KLASIFIKASI HABITAT DASAR PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY 60 DI PERAIRAN SUMUR, PANDEGLANG – BANTEN
Oleh : Obed Agtapura Taruk Allo C64104032
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: KLASIFIKASI HABITAT DASAR PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY 60 DI PERAIRAN SUMUR, PANDEGLANG – BANTEN Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
Obed Agtapura T.A. C64104032
RINGKASAN OBED AGTAPURA TARUK ALLO. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY 60 di Perairan Sumur, Pandeglang – Banten. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan INDRA JAYA. Biota dasar atau lebih sering dikenal sebagai bentos terdiri dari berbagai jenis dan tipe organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap (lamun, Spongae); merayap (bintang laut, kepiting); maupun yang membenamkan diri di pasir maupun lumpur (kerang-kerangan, cacing). Sebaran dari tipe substrat dasar perairan diketahui mempengaruhi sebaran bentos. Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasikan habitat dasar perairan dengan menggunakan instrumen hidroakustik SIMRAD EY 60 berdasarkan nilai backscattering volume dasar perairan dari berbagai tipe substrat beserta komposisi organisme bentos yang ada pada sedimen. Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 6 dan 7 September 2007 di perairan daerah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten dengan letak koordinat 6021’ LS – 7010’ LS dan 104048’ BT – 106011’ BT dengan lokasi kedalaman sekitar 3 m – 25 m. Pengolahan dan analisis data mulai dilakukan pada bulan Oktober 2007 dan berakhir hingga bulan Maret 2008. Pengambilan data akustik menggunakan perangkat SIMRAD EY 60 scientific echosounder system, dengan frekuensi operasi 120 kHz. Pengolahan data perairan Sumur dilakukan dengan menggunakan Echoview 3.5. Klasifikasi dasar perairan dilakukan berdasarkan nilai backscattering volume (E1 dan E2) dari dasar perairan. Komunitas makrozoobenthos dihitung menggunakan indeks-indeks biologi (Keanekaragaman, Keseragaman, Dominansi dan kepadatan) yang selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (AKU) terhadap data hidroakustik, substrat hasil pengambilan dengan grab dan komunitas makrozoobenthos. Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pendeteksian dasar perairan dapat dilihat bahwa semakin keras substrat dasar perairan maka nilai backscattering volume dari dasar perairan yang diperoleh akan semakin besar, dan sebaliknya semakin lunak tipe substrat dari dasar perairan maka nilai backscattering volume akan semakin kecil. Berdasarkan nilai backscattering volume dasar perairan, tipe substrat di lokasi penelitian dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe yaitu : pasir, pasir berlumpur, lumpur berpasir dan lumpur. Hasil pengukuran komunitas makrozoobenthos menemukan bahwa di perairan Sumur didominasi oleh kelas Gastropoda diikuti Bivalva dan Scaphopoda. Kelas Gastropoda terdiri dari 36 spesies, Bivalva 17 spesies dan Scaphopoda 1 spesies. Stasiun yang memiliki kepadatan makrozoobenthos tertinggi adalah Stasiun 2 sebesar 7325 ind/m2 dan terkecil pada Stasiun 1 sebesar 600 ind/m2. Hubungan keberadaan makrozoobenthos dengan tipe substrat pada lokasi penelitian adalah dari keempat tipe substrat ini hampir semua terdapat organisme makrozoobenthos (Gastropoda, Bivalva dan Scaphopoda) dan kepadatan tertinggi didapatkan pada substrat lumpur berpasir.
KLASIFIKASI HABITAT DASAR PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY 60 DI PERAIRAN SUMUR, PANDEGLANG – BANTEN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : Obed Agtapura Taruk Allo C64104032
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
© Hak cipta milik Obed Agtapura Taruk Allo, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
Judul
Nama NRP Departemen
: KLASIFIKASI HABITAT DASAR PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY 60 DI PERAIRAN SUMUR, PANDEGLANG – BANTEN : Obed Agtapura Taruk Allo : C64104032 : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si NIP. 131.999.591
NIP. 131.578.799
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131.578.799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena kasih dan karunia yang Dia berikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul KLASIFIKASI HABITAT DASAR PERAIRAN DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY 60 DI PERAIRAN SUMUR, PANDEGLANG – BANTEN diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Papa, Mama, Juti sekeluarga, Elni sekeluarga, keponakanku (Inri, Hana, Nuel dan Irgi) beserta sanak keluarga yang tak henti-hentinya memberi dukungan, doa dan nasihat kepada penulis. Thanks for all……. God Bless You All…..
2.
Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir.
3.
Dr. Ir. Jonson L. Gaol, M.Si selaku Pembimbing Akademik selama penulis menuntut ilmu di Departemen ITK – IPB dan sebagai penguji perwakilan program studi pada ujian akhir penulis yang telah memberi saran dan masukan.
4.
Dr. Ir. Henry M. Manik, M.T. selaku penguji tamu atas segala saran dan masukan buat penyelesaian skripsi.
5.
Bapak/Ibu dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB.
6.
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc atas segala bimbingannya dan juga telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti proyek dalam rangka pengambilan data hidroakustik di lapangan.
7.
Ir. Wazir Mawardi, M.Si atas bimbingannya selama di lapangan.
8.
Bang Asep (BRPL), Sandi (PRPT) dan Indra (PSP 39) atas bantuan dan kerjasamanya selama proses pengambilan data hidroakustik.
9.
Pak Ruslan atas bimbingan dan bantuan dalam proses mengidentifikasi organisme bentos.
10. Teman-teman seperjuanganku ITK 41 dan all ITKerz yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Suka duka telah kita lalui bersama, biarlah itu menjadi kenangan terindah buat kita semua. 11. Teman-teman kos Perwira 10. Thanks buat kebersamaannya. GBU. 12. Teman-teman sekamar C2-121 (Chrisman, Asep dan David) 13. Teman-teman sepelayananku di PMK dan KPA. 14. Adik-adik panti Candra Naya dan Bina Harapan serta SM Kracak. 15. Buat seseorang yang sangat kusayangi dan mungkin akan sangat sulit kumiliki. Love u…… Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. Tuhan Memberkati.
Bogor, Juli 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiv 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1 Metode akustik ................................................................................ 2.2 Echosounder split beam ................................................................... 2.2.1 Time base ............................................................................... 2.2.2 Transmitter ............................................................................ 2.2.3 Transducer ............................................................................. 2.2.4 Receiver ................................................................................. 2.2.5 Recorder ................................................................................ 2.3 Sedimen dasar laut .......................................................................... 2.4 Klasifikasi dasar perairan (Bottom classification) ............................ 2.5 Makrozoobenthos ............................................................................ 2.6 SIMRAD EY 60 .............................................................................. 2.7 GPS (Global Positioning System) .................................................... 2.8 Keadaan umum lokasi penelitian .....................................................
4 4 6 6 6 6 7 8 8 14 18 19 20 22
3. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 3.1 Waktu dan tempat penelitian ........................................................... 3.2 Perangkat dan peralatan ................................................................... 3.2.1 Perangkat akustik SIMRAD EY 60 scientific echosounder system .................................................................................... 3.2.2 Kapal ..................................................................................... 3.2.3 Alat pengambilan pontoh sedimen dan benthos ...................... 3.3 Pengambilan data akustik ................................................................ 3.4 Pengambilan contoh sedimen .......................................................... 3.5 Pengambilan contoh makrozoobenthos ............................................ 3.6 Analisis data .................................................................................... 3.6.1 Analisis data akustik .............................................................. 3.6.2 Analisis sedimen .................................................................... 3.6.3 Analisis populasi dan komunitas ............................................ 3.6.4 Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) ..
23 23 25 25 25 26 26 27 28 28 28 31 32 33
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 4.1 Profil batimetri perairan Sumur ...................................................... 4.2 Sedimen dasar laut ......................................................................... 4.2.1 Pasir ..................................................................................... 4.2.2 Lumpur ................................................................................. 4.2.3 Liat ....................................................................................... 4.3 Backscatter dasar perairan ............................................................. 4.4 Karateristik biologi komunitas makrozoobenthos ........................... 4.4.1 Komposisi organisme ........................................................... 4.4.2 Kepadatan makrozoobenthos ................................................ 4.4.3. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) ...................................................................... 4.5 Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) ......... 4.6 Hubungan jenis makrozoobenthos terhadap tipe substrat ...............
35 35 36 37 39 41 43 47 47 51 53 55 59
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 62 5.1 Kesimpulan ................................................................................... 62 5.2 Saran ............................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 64 LAMPIRAN ............................................................................................... 67 RIWAYAT HIDUP ................................................................................... 84
DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran .................................................. 9 2. Klasifikasi sedimen laut .......................................................................... 13 3. Beberapa jenis-jenis hewan utama yang terdapat di dasar lautan .............. 20 4. Spesifikasi SIMRAD EY 60 scientific echosounder system ..................... 25 5. Alat pemrosesan data .............................................................................. 26 6. Selang nilai E1 dan E2 ............................................................................ 44 7. Kepadatan makrozoobenthos tiap stasiun selama pengamatan ................. 51 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) pada stasiun pengamatan ......................................................................... 54 9. Hubungan keberadaan kelompok makrozoobenthos dengan tipe substrat ............................................................................................. 59
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Sand, Silt and Clay ................................................................... 12 2. Geometri echo dasar perairan secara akustik ........................................... 16 3. Klasifikasi berbagai jenis substrat dasar berdasarkan nilai E1 dan E2 ............................................................................................... 18 4. Lokasi penelitian ..................................................................................... 24 5. Diagram alir pengambilan data ................................................................ 27 6. Diagram alir analisis data ........................................................................ 29 7. Batimetri daerah penelitian ...................................................................... 35 8. Persentase substrat di lokasi penelitian .................................................... 37 9. Persentase pasir ....................................................................................... 38 10. Distribusi persentase fraksi pasir ............................................................ 39 11. Persentase lumpur .................................................................................. 40 12. Distribusi persentase fraksi lumpur ........................................................ 41 13. Persentase liat ........................................................................................ 42 14. Distribusi persentase fraksi liat ............................................................... 43 15. Penyebaran nilai backscatter E1 di perairan Sumur ................................ 46 16. Penyebaran nilai backscatter E2 di perairan Sumur ................................ 46 17. Klasifikasi substrat perairan Sumur ........................................................ 48 18. Komposisi makrozoobenthos dari seluruh stasiun pengamatan ............................................................................................ 49 19. Komposisi makrozoobenthos pada tiap stasiun pengamatan ............................................................................................ 51 20. Kepadatan makrozoobenthos pada tiap stasiun pengamatan ............................................................................................ 53
21. PCA untuk parameter fisika sedimen, backscattering volume dasar perairan (E1 dan E2), indeks biologi dan kepadatan makrozoobenthos pada sumbu F1 × F2 ...................................................................................... 58 22. Penyebaran stasiun pada sumbu F1 dan F2 ............................................. 58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. SIMRAD EY 60 (Laptop, GPS dan transducer) ...................................... 68 2. Global Positioning System (GPS) ............................................................ 68 3. Posisi penempatan transducer pada kapal dan setting alat ....................... 69 4. Van veen grab ......................................................................................... 69 5. Tampilan Echoview 3,5 ........................................................................... 70 6. Proses integrate cell pada Echoview 3,5 .................................................. 70 7. Shieve shaker (ASTM E – 11. USA Standard) ........................................ 71 8. Data hasil integrasi echogram pada Echoview 3,5 ................................... 72 9. Data makrozoobenthos ............................................................................ 81 10. Contoh makrozoobenthos ....................................................................... 82 11. Hasil olahan fraksi sedimen di Balai Balai Penelitian Tanah Laboratorium Fisika Tanah Bogor .......................................................... 84 12. Persentase besar butir ............................................................................. 84
DAFTAR ISTILAH
Akustik (Acoustics)
: Ilmu tentang suara, sifat dan karakteristiknya di dalam suatu medium.
Backscattering (hambur balik)
: Jumlah energi per satuan waktu yang dihamburkan oleh target selama transmisi suara dari transducer.
Echogram
: Rekaman dari rangkaian gema.
Echo/Gema
: Gelombang suara yang dipantulkan oleh target.
Echosounder
: Perangkat akustik yang digunakan untuk menampilkan data echogram dari transducer.
EDSU
: Elementary Distance Sampling Unit.
E1
: Nilai hambur balik pertama dari dasar perairan (Energy of the 1st bottom echo).
E2
: Nilai hambur balik kedua dari dasar perairan (Energy of the 2nd bottom echo).
Hidroakustik
: Ilmu yang mempelajari tentang, sifat, karakteristik dan perambatan gelombang suara dalam medium air.
Ping
: Sebutan untuk setiap pulsa yang dipancarkan oleh transducer.
Threshold
: Ambang nilai yang berfungsi untuk membatasi/menapis pantulan yang ditampilkan pada echogram.
Transducer
: Perangkat akustik yang digunakan sebagai transmitter (pemancar) dan receiver (penerima) gelombang suara.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Peneliti-peneliti dalam bidang perikanan dan kelautan di dunia terlebih khusus di Indonesia tentunya selalu berupaya untuk menemukan segala sesuatu yang belum diketahui oleh banyak orang mengenai segala sumber daya yang terdapat di lautan. Hingga saat ini banyak penelitian yang berkembang pesat seiring dengan ditemukannya peralatan-peralatan modern yang semakin mempermudah dalam mengeksplorasi segala bentuk sumber daya alam yang terdapat di lautan. Selain peralatan-peralatan modern, pengetahuan tentang laut itu sendiri tentunya akan sangat diperlukan untuk menunjang segala bentuk aspek penelitian. Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana karateristik dari lautan itu sendiri adalah dengan mempelajari bentuk / karateristik dari dasar perairan yang antara lain berupa tipe substrat atau sedimen beserta organisme yang hidupnya di dasar perairan. Perkembangan penelitian mengenai dasar perairan telah banyak dilakukan dimana para peneliti berusaha untuk mencari hubungan antar parameter di dasar perairan (organisme bentos, vegetasi perairan dan ikan demersal) berupa hubungan korelasi antara tipe substrat dengan organismenya. Pengetahuan mengenai dasar laut mulai berkembang setelah ditemukannya alat echosounder. Kegunaan utama dari alat ini adalah untuk pengukuran kedalaman laut, pada Perang Dunia I dikembangkan untuk mendeteksi kapalkapal selam. Alat yang bekerja berdasarkan ketepatan perbedaan waktu pada saat transmisi pulsa dan perjalanan echo dari dasar perairan. Kedalaman perairan di bawah kapal dapat dihitung dari kecepatan suara di air laut. Echosounder pertama
kali digunakan pada saat eksplorasi Meteor (1927 – 1929) di Jerman pada saat pemetaan wilayah Atlantik selatan. Pemetaan secara sistematis pada deep-ocean basin dimulai pada akhir tahun 1940-an. Jadi wilayah yang luas dapat diselidiki secara cepat dan mudah (Gross, 1993). Pentingnya mengetahui tipe substrat dasar dari suatu perairan adalah untuk mengetahui pola sebaran dari berbagai jenis tipe substrat berdasarkan ukuran dan asal dari substrat tersebut pada suatu perairan. Biota dasar atau lebih sering dikenal dengan sebagai bentos terdiri dari berbagai jenis dan tipe organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap (lamun, spongae); merayap (bintang laut, kepiting); maupun yang membenamkan diri di pasir maupun lumpur (kerang-kerangan, cacing). Di laut, bentos mempunyai kekayaan jenis ± 157.000 spesies, lebih besar dibanding kekayaan jenis populasi fauna pelagis, yaitu ± 3.000 spesies (Setyobudiandi, 1999). Pengklasifikasian ini tentunya bermanfaat untuk mengetahui pada tipe substrat yang mana terdapat kelimpahan bentos dan vegetasi yang paling dominan yang nantinya dari kelimpahan bentos dan vegetasi ini dapat diduga kelimpahan biomassa ikannya, hal ini dikarenakan pada daerah yang memiliki kelimpahan organisme bentos yang tinggi tentunya dapat menjadi tempat bagi sekumpulan ikan untuk mencari makan. Substrat dasar perairan dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran partikel, sumber, lokasi dan warna dari sedimen tersebut. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan karateristik dasar perairan dengan menggunakan echosounder dimana gelombang suara berupa pulsa ditembakkan ke dasar perairan dengan panjang frekuensi tertentu yang nantinya akan diterima kembali oleh alat penerima (receiver). Di samping itu, penelititan akan menitikberatkan pada organisme yang
hidup pada dasar perairan dalam hal ini organisme makrozoobenthos untuk mengetahui komposisi organisme yang ada pada sedimen.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengklasifikasikan habitat dasar perairan dengan menggunakan instrumen hidroakustik SIMRAD EY 60 berdasarkan nilai backscattering volume dasar perairan dari berbagai tipe substrat beserta komposisi organisme makrozoobenthos yang ada pada sedimen.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode akustik Akustik merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium, dalam hal ini mediumnya adalah air laut. Instrumen yang digunakan dalam metode akustik adalah sistem SONAR (Sound Navigation and Ranging) yakni suatu instrumen yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang objek-objek bawah air dengan memancarkan gelombang suara dan mengamati / menganalisis echo yang diterima. Prinsip dari pengoperasian m etode akustik adalah dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Selanjutnya, transducer mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier. Dalam receiver amplifier ini, sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan dan Simmonds, 2005). FAO (1985) menerangkan beberapa keunggulan komparatif metode akustik sebagai berikut : 1. Digunakan untuk mencari daerah fishing grounds. 2. Dapat digunakan untuk melihat kedalaman perairan.
