PERBANDINGAN AVICEL PH 102, HPMC DAN SUKROSA SEBAGAI BAHAN PENGIKAT PADA GRANULASI KERING YOGURT DENGAN PENGISI MALTODEKSTRIN COMPARISON OF AVICEL PH 102, HPMC AND SUCROSE AS BINDER BY DRY GRANULATION YOGURT WITH MALTODEXTRIN AS FILLER Fita Isolanda Yunita, Priyo Wahyudi, Inding Gusmayadi Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA, Jakarta ABSTRAK Yogurt merupakan hasil fermentasi susu segar oleh Bakteri Asam Laktat (Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus). Yogurt memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh serta memiliki nilai gizi yang baik dan cocok untuk penderita lactose intolerance, namun masih terkendala pada umur simpan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi bahan pengikat pada formula granul yogurt terhadap sifat fisik granul dan viabilitas BAL menggunakan metode granulasi kering. Penelitian ini diawali dengan pembuatan yogurt dari fermentasi susu sapi, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan beku (freeze dry) yang dilanjutkan pembuatan granul dengan pengisi maltodekstrin dan variasi bahan pengikat avicel PH 102 (F1), HPMC (F2), dan sukrosa (F3). Pengujian dilakukan terhadap sifat fisik granul dan viabilitas BAL. Berdasarkan hasil keseluruhan uji terhadap persyaratan sifat fisik dan viabilitas BAL ketiga formula, maka ketiga formula memenuhi persyartan fisik dan hanya pada F3 dengan pengikat sukrosa memenuhi persyaratan viabilitas BAL (107 CFU/g). Kata Kunci : Yogurt, Pengikat, Granulasi Kering ABSTRACT Yoghurt is one of fresh milk fermentation product by lactic acid bacteria. Yoghurt is important to protect body health and has good nutritional value which appropriate for people with lactose intolerance, but constrained by the way to storage of yoghurt. This research is started by making yoghurt fresh milk fermentation, and then freeze dryed, granulated by maltodextrin as filler with variant of binder avicel PH 102 (F1), HPMC (F2), and sucrose (F3).Testing was conducted on the physical properties of granules and viability BAL. Based on the overall results of the test requirements and the physical properties of LAB viability third formula, the three formulas fulfill the physical requirements and only on F3 with sucrose binder fulfill the requirements of viability BAL (107 CFU / g). Keywords : Yoghurt, Binder, Dry Granulation
1
Pendahuluan Yogurt merupakan salah satu jenis minuman yang bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa penelitian mengenai yogurt membuktikan bahwa yogurt dapat digunakan pada pasien gangguan pencernaan, lactose intolerance, konstipasi, diare, kanker usus, infeksi Helicobater pylori, dan alergi. Jumlah yogurt yang dikonsumsi secara meningkat juga dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh, hal ini disebabkan oleh bakteri yang hidup dan aktif dalam yogurt (Adolfsson et al. 2004). Bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan yogurt adalah bakteri asam laktat (BAL). Jenis bakteri asam laktat yang digunakan yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Bakteri tersebut ditumbuhkan bersama-sama untuk memecah beberapa komponen susu sehingga dapat menghasilkan yogurt yang bertekstur serta aroma yang baik, berbeda bila bakteri tersebut tumbuh secara terpisah (Tamime dan Robinson 1989). Jumlah bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt adalah 2-4 % (Aswal et al.2012), dengan rasio antara Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus 1:1. Digunakan rasio 1:1 kerena akan