PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,
Menimbang
: a.
bahwa dengan semakin pesatnya pertumbuhan tempat usaha sesuai dengan perkembangan pembangunan, maka perlu adanya pengendalian dan pengawasan untuk mencegah dampak kerugian, bahaya, dan gangguan terhadap lingkungan yang diatur melalui izin gangguan;
b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Nomor 2 Tahun 1990 tantang Izin Undang-undang Gangguan sudah tidak sesuai dengan perkembangan usaha sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Gangguan; Mengingat
: 1. Undang-undang Gangguan (Hider Ordinatie) Stbl. Tahun 1926 Nomor 226 yang telah diubah dan ditambah dengan Stbl. Tahun 1940 Nomor 14 dan 450; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2757); 4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685);
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 8. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 10. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3268); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001, tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2005 Nomor 2 Seri : E No. 1); Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG Dan BUPATI BATANG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GANGGUAN.
DAERAH
KABUPATEN
BATANG
TENTANG
IZIN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Batang; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Batang; 3. Bupati adalah Bupati Batang; 4. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perizinan; 5. Perangkat Daerah adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah (Badan, Kantor), kecamatan dan kelurahan; 6. Badan adalah bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha Lainnya; 7. Gangguan adalah keadaan ketidakharmonisan lingkungan yang disebabkan oleh usaha dan atau kegiatan, baik fisik maupun non fisik; 8. Izin Gangguan adalah izin yang diberikan oleh Bupati terhadap suatu usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan gangguan; 9. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Perizinan yang terjadi serta menemukan tersangkanya; 10. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, persekutuan dan atau badan hukum; 11. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala isinya yang meliputi benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; 12. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; 13. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan; 14. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; 15. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat dan konsentrasi, jumlanya dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain, baik secara langsung maupun tidak langsung; 16. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang disebabkan suatu usaha dan/atau kegiatan; 17. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat konsentrasinya, jumlanya dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain, baik secara langsung maupun tidak langsung; 18. Tim Pemeriksa adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati untuk melaksanakan atas permohonan izin gangguan; 19. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disingkat PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah;
BAB II PERIZINAN Pasal 2 (1) Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan dan atau memperluas tempat usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak dan gangguan terhadap lingkungan wajib memiliki Izin Gangguan dan izin Tempat Usaha dari Bupati. (2) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak dan gangguan. Pasal 3 (1) Dalam memberikan izin melakukan usaha dan atau kegiatan wajib diperhatikan : a. rencana tata ruang; b. pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan atau kegiatan tersebut; (2) Sebelum melakukan usaha dan atau kegiatan, izin gangguan yang diterbitkan wajib diumumkan. Pasal 4 Ketentuan tentang rencana usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan dampak dan gangguan terhadap lingkungan, serta tata cara penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak dan gangguan lingkungan hidup harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB III TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN IZIN Pasal 5 (1) Permohonan izin gangguan diajukan secara tertulis kepada Bupati dan atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi formulir yang telah disediakan. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan : a. salinan akte pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbentuk badan hukum; b. foto kopi KTP; c. gambar situasi dan denah tempat usaha; d. foto kopi izin mendirikan bangunan, bagi tempat usaha yang telah ada bangunannya; e. bukti pemilikan/pelimpahan/persetujuan penggunaan tempat usaha yang sah; f. surat pernyataan persetujuan dari tetangga dan atau pemilik tanah sekitar tempat usaha diketahui oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat setempat; g. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. Pasal 6 Apabila syarat permohonan izin gangguan telah dipenuhi, maka tempat usaha yang dimintakan izin tersebut diperiksa oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati. Pasal 7 (1) Bupati memberikan atau menolak permohonan izin gangguan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Tim Pemeriksa izin Gangguan dan Perangkat Daerah yang membidangi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. (2) Pemberian atau penolakan izin gangguan harus dapat diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan, sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut.