3. Memungkinkan memperoleh dan memproses data secara real time. 4. Dapat melihat tipe substrat dan rongsokan kapal. 5. Akurasi dan ketepatan (accuracy and precision). 6. Tidak berbahaya / merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak akan membahayakan baik si pemakai alat, maupun target / objek survei dan dilakukan dengan jarak jauh (remote sensing). 7. Dapat digunakan jika metode lain tidak mungkin dilakukan. Gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode akustik disebut noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena beberapa faktor seperti : 1. Faktor fisik – angin, pecahan ombak, turbulensi. 2. Faktor biologi – suara dan pergerakan binatang di bawah air. 3. Faktor artificial – deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air disekitar badan kapal. Seiring dengan perkembangan ilmu akustik dan instrumen-instrumen akustik di negara-negara maju, pemanfaatan metode akustik di Indonesia berkembang ke arah yang lebih maju antara lain : untuk pendugaan stok sumberdaya hayati, operasi penangkapan ikan, navigasi, untuk mempelajari proses sedimentasi, penentuan kontur dasar laut atau batimetri, penentuan jenis dan komposisi sedimen dasar laut (lumpur, pasir, kerikil, kerang dan sebagainya) dan penentuan sifat-sifat akustik dari air laut dan objek bawah air.
2.2. Echosounder split beam 2.2.1. Time base Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Suatu perintah dari time base akan memberikan saat kapan pembentuk pulsa bekerja pada unit transmitter dan receiver.
2.2.2. Transmitter Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatu perintah dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier, sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer (FAO, 1983).
2.2.3. Transducer Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima dari suatu target. Selain itu fungsi lain dari transducer adalah memusatkan energi suara yang akan dipantulkan sebagai beam. Pulsa ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran tetapi sinyal diterima oleh masing-masing kuadran dan diproses secara terpisah. Keempat kuadran diberi label a – d. Sudut θ pada satu bidang dibedakan oleh perbedaan fase (a – b) dan (c – d), jumlah sinyal (a + c) dibandingkan dengan jumlah sinyal (b + d). Sudut φ di dalam bidang tegak lurus terhadap yang pertama adalah sama
dibedakan oleh perbedaan fase antara (a + b) dan (c + d). Kedua sudut tersebut mendefinisikan arah target yang spesifik (MacLennan dan Simmonds, 2005). Kesulitan yang dihadapi untuk mengeliminir faktor beam pattern dapat diatasi dengan menggunakan split beam method. Metode ini menggunakan receiving transducer yang dibagi menjadi 4 kuadran. Pemancaran gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan penggabungan dari keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah, output dari masing-masing kuadran kemudian digabungkan lagi untuk membentuk suatu full beam dengan 2 set split beam. Target tunggal diisolasi dengan menggunakan output dari full beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua set split beam. Transducer dengan sistem akustik split beam ini pada prinsipnya terdiri dari empat kuadran yaitu Fore, Aft, Port dan Starboard transducer. Transducer split beam memiliki beam yang sangat tajam (100) dan mempunyai kemampuan menentukan posisi target dalam bentuk beam suara dengan baik yaitu dengan mengukur beda fase dari sinyal echo yang diterima oleh kedua belah transducer (Simrad, 1993).
2.2.4. Receiver Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak dari pusat
beam suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical sphreading dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air.
2.2.5. Recorder Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (FAO, 1983).
2.3. Sedimen dasar laut Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikelpartikel sedimen yang diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun (Garrison, 2005). Sedimen terutama terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangkarangka dari organisme laut. Ukuran-ukuran partikel sedimen sangat ditentukan
oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat di berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lainnya. Ukuran-ukuran partikel sedimen merupakan salah satu cara yang mudah untuk menetukan klasifikasi sedimen. Klasifikasi berdasarkan ukuran partikelnya menurut Wentworth (1922) dalam Dale dan William (1989) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran Jenis Partikel Diameter Partikel (mm) Boulder > 256 Cobble 64 – 256 Pebble 4 – 64 Granule 2–4 Sand 0,062 – 2 (62 – 2,000 µm) Silt 0,004 – 0,062 (4 – 62 µm) Clay < 0,004 (< 4 µm) Sumber : Dale dan William (1989)
Chester (1993) membagi sedimen menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Nearshore sediment, sebagian besar endapan sedimen berada di dasar laut yang dipengaruhi kuat oleh kedekatannya dengan daratan sehingga mengakibatkan kondisi fisika kimia dan biologi di sedimen ini lebih bervariasi dibandingkan dengan deep-sea sediment. 2. Deep-sea sediment, sebagian besar mengendap di perairan dalam di atas 500 m dan banyak faktor seperti jauhnya dari daratan, reaksi antara komponen terlarut dalam kolom perairan serta hadirnya biomassa khusus yang mendominasi lingkungan laut dalam yang menyebabkan sedimen ini merupakan habitat yang unik di planet dan memiliki karateristik yang sangat berbeda dengan daerah continental / near shore.
Menurut asalnya Garrison (2006) menggolongkan sedimen ke dalam 4 bagian yaitu: 1. Sedimen Terrigenous Jenis sedimen ini berasal dari erosi yang berasal dari benua atau pulau, letusan gunung berapi dan segumpalan debu. Sedimen ini lebih dikenal dengan batuan yang berasal dari gunung berapi seperti granit yang bersumber dari tanah liat dan batuan kwarsa yang menjadi dua komponen penyusun sedimen terrigenous. 2. Sedimen Lithogenous Sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Ini diakibatkan karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim, seperti adanya pemanasan dan pendinginan terhadap batu-batuan yang terjadi secara terus-menerus. Partikel-partikel ini diangkut dari daratan ke laut oleh sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai lautan, partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk lebih cepat tenggelam dan menetap dari yang berukuran lebih kecil. Kecepatan tenggelamnya partikel-partikel ini telah dihitung, dimana jenis partikel pasir hanya memerlukan waktu kirakira 1,8 hari untuk tenggelam dan menetap di atas lapisan atas dasar laut yang mempunyai kedalaman 4.000 meter. Sedangkan jenis partikel lumpur yang berukuran lebih kecil membutuhkan waktu kira-kira 185 hari dan jenis partikel tanah liat membutuhkan waktu kira-kira 51 tahun pada kedalaman kolom air yang sama. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jikalau pasir akan segera diendapkan begitu sampai di laut dan cenderung untuk mengumpul di daerah pantai (Hutabarat dan Stewart, 2000).
3. Sedimen Biogenous Sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup. Jenis sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe utama yaitu calcareous dan siliceous ooze. Material siliceous dan calcareous pada waktu itu di ekstrak dari laut dengan aktivitas normal dari tanaman dan hewan untuk membangun rangka dan cangkang. Kebanyakan organisme yang menghasilkan sedimen biogenous mengapung bebas di perairan seperti plankton. Sedimen biogenous paling berlimpah dimana cukup nutrien yang mendorong produktivitas biologi yang tinggi, selalu terjadi pada wilayah dekat continental margin dan area upwelling. Thurman dan Trujillo (2004) menyatakan bahwa dua campuran kimiawi yang paling umum terdapat dalam sedimen biogenous adalah calcium carbonat (CaCO3, dimana tersusun dari mineral calcite) dan silica (SiO2). Seringkali silica secara kimiawi dikombinasikan dengan air untuk menghasikan SiO2 . nH2O. 4. Sedimen Hydrogenous Sedimen hydrogenous terdiri dari mineral yang mempercepat proses presipitasi dari laut. Jenis partikel ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. Reaksi kimia yang terjadi disini bersifat sangat lambat, dimana untuk membentuk sebuah nodule yang besar diperlukan waktu selama berjuta-juta tahun dan proses ini kemudian akan berhenti sama sekali jika nodule telah terkubur di dalam sedimen. Di pusat perputaran, jauh dari benua, partikel sedimen terakumulasi sangat lambat.
5. Sedimen Cosmogenous Sedimen ini bersumber dari wilayah ekstraterrestrial e dan merupakan sedimen yang paling sedikit kelimpahannya di lautan. Sedimen cosmogenous terdiri dari dua jenis jen utama: microscopis spherules dan peninggalan meteor meteo makroskopik. Diperkirakan 30.000 000 ton per tahun debu masuk ke samudera dan kebanyakan diperoleh dari meteor yang terbakar habis di atmosfer. Klasifikasi sedimen dapat dilakukan dengan menggunakan diagram Sand, Silt and Clay seperti pada Gambar 1. 1
Gambar 1. Diagram Sand, Silt and Clay (Blott dan Kenneth, 2001)
Tabel 2 berikut mengklasifikasikan sedimen laut berdasarkan komposisi, sumber dan lokasi ditemukannya di laut. Tabel 2. Klasifikasi sedimen laut (Thurman dan Alan, 2004)
Pinggir kontinen
Komposisi
Wilayah paparan
Tanah kuarsa
Sungai es gletser
Wilayah paparan pada lintang tinggi
Lumpur kuarsa
Arus turbiditas
Wilayah curam dan patahan;batas lembah lautan
Lumpur kuarsa
Calcareous ooze (mikroskopik)
Cangkang kerang (makroskopik)
Siliceous ooze
Dasar samudra yang dalam Letusan gunung berapi Permukaan air hangat
Abu vulkanik
Coccolithophores (alga);Foraminifera (protozoa)
Wilayah lintang rendah;dasar perairan di atas CCD;sepanjang punggung bagian tengah lautan dan puncaknya pada puncak vulkanik
Kerang makroskopikpenghasil organisme
Wilayah paparan;pantai
Terumbu karang
Wilayah lintang rendah
Diatomae (algae);Radilarians (protozoa)
Wilayah lintang tinggi;dasar perairan di bawah CCD;penyimpangan arus permukaan dekat Equator
Hydrogenous
Manganese nodules (mangan,besi,tembaga,nikel,kobalt)
Dataran abysal
Phosporite (phosporus) Oolites (CaCO3) Logam sulfida (besi,nikel,tembaga,seng,perak)
Hujan material terlarut langsung dari air laut dalam kaitan dengan reaksi kimia
Evaporasi (gypsum,haliteothers salts) Cosmogenous
Lokasi Penemuan
Kumpulan angin debu;sungai
Tanah liat
Permukaan air dingin
Calcium carbonate (CaCO3) Silica (SiO2.nH2O)
Biogenous
Pecahan batuan
Sumber Sungai;erosi pantai;tanah longsor
Tanah liat Lautan
Lithogenous
Tipe
Biji besi-nikel Abu ruang angkasa Tektites (silica glass) Besi-nikel meteorites Silicate chondrites
Meteor
Wilayah paparan Paparan dangkal pada daerah lintang rendah Hydrothermal vents di pertengahan punggung bukit lautan Membatasi lembah yang dangkal dimana penguapan tinggi pada daerah lintang rendah Dalam proporsi yang kecil tercampur dengan semua tipe sedimen dan di semua lingkungan lautan Terlokasi dekat wilayah sekitar meteor jatuh
Karateristik sedimen dapat menentukan morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentos. Tipe substrat dapat memberikan kendali terhadap distribusi organisme bentos di perairan. Adaptasi terhadap tipe substrat akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologi organisme terhadap suhu, salinitas dan faktor kimia lainnya (Hutabarat dan Stewart, 2000). Levinton (1982) mengatakan bahwa ukuran partikel sedimen juga berperan penting dalam menentukan jenis bentos laut.
2.4. Klasifikasi dasar perairan (Bottom classification) Informasi mengenai tipe dasar, sedimen dan vegetasi perairan secara umum dapat digambarkan pada sinyal echo dimana sinyal ini dapat disimpan dan diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan data GPS. Sinyal echo ini dapat diuraikan sehingga informasi mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan ke suatu tabel digital. Untuk verifikasi hasil, sampel fisik dasar perairan harus diobservasi melalui penyelaman atau dengan menggunakan kamera bawah air (underwater camera) yang harus direkam sebagai salah satu data akustik yang diperoleh sehingga pada saat verifikasi kembali data yang ada dapat digunakan untuk membandingkan tipe dasar perairan yang belum diketahui (Burczynski, 2002). Nilai dari sinyal echo selain tergantung dari tipe dasar perairan (khususnya kekasaran dan kekerasan) tetapi tergantung juga dari parameter alat (misalnya frekuensi dan transducer beamwidth) (Burczynski, 2002). Oleh karena itu, verifikasi hasil akan sah hanya untuk sistem akustik yang telah digunakan untuk verifikasi.
Penggolongan dasar perairan tentunya akan selalu berkaitan dengan bagaimana cara menentukan fraksi sedimen dari dasar perairan. Perbandingan nilai E1 dan E2 dalam metode akustik tentunya akan memberikan gambaran yang jelas dari dasar perairan seperti digambarkan pada Gambar 2. Kloser et al. (2001) dan Schlagintweit (1993) mengamati klasifikasi dasar laut dari frekuensi akustik. Dasar perairan yang memiliki ciri-ciri yang sama, perbedaan indeks kekasaran diamati berdasarkan perbedaan dua frekuensi yang mereka gunakan. Selanjutnya, Schlagintweit (1993) menemukan bahwa perbedaan timbul dari frekuensi 40 dan 208 kHz yang disebabkan oleh perbedaan penetrasi dasar laut berdasarkan frekuensi kedalaman pada berbagai tipe dasar perairan. Pada frekuensi rendah dimana panjang gelombang akustik lebih besar dari skala kekasaran dasar laut, dasar laut secara akustik akan tampak lembut. Dalam hal ini, pemantulan dasar laut akan didominasi oleh penyebaran dasar laut. Di sisi lain, pada frekuensi tinggi dimana panjang gelombang akustik lebih kecil dari skala penyebaran kekasaran dasar laut, penyebaran kekasaran dapat mendominasi sinyal yang dikembalikan dan dasar laut mungkin secara akustik dianggap kasar. Sebagai tambahan, ketika dasar laut menyerap lebih sedikit energi pada frekuensi rendah dibanding frekuensi tinggi, lapisan dibawah dasar laut permukaan boleh jadi tampak secara akustik . Oleh karena itu, backscatter dasar laut dan pemantulan dasar perairan pada frekuensi rendah dapat sampai pada waktu yang bersamaan dari berbagai sudut (Penrose et al., 2005).
E1(Kekasaran)
E2(Kekerasan)
Sumber : Siwabessy, 2000 Gambar 2. Geometri echo dasar perairan secara akustik
Klasifikasi habitat dasar perairan meliputi penggolongan dari semua organisme yang hidup pada dasar perairan dimana memiliki hubungan yang erat dengan karateristik dari sedimen. Tentunya habitat yang hidup pada dasar perairan akan memilih daerah yang sesuai dengan karateristiknya. Parameter echo dasar perairan bervariasi secara luas dari ping ke ping. Oleh karena variabilitas ini, perlu dilakukan penyaringan data dan mengambil suatu nilai rata-rata parameter echo dasar perairan di atas sejumlah ping. Penganalisaan data digunakan dengan menggunakan perangkat lunak Echoview 3,5 dimana perangkat lunak ini akan menghasilkan dua variabel yang menggambarkan karateristik dari sinyal dasar perairan yaitu (Ostrand et al., 2005): 1. Energy of the 1st bottom echo (E1) 2. Energy of the 2nd bottom echo (E2) Ostrand et al., (2005) menerangkan hubungan antara E1 (Roughness) dan E2 (Hardness) dapat memperlihatkan jenis / tipe sedimen yang terdapat di suatu perairan dimana semakin besar kedua nilai tersebut maka jenis sedimen pada suatu perairan sebagian besar berupa substrat keras dan sebagian besar memiliki kenampakan megaskopis (Gambar 3).
