PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”MARITIME SECURITY : PIRACY and ARMED ROBBERY AGAINST SHIPS”. Dalam penyusunan laporan ini banyak mengutip dari berbagai sumber baik berupa buku maupun sumber dari internet yang banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surabaya, 14 april 2015 Penyusun
KELOMPOK 10
1
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR....................................................................................................... 1 DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2 DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ 3 BAB I........................................................................................................................... 4 PENDAHULUAN........................................................................................................... 4 I.I.
Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 4
I.II. Rumusan Masalah.................................................................................................. 4 BAB II.......................................................................................................................... 5 PEMBAHASAN............................................................................................................. 5 II.I. Nilai Strategis Selat Malaka dan Selat Singapura.............................................................5 II.II. Perompakan (Piracy) dan Perampokan Bersenjata (Armed Robbery) di Laut..........................6 II.III. Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya aksi kejahatan di laut...............9 II.IV. Data international maritime bureau (IMB) tentang kasus perompakan................................12 II.V. Penanganan Aksi Perompakan siselat malaka dan sekitarnya............................................14 BAB III....................................................................................................................... 17 PENUTUP................................................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 19 LAMPIRAN 1.............................................................................................................. 20 PIRACY & ARMED ROBBERY ATTACK REPORT...........................................................20 LAMPIRAN 2.............................................................................................................. 24 Warta Ekonomi............................................................................................................. 24 LAMPIRAN 3.............................................................................................................. 26 Polisi Bekuk Perompak Kapal Thailand......................................................................26
KELOMPOK 10
2
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
DAFTAR GAMBARY Gambar.1. Jalur Selat Malaka.................................................................................... 5 Gambar.2. Perompak................................................................................................ 6 Gambar.3. Kondisi Perekonomian Perompak.............................................................9 Gambar.4. Kapal Perang......................................................................................... 10 Gambar.5. IMO........................................................................................................ 11 Gambar.6. Peta Indonesia....................................................................................... 12 Gambar.7. IMB........................................................................................................ 12 Gambar.8. PRC........................................................................................................ 13 Gambar.9. Penangkapan Bajak Laut.......................................................................14 Gambar.10. UN Convention of 1982.......................................................................15
KELOMPOK 10
3
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
BAB I
PENDAHULUAN I.I.
Latar Belakang Masalah Dalam dunia kemaritiman, keamanan maritim juga telah meluas tidak hanya konsep pertahanan laut terhadap ancaman militer dari negara lain tetapi juga termasuk pertahanan terhadap ancaman non militer antara lain perlindungan terhadap kelestarian alam, jalur perdagangan, pemberatasan aksi ilegal di laut, dan lain-lain. Sebaliknya, karakter maritim telah menjadi faktor yang memberikan pengaruh kuat pada aspek keamanan, strategi dan kerjasama maritim regional.
Sebagai
konsekuensinya keamanan dalam dunia maritim, secara umum menjadi tanggungjawab dari semua negara untuk menjaganya dari segala bentuk ancaman. Semakin luas wilayah perairan laut suatu negara, semakin besar pula tugas dan tanggungjawab pemerintah dari negara tersebut. Tanggung jawab ini bukan hanya secara nasional, tetapi juga secara internasional. Dengan banyaknya kasus perompakan diberbagai jalur pelayaran kapal didunia dan yang paling menonjol adalah aksi perompakan di Somalia pada tahun 2010 dan 2011 dan di selat malaka sampai saat ini.
I.II. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
Bagaimana gambaran mengenai aksi perompakan di Selat Malaka dan Selat Singapura
sebagai jalur perdagangan dunia? Bagaimana kerjasama antara negara dalam hal memerangi tindakan piracy / armed robbery?
KELOMPOK 10
4
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
BAB II PEMBAHASAN
II.I. Nilai Strategis Selat Malaka dan Selat Singapura Selat Malaka merupakan wilayah perairan yang sebagian besar terbentang antara Indonesia dan Malaysia, memanjang antara laut Andaman di Barat Laut dan Selat Singapura di tenggara sejauh kurang lebih 520 mil laut dengan lebar yang bervarisi sekitar 11-200 mil laut. Sedangkan Selat Singapura yang terapit antara Indonesia dan Singapura terbentang menurut arah Barat-Timur sejauh 30 mil laut dengan lebar sekitar 10 mil laut. Daerah yang tersempit dari jalur ini adalah Phillips Channel yang berada di Selat Sngapura, yaitu hanya mempunyai lebar 1,5 mil laut.
