Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Petani Karet Konvensional Sebelum dan Setelah Beralih ke Organik di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Richard Pramana, M. Yamin Hasan, Thirtawati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Jl. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Indralaya Abstract. The purpose of this research were 1) to calculate the working time allocation of conventional rubber farmer at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin District, South Sumatera, 2) to calculate the working time allocation of rubber farmer after changing to organic at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin District, South Sumatera, 3) to calculate the leisure time of conventional and after changing to organic rubber farmer at Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village, Musi Banyuasin District, South Sumatera. The research was conducted in three villages, Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village of Musi Banyuasin District, South Sumatera. Data collecting process were conducted from January 2014 to September 2014. The results of this research showed that the working time allocation conventional rubber farmers in Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village is at 234,98 HOK per year. This figure is derived from the cumulative calculation between of men labor, women labor, and child labor are doing conventional rubber farming. The working time allocation of rubber farmers after changing to organic in Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village is at 291,30 HOK per year of the total force calculation men labor, women labor, and child labor. This figure is greater than the working time allocation conventional rubber farmers, amounting 56,31 HOK per year. The leisure time is available to conventional rubber farmers in Lais Village, North Lais Village, and Langkap Village amounted 238,92 HOK/year. While the leisure time available to rubber farmers after changing to organic amounted to 182,60 HOK/year. The difference in the leisure time due to the addition of organic rubber farming activities in which the activity of making MOL and reduced pesticide spraying activities in conventional farming.
Key words: working time allocation, rubber, conventional, organic Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah Tujuan penelitian ini adalah 1) Menghitung besar alokasi waktu kerja petani karet secara konvensional; 2) Menghitung besar alokasi waktu kerja petani karet setelah beralih ke organik; 3) Menghitung besar ketersediaan waktu luang petani karet secara konvensional dan setelah beralih ke organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan di tiga desa yaitu Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dengan menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan wilayah yang mata pencaharian penduduknya berusaha tani karet dan dipilih oleh PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset sebagai wilayah yang menjadi sasaranprogramCorporate Social Responsibility (CSR). Pengumpulan data dilapangan dilaksanakan pada bulan Januari 2014 hingga September 2014. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari wawancara langsung dan literatur-literatur penunjang kepustakaan. Metode penarikan contoh yang digunakan adalah metode acak sederhana (Simple Random Sampling) terhadap populasi petani karet yang masuk dalam kelompok program budidaya karet organik dari Desa Lais, Desa Lais Utara dan Desa Langkap. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah alokasi waktu kerja petani karet contoh pada saat berusahatani secara konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa langkap adalah sebesar 234,98 HOK per tahun. Angka ini didapat dari perhitungan kumulatif antara tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak yang melakukan usahatani karet konvensional. Alokasi waktu kerja petani karet contoh setelah beralih melakukan usahatani secara organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap yaitu sebesar 291,30 HOK per tahun dari jumlah perhitungan tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan alokasi waktu
kerja petani karet pada saat melakukan usahatani karet secara konvensional yakni sebesar 56,31 HOK per tahun. Waktu luang yang tersedia bagi petani karet pada saat berusahatani secara konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap sebesar 238,92 HOK per tahun. Sedangkan waktu luang yang tersedia bagi petani karetsetelah beralih ke usahatani karet organik adalah sebesar 182,60 HOK per tahun. Perbedaan jumlah waktu luang tersebut disebabkan karena adanya penambahan kegiatan pada usahatani karet organik yaitu kegiatan pembuatan MOL serta berkurangnya kegiatan penyemprotan pestisida pada usahatani konvensional. Kata kunci : alokasi waktu kerja, karet, konvensional, organik
Peran sektor pertanian yang merupakan dasar bagi kelangsungan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan diharapkan mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia, karena sektor pertanian mempunyai fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan suatu bangsa. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah/media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi perilaku usaha perkebunan dan masyarakat (Mardia, 2013). Agribisnis di subsektor perkebunan diprediksi akan semakin menarik pada tahun-tahun mendatang. Masuknya berbagai perusahaan nasional sebagai investor dan pelaku bisnis menjadi salah satu pendorong munculnya gairah usaha perkebunan. Di sisi lain, beberapa produk perkebunan Indonesia, seperti kelapa sawit, kakao, karet, kopi, lada, vanili, kopra, minyak atsiri dan jambu mete, diakui memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional sehingga peluang produk Indonesia untuk masuk ke pasar internasional terbuka cukup lebar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Tanaman karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa Indonesia. Di Indonesia karet memiliki peran yang sangat besar dalam bidang perekonomian. Karet tidak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik negara yang memiliki areal mencapai ribuan hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. Indonesia pernah menguasai produk karet dunia dengan mengalahkan negara-negara lain dan negara asal tanaman karet itu sendiri di daratan Amerika Latin (Tim Penulis Penebar Swadaya, 2004). Tim Penulis Penebar Swadaya (2008) menyatakan bahwa, perkebunan karet banyak tersebar di Indonesia. Perkebunan yang besar banyak diusahakan oleh pemerintah serta swasta, sedangkan perkebunan karet skala kecil pada umumnya dimiliki oleh rakyat. Akan tetapi, jumlah perkebunan karet ini bila dihimpun akan menghasilkan jumlah yang besar. Dengan demikian, perkebunan rakyat mempunyai peranan yang cukup menentukan bagi dunia perkaretan nasional. Sumatera adalah produsen karet terbesar di Indonesia dan masih memiliki peluang peningkatan produksi dan produktivitas. Pengembangan karet khususnya di Provinsi Sumatera Selatan mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Sumatera dapat menghasilkan sekitar 63% dari produksi karet nasional (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2012). Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra tanaman karet di Indonesia. Produksi karet di Provinsi Sumatera Selatan lebih dari 30% dari produksi nasional. Luas areal karet rakyat di Sumatera Selatan juga secara alami terus meningkat, karena pada sentra perkebunan rakyat, terdapat sekitar 25 sampai 50 orang petani per desa yang meremajakan atau menanam karet pada setiap musim tanam (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2011). Petani karet yang berada di Sumatera Selatan mengandalkan karet sebagai sumber mata pencaharian utama dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup mereka dan keluarganya. Perkebunan karet di Sumatera Selatan tersebar di seluruh kabupaten/kota. Umumnya diusahakan oleh petani dalam skala kecil (sempit) dengan sistem tradisional. Jika dilihat dari proporsi luasan, kebun karet rakyat tetap mendominasi, sehingga usaha itu patut diperhitungkan, karena dapat menentukan dinamika perkaretan Indonesia. Sistem pertanian yang digunakan selama ini adalah sistem pertanian konvensional dengan menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetik belum dapat memecahkan upaya peningkatan produksi bahkan menimbulkan masalah seperti kerusakan fisik, biologi dan kimia tanah serta resistensi hama penyakit tertentu dan residu pestisida. Belum lagi mengingat saat sekarang ini nilai dollar yang
cukup tinggi membuat satuan beli saprodi semakin sulit dijangkau petani. Kenaikan pupuk anorganik hingga 12,5% (Wididana, 1999). Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diambil langkah tepat berupa sistem pertanian yang menyeluruh dan efisien dengan menggunakan teknologi yang mudah, sederhana dan mudah diaplikasikan oleh petani. Salah satu pilihan yang tepat adalah menerapkan sistem pertanian organik dengan menggunakan pupuk organik. Melalui sistem pertanian organik dapat diciptakan sistem pertanian berkesinambungan karena pada sistem tersebut produk biologis akan didaur ulang menjadi produk pertanian yang ekonomis pada sistem tanam berikutnya. Disamping itu pada sistem pertanian organik pengendalian hama penyakit dapat dilakukan secara hayati. Penggunaan pupuk organik mampu menjadi solusi dalam mengurangi aplikasi pupuk anorganik yang berlebihan dikarenakan adanya bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah (Hadisuwito, 2008). Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah meningkat (Yuliarto, 2009). Berbeda dengan sistem pertanian konvensional menggunakan pupuk anorganik yang diperoleh petani dengan cara membeli, pada sistem pertanian organik petani dapat menghemat biaya produksinya dengan mengganti pupuk anorganik yang biasa petani pakai ke pupuk organik yang dapat dibuat sendiri oleh petani dari bahan-bahan alamiah dan tidak merusak lingkungan. Namun untuk pengalokasian waktu kerja, petani harus menambah waktu kerjanya yang digunakan untuk membuat pupuk organik tersebut. Alokasi curahan waktu dan kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam. Curahan waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya upah tenaga kerja. Makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu pula sebaliknya. Ketentuan seperti ini tidak berlaku untuk tenaga kerja profesional yang berpendidikan, berpengalaman dan berketerampilan tinggi. Oleh karena itu pengukuran tenaga kerja di pedesaan berdasarkan besar-kecilnya curahan jam kerja menjadi lebih penting (Soekartawi, 2003). Jenis tenaga kerja ada tiga, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja dapat diukur menurut satuan ukuran kerja yaitu jumlah orang yang bekerja, total hari kerja, dan jam kerja (Hermanto, 1996). Perkebunan karet milik rakyat yang berada di Kabupaten Musi Banyuasin sebagian besar merupakan usahatani karet rakyat yang dikelola secara konvensional dikarenakan kebiasaan petani karet tersebut menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk anorganik dan pestisida sintetik dalam usahataninya. Keterbatasan modal yang dialami para petani menyebabkan pengelolaan karet secara konvensional ini tidak optimal, sebagian besar petani tidak memupuk sesuai anjuran yang ada. Selain itu juga pengelolaan karet secara konvensional yang menggunakan bahan-bahan kimia merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan tanah dan rendahnya produksi karet. Oleh karena itu, PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset dalam program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya mengajak petani karet konvensional di Kabupaten Musi Banyuasin untuk mengikuti program budidaya karet organik yang dilakukan di tiga desa yaitu Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan sangat beraneka ragam dan dikelompokkan menjadi beberapa isu sosial, antara lain isu pendidikan, kesehatan, lingkungan dan pelestarian alam, ataupun berbagai bantuan permodalan bagi masyarakat. Bentuk program CSR PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset ini ialah pemberian informasi dan pengetahuan melalui pembelajaran serta praktek langsung mengenai teknik budidaya karet secara benar, membuat pupuk organik dan mengatasi permasalahan perkebunan karet yang ada selama ini. Adapun tujuan dari program tersebut adalah petani karet dapat menerapkan teknik budidaya karet secara benar, petani karet dapat membuat pupuk organik sendiri, meningkatkan produksi karet dan meningkatkan pendapatan petani. Dalam program tersebut kegiatan yang dilakukan adalah pembelajaran dan praktek langsung pembuatan pupuk organik yang nantinya diharapkan akan menghasilkan sleb bersih. Dari permasalahan diatas dan program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Medco E&P Indonesia
Rimau Asset yang berkerja sama dengan Universitas Sriwijaya tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tantang perbandingan alokasi waktu kerja petani karet konvensional dan setelah beralih ke organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
