PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE TPS (Penelitian Kuasi Eksperimen di SMP Karya Pakuan Tamansari Bogor )
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh IWAN SASMITA NIM: 104016100407
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
ABSTRAK
IWAN SASMITA (104016100407). “ Perbandingan Hasil Belajar Biologi antara Siswa yang Belajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Tipe Think-Pair-Share”. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe Think-PairShare. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Karyapakuan Tamansari Bogor, pada bulan Juli sampai Agustus 2010. Metode Penelitian yang digunakan metode kuasi eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan sample random. Sampel Penelitian berjumal 32 orang siswa kelas IX.A sebagai kelas eksperimen Jigsaw dan 32 orang siswa sebagai kelas eksperimen Think-Pair-Share. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar dan lembar tanggapan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan TPS, hasilnya menunjukan bahwa kelompok jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelompok Think-Pair-Share yang ditunjukan oleh hasil perhitungan uji t, nilai thitung sebesar 2,26, ternyata lebih lebih besar dari ttabel sebesar 2,00. Ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf signifikansi α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar biologi yang menggunakan tipe jigsaw dengan siswa yang menggunakan tipe Think-Pair-Share.
Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif, Hasil Belajar Siswa, Tipe Jigsaw, Tipe Think-Pair-Share.
i
ABSTRACT IWAN SASMITA (104016100407). "Comparation of Achievement Student Biology Through Cooperative Learning Jigsaw Type by Think-Pair-Share Type". Thesis Biology Education Studies Program, Department of Natural Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2010. This research aims to determine differences in the results of learning biology by using cooperative learning jigsaw type and type of Think-Pair-Share. The research was conducted in Bogor SMP Karyapakuan Tamansari , in July and August 2010. Methods The research used a quasi experimental method and sampling using a random sample. The research sample amounted to 32 people graders Jigsaw IX.A as experimental class and 32 students as an experimental class Think-Pair-Share. The research instrument used is the result of the test instrument to learn and share student responses to the cooperative learning jigsaw type and Think-Pair-Share, the results showed that the group jigsaw better than the Think-Pair-Share is shown by the calculation results of t test, t count value of 2.26 , turns out to be larger than t table at 2.00. This means that Ho refused and Ha is accepted at significance level α = 0.05. So we can conclude that there are biological differences in learning outcomes using a type of jigsaw with students who use this type of Think-Pair-Share.
Keywords: Cooperative Learning, Student Learning Outcomes, Type,Think-Pair-share Type.
ii
Jigsaw
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berbagai macam rahmat dan nikmat-Nya, yang dengan itu semua akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah bidang pendidikan dalam bentuk skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, para Anbiya, keluarga, para sahabat, dan umat-Nya yang tetap istiqomah dalam syariat-Nya. Skripsi ini merupakan salah satu karya ilmiah bidang pendidikan yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pendidikan oleh mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah pada kesempatan pengantar ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA. 3. Ibu Nengsih Juanengsih, M. Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA. 4. Bapak Prof. Dr. Aziz Fahrurozi, MA., sebagai dosen pembimbing satu skripsi atas segala kesabaran, perhatian, dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd., sebagai dosen pembimbing dua skripsi atas segala kesabaran, perhatian, dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen, atas ilmu, pengalaman, dan bimbingannya selama penulis mengikuti perkuliahan di Jurusan Pendidikan IPA. 7. Kepala SMP Karyapakuan Dedi Mulyadi, S.Pd., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penelitian skripsi ini, Dra. Sri Wakhnuritin yang
iii
memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian, dan staf pengajar, serta siswa-siswa SMP Karyapakuan atas kerjasamanya dalam pengajaran penelitian skripsi ini. 8. Orang tua (Bapak dan Ibu tercinta) penulis yang telah memberikan segenap kasih sayang dan do’a-do’anya untuk kesuksesan penulis. Kakak dan adikadikku tercinta yang memberikan dorongan materil, spiritual, dan moril demi terselesaikannya skripsi ini. 9. KH. Bahrudin, S.Ag., Pimpinan Pondok Pesantren Darel-Hikam Pondok Ranji Ciputat yang telah membimbing dan memberikan ilmu-ilmu agamanya semoga bermanfaat dunia dan akhirat. 10. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan pendidikan biologi angkatan 2004, semua pihak yang berperan dalam penulisan skripsi ini, dan santriawan dan santriawati di Pondok Pesantren Darel-Hikam. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas amal kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda dan mengampuni kesalahan yang telah diperbuat. Amin! Semoga hasil karya ilmiah (skripsi) ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya, dan memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan.
Jakarta, November 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................... v DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5 D. Perumusan Masalah....................................................................... 5 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Konstruktivisme a. Pengertian Pembelajaran Kontruktivisme ......................... 7 b. Tujuan dan Karakteristik Kontruktivisme ......................... 9 c. Kelebihan Kontruktivisme............................................... 12 2. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif................................. 13 b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ...................................... 15
v
c. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional .... 16 d. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif .............................. 18 e. Tipe Jigsaw ...................................................................... 19 f. Tipe Think-Pair-Share ..................................................... 21 3. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar ............................................................ 22 b. Jenis-jenis Belajar ............................................................ 24 c. Hasil Belajar .................................................................... 28 d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar .............. 30 B. Penelitian yang Relevan.................................................................. 34 C. Kerangka Pikir................................................................................ 35 D. Pengajuan Hipotesis Penelitian ....................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................ 38 B. Metode dan Desain Penelitian ....................................................... 38 C. Popullasi dan Sampel .................................................................... 39 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 39 E. Instrumen Penelitian...................................................................... 40 F. Kalibrasi Instrumen ....................................................................... 42 G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 46 H. Hipotesis Statistik.......................................................................... 50
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Hasil Pretest........................................................................... 51 2. Hasil Posttest ......................................................................... 52 3. Normal Gain .......................................................................... 53 B. Ananlisis Data 1. Uji Normalitas ....................................................................... 54 2. Uji Homogenitas .................................................................... 55
vi
3. Uji Hipotesis Statistik ............................................................ 57 4. Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan TPS.............................................................. 58
C. Pembahasan .................................................................................. 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... 64 B. Saran............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 69
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 : Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional ..................... 16 Tabel 2.2 : Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ....................................... 18 Tabel 2.3 : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ............................... 34 Tabel 3.1 : Desain Penelitian............................................................................... 38 Tabel 3.2 : Langkah-langkah Pengumpulan Data ................................................ 40 Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Uji Instrumen Tes............................................................... 41 Tabel 3.4 : Kriteria Normal Gain......................................................................... 46 Tabel 4.1 : Pemusatan dan Pengukuran Data Pretest ........................................... 51 Tabel 4.2 : Pemusatan dan Pengukuran Data Posttest .......................................... 52 Tabel 4.3 : Nilai Normal Gain Kelompok Jigsaw dan TPS .................................. 53 Tabel 4.4 : Hasil Uji Normalitas Pretest Kelompok Jigsaw dan TPS .................. 54 Tabel 4.5 : Hasil Uji Normalita Posttest Kelompok Jigsaw dan TPS ................... 55 Tabel 4.6 : Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelompok Jigsaw dan TPS................ 56 Tabel 4.7 : Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Jigsaw dan TPS .............. 56 Tabel 4.8 : Hasil Uji “t” Pretest, posttest dan N-Gain.......................................... 57 Tabel 4.9 : Hasil Tentang Respon Siswa Terhadap Jigsaw ................................ 58 Tabel 4.10 : Hasil Tentang Respon Siswa Terhadap TPS .................................... 59
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 : Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw .................................. 19 Gambar 4.1 : Diagram Batang Frekuensi Kategori N-Gain Kelas Jigsaw dan TPS......................................................................... 52
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tipe Jigsaw dan TPS.............. 68 Lampiran 2 : Lembar Kerja Siswa Kelompok Jigsaw dan TPS ........................... 111 Lampiran 3 : Uji Coba Tes Hasil Belajar pada Konsep Sistem ekskresi Pada Manusia ........................................................ 117 Lampiran 4 : Lembar Tanggapan Siswa Terhadap Tipe Jigsaw dan TPS ............. 124 Lampiran 5 : Perhitungan Validitas Insrtumen Tes Uji Coba............................... 126 Lampiran 6 : Perhitungan Realibilitas Instrumen Tes Uji Coba ........................... 127 Lampiran 7 : Taraf Kesukaran dan Daya Beda Instrumen Tes Uji Coba ............ 128 Lampiran 8 : Rekapitulasi Kalibrasi Instrumen.................................................... 129 Lampiran 9 : Skor Posttest Kelompok TPS ......................................................... 130 Lampiran 10 : Skor Posttest Kelompok Jigsaw ................................................... 131 Lampiran 11 : Perhitungan Distribusi Frekuensi mean, median, modus, standar deviasi dan varians ........................................................................ 132 Lampiran 12 : Uji Normal Gain Kelompok Jigsaw dan TPS................................ 144 Lampiran 13 : Uji Normalitas Pretest dan Posttest Kelompok Jigsaw dan TPS ... 146 Lampiran 14 : Uji Homogenitas Kelompok Jigsaw dan TPS ............................... 154 Lampiran 15 : Uji Hipotesis Pretest Kelompok Jigsaw dan TPS .......................... 156 Lampiran 16 : Uji Hipotesis Posttest Kelompok Jigsaw dan TPS ........................ 158 Lampiran 17 : Uji Hipotesis Normal Gain Kelompok Jigsaw daan TPS............... 160
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi salah satu cita-cita dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Cita-cita ini ditindaklanjuti dengan menempatkan pendidikan sebagai sektor pembangunan yang sangat penting
dan
selalu
memperoleh
prioritas
dalam
program-program
pembangunan yang dirancang pemerintah. Sangat wajar jika bidang pendidikan mendapatkan perhatian maksimal dari kita semua. Hal ini mengingat ranah pendidikan menjadi jantung bagi kehidupan sebuah bangsa. Maju mundurnya sebuah bangsa sangat ditentukan dengan berhasil tidaknya bangsa itu dalam mendidik warganya. Jika pendidikan yang dilakukan berhasil niscaya sebuah bangsa akan maju, jika pendidikan yang dilakukan gagal niscaya bangsa itu akan mengalami kemandekan atau kegagalan. Proses pembelajaran merupakan bagian dari sistem pendidikan. Harold Spear dalam Martinis Yamin mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru.1 Belajar menghasilkan perubahan perilaku dalam diri individu sebagai akibat interaksi individu dengan individu lainnya atau dengan lingkungannya. Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membimbing siswa dalam kegiatan belajar dalam hal ini guru berperan untuk mengorganisasikan lingkungan yang berhubungan dengan anak didik dan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian tujuan belajar. Belajar-mengajar adalah suatu kegiatan edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa. Interaksi tersebut terjadi karena kegiatan belajar mengajar diarahkan untuk mencapai tujuan 1
Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: GP Press, 2004),
hal 99.