Sumber : www.BioSonics.com Gambar 3. Klasifikasi berbagai jenis substrat dasar berdasarkan nilai E1 dan E2
2.5. Makrozoobenthos Bentos adalah organisme yang hidup di atas atau di dalam dasar perairan dan terdiri dari organisme nabati (fitobenthos) dan organisme hewani (zoobenthos) (Odum (1971)). Secara umum bentos dikelompokkan dalam tiga bagian besar berdasarkan ukurannya yaitu makrobenthos dimana ukurannya lebih dari 1.0 mm, meiobenthos berukuran antara 0,10 mm – 1.00 mm dan mikrobenthos yang berukuran lebih kecil dari 0,10 mm. Awal pekerjaan di alam organisme yang hidup di dasar perairan dikenali berdasarkan komunitas dan karateristik asosiasi spesies makrofauna. Thorson (1957) dalam Barnes (1988) mengelompokkan komunitas dalam tujuh mayor tipe. Dominasi komunitas Macoma berada hingga kedalaman 60 m, komunitas Tellina pada perairan dangkal yang berpasir, komunitas Venus di kedalaman lebih dalam dimana masih terdapat substrat pasir sekitar 7 – 40 m, komunitas Abra terdapat pada daerah berlumpur seperti estuari, komunitas Amphiura ditandai dengan karateristiknya yang hidup pada sedimen yang halus pada kedalaman 15 – 150 m,
komunitas Maldane / Ophiura terdapat pada lumpur yang halus pada wilayah continental shelf pada kedalaman 300 m, dan dominasi komunitas grup amphipod ditemukan pada daerah berlumpur dan perairan keruh. Jenis hewan yang paling banyak ditemukan pada bentos sebagian besar berupa hewan invertebrata (Tabel 3). Jenis hewan ini mempunyai kisaran ukuran yang sangat luas yaitu dari berukuran sebesar protozoa sampai kepada yang berukuran sebesar crustacea dan moluska. Ukuran ini kadang-kadang dipakai sebagai salah satu dasar untuk mengklasifikasikan mereka.
2.6. SIMRAD EY 60 Split beam SIMRAD EY 60 scientific echo sounder system merupakan instrumen hidroakustik yang paling baru dan merupakan generasi keenam yang dibuat oleh Simrad. SIMRAD EY 60 disebut sebagai alat hidroakustik pertama yang serba bisa, yang mampu menyediakan sounder tiga frekuensi, target strength analyzer dan echo integrator lanjutan. Sinyal echo diproses secara on-line dan hasilnya ditampilkan dengan echogram. SIMRAD EY 60 disebut sebagai scientific echo sounder karena konsep baru yang digunakan pada receiver memungkinkan alat ini mencapai rentang dinamis sampai dengan 160 dB. Sounder dapat beroperasi pada tiga frekuensi sebesar 12, 38 dan 120 kHz. Keunikan lain dari alat ini adalah kemampuannya untuk mengamati posisi horizontal dari ikan yang berada pada beam, hal ini memungkinkan peneliti untuk mempelajari tingkah laku ikan (www.simrad.com).
Tabel 3. Beberapa jenis-jenis hewan utama yang terdapat di dasar lautan. Phylum Subgrup dan nama umum Cnidaria Hydrooa (hydroid coelenterates) Anthozoa (anemones, corals) Plathyhelminthes
Turbellaria (flatworms)
Aschelminthes
Nematoda (roundworms)
Annelida
Polychaeta (bristle worms, lugworms)
Mollusca
Gastropoda (snails and sea-slugs) Lamellibranchiata (bivalves) Chephalophoda (cuttlefish and squids)
Anthropoda
Crustacea (especially ostracods, copepods, cirripedes, malacostracans)
Echinodermata
Crinoidea (sea-lilies) Holothuroidea (sea-cucumbers) Echinoidea (sea-urchins) Asteroidea (starfish) Ophiuroidea (brittle stars)
Hemichordata
Enteropneusta (acorn-worms)
Chordata
Urochordata (sea-squirts) Chephalochordata (Amphioxus)
Sumber : Hutabarat dan Stewart, 2000
2.7. Global Positioning System (GPS) Global Positioning System (GPS) merupakan sistem radio navigasi dalam penentuan posisi dengan menggunakan satelit. Sistem ini didesain untuk memberikan informasi mengenai waktu di seluruh dunia, memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti. Sistem ini juga dapat digunakan di segala cuaca (Abidin, 1997). GPS terdiri dari tiga segmen utama yang terdiri dari: segmen angkasa (space segment) yang terdiri atas satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri atas stasiun-stasiun
pemonitor dan pengontrol satelit dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri atas pemakai data GPS. Antena pada GPS merupakan merupakan alat penerima sinyal GPS yang cukup penting dimana antena ini berfungsi mendeteksi gelombang elektromagnetik yang datang dari satelit GPS dan mengubahnya menjadi arus listrik. Arus listrik ini kemudian dikuatkan dan dialirkan menuju receiver yang akan diproses lebih lanjut. Antena pada GPS harus mempunyai polarisasi lingkaran yang dapat mengamati sinyal GPS dan mempunyai kepekaan tinggi untuk dapat mendeteksi sinyal yang relatif lemah. Antena GPS yang digunakan untuk keperluan survei dan pemetaan sebaiknya memiliki stabilitas pusat fase yang tinggi serta daya tolak untuk multipath. Multipath adalah fenomena yang terjadi dimana sinyal dari satelit tiba di antara GPS lewat dua atau lebih lintasan yang berbeda. Ini berarti satu sinyal merupakan sinyal langsung dari satelit ke antena, sedang yang lainnya merupakan sinyal-sinyal tidak langsung yang dipantulkan benda di sekitar antena sebelum tiba di antena (Mbay, 1999). Sampai saat ini GPS telah banyak digunakan keperluan survei dan pemetaan di laut, survei hidro-oseanografi, survei akustik, penentuan posisi dan peralatan bantu navigasi untuk membantu mempelajari arus, gelombang ataupun pasang surut di lepas pantai. Bahkan GPS dapat dikombinasikan dengan sistem akustik untuk mempelajari dinamika lempeng-lempeng benua di bawah lautan (Abidin,1997).
2.8. Keadaan umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten. Daerah ini terletak pada koordinat 6021’ LS – 7010’ LS dan 104048’ BT – 106011’ BT dan lokasinya dekat dengan daerah Ujung Kulon. Bagian Barat Kecamatan Sumur berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Kondisi oseanografis di perairan Sumur belum sepenuhnya diketahui sehingga data-data yang berkaitan dengan kondisi perairan Sumur masih sangat kurang.
3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan tempat penelitian Pengambilan data akustik dilakukan pada tanggal 6 dan 7 September 2007 di perairan daerah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten dengan letak koordinat 6021’ LS – 7010’ LS dan 104048’ BT – 106011’ BT dengan lokasi kedalaman sekitar 3 – 25 m. Penelitian ini dilakukan bersama dengan proyek dalam rangkaian rencana penggunaan Set net di perairan Sumur, dimana penulis terlibat langsung dalam kegiatan pangambilan data ini. Pengolahan dan analisis data mulai dilakukan pada bulan Oktober 2007 dan berakhir hingga bulan Maret 2008. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 juga memperlihatkan desain survei jalur/track yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data hidroakustik. Pola track ini telah ditentukan dan disusun di GPS terlebih dulu sebelum turun ke lapangan dimana alur pengambilan data hidroakustik dilakukan. Dari gambar terlihat bahwa pola cruise track yang digunakan adalah pola systematic parallel transect (MacLennan dan Simmonds, 2005). Profil lintasan ini diperoleh dengan menggabungkan semua file echogram hasil deteksi hidroakustik yang dilakukan dan kemudian ditampilkan dengan menggunakan software Echoview 3,5 melalui menu cruise track
Gambar 4. Lokasi penelitian
3.2. Perangkat dan peralatan 3.2.1. Perangkat akustik SIMRAD EY 60 scientific echosounder system Pengambilan data akustik menggunakan perangkat SIMRAD EY 60 scientific echosounder system (Lampiran 1). Transducer split beam dioperasikan dengan menggunakan frekuensi 120 kHz dengan kecepatan suara sebesar 1542,15 m/dtk dengan nilai transmitted pulse length 0,128 mdtk. Selain itu digunakan laptop untuk merekam data secara real time, dan juga GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui posisi lintang (latitude) dan bujur (longitude) (Lampiran 2). Spesifikasi dari SIMRAD EY 60 scientific echo sounder system dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi SIMRAD EY 60 scientific echosounder system Spesifikasi SIMRAD EY60 Setting Operasi Operating frequency Operating modes Transmission power Ping rate Maximum ping rate Data collection range Receiver filtering Receiver noise figure Split-beam Synchronization Bottom detection settings Transmit power Receiver instantenous dynamic range
120 kHz active adjustable in steps 50 watt adjustable 60 m 20 pings/sec 0 to 1500 m matched digital filters 4 dB complex digital demodulation internal and external adjustable maximum 4 kW 150 dB
3.2.2. Kapal Survei akustik dilakukan dengan menggunakan kapal nelayan setempat (15 GT). Penempatan komponen Simrad EY 60 dan laptop harus berada pada tempat yang aman dan mudah dioperasikan, tempat yang paling baik adalah di
daerah ruang kemudi. Penempatan posisi transducer harus masuk ke dalam air, sehingga diletakkan di sisi luar kapal pada bagian kiri kapal (Lampiran 3). Transducer diletakkan di sebelah kiri karena perputaran baling-baling kapal berlawanan dengan arah jarum jam. Hal ini dilakukan karena noise yang ditimbulkan oleh baling-baling lebih besar pada satu sisi kapal daripada sisi yang lain. Dalam hal ini sisi kanan kapal memiliki noise yang besar karena balingbaling kapal berputar ke arah kiri.
3.2.3. Alat dan bahan pengambilan contoh sedimen dan bentos Alat yang digunakan untuk mengambil contoh sedimen dasar laut dan bentos adalah sebagai berikut Van veen grab (Lampiran 4), ember berukuran sedang, kantong plastik, ayakan, botol film, kertas label, alat-alat tulis dan formalin 4%. Alat yang digunakan untuk pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Alat pemrosesan data Perangkat Keras (Hardware) Personal Komputer
Perangkat Lunak (Software) Echoview 3,5 – (Lampiran 5) Golden Software Surfer 8,0 Statistica 6,0 Microsoft Office 2007
3.3. Pengambilan data akustik Data akustik diambil dengan menggunakan instrumen echosounder split beam SIMRAD EY 60. Alat ini dioperasikan secara kontinu dengan kecepatan kapal berkisar 4 knot. Prinsip kerjanya adalah pengiriman pulsa energi
gelombang suara dari permukaan laut melalui transmitting transducer secara vertikal ke dasar laut. Kemudian suara yang dikirim ke permukaan dasar laut dipantulkan kembali dan diterima oleh receiver amplifier. Transducer diletakkan pada setengah badan kapal sebelah kiri. Gelombang suara yang diterima akan ditransformasikan menjadi pulsa energi listrik ke receiver. Sinyal-sinyal tersebut diperkuat dan direkam pada recorder dalam bentuk grafis maupun digital. Proses pengambilan data akustik dapat dilihat pada Gambar 5.
Transducer
Simrad EY 60
GPS
Simrad ER 60
Posisi Lintang dan Bujur
Sea-bed Display Sea-bed
Gambar 5. Diagram alir pengambilan data
3.4. Pengambilan contoh sedimen Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada 7 stasiun yang berada di perairan Sumur, Banten dengan menggunakan Van veen grab dengan luas bukaan sebesar 20 × 20 cm2. Contoh sedimen yang diambil dimasukkan ke dalam kantung plastik yang selanjutnya dianalisis dengan metode ayakan bertingkat. Jenis / tipe substrat (sedimen) beserta ukuran sedimen diketahui setelah dilakukan
analisis tekstur sedimen di Balai Penelitian Tanah Laboratorium Fisika Tanah Bogor pada tanggal 23 Oktober 2007 sampai 26 Oktober 2007.
3.5. Pengambilan contoh makrozoobenthos Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan alat Van veen grab dengan luasan 20 × 20 cm2 dimana sedimen yang diambil sebagian disaring untuk mendapatkan organisme bentos yang ada pada substrat tersebut. Setelah disaring, hasil saringan berupa organisme bentos dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi larutan formalin 4% dan kemudian diidentifikasi dengan buku identifikasi Abbott (1991), Dharma (1988) dan Gosner (1971) pada Laboratorium Biologi Laut Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB dan Laboratorium Bioekologi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB. Pengambilan contoh bentos ini dilakukan pada tiap stasiun dengan satu kali ulangan, dimana pengambilan contoh sampel ini didasarkan pada track kapal pada saat pengambilan data.
3.6. Analisis data 3.6.1. Analisis data akustik Kontur dasar perairan perlu diketahui untuk melihat karateristik dari suatu dasar perairan. Kontur dasar perairan dapat dibuat berdasarkan data posisi berupa lintang (latitude) dan bujur (longitude) dan kedalaman dari hasil survei akustik. Data yang ada ditabulasikan menggunakan Microsoft excel kemudian diolah menggunakan software Surfer 8,0 yang dapat merangkai titik koordinat berdasarkan kedalaman. Hasil rangkaian data tersebut dapat menjadi tampilan batimetri yang memperlihatkan kontur dasar perairan.
Data akustik yang telah diperoleh menggunakan SIMRAD EY 60 scientific echosounder system dalam bentuk echogram, diolah dan dianalisis menggunakan software Echoview versi 3,5. Proses analisis data dapat dilihat pada Gambar 6.
Echoview 3.5
Echogram
Kalibrasi
Variable Properties
Kecepatan suara (m/s)
Integrasi (E1 dan E2)
Transmitted pulse length (s)
SV rata-rata
Depth rata-rata
Lintang
Posisi
Bujur
Gambar 6. Diagram alir analisis data Pada proses integrasi, echogram harus diatur terlebih dahulu berdasarkan informasi yang diinginkan. Hal yang harus dilakukan pada proses ini adalah pada menu Echoview 3,5 pilih echogram, pilih variable properties (F8) kemudian masukkan nilai-nilai yang akan diamati. Pada distance grid menggunakan 500 ping yang berarti pembagian EDSU (Elementary Distance Sampling Unit) berdasarkan jumlah ping dengan range grid sebesar 50,00 m. Color display minimum yang digunakan sebesar -50,00 dB, maksimum 0 dB dan color display
range sebesar 50,00, dimana nilai ini diperlukan untuk mengetahui nilai E1 (energy of the 1st bottom echo). Nilai E2 (energy of the 2nd bottom echo) pada second bottom diketahui dengan menggunakan color display minimum sebesar -70,00 dB, maksimum 0 dB dan color display range sebesar 70,00. Penentuan daerah yang akan dianalisis pada first bottom dilakukan dengan membuat dua garis pada dasar perairan menggunakan line draw tool (2), dimana garis pertama dibuat melalui new line sehingga akan terbentuk line 1. Hal yang sama juga dilakukan untuk membentuk garis kedua dengan jarak tertentu dari garis pertama. Jarak yang terbentuk dibuat sesuai dengan luasan area yang akan dianalisa dalam hal ini jarak yang digunakan sebesar 0,10 m ke arah dalam dasar perairan dari garis pertama. Setelah garis pertama dan garis kedua terbentuk, kemudian pada echogram, variable properties (F8) pilih analysis, pada exclude above line masukkan nilai line 1 dan exclude below line masukkan nilai line 2. Analisis second bottom, pembuatan garis agak sedikit berbeda dimana pembuatan line 1 dilakukan secara manual mengikuti kontur dasar perairan second bottom, sedangkan garis kedua secara otomatis akan mengikuti bentuk garis pertama dengan jarak 0,10 m (Lampiran 6). Proses integrasi dimana nantinya akan diperoleh informasi, klik kanan pada tiap EDSU yang terbentuk, pilih integrate cell maka akan muncul hasil dari integrasi dari EDSU yang terpilih berupa Sv mean (dB), NASC (m2n-1mi-2), ABC (m2m-2) dan depth mean (m). Nilai-nilai hasil integrasi tiap EDSU berupa Sv mean (dB) dan depth mean (m) beserta dengan posisinya ditabulasikan ke dalam Microsoft excel. Hal yang sama dilakukan juga untuk second bottom.
3.6.2. Analisis sedimen Klasifikasi metode analisis besar butir dilakukan dengan menggunakan metode ayakan bertingkat dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Contoh substrat diambil dari lapangan dan diperkirakan beratnya pada waktu kering minimal 100 gram basah. 2. Substrat tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 1000C sampai benar-benar kering (± 24 jam). 3. Contoh diayak dengan Shieve shaker (Lampiran 7) berukuran 2 mm. 4. Berat asal kering contoh ditimbang dengan berat 10 gram. 5. Selanjutnya ditambahkan H2O2 30% sebanyak 100 ml dan didiamkan selama semalam. Setelah itu contoh substrat dimasak untuk menghilangkan bahan organik. 6. Contoh substrat kemudian diayak dengan ayakan berukuran 325 mesh (mesh = banyaknya lubang (hole) dalam 1 mm2). 7. Hasil ayakan ini kemudian dimasukkan ke dalam Shieve shaker (5 ukuran mata ayakan) untuk kemudian diayak sehingga menghasilkan 5 ukuran besar butir sedimen yang nantinya akan digolongkan ke dalam substrat pasir. 8. Hasil lain dari ayakan berukuran 325 mesh yang dalam keadaan cair ditambahkan larutan Na2P2O7 . 10H2O untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui substrat lumpur dan liat yang dilakukan dengan cara pemipetan dengan ukuran pipet 20 cc. 9. Untuk menentukan fraksi lumpur, larutan didiamkan selama 1 – 15 menit. Selanjutnya untuk fraksi liat dimana ukurannya sangat kecil, maka larutan
tersebut didiamkan selama 3,5 sampai 24 jam untuk selanjutnya ditentukan persentasenya.