METODE Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yaitu Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi, Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi ini merupakan wilayah yang mata pencaharian penduduknya dengan berusaha tani karet yang ada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan dipilih oleh PT. Medco E&P Indonesia Rimau Asset sebagai wilayah yang menjadi sasaran program CSR-nya berupa “Program Budidaya Karet Organik”. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai dengan bulan September 2014. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode ini dilakukan dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian serta melakukan wawancara kepada petani karet contoh yang mewakili dari seluruh populasi dengan dituntun oleh daftar pertanyaan (kuisioner). Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mengetahui alokasi waktu kerja petani karet secara konvensional dan alokasi waktu kerja petani karet secara organik serta untuk mengetahui besaran waktu luang yang tersedia bagi petani karet contoh. Metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode acak sederhana (Simple Random Sampling) terhadap populasi petani karet yang masuk dalam kelompok program budidaya karet organik dari Desa Lais, Desa Lais Utara dan Desa Langkap. Setiap desa terdiri dari 30 petani anggota kelompok, dimana dari 30 petani tersebut diambil 10 petani contoh dari setiap desa yang aktif mengikuti program itu dan telah menjalankan usatani karet organik. Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang menjalankan kegiatan usahatani karet secara konvensional dan telah beralih ke organik, petani tersebut adalah petani yang sama. Secara rinci ukuran sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Ukuran Sampel yang Diambil dalam Penelitian Desa Populasi (Orang) Petani Contoh (Orang) I (Lais) 30 10 II (Lais Utara) 30 10 III (Langkap) 30 10 Jumlah 90 30
Persentase (%) 33,33 33,33 33,33 100
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung kepada petani sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan. Daftar pertanyaan atau kuisioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai segala sesuatu yang diperlukan dalam penelitian, seperti luas lahan karet, identitas petani beserta keluarganya, data-data keluarga, alokasi tenaga kerja pada usahatani karet, alokasi tenaga kerja di luar usahatani, serta keterangan lain yang dibutuhkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur - literatur yang menunjang kepustakaan dari permasalahan yang sedang diteliti serta lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Alokasi Waktu Kerja
Tenaga kerja adalah orang dalam usia kerja pada suatu keluarga yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak-anak maupun anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan petani. Keluarga petani karet contoh di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan mengalokasikan waktu kerjanya ke dalam kegiatan usahatani karet dan kegiatan non usahatani seperti peternak, buruh bangunan, wirausaha, guru, guru ngaji, wiraswasta, bengkel, dan sopir angdes. Selain dialokasikan untuk kegiatan usahatani karet dan kegiatan non usahatani, petani dan keluarganya masih mempunyai waktu yang tersisa di luar dari kedua kegiatan tersebut atau yang sering disebut sebagai waktu luang. Waktu luang tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani beserta keluarganya untuk berbagai kegiatan yang diinginkan, entah itu hanya sekedar istirahat bersantai di rumah, beribadah, melakukan kegiatan sosial dengan tetangga sekitar ataupun melakukan kegiatan produktif lainnya yang dapat menambah penghasilan keluarga petani. 1. Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Tenaga kerja yang bekerja pada usahatani karet dalam penelitian ini baik usahatani karet konvensional maupun usahatani karet organik adalah tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak. Tenaga kerja pria mempunyai satuan ukur dalam penelitian yaitu sebesar 1 HKP. Sedangkan untuk tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak dilakukan penyetaraan 1 HKP yaitu sebesar 0,75 HKP untuk tenaga kerja wanita dan 0,50 HKP untuk tenaga kerja anak. a. Alokasi Waktu Kerja Pria Alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet konvensional merupakan penggunakan tenaga kerja pria pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karetnya yang telah produktif mulai dari kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Demikian pula pada usahatani karet organik, alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet organik merupakan penggunakan tenaga kerja pria dalam suatu keluarga untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karetnya seperti kegiatan pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL), pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Tenaga kerja pria dalam suatu keluarga yang bekerja pada usahatani karet konvensional dan usahatani karet organik ini adalah para petani karet dan juga sebagai kepala keluarga atau suami yang memiliki kebun karet sendiri sebagai sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Tenaga kerja pria pada usahatani karet konvensional mengolakasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemupukan rata-rata sebesar 12,04 HOK per tahun atau sebesar 5,46 persen. Kegiatan penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 26,97 HOK per tahun atau sebesar 12,24 persen. Kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan tenaga kerja pria sebesar 0,73 HOK per tahun atau sebesar 0,33 persen. Untuk kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan sebesar 171,43 HOK per tahun atau sebesar 77,81 persen. Kegiatan pembuatan slab dilakukan tenaga kerja pria sebesar 9,14 HOK per tahun atau sebesar 4,14 persen. Maka total rata-rata alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet konvensional sebesar 220,31 HOK per tahun. Sedangkan untuk usahatani karet organik, tenaga kerja pria mengalokasikan waktu kerja untuk kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 34,42 HOK per tahun atau sebesar 14,04 persen. Pada kegiatan pemupukan dilakukan tenaga kerja pria rata-rata sebesar 22,36 HOK atau sebesar 9,12 persen. Untuk kegiatan penyiangan dilakukan tenaga kerja pria sebesar 50,06 HOK per tahun atau sebesar 20,42 persen. Kegiatan pemanenan/penyadapan dialokasikan sebesar 128,91 HOK per tahun atau sebesar 52,59 persen. Dan untuk kegiatan pembuatan slab dicurahkan sebesar 9,37 HOK per tahun atau sebesar 3,82 persen. Jadi total alokasi waktu kerja pria pada usahatani karet organik rata-rata sebesar 245,12 HOK per tahun. Lebih jelas mengenai rincian rata-rata alokasi waktu kerja pria berdasarkan jenis kegiatan pada usahatani karet konvensional dan organik dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Pria Pada Usahatani Karet Konvensional dan Organik
