PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI
SANTI OKTAVIA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 12 Agustus 2009
SANTI OKTAVIA C54050535
RINGKASAN SANTI OKTAVIA. Perbedaan Ketebalan Integrasi Dasar Perairan dengan Instrumen Hidroakustik Simrad EY-60 Di Perairan Kepulauan Pari. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan WIJOPRIONO Kegunaan data akustik salah satunya untuk menyediakan informasi mengenai dasar perairan. Backscatter merupakan suara yang diterima oleh transmitter yang berasal dari sedimen-permukaan perairan ataupun dari lapisan sedimen. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perbedaan ketebalan integrasi dasar perairan sebesar 0,20 meter dan 0,40 meter dengan menggunakan instrumen hidroakustik SIMRAD EY-60 berdasarkan nilai acoustic backscattering volume (SV) dasar perairan. Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Nopember 2008 di perairan Kepulauan Pari. Letak geografis lokasi penelitian berada pada 05° 50′ LS hingga 05° 53′ LS dan 106° 34′ BT sampai 106° 38’ BT. Lokasi berada pada perairan yang relatif dangkal yaitu dengan kedalaman berkisar 10-90 meter. Pengolahan dan analisis data mulai dilakukan pada bulan Desember 2008 dan berakhir hingga bulan April 2009. Pengambilan data akustik menggunakan perangkat SIMRAD EY-60 scientific echosounder system, dengan frekuensi operasi 120 kHz. Pengolahan data Perairan Kepulauan Pari dilakukan dengan menggunakan Echoview4.0. Klasifikasi dasar perairan pada 6 stasiun grab dilakukan berdasarkan nilai backscattering volume (E1 dan E2) dari dasar perairan. Gambaran umum dari seluruh perairan menggunakan nilai E1 (karena banyak file yang tidak memiliki pantulan E2). Analisis data substrat dengan menggunakan metode ayakan sedimen bertingkat dengan menggunakan tujuh fraksi (0,053 µm1mm). Berdasarkan hasil analisis sedimen dari 6 stasiun pengamatan diketahui bahwa 1 stasiun bersubstrat pasir berlumpur dan 5 stasiun lainnya bersubstrat pasir sangat halus. Nilai SV pada ketebalan integrasi 0,2 meter memiliki nilai maksimum sebesar -10,36 dB, nilai minimum sebesar -43,33 dB, dan rata-rata sebesar -13,64 dB. Nilai SV pada saat ketebalan integrasi 0,4 meter memiliki nilai maksimum sebesar -10,34 dB, nilai minimum sebesar -43,33 dB, dan ratarata sebesar -11,69 dB. Nilai SV-E1 dasar perairan baik pada ketebalan integrasi 0,40 m memberikan nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai SV-E1 pada ketebalan integrasi 0,20 m. Hal ini menandakan bahwa sedimen yang terkandung pada setiap ketebalan memiliki sifat yang berbeda. Perbedaan nilai integrasi ini diduga dengan ketebalan 0,20 m umumnya sedimen lebih bersifat unconsolidated dibandingkan ketebalan 0,40 m.
PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI
SANTI OKTAVIA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
© Hak cipta milik Santi Oktavia, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institusi Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
Judul
Nama NRP
: PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI : Santi Oktavia : C54050535
Menyetujui
Dosen Pembimbing 1,
Pembimbing 2,
(Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si) NIP.19671021 199203 2 002
(Dr. Wijopriono, M.Sc.) NIP.19600616 198603 1 006
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc) NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Lulus : 12 Agustus 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan karunia yang Dia berikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI” diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Papa, Mama, bang Rudy, kakak Dessy dan Nancy yang telah memberikan dukungan dalam bentuk apapun yang positif demi terselesaikannya tugas akhir.Tuhan memberkati. 2. Dr.Ir.Sri Pujiyati, M.Si dan Dr.Wijopriyono, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir. 3. Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran, nasihat, dan motivasi selama penulis menjalankan studi di Departemen ITK. 4. Dr.Ir.Totok Hestirianoto,M.Sc. yang telah bersedia menjadi dosen penguji tamu juga untuk sarannya supaya skripsi ini menjadi lebih baik. 5. Dr.Ir.Henry M Manik,MT. selaku Ketua Program Studi ITK atas sarannya supaya skripsi menjadi lebih baik. 6. Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menjalankan studi di IPB. 7. Ir. Sri Hartati, M.Si selaku kepala proyek dalam pengambilan data penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti proyek dalam rangka pengambilan data hidroakustik di lapangan. 8. Bang Asep (BRPL) dan bang Rodo (BRPL) atas bantuan dan bimbingannya selama mulai dari pengambilan data di lapangan sampai pengolahan data hidroakustik.
9. Seluruh pihak yang terdapat di lingkup BRPL atas partisipasinya yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian. 10. Semua rekan ITK dan teman-teman di IPB yang tidak dapat disebutkan satupersatu atas partisipasinya dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh Karen itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi penulis maupun orang lain. Tuhan Memberkati.
Bogor, 12 Agustus 2009
Santi Oktavia
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xiv 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................ 3 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4 2.1 Metode Hidroakustik ................................................................................. 4 2.2 Sedimen Dasar Laut ................................................................................... 5 2.3 Acoustic Backscattering Volume Strength (SV)......................................... 11 2.4 Klasifikasi Dasar Perairan ........................................................................ 12 2.5 SIMRAD EY-60 ....................................................................................... 17 2.6 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 17 3. METODOLOGI ............................................................................................. 19 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 19 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 21 3.3 Pengambilan Data Akustik ....................................................................... 22 3.4 Pengambilan Contoh Sedimen ................................................................. 22 3.5 Analisis Data ........................................................................................... 22 3.5.1 Analisis Data Akustik ....................................................................... 22 3.5.2 Analisis Sedimen .............................................................................. 25 3.5.3 Analisis Batimetri ............................................................................. 26 3.5.4 Analisis Statistika .............................................................................. 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 28 4.1 Profil Batimetri Perairan Kepulauan Pari ................................................. 28 4.2 Substrat Dasar Perairan ............................................................................ 29 4.3 Hubungan Nilai SV dan Substrat di Setiap ................................................... Stasiun Grab ............................................................................................ 32
4.4 Sebaran Nilai SV Sepanjang Lintasan Penelitian ..................................... 35 4.5 Perbedaan Ketebalan Integrasi Dasar Perairan .......................................... 42 5. Kesimpulan Dan Saran .................................................................................. 44 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 44 5.2 Saran ....................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 45 LAMPIRAN ..................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Ukuran besar butir untuk sedimen menurut skala Wentworth ......................... 11 2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ........................................................... 21 3. Ukuran butiran dan fraksi sedimen dalam pengukuran sifat fisik sedimen ...... 26 4. Persentase Berat Fraksi Sedimen dan Tipe Substrat ........................................ 29 5. Rata-Rata Nilai SV Dasar Perairan Pada Stasiun Grab ................................... 33 6. Kisaran Nilai SV terhadap Frekuensi Kemunculan ......................................... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pembentukan Pada E1 dan E2 Dasar Perairan. ............................................... 13 2. Klasifikasi Dasar Perairan dalam Bentuk Kekasaran/Kekerasan ..................... 16 3. Tipe partikel dasar perairan berdasarkan pantulan E1 dan E2. ........................ 16 4. Lokasi Penelitian............................................................................................ 20 5. Diagram Alir Pengolahan dan Analisis Data Akustik ..................................... 23 6. Lokasi 6 Stasiun Grab.................................................................................... 30 7. Tipe Partikel Dasar Perairan 6 Stasiun Grab Berdasarkan E1 dan E2 .....................................................................................35 8. Sebaran Nilai Backscattering Volume E1 Pada Ketebalan Integrasi 0,20 m .... 37 9. Sebaran Nilai Backscattering Volume E1 Pada Ketebalan Integrasi 0.40 m .... 38 10. Grafik Kisaran Nilai Backscattering Volume E1 dengan Frekuensi Pada Integrasi 0,2 m ..................................................................................... 41 11. Grafik Kisaran Nilai Backscattering Volume E1 dengan Frekuensi Pada Integrasi 0,4 m ..................................................................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. SIMRAD EY 60 ........................................................................................... 49 2. GPS .............................................................................................................. 49 3. Kapal Penelitian ............................................................................................ 50 4. Van veen Grab .............................................................................................. 50 5. Integrasi E1 dan E2 ....................................................................................... 51 6. Saringan bertingkat ....................................................................................... 51 7. Pengujian Statististika (Uji t) E1 seluruh data dengan selang kepercayaan 95% ................................................................... 52 8. Pengujian Statististika (Uji t) E1 pada enam stasiun grab dengan selang kepercayaan 70% .................................................................... 53 9. Pengujian Statististika (Uji t) E1 pada enam stasiun grab dengan selang kepercayaan 70% .................................................................... 54 10. Contoh hasil analisis sedimen pada stasiun grab .......................................... 55 11. Contoh data hasil integrasi echogram pada Echoview 4.0 ............................. 58 12. Nilai backscattering volume (dB) E1 dan E2 sepanjang track penelitian .......62
DAFTAR ISTILAH
Backscattering Deep-sea sediments
: Jumlah energi persatuan waktu yang dihamburkan oleh target selama transmisi suara dari transducer. : Sedimen laut yang berada jauh dari daratan dan berada pada kedalaman >500 meter.
Echogram
: Rekaman dari rangkaian gema.
Echo/Gema
: Gelombang suara yang dipantulkan oleh target.
Echosounder
: Perangkat akustik yang digunakan untuk menampilkan data echogram dari transducer.
E1
: Nilai hambur balik pertama dari dasar perairan (Energy of the first bottom echo).
E2
: Nilai hambur balik kedua dari dasar perairan (Energy of the second bottom echo).
Nearshore sediments : Sedimen laut yang dipengaruhi oleh masukan dari daratan. Ping
: Sebutan untuk setiap pulsa yang dipancarkan oleh Transducer.
