Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini
KADAR PLUMBUM (PB) DALAM DARAH PADA WANITA USIA SUBUR DI DAERAH PERTANIAN
Eko Hartini*) *) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Jl Nakula I No 5-11 Semarang Email :
[email protected]
ABSTRACT Background : Pesticides and fertilizers used in agriculture contain Pb and to leave residues in soil, water, and plants. Pb will accumulate in the human body; gradually will give adverse affect on health. Fertile women are vulnerable and often very dangerous when exposed to pesticides, because it can be hazard for the fetus to be born. The purpose of this study was to analyze factors related to the level of lead in blood on fertile women in agricultural areas. Method : This research was an explanatory research with approach cross sectional. Total samples 89 fertile women, were conducted in four villages in the district Kersana Brebes. The criterias for purposive sample were the highest levels of pesticide usage compared to other villages. The instruments used are questionnaires and laboratory analysis on blood and urine specimens, water wells and red onions. Results : Measurement of lead levels in water wells <0.03 mg / L, Pb levels in onions ranged from 0.16 to 0.20 mg / kg. Pb levels in the blood are still within tolerable limits (mean 25.55 ± 12.45 ìgr / ml). From chi-square test result showed fertile woman involvement in agricultural activities (p = 0.057) and the use of newsprint (p=0.083) were not related to the level of lead in blood. Working lives of fertile woman in agricultural activities related to the level of lead in blood ((p = 0.015; RP = 1.8, CI 95% = 1.1 to 2.7). Conclusion of this research was the working lives as a risky factor in agricultural activities to the presence of Pb in blood on fertile woman in the District of Kersana Brebes. Keywords : the fertile woman, red onion, Pb levels in blood, agricultural activities.
70
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 PENDAHULUAN Pembangunan pertanian dan industri di Indonesia berkembang dengan pesat. Dalam upaya meningkatkan produksi pangan, penggunaan pupuk dan pestisida di sentrasentra produksi tanaman bawang merah di Kabupaten Tegal dan Brebes tidak dapat dihindarkan. Selain keberhasilan yang dicapai, penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebih dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan kandungan logam berat dalam tanah yang menyebabkan turunnya produktivitas tanah dan mutu hasil pertanian serta dapat membahayakan kesehatan para petani. Pupuk yang digunakan dalam budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, karena pupuk mengandung logam berat. Dalam pertumbuhannya, tanaman menyerap unsur hara dari tanah, termasuk logam berat, sehingga produk atau hasil pertanian dapat mengandung logam berat. Kondisi seperti ini akan berdampak buruk pada kesehatan konsumen. Sekecil apapun konsentrasi logam berat, baik di dalam tanah maupun dalam produk hasil pertanian harus mendapat perhatian yang serius, karena dalam jangka panjang dapat menyebabkan pencemaran dakhil akibat mengkonsumsi produk hasil pertanian yang tercemar secara terus menerus. Pestisida yang digunakan dalam budidaya pertanian meninggalkan residu pada tanah, air, biji atau buah, dan tanaman, bahkan sampai ke badan air/sungai dan perairan umum. Logam berat akan terakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup, dan lambat laun akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Dari penelitian di sentra produksi bawang merah di Brebes dan Tegal, diperoleh informasi bahwa kandungan logam berat Plumbum (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalam tanaman sudah cukup tinggi, melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh
71
Departemen Kesehatan. Kandungan Pb dan Cd dalam tanaman bawang merah masingmasing berkisar 0,41-5,71 ppm dan 0,05-0,34 ppm. Menurut kriteria Ditjen POM Depkes, nilai ambang batas logam berat Pb adalah 0,20 ppm dan menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) nilai ambang batas logam Cd dalam kelompok sayuran adalah 0,05 ppm. Dengan mengacu pada kriteria di atas maka sebagian besar tanaman bawang merah sudah mengandung Pb di atas ambang batas, sedangkan untuk kandungan Cd semua tanaman bawang merah sudah di atas ambang batas. Indikasi kemungkinan adanya Pb di dalam pestisida diduga pada bahan pestisida sendiri dimungkinkan mengandung logam berat Pb, karena