Gambar.1. Jalur Selat Malaka
Selat Malaka selama ini selama ini selalu terkait dengan masalah internasional secara politis maupun ekonomi karena jalur tersebut digunakan oleh berbagai kapal untuk
KELOMPOK 10
5
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
berbagai kepentingan, terutama kepentingan niaga. Dari perspektif posisi maupun historis perdagangan di Selat Malaka sudah lama menjadi sentra ekonomi bisnis. Sebagai perlintasan jalur internasional (international maritime passage) Selat Malaka dan Selat Singapura telah menjadikan pelabuhan-pelabuhan laut di sekitarnya seperti Batam, Bintan, Singapura, Tanjung Pelepas, Johor berkembang dengan pesat secara ekonomi dibandingkan daerah lainnya
II.II. Perompakan (Piracy) dan Perampokan Bersenjata (Armed Robbery) di Laut Aksi kejahatan terhadap kapal-kapal laut termasuk aksi kejahatan tertua yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Namun penggunaan istilah pirate/peirato digunakan pertama kali pada sekitar 140 SM oleh Ahli Sejarah Roma Polybus. Istilah piracy kemudian untuk pertama kali didefinisikan oleh ahli sejarah Yunani Plutarch pada tahun 100, yaitu orang-orang yang menyerang tanpa dasar hukum tidak hanya terhadap kapal tetapi juga maritime cites.
Gambar.2. Perompak
KELOMPOK 10
6
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
Dalam
perkembangannya,
istilah
piracy
yang
diterjemahkan
sebagai
perompakan / pembajakan di laut mulai didefinisikan dalam konteks hukum yang lebih jelas dan dibedakan pengertiannya dengan tindakan armed robbery (perampokan bersenjata terhadap kapal di laut), di mana perbedaan dari kedua aksi kejahatan di laut tersebut berdampak pada cara dan tanggung jawab penangannya.1[10] Permasalahannya kemudian timbul pada saat dihubungkannya penggunaan istilah antara aksi perompakan (piracy) dan perampokan bersenjata terhadap kapal-kapal (armed robbery against ships) dengan pembahasan tentang aksi kejahatan di laut yang terjadi di Selat Malaka dan Selat Singapura. Menurut pasal 101 UNCLOS 1982, dijelaskan bahwa perompakan di laut dapat disebut piracy apabila memenuhi unsur-unsur, antara lain; 1. 2. 3. 4.
Merupakan tindak kekerasan yang tidak sesuai hukum Untuk tujuan pribadi Yang dilakukan kepada awak atau penumpang dari private ship atau private aircraft Terjadi di laut bebas (high seas) atau di tempat lain di luar yurisdiksi nasional suatu negara Dalam definisi tersebut dikatakan bahwa perompakan yang diatur dalam
Konvensi ini adalah merupakan tindakan kejahatan di laut yang terjadi di laut bebas. Namun sebaliknya kegiatan pelanggaran terhadap kapal-kapal di laut teritorial tidak dapat dianggap sebagai perompakan menurut hukum internasional. Namun pada kenyataannya justru sebagian besar insiden “pembajakan” di laut terjadi di laut teritorial suatu negara. Sementara itu, International Maritime Organization (IMO) juga membedaan istilah piracy dan armed robbery against ship tersebut berdasarkan locus delicti dari aksi kejahatan tersebut. Perompakan (piracy) menurut IMO adalah “unlawful acts as defined in article 101 of the 1982 United Nations Convention on The Law of The Sea” 2 Sedangkan berdasarkan pasal 2.2 dari IMO MSC Circular No. 984 tentang the draft code of practice for the investiation f The Crimes of piracy and armed robbery against ships, armed robbery against ship didefinisikan pada sebagai berikut:
1 2
KELOMPOK 10
7
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