Pasal 8 (1) Izin gangguan diberikan atas nama permohonan dan mereka yang mendapat haknya karena hukum. (2) Penolakan permohonan izin gangguan disampaikan secara tertulis oleh Bupati dengan menyebutkan alasan-alasannya. Pasal 9 Pemegang izin gangguan diwajibkan mengajukan permohonan izin baru apabila : a. memperluas tempat usaha, menambah mesin atau mengadakan perubahan cara pengerjaan yang mengakibatkan perubahan tempat usaha; b. menjalankan lagi tempat usaha yang telah berhenti selama 3 (tiga) tahun; c. memperbaiki tempat usaha yang telah hancur karena suatu musibah. BAB IV TANGGUNG JAWAB Pasal 10 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan. (2) Ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan bahan berbahaya dan beracun wajib malakukan pengelolaan limbah. (2) Ketentuan mengenai pengeloaan bahan berbahaya dan beracun dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V JANGKA WAKTU BERLAKUNYA IZIN Pasal 12 (1) Jangka waktu berlakunya izin gangguan adalah selama usahanya masih berjalan. (2) Untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan tiap 3 (tiga) tahun sekali pemegang izin wajib mendaftarkan ulang. (3) Pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jangka waktu sebagaimana tercantum dalam izin berakhir. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 13 (1) Pembinaan dan Pengawasan terhadap tempat-tempat usaha dan atau kegiatan dilakukan oleh Tim Izin Gangguan yang dikoordinir oleh Perangkat Daerah atau Instansi yang ditunjuk. (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. kewajiban yang harus dilaksanakan sebegaimana ketentuan dalam izin gangguan yang bersangkutan; b. Kebersihan, kesehatan, keindahan dan ketertiban lingkungan tempat usaha; c. Pencegahan gangguan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha.
BAB VII KETENTUAN SANKSI Pasal 14 (1) Penanggung jawab usaha mendapat peringatan tertulis apabila : a. tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11; b. melanggar ketentuan dan persyaratan sebagaimana tertuang dalam izin yang diberikan; c. adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat, dan pengaduan tersebut dibenarkan oleh Tim Izin Gangguan dan Perangkat Daerah. (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu 1 (satu) bulan. Pasal 15 (1) Izin Gangguan dibekukan apabila : a. tidak mengindahkan peringatan tertulis; b. menimbulkan dampak atau gangguan melebihi ambang batas yang tidak dapat diatasi; c. sedang dalam perkara di pengadilan. (2) Selama izin gangguan dibekukan, penanggung jawab usaha dilarang melakukan usaha atau kegiatan untuk sementara. Pasal 16 Sanksi administrasi dapat berupa : a. Peringatan tertulis; b. Pembatasan kegiatan Usaha; c. Penghentian sementara pada Usaha; d. Pembekuan izin gangguan; e. Pencabutan izin gangguan dan penutupan usaha. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 17 (1) Pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tindak pidana pelanggaran. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 18 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 Izin yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Daerah, masih tetap berlaku sampai dengan batas waktu perpanjangan sebagaimana tercantum dalam izin yang diterbitkan. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 21 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Nomor 2 Tahun 1990 tentang Izin Undang-undang Gangguan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Batang Tahun 1990 Nomor 9 Seri B) dinyatakan tidak berlaku. Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Batang.
