PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, Menimbang
:
a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah; b. bahwa kebijakan retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan potensi daerah; c. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah yang selama ini berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu disesuaikan kembali; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang tentang Retribusi Jasa Usaha;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 9 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
1
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 10. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 83 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5014); 11. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Binjai, Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat dan Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3322); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3528); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan Bermotor dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);
2
22. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855) ; 25. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 27. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 66 Tahun 1993 tentang Fasilitas Parkir Umum; 28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 31. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BINJAI dan WALIKOTA BINJAI MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Binjai. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Binjai. 5. Walikota adalah Walikota Binjai.
3
6. 7. 8. 9. 10.
11.
12.
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
22. 23.
24.
25.
26. 27. 28. 29.
30.
31. 32. 33. 34. 35. 36.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Walikota. Peraturan Walikota adalah Peraturan Walikota Binjai. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Binjai. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Tanah adalah tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Gedung adalah keseluruhan bangunan termasuk halaman dan segala kelengkapan yang disediakan di dalamnya yang dikuasai Pemerintah Daerah. Alat berat adalah alat besar berupa mesin dan kendaraan yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Jalan adalah jalan kota yang pemeliharaannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jalan tertentu adalah ruas jalan yang tidak dibolehkan untuk dilewati oleh kendaraan tertentu sesuai rambu-rambu lalu lintas yang ada. Saluran adalah utilitas instansi Pemerintah/swasta yang dipasang sepanjang jalan yang pemeliharaannya menjadi beban Pemerintah Daerah. Rumah Dinas adalah rumah dinas yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Sewa adalah sejumlah uang yang dibayarkan sebagai imbalan/jasa yang diperoleh Pemerintah Daerah atas pemakaian tanah milik Pemerintah Daerah. Penyewa adalah orang atau badan hukum yang menggunakan/memakai tanah milik Pemerintah Daerah yang diperoleh secara syah berdasarkan surat perjanjian kepada pihak Pemerintah Daerah untuk keperluan tempat tinggal, tempat usaha, kantor dan lain-lain. Jalan Arteri Primer (Kelas I) adalah jalan umum yang menghubungkan antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Jalan Arteri Sekunder (Kelas II) adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Jalan Lokal Sekunder (Kelas III) adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Pusat Kota adalah Daerah yang meliputi kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Sutomo, Jalan K. H. Wahid Hasyim, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan T. Imam Bonjol, Jalan Kartini, Jalan Hasanuddin dan Jalan Veteran. Pinggiran Kota adalah kawasan di luar Pusat Kota. Pejabat/Petugas Pasar adalah Pejabat/Petugas dalam lingkungan Pemerintah Daerah yang ditunjuk atau ditugaskan oleh Walikota. Tempat Parkir adalah tempat parkir yang disediakan untuk pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Pasar Grosir dan/atau Pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar dan swasta. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta untuk mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara. Tempat khusus parkir adalah lokasi/tempat untuk memarkir kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Petugas Parkir adalah pegawai yang ditunjuk oleh Walikota untuk mengatur penempatan kendaraan yang diparkir. Kendaraan adalah kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Rumah Potong Hewan adalah suatu tempat atau bangunan umum yang disediakan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah serta dipergunakan untuk memotong hewan. Ternak adalah lembu, kuda, kambing atau domba, babi dan unggas.
4
37. 38.
39. 40.
41.
42.
43. 44.
45. 46.
47. 48.
49.