“Armed robbery against ships” means any unlawful act of violence or detention or any of depredation, or threat thereof, other than an act of piracy”, directed against a ship or against persons or property on board such a ship, within a state’s jurisdiction over such offenses”3 Dalam dua definisi yang dijelaskan oleh IMO di atas semakin mempertegas perbedaan dari aksi piracy maupun armed robbery di mana tindak kejahatan di laut dapat dikatakan armed robbery apabila dilakukan di wilayah jurisdiksi suatu negara, sedebih angkan aksi piracy dilakukan di luar jurisdiksi suatu negara. Namun, international maritime Bureau (IMB), mempunyai definisi piracy yang lebih luas dari pada yang diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 101. Dalam laporan IMB dikatakan bahwa piracy hendaknya diartikan sebagai: “act of boarding any vessel with the intent to commit theft or any other crime and with the intent or capability to use force in the furtherance thereof”4 Perbedaan definisi atau pengartian istilah “piracy” di atas, kemudian menimbulkan permasalahan mengenai tanggung jwab dan cara penanganannya ketika diterapkan pada wilayah laut di mana terdapat beberapa wilayah laut teritorial dari beberapa negara yang berhimpitan dan digunakan sebagai jalur internasional yang padat, seperti Selat Malaka dan Selat Singapura. Kerancuan penggunaan istilah antara piracy dan armed robbery against ships yang dibedakan berdasarkan faktor di mana tindak kejahatan di laut dilakukan (locus delicti) tidak menghilangkan adanya masalah serius tentang tindak kejahatan terhadap kapal-kapal di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura yang perlu diatasi bersama. Namun demikian, perbedaan definisi ini menjadi permasalahan yang cukup rumit bagi negara-negara pesisir Selat Malaka dan Selat Singapura, terutama dalam rangka menegakan hukum di wilayahnya. Perbedaan ini pula yang menyebabkan data-data yang dikeluarkan oleh IMB, IMO, dan otoritas kelautan suatu negara tidak ada keseragaman.
3 4
KELOMPOK 10
8
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
II.III. Faktor-faktor yang menyebabkan maraknya aksi kejahatan di laut. Faktor-faktor tersebut semakin kompleks karena saling berkaitan satu sama lain dan melibatkan banyak pihak terkait. Faktor-faktor tersebut antara lain:
Situasi ekonomi di kawasan sekitar.
Gambar.3. Kondisi Perekonomian Perompak
Situasi ekonomi di suatu kawasan, terutama kawasan pesisir dapat berpengaruh pada perilaku dari kelompok-kelompok masyarakat tersebut, terutama dalam hal bagaimana cara mereka mempertahankan hidup. Masyarakat pesisir sebagian besar hidupnya dikaitkan dengan kemiskinan, kurang berpendidikan, tradisional, dan hidupnya tergantung dengan kondis alam karena rata-rata mereka hidup dengan memanfaatkan hasil laut atau sebagai nelayan. Sementara itu tidak jauh dari daerah mereka, berbagai kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia yang membawa berbagai jenis muatan berlayar melalui jalur-jalur yang dapat dikatakan “dikuasai” oleh masyarakat pesisir tersebut. Dengan didorong dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan dengan latar belakang pendidikan yang rendah, hal ini pada akhirnya menimbulkan suatu peluang untuk memperoleh jalan pintas dalam upaya mempertahankan hidup.
Lemahnya kontrol pemerintah terhadap permasalahan di dalam negeri
KELOMPOK 10
9
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
Pemerintah yang tida dapat mengontrol permasalahan dan perkembangan yang terjadi di dalam negerinya, akan menimbulkan peluang bagi sekelompok orang untuk melakukan tindakan sepihak yang menguntungkan dirinya. Kontrol ini dapat secara efektif dilakukan Pemerintah mempunyai political will dan kemampuan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Karena dari sudut hukum tata negara, pemerintah adalah badan hukum publik yang bertugas melayani dan melindungi rakyat.
Rendahnya kemampuan para penegak hukum dan sarana pendukungnya Penegakan hukum di bidang maritim terdiri dari penegakan hukum di laut,
penegakan hukum di kapal dan penegakan hukum di pelabuhan. Semua unsur tersebut seyogyanya saling terkait satu sama lain dan lemahnya salah satu dari unsur penegakan hukum tersebut dapat melemahkan sistem penegakan hukum di laut secara keseluruhan, sehingga berakibat memberi kesempatan atau peluang aksi kejahatan di laut.