1
2
tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Rumusan tersebut dibuat untuk menuju perubahan pada diri siswa secara terencana dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri (belajar untuk belajar). Dalam arti yang lebih subtansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya. 2 Proses pembelajaran biologi berlangsung di sekolah saat ini masih banyak didominasi oleh guru, dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan. Dalam proses pembelajaran ini metode ceramah menjadi pilihan utama strategi pembelajaran. Pola pembelajaran yang dilakukan, diawali penjelasan singkat materi oleh guru dilanjutkan dengan pemberian contoh soal, dan diakhiri dengan latihan soal. Pola ini dilakukan secara monoton dari waktu ke waktu. Dalam pembelajaran ini, konsep yang diterima siswa hampir semuanya berasal dari “kata guru”. Di pihak lain secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran
yang
didominasi
oleh
pembelajaran
tradisional.
Pada
pembelajaran ini suasa kelas cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif.3
2 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berioentasi Konstruktivisme, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), Cet. Ke-1, hlm. 1 3 Ibid,.
3
Dalam dunia pendidikan saat ini, peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam penguasaan materi maupun metode pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dalam penyusunan berbagai macam skenario kegiatan pembelajaran di kelas. Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan. Kelas yang bernuansa interaktif ini terdapat pada pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif
(cooperative
learning)
merupakan
pendekatan dalam proses belajar mengajar yang berbasis kelompok. Model pembelajaran ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman. Pembelajaran ini akan menciptakan siswa untuk berpartisipasi aktif ikut serta secara aktif dan turut serta bekerja sama sehingga antara siswa akan berpikir bersama, berdiskusi bersama, melakukan penyelidikan bersama dan berbuat ke arah yang sama. 4 Pembelajaran kooperatif dapat merangsang siswa supaya lebih bersemangat dalam belajar, jika sistem belajar dalam pembelajaran kooperatif disajikan dengan menarik dan terarah dalam mengkaji sesuatu permasalahan atau materi yang akan disampaikan. Menurut Ibrahim, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun siswa kelompok bawah yang bekerja bersama dalam menyelesaikan tugas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi siswa memperoleh bantuan khusus dari 4
Nurropiq Achmad, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Struktural Tipe NHT (Numbered Head Together) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa, (Surakarta: 2008), hal. 3
4
teman sebaya yang mempunyai orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atas juga akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor memerlukan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.5 Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil, selama bekerja dalam
kelompok,
setiap
anggota
kelompok
berkesempatan
untuk
mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat temannya.6 Kegiatan-kegiatan di dalam pembelajaran biologi merupakan upaya untuk bagaimana siswa dapat memahami konsep-konsep. Pemahaman yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur dengan memberikan tes kepada siswa sehingga perlu diadakan penelitian untuk mencari metode yang efektif dalam proses belajar di kelas sehingga dapat memberikan alternatif pendekatan atau metode yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran biologi dengan kekhususan konsep pada pelajaran biologi. Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian dengan
mengangkat
judul
penelitian.
“PERBANDINGAN
HASIL
BELAJAR BIOLOGI ANTARA SISWA YANG BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DENGAN TIPE TPS”.
5
Zulfah, Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan Dengan Pendekatan Jas Melalui Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-ShareDan Penilaian Autentik Di Smpn 37 Semarang, (Universitas Negeri Semarang:2006), hl. 18 6
Ibid,.hlm 19
5
B. Identifikasi Masalah Bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pendekatan dan metode yang diterapkan masih mengarahkan kepada teacher centered 2. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar 3. Rendahnya hasil belajar siswa
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang luas dan tidak seluruhnya diteliti, maka penelitian hanya dibatasi pada : 1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Think-Pair-Share 2. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif
D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagi berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe ThinkPair-Share 2. Bagaimanakah perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui pendekatan Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Think-Pair-Share.
6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa antara yang menggunakan tipe Jigsaw dengan tipe Think-PairShare Hasil penelitian ini, diharapkan memberikan sejumlah manfaat antara lain: 1. Secara
teoritis/akademis,
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan dan dapat menjadi bahan masukan
bagi mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil
penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak. 2. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi para guru untuk memperbaiki kinerjanya dalam meningkatkan proses belajar mengajar dengan hasil belajar yang lebih maksimal dan sebagai bahan perbandingan metode-metode yang lainnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan kontruktivisme
adalah
pembelajaran
kooperatif,1
relevansi
dari
teori
kontruktivisme, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri yang dicirikan oleh suatu struktur, tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Oleh karena itu pada bab ini penulis akan terlebih dahulu membahas tentang pembelajaran konstruktivisme, pembelajaran kooperatif, tipe jigsaw, tipe ThinkPair-Share, dan hasil belajar biologi 1. Pembelajaran konstruktivisme a.
Pengertian Pembelajaran Konstruktivisme Teori Piaget sebagaimana yang dikutip oleh Zurinal menyatakan
bahwa pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas siswa dalam setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan pengetahuanya sendiri. 2 Teori pembelajaran konstruktivisme (constructivist theories of learning) menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivise, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya. 3 Pembelajaran kontruktivisme adalah siswa
1
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm.41. 2 Zurinal Z, Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), h. 119 3 Trianto, Op Cit,. h. 13
7
8
secara aktif membangun pengetahuan yang telah dimilikinya, pendidik berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Perlakuan dalam hal ini adalah pengajaran dengan model kontruktivisme supaya siswa dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.4 Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah mengenai bagaimana seseorang belajar. 5 Dengan
dasar
itu,
pembelajaran
harus
dikemas
menjadi
proses
mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Konstruktivisme adalah satu pandangan bahwa siswa sendiri pengetahuan bahwa siswa membina sendiri pengetahuan konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan baru.6 Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan : 1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa, 2. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.7 Konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode kontruktivisme, guru tidak dapat mengdoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasanya yang non ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian arsitek 4
Prihatiningsih Nanik, Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Kontruktivisme Dan Pendekatan Ekspositori Pada Pokok Bahasan Lingkaran SiswaKelas Viii Smp N 3 Cepiring, (Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), hlm.2. 5 Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? tersedia: http://www.thirteen.org. 6 Isjoni, Cooperative Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 30-31. 7 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hlm. 109.
9
pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses pembelajaran dapat berlangsung. Beberapa
bentuk
belajar
yang
sesuai
dengan
filosofis
konstruktivisme antara lain diskusi (yang menyediakan kesempatan agar semua peserta didik mau mengungkapkan gagasan), pengujian hasil penelitian sederhana, demonstrasi, peragaan prosedur ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang bagi peserta didik untuk mempertajam gagasanya. Pembelajaran konstruktivisme lebih menekankan keaktifan siswa dalam menemukan pengetahuan baru berdasarkan apa yang dialami oleh siswa dan apa yang telah mereka tahu, meskipun pengetahuannya tersebut belum tentu benar. 8 Pengetahuan yang diperoleh adalah hasil konstruksi siswa, bukan hasil transfer dari orang yang tahu yang mengakibatkan siswa menjadi pasif. b. Tujuan dan Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme Tujuan proses pengajaran dan pembelajaran konstruktivis adalah memungkinkan siswa mendapatkan informasi dalam cara yang membuat informasi tersebut dapat dipahami dan dipergunakan dengan mudah. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1.
Active learning (peserta didik terlibat secara aktif) bukan passive learning (peserta didik sebagai penerima informasi dari guru).
2.
Pembelajaran yang otentik dan sesuai dengan situasi.
3.
Aktivitas siswa harus menarik dan menantang.
4.
Siswa harus menghubungkan informasi baru dengan apa yang telah mereka ketahui.
5.
Siswa harus merefleksikan atau memikirkan apa yang telah mereka pelajari.
6.
Pembelajaran berlangsung dalam masyarakat belajar, yaitu situasi kelompok atau sosial.
8
Trianto, Op Cit,. hlm. 110.
10
7.
Guru tidak memberikan informasi langsung kepada siswa tapi memfasilitasi temuan siswa.
8.
Guru harus memberikan siswa bantuan atau bimbingan yang mungkin dibutuhkan untuk kemajuan peserta didik. 9 Berdasarkan karakteristik di atas, pembelajaran konstrukutivisme
menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Dengan demikian pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa sudent-centered instruction. Karena pengajarannya terpusat pada siswa, maka peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan di kelas. Di samping itu, pembelajaran konstruktivisme juga memiliki beberapa budaya yang harus dikembangkan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Membangun suasana pembelajaran Membuat kesepakatan akan peraturan dan tanggung jawab kepada siswa Proses pembelajaran dilakukan dengan kerjasama antara siswa Proses pembelajaran mengedepankan kemampuan metakognitif siswa. Membuat tugas dan tanggung jawab guru. Menjadi guru yang reflektif. 10 Dalam konteks pembelajaran di kelas, pembelajaran
konstruktivime memiliki beberapa prinsip, yaitu: 1. Constructed (membangun) Dalam belajar siswa tidak dalam keadaan blank. Siswa datang ke situasi pembelajaran dengan siap telah merumuskan pengetahuan, gagasan, dan pemahaman. Pengetahuan sebelumnya ini merupakan materi mentah yang akan mereka ciptakan menjadi pengetahuan yang baru. 2. Active (aktif) Siswa adalah orang yang menciptakan pengetahuan untuk dirinya sendiri. Guru
menyediakan siswa ruang untuk bereksperimen,
membuat
9
Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivisme as a Paradigma for Teaching and Learning: What are Benefit of Contructivisme?, tersedia: http://www.thirteen.org 10
Rosie Le Cornu, Judy Petters, dan Janet Collins, What are Characteristics of Contructivist Learning Cultures?, ( Devisison Of Education, Arts and Sicial Sciences University of South Australia, 2003), h. 5.tersedia:http://www.thirteen.org
11
pertanyaan,
dan
mencoba
sesuatu
hal.