Pencegahan Penyakit Hewan adalah semua tindakan untuk mencegah timbulnya, berjangkitnya dan menyebarnya penyakit hewan. Pengawasan Penyakit Hewan adalah kegiatan penilikan dan pengawasan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau pengawas yang ditunjuk untuk mendapat kepastian apakah seekor atau lebih hewan/ternak, bahan asal hewan bebas dari segala penyakit hewan. Juru Periksa adalah Dokter Hewan Pemerintah atau Petugas yang ditunjuk oleh Kepala Dinas. Pengujian adalah kegiatan pemeriksaan bahan makanan asal Hewan dan bahan asal hewan untuk mengetahui bahwa bahan-bahan tersebut layak, sehat dan aman bagi manusia. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk usaha lainnya. Wajib Retribusi Jasa Usaha yang selanjutnya disebut Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa usaha. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dari Pemerintah Daerah. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang dan retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II JENIS RETRIBUSI USAHA Pasal 2
Jenis Retribusi Jasa Usaha yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b. Retribusi Terminal; c. Retribusi Tempat Khusus Parkir; dan d. Retribusi Rumah Potong Hewan. Bagian Kesatu Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Paragraf 1 Nama, Objek, dan Subjek Retribusi Pasal 3 Dengan nama Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut retribusi atas pemakaian kekayaan yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. .
5
Pasal 4 (1) Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pemakaian kekayaan daerah. (2) Pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain, penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan dan kendaraan bermotor. (3 Dikecualikan dari pengertian pemakaian kekayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut. Pasal 5 Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menikmati fasilitas pemakaian kekayaan daerah. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 6 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan jangka waktu pemakaian kekayaan daerah. Paragraf 3 Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 7 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Paragraf 4 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 8 (1) Struktur Retribusi Pemakaian kekayaan daerah terdiri dari : a. pemakaian tanah; b. pemakaian alat berat/mesin gilas; c. pemakaian bangunan/gedung; d. pemakaian/penggunaan Jalan Kota; e. pemakaian rumah dinas; f. sewa tapak bangunan tanah milik Pemerintah Daerah; g. pemakaian rumah milik Pemerintah Daerah; h. penggunaan lahan/gudang penyimpanan dan peralatan dalam penurunan barang muatan lebih; i. pemotongan/penebangan tanaman Pemerintah Daerah; dan j. pemanfaatan mobil pompa. (2) Besarnya tarif retribusi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 9 (1) Setiap penyewa tanah milik Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f, apabila masa sewanya berakhir atau tidak memperpanjang sewanya lagi sesuai dengan perjanjian, maka tanah dan bangunan yang berdiri di atas tanah Pemerintah Daerah tersebut menjadi milik Pemerintah Daerah. (2) Setiap penyewa tanah miilik Pemerintah Daerah tidak dibenarkan mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Walikota, dan apabilasi penyewa mengalihkan hak sewanya kepada pihak lain maka haknya sebagai penyewa gugur tanpa syarat. Pasal 10 (1) Penggunaan lahan gudang terbuka dan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf h yang dilakukan kurang dari 1 (satu) hari dihitung sama dengan 1 (satu) hari.
6
(2) Penggunaan lahan gudang terbuka dan tertutup dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal penurunan muatan. (3) Barang muatan lebih yang tidak diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disita dan menjadi milik Negara dan akan dilelang atau dimusnahkan sesuai ketentuan yang berlaku. Bagian Kedua Retribusi Terminal Paragraf 1 Nama, Objek, dan Subjek Retribusi Pasal 11 Dengan nama Retribusi Terminal dipungut Retribusi atas jasa pelayanan penyediaan fasilitas kepada umum di lingkungan terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pasal 12 (1) Objek Retribusi Terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. Pasal 13 Subjek Retribusi Terminal adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menggunakan fasilitas pelayanan kepada umum di lingkungan terminal. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 14 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis fasilitas, frekuensi dan jangka waktu pemakaian. Paragraf 3 Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 15 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Paragraf 4 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 16 Struktur dan besarnya tarif retribusi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Cat : tidak ada perbedaan dan bagaimana ketentuan untuk yang lebih dari 3 jam pertama Bagian Ketiga Retribusi Tempat Khusus Parkir Paragraf 1 Nama, Objek, dan Subjek Retribusi Pasal 17 Dengan nama Retribusi Tempat Khusus Parkir dipungut Retribusi atas pemakaian tempat khusus parkir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 18 (1) Objek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
7
(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta. Pasal 19 Subjek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menggunakan fasilitas tempat khusus parkir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 20 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan, tempat, jenis kendaraan dan jangka waktu penggunaan. Paragraf 3 Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 21 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Paragraf 4 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 22 Struktur dan besarnya tarif Retribusi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Keempat Retribusi Rumah Potong Hewan Paragraf 1 Nama, Objek, dan Subjek Retribusi Pasal 23 Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan. Pasal 24 (1) Objek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. (2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta. . Pasal 25 Subjek Retribusi Rumah Potong Hewan adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang menggunakan pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak dari Pemerintah Daerah. Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 26 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan berdasarkan jenis hewan, pemeriksaan hewan dan pemeriksaan daging dan tempat pemotongan.