Gambar.4. Kapal Perang
Rendahnya kemampuan para penegak hukum, baik yang bertugas di darat maupun di laut, untuk mengamankan wilayah laut yang sangat luas merupakan peluang bagi para pelaku kejahatan untuk lebih leluasan melakukan tindak kriminal. Dalam penegakan hukum di perairan Indonesia, apabila dibandingkan dengan luas wilayah perairan Indonesia yang menjadi wilayah sasaran tugas pengamanan dan penegakan
KELOMPOK 10
10
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
hukum di laut, maka tidak ada keseimbangan antara luas wilayah dengan sarana dan prasarana yang ada.
Lemahnya kerjasama negara-negara kawasan Aksi kejahatan di laut dapat dikategorikan sebagai kejahatan lintas negara,
khususnya di wilayah-wilayah perairan sempit
seperti di Selat Malaka dan Selat
Singapura. Dengan mobilitas pelaku kejahatan yang sangat tinggi, serta target aksi kejahatan di laut juga dapat dengan mudah berpindah dari satu wilayah ke wilayah lainnya bahkan antar negara. Hal ini menjadikan aksi kejahatan ini tidak lagi dapat ditangani hanya oleh satu negara, tetapi diperlukan suatu kerjasama dengan negara di kawasan.
Lemahnya sistem hukum di bidang maritim Selama ini persoalan penegakan hukum dan peraturan di laut senantiasa tumpang
tindih dan cenderung menciptakan konflik antar institusi dan aparat pemerintah, serta konflik horizontal antar masyarakat. Oleh karenanya dibutuhkan perangkat hukum dan peraturan yang dapat menjamin interaksi antar sektor yang saling menguntungkan dan menciptakan hubungan yang optimal. Selain harus dapat menjamin interaksi dan terciptanya koordinasi yang harmonis dan optimal,
Gambar.5. IMO
sistem hukum yang harus ditegakkan saat ini seyogyanya tidak bisa lagi memnadang para pelaku kejahatan di laut merupakan tindakan kriminal biasa, mengingat dampak yang diakibatkan dari aksi-aksinya tersebut. Seyogyanya aksi kejahatan di Selat yang sangat strategis ini dikenai hukuman yang seberat-beratnya, karena tindakannya akan membahayakan perekonomian dan keamanan negara.
Kondisi geografis
KELOMPOK 10
11
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
Kondisi geografis suatu wilayah dapat menjadi faktor pemicu suburnya aksi-aksi kejahatan di laut. Para perompak dalam melakukan aksinya tentunya telah mempertimbangkan dan memperhitungkan sarana, sasaran, serta tempat persembunyian yang ideal.
Gambar.6. Peta Indonesia Dengan kemampuan kapal yang terbatas yang digunakan, tentunya para pelaku kejahatan akan memilih jalur perdagangan yang sempit dan ramai, bukannya di perairan lepas/terbuka. Sementara itu pulau-pulau yang tersebar, seperti di selat Malaka dan Selat Singapura, merupakan tempat yang untuk bersembunyi atau melarikan diri. Oleh karena itu kehadiran mereka setelah melakukan kejahatan akan sulit terdeteksi oleh aparat.