bahan baku pestisida berasal dari pengeboran minyak bumi. Pestisida cair dibuat dengan melarutkan bahan aktif dengan pelarut xylene, naftalen dan kerosen. Formulasi pestisida dalam bentuk padat dibuat dari bahan aktif dihaluskan kemudian dicampur dengan bahan pembawa inert misal tepung kaolin, pasir, kapur atau tanah liat. Bahan-bahan yang berasal dari minyak bumi, pelarut dengan menggunakan kerosen atau minyak tanah merupakan hasil penyulingan minyak mentah dan zat pembawa misal kaolin, kapur, pasir dan tanah liat yang dicampurkan dalam formulasi pestisida, dimungkinkan mengandung logam berat Pb. Hasil penelitian Karyadi, tentang akumulasi logam berat Pb sebagai residu pada lahan pertanian, studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang, diketahui bahwa pada beberapa pestisida mengandung logam berat Pb yaitu Antracol 70 WP, Dithane M 45 80 WP, Furadan 3G, Goal 240 EC, Buldog 25 EC, Hostathion 200 EC, dan Profile 430 EC. Kadar Pb yang terendah terdapat pada Goal 240 EC sebesar 0,87 mg/kg dan
Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini kadar Pb yang tertinggi terdapat pada Dithane sebesar 19,37 mg/kg. Kecamatan Kersana, merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Brebes yang mengandalkan komoditas di bidang pertanian, seperti padi, bawang merah, jagung, kacang hijau dan cabai. Pada umumnya petani di daerah tersebut menggunakan pestisida dengan mencampurkan 3-5 jenis pestisida, dengan frekuensi menyemprot hampir setiap hari, terutama pada musim penghujan. Produktivitas tertinggi adalah pada tanaman bawang merah, yaitu sebesar 84,4 kuintal/ hektar. Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan logam berat Pb yang terdapat dalam pestisida dengan dampak negatif jangka panjang adalah Wanita Usia Subur (WUS) yang tinggal di daerah pertanian. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) jumlah perempuan yang terlibat di sektor pertanian meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah tenaga kerja perempuan dalam sektor pertanian mengalami peningkatan hampir empat kali lipat dari tahun 1960 sebanyak 7,43 juta menjadi 20,82 juta orang pada tahun 2000. Studi pendahuluan pada WUS di Desa Limbangan, Kecamatan Kersana, tanggal 22 Maret 2009, diperoleh hasil 80% WUS ikut serta dalam kegiatan pertanian. Keikutsertaan WUS dalam kegiatan di bidang pertanian, antara lain seperti “ngoleh” atau mencampur bibit tanaman bawang merah dengan fungisida, menanam bibit bawang merah, “nguleri” atau mencari hama, membuang rumput dari tanaman, menyiram tanaman, memupuk tanaman dan memanen, “mbodoli” atau melepaskan bawang merah dari tangkainya serta mencuci peralatan penyemprot dan pakaian yang dipakai untuk menyemprot. Keterlibatan WUS dalam kegiatan pertanian tersebut menyebabkan
WUS dapat terpajan logam berat Pb yang terkandung dalam pestisida, dan dalam jangka waktu yang panjang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Timbal dapat menembus jaringan plasenta sehingga menyebabkan kelainan pada janin, peningkatan kasus infertilitas, abortus spontan, gangguan haid dan bayi lahir mati, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kadar Pb dalam darah WUS yang terlibat dalam kegiatan pertanian dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya pajanan logam berat Pb dalam darah WUS tersebut. Metabolisme Timbal (Pb) dalam Tubuh Pb masuk dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan yang merupakan jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorsi Pb udara pada saluran pernafasan ± 40% dan pada saluran pencernaan ± 5-10%, kemudian Pb di distribusikan ke dalam darah ± 95% terikat pada sel darah merah, dan sisanya terikat pada plasma. Sebagian Pb di simpan pada jaringan lunak dan tulang. Ekskresi terutama melalui ginjal dan saluran pencernaan. Menurut World Health Organization (WHO) paparan timbal yang diperkenankan bagi pekerja laki-laki adalah 40 µg/dL dan bagi pekerja perempuan adalah 30 µg/dL. Absorbsi Timbal (Pb) dalam Tubuh Pajanan timah hitam (Pb) dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan umum, dan lingkungan kerja yang tercemar Pb. Pajanan non occupational biasanya melalui tertelannya makanan dan minuman yang tercemar Pb. Pajanan occupasional melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan terutama oleh Pb karbonat dan Pb sulfat. Masukan Pb 100-350 mg/hari dan 20 mg diabsorbsi melalui inhalasi uap Pb dan partikel dari udara lingkungan kota yang tercemar.
