliputi bodily dan appearance, perasaan negatif, perasaan positif, self-esteem, berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi. Hubungan social meliputi relasi personal, dukungan social dan aktivitas seksual. Lingkungan yang meliputi sumber finansial, freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan dan sosial care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta lingkungan fisik dan transportasi (Lopez dan Snyder 2004, dalam Sekarwiri 2008, h.11). Styoadi, dkk (2012, dalam Pratidina 2014) mengatakan kualitas hidup lansia
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Kualitas hidup perempuan dinilai rendah karena tiga faktor yaitu lansia perempuan seringkali mengalami perasaan kesepian, faktor ekonomi, dan adanya kekhawatiran terhadap masa depan, lansia perempuan juga sering kali mengalami depresi dan cemas terhadap penyakit yang diderita. Efendi (2011) mengatakan perempuan terbukti lebih banyak melakukan olahraga dari aktifitasnya sehari-hari karena terbiasa melakukan pekerjaan domestik sejak muda sehingga menjadikan lansia perempuan sedikit dalam mengalami penurunan aktifitas fisik. Lansia laki-laki cenderung lebih banyak mengalami penurunan aktifitas fisik dimasa tuanya karena kurangnya aktifitas olahraga dimasa mudanya. Peneliti Anbarasan (2015) yang berjudul Gambaran Kualitas Hidup Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rendang Pada Periode 27 Februari Sampai 14 Maret 3015, dengan responden sebanyak 60 orang, memperoleh hasil sebagai berikut: kualitas hidup lansia secara umum baik (58,3%), kualitas kesehatan fisik lansia buruk (71,7%) kualitas psikologis baik (61,7%) kualitas sosial tidak terlalu berpengaruh (50,0%) dan kualitas lingkungan buruk (73,3%). Hasil penelitian Anbarasan (2015) dapat disimpulkan bahwa, lansia yang tinggal di lingkungan komunitas (Wilayah Kerja Puskesmas Rendang Pada Periode 27 Februari Sampai 14 Maret 3015) secara umum sudah baik, hanya buruk pada kualitas kesehatan fisik dan lingkungan. Lingkungan tempat tinggal menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia. Lansia yang tinggal di panti akan mengalami paparan terhadap lingkungan dan teman baru yang mengharuskan lansia beradaptasi secara positif ataupun negatif. Perbedaan tempat tinggal dapat menyebabkan munculnya perbedaan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, psikologis dan spiritual religious lansia yang dapat berpengaruh terhadap status kesehatan serta kualitas hidup penduduk usia lanjut yang tinggal di dalamnya (Yulianti, dkk 2014, h.88)
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, didapatkan populasi 95 lansia. Berdasarkan data tentang penyakit yang diderita lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Penyakit yang paling banyak adalah hipertensi dengan jumlah penderita 48 lansia, rheumatoid arthritis 13 lansia, katarak 6 lansia, diabetes militus 3 lansia. Lansia yang menderita hipertensi terdiri dari 32 lansia perempuan dan 16 lansia laki-laki. Menurut Laporan dari Unit Rehabilitasi Sosial Lansia Purbo Yuwono Brebes terdapat populasi 80 lansia, dari 80 lansia diagnosa medis untuk lansia sebagian besar berdiagnosa medis hipertensi sebanyak 25 lansia (31%), kemudian artitis gout 18 lansia (22%), stroke (19%), sisanya hampir merata yakni dengan diagnosa gastritris 8 lansia (10%), diabetes millitus 7 lansia (9%), dan kemudian sisanya 7 lansia (9%) lain-lain (Arsip Unit Rehabilitasi Sosial Lansia Purbo Yuwono Brebes 2015). Berdasarkan data dari ke-dua RESOS tersebut menunjukkan bahwa populasi lansia dengan hipertensi lebih banyak di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada perbedaan kualitas hidup antara lansia laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit hipertensi yang tinggal di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. b. Mengetahui gambaran kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang. c. Mengetahui perbedaan kualitas hidup lansia laki-laki dan perempuan dengan hipertensi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang”.
TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia (Lansia) 1. Pengertian Lanjut Usia (lansia) Lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas, namun di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas (Nugroho 2012, h.25). Lanjut usia adalah suatu proses bertahap mulai sejak lahir, berlangsung melalui tahapan perkembangan pertumbuhan dari bayi ke balita, sampai periode kanak-kanak dan dewasa yang berlanjut menjadi kepala keluarga (Agoes 2011, h.6). Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang.