II.IV. Data International Maritime Bureau (IMB) tentang kasus perompakan Gambar.7. IMB
Dalam ICC IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships – 2014 Annual Repor KELOMPOK 10
12
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
yang memuat data kejadian perompakan diseluruh dunia dapat dicermati bahwa tindak kejahatan perompakan mengalami penurunan yang derastis antara tahun 2010 sampai dengan 2014, contoh di somalia angka kejadian pada tahun 2010 adalah 139 kasus dan naik menjadi 160 pada tahu 2011 tapi terus mengalami penurunan hingga hanya terjadi 3 kasus pada tahun 2014.hal ini terjadi karena ada dukungan internasional khusunya dari Negara sekitar Somalia dan Negara yang kapalnya pernah menjadi korban aksi perompakan di Somalia dalam memberantas aksi perompakan dan menjaga jalur pelayaran di Somalia yang dianggap rawan dengan menempatkan angkatan laut diperairan tersebut
Gambar.8. PRC
Hal sebaliknya terjadi diperairan malaka khusunya di Indonesia, dari data IMB pada tahun 2010 terjadi 40 kasus perompakan dan terus naik tiap tahun angka kasusnya dan pada 2014 terjadi 100 kasus perompakan. Mungkin maritime belum dijadikan prioritas dam rentan waktu tersebut dan penjagaan terhadap perairan diindonesia oleh TNI AL kurang maksimal. Bisa juga akibat luasnya wilayah perairan Indonesia tidak sebanding dengan armada kapal yang dimiliki TNI AL, pada tahun 2015 ini maritime menjadi prioritas oleh pemerinta Indonesia dan diharapkan security terhadap pelayaran dapat diperbaiki sehingga angka perompakan dapat turun drastic atau tidak ada lagi, pun bisa dengan cara bekerja sama dengan Negara sekitar dalam mengatasi perompakan yang terjadi di kawasan periran Indonesia dan sekitarnya
KELOMPOK 10
13
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
II.V. Penanganan Aksi Perompakan siselat malaka dan sekitarnya Aksi Kejahatan di laut adalah salah satu dari isu-isu keamanan non-tradisional pasca era perang dingin. Sebagaimana diketahui bahwa isu-isu keamanan non tradisional merupakan bentuk aksi kejahatan yang bersifat multi-dimensi dan mengancam keamanan lebih dari satu negara, yang tidak dapat hanya diatasi dengan pendekatan militer saja. Upaya penanganan dalam memerangi aksi kejahatan di laut akan dapat dilakukan secara efektif apabila penyebab atau faktor pemicu dari tindakan tersebut dapat diidentifikasi dan ditangani dengan tepat serta dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan stakeholders.
Gambar.9. Penangkapan Bajak Laut
Tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya sumber/akar permasalahan aksi kejahatan di laut adalah berasal dari adanya permasalahan yang timbul dan berkembang di daratan. Wilayah laut hanyalah tempat operasi kejahatan, sehingga dengan memfokuskan peningkatan keamanan di laut dengan berbagai bentuk cara, tidak akan berjalan efektif dan hanya akan bersifat sementara saja, jika permasalahan pokok di daratan tidak ditangani dengan baik. KELOMPOK 10
14
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
Akar-akar permasalahan tersebut saat ini masih dihadapi oleh Indonesia dan penanganannya sendiri masih belum dilakukan secara menyeluruh, karena masih adanya berbagai konflik kepentingan sebagai akibat dari berbagai keterbatasan anggaran, infrastruktur dan sumber daya manusia yang mengakibatkan penanganan yang tidak maksimal. Dalam hal ini tentunya diperlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan aparatnya untuk menyelesaikan akar-akar permasalahan tersebut. Selain melakukan penanganan di dalam negeri, upaya-upaya internasional dalam rangka melawan aksi kejahatan di laut juga perlu dikembangkan. Upaya-upaya tersebut
Gambar.10. UN Convention of 1982
dapat dilaksananakan dalam dua perspektif yaitu
dalam kerangka hukum/konvensi
internasional dan dalam rangka kerjasama internasional. Selain diatur dalam UNCLOS 1982 pasal 100-107, ketentuan dan penanganan mengenai piracy juga telah disampaikan oleh IMO dalam bentuk edaran (circular) kepada semua negara anggota IMO. IMO telah menerbitkan sejumlah edaran untuk membantu negara-negara dalam melakukan pemberantasan terhadap aksi kejahatan di laut, yaitu: Circular no. 622, Recomendations to Governments for Preventing and Suppressing Piracy and Armed Robery Against Ship, yang merekomendasikan:
KELOMPOK 10
15
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
pembentukan national action plans; pengaturan operasional dan infrastruktur yang dianggap perlu; sistem komando terpadu manajemen yang efektif dan informasi yang akurat; rencana keamanan kapal; kegiatan patroli bersama; penyesuaian peraturan & hukum nasional untumengakomodasikan ini.