72
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 Timah hitam dan senyawanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Bahaya yang ditimbulkan oleh udara tergantung oleh ukuran partikelnya. Partikel yang lebih kecil dari 10 mg dapat tertahan di paru-paru, dan partikel yang lebih besar mengendap di saluran nafas bagian atas. Distribusi dan Penyimpanan Timbal (Pb) dalam Tubuh Timah hitam yang diabsorsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh, sebanyak 95% Pb dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam keseimbangan dengan pool Pb tubuh lainnya, yang dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sumsum tulang, sistim saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi). Gigi dan tulang panjang mengandung Pb yang lebih banyak dibandingkan tulang lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu - abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan ciri khas keracunan Pb. Pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak, dan kulit. Timah hitam yang ada di jaringan lunak bersifat toksik. Ekskresi Timbal (Pb) dalam Tubuh Sebagian besar Pb diekskresikan melalui urin dan feces, dan sebagian kecil diekskresikan melalui keringat dan rambut. Persentase Pb yang dikeluarkan tergantung dari absorbsi, umur, makanan yang di konsumsi, dan variabel lainnya. Ekskresi Pb melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi Pb melalui urin sebanyak 75–80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut, dan kuku.
73
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode survey analytical, yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional, yaitu suatu penelitian di mana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama. Populasi target dalam penelitian ini adalah semua WUS dengan kisaran usia 1735 tahun, yang bertempat tinggal di empat desa terpilih di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes. Keempat desa dipilih secara purposive dengan pertimbangan tingkat pemakaian pestisida yang tertinggi dibanding desa lainnya (data Dinas Pertanian dan Kantor Kecamatan Kersana). Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah seluruh WUS yang terpilih dari tahap screening pada penelitian tersebut, yaitu 216 WUS dari 4 desa terpilih. Teknik pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling (judgmental sampling). Pemilihan sampel secara purposive sampling dilakukan dengan memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif peneliti dan diperoleh sampel sebanyak 89 orang. Variabel bebas dari penelitian ini adalah keterlibatan WUS dalam kegiatan pertanian, masa kerja WUS dalam kegiatan pertanian, kadar Pb dalam air sumur, kadar Pb dalam bawang merah, penggunaan kertas koran sebagai pembungkus makanan. Variabel terikat adalah kadar Pb dalam darah. Data dikumpulkan dengan dua metode, yakni wawancara menggunakan kuesioner terstruktur untuk data tentang karakteristik subjek dan keterlibatan WUS dalam kegiatan pertanian, masa kerja, penggunaan kertas koran dan plastik sebagai pembungkus makanan. Kadar Pb dalam air sumur warga,
Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini kadar Pb dalam bawang merah dan kadar Pb dalam darah WUS diuji di laboratorium. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penggunaan Pestisida di Kecamatan Kersana Hasil wawancara dan pengamatan pada petani bawang merah di Kecamatan Kersana, diketahui hampir semua petani menggunakan pestisida mulai dari “ngoleh” yaitu mencampur bibit bawang merah dengan fungisida, setelah usia tanaman 1 minggu sampai mendekati panen selalu dilakukan penyemprotan dengan pestisida, frekuensi menyemprot hampir setiap hari, terutama pada musim penghujan, supaya hasil panen yang diperoleh banyak dan kualitasnya bagus. Petani satu dengan petani lainnya, jenis dan jumlah pestisida yang digunakan berbedabeda, dan pada umumnya menggunakan campuran 3-7 jenis pestisida, seperti terlihat dalam tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, diketahui beberapa
jenis pestisida yang digunakan oleh petani di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes yaitu Antracol 70 WP, Buldok 25 EC dan Dithane M-45 serta yang berbahan aktif Propineb 70 %, Mankozeb dan Profenofos diketahui mengandung logam berat Pb. Berdasarkan hasil observasi di lapangan dan wawancara dengan petani di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes diketahui bahwa penggunaan pestisida oleh petani di dalam budidaya sayuran, khususnya pada bawang merah dan cabe sebagai komoditas bernilai ekonomis tinggi sangat intensif dan diberikan dalam takaran tinggi, hal ini bertujuan untuk menjamin keberhasilan produk hasil pertanian tersebut. Antara petani satu dengan petani lainnya jumlah dan jenis pestisida yang digunakan tidak sama, karena banyaknya jenis dan merek pestisida yang ada di pasaran. Hasil penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian menunjukkan 30-50% dari total biaya produksi hortikultura digunakan untuk pestisida.
