Skripsi S1
PERBANDINGAN KADAR FOLLICLE STIMULATING HORMONE BERDASARKAN KLASIFIKASI TEKANAN DARAH PADA PEREMPUAN USIA SUBUR YANG MENGALAMI GANGGUAN MENSTRUASI
Beta Canina Harlyjoya dan Muchtaruddin Mansyur b a
Program Studi Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan bDepartemen Ilmu Kedokteran Komunitas Abstrak
Hipertensi, salah satu contoh penyakit degeneratif, patut diwaspadai di Indonesia karena adanya transisi epidemiologis penyebab kematian utama, yakni dari penyakit infeksi menjadi degeneratif. Hipertensi memiliki berbagai akibat yang membahayakan, salah satunya adalah peningkatan leptin yang nantinya dapat memengaruhi pulsasi GnRH. Ketika pulsasi GnRH terganggu, maka dapat memengaruhi sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang apabila terganggu, dapat menyebabkan gangguan menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kadar FSH berdasarkan hipertensi pada perempuan usia subur, terutama pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional analitik dengan melibatkan 75 perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian ”Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. Analisis data dilakukan dengan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan menggunakan analisis bivariat uji T-Independen. Variabel bebas yang diuji adalah usia, aktivitas fisik, status gizi, gejala mental emosional, status hipertensi, serta status SOPK. Berdasarkan analisis, didapatkan bahwa kadar FSH pada perempuan dengan hipertensi memiliki median yang lebih rendah (3,50: 1,70 – 4,80) dibandingkan dengan perempuan tanpa hipertensi (4,90: 1,20 – 33,40). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan p = 0,025. Sementara, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar FSH pada usia, aktivitas fisik, status gizi, gejala mental emosional, serta status SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa terdapat peran hipertensi dalam perbedaan kadar FSH pada perempuan dengan gangguan menstruasi. Kata Kunci: Perempuan, usia subur, follicle stimulating hormone, FSH, gangguan menstruasi, hipertensi
1
Abstract Hypertension, as one of the degenerative disease, should be one of the main issue in Indonesia because of the epidemiologic transition of the main cause of death, which is from infection diseases to degenerative diseases. Hypertension could lead to many dangerous complications. One of which is increased level of plasma leptin. Increased level of plasma leptin could disturb the GnRH pulsatility. When the pulsatility of GnRH is disturbed, it could influence the secretion of Follicle Stimulating Hormone (FSH), which when disturbed could lead into an abnormal menstrual cycle. This analytical cross-sectional study was conducted to compare the FSH level in abnormal cycling reproductive women according to their hypertension status, using secondary laboratory and SCL-90 questionnaire data from the “Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik” research that was conducted since year 2009 to 2011. In this study, 75 samples were used and analyzed with SPSS for Windows 17.0 version program using the bivariate T-independent analysis. Independent variables in this study included age, physical activity, nutritional status, mental and emotional symptoms, hypertension status, and PCOS status. The analysis showed that FSH levels in hypertensive women is lower (3,50: 1,70 – 4,80) than non-hypertensive women (4,90: 1,20 – 33,40) with a statistically significant difference (p = 0,025). However, other variables such as age, physical activity, nutritional status, mental and emotional symptoms, and PCOS status did not have significant different FSH levels. It can be concluded that hypertension could be associated with FSH level in abnormal cycling women. Keywords: Women, Reproductive, Follicle Stimulating Hormone, FSH, Abnormal Cycling, Hypertension
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah seseorang lebih tinggi dibandingkan populasinya. Setiap populasi tentunya memiliki rerata tekanan darah yang berbeda. Akan tetapi, National Institutes of Health dan National Heart, Lung, and Blood Institute Amerika Serikat1 melalui Joint National Committee (JNC) 7 mengeluarkan kriteria yang menyepakati bahwa tekanan darah yang berada dalam jangkauan sistolik 140-159 mmHg atau tekanan diastolik antara 90-99 mmHg merupakan hipertensi tipe I. Berdasarkan klasifikasi yang sama, orang dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau diastolic 80-89 mmHg tergolong dalam tahap pre-hipertensi dan telah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami hipertensi dan sebaiknya menjalani perubahan gaya hidup. Hipertensi, sebagai salah satu penyakit degeneratif, merupakan salah satu isu yang patut diwaspadai di Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya transisi 2
