PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LARUTAN MADU 90 % DENGAN KETOCONAZOLE 1 % SECARA IN VITRO TERHADAP PERTUMB UHAN Pityrosporum ovale
NASKAH PUBLIKASI
Disusun ole h : DEVIANI AYU LARASWATI J 5000 80 101
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011
i
ABSTRAK Deviani Ayu Laraswati. J 5000 80101. Pe rbanding an E fektivitas Larutan Madu 90% Deng an Ke toko nazo le 1% Secara In Vitro Te rhad ap Pertumbuhan Pityrosp orum ovale. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta 2011. Latar be lak ang: Ketombe adalah pembentukan skuama berlebihan di kulit kepala tanpa atau dengan tanda – tanda inflamasi ringan. Madu adalah produk alam yang mempunyai efek bakterisida, bakteriostatik, antijamur, antivirus, antioksidan, antitumoral, dan efek anti-inflamasi. Ketokonazol merupakan anti jamur yang bekerja menghambat sintesa ergosterol yaitu komponen yang penting untuk integritas membran sel jamur. Tujuan: Membandingkan efektivitas larutan madu 90% dan ketokonazol 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan Pityrospo ru m ovale. Metode: Metode penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorik. Sampel adalah Pityro sporum o va le dari hasil biakan isolat murni. Selanjutnya Pityrospo ru m ovale ditanam pada media SDA dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam hingga didapatkan koloni jamur. Hasil biakan (+) diambil dengan menggunakan osse steril, diencerkan dalam larutan NaCl 0,9% steril dan dibuat sama kekeruhannya dengan larutan Mc-Farland 0,5 kemudian diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain ditambah 9 ml NaCl 0,9% (107 CFU/ml) lalu ambil diambil ±1 ml lagi dari larutan tersebut dan oleskan ke dalam cawan petri yang berisi SDA serta dibuat dua sumuran dengan diameter 4 mm kemudian masukan larutan madu 90% dan ketokonazol 1% pada setiap sumuran. Media dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24 jam. Hasil: 10 media SDA yang mengandung larutan madu 90% , semua dinyatakan (-) / tidak terdapat zona inaktivasi atau tumbuh Pityro sporum o va le. 10 media SDA yang mengandung ketokonazol 1%, semua dinyatakan (+) terdapat zona inaktivasi atau tidak tumbuh Pityrospo ru m o vale dan 10 media SDA yang mengandung akuades steril (kontrol negatif), semua dinyatakan (-) / tidak terdapat zona inaktivasi atau tumbuh Pityro sporum o vale. Kesimpulan: Ada perbedaan antara efektivitas larutan madu 90% dengan ketokonazol 1% dalam menghambat pertumbuhan Pityrospo rum ovale. Madu belum dapat dijadikan altenatif untuk pengobatan ketombe sedangkan ketokonazol dapat Kata kunci: Keto mbe, Pityrospo ru m ovale, larutan madu 90% , ketokonazo l 1 %
ii
ABSTRACT Deviani Ayu Laraswati. J 5000 80101. Effectiveness Co mparison Of 90% Honey With 1% Ketoconazo le In Vitro To The Gro wth Of Pityrosp orum Ova le. Medical Faculty University of Muhammadiyah Surakarta 2011. Backg round: Dand ru ff is the excessive sca les production of the sca lp withou t o r less the sign s of inflama tions. Hon ey is natu ra l p rodu ct wh ich have the cha racter of bactericide, b acterio sta tic, antifungal, antivirus, antioxidan , antitumo ra l, and an tiinflama tion. Ketoconazo le is an tifunga l wo rks by blo ck ing ergo stero l synthesis that is an impo rtant co mponent for membran e integrity o f fungal cell. Objective: To co mpa re th e effectiveness of 90% hon ey with 1% ketoconazole in vitro to th e gro wth of Pityrospo rum o va le. Method: Th is stud y wa s done by an labo ratoric experimen tal d esign. Sa mp les were Pityro sporum o va le fro m isola tes pure cultu re. Furthermore Pityrosporum ovale wa s cultiva ted on th e S DA media and med ia in cubated at 37 oC for 24 hou r un til o btain ed fungal colonies. Diagnosis po sitive o f Pityrosporum ovale u sed steril o sse were diluted in steril 0 ,9% NaCl to make the so lu tion equal to 0 ,5 Mc Farland standar th en as man y a s 1 ml o f solution and pu t into test tube afterwa rd s as man y as ± 1 ml a ga in from the so lu tion and lub ricating into med ia of S DA so lid a s well as maked two of su mu ran with 4 mm d ia meter and th en into 90% so lu tion of honey and 1% ketoconazole from ea ch su muran. The med ia were in cuba ted a t 37 oC for 24 hou r. Result: 1 0 media of SDA wh ich con ta ined 90% honey, all were found (-) / were found nega tive ina ctiva tion zon e or were found Pityro sporu m ovale gro wth. 10 med ia wh ich con ta ined 1% keto cona zo le, all were found (+) / were found po sitive inactivation zone o r ab sen ce Pityro sporum o va le growth and 10 med ia of S DA which conta in ed steril a quad es (con tro l n egative), all were found (-) / were found nega tive ina ctiva tion zone or were found Pityrosporum o va le growth . Conclusion: There is difference b etween th e effectiveness of 90% hon eywith 1% ketokonazole in inh ib itin g the g ro wth of Pityro sporum o va le, honey 90% can’t b e alterna tive for dand ru ff treatment bu t ketokonazo le 1% can do so. Key wo rd s : Dandruff, Pityro sporum ovale, 90 % honey, 1% Ketoconazole