3.6.3. Analisis populasi dan komunitas Keanekaragaman ditentukan oleh dua hal penting, yaitu jumlah taksa yang berbeda (spesies memberikan keanekaragaman spesifik dan genus memberikan keanekaragaman genetik) dan regularitas/keseragaman yang mencerminkan penyebaran individu dalam satu kategori sistematik (Bengen, 2000). Keanekaragaman makrozoobenthos merupakan jumlah dari makrozoobenthos yang hidup pada suatu wilayah atau areal tertentu. Nilai keanekaragaman ini dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon dengan rumus sebagai berikut (Bengen 2000). n ni log 2 i = ∑ N i =1 N s
H’ = -
pi = dimana :
s
∑ ( pi log2 pi ) ..........
(1)
i =1
ni ................................................................ (2) N
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
pi = Proporsi spesies ke – i terhadap jumlah total ni = Jumlah individu pada spesies ke – i N = Jumlah individu total Keseragaman dari makroozoobenthos merupakan proporsi dari masingmasing spesies makrozoobenthos yang hidup pada tempat tertentu dimana nilai keseragaman ini dapat dilihat dari Indeks Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut (Bengen 2000). E=
H' ; H’ maks = log2 S ...................... (3) H ' Maks
dimana :
E = Indeks Keseragaman jenis
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah spesies Dominansi makrozoobenthos merupakan spesies dari makrozoobenthos yang paling banyak dijumpai. Spesies yang mendominasi ini dapat menentukan dan mengendalikan kehadiran dari spesies lain (Odum, 1971). Untuk melihat adanya dominansi maka digunakan Indeks Simpson, yakni s
D=
ni
∑ ( N ) 2 ...................................................
(4)
i=1
dimana :
D = Indeks Dominansi
ni = Jumlah individu pada spesies ke-i N = Jumlah total individu dari semua spesies s = Jumlah spesies atau taksa Kepadatan makrozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu makrozoobenthos per satuan luas (m2). Contoh makrozoobenthos yang telah diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan rumus sebagai berikut (Krebs, 1989). K=
dimana :
10000 × a ................................................... (5) b
K = Kepadatan makrozoobenthos (individu/m2) a = Jumlah makrozoobenthos (individu) b = Luas bukaan Van veen grab (cm2)
10000 = Konversi dari cm2 ke m2
2.6.4. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Analisis Komponen Utama (AKU) adalah metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk menghasilkan suatu grafik yang memudahkan interpretasi dan
mempelajari suatu tabel / matrik data dari sudut pandang kemiripan antar individu atau hubungan antar variabel (Bengen, 2000). Analisis Komponen Utama ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda. 2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan peubah yang biasanya terdiri dari peubah yang banyak dan saling berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam data. 3. Menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi yang kecil. Pada penelitian ini Analisis Komponen Utama digunakan untuk melihat hubungan antara komposisi partikel dari tipe substrat dan nilai backscattering volume dasar perairan serta hubungannya dengan komunitas makrozoobenthos. Hasil Analisis Komponen Utama yang dilakukan terhadap matriks korelasi menghasilkan sumbu-sumbu faktorial yang mengekstraksi secara maksimum informasi-informasi yang didapat dari parameter-parameter yang digunakan. Pada prinsipnya Analisis Komponen Utama menggunakan pengukuran jarak Ecluidean (sudut), yaitu jumlah kuadrat perbedaan antara individu-individu (baris) untuk variabel (kolom) yang sesuai. Semakin kecil jarak Ecluidean antar dua individu maka semakin mirip karateristiknya dan semakin jauh jarak Ecluidean maka dua individu semakin berbeda.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil batimetri perairan Sumur Pada Gambar 7 terlihat profil batimetri perairan Sumur yang diperoleh dari hasil pemetaan batimetri pada data echogram, dimana dari gambar tersebut dapat dilihat pola batimetri perairan yang tidak rata. Perairan Sumur termasuk dalam kategori perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman sebesar 13,31 meter. Kedalaman perairan yang terdeteksi menunjukkan adanya variasi kedalaman yang berbeda untuk setiap posisi lintang dan bujur. Pada daerah sepanjang -6040’12” LS sampai -6043’12” LS terlihat bahwa daerah tersebut berada pada strata kedalaman yang sama dimana kedalamannya berkisar antara 20,00 – 24,00 m yang kedalamannya semakin dangkal ke arah daratan.
Sumber : Diolah dari Lampiran 8 Gambar 7. Batimetri daerah penelitian
Pada Gambar 7 juga terlihat bahwa pada lintang dan bujur tertentu terdapat pola batimetri yang curam dimana lokasinya tidak berada jauh dari daratan. Bentuk batimetri yang lain ada yang berbentuk seperti tonjolan / bukit yang terlihat pada posisi -6042’36,00” LS dan 105030’36,00” BT dan juga pada posisi -6040’12,00” LS dan 105033’00” BT. Posisi terdangkal yaitu 1,86 m berada pada posisi -6040’50,40” LS dan 105034’6,60” BT, sedangkan kedalaman tertinggi sebesar 23,78 m didapatkan pada posisi -6041’37,20” LS dan 105033’7,92” BT.
4.2. Sedimen dasar laut Tipe substrat dasar perairan Sumur hasil survei umumnya berupa pasir dan lumpur (Gambar 8). Berdasarkan hasil analisis tekstur sedimen, sedimen permukaan dasar laut pada lokasi penelitian dapat dipisahkan menjadi 3 tipe sedimen yaitu : pasir (5 fraksi, ukuran mata ayakan 1.000-2.000 µm, 500-1.000 µm, 200-500 µm, 100-200µm dan 50-100 µm), lumpur (3 fraksi, ukuran 20-50 µm, 10-20 µm dan 2-10 µm) dan liat (2 fraksi, ukuran 0,5-2 µm dan 0-0,5 µm). Sebagian besar sedimen permukaan dasar laut yang ditemukan pada tiap stasiun di lokasi penelitian adalah pasir dimana dari ketujuh stasiun pengamatan terdapat empat stasiun yang dominasi substrat pasir berada di atas 50%, selanjutnya untuk lumpur dua dari tujuh stasiun pengamatan berada di atas 50%. Persentase sebaran substrat di perairan Sumur dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis komposisi ukuran partikel pada contoh substrat yang diambil di perairan Sumur dengan mempergunakan Van veen grab di Balai Penelitian Tanah Laboratorium Fisika Tanah Bogor menunjukkan bahwa dari 7 stasiun pengamatan, ditemukan 4 stasiun yang didominasi oleh substrat pasir dan 3 stasiun yang didominasi oleh substrat lumpur (Gambar 8).
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 8. 8 Persentase substrat di lokasi penelitian
4.2.1. Pasir Fraksi pasir secara keseluruhan didapatkan pada setiap stasiun pengamatan dimana persentase pasir sebesar 47,47% dari persentase total sedimen. Sedimen tipe pasir mempunyai kenampakan megaskopis. Berdasarkan analisis besar butir butir, ukuran pasir yaitu berkisar antara 50 µm sampai 2.000 µm. Persentase terbesar dari sedimen fraksi pasir didapatkan pada Stasiun 7 sebesar 87,90% yang terletak pada posisi -6040’26,40”” LS dan 105033’10,80” BT dimana nilainya jauh lebih besar dibanding persentase dari fraksi lumpur dan liat yang secara berurutan sebesar 6,40% dan 5,70% % (Gambar 9). Jika dilihat berdasarkan kedalaman, Stasiun tasiun 7 berada pada kedalaman ± 3 m. Pada stasiun yang memiliki persentase pasir tertinggi dapat dilihat bahwa persentase dari lumpur dan liat sangat berbeda jauh. Hal ini dikarenakan stasiun tersebut berada dekat dengan pantai dimana distribusi dari fraksi-fraksi fraksi ini dipengaruhi oleh proses oseanografi seperti arus. Fraksi pasir yang memiliki kenampakan megaskopis akan lebih cepat mengendap dibandingkan ibandingkan dengan fraksi lumpur dan liat pada daerah yang mengalami proses turbulensi yang tinggi karena fraksi lumpur dan liat berukuran sangat kecil
sehingga masih dapat dibawa oleh arus ke tempat lain. Rata-rata rata kecepatan arus di perairan Sumur pada bbulan September yaitu berkisar antara 4 – 5 knot (Purwandani, 2001). Gambar 10 menggambarkan nggambarkan sebaran fraksi pasir yang merupakan hasil interpolasi dari semua stasiun pengamatan. Distribusi pasir tertinggi ter terlihat pada Stasiun 7 sebesar 87,90% % yang terletak terlet pada posisi -6040’26,40” LS dan 105033’10,80” BT sedangkan persentase terendah ditemukan pada Stasiun 4 sebesar 7% % dimana terletak pada posisi -6041’13,20” LS dan 105032’25”” BT. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa sebaran pasir di lokasi penelitian tidak terlalu merata dan hanya terdapat pada lokasi-lokasi lokasi lokasi tertentu dan sebagian besar posisi stasiunnya berada dekat dengan pantai yang mendapat pengaruh arus yang sangat kuat.
Sumber umber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 9. Persentase pasir
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 10. Distribusi persentase fraksi pasir
4.2.2. Lumpur Berdasarkan analisis ukuran butir sedimen menunjukkan bahwa ukuran fraksi lumpur berkisar antara 2 µm sampai 50 µm. Lumpur ini berwarna coklat. Sedimen fraksi lumpur umumnya mudah terbawa oleh arus dan mudah teraduk bila terjadi proses turbulensi atau upwelling. Pengendapan fraksi lumpur sangat lambat, sehingga posisi lumpur selalu di atas dari lapisan permukaan dasar laut. Stasiun lokasi pengamatan yang memiliki persentase fraksi lumpur terbesar yaitu pada Stasiun 1 sebesar 75,60% yang terletak pada posisi -6043’33,60” LS dan 105030’6,59” BT dan yang terendah terdapat pada Stasiun 7 sebesar 6,40% pada posisi -6040’26,40” LS dan 105033’10,80” BT. Stasiun 7 memiliki kandungan fraksi lumpur yang paling sedikit hal ini dikarenakan pada stasiun ini didominasi
oleh fraksi pasir yang jauh lebih le besar dan stasiun ini terletak lebih ke arah pantai dimana distribusi fraksi lumpur dipengaruhi dipeng oleh kondisi oseanografi di lautan (Gambar 11). Distribusi fraksi lumpur pada Gambar 12 1 terlihat hampir merata di seluruh permukaan aan dasar laut pada lokasi penelitian. Lumpur memiliki persentase sebesar 39,46% % dari total persentase sedimen. Persentase tertinggi sedimen lumpur ini diperoleh pada posisi -6043’33,60” LS dan 105030’6,48” BT dan -6040’26,40 26,40” LS dan 105032’10,80” BT dengan den nilai yang sama sebesar 75,60% % dan persentase terendah diperoleh pada posisi -6040’26,40” LS dan 105033’10,80” BT yaitu sebesar 6,40%. Gambar 12 menggambarkan bahwa semakin ke arah laut persentase fraksi lumpur semakin besar. Salah satu penyebabnya adalah faktor oseanografi yaitu berupa arus dan gelombang dimana perairan yang berada jauh dari pantai akan sedikit mendapat pangaruh gelombang gelombang dibandingkan dengan pada daerah pantai, sehingga di daerah dekat pantai lumpur akan sangat sulit untuk mengendap karena ukurannya yang mikroskopis dan mudah terbawa oleh air laut.
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 11. Persentase lumpur
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 12. Distribusi persentase fraksi lumpur
4.2.3. Liat Hasil analisis ukuran butir sedimen menunjukkan bahwa ukuran fraksi liat sebesar 0,5 µm sampai 2 µm. Berdasarkan hasil olahan fraksi sedimen didapatkan bahwa stasiun yang memiliki persentase fraksi liat terbesar yaitu Stasiun 2 sebesar 24,2% yang terletak pada posisi -6042’20,40” LS dan 105031’12,60” BT sedangkan stasiun yang memiliki persentase kandungan liat terkecil yaitu pada Stasiun 7 sebesar 5,70% yang terletak pada posisi -6040’26,40” LS dan 105033’10,80” BT. Stasiun 7 memiliki persentase fraksi liat terkecil dikarenakan stasiun ini terletak lebih dekat ke arah pantai. Persentase fraksi liat pada tiap stasiun di lokasi pengamatan dapat dilihat pada Gambar 13.
Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat distribusi fraksi liat dimana komposisi persentase liat semakin meningkat ke arah lautan. Persentase fraksi liat tertinggi terletak pada posisi -6042’20,41” LS dan 105031’12,70” BT sebesar 24,20% dimana lokasi ini berada jauh dari pantai dan terendah pada posisi -6040’26,40” LS dan 105033’10,80” BT. Sedimen fraksi liat merupakan sedimen yang ukurannya paling kecil sehingga butuh waktu yang lebih lama daripada lumpur untuk mengalami proses pengendapan di dasar perairan. Gambar 14 juga memperlihatkan sebaran fraksi liat di daerah yang dekat dengan pantai berkisar antara 10% sampai 11%, sedangkan semakin ke laut persentasenya semakin meningkat dan berkisar antara 18% sampai 21%. Hal iini ni disebabkan karena fraksi liat telah mengalami pengendapan pada daerah-daerah daerah tersebut.
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 13. Persentase liat
Sumber : Diolah dari Lampiran 11 Gambar 14. Distribusi persentase fraksi liat
4.3. Backscatter dasar perairan Hasil analisis komposisi ukuran partikel pada contoh sedimen di perairan Sumur, selanjutnya digunakan untuk menentukan komposisi fraksi pasir, lumpur dan liat. Hasil yang didapat adalah dari 7 stasiun pengamatan diperoleh 3 stasiun bersubstrat pasir (backscattering volume E1 sebesar -21,74 dB, -22,56 dB dan 21,76 dB sedangkan backscattering volume E2 sebesar -47,58 dB, -65,40 dB dan -44,81 dB), 1 stasiun bersubstrat pasir berlumpur (backscattering volume E1 sebesar -23,64 dB dan backscattering volume E2 sebesar -58,67 dB), 1 stasiun bersubstrat lumpur berpasir (backscattering volume E1 sebesar -31,99 dB dan backscattering volume E2 sebesar -60,46 dB) dan 2 stasiun bersubstrat lumpur
(backscattering volume E1 sebesar -27,48 dB dan -30,43 dB sedangkan backscattering volume E2 sebesar -64,27 dB dan 61,37 dB) (Lampiran 13). Nilai backscattering volume E1 dan E2 yang ditemukan di lokasi penelitian tidak berbeda jauh dengan nilai backscattering volume E1 dan E2 yang ditemukan oleh Pujiyati (2008) untuk menentukan tipe substrat pada beberapa lokasi penelitian di perairan Jawa. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat ditentukan selang nilai backscattering volume E1 dan E2 di lokasi penelitian dari berbagai jenis sedimen di atas dapat seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Selang nilai E1 dan E2 E1 (dB)
E2 (dB)
Tipe Substrat
-18,05 sampai -20,31
-39,61 sampai -63,02
Pasir
-21,09 sampai -26,99
-44,81 sampai -67,39
Pasir berlumpur
-27,04 sampai -29,97
-52,48 sampai -68,02
Lumpur berpasir
-30,02 sampai -34,84
-43,05 sampai -69,51
Lumpur
Sumber : Diolah dari Lampiran 8 dan 12
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian perairan Sumur dengan menggunakan Echoview 3,5, pengklasifikasikan tipe substrat dasar perairan dapat dilihat dari nilai hasil analisis pantulan pertama (E1) yang berkisar antara -34,84 dB sampai -18,05 dB dengan nilai rata-rata dari backscattering volume dasar perairan sebesar -28,36 dB. Gambar 15 menggambarkan sebaran nilai pantulan pertama (E1) dari dasar perairan dimana pada daerah sepanjang pantai memiliki nilai pantulan yang besar. Hal ini disebabkan karena pada daerah pantai merupakan perairan dangkal dimana tipe substrat yang mendominasi adalah fraksi pasir dan pasir berlumpur yang
distribusi dari kedua fraksi ini sangat dipengaruhi oleh faktor pergerakan arus dan gelombang yang sangat kuat. Adanya pengaruh arus dan gelombang dapat mengakibatkan fraksi lumpur dan lumpur berpasir tidak dapat mengendap di sepanjang pantai, akibatnya pada daerah ini hampir sebagian besar didominasi oleh kedua tipe substrat tersebut. Selain itu, curamnya bentuk dasar perairan mengakibatkan lumpur menjauhi pantai. Semakin ke arah laut nilai backscattering volume dasar perairan (E1) semakin kecil berkisar antara -23,50 dB sampai dengan -31,00 dB. Hal ini disebabkan pada daerah yang lokasinya berada jauh dari pantai sebagian besar tipe substratnya berupa fraksi lumpur dan lumpur berpasir dimana kedua fraksi ini dapat mengendap karena mendapat pengaruh arus dan gelombang yang sangat kecil. Gambar 16 menggambarkan distribusi nilai pantulan kedua (E2) dari dasar perairan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai E2 ini berkisar antara -69,51 dB sampai dengan -39,54 dB dengan nilai rata-rata dari backscattering volume E2 sebesar -59,95 dB. Pada daerah sepanjang pantai nilai E2 terlihat sangat besar dibandingkan dengan nilai E2 yang berada jauh dari pantai. Ini menunjukkan bahwa semakin ke arah pantai tipe substratnya semakin memberikan pantulan yang sangat kuat dikarenakan tipe substratnya berupa pasir dan pasir berlumpur. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil pantulan yang diberikan oleh E1. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai backscattering volume dasar perairan E1 berbanding lurus dengan E2 (sesuai dengan hasil PCA pada Gambar 21).
