Sounding 27 April 2016
Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email
[email protected], telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 15 Juni 2016 RANCANGAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ……… TAHUN ...
TENTANG
PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa bahan alam yang merupakan kekayaan hayati dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan termasuk sebagai obat berbasis bahan alam; b. bahwa obat berbasis bahan keamanan, khasiat dan mutu;
alam
harus
dijamin
c. bahwa Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia sudah tidak sesuai dengan perkembangan obat berbasis bahan alam; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu revisi Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia; Mengingat
: 1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
Sounding 27 April 2016
2.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5063);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781);
4.
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 145 Tahun 2015;
5.
Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
6.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225);
7.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225);
8.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka;
9.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM
Sounding 27 April 2016
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Obat Bahan Alam adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut. 2. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 3. Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia 4. Jamu Saintifik adalah Jamu yang pembuktian aspek keamanan dan khasiat melalui uji praklinik dan/atau uji klinik. 5. Fitofarmaka adalah Obat Bahan Alam Indonesia bukan berasal dari Jamu yang pembuktian aspek keamanan dan khasiat melalui uji praklinik dan uji klinik. 6. Obat Bahan Alam Asing adalah Obat Bahan Alam yang dimasukkan sebagai produk jadi ke dalam wilayah Indonesia atau diproduksi di Indonesia dengan bahan baku asing. 7. Bahan Baku Asing adalah bahan baku yang berasal dari bahan alam yang tidak mempunyai sejarah penggunaan empiris di Indonesia.
BAB II RUANG LINGKUP Obat Bahan Alam Pasal 2
(1) Obat Bahan Alam terdiri dari Obat Bahan Alam Indonesia dan Obat Bahan Alam Asing (2) Obat Bahan Alam Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Jamu, Jamu Saintifik dan Fitofarmaka. (3) Obat Bahan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tergambar dalam bagan pada Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Sounding 27 April 2016
BAB III KRITERIA Pasal 3
(1) Obat Bahan Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1): a. menggunakan bahan baku yang aman, berkhasiat, dan bermutu sesuai ketentuan Farmakope Herbal Indonesia, Materia Medika Indonesia, farmakope negara lain atau referensi ilmiah yang diakui; b. aman dan berkhasiat yang dibuktikan melalui bukti empiris dan/atau bukti ilmiah; c. dibuat dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik serta memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. tidak mengandung bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik, termasuk tidak mengandung narkotika atau psikotropika. (2) Bukti empiris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk penggunaan yang dituju harus mencerminkan kontribusi kegunaan dari komposisi bahan baku dalam produk jadi. (3) Bukti ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berasal dari uji praklinik dan/atau uji klinik. (4) Pelaksanaan uji klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu kepada Cara Uji Klinik yang Baik.
Pasal 4 Bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a dapat berupa simplisia, ekstrak atau fraksi sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB IV OBAT BAHAN ALAM INDONESIA Bagian Kedua Jamu Pasal 5
(1) Jamu berasal dari bahan baku yang memiliki bukti empiris.
Sounding 27 April 2016
(2) Bukti empiris pada Jamu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari naskah kuno, farmakope, monografi, atau buku referensi yang relevan. (3) Khasiat Jamu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diawali dengan kalimat "Secara tradisional digunakan untuk ................" atau “membantu ...........”. (4) Dilakukan identifikasi kualitatif terhadap bahan baku.
Pasal 6
(1) Kelompok Jamu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus mencantumkan tulisan “JAMU” dengan warna yang kontras dengan warna dasar kemasan. (2) Tulisan "JAMU" sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah terbaca, dicantumkan pada sisi utama sebelah kiri bagian atas dari kemasan. (3) Sisi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sisi tempat dicantumkannya nama produk.
Bagian Kedua Jamu Saintifik Pasal 7
(1)
Jamu Saintifik berasal dari Jamu dengan bukti ilmiah
(2)
Bukti ilmiah pada Jamu Saintifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. referensi ilmiah, dan b. data praklinik dan/atau data klinik.
(3)
Data praklinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari uji pada hewan coba dapat berupa data keamanan dan data farmakodinamik.
(4)
Data keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa uji toksisitas, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)
Klaim penggunaan untuk Jamu Saintifik dengan bukti ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diawali dengan kalimat “Secara saintifik digunakan untuk membantu ..........”
(6)
Klaim penggunaan untuk Jamu Saintifik dengan bukti ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diawali dengan “Secara saintifik untuk .........” atau “untuk ..........”
Sounding 27 April 2016
Pasal 8
(1)
Kelompok Jamu Saintifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus mencantumkan tulisan “JAMU SAINTIFIK” dengan warna yang kontras dengan warna dasar kemasan.
(2)
Tulisan "JAMU SAINTIFIK" sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah terbaca, dicantumkan pada sisi utama sebelah kiri bagian atas dari kemasan.
(3)
Sisi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sisi tempat dicantumkannya nama produk.
Pasal 9
Jamu Saintifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan: a. ekstrak tunggal atau campuran ekstrak dari masing-masing ekstrak bahan baku; dan b. standardisasi terhadap bahan baku dan produk jadi.
Bagian Ketiga Fitofarmaka Pasal 10
(1)
Fitofarmaka berasal dari bahan dengan komposisi dan/atau klaim bukan tradisional dengan bukti ilmiah.