Tabel 1. Daftar Jenis Pestisida yang Banyak Digunakan oleh Petani di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009 Nama Pestisida Jenis Pestisida Dursban 20 EC Insektisida Antracol 70 WP*) Fungisida Buldok 25 EC*) Insektisida Prevaton Insektisida Bamex 18 EC Insektisida Dithane M-45*) Fungisida Regent 0.3 G / 50 SC Insektisida Curacron 500 EC Insektisida Dupon Insektisida Agrimec 18 EC Insektisida Besmor 200 AS Surfaktan Decis 2,5 EC Insektisida Prego 20 EC Insektisida Callicron 500 EC Insektisida Rampage 100 EC/100 SC Insektisida Trigard 75 WP Insektisida Marshal 200 EC Insektisida Polaram 80 WP Fungisida Baycarb 500 EC Insektisida *) Mengandung unsur logam berat Pb
Bahan Aktif Klorpirifos Propineb 70 %*) Beta siflutrin Klorantranilliprol Abamectin Mankozeb*) Fipronil Profenofos 500 g/l*) Klorantanilliprol Abamectin 18,4 g/l Poli oksi etilen alkyl eter Deltametrin 2,5 g/l Permetrin Profenofos*) Klorfenapir Siromazin Karbosulfan Mankozeb*) Fenobukarb
74
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 Penggunaan pestisida yang intensif dapat meninggalkan residu di dalam tanah dan tanaman, bahkan dapat masuk ke dalam tubuh hewan, ikan atau biota air lainnya. Pestisida dengan paruh waktu degradasi yang lama dapat membahayakan kesehatan manusia dan mahluk hidup yang mengkonsumsi produk yang mengandung residu pestisida tersebut. 2. Residu Plumbum (Pb) di Lingkungan Residu logam berat Pb di lahan pertanian selain berasal dari pestisida, kemungkinan juga dapat berasal dari residu pupuk fosfat. Penggunaan pupuk phosphat yang digunakan dalam budidaya pertanian dapat menyebabkan pencemaran pada tanah, karena pupuk tersebut mengandung logam berat Pb 40-20.000 mg/kg. Dalam pertumbuhannya tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah termasuk logam berat Pb, sehingga produk atau hasil pertanian dapat mengandung logam berat Pb. Pengukuran kadar logam berat Pb dalam bawang merah yang dihasilkan dari 3 lahan pertanian di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes mempunyai kisaran antara 0,16-0,20 ppm. Menurut kriteria Ditjen POM Depkes, nilai ambang batas logam berat Pb adalah 0,20 ppm, sehingga dapat disimpulkan residu logam berat Pb dalam bawang merah di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes cenderung kurang aman karena mendekati batas kritis yang ditetapkan oleh Ditjen POM
Depkes. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat di sentra produksi bawang merah di Brebes dan Tegal, diperoleh informasi bahwa kandungan logam berat Plumbum (Pb) dan Cadmium (Cd) di dalam tanaman sudah cukup tinggi, melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Kondisi seperti ini akan berdampak buruk terhadap kesehatan petani dan konsumen. Sampai saat ini belum ada nilai ambang batas konsentrasi logam berat di dalam tanah yang aman bagi produk pertanian yang dihasilkan, sehingga sekecil apapun konsentrasi logam berat baik dalam tanah maupun dalam produk/hasil pertanian harus mendapat perhatian yang serius. Selain itu pestisida yang dilepaskan ke lingkungan juga akan menurunkan kualitas tanah dan air tanah yang ada disekitarnya. Hasil pengukuran pada 12 sampel air bersih yang bersumber dari air sumur gali, sumur pompa tangan dan sumur jet pump di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes diketahui mempunyai kadar Pb dalam air < 0,030 ppm, kriteria menurut Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990, baku mutu kadar Pb dalam air bersih adalah 0,05 mg/L, sehingga dapat disimpulkan kualitas sumber air bersih ditinjau dari kadar logam berat Pb masih aman untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan Pb mempunyai sifat yang sulit larut dalam air dingin dan air panas. Timbal
