Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan R-B-T Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 61
PERBANDINGAN PENGARUH LATIHAN REHAENCALINAREHAENCALINA-TORSO (R-R-T) DAN REHAENCALINA-BENCH PRESSTORSO (R-B-T) TERHADAP KEMAMPUAN LEMPAR LEMBING Andi Atssam Mappanyukki Program Studi Ilmu Keolahragaan FIK Universitas Negeri Makassar Jln. Wijaya Kusuma Raya No.14, Kampus Banta-bantaeng Kode Pos 90222, Tlp. (0411) 872602
Abstract: Perbandingan Pengaruh Latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso (R-RT) Dan Rehaencalina-Bench Press-Torso (R-B-T) Terhadap Kemampuan Lempar Lembing. This study aims to demonstrate exercises, Rehaencalina Rehaencalina, Torso (RRT) further increase the ability to throw than Rehaencalina exercises, press-Torso Bench (RBT) on the number javelin.The design of this study is "The pretest - posttest control group design." Samples were 18 people selected randomly from the student population UNM Department of Sport Science FIK class of 2008-2009, male gender, aged 21 years. Samples were divided into two groups to use the lottery technique. Each group numbered nine students with a division-exercise group Rehaencalina Rehaencalina-Torso (RRT) and group 2 Rehaencalina-Bench press-Torso (RBT). The exercise lasted for six weeks with a frequency of three times a week. Data analysis was processed using the test statistics descriptive statistics, normality test, homogeneity, and Anacova test.. Results of normality test in group 1 and group 2 RBT RRT showed a price P> 0.05, means that the variable weight, height, flexibility togok, arms explosive power, and ability to throw the javelin for the normal distribution and age distribution data do not exist for all ages same 21 years. Homogeneity test results indicate a price P> 0.05, all variables in the initial conditions uniform except age which can not be tested because all subjects in each group have the same age. LSD test results indicated that togok flexibility, explosive power arm, and the ability to throw the javelin was no significant differences with P value = 0.000 (P <0.05) as a result of the RRT exercises and RBT. Conclusions of this study is an exercise-Rehaencalina Rehaencalina further increase explosive power than the exercise arm Rehaencalina-Bench press on number javelin. Togok torso exercises to improve flexibility in the number javelin. Exercise-Rehaencalina Rehaencalina-Torso (RRT) further increase the ability to throw than the exercise Rehaencalina-Bench press-Torso (RBT) on the number javelin. This is due to China to train correctly exercise the muscles that are really important and consistent with the pattern of javelin throwing motion. Keywords: rehaencalina-rehaencalina-Torso (RRT), rehaencalina-bench press-torso (RBT), the ability tothrowthejavelin.
Peningkatan prestasi cabang olahraga atletik khususnya nomor lempar lembing merupakan suatu hal yang telah lama menjadi permasalahan sehingga prestasi atlet lembing Indonesia belum bisa berprestasi di tingkat Asia dan Internasional. Terbatasnya pengetahuan dan wawasan para pelatih nasional tentang pengaturan bentuk latihan, menyebabkan kualitas atlet kurang berkembang sesuai dengan yang di kehendaki.Seharusnya para pelatih harus memperhatikan beberapa hasil penelitian terutama yang berkaitan dengan cabang olahraga yang dilatih. Justru terkadang timbul dalam pikiran apakah bentuk latihan yang di berikan tidak sesuai
dengan cabang olahraga, sesuai dengan pola geraknya misalnya kesalahan yang mendasar kebanyakan atlet pada saat melepas lembing disamping telinga padahal gerakan tersebut lebih condong kegerakan tolak peluru. Seperti yang dikemukakan oleh Carr (2003) atlet melempar lembing melewati samping tubuh, dan ekor lembing mengenai punggung pelempar, tubuh tidak melengkung atau dalam posisi busur ketika melempar bokong bergerak kebelakang ketika badan dan tangan bergerak kedepan sehingga mempengaruhi jauhnya lemparan. Untuk saat ini belum ada bentuk latihan yang baku untuk melatih peningkatan kemampuan lempar lembing. Karena pada
61
62 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2, Desember 2010, -6 9 Kemampuan Lempar Lembing 62 Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan hlm. R-B-T61Terhadap