Transducer
: Perangkat akustik yang digunakan sebagai transmitter (pemancar) dan receiver (penerima) gelombang suara.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Penelitian-penelitian mengenai sumberdaya hayati di dasar perairan belum terlalu banyak dilakukan. Hal tersebut dikarenakan adanya kesulitan dalam pengambilan contoh pada kedalaman perairan yang bervariasi dan permukaan dasar perairan yang tidak teratur. Teknologi akustik adalah salah satu metode alternatif untuk mengetahui tipe substrat dasar perairan. Pemanfaatan teknologi akustik tersebut telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain oleh Siwabessy et al. (2000) di Perairan Barat Laut dan Timur Laut Australia yang menggunakan SIMRAD EK 500 scientific echosounder yang dioperasikan dengan menggunakan tiga frekuensi yang berbeda, yaitu 12, 38, dan 120 kHz untuk mengklasifikasikan gambaran dasar perairan. Selain itu, adanya analisis echosounder dengan Rox-Ann yang menggunakan energi pantulan dasar pertama dan kedua untuk mengetahui klasifikasi sedimen dasar perairan (Burns et al., 1989 in Clarke dan Hamilton, 1999) dan QTC-View menggunakan sejumlah besar bentuk parameter echo dari pantulan pertama untuk mengetahui jenis sedimen (Prager et al., 1995 in Clarke dan Hamilton, 1999). Berdasarkan percobaan akustik yang telah dilakukan sebelumnya pada klasifikasi sedimen melibatkan variabel yang berasal dari analisis spektral dari sinyal akustik backscatter untuk mengidentifikasi tipe sedimen (Pace dan Gao, 1988 in Ferrini dan Flood, 2006) dan perbandingan analisis tekstur (Reed dan Hussong, 1989 in Ferrini dan Flood, 2006). Akhir-akhir ini, para peneliti telah
mencoba untuk menghubungkan intensitas backscatter pada akustik dengan sedimen berpasir (Ryan dan Flood, 1996 in Ferrini dan Flood, 2006). Hal tersebut dikarenakan tidak hanya sedimen berpasir yang mudah diukur tetapi juga berhubungan dengan impedansi (Hamilton et al., 1956 in Ferrini dan Flood, 2006) sehingga merupakan prediksi intensitas backscatter yang sangat kuat. Penelitian mengenai perbandingan sedimen berpasir dengan intensitas backscatter dari dua frekuensi sidescan sonar (100 dan 500 kHz, memiliki hubungan yang sangat kuat antara rata-rata ukuran sedimen berpasir dan nilai ratarata backscatter dari perbandingan sonar yang memiliki frekuensi sebesar 500 kHz (Ferrini dan Flood, 2006). Penelitian lain mengenai karakteristik dasar perairan juga telah dilakukan dengan menggunakan sistem sonar multibeam (SIMRAD EM 3000) dengan frekuensi tinggi (300 kHz) oleh Ferrini dan Flood (2006) yang menunjukkan adanya hubungan kuantitatif antara data akustik dengan lingkungan fisik dalam proses pembentukan dasar perairan yang juga penting terhadap transport sedimen dan habitat bentik. Penelitian mengenai perbedaan nilai SV berdasarkan perbedaan ketebalan integrasi dasar perairan belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu penulis mencoba untuk melakukan penelitian untuk dapat menganalisis tipe substrat dasar perairan berupa pasir dan pasir berlumpur dengan menggunakan peralatan Simrad EY-60 (120kHz), pada ketebalan integrasi yang berbeda yaitu 0,20 dan 0,40 meter, serta diverifikasi dengan data hasil pengambilan contoh dengan grab.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perbedaan ketebalan integrasi dasar perairan sebesar 0,20 meter dan 0,40 meter dengan menggunakan instrumen hidroakustik SIMRAD EY-60 berdasarkan nilai acoustic backscattering volume (SV) dasar perairan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metode Hidroakustik Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Metode hidroakustik yang digunakan untuk meneliti dasar perairan mampu melakukan pengukuran terhadap kuat atau lemahnya pantulan dasar perairan dari berbagai tipe partikel. Tipe partikel penyusun dasar perairan memberikan besar pantulan yang berbeda-beda baik itu partikel penyusun lumpur maupun batu-batuan. Pada saat gelombang hidroakustik mengenai permukaan dasar perairan, sebagian energi akan menembus dasar perairan dan sebagian kembali ke transduser. Dasar perairan yang keras memiliki pantulan yang lebih besar dari dasar perairan yang halus dan seterusnya (Pujiyati, 2008). Menurut Siwabessy (2001) bahwa ada sinyal noise yang berasal dari pulsa akustik, karena dalam prosesnya terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu kemiringan dasar laut, penyerapan akustik air laut, penetrasi sinyal akustik pada dasar laut yang menyebabkan pembauran pada pulsa utama, parameter akustik dari instrumen, dan arah pemantulan pada interface air lautdasar laut akibat dari kekasaran air laut. Noise atau sinyal yang tidak diinginkan dalam sistem hidroakustik dapat terjadi karena angin, pecahan ombak, turbulensi, suara dan pergerakan binatang di bawah air, suara mesin kapal, dan aliran air di badan kapal (Allo, 2008).
2.2. Sedimen Dasar Laut Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir pada dasarnya tidaklah bersifat toksik. Sedimen di dalam air berupa bahan-bahan tersuspensi. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya dan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan, juga menghambat daya lihat (visibilitas) organisme akuatik. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernafasan seperti insang pada organisme akuatik yang mengakibatkan asphyxiation pada ikan. Sedimen juga dapat menyebabkan hilangnya tempat memijah (spawning sites) yang sesuai bagi ikan. Sedimen dapat menutupi substrat sehingga organisme yang membutuhkan substrat sebagai tempat hidupnya (seperti perifiton) dan sebagai tempat berlindung (shelter) seperti beberapa jenis avertebrata air menjadi terganggu kelangsungan hidupnya (Effendi, 2000). Sedimen-sedimen laut mewakili kandungan utama material yang terdapat di dalam air laut. Chester (1990) membedakan sedimen laut menjadi dua, yaitu nearshore sediments dan deep-sea sediments. Nearshore sediments memiliki kandungan kimia, fisika, dan biologi yang sangat bervarisai dibandingkan dengan kandungan pada deep-sea sediments. Hal tersebut dikarenakan keberadaanya yang sangat dipengaruhi oleh masukan-masukan yang berasal dari daratan. Pengaruh lingkungan yang terkandung pada nearshore sediments berasal dari estuari, teluk, lagun, delta, dan daerah pasang surut. Deep-sea sediments terkandung di dalam air pada kedalaman > 500 meter. Sifat deep-sea sediments yang jauh dari daratan, sangat reaktif antara partikel yang terdapat di dalamnya
dengan komponen terlarut yang terdapat di kolom perairan, dan adanya biomassa khusus yang menjadikan lingkungan di laut dalam menjadi unik di planet, sehingga deep-sea sediments menutupi lebih dari 50% permukaan bumi, yang sangat berbeda karakteristik dengan sedimen yang ditemukan di daerah dekat dengan daratan. Karakteristik yang sangat membedakan pada sedimen laut dalam dengan sedimen yang terdapat di daerah nearshore adalah ukuran partikel dan tingkat akumulasi pada komponen-komponen yang dimiliki yang berasal dari daratan. Garrison (2006) membagi sedimen berdasarkan asal mereka yaitu : 1) Sedimen Terriganeous Jenis sedimen ini berasal dari erosi yang berasal dari benua atau pulau, letusan gunung berapi dan segumpalan debu. Sedimen ini lebih dikenal dengan batuan yang berasal dari gunung berapi seperti granit yang bersumber dari tanah liat dan batuan kwarsa yang menjadi dua komposisi penyusun sedimen terrigenous. 2) Sedimen Lithogenous Sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Ini diakibatkan karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti adanya pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara terus-menerus. Partikelpartikel ini diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai lautan, partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk lebih tenggelam dan menetap dari yang berukuran kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah dihitung, dimana jenis partikel pasir hanya membutuhkan waktu kira-kira 1,8 hari untuk tenggelam dan menetap di atas lapisan dasar laut yang mempunyai kedalaman 4000 meter, sedangkan jenis
partikel lumpur yang berukuran lebih kecil membutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis partikel tanah liat membutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada kedalaman kolom air yang sama. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung untuk mengumpul di daerah pantai (Hutabarat dan Stewart, 2000). 3) Sedimen Biogenous Sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup. Jenis sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous dan siliceous ooze. Material calcareous dan siliceous pada waktu itu di extrak dari laut dengan aktivitas normal dari tanaman dan hewan untuk membangun rangka dan cangkang. Kebanyakan organisme yang menghasilkan sedimen biogenous mengapung bebas di perairan seperti plankton. Sedimen biogenous paling berlimpah dimana cukup nutrien yang mendorong produktivitas biologi yang tinggi, selalu terjadi pada dekat wilayah continental margin dan area upwelling. Thurman dan Alan (2004) disebutkan bahwa dua campuran kimiawi yang paling umum terdapat dalam sedimen biogenous adalah calcium carbonat (CaCO3, dimana tersusun dari mineral calcite) dan silica (SiO2). Seringkali silica secara kimiawi dikombinasikan dengan air untuk menghasilkan SiO2.nH2O 4) Sedimen Hydrogenous Sedimen hydrogenous terdiri dari mineral yang mempercepat proses presipitasi dari laut. Jenis partikel ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Reaksi kimia yang terjadi disini bersifat sangat lambat, dimana untuk membentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu selama berjuta tahun-tahun dan proses ini kemudian akan terhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam
sedimen. Di pusat perputaran, jauh dari benua, partikel sedimen terakumulasi sangat lambat. 5) Sedimen Cosmogenous Sedimen ini bersumber dari wilayah extraterrestrial dan yang paling sedikit kelimpahannya. Sedimen cosmogenous terdiri dari dua jenis utama : microscopis spherules, dan peninggalan meteor makroskopik. Diperkirakan 30.000 ton per tahun debu masuk ke samudera dan kebanyakan diperoleh dari meteor yang terbakar habis atmosfer. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan gelombang. Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai. Menurut Nybakken (1992) substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, subtrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu. Substrat lumpur, merupakan ciri dari estuaria dan rawa asin. Perbedaan utama dengan wilayah pesisir dengan substrat berpasir adalah pantai berlumpur tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Oleh karena itu, daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini.
Nybakken (1992) menyatakan bahwa keberadaan lumpur di dasar perairan sangat dipengaruhi oleh banyaknya partikel tersuspensi yang dibawa oleh air tawar dan air laut serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggumpalan, pengendapan bahan tersuspensi tersebut, seperti arus dari laut. Odum (1971) menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung mempengaruhi substrat dasar perairan. Nybakken (1992) menyatakan bahwa perairan yang arusnya kuat akan banyak ditemukan substrat berpasir. Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun kadang-kadang dijumpai populasi diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir seluruh materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut (DOM) atau partikel (POM). Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1-10 cm) yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro (berukuran 0,1 – 1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi (Ardi, 2002). Daerah pesisir dengan substrat berbatu merupakan daerah yang paling padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Komunitas biota di daerah pantai berbatu jauh lebih kompleks dari daerah lain karena bervariasinya relung (niche) ekologis yang disediakan oleh genangan air, celah-celah dan permukaan batu serta hubungan
yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu dan faktor lainnya (Ardi, 2002). Substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus, gelombang, dan juga kelandaian (slope) pantai. Pada daerah pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, substrat cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah. Sedangkan pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat cenderung berpasir sampai berbatu. Daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindung dari aktivitas
gelombang
laut
terbuka.
Pantai
berlumpur
cenderung
untuk
mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan yang potensial bagi bentos pantai ini. Substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, kebanyakan bentos pada pantai berpasir mengubur diri dalam substrat. Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan partikel substrat (Ardi, 2002). Sedimen dapat digolongkan seperti menjadi empat jenis, yaitu batu (stone), pasir (sand), lumpur (silt), dan lempung (clay). Setiap jenis sedimen tersebut digolongkan kembali berdasarkan ukuran besar butir partikel. Berdasarkan ukuran/besar butir partikel, maka sedimen dapat digolongkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran besar butir untuk sedimen menurut skala Wentworth (Wibisono, 2005) Nama Partikel Ukuran (mm) Batu (stone) Bongkah (Boulder) >256 Krakal (Coble) 64-256 Kerikil (Peble) 4-64 Butiran (Granule) 2-4 Pasir (sand)
Lumpur (silt)
Lempung (clay)
Pasir sangat kasar (v.coarse sand) Pasir kasar (coarse sand) Pasir sedang (medium sand) Pasir halus (fine sand) Pasir sangat halus (very fine sand)
1-2 ½-1 ¼-½ ⅛-¼ -
Lumpur kasar (coarse silt)
-
Lumpur sedang (medium silt)
-
Lumpur halus (fine silt)
-
Lumpur sangat halus (v. fine silt)
-
Lempung kasar (coarse clay)
-
Lempung sedang (menium clay)
-
Lempung halus (fine clay)
-
Lempung sangat halus (v. fine clay)
-
2.3. Acoustic Backscattering Volume Strength (SV) Metode-metode akustik untuk mengetahui nilai SV dan biomassa telah banyak diketahui, namun teknik tersebut tidak dapat meminimalisasi kesalahan dalam mengkalibrasi beberapa parameter pada sebuah sistem echo sounding. Nilai SV yang diperoleh dapat dikonversi dengan akurasi yang baik untuk mengetahui kepadatan biomassa ikan dengan menggunakan nilai target strength (TS) (DO, 1986).
