Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh Wenny Febryanti Prof. Dr. M.M.W. Tairas, MA Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya e-mail:
[email protected] Abstract The main purpose of this research was to find out the differences of school readiness kindergarten between children from single parent and intact parents. Family structure is a variable X (the independent variable) which consists of two variables: the single parent (X1) and the intact parent (X2). School readiness is a variable Y (dependent variable). School readiness is comprised of five domains of social competence, health and physical well-being, emotional maturity, language and cognitive development, and communication skills and general knowledge. This research was conducted on 36 kindergarten students level B in Surabaya. Of the total subjects were 36 students consisted of 18 students who from single parent and 18 students who from intact parents. The sampling technique used was purposive sampling. Data collection tool by adopting the questionnaire Early Development Instrument (EDI), which consists of 103 items. Data analysis was performed with independent sample t-test technique using SPSS 19.0 for windows. The result of the analysis of research data obtained t value of 6.45 with a mean difference of 2.32. This suggests that there are very significant differences of school readiness in kindergarten student from a single parent and intact parents. Keywords: school readiness, kindegarten students, single parent, intact parents Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesiapan sekolah Taman KanakKanak (TK) antara anak dari orangtua tunggal dengan orangtua utuh. Struktur keluarga merupakan variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas 2 variabel yaitu orangtua tunggal (X1) dan orangtua utuh (X2). Kesiapan sekolah merupakan variabel Y (variabel tergantung). Kesiapan sekolah terdiri dari lima domain yaitu kompetensi sosial, kesehatan dan kesejahteraan fisik, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif serta keterampilan komunikasi dan pengetahuan umum. Penelitian ini dilakukan pada 36 siswa TK tingkat B di Surabaya. Jumlah subjek penelitian sebanyak 36 siswa. Dari jumlah subyek sebanyak 36 siswa tersebut terdiri atas 18 siswa yang berasal dari orangtua tunggal dan 18 siswa yang bersal dari orangtua utuh. Dengan menggunakan teknik sampling yaitu purposive sampling. Alat pengambilan data dengan mengadopsi kuesioner Early Development Instrument (EDI) yang terdiri atas 103 aitem. Analisis data dilakukan dengan teknik independent sample t-test dengan bantuan program statistik SPSS versi 19. Hasil analisis data penelitian diperoleh nilai t sebesar 6,45 dengan perbedaan mean sebesar 2,32. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat signifikan kesiapan sekolah anak Taman Kanak-Kanak (TK) yang berasal dari orangtua tunggal dan orangtua utuh yang sangat signifikan. Kata Kunci: kesiapan sekolah, anak TK, orangtua tunggal, orangtua utuh
150
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh
PENDAHULUAN
pembangunan masyarakat dan ekonomi yang
Pendidikan Nasional menggariskan lima misi
berkelanjutan (NSCDC, 2007 dalam Pandia, dkk.,
utamanya, dimana salah satunya adalah membantu
2012). Dengan demikian, diharapkan tingkat
dan memfasilitasi pengembangan potensi anak
pengulangan kelas dan putus sekolah siswa kelas satu
bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat
dan dua sekolah dasar (SD) semakin berkurang
dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.
(Pandia, dkk., 2012).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Sebaliknya jika anak belum memiliki kesiapan,
pemerintah Indonesia mengakui bahwa pendidikan
mereka akan frustasi bila ditempatkan di lingkungan
itu penting dan mengupayakan pendidikan sejak usia
akademis. Berbagai bentuk perilaku sebagai cerminan
dini. Program PAUD sendiri dimaksudkan untuk
frustasi ini diantaranya adalah untuk menarik diri,
memberikan fasilitasi pendidikan yang sesuai bagi
berlaku acuh tak acuh, menunjukkan gejala-gejala
anak, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik
sakit fisik, atau kesulitan menyelesaikan tugasnya di
secara fisik, mental, maupun sosial/emosional dalam
sekolah (Rowen dkk, 1980 dalam Sullistyaningsih,
rangka memasuki pendidikan lebih lanjut (Latief,
2005). Anak-anak yang tidak memiliki kesiapan
dkk., 2013).
