PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang
Mengingat
: a.
bahwa kebakaran hutan dan atau lahan mengakibatkan berbagai kerusakan lingkungan seperti, terganggunya tata air, musnahnya sumber plasma nutfah, berkurangnya keanekaragaman hayati, merugikan masyarakat, mengancam keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya;
b.
bahwa dalam rangka mencegah dan menanggulangi ancaman dan bahaya terhadap fungsi hutan dan atau lahan serta lingkungan hidup perlu dilakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a dan b, dipandang perlu disusun pengaturan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan dengan Peraturan Daerah.
: 1.
Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 31
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
3.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829);
4.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
5.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
8.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
32
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2952); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran hutan dan atau Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4076); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 Tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42072); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI dan WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai; 3. Walikota adalah Walikota Dumai; 33
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12. 13.
Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Lingkungan Hidup adalah Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Lingkungan Hidup Kota Dumai atau Organisasi Perangkat Daerah yang bertanggung jawab di bidang Kebersihan, Pertamanan, dan Lingkungan hidup; Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, adalah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kota Dumai atau Dinas yang bertanggung jawab di bidang Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan; Pencegahan adalah upaya untuk mempertahankan fungsi hutan dan atau lahan melalui cara-cara yang tidak memberi peluang berlangsungnya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan; Penanggulangan adalah upaya untuk mengantisipasi meluasnya dan meningkatnya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup serta dampaknya yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan; Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan; Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang peruntukannya untuk usaha dan atau kegiatan ladang dan atau kebun bagi masyarakat dan/atau cadangan untuk pemukiman; Kebakaran hutan dan atau lahan adalah suatu keadaan dimana hutan dan/atau lahan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan; Ladang adalah sehamparan lahan yang dikelola oleh masyarakat untuk penanaman padi dan palawija berlangsung 1-2 tahun kemudian ditinggalkan setelah ditanami karet dan buah-buahan, dan kembali dibuka dalam kurun waktu tertentu; Lahan kebun adalah sehamparan lahan yang dikelola oleh masyarakat untuk penanaman jenis tanaman tahunan secara intensif; Lahan cadangan pemukiman adalah lahan yang terdapat dan terletak diluar kota/desa atau terletak dikiri-kanan ruas jalan antar kota/desa; 34
14. Penertiban adalah upaya atau tindakan yang dilakukan terhadap orang dan atau badan hukum agar pencegahan dan penanggulangan dalam mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup akibat pembakaran hutan dan lahan dapat terwujud ; 15. Orang adalah perorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum; 16. Penanggung jawab usaha adalah orang yang bertanggung jawab atas usaha suatu badan hukum, perseroan, Koperasi, perserikatan, yayasan atau organisasi; 17. Rehabilitasi hutan dan atau lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan atau lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga; 18. pemulihan kerusakan hutan adalah upaya untuk mengembalikan fungsi hutan dan atau lahan sesuai dengan daya dukungnya; 19. Kerusakan hutan dan atau lahan akibat kebakaran adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan hutan dan atau lahan tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; 20. Biomas adalah bagian batang, dahan, ranting dan daun tanaman/pohon hasil tebas-tebang baik dalam keadaan kering maupun segar yang tertumpuk dalam suatu areal; 21. Tim Sukarelawan Anti Api adalah tim operasional dari satuan tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau lahan tingkat kelurahan yang bertugas menanggulangi/ memadamkan kebakaran hutan dan atau lahan di wilayah kota Dumai; 22. Organisasi Tim Sukarelawan Anti Api adalah kelompok orang yang terbentuk atas koordinasi Dinas Kebersihan, Pertamanan dan lingkungan Hidup Kota Dumai, Camat dan Lurah beranggotakan komponen masyarakat (TNI/ Polisi, tokoh Masyarakat/Tokoh Agama, PPL/LSM/Ormas, Pengusaha, dan lain-lain) di Kelurahan yang tujuan dan kegiatannya dalam rangka penanggulangan kebakaran hutan dan lahan diwilayah Kota Dumai. 35
BAB II TUJUAN Pasal 2 Tujuan dari pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan adalah untuk : 1. Mencegah dan menghindari terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan yang menyebabkan pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup; 2. Menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan; 3. meningkatkan kewaspadaan terhadap timbulnya kebakaran hutan dan atau lahan; 4. mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan; 5. meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran hutan dan atau lahan; 6. menjaga kelestarian hutan agar dapat memenuhi fungsinya; 7. penegakan hukum. BAB III PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN Bagian Pertama Pencegahan Pasal 3 Setiap orang dan atau penanggung jawab usaha, dilarang untuk : 1. Membakar hutan dan atau lahan; 2. Membuka dan atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup; 3. Melakukan pembakaran biomas hasil tebas tebang tanpa memperoleh izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk; 4. Membiarkan lahan miliknya terbakar tanpa upaya penanggulangan sehingga kebakaran menyebar dan meluas ke areal lain; 36
5. 6.