epidemiologis penyebab kematian utama di dunia dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif. Sebagai negara berkembang, Indonesia diperkirakan akan merasakan dampak transisi tersebut.2 Berdasarkan data yang didapatkan dari Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2007, didapatkan bahwa 31,7% penduduk Indonesia dengan usia di atas 18 tahun mengalami hipertensi. Hanya saja, angka tersebut hanya merepresentasikan 24% penduduk Indonesia. Hingga saat riset tersebut dilaksanakan, terdapat 76% penduduk Indonesia yang belum terdiagnosis hipertensi.3 Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terkait hipertensi merupakan suatu hal yang patut diwaspadai. Pasalnya, ketika hipertensi tidak ditangani dengan baik, maka seseorang dapat mengalami berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi mencakup perdarahan aorta, penyakit ginjal kronis, serangan jantung, serta stroke.4 Selain itu, hipertensi juga dikatakan memiliki pengaruh terhadap kenaikan level leptin plasma.5 Perempuan pada usia reproduksi tergolong lebih jarang mengalami hipertensi dibandingkan dengan pria atau wanita yang telah memasuki masa menopause. Terdapat teori bahwa hal tersebut disebabkan oleh hormon ovarian yang dimiliki oleh perempuan, terutama hormon estrogen, memiliki efek proteksi terhadap hipertensi. Meski demikian, masih terdapat perdebatan mengenai kevalidan teori tersebut, karena pada wanita menopause dengan terapi penggantian hormon tidak terdapat penurunan tekanan darah yang berarti.6 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ma et al5, perempuan yang mengalami hipertensi, terutama yang telah memasuki masa menopause, cenderung memiliki kadar leptin yang lebih tinggi. Leptin merupakan suatu peptida yang terdiri atas 167 asam amino dan terutama diekspresikan pada jaringan adiposa. Selain pada jaringan adiposa, leptin juga dapat ditemukan pada berbagai jaringan lainnya seperti plasenta, kelenjar mammae, testes, serta ovarium. Pada nukleus hipotalamus ventromedial, area yang penting untuk mengatur food intake serta prilaku seksual, banyak terkespresikan reseptor leptin. Leptin juga dapat meningkatkan pulsasi Gonadotropin-releasing Hormone (GnRH).7 GnRH disekresikan oleh hipotalamus. Hormon ini dapat menstimulasi kelenjar pituitari anterior dan menyebabkan sekresi hormon reproduksi. Salah satu hormon reproduksi yang disekresikan oleh stimulasi dari GnRH adalah Follicle Stimulating Hormone (FSH).8 Pulsasi GnRH yang lemah memengaruhi produksi dan sekresi dari 3
FSH. Sepanjang siklus menstruasi seorang perempuan, produksi dan sekresi GnRH memiliki frekuensi yang berbeda-beda, bergantung pada fase siklus tersebut, oleh karena itu pada tiap fase siklus menstruasi perempuan, FSH memiliki kadar normal yang selalu berubah. Hingga saat ini, kadar FSH pada fase folikular, atau pada hari kedua hingga ketiga dari siklus menstruasi perempuan, merupakan parameter yang paling sering digunakan untuk menilai fungsi ovarian.9 Selain dipengaruhi oleh GnRH, sekresi dari FSH turut dipengaruhi oleh peptida gonadal lainnya yakni inhibin serta aktivin. Inhibin berperan dalam menginhibisi FSH sedangkan aktivin berperan dalam mestimulasi sintesis FSH Kedua peptida tersebut tergolong sebagai Transforming Growth Factor (TGF).10 FSH memiliki peran dalam mengatur fungsi gonadal dengan cara berikatan, baik pada testis maupun ovarium, sehingga dapat meningkatakn produksi seks steroid dan gametogenesis. Apabila kadar FSH pada perempuan terganggu, maka dapat terjadi beberapa manifestasi klinis seperti oligomenorea serta amenorea.11 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dimana hubungan antara kadar FSH dengan hipertensi dianalisis berdasarkan data yang diambil pada periode waktu yang sama. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder penelitian “Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovarian Syndrome dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik”. Data pada penelitian tersebut diperoleh berdasarkan hasil kuesioner Symptom Checklist (SCL) – 90 serta pemeriksaan laboratorium lengkap pada perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi pada Laboratorium Prodia Kramat serta Klinik Yasmin pada tahun 2009. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “Hubungan Pekerjaan dan Gejala Stres Mental Emosional Terhadap Kadar Hormon Reproduksi pada Perempuan Usia Subur”. Penelitian ini dilaksanakan sejak Oktober 2012 dan diselesaikan pada Desember 2012. Manajemen dan analisis data dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan perempuan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi dan merupakan pasien pada Klinik Yasmin serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. Pemilihan sampel 4