Aktivitas
pembelajaran
mengharuskan siswa berpartisipasi penuh. 3. Reflective (refleksi) Siswa mengontrol proses pembelajarannya sendiri, dan mengadakan refleksi pada pengalamannya. Proses ini membuat mereka ahli dalam pembelajarannya. Guru membantu menciptakan situasi dimana siswa merasa aman membuat pertanyaan dan mengadakan refleksi pada proses belajarnya, baik sendiri maupun secara berkelompok. 4. Collaborative (kerja sama) Kelas konstruktivisme berdasarkan pada kerja sama antar siswa. Banyak alasan mengapa kerja sama memberikan kontribusi dalam pembelajaran. Alasan utamanya adalah bahwa siswa belajar tidak hanya dari dirinya sendiri, tetapi juga dari temannya. 5. Inquiry-Based (berdasarkan inkuiri) Aktivitas pokok dalam kelas konstruktivisme adalah memecahkan masalah. Siswa menggunakan metode inkuiri untuk membuat pertanyaan, menyelidiki topik, dan menggunakan sumber yang bervariasi untuk menemukan solusi dan jawaban. Siswa mengeksplor topik dan membuat kesimpulan. 6. Evolving (menyusun) Siswa memiliki gagasan-gagasan yang mungkin nantinya akan invalid, tidak benar atau tidak cukup untuk menjelaskan pengalaman baru. Gagasan-gagasan ini merupakan tahap sementara dalam menyusun atau menggabungkan pengetahuan. 11 Berdasarkan ciri-ciri di atas pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang melibatkan peranan aktif siswa dalam membentuk pengetahuan baru dengan apa yang telah mereka ketahui di dunia nyata melalui proses inkuiri. Pembelajaran konstruktivisme membentuk pembelajaran koperatif serta terjadi interaksi antara sesama siswa dan 11
Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivisme as a Paradigma for Teaching and Learning: What are Benefit of Contructivisme?, tersedia: http://www.hirteen.org
12
interaksi dengan guru. Pada pembelajaran konstruktivisme proses dan hasil belajar sama pentingnya.
c. Kelebihan Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Zurinal kelebihan yang dimiliki dari penerapan pembelajaran model kontruktivisme ini adalah sebagai berikut : 1. Siswa dapat berpikir untuk menyelesaikan masalah, merumuskan ide dan mengambil keputusan. 2. Siswa dapat mengaplikasikan pemahaman dan pengetahuanya dalam situasi apapun atas dasar keterlibatan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran. 3. Siswa mampu mengingat konsep dan pengetahuan baru yang diperoleh dalam proses pembelajaran, karena mereka sendiri yang menemukan pengetahuan tersebut dengan guru sebagai fasilitator. 4. Siswa memiliki keyakinan sekaligus keterampilan untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi 5. Siswa memiliki keterampilan untuk berinteraksi dengan masyarakat (dunia nyata), karena mereka sudah terbiasa dengan interaksi dan partisipasi di kelas dengan sesama siswa atau guru. 6. Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, karena terangsang untuk menemukan pengetahuan yang baru.12 Alberta Learning Center juga mengungkapkan bahwa kelebihan pembelajaran konstruktivisme adalah : 1. Siswa dapat belajar dengan lebih mendalam, rileks dan siswa cenderung aktif. 2. Proses pembelajaran didasarkan bagaimana siswa dapat berfikir dan mengerti apa yang telah dipelajari. 3. Adanya proses transfer belajar dan siswa diberi kebebasan dalam pengorganisasian “setting” pembelajaran.
12
Zurinal Z, Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006), h. 121
13
4. Pembelajaran kontruktivisme memberikan kebebasan siswa untuk belajar, membuat pertanyaan dan mengeksplorasi proses pembelajaran. 5. Proses pembelajaran didasarkan atas realita kondisi yang ada di alam. 6. Pembelajaran kontruktivisme mengembangkan kerjasama dan komunikasi sosial diantara semua komponen pembelajaran. 13 2. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian pembelajaran kooperatif Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. 14 Menurut
Muslimin
dkk,
pembelajaran
kooperatif
merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut Wina , model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompokkelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai.15 Menurut Anita Lie dalam Isjoni menyebutkan cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara
13
Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning:What are Benefit of Constructivisme?, tersedia: http://www.thirteen.org 14 Isjoni, Cooperative Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 15. 15 Widyantini Th, Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP, (Yogyakarta: Paket Fasilitasi Pemberdayaan Kkg/Mgmp Matematika, 2008), hlm. 4.
14
terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok terdiri dari 4-6 orang saja.16 Menurut
Johnson
& Johnson,
seperti
yang
dikutip
Isjoni
pembelajaran koperatif adalah mengelompokan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.17 Menurut Eggen dan Kauchak, seperti yang dikutip Trianto, “Pembelajaran
koperatif
merupakan
sebuah
kelompok
strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”. Pembelajaran koperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang mempunyai tujuan, langkah-langkah dan lingkungan belajar serta pengelolaan yang khas. 18 Roger dan David Johnson dalam Lie mengatakan bahwa tidak semua kelompok dapat dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu : 1) Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan anggota kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. 2) Tanggung Jawab Perseorangan Pada Pembelajaran Cooperative Learning guru menyusun tugas dan diberikan kepada siswa, maka siswa bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya dengan baik. 3) Tatap Muka Setiap kelompok diberi kesempatan berdiskusi dengan kelompok lain. Hal ini bertujuan untuk mengisi kekurangan pada masing-masing 16
Isjoni, Cooperative Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 16. 17 Ibid,. hlm. 17. 18
Trianto, Op Cit,. hal. 42.
15
kelompok, Kerena setiap kelompok mempunyai pendapat dan pemikiran yang berbeda-beda, sehingga terjadi pertukaran pendapat antara anggota kelompok satu dengan yang lainnya. 4) Komunikasi Antar Anggota Dalam berdiskusi tidak setiap siswa dapat berkomunikasi dengan baik, disini guru bertugas untuk mengajarkan cara-cara berkomunikasi dengan baik dan efektif, misalnya bagaimana cara menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung pendapatnya. 5) Evaluasi Proses Kelompok Evaluasi ini dilakukan setelah beberapa kali diadakan kerja kelompok. Evaluasi ini berupa evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kelompok. Ini bertujuan agar siswa dapat bekerja sama lebih efektif. 19 b. Tujuan Pembelajaran Koperatif Menurut Trianto pembelajaran koperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Pembelajaran koperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep yang sulit, dan membantu siwa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Selanjutnya Ibrahim, dkk, struktur tujuan koperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan – tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.20
19
Anita Lie, Cooperative Learning : Mempraktekkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas, (Jakarta : Gramedia, 2003), hal.31-34. 20 Trianto,Op Cit,. hal. 42-44.
16
c.
Perbedaan
pembelajaran
kooperatif
dengan
pembelajaran
konvensional perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar dengan Kelompok Belajar Konvensial21 Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan Guru sering membiarkan adanya siswa positif, saling membantu, dan yang mendominasi kelompok atau saling
memberikan
motivasi mengantungkan diri pada kelompok.
sehingga ada interaksi promotif. Adanya akuntabilitas individual Akuntabilitas yang
mengukur
individual
sering
penguasaan diabaikan sehingga tugas-tugas sering
materi pelajaran tiap anggota diborong
oleh
seorang
anggota
kelompok, dan kelompok diberi kelompok
sedangkan
anggota
umpan balik tentang hasil belajar kelompok
lainnya
hanya
para anggotanya sehingga dapat “mendompleng”keberhasilan saling mengetahui siapa yang pemborong” memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Kelompok baik
belajar heterogen,
dalam
Kelompok belajar biasanya homogen.
kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan
kelompok
dipilih Pemimpin kelompok biasanya dipilih oleh
secara demokratis atau bergilir guru atau kelompok dibiarkan untuk 21
Trianto, Op Cit,. hal. 43-44.
17
Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Konvensional
untuk memberikan pengalaman memilih
pemimpinnya
dengan
cara
memimpin kepada anggota yang masing-masing lainnya. Keterampilan
social
yang Keterampilan sosial sering tidak secara
diperlukan dalam kerja gotong- langsung diajarkan royong seperti kepemimpinan, kemampuan,
berkomunikasi,
mempercayai orang lain, dan mengelola
komflik
secara
langsung diajarkan. Pada
saat
belajar
kooperatif Pemantauan
melalui
observasi
dan
sedang berlangsung guru terus intervensi sering dilakukan oleh guru pada melakukan pemantauan melalui saat belajar kelompok sedang berlangsung. observasi
dana
melakukan
intervensi jika terjadai masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Guru
memperhatikan
secara Guru sering tidak memperhatikan proses
proses kelompok yang terjadi kelompok yang terjadi dalam kelompokdalam
kelompok-kelompok kelompok belajar. belajar
Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering hanya pada penyelesaian penyelesaian tugas tetapi juga tugas. hubungan
interpersonal
(hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
18
d. Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif dalam Kelas Terdapat enam langkah utam atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah – langkah itu ditunjukan pada tabel di bawah ini. Tabel 2.2 Langkah Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tingkah Laku Guru
Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru
menyampaikan
pelajaran
yang
ingin
semua dicapai
tujuan pada
pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2 Menyajikan informasi
Guru menyajkan informasi kepada siswa dengan
jalan
demontrasi
atau
lewat
bacaan.
Fase-3
Guru
menjelaskan
kepada
siswa
Mengorganisakan siswa ke
bagaimana caranya membentuk kelompok
dalam kelompok kooperatif
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien.
Fase -4
Guru membimbing kelompok-kelompok
Membimbing kelopok bekerja
belajar pada saat mereka mengerjakan
dan belajar
tugas mereka.
Fase-5
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Evaluasi
materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
Memberikan penghargaan
baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
19
e. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (2001).22 Pembelajaran kooperatif
jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi maksimal. Kooperatif tipe jigsaw adalah pembelajran dimana siswa belajar dalam kelompok bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar yang ditugaskan kepadanya lalu mengajarkan bagian tersebut pada anggota kelompok lain. Dalam tipe ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai
banyak
kesempatan
utuk
mengolah
informasi
dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Langkah-langkah dalam penerapan tipe Jigsaw adalah sebagai berikut : 1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 2. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi 22
Robert E. Slavin, Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. (Bandung : Nusa Media, 2008), hlm. 236.
20
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar 2.1 Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw 3. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.23 4. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
23
Trianto, Op Cit, hlm. 56.
21
5. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. 6. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. 7. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. f. Pembelajaran Kooperatif tipe TPS Tipe Think –Pair-Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi
siswa.
Tipe
Think-Pair-Share
ini
berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Tipe Think-Pair-Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi
atau
diskusi
membutuhkan
pengaturan
untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share menurut Ibrahim ada tiga tahap.24 Tahap 1: Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2: Pairing (berpasangan) Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. 24
Trianto, Op Cit,. hlm. 61.
22
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapar berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Tahap 3: Sharing (berbagi) Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
3. Hasil belajar Biologi a. Pengertian belajar Belajar merupakan suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, dan biasanya siswa dikatakan belajar apabila siswa mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri yang disebut dengan hasil belajar. Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.25 Sedangkan menurut proses dasar dari perkembangan
Wasti Sumanto, belajar merupakan hidup manusia. Dengan belajar
manusia melakukan perubahan-perubahan kualitas individu sehingga tingkah lakunya berkembang.26 Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of
Psychology membatasi belajar dengan dua macam
definisi. Pertama, belajar adalah The Process of Acquiring Knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Kedua, A relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced 25
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-7, hlm.92. 26 Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2006), hlm. 104.