sekolah, mereka masuk sekolah tanpa cukup siap
Kesiapan sekolah memiliki peranan penting bagi
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran
anak dimana salah satunya adalah terkait prestasi
dan aktivitas di kelas. Hal ini dapat mempengaruhi
sekolah nantinya. Zyl (2011) menemukan bahwa
prestasi belajar mereka dan berhubungan dengan
kesiapan sekolah memiliki hubungan yang signifikan
masalah perilaku (Ladd, dkk., 1999 dalam Britto &
dengan prestasi akademik di kelas 1 dan kelas 4.
Rana, 2012). Sedangkan menurut Hurlock (2007
Kesiapan sekolah sebagai faktor penting dalam
dalam Handari, 1998) akan menimbulkan rasa
p r e s t a s i p e n d i d i k a n , p e r ke m b a n g a n d a n
tertekan dan terpaksa dalam melakukan sesuatu
pembelajaran anak, penyelesaian sekolah termasuk
termasuk belajar sehingga dapat mengakibatkan
sekolah dasar dan kesuksesan di masa dewasa (Britto
terjadinya kegagalan dalam bidang pendidikan.
& Rana, 2012). Pemerintah Indonesia sendiri juga
Beberapa kasus kegagalan di bidang pendidikan
memandang kesiapan sekolah sebagai salah satu hal
terjadi di Indonesia. Salah satunya meningkatnya
yang penting bagi anak-anak untuk mengikuti
angka tidak naik kelas dari tahun ke tahun. Angka
pendidikan dasar serta menyangkut strategi
mengulang kelas yang masih cukup tinggi di SD/MI
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
151
Wenny Febryanti, Tairas, M.M.W.
yakni sebanyak 841.662 siswa pada tahun 2002/2003.
dengan orang lain dan lingkungan sebelum masuk ke
Kondisi ini menunjukkan bahwa kesiapan memasuki
sekolah (Maxwell & Clifford, 2004). Pengalaman di
Sekolah Dasar (SD) masih rendah (Ali, 2009).
keluarga berdampak pada kesiapan sekolah (Walker,
Dibandingkan dengan negara Kazakhstan, Kenya,
1994 dalam Luneburg, 2000).
Cina, India, Philipina, dan Thailand, ternyata
Banyak penelitian yang setuju bahwa variabel
Indonesia memiliki angka tidak naik kelas tertingggi
keluarga paling penting dalam perkembangan anak.
di banding Negara lain (Choi, 2005). Hal ini menjadi
Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat
suatu permasalahan tersendiri bagi Negara Indonesia
berpengaruh atas taraf-taraf permulaan
untuk lebih mempersiapkan peserta didiknya
perkembangan (Gunarsa & Gunarsa, 2012). Salah satu
memasuki pendidikan dasar.
faktor dalam lingkungan keluarga yang
Terbukti ternyata memang kesiapan anak di
mempengaruhi perkembangan anak adalah struktur
Indonesia belum mencapai secara optimal. Suatu
keluarga. Janus & Duku (2007) menyatakan bahwa ada
penelitian membandingkan kemampuan anak-anak
hubungan kesiapan sekolah dengan variabel
Indonesia dengan anak-anak di Negara Kanada,
sosioekonomi, kesehatan dan struktur keluarga.