Usahatani Karet Konvensional No Kegiatan 1 2 3 4 5
Penyemprotan Pemupukan Penyiangan Penyadapan Pembuatan Slab Jumlah
Rata-rata HOK Persen (HOK/th) tase (%) 0,73 0,33 12,04 26,97 5,46 12,24 171,43 77,81 9,14 4,14 220,31 100,00
Usahatani Karet Organik Kegiatan Pembuatan MOL Pemupukan Penyiangan Penyadapan Pembuatan Slab Jumlah
Rata-rata HOK (HOK/th) 34,42 22,36 50,06 128,91 9,37 245,12
Persen tase (%) 14,04 9,12 20,42 52,59 3,82 100,00
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa tenaga kerja pria pada usahatani karet konvensional lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal itu terjadi karena kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan selama 5 hari dalam satu minggu atau selama 240 hari dalam satu tahun, sedangkan kegiatan-kegiatan yang lain tidak mencapai jumlah hari tersebut. Sama halnya pada tenaga kerja pria usahatani karet organik lebih banyak mengalokasikan waktu kerja pada kegiatan pemanenan/penyadapan karena kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan sebanyak 4 hari dalam satu minggu atau 192 hari dalam satu tahun. Sedangkan kegiatan-kegiatan dalam usahatani karet organik lainnya tidak mencapai hari kerja tersebut. Perubahan angka yang cukup signifikan terlihat pada kegiatan penyiangan yaitu sebesar 26,97 HOK per tahun pada usahatani karet konvensional dan meningkat sebesar 50,06 HOK per tahun setelah beralih ke usahatani karet organik, hal ini disebabkan karena para petani sangat antusias dengan perubahan sistem usahatani karet yang mereka lakukan, jadi para petani lebih sering merawat kebun karet mereka dengan rutin melakukan kegiatan penyiangan. b. Alokasi Waktu Kerja Wanita Alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet konvensional merupakan penggunakan tenaga kerja wanita pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet keluarganya yang telah produktif. Kegiatan-kegiatan tersebut mulai dari kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Demikian halnya pada usahatani karet organik, alokasi waktu kerja wanita merupakan penggunakan tenaga kerja wanita pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet keluarganya yang telah produktif. Kegiatan-kegiatan tersebut mulai dari kegiatan pambuatan Mikro Organisme Lokal (MOL), pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Tenaga kerja wanita yang bekerja pada usahatani karet konvensional dan organik ini adalah istri dari para petani karet yang ikut membantu suaminya menjalankan semua kegiatan usahatani karet baik konvensional maupun organik. Pengalokasian waktu kerja pada usahatani karet konvensional untuk kegiatan pemupukan yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita rata-rata sebesar 2,46 HOK per tahun atau sebesar 23,52 persen. Kemudian kegiatan penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 2,04 HOK per tahun atau sebesar 19,56 persen. Untuk kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan rata-rata sebesar 0,13 HOK per tahun atau sebesar 1,23 persen. Tenaga kerja wanita melakukan kegiatan pemanenan/penyadapan rata-rata sebesar 3,93 HOK per tahun atau sebesar 37,62 persen. Dan kegiatan pembuatan slab dilakukan rata-rata sebesar 1,89 HOK per tahun atau sebesar 18,06 persen. Jadi, total alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet konvensional adalah sebesar 10,44 HOK per tahun. Sedangkan pengalokasian waktu kerja wanita pada usahatani karet organik untuk kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 5,06 HOK per tahun atau sebesar 12,59 persen. Kegiatan pemupukan dilakukan sebesar 4,50 HOK per tahun atau sebesar 11,20 persen. Pengalokasian waktu kerja wanita untuk kegiatan penyiangan dilakukan rata-rata sebesar 2,20 HOK per tahun atau sebesar 5,48 persen. Kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan rata-rata sebesar 26,00 HOK per tahun atau sebesar 64,73 persen. Dan kegiatan pembuatan slab dilakukan rata-rata sebesar 2,40 HOK per tahun atau 5,97 persen. Total alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet organik rata-
rata sebesar 40,16 HOK per tahun. Untuk lebih jelas mengenai rata-rata alokasi waktu kerja wanita pada usahatani karet konvensional dan organik dapat dilihat pada Tabel 3. berikut. Tabel 3. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Wanita Pada Usahatani Karet Konvensional dan Organik Usahatani Karet Konvensional Rata-rata HOK Persen No (HOK/th) tase Kegiatan (%) 1 Penyemprotan 0,13 1,23 2 Pemupukan 2,46 23,52 3 Penyiangan 2,04 19,56 4 Penyadapan 3,93 37,62 5 Pembuatan Slab 1,89 18,06 Jumlah 10,44 100,00
Usahatani Karet Organik Rata-rata HOK Kegiatan (HOK/th) Pembuatan MOL 5,06 Pemupukan 4,50 Penyiangan 2,20 Penyadapan 26,00 Pembuatan Slab 2,40 Jumlah 40,16
Persen tase (%) 12,59 11,20 5,48 64,73 5,97 100,00
Berdasarkan Tabel 3, terlihat tenaga kerja wanita pada usahatani karet konvensional lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal tersebut disebabkan karena hari kerja yang dialokasikan tenaga kerja wanita pada kegiatan pemanenan/penyadapan lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, yaitu mencapai 165 hari dalam satu tahun untuk tenaga kerja wanita yang melakukan kegiatan tersebut. Sama halnya dengan usahatani karet organik, tenaga kerja wanita lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal tersebut disebabkan karena hari kerja yang dialokasikan tenaga kerja wanita pada kegiatan pemanenan/penyadapan lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya, yaitu mencapai 140 hari dalam satu tahun bagi tenaga kerja wanita yang melakukan kegiatan tersebut. c. Alokasi Waktu Kerja Anak Alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet konvensional adalah penggunakan tenaga kerja anak pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet keluarganya yang telah produktif, mulai dari kegiatan pemupukan, penyiangan, penyemprotan pestisida, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Demikian pula dengan usahatani karet organik, alokasi waktu kerja anak adalah penggunakan tenaga kerja anak pada suatu keluarga dalam