iii
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pityro sporum ovale adalah jamur lipofilik dari genus Ma la ssezia yang dianggap sebagai flora normal kulit yang terdapat di lapisan atas stratum korneum dan merupakan flora normal kulit manusia yang dapat berasosiasi pada keadaan ketombe dan dermatitis seboroik (Jang et al., 2009). Morfologi Pytiro sporum ovale berkarakteristik oval seperti botol, berukuran 1-2 x 2-4 mm, gram positif dan memperbanyak diri dengan cara blastospora atau tunas. Sebagai flora normal kulit kepala, Pityrosp orum o va le didapat dengan jumlah 0-2 buah perlapangan pandang. Pada pertumbuhan Pityro sporum o va le melebihi jumlah normal maka akan meningkatkan proliferasi epidermal khususnya pada stratum korneum atau pada folikel rambut yang akan menyebabkan ketombe (Wuryaningrum dkk., 2004). Ada tiga faktor yang dianggap berhubungan dengan terjadinya ketombe yaitu sekresi dari glandula sebasea, metabolisme mikrofloral, dan kerentanan individu (Dawson, 2007). Ketombe juga disebut sebagai Pityria sis ca pitis (Pityriasis sicca) atau dand ruff yang merupakan suatu kelainan skuamasi kulit kepala yang hampir fisiologis, ditandai dengan timbulnya skuama halus tanpa disertai tanda-tanda inflamasi, biasanya dianggap sebagai bentuk ringan dari dermatitis seboroik (Manuel, 2010). Ketombe ini merupakan suatu keluhan umum yang mempengaruhi hampir 50% dari penduduk pada usia pubertas dari jenis kelamin dan etnis apapun (N owicki, 2006). Tingkat keparahan ketombe dipengaruhi oleh usia, terutama masa pubertas dan usia menengah (mencapai puncak pada usia 20 tahun) dan menurun saat lansia (di atas 50 tahun) serta relatif jarang dan ringan pada anak-anak (Ranganathan a nd Mukhopadhyay, 2010). Ketombe ini hampir didapatkan di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda, sekitar 18% - 26%. Di Arab didapatkan 18,1% pada siswa sekolah perempuan di kota Al-Khobar (Al-Saeed et al., 2006). Di P akistan mengenai 26,1% siswa remaja perempuan di Hyderabad, S indh, P akistan (Bajaj et al., 2009). Prevalensi dermatitis seboroik diperkirakan sekitar 3-5% jika ketombe merupakan dermatitis seboroik ringan, angka kejadian mencapai 15-20% (Indranarum, 2001). Manajemen pengobatan ketombe memerlukan jangka panjang, pilihan perawatan akan tergantung pada kemudahan dan frekuensi administrasi, biaya, dan efek samping profil agen terapeutik (Satchell et al., 2002). P roduk alami seperti madu menjadi pilihan alternatif untuk dijadikan sebagai pengobatan herbal. Madu ini memilik i aktivitas anti jamur terhadap Pityro sporum o va le yang dianggap agen penyebab ketombe, dimana jamur tidak dapat berkembang pada madu karena mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan jamur
iv
Pityro sporum o va le (Al-’Id, 2010). Penggunaan konsentrasi madu 90% yang dicampur air hangat untuk menghambat pertumbuhan jamur telah diteliti oleh A l-Waili (2001). Ketokonazol diketahui bermanfaat untuk pengobatan ketombe (Franchimont et a l., 2003). Ketokonazol merupakan suatu antijamur turunan imidazol yang mempunyai spektrum luas dan efektivitas tinggi, bersifat fungistatik yang bekerja menghambat sintesis ergosterol yang merupakan sterol penting untuk membran sitoplasma jamur (Katzung, 1998). Ketokonazol topikal terdapat dalam sediaan krim maupun sampo. Bentuk sampo adalah sediaan yang paling mudah dan sering digunakan oleh masyarakat. Sampo ketokonazol dengan konsentrasi 1% merupakan sampo yang efektif dalam pengobatan ketombe, oleh sebab itu penelitian ini menggunakan ketokonazol konsentrasi 1%. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% dengan Ketoconazole 1% secara In Vitro terhadap Pertumbuhan Pityro sporum o va le. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana perbandingan efektivitas antara larutan madu 90% dengan ketokonazol 1% secara in vitro dalam menghambat Pityrospo ru m ovale. C. Tujuan Pe nelitian Untuk membandingkan efektivitas larutan madu 90% dengan ketokonazol 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan Pityrosporum o va le. D. Manfaat Penelitian 1 . Manfaat teoritis 1.1. Memberikan masukan untuk pengelolaan ketombe dengan bahan alami (madu) yang mempunyai efek antijamur dalam penghambatan P ityro sp orum ovale. 1.2. Menghasilkan informasi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terapan. 2 . Manfaat prak tis Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan bahan informasi mengenai efektivitas larutan madu 90% yang mempunyai kemampuan mengimbangi ketokonazol 1% dalam menghambat pertumbuhan Pityrospo ru m ovale.
v
II.
METODE PENELITIAN A. Desain Pe ne litian Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratorik dengan menggunakan metode rancangan eksperimental sederhana (po sttest o nly contro l group design) karena penulis memberikan perlakuan terhadap subjek dan tidak memberikan perlakuan sebagai kontrol kemudian mengevaluasi hasil akhir (Taufiqurrahman, 2008). B. Te mpat dan Wak tu Penelitian 1 . Tempat Pe ne litian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2 . Wak tu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011. C. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Pityro sp orum ova le yang diperoleh dari hasil biakan isolat klinik murni di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. D. Besar Sampel Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel, hal ini mengacu pada Murti (2010) yang menyatakan bahwa untuk menghitung sampel secara statistik diperlukan minimal sampel sebesar 30. Tiga puluh sampel ini berisi: (1) 10 cawan petri dengan biakan Pityro sporum o va le dalam sumuran SDA yang diberi perlakuan dengan menambahkan akuades steril sebagai kontrol negatif, (2) 10 cawan petri dengan biakan Pityrospo ru m ovale dalam sumuran SDA yang diberi perlakuan dengan menambahkan larutan madu 90%, (3) 10 cawan petri dengan biakan Pityrospo ru m ovale dalam sumuran SDA yang diberi perlakuan dengan menambahkan ketokonazol 1%. E. Bahan dan Alat 1 . Bahan 1.1. Bahan utama berupa larutan madu 90% dan ketokonazol 1% 1.2. Bahan uji daya antifungi 1.2.1. Media Sabouraud Dekstrosa Agar 1.2.2. Standar Mc Farland 0,5 1.2.3. NaCl 0,9% 1.3. Biakan jamur berupa Pityrospo ru m ovale 1.4. Akuades steril 2 . Alat 2.1. Ohse kolong 2.2. Tabung reaksi vi
2.3. Cawan petri 2.4. Alat pembuat sumuran 2.5. Autoclave 2.6. Inkubator 2.7. Lampu spiritus 2.8. Sarung tangan 2.9. Masker 2.10. P enggaris 2.11. Tabung reaksi 2.12. Beker glass F. Cara Kerja 1 . Sterilisasi alat
2.
3.
4.
5.
Alat-alat yang akan digunakan pada proses uji daya antifungi dan pembuatan larutan madu dicuci bersih kemudian dikeringkan dan disterilkan dalam a uto clave pada suhu 121oC selama 30 menit. Pembuatan larutan madu 9 0% Pembuatan larutan madu 90% adalah dengan cara mencampur madu 90 ml dengan akuades steril 10 ml. Persiapan kontrol negatif Untuk kontrol negatif terhadap terhadap jamur Pityrospo ru m ovale digunakan sumuran yang berisi akuades steril. Persiapan suspensi jamur Satu o hse Pityrospo rum ovale diambil dari biakan dan tanam pada media Sabouraud Dekstrosa Agar, lalu dikubasi pada suhu 37o C selama 24 jam hingga didapatkan koloni jamur. Selanjutnya 1 ohse Pityro sporum o va le diambil lagi dari koloni jamur kemudian dimasukkan ke dalam NaC l 0,9% dikocok sampai homogen untuk disamakan dengan suspensi 0,5 Mc Farland (108 cfu/ml). Ambil 1 ml larutan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain dan ditambahkan 9 ml NaC l 0,9% (107 cfu/ml). Pada tabung reaksi yang berisi larutan Pityrospo ru m ovale (10 7 cfu/ml), diambil 1 ml larutan dan dioleskan ke dalam cawan petri yang berisi Sabouraud Dekstrosa Agar (Harmita dan Maksum, 2008). Pelaksanaan uji daya antifung i Pada setiap media Sabouraud Dekstrosa Agar yang telah digores kemudian dibuat dua sumuran dengan diameter 4 mm. Sabouraud Dekstrosa Agar sebagai kontrol negatif menggunakan sumuran kosong berisi akuades steril sedangkan pada Sabouraud
vii
Dekstrosa Agar lainnya diisi 50 µl larutan madu 90% dan 50 µl ketokonazol 1%. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. 6 . Pemeriksaan sampel penelitian Setelah sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C , media dikeluarkan dari inkubator dan kemudian ukur diameter zona bening yang terbentuk, diukur dengan menggunakan penggaris satuan centimeter (cm). G. Rancangan Pe ne litian Satu oh se Pityrospo ru m ovale diambil dari biakan dan ditanam pada media SDA dan dikubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam hingga didapatkan koloni jamur Diambil 1 oh se Pityrospo ru m ovale dimasukkan ke dalam NaCl 0,9% Kekeruhan disamakan dengan standar 0,5 Mc Farland 108 CFU/ml
Diambil 1 ml larutan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain + 9 ml NaCl 0,9% (10 7 CFU/ml)
P ada tabung reaksi yang berisi larutan Pityrosporum o va le (107 cfu/ml), diambil 1 ml larutan dan dioleskan ke dalam cawan petri yang berisi SDA SDA dibuat dua sumuran berdiameter 4 mm
Masing-masing sumuran diberi larutan sebanyak 50 µl sesuai kelompok yang diberi perlakuan (kontrol negatif, larutan madu 90% dan ketokonazol 1%)
Dinkubasi dalam suhu 37 oC selama 24 jam
Diukur diameter zona bening
viii
H. Cara Peng umpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer hasil penelitian, yaitu mengukur diameter zona bening yang terbentuk, diukur dengan menggunakan penggaris satuan centimeter (cm). I. Variabe l Penelitian 1 . Variabel bebas Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah jenis obat, yaitu: 1.1. Larutan madu 90% 1.2. Ketokonazol 1% Skala : nominal 2 . Variabel te rik at Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat adalah zona bening pertumbuhan Pityrosp orum o va le secara in vitro. Skala : rasio 3 . Variabel luar 3.1. Variabel luar terkendali 3.1.1. Suhu inkubasi 3.1.2. Lama inkubasi 3.1.3. Kontaminasi kuman atau mikroba lain dari udara 3.1.4. Cara isolasi Pityro sporu m ovale 3.1.5. Media pembiakan 3.1.6. Umur biakan dan jumlah koloni Pityro sporum ovale 3.1.7. Sterilitas alat dan bahan 3.1.8. Ketelitian pengukuran dan pengamatan 3.2. Variabel luar tidak terkendali 3.2.1. Kecepatan pertumbuhan Pityro sporu m ovale J. De finisi Ope rasio nal 1 . Zona bening pe rtumbuhan Pityrosporum ova le pada ketombe Adalah daya antifungi dari larutan madu 90% dan ketokonazol 1% terhadap Pityro sporum o va le yang dilihat dari zona bening pada masing-masing media Sabouraud Dekstrosa Agar. 2 . Larutan madu 9 0% Larutan madu 90% adalah campuran larutan yang berisi madu murni sebesar 90% dan akuades 10% yang berfungsi sebagai antijamur Pityrospo ru m ovale. 3 . Ketokonazol 1% Ketokonazol 1% adalah obat turunan golongan azol yang memiliki fungsi sebagai antijamur Pityrospo ru m ovale dalam bentuk sampo.
ix
K. Analisa Data Data yang dikumpulkan, diedit, dikoding, ditabulasi, dan entering. Data yang diperoleh diuji menggunakan uji t-tidak berpasangan atau uji hipotesis komparatif variabel numerik berdistribusi normal dua kelompok tidak berpasangan. Syarat uji ttidak berpasangan, yaitu : 1. Memeriksa syarat uji t-tidak berpasangan: 1.1. Distribusi data harus normal (wajib). 1.2. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama. 2. Jika memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji ttidak berpasangan. 3. Jika tidak memenuhi syarat (data tidak berdistribusi normal) dilakukan terlebih dahulu transformasi data. 4. Jika variabel hasil transformasi berdistribusi normal, maka dipakai uji t-tidak berpasangan. 5. Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdisribusi normal, maka dipilih uji Mann-Whitney (Dahlan, 2009). L. J adwal Pe nelitian Tabe l 1 . Jadwal penelitian Kegiatan
Bulan Maret April Mei J uni J uli 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
P enyusunan P roposal P ermohonan izin penelitian Ujian P roposal Revisi P roposal P engumpulan Data P engolahan Data P enyusunan Skripsi Ujian Skripsi III.
HASIL Hasil penelitian mengenai perbandingan efektivitas larutan madu 90% dengan ketokonazole 1% secara in vitro terhadap pertumbuhan Pityrospo ru m o vale dengan metode well d iffusion atau difusi sumur didapatkan hasil sebagai berikut:
x
Tabel 2. Zona inaktivasi Pityro sporu m o va le dalam media Sabouraud Dekstrose Agar yang berisi larutan madu 90% , ketokonazole 1%, dan kontrol negatif Zona inaktivasi Jumlah SDA dalam No . Perlakuan (cawan pe tri) me ng hambat pertumbuhan P. ovale (+/-) 1. Larutan Madu 90 10 (– ) % 2. Ketokonazole 1% 10 (+ ) 3. Kontrol negatif 10 (– ) Keterangan: 1. (–) : dikatakan negatif karena tidak terdapat zona inaktivasi atau ada pertumbuhan Pityrospo rum ovale pada 10 cawan petri dengan biakan Pityro sporu m ovale di media SDA yang mengandung larutan madu 90%. 2. (+) : dikatakan positif karena terdapat zona inaktivasi atau tidak ada pertumbuhan Pityrospo rum ova le pada 10 cawan petri dengan biakan Pityro sporu m o vale di media SDA yang mengandung ketokonazole 1%. 3. (–) : dikatakan negatif karena tidak terdapat zona inaktivasi atau ada pertumbuhan P ityro sp orum o vale pada 10 cawan petri yang diberi akuades steril sebagai kontrol negatif pada metode difusi sumur. Dari tabel hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa larutan madu tidak dapat menghambat pertumbuhan Pityro sporum ovale sehingga data yang diperoleh tidak layak untuk diuji secara statistik. Hasil penelitian mengenai diameter zona inaktivasi pada ketokonazole 1% dalam menghambat pertumbuhan Pityrospo ru m ovale disajikan pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Zona penghambatan aktivitas antijamur pada ketokonazole 1% Zona Hamb at (cm) Cawan pe tri Mean (Rata-rata) Kiri Kanan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumla h M ea n tota l
4. 5 5. 0 5. 2 4. 5 4. 5 4. 7 5. 0 5. 3 5. 4 4. 8
4. 5 6. 2 6. 1 5. 5 5. 0 5. 0 5. 1 5. 2 5. 0 5. 3
4. 5 5. 6 5. 65 5 4. 75 4. 85 5. 05 5. 25 5. 2 5. 05
4.89
5. 29
5. 09
xi
Dari ta be l zona penghambata n a ktivitas antijam ur pa da ketokonazole 1% da pat diketa hui bahwa jumlah mean total dari 10 cawan petri a da la h 5.09 c m, sedangkan jumlah mea n tota l ka na n lebih besar dari pada jumla h mean total kiri de ngan ha sil: 5.29 c m da n 4.89 cm Diagram 1 . Dia gram mea n (rata-ra ta) pa da ke tocona zole 1% Mean Ketokonazole 1%
Zona Inaktivasi (cm)
6 5 4 3
Mean Ketokonazole 1%
2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Cawan Petri
Dari dia gram mean (rata-rata) pa da ketokona zole 1% diketahui bahwa mea n tertinggi terda pat pa da caw an petri nome r 3 se be sar 5.65 c m dan 4. 5 c m untuk mean te re nda h ya ng terda pa t pada cawa n petri nomer 1.
IV.
PEMBAHASAN Hasil pe ne litian menunjukkan ba hwa ke tokona zol 1% me nunjukan ada nya efe k pe nghambatan pertum buha n Pityrospo ru m ovale sedangkan laruta n ma du 90% tida k a da. Hipotes is se be lumnya yang menyatakan ba hw a larutan ma du mempunya i efe k antifungi terha da p Pityrospo ru m ovale karena adanya kandungan flavonoid di da la mnya. Ha l ini dapat terja di kem ungkinan karena kandungan flavonoid yang a da dalam madu jumla h ke cil (S uranto, 2007), sehingga da lam pene litia n ini tidak menca pa i ka dar hambat minim um ma upun ka dar bunuh minim um. Sedangkan pada ketokona zole ya ng termas uk dalam golongan azol ini berfungs i menga nggu sintesis ergosterol. Mereka memblokir dimetila si- 14-α - ya ng tergantung pada sitokrom P450 dari lanos terol, yang merupa ka n pre kurs or ergoste rol dalam ja mur (Brooks et a l., 2008). Hal ini da pa t me ngubah permeabilitas membran dan me ngubah fungsi membra n da lam pe ngangkuta n se nyawa-se nyaw a esensia l ya ng dapat me nye ba bkan ke tidakse im ba ngan meta bolit se hingga me nghambat bios intes is ergosterol dalam sel jamur yang mengakibatkan pertumbuhan jamur terha mbat (Phillips et al. , 2002). T idak bers ihnya zona inaktivasi pada bia ka n Pityrospo rum ovale yang me ngandung ke tokona zole 1% dim ungkinka n karena pada percoba an ini menggunaka n sa mpo ketokona zole 1% akiba tnya berpenga ruh pa da has il pe ne litian kare na sampo itu masih terdapat ca mpuran zat aktif la in seperti: diethanolam ide asa m lemak kela pa , dinatrium s ulphosucc inate monolauryl eter, pewarna seperti FD & C R ed N o 40, asam klorida dan atau sodium hidroksida untuk kontrol pH, imidurea , la urdimonium kolage n hewa n dihidrolis is, macrogol 120 metil glukosa dioleate, pa rfum
xii
buke t bunga , a ir murni, lauril eter sulfat natrium, da n ketokonazol 1% (L iu et a l., 1993). Selain itu kem ungkinan dari faktor pembuatan me dia Sabouraud De ks trose A gar ya ng tida k homoge n se hingga da pa t terjadi distribusi Pityrospo ru m ovale yang tida k me rata saat dila kuka n pengolesa n perataa n jamur Pityro sporu m ovale. Sebe lumnya penelitia n yang te lah dila kuka n ole h Al-Waili bahwa larutan madu 90% ya ng diguna ka n sebagai sampo da n dapat menghamba t ba hkan membunuh jamur yang berlebiha n pa da kulit ke pa la , sanga t berbanding terba lik ketika dila kukan penelitia n ini denga n me ngguna ka n Pityrospo ru m ovale seba ga i s ubje k penelitia n de ngan menggunaka n madu huta n dan madu ke lengkeng, ya ng tidak menghas ilkan zona inaktivas i ata u zona hambat sa ma sekali. Perbe daan te rsebut da pa t diura ika n se ba ga i berikut: Secara in vitro , madu se ba gai ba ha n utama yang digunakan se ba ga i pe ne litian yang dila kuka n oleh A l-Wa ili dan pe neliti berbeda je nis sehingga mempengaruhi ka rakte ris tik dari ma du, seperti rasa, aroma , warna, dan kom posis i da lam ma du (Sura nto, 2007). Se la in itu s ubje k pe ne litian yang digunakan juga berbeda, Candida alb ican s ole h A l-Waili da n Pityrosporum o va le oleh pe ne liti. P erbe daa n jenis ja mur tersebut da pa t mem pe ngaruhi has il penelitia n ya ng dida pat karena s truktur dari masingmas ing jamur berbe da. Seda ngka n secara in vivo , perbedaa nnya terleta k pa da jumla h jamur ditentukan oleh pene liti sebes ar 107 cfu/ml. Berbe da dengan in vivo ya ng dila kuka n ole h A l-Waili denga n me ngguna ka n 30 orang. T ia p orang mem iliki kadar se bum, ke tebala n kulit, dan fa ktor-faktor yang mem pe ngaruhi tim bulnya ketombe berbeda-be da. Selain itu pene litia n oleh A l-Wa ili terse but dilakukan seca ra berulang se lama empat minggu de ngan frekue ns i keramas s atu kali seminggu. P enca mpuran madu itu dilarutkan denga n air ha ngat se hingga dida pa tka n larutan madu 90%. Penggunaannya de ngan menggos ok lem but da n dipijat se lama kurang le bih 2-3 menit lalu dia mkan selama tiga jam sebelum mem bilas lembut de ngan a ir hanga t. Hal inila h yang menye ba bkan perbedaa n has il pe ne litian. A lasa n ini dapat didasarka n oleh pernya taa n (P onton et al., 2001) ba hw a dinding sel pada jamur yang merupaka n struktur jamur utama itu te rlibat dalam interaksi de ngan hos pes (ma nusia ) da n sebagia n besa r me ngala mi e fe k imunologis. Se ba ga i a kiba t dari paparan a ntige n jamur, maka hos pes tersebut akan merespon baik selule r maupun antibodi dima ks udka n untuk membatas i invasi atau untuk mem basm i jamur dari jaringa n ya ng terinfeksi. R es pon selule r me mbutuhka n aktivas i makrofa g da n T h1, se dangkan respon hum oral terdiri a ktivasi siste m kompleme n da n induks i a ntibodi. Sehingga has il penelitia n secara in vivo ya ng dila kuka n oleh A l-Wa ili da pat berefe k denga n hila ngnya ketombe tersebut. Sela in ha l yang telah diuraikan di ata s, ka ndunga n yang terda pa t pa da madu se bagia n besar ikut la rut oleh a quad es ya ng m ungkin bers ifa t anta gonis sehingga ka ndunga n ba ha n kimia yang diharapka n ya itu fla vonoid yang bers ifat fungis ida ikut terne tra lkan. Ha l ini didukung
xiii
de ngan pernya taan ya ng me nyata ka n ba hwa senyawa fla vonoid itu larut da lam air da n tidak larut dala m pe trole um eter m enurut (M iddleton et al. , 2000). Sehingga ma du ya ng digunakan oleh pe ne liti me ngha silka n perbedaa n has il de ngan madu yang digunakan ole h Al-Waili. Sifat madu ya ng tida k homoge n saat dilakukan pencampura n de ngan a kuades, ya itu seba gia n be sar za t a ktif me milik i berat mole kul (BM) tinggi sedangkan za t aktif la innya me miliki BM renda h juga da pat mempenga ruhi ha sil. Ha l terse but tam pa k pada eks trak ya ng terliha t menge ndap saat didia mkan. Maka pe ne litian yang dilakukan secara in vitro de ngan s ubje k pe ne litian Pityro sporum o va le yang me ngguna ka n larutan madu huta n 90% dan larutan ma du kele ngke ng 90% mengha silka n pe ne litian yang berbeda. Se hingga pe nelitian terda hulu ya ng te lah dila kuka n ole h A l-Waili ba ik secara in vitro maupun in vivo tidak da pat ditera pkan pa da pene litia n ini. Ma ka pe rlu dila kuka n pe nelitian le bih la njut da lam me ngekstrak madu untuk menge tahui zat – zat a ktif ya ng terkandung sehingga da pa t diguna ka n sebagai antifungi.