Australia, Indonesia, Meksiko, Yordania, Cile,
Status sebagai orang tua tunggal berhubungan
Mozambik, Filipina. Secara keseluruhan, hasil
signifikan dengan skor pada kelima domain EDI (Early
penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum
Development Instrument).
m e n c a p a i p o te n s i y a n g m a k s i m a l d a l a m
Hair, dkk (2006) menemukan bahwa anak dengan
mempersiapkan anak agar berhasil dan mampu
resiko sosial/emosional dan resiko kesehatan
menyesuaikan diri dengan baik di sekolah dan luar
memiliki faktor sosio-demografik yang beresiko
sekolah (Potret perkembangan anak usia dini di
dengan karakteristik latar belakangnya (penghasilan
Indonesia, 2010).
rendah, orang tua tunggal dan remaja, minoritas, dll),
Kesiapan sekolah anak yang satu belum tentu sama
sedangkan anak dengan kekuatan pada semua
dengan yang lainnya. Hal ini tidak hanya disebabkan
dimensi kesiapan sekolah (kesehatan fisik,
faktor anak saja. Anak tidak secara bawaan dikatakan
perkembangan sosio-emosional, pendekatan belajar,
siap atau tidak siap untuk sekolah (Janus, 2000).
perkembangan bahasa, perkembangan kognitif )
Ketrampilan dan perkembangannya juga dipengaruhi
secara umum berasal dari latar belakang yang
kuat keluarga mereka dan melalui interaksinya
menguntungkan. Rafoth, dkk (2004) menyatakan
152
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh
bahwa anak yang berasal dari orang tua utuh
perkembangan seperti kognitif, sosio-emosional, dan
cenderung lebih memiliki kesiapan sekolah
fisik (Jimerson, Egeland, & Teo, 1999; Love et al., 1994;
dibanding anak yang berasal dari orang tua tunggal.
Meisels, 1999 dalam Janus & Offord, 2007). Kesiapan
Chilton (1991) melakukan penelitian terkait pengaruh
sekolah berbeda dengan kesiapan belajar. Kesiapan
struktur keluarga terhadap kesiapan sekolah.
belajar mengacu pada keadaan neurosistem anak yang
Hasilnya menyatakan bahwa anak yang dibesarkan
siap untuk mengembangkan berbagai ketrampilan
orang tua utuh mendapatkan skor kesiapan sekolah
dan neuropathways berdasarkan stimulus yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang dibesarkan
diterimanya. Seorang anak yang siap belajar adalah
orang tua tunggal.
sejak lahir bahkan di dalam rahim. Sedangkan
Tetapi di sisi lain Derrick (1977) menyatakan
kesiapan sekolah merupakan konsep yang sempit lagi,
bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam
berfokus pada kemampuan anak untuk memenuhi
kinerja kognitif anak yang dikarenakan struktur
tuntutan tugas sekolah (Janus, dkk., 2007). Seperti
keluarga dan jenis kelamin anak (dalam Chilton, 1991).
senang bereksplorasi dan bertanya, kemampuan
Ferrell (2009) juga tidak menemukan perbedaan nilai
memegang pensil, mendengarkan guru, bermain dan
akademik antara siswa yang tinggal dengan orang tua
bekerja dengan anak lain, mengingat dan mengikuti
tunggal dan orang tua utuh. Anak dari keluarga
aturan. Menurut Janus (2006) bahwa untuk
orangtua tunggal juga lebih mandiri karena mereka
mengukur kesiapan sekolah anak-anak dari lima
memiliki lebih banyak tanggung jawab pekerjaan
domain yaitu kompetensi sosial, kesehatan dan
rumah tangga (Amato, 1987; Coley, 1998; Walker &
kesejateraan fisik, kematangan emosi, perkembangan
Hennig, 1997 dalam Papalia, dkk., 2008).
bahasa dan kognitif, keterampilan komunikasi dan
Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut,
pengetahuan umum. Sedangkan faktor-faktor yang
penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan
berkontribusi pada kesiapan sekolah adalah status
kesiapan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) antara
sosioekonomi, struktur keluarga, kesehatan anak dan
anak dari orangtua tunggal dengan orangtua utuh.
orang tua, dan keterlibatan orangtua pada
KESIAPAN SEKOLAH
perkembangan keaksaraan (Janus & Duku, 2007).
