Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
PERBANYAKAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS AGENSIA HAYATI (PSEUDOMONAD FLUORESEN) UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI NILAM ABSTRAK Penelitian perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (Pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam dilakukan di kebun petani nilam Desa Kajai Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat dari bulan Januari sampai Desember 2010. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh masa penyimpanan dan cara pemberian formula P. fluoresen pada tingkat umur tanaman berbeda (stek, bibit dan tanaman dewasa) yang efektif dan efisien untuk mengendalian penyakit layu bakteri dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Penelitian ini menggunakan formula P. fluoresen PF 19 dan PF 101 yang simpan dalam waktu berbeda (1, 2, 3, 4 dan 5 bulan) dan diaplikasikan pada stek, bibit dan tanaman dewasa nilam sebagai perlakuan yang ditanam di lapang yang terinfeksi penyakit layu bakteri nilam. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Sebagai parameter yang diamati adalah perkembangan penyakit (masa inkubasi gejala dan intensitas penyakit), pertumbuhan tanaman, produksi tanaman, kualitas minyak nilam, dan produk metabolit sekunder. Hasil penelitian menunjukkan formula P. fluoresen dapat mengendalikan penyakit layu bakteri dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi nilam. Aplikasi formula P. fluoresen dengan masa penyimpanan 5 bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa menunjukkan gejala penyakit layu bakteri sangat rendah dengan intensitas penyakit 2,08% (stek); 16,00% (bibit) dan 33,33% (tanaman dewasa), dan masa inkubasi gejala penyakit 73,5 HST (stek); 66,2 HST (bibit); dan 63,8HST (tanaman dewasa). Pemberian formula dengan masa simpan 1 – 3 bulan pada stek, formula dengan masa simpang 1 – 2 bulan pada bibit dan formula dengan masa simpan 1-2 bulan pada tanaman dewasa dengan tidak menunjukkan gejala penyakit layu bakteri, dimana intensitas serangan pada tanaman kontrol (tanpa aplikasi formula) cukup tinggi (66,67%) dengan masa inkubasi gejala penyakit cukup pendek (41,5 HST). Aplikasi formula P. fluoresen dengan penyimpanan 1 sampai 5 bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman dari 2,4-6,85 menjadi 4,85-19,16 cm, jumlah cabang primer dari 1,40-3,53 menjadi 1,20-12,50 cabang/tanaman, jumlah cabang sekunder 1,25-9,00 menjadi 1,50-44,67 cabang/tanaman, dan diameter tajuk tanaman 2,00-10,01 menjadi 4,46-44,00 cm. Produksi daun segar meningkat dari 15,37-27,33 menjadi 20,45–81,73 g/tanaman dan berat kering daun dari 3,75-5,44 menjadi 5,34- 27,15 g/tanaman. Kadar minyak tanaman yang diberi formula Selanjutnya tanaman nilam diperlakukan dengan formula dengan masa penyimpanan 1 sampai 5 bulan baik pada stek, bibit dan tanaman dewasa memperlihatkan kadar minyak yang sama, dan berbeda dibandingkan dengan tanpa formula (kontrol). Begitu juga dengan produk asam salisilad yang dihasilkan Pseudomonad fluoresen Pf 91 dan Pf 101 pada formula pada penyimpanan 1 sampai 4 bulan memperlihatkan pengaruh penekanan bakteri patogen (Ralstonia solanaceraum) lebih baik dibandingkan penyimpanan 5 bulan. Selanjutnya phytoaleksin yang dihasilkan nilam yang diperlakukan denga formula dengan penyimpanan 1-4 bulan dapat menghambat populasi bakteri patogen dengan populasi 28-41 x102 cfu/ml pada stek; 24-49 x 102 cfu/ml pada bibit dan 32-66 x 102 cfu/ml pada tanaman dewasa, dan ini lebih baik dari pada penyimpanan formula 5 bulan yang menunjukkan populasi bakteri patogen 171x x102 cfu/ml pada stek, 189 x102 cfu/ml pada bibit dan 190 x102 cfu/ml pada tanaman dewasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi pseudomonad fluoresen yang disimpan selama 1 sampai 4 bulan yang diapplikasi pada stek dan bibit nilam mempunyai aktivitas dan stabilitas yang tinggi dalam mengendalikan penyakit layu bakteri dan meningkatkan pertubuhan dan produksi tanaman nilam.
363
Nasrun, dkk.
ABSTRACT The study of production and efectivity test of biological control agent (Pseusomonad fluorescent) to control bacterial wilt disease on patchouli plant was carried out in farmer field in Kajai Village, West Pasaman, West Sumatera from January to December 2010. The aims of the study were find out effect of incubation and application method of pseudomonad fluorescent formula on the different age plant (seed, seedling and plant) that effectiveness and efficiency to control bacterial wilt disease and increace plant growth and production. The study use formulation of fluorescent pseudomonad PF 91 and PF 101 that incubated in different time (1,2,3,4 and 5 month) that applicated on seed, seedling and plant of patchouli plant as treatments were planted in the field were infected with bacterial wilt disease of patcholui plant. Treatments were arranged in randomized block design (RBD) with three replications. The assessment parameters were disease development (incubation period and disease intensity), plant growth, plant production, pathouli oil quality, and metabolite scounder production. The results showed that formulation of fluoescent pseudomonad could control the bacterial wilt disease and increase plant growth and production of patchouli plant. Formulation of fluorescent pseudomonad with 5 mounth incubated period on seed, seedling and plant showed bacterial wilt disease were lowest degree with disease intensity was 2,08 % (seed); 16,00% (seedling) and 33,33% (plant), incubated period of disease symptom 73,5 DAT (seed); 66,2 DAT (seedling); and 63,8 DAT (plant). In addition, formulated application on seed with 1-4 mounth of incubated period formulation; seedling with 1-3 mounth of incubated period formulation and plant with 1-2 mounth of incubated period formulation were not showed the bacterial wilt disease symptom. However, patchouli plant were not applicated with formulation of fluorescent pseudomonad (control) showed hight disease intensity (66,7%) with incubated period of bacterial wilt disease were shortest (41,5 DAT). Formulation of fluorescent pseudomonad with 1 to 5 mounth of incubated period on seed; seedling and plant could increase plant growth were plant height from 2,4-6,85 to 4,8519,16 cm/plant, total numbers of primer twig from 1,40-3,53 to 1,20-12,50 twig/plant, total numbers of scounder twig from 1,25-9,00 to 1,50-44,67 twig/plant, and diametre of plant canopy from 2,00-10,01 to 4,46-44,00 cm/plant. In addition, plant production were wet weight of leaves increase from 15,37-27,33 to 20,45–81,73 g/plant and dry weight of leaves increase from 3,75-5,44 to 5,34- 27,15 g/plant. In addition, patchouli plant were applicated wth formulation of fluorescent pseudomonad with incubated priode 1 to 5 mounth on seed, seeedling and plant showed the same quality of pathcouli oil, and different were compared with without formulation of fluorescent pseudomonad (control). In addition, production of salicilad acid that produce fluorescent pseudomonad PF91 and PF 101 in formulation on 1-4 mounth incubated periode showed inhibitted effect on bacterial pathogen (Ralstonia solanaceraum) better than formulation that incubated 5 mounth. In addition, phytoaleksin that produced by patchouli plant that were treated with formulation of fluorescent pseudomonad that incubated 1-4 mounth can inhibitted bacterial pathogen population with population were 28-41 x102 cfu/ml on seed s; 24-49 x 102 cfu/ml on seedling and 32-66 x 102 cfu/ml on plant, and these were better than 5 mounth incubated priode formulation that showed bacterial pathogen population were 171x x102 cfu/ml on seed, 189 x102 cfu/ml on seedling and 190 x102 cfu/ml on plant. The results of the experiment showed that formulation of fluorescent pseudomonad that incubated 1 to 4 mounth that were applicated on seed and seedling have the hight activity and stabilty on controlling the bacterial wilt disease and increase the growth and production of patchouli plant in the field.