-6.67
Perairan Sumur -6.68
-6.69
-6.7
Sumur -6.71
-6.72
-6.73 105.5
105.51
105.52
105.53
105.54
105.55
105.56
Bujur
Sumber : Diolah dari Lampiran 8 Gambar 15. Penyebaran nilai backscattering volume E1 di perairan Sumur
-6.67
Perairan Sumur -6.68
-6.69
-6.7
Sumur -6.71
-6.72
-6.73 105.5
105.51
105.52
105.53
105.54
105.55
105.56
Bujur
Sumber : Diolah dari Lampiran 8 Gambar 16. Penyebaran nilai backscattering volume E2 di perairan Sumur
Hasil klasifikasi dari nilai backscattering volume dasar perairan pertama (E1) dan kedua (E2) dapat digunakan untuk menduga tipe substrat yang terdapat di perairan Sumur. Berdasarkan hasil pengklasifikasian nilai backscattering volume pertama (E1) dasar perairan Sumur diperoleh bahwa nilai backscattering volume berkisar antara -34,84 dB sampai -18,05 dB dengan nilai rata-rata sebesar -28,36 dB. Nilai backscattering volume di lokasi penelitian untuk fraksi pasir berkisar antara -18,05 dB sampai 20,31 dB, pasir berlumpur berkisar antara -21,09 dB sampai -26,99 dB, lumpur berpasir berkisar antara -27,04 dB sampai -29,67 dB dan untuk fraksi lumpur berkisar antara -30,02 dB sampai -34,54 dB. Pujiyati (2008) menyatakan bahwa nilai hambur balik dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kemungkinan beberapa faktor lain seperti porositas serta kandungan bahan organik dan biota yang berada dalam substrat. Hasil klasifikasi dari nilai backscattering volume pertama (E1) dan kedua (E2) untuk mengetahui tipe substrat perairan Sumur dapat dilihat pada Gambar 17 dimana dari gambar terlihat bahwa sebagian besar tipe substrat dasar perairan Sumur berupa lumpur kemudian lumpur berpasir dan pasir berlumpur dan sedikit ada tipe substrat pasir pada lokasi-lokasi tertentu.
4.4. Karateristik biologi komunitas makrozoobenthos 4.4.1. Komposisi organisme Makrozoobenthos memiliki sifat yang cenderung menetap dan memiliki pola adaptasi yang bervariasi terhadap lingkungannya. Kemampuan tersebut juga tidak lepas dari beberapa faktor misalnya kualitas perairan, ketersediaan bahan makanan dan kompetisi.
-6.67
Perairan Sumur
-6.68
-6.69
-6.7
Sumur
-6.71
-6.72
-6.73 105.5
105.51
105.52
105.53
105.54
105.55
105.56
Bujur Pasir
Pasir Berlumpur
Lumpur Berpasir
Lumpur
Sumber : Diolah dari Lampiran 8 Gambar 17. Klasifikasi substrat perairan Sumur
Makrozoobenthos yang ditemukan selama penelitian terdiri dari 3 kelas antara lain Gastropoda, Bivalva dan Scaphopoda. Komposisi kelas makrozoobenthos pada seluruh stasiun pengamatan terdiri dari Gastropoda (66,67%), Bivalva (31,48%) dan Scaphopoda (1,85%). Komposisi kelas yang paling dominan adalah Gastropoda. Komposisi makrozoobenthos secara umum dapat dilihat pada Gambar 18.
Sumber : Diolah dari Lampiran 9 Gambar 18. Komposisi makrozoobenthos dari seluruh stasiun pengamatan engamatan
Pada Stasiun tasiun 1, komposisi kelas makrozoobenthos terdiri dari Gastropoda (70%) 0%) dan Bivalva (30%) (Gambar 19). 19). Komposisi spesies makrozoobenthos yang paling mendominasi adalah Bittium varium dengan komposisi sebesar besar 41,67%, Pyramidella sp sebesar 16,67%, lalu diikuti oleh Clathrodrillia jeffreysii dan Nuculana acuta yang memiliki komposisi jenis yang sama yaitu 8,33% dan yang memiliki komposisi yang paling kecil yaitu Cylichna sp, Cypraea sp, Seila adamsii, Teredora malleolus, malleolus Turitella sp dan Vepricardium sinense sebesar 4,17% (Lampiran 10). Pada Stasiun tasiun 2, komposisi makrozoobenthos terdiri dari Gastropoda (65,63%), Bivalva (31,25%) dan Scaphopoda (3,13%). Spesies yang memiliki komposisi terbesar adalah Turitella sp sebesar 34,81%, kemudian Turtonia sp sebesar 23,60% dan spesies yang memiliki komposisi paling sedikit adalah Cavolina sp, Clathrodrillia jeffreysii, jeffreysii Cucullacea labiata, Mitra sp,, Noclia ponderosa, Pisania sp,, Ptychobela vexillum, Vepricardium sinense si dan Vexillum sp yaitu sebesar 0,34% (Gambar 19). 19
Pada Stasiun 3, komposisi kelas makrozoobenthos terdiri dari Gastropoda (57,14%) dan Bivalva (42,86%). Komposisi jenis makrozoobenthos yang ditemukan yang memiliki persentase terbesar yaitu Turitella sp sebesar 37,50% spesies yang memiliki persentase terkecil antara lain Dinocardium robustum, Mitra sp, Nassarius sp, Panomya arctica, Pisania sp dan Pyrene sp yaitu sebesar 2,50%. Komposisi kelas makrozoobenthos yang ditemukan pada Stasiun 4 terdiri dari Gastropoda (56,25%), Bivalva (37,50%) dan Scaphopoda (6,25%). Komposisi spesies makrozoobenthos terbesar yang ditemukan yaitu Turitella sp sebesar 65,25% dan yang paling kecil terdiri dari Cerastoderma pinnulatum, Clathrodrillia jeffreysii, Cylichna sp, Peristernia sp, Pophia undulata, Terebra sp, Thracia seplentrionalis dan Yoldia sp yaitu sebesar 0,71% (Gambar 19). Komposisi kelas makrozoobenthos yang ditemukan pada Stasiun 5 terdiri dari Gastropoda (66,67%), Bivalva (27,78%) dan Scaphopoda (5,56%). Spesies makrozoobenthos yang memiliki persentase terbesar pada Stasiun 5 yaitu Turitella sp sebesar 28,57% dan yang terendah dimiliki oleh spesies Euthria sp, Mitra sp, Myadora sp, Rissoina sp, Turtonia sp dan Yoldia sp yaitu sebesar 0,89%. Pada Stasiun 6, komposisi kelas makrozoobenthos terdiri dari Gastropoda (75%), Bivalva (20%) dan Scaphopoda (5%). Komposisi spesies tertinggi yang ditemukan yaitu dari spesies Turtonia sp sebesar 36,92% dan terendah dimiliki oleh spesies Litiopa sp, Marsenina sp, Natica sertata dan Pyrene sp sebesar 0,77% (Gambar 19). Pada Stasiun 7, komposisi kelas makrozoobenthos terdiri dari Gastropoda (66%), Bivalva (30%) dan Scaphopoda (10%). Spesies yang memiliki komposisi terbesar yaitu Turitella sp sebesar 88,27% sedangkan spesies yang memiliki
persentase komposisi terkecil yaitu spesies Bittium varium, Cerastoderma pinnulatum, Cylichna sp, sp Natica sertata, Nucella lapilla dan Placamen sp sebesar 0,51% (Gambar 19).
Sumber : Diolah dari Lampiran 9 Gambar 19. Komposisi makrozoobenthos pada tiap stasiun pengamatan engamatan
4.4.2. Kepadatan makrozoobenthos akrozoobenthos Kepadatan total makrozoobenthos tiap stasiun selama periode pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.. Kepadatan makrozoobenthos tiap stasiun selama pengamatan Organisme (ind/m2) Jumlah Stasiun 2 Gastropoda Bivalva Scaphopoda (ind/m ) 1 500 100 0 600 2 4450 2675 200 7325 3 675 325 0 1000 4 2800 375 350 3525 5 2200 550 50 2800 6 1550 1550 150 3250 7 4600 175 125 4900 Jumlah 16775 5750 875 23400 (ind/m2) Sumber : Diolah dari lampiran 9
Kepadatan makrozoobenthos yang ditemukan di seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 600 – 7325 ind/m2. Kepadatan tertinggi dimiliki oleh kelas Gastropoda sebesar 16775 ind/m2 selanjutnya kelas Bivalva sebesar 5750 ind/m2 dan terakhir adalah kelas Scaphopoda sebesar 875 ind/m2. Gambar 20 dengan jelas memperlihatkan stasiun yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Stasiun 2 dengan nilai kepadatannya sebesar 7325 ind/m2 yang penyusun kepadatannya terdiri dari kelas Gastropoda, Bivalva dan Scaphopoda yang secara berturut-turut sebesar 4.450 ind/m2, 2675 ind/m2 dan 200 ind/m2. Kelas Gastropoda merupakan penyusun terbesar dari kepadatan pada Stasiun 2 ini dimana spesies dari Gastropoda ini yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Turitella sp. Stasiun 2 terletak pada posisi -6042’20,41” LS dan 105031’12,70” BT dan terletak agak jauh dari arah pantai. Stasiun ini berdasarkan sebaran tipe substrat didominasi oleh substrat lumpur berpasir dengan kedalaman rata-rata sebesar 20,77 m. Kepadatan makrozoobenthos selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20. Tingginya nilai komposisi dan kepadatan kelas Gastropda jenis Turitella sp selama penelitian ini menunjukkan kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Hal ini ditunjukan dengan bentuk tubuhnya yang panjang dan runcing sehingga mampu menancapkan tubuhnya di substrat tanpa kesulitan bernafas, mempunyai warna cangkang krem dan menyukai tipe substrat lunak atau berlumpur sebagai tempat tinggal dan tempat mencari makan. Jenis ini dibeberapa tempat jumlahnya bisa sangat banyak (Roberts, 1982 dalam Prikasih, 2005). Kepadatan yang tinggi menunjukkan adanya dukungan yang baik dari parameter fisika perairan.
Sumber : Diolah dari Lampiran 9 Gambar 20. Kepadatan makrozoobenthos pada tiap stasiun pengamatan
Pada Stasiun 1, nilai kepadatannya kepadatannya terlihat sangat kecil dibandingkan dengan stasiun yang lain dimana nilai kepadatannya sebesar 600 ind/m2 yang terdiri dari Gastropoda sebesar 500 ind/m2 dan Bivalva sebesar 100 ind/m2. Pada stasiun ini tidak ditemukan kelas Scaphopoda pada saat pengambilan data. Spesies penyusun kepadatan pada Stasiun 1 berasal dari kelas Gastropoda yaitu Bittium varium sebesar besar 250 ind/m2. Stasiun 1 berada pada kedalaman rata-rata rata sebesar 4,54 m. Kepadatan makrozoobenthos perairan Sumur didominasi oleh kelas Gastropoda, Bivalva dan Scaphopoda. Hal ini disebabkan karena ketiga kelas tersebut termasuk filum Moluska, dimana Moluska merupakan salah satu filum yang memiliki anggota paling banyak diantara anggota organisme perairan yang lain (80.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil) (Barnes, 1988).
4.4.3. Indeks Keanekaragaman ragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi merupakan indeksindeks indeks biologi yang sering digunakan untuk menduga dan mengevaluasi kondisi
suatu lingkungan perairan. Kondisi suatu lingkungan perairan umumnya dapat dikatakan baik (stabil) bila memiliki Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman yang tinggi serta Dominansi yang rendah (tidak ada spesies yang mendominasi). Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi dapat dilihat pada Tabel 8 dimana nilai Indeks Keanekaragaman di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,83 – 3,35. Stasiun yang memiliki nilai Indeks Keanekaragaman tertinggi adalah Stasiun 2 sebesar 3,35 sedangkan nilai Indeks Keanekaragaman terendah terdapat pada Stasiun 7 sebesar 0,83. Tingginya nilai Indeks Keanekaragaman pada Stasiun 2 dikarenakan pada stasiun ini banyak sekali ditemukan makrozoobenthos dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain. Jumlah spesies dari kelas Makrozoobenthos yang ditemukan yaitu Gastropoda 21 jenis, Bivalva 10 jenis dan 1 jenis dari kelas Scaphopoda. Jika dilihat berdasarkan lokasi pengambilan contoh, Stasiun 2 terletak agak jauh dari daerah pantai dimana berada pada kedalaman rata-rata 20,77 m dengan tipe substrat yang mendominasi berupa lumpur berpasir
Tabel 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) pada stasiun pengamatan Stasiun H' E D 2,70 0,81 0,23 1 3,35 0,70 0,19 2 3,15 0,83 0,18 3 2,07 0,52 0,44 4 3,15 0,76 0,17 5 3,30 0,76 0,18 6 0,83 0,25 0,78 7 0,83 – 3,35 0,25 – 0,83 0,17 – 0,78 Kisaran Sumber : Diolah dari Lampiran 9
Nilai Indeks Keseragaman di tiap lokasi pengamatan menunjukkan bahwa kisaran nilai indeks biologi ini berkisar antara 0,25 – 0,83. Stasiun yang memiliki nilai Indeks Keseragaman tertinggi adalah Stasiun 3 dengan nilai sebesar 0,83 dan terendah pada Stasiun 7 sebesar 0,25. Tingginya nilai Indeks Keseragaman pada Stasiun 3 dikarenakan keberadaan tiap individu makrozoobenthos memiliki jumlah individu yang hampir sama. Stasiun 3 memiliki Indeks Keseragaman terendah karena pada stasiun ini terdapat spesies yang memiliki jumlah terbanyak yaitu Turitella sp sebesar 173 individu. Nilai Indeks Dominansi yang didapat berkisar antara 0,17 – 0,78. Tingginya nilai Indeks Dominansi pada Stasiun 7 disebabkan karena adanya dominansi oleh spesies tertentu yaitu Turitella sp dari kelas Gastropoda dimana Turitella sp tersebut memiliki kepadatan cukup tinggi dibandingkan dengan spesies lain dan hampir ditemukan di seluruh stasiun pengamatan.