KELOMPOK 10
16
bentuk kerjasama
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
BAB III PENUTUP
1. Oleh karena posisinya yang sangat strategis Selat Malaka dan Selat Singapura dalam lalu lintas perdagangan di mana muatan dalam kapal-kapal yang melintasinya membawa barangbarang dengan nilai properti yang besar , kedua selat terebut banyak dijadikan aksi kejahatan terhadap kapal-kapal laut (piracy) yang ingin mengambil manfaat / keuntungan dari kapalkapal tersebut. Kejahatan piracy ini termasuk aksi kejahatan tertua yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, istilah piracy yang diterjemahkan sebagai perompakan / pembajakan di laut mulai didefinisikan dalam konteks hukum yang lebih jelas dan dibedakan pengertiannya dengan tindakan armed robbery (perampokan bersenjata terhadap kapal di laut), di mana perbedaan dari kedua aksi kejahatan di laut tersebut berdampak pada cara dan tanggung jawab penangannya. Banyak faktor yag menyebabkan terjadinya aksi kejahatan (piracy / armed robber) di laut ini, antara lain: Situasi ekonomi di kawasan sekitar, lemahnya kontrol pemerintah terhadap permasalahan di dalam negeri, lemahnya sistem hukum di bidang maritim, kondisi geografis 2. Dalam skema kerjasama dilakukan baik secara bilateral dan multilateral yakni: adanya patroli terkoordinasi, Singapura, Indonesia dan Malaysia
telah melakukan patroli
terkoordinasi secara teratur di Selat Malaka dan Selat Singapura untuk meningkatkan pengamanan di jalur transportasi laut terpadat di dunia itu. Dalam kerjasama patroli terkoordinasi itu, masing-masing negara akan memberikan informasi tentang kejadiankejadian yang ada di Selat Malaka secara real time. TNI/Angkatan-Laut sejak Juli 2004 telah melakukan patroli terkoordinasi dengan Angkatan Laut Malaysia dan Singapura di perairan Selat Malaka dalam upaya mengantisipasi dan membasmi para perompak laut dan teroris. Kerjasama ini masih dianggap belum efektif karena masing-masing angkatan laut belum dapat leluasa melakukan pengejaran, terutama wilayah negara lain
KELOMPOK 10
17
apabila pengejaran
tersebut masuk
ke
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
3. Dalam rangka menciptakan sebuah rejim, prinsip-prinsip, dan norma serta peraturan dan prosedur dalam rangka menjawab tantangan keamanan maritim, diperlukan penyesuaian satu sama lain antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Membangun kerangka kerjasama baik secara politik maupun hukum yang komprehensif adalah elemen yang sangat siginifikan untuk menciptakan keefektifan kerjasama di Selat Malaka dan Selat Singapura, antara lain: 4. Secara ideal, negara-negara tersebut dapat mengikat dirpada sebuah perjanjian sebagai dasar/payung
kerjasama
dandiimplementasikan
dengan
beberapa
kerjasama
teknis
untumenciptakan Selat Malaka dan Selat Singapura menjadwilayah yang aman dan kondusif. 5. Memformulasi kebijakan bersama yang dapat mencegah dan mengontrol serta menetralisir kegiatan transnational crime.
KELOMPOK 10
18
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
DAFTAR PUSTAKA Anita Kurniawati, Hesty, 2015 “STATUTORY REGULATION”, department of naval architecture and shipbuilding engineering, FTK,ITS ICC IMB, 2015 “Piracy and Armed Robbery Against Ships “ Annual Report
INTERNET: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/058561335/Polisi-Bekuk-Perompak-Kapal-Thailand 14 april 2015. Pukul 22.00 http://wartaekonomi.co.id/read/2014/03/11/25707/tiga-kapal-jadi-korban-perompakan-di-selatmalaka.html 14 april 2015. Pukul 22.10 http://kukuhtjipiansupomo.blogspot.com/2011/08/perompakan-piracy-dan-kedudukannya.html 14 april 2015. Pukul 21.30 https://icc-ccs.org/icc/imb 14 april 2015. Pukul 20.00
KELOMPOK 10
19
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
LAMPIRAN 1 PIRACY & ARMED ROBBERY ATTACK REPORT The ICC - International Maritime Bureau (IMB) was established in 1981 to act as a focal point in the fight against all types of maritime fraud, malpractice and piracy. The United Nations (UN) International Maritime Organization (IMO) in its resolution A 504 (XII) (9) adopted on 20 November 1981, has among other things urged all governments, interests and organizations to exchange information and provide appropriate co-operation with the IMB. The IMB also has an observer status with the International Criminal Police Organization (ICPO – INTERPOL).