Tabel 2. Hubungan Keterlibatan WUS dalam Kegiatan Pertanian dengan Kadar Pb dalam Darah pada WUS di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009
Ya (n = 67) Tidak (n = 22)
Kadar Pb dalam Darah (µgr/ml) > 23,86 ≤ 23,86 (Tinggi) (Rendah) n % n % 39 58,2 28 41,8 7 31,8 15 68,2
Total
46
Keterlibatan WUS dalam Kegiatan Pertanian
*)
75
Uji Chi-Square
51,7
43
48,3
p
RP
IK 95%
0,057*)
1,8
0,9 - 3,5
Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kadar timbal di dalam air relatif sedikit. 3. Kadar Plumbum (Pb) dalam Darah WUS Dari hasil penelitian diketahui kadar Pb dalam darah pada WUS di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes mempunyai nilai rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ml, dengan kisaran 6,97 – 55,05 µgr/ml. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar Pb dalam darah pada WUS sebanyak 78 orang (87,6%) termasuk dalam kategori normal (<40 µgr/ml) dan 11 orang (12,4%) termasuk dalam kategori masih dapat ditoleransi (40–80 µgr/ml). Kadar Pb darah WUS belum ada yang melebihi ambang batas, masih dalam batas dapat ditoleransi oleh tubuh, sehingga digunakan titik potong berdasarkan Receiver Operating Characteristic (ROC) dan diperoleh hasil WUS dengan kadar Pb > 23,86 µg/ml (kategori “tinggi”) adalah 46 orang (51,7%) dan WUS dengan kadar Pb dalam darah d” 23,86 µg/ml (kategori “rendah”) adalah 43 orang (48,3%). Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam berat Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya
Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Bentuk-bentuk kimia dari persenyawaan Pb, merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa Pb organik relatif lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau lapisan kulit, bila dibandingkan senyawa-senyawa Pb an-organik. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak atau lemak. Namun hal itu bukan berarti semua senyawa Pb dapat diserap oleh tubuh, melainkan hanya sekitar 5-10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah yang terserap itu, 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urin dan feces. 4. Hubungan Keterlibatan WUS dalam Kegiatan Pertanian dengan Kadar Pb dalam Darah Berdasarkan Tabel 2, diketahui dari 67 WUS yang terlibat dalam kegiatan pertanian terdapat 39 (58,2%) WUS dengan kadar Pb
Tabel 3. Distribusi Jenis-Jenis Kegiatan WUS dalam Pertanian di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009 Jenis-Jenis Kegiatan WUS dalam Pertanian Membantu menyiapkan pestisida Membantu mencampur pestisida Membantu menyemprot Memberantas hama ‘nguleri’ Membantu memanen Melepaskan bawang dari tangkainya Mencuci peralatan menyemprot Mencuci pakaian menyemprot Memupuk tanaman Mencabut rumput Menyiram tanaman Menanam
Frekuensi (dari 67 WUS) 3 4 3 50 52 50 11 43 30 37 4 12
% 4,5 6,0 4,5 74,6 77,6 74,6 16,4 64,2 44,8 55,2 6,0 17,9
76
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 dalam darah kategori tinggi, proporsinya lebih besar dibandingkan 22 WUS yang tidak terlibat dalam kegiatan pertanian terdapat 7 (31,8%) WUS dengan kadar Pb dalam darah kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji Chisquare diperoleh nilai p = 0,057, berarti belum cukup bukti untuk menyimpulkan adanya hubungan antara keterlibatan WUS dalam kegiatan pertanian dengan kadar Pb dalam darah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keterlibatan WUS dalam kegiatan pertanian tidak membuat WUS secara langsung terpajan logam berat Pb (yang dimungkinkan terdapat dalam pestisida). Kegiatan terbanyak yang dilakukan WUS adalah membantu memanen (77,6%) dimana pada saat itu sudah tidak dilakukan penyemprotan dan melepaskan bawang merah dari tangkainya (74,6%) yang biasanya dilakukan di rumah sehingga jauh dari pajanan pestisida. 5. Hubungan Masa Kerja WUS dalam Kegiatan Pertanian dengan Kadar Pb dalam Darah Dosis yang besar dan lama pajanan dapat menimbulkan efek yang berat dan bisa berbahaya. Dosis ditentukan oleh konsentrasi dan lamanya pajanan seperti jumlah jam kerja dan waktu kerja. Inhalasi adalah jalur utama pajanan Pb. Konsentrasi Pb dalam darah meningkat dengan segera ketika Pb terhirup