MANFAAT 1. Bagi peneliti Peneliti dapat mengaplikasikan secara nyata ilmu metodelogi penelitian, dan ilmu yang lain seperti hipertensi dan kualitas hidup yang telah diperoleh di bangku kuliah. 2. Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada profesi perawat untuk mengembangkan ilmu terkait sistem kardiovaskuler khususnya hipertensi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. 3. Bagi institusi Melalui penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan pembuatan program kesehatan baru untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis (Makhfudli 2009, h. 249). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan tahap akhir rentang hidup dengan batas usia 60 tahun keatas yang ditandai dengan berbagai penurunan (seperti kondisi fisik, psikologis, dan sosial). 2. Klasifikasi Lansia WHO dalam (Nugroho 2012, h.24) menjelaskan ada 4 batasan lanjut usia,yakni sebagai berikut: usia pertengahan (Middle age) usia antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) usia antara 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun. 3. Konsep Menua Kusuma (2013, hh.28-30) berpendapat bahwa konsekuensi dari proses menua tidak dapat dihindari yang menyebabkan berbagai perubahan, baik secara biologis, sosial, maupun psikologis. Secara umum, kondisi proses menua dapat dilihat dan diamati dalam aspek-aspek berikut: a. Penuaan biologis. Perubahan yang terjadi melibatkan perubahan genetika yang mengakibatkan terhambatnya metabolisme protein, gangguan metabolisme nucleic acid dan DNA, gangguan pembuatan enzim, menurunnya kandungan protein di otak, otot, ginjal dan hati, serta lainnya. Perubahan penuaan pada sel-sel otak berupa penurunan jumlah sel dan fungsinya digantikan oleh sel yang tersisa. Hal ini akibat dari terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol sel terhadap sitoplasma menurun, terjadi perubahan jumlah dan struktur mitokondria, degenerasi lisosom, berkurangnya butir Nissil, penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin. Penurunan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
masa sel mengakibatkan berat otak lansia berkurang 5 sampai 10 % terutama dibagian prasagital, frontal dan parietal. b. Penuaan psikologis. Secara psikologis orang lanjut usia dapat diamati dari menurunnya daya ingat, kurang bergairah, timbul kecemasan pada kematian, dan lain sebagainya. Hal demikian menyebabkan orang lanjut usia dianggap bereaksi terlalu lamban, kesigapan dan kecepatan bertindak serta berpikir menurun sehingga adanya pembatasan pada fungsi-fungsi sosial, yang pada akhirnya berpengaruh secara psikologis. c. Penuaan sosiologis. Penuaan sosiologis berkaitan dengan kondisi lingkungan masyarakat. Seseorang disebut mengalami gejala penuaan sosiologis apabila perannya mulai berkurang dari segi kemasyarakatan, misalkan memasuki masa pensiun dari jabatan atau mengundurkan diri dari sebuah kekuasaan. Penuaan sosiologis dihubungkan dari segi produktivitas individu. Seseorang yang telah memasuki masa lansia perlahanlahan akan mengalami kemunduran fungsi fisik dan mental. Kemunduran ini juga berkaitan dengan ketidak mampuan sel dan jaringan tubuh untuk memperbaharui diri sehingga kemudian mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. Kondisi ini menyebabkan para lansia berisiko besar terserang penyakit degeneratif bahkan termasuk organ yang berfungsi sebagai pusat koordinasi, yakni otak. 4. Penyakit Umum pada Lanjut Usia Nugroho (2012, h.54) menyebutkan bahwa ada empat
penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua, yaitu: a. Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah diotak (koroner), ginjal dan lainlain. b. Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes militus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid. c. Gangguan pada persendian, misalnya osteoartitris, gout artritis, ataupun penyakit kolagen lainnya. d. Berbagai macam neoplasma. Lansia memang sering kali terserang oleh berbagai masalah kesehatan, salah satunya yang menduduki posisi tertinggi adalah hipertensi. Didapatkan data penyakit hipertensi mencapai 45,9% (55-64 tahun), 57,6% (65-74 tahun), 63,8 % (75 tahun keatas). Atritis menduduki posisi tertinggi kedua mencapai 45,0% (55-64 tahun), 51,9% (65-74 tahun), 54,8% (75 tahun keatas) (Infodatin lansia, 2013, h.5). B. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi ketika seorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak (akut) (Agoes, dkk 2011, h.13). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah 2012, h.53). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah secara lambat atau mendadak dimana
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. 2. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi hipertensi pada pasien berusia ≥18 tahun oleh The Joint National Committe on Detection, evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1998) (dalam Ardiansyah, 2012, h.63) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Kategori Normal Normal tinggi Hipertensi: Tinggi 1 (ringan) Tinggi 2 (sedang) Tinggi 3 (berat) Tinggi 4 (sangat berat)
TTD (mmHg) <85 85-89
TDS (mmHg) <130 130-139
90-99
140-159
100-109
160-179
110-119
180-120
≥120
≥210
Keterangan: TDD: tekanan darah diastolik TDS: tekanan darah sistolik Nugroho (2012, h.59) mengatakan hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas: a. Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. b. Hipertensi sistolik terisolasi: tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. C. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup Kualitas hidup menurut WHO (dikutip dalam Sulistyarini 2013, h.29) adalah persepsi individu tentang keberadaannya dikehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
2.