SV adalah rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok target, dimana target berada pada suatu volume air tertentu (1m³) yang diukur pada jarak 1 meter dari target yang bersangkutan dengan intensitas suara yang mengenai target. SV ini memiliki pengertian yang sama dengan target strength, hanya TS untuk target tunggal, sedangkan SV untuk kelompok ikan ( Syafitra, 2006). Nainggolan (1993) in Syafitra (2006) menyatakan beberapa asumsi yang digunakan dalam SV antara lain : 1. Ikan bersifat homogen dan terdistribusi merata dalam volume perairan; 2. Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium (hanya ada spreading loss saja); 3. Densitas ikan yang cukup dalam satuan volume; 4. Tidak ada multiple scattering. 2.4.
Klasifikasi Dasar Perairan Klasifikasi tipe substrat dasar perairan biasanya dianalisis dari echogram.
Klasifikasi dengan tipe substrat dasar perairan dapat menggunakan program pengolahan data yang dapat menunjukkan kedalaman dan dengan kekuatan relatif sinyal akustik dari dasar perairan yang dapat diindikasikan dengan perbedaan warna (Pujiyati, 2008). Menurut Chivers (1990) in Collins dan McConnaughey (1996) bahwa pantulan dasar perairan menandakan kekerasan dan kekasaran dasar perairan dan dengan mengestimasi nilai kekasaran (first bottom echo) dan kekerasan (second bottom echo) maka akan dapat mengklasifikasikan tipe dasar perairan.
Bagian yang menandakan first bottom echo (E1) disebabkan oleh pantulan pertama sebuah permukaan yang tegak lurus dengan sumbu transduser. Sinyal echo pada E1 sangat sensitif terhadap pitch and roll kapal dan transduser (Burczynski, 2002). Energi pantulan pada second bottom (E2) dihasilkan oleh pantulan ganda dari dasar perairan dan pantulan tunggal dari permukaan. Pada dasar perairan yang kasar, pantulan tersebut akan berelasi secara langsung dengan sifat kekerasan pada dasar perairan. Jika dasar perairannya adalah kasar, kemudian kekasaran akan berkurang pada second bottom echo (Burczynski, 2002). Prinsip sederhana dalam pembentukan E1 dan E2 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
← (KEKASARAN)
← (KEKERASAN)
Gambar 1. Pembentukan Pada E1 dan E2 Dasar Perairan. Sumber : Siwabessy, 2000 Penggolongan dasar perairan tentunya akan selalu berkaitan dengan bagaimana cara menentukan fraksi sedimen dari dasar perairan. Perbandingan nilai E1 dan E2 dalam metode akustik tentunya akan memberikan gambaran yang
jelas dari dasar perairan. E1 (kekasaran) dan E2 (kekerasan) akan merepresentasikan partikel dasar perairan (Allo, 2008). Dasar perairan yang kasar merupakan variabel yang penting untuk mempertimbangkan intensitas backscatter akustik yang memiliki frekuensi tinggi dan telah dibuktikan oleh sejumlah peneliti seperti yang dilakukan oleh Stewart et al., (1994); Richardson et al., (2001) in Ferrini dan Flood (2006). Dampak dari kekasaran pada intensitas backscatter berbeda tergantung dari tipe, besarnya dan orientasi kasar, juga frekuensi dari sinyal akustik (Ferrini dan Flood, 2006). Klasifikasi dasar perairan dapat juga dilihat dalam variabel yang secara signifikan mempengaruhi intensitas backscatter, dimana backscatter dasar perairan sangat tergantung pada frekuensi dan resolusi akustik dari sinyal suara serta memiliki hubungan dengan panjang pulsa dan lebar beam yang kemudian berinteraksi dengan dasar perairan. Penyebaran berdasarkan kekasaran pada dasar perairan, dipengaruhi oleh frekuensi suara tinggi sedangkan penyebaran partikel dibawah sedimen-permukaan air lebih sesuai dengan frekuensi rendah dimana sinyal akustik menembus lebih dalam ke sedimen (Jackson et al., 1986 in Ferrini dan Flood, 2006). Sinyal Frekuensi dari suara dan besarnya partikel sangat sensitif terhadap kekasaran, dimana dengan frekuensi yang lebih tinggi dan partikel yang lebih kecil lebih sensitif terhadap kekasaran (Urick, 1983). Informasi mengenai tipe dasar, sedimen, dan vegetasi dasar perairan dapat dikodekan dengan sinyal echo. Sinyal echo tersebut dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan data GPS. Sinyal echo yang mengkodekan mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan pada suatu data digital. Verifikasi hasil dapat dilakukan dengan melakukan sampling fisik dasar perairan melalui penyelaman
atau dengan kamera bawah air yang harus direkam sebagai data akustik yang diperoleh. Pada saat verifikasi pertama, hasil harus disimpan agar tipe dasar perairan yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan yang sudah diketahui dan dapat melakukan verifikasi data (Burczynski, 2002). Perbedaan tipe dasar perairan dapat didiskriminasi dengan mengekstrak data pada kekasaran dasar sehingga dapat dibuat topografi dan kekerasan dasar untuk mengetahui tipe substrat misalnya batu, pasir, lumpur dan lain-lain. Kekasaran (roughness) dan kekerasan (hardness) suatu dasar perairan dapat dilihat berdasarkan sinyal yang dipantulkan. Kekasaran (roughness) dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan pertama dan kekerasan (hardness) dasar perairan diestimasi dari integrasi pada pantulan kedua (Caruthers dan Fisher, 2002). Tipe dasar perairan yang diidentifikasi dengan menggunakan hardness/roughness dengan menggunakan sistem ECHOplus dual-chanel yang dapat digunakan dari frekuensi 20 kHz sampai 230 kHz, dimana data yang ada berasal dari dua frekuensi yang berbeda yaitu frekuensi 20kHz dan 30 kHz dapat dilihat pada Gambar 2. Verifikasi hasil akan menjadi valid hanya untuk sistem akustik spesifik yang digunakan untuk proses verifikasi. Metode-metode dalam mengklasifikasikan dasar perairan diimplementasikan dalam Biosonics Bottom Classifier VBT (Burczynski, 2002) . Kloser et al. (2001) dan Schlaignet (1993) mengamati klasifikasi dasar laut dari frekuensi akustik.
Gambar 2. Klasifikasi Dasar Perairan dalam Bentuk Kekasaran/Kekerasan. Sumber : Caruthers dan Fisher, 2002 Dasar perairan yang memiliki ciri-ciri yang sama, perbedaan indeks kekasaran diamati berdasarkan perbedaan dua frekuensi yang mereka gunakan. Selanjutnya Schlaignet (1993) menemukan bahwa perbedaan timbul dari frekuensi 40 dan 208 kHz yang disebabkan oleh perbedaan penetrasi dasar laut berdasarkan frekuensi kedalaman pada berbagai tipe dasar perairan. Tipe partikel dasar perairan berdasarkan pantulan E1 (Roughness) dan E2 (Hardness) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 . Tipe partikel dasar perairan berdasarkan pantulan E1 dan E2. Sumber : Clarke dan Hamilton, 1999
2.5. SIMRAD EY-60 SIMRAD EY-60 scientific echosounder split beam yang secara spesifik dirancang untuk digunakan di sungai dan di danau. SIMRAD EY-60 scientific echosounder split beam mudah dibawa dan diangkut, serta dihubungkan dengan transceiver (GPT), note book/laptop, dan GPS, serta hanya berkoneksi dengan power source dan transduser (www.simrad.com). Pemantulan dari sidelobes pada sistem SIMRAD EY-60 scientific echosounder berasal dari permukaan dan dasar perairan. Rancangan seri transduser yang baru pada SIMRAD EY-60 scientific echosounder (70, 120, 200, 400 kHz) yang secara khusus sangat menguntungkan pemakaiannya pada lingkungan perairan yang dangkal (www.simrad.com). SIMRAD EY-60 scientific echosounder memiliki echogram yang memberikan informasi untuk menganalisis biomassa dan target strength, informasi mengenai sekelompok atau satu jenis ikan yang berada pada dasar perairan, informasi mengenai distribusi ikan, informasi mengenai posisi satu jenis ikan dan pergerakannya di dalam beam, serta informasi umum lainnya seperti penggunaan frekuensi, durasi pulsa, power yang dihasilkan, nilai integrator, pengaturan lapisan yang digunakan dalam analisis, dan threshold (www.simrad.com). 2.6. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kepulauan Pari dan adalah suatu wilayah yang secara geomorfologi dibentuk oleh proses-proses marin pada batuan induk sedimen dan batu gamping koral. Secara geografis Kepulauan Pari terletak antara 05° 50′ hingga 05° 52′
Lintang Selatan dan 106° 34′ sampai 106° 38’ Bujur Timur. Daerah ini terletak di Laut Jawa, tepatnya di sebelah Utara DKI Jakarta dan Tangerang. Secara administrasi Kepulauan Pari termasuk Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta (Wikanti, 2004). Unit gugusan Kepulauan Pari terdiri atas 6 pulau kecil yaitu Pulau-pulau Pari, Burung, Kongsi Timur, Kongsi Tengah, Kongsi Barat, dan Tikus. Gugusan pulau-pulau ini menjadi satu kesatuan oleh adanya pertumbuhan terumbu karang. Dalam kesatuan kepulauan ini, terumbu karang membentuk lagun di tengahnya sehingga kepulauan ini dapat dikatakan sebagai Pulau Atol dalam bentuk mini. Pulau Atol (Atolls), adalah pulau (pulau karang) yang berbentuk cincin. Pada umumnya pulau atol ini adalah pulau vulkanik yang ditumbuhi oleh terumbu karang membentuk fringing reef, kemudian berubah menjadi barrier reef, dan akhirnya berubah menjadi pulau atol. Proses pembentukan tersebut disebabkan oleh adanya gerakan ke bawah (subsidence) dari dari pulau vulkanik semula, dan oleh pertumbuhan vertikal dari terumbu karang (Wikanti, 2004).
3. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan berupa data akustik dan sedimen dilakukan pada tanggal 18 sampai 19 Nopember 2008 di perairan Kepulauan Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Letak geografis lokasi penelitian berada pada 05° 50′ LS hingga 05° 53′ LS dan 106° 34′ BT sampai 106° 38’ BT. Lokasi berada pada perairan yang relatif dangkal yaitu dengan kedalaman berkisar 20-91 meter. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil enam titik sampel sedimen dan merupakan salah satu rangkaian kegiatan proyek Balai Riset Perikanan Laut (BRPL)-Jakarta dalam memperoleh data oseanografi di Kepulauan Pari. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Proses pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan Kapal Baruna milik nelayan setempat (5 GT) dan menggunakan desain survei jalur/track berpola zigzag atau systematic triangular transec. Profil lintasan ini diperoleh dengan menggabungkan semua file echogram hasil deteksi hidroakustik yang dilakukan dan kemudian ditampilkan dengan menggunakan software Echoview 4,0 melalui menu cruise track. Pengolahan data dilakukan dilakukan di Laboratorium Akustik, BRPL dan analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi, BRPL-Jakarta.