tersebut diharapkan dapat mewakili populasi target, yakni perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi, serta populasi terjangkau, yakni perempuan usia subur dengan ganguan menstruasi yang berstatus sebagai pasien pada Klinik Yasmin. Populasi terjangkau pada penelitian ini mencakup 110 perempuan usia subur dengan gangguan menstruasi. Sampel penelitian didapatkan dengan cara purposive sampling karena peneliti menentukan pemakaian data yang sekiranya dapat memberikan hasil yang bermakna terhadap penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mohan dan Sultana12, didapatkan perhitungan bahwa besar sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 75 sampel. Kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah data pasien yang memberikan informed consent serta saat dilakukan pengambilan data terdaftar sebagai pasien pada Laboratorium Prodia Kramat atau Klinik Yasmin RSCM. Kriteria eksklusi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien yang telah memasuki masa menopause serta data pasien dengan hasil kuesioner SCL-90 atau data epidemiologi yang tidak lengkap. HASIL Berdasarkan hasil analisis penelitian, data subyek dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor seperti status sosiodemografis, gejala mental emosional, status gizi, klasifikasi tekanan darah, kadar FSH, serta riwayat penyakit SOPK. Klasifikasi sampel berdasarkan faktor tersebut terpapar pada tabel 1 hingga 3. Selain itu, pada penelitian ini dianalisis hubungan antara kadar FSH dengan beberapa faktor yang mungkin memengaruhinya, seperti aktivitas fisik, usia, gejala mental emosional, indeks massa tubuh, klasifikasi tekanan darah, serta riwayat penyakit SOPK. Hasil analisis tersebut terpapar pada tabel 4. Tabel 1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Status Sosiodemografis
Usia (tahun)
Rata-rata + SD
Frekuensi (%)
28,6 ± 4,9
75 (100)
> 33 tahun
20 (26,7)
< 33 tahun
55 (73,3)
Pekerjaan Pekerja Administratif
50 (66,7)
5
Pekerja Lapangan
25 (33,3)
Pendidikan Tamat SD
2 (2,7)
Tamat SMP
2 (2,7)
Tamat SMA
12 (16,0)
Tamat D3
20 (26,7)
Tamat S1
34 (45,3)
Tamat S2
5 (6,7)
Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Status Mental Emosional Rata-rata + SD
Frekuensi (%)
Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
26,00 + 5,12
> 23
24 (32,0)
< 23
51 (68,0)
Gejala Mental Emosional Mengalami Psikopatologi
25 (33,3)
Tidak Mengalami Psikopatologi
50 (66,7)
Tabel 3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Kadar Follicle Stimulating Hormone dan Riwayat Penyakit Median: Min - Max Follicle Stimulating Hormone (mIU/ml)
Frekuensi (%)
4,90: 1,20 – 33,40
2,5 – 10,2
68 (90,7)
< 2,5 atau >10,2
7 (9,3)
Riwayat Penyakit SOPK Mengalami SOPK
33 (44,0)
Tidak Mengalami SOPK
42 (56,0)
6
Hipertensi Hipertensi
4 (5,3)
Tidak Mengalami Hipertensi
71 (94,7)
Tabel 4. Hubungan kadar FSH dengan Faktor Usia, Pekerjaan, Status Gizi, Gejala Mental Emosional, Riwayat SOPK, Klasifikasi tekanan darah Median: Min-Max
Uji Kemaknaan
FSH (mIU/ml)
Mann-Whitney
Usia Usia < 33tahun
4,90: 1,20 – 33,40
Usia > 33tahun
4,90: 3,20 – 9,60
p = 0,226
Pekerjaan Pekerja Lapangan
5,40: 1,60 – 33,40
Pekerja Administratif
4,80: 1,20 – 7,70
p = 0,387
Indeks Massa Tubuh IMT > 23 kg/m2
4,80: 1,20 – 7,70
IMT < 23 kg/m2
5,00: 2,40 – 33,40
p = 0,532
Gejala Mental Emosional Mengalami Psikopatologi
4,70: 1,20 – 3.3,40
Tidak Mengalami Psikopatologi
4,95: 1,60 – 9,60
p = 0,633
Riwayat SOPK Mengalami SOPK
4,70: 3,20 – 6,90
Tidak Mengalami SOPK
5,05: 1,20 – 33,40
p = 0,402
Klasifikasi tekanan darah Mengalami Hipertensi
3,50: 1,70 – 4,80
Tidak Mengalami Hipertensi
4,90: 1,20 – 33,40
p = 0,025
DISKUSI Pada penelitian ini, didapatkan keterbatasan penelitian berupa penggunaan data sekunder. Hal tersebut menyebabkan banyaknya data yang memiliki kriteria eksklusi sehingga mengurangi jumlah sampel yang dapat digunakan. Keterbatasan tersebut menyebabkan berkurangnya variabel faktor yang mungkin dapat diteliti hubungannya dengan kadar FSH.