3.
tempat ia tinggal. Kualitas hidup menurut (Nursalam 2013, h.82) adalah usaha untuk membawa penilaian memperoleh kesehatan. Kualitas hidup merupakan penilaian subjektif individu mengenai posisi kehidupannya saat ini pada beberapa aspek kehidupan yang penting baginya (Nofitri 2009, h.11). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan kualitas hidup adalah penilaian secara subjektif terkait kehidupan individu yang dinilai melalui beberapa aspek kehidupan yang dianggap penting. Dimensi Kualitas Hidup WHOQOL (1996, dalam Nursalam 2013, h.85) menyatakan terdapat empat domain mengenai kualitas hidup yang meliputi: a. Domain fisik: kegiatan kehidupan sehari-hari, ketergantungan pada obat dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. b. Domain psikologis: bentuk dan tampilan tubuh, perasaan positif, perasaan negatif, spiritual, penghargaan diri, spiritualitas agama atau keyakinan pribadi. c. Domain sosial: hubungan pribadi, dukungan sosial dan aktivitas seksual. d. Domain lingkungan: sumberdaya keuangan, kebebasan, keamanan dan kenyamanan fisik, kesehatan dan kepedulian sosial, lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipsi dan kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru, transportasi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Nofitri (2009, hh.16-19) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup sebagai berikut:
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
a.
b.
Gender atau jenis kelamin. Bain, dkk (2003) menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara lakilaki dan perempuan, dimana kualitas hidup laki-laki cenderung lebih baik dari pada kualitas hidup perempuan. Bertentangan dengan penemuan Bain, dkk (2004) menemukan bahwa kualitas hidup perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Setyoadi, dkk, (2012, dalam Pratidina 2014) mengatakan kualitas hidup lansia perempuan lebih rendah dari pada laki-laki, kualitas hidup perempuan dinilai rendah karena tiga faktor yaitu lansia perempuan seringkali mengalami perasaan kesepian, faktor ekonomi, dan adanya kekhawatiran terhadap masa depan, lansia perempuan juga sering kali mengalami depresi dan cemas terhadap penyakit yang diderita. (Efendi, 2011) mengatakan Perempuan terbukti lebih banyak melakukan olahraga dari aktifitasnya sehari-hari karena terbiasa melakukan pekerjaan domestik sejak muda sehingga menjadikan lansia perempuan sedikit dalam mengalami penurunan aktifitas. Lansia laki-laki cenderung lebih banyak mengalami penurunan aktifitas fisik dimasa tuanya karena kurangnya aktifitas olahraga dimasa mudanya. Usia. Moons, dkk (2004) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri dkk, (2001, dalam Nofitri 2009) pada responden berusia tua menemukan adanya kontribusi dari faktor usia
c.
d.
e.
terhadap kualitas hidup subjektif individu yang disebabkan karena individu pada masa usia tua sudah melewati masa untuk melakukan perubahan dalam hidupnya sehingga mereka cenderung mengevaluasi hidupnya dengan lebih positif dibandingkan dengan masa mudanya. Pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. Pekerjaan. Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu). Status pernikahan. Moons, dkk (2004) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda, dan individu yang menikah atau kohabitasi. Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada individu yang tidak menikah,
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
4.
bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan meninggal. f. Penghasilan. Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak. g. Hubungan dengan orang lain. Baxter, dkk (1998) dalam (Nofitri, 2009) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Kahneman, Diener, & Schwarz (1999) dalam (Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada saat kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, dkk (2007) dalam (Nofitri, 2009) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif. Alat Ukur Kualitas Hidup Pengukuran kualitas hidup dilakukan menggunakan instrumen world health organization quality of life-100 (WHOQOL-100). WHOQOL-100 terdiri dari 100 pertanyaan yang mencangkup 25 segi dan sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa di 15 negara tersebut.