Kesiapan sekolah harus dipahami tidak hanya
METODE PENELITIAN
sekedar keterampilan kognitif, tapi lebih sebagai
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian
konsep holistik yang menyertakan beberapa area
ini berdasarkan teknik pengumpulan data adalah
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
153
Wenny Febryanti, Tairas, M.M.W.
penelitian kuantitatif. Struktur keluarga merupakan
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian adalah
variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas 2 variabel
uji beda parametrik. Teknik statistik parametrik yang
yaitu orangtua tunggal (X1) dan orangtua utuh (X2).
digunakan untuk menguji hipotesa komparatif data
Orangtua utuh adalah orangtua yang terdiri atas ayah
ratio atau interval adalah teknik statistik t-test
dan ibu kandung yang masih lengkap keduanya dan
(Sugiyono, 2012).
bertanggung jawab merawat anaknya secara bersama.
HASIL ANALISIS DATA
Orangtua tunggal adalah keluarga yang hanya terdiri
Hasil analisis data menunjukkan bahwa mean
dari ibu saja yang bertanggung jawab merawat anak
kesiapan sekolah dari orangtua utuh sebesar 9,20,
setelah perceraian. Kesiapan sekolah merupakan
sedangkan mean kesiapan sekolah dari orangtua
variabel Y (variabel tergantung) yaitu kemampuan
tunggal sebesar 6,88. Meskipun data tidak homogen,
anak baik keterampilan kognitif dan non kognitif
masih bisa menggunakan uji t. Namun analisis data
untuk memenuhi tuntutan tugas sekolah yang
menggunakan asumsi tidak homogen yakni terdapat
melibatkan serangkaian domain-domain diantaranya
pada tabel independent samples t-test baris kedua.
kesehatan dan kesejahteraan fisik, kompetensi sosial,
Berdasarkan hasil analisis data, pada kolom Sig. (2
kematangan emosi, perkembangan bahasa dan
tailed) menunjukkan nilai 0. Menurut teori bahwa
kognitif, ketrampilan komunikasi dan pengetahuan
jika signifikansi kurang dari 0,05 maka ada perbedaan
umum.
Subyek dalam penelitian adalah murid
pada taraf signifikansi 5 %. Dapat disimpulkan bahwa
taman kanak-kanak tingkat B yang diasuh ibu
hipotesis alternatif dalam penelitian ini diterima.
kandung sebagai orangtua tunggal karena perceraian
Berdasarkan kaidah uji hipotesa alternatif jika p<0,01
dan yang diasuh kedua orangtua kandung di
maka sangat signifikan (Hadi, 1997).
Surabaya. Teknik sampling digunakan adalah
PEMBAHASAN
purposive sampling. Teknik pengumpulan data
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dengan mengadopsi alat ukur EDI (Early
mengetahui perbedaan kesiapan sekolah anak taman
Development Instrument) yang disusun oleh Dr.
kanak-kanak yang berasal dari orangtua tunggal dan
Offord dan Dr. Magdalena Janus yang dikembangkan
orangtua utuh. Berdasarkan hasil analisis data yang
di Offord Centre of Child Studies, McMaster
telah dilakukan, didapatkan bahwa terdapat
University (Hamilton, Ontario, Canada) tahun 1998
perbedaan yang signifikan kesiapan sekolah anak
dan selesai pada tahun 2000. Teknik analisa data
yang berasal dari orangtua tunggal dengan orangtua
154
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh
utuh. Hal ini dapat diketahui dari nilai signifikansi 0
sosio-emosional, pendekatan belajar, perkembangan
(Sig. < 0,05) yang berarti bahwa hipotesis kerja
bahasa, perkembangan kognitif ). Chilton (1991)
diterima dan hipotesis nihil ditolak. Hipotesis kerja
menemukan bahwa anak yang dibesarkan orang tua
dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kesiapan
utuh mendapatkan skor kesiapan sekolah lebih tinggi
sekolah anak yang berasal dari orangtua tunggal
dibandingkan anak yang dibesarkan orang tua
dengan orangtua utuh.
tunggal.