364
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
PENDAHULUAN Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) merupakan salah satu masalah utama pada pertanaman nilam. Penyakit ini menimbulkan kerugian sebesar 60-95% di Sumatera dan Jawa yang merupakan daerah sentra produksi Asman et al, 1993). Sampai saat ini belum ada varietas yang toleran atau tahan terhadap penyakit layu bakteri dan belum ada teknologi pengendalian penyakit layu bakteri yang memuaskan. Pengendalian hayati adalah alternatif pengendalian yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut, terutama pemanfaatan bakteri Pseudomonad fluoresen sebagai mikroorganisme antagonis yang akhir-akhir ini telah banyak dimanfaatkan untuk pengendalian penyakit tanaman, diantaranya P. fluoresen yang dapat menekan perkembangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum pada tomat (Aspiras dan de la Cruz, 1985), kentang (Gunawan, 1995), tembakau (Arwiyanto., 1998), jahe (Mulya et al., 2000), pisang (Sumardiyono et al., 2001), nilam (Nasrun et al, 2004). Penggunaan P. fluoresen adalah cara yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit tanaman termasuk penyakit layu bakteri nilam dalam upaya meningkatkan produktivitas nilam. Dengan menggunakan P. fluoresen dalam mengendalikan penyakit layu bakteri akan menekan kehilangan hasil sehingga produksi akan meningkat. Hasil seleksi dari P. fluoresen diperoleh isolat P. fluoresen terbaik yang mampu mengendalikan penyakit layu bakteri pada tingkat laboratorium, rumah kaca dan lapang, dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi nilam (Nasrun, 2005 dan Nasrun, 2007). Untuk mempertahankan keberadaan P. fluoresen di rizosfer nilam dalam waktu yang panjang pada kondisi optimal, dapat dilakukan introduksi P. fluoresen dalam bentuk formula agens hayati ke dalam tanah secara berkelanjutan. Hasil penelitian terdahulu telah didapatkan formula P. fluoresen terbaik untuk mengendalikan penyakit layu bakteri nilam di lapang (Nasrun, 2008). Formula agen hayati diaplikasikan ke benih untuk membantu mengantarkan agen hayati ke rhizosphere tanaman. Formula tersebut dapat juga diaplikasikan ke akar tanaman dengan cara perendaman akar, penyiraman, penetesan dan aliran. Untuk industri komersialisasi formula diperlukan kondisi penyimpanan formula secara optimum (Gnanamanickam, 2002). Sehubungan telah didapatkannya P. fluoresen dalam bentuk formula terbaik dan melalui pengujian teknologi perbanyakan dan aplikasi formula P. fluoresen tersebut, maka keberadaan P. fluoresen di rizosfer dan pembuluh tanaman dapat dipertahankan dalam waktu yang lama pada kondisi optimal dan diharapkan dapat mengendalikan penyakit penyakit layu bakteri dan meningkatkan pertumbuhan nilam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui masa penyimpanan dan cara pemberian formula agens hayati P. fluoresen pada tingkat umur tanaman berbeda (stek, bibit dan tanaman dewasa) yang efektif dan efisien untuk pengendalian penyakit layu bakteri dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi. METODOLOGI Percobaan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kebun Percobaan Laing Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Solok Sumatera Barat, dan di kebun petani terinfeksi penyakit layu bakteri nilam di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat mulai bulan Januari sampai Desember 2010. Bahan yang digunakan terdiri isolat P. fluoresen, stek dan bibit nilam, media tumbuh pseudomonad fluoresen, bahan pembawa dan aditif formula, pupuk kandang, polybag dan bahan pembantu lainnya. Penelitian terdiri dari beberapa tahap kegiatan yaitu : 1. Persiapan bahan tanaman nilam Persiapan bibit nilam dilakukan melalui perbanyakan benih tanaman di dalam bak perbenihan di rumah kaca. Bibit yang tumbuh dengan petumbuhan yang baik dan seragam dipilih dan dipindahkan ke dalam kantong polybag yang telah berisi media tumbuh yang terdiri atas tanah ditambah pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 yang
365
Nasrun, dkk.
telah dipersiapkan sebelumnya. Bibit tersebut diadaptasikan di rumah kaca selama 3 bulan dan dilakukan pemeliharaan untuk dipersiapkan sebagai bibit nilam yang akan diaplikasi dengan formula Pseudomonad fluoresen di lapang. 2. Penyediaan bahan isolat Pseudomonad fluoresen Isolat pseudomonad fluoresen terpilih ( Pseudomonad fluoresen PF 91 dan Pf 101) sebagai hasil isolasi dari rizosfer akar nilam dari hasil penelitian terdahulu dimurnikan dan diperbanyak pada medium cair King’s B pada suhu kamar selama 48 jam dengan populasi 108 sel/ml ( Nasrun , 2005 dan Nasrun, 2007), di laboratorium KP. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Laing Solok pada bulan Pebruari 2010. Isolat pseudomonad fluoresen tersebut dipersiapkan untuk digunakan sebagai bahan formula. 3. Pembuatan Formula pseudomonad fluoresen Isolat pseudomonad fluoresen terpilih yang telah diperbanyak pada medium King’s B cair dengan populasi bakteri 108 sel/ml (Nasrun, 2007) dimasukkan ke dalam bahan formula dengan spesfikasi bahan pembawa gambut kaya bahan organik terutama sumber karbon dan aditif CMC terbaik hasil penelitian terdahulu (Nasrun, 2008). Selanjutnya bahan formula yang telah mengandung pseudomonad fluoresen disimpan dalam waktu berbeda (1, 2 ,3 ,4 dan 5 bulan) dipersiapkan untuk diaplikasikan ke stek, bibit dan tanaman nilam dewasa sebagai perlakuan. 