4.5. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Hubungan antara parameter fisika sedimen dengan kondisi komunitas makrozoobenthos dianalis dengan menggunakan metode Analisis Komponen Utama (AKU). Parameter-parameter fisika sedimen yang digunakan adalah komposisi fraksi sedimen yang meliputi kandungan pasir, lumpur dan liat serta nilai backscattering volume dari dasar perairan (E1 dan E2) dan parameter komunitas makrozoobenthos (meliputi nilai-nilai indeks biologi dan nilai kepadatan). Matriks korelasi menjelaskan hubungan antar parameter yang ada. Suatu korelasi dinyatakan berhubungan positif atau berbanding lurus jika nilainya 0,50 – 1,00. Parameter yang dinyatakan berhubungan negatif atau berbanding
terbalik jika nilainya berada pada kisaran -0,50 sampai dengan -1,00 dan jika nilainya berada diantara -0,50 hingga 0,50 dianggap tidak mempunyai pengaruh yang nyata baik positif ataupun negatif (Legendre dan Legendre, 1983). Analisis Komponen Utama yang dilakukan terhadap data pengamatan di perairan Sumur dapat menjelaskan keragaman data sampai 80,2% sehingga interpretasi analisis komponen dianggap mewakili keadaan yang terjadi tanpa mengurangi informasi yang banyak dari data. Gambar 21 memperlihatkan dua sumbu utama penyusun yang masingmasing memberikan konstribusi terhadap hubungan antara parameter fisika sedimen dengan komunitas makrozoobenthos. Sumbu faktor 1 (F1) memiliki nilai akar ciri (eigenvalue) sebesar 4,59 dengan kontribusi sebesar 51,05%, sumbu faktor 2 (F2) memiliki nilai akar ciri sebesar 2,62 dengan kontribusi sebesar 29,14% dan sumbu faktor 3 (F3) memiliki nilai akar ciri sebesar 1,34 dengan kontribusi sebesar 14,90%. Sumbu faktor 1 (F1) dan faktor 2 (F2) dipilih untuk menggambarkan peubah-peubah baru yang akan menjelaskan komponen utama karena kontribusi hasil penjumlahan antara keduanya lebih besar bila dibandingkan dengan penjumlahan antara F1 dan F3 atau F2 dan F3. Hasil korelasi variabel antar variabel pada sumbu F1 × F2 (Gambar 21) terlihat bahwa pada sumbu faktor 1 negatif dicirikan oleh variabel pasir, E1, E2 dan Indeks Dominansi (D) dan sumbu faktor 1 positif dicirikan oleh lumpur, liat dan Indeks Keanekaragaman (H’). Artinya bahwa komponen yang mencirikan sumbu faktor 1 negatif akan berbanding terbalik dengan komponen utama yang mencirikan sumbu faktor 1
positif. Selain itu, komponen utama dalam satu sumbu faktor baik negatif maupun positif akan berbanding lurus satu sama lain. Contoh yang pertama adalah: (1) Stasiun yang sedimennya didominasi pasir berbanding terbalik dengan Indeks Keanekaragaman makrozoobenthos yang mendiaminya. (2) Stasiun yang sedimennya didominasi pasir berbanding terbalik dengan sedimen lumpur dan liat pada stasiun tersebut seperti pada Stasiun 3, 6, dan 7 dimana stasiun ini didominasi oleh fraksi pasir sedangkan fraksi lumpur dan liat memiliki persentase dalam jumlah sedikit. Contoh yang kedua adalah : (1) Stasiun yang sedimennya didominasi oleh substrat lumpur dan liat atau dapat dikatakan persentasenya dengan tipe substrat tidak jauh berbeda, berbanding lurus dengan Indeks Keanekaragaman makrozoobenthos. (2) Nilai backscattering volume dasar perairan dari pantulan pertama (E1) dengan nilai pantulan kedua (E2) berbanding lurus. Demikian juga dengan komponen utama yang mencirikan sumbu faktor 2 (F2). Sumbu faktor 2 negatif dicirikan oleh kepadatan makrozoobenthos dan sumbu faktor 2 positif dicirikan oleh Indeks Keseragaman. Perlu diketahui bahwa besarnya sudut yang terbentuk dari dua variabel dalam satu sumbu faktor mengindikasikan besarnya perbedaan antara kedua variabel tersebut. Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada F1 dan F2 (Gambar 22) diperoleh ada 4 pengelompokan. Gambar 22 memperlihatkan bahwa Stasiun 1,5 dan 6 dicirikan oleh Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman. Stasiun 2 dan 4 dicirikan oleh faktor parameter fisika sedimen antara lain fraksi lumpur dan liat. Stasiun 7 dicirikan oleh kepadatan dan Indeks Dominansi makrozoobenthos
serta nilai pantulan kedua dari dasar perairan (E2). Faktor yang mempengaruhi Stasiun 3 adalah substrat pasir dan nilai pantulan pertama dari dasar perairan (E2). Projection of the variables on the factor-plane ( 1 x 2) 1.0 Keseragaman Keanekaragaman
E1
Factor 2 : 29.14%
0.5
Pasir
E2
0.0
Lumpur Liat -0.5
Dominansi
Kepadatan
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Active
Factor 1 : 51.05%
Sumber : Diolah dari Lampiran 8, 9 dan 11 Gambar 21. PCA untuk parameter fisika sedimen, backscattering volume dasar perairan (E1 dan E2), indeks biologi dan kepadatan makrozoobenthos pada sumbu F1 × F2
Projection of the cases on the factor-plane ( 1 x 2) Cases with sum of cosine square >= 0.00 3.0 2.5
3
2.0 6 5
1.5 Factor 2: 29.14%
1.0 0.5
1
0.0 -0.5 -1.0
2
7
-1.5 4
-2.0 -2.5 -3.0 -3.5 -6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Active
Factor 1: 51.05%
Sumber : Diolah dari Lampiran 8, 9 dan 11 Gambar 22. Penyebaran Stasiun Pada Sumbu F1 dan F2
4.6. Hubungan jenis makrozoobenthos terhadap tipe substrat Tipe substrat yang terdapat dalam sedimen dasar merupakan tempat bagi makrozoobenthos untuk beradaptasi, memperoleh bahan makanan dan berkoloni. Selain itu juga dapat menentukan kepadatan dan komposisi organisme bentos (Brower et al., 1989). Terdapat 4 tipe substrat dasar perairan Sumur, yaitu tipe pasir, pasir berlumpur, lumpur berpasir dan lumpur. Hubungan jenis makrozoobenthos terhadap tipe substrat yang disukai selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hubungan keberadaan kelompok makrozoobenthos dengan tipe substrat Kelompok Stasiun Tipe Substrat a b c 1 Lumpur 2 Lumpur berpasir 3 Pasir 4 Lumpur 5 Pasir berlumpur 6 Pasir 7 Pasir Keterangan : : Keberadaan makrozoobenthos : Ketidakberadaan makrozoobenthos a : Gastropoda (Lampiran 10.a) b : Bivalva (Lampiran 10.b) c : Scaphopoda (Lampiran 10.c)
Tipe substrat pada Stasiun 1 adalah lumpur dimana makrozoobenthos yang mendominasi di daerah ini adalah Bittium varium (Gastropoda) dengan kepadatan sebesar 250 ind/m2. Stasiun 2 yang letaknya berada agak sedikit jauh dari pantai dimana berada pada kedalaman rata-rata 20,77 m memiliki tipe substrat lumpur berpasir dimana makrozoobenthos yang mendominasi adalah Turitella sp (Gastropoda) dengan kepadatan sebesar 4450 ind/m2 yang selanjutnya diikuti oleh
kelas Bivalva dengan kepadatan sebesar 2675 ind/m2. Tingginya Turitella sp pada Stasiun 2 ini dikarenakan Turitella sp termasuk penyuka tipe substrat yang lunak yang banyak mengandung bahan organik. Makrozoobenthos yang ditemukan pada Stasiun 3 dimana stasiun ini memiliki tipe substrat pasir adalah Turitella sp yang memiliki kepadatan sebesar 375 ind/m2 (Gastropoda) dimana kedalaman rata-rata 4,06 m. Stasiun 4 yang terletak agak sedikit jauh dari daerah pantai dan memiliki kedalaman rata-rata sebesar 16,39 m ini memiliki tipe substrat lumpur dimana spesies makrozoobenthos yang mendominasi adalah Turitella sp (Gastropoda) yang memiliki kepadatan sebesar 2300 ind/m2 kemudian diikuti dengan kepadatan dari spesies Dentalium sp (Scaphopoda) yang memiliki kepadatan sebesar 350 ind/m2. Pada Stasiun 5 yang sebagian besar tipe substratnya didominasi oleh substrat pasir berlumpur, jenis makrozoobenthos yang mendominasi adalah Turitella sp yang memiliki kepadatan sebesar 800 ind/m2 diikuti spesies Cylichna sp dengan kepadatan sebesar 750 ind/m2. Tipe substrat pasir selanjutnya ditemukan pada Stasiun 6 dan 7 dimana pada Stasiun 6 jenis makrozoobenthos yang mendominasi adalah Turtonia sp (Bivalva) dengan kepadatan sebesar 1200 ind/m2 dan terbanyak kedua adalah Bittium varium (Gastropoda) sebesar 500 ind/m2. Stasiun 7 didominasi oleh makrozoobenthos dari kelas Gastropoda yaitu spesies Turitella sp dengan kepadatan sebesar 4325 ind/m2 kemudian Nassarius sp (Gastropda) dengan kepadatan sebesar 175 ind/m2. Stasiun 6 berada pada kedalaman rata-rata sebesar 4,84 m sedangkan Stasiun 7 berada pada kedalaman rata-rata sebesar 3,14 m. Pada Stasiun 1 dan 3 makrozoobenthos dari kelas Scaphopoda tidak ditemukan dimana tipe substrat yang mendominasi pada stasiun ini adalah lumpur
dan pasir. Ini tentunya berbeda dengan Stasiun 4, 6 dan 7 dimana ketiga stasiun ini memiliki jenis sedimen hampir sama dengan Stasiun 1 dan 3. Tidak ditemukannya kelas Scaphopoda pada Stasiun 1 dan 3 mungkin disebabkan oleh kurangnya ulangan pengambilan contoh makrozoobenthos dimana pada saat penelitian pengambilan contoh hanya dilakukan sekali ulangan. Menurut Fretter (1968), kelas Bivalva merupakan Moluska yang beradaptasi dengan menggali beberapa inci pada substrat lunak dan tidak stabil. Meskipun telah melakukan beberapa modifikasi, namun sebagian besar jenis Moluska ini hidup pada substrat lunak. Gastropoda merupakan kelas dari filum Moluska yang memiliki spesies paling besar karena mampu beradaptasi dengan baik terhadap kondisi ekologi pasir dan lumpur, sedangkan kelas Scaphopoda meskipun hanya merupakan kelompok yang kecil dari filum Moluska, namun kelas ini dapat beradaptasi dengan baik pada substrat berpasir dan berliat dengan menggali substrat dengan kakinya dan terpendam di bawah permukaan (Route dan Solanki, 2002).
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Klasifikasi tipe substrat perairan Sumur dengan prinsip hidroakustik dimana metode yang digunakan adalah berdasarkan nilai backscattering volume dasar perairan (E1 dan E2) pada lokasi penelitian ditemukan tipe substrat perairan berupa pasir, pasir berlumpur, lumpur berpasir dan lumpur. Berdasarkan hasil pengolahan data hidroakustik didapatkan bahwa substrat pasir memberikan hambur balik (backscatter) yang lebih kuat dan semakin kecil seiring dengan bertambah lunaknya tipe substrat. Sebagian besar dasar perairan Sumur ditutupi oleh substrat lumpur, hal ini dilihat dari banyaknya nilai backscattering volume yang bernilai kecil yang dipantulkan dari dasar perairan. Kemudian diikuti oleh substrat lumpur berpasir, pasir berlumpur dan terakhir adalah pasir pada lokasi-lokasi tertentu. Hasil pengukuran komunitas makrozoobenthos ditemukan bahwa di perairan Sumur didominasi oleh kelas Gastropoda diikuti Bivalva dan Scaphopoda. Kelas Gastropoda terdiri dari 36 spesies, Bivalva 17 spesies dan Scaphopoda 1 spesies. Stasiun yang memiliki kepadatan makrozoobenthos tertinggi adalah Stasiun 2 sebesar 7325 ind/m2 dan terkecil pada Stasiun 1 sebesar 600 ind/m2. Sebagian besar makrozoobenthos ini ditemukan pada daerah yang memiliki tipe substrat lumpur berpasir dan pasir. Kisaran nilai indeks-indeks biologi makrozoobenthos di perairan Sumur adalah sebagai berikut : Indeks Keanekaragaman (0,83 – 3,35), Indeks Keseragaman (0,25 – 0,83) dan Indeks Dominansi (0,17 – 0,78). Hubungan keberadaan makrozoobenthos dengan tipe
substrat pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa substrat lumpur berpasir memiliki kepadatan makrozoobenthos tertinggi.
5.2. Saran Adanya nilai backscatter dasar perairan diharapkan dapat dibuat suatu algoritma / pemodelan untuk klasifikasi tipe substrat dasar perairan. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan sejauh mana makrozoobenthos mempengaruhi nilai backscatter dasar perairan sehingga dapat dilihat berapa persentase makrozoobenthos memberikan pantulan dari total pantulan dasar perairan.
DAFTAR PUSTAKA Abbott, R. T. 1991. Seashells of Southeast Asia. Tynron Press, Scotland. Abidin, H. Z. 1997. Survey dan Pemetaan untuk Keperluan Penentuan Batas Kawasan Konservasi Laut Suatu Tinjauan Teoritis dan Teknis. OCEANICA 03 III. Barnes, R. S. K. dan R. N. Hughes. 1988. An Introduction to Marine Ecology. 2ed. Blackwell Scientific Publications. London. Bengen, G. D. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Blott, J. S. dan Kenneth P. 2001. Gradistat: A Grain Size Distribution and Statistics Package for The Analysis of Unconsolidated Sediments. Royal Holloway University of London. Brower, J., Zar, J. dan Ende, C. V. 1989. Field and Laboratory Method for General Biology 3rd Edition. Brown Company Publisher. Dubuque. Burczynski, J. 2002. Bottom Classification. BioSonics, Inc. (25 Agustus 2007). www.BioSonics.com. Chester, R. 1993. Marine Geochemistry. Unwin Hyman Ltd. London. Dale, E. I. dan William J. W. 1989. Oceanography : An Introduction. 3th Edition. Wadsworth Publishing Company Belmart. California. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I dan II (Indonesian Shells). PT. Sarana Graha. Jakarta. FAO. 1983. Fisheries Acoustics - A Practical Manual for Aquatic Biomass Estimation. Roma. FAO. 1985. Finding Fish with Echosounders. Roma. Fretter, V. 1968. Studies in The Structure, Physiology and Ecology of Molluscs. Symp. Of The Zoological Society of London and The Malacological Society of London Number 22. Academic Press. New York, New York. Garrison, T. 2005. Oceanography: An Invitation to Marine Science. 5ed. Thomson Learning, Inc. USA. Garrison, T. 2006. Essentials of Oceanography . 4ed. Thomson Learning, Inc. USA.
Gosner, K. L. 1971. Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrates. Wiley – Interscience, a Division of John Wiley & Sons, Inc. New York. Gross, M. G. 1993. Oceanography : A View of Earth. 5th. Edition Prentice Hall, Inc. Simon and Schuster Company Englewood Cliffs. New Jersey. Hutabarat, S dan M. E. Stewart. 2000. Pengantar Oseanografi. IU-Press. Jakarta. Kloser, R. J., N. J. Bax, T. Ryan, A. Williams dan B. A. Baker. 2001. Remote sensing of seabed types in the Australian South East Fishery – development and application of normal incident acoustic techniques and associated ground truthing. Journal of Marine and Freshwater Research 552: 475-489. (http://www.coastalcrc.com). (25 agustus 2007). Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Pub. New York. Legendre, L. dan Legendre, L. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Publishing co. Amsterdam. Levinton, J. S. 1982. Marine Ecology. Prentice Hall. Englewoods Cliffs. New Jersey. Mbay, L. O. N. 1999. Profil Batimetri Perairan Selat Sunda Hasil Deteksi Simrad EK 500 Scientific Echosounder. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. MacLennan, D. N. dan Simmonds, E. J. 2005. Fisheries Acoustics. Chapman R, Hall. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3ed. W. B. Squnders Company, Tokyo. Japan. Ostrand W. D., Tracey A. G., Howlin, S. dan Robards, M. D. 2005. Journal : Habitat Selection Models For Pacific Sand Lance (Ammodytes Hexapterus) In Prince William Sound, Alaska. Washington D.C. (25 Agustus 2007). Penrose J.D., P.J.W. Siwabessy, A. Gavrilov, I. Parnum, L.J. Hamilton, A. Bickers, B. Brooke, D.A. Ryan dan P. Kennedy. 2005. Acoustic Techniques for Seabed Classification. Coastal for Coastal Zone Estuary and Waterway Management. Technical Report 32. Pujiyati, S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Pendugaan Klasifikasi Tipe Substrat Dasar Perairan dan Hubungannya Dengan Komunitas Ikan Demersal. Disertasi (Tidak dipublikasikan). Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Purwandani, A. 2001. Peta Laut Benua Maritim Indonesia. P3-TISDA. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Prikasih, A.P. 2005. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Bojonegara, Teluk Banten. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Route, U. dan Solanki. 2002. Learning Mollusca Through Latest Portfolio of Theory and Practice. Dominant Publishers and Distribusi. New Delhi. Setyobudiandi, I. 1999. Makrozoobenthos : Sampling, Manajemen Sampel dan Data. FPIK. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simrad. 1993. Simrad EP 500 (Operational Manual). Horten Norway 74p. Siwabessy, P. J. W. 2000. An investigation of the relationship between seabed type and benthic and bentho-pelagic biota using acoustic techniques. Australia. (Tesis). (http://adt.curtin.edu.au/theses/available/adtWCU20020618.181658/unrestricted/thesis.pdf). (30 Maret 2008). Schlagintweit, G. E. O. 1993. Real-time acoustic bottom classification: a field evaluation of RoxAnn. Proceedings of Ocean ’93: 214-219 (http://www.coastalcrc.com). (25 agustus 2007). Thurman, H. V. dan Alan P. T. 2004. Introductory Oceanography. 10ed. Pearson Education, Inc. New Jersey. http://.www.BioSonics.com. (25 Agustus 2007). http://.www.simrad.com. (25 Agustus 2007).