Pada penelitian ini, kelompok subyek yang berasal
Hasil penelitian ini mendukung teori Urie
dari orangtua utuh mempunyai mean kesiapan
B ro n f e n b re n n e r ya n g m e nya t a k a n b a hwa
sekolah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
perkembangan anak termasuk kesiapan sekolah
subyek yang berasal dari orangtua tunggal. Hal ini
dipengaruhi lingkungannya. Salah satunya adalah
bisa dilihat dari mean kesiapan sekolah dari orangtua
lingkungan keluarga, yang termasuk dalam sistem
utuh sebesar 9,20, sedangkan mean kesiapan sekolah
mikrosistem dimana anak bertindak mempengaruhi
dari orangtua tunggal sebesar 6,88. Perbedaan mean
sistem ini dan juga dipengaruhi sistem ini. Untuk
antara dua kelompok dalam penelitian ini sebesar
memahami anak dalam keluarga, kita harus melihat
2,32. Hal tersebut juga terjadi pada kelima domain
lingkungan keluarga tersebut yaitu atmosfer dan
kesiapan sekolah. Anak yang berasal dari orangtua
struktur atau komposisinya (Papalia, dkk., 2008).
tunggal memiliki nilai mean yang lebih rendah dibanding anak yang bersal dari orangtua utuh pada semua domain. Penemuan tersebut sesuai dengan pendapat Rafoth, dkk (2004) menyatakan bahwa anak yang berasal dari orang tua utuh cenderung lebih memiliki kesiapan sekolah dibanding anak yang berasal dari orang tua tunggal. Pendapat ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Hair, dkk (2006) menemukan bahwa anak yang berasal dari orangtua utuh memiliki kekuatan pada semua dimensi kesiapan sekolah (kesehatan fisik, perkembangan
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
155
Wenny Febryanti, Tairas, M.M.W.
Perubahan komposisi dalam keluarga yang
seperti perceraian orangtua, akan mengganggu
termasuk pada sistem kronosistem, dapat
perkembangan anak, yang menghasilkan
menyebabkan keutuhan keluarga menjadi
serangkaian krisis yang dapat mengurangi
terganggu.
kapasitas anak untuk berkembang normal
Setiap keluarga adalah sebuah sistem yaitu
(Fomby & Cherlin, 2007). Anak merasa tidak
suatu kesamaan yang dibentuk oleh bagian-
aman, tidak diinginkan, kesepian, marah,
bagiannya yang saling berhubungan dan
kehilangan, dan menyalahkan diri sendiri
berinteraksi (Santrock, 2007). Berdasarkan teori
(Agency, 2011).
sistem keluarga bahwa semua yang terjadi pada
Apalagi saat anak berusia prasekolah dimana
setiap anggota keluarga berdampak pada anggota
termasuk masa emas perkembangan. Seperti
lain dalam keluarga (Goldenberg & Goldenberg,
yang telah diketahui masa prasekolah adalah
2007 dalam Olson & DeFrain, 2011). Hal ini
masa yang tepat dalam meletakkan dasar-dasar
d i k a re n a k a n a n g go t a ke l u a rg a s a l i n g
perkembangan fisik, bahasa, sosial emosional
berhubungan dan beroperasi sebagai sebuah
dan kognitif sehingga pada saatnya anak
kelompok, kelompok ini disebut sistem
memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih
keluarga.Carl Whitaker (1992 dalam dalam Olson
lanjut. Anak prasekolah membutuhkan
& DeFrain, 2011) menyatakan bahwa manusia
pendampingan yang tepat dan cukup dari
sangat terkait erat dengan keluarganya.