saat ini bentuk latihan yang digunakan para pelatih lempar lembing adalah menggabungkan dua bentuk latihan untuk nomor lempar lembing dan tolak peluru. Apabila kita kaji lebih dalam utamanya pola gerak anatara lempar lembing dan tolak peluru sangatlah jauh berbeda. Lempar lembing membutuhkan explosive power lengan yang menekankan pada otot deltoid, sedangkan tolak peluru membutuhkan explosive power pada otot pectoralis mayor. Bentuk latihan untuk tolak peluru dan lempar lembing saat ini adalah latihan Rehaencalina-Bench press- Toros (R-B-T). Jadi kita bisa menduga bahwa porsi latihan untuk otot yang menekankan pada pola gerak kedua nomor tersebut tidak maksimal. Jadi ada baiknya jika bentuk latihan untuk lempar lembing di fokuskan pada pola gerak yaitu latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso (R-RT). Latihan R-R-T adalah bentuk latihan beban yang gerakannya sama dengan gerak lempar lembing dan di kombinasikan dengan latihan Torso yang melatih kelentukan togok. Keuntungan dari latihan R-R-T untuk lempar lembing adalah gerakan R-R-T tidak akan merusak tehnik melempar lembing jika dibandingkan dengan bentuk latihan R-B-T. Bentuk latihan R-B-T akan merusak pola gerak lempar lembing karena pada gerakan bech press melakukan tolakan sehingga tehnik lempar lembing akan terpengaruh. Disamping itu latihan R-R-T akan lebih memperbaiki tehnik lempar lembing yang baik sehingga tidak perlu terjadi kesalahan pada saat pertandingan. Latihan R-R-T menekankan pada bagia tubuh yang memegang peranan penting dalam lempar lembing. Karena untuk menghasilkan lemparan yang jauh di perlukan explosive power lengan yang baik. Menurut Carr (2003) lempar lembing diutamakan pada bagian punggung, bahu, siku dan pinggul berputar. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini akan diteliti tentang Perbandingan pengaruh latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso (R-R-T) dan Rehaencalina-Bench press-Torso (RB-T) terhadap kemampuan lempar lembing.
Rumusan Masalah Apakah latihan RehaencalinaRehaencalina lebih meningkatkan explosive power lengan dibanding latihan Rehaencalina-Bench press pada nomor lempar lembing? Apakah latihan Torso meningkatkan kelentukan togok pada nomor lempar lembing ? Apakah latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso lebih meningkatkan kemampuan melempar dibanding latihan Rehaencalina-Bench press-Torso pada nomor lempar lembing ? TINJAUAN PUSTAKA Kontraksi Otot Otot pada dasarnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu otot polos, otot jantung dan otot rangka. Massa otot manusia kira-kira 40-50% massa tubuh, yang terdiri dari 40% otot rangka dan 10% terdiri dari otot polos dan otot jantung (Guyton & Hall, 2006). Dari ketiga macam otot itu otot skelet memegang peranan yang paling penting utama dalam gerakan manusia dari yang kompleks sampai pada gerakan halus. Sehubungan dengan penelitian ini, otot yang akan diuraikan hanya otot rangka. Otot rangka (otot skelet) terdiri dari serabut-serabut otot dengan diameter 50100 mikrometer, dengan panjang bisa lebih (Astrand,1986). Fungsi otot rangka adalah untuk melakukan kontraksi yang menjadi dasar terjadinya gerakan tubuh di koordinasikan oleh susunan saraf sehingga membentuk gerakan yang harmonis dari posisi tubuh yang tepat. Terjadinya kontraksi di awali dengan datangnya rangsangan dari sistem saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang melalui sinap-sinap yang selanjutnya sampai ke neuromuscular junction (hubungan saraf dengan otot). Kontraksi otot rangka oleh karena terjadinya interaksi antara filamen actin dan myosin (sliding filamen actin dan myosin). Agar terjadi kontraksi diperlukan ion Ca2+, oleh karena ion Ca2+ didalam sitosol sangat rendah maka diperlukan ion Ca2+ yang berasal dari sarkoplasmic reticulum (SR). Depo ion Ca2+ pada proses kontraksi otot rangka terdapat didalam
Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan R-B-T Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 63