-5.83
Legenda
Lintang Selatan (derajat)
-5.84
-5.85
Laut
Stasiun 5 Stasiun 6
-5.86
Stasiun 1 P.Kongsi Tengah P.Kongsi Barat P.Tikus
P.Tengah
P.Kongsi Timur
Track Kapal
P.Pari
Stasiun Grab
Stasiun 4
Inset
P.Burung -5.87
Stasiun 2 Stasiun 3 -5.88
-5.89 106.57
106.58
106.59
106.6
106.61
106.62
106.63
106.64
106.65
Bujur Timur (derajat) 0 km
11.12 km
22.24 km
33.36 km
106.66
Oleh: Santi Oktavia C54050535
44.48 km
Gambar 4. Lokasi Penelitian
3.2. Alat dan Bahan Penelitian Pengambilan data hidroakustik di lapangan menggunakan perangkat SIMRAD EY- 60 scientific echosounder system dengan frekuensi sebesar 120 kHz (Lampiran 1). Selain itu juga menggunakan GPS (Garmin) (Lampiran 2) untuk menentukan posisi lintang dan bujur serta laptop untuk pemrosesan dan penyimpanan data akustik. Kapal yang digunakan dalam penelitian sebagai tempat pemasangan alat akustik adalah kapal nelayan Pulau Pari (5 GT) (Lampiran 3). Pengambilan contoh sedimen dasar laut menggunakan Van veen grab (Lampiran 4), kantong plastik sebagai tempat sedimen yang diambil, dan alat-alat tulis. Alat yang digunakan di laboratorium yaitu ayakan sedimen bertingkat dengan menggunakan tujuh fraksi (0.053µm-1mm), timbangan digital untuk mengukur berat fraksi-fraksi sedimen, oven untuk mengeringkan contoh sedimen, serta cawan dan kertas saring (11,5cm x 11,5 cm) yang digunakan untuk wadah sedimen saat ditimbang. Alat yang digunakan untuk pemrosesan pengolahan data pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Perangkat Keras (Hardware) Laptop
SIMRAD EY-60
Perangkat Lunak (Software) Echoview 4 Golden Sofware Surfer 8.0 Microsoft Office 2007 Arcview GIS 3.2 Simrad ER-60
3.3. Pengambilan Data Akustik Pengambilan data akustik dalam penelitian ini menggunakan peralatan hidroakustik echosounder SIMRAD EY-60. Transduser dipasang di bagian sisi kiri luar kapal pada kedalaman 1 meter dari permukaan air laut. Transduser EY60 yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis beam terbagi (split beam) dengan frekuensi 120 kHz, lebar beam 7°, pulse duration 0,256 mdt, dan transmit power 50 watt. Data hidroakustik yang diperoleh dalam bentuk tiga file yaitu dengan extension raw, idx, dan bot. Proses perekaman data akustik yaitu dengan proses sounding saat di lapangan dilakukan pada setiap titik stasiun. Data yang diperoleh disimpan dalam format raw data di hard disc dan kemudian dicatat posisi pengambilannya. 3.4. Pengambilan Contoh Sedimen Pengambilan contoh sedimen dasar laut saat di lapangan dilakukan sebagai data in situ yang diperoleh dengan menggunakan Van veen grab dengan luas bukaan sebesar 20 x 20 cm2. Setelah contoh sedimen diambil dengan menggunakan grab maka langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi keterangan nama stasiun grab dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode ayakan bertingkat untuk mengetahui jenis substrat serta ukuran fraksi-fraksi sedimen tiap stasiun. 3.5. Analisis Data 3.5.1. Analisis Data Akustik Data akustik yang berasal dari proses perekaman, diolah dan dianalisa dengan menggunakan program Echoview 4.0 dengan ketebalan 0,20 m dan 0,40 m. Perbedaan ini dikarenakan besarnya ½ pulse length (cτ/2) adalah 0,20 m dan
ukuran grab 20x20 cm. Ketebalan integrasi 0,40 m diambil berdasarkan nilai 1 pulse length (cτ/2) . Diagram alir proses pengolahan dan analisis data akustik dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini:
Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan dan Analisis Data Akustik Data akustik yang terekam dalam bentuk raw data dapat diolah dan dianalisis dalam program Echoview 4.0. Data tersebut dapat dilakukan proses integrasi dengan mengatur variable properties di dalam menu echogram. Variabel-variabel yang diamati kemudian dimasukkan nilai-nilainya sesuai dengan pengamatan. Integrasi hambur balik pertama (E1) pada echogram yang
menggambarkan kekasaran dasar laut (Lampiran 5) dapat dilakukan dengan mengatur display pada echogram menggunakan color display minimum sebesar 50,00 dB dan maksimum 0 dB, dengan range sebesar 50,00. Pada integrasi hambur balik kedua (E2) pada echogram yang menggambarkan kekerasan dasar laut menggunakan color display minimum sebesar -70,00 dB dan maksimum sebesar 0 dB, dengan range sebesar 70 dB. Pembagian jumlah ping pada menu grid sebesar 100 ping dengan range grid sebesar 50,00 m. Pembentukan garis untuk E2 (Lampiran 5) dibuat dengan menggunakan new virtual line yang dibuat secara manual dengan mengikuti kontur dasar perairan. Integrasi pada E1 dan E2 adalah sebesar 0,20 m dan 0,40 m. Pembentukan garis dibuat melalui new line yang akan membentuk line 1 yang merupakan garis dasar perairan, kemudian dibentuk garis kedua yang jaraknya 0,20 m (line 2) dari garis pertama yaitu ke arah dalam dasar perairan serta garis ketiga (line 3) yang jaraknya 0,40 m dari garis pertama. Hal tersebut juga dilakukan pada pembentukan garis integrasi pada E2, tetapi pembuatan garis pertama dibuat dengan cara manual mengikuti kontur dasar perairan dan demikian juga dalam pembentukan garis kedua dan ketiga sebesar 0,20 m dan 0,40 m ke arah dalam dasar perairan. Garis integrasi pada E1 dan E2 yang telah terbentuk kemudian disimpan dan nilai-nilainya dapat diekstrak dengan menggunakan dongle. Nilainilai hasil integrasi, seperti SV maksimum (dB), kedalaman rata-rata (m), lintang, dan bujur digunakan untuk diolah dan dianalisis, serta kemudian ditabulasikan ke dalam Microsoft excel. Nilai integrasi pada E1 untuk seluruh perairan akan dipetakan untuk mendapatkan gambaran sebaran E1 di seluruh perairan yang
terdeteksi. Selanjutnya nilai E1 pada integrasi 0,20 m dan 0,40 m akan dibandingkan untuk mendapatkan informasi kondisi substrat yang terintegrasi. 3.5.2. Analisis Sedimen Analisis sedimen untuk mengetahui besar butiran fraksi sedimen diklasifikasikan dengan menggunakan metode ayakan bertingkat (Lampiran 6) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Sedimen yang diambil dari lapangan diambil 50 gram (berat basah sedimen) dan diletakkan diatas cawan yang sebelumnya telah ditimbang. 2. Sedimen tersebut ditimbang sebanyak dua kali dalam dua cawan yang berbeda, dimana sedimen pada cawan pertama akan disaring dengan saringan bertingkat yang kemudian hasil dari setiap saringan di keringkan dalam oven. Sedangkan sedimen pada cawan yang lainnya langsung dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan. Jadi setiap stasiun pengamatan mempunyai dua sampel sedimen. 3. Berat basah total adalah berat cawan ditambah dengan berat basah sedimen. 4. Saringan bertingkat yang digunakan terdiri dari tujuh saringan dengan ukuran 1mm; 0,80mm; 0,50mm; 0,25mm; 0,15mm; 0,075mm; dan 0,053µm. 5. Setelah sedimen pada cawan pertama disaring, maka hasil dari setiap fraksi saringan diletakkan di atas cawan yang telah dilapisi dengan kertas saring yang berukuran 11,5cm x 11,5cm dan berat kertas saring sebesar 0,7696 gr. 6. Sedimen yang telah disaring maupun yang tidak disaring kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan. Suhu yang digunakan sebesar 100°C. Sedimen dikeringkan di dalam oven selama ±24 jam.
7. Sedimen yang telah dikeringkan kemudian ditimbang lagi untuk mengetahui berat keringnya. Berat kering butir fraksi sedimen hasil saringan yang selanjutnya digunakan untuk dianalisis jenis substratnya. Ukuran butiran ditentukan dari besarnya pori ayakan, dimana dalam pengukuran ini dibagi menjadi sepuluh fraksi. Kesepuluh fraksi butiran tersebut disajikan pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Ukuran butiran dan fraksi sedimen dalam pengukuran sifat fisik sedimen Fraksi Sedimen Kerakal Kerikil
Pasir Lanau Lempung
Ukuran Butiran (mm) 8-16 4-8 2-4 1-2 0,5-1 0,25-0,5 0,125-0,25 0,065-0,125 0,004-0,063 <0.004
3.5.3. Analisis Batimetri Profil batimetri yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data lintang, bujur, dan kedalaman yang dimiliki setiap file sepanjang lintasan penelitian. Berdasarkan data-data tersebut dapat dianalisis dan dideskripsikan mengenai profil batimetri sepanjang lintasan penelitian. 3.5.4. Analisis Statistika Statistika parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif pada perbedaan data E1 dan E2 di stasiun grab dan perbedaan data E1 di seluruh file sepanjang lintasan penelitian pada masing-masing integrasi menggunakan
t-test. Pengujian dilakukan dengan uji dua pihak (two tail test). Rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut: ............... (1)
Dimana: t
= Nilai t yang dihitung, selanjutnya disebut t hitung = Rata-rata x = Nilai yang dihipotesakan
s
= Simpangan Baku
n
= Jumlah anggota sampel
Hipotesis dalam pengujian data terdiri dari hipotesis nol (H0) berbunyi “sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “tidak sama dengan” (H0 =; H1≠), dimana pada analisis data jika t-tabel > t-hitung maka H0 ditolak yang artinya berbeda nyata, dan jika t-tabel < t-hitung maka H0 diterima yang artinya tidak berbeda nyata (Sugiyono, 2006).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Batimetri Perairan Kepulauan Pari Hasil yang didapat dari pengolahan data kedalaman sepanjang track survei diketahui bahwa kedalaman minimum yang terdapat pada data hasil rekaman echogram adalah 24,99 meter yang terletak pada posisi 5°50’48.12” LS dan 106°35’47” BT dan kedalaman maksimum 90,19 meter yang terletak pada 5°50’22.2” LS dan 106°35’31.9” BT. Berdasarkan pengamatan pada wilayah survei, diperoleh gambaran mengenai Perairan Kepulauan Pari yang memiliki bentuk dasar perairan relative tidak merata dan pada posisi-posisi tertentu terdapat kedalaman yang sangat signifikan perbedaannya dan menyebabkan pola batimetri yang terbentuk menjadi curam yaitu pada posisi yang semakin jauh dari daratan dengan kisaran kedalaman 60-92 meter. Gambaran mengenai batimetri perairan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan gambar peta batimetri tersebut juga dapat dilihat terdapat kontur yang menonjol dimana letaknya dekat dengan daratan. Pada posisi 5°51’6,12’ LS-5°51’7,13” LS dan 106°36’24,1” BT-106°36’25,2” BT terdapat strata kedalaman yang hampir sama dimana kedalamannya rata-rata berkisar antara 29-30 meter, tetapi pada posisi 5°51’6,3” LS dan 106°36’24,1” BT kedalaman menjadi berubah hingga mencapai 75 meter dan kembali lagi dengan kedalaman 29 meter, sehingga menyebabkan kontur perairan menjadi menonjol. Batimetri perairan sepanjang lintasan memiliki kedalaman yang bervariasi dengan kisaran 24 meter hingga 90 meter.
4.2. Substrat Dasar Perairan Berdasarkan hasil analisis sedimen yang diambil saat penelitian dapat diketahui bahwa jenis sedimen pada stasiun pengamatan adalah pasir, baik itu yang terdapat pada Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4, Stasiun 5, dan Stasiun 6. Pada Stasiun 1, sedimen yang diketahui adalah sedimen pasir berlumpur yang berbeda dengan stasiun-stasiun lainnya. Hasil analisis sedimen dari setiap stasiun dapat dilihat dari Tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Persentase Berat Fraksi Sedimen dan Tipe Substrat Persentase Berat Fraksi Sedimen
Stasiun
Tipe Substrat Pasir
Lumpur
1
86,39
13,61
Pasir Berlumpur
2
96,95
3,05
Pasir Sangat Halus
3
96,11
3,89
Pasir Sangat Halus
4
93,17
6,83
Pasir Sangat Halus
5
96,62
3,38
Pasir Sangat Halus
6
97,05
2,95
Pasir Sangat Halus
Hasil analisis sedimen pada stasiun pengamatan menunjukkan bahwa ukuran butiran pasir rata-rata berkisar antara 0,065mm-2mm dan beragam yang dihitung dari bobot kering contoh pada tiap fraksi. Sedimen yang ditemukan pada lokasi penelitian juga ada yang mengandung pecahan karang dan cangkang kerang. Lokasi dari 6 stasiun grab bila di petakan maka akan diperoleh Gambar 6.