Membuang bahan-bahan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan atau lahan; Membakar sampah di pekarangan pada saat kabut asap; Pasal 4
Setiap orang dan atau penanggung jawab usaha diwajibkan untuk : 1. Mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan; 2. Mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya; 3. Memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya; 4. Melakukan pemantauan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya; 5. Melakukan pemulihan dampak lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan di lokasi usahanya; 6. Bagi yang memiliki hutan dan lahan lebih dari 2 Ha wajib membentuk Tim dibawah koordinasi Manggala Agni Bagian Kedua Pananggulangan Pasal 5 (1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan, wajib melaporkan kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk; (2) Pejabat yang menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melakukan verifikasi untuk mengetahui kebenaran laporan tersebut dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam; (3) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan, Walikota atau pejabat yang ditunjuk memerintahkan kepada perorangan atau penanggung jawab usaha untuk segera menanggulangi kebakaran hutan dan atau lahan beserta dampaknya. 37
Pasal 6 Dalam hal perorangan atau penanggung jawab usaha tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pasal 4 (empat), Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat melaksanakan atau menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan pemadaman atas beban dan biaya perorangan atau penanggung jawab usaha yang bersangkutan. BAB IV PEMBAKARAN LAHAN SECARA TERBATAS DAN TERKENDALI Pasal 7 Pembakaran lahan secara terbatas dan terkendali harus mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 8 Pembakaran lahan secara terbatas dan terkendali, dapat dilakukan untuk tujuan sebagai berikut : 1. Pengendalian kebakaran hutan; 2. Pembasmian hama dan penyakit; 3. Pembinaan habitat tumbuhan dan satwa; 4. Pembukaan lahan untuk ladang dan atau kebun oleh perorangan atau kelompok orang. Pasal 9 Pembakaran secara terbatas dan terkendali sebagaimana dimaksud pada pasal 8 angka 4, dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. tidak berakibat pada pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup; 2. pada lahan dengan luas maksimum 2 (dua) hektar; 3. menyediakan alat pemadam kebakaran yang memadai; 4. tidak dilakukan pada saat terjadi kabut asap; 5. Wajib membuat Skat Bakar atau bentuk lain untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
38
Pasal 10 Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 9, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 11 Pengawasan dan pengendalian terhadap pencegahan dan penangulangan kebakaran hutan dan atau lahan, dilaksanakan oleh : 1. Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Lingkungan Hidup, untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Melakukan pengukuran dampak lingkungan; b. Melakukan inventarisasi dan evaluasi terhadap usaha/ kegiatan yang potensial menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan; c. Melakukan pemantauan, meminta salinan/dokumen/ catatan yang diperlukan; d. Pengumuman kepada masyarakat tentang tingkat pencemaran; e. Melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak lingkungan dan kesehatan sebagai akibat dari kebakaran hutan dan atau lahan; 2. Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja dalam hal : a. Menerima laporan, informasi dan verifikasi tentang adanya kebakaran hutan dan atau lahan; b. Melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan; c. Menyusun rencana, strategi dan biaya penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan; d. Memeriksa peralatan/instalasi atau alat pemadam kebakaran serta meminta keterangan kepada perorangan atau penanggung jawab usaha.
39
Pasal 12 (1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan untuk menciptakan koordinasi antar instansi terkait, dibentuk Satuan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan dengan Keputusan Walikota. (2) Selain satuan pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan sebagaimana dimaksud ayat (1), Camat dapat membentuk Satuan Tugas pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan di wilayah kerja camat yang bersangkutan. (3) Lurah dan penanggung jawab usaha membentuk Regu Pemadam (Regdam) Kebakaran Hutan/Lahan di wilayah Kelurahan atau di tempat operasional usahanya. Pasal 13 (1) Dalam melakukan penanggulangan sebagaimana dimaksud Pasal 12 tidak mengurangi kewajiban setiap orang atau penanggung jawab usaha sebagaimana dimaksud pasal 3 dan 4. (2) Walikota dalam upaya melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan, dapat meminta bantuan perorangan atau badan hukum yang ada di daerah BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 14 Setiap penduduk wajib secara aktif dalam upaya mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan atau lahan. Pasal 15 Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan atau lahan yang rawan kebakaran, diwajibkan selalu siaga dan membantu kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan, baik secara perorangan atau melalui wadah yang dibentuk untuk itu 40