cisternae SR, oleh karena kadar didalam cisternae jauh lebih tinggi dibanding didalam sarkoplasma (sitosol). Ion Ca2+ ekstraselluler, didalam lumen mitokondria dan sarkoplasmik retikulum (SR) jauh lebih tinggi ( [Ca2+]o : 10-3 M ) dibanding sitosol ( [Ca2+]i : 10-7 M ), padahal ion Ca2 sangat diperlukan untuk proses kontraksi myofibril yang ada didalam otot. Agar myofibril mulai dapat kontraksi diperlukan [Ca2]i paling sedikit 10-6 M. Agar ion Ca2 dapat keluar dari cisternae maka diperlukan adanya potensial aksi yang mencapai triad (Choesnan Effendi & Kuncoro Puguh S, 2006). Potensial aksi/implus yang dihantarkan sepanjang sarkolemma, juga diantarkan sepanjang membran T tubulus, akibatnya DHP (Dihydropyridine) reseptor yang terdapat di membran T tubulus akan membuka. Dengan terbukanya reseptor DHP maka merangsang terbukanya RyR (Ryanodine reseptor) di membran 2 Cisternae SR. Ion Ca yang masuk kedalam sitosol sangat banyak yang selanjutnya merangsang terjadinya kontraksi / sliding antara actin dan myosin (Choesnan Effendi & Kuncoro Puguh S, 2006). Apabila konsentarsi ion kalsium dalam cairan sarkoplasma sangat rendah, maka tidak dapat untuk menyebabkan terjadinya kontraksi. Keadaan ini dinyatakan sebagai relaksasi. Tahapan relaksasi yaitu Ca2+ dipompakan kembali kedalam sarkoplasmic reticulum, pelepasan Ca2+ dari troponin C, penghentian interaksi antara actin dan myosin (Ganong,1998). Dalam tubuh manusia otot skelet terdiri dari dua jenis serabut otot yaitu : serabut otot merah (slow twitch fiber: ST) dan serabut otot putih (fast twitch fiber : FT). Serabut otot merah atau serabut otot lambat bekerja secara aerobik, sedangkan serabut otot putih atau serabut otot cepat bekerja secara anaerobik. Armstrong (1979),menyatakan bahwa serabut otot berdasarkan jenis serabut otot, otot dapat diklasifikasikan sebagai berikut : fast twitch oxidative glycolytic (FOG), fast twitch glycolytic (FG), dan slow twitch oxidative (SO). Serabut otot cepat mempunyai kemampuan untuk mensintesa ATP secara anaerobik yang tinggi dan kemampuan aerobiknya rendah sebaliknya serabut otot
lambat mempunyai kemampuan aerobik yang tinggi dan kemampuan anaerobiknya rendah (Bowers,1992). Persentase serabut otot cepat (fast twitch fiber) akan meningkat dengan melakukan latihan anaerobik, pada latihan aerobik serabut otot lambat (slow twitch fiber) akan meningkat. Sebaliknya jika latihan diberikan pada serabut otot putih maka serabut otot merah juga ikut terlatih (Fox, Bowers & Foss, 1993). Distribusi serabut otot lambat dan otot cepat ditentukan secara genetik, bukan dipengaruhi oleh lingkungan dan latihan fisik (Astrand, 1988). Telah diketahui bahwa otot akan mengalami pembesaran dalam ukurannya jika otot tersebut dilatih dengan latihan berbeban, pembesaran otot terjadi akibat dari pembesaran setiap serabut otot (hyperthropy) (Fox, 1993). Kontraksi dapat terjadi setelah otot menerima pesan dari susunan saraf yaitu otak (brain) dan sumsum tulang belakang (spinal cord) melalui saraf efferent. Tiga macam kontraksi otot berdasarkan tipe kontraksinya yaitu kontraksi isotonik, isometrik dan kontraksi isokinetik (Pate,1984; Fox, Bowers & Foss, 1993). Kontraksi isotonik disebut juga kontraksi konsentrik, dan termasuk kontraksi dinamik. Kontraksi isotonik adalah suatu kontraksi otot, dimana serabut otot memendek. Contoh mengangkat suatu beban. Kontraksi isometrik disebut juga sebagai kontraksi statik. Pada kontraksi ini otot meregang tetapi tidak ada perubahan panjang pada serabut otot, contoh mendorong beban tidak bergerak. Kontraksi isokinetik adalah kontraksi otot dengan kecepatan kontraksi konstan. Contoh kontraksi lengan pada saat smash bola dalam permainan bola volli. Latihan Pada prinsipnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis atlet. Dalam olahraga prestasi proses tersebut akan berhasil apabila ada kerjasama antar pelatih yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan ilmuwan olahraga yang benar-benar menekuni bidang
64 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2, Desember 2010, -6 9 Kemampuan Lempar Lembing 64 Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan hlm. R-B-T61 Terhadap