23
practice, yaitu suatu perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat.27 Jadi menurut Reber belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan yang dapat mengubah kemampuan bereaksi seseorang yang bersifat permanen jika dilakukan dengan suatu latihan. Morgan berpendapat bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.28 Hal yang senada dengan pernyataan Morgan, Witheringtun mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.29 Secara psikologi, menurut Slameto, belajar dapat didefinisikan seabagai suatu usaha perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungannya. Definisi ini menyebutkan dua makna yaitu : 1. Belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. 2. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar. 30 Menurut Gagne
dalam Martinis belajar merupakan sebagai suatu
proses dimana organisme berubah perilakunya melibatkan pengalaman. Demikian juga Harold Spear dalam Martinis mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru.31
27
Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan: dengan pendekatan baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.lm. 91 28 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 84 29 Ibid,. 30 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,2010), hlm. 2. 31 Martinis Yamin, Srategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2004), Cet. Ke-3, hlm. 99.
24
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat dikemukakan adanya beberapa batasan/elemen penting yang mencirikan pengertian belajar, yaitu bahwa: a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, perubahan itu dapatt mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, ini berarti proses belajar dilakukan dengan penuh kesadaran. c. Perubahan dalam belajar bersifat relative mantap, artinya perubahan yang trjadi karena proses belajar bukan bersifat sementara. d. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, ini berarti perubahan dalam tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. e. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Positif bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan perubahan, yakni diperolehnya suatu yang baru yang lebih baik dari pada yang telah ada sebelumnya. Aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena adanya proses pematangan. f. Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku dan kepribadian, baik fisik maupun psikis. 32 Berdasarkan definisi para ahli di atas bisa kita katakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku akibat pengalaman seseorang ke arah yang lebih baik yang dilakukan atau didapatkan perubahan itu melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru.
32
86.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Remaja Rosda Karya, 2003), hlm.
25
b.
Jenis – Jenis Belajar Ada beberapa jenis belajar yang dikemukan oleh Slameto yaitu :
1. Belajar bagian (part learning, fractioned learning) Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas dan ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. 2. Belajar dengan wawasan (learning by insight) Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir.33 Dan meskipun W. Kohler sendiri menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku (perkembangan yang lembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba-tiba terjadi reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo-behaviorisme. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian atau persoalan. Sedangkan bagi kaum neo-behaviorisme (antara lain C.E Osgood) menganggap bahwa wawasan sebagai salah satu bentuk atau wujud dari asosiasi stimulusrespons (S-R). Jadi masalah bagi penganut ne-bihaviorisme ini justru bagaimana menerangkan reorganisasi pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk tadi menjadi satu tingkah laku yang erat hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan. Dalam pertentangan ini barang kali jawaban yang menuaskan adalah jawaban yang dikemukakan oleh G.A. Miller, yang menganjurkan Behaviorisme subjektif. 33
hlm. 5.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,2010),
26
Menurut perndapatnya wawasan barangkali merupakan kreasi dari ‘rencana penyelesaian” (meta program) yang mengontrol rencanarencana subordinasilain (pola tingkah laku) yang telah terbentuk. 3. Belajar diskriminatif (discriminatif learning) Belajar diskrimatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam tingkah laku. Dengan pengertian ini maka eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda terhadap stimulus yang berlainan. 4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning) Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya; lawn dari belajar bagian. Metode belajar ini sering juga disebut metode Gestalt. 5. Belajar insidental (incidental learning). Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berara-tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali kehendak utuk belajar. Atas dasar ini maka untuk kepentingan penelitian, disusun rumusan masalah sebagai berikut : belajar disebut incidental bila tidak ada intruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli belajar incidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang beretentangan dengan belajar intensional. Dari salah satu penelitian ditemukan bahwa dalam belajar incidental (dibandingkan dengan belajar intensional), jumlah frekuensi materi belajar yang diperhatikan tidak memegang peranan penting, prestasi individu menurun dengan meningkatnya motivasi.34 34
Ibid,. hlm. 6.
27
6. Belajar instrumental (instrumental learning) Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat (reinforcement) atas dasar tingkattingkat kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental adalah “pembentukan tingkah laku”. Di sini individu diberi hadiah bila bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu 7. Belajar intensional (intentional learning) Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental. 8. Belajar laten (latent learning) Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak tejadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, meimbulkan pembicaraan yang hangat di kalangan penganut bihaviorisme, khususnya mengenai peranan faktor penguat (reinforcement) dalam belajar. 9. Belajar mental ( mental learning)35 Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan 35
Ibid,.hlm. 7.
28
belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang dan lain-lain. 10. Belajar produktif (productive learning) R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan
transfer
yang
maksimum.
Belajar
adalah
mengatur
kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut prosduktif bila individu mampu mentranfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu kondisi ke kondisi yang lain. 11. Belajar Verbal (verbal learning) Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam elsperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar
asosiatif
bermaknasampai
mengenai pada
hubungan
belajar
dua
dengan
kata
wawasan
yang
tidak
mengenai
penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara vebal.36 d. Hasil belajar Hasil Belajar mencerminkan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan di setiap studi. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu usaha, kemampuan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal di bidang pendidikan. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa melalui usaha (pengalaman dan latihan) dalam mempelajari pokok bahasan tertentu yang dialami atau dirancang.37
36
Ibid,. hlm.8. Azizah Bahriyatul, Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Metode Konvensional Pokok Bahasan Jurnal Khusus Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II Man Suruh, (Skripsi: Universitas Negeri Malang),hal. 40.tersedia.http//arrifadholi.blogspot.com. 37
29
Skiner dengan teori operant conditioning sebagaimana dikutip Grendler mengatakan bahwa hasil belajar merupakan respon (tingkah laku) yang baru, namun pada dasarnya respon yang baru itu sama pengertiannya dengan tingkah laku (pengetahuan, sikap, keterampilan) yang baru. Gagne berpendapat belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi dari lingkungan menjadi beberap tahapan pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapabilitas baru. Kapabilitas inilah yang disebut dengan hasil belajar. Dengan kata lain belajar itu menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, tingkah laku, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi, dan nilai. Bebagai macam tingkah laku ini yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar.38 Menurut Winkel hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom (Nana Sudjana)
39
yang mengatakan bahwa hasil belajar siswa dapat
berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Bagne dan Briggs dalam Heriyanto ada lima kategori kapabilitas hasil belajar yaitu; 1) Keterampulan intelektual (Intelectual skill),
2) Strategi kognitif (Kognitif strategis), 3) Informasi verbal
(Verbal information), 4) Keterampilan motorik (Motor skill), 5) Sikap (attitude).
Sedangkan
berdasarkan
Bloom
dan
kawan-kawanya
mengklasifikasikan hasil pengajaran (belajar) menjadi tiga ranah atau domain, yaitu; ranah kognitif, ranah psikomotor, dan ranah afektif. 40 Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual, ranah psikomotorik berkaitan dengan kegiatan-
38
Heriyanto, Skripsi Mahasiswa Strata 1, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2006),
hlm.41-42 39
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Rosdakarya, 2008),
hlm: 22. 40
Op Cit,. hlm.42-43
30
kegiatan atau keterampilan, dan ranah afektif berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi. Dari pendapat para ahli di atas dapat diasumsikan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan baik yang bersifat kognitif, psikomotorik maupun afektif yang dialami oleh siswa, indikasi dari semua perubahan yang dialami siswa akan memperoleh suatu kapabilitas dalam belajar yang disebut dengan hasil belajar. Dengan terciptanya hasil belajar yang baik seorang siswa mampu untuk mencapai tujuannya dalam belajar. Jadi hasil belajar biologi adalah perubahan baik yang bersifat koginitif, psikomotorik maupun afektif yang dialami oleh siswa, indikasi dari semua perubahan yang dialami siswa akan memperoleh suatu kapabilitas dalam pembelajaran biologi. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktorfaktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Pada proses kegiatan belajar sesungguhnya yang terjadi adalah proses perubahan
dalam diri seseorang untuk terciptanya kepribadian yang
sempurna. Pada anak didik proses itu akan terus berlangsung hingga mencapai kedewasaan. Perkembangan manusia akan berlanjut fase ke fase, setiap fase akan selalu di isi dengan proses pendidikan, dan belajar sehingga perkembangan dalam diri anak
yaitu; terjadinya keseimbangan
pertumbuhan jasmani dan rohani yang memiliki kecakapan, yaitu : kecakapan yang sesuai dengan tingkat umurnya dalam perkembangan kognitif, konatif, afektif, sosial, dan motorik. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :41 41
Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.145.
31
1. Faktor internal Faktor ini berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yaitu : 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).42 a. Aspek Fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusingpusing kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas rana cipta kognitif sehingga materi pelajaran yang di pelajari tidak akan bisa maksimal diserap. b. Aspek Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Intelegensi siswa Itelegensi siswa pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (Reber, 1988). Tingkat kecerdasan atau itelegensi (IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa. Ini bermakna, semankin tinggi itelegensi siswa maka tingkat keberhasilanya semankin tinggi dan begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat itelegensi seseorang maka semankin kecil peluang kesuksesanya. 2. Sikap Siswa Sikap
adalah gejalah internal yang berdimensi afektif berupa
kecendrungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency)
42
Ibid,.hlm.147.
32
dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa positif dapat menjadi pertanda awal yang baik dalam kelangsungan proses belajar dan mengajar tetapi sebaliknya sikap siswa yang negatif dapat menjadi penghambat dalam kegiatan belajar. Untuk mengantisipasi kemunkinan munculnya sikap negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menunjukan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan terhadap mata pelajarnya yang menjadi bidangya. 3. Bakat siswa Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang . Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan itelegensi. 4. Minat siswa Secara sederhana, minat (interest) berarti kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginanyang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber , minat
tidak
termasuk
istilah populer
dalam
psikologi
karena
ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor iternal lainya seperti : pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. 43 5. Motivasi siswa Pengertian dasar motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Gleitman, 1986; Reber, 1988). Dalam perkembanganya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Adapun motivasi ekstrinsik 43
Ibid,.hlm. 149.
33
adalah hal dan keadaan yang berasal dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan tindakan belajar. 2. Faktor Eksternal Secara garis besar faktor eksternal dapat dibagi menjadi dua yaitu :44 a. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial siswa dimulai dari dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan seluruh perangkatanya serta lingkungan sosial masyarakat memiliki pengaruh bagi yang sangat signifikan dalam semangat belajar siswa. Terlebih lagi lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang cukup penting dalam mempengaruhi semangat belajar. Perhatian, kasih sayang dan dorongan kedua orang tua adalah sugesti yang paling utama yang dapat dijadikan siswa sebagai motivasi semangat belajar, disamping lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang juga cukup berpengaruh. b)
Lingkungan Non Sosial Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alatalat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. 3. Faktor Pendekatan Belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai cara atau setrategi yang digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efesiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu. Setrategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk mmemecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Disamping faktor internal dan eksternal, pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa tersebut. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dilihat dalam tabel berikut ini : 44
Ibid,. Hlm. 154.