8
Paragraf 3 Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 27 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. (2) Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Paragraf 4 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Pasal 28 (1) Struktur Retribusi Rumah Potong Hewan terdiri dari : a. pemotongan hewan; b. pemeriksaan kesehatan hewan; c. pemeriksaan daging. (2) Struktur dan besarnya tarif retribusi adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 29 (1) Setiap hewan yang akan dipotong dan setelah dipotong harus diperiksa kesehatannya terlebih dahulu oleh Juru Periksa. (2) Petugas Ahli melakukan pemeriksaan terhadap setiap hewan yang akan dipotong setelah pemiliknya menunjukkan surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan serta surat keterangan kesehatan hewan yang diterbitkan oleh Kepala Dinas yang bersangkutan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus hewan betina terlebih daulu harus diperiksa kesuburannya oleh Petugas Ahli. (4) Setiap hewan yang dipotong untuk konsumsi umat Islam wajib dilaksanakan sesuai dengan Syariat Islam. Pasal 30 (1) Apabila dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), ternyata hewan tersebut menderita penyakit yang dapat membahayakan konsumen, Petugas Ahli menolak hewan tersebut untuk dipotong. (2) Apabila dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3), ternyata hewan tersebut menderita sakit atau dalam keadaan bunting dan/atau masih produktif, Petugas Ahli dapat dan harus menolak hewan tersebut untuk dipotong. Pasal 31 Pemotongan hewan kecuali unggas dapat dilaksanakan di luar Rumah Potong Hewan setelah pemilik dapat menunjukkan Kartu Potong Hewan. Pasal 32 (1) Juru Periksa Daging melakukan pemeriksaan daging dan anggota-anggota badan lainnya dari hewan yang sudah dipotong. (2) Daging dan bagian-bagian hewan lainnya yang dinyatakan baik diberi tanda khusus sedang yang dinyatakan tidak baik akan dimusnahkan oleh Juru Periksa Daging atau Pejabat yang ditunjuk. retribusi pemakaian kekayaan daerah, bagaimana?) BAB III GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 33 Jenis Retribusi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini termasuk golongan Retribusi Jasa Usaha.
9
BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 34 Retribusi Jasa Usaha dipungut dalam Daerah. BAB V MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 35 (1) Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas bagi Wajib Retribusi untuk mendapatkan jasa dari Pemerintah Daerah (2) Saat terutang retribusi adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB VI TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI Pasal 36 (1) (2) (3) (4) (5)
Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. Pembayaran Retrbusi yang terhutang harus dibayar sekaligus Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan; Hasil pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disetor ke Kas Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur dengan Peraturan Walikota. BAB VII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 37
Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayarkan tepat waktunya atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD. BAB VIII TATA CARA PENAGIHAN Pasal 38 (1) Pelaksanaan Penagihan Retribusi didahului Surat Teguran (2) Pelaksanaan penagihan retribusi dilakukan 7 (tujuh) setelah jatuh tempo pembayaran dengan mengeluarkan surat bayar atau penyetoran atau surat lainnya yang sejenis. (3) Dalam jangka 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau peringatan atau surat lainnya yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terhutang. (4) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penagihan retribusi diatur dengan Peraturan Walikota. BAB IX PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 39 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran; atau b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal menerbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksu pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut.