pelatihan. Untuk itu, idealnya seorang pelatih dituntut memiliki pengalaman dan pengetahuan pada cabang olahraga yang digelutinya. Selain itu, juga dituntut memiliki latar belakang pendidikan yang menjadikannya sebagai seorang ilmuwan di bidang olahraga. Sebab dalam proses berlatih melatih diperlukan berbagai pengetahuan pendukung agar latihan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan ( Sukadiyanto, 2005). Dalam Oxforfd Dictionary of Sport Science and Medicine (Kent, 1994), kata ”exercise” diartikan sebagai : 1) gerakan-gerakan dan kegiatan fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot besar seperti dansa, kalistenik, permainan dan aktivitas yang lebih formal seperti jogging, berenang dan berlari, 2) susunan gerakan apa saja yang dirancang untuk melatih atau memperbaiki keterampilan, sedangkan “training” diartikan sebagai suatu program exercise yang dirancang untuk membantu pembelajaran keterampilan, memperbaiki kesegaran jasmani untuk menyiapkan atlet menghadapi kompetisi tertentu. Adapun prinsip-prinsip latihan yang harus ditaati serta dipahami oleh pelaku olahraga adalah sebagai berikut: Prinsip beban berlebih (the overload principle), Prinsip kekhususan (prinsip of specialization), Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance), Prinsip individu (the principle of individuality), Prinsip latihan beraturan (the principle of arrangement exercise), Prinsip pulih asal (the principle of reversibility). Volume latihan merupakan prasyarat yang sangat penting untuk pencapaian kemampuan fisik. Volume latihan sangat terkait dengan waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (Bompa, 1994). Contoh latihan rehaencalina mempunyai volume yang dipakai 3 dan 6 minggu dengan frekwensi satu minggu 3x latihan dan setiap latihan 1-4 set. Menurut lamanya dan banyaknya latihan, latihan dapat dibedakan menjadi “latihan akut” dan” latihan kronis”. Bila latihan dilakukan secara tunggal maka disebut latihan akut, tetapi kalau latihan dilaksanakan secara berulangulang bisa beberapa periode, minggu,bulan, atau tahun, maka disebut latihan kronik (training). Perubahan secara fisiologis dari
training disebut adaptasi (Lamb,1984). Sistem Energi Pada Latihan: Sistem fosfagen, Sistem asam laktat, Sistem energi aerobik. Kekuatan Kekuatan merupakan unsur fisik yang sangat penting, karena kekuatan otot merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Dengan kekuatan seseorang dalam olahraga, antara lain dapat melempar dengan jauh, memukul dengan kuat, memendang dengan keras berlari dengan cepat serta dapat membantu memperkaut pergerakan sendi. Kecepatan Dalam pembahasan kecepatan, beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian kecepatan sebagai berikut : Corbin (1980), yang mengatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk melangkah dari suatu tempat ke tempat lain dalam waktu yang sesingkat mungkin. Mathews (1979) yang mendefinisikan kecepatan sebagai kemampuan untuk menghasilkan gerakan tubuh dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kecepatan menjadi faktor penentu di berbagai cabang olahraga permainan dan sebagainya. Menurut Allan (1991) kecepatan adalah kemampuan kompleks yang diperlukan untuk aksi-aksi motorik cepat dalam waktu yang singkat mungkin. Verducci (1985) mengartikan kecepatan sebagai velocity tubuh, anggota tubuh atau objek yang merupakan gerak. Explosive power (Daya ledak) Explosive power merupakan unsur penting dan juga dapat menentukan kemampuan fisik dalam aktivitas kegiatan yang membutuhkan tenaga explosive seperti lari cepat, kekuatan memukul, mengangkat barbell, melempar, melompat dan beberapa gerakan kegiatan olahraga lainnya. Kelentukan Kelentukan (flexibility) disebut juga kelenturan atau peregangan. Kelenturan mengacu pada ruang gerak sendi atau
Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan R-B-T Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 65
persendian serta elastisitas dari otot-otot, tendo dan ligamen. Harsono (1988) mendefinisikan kelenturan sebagai berikut : Kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kecuali gerak sendi, kelenturan juga ditentukan oleh elastisitas tidaknya otototot, tendon dan ligamen. Dengan demikian orang yang mempunyai otot-otot yang elastis adalah mempunyai kelentukan yang baik.
kearah dada, sentuhan pada dada pelanpelan, dengan konsentrasi kekuatan pada lengan dan dorong keatas kembali ke posisi awal. Secara singkat program latihannya diatur sebagai berikut : untuk latihan explosive power jumlah set 4, repetisi 1020, interval 60 detik, frekuensi 3 kali seminggu, intensitas 40-60 % dari kemampuan maksimal, dan lama latihan 6 minggu (Nosek, 1982, Sharkey & Gaskill, 2006).
Latihan Rehaencalina.