Kemudian WHO menyusun WHOQOL-BREF yang merupakan versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF dapat digunakan bila waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan 100 pertanyaan terlalu lama dan tingkat dari segi secara rinci tidak diperlukan, misalnya pada versi epidemologi dan percobaan klinik. Hasil penelitian menggunakan WHOQOL-100 di 15 negara menunjukan beberapa pertanyaan valid untuk menyusun WHOQOLBREF (Salim, dkk 2007, h.29). Instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari WHO (The world health organizations Quality of life-bref / WHOQOL-BREF). WHOQOL-BREF terdiri dari 24 butir pertanyaan. Pada kualitas kesehatan secara umum terdapat 24 item yang terbagi menjadi 4 domain yaitu kesehatan fisik terdiri dari 7 pertanyaan, psikologis terdiri dari 6 pertanyaan, sosial terdiri dari 3 pertanyaan, kondisi lingkungan terdiri dari 8 pertanyaan (Salim, dkk 2007, h.29). Kuestioner WHOQOL versi pendek telah diterima secara luas di berbagai belahan dunia dan dapat menjadi alat ukur yang valid dan realibel (Salim dkk 2007, h.37). WHO (1996, dalam Nursalam 2013, hh.85-86) menjabarkan setiap domain sebagai berikut: a. Domain fisik meliputi: kegiatan kehidupan sehari-hari, ketergantungan pada obat dan bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, rasa sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. b. Domain psikologis meliputi: bentuk dan tampilan tubuh, perasaan positif, perasaa negatif, spiritual, penghargaan diri, spiritualitas agama atau keyakinan pribadi.
c. Domain sosial meliputi: hubungan pribadi, dukungan sosial dan aktivitas seksual. d. Domain lingkungan meliputi: sumberdaya keuangan, kebebasan, keamanan dan kenyamanan fisik, kesehatan dan kepedulian sosial, lingkungan rumah, peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipsi dan kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru, transportasi. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. POPULASI Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang yang menderita hipertensi yang berjumlah 48 orang. SAMPEL Pengambilan sampel dalam penelitian ini, menggunakan total populasi (total sampling). Seluruh jumlah lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang yang berjumlah 35 orang. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Kuesioner variabel kualitas hidup dalam penelitian ini menggunakan instrument WHOQoL-BREF versi Indonesia terjemahan dilakukan atas nama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) oleh Dr Ratna Mardiati; Satya Joewana, Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta; Dr Hartati Kurniadi; Isfandari, Departemen Kesehatan Indonesia dan Riza Sarasvita, Rumah Sakit Ketergantungan Obat Fatmawati, Jakarta. Instrument WHOQoL-BREF dikembangkan secara kolaborasi dalam sejumlah pusat kesehatan dunia untuk digunakan melakukan penelitian mengenai kualitas hidup. Instrument WHOQoL-BREF terdiri dari 24 item, merupakan instrumen kualitas kehidupan paling pendek dan
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
sederhana, namun instrumen ini dapat menampung aspirasi ukuran ungkapan dan kualitas kehidupan seseorang. Bentuk pertanyaan kuesioner merupakan pertanyaan tertutup (closed ended) dengan menggunakan skala Likert 5 kategori. Peserta atau responden diminta memilih satu angka dari skala 1 sampai 5. Skor tiap dimensi yang didapat dari alat ukur WHOQoL-BREF (raw score) harus ditransformasikan dalam skala 0-100 sehingga nilai skor dari alat ukur ini dapat dibandingkan dengan nilai skor yang digunakan dalam alat ukur WHOQoL-100 (WHO Group, 2008). Selanjutnya total skor dikategorikan. VALIDITAS DAN RELIABILITAS Peneliti tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas sendiri. Instrument WHOQoLBREF sudah banyak dilakukan uji validitas dan reliabilitas, salah satunya dilakukan oleh Salim (2007) terhadap 306 lansia (usia ≥60 tahun, mampu berjalan, mampu berkomunikasi) yang hasilnya menunjukkan distribusi skor setiap domain dari WHOQOLBREF adalah simetris dan tidak didapatkan efek floor atau ceiling. Validitas diskriminan, validitas konstruk, dan konsistensi internal menunjukkan hasil yang baik dari skor keempat domain. Secara keseluruhan WHOQOL-BREF merupakan instrumen yang valid dan reliable untuk mengukur kualitas hidup pada lansia. Uji validitas dan reliabilitas WHOQOL-BREF yang dilakukan Sekarwiri (2008) menunjukkan bahwa semua pertanyaan valid (r= 0,445-0,889), dan hasil uji reliabilitas menunjukkan cronbach alpha sebesar 0,902 (>0,6) sehingga dapat disimpulkan bahwa WHOQOL-BREF merupakan alat yang reliabel. ANALISIS DATA 1. Analisis Univariat Analisis univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan prosentase dari variabel kualitas hidup lansia laki-
2.