10
(4) Pengakuan hutang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai hutang dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi. Pasal 40 (1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X PEMANFAATAN Pasal 41 Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. BAB XI KEBERATAN Pasal 42 (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau Dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai dengan alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Cat : (Pasal 162 UU No. 28 Tahun 2009)Pasal 43 (1) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Walikota atas keberatan dapat menerima keseluruhannya, sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaiman dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu Keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Cat : (Pasal 163 UU No. 28 Tahun 2009 BAB XII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 44 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota. (2) Walikota dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
11
(4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Cat : (Pasal 165 UU No. 28 Tahun 2009) Pasal 45 (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Walikota sekurang-kurangnya menyebutkan : a. Nama alamat wajib retribusi. b. Masa retribusi. c. Besarnya kelebihan pembayaran. d. Alasan yang singkat dan jelas. (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerima oleh pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota. Pasal 46 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi. (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahanbukuan juga berlaku sebagi bukti pembayaran. BAB XIII PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 47 (1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi,antara lain lembaga sosial, dengan cara mengansur, kegiatan sosial dan bencana alam. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Walikota. Cat : Muatan Optional BAB XIV PENINJAUAN TARIF RETRIBUSI Pasal 48 (1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XV PEMERIKSAAN Pasal 49 (1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Wajib Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;
12
b.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. Cat : Psl 170 UU 28 Thn 2009 BAB XVI INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 50 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVII PENYIDIKAN Pasal 51 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB XVIII KETENTUAN PIDANA Pasal 52 Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pasal 53 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 merupakan penerimaan negara.
13
BAB XIX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 54 Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah ini sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang. BAB XX KETENTUAN PENUTUP Pasal 55 Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku : 1. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2006 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 5 Tahun 2006 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 16 Tahun 1998 tentang Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan; 3. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 17 Tahun 1998 tentang Retribusi Terminal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 7 Tahun 2002 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 17 Tahun 1998 tentang Retribusi Terminal; 4. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 18 Tahun 1998 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir; 5. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 15 Tahun 2008 tentang Retribusi Rumah Potong Hewan; 6. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga; dan 7. Peraturan Daerah Kota Binjai Nomor 16 Tahun 2008 tentang Retribusi Pemeriksaan Pemotongan Unggas; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan Walikota. Pasal 57 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Binjai. Ditetapkan di Binjai pada tanggal 20 Januari 2011 WALIKOTA BINJAI, dto
H. M. IDAHAM, SH, M.Si
Diundangkan di Binjai pada tanggal 20 Januari 2011 SEKRETARIS DAERAH KOTA BINJAI,
dto
Drs. H. IQBAL PULUNGAN, SH, M.AP LEMBARAN DAERAH KOTA BINJAI TAHUN 2011 NOMOR 5
14
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA I.
UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerahdaerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk penyelenggaraan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Pungutan yang dimaksud dalam Peraturan Daerah ini adalah Retribusi Jasa Usaha. Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Dengan diberlakukannya Peraturan Derah ini, kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis retribusi daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada Daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas.
15
Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas.