PART A: VESSEL PARTICULARS / DETAILS 1
NAME OF SHIP:
2
IMO NO:
3
FLAG:
4
TYPE OF SHIP:
5
TONNAGES: GRT:
6
OWNERS (ADDRESS & CONTACT DETAILS):
7
MANAGERS (ADDRESS & CONTACT DETAILS):
8
LAST PORT/NEXT PORT:
9
CARGO DETAILS (TYPE/QUANTITY):
NRT:
DWT:
PART B: DETAILS OF INCIDENT 1 0
DATE & TIME OF INCIDENT:
1 1
POSITION: LAT:
1 2
NEAREST LAND MARK / LOCATION:
1 3
PORT /TOWN / ANCHORAGE AREA:
1 4
COUNTRY /NEAREST COUNTRY:
1 5
STATUS (BERTH /ANCHORED / STEAMING):
KELOMPOK 10
20
LT (N/S) LONG:
UTC (E/W)
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT 1 6
OWN SHIP’S SPEED :
1 7
SHIP’S FREEBOARD DURING ATTACK :
1 8
WEATHER DURING ATTACK (RAIN/FOG/MIST/CLEAR/ETC,), SEA / SWELL HEIGHT) :
1 9
WEATHER DURING ATTACK: WIND (SPEED & DIRECTION) ,
2 0
WEATHER DURING ATTACK: SEA
2 1
WEATHER DURING ATTACK: SWELL,
2 2
TYPES OF ATTACK (BOARDED / FIRED UPON / ATTEMPTED): CONSEQUENCES FOR CREW, SHIP AND CARGO:
2 3 2 4
ANY CREW INJURED / KILLED: ITEMS / CASH STOLEN : AREA OF THE SHIP BEING ATTACKED:
PART C: DETAILS OF RAIDING PARTY 2 5
NUMBER OF PIRATES / ROBBERS:
2 6
DRESS / PHYSICAL APPEARANCE:
2 7
LANGUAGE SPOKEN:
2 8
DESTINCTIVE DETAILS:
2 9
CRAFT USED:
3 0
CLOSEST POINT OF APPROACH (CPA) :
3 1
METHOD OF APPROACH:
3 2
DURATION OF ATTACK:
3
AGGRESSIVE / VIOLENT:
KELOMPOK 10
21
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT 3
PART D: DETAILS OF WEAPONS USED AND DAMAGE CAUSED 3 4
WEAPONS SIGHTED (YES / NO):
3 5
WEAPON TYPE :
3 6
WEAPONS USED (YES / NO):
3 7
DAMAGED CAUSED (YES / NO):
3 8
DETAILS OF DAMAGE (PLEASE GIVE AS MUCH INFORMATION AS POSSIBLE):
3 9
LADDERS SIGHTED (YES / NO):
4 0
OTHER BOARDING EQUIPMENT SIGHTED (PLEASE GIVE DETAILS):
PART E: FURTHER DETAILS 4 1
ACTION TAKEN BY MASTER AND CREW:
4 2
WAS INCIDENT REPORTED TO THE COASTAL AUTHORITY? IF SO TO WHOM?
4 3
ACTION TAKEN BY THE AUTHORITIES:
KELOMPOK 10
22
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT 4 4
ANTI PIRACY MEASURES EMPLOYED (PLEASE SPECIFY) :
4 5
WAS PRIVATE SECURITY TEAM EMBARKED (YES / NO):
4 6
NUMBER OF CREW / NATIONALITY:
4 6
PLEASE ATTACH WITH THIS REPORT – A BRIEF DESCRIPTION / FULL REPORT / MASTER – CREW STATEMENT OF THE ATTACK / PHOTOGRAPHS TAKEN IF ANY.