melakukan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan usahatani karet keluarganya yang telah produktif, mulai dari kegiatan pembuatan MOL, pemupukan, penyiangan, pemanenan/penyadapan, dan pembuatan slab. Tenaga kerja anak pada usahatani karet konvensional dan organik ini merupakan anak dari para petani karet itu sendiri yang ikut membantu orang tuanya dalam menjalankan kegiatan usahatani karet. Batasan usia tenaga kerja anak tersebut berkisar antara usia 5 tahun sampai usia 15 tahun dengan jumlah tenaga kerja anak yang ikut membantu dalam usahatani karet sebanyak 8 orang anak dari 8 keluarga dari total 30 keluarga petani karet baik yang menjalankan usahatani karet secara konvensional maupun yang telah beralih ke usahatani karet organik. Pengalokasian waktu kerja anak berdasarkan jenis kegiatan usahatani karet konvensional dan usahatani karet organik tersebut akan diuraikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Anak dalam Usahatani Karet Konvensional dan Organik Usahatani Karet Konvensional Usahatani Karet Organik Rata-rata Persen Rata-rata Persen No Kegiatan HOK tase Kegiatan HOK tase (HOK/th) (%) (HOK/th) (%) 1 Penyemprotan 0,03 0,67 Pembuatan MOL 1,11 18,52 2 Pemupukan 0,43 10,14 Pemupukan 1,36 22,56 3 Penyiangan 0,69 16,22 Penyiangan 0,91 15,20 4 Penyadapan 2,86 67,57 Penyadapan 2,29 38,00 5 Pembuatan Slab 0,23 5,40 Pembuatan Slab 0,34 5,70
Jumlah
4,23
100,00
Jumlah
6,01
100,00
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa tenaga kerja anak pada usahatani karet konvensional mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemupukan rata-rata sebesar 0,43 HOK per tahun atau sebesar 10,14 persen. Untuk kegiatan penyiangan dilakukan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 0,69 HOK per tahun atau sebesar 16,22 persen. Kegiatan penyemprotan pestisida dilakukan tenaga kerja anak ratarata sebesar 0,03 HOK per tahun atau sebesar 0,67 persen. Kemudian kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 2,86 HOK per tahun atau sebesar 67,57 persen. Dan untuk kegiatan pembuatan slab dikerjakan tenaga kerja anak rata-rata sebesar 0,23 HOK per tahun atau sebesar 5,40 persen. Maka total alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet konvensional rata-rata sebesar 4,23 HOK per tahun. Sedangkan untuk usahatani karet organik, tenaga kerja anak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pembuatan MOL rata-rata sebesar 1,11 HOK per tahun atau sebesar 18,52 persen. Kegiatan pemupukan dilakuakan tenaga kerja anak sebesar 1,36 HOK per tahun atau sebesar 22,56 persen. Untuk kegiatan penyiangan dicurahkan tenaga kerja anak sebesar 0,91 HOK atau sebesar 15,20 persen. Pada kegiatan pemanenan/penyadapan dilakukan rata-rata sebesar 2,29 HOK per tahun atau 38,00 persen. Dan untuk kegiatan pembuatan slab dilakukan sebesar 0,34 HOK per tahun atau sebesar 5,70 persen. Jadi, total alokasi waktu kerja anak pada usahatani karet organik rata-rata sebesar 6,01 HOK per tahun. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa tenaga kerja anak pada usahatani karet konvensional lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenen/penyadapan. Hal tersebut terbukti dengan lebih banyaknya hari kerja yang dicurahkan tenaga kerja anak pada kegiatan pemanenan/penyadapan dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu sebesar 120 hari dalam satu tahun untuk tenaga kerja anak yang melakukan kegiatan pemanenan/penyadapan. Demikian juga dengan usahatani karet organik, tenaga kerja anak lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya pada kegiatan pemanenan/penyadapan. Hal tersebut terbukti dengan lebih banyaknya hari kerja yang dicurahkan tenaga kerja anak pada kegiatan pemanenan/penyadapan dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan lain, yaitu sebesar 96 hari dalam satu tahun untuk tenaga kerja anak yang melakukan kegiatan pemanenan/penyadapan. d. Total Alokasi Waktu Kerja Total alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik merupakan jumlah seluruh alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh ketiga tenaga kerja yang ada pada suatu keluarga, yaitu tenaga kerja pria (petani karet), tenaga kerja wanita (istri petani karet) dan tenaga kerja anak (anak petani karet) dalam menjalankan usahatani karetnya. Total alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik dapat dilihat secara rinci pada tabel berikut. Tabel 5. Total Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik Usahatani Karet Konvensional Rata-rata Kegiatan HOK (HOK/th) 1 Alokasi waktu kerja pria 220,31 2 Alokasi waktu kerja wanita 10,44 3 Alokasi waktu kerja anak 4,23 Jumlah 234,98 N o
Persen tase (%) 93,75 4,44 1,80 100,00
Usahatani Karet Organik Rata-rata Kegiatan HOK (HOK/th) Alokasi waktu kerja pria 245,12 Alokasi waktu kerja wanita 40,16 Alokasi waktu kerja anak 6,01 Jumlah 291,30
Persen tase (%) 84,15 13,78 2,06 100,00
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional lebih besar di curahkan oleh tenaga kerja pria yaitu rata-rata sebesar 220,31 HOK per tahun atau sebesar 93,75 persen, dengan total rata-rata alokasi waktu kerja untuk seluruh tenaga kerja sebesar 234,98 HOK per tahun. Alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik juga lebih besar dicurahkan oleh tenaga kerja pria yaitu rata-rata sebesar 245,12 HOK per tahun atau sebesar 84,15 persen, dengan total rata-rata alokasi
waktu kerja untuk seluruh tenaga kerja sebesar 291,30 HOK per tahun. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja pria mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Lain halnya dengan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak, mereka hanya sekedar membantu pekerjaan tenaga kerja pria agar kegiatan usahatani karet dapat dijalankan dengan mudah dan cepat. Untuk mengetahui persentase alokasi waktu kerja petani karet baik pada usahatani karet konvensional maupun usahatani karet organik digambarkan pada diagram pie berikut.
Gambar 1. Persentase Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional Gambar 1 tersebut terlihat jelas bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional paling banyak dicurahkan oleh tenaga kerja pria yaitu sebesar 93,75 persen. Hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja pria memiliki peranan yang sangat besar demi kelancaran dan keberhasilan dalam menjalankan usahatani karet konvensional. Sedangkan tenaga kerja wanita mencurahkan waktu kerjanya hanya sebesar 4,44 persen dan untuk tenaga kerja anak yang paling sedikit mencurahkan waktu kerjanya yaitu sebesar 1,80 persen.