16
Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 4
17
LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR : 5 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JANUARI 2011 TENTANG : RETRIBUSI JASA USAHA
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH A. Pemakaian Tanah. 1. Untuk pemasangan saluran telepon/listrik : a) saluran di atas tanah dengan menggunakan tiang penyangga sepanjang jalan sebesar Rp. 750,- (tujuh ratus lima puluh rupiah) setiap tahun perhektometer; b) saluran bawah tanah sebesar Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah) setiap tahun perhektometer untuk diameter hingga 0,5 meter; c) saluran bawah tanah sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) setiap tahun perhektometer untuk diameter lebih dari 0,5 meter. 2. Untuk pemasangan pipa saluran air minum : a) Saluran pipa air minum di bawah tanah sepanjang jalan dan untuk pemasangan saluran baru pipa air bersih/minum dikenakan retribusi galian pemasangan sebesar : Diameter 50 mm Rp. 55,-/m Diameter 75 mm Rp. 82.5,-/m Diameter 100 mm Rp. 110,-/m Diameter150 mm Rp. 165,-/m Diameter 200 mm Rp. 220,-/m Diameter 250 mm Rp. 275,-/m Diameter 300 mm Rp. 330,-/m Diameter 350 mm Rp. 385,-/m Diameter 400 mm s/d 10.000 mm Rp. 550,-/m b) Saluran pipa air minum di bawah tanah sepanjang jalan dikenakan retribusi sebesar : Diameter 50 mm Rp. 11,-/m/thn Diameter 75 mm Rp.16.5,-/m/thn Diameter 100 mm Rp. 22,-/m/thn Diameter 150 mm Rp.27.5,-/m/thn Diameter 200 mm Rp. 33,-/m/thn Diameter 250 mm Rp.38.5,-/m/thn Diameter 300 mm Rp. 44,-/m/thn Diameter 350 mm Rp.49.5,-/m/thn Diameter 400 mm s/d 10.000 mm Rp. 77,-/m/thn c) saluran di atas atau urut sepanjang jalan dan untuk pemasangan pipa melintang di atas atau di bawah jembatan dengan diameter lebih dari 1 m dikenakan retribusi sebesar Rp.11.000,- (sebelas ribu rupiah)/thn/hm; d) saluran yang menyilang di bawah jalan dengan diameter hingga 0,5 m dikenakan retribusi sebesar Rp.4.400,- (empat ribu empat ratus rupiah)/thn/hm; e) saluran yang menyilang di bawah jalan dengan diameter dengan diameter lebih dari 0,5 – 1 m dikenakan retribusi sebesar Rp.8.800,- (delapan ribu delapan ratus rupiah)/thn/hm; f). saluran yang menyilang di bawah jalan dengan diameter lebih dari 1m dikenakan retribusi sebesar Rp.11.000,- (sebelas ribu rupiah)/thn/hm; g) saluran di bawah tanah sepanjang jalan dengan diameter hingga 0,5 m dikenakan retribusi sebesar Rp. 2.200,- (dua ribu dua ratus rupiah)/thn/hm; h) saluran di bawah tanah sepanjang jalan dengan diameter lebih dari 0,5 – 1 m dikenakan retribusi sebesar Rp. 8.800,- (delapan ribu delapan ratus rupiah)/thn/hm; i)
saluran di bawah tanah sepanjang jalan dengan diameter lebih dari 1 m dikenakan retribusi sebesar Rp. 11.000,- (sebelas ribu rupiah)/thn/hm.
18
3. Setiap pemberian izin pengorekan/pembongkaran, perbaikan dan penumpukan bahan di atas jalan dikenakan retribusi sebagai berikut; a) pengorekan / pembongkaran : 1) jalan aspal hotmix 2) jalan aspal penetrasi 3) jalan aspal yang diperkeras 4) trotoar tegel/semen 5) trotoar beton aspal/semen 6) jalan tanah 7) men – hole.
Rp. 13.300,-/m2. Rp. 9.000,-/ m2. Rp. 6.200,-/ m2. Rp. 9.000,-/ m2. Rp. 12.400,-/ m2. Rp. 4.500,-/ m2. Rp. 9.000,-/ m2.
b) pengorekan/perbaikan : 1) jalan aspal hotmix 2) jalan aspal penetrasi 3) jalan aspal yang diperkeras 4) trotoar tegel/semen 5) trotoar beton aspal/semen 6) jalan tanah. 7) men-hole
Rp. 90.000,-/ m2. Rp. 45.000,-/ m2. Rp. 27.500,-/ m2. Rp. 45.000,-/ m2. Rp. 53.000,-/ m2. Rp. 10.000,-/ m2. Rp. 45.000,-/ m2.
c) penumpukan bahan di atas badan jalan/trotoar
Rp. 900,-/ m2/hari.