4. Pengujian aplikasi formula pseudomonad fluoresen dan penanaman tanaman nilam di lapangan Penelitian dilakukan di lapangan meliputi pengujian waktu penyimpanan formula dan cara pemberian formula. Formula yang diuji dalam bentuk tepung disimpan dalam waktu berbeda sebagai perlakuan faktor A yaitu disimpan selama : a. Satu bulan b. Dua bulan c. Tiga bulan d. Empat bulan e. Lima bulan f. Kontrol (Tanpa formula) Formula yang disimpan dalam waktu yang berbeda diberikan pada tanaman nilam dengan tingkat umur berbeda sebagai perlakuan faktor B yaitu : a.Stek nilam b.Bibit Nilam c.Tanaman Nilam dewasa Formula tepung dengan masa simpan berbeda dilarutkan dalam air dengan tingkat dosis 75 g/l. Selanjutnya untuk perlakuan stek dan bibit nilam berumur 40 hari, dilakukan pencelupan stek dan bibit nilam tersebut ke dalam 100 ml larutan formula tersebut selama 1 jam. Stek dan bibit nilam yang telah dipelakukan ditumbuhkan di polybag di rumah kaca, dan selanjutnya ditanam ke lapangan di Pasaman Barat Sumatera Barat dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Untuk perlakuan tanaman dewasa berumur 1 bulan di lapangan, dilakukan penyiraman 100 ml larutan formula (75 g/l) untuk setiap tanaman. Perlakuan yang diuji disusun dalam bentuk plot pengujian dengan beberapa blok ulangan, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dala faktorial. Setiap plot percobaan terdiri atas 10 tanaman. Bibit nilam yang digunakan berumur 40 hari, dan sebelum ditanam di lapangan terinfeksi patogen secara alami bibit tersebut diadaptasikan di dalam pot plastik berdiameter 10 cm di rumah kaca selama 7 hari. Parameter pengamatan terdiri atas:
366
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
a) Perkembangan penyakit (masa inkubasi dan intensitas penyakit) Pengamatan perkembangan penyakit layu ditentukan dengan penilaian masa inkubasi dan intensitas penyakit dengan skor sebagai berikut: Skor 0 (sehat) = Semua daun sehat 1 (ringan) = 1 - 10 % daun layu 2 (sedang) = >10 – 30% daun layu 3 (berat) = > 30% daun layu (Arwiyanto, 1998). Intensitas Penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ∑(n x v) Intensitas Penyakit = ---------------- x 100 % ZN Keterangan : n = jumlah tanaman bergejala penyakit dari setiap skor v = nilai skor gejala penyakit N = jumlah tanaman yang diamati Z = nilai skor gejala penyakit tertinggi b) Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman; jumlah cabang primer; jumlah cabang sekunder dan diameter tajuk tanaman) Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan pada saat tanaman nilam yang telah diperlakukan dengan formula pseudomonad fluoresen ditanam di lapang, dan pengamatan Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi pertambahan tinggi tanaman yang diamati setiap 20 hari, dimulai saat tanaman dinokulasi yang diukur dari pangkal batang sampai ujung batang tertinggi. Untuk pengamatan jumlah cabang primer dan sekunder serta diameter tajuk juga dilakukan setiap 20 hari, dimulai saat setelah tanaman diinokulasi. c) Produksi nilam (berat basah dan kering daun). Pengamatan berat basah daun pertanaman dilakukan dengan cara pemanenan daun berserta percabangannya. Untuk produksi berat kering daun pertanaman hasil pemanenan dipotong-potong menjadi 3-5 cm, dan dijemur dibawah sinar matahari penuh selama 4 jam. Setelah itu bahan tersebut dianginkan di tempat teduh dengan sirkulasi udara cukup selama 3-4 hari sampai diperoleh kadar air bahan 15% ditimbang dan siap disuling untuk analisis produksi minyak nilam. d). Kualitas minyak nilam (Kadar minyak nilam) Penyulingan minyak nilam dilakukan secara kukus dalam tangki berdiameter 52 cm dengan kepadatan bahan 100g daun kering/l dan lama penyulingan 7 jam. Minyak nilam dipisahkan dari air yang terbawa sebagai hasil penyulingan, dan selanjutnya kadar minyak dapat diukur (Rusli & Hasanah, 1977 e). analisis unsur hara tanah percobaan lapang. Analisis beberapa unsur hara tanah dilakukan dengan beberapa metode yang berbeda tergantung unsur yang akan dianilsis. Untuk analisis unsur C organik digunakan metode Walky Black, anilisis N total digunakan metode Kjeldahl, analisis P2O5 digunakan metode Ekstrak HCl 25%, P2O5 tersedia digunakan metode Olsen, dan analisis K digunakan metode Amonium acetat pH 7. Untuk analisis Fe3+ dilakukan dengan metode ekstraksi HCl 0,1 N. Di samping itu juga diamati kadar pasir, debu dan lempung, kelembapan tanah dan pH tanah. f) Produk metabolit sekunder (asam salisilat dan phytoaleksin) Analisa produksi asam salisilat dilakukan pada pseudomonad fluoresen yang telah di formulasi dengan masa penyimpanan formulasi berbeda yaitu satu, dua, tiga, empat dan lima bulan. Selanjutnya analisa phytoaleksin dilakukan pada bagian tanaman nilam setelah diberi formula pseudomonad fluorasen dengan lama penyimpanan (satu, dua,
367
Nasrun, dkk.
tiga, empat dan lima bulan ) dan cara pemberian formula tingkat umur tanaman berbeda (stek, bibit dan tanaman dewasa) yang dilakukan setelah tanaman nilam dipanen. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Perkembangan Penyakit . Hasil pengujian cara pemberian formula Pseudomonad fluoresen pada nilam dalam mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia .solanacearum) nilam pada daerah endemik penyakit layu bakteri pada 190 hari setelah tanam, menunjukkan masing-masing perlakuan formula pada tingkat umur nilam berbeda memperlihatkan reaksi berbeda terhadap serangan bakteri patogen (Tabel 1). Tabel 1. Masa inkubasi gejala penyakit layu bakteri pada nilam diperlakukan dengan Formula Pseudomonad fluoresen di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST) Masa inkubasi gejala penyakit (hari setelah tanam ” HST”) Stek F1 0 F2 0 F3 0 F4 0 F5 73,5 c Kontrol Stek 67,2 bc Bibit F1 0 F2 0 F3 0 F4 66,2 b F5 64,4 b Kontrol Bibit 59,0 b Tanaman Dewasa F1 0 F2 0 F3 63,8 b F4 58,2 b F5 59,4 b Kontrol tanaman dewasa 41,5 a Keterangan : *) Formula Pseudomonad fluoresen penyimpanan satu (F1); dua (F2); tiga (F3); empat (F4); dan lima (F5) bulan. **) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Perlakuan