-5.83
Legenda
-5.84
Lintang Selatan (derajat)
Pasir sangat halus
-5.85
Pasir sangat halus
-5.86
Laut
Stasiun 5 Pasir berlumpur
Stasiun 6
Stasiun 1 P.Kongsi Tengah P.Kongsi Barat P.Tikus
P.Tengah
P.Kongsi Timur P.Pari
Track Kapal Pasir sangat halus
Stasiun Grab
Stasiun 4
Inset
P.Burung -5.87
Stasiun 2 Pasir sangat halus
Stasiun 3
-5.88
-5.89 106.57
Pasir sangat halus
106.58
106.59
106.6
106.61
106.62
106.63
106.64
106.65
Bujur Timur (derajat) 0 km
11.12 km
22.24 km
33.36 km
106.66
Oleh: Santi Oktavia C54050535
44.48 km
Gambar 6. Lokasi Pada 6 Stasiun Grab
Berdasarkan hasil analisis bobot kering sedimen diketahui bahwa lima stasiun yaitu Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4, dan Stasiun 5 ukuran partikel fraksi pasirnya secara dominan termasuk ke dalam pasir sangat halus (very fine sand) dengan ukuran partikel 0,065 mm-0,125 mm dan mengandung sedikit lumpur sangat halus (very fine silt ) dengan ukuran parikel lumpurnya sebesar 0,004 mm-0,063mm. Berbeda dengan Stasiun 6 bahwa hasil analisis berat kering sedimen diketahui bahwa secara dominan ukuran partikel butir pasirnya termasuk ke dalam pasir halus dengan ukuran partikel sebesar 0,125 mm-0,25 mm dan lumpur sangat halus. Pada Stasiun 6 dapat diketahui bahwa memiliki persentase fraksi pasir sangat halus terbesar daripada stasiun pengamatan lainnya yaitu sebesar 97,05%, dengan posisi stasiun pada 5°54’5,04” LS dan 106°51’15,10” BT. Selain itu, Stasiun 6 juga memiliki nilai persentase fraksi lumpur yang paling kecil daripada kelima stasiun pengamatan lainnya yaitu sebesar 2,95%. Pasir memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran partikel pada lumpur ataupun lempung, sehingga siap terurai dan dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun partikel mudah lepas dan terjadi erosi (Wibisono, 2005). Besar persentase berat sedimen pada kelima stasiun pengamatan lainnya yang bersubstrat pasir sangat halus nilainya tidak berbeda jauh satu sama lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa Stasiun 6, Stasiun 2, Stasiun 3, Stasiun 4, dan Stasiun 5 memiliki sedimen dengan partikel yang seragam berkumpul menjadi satu kesatuan akibat pengaruh energi ombak dan arus bila dibandingkan Stasiun 1 yang bersubstrat pasir berlumpur. Distribusi fraksi pasir sangat dipengaruhi oleh energi ombak dan arus.
Persentase fraksi pasir yang terendah dimiliki oleh Stasiun 1 dengan nilai sebesar 86,39%, tetapi memiliki persentase fraksi lumpur terbesar bila dibandingkan dengan nilai pada stasiun pengamatan lainnya yaitu sebesar 13,61%. Hal ini yang menandakan bahwa substrat dasar perairan yang terdapat pada Stasiun 1 dengan posisi 5°52’41,88” LS dan 106°42’39,9” BT adalah pasir berlumpur. 4.3. Hubungan Nilai SV dan Substrat di Setiap Stasiun Grab Hasil pengolahan data hambur balik volume dasar perairan dengan menggunakan program Echoview 4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai hambur balik volum dasar perairan yang berasal dari pantulan pertama (E1) dan pantulan kedua (E2) memiliki nilai yang berbeda, baik itu dengan menggunakan ketebalan integrasi 0,20 m dan 0,40 m. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa nilai SV pada E1 pada umumnya lebih besar daripada nilai SV pada E2, baik itu pada ketebalan integrasi 0,20 m dan 0,40 m. Nilai rata-rata SV- E1 dan E2 pada Stasiun 1 dengan substrat pasir berlumpur pada ketebalan integrasi 0,20 m dan 0,40 m memiliki nilai yang paling kecil bila dibandingkan dengan nilai SV pada stasiun pengamatan lainnya. Hal ini dikarenakan pada Stasiun 1 bersubstrat pasir berlumpur dimana mengandung fraksi lumpur yang lebih besar dibandingkan dengan stasiun pengamatan lainnya dan dasar perairan yang berada pada stasiun ini lebih halus dibandingkan dengan stasiun lainnya yang menyebabkan nilai SV dasar perairan pada E1 dan E2 bernilai lebih kecil dengan lima stasiun pengamatan lainnya. Hasil integrasi nilai-nilai SV dasar perairan pada stasiun grab dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-Rata Nilai SV Dasar Perairan Perairan Pada Stasiun Grab Integrasi 0,20 m E1 (dB)
E2 (dB)
Integrasi 0,40 m E1 (dB)
Stasiun
Substrat
E2 (dB)
-17,30
-34,48
-15,88
-34,48
1
Pasir Berlumpur
-10,39
-27,76
-8,23
-27,67
2
Pasir Sangat Halus
-11,19
-32,92
-9,54
-32,49
3
Pasir Sangat Halus
-15,13
-29,48
-13,39
-29,44
4
Pasir Sangat Halus
-13,29
-25,85
-12,00
-25,77
5
Pasir Sangat Halus
-12,53
-27,93
-10,33
-27,79
6
Pasir Sangat Halus
Nilai-nilai hambur balik volum dasar perairan pada stasiun grab digambarkan berdasarkan nilai rata-rata SV max. Besar nilai SV pada E1 dan E2 digunakan untuk mengetahui tipe substrat perairan yang terdapat pada lintasan penelitian dan dari nilai yang diketahui bahwa substrat perairan berupa pasir sangat halus dan sedikit pasir berlumpur. Pujiyati (2008) mengatakan bahwa nilai hambur balik dasar perairan yang dimiliki oleh karang, pasir, dan lumpur sangat berbeda dan nilai hambur balik tersebut dipengaruhi oleh besarnya butiran partikel dari substrat dasar perairan itu sendiri. Stasiun 1 memiliki nilai SV-E1 dan kedua (E2) paling kecil, baik pada integrasi 0,2 m (E1= -17,3 dB; E2= -34,48 dB) dan 0,4 m (E1= -15,88 dB; E2= 34,48 dB) yang terletak pada posisi 5°51,102’ LS dan 106°36,4’ BT, serta kedalamannya sebesar 30 m. Kedalaman yang dimiliki oleh Stasiun 1 merupakan kedalaman paling rendah dibandingkan dengan kedalaman 5 stasiun grab lainnya. Nilai SV dapat dikaitkan untuk mengetahui jenis substrat dasar perairan. Jenis substrat dasar perairan pada Stasiun 1 adalah pasir berlumpur, sehingga nilai
SV pada Stasiun 1 paling kecil karena mengandung lumpur. Nilai pantulan dasar perairan bersubstrat pasir memiliki nilai lebih besar daripada dasar perairan bersubstrat pasir berlumpur, karena semakin keras dan kasar suatu dasar perairan maka semakin besar nilai SV yang diberikan. Hasil klasifikasi dari nilai SV-E1 baik pada ketebalan integrasi 0,2 m dan 0,4 m diketahui bahwa Stasiun 2 memiliki nilai SV yang terbesar yang benilai -10,39 dB dan -8,29 dB, kemudian diikuti dengan Stasiun 3 dengan nilai -11,19 dB dan -9,54 dB , Stasiun 6 dengan nilai 12,53 dB dan -10,33 dB, Stasiun 5 dengan nilai -13,29 dB dan -12,00 dB, dan Stasiun 4 dengan nilai -15,13 dB dan -13,39 dB. Nilai SV-E2 pada ketebalan integrasi 0,2 m dan 0,4 m diketahui bahwa pada Stasiun 5 memiliki nilai terbesar yaitu -25,85 dB dan -25,77 dB, kemudian diikuti oleh Stasiun 2 dengan nilai 27,76 dB dan -27,67 dB, Stasiun 6 dengan nilai -27,93 dB dan -27,79 dB, Stasiun 4 dengan nilai -29,48 dB dan -29, 94 dB, dan Stasiun 3 dengan nilai -32,92 dB dan -32,49 dB. Nilai SV-E1 dan kedua (E2) dasar perairan pada keenam stasiun grab dapat dilihat bahwa substrat dasar perairan pada Stasiun 1 adalah pasir berlumpur dan lima stasiun grab lainnya adalah bersubstrat pasir. Pujiyati (2008) menyatakan bahwa nilai hambur balik dipengaruhi oleh komposisi partikel dan kemungkinan beberapa faktor lain seperti porositas serta kandungan bahan organik. Berdasarkan nilai SV yang berasal dari 6 stasiun grab dapat dibuat grafik dimana grafik tersebut dapat menyerupai grafik dari Clarke dan Hamilton (1999) yang menggambarkan tipe partikel dasar perairan nilai E1 (Rougness) dan E2 (Hardness). Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 yang memperlihatkan bahwa substrat pasir berlumpur terpisah dengan substrat pasir sangat halus.
Gambar 7. Tipe Partikel Dasar Perairan 6 Stasiun Grab Berdasarkan E1 dan E2 4.4. Sebaran Nilai SV Sepanjang Lintasan Penelitian Sebaran nilai yang dimaksud adalah sebaran nilai SV-E1. Hal ini disebabkan karena terdapat banyak file yang tidak memiliki pantulan E2. Sebaran nilai hambur balik volum dasar perairan (SV) sepanjang lintasan penelitian dapat dilihat dalam dua perbedaan, yaitu pada saat menggunakan ketebalan integrasi 0,20 meter dan 0,40 meter. Gambar 8 dan Gambar 9 memperlihatkan sebaran nilai SV saat integrasi 0,20 m dan 0,40 m pada setiap lintang dan bujur sepanjang lintasan penelitian. Sebaran nilai SV pada setiap integrasi dibagi dalam 11 kelas. Perbedaan dalam setiap selang kelas sebesar 3 dB untuk lebih mempermudah dalam melihat pola sebaran yang dihasilkan. Berdasarkan Gambar 8 dan Gambar 9 dapat diperoleh keterangan bahwa nilai hambur balik volum dasar perairan dengan menggunakan data Sv maksimum pada ketebalan integrasi 0,20 m dan 0,40 m mempunyai selang nilai yang sama, tetapi memiliki jumlah frekuensi yang berbeda pada selang nilai yang sama. Nilai SV pada saat ketebalan integrasi 0,20 meter memiliki nilai maksimum sebesar -
10,36 dB, nilai minimum sebesar -43,33 dB, dan rata-rata sebesar -13,64 dB. Nilai SV pada saat ketebalan integrasi 0,4 meter memiliki nilai maksimum sebesar -10,34 dB, nilai minimum sebesar -43,33 dB, dan rata-rata sebesar -11,69 dB. Adapun perbedaan nilai hambur balik volum dasar perairan di sepanjang lintasan penelitian diduga dipengaruhi oleh berbagai tipe substrat. Pulau Pari berdasarkan hasil analisis citra dengan Citra Landsat ETM+ oleh Wikanti (2004) diketahui bahwa material penyusun lahannya merupakan sedimentasi pasir, sedangkan kelima pulau lainnya adalah karang bercampur dengan pasir. Berdasarkan hasil studi Pujiyati (2008) menyatakan bahwa nilai hambur balik dasar perairan dari pantulan E1 di setiap substrat di Kepulauan Seribu menunjukkan hambur balik dasar perairan dari substrat karang memiliki nilai yang paling besar diikuti hambur balik dari substrat pasir, pasir berliat, pasir berlumpur, dan lumpur berpasir. Data hasil pengukuran berdasarkan studi Purnawan (2009) menyatakan bahwa kisaran nilai bottom backscattering strength dasar laut bersubstrat pasir di gugusan Pulau Pari sebesar -16,35 dB hingga -9,74 dB. Nilai tersebut diperoleh dengan menggunakan dua variabel akustik yang didapatkan dari hasil pengukuran yaitu bottom volume backscattering strength (SVb) dan bottom surface backscattering strength (SSb), dimana keduanya diperoleh dari nilai maksimum SV raw data. Nilai hasil studi Purnawan (2009) tidak jauh berbeda dengan nilai SV pada penelitian ini, yaitu memiliki nilai rata-rata pada integrasi 0,2 m sebesar 13,64 dB, dan nilai rata-rata pada integrasi 0,40 m sebesar –11,69 dB.