METDE PENELITIAN
Untuk meningkatkan explosive power lengan pada nomor lempar lembing diperlukan latihan beban yang sesuai dengan pola gerak lempar lembing. Latihan rehaencalina bagian dari modifikasi bentuk latihan beban lainnya. Dimana latihan tersebut foku peningkatan kemampuan otot lengan dan belakang. Latihan rehaencalina banyak di gunakan untuk cabang olahraga yang menggunakan otot lengan bagian atas dan belakang seperti nomor lempar, tinju, softboll dan lain-lain.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Latihan Torso Dalam gerakan-gerakan yang memerlukan langkah ayunan maksimum, kelentukan sering terbatas oleh kurangnya kapasitas pengembangan otot-otot antagonis. Langkah ayunan gerakan-gerakan yang luas memungkinkan seorang olahragawann untuk memainkan keterampilanketerampilan gerak dengan cara yang benar dan tepat sampai standar optimum yang dimungkinkan (Nossek, 1982). Latihan Bench press Latihan Bench press merupakan bentuk latihan dengan menggunakan beban luar, dan merupakan bentuk latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan. Latihan bench press dilakukan dengan beban. Cara pelaksanaan adalah Subyek dengan posisi awal terlentang di atas bangku yang datar dengan tinggi dari lantai 45 cm. Pegang batang barbel dengan grip pronasi, kedua tangan berjarak lebih lebar dari bahu 300, barbel diatas dada dan lengan lurus ke atas. Barbel diturunkan
Berdasarkan rumusan dan hipótesis penelitian, jenis dan rancangan penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan “The pretest – posttest control group design” (Zainuddin, 2000). Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar angkatan tahun 20062007, yang berjenis kelamin laki-laki, berusia 21 tahun. Jumlah sampel dalam penelitian ini untuk tiga kelompok adalah 27 orang. Variabel Penelitian: Variabel bebas: Latihan RehaencalinaRehaencalina-Torso (R-R-T), Latihan Rehaencalina-Bench Press-Torso (R-B-T). Variabel terikat: Explosive power lengan, Kelentukan Togok, Kemampuan Lempar Lembing. Variabel moderator: Berat badan, Tinggi Badan, Variabel kendali: Jenis kelamin, Umur. Definisi Operasional Variabel Latihan rehaencalina adalah bentuk latihan yang menggunakan beban. Gerakan dilakukan dengan ayunan tangan menarik beban dari belakang kedepan, posisi tubuh membelakangi alat. Posisi kaki terbuka satu didepan satu dibelakang. Gerakan dilaksanakan berulang-ulang dan disesuaikan dengan dasar gerakan melempar lembing. Setelah melakukan gerakan rehaencalina dengan 2 set
66 Jurnal ILARA, Volume I, Nomor 2, Desember 2010, -6 9 Kemampuan Lempar Lembing 66 Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan hlm. R-B-T61Terhadap
dilanjutkan dengan bentuk latihan torso. Latihan torso yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah torso twist (putar togok), dengan cara yaitu posisi tangan direntangkan ke samping, pinggul diputar kekiri dan kekanan secara berulang-ulang dalam posisi berdiri dengan perlahan-lahan dan tidak menghentak-hentak. Setelah melakukan latihan torso dengan 2 set dilanjutkan dengan latihan rehaencalina dengan 2 set. Kemudian gerakan torso dengan 2 set, jumlah keseluruhan set pada masing-masing bentuk latihan 4 set, kecepatan gerakan sesuai dengan bunyi metronome 2 detik. Untuk melatih explosive power intensitas 40-60% dari kemampuan maksimal, repetisi 10-20, istirahat antar set 60 detik ( Nosek, 1982, Sharkey & Gaskill, 2006).NJumlah Set = 4. Repetisi = 10-20. Intensitas = 40-60%. Istirahat = 60 detik. Frekuensi = 3 kali seminggu. Lama latihan = 6 minggu. Gerakan rehaencalina dilakukan dengan ayunan tangan menarik beban dari belakang kedepan, posisi tubuh membelakangi alat. Posisi kaki terbuka satu didepan satu dibelakang. Gerakan dilaksanakan berulang-ulang dan disesuaikan dengan dasar gerakan melempar lembing. Latihan rehaencalina dilakukan dengan 2 set, dilanjutkan dengan latihan torso dengan 2 set. Kemudian dilatih bentuk latihan bench press Cara pelaksanaannya sebagai berikut: posisi awal terlentang diatas bangku yang datar dengan tinggi dari lantai 45 cm, kepala disandarkan diatas bangku. Pegang batang barbell dengan grip pronasi, kedua tangan berjarak lebih lebar dari bahu 300 dan barbell diatas dada, lengan lurus keatas. Gerakan : tarik napas, kemudian turunkan barbell kearah dada, sentuhan dada pelanpelan, dorong keatas kembali ke posisi semula. Usahakan agar posisi terlentang seenak mungkin, agar keseimbangan terjaga dan tidak ada gerakan lain, kecuali lengan dan dada bergerak pengambilan napas harus dilakukan setiap kembali ke posisi awal. Setelah melakukan latihan bench press dengan 2 set dilanjutkan dengan latihan torso dengan 2 set, kecepatan gerakan sesuai dengan bunyi metronome 2 detik. Untuk melatih explosive power intensitas 40-60% dari