d) pemasangan pagar sementara (paling lama 3 (tiga) bulan)Rp 1.800,-/m. B. Pemakaian alat berat/mesin gilas penetapan retribusi untuk pemakaian perhari pukul 08.00 Wib s/d pukul 16.00 Wib; 1. mesin gilas ( 2 – 5 ton) 2. mesin gilas ( 6 – 8 ton) 3. mesin gilas ( 8 – 10 ton) 4. mesin gilas ( 10 – 12 ton) 5. excavator/bulldozer 6. motor grader 7. loader (scovel) 8. stamper 9. finisher 11. beckhoe 13. motor katel aspal 14. motor tank truck 15. dump truck 16. molen beton 17. alat pengecat jalan
Rp. 65.000,-/hr. Rp. 75.000,- /hr. Rp. 90.000,- /hr. Rp.100.000,- /hr. Rp.250.000,- /jam kerja. Rp.300.000,- /hr. Rp.250.000,- /jam kerja. Rp. 45.000,- /hr. Rp.265.000,- /hr. Rp.120.000,-/jamkerja Rp.130.000,- /hr. Rp.100.000,- /hr. Rp.100.000,- /hr. Rp. 70.000,- /hr. Rp. 90.000,-/hr.
C. Pemakaian Bangunan/Gedung. 1. Gedung Olah Raga : a) untuk resepsi/pesta yang dipergunakan untuk kepentingan perorangan atau badan hukum, untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)/hari; b) untuk keperluan yang bersifat komersil/pertunjukan untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)/hari; c) untuk keperluan atas pertemuan yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah maupun Organisasi Sosial, Politik dan Masyarakat untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)/hari; d) untuk keperluan yang bersifat sosial/amal : 1) yang tidak didukung oleh Sponsor, sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)/hari; 2) yang didukung oleh Sponsor, sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)/hari. e) untuk keperluan latihan olah raga futsal, sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)/jam; f) untuk keperluan latihan olah raga bulu tangkis, sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah)/2 jam perlapangan. 2. Stadion : a) untuk keperluan atau pertemuan yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah maupun Organisasi Sosial, Politik dan Masyarakat, untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)/hari;
19
b) untuk keperluan yang bersifat komersil/pertunjukan untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)/hari; c) untuk pertandingan sepak bola (uji coba) : 1) yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah maupun Organisasi Sosial, Politik dan Masyarakat, sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)/pertandingan; 2) yang diselenggarakan oleh Pembina Klub Sepak Bola/SSB (Sekolah Sepak Bola), sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)/pertandingan. d) untuk keperluan latihan sepak bola : 1) yang diselenggarakan Klub Sepak Bola 2 (dua) kali/minggu, sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah)/bulan; 2) yang diselenggarakan SSB (Sekolah Sepak Bola) 2 (dua) kali/minggu, sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)/bulan. 3. Lapangan Merdeka Kota Binjai : untuk keperluan yang bersifat promosi dan komersil/pertunjukan, untuk pemakaian siang dan malam hari sebesar Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah. 4. Pendopo Pemerintah Kota Binjai : Pemakaian Pendopo
Rp. 400.000,-/hari