34
Tabel 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar45 Ragam Faktor dan Unsurnya-unsurnya Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan 1. Aspek Fisiologis : 1. Lingkungan Sosial : 1. Pedekatan Tinggi : - tonus jasmani - keluarga - speculative - mata dan telinga - guru dan staf - achieving 2. Aspek Psikologis - masyarakat 2.Pendekatan - itelegensi - teman Menengah : - sikap 2.Lingkungan - analitical - minat Nonsosial : - deep - bakat - rumah 3. Pendekatan Rendah : - motivasi - sekolah - reprosuctive - peralatan - surface - alam
B. Bahasan Penelitian yang Relevan Efi dalam skripsinya yang berjudul
“Perbedaan Hasil Belajar Biologi
Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD”, memberikan kesimpulan terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan teknik STAD. Hasil belajar pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD.46 Maka pembelajaran dengan teknik jigsaw memberi dampak kepada hasil belajar yang lebih baik. Yeti Sulastri dan Diana Rochintaniawati dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi di SMPN 2 Cimalaka” menyatakan bahwa Hasil penelitian dengan uji Z rerata tunggal menunjukkan bahwa pada kelas penelitian 45
Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Penerbit : PT raja Grafindo Persada, edisi revisi ke tujuh, 2008), h. 156 46 Efi, “Perbedaan Hasil Belajar Biologi A ntara Siswa Yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD,” Diakses 1 maret 2010. Html.tersedia:http/arrifadholi.blogspot.com/2010/09.
35
nilainya sudah memenuhi ketuntasan belajar dengan prosentase ketuntasan belajar sebesar 89,74%. Dari penghitungan uji Z rerata tunggal juga diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan dari pretes ke postes. Berdasarkan skor gain ternormalisasi sebesar 0,44 efektivitas pembelajaran dikategorikan kedalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikembangkan pada penelitian ini cukup efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep Reproduksi Vegetatif Alami Tumbuhan di SMPN 2 Cimalaka. 47 Zulfah
dalam
skripsinya
yang
berjudul
“Meningkatkan
Kualitas
pembelajaran Materi pengelolaan Lingkungan Dengan pendekatan JAS melaluli pembelajaran Kooperatif tife Think-Pair-Share dan penilaian Autentik Di SMPN 37 Semarang” menyatakan bahwa Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan yaitu pembelajaran materi Pengelolaan Lingkungan dengan penerapan pendekatan JAS melalui pembelajaran kooperatif TPS dan penilaian autentik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas VII D SMPN 37 Semarang.48
C. Kerangka Berpikir Pendidikan adalah transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and value). Proses transfer tersebut akan berjalan dengan optimal jika proses belajar mengajar berjalan dengan kondisi yang kondusif, dimana faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti kepribadian guru, anak didik itu sendiri, suasana kelas, model pengajaran. Pembelajaran Biologi diharapkan dapat mengembangkan kognitif siswa. Siswa diharapkan menjadi pembelajar, penalar, dan pemecah masalah yang baik. Dalam memecahkan suatu masalah diperlukan sikap berpikir kritis dalam setiap diri siswa Berpikir kritis diperlukan untuk mengembangkan 47
Yeti Sulastri, Diana Rochintaniawati, Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 13 No. 1 April 2009
,hlm.20. 48 Zulfah, Meningkatkan Kualitas pembelajaran Materi Pengelolaan Lingkungan Dengan Pendekatan JAS Melaluli Pembelajaran Kooperatif tife Think-Pair-Share Dan Penilaian Autentik Di SMPN 37 Semarang, Skripsi Universitas Negeri Semarang 2006.hlm.59. Diakses 2 maret 2010. Tersedia:http//arrifadholi.blogspot.com./2010/09.
36
ilmu pengetahuan, sehingga pengetahuan yang didapat tidak mengalami stagnasi, dan akan selalu berkembang. Berpikir kritis diperlukan siswa dalam menganalisa suatu masalah. Pelajaran biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis, dalam pembelajaran biologi siswa tidakhanya diharapkan mampu menguasai fakta-fakta, konsep-konsep maupun prinsipprinsip saja melainkan merupakan suatu proses penemuan, sehingga dalam mengembangkan pembelajaran biologi dikelas hendaknya ada keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran untuk menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksinya dalam lingkungan. Oleh Karena itu dalam proses pembelajaran seorang guru harus dapat mengembangkan berbagai kemampuan siswa, seperti dengan menerapkan proses belajar bersama dengan teman sebaya dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran kooperatif (CooperativeLearning) dalam proses pembelajaran di
kelas,
siswa
diberi
kesempatan
bersamadengan
teman-teman
sekelompoknya untuk saling belajar secara berkelanjutan, mereka dibiasakan saling bekerjasama dalam proses belajar. Pembelajaran kooperatif dengan tipe jigsaw membantu siswa untuk menemukan dan memahani konsep-konsep materi dalam pelajaran yang digalinya melalui kelompok belajar dan bisa mengajarkannya kepada siswa yang lainnya. Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe TPS membantu mengkonstruk pemikiran siswa dan siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu. Sedangkan posisi guru pada pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator
mengontrol dan mengawasi serta
membimbing siswa dalam berdiskusi sehingga tidak terjadinya pembelajaran yang satu arah. Dengan demikian diduga bahwa hasil belajar kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki perbedaan. Hasil belajar jigsaw lebih baik dari pada TPS.
37
D. Pengajuan Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian yang diajukan sebagai berikut. Terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TPS. Hasil belajar melalui tipe Jigsaw lebih baik dibanding TPS.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Karya pakuan Tamansari Bogor dan waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada semester I tahun ajaran 20102011 B. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode quasi experiment bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. 1 Dengan membagi kelompok penelitian menjadi dua kelompok eksperimen, yaitu kelompok kelompok eksperimen yang belajar dengan tipe zigsaw dan kelompok eksperimen yang belajar dengan tipe Think Pair Share Rancangan penelitian yang digunakan adalah : Two Group, Pretest posttest design. Rancangan tersebut berbentuk seperti berikut: Tabel 3.1 DesainPenelitian Kelompok Pretest Perlakuan Posttest KE jigsaw
OI
Xjigsaw
O2
KE TPS
OI
XTPS
O2
Keterangan: KE jigsaw
: Kelompok eksperimen jigsaw
KE TPS
: Kelompok eksperimen TPS
X1
: Perlakuan dengan perlakuan Jigsaw
X2
: Perlakuan dengan perlakuan TPS
O1
: Pemberian pretest
O2
: Pemberian
posttest
1
Sumadi, Suryabrata, metodologi penelitian, (Jakarta : PT Raja Persada Grafindo, 2006),
hlm. 92.
38
39
Dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pretest dan observasi sesudah eksperimen (O2) disebut posttest. Perbedaan antara O1 dan O2 yakni O1 - O2 diasumsikan merupakan efek dari perlakuan atau eksperimen. Dengan Variabel penelitian: Variabel X : Penggunaan zigsaw dan TPS Variabel Y : Perbedaan Hasil belajar Biologi siswa pada pokok bahasan Sistem Ekskresi Pada Manusia
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruan subjek penelitian. 2 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Karya Pakuan Tamansari Bogor. Sedangkan sampel pada penelitian ini diambil dua kelas dari dua belas kelas yang ada dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu proses pemilihan sampel oleh peneliti yang memberi hak kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.3 Dua kelas tersebut adalah kelas IX-A sebagai kelas eksperimen Jigsaw dan kelas IX-B sebagai kelas eksperimen Think-Pair-Sare.
D. Teknik pengumpulan data Dari penelitian ini diperoleh data berupa skor hasil belajar biologi siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar biologi pada konsep sistem ekskresi dan lemabar respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan TPS
.
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2006), h. 130 3 Ibid,. hlm. 134
40
Tabel 3.2 Langkah-langkah Pengumpulan Data Sumber Data Siswa
Teknik Pengumpulan
Jenis Data
Data
Penguasaan konsep
Tes awal (pretest)
Instrumen Tes objektif
sebelum menerima
(butir soal
pelajaran
pilihan ganda)
Siswa
Penguasaan konsep siswa setelah
Melaksanakan tes
Tes objektif
akhir (posttes)
(butir soal
menerima
pelajaran
pilihan ganda)
Siswa
Tanggapan mengenai
siswa proses
pembelajaran yang telah
Sesudah intervensi tindakan pada masing-masing kelompok.
Kuesioner ceklis
dialami.
E. Instrumen Penelitian Peneliti memperoleh data dari: a). Tes Objektif Tes hasil belajar pada aspek kognitif yang berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda dengan empat pilihan yang terdiri dari 25 butir soal. Soal-soal yang diberikan dalam penelitian ini diambil dari beberapa sumber dan diadaptasikan untuk penelitian ini. Penulis memilih bentuk tes objektif ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam perhitungan statistik.
41
Tabel 3.3 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Pada Konsep Sistem Ekskresi Pada Manusia
Kompetensi Dasar Mendeskripsi
Sub Konsep
kan sistem ekskresi pada
manusia dan hubungannya
dengan
kesehatan
Bagianbagian ginjal Proses pembentu kan urin Gangguan pada ginjal Struktur kulit Fungsi kulit Fungsi hati Gangguan pada hati paru-paru
Jumlah soal Jumlah(%) Jumlah Total
Aspek Kognitif dan Butir soal C1 C2 C3 C4 C5 28,36 1 2
Jumlah 4
12,18*,29 , 30*
10*, 15*,21
3,11*
8
7 19,20*
16,17,23* , 24 5,26,39
13*,27
4,
5 6
22,14, 32,33*
34*
9,31*
7,38
35*, 37* 13 32,5 %
20 50 %
5
4 40*
7 3
25* 2 5%
5 12,5 %
5
40
40
Keterangan: * = Butir soal yang tidak dipakai (tidak valid)
b). Non Tes Data non tes diperoleh dari lembar tanggapan siswa terhadap pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe Jigsaw dan tipe Think-Pair-Share .
42
F. Kalibrasi Instrumen Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa kelas yang tidak diikutkan dalam sampel. Uji coba instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui syarat-syarat suatu tes yang baik seperti validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. 1. Pengujian validitas Berkaitan dengan validitas Arikunto menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid sehingga valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. 4 Jadi, tes hasil belajar dinyatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan secara tepat, benar, sahih atau absah telah dapat mengukur atau mengungkapkan hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Cara yang digunakan untuk mengukur validitas soal dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment point biseral, yaitu sebagai berikut :5
r bis
=
M p Mt SDt
p q
Keterangan : r bis
= koefisien korelasi point biseral yang melambangkan kekuatan korelasi variabel I dengan variabel II, yang dalam hal ini dianggap sebagai koefisien validitas item
4
Ridwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula , (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm.97. 5 Subana, dkk, Stastik Pendidikan , (Bandung : CV Pustaka Setia, 2005), hlm. 156.