Pasal 16 Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah yang mengalami kebakaran hutan dan atau lahan, diwajibkan untuk membantu secara aktif kegiatan pemadaman yang dilakukan oleh Satlak pemadam kebakaran. Pasal 17 (1) Instansi yang bertanggung jawab berkewajiban meningkatkan kesadaran masyarakat, penanggung jawab usaha maupun aparatur mengenai kewajiban dan tanggung jawab serta kemampuannya untuk mencegah kebakaran hutan dan auat lahan; (2) Penanggungjawab kegiatan dan pemerintah menyusun program berkala dalam rangka penyuluhan kepada masyarakat. (3) Penanggungjawab usaha berkewajiban untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat disekitar perusahaan dalam rangka antisipasi kebakaran hutan dan lahan; (4) Peningkatan kesadaran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai dan kelembagaan adat serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat tradisional yang mendukung perlindungan hutan dan lahan. Pasal 18 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pencegahan, pengendalian dan pemulihan lingkungan yang diakibatkan kebakaran hutan dan atau lahan. (2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), dilakukan dengan cara: a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan dan kemitraan masyarakat: b. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; 41
d. Memberikan saran pendapat; e. Menyampaikan informasi dan / atau menyampaikan laporan. (3) Masyarakat dapat diwakili oleh organisasi yang bergerak dibidang lingkungan hidup; (4) Masyarakat dapat melaporkan pencemaran dan / atau perusakan lingkungan hidup ke instansi / unit kerja yang berwenang dan pihak yang berwajib. Pasal 19 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran udara dan kerusakan lingkungan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan. BAB VII GANTI RUGI DAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 20 (1) Walikota berwenang untuk melakukan paksaan terhadap perorangan atau penanggung jawab usaha untuk mencegah, dan atau menanggulangi kebakaran hutan dan atau lahan serta melakukan pemulihan atas beban dan biaya perorangan atau penanggung jawab usaha yang bersangkutan; (2) Paksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, didahului oleh perintah dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk; (3) Tindakan pencegahan, penanggulangan serta pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang tertentu yang disesuaikan dengan tingkat kerusakan atau akibat yang ditimbulkan kepada daerah untuk biaya rehabilitas, pemulihan kondisi hutan, atau tindakan lain yang diperlukan;
42
(4) Pembayaran sejumlah uang sebagaimana dimaksudkan ayat (3) pasal ini dapat diganti dengan tindakan langsung oleh orang atau penanggung jawab usaha dengan melaksanakan sanksi sosial misalnya berupa kewajiban penanaman pohon kembali sejumlah tertentu berdasarkan keputusan Walikota; Pasal 21 Selain sanksi sebagaimana dimaksud pasal 17, Walikota dapat mencabut izin atau mengusulkan untuk mencabut izin usaha dan atau kegiatan kepada pejabat yang berwenang. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 22 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan Penyidikan tindak pidana terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini; (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran; c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; 43
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ayat (2) Pasal ini; h. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan setelah mendapat persetujuan dari Walikota atas petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya; k. Melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dipertanggungjawabkan; (3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penyidik POLRI, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 23 (1) Setiap orang dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,4,5,6,7 dan 9 Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan serendah-rendahnya 1 (satu) bulan dan setinggitingginya 3 (Tiga) bulan atau denda sekurangkurangnya Rp. 10 (sepuluh) juta rupiah, dan sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); (2) Tindak Pidana sebagaimana ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. 44
Pasal 24 Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 19 di atas, pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini dapat diancam dengan ancaman pidana atau denda sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut oleh Walikota. Pasal 26 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai. Ditetapkan di Dumai pada tanggal 19 Juli 2006 WALIKOTA DUMAI, Cap/dto H. ZULKIFLI A.S
Diundangkan di Dumai pada tanggal 20 Juli 2006 SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI, Cap/dto, H. WAN FAUZI EFFENDI Pembina utama Muda NIP. 010055541
LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D 45
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN I. UMUM Pembangunan yang dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, mutu kehidupan dan penghidupan seluruh rakyat Indonesia. Proses pelaksanaan pembangunan itu sendiri di satu pihak menghadapi masalah karena jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan persebarannya tidak merata. Dilain pihak ketersedian sumber daya alam juga terbatas. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi akan meningkatkan pemanfaatan terhadap sumber daya alam, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan tekanan terhadap sumber daya alam itu sendiri. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan rakyat harus disertai dengan upaya-upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dengan tindakan konservasi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Dengan penerapan kebijakan ini diharapkan dapat memperkecil dampak yang akan merugikan lingkungan hidup dan kelanjutan pembangunan itu sendiri. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah melakukan pembangunan diberbagai sektor antara lain dibidang kehutanan, perkebunan, pertanian, transmigrasi, dan pertambangan serta pariwisata. Kegiatan ini dilakukan dengan membuka kawasan hutan menjadi kawasan budidaya yang dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut rawan terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan. Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang
46
peruntukannya untuk usaha dibidang kehutanan, perkebunan, pertanian, transmigrasi, pertambangan, pariwisata, ladang dan kebun bagi masyarakat. Lahan tersebut mempunyai ciri – cirinya merangkum semua tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan masa kini yang bersifat mantap atau mendaur. Adapun dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan atau lahan adalah terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah dan hutan. Sedangkan pencemaran dapat terjadi terhadap air dan udara. Kebakaran hutan dan atau lahan di Riau (Khususnya Kota Dumai), terjadi setiap tahun walaupun frekuensi, intensitas dan luas arealnya berbeda. Dampak dari terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan yang terjadi setiap tahun tersebut telah menimbulkan kerugian, baik kerugian ekologi, ekonomi, sosial maupun budaya yang sulit dihitung besarannya. Dampak asap menimbulkan gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma bronchial, bronchitis, pneumonia (radang paru), iritasi mata dan kulit. Hal ini akibat tingginya kadar debu di udara yang telah melampaui ambang batas. Dampak asap dari kebakaran hutan dan atau lahan telah mengganggu jarak pandang sehingga mempengaruhi jadwal penerbangan. Akibat jarak pandang kurang dari satu kilometer, mengakibatkan penutupan Bandar Udara. Selain daripada itu dampak asap mengganggu aktivitas penduduk. Bahkan, asap dari kebakaran tersebut juga mempengaruhi daerah / negara tetangga. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.Dalam peristiwa kebakaran hutan dan atau lahan, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Faktor tersebut adalah penyiapan lahan yang tidak terkendali dengan cara membakar, termasuk juga karena kebiasaan masyarakat dalam membuka lahan, kebakaran yang tidak disengaja, kebakaran yang disengaja (arson), dan kebakaran karena sebab alamiah, tetapi faktor yang paling dominan penyebab terjadinya kebakaran adalah karena tindakan manusia. Dikota Dumai terutama diwilayah Timur Utara dan Selatan kota sebagian besar lahannya bergambut tebal sampai kedalaman ± 2 meter. Bila musim penghujan selalu tergenang dengan tingkat kesuburan yang rendah tetapi ketika terjadi musim kemarau merupakan lahan yang sangat rawan mengalami kebakaran. Bentuk kebakaran pada lahan yang seperti ini umumnya adalah kebakaran bawah (ground fire) yaitu api dimulai 47
membakar serasah kemudian membakar lapisan dibawahnya sehingga tidak menampakkan api dan sulit dideteksi, menimbulkan asap/kabut yang banyak dan tebal, dan sangat sulit untuk ditanggulangi, baik untuk pemadam kebakaran maupun pemulihan dampak dari kebakaran. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana, kemampuan sumber daya manusia, dana, dan letak lokasi yang sulit untuk dapat segera dijangkau serta memerlukan waktu yang cukup lama. Padahal, pemadaman kebakaran memerlukan kecepatan dan keberhasilan untuk mengatasinya. Untuk itu, maka tindakan pencegahan terjadinya kebakaran menjadi sangat dilakukan.Bagi kegiatan perorangan atau kelompok orang yang karena kebiasaannya membuka lahan untuk ladang dan kebun, maka untuk mencegah terjadinya kebakaran diperlukan pembinaan, bimbingan, dan penyuluhan serta kebijakan khusus dari Pemerintah kota Dumai. Dengan demikian, maka dalam melakukan tindakan atau kegiatannya tidak dilakukan dengan cara membakar yang dapat menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan.Untuk dapat memberikan kejelasan dan peran serta masing – masing pihak terkait terhadap penanganan kebakaran hutan dan atau lahan, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerah diperlukan suatu kebijakan daerah, yaitu Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau lahan II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat 1 Pembakaran hutan dan atau lahan dilakukan antara lain untuk kegiatan penyiapan lahan perkebunan, usaha kehutanan, pertanian, transmigrasi, pertambangan dan lain-lain. Dalam melakukan usaha tersebut dilarang dilakukan dengan cara membakar, kecuali untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, antara lain untuk pengendalian kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dan satwa. 48
Ayat 2 Kriteria pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat 3 Pasal 4 Ayat 3 Sarana dan prasarana untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan atau lahan, meliputi : sistim deteksi dini (menara pemantau), alat pencegahan kebakaran, prosedur operasi standar, perangkat organisasi yang bertanggung jawab dan pelatihan penanggulangan kebakaran hutan dan atau lahan. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Ayat 1 Pembakaran dalam rangka pengendalian kebakaran hutan, dilakukan antara lain melalui pembakaran terhadap serasah, alang-alang atau ranting untuk mengurangi bahan-bahan mudah terbakar. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas
49
Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Peran aktif masyarakat, dapat diwujudkan dengan membentuk Tim sukarelawan anti api Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) : Pemulihan , dapat dilakukan dengan cara penanaman kembali hutan / lahan yang mengalami kerusakan, atau melakukan upaya-upaya lain yang bertujuan untuk memulihkan daya dukung. Ayat (2) Cukup jelas 50
Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas
51