laki dengan hipertensi dan kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi Analisis Bivariat Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin. Uji statistik yang yang digunakan adalah uji chi square.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (66,7%) kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dalam kategori baik yaitu 10 responden dan selebihnya dalam kategori kurang yaitu 5 responden (33,3%). Menurut Coons dan Kaplan (dalam Suci 2014, h.3) mengatakan bahwa setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika dihadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya. Hasil penelitian ditinjau dari domain fisik menunjukkan bahwa sebagian besar (66,7%) lansia laki-laki dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang buruk. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian secara keseluruhan. Mekanisme dari domain kesehatan fisik yang buruk tidak diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan akibat dari pengaruh komplikasi dan gejala klinis yang ditimbulkan oleh hipertensi. Individu dengan hipertensi dilaporkan mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, depresi, cemas, dan mudah lelah. Gejala-gejala ini dilaporkan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang pada berbagai domain terutama domain kesehatan fisik (Soni 2010, dalam Putri 2013, h.10). Oleh karena itu, dalam menangani individu dengan hipertensi
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
sangat penting untuk mengukur kualitas hidup agar dapat dilakukan manajemen asuhan keperawatan yang optimal. Hasil penelitian ditinjau dari domain psikologis menunjukkan bahwa sebagian besar (73,3%) lansia laki-laki dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang baik. Pada umumnya mereka yang memiliki kesejahteraan psikologis tinggi mengambil peran aktif dalam memenuhi kebutuhannya, bersikap mandiri, mampu bertahan dari tekanan sosial, serta mampu menunjukkan sikap positif terhadap dirinya (Desiningrum 2014, h.105). Lansia laki-laki dalam penelitian ini lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan di Panti, seperti kegiatan keagamaan, programprogram kegiatan lainnya di panti. Berdasarkan pengamatan peneliti waktu penelitian lansia laki-laki juga terlihat lebih ceria dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengindikasikan adanya penerimaan yang baik oleh lansia laki-laki dengan hipertensi. Penerimaan diri dan rasa syukur menjadikan seseorang merasa bahagia, optimistis dan lebih intens merasakan kepuasan hidup (Froh, Kashdan, Ozimkowski, & Miller 2009, dalam Eko 2016, h.128). Hasil penelitian ditinjau dari domain sosial menunjukkan bahwa lebih dari separuh (53,3%) lansia laki-laki dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini dapat disebabkan lansia lakilaki lebih banyak melakukan aktifitas di luar berinteraksi dengan sesama penghuni panti. Kimball Young dan Raymond W. Mack (2001, dalam Poerwanti 2012, h. 3) mengemukakan bahwa interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Kualitas hidup sosial lansia yang buruk dalam penelitian ini disebabkan oleh status perkawinan para lansia. Seluruh responden dalam penelitian ini berstatus duda, sehingga responden tidak memiliki kepuasan dalam kehidupan seksual yang merupakan salah satu poin dari domain sosial.