43
Mp
= skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh peserta tes untuk butir item yang dijawab dengan benar.
Mt
= skor rata-rata dari skor total.
SDt
= deviasi standar dari skor total.
P
= proporsi peserta tes yang menjawab benar terhadap butir item yang sedag diuji validitas itemnya.
q
= proporsi peserta tes yang menjawab salah terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya.
Berdasarkan pengujian validitas instrumen penelitian yang disesuaikan dengan dengan t tabel dari soal sebanyak 40 soal, maka diperoleh soal sebanyak 25 soal yang valid, yaitu sebagai berikut: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 29, 32, 36, 38, 39 2. Pengujian reliabilitas Reliabilitas adalah alat penilaian ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. 6 Sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan reliable
apabila
hasil-hasil
pengukuran
yang
dilakukan
dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa menunjukan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg atau stabil. Dalam hal ini peneliti menguji reliabilitas dengan metode single test single trial method, maksudnya pengetesan hanya menggunakan sebuah tes dan diujicobakan satu kali.
Rumus yang digunakan adalah rumus K-R 20 (Kuder-Richardson 20).
r11
2 n S pq = S2 n 1
Keterangan: r11 6
= reliabilitas tes secara keseluruhan
Nana sudjana, Penilaian hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosda karya, 2001), hlm. 16
44
P
= proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q
= proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)
∑pq
= jumlah perkalian antara p dan q
n
= banyaknya item
S
= standar deviasi dari tes7
Klasifikasi koefisien realibilitas :8 r11
= < 0,2
= tidak ada korelasi
r11
= 0,21 – 0,40
= korelasi rendah
r11
= 0,41 – 0,70
= korelasi sedang
r11
= 0,71 – 0,90
= korelasi tinggi
r11
= 0,91 – 1,00
= korelasi sangat tinggi
1,00
= korelasi sempurna
Berdasarkan pengujian realibilitas instrumen penelitian dari soal yang valid didapatkan realibilitas sebesar 0,92 tergolong ke dalam klasifikasi sangat tinggi. 3. Pengujian tarap kesukaran Butir-butir item tes hasil belajar dapat . dinyatakan sebagai butirbutir yang baik apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah, dengan kata lain butir item tersebut adalah sedang atau cukup. Untuk mengetahui taraf kesukaran tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
P
B JS
Keterangan: P = indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes9
7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003),
h. 100 8
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hlm. 132.
45
Berdasarkan pengujian tingkat kesukaran instrument penelitian dari soal sebanyak 40 soal, didapatkan kategori soal yang termasuk mudah sebanyak 22 soal, yaitu nomor sola : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13, 17, 18, 19, 21, 22, 25, 26, 27, 32, 36, 38. Dan kategori sedang sebanyak 18, yaitu nomor soal : 8, 11, 14, 16, 20, 23, 24, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 37, 39, 40.
4. Daya pembeda Analisis daya pembeda adalah mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang mampu
(lemah prestasinya). Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut. 10
D = BA – BB = PA - PB J A JB
Keterangan: J
= jumlah peserta tes
JA
= banyaknya peserta kelompok atas
JB
= banyaknya peserta kelompok bawah
BA
= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu benar
BB
= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu benar
PA
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (ingat, P sebagai indeks kesukaran)
PB
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
9
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-7, hlm. 208. 10
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-7, hlm. 213-214.
46
Klasifikasi daya pembeda soal: 0,00 – 0,20 = buruk 0,21 – 0,40 = cukup 0,41 – 0,70 = baik 0,71 – 1,00 = baik sekali Berdasarkan perngujian daya beda intrumen peneltian dari soal sebanyak 40 soal, didapatkan 17 soal kategori cukup, yaitu soal nomor: 1, 3, 10, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 26, 27, 29, 30, 31, 38, kategori jelek sebanyak 10 soal, yaitu nomor soal : 4, 6, 20, 23, 25, 33, 35, 36, 37, 40, dan kategori baik sebanyak 14 soal, yaitu nomor soalnya : 2, 5, 7, 8, 9, 11, 12, 22, 24, 28, 32, 34, 39.
G. Teknis Analisis data Untuk menganalisis peningkatan penguasaan konsep peserta didik setelah pembelajaran yang dperoleh dari pretest dan postest dengan cara menghitung nilai normal gain yang merupakan selisih antara nilai pretest dan postest yang dicapai oleh siswa. Untuk mengetahui peningkatan nilai yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus nilai normal gain yaitu : Indeks N-Gain = skor test akhir - skor test awal Skor maksimum - skor tes awal Rentang
normalitas
Indeks
Gain
memberikan
peningkatan hasil belajar siswa, sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kriteria N-Gain. Rentang Indeks Gain 0,8 – 1,0 0,6 – 0,79 0,4 – 0,59 0,2 – 0,39 0,0 – 0,19
Kategori Peningkatan Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
kategorisasi
47
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t yakni tes statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan hipotesis nihil yang menyatakan bahwa di antara dua buah mean sampel yang diambil secara random dari populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sebelum dilakukan uji-t, analisis data diawali dengan pengujian persyaratan analisis data. 1. Pengujian Prasyarat Penelitian a. Uji Normalitas Uji normalitas yang umum digunakan adalah rumus kai kuadrat (chi Square). Rumusnya adalah:11
2
(i Ei ) 2
Keterangan:
Ei
Oi
= frekuensi observasi, banyaknya data dalam suatu kelas interval
Ei
= frekuensi ekspektasi = n x luas Z tabel
Langkah-langkah tabel bantu kai kuadrat (chi square) 1. Membuat tabel distribusi frekuensi 2. Menentukan z batas kelas dengan rumus:
Dimana
adalah nilai rata-rata dan S adalah nilai deviasi standar
3. Menentukan luas z table
4. Menghitung Ei (frekuensi ekspektasi) dengan menggunakan rumus: 5. Menentukan nilai kai kuadrat tiap-tiap kelas berdasarkan rumus berikut ini. 11
Subana, dkk., Statistik Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005). h. 124.
48
6. Menentukan jumlai kai kuadrat hitung (X2 nilai kai kuadrat tiap-tiap kelas.
hit)
dengan menjumlahkan
7. Menguji hipotesis normalitas X2hit ≤ X2tab = data berdistribusi normal X2hit ≥ X2tab = data berdistribusi tidak normal b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antar dua keadaan atau populasi. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji homogenitas dua varians, rumus uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher, yaitu:12 S12 F =
n ∑ Fi (Xi)2 – ( ∑ Fi.Xi )2 2
S = S2
2
n (n -1 )
Keterangan: F = Homogenitas S12 = Varians terbesar atau data pertama S22 = Varians terkecil atau data kedua Fhitung < Ftabel = Sampel homogen Fhitung > Ftabel = Sampel tidak homogen
2. Pengujian Hipotesis dengan uji t Setelah diketahui hasil uji syarat analisis, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dengan rumus sebagai berikut :13 12
Heris hendriana dan Euis Eti Rohaeti, Pengenalan dasar-Dasar Penelitian, (Bandung: CV Talang Indah, 2008), hlm. 37. 13 Subana, dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), hlm. 171.
49
1 2
t S
1 1 n1 n2
Dimana :
S2
n1 1S12 n2 1S 22 n1 n 2 2
Keterangan : X1
= rata-rata hasil belajar siswa dari kelas eksperimen
X2
= rata-rata hasil belajar siswa dari kelas kontrol
n1
= jumlah sampel pada kelas eksperimen
n2
= jumlah sampel pada kelas kontrol
S12
= varians kelas eksperimen
S22
= varians kelas kontrol
t
= hasil hitung distribusi
S2
= nilai deviasi gabungan Untuk pengujian hipotesis pada dua kelompok yang homogen, ada
beberapa tahap yang harus ditempuh, antara lain: a. Mencari standar deviasi gabungan b. Menentukan harga t hitung c. Menentukan derajat kebebasan dengan rumus: db = n1 + n2 – 2 d. Menentukan t tabel e. Pengujian hipotesis: Jika t hitung > t tabel, maka tolak Ho Jika t hitung < t tabel, maka terima Ho
50
H. Hipotesis Statistik Secara statistik hipotesis dinyatakan sebagai berikut: Ho : µE = µK Ha : µE ≠ µK Keerangan: Ho = Tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TPS. Ha = Terdapat perbedaan antara Hasil belajar biologi antara siswa yang belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TPS.
µE = Hasil belajar biologi siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
µK = Hasil belajar biologi siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di sini adalah data hasil pretest, posttest dan N-Gain dari kedua kelompok. Sebelum menerapkan pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tipe jigsaw dan Think-Pair-Share (TPS), kedua kelompok masing-masing diberikan pretest.
Pretest
ini bertujuan mengukur
pengetahuan awal peserta didik mengenai konsep sistem ekskresi pada manusia. Setelah masing-masing kelompok melakukan proses belajar dengan perlakuan yang berbeda, setelah itu pada masing-masing kelompok dilakukan posttest yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan belajar peserta didik. Gambaran umum tentang
hasil
data-data ini yang telah
diperoleh meliputi nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata, median, modus, standar deviasi dan varians. 1. Hasil Pretest Kelompok Jigsaw dan TPS Hasil yang diperoleh pada pretest oleh siswa kelompok jigsaw dan TPS dari penelitian ini disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest No
Pemusatan dan Penyebaran
Kelompok Jigsaw
TPS
1
Xmin
24
20
2
Xmax
64
60
3
Rata-rata (mean)
46,9
44
4
Median
46,25
45,75
5
Modus
41,3
53,1
6
Standar Deviasi
11,1
11,3
7
Varians
123,21
127,69
51
52
2. Hasil Posttest Kelompok Jigsaw dan TPS Hasil yang diperoleh pada posttest oleh siswa kelompok jigsaw dan TPS dari penelitian ini disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest No
Kelompok
Pemusatan dan Penyebaran Jigsaw
TPS
1
Xmin
44
44
2
Xmax
96
84
3
Rata-rata (mean)
70,2
63,4
4
Median
70,5
62,75
5
Modus
81,3
61
6
Standar Deviasi
14,08
10,6
7
Varians
198,24
112,36
3. Uji Normal Gain Untuk menganalisis peningkatan penguasaan konsep peserta didik setelah pembelajaran yang dperoleh dari pretest dan posttest dengan cara menghitung nilai normal gain yang merupakan selisih antara nilai pretest dan postest yang dicapai oleh siswa. Berdasarkan perhitungan N-Gain didapatkan rata-rata N-Gain untuk kelas Jigsaw 0,52, nilai terendah 0,08 dan nilai tertinggi 1,00, sedangkan untuk kelas TPS rata-rata N-Gain 0,39, nilai terendah 0,11 dan nilai tertinggi 0,75, dengan demikian peningkatan pemahaman pada kelas jigsaw tergolong sedang dan pada kelas TPS tergolong rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan untuk perhitungan bisa dilihat pada lampiran sepuluh.