D. Pemakaian/penggunaan Jalan Kota. 1. penggunaan jalan bagi kendaraan truck dan sejenisnya untuk 1 (satu) kali jalan sebesar Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah); 2. penggunaan jalan bagi kendaraan truck gandengan trailer dan sejenis untuk 1 (satu) kali jalan sebesar Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah); 3. penggunaan jalan bagi kendaraan pick-up dan sejenis untuk 1 (satu) kali jalan sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah); 4. khusus jalan tertentu 1 (satu) kali jalan termasuk izin penggunaan jalan pada ramburambu larangan sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah); 5. penggunaan badan jalan untuk kegiatan pesta, hiburan, kematian dan lain-lain yang sifatnya menutup sebagian jalan adalah : a) untuk pemakaian Jalan Protokol sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah)/hari; b) untuk pemakaian jalan selain Jalan Protokol sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)/hari; c) kegiatan olahraga yang bersifat komersil yang menggunakan sponsor sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah)/hari. Sebelum pemakaian jalan harus terlebih dahulu mendapat izin dari Walikota atau pejabat yang dihunjuk. E. Penetapan retribusi pemakaian rumah dinas. 1. rumah dinas permanen untuk hunian di Pusat Kota Rp. 500,-/m2/bulan 2. rumah dinas permanen untuk hunian di Pinggiran Kota Rp. 300,-/m2/bulan 3. rumah dinas permanen untuk komersiln di Pusat Kota Rp.1.000,-/m2/bulan 4. bagi bangunan semi permanen dihitung 50 % dari bangunan permanen. F. Sewa Tapak Bangunan Tanah Milik Pemerintah Daerah. 1. Sewa Tanah menurut klasifikasi konstruksi dan penggunaan bangunan serta tanahnya sebagai berikut : a) Toko Permanen : - Kelas I - Kelas II - Kelas III
: Rp. 2.000,-/M² sebulan; : Rp. 1.500,-/M² sebulan; : Rp. 1.000,-/M² sebulan;
b) Toko Semi Permanen : - Kelas I - Kelas II - Kelas III
: Rp. 1.500,-/M² sebulan; : Rp. 1.250,-/M² sebulan; : Rp. 1.000,-/M² sebulan;
c) Kios Permanen : - Kelas I - Kelas II - Kelas III
: Rp. 1.000,-/M² sebulan; : Rp. 900,-/M² sebulan; : Rp. 700,-/M² sebulan;
20
d) Kios Semi Permanen : - Kelas I - Kelas II - Kelas III
: Rp. : Rp. : Rp.
900,-/M² sebulan; 800,-/M² sebulan; 700,-/M² sebulan;
2. Bangunan perumahan dan pertokoan di dalam kompleks pasar dikenakan sewa Rp. 2.500,-/M² sebulan. 3. Bagi bangunan permanen bertingkat dikenakan tambahan untuk setiap tingkat 50 % (lima puluh perseratus) menurut klasifikasi yang telah ditetapkan. G. Penetapan retribusi pemakaian bangunan milik Pemerintah Daerah oleh pihak ketiga : 1. Bangunan komersil - Permanen - Semi Permanen
Rp. Rp.
30.000,-/m2/tahun 20.000,-/m2/tahun
2. Bangunan hunian - Permanen - Semi Permanen
Rp. Rp.
20.000,-/m2/tahun 10.000,-/m2/tahun
H. Penggunaan lahan/gudang penyimpanan dan peralatan dalam penurunan barang muatan lebih adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. I.
lahan gudang terbuka setiap m3/ton barang gudang tertutup setiap m3/ton sewa forklift sewa trolly sewa gerobak pengangkut
Rp. 100.000,-/hari Rp. 200.000,-/hari Rp. 50.000,-/jam Rp. 10.000,-/jam Rp. 20.000,-/hari
Pemotongan/penebangan tanaman Pemerintah Daerah yang telah mendapat izin dari Walikota dikenakan Retribusi sebesar : 1. Mahoni - 0 s/d 1 m3 - di atas 1 m3
Rp. Rp.
150.000,-/m3/pohon 200.000,-/m3/pohon
2. Klumpang - 0 s/d 1 m3 - di atas 1 m3
Rp. Rp.
50.000,-/m3/pohon 75.000,-/m3/pohon
3. Pule dan lainnya - 0 s/d 1 m3 - di atas 1 m3
Rp. Rp.