keluarga mereka. Jika lingkungan sekitar anak,
Apabila terjadi perubahan pada satu anggota
utamanya keluarga tidak dapat menyediakan
keluarga maka anggota keluarga lain pasti
kondisi yang nyaman sebaliknya selalu terjadi
mengalami perubahan untuk mencapai suattu
konflik perkawinan diantara kedua orangtua
keseimbangan. Berdasarkan teori sistem
sebelum maupun sesudah perceraian maka
keluarga, perubahan adalah suatu proses yang
justru dapat merugikan perkembangan anak ke
sulit baik untuk individu maupun keluarga
depannya.
(Olson & DeFrain, 2011). Salah satu perubahan
Maka dari itu, hasil penelitian menunjukkan
yang menuntut anggota keluarga lain juga
anak dalam keluarga orangtua tunggal memiliki
beradaptasi dengan perubahan adalah
kesiapan sekolah yang lebih rendah dibanding
perceraian. Jika terjadi gangguan dari sistem ini
anak dalam keluarga orangtua utuh
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
157
Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh
persepsi tertentu.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data, maka diperoleh
Bagi masyarakat, diharapkan agar mengubah
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kesiapan
persepsi negatif terhadap status orangtua tunggal.
sekolah anak Taman Kanak-Kanak (TK) yang berasal
Hal ini dikarenakan agar tidak menambah beban
dari orangtua tunggal dan orangtua utuh.
psikologis ibu sebagai orangtua tunggal. Bagi penelitian selanjutnya, diadakan sebelum kenaikan kelas agar kesempatan untuk mengambil
SARAN Saran untuk orangtua diharapkan menciptakan
data menjadi lebih mudah. Metode penelitian
lingkungan keluarga yang positif untuk anak.
selanjutnya dapat menggunakan teknik probability
Dengan mengupayakan menjaga kesatuan dan
sampling. Salah satu pilihan alternatif respon “tidak
keharmonisan rumah tangga. Orangtua juga
tahu” dalam kuisioner yang dianggap sebagai
hendaknya memperhatikan dan mengoptimalkan
jawaban kosong, perlu direvisi lagi. Hal ini lebih
aspek-aspek kesiapan sekolah anak, baik
dikarenakan guru yang belum mendapati dan
kemampuan kognitif maupun non kognitif.
Ibu
mengamati perilaku tertentu pada siswa. Untuk
sebagai orangtua tunggal diharapkan mampu
penelitian selanjutnya disarankan mengadaptasi alat
mengontrol emosinya dan tetap menciptakan
ukur, dengan meminta bantuan kepada ahli bahasa,
atmosfir keluarga yang positif bagi perkembangan
ilmuwan psikologi, dan pakar budaya untuk
anak. Walaupun telah bercerai, tugas pengasuhan
meminimalisir aitem-aitem yang kurang sesuai
anak harus tetap dilakukan bersama dan terjalin
dengan budaya Indonesia. Untuk memperoleh
kerjasama diantara keduanya.
informasi yang komprehensif dan lengkap maka
Bagi sekolah, dapat bekerja sama dengan
diperlukan data tambahan dengan melakukan
orangtua untuk dapat saling bertukar informasi
wawancara pada orangtua subyek penelitian.
mengenai perkembangan anak guna meningkatkan
Penelitian selanjutnya dapat melibatkan variabel lain
kesiapan sekolah. Disamping itu, guru harus
yang juga berpengaruh pada kesiapan sekolah seperti
m e nya d a r i b a hwa s e t i a p s i s wa m e m i l i k i
sosioekonomi, pendidikan orangtua, pola
latarbelakang keluarga yang berbeda-beda sehingga
pengasuhan, kualitas interaksi ibu-anak,
disarankan bagi para guru memperhatikan
keterlibatan ayah, variabel konflik yang terjadi dalam
kebutuhan masing-masing anak tanpa dipengaruhi
keluarga dan kemampuan penyesuaian diri anak.