-5.83
-5.84
-5.85 P.Kongsi Timur
P.Kongsi Tengah P.Kongsi Barat
P.Pari
P.Tikus
Lintang Selatan (derajat)
-5.86
P.Tengah
P.Burung
-5.87
-5.88
-5.89 106.57
106.58
106.59
106.6
106.61
106.62
106.63
106.64
106.65
106.66
Bujur Timur (derajat) Keterangan :
-43,33 dB s.d -40,33 dB -40,33 dB s.d -37,33 dB
-37,33 dB s.d -34,33 dB -34,33 dB s.d -31,33 dB
-31,33 dB s.d -28,33 dB
-25,33 dB s.d -22,33 dB -22,33 dB s.d -19,33 dB -19,33 dB s.d -16,33 dB -16,33 dB s.d -13,33 dB -13,33 dB s.d -10,33 dB
-28,33 dB s.d -25,33 dB
Gambar 8. Sebaran Nilai Backscattering Volume (Sv) E1 Pada Ketebalan Integrasi 0,2 m
-5.83
-5.84
-5.85 P.Kongsi Timur
P.Kongsi Tengah P.Kongsi Barat
P.Pari
P.Tikus
Lintang Selatan (derajat)
-5.86
P.Tengah
P.Burung
-5.87
-5.88
-5.89 106.57
106.58
106.59
106.6
106.61
106.62
106.63
106.64
106.65
106.66
Bujur Timur (derajat) Keterangan :
-43,33 dB s.d -40,33 dB -40,33 dB s.d -37,33 dB
-37,33 dB s.d -34,33 dB -34,33 dB s.d -31,33 dB
-31,33 dB s.d -28,33 dB
-25,33 dB s.d -22,33 dB -22,33 dB s.d -19,33 dB -19,33 dB s.d -16,33 dB -16,33 dB s.d -13,33 dB -13,33 dB s.d -10,33 dB
-28,33 dB s.d -25,33 dB
Gambar 9. Sebaran Nilai Backscattering Volume (Sv) E1 Pada Ketebalan Integrasi 0.4 m
Pada Tabel 5 disajikan sebaran nilai berupa selang kelas dan frekuensi kemunculan nilai SV pada integrasi 0,20 m dan 0,40 m berdasarkan nilai E1. Hubungan antara antara jumlah frekuensi yang bervariasi dengan besarnya kisaran nilai SV pada integrasi 0,20 m dan 0,40 m juga disajikan pada bentuk grafik, yaitu pada Gambar 10 dan Gambar 11. Sebaran nilai SV pada ketebalan integrasi 0,20 m dan integrasi 0,40 m dapat dilihat dari perbedaan warna yang menandakan pada selang kelas berapa lingkaran berwarna tersebut mendominasi lintasan lintasan penelitian. Nilai SV pada integrasi 0,20 m lebih kecil daripada nilai SV pada integrasi 0,40 m. Peta sebaran nilai SV pada integrasi 0,20 m terlihat bahwa warna lingkaran yang mendominasi adalah warna merah bata yaitu pada selang -16,33 dB sampai -13,33 dB dan dengan rata-rata nilai sebesar -14,81 dB. Sebaran nilai SV pada selang kelas -16,33 dB sampai -13,33 dB terdapat pada posisi dari pantai hingga ke laut dengan frekuensi kemunculan sebesar 331. Berdasarkan hasil yang di dapat nilai SV pada selang -16,33 dB sampai -13,33 menyatakan bahwa substrat pasir mendominasi dasar perairan pada posisi tersebut, dimana distribusi pasir terjadi hingga ke laut yang terbawa oleh arus yang kuat dan pada posisi yang dekat dengan pantai dikarenakan pasir di daerah pantai mudah sekali mengendap. Arus di pantai lebih kecil daripada arus di laut, sehingga pasir yang berukuran megaskopis menyebabkan pasir sangat mudah mengendap di daerah pantai. Sebaran nilai SV memiliki frekuensi minimum pada selang -37,33 dB sampai 34,33 dB dan rata-rata nilai sebesar -35,73 dB, dengan jumlah frekuensi kemunculan sebesar 5.
Berdasarkan hasil integrasi perairan sebesar 0,40 m dapat diketahui bahwa sebaran nilai SV memiliki jumlah maksimum sebesar 386 yaitu pada selang 13,33 dB sampai -10,33 dB dan dengan rata-rata nilai sebesar -11,84 dB. Sebaran nilai SV ini berada pada posisi dari pantai hingga ke laut, yang menandakan bahwa substrat pasir yang terdapat di sepanjang lintasan penelitian tidak hanya mengendap di sekitar pantai, namun adanya arus yang besar mampu membawa distribusi pasir ke laut yang menyebabkan substrat pasir mengendap di laut karena ukurannya yang megaskopis. Sebaran nilai SV memiliki frekuensi minimum pada selang -37,33 dB sampai -34,33 dB dan pada selang -34,33 dB sampai -31,33 dB, dengan frekuensi masing-masing sebesar 5. Rata-rata nilai SV pada selang kelas yang berfrekuensi minimum sebesar -35,73 dB dan -32,87 dB. Secara keseluruhan didapatkan bahwa nilai SV pada E1 menggambarkan kekasaran dasar perairan. Berdasarkan nilai pantulan hamburan balik dasar perairan yang terdapat pada ketebalan integrasi 0,20 meter dan 0,40 meter dapat diketahui bahwa nilai pantulan pada integrasi 0,20 m lebih kecil daripada integrasi 0,40 meter. Hal ini terjadi karena setiap lapisan substrat perairan memiliki kepadatan yang berbeda. Semakin ke dalam dasar perairan maka sedimen akan semakin padat. Pada hasil yang telah diperoleh diduga bahwa pada lapisan 0,20 m memiliki sedimen yang bersifat tidak kompak (uncosolidated) yaitu sedimen yang selalu siap terurai sehingga dengan kekuatan arus yang lemah sekalipun berakibat partikel mudah lepas. Sedimen pada lapisan 0,40 m akan semakin kompak (consolidated) dibandingkan dengan sedimen pada lapisan 0,20 m. Hal ini menjelaskan bahwa nilai SV pada lapisan 0,20 m lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai pantulan pada lapisan 0,40 m. Berdasarkan hasil studi Pujiyati (2008) menunjukkan bahwa pada lapisan-1 nilai
hambur balik dasar perairan sangat kecil dan semakin menuju lapisan-4 nilai hambur balik dasar perairan semakin besar. Tabel 6. Kisaran Nilai SV terhadap Frekuensi Kemunculan
Frekuensi Kemunculan
Selang Kelas Nilai SV (dB)
Integrasi 0,20 m
Integrasi 0,40 m
-43,33 s.d -40,33
7
6
-40,33 s.d -37,33
7
6
-37,33 s.d -34,33
5
5
-34,33 s.d -31,33
7
5
-31,33 s.d -28,33
10
8
-28,33 s.d -25,33
29
11
-25,33 s.d -22,33
73
29
-22,33 s.d -19,33
151
51
-19,33 s.d -16,33
270
172
-16,33 s.d -13,33
331
335
-13,33 s.d -10,33
268
386
Gambar 10. Grafik Kisaran Nilai SV pada E1 dengan Frekuensi Pada Integrasi 0,20 m
Gambar 11. Grafik Kisaran Nilai SV pada E1 dengan Frekuensi Pada Integrasi 0,40 m 4.5. Perbedaan Ketebalan Integrasi Dasar Perairan Perbedaan ketebalan integrasi dasar perairan pada 0,20 m dan 0,40 m sepanjang lintasan penelitian secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan nilai SV-E1. Berdasarkan nilai SV-E1 pada ketebalan integrasi 0,20 m memiliki nilai berbeda nyata daripada SV-E1 pada integrasi 0,40 m. Hal ini dibuktikan hasil dari uji-t pada selang kepercayaan 95%, dimana hasil analisis dari uji-t menunjukkan bahwa t-hitung bernilai 11, 69 > t-tabel bernilai 2,05 yang artinya bahwa H0 ditolak atau data berbeda nyata. Perbedaan nilai SV pada data enam stasiun grab juga menunjukkan adanya perbedaan dengan melakukan uji-t. Hasil analisis uji-t pada enam stasiun grab menunjukkan bahwa hasil integrasi pada ketebalan 0,20 m berbeda nyata dengan hasil integrasi pada ketebalan 0,40 m dengan selang kepercayaan 70%, dimana hasil analisis dari ujit-t menunjukkan bahwa t-hitung bernilai 11, 69 > ttabel bernilai 1,06 yang artinya bahwa H0 ditolak atau data berbeda nyata (Lampiran 8). Hal ini dapat diduga bahwa substrat pada lapisan lebih dalam
bersifat tidak kompak (unconsolidated) bila dibandingkan substrat pada lapisan atas, meskipun memiliki jenis substrat yang sama, selain itu juga dapat dilihat bahwa substrat permukaan lebih beragam sehingga menghasilkan nilai SV yang lebih bervariasi. Perbedaan absorbsi yang berbeda di lapisan atas dan lapisan bawah juga turut mempengaruhi nilai SV. Dimana absorbsi di lapisan atas lebih kecil dibandingkan absorpsi lapisan bawah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa hasil dari enam stasiun grab dimana satu stasiun bersubstrat pasir berlumpur dan lima stasiun lainnya bersubstrat pasir. Nilai SV pertama (E1) dan kedua (E2) pada substrat pasir berlumpur memiliki nilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai SV pada substrat pasir. Nilai SV E1 pada integrasi 0,20 meter lebih kecil dibandingkan dengan nilai SV pada integrasi 0,40 meter.
5.2. Saran Diperlukan data stasiun-stasiun grab yang lebih banyak, sehingga dapat mempresentasikan sebaran sedimen di seluruh perairan Kepulauan Pari.
DAFTAR PUSTAKA Allo,O. A. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY 60 di Perairan Sumur, PandeglangBanten. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi). Ardi, S 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir. Makalah. Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor. www.rudyct.com/PPS702-ipb/07314/aradinov_a.pdf (7 Agustus 2008). Burczynski, J. 2002. Bottom Classification. BioSonics, Inc. www.BioSonics.com (25 Agustus 2008). Caruthers, J. W. dan Fisher, C. A. 2002. Remote Sediment Classification Using Acoustical Techniques. Final Report for Task 5, FY 01. The University of Southern Mississippi. Department of Marine Science. America. Chester, R. 1990. Marine Geochemistry. Department of Earth Sciences, University of Liverpool. London. hal 448. Clarke, P. A. dan Hamilton, L. J. 1999. The ABCS Program for the Analysis of Echo Sounder Returns for Acoustic Bottom Classification. DSTO-GD0215. Aeronautical and Maritime Research Laboratory. DSTO-Department of Defence. Australia. Collins, W. T. dan McConnaughey, R. A. 1996. Acoustic Classification of the Sea Floor to Address Essential Fish Habitat and Marine Protected Area Requirements. Quester Tangent Corporation. Sidney, British Columbia. DO. 1986. Minimising errors in estimating fish population and biomass densities using the 'acoustic volume backscattering strength' method. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research, 1987, Vol. 21: 99-108. http://www.rsnz.org (27 Agustus 2008). Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. FPIK, IPB, Bogor. Ferrini, V. L. dan Flood, R. D. 2006. The Effects of Fine-Scale Surface Roughness and Grain Size on 300 kHz Multibeam Backscatter Intensity in Sandy Marine Sedimentary Environments. Journal of Marine Geology, 2006, Vol. 228: 153– 172. Garrison, T. 2006. Essentials of Oceanography. 4th edition. Thomson Learning, Inc. USA.