(2)
Bukti ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari referensi ilmiah, data praklinik dan data klinik.
(3)
Data praklinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berasal dari uji pada hewan coba berupa data toksisitas dan farmakodinamik.
(4)
Klaim penggunaan untuk Fitofarmaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diawali dengan kalimat “untuk .........”.
Pasal 11
(1)
Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus mencantumkan tulisan “FITOFARMAKA” dengan warna yang kontras dengan warna dasar kemasan.
(2)
Tulisan "FITOFARMAKA" sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah terbaca, dicantumkan pada sisi utama sebelah kiri bagian atas dari kemasan.
Sounding 27 April 2016
(3)
Sisi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sisi tempat dicantumkannya nama produk.
Pasal 12
Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) merupakan: a. ekstrak tunggal atau campuran ekstrak yang diperoleh dari masingmasing ekstrak bahan baku, atau fraksi tunggal atau campuran fraksinasi yang diperoleh dari masing-masing fraksi bahan baku; dan b. standardisasi terhadap bahan baku dan produk jadi.
BAB V OBAT BAHAN ALAM ASING Bagian Pertama Umum Pasal 13
(1)
Obat Bahan Alam Asing dapat berasal dari bahan yang memiliki bukti empiris dari negara asal maupun tidak.
(2)
Obat Bahan Alam Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa : a. produk yang diproduksi di Indonesia namun menggunakan bahan baku asing yang belum mempunyai bukti empiris di Indonesia, atau b. produk yang diimpor dalam bentuk produk jadi dari negara asal
Bagian Kedua Pembuktian Pasal 14
(1)
Klaim penggunaan pada Obat Bahan pembuktian empiris dan/atau ilmiah.
Alam
Asing
sesuai
dengan
(2)
Bukti empiris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari bukti empiris di negara asal dilengkapi dengan uji toksisitas sesuai dengan sifat penggunaan produk.
(3)
Uji toksisitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bila dilakukan di Indonesia wajib mengikuti peraturan perundang-undangan.
Sounding 27 April 2016
(4)
Bukti ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari referensi ilmiah, data praklinik dan data klinik.
(5)
Obat Bahan Alam Asing dengan bukti uji klinik harus merupakan: a. ekstrak tunggal atau campuran ekstrak yang diperoleh dari masingmasing ekstrak bahan baku, atau fraksinasi tunggal atau campuran fraksinasi yang diperoleh dari masing-masing fraksi bahan baku; b. standardisasi terhadap bahan baku dan produk jadi.
Bagian Ketiga Penandaan Pasal 15
(1)
Kelompok Obat Bahan Alam Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus mencantumkan tulisan “OBAT BAHAN ALAM ASING” dengan warna yang kontras dengan warna kemasan.
(2)
Penulisan pada kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah terbaca, dicantumkan pada sisi utama sebelah kiri bagian atas dari kemasan.
(3)
Sisi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sisi tempat dicantumkannya nama produk.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Obat Bahan Alam yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia harus dilakukan penyesuaian paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan ini diundangkan.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi
Sounding 27 April 2016
Pasal 18
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
ROY A. SPARRINGA
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
Sounding 27 April 2016
Lampiran 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor : Tentang : Pengelompokan Obat Bahan Alam OBAT BAHAN ALAM
OBAT BAHAN ALAM ASING
OBAT BAHAN ALAM INDONESIA
JAMU
Berasal dari bahan baku yang mempunyai bukti empiris. Pembuktian diperoleh dari buku referensi, naskah kuno, farmakope, monografi atau jurnal yang relevan. Identifikasi kualitatif terhadap bahan baku
JAMU SAINTIFIK
Berasal dari : Jamu dengan bukti referensi ilmiah dan data praklinik; Jamu dengan bukti referensi ilmiah, data praklinik dan data klinik; Bahan dalam produk dapat ekstrak tunggal atau campuran ekstrak dari masingmasing ekstrak bahan baku dalam produk jadi tersebut Standardisasi dilakukan terhadap bahan baku dan produk jadi
FITOFARMAKA
Berasal dari Bahan dengan komposisi dan/ atau klaim bukan tradisional dengan bukti referensi ilmiah, data praklinik dan data klinik Bahan dalam produk dapat ekstrak tunggal atau campuran ekstrak yang diperoleh dari masing-masing ekstrak bahan baku, atau fraksi tunggal atau campuran fraksinasi yang diperoleh dari masingmasing fraksi bahan baku; dan dalam produk jadi tersebut Standardisasi dilakukan terhadap bahan baku dan produk jadi
Produk yang diproduksi di Indonesia namun menggunakan bahan baku asing yang belum mempunyai bukti empiris di Indonesia Produk yang diimpor dalam bentuk produk jadi dari negara asal Klaim penggunaan pada Obat Bahan Alam Asing berdasarkan: - bukti empiris di negara asal dilengkapi dengan referensi ilmiah, uji toksisitas dan uji farmakodinamik pada hewan coba; atau - bukti ilmiah dilengkapi dengan referensi ilmiah, data praklinik dan data klinik. Bahan dalam produk merupakan Ekstrak tunggal atau campuran ekstrak yang diperoleh dari masing-masing ekstrak bahan baku, atau fraksinasi tunggal atau campuran fraksinasi yang diperoleh dari masing-masing fraksi bahan baku Standardisasi dilakukan terhadap bahan baku dan produk jadi.