saat bernafas, bertambah secara berangsurangsur, dan memiliki waktu paruh di dalam darah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pajanan yang besar akan meningkatkan level konsentrasi dalam beberapa jam. Berdasarkan Tabel 4, diketahui dari 46 WUS dengan masa kerja > 8,5 tahun terdapat 30 (65,2%) WUS dengan kadar Pb dalam darah kategori tinggi, proporsinya lebih besar dibandingkan dengan WUS yang mempunyai masa kerja < 8,5 tahun hanya terdapat 16 (37,2%) WUS dengan kadar Pb dalam darah kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji Chisquare diperoleh nilai p = 0,015 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara masa kerja dalam kegiatan pertanian dengan kadar Pb dalam darah, dengan RP 1,8, yang berarti WUS dengan masa kerja > 8,5 tahun mempunyai risiko 1,8 kali lebih besar untuk mempunyai kadar Pb dalam darah kategori tinggi dibandingkan WUS dengan masa kerja < 8,5 tahun. 6. Hubungan Penggunaan Kertas Koran Sebagai Pembungkus Makanan dengan Kadar Pb dalam Darah Salah satu jalan masuknya (portal entry) logam berat Pb adalah melalui mulut. Penggunaan kertas koran sebagai pembungkus makanan, dimungkinkan akan menyebabkan migrasinya logam berat Pb
Tabel 4. Hubungan Masa Kerja WUS dalam Kegiatan Pertanian dengan Kadar Pb dalam Darah pada WUS di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009 Masa Kerja WUS dalam Kegiatan Pertanian (tahun)
Kadar Pb dalam Darah (µgr/ml) > 23,86 ≤ 23,86 (Tinggi) (Rendah) n % n %
> 8,5 (n = 46)
30
65,2
16
34,8
≤ 8,5 (n = 43)
16
37,2
27
62,8
Total
46
51,7
43
48,3
*)
77
Uji Chi-Square
p
RP
IK 95%
0,015*)
1,8
1,1-2,7
Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini yang berasal dari tinta yang digunakan ke dalam makanan yang dibungkus. Berdasarkan Tabel 5, diketahui dari 80 WUS yang pernah menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan terdapat 44 (55,0%) WUS dengan kadar Pb dalam darah kategori tinggi, prosentasenya lebih besar daripada WUS yang tidak pernah menggunakan kertas koran, hanya 2 (22,2%) WUS dengan kadar Pb dalam darah kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p = 0,083, yang berarti belum cukup bukti adanya hubungan antara penggunaan kertas koran sebagai pembungkus makanan dengan kadar Pb dalam darah. Jika dilihat apakah terdapat perbedaan rerata kadar Pb dalam darah antara WUS yang menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan dengan WUS yang
tidak pernah menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan, maka berdasarkan hasil uji Independent Sample Test pada Tabel 6. diperoleh nilai p = 0,019, dengan perbedaan rerata (mean difference) = 10,2 dan IK 95% = 1,72 – 18,68, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata kadar Pb dalam darah yang bermakna antara WUS yang menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan dengan WUS yang tidak pernah menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan. Pengemasan makanan menggunakan kertas koran bekas memungkinkan terjadinya migrasi logam berat Pb dari tinta koran menuju makanan. Berdasarkan hasil penelitian, kadar Pb yang bermigrasi ke dalam makanan/minuman sebesar 0,171 ± 0,02 ppm, dengan kecepatan reaksi pelepasan Pb sebesar 5,56 x 10-5 pbj/jam.