53
Tabel 4.3 Nilai Normal Gain Tes Pemahaman Konsep Siswa Kelompok Sampel
Rata-rata Normal Gain
Standar Deviasi
Katagori Peningkatan Pemahaman
Gain Terendah
Gain Tertinggi
0,52
0,23
Sedang
0,08
1,00
0,39
0,14
Rendah
0,11
0,75
Kelompok Jigsaw Kelompok Think-PairShare
Masing-masing N-Gain dikelompokan ke dalam lima kategori, yaitu sangat rendah (G < 0,2), rendah (0,2 ≤ G < 0,4), sedang (0,4 ≤ G < 0,6), tinggi (0,6 ≤ G < 0,8), dan sangat tinggi (G ≥ 0,9). Berdasarkan kategori ini bisa dibuatkan gambar diagram batang sebagai berikut. 16 14
Frekuensi
12 10 8 Jigsaw
6
TPS 4 2 0 sangat rendah
rendah
sedang
tinggi
sangat tinggi
Kategori
4.1 Gambar Diagram Batang Kategori N-Gain Kelompok Jigsaw dan TPS
54
B. Analisis Data 1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Biologi Sebelum melakukan pengolahan data lebih lanjut dilakukan pengujian prasyarat penelitian yaitu uji normalitas, uji normalitas didapat dengan menggunakan uji Kai Kuadrat (Chi Square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Data disebut normal apabila memenuhi criteria X2 hit. ≤ X2tab. Diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Hasil uji normalitas pretest dan posttest kedua kelompok sampel penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sedangkan perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran delapan.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Jigsaw dan Kelas Think-Pair-Share No 1
Data
Nilai X2hitung
Nilai X2tabel
Nilai Pretest Kelas Jigsaw
Keputusan Data
6,5
7,8
berdistribusi normal
2
Nilai Pretest Kelas Think-Pair-Share
Data 6,6
7,8
berdistribusi normal
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % (0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 3 untuk kedua sampel penelitian. Dari tabel 4.4 terlihat bahwa nilai X2hitung kedua data lebih kecil dari nilai X2tabel sehingga dinyatakan bahwa kedua data berdistribusi normal.
55
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Jigsaw dan Kelas Think-Pair-Share No 1
Nilai X2hitung
Data
Nilai X2tabel
Nilai posttest Kelas
Data 3,1
Jigsaw
Keputusan
7,8
berdistribusi normal
2
Nilai Posttest Kelas Think-Pair-Share
Data 4,8
7,8
berdistribusi normal
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % (0,05) dengan derajat kebebasan (dk) = 3 untuk kedua sampel penelitian. Dari tabel 4.5 terlihat bahwa nilai X2hitung kedua data lebih kecil dari nilai X2tabel sehingga dinyatakan bahwa kedua data berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Setelah kedua kelompok sampel penelitian dinyatakan berdistribusi normal, selanjutnya dicari nilai homogenitasnya. Dalam penelitian ini, nilai homogenitas didapat dengan menggunakan uji F (Fisher). Kriteria pengujian yang digunakan yaitu: kedua kelompok dikatakan homogen apabila Fhirung ≤ Ftabel.
Diukur pada taraf signifikansi dan tingkat
kepercayaan tertentu. Hasil uji homogenitas pretest dan posttest kedua kelompok sampel penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Sedangkan perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran Sembilan.
56
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Pretest Antar Kelas Jigsaw dan Kelas Think-Pair-Share
No 1
Data Nilai Pretest
Nilai
Nilai
Nilai
Varians
X2 hitung
X2 tabel
1,04
1,83
129.6
Kelas Jigsaw 2
Keputusan
Nilai
Pretest 123.6
Kelas
Think-
Kedua data homogen
Pair-Share
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % (0,05) dengan derajat kebebasan (31;31) sehingga F tabel sebesar 1,83. Tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok berasal dari sampel yang homogen, karena memenuhi kriteria Fhirung ≤ Ftabel. Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Posttest Antar Kelas Jigsaw dan Kelas Think-Pair-Share
No 1
Data
Nilai Varians
Nilai 2
X
hitung
X2 tabel
Keputusan
Nilai Posttest Kelas Jigsaw
198.4 1,7
2
Nilai
Nilai
Posttest
Kelas
Think-
1,83
Kedua data homogen
112,5
Pair-Share
Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan 95 % (0,05) dengan derajat kebebasan (31;31) sehingga F tabel sebesar 1,83. Tabel 4.7 dapat
57
disimpulkan bahwa kedua kelompok berasal dari sampel yang homogen, karena memenuhi kriteria Fhirung ≤ Ftabel. 3. Uji Hipotesis Statistik Uji hipotesis ini menggunakan uji t (“t” test), untuk menguji hipotesi nihil (Ho) yang menyatakan bahwa Tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan
melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Think-PairShare. Untuk menguji hipotesis digunakan uji “t” pada taraf signifikansi α (0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 62, adapun kriterianya adalah: Jika t hitung
≥t
tabel
maka H1 diterima dan Ho ditolak, jika t
hitung
≤t
tabel
maka Ho
diterima dan H1 ditolak. Hasil perhitungan untuk pretest, posttest dan N-Gain kelompok jigsaw dan TPS diperoleh t hitung pretest 1,03. Posttest 2,26 dan N-Gain 2,6. dari tabel distribusi “t” untuk taraf signifikansi α = (0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 62, diperoleh t tabel = 2,00. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut dan untuk perhitungannya bisa dilihat di lampiran sebelas. Tabel 4.8 Hasil Uji “t” Pretest, posttes dan N-Gain Uji t Pretest
Posttest N-Gain
t hitung
t tabel
Kesimpulan Data Ho diterima dan H1
1,03
2,00
2,26
2,00
Ho ditolak dan H1diterima
2,6
2,00
Ho ditolak dan H1diterima
ditolak
58
Berdasarkan tabel diatas, untuk pretest didapat t
hitung
< t
tabel
dengan kata lain menerima Ho, jadi ini menyatakan tidak ada perbedaan hasil belajar antara siswa kelompok jigsaw dan TPS sebelum diberikan perlakuan. Sedangkan untuk posttest dan N-Gain thitung > t
tabel
dengan kata lain menolak Ho. Dengan demikian hasil
posttest dan N-Gain dalam penelitian ini dapat menguji kebenaran hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang belajar
melalui pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe Think-Pair-Share. Sehingga penelitian ini dapat membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe Think-Pair-Share. 4. Hasil Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan TPS Untuk
mengetahui
tanggapan
siswa
terhadap
rangkaian
pembelajaran yang telah dilaluinya, peneliti menggunakan instrumen ceklis pernyataan ya-kurang-tidak yang diberikan dan diisi siswa di akhir pembelajaran. Berikut hasil tanggapan siswa terhadap rangkaian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan TPS Tabel 4.9 Tanggapan Siswa Terhadap Rangkaian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw No 1
2
3
No
Pertanyaan Apakah kamu menyukai tahapan diskusi kelompok asli dalam teknik jigsaw? Apakah kamu menyukai tahapan diskusi kelompok ahli dalam teknik jigsaw? Apakah kamu menyukai setiap tahap dalam teknik jigsaw? Pertanyaan
Pernyataan Ya Kurang Tidak Ya Kurang Tidak Ya Kurang Tidak Pernyataan
Frekuensi 16
Persentase 50 %
12 4 16 14
37,5 % 12,5 % 50 % 43,75 %
2 14 10 8 Frekuensi
6,25 % 43,75 % 31,25 % 25 % Persentase
59
4
Apakah kamu menyukai belajar dengan menggunakan teknik jigsaw?
Ya Kurang Tidak
17 14 1
53,125 % 43,75 % 3,125 %
5
Apakah belajar dengan teknik jigsaw membantu kamu dalam memahami sitem ekskresi pada manusia?
Ya Kurang
23 9
71,875 % 28,125 %
Apakah kamu dapat menjelaskan kembali sistem ekskresi pada manusia yang telah dipelajari?
Ya
25
78,125 %
Kurang
7
21,875 %
Tidak Ya
-
Kurang
4
12,5 %
Tidak
28
87,5 %
Ya Kurang
30 1
93.75 % 3,125 %
Tidak
1
3,125 %
6
7
8
Apakah masih ada sistem ekskresi pada manusia yang belum dipahami setelah menggunakan teknik jigsaw? Apakah menurut kamu teknik jigsaw cocok untuk diterapkan pada pelajaran biologi?
Tidak
-
Tabel 4.10 Tanggapan Siswa Terhadap Rangkaian Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Apakah kamu menyukai belajar dengan menggunakan teknik Think5 Pare-Share? No Pertanyaan Apakah kamu menyukai tahap Apakah belajar dengan teknik 1 Think teknik Think-Pair-Share Think-Pare-Share membantu kamu 6 dalam memahami sitem ekskresi Apakah kamu menyukai tahapan pada manusia? diskusi kelompok berpasangan 2 (pair) dalam teknik Think-PairApakah kamu dapat menjelaskan Share? kembali sistem ekskresi pada 7 Apakah kamu menyukai tahapan manusia yang telah dipelajari? 3 diskusi kelompok sharing dalam teknik Think-Pair-Share? Apakah masih ada sistem ekskresi pada manusia yang belum dipahami Apakah kamu menyukai seluruh 8 teknik Thinktahapanmenggunakan dalam teknik Think-Pair4 setelah Pare-Share? (-) Share? No
Pertanyaan
Ya Kurang Tidak Pernyataan Ya Ya Kurang Kurang Tidak Ya Tidak Kurang Ya Tidak Kurang Ya Kurang Tidak Ya Tidak Ya Kurang Kurang Tidak Tidak Pernyataan
12 14 6 Frekuensi 20 19 7 9 5 3 4 23 17 6 11 5
37,5 % 43,75 % 18,75 % Persentase 62,5 % 59,375 % 21,875 % 28,125 % % 15,625 9,375 % 12,5 % 71,875 % 53,125 % 18,75 % 34,375 % % 15,625
24 4 7 3
75 %% 12,5 21,875 9,375 %
2 5 21 20 9 Frekuensi
6,25 % 15,625 65,625 % 62,5 % 28,125 Persentase
60
9
Apakah menurut kamu teknik Think-Pare-Share cocok untuk diterapkan pada pelajaran biologi?