LAMPIRAN
Lampiran 1. SIMRAD EY 60 (Laptop, GPS, dan transducer)
Laptop
GPS
Transducer
Lampiran 2. Global Positioning System (GPS) (merk : Garmin)
Lampiran 3. Posisi penempatan transducer pada kapal dan setting alat
Lampiran 4. Van veen grab
Lampiran 5. Tampilan Echoview 3.5
Lampiran 6. Proses integrate cell pada Echoview 3.5
Integrate cell
Lampiran 7. Shieve shaker (ASTM E – 11. USA Standard)
Lampiran 8. Data hasil integrasi echogram pada Echoview 3.5 No
No File
Posisi
No ESDU
Lintang 1
2
T110108
T111506
3
T112601
4
T113545
5
T114958
Bujur
E1
E2
Integrasi 0.1 Sv Depth Mean Mean
Integrasi 0.1 Sv Depth Mean Mean
1
-6.732
105.504
-31.04
-5.07
-63.37
-10.67
2
-6.732
105.504
-27.04
-5.06
-65.6
-10.35
3
-6.732
105.504
-28
-4.47
-62.78
-9.2
4
-6.732
105.504
-24.03
-4.5
-60.61
-9.11
5
-6.732
105.504
-25.94
-4.41
-62.86
-8.98
6
-6.732
105.504
-27.48
-4.54
-64.27
-9.27
1
-6.732
105.504
-27.39
-4.62
-62.33
-9.52
2
-6.732
105.504
-24.58
-7.26
-63.94
-14.84
3
-6.732
105.503
-20.26
-8.4
-63.02
-16.95
4
-6.732
105.503
-26.47
-7.19
-65.99
-14.72
5
-6.732
105.503
-26.17
-5.77
-62.51
-11.86
6
-6.731
105.504
-26.6
-5.8
-63.28
-11.92
7
-6.730
105.504
-27.15
-10.29
-66.97
-21.22
8
-6.729
105.504
-27.62
-11.37
-67.56
-23.33
9
-6.728
105.505
-27.46
-10.58
-69.29
-21.82
10
-6.728
105.506
-27.66
-10.22
-68.02
-21.26
11
-6.727
105.507
-26.84
-9.37
-69.51
-19.05
12
-6.726
105.507
-24.25
-9.44
-67.39
-19.17
1
-6.725
105.507
-24.04
-12.47
-60.43
-25.92
1
-6.724
105.506
-27.04
-12.94
-59.05
-26.99
2
-6.723
105.505
-29.81
-13.47
-60.53
-27.92
3
-6.722
105.505
-30.17
-10.47
-61.58
-21.92
4
-6.722
105.504
-30.65
-15.74
-63.57
-32.48
5
-6.721
105.503
-27.96
-16.9
-60.5
-34.78
6
-6.720
105.503
-27.89
-15.5
-58.67
-31.87
7
-6.719
105.503
-28.35
-16.98
-59.73
-34.96
8
-6.718
105.502
-27.22
-18.11
-57.62
-37.23
9
-6.717
105.502
-28.5
-18.72
-57
-38.51
10
-6.716
105.502
-27.9
-19.39
-53.87
-39.87
11
-6.715
105.501
-27.59
-20.22
-52.48
-41.62
12
-6.715
105.501
-27.78
-21.04
-54.42
-43.34
13
-6.714
105.501
-28.4
-21.33
-57.13
-43.82
14
-6.713
105.500
-28.97
-21.65
-53.74
-44.36
15
-6.712
105.500
-27.37
-21.44
-53.1
-44.04
16
-6.711
105.500
-26.56
-21.46
-53.1
-44.15
1
-6.709
105.500
-27.93
-22.2
-54.58
-45.68
2
-6.709
105.501
-27.36
-15.05
-61.35
-30.98
3
-6.710
105.502
-19.9
-4.6
-56.68
-9.32
6
T121304
4
-6.710
105.502
-20.12
-6.64
-57.88
-13.54
5
-6.710
105.503
-25.01
-17.71
-60.97
-36.42
6
-6.711
105.504
-25.51
-20.31
-60.48
-41.78
7
-6.712
105.504
-26.99
-20.48
-56.29
-42.19
8
-6.712
105.505
-27.24
-19.77
-57.24
-40.68
9
-6.713
105.505
-26.62
-20.38
-60.49
-41.88
10
-6.713
105.506
-26.59
-20.62
-59.51
-42.47
11
-6.714
105.502
-28.29
-21
-60.56
-43.27
12
-6.714
105.508
-27.2
-20.7
-58.44
-42.54
13
-6.715
105.508
-30.84
-17.4
-61.11
-35.62
14
-6.714
105.508
-29.75
-21.21
-60.51
-43.46
15
-6.713
105.509
-30.98
-21.22
-61.62
-43.53
16
-6.712
105.509
-30.89
-20.8
-61.16
-42.76
17
-6.711
105.510
-31.48
-20.91
-61.57
-42.92
18
-6.710
105.510
-30.49
-21.31
-60.7
-43.72
19
-6.709
105.510
-31.08
-21.63
-61.56
-44.34
20
-6.708
105.510
-31.97
-21.88
-62.86
-44.86
21
-6.707
105.510
-32.11
-22.06
-62.51
-45.28
22
-6.706
105.510
-31.83
-22.21
-61.92
-45.51
23
-6.705
105.510
-32.97
-22.41
-62.58
-45.76
24
-6.704
105.510
-32.88
-22.58
-61.81
-46.22
25
-6.703
105.511
-32.29
-22.59
-62.22
-46.28
26
-6.702
105.511
-32.27
-22.76
-61.43
-46.56
27
-6.701
105.511
-31.94
-22.91
-61.92
-47
1
-6.716
105.511
-30.09
-22.97
-61.09
-47.18
2
-6.700
105.512
-29.78
-22.79
-61.86
-46.75
3
-6.701
105.512
-30.26
-22.64
-62.15
-46.39
4
-6.702
105.512
-30.43
-22.39
-62.42
-45.91
5
-6.703
105.513
-30.83
-22.14
-62.35
-45.51
6
-6.703
105.513
-30.37
-21.94
-62.62
-45.05
7
-6.704
105.513
-30.45
-21.87
-62.5
-44.88
8
-6.705
105.513
-30.31
-21.64
-62.93
-44.44
9
-6.706
105.513
-30.99
-21.61
-62.27
-44.34
10
-6.707
105.513
-30.26
-21.25
-62.05
-43.6
11
-6.708
105.513
-29.79
-20.92
-62.19
-42.99
12
-6.709
105.514
-29.89
-20.7
-62.21
-42.55
13
-6.710
105.514
-29.13
-20.3
-63.16
-41.73
14
-6.710
105.514
-29.38
-19.92
-62.13
-41.03
15
-6.711
105.515
-29.02
-19.37
-61.72
-39.97
16
-6.712
105.515
-29.05
-18.99
-62.83
-39.09
17
-6.713
105.516
-29.64
-18.32
-62.19
-37.86
18
-6.714
105.516
-29.77
-17.77
-62.85
-36.66
19
-6.715
105.517
-30.44
-17.24
-63.06
-35.57
7
8
9
T123421
T125058
T125542
20
-6.716
105.500
-29.87
-16.38
-63.35
-33.81
21
-6.717
105.501
-30.14
-15.57
-63.51
-32.21
22
-6.718
105.501
-29.96
-15.07
-62.79
-31.21
23
-6.719
105.518
-25.07
-12.33
-58.83
-25.49
24
-6.720
105.518
-27.37
-11.46
-60.9
-23.97
25
-6.721
105.519
-31.21
-10.21
-65.58
-21.37
1
-6.721
105.519
-27.22
-8.26
-62.49
-17.56
2
-6.720
105.521
-26.16
-6.58
-62.57
-14.16
3
-6.719
105.521
-28.48
-8.9
-61.06
-18.81
4
-6.718
105.521
-31.33
-10.98
-63.94
-22.96
5
-6.733
105.521
-31.61
-12.87
-62.62
-26.83
6
-6.716
105.521
-31.44
-14.29
-62.07
-29.75
7
-6.715
105.521
-31.7
-15.56
-61.83
-32.25
8
-6.714
105.520
-31.96
-16.65
-61.6
-34.5
9
-6.712
105.520
-31.97
-17.57
-61.86
-36.26
10
-6.712
105.520
-31.81
-18.24
-62.51
-37.55
11
-6.710
105.520
-32.02
-18.89
-62.14
-38.98
12
-6.710
105.520
-31.36
-19.15
-61.31
-39.54
13
-6.707
105.520
-31.48
-20.16
-60.5
-41.49
14
-6.706
105.519
-32.13
-20.57
-61.42
-42.27
1
-6.706
105.520
-32.06
-20.73
-59.6
-42.53
2
-6.706
105.520
-31.58
-20.8
-59.58
-42.62
3
-6.706
105.520
-32.47
-20.79
-60.13
-42.61
4
-6.706
105.520
-32.49
-20.8
-60.23
-42.65
5
-6.706
105.520
-31.99
-20.77
-60.46
-42.66
1
-6.705
105.521
-31.87
-20.68
-61.24
-42.56
2
-6.704
105.522
-32.48
-20.75
-63.38
-42.53
3
-6.704
105.522
-31.39
-20.66
-62.95
-42.4
4
-6.705
105.523
-31.97
-20.37
-62.41
-41.81
5
-6.705
105.523
-31.89
-19.9
-62.01
-40.96
6
-6.706
105.524
-32.05
-19.51
-62.02
-40.18
7
-6.707
105.524
-31.63
-19.07
-62.15
-39.25
8
-6.708
105.524
-31.97
-18.6
-61.35
-38.34
9
-6.709
105.525
-31.84
-17.94
-62.76
-36.94
10
-6.710
105.525
-30.84
-17.2
-62.88
-35.55
11
-6.711
105.525
-29.58
-16.45
-61.6
-33.97
12
-6.712
105.525
-30.63
-15.55
-61.59
-32.14
13
-6.713
105.526
-29.84
-14.32
-61.15
-29.8
14
-6.713
105.526
-31.13
-12.95
-64.92
-27.13
15
-6.714
105.526
-31.2
-11.46
-63.62
-24.03
16
-6.715
105.526
-27.4
-9.28
-59.54
-19.62
17
-6.716
105.527
-27.54
-6.3
-58.34
-13.55
18
-6.715
105.527
-26.96
-3.53
-60.51
-7.55
10
11
12
T131118
T132321
T133912
13
T134349
14
T135526
1
-6.713
105.527
-30.78
-11.15
-61.15
-23.44
2
-6.712
105.527
-31.46
-13.15
-63.34
-27.31
3
-6.711
105.527
-31.97
-14.59
-63.05
-30.18
4
-6.710
105.527
-31.59
-15.56
-61.53
-32.28
5
-6.709
105.527
-32.24
-16.37
-61.79
-33.86
6
-6.709
105.527
-31.94
-17.14
-63.23
-35.38
7
-6.708
105.527
-32.66
-17.89
-61.76
-36.87
8
-6.707
105.526
-32.62
-18.48
-62.25
-38.13
9
-6.706
105.526
-32.19
-18.87
-62.36
-38.95
10
-6.705
105.526
-31.86
-19.27
-62.65
-39.78
11
-6.704
105.526
-32.42
-19.66
-62.13
-40.56
12
-6.703
105.526
-32.63
-20.15
-61.46
-41.43
13
-6.702
105.526
-32.8
-20.55
-60.91
-42.23
1
-6.701
105.526
-32.32
-20.67
-62.32
-42.63
2
-6.700
105.526
-32.6
-20.85
-61.57
-42.89
3
-6.700
105.527
-32.65
-20.89
-62.25
-42.93
4
-6.699
105.528
-32.23
-20.84
-62.7
-42.86
5
-6.699
105.528
-31.97
-20.63
-62.86
-42.45
6
-6.700
105.529
-32.72
-20.27
-62.17
-41.69
7
-6.700
105.529
-32.57
-19.84
-62.51
-40.81
8
-6.701
105.530
-33.11
-19.41
-61.94
-39.95
9
-6.702
105.530
-32.5
-18.77
-63.14
-38.63
10
-6.703
105.531
-32.16
-18.11
-63.28
-37.3
11
-6.704
105.531
-32.31
-17.31
-64.06
-35.66
12
-6.704
105.532
-32.45
-16.5
-64.82
-33.96
13
-6.705
105.532
-32.14
-15.75
-64.08
-32.52
14
-6.706
105.532
-32.38
-14.72
-64.4
-30.54
15
-6.707
105.532
-31.07
-13.37
-62.89
-27.85
16
-6.708
105.532
-30.13
-11.98
-63.86
-25.07
17
-6.708
105.532
-30.15
-10.53
-63.48
-22.14
1
-6.710
105.533
-23.56
-5.02
-58.81
-11.01
2
-6.709
105.534
-24.12
-5.47
-57
-11.97
3
-6.709
105.535
-25.28
-5.57
-59.09
-12.11
4
-6.708
105.536
-25.63
-5.22
-56.73
-11.37
5
-6.707
105.536
-23.43
-4.39
-53.6
-9.74
1
-6.707
105.537
-22.91
-4.09
-48.22
-9.11
2
-6.707
105.537
-21.74
-4.06
-47.58
-9.05
1
-6.705
105.537
-25.31
-6.42
-58.98
-13.82
3
-6.704
105.537
-29.16
-9.43
-64.22
-19.98
5
-6.703
105.536
-29.55
-11.22
-64.9
-23.55
7
-6.702
105.536
-30.6
-13.11
-66.1
-27.28
9
-6.701
105.535
-29.96
-14.95
-65.01
-31.03
11
-6.700
105.535
-31.35
-16.5
-62.12
-34.19
15
16
T141120
T142419
17
T143247
18
T143936
13
-6.699
105.535
-31.89
-17.59
-63.89
-36.29
15
-6.698
105.534
-32.2
-18.51
-63.47
-38.11
17
-6.697
105.534
-32.11
-19.11
-63.18
-39.44
19
-6.696
105.533
-32.55
-19.75
-63.62
-40.64
21
-6.686
105.533
-32.36
-20.23
-63.45
-41.58
23
-6.694
105.533
-32.4
-20.64
-61.77
-42.53
25
-6.694
105.532
-32.17
-20.92
-63.17
-43.03
27
-6.693
105.533
-31.87
-20.87
-62.93
-42.89
29
-6.692
105.534
-32.22
-20.87
-62.08
-42.91
31
-6.692
105.535
-31.24
-20.71
-62.45
-42.64
33
-6.691
105.536
-30.9
-20.6
-61.77
-42.5
1
-6.690
105.537
-31.18
-20.25
-63.12
-41.67
2
-6.691
105.538
-31.79
-19.92
-63.89
-40.93
3
-6.692
105.538
-31.13
-19.58
-62.96
-40.24
4
-6.693
105.538
-29.24
-18.85
-58.02
-38.84
5
-6.694
105.539
-25.98
-13.89
-59.39
-28.78
6
-6.695
105.539
-28.91
-17.26
-56
-35.66
7
-6.696
105.539
-29.62
-17.27
-59.37
-35.62
8
-6.696
105.539
-29.85
-14.98
-61.5
-31.02
9
-6.697
105.540
-25.48
-3.97
-60
-8.22
10
-6.698
105.540
-27.68
-9.14
-57.12
-19.28
11
-6.699
105.540
-30.02
-11.35
-64.57
-23.77
12
-6.699
105.541
-28.93
-10.82
-61.75
-22.73
13
-6.699
105.542
-27.97
-9.7
-58.92
-20.5
14
-6.699
105.543
-30.41
-9.46
-67.39
-20.04
15
-6.699
105.544
-30.76
-9.42
-66.2
-19.89
1
-6.698
105.545
-27.09
-9.1
-57.94
-19.2
2
-6.697
105.545
-27.29
-10.13
-60.3
-21.27
3
-6.696
105.545
-28.16
-11.5
-61.43
-24.11
4
-6.695
105.545
-29.57
-12.63
-64.81
-26.39
5
-6.694
105.545
-30.93
-13.55
-66.93
-28.19
6
-6.693
105.545
-29.73
-14.16
-64.39
-29.45
7
-6.692
105.546
-30.9
-14.68
-65.14
-30.52
8
-6.691
105.546
-30.77
-15.2
-64.7
-31.56
9
-6.690
105.546
-31.21
-15.67
-64.94
-32.51
1
-6.689
105.546
-30.48
-16.34
-62.13
-33.83
2
-6.689
105.546
-30.43
-16.39
-61.37
-33.94
1
-6.688
105.546
-30.88
-17.02
-62.92
-35.25
2
-6.689
105.546
-30.89
-16.43
-64.55
-34.06
3
-6.689
105.547
-30.95
-15.78
-64.55
-32.79
4
-6.690
105.547
-30.02
-15.13
-63.71
-31.46
5
-6.691
105.547
-30.07
-14.57
-64.42
-30.31
6
-6.692
105.547
-29.48
-13.86
-64.46
-28.89
19
T151128
7
-6.693
105.547
-30.12
-13.15
-66.47
-27.39
8
