PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN
2010
TENTANG
PAJAK SARANG BURUNG WALET
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a.
bahwa dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan guna pemerataan pembangunan yang didanai dari sumber pendapatan asli daerah bagi masyarakat dapat dinikmati, maka perlu pengenaan pajak sarang burung walet yang merupakan komoditi bahan pangan yang mempunyai nilai jual yang tinggi dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Sarang Burung Walet.
: 1.
Undang–undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 9) ;
2.
Undang–undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 34319) ;
3.
Undang–undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang–undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987) ;
4.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851) ;
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;
Mengingat
2 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355) ; 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438) ; 10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Pemburuan Satwa Burung (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3542); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3803) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575) ; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593) ; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ; 17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ; 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 1999 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengusahaan Sarang Burung Walet ; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 7 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ngawi ; 20. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 07 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2007 Nomor 07) ; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2008 Nomor 08).
3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGAWI dan BUPATI NGAWI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.
Kabupaten adalah Kabupaten Ngawi.
2.
Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Ngawi.
3.
Bupati adalah Bupati Ngawi.
4.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset yang selanjutnya disebut Dinas adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Ngawi dalam hal ini selaku dinas pemungut pajak sarang burung wallet.
5.
Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang– undangan yang berlaku.
6.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN ) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, Koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa,organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.;
7.
Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocaliaesculanta, dan collocalia linchi;
8.
Pajak Sarang Burung Walet, adalah Pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
9.
Pengusahaan sarang burung walet, adalah bentuk kegiatan pengambilan sarang burung walet di habitat alami dan di luar habitat alami.
10.
Habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung walet yang hidup dan berkembang secara alami.
11.
Di luar habitat alami burung walet, adalah lingkungan tempat burung walet yang hidup dan berkembang serta diusahakan dan dibudidayakan.
4 12. Lokasi, adalah kawasan atau tempat tertentu di mana terdapat sarang burung walet dan burung sriti baik pada habitat alami maupun di luar habitat alami. 13. Kawasan Hutan Negara, adalah kawasan hutan lindung, hutan produksi, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. 14. Kawasan konservasi, adalah kawasan yang dilindungi atau dilestarikan. 15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan Daerah. 16. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selajutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak ke Kas Umum Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati. 17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak. 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 22. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 23. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP, adalah Surat Perintah Bupati kepada Kas Daerah untuk membayar pengembalian kelebihan pajak. 24. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
BAB II LOKASI SARANG BURUNG WALET DAN PENGUSAHAANNYA Pasal 2 (1)
Lokasi Sarang Burung Walet berada di : a. Habitat alami ; b. Di luar habitat alami.
(2)
Sarang Burung Walet yang berada di habitat alami meliputi : a. Kawasan Hutan Negara ; b. Kawasan Konservasi ; c. Goa alam dan atau di luar kawasan yang tidak dibebani hak milik perorangan dan atau adat.
5 (3)
Sarang Burung Walet yang berada di luar habitat alami meliputi ; a. Bangunan ; b. Rumah atau Gedung.
BAB III NAMA, OBJEK, DAN SUBJEK PAJAK Pasal 3 (1)
Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
(2)
Obyek Pajak Sarang Burung walet adalah setiap pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
(3)
Tidak termasuk obyek pajak sarang burung walet adalah : a. Pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). b. Kegiatan pengambilan sarang burung walet yang dipergunakan untuk tujuan penelitian ilmiah dengan volume pengambilan tidak melebihi 100 (seratus) gram. Pasal 4
(1)
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.
(2)
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambil dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Pasal 5
(1)
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diwajibkan mengisi daftar isian dengan benar dan jelas.
(2)
Daftar Isian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat keterangan-keterangan sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h.
nama dan alamat Wajib Pajak ; alamat wajib pajak ; tempat atau lokasi pengusahaan sarang burung walet ; tanggal dimulai pengusahaan sarang burung walet ; tanggal bulan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet ; hasil pada setiap pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet diisi setelah pengambilan atau pemanenan ; keterangan tentang harga jual per-kilogram pada saat pengambilan dan/atau pengusahaan ; lain-lain keterangan yang dianggap perlu. Pasal 6
(1)
Setiap Wajib Pajak yang akan melakukan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet wajib untuk memberitahukan kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan paling lambat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
6 (3)
Pemerintah berhak melihat dan meninjau untuk kepentingan supervisi atau untuk kepentingan ilmiah sarang burung wallet. BAB IV DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 7
(1)
Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual sarang burung walet.
(2)
Nilai jual sarang burung walet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan volume sarang burung walet dikalikan dengan harga pasaran umum pada saat pengambilan dan/atau pengusahaan. Pasal 8
Tarif Pajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Pasal 9 Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana di maksud dalam Pasal 8 dengan dasar pengenaan pajak perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume Sarang Burung Walet. BAB V WILAYAH PEMUNGUTAN PAJAK Pasal 10 Pajak Sarang Burung Walet dipungut di wilayah Daerah. BAB VI MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 11 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan kalender. Pasal 12 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet atau sejak diterbitkannya SKPD.