menghasilkan sifat dan aroma yogurt yang paling baik (Ghadge et al.2008). Sediaan yogurt dalam bentuk cair masih mengandung kadar air yang tinggi sehingga rentan terkontaminasi bakteri lain yang membuat masa simpannya tidak lama. Berdasarkan SNI persyaratan viabilitas bakteri asam laktat adalah 107 CFU/g (Badan Standarisasi Nasional 2009). Telah dilakukan pengembangan produk yogurt menjadi tablet hisap dengan metode pengeringan freeze dry dan rekario (Aziz dkk. 2005). Begitu pula dengan Hasanah (2006) yang membuat granul effervescent berbahan baku yogurt dengan teknik granulasi basah. Penggunaan bahan pengisi larut air dalam sebuah formula ditujukan untuk membuat tablet hisap dan effervescent karena pada penggunaannya faktor kelarutan sangat diutamakan. maltodekstrin merupakan bahan yang sangat kompresibel, larut sempurna. Avicel merupakan pengikat yang sangat baik dan dapat memperbaiki kekuatan mekanik secara signifikan pada beberapa formulasi yang lemah. Avicel PH 102 merupakan bahan pengikat berbentuk granul, sehingga memiliki sifat alir yang baik (Siregar 2010). Sukrosa merupakan bahan pengikat yang memiliki kelarutan tinggi dan sifat alir yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi kering, sukrosa dapat digunakan pula sebagai bahan pemanis. HPMC merupakan bahan pengikat turunan selulosa yang mempunyai kompresibilitas baik sehingga dapat digunakan dalam granulasi kering (Rowe et al. 2009). Berdasarkan hal yang telah dijelaskan maka dilakukan penelitian dalam mengembangkan produk yogurt. Yogurt cair akan digranulasi menggunakan teknik granulasi kering yang ditujukan untuk mengetahui formulasi yang tepat dalam membuat granul dengan sifat fisik yang baik dan viabilitas bakteri yang memenuhi persyaratan. Dalam mempertahankan jumlah bakteri, bakteri asam laktat akan di enkapsulasi dengan larutan maltodekstrin 10% yang kemudian akan dikeringkan dengan metode freeze dry. Formula granul terdiri dari variasi bahan pengikat yaitu avicel PH 102, HPMC, dan sukrosa. Maltodekstrin akan digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan granul. Metodolgi A. Bahan Susu sapi segar, bakteri starter (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus) , malodekstrin, Avicel PH 102, Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC), sukrosa, magnesium stearat, talkum, deMan Ragosa Sharpe agar (MRSA) , akohol 70%, dan akuades. B. Alat Inkubator, neraca analitik (Ohaus), freezedryer (EYELA FDU-1000), Vortex, Autoklaf, Laminar Air Flow, mikropipet, tip, petri dish, tabung reaksi, bunsen, mesin cetak tablet single punch (Korsch 1976), pengayak nomor 18, 20, 30, 40, 45, dan 60, granule flow tester, tapped density tester, moisture balance (Mettler Toledo), shieve analyzer, termometer, lumpang, alu, dan alat-alat gelas. 2
C. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Yogurt Cair Susu sapi segar dipasteurisasi selama 15 menit pada suhu 90º kemudian didinginkan sampai mencapai suhu 40º. Setelah itu diinokulasikan BAL (1:1) sebanyak 3% ke dalam susu tersebut, lalu inkubasi pada suhu 37 º selama 24 jam. 2. Pembuatan Serbuk Yogurt Kering Yogurt cair yang didapat kemudian dikeringkan dengan metode pengering beku dengan penambahan maltodekstrin 10% sampai didapat serbuk yogurt kering. 3. Pembuatan Granul Yogurt Formulasi granul yogurt dibuat dengan menggunakan variasi tiga macam bahan pengikat. Jumlah serbuk yogurt kering yang ditambahkan pada basis granul yaitu 2:1 dengan tujuan untuk mempertahankan viabilitas BAL. Formula selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
NamaBahan SerbukYogurt Avicel PH 102 HPMC Sukrosa Mg Stearat Talkum Maltodekstrin
Tabel 1. Formula uji granul yogurt F1 (gram) F2 (gram) F3 (gram) 100 100 100 22,5 12 22,5 0,75 0,75 0,75 1,5 1,5 1,5 25,25 35,75 25,25
Fungsi Zat aktif Pengikat Pengikat Pengikat Lubrikan Glidan Pengisi
Setelah semua bahan ditimbang kemudian dilakukan pencampuran dari yogurt yang telah dikeringkan, pengikat, pengisi, lubrikan dan glidan. Setelah tercampur homogen dimasukkan ke dalam slugging machine untuk menghasilkan massa yang kompak seperti tablet besar. Kemudian tablet besar tersebut diekstruksi dengan pengayak no.18. 4. Evaluasi Granul Yogurt a. Uji organoleptis Uji organoleptis pada sediaan granul meliputi warna, aroma, dan rasa. b. Uji kadar air Sebanyak 20 g serbukgranul, dimasukkan ke dalam moisture balance, suhu pengeringan 105º C. c. Evaluasi sifat fisik granul Evaluasi sifat fisik granul bromelin meliputi uji sifat alir, distribusi ukuran partikel, kompresibilitas, dan susut pengeringan d. Uji Viabilitas Media tumbuh untuk bakteri asam laktat yang digunakan adalah deManRagosa Sharpe agar (MRSA). Sampel granul yogurt ditimbang sebanyak1 g dimasukkan dalam 9 ml akuades untuk mendapatkan pengenceran sepersepuluh (P1). Pengenceran dilanjutkan dengan cara yang sama untuk mendapatkan pengenceran seperseratus (P2) hingga diperoleh P-6. Sebanyak 1 ml dari pengenceran yang dikehendaki (P4 sampai P6) dipipet ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan media MRSA sebanyak ± 12 ml pada masing – masing cawan. Homogenisasi dilakukan dengan menggerakan cawan petri membentuk angka delapan. Setelah agar dalam cawan membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37°C selama 3 hari. Jumlah BAL ditentukan melalui perhitungan koloni BAL dalam cawan. Hasil analisis ditentukan berdasarkan Standard Plate Count. Perhitungan total bakteri asam laktat dihitung berdasarkan rumus 1. Jumlah bakteri asam laktat = n x F……………..……………………...(1) Keterangan : n = jumlah bakteri asam laktat F = faktor pengenceran 3
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Yogurt Yogurt cair yang digunakan dalam penelitian dibuat dengan proses fermentasi susu sapi segar sebanyak 12 liter pada suhu 90°C selama 15 menit proses ini bertujuan untuk menghilangkan mikroba patogen yang ada dalam susu sapi segar tersebut dan mendenaturasi protein whey sehingga dapat meningkatkan viskositas dan tekstur yogurt (Hidayat dkk 2006), kemudian didinginkan sampai suhu mencapai 40°C. Setelah itu diinokulasikan biakan L. bulgaricus dan S. thermophillus sebanyak 3% dari jumlah susu yang difermentasikan, proses dilakukan secara aseptis di bawah LAF. Simpan susu yang telah diinokulasi tersebut di dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap yogurt cair meliputi, organoleptis (warna, bau dan rasa), uji pH, dan viabilitas BAL. Tabel 2. Hasil Evaluasi Yogurt Cair No. 1 2 3 4 5
Parameter Warna Aroma Rasa Nilai Ph Viabilitas BAL
Hasil Cairan kental berwarna putih Khas susu Asam 4,0 3,3 x 108 CFU/ml (8,52 log 10 cfu/g)
B. Pembuatan Serbuk Yogurt Kering Yogurt cair yang telah dievaluasi dan memenuhi persyaratan selanjutnya dikeringkan dengan metode pengeringan beku (freeze dry). Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam yogurt cair sehingga proses fermentasi pada yogurt cair tidak berlangsung.Sebelum proses freeze dry dilakukan, ditambahkan terlebih dahulu maltodextrin sebanyak 10% ke dalam yogurt cair kemudian diaduk homogen. Proses pengeringan beku yogurt cair sebanyak 12 liter berlangsung selama 14 hari. Dari proses pengeringan beku didapat serbuk yogurt kering sebanyak 2403 gram. Yogurt kering yang dihasilkan memiliki warna putih kekuningan, bau dan rasa khas susu. Uji kadar air dilakukan terhadap pada serbuk yogurt kering untuk mengetahui kadar air yang tersisa setelah proses pengeringan. Kadar air yang terkandung didalam serbuk yogurt kering adalah 9,74%. Uji viabilitas terhadap serbuk yogurt kering dilakukan untuk mengetahui jumlah koloni BAL yang masih bertahan hidup setelah yogurt cair melalui proses freeze dry. Hasil dari perhitungan jumlah koloni BAL yang masih bertahan hidup setelah proses freeze dry berlangsung dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Viabilitas BAL Yogurt Cair dan Serbuk Yogurt Kering Kultur Bakteri Asam Laktat L. bulgaricus + S. Thermphillus
Populasi Bakteri Asam Laktat Log10 CFU/g Sebelum Setelah pengeringan pengeringan 8,52 8,08
Penurunan populasi BAL
Penurunan populasi BAL (%)
0,52
5,2
C. Pembuatan Granul Yogurt Pada penelitian ini granul yogurt dibuat dengan menggunakan metode granulasi kering karena bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus thermophillus tidak tahan terhadap pemanasan. 4
Jumlah serbuk kering yogurt yang digunakan dalam formulasi ini adalah 2 : 1 dengan basis granul, formula selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Formulasi granul yogurt dengan metode granulasi kering dibuat dengan variasi bahan pengikat avicel PH102, Hydroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC), dan sukrosa. Konsentrasi bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah avicel PH 102 15% (Rowe et al. 2009), HPMC 8% (Parikh 2005), dan sukrosa 15% (Rowe et al. 2009). Digunakan variasi bahan pengikat dengan tujuan untuk mengetahui formulasi granul terbaik yang dapat mempertahankan karakteristik granul dan viabilitas bakteri asam laktat. Bahan pengisi yang digunakan dalam formulasi ini adalah maltodekstrin, dimana maltodekstrin merupakan bahan pengisi larut air yang dapat digunakan untuk granulasi kering, karena bentuk serbuknya yang dapat mengalir bebas sehingga memperbaiki aliran serbuk pada saat proses granulasi (Siregar 2008). Bahan eksipien lainnya yang digunakan dalam granulasi ini adalah magnesium stearat 0,5% berfungsi sebagai lubrikan, dan talk 1% yang berfungsi sebagai glidan. Proses pembuatan garnul diawali dengan pencampuran bahan dengan menggunakan alu dan lumpang. Setiap bahan digerus halus terlebih dahulu untuk menghindari penggumpalan serbuk pada proses pencampuran. Setelah semua bahan tercampur homogen dilakukan trial untuk menentukan kekerasan yang baik pada saat proses pencetakkan slug. Kekerasan yang baik ditandai dengan hasil slug yang mudah dipatahkan dan terbentuk granul pada saat proses ekstruksi. Granul-granul yang terbentuk kemudian diayak dengan pengayak mesh no.18 dan selanjutnya dilakukan evaluasi granul. D. Evaluasi Granul Yogurt Evaluasi granul yogurt dilakukan untuk mengetahui kualitas granul yang dihasilkan yang kemudian akan diketahui karakteristik dari masing-masing formula. Evaluasi granul yang dilakukan meliputi uji organoleptis, sifat alir, kompresibilitas, kadar air, distribusi ukuran partikel dan uji viabilitas granul yogurt. Tabel 4. Hasil Evaluasi Granul Yogurt Formula No. Parameter Uji 1 2 1. Uji Organoleptis : a. Warna Kuning pucat Kuning pucat b. Aroma Bau khas Bau khas c. Rasa Asam lemah Asam lemah 2.
3. 4.
Sifat Alir : a. Waktu alir (s) b. Sudut diam (o) Kompresibilitas (%) Kadar Air (%)
6 20,90 4,04 7,35
7 20,55 3,26 7,47
3 Kuning pucat Bau khas Asam lemah manis 6 21,23 3,60 8,18
Hasil uji organoleptis pada sediaan granul yogurt memiliki warna kuning pucat, warna kuning pucat ini berasal dari warna yogurt yang telah dikeringkan. Granul yogurt berbau khas dan memiliki rasa asam yang lemah, tidak seperti yogurt cair yang asam. Hal ini disebabkan karena yogurt cair telah mengalami pengeringan dan telah dicampurkan dengan berbagai bahan eksipien. Pada formula ketiga, terdapat rasa asam yang lemah dan sedikit manis. Rasa manis yang timbul disebabkan adanya sukrosa sebagai bahan pengikat. Sifat alir granul merupakan salah satu evaluasi yang menggambarkan karakteristik granul. Tehnik untuk mengetahui sifat alir dari granul adalah dengan menetapkan sudut diam dan waktu alirnya. Sifat alir sangat berkaitan dengan ikatan yang terbentuk pada granul. sudut diam juga dipengaruhi oleh ukuran partikel, semakin kecil ukuran partikel maka kohesivitas partikel makin 5
tinggi yang akan mengurangi kecepatan alirnya sehingga sudut diam yang terbentuk semakin besar (Lee 2004). Pada grafik diatas, ketiga formula menunjukkan sudut diam antara 20 o-30o, artinya ketiga formula memiliki sudut diam kategori baik (Aulton 1988). Daya kohesif yang rendah dan daya adhesif yang tinggi pada granul membuat kerucut tumpukan granul menjadi landai, sudut yang terbentuk menjadi lebih kecil sehingga granul lebih mudah mengalir.
Sudut diam (0)
21,4
21.2352
21,2 21
20.8996
20,8 20,554
20,6 20,4 20,2
Avicel PH 102
HPMC
Sukrosa
Formula Granul Yogurt
Gambar 1 Grafik Sudut Diam Granul 8 Waktu alir (detik)
7 6
7 6
6
5 4 3 2 1 0
Avicel PH 102
HPMC
Sukrosa
Formula granul yogurt
Gambar 2. Grafik waktu alir granul yogurt Uji waktu alir dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh sejumlah zat untuk mengalir melalui lubang corong (voigt 1995). Data waktu alir juga menunjukan sifat alir dari suatu granul. Secara keseluruhan ketiga formulasi memberikan laju alir yang kurang baik dimana persyaratan laju alir yang baik adalah 10 g/detik (Voigt 1995). Hasil dari penelitian ini didapatkan pada formula dengan bahan pengikat avicel PH 102 diperoleh laju alir 8,33 g/detik, bahan pengikat HPMC 7,14 g/detik, dan bahan pengikat sukrosa 8,33 g/detik. Hasil ketiga laju alir granul berada pada rentang 4-10 g/detik dimana mencerminkan bahwa granul mudah mengalir (Aulton 1988). Uji kompresibilitas merupakan salah satu uji yang dilakukan dalam evaluasi granul yogurt, uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan granul untuk tetap kompak dengan adanya tekanan. Selain itu, dengan uji kompresibilitas akan terlihat berapa banyak ruang kosong yang terbentuk dari tumpukan granul yang ada. Volume dan bangun timbunan serbuk ditentukan dari ukuran dan bentuk partikel. Hasil uji kompresibilitas dari ketiga formula menunjukkan hasil kurang dari 5%. Ini berarti, granul memiliki nilai kompresibilitas istimewa (Aulon 1988). Hasil ini disebabkan karena bentuk granul yang mempunyai luas permukaan yang luas, sehingga antara granul saling mengisi ruang yang ada, menghilangkan rongga udara yang dapat terjadi pada saat penumpukan granul. 6
Uji distribusi ukuran partikel granul dilakukan untuk mengetahui kisaran ukuran granul serta penyebarannya dan berat fraksi dari tiap ukuran partikel. Hasil uji distribusi ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 4.