kemampuan maksimal, repetisi 10-20, istirahat antar set 60 detik ( Nosek, 1982, Sharkey & Gaskill, 2006). Jumlah Set = 4. Repetisi = 10-20. Intensitas = 40-60%. Istirahat = 60 detik. Frekuensi = 3 kali seminggu. Lama latihan = 6 minggu. Tehnik Analisis Data Data ini diolah dengan statistik parametrik uji Anava pada taraf signifikasi 95%, melalui bantuan komputer program SPSS. Uji statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran karakteristik variable, Uji normalitas untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang normal. Uji homogenitas untuk mengetahui apakah kondisi sebelum perlakuan sama untuk seluruh kelompok. Uji Anava sama subyek dan LSD untuk pembandingan terencana tanpa memperhatikan banyak perlakuan. Uji anakova untuk mengetahui variabel yang berperan dan pola kontribusinya. Pembahasan Hasil penelitian Analisis data uji normalitas berat badan, tinggi badan, kelentukan togok, explosive power lengan, dan kemampuan lempar lembing pada kelompok RehaencalinaRehaencalina-Torso (R-R-T), kelompok Rehaencalina-Benc press-Torso (R-B-T) menunjukkan harga P>0,05, berarti variabel berat badan, tinggi badan, kelentukan togok, explosive power lengan, dan kemampuan lempar lembing berdistribusi normal, sedangkan umur tidak dilakukan uji normalitas karena semua berumur sama 21 tahun. Hasil uji normalitas kelentukan togok, explosive power lengan, dan kemampuan lempar lembing menunjukkan harga P > 0,05, berarti variabel tersebut pada pre test, berdistribusi normal, yang dilakukan pada kelompok Rehaencalina-RehaencalinaTorso (R-R-T), dan Rehaencalina-Bench Press-Torso (R-B-T). Kelentukan togok pada kelompok RehaencalinaRehaencalina-Torso (R-R-T) dan kelompok Rehaencalina-Bench PressTorso (R-B-T) terlihat ada peningkatan dari minggu awal (pre test), minggu 3 (post test 1), sampai dengan minggu 6 (post test
Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan R-B-T Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 67
2) dengan P=0,000. Berdasarkan hasil analisis diatas pada kelentukan togok ternyata hipotesis yang mengatakan bahwa ada peningkatan dari kedua kelompok terbukti. Hal ini dimungkinkan kedua bentuk latihan memiliki bentuk yang sama dalam kegiatannya, dengan demikian otot yang terlatih juga sama. Explosive power pada kelompok Rehaencalina-Rehaencalina-Torso (R-R-T) dan kelompok Rehaencalina-Bench PressTorso (R-B-T) terlihat ada peningkatan kemampuan melempar dari minggu awal (pre test), minggu 3 (post test 1), sampai dengan minggu 6 (post test 2) dengan P=0,000. Namun peningkatan kemampuan explosive power lengan memberikan hasil lebih baik kelompok R-R-T dibanding kelompok R-B-T. Hal ini dimungkinkan adanya peningkatan kemampuan otot karena adanya perbaikan sistem saraf dan fungsi organ tubuh serta peningkatan efisiensi kerja terutama pada otot yang terlibat (Chu, 1992). Kemampuan lempar lembing pada kelompok RehaencalinaRehaencalina-Torso (R-R-T) terlihat ada peningkatan kemampuan melempar dari minggu awal (pre test), minggu 3 (post test 1), sampai dengan minggu 6 (post test 2) dengan P=0,000. Kemampuan lempar lembing pada kelompok RehaencalinaBench Press-Torso (R-B-T) terlihat ada peningkatan kemampuan melempar dari minggu awal (pre test), minggu 3 (post test 1), sampai dengan minggu 6 (post test 2) dengan P=0,000 Hasil analisis LSD menunjukkan ada perbedaan explosive power lengan, kelentukan togok, dan kemampuan lempar lembing yang bermakna pada minggu ke 3 maupun minggu ke 6 pada kelompok 1 (RR-T) dan kelompok 2 (R-B-T). Hasil ini sesuai dengan hipotesis bahwa latihan R-RT lebih meningkatkan Explosive power lengan, kemampuan lempar lembing dibanding latihan R-B-T. Peningkatan itu juga disebabkan karena perubahan pada anatomis histology baik berupa peningkatan aktin,myosin, myofibril, kapiler, luas dan besarnya permukaan mitokondria (Gollnick, 1973). Fox (1988) mengatakan bahwa akibat dari latihan dapat menyebabkan terjadinya adaptasi fisiologi yang dapat berupa perubahan anatomis