Hasil penelitian ditinjau dari domain lingkungan tempat tinggal, lansia lakilaki mengaku bahwa lingkungan tempat tinggal mereka sudah aman dan sudah merasa puas terhadap tempat tinggal mereka saat ini. Program pelayanan yang baik oleh pegawai Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang menimbulkan kenyamanan bagi para penghuninya. Dukungan yang diberikan oleh para pegawai dan sesama penghuni panti dapat dijadikan pengganti dukungan dari keluarga lansia. Para pegawai dapat menciptakan lingkungan tempat tinggal yang cukup terpelihara serta mempermudah akses kesehatan para penghuninya, sehingga membuat nyaman para penghuninya. Kualitas hidup yang buruk pada domain kesehatan fisik dapat dicegah dengan melakukan pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Kualitas hidup kesehatan fisik yang baik dapat tercapai dan terpelihara jika lansia dapat mengontrol penyakitnya secara teratur. Dengan melakukan pengobatan yang rutin dan baik, gejala klinis dapat berkurang dan timbulnya komplikasi cenderung menurun. Pelaksanaan program untuk meningkatkan kualitas hidup lansia di bidang kesehatan fisik juga dapat semakin digalakkan, seperti senam lansia dan program lainnya yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan para lansia. Hasil penelitian Isesreni (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi. 2. Gambaran kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dalam kategori buruk yaitu 15 responden dan hanya 5 responden (25%) yang dalam kategori baik. Hasil penelitian ini juga
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
mengindikasikan adanya penurunan kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi. Hal tersebut diperkuat hasil penelitian Soni (2010, dalam Putri 2013, h.9) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara hipertensi dengan kualitas hidup yang menurun, dimana dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa lansia dengan hipertensi 4,6 kali hidupnya kurang berkualitas dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas hidup lansia (Ogihara dan Rakugi 2005, dalam Norma 2012, h.5). Hasil penelitian ditinjau dari domain fisik menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden (55%) lansia perempuan dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang baik. Menurut Efendi (2011) mengatakan perempuan terbukti lebih banyak melakukan olahraga dari aktifitasnya sehari-hari karena terbiasa melakukan pekerjaan domestik sejak muda sehingga menjadikan lansia perempuan sedikit dalam mengalami penurunan aktifitas. Hasil penelitian ditinjau dari domain psikologis menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) lansia perempuan dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang buruk. Hal ini dapat disebabkan lansia perempuan seringkali mengalami perasaan kesepian karena jauh dari keluarga, adanya kekhawatiran terhadap masa depan, lansia perempuan juga sering kali mengalami depresi dan cemas terhadap penyakit yang diderita (Setyoadi, dkk 2012, dalam Pratidina 2014, h.1). Hasil penelitian ditinjau dari domain sosial menunjukkan bahwa sebagian besar (65%) lansia perempuan dengan hipertensi memiliki kualitas hidup yang buruk. Hal juga ini dapat disebabkan oleh status perkawinan para lansia. Seluruh responden dalam penelitian ini berstatus janda, selain itu faktor usia yang sudah tidak muda lagi sehingga responden tidak memiliki kepuasan dalam kehidupan
seksual yang merupakan salah satu poin dari domain sosial. Hasil penelitian ditinjau dari domain lingkungan tempat tinggal, lansia perempuan juga menjelaskan bahwa lingkungan tempat tinggal mereka sudah aman dan sudah merasa puas terhadap tempat tinggal mereka saat ini. Program pelayanan yang baik oleh pegawai Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang menimbulkan kenyamanan bagi para penghuninya. Dukungan yang diberikan oleh pegawai dan sesama penghuni panti dapat dijadikan pengganti dukungan dari keluarga lansia. Lingkungan tempat tinggal yang cukup terpelihara membuat nyaman para penghuninya. Kualitas hidup yang buruk pada domain psikologis dan sosial pada lansia perempuan dapat diatasi dengan lebih digalakkan pemberian program-program terapi seperti terapi tawa, terapi relaksasi dan lain sebagainya yang dapat menghibur para lansia perempuan yang sering merasakan kesepian, mengurangi stress dan menurunkan tekanan darah pada lansia. Hasil penelitian Tage (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi tertawa terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Mekanisme kerja tawa dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan mengatasi efek buruk dari hormon stress. Selain itu dengan adanya kegiatan tersebut para lansia sering berkumpul dengan lansia lainnya sehingga hal ini dapat juga mengatasi domain sosial yang buruk pada lansia perempuan. 3. Perbedaan kualitas hidup lansia laki-laki dan perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kualitas hidup lansia laki-laki dan perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dengan nilai Ods Ratio (OR) didapatkan 6 dapat disimpulkan bahwa lansia laki-laki dengan hipertensi
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