V.
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpula n yang dipe role h dari has il penelitia n menge na i perba ndingan e fe ktivitas larutan ma du 90% da n ketokonazole 1% secara in vitro terhadap pertum buha n Pityrosporum o va le ini adalah: 1. Ada perbedaa n efe ktivitas larutan madu 90% de ngan ketokona zol 1% secara in vitro terhadap pertum buha n Pityrospo rum o va le. 2. Laruta n madu 90% tidak da pat me nghamba t pe rtumbuha n
Pityrospo ru m ovale. 3. Ketokona zole 1% da pat m enghambat pe rtumbuha n Pityrosporum ovale dengan terlihat adanya zona inaktivas i ya ng me milik i diameter rata-rata tota l sebesar 5,09 cm.
B. Saran Setelah dila kuka n pe ne litian perba ndingan efe ktivitas laruta n ma du 90% da n ketokonazole 1% secara in vitro terha da p pe rtumbuha n Pityro sporum o va le, maka peneliti me nganjurka n: 1. Dila kuka n pe ngujian dengan me ngguna ka n jenis madu varieta s la in. 2. Menggunakan pela rut selain a quades dala m pem buatan laruta n madu yaitu pe larut ya ng le bih bersifat agonis. 3. Pengence ra n laruta n ma du dala m be rbagai konse ntras i seharus nya dilakukan denga n metode tertentu supa ya kandungan flavonoid tidak hila ng. 4. Dila kuka n pe ngujian kromatografi untuk me ngetahui komposis i aktif zat yang terka ndung da la m madu ya ng a ka n dila kuka n pe ne litian. 5. Menge kstra k zat aktif (flavonoid) pa da ma du.
xiv
DAFTAR PUSTAKA Al-‘Id, M.S. 2010. Pengobatan dengan Madu . Jakarta : A l-kautsar. pp 13-27. Al-Sae ed,
W.Y ., A l-Daw ood,
K.M. , B ukha ri,
I.A., Ba hnassy
A.A.
2006.
Prevalen ce and pa ttern of sk in disorders among fema le schoolch ild ren in Eastern Saudi Arab ia . Saudi M e d J. 2006 Fe b;27(2):227-34. Al-W a ili, N .S. 2001. Therap eu tic and p roph ylactic effects of crude hon ey on ch ronic seborrheic dermatitis a nd dandru ff. E ur J Me d Res. 2001 30 J uli; 6 (7) :306-8. AlQ ur’an te rje maha n Depa rte men Agama R epublik Indonesia. 2004. D ida pat dari http://quran.com/16. Bada n Standa risa si Nas ional. 2004. Standa r Na siona l Indon esia: Madu . Jakarta : Bada n Sta ndarisasi Nasional. Baja j, R.D., B ikha , D .R .B., Ghouri, A.R., L al, M.B . 2009. Po la gangguan kulit d i ka langan remaja siswi di Hyd erabad , S indh . Ju rnal Asosiasi Pakistan Derma tolog i 2009; 19: 79-85. Berk, T ., N , Sc he infeld. 2010. Dermatitis sebo roik. PT . Juni; 35 (6): 348-52. N ew Jerse y: U niversitas Kedokteran da n Kedoktera n Gigi di New Jersey-N ew Jerse y Me dica l School, Newark 07103. Brooks , G.F., B ute l, J.S., M orse , S.A . 2008. M ik robio logi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Ad elberg . Jakarta : P enerbit buku kedokteran EGC . Pp 666-8. Brow n, R .G., B ourke , J., C unliffe, T. 2011. Derma tolog i dasar: un tuk p raktik klinik. Ja karta : P enerbit B uku K edokteran EGC . pp 231. Budimulja, U. 2010. Ilmu Pen yakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima . Jaka rta : Fakultas Ke dokte ra n Univers itas Indones ia. pp 345-6. Bulmer A.C., B ulmer G.S. 1999. Th e an tifungal a ction o f dandruff sha mpoo Mycopatholog ia . Acta D erm Vene re ol 147 (2): 63-5. Bylka,W. , Matlaws ka , I. , Pilew ski. 2004, Review Article: Natural Flavonoid a s Antimicro bial Ag en t. JANA, Vol. 7 , N o.2, 2004. Caron, D.W. 2004. Honey. J Maarec Publication 6 (2) 165-73. Cow an, M.M. 1999, Pla nt Product as Antimicrob ial Agents. Departme nt of M icrobiology, M ia mi U nivers ity, O xford, O hio. C linica l M icrobiology Review s, Octobe r, Vol. 12, N o. 4. p. 564-582.