histology dari otot yang bersangkutan, system saraf maupun perubahan biokimia yang berada di dalam otot. Disamping itu latihan dengan frekuensi 3 kali seminggu adalah sesuai pemula dan tidak menimbulkan kelelahan (Fox,1988), dan Pyke (1991) mengatakan bahwa latihan dengan frekuensi 3 x perminggu akan memberikan efek selama 6-8 minggu. Perubahan kemampuan melempar lembing akibat dari latihan yang menekankan pada otot sesuai dengan pola gerak lempar lembing. Latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso (R-R-T) sasaran otot yang dilatih adalah anterior deltoids, latissimus dorsi, trapezius, infraspinatus, triceps, biceps, rectus abdominis, internal oblique, external oblique, pyramidalis. Sedangkan latihan Rehaencalina-Bench Press-Torso (R-B-T) sasaran otot yang dilatih adalah upper dan middle pectoralis mayor, triceps, biceps, rectus abdominis, internal oblique, external oblique, pyramidalis. Perubahan tersebut akibat dari latihan, intensitas latihan, frekuensi, lama latihan, kualitas latihan, sasaran/tujuan. Untuk latihan R-B-T sasaran yang diinginkan tidak tercapai karena adanya penggabungan bentuk latihan yang pola geraknya berbeda dengan sasaran yang di harapkan. Jusunul Hairy mengatakan setiap latihan yang diberikan kepada atlet harus berhubungan erat/relevan dengan cabang olahraganya, dan sekali-kali tidak dibenarkan memberikan bentuk bentuk latihan yang gerakannya berlawanan dengan gerakan pada cabang olahraganya. Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang perbandingan pengaruh latihan RehaencalinaRehaencalina-Torso (R-R-T) dan Rehaencalina-Bench Press-Torso (R-B-T) terhadap kemampuan lempar lembing dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Latihan Rehaencalina-Rehaencalina lebih meningkatkan explosive power lengan dibanding latihan Rehaencalina-Bench press pada nomor lempar lembing. Latihan Torso meningkatkan kelentukan togok pada nomor lempar lembing. Latihan Rehaencalina-Rehaencalina-Torso lebih
68 Jurnal ILARA, VolumePengaruh I, Nomor 2, Desember 2010, -6 9 Mappanyukki, Perbandingan Latihan R-R-Torso dan hlm. R-B-T61Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 68
meningkatkan kemampuan melempar dibanding latihan Rehaencalina-Bench press-Torso pada nomor lempar lembing. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut diatas maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut: Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama dengan mengupayakan faktor: Subyek penelitian diasramakan, Pemberian gizi yang memadai. Seorang pelatih yang ingin meningkatkan kemampuan melempar pada nomor lempar lembing sebaiknya memilih bentuk latihan yang sesuai dengan pola gerak lempar lembing, salah satu diantaranya adalah latihan Rehaencalina dan Torso. DAFTAR RUJUKAN Armstrong R.B, 1979. Muscle Fiber Activity as Function on speed And Gait, J. Appl. Physiol. Respirat. Enviro. Exercise Physiol, 43 (4) pp. 627-677, 1977 Astrand PO and Rodhal K. 1986. Textbook of Work Physiology. Physiological Base of Exercise. 3rd ed, New York : McGraw Hill,pp. 420-422. Ateng A.K 1992, Azas dan landasan Pendidikan Jasmani. Dirjen Dikti, Jakarta. hal 132-144 Bompa TO, 1990. Theory and Methodology of Training. 1st ed., IOWA Kirkendall/Hunt. Pub. Company. pp. 263-265, 318-321. Bompa TO, 1994. Theory and Metodology of Training : the Key to Athletic Performance. Dubuque lowa : Kendal/Hunt Publishing Company. pp. 2-14, Bowers D, 1992. Sport Physiology, 3rd ed, New York : WM C Brown Pib., pp. 3-11, 13-36, 75-101. Brooks GA and Fahey TD. 1984. Exercise Physiology Human Biogenetic and Its Application. Jhon Wuhry and Sons Inc., New York. Ps. 377-400, 404-408. Carr GA, 2003 Atletik untuk sekolah; penerjemah, Eri Desmarini Nasution. –Ed.1, cet 3.- Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada, diterjemahkan dari buku aslinya Fundamentals of Track & Field. pp246-247, 265. Choesnan E dan Kuncoro PS. 2006. Buku panduan. Faal Sel, Cair Tubuh dan Sel Eksitabel. Laboratorium Ilmu Faal Universitas Airlangga, Edisi ke 3,pp 51. Clarke D.H., 1980. Muscular Strength and Endurance Method for Development. Salt Lake City Utah, Gigithon Publishing Company, pp. 20-28 Costill D.L, Coyle, E.F., Frink, W.F., Lesmes, G.R., and Witzman, F.A., 1979. Adaptation in Skeletal Muscle Following Strenght Training, J. Appl. Physiol. Respirat. Environt. Exercise Physiol. 46 (1),pp. 96-99. Dick FW, 1995. Sport Training Principles, second ed. London: A & C black, pp. 167-168, 248-257. Djoko PI, 2004. Pedoman Praktis Berolahraga untuk Kebugaran & Kesehatan, Yogyakarta ; 14, 17. Dwijowinoto, Kasiyo, 1993, Dasar-dasar Ilmu Kepelatihan. IKIP Semarang, Press. Semarang Fox E et al., 1993. The Physiological Basis for exercise and Sport. WM. C. Brown Communication, Ins., USA. pp. 16-25,101, 136-150, 285-289. Fox EL, Bowers RW, Foss ML, 1993. The Physiological Basis for Exercise and Sport, fifth ed. Iowa: WCB Brown & Benchmark, pp. 12-37, 451, 472-504, 512-532, 615-616. Ganong WF, 1999. Review of Medical Physiology, 17th ed. New Jersey : Prentice Hall, pp 60-70 Guyton AC and Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia : W.B Saunders Company, pp 67, 71-73 Halim NI, 2004. Tes Pengukuran dan Penyusunan Alat Evaluasi Dalam Bidang Olahraga. Bahan kuliah FIK UNM Makassar hal 122 Harre D, 1982. Principle of Sport Training. Introduction to Theory and Method of Training, Berlin : Sport Verlog, pp.