Hutabarat, S. dan M. E. Stewart. 2000. Pengantar Oseanografi. IU-Press. Jakarta. Kloser, R. J., N. J. Bax, T. Ryan, A. Williams dan B. A. Baker. 2001. Remote sensing of seabed types in the Australian South East Fishery – development and application of normal incident acoustic techniques and associated ground truthing. Journal of Marine and Freshwater Research 552: 475-489. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Odum, E. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada Iniversity Press. Yogyakarta. Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik untuk Pendugaan Klasifikasi Tipe Substrat Dasar Perairan dan Hubungannya dengan Komunitas Ikan Demersal. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. (Disertasi). Purnawan, S. 2009. Analisis model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. (Tesis). Schlagintweit, G. E. O. 1993. Real-time acoustic bottom classification: a field evaluation of RoxAnn. Proceedings of Ocean ’93: 214-219. Siwabessy, P. J. W, Penrose, J. D, Fox, D. R dan Kloser, R. J. 2000. Bottom Classification in the Continental Shelf: A Case Study for the North-West and South-East Shelf of Australia. Australian Acoustical Society Conference. Joondalup, Australia. Siwabessy, P. J. W. 2000. An investigation of the relationship between seabed type and benthic and bentho-pelagic biota using acoustic techniques. The Curtin University of Technology. Australia. (Tesis) Siwabessy, P. J. W. 2001. An Investigation of The Relationship between Seabed Type and Benthic and Bentho-Pelagic Biota Using Acoustic Tecniques. School of Applied Science. The Curtin University of Technology. Australia. (Disertasi). Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Syafitra, R. 2006. Pemanfaatan Instrumen Akustik Furuno dalam Mengestimasi Sumberdaya Hayati di Perairan Laut Cina Selatan. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi-Tidak Dipubikasikan). Thurman, H. V. dan Alan, P. T. 2004. Introductory Oceanography. 10th edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3ed. W. B. Squnders Company, Tokyo.Japan.
Urick, R. J. 1983. Principles of Underwater Sound, 3rd ed. Mc-Graw-Hill. New York. Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta. Wikanti. 2004. Studi Identifikasi Karakteristik Pulau Kecil Menggunakan Data LANDSAT dengan Pendekatan Geomorfologi dan Penutup Lahan: Studi Kasus Kepulauan Pari dan Kepulauan Belakangsedih. Makalah. Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor. www.rudyct.com/PPS702ipb/07314/wikanti_a.pdf (7 Agustus 2008). www.simrad.com. (25 Agustus 2008).
L A M P I R A N
Lampiran 1. SIMRAD EY 60 Frekuensi
: 120 kHz
Pulse duration
: 0,256 ms
Lebar beam
: 7◦
Transmitt power
: 50 watt
Panjang
: 30 cm
Lebar
: 40 cm
Lampiran 2. GPS Merk
: GARMIN Panjang : 15 cm Lebar
: 6,5 cm
Lampiran 3. Kapal Penelitian Nama Kapal : BARUNA (5GT)
Lampiran 4. Van veen grab (Ponar Grab)
Ukuran : 20 cm x 20 cm
Lampiran 5. Integrasi E1 dan E2
← E1
← E2
Lampiran 6. Saringan Bertingkat
Lampiran 7. Pengujian Statististika (Uji t) E1 seluruh data dengan selang kepercayaan 95% Nilai backscattering volume E1 pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter Pengujian dengan menggunakan dua arah Hipotesis: H0
: µ 0,2 = µ 0,4
H1
: µ 0,2 ≠ µ 0,4 Variable 1
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
-14.7194 7.18832 7 24 7.97049 8 0 28 11.6933 9 1.37E-12 1.70113 1 2.74E-12 2.04840 7
Variable 2 29.78767573 11.56848404 6
t Stat adalah t hitung dan t critical adalah t tabel t Stat > t critical; 11,69>2,05→berada di daerah tolakan Jadi nilai backscaterring volume E1 sepanjang lintasan penelitian pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter berbeda nyata secara signifikan pada selang kepercayaan 95%.
Lampiran 8. Pengujian Statististika (Uji t) E1 pada enam stasiun grab dengan selang kepercayaan 70% Nilai backscattering volume E1 pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter Pengujian dengan menggunakan dua arah Hipotesis: H0
: µ 0,2 = µ 0,4
H1
: µ 0,2 ≠ µ 0,4
Mean
Variable 1 -13.305
Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference df
6.57239 6 7.174903333 0 10 t Stat 1.127283199 P(T<=t) one-tail 0.142972374 t Critical one-tail 0.541528039 P(T<=t) two-tail 0.285944748 t Critical two-tail 1.093058074 t Stat adalah t hitung dan t critical adalah t tabel
Variable 2 -11.5617 7.77741 7 6
t Stat < t critical; -1,13<1,09→berada di daerah tolakan Jadi nilai backscaterring volume E1 pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter berbeda nyata secara signifikan pada selang kepercayaan 70%.
Lampiran 9. Pengujian Statististika (Uji t) E2 pada enam stasiun grab dengan selang kepercayaan 70% Nilai backscattering volume E2 pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter Pengujian dengan menggunakan dua arah Hipotesis: H0
: µ 0,2 = µ 0,4
H1
: µ 0,2 ≠ µ 0,4
Vari able 1 Mean 29.7367 10.9 Variance 9523 Observations 6 10.8 Pooled Variance 8379 Hypothesized Mean Difference 0 df 10 t Stat 0.06825 0.47 P(T<=t) one-tail 3465 0.54 t Critical one-tail 1528 0.94 P(T<=t) two-tail 6931 1.09 t Critical two-tail 3058 t Stat adalah t hitung dan t critical adalah t tabel t Stat < t critical; -0,07<1,09→berada di daerah tolakan
Variable 2 -29.60666667 10.77234667 6
Jadi nilai backscaterring volume E2 pada integrasi 0,2 meter dan 0,4 meter berbeda nyata secara signifikan pada selang kepercayaan 70%.
Lampiran 10. Contoh hasil analisis sedimen pada stasiun grab •
Stasiun 1
Fraksi sedime n
Ukuran butiran (mm)
Berat (gram)
Pasir
1-2
0,9969
0,5-1
0,796
0,250,5 0,1250,25 0,0650,125 0,0040,063 <0,004
0,8768
Lanau
Lempu ng Total
•
4,5752 7,5162 2,3264
Presentase
Berat 5,8340 89 4,6583 76 5,1312 36 26,775 13 43,986 54 13,614 63
Kumulatif 5,834089
Fraksi
% berat
Pasir
86,38 537
Lumpur
13,61 463 100
Jenis Sedim en Pasir Berlum pur
10,49247 15,6237 42,39883 86,38537 100
17,0875
Stasiun 2
Fraksi Ukuran sedime butiran n (mm)
Berat (gram)
Pasir
1-2
9,4778
0,5-1
2,0105
Presentase
Berat 29,489 75 6,2555 81
Kumulatif 29,48975 35,74533
Fra
%
ksi
berat
Pasir
96,95171
Jenis Sedime n Pasir Sangat Halus
0,250,5 0,1250,25 0,0650,125 Lanau 0,0040,063 Lempu <0,004 ng Total
•
3,4891 14,122 1 2,0601 0,9797
46,60151 96,95171 100
Lumpur
3,048293
Stasiun 3 Ukuran butiran (mm)
Berat (gram)
Pasir
1-2 0,5-1 0,250,5 0,1250,25 0,0650,125 0,0040,063 <0,004
4,6738 1,8152
Lanau Lemp ung
Total
Presentase
Berat 17,70412 6,875888 11,87295
Kumulatif 17,70412 24,58001 36,45296
54,07034
78,7371
5,590636
96,11394
3,886058
100
Fraksi
% berat
Pasir
96,11394
Lumpur
3,886058
Jenis Sedi men Pasir Sanga t Halus
3,1344 14,274 3 1,4759 1,0259 100 26,399 5
Stasiun 4
Fraksi sedimen Pasir
46,60151
100
Fraksi sedim en
•
10,856 18 43,940 28 6,4099 09 3,0482 93
Ukuran butiran (mm) 1-2 0,5-1 0,250,5 0,1250,25
Berat (gram)
Presentase
Fraksi
3,3108 1,2287 2,1441
Berat 15,13301 5,616144 9,800256
Kumulatif 15,13301 Pasir 20,74915 30,54941
9,0956
41,57418
72,12359
% berat
93,17396
Jenis Sedimen Pasir Sangat Halus
0,0650,125 Lanau 0,0040,063 Lempung <0,004
21,05037
93,17396
1,4934
6,826035
100
Stasiun 5 Ukuran butiran (mm)
Berat (gram)
Pasir
1-2 0,5-1 0,250,5 0,1250,25 0,0650,125 0,0040,063 <0,004
7,0345 2,2903 3,5606
Lemp ung
Total
•
100
21,878
Fraksi sedim en
Lanau
Lumpur 6,826035
0
Total
•
4,6054
Presentase
Berat 22,74873 7,406557 11,51456
Kumulatif 22,74873 30,15529 41,66985
11,999 3 4,9921
38,8043
80,47415
16,14386
96,61801
1,0458
3,381992
100
Fraksi
% berat
Pasir
96,61801
Lumpur
3,381992
0
J enis Sedime n Pasir Sangat Halus
100
30,922 6
Stasiun 6
Fraksi sedim en
Ukuran butiran (mm)
Berat (gram)
Pasir
1-2 0,5-1 0,25-
6,559 1,677 3,1169
Presentase
Berat 21,64544 5,534288 10,28612
Kumulatif 21,64544 27,17972 37,46584
Fraksi
% berat
Pasir
97,05102
Jenis Sedi men Pasir Sanga t Halus
Lanau Lemp ung
0,5 0,1250,25 0,0650,125 0,0040,063
15,842 9 2,2126
52,28335
86,291
7,301828
97,05102
0,8936
2,94898
100
Lumpur
2,94898 100
<0,004 Total
30,302
Lampiran 11. Contoh data hasil integrasi echogram pada Echoview 4.0 N o ESDU
No File
Posisi Lint ang
E1
r
Integrasi 0.2 Dep Max th Mean 15.166553 26.387518 15.754503 26.806501 14.277628 26.021232 16.177932 27.03075 16.833965 27.074309 13.903841 27.365427 15.517444 26.80318 17.272257 27.293877 17.067876 27.955248 17.140184 27.137081 17.016387 27.82274 15.839047 26.364051 18.797963 27.973032 SV
T 134631
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3
5.8517 5.85171667 5.85171667 5.85175 5.85178333 5.8518 5.85181667 5.85181667 5.85183333 5.85183333 5.85185 5.85187135 5.8519
E2
Buju
106. 6066196 106. 60665 106. 6066833 106. 6067 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067333 106. 6067333 106. 6067333 106. 6067167
Integrasi 0.4 Dep Max th Mean 14.712711 29.311665 15.281925 29.379071 14.277628 29.301415 15.53582 29.13537 15.563995 29.131732 13.214668 29.051474 15.075158 28.946692 15.583468 28.836272 15.96701 28.780558 16.13614 28.781204 14.711626 28.642542 14.605796 28.592917 17.88511 28.517874 SV
S v Max 39.9192 52.7961 38.5666 40.9518 51.2291 45.4074 41.0899 40.3838 39.3834 38.9016 39.924 46.1897 52.5404
Integrasi 0.2 Dep th Mean 58.964893 59.001625 58.911304 58.677044 58.636374 58.524817 58.285225 58.090855 58.084323 58.036165 57.774324 57.548613 57.540626