Dari tabel di atas diketahui
Ya Kurang
25 5
78,125 15,625
Tidak
2
6,25
bahwa tanggapan siswa terhadap
rangkaian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan TPS secara umum untuk kelompok jigsaw mereka menyukai tahapan-tahapan dalam tipe jigsaw sebesar (53,125%),
merasa terbantu dalam memahami konsep
tentang sistem ekskresi pada manusia sebesar (71,875 %) dan menyetujui jika tipe ini diterapkan pada mata pelajaran biologi sebesar (93,75 %). Sedangkan untuk kelompok Think-Pair-Share secara umum mereka kurang begitu menyukai tahapan-tahapan dalam tipe ini sebesar (65,625%), tapi menurut mereka tipe TPS
membantu mereka dalam
memahami konsep sistem ekskresi pada manusia sebesar (59,375 %) dan mereka juga setuju jika tipe TPS diterapkan pada mata pelajaran biologi sebesar (78,125%).
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas IX SMP Karyapakuan Tamansari Bogor, diketahui bahwa rata-rata pretest kelompok eksperimen jigsaw lebih besar daripada kelompok eksperimen Think-PairShare. Setelah dilakukan uji “t” diperoleh t
hitung 1,03
dan t tabel 2,00, dari data
pretest tersebut Ho diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukan bahwa sebelum diberikan perlakuan pembelajaran, sampel untuk kelompok jigsaw dan kelompok Think-Pair-Share memiliki pengetahuan yang sama dan tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan. Setelah
diberi
perlakuan
pembelajaran
dengan
pendekatan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan Think-Pair-Share, data menunjukan
61
bahwa nilai rata-rata untuk kelas jigsaw lebih besar dari kelompok ThinkPair-Share.
Pada data tersebut dilakukan pengujian normalitas dan
homogenitas serta uji “t” data dari posttest tersebut, ternyata Ho ditolak, dengan kata lain H1 diterima hal ini menandakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kelompok jigsaw dan kelompok Think-Pair-Share. Hal ini diperkuat dengan dilakukannya uji satistik perbandingan terhadap nilai N-Gain kedua kelompok yang menunjukan kesimpulan yang sama, yaitu perbedaan nilai N-Gain kedua kelas signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hasil belajar dan peningkatannya pada kedua kelompok tersebut signifikan. Hasil belajar ditunjukan dengan nilai posttest sedangkan peningkatan hasil belajar ditunjukan dengan nilai N-Gain. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan tipe jigsaw dan Think-Pair-Share terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan dan dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Penggunaan tipe jigsaw
dapat memberikan hasil yang
lebih baik
dibandingkan dengan tipe Think-Pair-Share. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar kedua kelompok namun peningkatan kedua kelompok ini berbeda, untuk kelompok jigsaw lebih baik dari pada kelompok Think-PairShare karena pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran, hal ini sesuai dengan tanggapan siswa sebesar (71,875%) menyatakan bahwa pembelajaran tipe jigsaw membantu dalam memahami sistem ekskresi pada manusia. Siswa menyukai tipe jigsaw ini, terlihat dari tanggapan siswa sebesar (53,125%) dari pada tipe TPS sebesar (37,5%), menyatakan bahwa siswa menyukai tipe jigsaw sehingga siswa dapat secara aktif bekerjasama dengan sesama siswa dalam suasana gotong-royong dalam
upaya
menggali
informasi dan
meningkatkan
kemampun berkomunikasi untuk meningkatkan pemahaman pada materi pelajaran yang sedang dipelajari. 1 1
Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas, (Jakarta:Gramedia, 2003), hlm.30.
62
Rendahnya minat siswa dalam menyukai tipe TPS dimungkinkan oleh beberapa faktor, yang terlihat dalam proses pembelajaran. Pada tahap think siswa-siswa cenderung pasif dan mengulur-ngulur waktu dengan alasan pekerjaan belum dikerjakan, pada tahap ini mereka ramai dan mengganggu teman-temannnya. Pada tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Sedangkan tahap share siswa cenderung saling menunggu kelompok lain untuk berbagi informasi dan kebanyakan siswa menjawab pekerjaanya pada tahap ini. Implikasinya pembelajaran kurang efektif, bahkan kadang-kadang waktu pembelajaran kurang maksimal karena adanya hambatan-hambatan dalam setiap langkah-langkahnya. Dengan demikian tidak terjadi peningkatan hasil belajar yang signifikan dimana kelompok TPS mengalami peningkatan pembelajaran yang menurun dalam kategori rendah (Tabel 4.3) .
Pada dasarnya kedua teknik dari pendekatan pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan masing-masing, kedua teknik ini dapat merangsang siswa terlibat secara aktif untuk bekerja sama, berdiskusi dan saling membantu antar anggota kelompok dalam belajar sehingga mereka dapat mengkonstruk pemahaman mereka sendiri secara bersama sama.2 Walaupun, masih terdapat siswa yang masih enggan terlibat aktif dalam pembelajaran karena belum terbiasa dengan pembelajaran ini. Namun tidak berlaku pada kelas TPS yang mengalami peningkatan hasil belajar pada kategori rendah padahal hasil penelitian yang dilakukan Zulfah menyatakan bahwa
2
Ibid,.
63
pembelajaran materi pengelolaan lingkungan melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.3 Berbeda dengan kelompok jigsaw di SMP Karyapakuan dimana minat menyukai siswa terhadap metode diskusi jigsaw yang lebih tinggi sejalan dengan peningkatan hasil belajar, dimana kelompok ini termasuk dalam kategori sedang. Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Yeti Sulastri menyatakan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan dari pretest ke posttest. Berdasarkan skor Gain ternormalisasi sebesar 0,44 efektivitas pembelajaran dikategorikan kedalam kategori sedang. 4 Begitu Pula yang dinyatakan Efi
menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara hasil
belajar biologi siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw dan teknik STAD. Dimana hasil belajar pada kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih baik dibandingkan dengan kelas yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif teknik STAD.5 Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikembangkan pada penelitian ini cukup efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada mata pelajaran biologi.
3
Zulfah, Meningkatkatkan Kualitas Pembelajaran Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dan Penilaian Autentik Di SMPN 37 Semarang, Skripsi UNS 2006.hlm.59.diakses 2 Maret 2010 4 Yeti Sulastri, Jurnal Pengajaran MIPA,Vol.13 No. 1 April 2009, hlm.20. 5 Efi, “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD,” Diakses 1 maret 2010. html
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar biologi siswa antara siswa yang belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe Think-Pair Share, hasil belajar tipe jigsaw lebih baik daripada tipe ThinkPair-Share yang ditunjukan oleh hasil perhitungan uji t dimana nilai tersebut lebih besar dari t
tabel
hitung
sebesar 2,26
yaitu 2,00. Dengan demikian Ho
ditolak dan dengan kata lain H1 diterima. Perbedaan ini terlihat juga pada hasil data posttest kedua kelompok. Perolehan nilai rata-rata untuk kelompok jigaw adalah (70,2) sedangkan untuk kelompok Think-Pair-Share adalah (63,4), dan rata-rata Normal Gain untuk kelompok jigsaw sebesar (0,52) kategori sedang dan untuk kelompok Think-Pair-Share (0,39) kategori rendah. Dari data respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw dan teknik Think-Pair-Share pada umumnya kelas jigsaw menyukai tipe jigsaw ini dan kelompok Think-Pair-share kurang menyukainya dan mereka menyetujui jika kedua tipe ini diterapkan pada mata pelajaran biologi.
B. Saran Berdasarkan temuan-temuan selama penelitian, penulis mengajukan beberapa saran sebagai perbaikan di masa mendatang. 1. Untuk sekolah, guru dan siswa hendaknya pembelajaran kooperatif dengan tipe jigsaw diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, karena tipe jigsaw ini bisa meningkatkan hasil belajar siswa dan diharapkan ada pengembangan dalam penerapannya di kelas.
64
65
2. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya dalam pelaksanaan penelitian melibatkan observer, untuk mengawasi dan mengamati selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam pelaksaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe TPS.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Nurropiq, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Struktural Tipe NHT (Numbered Head Together) Terhadap Prestasi Belajar Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa, (Universitas Muhammadiyah Surakarta: 2008). Skripsi diakses 2 maret 2010. Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2007. Cet. Ke-7 --------------. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002. Azhari, Akyas. Psikologi Umum dan Perkembangannya. Bandung: Teraju. 2004. Cet. Ke-1. Bahriyatul Azizah, Studi Komparasi Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Metode Konvensional Pokok Bahasan Jurnal Khusus Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II Man Suruh, (Skripsi: Universitas Negerri Malang). Diakses 2 maret 2010. Cornu, Rosie Le, et al. What are Characteristics of Contructivist Learning Cultures?. Devisison Of Education, Arts and Sicial Sciences University of South Australia 2003. Diana Rochintaniawati dan Yeti Sulastri. Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 13 No. 1 April 2009 . Jurnal Diakses 2 maret 2010. Efi, “Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pendekatan Cooperatif Learning Teknik Jigsaw Dengan Teknik STAD,” Diakses 1 maret 2010. html Heriyanto. Skripsi Mahasiswa Starata 1. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.2006. Isjoni. Cooperative Learning : Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. 2010. Kamus Besar Bahasa. Jakarta: Balai Pustaka. 2000. Cet. Ke-10.
66
Lie Anita, Cooperative Learning : Mempraktekkan Cooperative Learning di RuangRuang Kelas. Jakarta : Gramedia. 2003. Mulyasa E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2007. Nanik, Prihatiningsih. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diberi Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Kontruktivisme Dan Pendekatan Ekspositori Pada Pokok Bahasan Lingkaran SiswaKelas Viii Smp N 3 Cepiring, .Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008. Diakses 2 maret 2010 Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya. 2003. Sirod, Rusdy A. Cara Seseorang Memperoleh Pengetahuan dan Implikasinya Pada Pembelajaran Matematika, dari http/www. Depdiknas.go.id/jurnal/93/rusdy.a.siroj.htm.hlm.1.2008. Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta. PT. Rineka Cipta, 2003. Cet. Ke-4. Slavin Robert E. Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung : Nusa Media. 2008. Subana, dkk. Statistik Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2005. Sudrajat dan Subana M. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. 2001. Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001. Sudijono, Anas. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005. Sugiono. Stastistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.2005. Surapranata, Sumana. Panduan Penulisan Tes Tertulis Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. RemajaRosda Karya. 2004. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002.Cet. Ke-7.
67
Trianto. Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. 2007. Usman, Moh Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Cet. Ke-3. Yamin, Martinis. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Ciputat: Gaung Persada Press. 2004. Cet. Ke- 3. Wahdi Sayuti dan Zurinal Z. Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta : UIN Jakarta Press. 2006. Widyantini Th. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: Paket Fasilitasi Pemberdayaan Kkg/Mgmp Matematika. 2008. Jurnal Diakses 2 maret 2010.
68