Kompresibilitas (%)
8,0000 6,0000
4,0417
4,0000
3,2633
3.5967
HPMC
Sukrosa
2,0000 0,0000
Avicel PH 102
Formula granul yogurt
% Granul Tertinggal
Gambar 3. Grafik kompresibilitas granul yogurt 80,0000 60,0000 40,0000
Avicel PH 102
20,0000
HPMC
0,0000
Sukrosa 20
30
40
45
60
>60
Nomor Ayakan (mesh)
Gambar 4. Grafik distribusi ukuran partikel granul yogurt Pada grafik distribusi ukuran partikel dapat dilihat bahwa pada formula dengan pengikat avicel PH 102 dan HPMC, persentase granul tertinggal paling banyak terdapat pada nomor mesh 20, sedangkan paling sedikit terdapat pada nomor mesh 60, dan terjadi penurunan persentase sesuai dengan nomer mesh ayakan. Pada grafik formula dengan pengikat sukrosa, persentase granul tertinggal paling banyak terdapat pada nomor mesh 20, paling sedikit pada nomor mesh 60. Terdapat kenaikan persentase pada pengayak nomer mesh 40, yang kemudian terjadi penurunan kembali pada nomer mesh selanjutnya. Hasil uji distribusi ukuran partikel pada ketiga formula menunjukkan hasil yang tidak sama antar formula, hal ini disebabkan oleh perbedaan pengikat yang digunakan sehingga karakteristik dan ukuran granul yang dihasilkan berbeda-beda. Distribusi ukuran partikel yang baik ditunjukkan oleh persentase penyebaran granul yang seimbang pada nomor mesh terkecil dan terbesar, sedangkan persentase granul tertinggal pada nomor mesh tengah harus besar (Aulton 1988). Pada grafik hasil uji distribusi granul yogurt dapat dilihat bahwa formula dengan bahan pengikat Avicel PH 102, HPMC dan sukrosa masih belum sesuai dengan teori di atas. Terlihat pada persentase granul tertinggal paling tinggi berada pada mesh 20. Hal ini mungkin disebabkan konsentrasi pengikat yang belum tepat sehingga ukuran granul yang dihasilkan tidak baik.
7
8,4000
8.1817
Kadar Air (%)
8,2000 8,0000 7,8000 7,6000 7,4000
7,4733
7,3517
7,2000 7,0000 6,8000
Avicel PH 102
HPMC
Sukrosa
Formula Granul Yogurt
Gambar 5. Grafik kadar air granul yogurt Uji kadar air yang dilakukan menunjukkan hasil kurang baik. Berdasarkan persyaratan, kadar air granul adalah 3-5%. Hal ini disebabkan bahan pengisi pada granul adalah maltodekstrin yang mempunyai sifat higroskopis. Pada formula 3, susut pengeringan lebih besar dibandingkan formula 1 dan 2, hal ini disebabkan pada formula 3 mengandung sukrosa sebagai bahan pengikat yang bersifat higroskopis dibandingkan avicel PH 102 dan HPMC. Uji kadar ini dilakukan untuk memperoleh data yang akan digunakan untuk menentukan umur simpan. Kadar air yang terdapat dalam granul sangat berkaitan umur simpan karena granul akan kontak dengan material-material lain yang kemungkinan besar akan terkontaminasi oleh bakteri, bila kadar air tinggi, maka bakteri akan mudah tumbuh yang menyebabkan mempercepat masa simpan. Data hasil evaluasi granul yogurt diuji menggunakan perhitungan statistik untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan antar formula granul yang telah dibuat. Uji statistika ini diawali dengan uji normalitas untuk mengetahui data yang didapat terditribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data kompresibilitas terdisribusi normal dengan nilai signifikasi 0,937 > 0,05, sudut diam terdistribusi normal dengan nilai signifikasi 0,378 > 0,05 dan kadar air terdistribusi normal dengan nilai signifikansi 0,970 > 0,05; sedangkan hasil uji normalitas pada waktu alir tidak terdistribusi normal dengan nilai signifikasi 0,003 < 0,05 sehingga perlu dilakukan uji KruskalWallis. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas pada data kompresibilitas, sudut diam dan susut pengeringan, hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa ketiga data tersebut memiliki varian yang homogen, hal ini ditunjukkan dengan hasil signifikansi pada data kompresibilitas 0,170 > 0,05 , sudut diam 0,134 > 0,05 dan susut pengeringan 0,883 > 0,05. Kemudian ketiga data ini dilakukan uji ANAVA satu arah, untuk mengetahui apakah ketiga formula memiliki perbedaan dalam uji kompresibilitas,sudut diam, dan kadar air. Berdasarkan hasil uji ANAVA, didapatkan bahwa kompresibilitas dan kadar air memiliki perbedaan yang bermakna di setiap formula yang dibuat dengan nilai signifikansi pada data kompresibilitas dan kadar air 0,000 > 0,05. Sedangkan pada data sudut diam tidak memiliki perbedaan bermakna dengan nilai signifikasi 0,511 < 0,05. Selanjutnya dilakukan uji Tukey HSD untuk mengetahui perbedaan bermakna antar formula pada evaluasi kompresibilitas dan kadar air. Hasil uji Tukey menunjukkan adanya perbedaan bermakna antar formula pada kompresibilitas. Pada data kadar air tidak terdapat perbedaan bermakna antara formula 1-2, namun terdapat perbedaan bermakna antara formula 1-3 dan 2-3. Uji Kruskal-Wallis dilakukan pada data hasil uji waktu alir, dikarenakan data tersebut tidak homogen. Hasil dari uji Kruskal-Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa data waktu alir memiliki perbedaan bermakna dengan signifikansi 0,000 < 0,05. E. Uji Viabilitas Bakteri Asam Laktat Pada Granul Yogurt Penentuan viabilitas bakteri asam laktat dilakukan dengan teknik Standard Plate Count. Sediaan yang telah dihomogenkan dan diencerkan dengan aqua steril, dimasukan kedalam cawan petri 8
Viablitas BAL
sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan medium MRSA ± 15ml. Setelah tercampur, inkubasi pada suhu 37oC selama 3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung untuk mengetahui jumlah bakteri. Hasil analisis ditentukan berdasarkan Standard Plate Count. Cawan yang dipiih adalah yang mengandung jumlah koloni 30-300 koloni, beberapa koloni yang bergabung menjadi satu dihitung sebagai satu koloni, begitupun dengan koloni yang seperti garis tebal. Hasil dilaporkan terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama didepan koma dan angka kedua dibelakang koma (Fardiaz 1992). Medium MRSA dipilih karena merupakan medium selektif, hanya dapat ditumbuhi oleh bakteri asam laktat. Sehingga pada hasil evaluasi bakteri asam laktat, hanya bakteri asam laktat saja yang terhitung. Bila menggunakan medium non selektif, maka akan banyak baketri lain yang akan ikut terhitung dan menyebabkan hasil diragukan. 9,0000 8,0000 7,0000 6,0000 5,0000 4,0000 3,0000 2,0000 1,0000 0,0000
7,2429 6.4514
6,0782
Avicel PH 102
HPMC
Sukrosa
Formula Granul Yogurt
Gambar 6. Grafik viabilitas BAL granul yogurt
Viabilitas BAL
10
8.52
8.08 6.4514
6.0782
Avicel PH 102
HPMC
8
7.2429
6 4 2 0
Yogurt cair
Yogurt kering
Sukrosa
Sediaan Yogurt
Gambar 7. Grafik perbandingan viabilitas BAL sediaan yogurt Pengujian viabilitas ini dilakukan untuk menentukan kualitas yogurt yang telah diformulasikan dengan tujuan mempertahankan jumlah bakteri asam laktat yang sesuai dengan standard nasional Indonesia. Berdasarkan standard nasional Indonesia tentang yogurt, jumlah viabilitas yang disyaratkan adalah 107 CFU/g. Hasil peneltian menunjukan, formula dengan bahan pengikat sukrosa saja yang memenuhi persyaratan SNI 2981:2009, sedangkan pada formula dengan pengikat avicel PH 102 dan HPMC tidak memenuhi persyaratan, hasil viabilitas yang didapat 106CFU/g < 107CFU/g. Hal ini terjadi karena sukrosa yang digunakan pada formula merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan bakteri asam laktat, sedangkan avicel PH 102 dan HPMC tidak dapat digunakan sebagai nutrisi. Adapun hal lain yang dapat menyebabkan tidak tercapainya viabilitas 9