S v Max 39.9192 39.7101 38.5666 39.4602 50.1484 45.4074 41.0899 40.3838 39.3834 38.9016 39.924 46.1897 39.7001
Integrasi 0.4 Dep th Mean 59.063981 59.102059 59.011521 58.776077 58.736254 58.624827 58.384689 58.189836 58.183967 58.13605 57.874229 57.647795 57.641072
1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0
5.8519 5.85188333 5.85186667 5.85183333 5.8518 5.85178333 5.85176667 5.85176667 5.85176667 5.85176667 5.85175 5.85175 5.85175 5.85177543 5.8518 5.85185 5.85186667
106. 6067167 106. 6067167 106. 6067333 106. 6067333 106. 6067333 106. 60675 106. 60675 106. 60675 106. 6067333 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 606735 106. 6067667
14.644005 18.686163 19.929788 18.353344 18.906016 18.247513 17.612528 18.513363 17.643198 17.756207 17.408018 31.865216 16.131636 16.012447 14.788149 17.297161 14.783827
27.308111 29.212525 29.324059 28.460353 29.245734 28.972135 27.422014 27.487481 27.468342 28.969384 37.59996 62.537525 26.775456 26.621946 25.458599 26.67825 25.546384
14.613128 16.265489 15.823177 16.441261 16.532914 15.288881 17.612528 17.233771 17.365589 15.361955 16.987317 31.865216 15.336529 14.55876 14.216307 14.663148 13.973742
28.701678 28.799787 28.84201 29.003205 29.069005 29.064531 29.056436 29.052488 29.020357 28.961335 24.944624 74.992414 28.801095 28.697648 28.562572 28.572121 28.551885
41.4519 50.5785 51.825 49.3131 42.4349 49.6766 44.4324 39.1291 42.7018 47.9473 42.1482 46.5564 53.0121 42.7682 52.8226 49.5301 37.6866
57.656664 57.902858 58.148096 58.519134 58.688869 58.69318 58.544138 58.554116 58.474811 58.419486 58.339299 58.024464 57.781215 57.529403 57.500389 57.458475 57.228956
39.1835 50.5785 47.087 41.4585 42.4349 43.6578 44.4324 39.1291 42.3165 41.8095 42.1482 39.8082 49.2383 40.17 41.8628 49.5301 37.6866
57.755943 58.002662 58.249041 58.618402 58.788133 58.792767 58.643437 58.655218 58.574141 58.518949 58.438231 58.125578 57.880851 57.628363 57.600615 57.559421 57.33609
3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 4 0 4 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 4 7
5.85188333 5.8519 5.8519 5.85188333 5.85186766 5.85185 5.85185 5.8518248 5.8518 5.85178333 5.85176667 5.85175 5.85173333 5.85173333 5.85171667 5.8517 5.85168333
106. 6067667 106. 6067667 106. 60675 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067167 106. 6067333 106. 6067333 106. 60675 106. 60675 106. 6067667 106. 6067833 106. 6067833 106. 6067802
15.837841 15.402758 17.040505 16.591622 16.39913 13.837035 19.236007 17.833964 19.34573 17.955751 18.214449 22.657026 20.06088 17.483592 16.102934 15.254266 18.784992
24.573998 26.12764 26.639226 26.519285 28.150162 27.925627 29.771854 29.232972 27.889432 28.905933 29.67499 33.786029 33.014368 26.866667 27.088026 26.870874 27.615906
14.203342 15.402758 14.889658 14.898328 13.522527 12.140862 17.034353 17.271517 17.925414 16.467068 16.231888 15.848575 16.190103 16.218503 15.943165 14.553633 17.224296
28.452131 28.418114 28.413789 28.504138 28.639331 28.752009 28.862158 28.94845 29.063906 29.198778 29.231545 29.260131 29.371369 29.53862 29.600405 29.693103 29.793752
48.0235 40.2502 49.1882 48.8601 44.7693 50.2972 44.0652 36.4816 40.5748 40.7886 38.4733 51.0571 47.8225 43.6177 46.2169 42.3978 39.7306
57.27864 57.264974 57.372007 57.59346 57.755869 57.965631 58.173609 58.36901 58.567269 58.762069 58.948279 59.144862 59.315729 59.564046 59.720326 59.819121 60.071774
43.4141 40.2502 48.4243 48.8601 42.6768 45.6759 44.0652 36.4816 40.5748 39.2949 38.4733 40.4315 46.3787 43.6177 43.0686 42.3978 37.2024
57.387129 57.374251 57.476327 57.692816 57.855812 58.064843 58.273848 58.468965 58.667141 58.861716 59.047 59.244046 59.415169 59.663376 59.819614 59.918528 60.171177
4 8 4 9 5 0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8 5 9 6 0 6 1 6 2 6 3 6 4
5.85166667 5.85166667 5.85165 5.85163333 5.85161667 5.85161667 5.85161667 5.85161667 5.85163333 5.85165 5.85166667 5.8517 5.85173322 5.85175 5.85176667 5.85176667 5.85176667
106. 6067833 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068 106. 6068167 106. 6068167 106. 6068 106. 6068167 106. 6068167 106. 60685 106. 6068833
17.654352 20.684902 19.195189 18.279432 20.011752 17.107283 17.636437 17.103534 17.333592 16.66999 17.247814 17.644371 15.113158 15.602154 18.340025 17.785479 20.689948
28.142347 30.031926 28.664927 28.570741 28.612352 27.419585 28.180963 29.109947 28.201029 28.947076 29.170764 27.917866 26.320092 27.666065 27.817074 28.384895 29.550795
16.354131 16.490623 16.29731 16.265852 17.594617 16.653899 16.430478 16.208407 16.486945 14.629025 17.153742 14.40214 14.318453 14.372342 17.557104 16.579282 16.065207
29.92424 30.051439 30.142107 30.175444 30.234126 30.271201 30.260373 30.187938 30.067368 30.069823 29.982966 29.795876 29.677896 29.66154 29.680354 29.761373 29.83985
50.7868 36.5484 39.6329 37.9731 39.7505 40.1844 40.1579 50.517 45.8616 46.5866 39.7301 40.4893 50.0141 47.1332 40.9719 40.1395 51.5954
60.24338 60.495564 60.634785 60.715075 60.836745 60.77619 60.56284 60.364028 60.436587 60.259971 59.902172 59.706885 59.615769 59.620324 59.74497 59.902511 60.023099
46.2708 36.091 39.6329 37.9731 39.7505 40.1844 40.1579 38.4663 45.8616 39.3106 39.7301 39.5879 45.538 39.3977 40.9719 40.1395 40.3202
60.342491 60.595631 60.734468 60.814967 60.936893 60.876464 60.662007 60.463434 60.535563 60.35906 60.001558 59.807256 59.715597 59.719603 59.844161 60.001775 60.122686
6 5 6 6 6 7 6 8 6 9 7 0 7 1 7 2 7 3 7 4 7 5 7 6 7 7 7 8 7 9 8 0 8 1
5.85176667 5.85176667 5.85176667 5.85175 5.85175 5.85175 5.85175 5.85176667 5.85178333 5.8518 5.85181667 5.85185 5.85186667 5.85188333 5.85190706 5.85193333 5.85195
106. 6069 106. 6069167 106. 6069167 106. 6069167 106. 6069167 106. 6069167 106. 6069333 106. 60695 106. 6069667 106. 6069833 106. 607 106. 6070275 106. 6070333 106. 6070333 106. 6070333 106. 607 106. 6069722
17.331857 18.01888 19.446744 20.075021 17.929835 20.357237 21.63738 19.813246 20.377434 19.18302 18.140123 17.84812 19.352752 17.835843 16.234257 19.456704 17.282417
29.597752 29.472032 29.483607 29.826626 28.857154 30.162001 32.047564 31.340755 30.963128 30.06391 29.194058 28.487918 29.588548 28.161305 28.72734 29.19952 28.859902
15.463913 16.036639 16.940447 19.287169 17.929835 17.182311 21.08182 18.692535 18.516151 16.396141 15.966683 16.465441 17.038821 16.516473 15.827375 16.678961 14.711626
29.885944 29.917408 29.952474 29.925399 29.839888 29.95319 30.050387 29.991746 29.924484 29.818107 29.662147 29.545514 29.404157 29.263269 29.083056 28.935226 28.824368
40.6815 51.1128 38.8615 49.5702 39.2042 39.7569 39.6388 51.1962 40.6324 52.0009 44.8832 50.7383 50.9473 46.2168 47.6385 41.7574 50.0353
60.013242 60.076433 60.14006 59.996863 60.197108 60.31403 60.128536 59.983067 59.774079 59.531353 59.233671 58.945196 58.557267 58.311368 58.029011 57.756895 57.48609
40.6815 42.5444 38.8615 42.9895 39.2042 39.7569 39.6388 42.4095 40.6324 39.7152 44.8832 46.7062 39.4231 46.2168 40.8194 40.2309 45.4853
60.11314 60.17602 60.239736 60.096839 60.296714 60.413128 60.227465 60.083404 59.873287 59.630955 59.33332 59.044475 58.656485 58.4104 58.127977 57.856707 57.585321
8 2 8 3 8 4 8 5
5.85198333 5.85198333 5.85198333 5.85197551
106. 60695 106. 6069333 106. 6069167 106. 6069
20.965964 17.426509 12.680254 17.679343
29.434193 28.772527 26.74204 27.421999
17.577991 17.426509 12.680254 16.98111
28.710142 28.641825 28.600594 28.752985
40.2276 46.9427 18.6128 32.6214
57.390609 57.49384 25.005724 74.889616
40.2276 38.7822 18.6128 32.6214
57.494731 57.592934 25.005724 74.789201
• Lampiran 12. Nilai SV (dB) E1 dan E2 sepanjang lintasan penelitian E1 (dB) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
File T134631 T140930 T141118 T142312 T145401 T150415 T081017 T1081724 T083330 T085056 T090741 T092314 T093341 T101753 T103304 T105150 T105707 T110343 T110658 T111841 T112510 T113400 T120641 T121810
Integrasi 0,2 m -17.3005 -18.3752 -14.1674 -15.3208 -13.4142 -14.8141 -13.3307 -10.3865 -18.2643 -11.1904 -12.0658 -15.1284 -15.4914 -14.6461 -15.8039 -13.2896 -14.2417 -12.5401 -16.7583 -11.6803 -15.2681 -14.6245 -12.5272 -22.6368
E2 (dB) Integrasi 0,4 m -15.8825 -16.0415 -12.8655 -12.7359 -11.0455 -12.6745 -11.4444 -8.2334 -15.8280 -9.5368 -10.3885 -13.3925 -13.9363 -12.8080 -13.0436 -11.9910 -12.1868 -10.3914 -14.0438 -10.5346 -11.0464 -11.9902 -10.3258 -18.1421
Integrasi 0,2 m -34.7756
Integrasi 0,4 m -34.4806
-27.7617
-27.6706
-32.9214
-32.4943
-29.4847
-29.4367
-25.8500
-25.7665
-27.9327
-27.7918
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 28 Oktober 1987 dari ayah yang bernama R.Sinambela dan ibu bernama N.Hutajulu. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 90 Jakarta.
Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota di Departemen Hubungan Luar dan Komunikasi (HUBLUKOM) periode 2006-2007 dan asisten mata kuliah Akustik Kelautan periode 2008-2009. Penulis aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB dalam komunikasi Komisi Pendidikan. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakasanakan penelitian dengan judul “Perbedaan Ketebalan Integrasi Dasar Perairan Dengan Instrumen Hidroakustik Di Perairan Kepulauan Pari”.