Gambar 2. Persentase Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik Berdasarkan gambar 2., diketahui bahwa alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik masih didominasi oleh tenaga kerja pria yaitu sebesar 84,15 persen. Namun, sedikit berkurang dibandingkan dengan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional karena pada usahatani karet organik tidak lagi melakukan kegiatan penyemprotan pestisida dan berkurangnya hari kerja pada kegiatan penyadapan yaitu dari 5 hari kerja dalam 1 minggu (pada saat usahatani karet konvensional) menjadi 4 hari kerja dalam 1 minggu. Sedangkan alokasi waktu kerja wanita dan anak mengalami peningkatan yaitu sebesar
13,78 persen untuk tenaga kerja wanita dan sebesar 2,06 persen untuk tenaga kerja anak. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja wanita dan tenaga kerja anak sangat antusias terhadap perubahan sistem pertanian pada usahatani karet keluarga mereka sehingga mereka lebih rutin merawat kebun karet. e. Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik Perbandingan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik dilakukan menggunakan tabulasi dan dijelaskan secara deskriptif. Melalui perbandingan alokasi waktu kerja usahatani karet konvensional dan organik ini dapat diketahui berapa besar perbedaan waktu kerja yang dicurahkan petani contoh terhadap perubahan teknologi usahatani tersebut yang mereka terapkan. Berikut Tabel 6 menjalaskan tentang perbandingan curahan waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan organik. Tabel 6. Perbandingan Alokasi Waktu Kerja Usahatani Karet Konvensional dan Organik No Jenis Usahatani Alokasi waktu kerja (HOK/thn) Persentase (%) 1 Usahatani Karet Konvensional 234,98 44,64 2 Usahatani Karet Organik 291,30 55,36 Perbandingan 56,31 10,70 Berdasarkan Tabel 6. di atas dapat dilihat bahwa rata-rata alokasi waktu kerja petani contoh pada usahatani karet konvensional adalah sebesar 234,98 HOK per tahun. Sedangkan rata-rata alokasi waktu kerja petani contoh pada usahatani karet organik adalah sebesar 291,30 HOK per tahun. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan sebesar 56,31 HOK per tahun atau persentasenya sebesar 10,70 persen. Adanya perbedaan alokasi waktu kerja antara usahatani karet organik dan usahatani karet konvensional ini disebabkan karena petani contoh usahatani karet organik lebih banyak mengalokasikan waktu kerjanya dibandingkan petani contoh usahatani karet konvensional yakni dengan penambahan kegiatan pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) pada usahatani karet organik serta berkurangnya kegiatan penyemprotan pestisida. Pembuatan MOL itu sendiri dikerjakan selama kurang lebih 52 hari dalam satu tahun untuk 3 kali pembuatan MOL dan menggunakan bahan-bahan alami yang biasa ada di lingkungan sekitar, seperti bongkol pisang, buah maja, gula merah, sayur busuk, dan lain-lain. 2. Alokasi Waktu Kerja Keluarga pada Kegiatan di Luar Usahatani Alokasi waktu kerja yang dicurahkan petani karet konvensional beserta istrinya tidak hanya pada usahatani karet saja melainkan digunakan juga untuk kegiatan di luar usahatani. Alokasi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan di luar usahatani ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pendapatan total rumah tangga petani contoh. Petani contoh tidak hanya mengandalkan pendapatannya pada sektor usahatani karet saja, melainkan dapat mengandalkan juga dari sektor di luar usahatani. Kegiatan di luar usahatani ini merupakan pengalokasian waktu kerja yang belum terpakai secara optimal oleh keluarga petani contoh. Adapun pekerjaan yang dilakukan oleh petani contoh dan keluarganya di luar usahatani karet adalah sebagai, peternak, buruh bangunan, wirausaha (warung), guru, guru ngaji, wiraswasta, buruh PT. Medco, dan sopir angdes. Rincian jenis pekerjaan dan rata-rata alokasi waktu kerja keluarga pada kegiatan di luar usahatani dapat dilihat pada Tabel 7.. Tabel 7. Rata-rata Alokasi Waktu Kerja Keluarga pada Kegiatan di Luar Usahatani No Tenaga Kerja JO JK HK 1 Pria 0,29 1,82 53,79 2 Wanita 0,20 1,53 52,80 Jumlah
HOK/th 39,50 51,00 90,50
Berdasarkan Tabel 7, alokasi waktu kerja keluarga pada kegiatan di luar usahatani tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang ada pada kegiatan usahatani, ini berarti jumlah alokasi waktu kerja keluarga di luar usahatani ini tetap, yaitu rata-rata sebesar 39,50 HOK per tahun untuk tenaga kerja pria dan untuk tenaga kerja wanita rata-rata sebesar 51,00 HOK per tahun. Dari hasil penelitian, dari sembilan jenis pekerjaan di luar usahatani yang dilakukan oleh keluarga petani contoh tersebut, jenis pekerjaan yang memiliki alokasi waktu kerja yang paling tinggi adalah pekerjaan wirausaha. Sedangkan jenis pekerjaan yang memiliki alokasi waktu kerja yang paling kecil adalah pekerjaan guru ngaji. a. Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional dan di Luar Usahatani Waktu kerja yang dialokasikan oleh para petani contoh beserta anggota keluarganya pada penelitian ini tidak hanya dialokasikan dalam kegiatan usahatani karet konvensional saja, akan tetapi juga memanfaatkan waktu kerjanya pada kegiatan produktif di luar usahatani. Kegiatan produktif di luar usahatani itu antara lain seperti peternak, buruh bangunan, wirausaha, guru ngaji, bengkel, guru, buruh PT. Medco, wiraswasta, dan supir angdes. Adapun rata-rata total besaran alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan di luar usahatani dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Rata-rata Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Konvensional Tenaga Kerja (HOK/th) No Kegiatan Pria Wanita Anak-anak Jumlah (HOK/th) 1 Karet Konvensional 220,31 10,44 4,23 234,98 2 Luar Usahatani 39,50 51,00 0,00 90,50 Jumlah 259,81 61,44 4,23 325,48