Berdasarkan masa inkubasi munculnya gejala penyakit layu bakteri terlihat untuk masing-masing perlakuan formula Pseudomonad fluoresen dengan tingkat umur nilam berbeda (stek, bibit dan tanaman dewasa) menunjukkan gejala penyakit dengan masa inkubasi yang berbeda yaitu berkisar 41,5 – 73,5 hari setelah tanam (HST) (Tabel 1) Stek nilam yang diperlakukan dengan formula P. fluoresen dalam masa penyimpanan berbeda (1-5 bulan) sampai akhir pengamatan (190 HST) belum menunjukkan gejala penyakit layu bakteri, kecuali perlakuan formula penyimpanan 5 bulan (F5) telah menunjukkan gejala penyakit dengan masa inkubasi 73,5 HST, sedangkan stek nilam tanpa perlakuan formula (kontrol) telah menunjukkan gejala penyakit dengan masa inkubasi 67,2 HST. Demikian juga pada perlakuan formula P. fluoresen pada bibit nilam. Bibit nilam yang diberi formula penyimpanan 1 (F1); 2 (F2) dan 3 (F3) bulan belum menunjukkan gejala penyakit layu bakteri, sedangkan formula penyimpanan 4 (F4) dan 5 (F5) bulan dan tanpa formula (kontrol) telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri dengan masa inkubasi gejala penyakit layu bakteri 66,2; 64,4
368
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
dan 59,0 HST (Tabel 1). Pemberian formula pada tanaman nilam dewasa memperlihatkan bahwa perlakuan formula penyimpanan 1 (F1) dan 2 (F2) bulan belum menunjukkan gejala penyakit layu bakteri, perlakuan formula penyimpanan 3 (F3); 4 (F4); dan 5 (F5) telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri dengan masa inkubasi 63,8; 58,2 dan 59,4 HST, sedangkan nilam tanpa perlakuan formula (kontrol) dengan masa inkubasi 41,5 HST.(Tabel 1). Berdasarkan tingkat serangan (intensitas) penyakit tanaman nilam dalam bentuk stek yang diperlakukan dengan formula P. fluoresen dalam masa penyimpanan 1 (F1); 2 (F2); 3 (F3) dan 4 (F4) bulan sampai akhir pengamatan (190 HST) tidak menunjukkan gejala penyakit layu bakteri (intensitas penyakit 0%), sebaliknya pada stek nilam yang diperlakukan dengan formula penyimpanan 5 bulan (F5) telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri dengan intensitas penyakit sangat rendah yaitu 2,08%. Stek nilam yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) juga telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri cukup tinggi yaitu 44,33 % (Tabel 2 dan Gambar 1). Tabel 2. Intensitas penyakit layu bakteri (%) pada tanaman nilam yang diperlakukan dengan Formula Pseudomonad fluoresen di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST) Perlakuan Intensitas penyakit layu bakteri (%) F1 0 F2 0 F3 0 F4 0 F5 2,08 a Kontrol stek 46,33 d Bibit F1 0 F2 0 F3 0 F4 12,33 b F5 16,00 b Kontrol Bibit 52,33 d Tanaman Dewasa F1 0 F2 0 F3 8,33 a F4 25,33 c F5 33,33 c Kontrol Tanaman dewasa 66,67 e Keterangan : *) Formula Pseudomonad fluoresen (F) dengan penyimpanan satu (1); dua (2); tiga (3); empat (4); dan lima (5) bulan; **) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Stek
Bibit nilam yang diberi formula penyimpanan 1 (F1); 2 (F2); dan 3 (F3) tidak menunjukkan gejala penyakit layu bakteri (intensitas penyakit 0%), tetapi bibit nilam yang diperlakukan dengan formula penyimpanan 4 (F4) dan 5 (F5) bulan telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri dengan intensitas penyakit masih sangat rendah yaitu 12,33 dan 16,00 %. Bibit nilam yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) telah menujukkan gejala penyakit dengan intensitas penyakit sangat tinggi yaitu 52,33 % (Tabel 2 ).
369
Nasrun, dkk.
A
B
C
D
E
F
Gambar 1. Tanaman stek nilam (St) setelah di aplikasi dengan formula pseduomonad fluoresen yang diinkubasi (simpan) satu (F1) (A); dua (F2) (B); tiga (F3) (C); empat (F4) (D); dan lima (F5) bulan (E); dan tanpa formula pseudomonad fluoresen (kontrol) (F) di daerah endemik penyakit layu bakteri nilam setelah 190 hari setelah tanam (HST). Tanaman nilam dewasa yang diberi formula penyimpanan 1 (F1) dan 2 (F2) bulan sampai akhir pengamatan tidak menunjukkan gejala peyakit (Intensitas penyakit 0%), tetapi untuk formula penyimpanan 3 (F3); 4 (F4); dan 5 (F5) bulan telah menunjukkan gejala penyakit dengan intensitas penyakit cukup rendah yaitu 8,33%; 25,33 dan 33,33 %. Tanaman nilam dewasa yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) menunjukkan gejala penyakit dengan intensitas penyakit sangat tinggi yaitu 66,67%. (Tabel 2 ) Dari hasil tersebut terlihat bahwa formula P. fluoresen disimpan selama 4 bulan masih menunjukkan efektifitas pengendalian sangat baik, dan penyimpanan selama 5 bulan terlihat efektiftas formula mulai berkurang. Aplikasi formula lebih efektif pada stek dan bibit nilam dibandingkan dengan tanaman dewasa. Hal ini dapat disebabkan pada tanaman dewasa telah terinfeksi bakteri patogen penyebab penyakit layu bakteri dan berkembang sebelum aplikasi formula P. fluoresen. b. Pertumbuhan tanaman Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan tanaman sampai 190 hari setelah tanam (HST), menunjukkan bahwa nilam dalam bentuk stek; bibit dan tanaman dewasa diperlakukan dengan formula pseudomonad fluoresen yang ditanam di daerah endemik penyakit layu bakteri (R. solanacearum) mempunyai kemampuan pertumbuhan cukup baik (Tabel 3). Tanaman nilam dari stek nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen dengan masa penyimpanan 1–5 bulan (F1, F2, F3, F4 dan F5) memperlihatkan pertumbuhan tanaman lebih baik dibandingkan dengan stek nilam tidak diperlakukan dengan formula P. fluoresen (kontrol). Stek nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen memperlihatkan pertambahan tinggi tanaman 4,85 – 9,33 cm; jumlah cabang perimer 1,20 – 7,83 cabang/tanaman; 2,50 – 8,34 cabang/tanaman dan diameter tajuk 5,42 – 24,50 cm. Sebaliknya stek nilam tidak diperlakukan dengan formula P. fluoresen menunjukkan pertambahan tinggi tanaman 2,4 cm; jumlah cabang perimer 1,50 cabang/tanaman; jumlah cabang skunder 1,25 cabang/tanaman dan diameter tajuk 2,00 cm (Tabel 3).
370
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
Tabel 3.
Pertumbuhan tanaman nilam yang telah diaplikasi dengan formula Pseudomonad fluoresen pada perlakuan stek, bibit dan tanaman dewasa di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST).