xv
Cus hnie, T .P., L amb A .J. 2006. An timicrobia l activity o f fla vono id s. Int J Antimicrob Agents Fe b; 27(2):181. Dahlan, M.S. 2009. Statistic un tuk kedokteran dan kesehatan: Deskriptif, bivariat, dan mu ltiva ria te, d ilengkapi ap likasi d engan menggunakan SPSS . Jakarta : Salemba Me dika. pp 113. Daw son, T.L. 2005. The Role o f S ebaceous Gland Activity and Scalp Microflo ra l Metabolism in the Etio lo gy o f S eborrh eic Dermatitis a nd Dandruff. J Inve stig Dermatol S ymp Proc 10:194 – 7. Daw son, T.L. 2007. Malassezia g lobosa dan restricta : Terobosan Pemahaman
tentang Etiologi dan Pengoba tan Keto mb e dan Sebo rrheic Derma titis mela lu i Whole-Genome Analisis. J urna l Pros iding S imposium Derma tologi Inve stigas i (2007) 12, 15-19. Elew ski, B.E. 2005. Dia gnosis k linis gangguan kulit k epala u mu m. J Inves tig P roc ge ja la Dermatol. 2005 D esem be r, 10 (3) :190-3. El-M aghraby, G.M.M. , W illia ms, A.C. , B arry, B.W. Interaksi su rfaktan (aktiva to r tepi) d an enhancer p en etrasi kulit dengan liposom. Int. J. Pha rm. 2004, 276, 143-161. 2004, 276, 143-61. Franchimont, C.P., U hoda , E ., Loussouarn, G. , Lé ger, D.S. , P iérard, GE. 2003. Pengaruh waktu tingga l di kemanjuran shampo an tidandruff. Sci Int J Cosme t. 2003 Desember; 25 (6) :267-71. Franchimont, C.P., U hoda , E.X., Pie´rard, G. E. 2006. Review Article Revisiting dand ru ff . Interna tiona l J ourna l of C osmetic Sc ience , 2006, 28, 311–8. Gencay, C. , Serin, S.K. , K ema l, K. , B ule nt, K ., Se ra p, E. , M uratoglu, S. , Sunay, A.E., E rdemli, E ., Akkus, A.M. 2008. Penga ruh madu pada translokasi bakteri dan morfologi u sus pada ikteru s obstruktif . World J Gastroente rol: Juni 7; 14 (21) 3410-5. Gordon, D. , Bara nkin, B . 2009. Dermacase. Jurnal kosme tik Dermatology. Departemen Dermatology, U nivers ity of M e dicine Western Ontario di London da n Dermatolog berlatih di T oronto, O ntario Fe bruari 2009; 55 (2): 166. Grimalt, R. 2007. Panduan Praktis untuk Gangguan Scalp . Ju rnal Pro sid ing Simposiu m Dermatologi In vestiga si (2007) 12, 10-4. Harmita. , R.M. 2008. An alisis Hayati. Jakarta: Ja karta : P enerbit B uku Ke doktera n EGC . pp 7-9.
xvi
Indranarum, T., S uyos o, S. 2001. Pelaksanaan Tinea capitis. Berka la Ilmu pe nyakit K ulit da n K elamin vol. 13 No. 1 A pril 2001. Sura ba ya : Bagian/SMF Imu Penyakit K ulit dan K elam in FK UNAIR/RSUD Dr. Soetom o. pp 30-5. Irianto, D joko P ekik. 2007. Panduan gizi lengkap kelua rga dan o lahragawan . Yogya karta : A ndi. Pp 133-4. Jaga natha n, SK . 2011. Flavonoid b isa da ri madu mengubah multid rug perlawanan? . Departemen Teknik B iome dis, PSNA Fakulta s T eknik da n Teknologi, Na gar K otha ndara man, T amilna du, India. H ipotes is M ed. 2011 April; 76 (4) :535-7. Jaga natha n, S.K. , M anda l, M. 2009. An tip ro lifera si Pengaruh Madu dan Polifeno l Its: A Review. J B iomed B iotechnol;. 2009 : 830616. Jang, J.S. , L im , S.H ., Ko, J.H ., Oh, B .H ., K im, S.M. , Song, Y .C ., Y im, S.M. , L ee , Y.W., Choe , Y.B., Ahn, K .J. 2009. Th e Investigation on the Distrib ution of Mala ssezia Yeasts on the Norma l Ko rean Skin b y 26S rDNA PCRRFLP. Ann Dermatol. 2009 February; 21(1): 18– 26. Katzung, B. G. 1998. Fa rmakolog i Dasar dan Klin ik Ed isi VI. Alih baha sa : Staf Dosen Farmakolog i Faku lta s Kedokteran Un iversita s S riwijaya . Editor : H. A zwar A goes. Ja karta : Penerbit B uku Ke dokte ra n E GC. pp 560 & 982. Kristanti, A. N., Amina h, N. S., Ta njung, M. da n Kurnia di, B. 2008. Buku Aja r Fitokimia . Surabaya: A irla ngga U nivers ity P ress. Liu, J.C. , W ang, J.C.T., Y us uf, M . 1993. Ketokonazol sampo yang mengandung hydroxyanisole h yd ro xytoluene atau bu tylated bu tylated. Jansse n R esearc h Foundation, B eerse, Belgium. J ourna l of the A merica n Academy of Dermatology V olume 29, Iss ue 6, December 1993, Pages 1008-12. Manue l, F. 2010. Is Dand ru ff a Disea se? . Int J Tric hology. 2010 Jan–Jun; 2(1): 68. M iddle ton, E. Jr., Kandaswami, C ., Theoha rides , T .C . 2000. The effects of plan t
flavono id s on ma mmalian cells: imp lications fo r infla mmation, heart disease, and cancer. Chebea gue Island Institute of N atura l Produc t Research, Chebea gue Island, Maryla nd, USA . Pharma col Re v 2000 Desember; 52 (4) :673-751. Murti, B. 2010. Desain dan ukuran sampel un tuk p en elitia n kuantitatif dan kualita tif d i bidang keseha tan . Yogyakarta: Ga dja h Mada U nivers ity Press. pp 25-28.