Persentase (%) 72,20 27,80 100,00
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa petani contoh beserta anggota keluarganya lebih banyak mengalokasikan waktu kerja untuk usahatani karet konvensional rata-rata sebesar 234,98 HOK per tahun atau sebesar 72,20 persen. Sedangkan untuk kegiatan di luar usahatani dialokasikan rata-rata sebesar 90,50 HOK per tahun atau sebesar 27,80 persen, maka total alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional ditambah dengan alokasi waktu kerja di luar usahatani adalah rata-rata sebesar 325,48 HOK per tahun. b. Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik dan di Luar Usahatani Waktu kerja yang dialokasikan oleh para petani karet organik beserta anggota keluarganya tidak hanya dialokasikan dalam kegiatan usahatani karet organik saja, akan tetapi juga memanfaatkan waktu kerjanya pada kegiatan produktif di luar usahatani. Kegiatan produktif di luar usahatani itu antara lain seperti peternak, buruh bangunan, wirausaha, guru ngaji, bengkel, guru, buruh PT. Medco, wiraswasta, dan supir angdes. Adapun rata-rata total besaran alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik dan di luar usahatani dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Rata-rata Total Alokasi Waktu Kerja pada Usahatani Karet Organik Tenaga Kerja (HOK/th) No Kegiatan Pria Wanita AnakJumlah Anak (HOK/th) 1 Karet Organik 245,12 40,16 6,01 291,30 2 Luar Usahatani 39,50 51,00 0,00 90,50 Jumlah 284,62 91,16 6,01 381,80
Persentase (%) 76,30 23,70 100,00
Berdasarkan Tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa petani contoh beserta anggota keluarganya lebih banyak mengalokasikan waktu kerja untuk usahatani karet organik rata-rata sebesar 291,30 HOK per tahun atau sebesar 76,30 persen. Sedangkan untuk kegiatan di luar usahatani dialokasikan rata-rata
sebesar 90,50 HOK per tahun atau sebesar 23,70 persen, maka total alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik ditambah dengan alokasi waktu kerja di luar usahatani adalah rata-rata sebesar 381,80 HOK per tahun. 3. Alokasi Waktu Luang a. Alokasi Waktu Luang pada Usahatani Karet Konvensional Pemanfaatan alokasi waktu kerja pada usahatani karet konvensional dan di luar usahatani dengan mengalokasikan tenaga kerja yang ada dalam keluarga yang telah dilakukan oleh petani contoh beserta keluarganya masih mempunyai waktu luang yang produktif yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Suratiah (2011) menyatakan bahwa, potensi kerja merupakan rata-rata waktu kerja yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan sebaiknya oleh keluarga petani untuk dapat menambah pendapatan total keluarga rumah tangga. Tabel 10 berikut menjelaskan potensi kerja keluarga serta waktu luang yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif. Tabel 10. Rata-Rata Potensi Kerja, Alokasi Waktu Kerja, dan Perhitungan Waktu Luang pada Usahatani Karet Konvensional No Kegiatan Potensi Kerja (HKP/thn) Total (HKP/thn) Waktu Luang 1 Usahatani Karet Konvensional 234,98 2 Di luar Usahatani 90,50 Jumlah 564,40 325,48 238,92 Keterangan : Potensi kerja pria Potensi kerja wanita Potensi kerja anak
: 300 HKP/th : 226 HKP/th : 144 HKP/th
Perhitungan waktu luang pada suatu keluarga petani didapat dengan cara pengurangan jumlah potensi kerja yang ada dalam keluarga petani tersebut dikurang dengan total hari kerja yang dialokasikan seluruh tenaga kerja keluarga, baik pada kegiatan usahatani karet konvensional maupun pada kegiatan di luar usahatani. Tabel 4.17 di atas menjelaskan rata-rata potensi kerja untuk semua kegiatan usahatani dan di luar usahatani sebesar 564,40 HKP per tahun. Perhitungan potensi kerja ini didapat dari penjumlahan seluruh tenaga kerja produktif pada suatu keluarga petani dalam satu tahun dengan asumsi tenaga kerja pria memiliki potensi kerja sebesar 300 HKP/tahun, tenaga kerja wanita mempunyai potensi kerja sebesar 226 HKP/tahun, dan tenaga kerja anak memiliki potensi kerja sebesar 144 HKP/tahun. Dan alokasi tenaga kerja yang telah digunakan untuk kegiatan produktif rata-rata sebesar 325,48 HKP per tahun. Sedangkan waktu luang keluarga petani contoh yang tersisa rata-rata sebesar 238,92 HKP per tahun. Waktu luang merupakan waktu yang tersedia di luar waktu yang dicurahkan untuk kegiatan produktif sehari-hari petani contoh beserta keluarganya. Pada usahatani karet konvensional ini waktu luang yang tersedia sebesar 238,92 HKP per tahun membuktikan bahwa waktu luang yang tersedia masih cukup banyak untuk digunakan pada kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan keagamaan, kegiatan adat istiadat, kegiatan mengurus rumah tangga, kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun jika waktu luang yang tersedia tersebut masih tersisa, dapat pula digunakan untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani contoh. b. Alokasi Waktu Luang pada Usahatani Karet Organik Pemanfaatan alokasi waktu kerja pada usahatani karet organik dan di luar usahatani dengan mengalokasikan tenaga kerja yang ada dalam keluarga yang telah dilakukan oleh petani contoh beserta keluarganya masih mempunyai waktu luang yang produktif yang sebenarnya masih bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Perhitungan waktu luang pada suatu keluarga petani didapat dengan cara pengurangan jumlah potensi kerja yang ada dalam keluarga petani tersebut dikurang dengan total hari
kerja yang dialokasikan seluruh tenaga kerja keluarga, baik pada kegiatan usahatani karet organik maupun pada kegiatan di luar usahatani. Tabel 3.10 berikut menjelaskan potensi kerja keluarga serta waktu luang yang masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif. Tabel 11. Rata-Rata Potensi Kerja, Alokasi Waktu Kerja, dan Perhitungan Waktu Luang pada Usahatani Karet Organik No Kegiatan Potensi Kerja Total (HKP/thn) Waktu (HKP/thn) Luang 1 Usahatani Karet Organik 291,30 2 Di luar Usahatani 90,50 Jumlah Keterangan : Potensi kerja pria Potensi kerja wanita Potensi kerja anak