ADDRESS:
ARMED /UNARMED:
ICC-INTERNATIONAL MARITIME BUREAU PIRACY REPORTING CENTRE P.O. BOX 12559 50782 KUALA LUMPUR, MALAYSIA
CONTACT DETAILS: TEL: 603 2031 0014 (24 HOUR MANNED HELP LINE) TEL: 603 2078 5763 FAX: 603 2078 5769 TELEX: MA 34199 E-MAIL:
[email protected]; /
[email protected]
KELOMPOK 10
23
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
LAMPIRAN 2
Warta Ekonomi Tiga Kapal Jadi Korban Perompakan di Selat Malaka Rubrik Internasional 11 Maret 2014 11:45:00 WIB
WE ONLINE, Jakarta —Sedikitnya tiga kapal yang sedang melintas di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura menjadi korban perompakan sepekan terakhir ini. Pusat Informasi Keamanan Maritim Indonesia (Pikmi) mengungkapkan hal itu dalam keterangan tertulis yang diterima WE ONLINE, Selasa (11/3/2014). Pikmi mengatakan informasi tersebut diperoleh berdasarkan incident alert yang diterima dari Information Sharing Center-Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery Against Ships in Asia atau ReCAAP di Singapura.
KELOMPOK 10
24
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
Perampokan pertama terjadi pada 6 Maret ini. Adapun insiden kedua terjadi hanya berselang satu jam dari kejadian pertama. Selanjutnya, perompakan terjadi pada 10 Maret pagi. Adapun kapal korban perompakan itu ialah MT Sea Voyager, MT Orpheas, dan MT Cape Veni. MT Sea Voyager disatroni perompak pada pukul 05.15 WIB. Kapal berbendera Kepulauan Marshall ini sedang dalam perjalanan menuju Pulau Karimun Kecil ketika empat perompak bersenjata pisau naik ke atas kapal. Anak buah kapal (ABK) yang mengetahui kedatangan tamu tidak diundang itu segera membunyikan alarm tanda bahaya. Mengetahui kedatangannya dapat diantisipasi, kawanan perampok langsung kabur meninggalkan kapal dengan tangan kosong. MT Orpheas dirampok lebih kurang satu jam kemudian, yaitu pada pukul 05.40 WIB. Tanker berkebangsaan Liberia ini juga sedang menuju Pulau Karimun Kecil ketika lima perompak bersenjata pisau menaiki kapal. Kawanan penjahat itu menggondol suku cadang kapal. MV Cape Veni, kapal berbendera Siprus, didatangi oleh kawanan perompak yang menggunakan perahu motor pada pukul 01.50 WIB. Kapal bulk carrier ini sedang berada pada posisi baratdaya Pulau Nipa. ABK segera membunyikan alarm tanda bahaya begitu kawanan perampok mendekati kapal. Terkejut mendengar bunyi alarm, kawanan perampok langsung kabur.
KELOMPOK 10
25
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT
LAMPIRAN 3
Polisi Bekuk Perompak Kapal Thailand
Bajak laut/Perompak. En.ria.ru TEMPO.CO, Langsa - Empat perompak laut bersenjata yang beroperasi di perairan Selat Malaka ditangkap polisi Langsa Provinsi Aceh. Penangkapan dilakukan di sebuah ruko di Desa Kampung Blang Langsa, tempat kawanan itu, pada Ahad, 9 Maret
2014.
Kepala Polres Langsa Ajun Komisaris Besar Hariadi kepada Tempo mengatakan perompakan tersebut dilakukan pada Ahad, 2 Maret 2014 lalu, terhadap kapal 213 MOO8 Tamban Hin Muong Suvarnabhumi ROI, Thailand. Kapal itu dinakhodai oleh kapten
kapal
Mr
Prapat,
48
tahun,
warga
negara
Thailand.
Menurut Hariadi, semua peralatan kapal dikuras perompak. Kapten kapal juga ikut
KELOMPOK 10
26
PERATURAN STATUTORI JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN DAN TRANSPORTASI LAUT disandera. “Awalnya kami dengar informasi di sebuah ruko di Kampung Blang, ada orang disekap, lalu pada Ahad malam kami menggerebek,” ujarnya, Selasa, 11 Maret
2014.
Di dalam ruko tersebut, polisi menangkap tiga tersangka berinisial SB, 34 tahun, warga Desa Kuala Langsa KM 8; SL (28), warga Desa Blang Baloh, Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur; dan AS (29), warga Kuala Peunaga, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang. Polisi juga menemukan kapten kapal Thailand yang disandera itu. “Kami juga menangkap Elf perempuan pemilik ruko.”
KELOMPOK 10
27