cenderung memiliki kualitas hidup yang baik 6 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia perempuan dengan hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Setyoadi dkk (2012) yang menyatakan bahwa kualitas hidup lansia perempuan lebih rendah dibanding dengan kualitas hidup lansia laki-laki. Hasil penelitian ini juga diperkuat hasil penelitian Bain, dkk (2003) yang menemukan adanya perbedaan antara kualitas hidup antara laki-laki dan perempuan, dimana kualitas hidup lakilaki cenderung lebih baik dari pada kualitas hidup perempuan. Perbedaan kualitas hidup lansia lakilaki dan perempuan dengan hipertensi terlihat pada domain fisik, psikologis dan sosial. Namun, pada domain fisik tidak sejalan dengan hasil penelitian secara keseluruhan, dimana kesehatan fisik lansia perempuan lebih baik dari kesehatan fisik laki-laki. Laki-laki mengalami penurunan massa otot lebih dahulu. Meskipun pertambahan berat badan pada umumnya dipengaruhi oleh asupan dan aktivitas, namun terdapat perbedaan pola pertambahan berat badan antara laki-laki dan perempuan. Massa otot pada laki-laki akan menurun lebih awal dibandingkan perempuan yaitu pada umur 50 tahun. Hal ini disebabkan hormon testosteron yang cenderung mengalami penurunan sehingga tidak dapat mempertahankan massa otot. Sedangkan pada perempuan, berat badan mengalami penurunan setelah umur 65 tahun yang disebabkan penurunan massa otot, namun hal ini tidak terlalu dipengaruhi penurunan hormone (Kemal, 2016). Dilihat dari domain psikologis menunjukkan bahwa lansia laki-laki lebih baik dari lansia perempuan. Berdasarkan suatu penelitian, pada lansia laki-laki cenderung lebih bahagia dibandingkan perempuan. Proporsi lansia yang merasa sangat bahagia pada penelitian tersebut lebih besar pada kelompok laki-laki (25%) dibandingkan perempuan (20%). Laki-laki juga cenderung lebih menerima perubahan
fisik seiring dengan perubahan usia. Perempuan lebih khawatir akan perubahan fisik saat berusia lanjut dibandingkan lakilaki. Perubahan mood akibat kondisi fisik juga sering dialami perempuan pada usia 40 karena mulai munculnya tanda kerutan di wajah. Terlebih setelah menopause, perubahan fisik yang begitu cepat juga dapat menyebabkan perempuan lansia cenderung lebih mudah depresi (Kemal, 2016). Lansia perempuan seringkali mengalami perasaan kesepian karena jauh dari keluarga, adanya kekhawatiran terhadap masa depan, lansia perempuan juga sering kali mengalami depresi dan cemas terhadap penyakit yang diderita (Setyoadi, dkk 2012, dalam Pratidina 2014, h.1). Dilihat dari domain sosial menunjukkan bahwa lansia laki-laki lebih baik dari lansia perempuan, dikarenakan lansia laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas di luar dari pada lansia perempuan. Namun dalam kehidupan seksual antara lansia laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan dikarenakan memiliki status perkawinan yang sama berstatus duda dan janda, sehingga sama-sama tidak memiliki kepuasan dalam kehidupan seksual yang merupakan salah satu poin dari domain sosial. Dilihat dari domain lingkungan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, karena responden tinggal di lingkungan yang sama, sehingga pendapat lansia laki-laki dan perempuan tentang domain lingkungan tidak ada perbedaan yang signifikan. KESIMPULAN Hasil penelitian dengan judul “Perbedaan Kualitas Hidup Lansia Laki-laki dan Perempuan dengan Hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang” dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sebagian besar (66,7%) kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dalam kategori baik.
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
2. Sebagian besar (75%) kualitas hidup lansia perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang dalam kategori kurang. 3. Ada perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup lansia laki-laki dan perempuan dengan hipertensi di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang, didapatkan nilai ρ value sebesar 0,014 (<0,05) dengan nilai odd ratio (OR) sebesar 6 yang artinya lansia laki-laki dengan hipertensi cenderung memiliki kualitas hidup yang baik 6 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia perempuan dengan hipertensi. SARAN 1. Bagi Institusi Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Bisma Upakara Pemalang Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan dalam menyusun program kesehatan baru untuk meningkatkan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin dan meningkatkan pelayanan kesehatan. 2. Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada profesi perawat untuk mengembangkan ilmu terkait strategi yang tepat dalam upaya peningkatan kualitas hidup lansia dengan hipertensi berdasarkan jenis kelamin. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan kualitas hidup lansia laki-laki dengan hipertensi, untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan pengaruh hipertensi terhadap kualitas hidup lansia. REFERENSI Agoes dkk 2011, Penyakit di Usia Tua, EGC, Jakarta. Anbarasan 2015, Gambaran Kualitas Hidup Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rendang Pada Periode 27 Februari Sampai 14 Maret 2015
.