564,40
381,80
182,60
: 300 HKP/th : 226 HKP/th : 144 HKP/th
Tabel 11 menjelaskan rata-rata potensi kerja untuk semua kegiatan usahatani dan di luar usahatani sebesar 564,40 HKP per tahun. Perhitungan potensi kerja ini didapat dari penjumlahan seluruh tenaga kerja produktif pada suatu keluarga petani dalam satu tahun dengan asumsi tenaga kerja pria memiliki potensi kerja sebesar 300 HKP/tahun, tenaga kerja wanita mempunyai potensi kerja sebesar 226 HKP/tahun, dan tenaga kerja anak memiliki potensi kerja sebesar 144 HKP/tahun. Alokasi tenaga kerja yang telah digunakan untuk kegiatan produktif rata-rata sebesar 381,80 HKP per tahun. Sedangkan waktu luang keluarga petani contoh yang tersisa rata-rata sebesar 182,60 HKP per tahun. Waktu luang merupakan waktu yang tersedia di luar waktu yang dicurahkan untuk kegiatan produktif sehari-hari petani contoh beserta keluarganya. Pada usahatani karet organik ini waktu luang yang tersedia sebesar 182,60 HKP per tahun membuktikan bahwa waktu luang yang tersedia masih cukup banyak untuk digunakan pada kegiatan-kegiatan lain seperti kegiatan keagamaan, kegiatan adat istiadat, kegiatan mengurus rumah tangga, kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Namun jika waktu luang yang tersedia tersebut masih tersisa, dapat pula digunakan untuk melakukan kegiatan yang lebih produktif yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani contoh.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Alokasi waktu kerja petani karet yang berusahatani secara konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan adalah rata-rata sebesar 234,98 HOK per tahun. 2. Alokasi waktu kerja petani karet setelah beralih ke usahatani organik di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yaitu rata-rata sebesar 291,30 HOK per tahun. Maka selisih antara alokasi waktu kerja petani karet yang berusahatani secara konvensional dengan petani karet setelah beralih ke usahatani organik adalah sebesar 56,31 HOK per tahun. 3. Waktu luang yang tersedia bagi petani karet konvensional di Desa Lais, Desa Lais Utara, dan Desa Langkap, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yaitu sebesar 238,92 HOK per tahun. Sedangkan waktu luang yang tersedia bagi petani karet setelah beralih ke organik lebih kecil dibandingkan dengan waktu luang bagi petani karet konvensional yakni sebesar 182,60 HOK per tahun. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Alokasi waktu kerja yang dicurahkan oleh petani karet baik pada saat usahatani karet konvensional maupun setelah beralih ke usahatani karet organik sudah cukup baik, namun akan lebih baik lagi jika tenaga kerja wanita (istri dari petani karet) yang tidak memiliki pekerjaan lain selain menjadi ibu rumah tangga dapat turut membantu petani karet dalam menjalankan usahatani karet keluarganya agar waktu yang dicurahkan untuk kegiatan-kegiatan dalam usahatani karet lebih efektif dan mempermudah petani karet menjalankannya. 2. Waktu luang yang tersedia bagi para petani karet baik pada saat usahatani karet konvensional maupun setelah beralih ke usahatani karet organik sebaiknya lebih dapat dimanfaatkan oleh petani pada kegiatan-kegiatan produktif lainnya guna menambah pendapatan petani yang nantinya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 3. Melihat perkembangan usahatani karet secara organik ini yang menunjukan hasil positif bagi para petani, seharusnya pemerintah lebih mendukung program ini dalam penggunaan pupuk organik pada tanaman-tanaman karet rakyat agar lateks yang dihasilkan dari tanaman karet rakyat tersebut lebih berkualitas dan dapat meningkatkan pendapatan para petani itu sendiri, serta sangat baik untuk lingkungan sekitar karena pupuk organik dapat memperbaiki unsur-unsur hara yang rusak di dalam tanah akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang berlebihan sebelumnya. 4. Bagi peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian pada tema yang sama, disarankan untuk meneliti seberapa besar peran keluarga dalam keberhasilan perubahan teknologi usahatani karet konvensional ke usahatani karet organik.
DAFTAR RUJUKAN [1].
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. 2011. Arah Dan Kebijakan Jangka Panjang Pembangunan Perkebunan Sumatera Selatan 2020. Sumatera Selatan. [2]. ___________________________________. 2012. Data Statistika Perkebunan Sumatera Selatan. Departemen Pertanian. Jakarta. [3]. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Perkebunan Sebagai Pilar Strategis Green Economy Indonesia. Jakarta. [4]. Hadisuwito, S. 2008. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. [5]. Hermanto, F. 1996. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. [6]. Kotler, P. and Lee, N. 2005. Corporate Social Responsibility – Doing the Most Good for Your Company and Your Cause. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc. [7]. Mardia, A. 2013. Pola Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat Dalam Upaya Peningkatan Produksi Dan Pendapatan Petani di Kabupaten Kampar. (Online). (http://www.scribd.com/doc/136606430/Jurnal-Ainul-Mardia-PDF, diakses 7 Maret 2014) [8]. Soekartawi. 2003. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Pers. Jakarta. [9]. Tim Penulis PS. 2004. Budidaya dan Pengolahan, Strategi Pemasaran Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. [10]. ____________. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. [11]. Wididana, G.N. 1999. Teknologi EM dalam Berita Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSDA). Jakarta. [12]. Yuliarto N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Andi. Yogyakarta.