yang diinginkan yaitu banyaknya teknik yang digunakan pada proses granulasi seperti penggerusan, pencetakan, dan ekstrusi, sehingga bakteri tidak dapat bertahan. Data hasil pengujian viabilitas juga diuji secara statistika menggunakan ANAVA satu arah dengan uji normalitas sebagai uji pendahuluan. Dari hasi uji normalitas didapatkan hasil bahwa data pengujian viabilitas normal dengan signifikansi 0,228 > 0,05. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas, hasil menunjukkan data viabilitas memiliki varian yang sama dengan nilai signifikansi 0,190 > 0,05. Hasil uji ANAVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antar formula dengan nilai signifikasi 0,000 < 0,05. Kemudian dilakukan uji Tukey HSD untuk mengetahui perbedaan bermakna antar formula granul yogurt. Hasil pengujian Tukey HSD menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna dari data hasil pengujian viabilitas antar formula granul yogurt. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakter pengikat yang digunakan, sehingga penyesuaian dan ketahanan hidup bakteri berbeda-beda antar formula. Perbedaan juga dapat ditimbulkan karena banyaknya teknik yang digunakan pada granulasi kering. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa granul dengan pengisi maltodekstrin dan variasi bahan pengikat avicel PH 102, HPMC dan sukrosa memenuhi persyaratan sifat fisik granul meliputi sudut diam, sifat alir dan kompresibilitas, namun hanya granul dengan pengikat sukrosa yang memenuhi persyaratan viabilitas BAL 107 CFU/g . DAFTAR PUSTAKA Adolfsson O, Meydani SM, Russell RM. 2004 . Yogurt and gut function. Dalam: The American Journal of Clinical Nutrition. American society for clinical nutrition, USA. Hlm. 245-246. Aswal P, Shukla A, Priyadarshi S. 2012. Yoghurt : Preparation, Characteristics and Recent Advancements. Cibtech Journal of Bio-Protocols volume 1. Hlm. 32. Aulton ME. 1988. Pharmaceutics : The Science Of Dosage Form Design. Churchill Livingstone. Edinburgh London Melbournr and Newyork. Hlm. 248, 612-613. Azis A, Galih PU, Haryana A. 2005. Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa Melalui Produksi Tablet Hisap Yoghurt. ITB. Bandung. Badan Standar Nasional. 2009. Yogurt SNI 2981:2009. Standar Nasional Indonesia, Jakarta. Fardiaz S.1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hlm. 125-126. Ghadge PN, Prasad K, Kadam PS. 2008. Effect of fortification on the physico-chemical and sensory properties of buffalo milk yoghurt. Electron J Environ, Agric Food Chem 7(5). Hlm. 28902899. Hasanah F. 2006. Formulasi Granul Effervescent Berbahan Baku Yogurt Probiotik Bubuk Dengan Metode Granulasi Basah. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Lee RE. 2004. Effervescent Tablets: Key Facts About A Unique, Effective Dossage Form. CSC Publishing, Tablets and Capcules. http://www.americalabtech.com/docs/EffervescentTablets&KeyFacts.pdf. Diakses 29 Desember 2013 Parikh DM. 2005. Handbook Of Pharmaceutical Granulation Technology, 2nd Edition. Synthon Pharmaceutical Inc, USA. Hlm. 159. Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi VI. Pharmaceutical press, London. Hlm. 129-133, 326-329, 404-407, 418-420, 703-707, 728731. Siregar C. 2010. Teknoligi Farmasi Sediaan tablet. EGC. Jakarta. Hlm. 145-191. Tamime AY, Robinson RK. 1989. Yogurt : Science and Technology. 1st Edition. Pergamon Press, London. Voigt R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta. Hlm. 172 10