25.000,-/m3/pohon 50.000,-/m3/pohon
J. Pemanfaatan Mobil Pompa 1. bantuan khusus penjagaan yang bersifat komersial kepada swasta selama 24 jam atau kurang sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah); 2. bantuan penjagaan yang bersifat non komersial kepada swasta dan Instansi Pemerintah di luar Pemerintah Kota Binjai selama 24 jam atau kurang setiap unit sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah); 3. bantuan pemompaan selama berlangsungnya bantuan penjagaan tersebut pada angka 1 dan 2 di atas termasuk penggantian harga bahan bakar selama berlangsungnya pemompaan sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah); 4. bantuan khusus pemompaan tanpa bantuan penjaga termasuk penggantian bahan bakar selama berlangsungnya pemompaan sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah); 5. selain pemungutan tersebut pada angka 1, 2, 3 dan 4 di atas dikenakan pungutan uang kilometer untuk setiap unit dihitung dari pemberangkatan mobil unit pemadam kebakaran sampai tempat yang dituju untuk jarak pulang pergi sebesar Rp. 5.000,(lima ribu rupiah). WALIKOTA BINJAI, dto
H. M. IDAHAM, SH, M.Si
21
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR : 5 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JANUARI 2011 TENTANG : RETRIBUSI JASA USAHA
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI TERMINAL
1. Tempat parkir Kendaraan Penumpang dan Bis Umum : a. b. c. d. e.
Bis Cepat Bis Lambat Bis Kota Bis Menginap Non Bis Dalam Kota
Rp. 1.500,-/sekali parkir Rp. 1.000,-/sekali parkir Rp. 300,-/sekali parkir Rp. 1.000,-/sekali parkir Rp. 1.000,-/sekali parkir
2. Sewa Kios/Lahan
Rp. 2.000,-/m2/bulan
WALIKOTA BINJAI,
dto
H. M. IDAHAM, SH, M.Si
22
LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR : 5 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JANUARI 2011 TENTANG : RETRIBUSI JASA USAHA
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI TEMPAT KHUSUS PARKIR 1. Pelataran parkir : a. sedan, jep, minibus, pick up dan sejenisnya b. bis, truk, alat-alat besar dan sejenisnya c. sepeda motor
Rp. 750,-/3 jam pertama Rp. 900,-/3 jam pertama Rp. 250,-/3 jam pertama
2. Gedung parkir : a. sedan, jep, minibus, pick up dan sejenisnya b. bis, truk, alat-alat besar dan sejenisnya c. sepeda motor
Rp. 750,-/3 jam pertama Rp. 900,-/3 jam pertama Rp. 250,-/3 jam pertama
3. Gedung Olah Raga : a. sedan, jep, minibus, pick up dan sejenisnya b. bis, truk, alat-alat besar dan sejenisnya c. sepeda motor
Rp. 750,-/3 jam pertama Rp. 900,-/3 jam pertama Rp. 250,-/3 jam pertama
4. Stadion : a. sedan, jep, minibus, pick up dan sejenisnya b. bis, truk, alat-alat besar dan sejenisnya c. sepeda motor
Rp. 750,-/3 jam pertama Rp. 900,-/3 jam pertama Rp. 250,-/3 jam pertama
WALIKOTA BINJAI,
dto
H. M. IDAHAM, SH, M.Si
23
LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR : 5 TAHUN 2011 TANGGAL : 20 JANUARI 2011 TENTANG : RETRIBUSI JASA USAHA
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN
A. Pemotongan Hewan : 1. lembu, kerbau, kuda 2. kambing atau domba 3. babi
Rp. Rp. Rp.
10.000,-/ekor 5.000,-/ekor 8.000,-/ekor
Rp. Rp. Rp. Rp.
8.000,-/ekor 4.000,-/ekor 8.000,-/ekor 200,-/ekor
Rp. Rp. Rp.
28.000,-/ekor 6.000,-/ekor 13.000,-/ekor
B. Pemeriksaan Kesehatan Hewan : 1. 2. 3. 4.
lembu, kerbau, kuda kambing atau domba babi unggas
C. Pemeriksaan Daging : 1. lembu, kerbau, kuda 2. kambing atau domba 3. babi
WALIKOTA BINJAI,
dto
H. M. IDAHAM, SH, M.Si
24
25