Tabel 5. Hubungan Penggunaan Kertas Koran sebagai Pembungkus Makanan dengan Kadar Pb dalam Darah Pada WUS di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009
Pernah (n=80) Tidak Pernah (n=9)
Kadar Pb dalam Darah (µgr/ml) > 23,86 ≤ 23,86 (Tinggi) (Rendah) n % n % 44 55,0 36 45,0 2 22,2 7 77,8
Total
46
Penggunaan Kertas Koran sebagai Pembungkus Makanan
*)
51,7
43
p
RP
IK 95%
0,083*)
2,5
0,7 - 8,5
48,3
Uji Fisher’s Exact
Tabel 6. Perbedaan Rerata Kadar Pb dalam Darah antara WUS yang Menggunakan Kertas Koran sebagai Pembungkus Makanan dengan yang Tidak Menggunakan Kertas Koran sebagai Pembungkus Makanan di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes Tahun 2009 Penggunaan Kertas Koran Rerata sebagai Pembungkus Makanan Pernah (n = 80) 26,58 Tidak Pernah (n = 9) 16,38 *) Uji Independent Sample Test
SB
p
Perbedaan Rerata
IK 95%
12,47 7,97
0,019*)
10,2
1,72 – 18,68
78
JURNAL VISIKES - Vol. 9 / No. 2 / September 2010 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada hasil penelitian “FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Kadar Pb dalam darah pada Wanita Usia Subur di Daerah Pertanian”, maka dapat disimpulkan: 1. Kadar Pb dalam bawang merah di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes mendekati ambang batas kritis (berkisar antara 0,16 – 0,20 mg/kg). 2. Kadar Pb dalam air sumur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes masih dalam batasan aman untuk dikonsumsi (< 0,03 mg/L). 3. Wanita Usia Subur di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes mempunyai kadar Pb dalam darah masih dalam batas dapat ditoleransi (rerata 25,55 ± 12,45 µgr/ ml). 4. Masa kerja WUS dalam kegiatan pertanian berhubungan dengan kadar Pb dalam darah (p=0,015; RP=1,8; IK 95%=1,1-2,7). Saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan hasil penelitian di atas adalah upaya penggunaan pupuk dan pestisida nabati (ramah lingkungan) sebagai alternatif pengganti pupuk dan pestisida kimia, sehingga tidak meninggalkan residu di lingkungan dan pajanan bagi tubuh manusia dan bagi WUS yang terlibat dalam kegiatan pertanian disarankan untuk selalu menggunakan alat pelindung diri berupa masker serta WUS yang merencanakan untuk hamil atau sedang hamil untuk sementara waktu tidak melakukan kegiatan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Nurjaya, Zihan E., Saeni S. Pengaruh amelioran terhadap kadar Pb tanah, serapannya serta hasil tanaman bawang merah pada inceptisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 8, Nomor 2: 110–119, 2006. Undang K., Husen S., Rasti S., Nurjaya. Teknologi pengendalian pencemaran lahan sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Pencemaran Agrokimia Perlu Diwaspadai. Kasumbogo U. Pengantar analisis ekonomi pengelolaan hama terpadu. Andi Offset. Yogyakarta. 1984. Karyadi. Akumulasi logam berat Pb sebagai residu pestisida pada lahan pertanian (studi kasus pada lahan pertanian bawang merah di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal) (Tesis). 2005. Profil daerah Kabupaten Brebes Tahun 2002 – 2006. Palar H. Pencemaran dan toksikologi logam berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 2004; 74-93. Wahyu W, Astiana S, Raymond J. Efek toksik logam, pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Penerbit Andi offset. Yogyakarta. 2008; 109-110. Sudarmaji, Mukono, P Corie. Toksikologi logam berat B3 dan dampak terhadap kesehatan. Jurnal Kesehatan lingkungan. Januari 2006; Vol.2 No.2; 129-142. Wisnu A.W. Dampak pencemaran lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2004; 85.
79
Kadar Plumbum (Pb) Dalam Darah... - Eko Hartini Effendi H. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 2003; 189-191. Saryan, L.A, Zenz.C. Lead its compounds, Occupational Medicine, 3th Ed. London. Mosby. p. 56-539, 1994. Denny A. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah masyarakat yang terpanjan timbal (Plumbum). Jurnal Kesehatan Lingkungan. Juli 2005; Vol. 2, No. 1: 67-76.
Sudigdo S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto. Jakarta. 2008. Dahlan S. Penelitian diagnostik. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2005. Dahlan S. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan uji hipotesia dengan menggunakan SPSS program 12 jam. PT.Arkans. Jakarta. 2004. Dahlan S. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Sagung Seto. Jakarta. 2008.
Internasional Programme on Chemical Safety. Biological monitoring of chemical exposure in the work place guidelines. Vol.3 WHO. Geneva.1996. U.S. Deparment of Health and Human Services, Public Health Service, Toxicological profile for lead, Agency for Toxic Substances and Disease Registry, p: 89-94, August. 2007. Hardiono. Pengaruh timbal terhadap kesehatan pekerja. Majalah Kesehatan Masyarakat. DEPKES RI No.62. Jakarta. 2000. Ariens, EJ. Mutscher,E. Simois,AM. Toksikologi umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 1986. Watik, P. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Raja Grafindo. Jakarta.1995. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2005.hal:145. Dahlan S. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2009.
80