157
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
Wenny Febryanti, Tairas, M.M.W.
PUSTAKA ACUAN Agency, Beranda. (2011). Ketika orangtua bercerai. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk pembangunan nasional: menuju bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Grasindo. Britto, P.R., & Rana, A.J. (2012). School Readiness: a conceptual framework. New York: Unicef. Chilton, T.Y. (1991). Effect of family structure on school readiness?. Washington, D. C.: ERIC. Choi, Soo-Hyang. (2005). Laporan review kebijakan: pendidikan dan perawatan anak usia dini di Indonesia. Jakarta: Unesco. Ferell, R.T. (2009). The effects of single-parent households versus two-parent households on student academic success, attendance, and suspensions. United States: ProQuest LLC. Fomby, P., & Cherlin, A.J. (2007). Family Instability and Child Well-Being. American Sosiological Review, 72. Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S.D. (2012). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: Libri. Hadi, S. (1997). Manual SPS Paket Midi. Yogyakarta: UGM. Hair, E., Helle, T., Terry-Humen, E., Lavelle, B., & Calkins, J. (2006). Children’s school readiness in the ECLS-K: Predictions to academic, health, and social outcomes in first grade. Early Childhood Research Quarterly, 21, 431454. Handari, Woelan. (1998). Uji validitas dan reliabilitas tes NST (tes kesiapan sekolah). Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Janus, M. Offord, D (2000). Readiness to learn at school. ISUMA , 1(2), 71-75. Janus, Magdalena. (2006). Measuring community early child development. Canadian Association of Principals Journal, 14 (3). Janus, Magdalena. Brinkman, Sally. Duku, Eric. Hertzman, Clyde. Santos, Robert. Sayers, Mary. Schroeder, Joanne. Walsh, Cindy. (2007). The Early Development Instrument: A Population-based Measure for Communities. Canada: Offord Centre for Child Studies. Janus, M., & Duku, E. (2007). The school entry gap: Socioeconomic, Family, and health factors associated with children’s school readiness to learn. Early Education And Development, 18(3), 375-403. Janus, Magdalena & Offord, D.R. (2007). Development and Psychometric Properties of the Early Development Instrument (EDI): A Measure of Children’s School Readiness. Canadian Journal of Behavioural Science, 39, 1, 122. Latief, M., Zukhairina, Z.R., & Afandi, M. (2013). Orientasi baru pendidikan anak usia dini: teori dan aplikasi. Jakarta: Kencana. Lunenburg, Fred C. (2000). Early childhood education programs can make a difference in academic, economic, and social arenas. ProQuest, 120, 3. Maxwell, K.L., & Clifford, R.M. (2004). School readiness assessment. National Association for the Education of Young Children. Olson, D.H., & DeFrain, J. (2011). Marriage and Families. Boston: McGrawHill. Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Human development (psikologi perkembangan) edisi kesembilan. Jakarta: Kencana. Pandia, W.S.S., Widyawati, Yapina., Irwan, A.Y.S., & Irwanto. (2012). Kesiapan bersekolah dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Lembaga Penelitian SMERU, 33. Potret perkembangan anak usia dini di Indonesia. (2010). Jakarta: Unit Pendidikan Kantor Bank Dunia. Rafoth, M.A., Buchenauer, E.L., Crissman, K.K., & Halko, J.L. (2004). School readiness-preparing children for kindergarten and beyond: information for parents. National Association of School Psychologists. Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2 (edisi 11). Jakarta: Erlangga. Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Sullistyaningsih, W. (2005). Kesiapan sekolah ditinjau dari jenis pendidikan pra sekolah anak dan tingkat pendidikan orang tua. Psikologia, 1(1). Zyl, Erna van. (2011). The relationship between school readiness and school performance in grade 1 and grade 4. South African Journal of Childhood Education, 1(1), 82-94.
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 2, Agustus 2014
158