xvii
Mycek, M.J. , Harvey, R.A., Champe, P .C . 2001. Farmako log i: u la san
bergambar, alih baha sa : Azwa r Agoes, edito r: Hu ria wati Hartan to Edisi kedua . Jakarta : W ida Me dika. pp 344-5. Now ic ki, R . 2006. Modern manag emen t of dand ruff . A kade mia Me dyczna w Gda ńs ku, Kate dra i K linika Dermatologii, We nerologii i A lergologii. Jan; 20 (115):121-4.
Madu: reservoir untuk mikroo rgan isme dan agen penghamba tan un tuk mikroba . Kesehata n
Olaitan, P.B., A dele ke , O.E.,
O la, O.I. 2007.
Afr Sc i:. 2007 Se ptem be r, 7 (3) 159-65. Philips , R .M. , R osen, T . 2002. Top ical an tifunga l agents. In: W olverton E. S , editor. C om prehens ive dermatology drug therapy. Indianapolis, India na : W. B Saunders C ompany. Ponton, J., Omaetxebarría , M. J., E lgue za ba l, N., A lvarez, M. , M oragues , M.D . 2001. Immu no reactivity d ari dind ing sel jamur. Departamento de Inmunología, M icrobiología y Parasitología, Faculta d de Ke dokte ra n y Odontología , U nivers ida d de l P aís V asco, B ilbao, V izca ya , S pa nyol. M e d Myc ol. 2001; 39 Suppl 1:101-10. Qua dri, G. , C avallero, W., M ila ni, M. 2005. Efficacy of a new antidand ruff
th ermophob ic foam: a randomized, contro lled, in vestigator-blind ed tria l vs. k etocona zo le 2% sca lp flu id . Journa l of Cosmetic Dermatology, 4, 23– 6. Ranganatha n, S., M ukhopadhyay, T. 2010. Dandru ff: the most co mmercially exploited skin d isease. CavinK are Resea rc h Centre, N o. 12 Poonama lle e Roa d, E kkattuthanga l, C henna i - 600 097, India. India n J Dermatol. 2010:55(2):130-4. Rintisw ati, N. , W inarsih, N.E ., Malueka, R.D. 2004. Po tensi anticand ida ekstrak madu secara in vitro dan in vivo . B erka la Ilm u Ke doktera n V ol. 36 N o.4. Bagian M ikrobiologi Fa kultas Ke doktera n U niversitas Ga jah Ma da , Yogya karta. pp 187-94. Satc he ll, A.C. , B ell, S.A., Bamets on, R.S. 2002. Treatment of dand ru ff with 5% tea tree o il sha mpoo . f A m Acad Dermatol 47. Pp: 852-5. Setia budy, R. , Bahry, B. 2008. Obat ja mur da la m Fa rmakolog i dan Terapi Edisi ke 5 (cetak ulang dengan p erbaikan). Jakarta : De parteme n Farmakologi da n Terapeutik Fakultas Kedoktera n U nivers itas Indones ia. pp 574-5. Shelby, A . 2007. Makanan berkhasia t. 2007. Ja karta : Erlangga. pp 62-3.
xviii
Sherw ood, L. 2001. Fisiolog i manusia : dari sel ke sistem. Ja karta : P enerbit B uku Kedokteran EGC . pp 651-2. Sihombing, D.T.H. 2005. Ilmu tern ak lebah madu . Yogya karta : Ga dja h Mada University P ress. pp 100-12. Stringe r, J.L . 2008. Kon sep dasar fa rmakologi: Panduan untuk mahasiswa (ba sic concep ts in pharmacology: a student’s survival guide). Jakarta: Pene rbit Buku Kedokteran E GC. pp 211-6. Sura nto, A. 2007. Terap i madu . Jakarta : P enebar plus. pp 26-57. Taufiqurrahma n, M.A. 2008. Pen gantar metodologi penelitian untuk ilmu keseha tan . Surakarta : LPP U NS dan UPT P enerbita n da n P ercetakan UNS (U NS Press). pp 99-109. Tjay, T .H ., Ra hardja, K. 2002. Ob at-obat penting: khasiat, p enggunaan dan efek efek sampingnya . Jakarta: P enerbit PT . Elex Me dia Kom putindo Kelompok Gramedia. pp 95. Tirtaw ina ta , T .C . 2008. Makanan dala m p erspektif al-qu ran dan ilmu g izi. Jaka rta : Fakultas Kedokteran Univers ita s Indones ia. pp 178-82. Wurya ningrum, W. , S uyos o, S. , L is tiawa n, M.Y. 2004. Pityrospo rum ovale pada
pend erita p soria sis vulgaris di da erah lesi dan bukan lesi d i Un it Ra wa t Ja lan Penyakit Kulit dan Kelamin RSU Dr. So etomo Suraba ya . Sura ba ya : Bagian/SMF Imu Penyakit K ulit dan K elam in FK UNAIR/RSUD Dr. Soetom o. pp 121-7.
xix