Perlakuan
Stek
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang primer (cabang/tanaman)
Jumlah cabang sekunder (cabang/tanaman
Diameter tajuk tanaman (cm) 24,50 d 21,62 d 9,67 b 8,00 ab 5,42 a 2,00 a 31,38 d 24,34 d 16,91 c 9,92 b 4,46 a 2,15 a 44,00 e
F1 9,33 b 7,83 b 8,34 a F2 7,08 a 5,58 ab 6,17 a F3 8,88 ab 1,42 a 4,58 a F4 6,75 a 1,87 a 1,75 a F5 4,85 a 1,20 a 1,50 a Kontrol Stek 2,40 a 1,50 a 1,25 a Bibit F1 14,75 b 9,67 b 32,00 c F2 12,40 b 5,50 ab 28,83 c F3 10,08 b 3,67 a 14,00 b F4 8,85 ab 3,53 a 12,75 b F5 6,33 a 2,00 a 10,00 b Kontrol Bibit 3,50 a 1,40 a 4,50 a Tanaman 19,16 c 12,50 b 44,67 d Dewasa F1 F2 18,50 c 8,67 b 35,33 c 27,03 d F3 18,17 c 6,83 b 30,25 c 24,00 d F4 12,34 b 6,33 b 19,00 b 21,58 cd F5 8,67 ab 4,16 a 15,36 b 20,33 cd Kontrol 6,85 a 3,33 a 9,00 ab 10,01 bc tanaman dewasa Keterangan : *) Formula Pseudomonad fluoresen (F) dengan penyimpanan satu (1); dua (2); tiga (3); empat (4); dan lima (5) bulan; **) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Tanaman nilam dari bibit nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen dengan masa penyimpanan 1-4 bulan (F1, F2, F3 dan F4) memperlihatkan pertumbuhan tanaman lebih baik dibandingkan dengan bibit nilam diperlakukan dengan formula penyimpanan 5 bulan (F5) dan tidak diperlakukan dengan formula (kontrol). Bibit nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen dengan penyimpanan 1-4 bulan (F1; F2; F3 dan F4) memperlihatkan tinggi tanaman 8,85 – 14,75 cm; jumlah cabang primer 3,53 – 9,67 cabang/tanaman; cabang skunder 12,75 - 32,00 cabang/tanaman dan diameter tajuk 9,92 - 31,38 cm. Sebaliknya bibit nilam diperlakukan dengan formula penyimpanan 5 bulan (F5) dan bibit nilam tanpa perlakuan formula (kontrol) memperlihatkan pertumbuhan lebih rendah denga pertambahan tinggi tanaman 6,33 dan 3,50 cm; jumlah cabang perimer 2,00 dan 1,40 cabang/tanaman; cabang skunder 10,0 dan 4,5 cabang/tanaman dan diameter tajuk 4,46 dan 2,15 cm (Tabel 3). Tanaman nilam berasal dari tanaman dewasa yang diperlakukan dengan formula penyimpanan 1 – 4 bulan (F1, F2, F3 dan F4) memperlihatkan pertumbuhan tanaman nilam lebih baik dibandingkan dengan tanaman nilam dewasa yang diperlakukan dengan formula penyimpanan 5 bulan dan tanaman nilam dewasa tanpa perlakukan formula (kontrol). Tanaman dewasa diperlakukan dengan formula penyimpanan 1-4 bulan memperlihatkan tinggi tanaman 12,34 – 19,16 cm; jumlah cabang primer 6,33 – 12,50
371
Nasrun, dkk.
cabang/tanaman; jumlah cabang sekunder 19,00 – 44,67 cabang/tanaman dan diameter tajuk 20,58 – 44,00 cm. Sebaliknya tanaman nilam dewasa diperlakukan dengan formula penyimpanan 5 bulan (F5) dan tanpa formula (kontrol) menunjukkan tinggi 8,67 dan 6,85 cm; jumlah cabang perimer 4,16 dan 3,33; jumlah cabang skunder 15,36 – 9,00 cabang/tanaman dan diameter tajuk 20,33 dan 10,01 cm. (Tabel 3). c. Produksi daun nilam Perlakuan formula P. fluoresen secara nyata meningkatkan berat daun, terutama untuk formula penyimpanan satu (F1); dua (F2) dan tiga (F3) bulan baik pada stek nilam, bibit nilam maupun tanaman nilam dewasa. (Tabel 4) Tanaman nilam yang berasal dari stek nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen dengan masa penyimpanan 1 (F1); 2 (F2); 3 (F3) dan 4 (F4) bulan memperlihatkan produksi dengan berat daun basah 81,73; 64,07; 61,30 dan 58,60 g/tanaman dan berat kering 27,15; 19,25; 18,90, dan 17,99 g/tanaman lebih tinggi dibandingkan stek nilam diperlakukan dengan formula dengan masa penyimpanan 5 (F5) bulan dengan produksi berat basah daun 41,23 g/tanaman dan berat kering daun 9,71 g/tanaman. Sebaliknya stek nilam yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) memperlihatkan produksi daun paling rendah dengan berat basa daun 27,33 g/tanaman dan berat kering daun 7,51g/tanaman (Tabel 4). Begitu juga dengan tanaman nilam yang berasal dari bibit nilam diperlakukan dengan formula juga memperlihatkan produksi lebih baik dibandingkan dengan bibit `nilam tanpa formula. Bibit nilam diperlakukan dengan formula dengan penyimpanan 1 (F1); 2 (F2); 3 (F3) dan 4 (F4) bulan menunjukkan produksi daun dengan berat basah 57,53; 46,33; 42,37 dan 39,33 g/tanaman dan berat kering 15,53; 14,59; 9,85g dan 8,51 g/tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan bibit nilam yang diperlakukan dengan formula dengan masa penyimpanan 5 bulan (F5) yang memperlihatkan berat basah daun 21,87 g/tanaman dan berat kering daun 5,34 g/tanaman. Sebaliknya bibit nilam yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) memperlihatkan produksi daun paling rendah dengan berat basa daun 15,37 g/tanaman dan berat kering daun 3,75 g/tanaman (Tabel 4). Pada tanaman nilam dewasa yang diperlakukan dengan formula memperlihatkan produksi daun lebih baik dibandingkan dengan tanpa perlakuan formula (kontrol). Tanaman nilam dewasa diperlakukan dengan formula dengan penyimpanan 1 (F1); 2 (F2) dan 3 (F3) bulan menunjukkan produksi daun dengan berat basah 58,80; 56,54 dan 49,63 g/tanaman dan berat kering 16,46; 15,70 dan 14,91 g/tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan nilam dewasa yang diperlakukan dengan formula dengan masa penyimpanan 4 (F4) dan 5 bulan (F5) yang memperlihatkan berat basah daun 27,43 dan 20,45 g/tanaman dan berat kering daun 9,27 dan 8,12 g/tanaman. Sebaliknya nilam dewasa yang tidak diperlakukan dengan formula (kontrol) memperlihatkan produksi daun paling rendah dengan berat basah daun 16,20 g/tanaman dan berat kering daun 5,44 g/tanaman (Tabel 4). Stek nilam dan bibit nilam yang diperlakukan dengan formula P. fluporesen penyimpanan satu (F1), dua (F2), tiga (F3) dan empat (F4) bulan menunjukkan berat basah dan kering lebih tinggi dibandingkan dengan formula penyimpanan lima bulan (F5) dan stek nilam tanpa formula (kontrol). Sementara itu perlakuan formula pada tanaman nilam dewasa menunjukkan perlakuan formula penyimpanan satu (F1); dua (F3); tiga (F3) bulan menunjukkan berat basah dan kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan formula penyimpanan empat (F4) dan lima (F5) bulan. Sebaliknya perlakuan tanpa formula (kontrol) baik pada stek nilam, bibit nilam maupun nilam dewasa menunjukkan berat basah dan kering daun lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan formula (Tabel 4).
372
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
Tabel 4.