-6.693
105.548
-28.4
-12.27
-64.77
-25.69
9
-6.694
105.548
-27.96
-11.45
-61.84
-24.05
10
-6.695
105.548
-26.25
-10.56
-59.3
-22.23
11
-6.696
105.548
-25.56
-9.47
-57.35
-20.01
12
-6.697
105.548
-23.72
-8.38
-54.94
-17.81
13
-6.698
105.548
-23.13
-6.93
-59.49
-14.85
14
-6.697
105.549
-22.72
-6.89
-61.94
-14.69
15
-6.696
105.550
-23.91
-7.66
-57.11
-16.32
16
-6.695
105.551
-23.92
-7.71
-56.17
-16.44
17
-6.694
105.552
-24.84
-7.65
-57.96
-16.34
18
-6.694
105.552
-34.84
-23.78
-53.28
-15.94
19
-6.692
105.554
-23.57
-6.48
-48.95
-14.01
20
-6.692
105.554
-23.23
-6.1
-49.98
-13.22
21
-6.691
105.554
-22.99
-6.57
-51.54
-14.14
22
-6.691
105.553
-29.6
-19.28
-53.36
-16.86
23
-6.691
105.552
-27.14
-9.19
-60.92
-19.44
24
-6.690
105.551
-29.04
-10.49
-62.32
-22.09
25
-6.690
105.551
-29.19
-11.67
-65.16
-24.46
26
-6.689
105.550
-30.35
-12.68
-67.16
-26.52
27
-6.689
105.549
-29.67
-13.62
-66.3
-28.41
28
-6.689
105.548
-28.68
-14.58
-61.2
-30.3
29
-6.688
105.547
-29.17
-15.89
-56.96
-32.83
30
-6.688
105.546
-31.24
-16.79
-64.4
-34.7
31
-6.687
105.546
-31.86
-17.4
-64.59
-35.93
32
-6.686
105.546
-31.9
-17.71
-63.82
-36.64
33
-6.685
105.547
-32.21
-17.88
-64.2
-36.95
34
-6.684
105.547
-32.2
-17.92
-64.2
-36.98
35
-6.684
105.548
-32.73
-17.88
-64.16
-37.01
36
-6.683
105.549
-32.55
-17.76
-64.78
-36.75
1
-6.683
105.549
-34.57
-21.15
-43.05
-30.38
2
-6.683
105.550
-31.97
-16.37
-64.61
-33.93
3
-6.683
105.551
-31.78
-15.35
-65.02
-31.82
4
-6.684
105.552
-31.4
-14.26
-65.45
-29.6
5
-6.684
105.553
-30.98
-13.11
-65.46
-27.3
6
-6.685
105.553
-30.8
-11.91
-65.08
-24.94
7
-6.686
105.554
-29.9
-10.72
-62.58
-22.53
8
-6.687
105.554
-28.03
-9.41
-58.83
-19.89
9
-6.687
105.555
-26.38
-8.11
-56.96
-17.26
10
-6.689
105.556
-21.54
-5.44
-50.64
-11.87
11
-6.689
105.557
-21.89
-4.58
-49.75
-10.15
12
-6.688
105.557
-22.58
-4.55
-47.5
-10.06
13
-6.687
105.558
-21.09
-4.5
-50.69
-9.95
20
21
22
23
T152627
T153033
T065531
T071301
14
-6.686
105.558
-21.7
-4.59
-50.32
-10.11
15
-6.685
105.559
-22.89
-4.64
-50.27
-10.22
1
-6.684
105.559
-23.59
-4.98
-58.48
-10.8
2
-6.684
105.559
-23.92
-5.25
-54.81
-11.43
3
-6.684
105.559
-23.64
-5.36
-58.67
-11.62
1
-6.684
105.559
-24.95
-6.17
-58.59
-13.28
2
-6.682
105.557
-26.89
-9.31
-61.81
-19.66
3
-6.682
105.556
-29.75
-10.69
-62.22
-22.42
4
-6.681
105.556
-27.99
-11.58
-57.62
-24.21
5
-6.681
105.555
-29.92
-12.52
-62.58
-26.05
6
-6.680
105.554
-28.95
-13.23
-62.15
-27.58
7
-6.679
105.553
-29.97
-14.59
-63.45
-30.25
8
-6.679
105.553
-29.62
-14.99
-57.65
-31.14
9
-6.678
105.552
-28.12
-11.57
-58.61
-24.19
10
-6.678
105.553
-25.86
-3.6
-59.92
-7.48
11
-6.678
105.554
-24.01
-2.35
-57.57
-4.76
12
-6.678
105.555
-24.78
-4.2
-61.65
-8.59
13
-6.679
105.555
-22.47
-5.12
-62.62
-10.32
14
-6.679
105.556
-22.56
-4.84
-65.4
-9.78
1
-6.680
105.570
-24.67
-20.36
-50.65
-4.28
2
-6.681
105.569
-19.25
-1.86
-53.23
-4.49
3
-6.681
105.568
-21.29
-2.22
-50.47
-5.25
4
-6.680
105.566
-22.58
-2.7
-55.51
-6.11
5
-6.680
105.566
-23.22
-2.84
-59.48
-6.27
6
-6.679
105.565
-23.45
-2.52
-58.15
-5.18
7
-6.679
105.564
-24.39
-4.22
-55.33
-9.15
8
-6.679
105.563
-24.24
-5.32
-56.08
-11.48
9
-6.678
105.562
-23.97
-6.21
-53.94
-13.35
10
-6.678
105.561
-24.06
-6.92
-53.66
-14.75
11
-6.676
105.559
-27.91
-8.2
-59.22
-17.28
12
-6.675
105.559
-28.16
-8.9
-59.6
-18.67
13
-6.675
105.558
-29.27
-9.45
-61.85
-19.8
14
-6.674
105.557
-28.82
-10.6
-59.42
-22.09
15
-6.673
105.556
-29.94
-12.17
-62.66
-25.2
16
-6.673
105.556
-29.22
-13.8
-60.66
-28.44
17
-6.672
105.555
-30.27
-15.44
-58.89
-31.8
18
-6.671
105.554
-29.25
-16.66
-61.34
-34.38
19
-6.671
105.555
-30.4
-15.84
-60.8
-32.67
1
-6.671
105.556
-27.25
-13.21
-60.07
-27.26
2
-6.672
105.557
-28.16
-7.25
-63.43
-15.02
3
-6.672
105.558
-27.21
-5.36
-62.88
-11.05
4
-6.673
105.559
-28.27
-8.46
-65.9
-17.38
5
-6.674
105.559
-25.34
-9.2
-65.42
-18.75
24
25 26
T072725
T075313 T075824
6
-6.674
105.560
-25.54
-8.87
-62.43
-18.42
7
-6.674
105.560
-24.29
-8.35
-57.53
-17.48
8
-6.675
105.561
-25.65
-7.83
-51.51
-16.45
9
-6.676
105.562
-24.57
-6.89
-54.4
-14.55
10
-6.677
105.563
-24.08
-6.39
-58.17
-13.54
11
-6.677
105.563
-23.86
-5.82
-52.41
-12.44
12
-6.678
105.564
-23.2
-5.14
-53.35
-11.1
13
-6.678
105.565
-23.28
-4.53
-53.35
-9.89
14
-6.679
105.565
-21.4
-3.93
-54.91
-8.66
15
-6.679
105.566
-19.12
-3.54
-52.71
-7.89
16
-6.678
105.566
-18.05
-3.52
-48.26
-7.86
1
-6.677
105.567
-19.53
-3.82
-39.61
-8.5
2
-6.677
105.566
-21.81
-4.52
-50.82
-9.92
3
-6.676
105.565
-23.3
-5.49
-48.05
-11.8
4
-6.675
105.564
-24.27
-6.34
-46.17
-13.51
5
-6.674
105.562
-26.49
-7.89
-52.6
-16.59
6
-6.673
105.561
-28.6
-8.63
-58.25
-18.09
7
-6.672
105.560
-30.04
-9.5
-59.35
-19.85
8
-6.671
105.559
-29.65
-10.67
-58.68
-22.22
9
-6.671
105.558
-29.09
-12.27
-58.77
-25.51
10
-6.670
105.557
-30.93
-14.36
-62.12
-29.64
11
-6.668
105.556
-30.75
-17.46
-63.91
-36.06
12
-6.667
105.557
-30.46
-16.96
-63.2
-34.95
13
-6.668
105.557
-30.6
-15.48
-61.17
-31.96
14
-6.669
105.558
-30.46
-13.62
-60.44
-28.15
15
-6.669
105.559
-30.18
-12.3
-59.41
-25.45
16
-6.670
105.559
-28.87
-11.35
-57.74
-23.53
17
-6.670
105.560
-27.83
-10.52
-54.45
-21.88
18
-6.671
105.561
-27.53
-9.68
-52.7
-20.16
19
-6.672
105.561
-26.46
-9.06
-50.64
-18.97
20
-6.672
105.562
-23.76
-8.37
-55.61
-17.61
21
-6.673
105.563
-22.3
-7.65
-54.85
-16.26
22
-6.673
105.564
-22.13
-7.16
-55.69
-15.23
23
-6.673
105.565
-22.14
-6.63
-53.65
-14.21
24
-6.674
105.566
-21.74
-5.98
-54.95
-12.9
25
-6.675
105.567
-22.09
-5.39
-53.42
-11.71
26
-6.675
105.567
-19.82
-4.58
-52.8
-10.03
27
-6.675
105.568
-22.35
-3.94
-47.7
-8.73
28
-6.675
105.569
-21.42
-3.46
-48.78
-7.82
1
-6.674
105.570
-22.66
-2.88
-48.36
-6.52
2
-6.674
105.570
-21.76
-3.14
-44.81
-6.97
1
-6.673
105.569
-20.31
-4.58
-48.53
-9.99
2
-6.672
105.568
-22.7
-5.36
-48.85
-11.6
3
-6.671
105.568
-23.31
-6.17
-54.65
-13.21
4
-6.670
105.567
-22.84
-6.69
-54.06
-14.35
5
-6.669
105.566
-24.8
-7.07
-59.58
-15.09
6
-6.667
105.565
-27.37
-7.92
-56.18
-16.71
7
-6.667
105.564
-27.15
-6.63
-56.64
-14.18
8
-6.666
105.563
-26.63
-7.58
-55.39
-16.1
9
-6.665
105.562
-28.44
-9.84
-59.04
-20.62
10
-6.665
105.561
-28.94
-12.16
-58.66
-25.23
11
-6.664
105.560
-30.42
-14.17
-61.11
-29.26
12
-6.663
105.559
-31.77
-16.31
-61.72
-33.66
13
-6.662
105.559
-29.68
-17.36
-62.44
-35.84
14
-6.662
105.560
-30.35
-17.14
-63.34
-35.4
Lampiran 9. Data makrozoobenthos No
Spesies
1 2 3 4 5
Apporhais occidentalis Atys sp Bittium varium Brachytoma sumatrensis Cavolina sp Cerastoderma pinnulatum Cerithium sp Clathrodrillia jeffreysii Cucullacea labiata Cylichna sp Cypraea sp Dentalium sp Dinocardium robustum Divaricella sp Elephroconcha javacensis Epithomium sp Euthria sp Lacuna sp Latirus sp Litiopa sp Littorina sp Marsenina sp Microcardium sp Mitra sp Myadora sp Nassarius sp Natica sertata Neverita albumen Noclia ponderosa Nucella lapilla Nuculana acuta Olyvella sp Otopleura curiscati Panomya arctica Peristernia sp Petricola sp Philine lima Pisania sp
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
1
2
3
Stasiun 4 5
6 3
7
4
20
1
9
6
1
3 10 2 1 6
2
1
2 2 1 1
1 1 10
1 3
8
1
30
8
1
14
2
6
5
1 2 2 4
2 1 2
6 3 3 4 1
4 3 1
18
1
6 1 2
3
6
1 1 6
1 3 1
3 1
7 1
6
1 5
3
2 3
5
4
3 8 2
1 1 3 5 1
5 1
2
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Placamen sp Pophia undulata Ptychobela vexillum Pyramidella dolobrata Pyrene sp Rissoina sp Seila adamsii Terebra sp Teredora malleolus Thracia seplentrionalis Turitella sp Turricula javana Turtonia sp Vepricardium sinense Vexillum sp Yoldia sp
1 1 4
1 2 1
5 1 3
1 1 2
2
1
15
1 92
3 32
7
4
6
1
48
1 1
1
24
102 3 69 1 1 17 293
173
1 40
1 141
112
2 130
Lampiran 10. Contoh makrozoobenthos (a) Gastropoda
Seila Adamsii
Olyvella sp
Bittium varium
Nucella lapilla
Turitella sp
Epitonium sp
196
Cypraea sp
Latirus sp
Littorina sp
Rissoina sp
Vexillum sp
Nassarius sp
Myadora sp
Dinocardium robustum
Nuculana acuta
Petricola sp
Yoldia sp
(b) Bivalva
(C) Scaphopoda
Sumber : www.gastropods.com
Dentalium sp
Lampiran 11. Hasil olahan fraksi sedimen di Balai Balai Penelitian Tanah Labortorium Fisika Tanah Bogor Nomor Tekstur ( % ) Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Debu Debu Debu Urut Contoh 1000 - 2000 500 - 1000 200 - 500 100 - 200 50 - 100 20 - 50 10 - 20 2 - 10 µm µm µm µm µm µm µm µm 1 Sta 1 0.80 2.20 4.50 1.90 1.70 40.40 11.00 24.20 2 Sta 2 0.90 4.50 8.30 10.90 6.40 25.20 7.70 11.90 3 Sta 3 0.50 0.90 3.40 39.40 25.70 16.00 2.20 2.50 4 Sta 4 0.30 0.70 1.00 1.50 3.50 30.70 44.10 0.80 5 Sta 5 5.00 19.70 15.70 4.40 10.00 25.00 10.30 1.20 6 Sta 6 9.40 11.40 15.70 22.60 11.50 2.50 8.10 6.00 7 Sta 7 4.20 16.10 52.50 12.40 2.70 1.00 3.30 2.10
Liat 0.5 – 2 µm 0.90 11.60 7.90 5.20 6.90 2.30 4.80
Lampiran 12. Persentase besar butir
1 2 3 4 5 6 7
Persentase Butiran (%)
Posisi
Stasiun
Lintang 0 -6 43’33,60” 0
-6 42’20,40” 0
-6 42’14,40” 0
-6 41’12” 0
-6 41’28,80” 0
-6 40’24” 0
-6 40’26,40”
Bujur 0 105 30’6,59” 0
105 31’12,60” 0
105 32’7,19”
Tipe Substrat
Kedalaman (m)
E1
E2
Pasir 11,10
Lumpur 75,60
Liat 13,30
Lumpur
4,54
-27.48
-64.27
31,00
44,80
24,20
Lumpur berpasir
20,77
-31.99
-60.46
69,90
20,70
9,40
Pasir
4,06
-21.74
-47.58
-30.43
-61.37
0
7,00
75,60
17,40
Lumpur
16,39
0
54,80
36,50
8,70
Pasir berlumpur
5,36
-23.64
-58.67 -65.40 -44.81
105 32’25,10” 105 33’31,70” 0
70,60
16,60
12,80
Pasir
4,84
-22.56
0
87,90
6,40
5,70
Pasir
3,14
-21.76
105 33’20,90” 105 33’10,80”
Liat 0 - 0.5 µm 12.40 12.60 1.50 12.20 1.80 10.50 0.90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah, 8 Agustus 1986 dari Ayah Drs. Ruben Taruk Allo dan Ibu Alfrida Andilolo. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Makale, Tana Toraja – Sulawesi Selatan. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Akustik Kelautan tahun 2007 – 2008. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa tahun 2008. Selain itu penulis pernah mengikuti Pelatihan Pengolahan Data Akustik Kelautan tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB, juga dalam Komisi Pelayanan Anak dan pernah menjabat sebagai Koordinator Umum Komisi Pelayanan Anak (KPA) periode 2006 – 2007. Dalam rangka penyelesian studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Klasifikasi Habitat Dasar
Perairan dengan Menggunakan Instrumen Hidroakustik SIMRAD EY 60 di Perairan Sumur, Pandeglang – Banten”.