Annisa, F 2005, Studi Deskriptif mengenai Penghayatan terhadap Dukungan Keluarga pada Lansia di Panti Wredha “X” Bandung, Jurnal Psikologi, Universitas Kristen Marantha, Bandung. Ardiansyah, M 2012, Medikal Bedah Untuk Mahasiswa, DIVA Pres, Jogjakarta. Arikunto, S 2010, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Rineka Cipta, Jakarta. Christi, D 2010, Gambaran Pengobatan Hipertensi pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Dr, Soeratji Tirtonegoro Klaten Periode Januari-Juni Tahun 2009, Skripsi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Efendi, R 2011, Kehidupan Lansia di Kota Bandung, Jurnal Penelitian Antropologi Kependudukan, FISIP UNPAD, Sumedang. Eko, K 2016, Perbedaan Tingkat Kebersyukuaran pada Laki-laki dan Perempuan, Jurnal Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Isgiyanto, A. 2009, Teknik pengambilan sampel : pada penalitian noneksperimental, Mitra Cendikia Press, Jogjakarta. Isesreni 2011, Pengaruh Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi Di Rw Ii, Rw Xiv, Dan Rw Xxi Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang Tahun 2011, Jurnal Keperawatan, STIKes Mercubaktijaya Padang. Kemal, A F 2016, 7 Perubahan Pada Lakilaki dan Perempuan Seiring Bertambahnya Usia, diakses tanggal 10 Agustus 2016
. Kemenkes 2014, Situasi dan Analisis Lanjut Usia, diakses tanggal 2 Februari 2016 <www,depkes,go,id>, Kowalski, R 2010, Terapi Hipertensi Program 8 Minggu menurunkan Tekanan Darah Tinggi dan Mengurangi Risiko
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
Serangan Jantung dan Stroke Secara Alami, Mizan Media Utama, Bandung. Kusuma, R 2013, Berdamai Alzaimer, Katahati, Jogjakarta.
Dengan
Machfoedz, I 2013, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Fitramaya, Yogyakarta. Makhfudli 2009, Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Martono, P 2011, Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Nofitri 2009, Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah di Jakarta, Skripsi Psikologi, Universitas Indonesia, Jakarta. Norma, K 2012, Kualitas Hidup Lansia dengan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kabupaten Sragen, Jurnal Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Notoatmodjo, S 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho, H 2012, Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, EGC, Jakarta. Nursalam 2013, Metodologi Penelitian Keperawatan, Ed,3, Salemba Medika, Jakarta. Ode, Sarif 2012, Asuhan Keperawatan Gerontik, Nuha Medika, Yogyakarta. Oktavianus 2007, Validitas dan Reliabilitas World Health Organization Quality of Life-BREF untuk mengukur kualitas hidup lanjut usia, Jurnal Kesehatan, Universitas Trisakti, Jakarta diakses tanggal 13 April 2016 . Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler, diakses tanggal 3 Februari 2016 . Pratidina 2014, Hubungan Peran Kader Kesehatan Dengan Tingkat Kualitas
Hidup Lanjut Usia, diakses tanggal 10 Februari 2016 . Putri, R D 2013, Gambaran Kualitas Hidup pada Lansia dengan Normotensi dan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar I Periode Bulan November Tahun 2013, Jurnal Kedokteran, Universitas Udayana, Bali. Riyanto, A 2009, Pengolahan dan analisis data kesehatan : dilengkapi data validitas dan realibilitas serta aplikasi program SPSS, Nuha Medika, Yogyakarta. Rohmah dkk 2012, Kualitas Hidup Lanjut Usia, diakses tanggal 5 Februari 2016 . Sabri, dkk 2010, Statistik Kesehatan, Rajabratindo Persada, Jakarta. Sekarwiri 2008, Hubungan Antara Kualitas Hidup dan Sence of community pada Warga DKI Jakarta, Skripsi Psikologi, Universitas Indonesia, Jakarta. Suci, T P 2014, Studi Komparatif : Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dan Panti, Jurnal Keperawatan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sugiyono 2009, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Sulistyarini, 2013, Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi, Jurnal Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta diakses tanggal 7 Februari 2016 <www.jurnal.ugm.ac.id>. Tage, Petrus Kanisius Siga 2013, Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi Sistolik Terisolasi di Panti Sosial Budi Agung Kupang, Jurnal Kesehatan Universitas Airlangga, <www.journal.unair.ac.id>. Wahdah, N 2011, Menaklukan Hipertensi dan Diabetes, Multipress,Yogyakarta. Widyanto, FC & Triwibowo C 2013, Trend Disease “Trend penyakit masa kini”, CV. Trans Info Media, Jakarta
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016
Wijaya dan Putri 2013, Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa, Nuha Medika, Yogyakarta. Yulianti dkk 2014, Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Jurnal Kesehatan, diakses tanggal 11 Februari 2016 .
Keperawatan STIKes Muhammadiyah Pekajangan 2016