Berat basah dan kering daun (g/petak) tanaman nilam yang diperlakukan dengan formula penyimpanan satu, dua, tiga, empat dan lima bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa nilam yang ditanam di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST). Perlakuan
Berat basah daun (g/tanaman)
Berat kering daun (g/tanaman)
Stek F1 81,73 e 27,15 c F2 64,07 d 19,25 bc F3 61,30 d 18,90 b F4 58,60 d 17,99 b F5 41,23 c 9,71 a Kontrol Stek 27,33 b 4,51 a Bibit F1 57,53 d 15,53 b F2 46,33 c 14,59 b F3 42,37 c 9,85 a F4 39,33 c 8,51 a F5 21,87 a 5,34 a Kontrol Bibit 15,37 a 3,75 a Tanaman Dewasa F1 58,80 d 16,46 b F2 56,54 d 15,70 b F3 49,63 c 14,91 b F4 47,43 c 14,27 b F5 20,45 a 8,12a Kontrol tanaman dewasa 16,20 a 5,44 a Keterangan : Formula Pseudomonad fluoresen (F) dengan penyimpanan satu (1); dua (2); tiga (3); empat (4); dan lima (5) bulan; Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. Tingginya produksi daun nilam yang diperlakukan dengan formula P. fluoresen dapat dihubungkan dengan kematian tanaman sangat rendah dan produksi yang tinggi, sebagai akibat adanya kemampuan yang tinggi strain Pseudomonad fluoresen dalam menekan perkembangan penyakit. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan penyakit layu bakteri rendah sekali. Sebaliknya pada nilam tanpa formula Pseudomonad fluoresen memperlihatkan intensitas penyakit yang tinggi. Disamping itu peningkatan produksi daun nilam yang diperlakukan dengan Pseudomonad fluoresen juga dapat dihubungkan dengan pengaruh tidak langsung dari aktivitas Pseudmonad fluoresen menghasilkan hormon tumbuh yang dapat merangsang pertumbuhan akar (Campbell, 1989). Seperti yang dilaporkan Weller (1988) bahwa strain Pseudomonas fluoresen dan P.putida yang diaplikasikan pada benih kentang dan lobak dapat meningkatkan hasil kentang 5-33% dan lobak 60-144%. Arwiyanto (1998) juga melaporkan bahwa perlakuan Pseudomonad fluoresen terhadap tembakau dapat meningkatkan produksi tembakau sebesar 88- 92%. d). Kualitas minyak nilam (Kadar minyak nilam) Kadar minyak dari nilam diperlakukan dengan formula P. fluoresen lebih tinggi dibandingkan dengan nilam yang tidak diperlakukan dengan formula pseudomonad fluoresen (kontrol) baik pada stek, bibit maupun tanaman dewasa nilam (tabel 5). Kadar minyak tertinggi didapatkan pada perlakuan formula P. fluoresen yang disimpan satu sampai empat bulan baik pada perlakuan stek, bibit dan tanaman dewasa nilam. Perlakuan formula pada stek nilam menunjukkan kadar minyak (1,60-2,30%) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan bibit dan tanaman dewasa nilam dengan kadar
373
Nasrun, dkk.
minyak 1,5 – 1,79 % dan 1,5- - 1,91%.(Tabel 5) Begitu juga perlakuan lama penyimpanan formula pseudomonad fluoresen menunjukkanbahwa penyimpanan formula satu sampai 4 bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa memperlihatkan kadar minyak nilam lebih tinggi dibandingkan nilam diperlakukan dengan penyimpanan formula lima bulan(Tabel 5). Tabel 5.
Kadar minyak (%) nilam yang diperlakukan dengan formula penyimpanan satu, dua, tiga, empat dan lima bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa nilam yang ditanam di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST). Perlakuan
Kadar minyak niam (%)
Stek F1 2,30 F2 2,24 F3 2,21 F4 2,08 F5 1,60 Kontrol stek 1,48 Bibit F1 1,79 F2 1,75 F3 1,64 F4 1,59 F5 1,50 Kontrol bibit 1,49 Tanaman Dewasa F1 1,91 F2 1,85 F3 1,82 F4 1,72 F5 1,56 Kontrol tanaman dewasa 1,51 Keterangan : Formula Pseudomonad fluoresen (F) dengan penyimpanan satu (1); dua (2); tiga (3); empat (4); dan lima (5) bulan; Rendahnya kadar minyak nilam yang dihasilkan oleh nilam yang tidak diperlakukan dengan P. fluoresen, terkait dengan jumlah daun total yang dihasilkan. Pada nilam tanpa perlakuan P. fluoresen menghasilkan jumlah daun total jauh lebih rendah dibandingkan nilam yang diperlakukan. Rendahnya jumlah daun total disebabkan tingginya kematian tanaman, sebagai akibat tingginya perkembangan penyakit layu pada tanaman tersebut. Adapun tanaman yang bertahan hidup menunjukkan pertumbuhan daun yang rendah dan sebagian menjadi layu, sehingga berdampak terhadap rendahnya produksi minyak nilam yang dihasilkan. Nilam yang diperlakukan dengan P. fluoresen memperlihatkan kematian tanaman sangat rendah, dan produksi yang tinggi. Hal ini disebabkan adanya penekanan penyakit oleh P. fluoresen dengan kemampuan pengimbas ketahanan tanaman yang tinggi. Kejadian ini dapat dilihat dari perkembangan penyakit layu bakteri pada saat terlihat gejala awal sampai pengamatan terakhir, ternyata peningkatan perkembangan penyakit layu rendah sekali. Pada akhir pengamatan nilam tanpa P. fluoresen memperlihatkan intensitas penyakit layu yang tinggi.
374
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
e). analisis unsur hara tanah percobaan lapang. Tanah yang digunakan untuk percobaan lapangan mengandung 25,80 ppm Fe3+ (Tabel 6), dan tanah ini masih termasuk miskin Fe3+ (Bell & Kovr, 2005). Menurut Marschner et al. (1997) bahwa medium yang mengandung 50 ppm Fe 3+ masih termasuk miskin Fe3+ untuk P. fluoresen, sehingga bakteri tersebut masih dapat menghasilkan siderofor. Seperti P. fluorescen Pf-5 dapat menghasilkan siderofor pyoverdine sebesar 17,45 log mol/cfu pada medium mengandung 50 ppm Fe3+. (Tabel 6). Tabel 6. Sifat fisik tanah percobaan lapangan Sifat fisik Kadar C organik 2,15% N Total 0,46% Fe (unsur mikro ekstrak 0,1 N HCl) 25,80 ppm P2O5 ekstrak Bray I 16,43 ppm pH 5,9 * Jenis tanah adalah andisol Populasi P. fluoresen yang tinggi akan meningkatkan kemampuan dalam menginduksi ketahanan nilam, hal ditunjang dengan pendistribusian P. fluoresen secara luas sepanjang sistem perakaran (Weller & Cook, 1983). Hal ini didukung dengan kemampauan Bakteri tersebut dapat menggunakan berbagai nutrisi sebagai sumber karbon, nitrogen, dan Fe3+ untuk pertumbuhan dan aktivitasnya, (Bull et al., 1991). Hal yang sama seperti yang dilaporkan oleh (Xu & Gross, 1986). Berarti dalam hal ini dengan rendahnya Fe3+ dalam tanah percobaan lapangan, maka jumlah siderofor yang dihasilkan P. fluoresen menjadi meningkat. Tanah tersebut juga mempunyai pH yang netral yaitu 5,9 (Tabel 7), dan kondisi ini dapat menyebabkan ketersediaan Fe3+ di dalam tanah menjadi terbatas (Ownley et al., 1992), sehingga kondisi ini dapat mendukung P. fluoresen untuk menghasilkan siderofor. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan unsur P dalam bentuk P2O5 (16,43 ppm P) (Tabel 7) yang tinggi di dalam tanah tersebut (Bell & Kovr, 2005), dapat meningkatkan kemampuan P. fluoresen menghasilkan siderofor (Dandurand et al., 1997; Crowley, 2001). f. Produk metabolit sekunder f.1. Asam salisilat dari pseudomonad fluoresen Hasil pengamatan dari P. fluoresen yang dapat mengimbas ketahanan nilam menunjukkan bakteri ini dalam menghasilkan asam salisilat. Berdasarkan pengujian dengan Fe Cl3 terjadi perubahan warna pada FeCl3 menjadi warna ungu setelah ditetesi dengan asam salisilat yang berasal dari suspensi bakteri (Tabel 7). Pseudomonad fluoresen PF91 dan PF 101 pada formulasi memperlihatkan kemampuan yang sama dalam menghasilkan asam salisilad. Ditemukan asam salisilisat pada pseudomonad fluoresen dapat menggambarkan asumsi bahwa ketahanan nilam yang diimbas oleh P. fluoresen diakibatkan bakteri tersebut mampu menghasilkan asam salisilat. Penyimpanan formulasi berbeda (1-5 bulan) dapat mempengaruhi kemampuan P. fluoresen menghasilkan asam salisilat, dimana kemampaun kedua isolat pseudomonad fluoresen tersebut akan menurun dalam menghasilkan asam salisilad menghasilkan asam salisilat bila berada dalam formula disimpan lebih lama seperti 5 bulan. Hal ini lebih jelas bila dibandingkan dengan 1; 2; 3 dan 4 bulan yang mempunyai kemampuan meghasilkan asam salisilad lebih tinggi dibandingkan pada penyimpanan 5 bulan (Tabel 7). Hal ini dapat dihubungkan dari pengimbasan ketahanan di lapangan ternyata isolat PF 19 dan 29 menunukkan kemampuan mengimbas ketahana tanaman nilam lebih tinggi dibandingkan dengan isolat pseudomonad fluoresen lainnya.