7
Selain itu, pada hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat hanya 5,3% subyek yang mengalami hipertensi. Dengan besar sampel yang disertakan sebanyak 75 subyek, maka jumlah subyek pada kategori hipertensi yang terbatas mengurangi power penelitian ini. Berdasarkan uji Mann-Whitney yang dilakukan antara kadar FSH dengan berbagai faktor yang memengaruhi, tidak didapatkan hasil yang berbeda bermakna pada faktor usia, aktivitas fisik, gejala mental emosional, indeks massa tubuh, serta riwayat penyakit SOPK. Akan tetapi, pada uji Mann-Whitney yang dilakukan antara kadar FSH dengan hipertensi, didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Pada subyek yang mengalami hipertensi didapatkan adanya median kadar FSH yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan subyek yang tidak diklasifikasikan sebagai subyek dengan penyakit hipertensi. Terjadi penurunan median kadar FSH sebesar 28,5% pada subyek dengan hipertensi dan secara statistik penurunan tersebut bermakna dengan p = 0,025. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Breigeiron et al13, didapatkan bahwa pada tikus dengan aktivitas plasma renin yang tinggi, terdapat penurunan kadar FSH pada plasma. Berdasarkan literatur, hipertensi memengaruhi fungsi reproduksi karena hipertensi dapat memengaruhi leptin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Agata et al14, didapatkan bahwa penderita hipertensi esensial memiliki level leptin imunoreaktif yang tinggi pada plasmanya. Leptin merupakan peptida yang masih belum diketahui secara pasti tempat kerja utamanya. Meski demikian, leptin dapat ditemukan pada berbagai jaringan dan diduga memiliki reseptor pada hipotalamus seorang individu. Keberadaan leptin pada hipotalamus diduga berperan dalam sekresi gonadotropin. Secara biomolekular, leptin diperkirakan berperan dalam stimulasi sekresi GnRH pada hipotalamus. Hal tersebut diduga karena adanya peran kuat imunoreaktivitas pada reseptor leptin Ob-R, neuron cocaine-and-amphetaminerelated transcript (CART) pada nukleus arkuatus, serta neuropeptida Y. Dengan demikian, leptin diduga berperan dalam berbagai level aksis reproduksi.15 Berbeda dengan literatur, pada penelitian didapatkan bahwa subyek yang terklasifikasi sebagai penderita hipertensi memiliki median kadar FSH yang cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan subyek yang tidak tergolong sebagai hipertensi. 8
Pada studi yang dilaksanakan oleh Caprio et al15, didapatkan bahwa adanya dual effect yang dimiliki oleh leptin terhadap fungsi reproduksi seorang individu. Hal tersebut berarti bahwa leptin memiliki dua batas ambang. Ketika kadar leptin berada pada nilai di bawah batas ambang pertama, maka ia memiliki efek stimulasi terhadap steroidogenesis ovarian. Leptin dapat mengaktivitasi aktivitas aksis hipotalamuspituitari-gonadal sehingga meningkatan kadar FSH pada tubuh individu. Akan tetapi, ketika nilai leptin pada tubuh manusia mencapai batas ambang yang kedua, maka ia dapat memiliki deleterious effect terhadap steroidogenesis ovarian sehingga menurunkan aktivitas reproduksi seorang wanita. Sesuai dengan konsentrasinya pada darah, leptin memiliki efek yang berbeda terhadap fungsi reproduksi. Leptin dalam jumlah normal akan bertransportasi melalui sawar darah otak dan mencegah tingginya level leptin pada hipotalamus yang akan menstimulasi aksi GnRH dan sekresi gonadotropin. Pada kadar leptin yang tinggi, terdapat potensial aksi pada reseptor leptin perifer yang mengeluarkan aksi inhibisi terhadap ovarian steroidogenesis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditetapkan beberapa kesimpulan: •
Terdapat perbedaan median kadar FSH pada subyek dengan klasifikasi tekanan darah hipertensi (3,50: 1,70 – 4,80
mIU/ml) yang cenderung lebih rendah apabila
dibandingkan dengan subyek yang tergolongkan tidak memiliki hipertensi (4,90: 1,20 – 33,40 mIU/ml). Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan hasil uji Mann-Whitney p = 0,025. •
Pada faktor lain seperti usia, aktivitas fisik, status gizi, gejala mental emosional, serta riwayat penyakit SOPK tidak didapatkan adanya perbedaan median kadar FSH yang bermakna secara statistik.