Mappanyukki, Perbandingan Pengaruh Latihan R-R-Torso dan R-B-T Terhadap Kemampuan Lempar Lembing 69
Harsono, 1982. Ilmu Coaching, Pusat Ilmu Olahraga, KONI Pusat Jakarta, pp 218 Harsono. 1988. Coaching dan aspek-aspek psikologi dalam coaching. Jakarta : P2LPTK Depdikbud.pp. 163 Howard R.G, 1981, The Science of Track and Field Athletic., Pelham Book Ltd, London, pp. 45-47. Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga.Penerbit Sebelas Maret University Press, pp 100,101 Janssen PGJM, 1989. Training Lactate Pulse-Rate. Finland: Polar Electro Oy, pp. 20-96. Kent M 1994. The Oxford Dictionary of Sport Science and medicine. New York: Oxford University Press. pp. 75, 144, 384, 411-412. Lamb DR, 1984. Physiology of Exercise: Responses and Adaptations. New York: Macmillan Publishing Company, pp. 137-186, 230-231, 274-320. McArdle WD, Katch FI, and VL, Exercise Physiology : Energy, Nutrition and Human Performance, Philadelphia : Lea and Febeger, pp. 347-367 Nossek J. 1982. General Theory of Training. Lagos National Intitute for Sport : Pan African Press Ltd. pp. 76. Pate RR, Clenagan MC, and Rotella R, 1984. Scientific Foundation of Coaching, Philadelphia, Saunders Collage Publishing, pp. 296-310. Pyke FS, and Rushall BS, 1990. Training for Sport and Fitness. Australia, pp 235. Rani AA. 1993. Pembinaan prestasi olahraga. FPOK IKIP Ujung Pandang. Rushall BS, Pyke FS, 1990. Training for Sport and Fitness, 1st ed. Melbourne : Macmillan Co. pp. 27-96. Sajoto M. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Bidang Olahraga. Depdikbud Dirjen Dikti, Jakarta. Soekarman R, (1989). Dasar Olahraga untuk Pembina, Pelatih dan Atlit. Jakarta : CV. Haji Masagung, hal. 30,60,81.
Soekarman R, 1991 Energi dan Sistem Energi predominan pada olahraga. Jakarta, KONI, hal : 8-33. Suharno HP, 1993. Metodologi Pelatihan, Seri Bahan Penataran Pelatih Tingkat Dasar, Pusat Pendidikan dan Penataran, Jakarta, hal. 3, 21, 30, 34. Sharkey BJ & Gaskill SE, 2006. Sport Physiology for Coaches. Human Kinetics, United States, Champaign,IL. pp 102 Sukadiyanto, 2005. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik, pendidikan kepelatihan olahraga, fakultas ilmu keolahragaan, Universitas Negeri Yogyakarta. Sumosardjono Sadoso.1987. Petunjuk Praktis Kesehatan Olahraga. PT. Gramedia Jakarta. Syarifuddin A. 1992. Atletik. Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan,Jakarta. pp.160 Temat T dan Mirman M. 2001. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta. hal 71. Thomson P, 1991. Introduction to Coaching Theory. The International Amateur Athletic Federation, Hans Crescent, Knightsbridge : London, pp. 56-59. Verducci FM, 1985. Measurement Concepts in Physical Education, CV. Mosby Company, pp. 231234. Wilmore JH. Costill Dl. 1994. Physiology of Sport and Exercis. Human Kinetics USA. pp 16-40, 68-74, 80-83, 416 Wirhed R, 1984., Athletic Ability ; The Anatomy of Winning, Wolfe Medical Publishing Ltd, New York. www.doctordom.net/patientInfo/spinal.php diakses tanggal 9-12-2009 jam 11.43 Zainuddin M, 2000. Metodologi Penelitian, Pascasarjana Unair : Surabaya , hal : 23, 53