375
Nasrun, dkk.
Tabel 7.
PF 91
Pengujian asam salisilat menggunakan FeCl3 Pseudomonad fluoresen dari formula penyimpanan satu, dua, tiga, empat dan lima bulan. Perlakuan F1 F2 F3 F4 F5
Kadar asam salisilat +++ +++ ++ ++ +
PF 101
F1 +++ F2 ++ F3 ++ F4 ++ F5 + Keterangan : +++ = tinggi, ++ = sedang + = rendah - = tidak ada Formula penyimpanan F1= satu bulan; F2 = dua bulan F3=tiga bulan F4= empat bulan dan F5 = lima bulan PF = Pseudomonad fluoresen Menurut Maurhofer et al (1994) peranan dari asam salislat pada pseudomonad fluoresen yang menimbulkan pengimbasan ketahanan sistemik sepertinya tergantung pada strain agen biokontrol dan juga spesies dari tanaman. Kemampuan dari strain pseudomonad fluoresen untuk mengimbas ketahanan tanaman bersifat spesifik, tidak hanya untuk beberapa spesies tanaman, tapi berdasarkan ekotipe dari tanaman. f.2. Phytoaleksin dari tanaman Berdasarkan penekanan jumlah koloni bakteri patogen (R. solanacearum Rs09), terlihat ekstrak dari beberapa nilam yang diperlakukan dengan P. fluoresen yang berada dalam formulasi mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan koloni bakteri patogen. Terutama untuk nilam yang diperlakukan dengan Formula P. fluoresen yang disimpan selama 1 sampai 4 bulan menunjukkan penekanan pertumbuhan koloni bakteri patogen lebih tinggi yaitu dari 171 x 102 cfu/ml (kontrol) ke 28-101 x 102 cfu/ml pada stek; 189 x 102 cfu/ml (kontrol) ke 24-49 x102 cfu/ml pada bibit dan 190 x102 cfu/ml (kontrol) ke 32-66 x102 cfu/ml pada tanaman dewasa dibandingkan dengan Formula P. fluoresen yang disimpan selama 5 bulan dengan koloni bakteri patogen 161 x 102 cfu/ml pada stek; 161x 102 cfu/ml pada bibit dan 188 x 102 cfu/ml pada tanaman dewasa nilam (Tabel 8). Sebaliknya ekstrak dari nilam yang tidak diperlakukan dengan formula P. fluoresen tidak memperlihatkan adanya penekanan pertubuhan koloni bakteri patogen, dan memperlihatkan pertumbuhan populasi koloni bakteri patogen yang sangat tinggi (Tabel 8). Terjadinya penekanan populasi koloni bakteri patogen yang tumbuh menandakan bahwa pemberian ekstrak dari tanaman nilam mengandung phytoaleksin yang dapat mengambat perkembangan bakteri patogen, karena phytoaleksin bersifat volatil yang dapat besifat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada media. Dari kadar asam salisilad dan pengaruh phytoaleksin terhadap bakteri patogen tidak terlihat adanya hubungan yang jelas antara pengamhambatan ekstrak phytoaleksin dengan akumulasi asam salisilad. Kemungkinan hal ii dapat disebabkan adanya senyawa lain dalam ekstrak phytoaleksin yang menghambat perkembangan koloni bakteri patogen. Namun demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa isolat P. fluoresen baik dalam bentuk bakteri hidup maupun protein ekstrak seluler mampu meberikan pengaruh terhadap penekanan perkembangan penyakit layu bakteri pada tanaman nilam melalui pertahanan kimia dalam tanaman nilam sendiri dengan dihasilkanya phytoaleksin.
376
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
Tabel 8. Pengaruh phytoaleksin dari tanaman nilam yang diperlakukan dengan formula Rhizobakteria penyimpanan satu, dua, tiga, empat dan lima bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa nilam yang ditanam di daerah endemik penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada 190 hari setelah tanam (HST) terhadap populasi koloni Ralstonia solanacearum Rs 09 pada medium potato dekstrosa agar (PDA) Perlakuan
Jumlah koloni Rs (102 cfu/ml)
Stek F1 28 a F2 34 a F3 39 a F4 41 a F5 91 c Kontrol stek 171 d Bibit F1 24 a F2 39 a F3 42 a F4 49 a F5 99 c Kontrol bibit 189 d Tanaman Dewasa F1 32 a F2 40 a F3 58 b F4 66 b F5 108 c Kontrol tanaman dewasa 190 d Keterangan : Formula penyimpanan F1= satu bulan; F2 = dua bulan F3=tiga bulan F4= empat bulan dan F5 = lima bulan Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%. KESIMPULAN 1. Pemberian formula P. fluoresen pada masa penyimpanan 1 sampai 4 bulan pada stek, masa penyimpanan 1 sampai 3 bulan pada bibit dan masa penyimpanan 1 sampai 2 bulan pada tanaman dewasa belum menunjukkan gejala penyakit layu bakteri. Tetapi untuk masa penyimpanan 3 sampai 5 bulan pada stek, bibit dan tanaman dewasa telah menunjukkan gejala penyakit layu bakteri dengan tingkat penyakit masih sangat rendah, dibandingkan dengan nilam tanpa perlakuan formula P. fluoresen (Kontrol). 2. Tanaman nilam bentuk stek, bibit dan tanaman dewasa tanpa perlakuan formula (kontrol) menunjukkan tingkat penyakit layu bakteri cukup tinggi dengan masa inkubasi gejala penyakit tanaman cukup pendek. 3. Tanaman nilam yang diperlakukan dengan formula P. fluoresen disimpan selama 1 sampai 4 bulan baik perlakuan pada stek, bibit maupun tanaman dewasa menunjukkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang primer, jumlah cabang sekunder, dan diamater tajuk tanaman) dan produksi tanaman (berat basah dan kering daun) serta kadar minyak nilam lebih baik dibandingkan dengan tanpa formula P. fluoersen (kontrol). 4. P. fluoresen PF 91 dan PF 101 dapat menghasilkan asam salisilad dan penyimpanan formulasi 1 sampai 4 bulan mempunnyai kemampuan P. fluoresen menghasilkan asam salisilat lebih tinggi dibandingkan penyimpanan formula selama 5 bulan.