SARAN •
Pendaataan subyek dalam sosiodemografik masih harus lebih dilengkapi.
•
Pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan variabel faktor lain seperti kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
9
DAFTAR PUSTAKA 1. U.S Department of Health and Human Services. The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication: August 2004. 2. Rahajeng H, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009; 59 (12):580-7. 3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Masalah Hipertensi di Indonesia [Internet] 2012 Mei 6. [cited 2012 November 23]; Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1909-masalah-hipertensidi-indonesia.html 4. Hypertension [Internet] 2011[updated 2011 June 6; cited 2012 Nov 23]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001502/ 5. Ma D, Feitosa MF, Wilk JB, Laramie JM, Yu K, Leiendecker-Foster C. Leptin is Associated with Blood Pressure and Hypertension in Women from The National Heart, Lung, and Blood Institute Family Heart Study. Hypertension. 2009 March; 53(3):473-9. 6. Reckelhoff JF. Gender Differences in The Regulation of Blood Pressure. Hypertension. 2001; 37:1199-208. 7. Blüher S, Mantzoros CS. Leptin in Humans: Lessons from Translational Research. American Journal of Clinical Nutrition. 2009 March; 89(3):991S-7S. 8. Couse JF, Yates MM, Walker VR, Korach KS. Characterization of the Hypothalamic-Pituitary-Gonadal Axis in Estrogen Receptor (ER) Null Mice Reveals Hypergonadism and Endocrine Sex Reversal in Females Lacking ERα But Not ERβ. Molecular Endocrinology. 2003 June 1; 17(6):1039-53. 9. Weghofer A, Margreiter M, Fauster Y, Schaetz T, Brandstetter A, Boehm D. Age-specific FSH Levels as A Tool for Appropriate Patient Counseling in Assisted Reproduction. Human Reproduction. 2005 May 19; 20(9):2448-52. 10. Gueorguiev M, Prendergast K, Heras-Herzig A, Dalkin A. GNRH Gonadotropin Physiology and Pathology. [Internet] 2008 [updated 2008 August 1; cited 2012 August 26]. Available from: http://www.endotext.org/neuroendo/neuroendo8/ne uroendo8.htm. 11. Jabbour SA. Follicle-Stimulating Hormone Abnormalities Clinical Presentation [Internet] 2012 Jan 3. [cited 2012 November 23]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/118810-clinical 10
12. Rohleder N, Kirschbaum C. The Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) Axis in Habitual Smokers. International Journal of Psychophysiology. 2006 Mar; 59(3):236-43. 13. Breigeiron MK, Lucion AB, Sanvitto GL. Effects of Renovascular Hypertension on Reproductive Function in Male Rats. Life Sciences. 2007 Apr 3; 80(17):162734. 14. Agata J, Masuda A, Takada M, Higashiura K, Murakami H, Miyazaki Y. High Plasma Immunoreactive Leptin Level in Essential Hypertension. The American Journal of Hypertension. 1997; 10:1171-4. 15. Caprio M, Fabbrini E, Isidori AM, Aversa A, Fabbri A. Leptin in Reproduction. Trends in Endocrinology & Metabolism. 2001 March; 12(2):65-72.
11