7 BAB VII PEMUNGUTAN PAJAK Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan Pasal 13 (1) (2)
(3) (4) (5)
Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT. Pasal 14
(1)
Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) digunakan wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan besarnya jumlah pajak sendiri yang terutang.
(2)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan: a. SKPDKB dalam hal: 1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; 3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(3)
(4)
SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(5)
Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(6)
SKPDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
8 (7)
Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan huruf b atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menertibkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) per bulan.
(8)
Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Pasal 15
(1)
(2)
(3)
(4)
Bupati atau Pejabat menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak. SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah Pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati, Pasal 16
(1)
Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Umum Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati dan/atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan waktu yang tercantum dalam SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2)
Apabila pembayaran Pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.
(3)
Pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakuan dengan menggunakan SSPD. Pasal 17
(1)
Pembayaran Pajak dilakukan sekaligus atau lunas.
(2)
Bupati dan/atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3)
Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
9 (5)
Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), ditetapkan oleh Bupati. Pasal 18
(1)
Setiap pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
(2)
Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Bagian Ketiga Tata Cara Penagihan Pasal 19
(1)
(2)
Bupati dapat menerbitkan STPD jika : a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar ; b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung ; c. wajib pajak dikenakan sanksi adminitratif berupa bunga dan/atau denda. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak terutangnya pajak. Pasal 20
(1)
(2)
Pajak terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada Waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan menurut peraturan perundang – undangan.
Pasal 21 (1)
Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
(2)
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
(3)
Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk. Pasal 22
(1)
Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2)
Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis.
10
Pasal 23 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pasal 24 Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Pelelangan Negara. Pasal 25 Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak. Pasal 26 Bentuk, jenis, dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.
BAB VIII PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 27 (1)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak dengan disertai alasanalasan yang ilmiah dan wajar.
(2)
Wajib pajak yang mendapatkan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diumumkan di mass media.
(3)
Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Bupati. BAB IX TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 28
(1)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, atas dasar permohonan Wajib Pajak dapat : a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terhadap kesalahan tulisan, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ; b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar ; c. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
11 (2)
Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4)
Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan, dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB X KEBERATAN DAN BANDING Pasal 29
(1)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPD ; b. SKPDKB ; c. SKPDKBT ; d. SKPDLB ; e. SKPDN.
(2)
Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dapat membuktikan ketidak benaran pajak tersebut, paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(3)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima, harus sudah memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(4)
Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5)
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
(6)
Keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. Pasal 30
(1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dengan dilampiri salinan surat keputusan tersebut.
12 (3)
Pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar kewajiban pajak dan pelaksanaan penagihan. Pasal 31
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XI PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 32 (1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya memuat : a. b. c. d.
Nama dan alamat Wajib Pajak ; Masa Pajak ; Besarnya kelebihan pembayaran Pajak ; Alasan yang jelas.
(2)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilampaui, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalan jangka waktu paling lama 1 (satu ) tahun.
(4)
Apabila Wajib Pajak mempunyai hutang pajak lainnya kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5)
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak SKPDLB.
(6)
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
(7)
Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XII KADALUWARSA Pasal 33
(1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah.
13 (2)
(3)
Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila : a. telah diterbitkannya surat teguran dan surat paksa atau ; b. pengakuan hutang pajak dari Wajib Pajak baik langsung ataupun tidak langsunG. Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4)
Pengakuan utang Pajak secara langsung sebagimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah Wajib Pajak dengan kesadaranya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5)
Pengakuan utang Pajak secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran dan penundaan pembayaran dan permohonan keberatan Wajib Pajak. Pasal 34
(1)
Piutang Pajak yang tidak mungkin ditagih tapi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluarsa dapat dihapuskan.
(2)
Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak Kabupaten yang sudah kedaluarsa sebagaimana dimaksud ayat (1).
(3)
Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluarsa diatur dengan Peraturan Bupati. BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 35
(1)
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau tidak melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang;
(2)
Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak yang terutang.
(3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
(4)
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara. Pasal 36
Tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) Tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhinya Masa Pajak.
14 BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pajak Pengusahaan Sarang Burung Walet (Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2002 Nomor 07), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Pasal 38 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Ngawi.
Ditetapkan di Ngawi pada tanggal 30 Desember 2010 BUPATI NGAWI, ttd BUDI SULISTYONO
Diundangkan di Ngawi pada tanggal 30 Desember 2010 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NGAWI,
ttd
MAS AGOES NIRBITO MOENASI WASONO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGAWI TAHUN 2010 NOMOR 18