377
Nasrun, dkk.
5. Tanaman nilam baik dalam bentuk stek, bibit atau tanaman dewasa yang diperlakukan dengan formula P. fluoresen yang disimpan selama 1 sampai 4 bulan dapat menghasilkan phytoaleksin lebih baik dibandingkan dengan formula yang disimpan selama 5 bulan. 6. Formula P. fluoresen yang disimpan selama 1 sampai 4 bulan mempunyai aktifitas dan stabilitas lebih tinggi dalam mengendalikan penyakit layu bakteri dan meningkatkan produksi nilam di bandingkan formula P. fluoresen yang disimpan selama 5 bulan. 7. Pemberian formula P. fluoresen lebih efektif dilakukan pada stek dan bibit nilam di bandingkan pada tanaman dewasa nilam. DAFTAR PUSTAKA Arwiyanto, T. 1998. Pengendalian Secara Hayati Penyakit Layu Bakteri Pada Tembakau. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV (1996-1998). Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Dewan Riset Nasional. 58p. Asman, A., Nasrun, A. Nurawan, dan D. Sitepu. 1993. Penelitian Penyakit Nilam. Risalah Konggres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta 2, 903-911 Aspiras, R.B. and A.R. de La.Cruz. 1985. Potential Biological Control of Bacterial Wilt in Tomato and Potato with Bacillus polymyxa FU6 and Pseudomonas fluorescens. Proceedings of an International Workshop PCARRD, Los Banos, Philippines 8-10 October 1985. 89-92. Bell, P.F., and J.L.Kovr. 2005. Reference sufficiency ranges field crops. Suffiency ranges for plant analysis (SCSB 349) Rice. Htm Bull, C.T. D.M. Weller, and L.S. Thomashow. 1991. Relation between Root Colonization and Suppression of Gaeumannomyces graminis var. tritici by Pseudomonas fluorescens strain 2-79. Phytophatology 81, 954-959 Campbell, R. 1989. Biological Control of Microbial Plant Pathogens, Cambridge University Press, Cambridge, 218 p. Crowley, D. 2001. Function of siderophore in the plant rhizosphere. In Pinton,R., Z.Varanini., and P. Nannipieri. The Rhizosphere. Biochemitry and organic substance at the soil. Plant Interfase Marcel Dekker Inc. New –Basel. Dandurand, L.M.., D.J. Schotzko., and G.B. Knudsen. 1997. Spatial patterns of rhizosphere population of Pseudomonas fluorescens. Applied and Environmental Microbiology. 3.211-3.217. Gnanamanickam.S.S. 2002. Biological Control of Crop Disease. Printed in The United States of America. University of Madras-Guindy, Chennai, Tamil Nadu, India. 468 pp. Gunawan, O.S., 1995. Pengaruh Mikroorganisme Antagonis dalam Mengendalikan Bakteri Layu Pseudomonas solanacearum pada Tanaman Kentang. Risalah Kongres Nasional dan Seminar Ilmiah PFI XII, Mataram. 473-479. Marschner, P., D.E. Crowley., and B. Sattelmacher. 1997. Root Colonization and Iron Nutritional Status of a Pseudomonas fluorescens in different Plant species. Plant and soil 196: 311 – 316. Maurhorfer, M.C., Hase., P. Meuwly., J.P. Metrauux, and G. Defago. 1994. Induction of Systemic Resistance of Tobacco Virus by the Root Colonizing Pseudomonas fluorescens strain CHAO: Influence of the gac A Gene and of Pyoverdine Production. Phytopathology 84, 139-146.
378
Perbanyakan dan pengujian efektivitas agensia hayati (pseudomonad fluoresen) untuk pengendalian penyakit layu bakteri nilam
Mulya, K., Supriadi., E.M. Ardhi., Sri Rahayu dan N. Karyani. 2000., Potensi Bakteri Antagonis dalam Menekan Perkembangan Penyakit Layu Bakteri Jahe. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 6(2), 37-43. Nasrun.,
S. Christanti.., T. Arwiyanto., dan I.Mariska., 2004. Seleksi antagonistik pseudomonad fluoresen terhadap Ralstonoa solanacearum penyebab penyakit layu bakteri nilam secara in vitro. Jurnal Stigma. XII (2): 228-231.
.Nasrun
2005. Studi Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) Nilam dengan Pseudomonad fluoresen. Disertasi Doktoral Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 129 p (Tidak publikasi)
Nasrun, 2007. Pemanfaatan Pseudomonad fluoresen Sebagai Agens Pengimbas Ketahanan Tanaman Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri dan Meningkatkan Pertumbuhan Nilam. Laporan Akhir Program Insentif Tahun Anggaran 2007 (Tahun Pertama) Kementrian Riset dan Teknologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunnan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2007. 44pp.(Tidak Pubilikasi) Nasrun, 2008. Pemanfaatan Pseudomonad fluoresen Sebagai Agens Pengimbas Ketahanan Tanaman Dalam Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri dan Meningkatkan Pertumbuhan Nilam. Laporan Akhir Program Insentif Tahun Anggaran 2008 (Tahun Kedua) Kementrian Riset dan Teknologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunnan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2008. 49pp.(Tidak Pubilikasi) Ownley, B. H., D.M. Weller., and L.S. Thomashow. 1992. Influence of in situ and in vitro pH on suppression of Gaeumannomyces graminis var. trici by Pseudomonas fluorescens 2-79. Phytopathology 82: 178-184. Rusli, S., dan M. Hasanah. 1977. Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi Rendemen dan Mutu Minyak nya. Pembr. LPTI. Bogor, 24, 1-9. Sumardiyono, C., S.M. Widyastuti., and Y.Assi., 2001. Pengimbasan ketahanan pisang terhadap penyakit layu Fusarium dengan Pseudomonas fluorescens. Prosiding Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. 22 -24 Agustus 2001. Bogor p 257-259. Weller, D.M., and R.J.Cook. 1983. Suppression of Take-all of Wheat by Seed treatments with Fluoresent pseudomonads. Phytopathology 73: 463-469. Weller, D.M. 1988. Biological Control of Soilborne Plant Pathogens in the Rhizosphere with Bacteria. Ann. Rev. Phytopathol. 26: 379-407. Xu, G.W. and D.C. Gross. 1986. Selection of Fluoresecens Pseudomonads Antagonistic to Erwinia carotovora and Suppressive of Potato Seed Piece Decay. Phytopathology 76, 414-422.
379