Disahkan di Batang pada tanggal 14 Desember 2005 BUPATI BATANG,
BAMBANG BINTORO Diundangkan di Batang pada tanggal 14 Desember 2005 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG ABDUL SYUKUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2003 NOMOR : 13 SERI : E NO. : 6
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG IZIN GANGGUAN I. PENJELASAN UMUM Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian izi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan manjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Pembangunan di daerah yang merupakan bagian dari konsep pembangunan nasional dimaksudkan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkand dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah
dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila. Izin Gangguan adalah izin yang diberikan oleh Bupati terhadap suatu usaha dan atau kegiatan yang menimbulkan gangguan. Oleh karena itu, penyelenggaraan izin gangguan perlu diatur dan dibina demi ketertiban dan kelangsungan lingkungan hidup dan penghidupan masyarakat. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan izin gangguan di Wilayah Kabupaten Batang, maka setiap jenis usaha yang menimbulkan gangguan bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini. Peraturan Daerah ini juga dimaksudkan sebagai suatu ketentuan dasar pelaksanaan bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan izin gangguan, dengan tujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan izin gangguan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tempat usaha adalah : 1. yang didalamnya akan diadakan dengan alat yang dijalankan dengan pesawat uap air atau pesawat gas, demikian juga yang dijalankan dengan motor listrik dan lainlain tempat bekerja yang padanya dipergunakan uap air, gas, atau uap air yang besar (tinggi) tekanannya; 2. yang disediakan untuk membuat, mengerjakan dan menyimpan mesin dan bahanbahan lain yang mudah meletus, dalam itu termasuk juga pabrik-pabrik dan tempat menyimpan kembang api (petasan atau mercon); 3. yang disediakan guna membikin bahan-bahan kimia, dalamnya juga termasuk pabrik-pabrik geretan; 4. yang disediakan untuk memperoleh, mengolah dan menyimpan benda-benda hasil pengolahan yang mudah habis (menguap); 5. yang disediakan untuk mengukus tanpa air, bahan-bahan berasal dari tanamtanaman atau binatang-binatang dan untuk mengolah hasil yang diperoleh dari perbuatan itu, dalamnya juga termasuk pabrik-pabrik gas; 6. yang disediakan untuk membikin lemak dan damar; 7. yang disediakan untuk menyimpan dan mengoleh ampas (bungkil atau sampah); 8. guna tempat-tempat membikin mout (kecambah-kecambah dari berbagai jenis kedelai dan kacang), tempat-tempat membuat bir, pembakaran, pengukusan, pabrik spiritus, pabrik cuka dan penyaringan, pabrik tepung dan pembuatan roti, demikian pula pabrik sirup buah-buahan; 9. guna pemotongan hewan, pengulitan, tempat mengolah isi perut hewan, penjemuran, pengasapan (penyelaian) dan pengasinan benda-benda yang berasal dari binatang, demikian pula penyamakan kulit; 10. guna pabrik-pabrik porselin dan tembikar (keramik), pembakaran-pembakaran bata, ubin dan tegel, tempat membikin barang-barang kaca, pembakaran kapur karang dan kapur bata dan tempat menghancurkan kapur; 11. untuk peleburan logam, penuangan, pertukangan besi, pemukulan logam, tempat mencanai logam, pertukangan tembaga dan kaleng dan pembikinan kawah; 12. untuk penggilingan batu, kincir penggergajian kayu, dan penggilingan (kilang minyak); 13. untuk galangan kapal, pemahatan batu, dan penggergajian kayu, pembuatan penggilingan dan pembikinan kereta, pembuatan tahang dan kedai tukang kayu; 14. untuk penyewaan kereta dan pemerahan susu;
15. untuk tempat latihan menembak; 16. untuk bangsal tempat menggantungkan daun-daun tembakau; 17. untuk pabrik ubi kayu (singkong) atau tapioka; 18. untuk pabrik guna mengerjakan rubber, karet, getah perca atau benda-benda yang mengandung karet; 19. untuk bangsal kapuk, pembatikan; 20. untuk warung-warung dalam bangunan yang tetap, demikian pula segala pendirianpendirian usaha yang lain, yang dapat mengakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan terhadap lingkungan. Pasal 2 Ayat (2) Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Yang dipriksa oleh Tim Pemeriksa adalah tempat usaha yang dimohonkan izin gangguan. Pasal 5 Pertimbangan tertulis diwujudkan dalam bentuk Berita Acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Izin Gangguan. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas