TUGAS AKHIR – RE 141581
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN “X” SURABAYA EDI LUKITO 3313100085 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – RE 141581
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN “X” SURABAYA
EDI LUKITO 3313100085 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
FINAL PROJECT – RE 141581
REDESIGN OF WASTEWATER TREATMENT PLANT (WWTP) OF A SHOPPING CENTER “X” IN SURABAYA
EDI LUKITO 3313100085 Supervisor: Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institute of Technology Sepuluh nopember Surabaya 2017
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
TUGASAKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Program Studi S-1 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas T eknik Sipil dan Perencanaan lnstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh: EDI LUKITO NRP. 3313100085
Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir:
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH PUSAT PERBELANJAAN “X” SURABAYA Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: Edi Lukito : 3313100085 : Teknik Lingkungan : Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. ABSTRAK
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pusat perbelanjaan “X” di Surabaya digunakan untuk mengolah limbah cair dari toilet, cooling water, dan food court. IPAL tersebut memiliki beberapa permasalahan. Beban IPAL eksisting telah melebihi desain awal akibat adanya tambahan influent dari perkantoran dan meningkatnya jumlah food court. IPAL tidak mampu mengolah semua limbah sehingga harus ditampung terlebih dahulu di Outdoor Ground Tank. Keberadaan limbah ini menimbulkan bau tidak sedap dan berpotensi mencemari sumber air masyarakat. Unit Rotating Bological Contactor (RBC) sebagai unit pengolahan utama IPAL tidak dioperasikan dan dibiarkan di IPAL. Adanya RBC tersebut menyebabkan kapasitas pengolahan berkurang sehingga efisiensi pengolahan tidak maksimal. Evaluasi terhadap kinerja pengolahan IPAL diperlukan untuk memperbaiki beberapa permasalahan yang timbul. Evaluasi ini memperhatikan kualitas pengolahan IPAL, desain dan kondisi fisik bangunan IPAL dan komponen pendukung, maupun standar dan biaya operasi dan pemeliharaan IPAL. Perancangan ulang IPAL merupakan bentuk tindak lanjut terhadap unit yang tidak berfungsi dengan baik. Perancangan ulang dengan menggunakan unit Anaerobic Biofilter (ABF) dan membandingkan dengan unit eksisting (bak aerasi) yang telah disempurnakan. Berdasarkan hasil evaluasi, diketahui kinerja pengolahan di unit pengolahan biologis (bak aerasi) tidak berjalan dengan baik. Kualitas effluent IPAL belum memenuhi baku mutu. Kondisi fisik unit IPAL dan komponen lainnya dalam keadaan baik, Standard Operating Procedure (SOP) pengoperasian dan pemeliharaan atau Operation and Maintenance (OM) IPAL belum dijalankan secara tepat. Selain itu biaya OM dinilai terlalu mahal. Terdapat i
unit IPAL eksisting yang telah memenuhi kriteria desain sehingga tidak perlu dirancang ulang, yakni unit sand filter. Berdasarkan perhitungan perancangan ulang didapatkan hasil sebagai berikut. Alternatif 1 memiliki kelebihan yakni: efisiensi pengolahan tinggi, kualitas effluent air limbah kecil, biaya operasi dan pemeliharaan rendah, dan potensi biogas yang besar, serta produksi lumpur sangat kecil. Alternatif 1 memiliki kekurangan yakni: volume bangunan dan kebutuhan lahan lebih besar serta biaya pembangunan IPAL lebih tinggi. Alternatif 2 memiliki kelebihan yakni: volume bangunan dan kebutuhan lahan lebih kecil serta biaya pembangunan IPAL lebih rendah. Alternatif 2 memiliki kekurangan yakni: efisiensi pengolahan rendah, kualitas effluent air limbah besar, biaya operasi dan pemeliharaan besar, dan tidak ada potensi biogas, serta produksi lumpur besar. Biaya pembangunan untuk perancangan ulang IPAL alternatif 1 adalah Rp 794.934.492 sedangkan biaya alternatif 2 adalah Rp 743.310.517. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPAL alternatif 1 per bulan adalah Rp. 18.341.310,00 sedangkan biaya alternatif 2 adalah Rp. 21.479.230,00 per bulan. Kata kunci: Anaerobic bioflter (ABF), bak aerasi, evaluasi, IPAL, perancangan ulang.
ii
REDESIGN OF WASTEWATER TREATMENT PLANT (WWTP) OF A SHOPPING CENTER “X” IN SURABAYA Name NRP Department Supervisor
: Edi Lukito : 3313100085 : Environmental Engineering : Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. ABSTRACT
Wastewater Treatment Plant (WWTP) of a shopping center “X” in Surabaya used to treat wastewater from toilet, cooling water, and food court. It has a few problems. First problem is, the existing loading has exceeded the initial design due to influent addition from office and the growing number of food court. WWTP is not able to process all of the waste and resulted the waste to be stored in outdoor ground tank. The waste cause odor and potentially contaminate the public water source. Rotating Biological Contactor (RBC) as the main processing unit is not operated and abandoned in WWTP. This unit has caused capacity of WWTP to be reduced and result in the processing efficiency to be not optimal. Evaluation of wastewater treatment plant performance is needed to overcome several problems that occur. Evaluation focuses on processing quality, design and physical condition of the WWTP and supporting components, and standard and cost of operation and maintenance. Redesign made as the further action of the unfunctioning units in this place. Redesign will be using Anaerobic Biofilter (ABF) and compared with the existing unit (aeration basin) which has been enhanced. According to the evaluation results, the biological unit processes (aeration tank) are working inappropriately. Physical condition of wastewater treatment units and other components is good enough, but Standard Operating Procedure (SOP) of Operation and Maintenance (OM) is working inappropriately. Furthermore, the OM is highly in cost. The existing unit of wastewater treatment plant is met the design criteria is sand filter. The following results based on the calculation of redesigning process are alternative 1 has some strengthness such as: high iii
treatment efficiency, low effluent level, operation and maintenance cost’s low, high potential biogas and low sludge production. Alternative 1 has some weakness such as: building volume and land requirement are big and high capital cost. Alternative 2 has some strengthness such as: building volume and land requirement are small and low capital cost. Alternative 2 has some weakness such as: low treatment efficiency, high effluent level, operation and maintenance cost’s high, no potential biogas and high sludge production. Capital cost for redisigning WWTP for alternative 1 is Rp, 794,934,492 while capital cost of alternative 2 is Rp, 743,310,517. Operation and maintenance cost for alternative 1 is Rp, 18,341,310.00 per month while operation and maintenance cost for alternative 2 is Rp 21,479,230.00 . Keywords: Anaerobic bioflter (ABF), aeration tank, evaluation, waste water treatment plant (WWTP), redesign.
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelelesaikan laporan Tugas Akhir yang berjudul “Perancangan Ulang Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya” dengan baik. Dalam penyusunan laporan ini, tidak terlepas dari bantuan, motivasi, dan bimbingan dari semua pihak. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang diberikan kepada saya. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang senantiasa sabar dalam membimbing, menyempatkan waktu, dan selalu memberikan saran dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir saya. 3. Bapak Ir. Hariwiko Indarjanto, M.Eng., Bapak Dr. Ir. Mohammad Razif, M.M., dan Bapak Ir. Mas Agus Mardyanto, M.E., Ph.D. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam pengerjaan tugas akhir saya. 4. Ibu Harmin Sulistyaning Titah, S.T., M.T., Ph.D. selaku koordinator tugas akhir Jurusan Teknik Lingkungan ITS. 5. Pihak manajemen Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya, terutama Pak Herman, Pak Didik, Pak Sigit yang telah mengizinkan saya untuk menjadikan STP sebagai objek tugas akhir saya dan membantu dalam memberikan data terkait. 6. Mas Danang selaku operator STP yang telah membantu saya dalam setiap pengambilan data lapangan 7. Segenap karyawan di Departemen Engineering yang telah memberikan bantuan dalam pengambilan sampel 8. Teman-teman seperjuangan dalam penyelesaian tugas akhir periode semester gasal ini yang telah memberikan semangat dan bantuan satu sama lain. 9. Bimo Teguh Yuwono Fajar Arinal, Kristianus Oktavianus, Chusnah Fajariyah, Sri Mulyani, Rosalia A., Valianto R. A., dan Elvin Nur Nadhifatin yang telah membantu dalam pegambilan sampel dan persiapan analisis laboratorium.
v
10. Pak Hadi dan Pak Edi selaku laboran di laboratorium jurusan yang telah membantu dalam persiapan analisis dan memberikan masukan selama proses analisis di laboratorium. 11. Pak Irfan dan Pak Ardhi selaku petugas di Ruang Baca (RBC) jurusan yang telah membantu saya dalam menemukan berbaga literatur yang bermanfaat bagi tugas akhir saya. 12. Kedua orang tua dan semua kakak adik saya yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan doa dalam penyelesaian tugas akhir ini. 13. Teman-teman teknik lingkungan angkatan 2013 yang telah memberikan semangat dan membantu dalam penyelesaian tugas akhir saya. 14.Pihak-pihak lain yang terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penyusun menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di kemudian hari. Penyusun berharap semoga laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Surabaya, Januari 2017
Penyusun
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. ABSTRAK ...................................................................................... I ABSTRACT .................................................................................. III KATA PENGANTAR ..................................................................... V DAFTAR ISI................................................................................VII DAFTAR GAMBAR......................................................................XI DAFTAR TABEL........................................................................XIII DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. XV BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 3 1.3 Tujuan Perancangan ..................................................... 3 1.4 Ruang Lingkup............................................................... 3 1.5 Manfaat .......................................................................... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................. 5 2.1 Air Limbah Domestik ..................................................... 5 2.1.1 Sumber Air Limbah Domestik .................................... 5 2.1.2 Karakteristik Air Limbah Domestik............................. 6 2.1.3 Baku Mutu Air Limbah Domestik ............................... 8 2.2 Pengolahan Air Limbah Domestik ................................. 8 2.2.1 Pengolahan Air Limbah Biologis................................ 9 2.2.2 Proses Pertumbuhan Mikroorganisme Terlekat ...... 10 2.2.3 Pengolahan Air Limbah Aerobik dan Anaerobik...... 10 2.3 Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah yang Direncanakan ............................................................ 13 2.3.1 Grease Trap............................................................. 14 2.3.2 Bak Ekualisasi ......................................................... 14 2.3.3 Bak Aerasi ............................................................... 16 2.3.4 Bak Pengendap ....................................................... 18 2.3.5 Sand filter................................................................. 22 2.3.6 Carbon filter ............................................................. 23 2.3.7 Filter press ............................................................... 25 2.4 Anaerobic Biofilter (ABF) ............................................. 27 2.4.1 Kelebihan dan Kekurangan ABF ............................. 29 2.4.2 Kriteria Desain ABF ................................................. 29 2.4.3 Pemilihan Media Biofilter ......................................... 29 2.5 Pemilihan Pompa ........................................................ 32 vii
2.6 2.7 2.8 BAB 3 3.1 3.2 3.3 BAB 4 4.1 4.2
Penelitian Terdahulu .................................................... 36 Rencana Anggaran Biaya ............................................ 37 Perhitungan Perancangan ........................................... 38 METODE PERANCANGAN .........................................53 Gambaran Umum Perancangan .................................. 53 Kerangka Perancangan ............................................... 53 Rangkaian Kegiatan Perancangan .............................. 56 GAMBARAN UMUM OBJEK PERANCANGAN ........65 Gambaran Umum Objek Perancangan ....................... 65 Kondisi Eksisting Unit-Unit IPAL Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya...................................................................... 67 BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................73 5.1 Perhitungan Debit dan Karakteristik Air Limbah .......... 73 5.1.1 Perhitungan Debit Air Limbah Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya ..................................................................73 5.1.2 Karakteristik Air Limbah di Unit-Unit IPAL Eksisting75 5.2 Evaluasi Unit-Unit IPAL Eksisting ................................ 77 5.2.1 Evaluasi Kualitas Air Limbah ...................................77 5.2.2 Evaluasi Desain Bangunan IPAL .............................79 5.2.3 Evaluasi Kondisi Fisik Unit IPAL dan Komponen Pendukung ...............................................................90 5.2.4 Evaluasi Standard Operating Procedure (SOP) Pengelolaan IPAL ....................................................92 5.2.5 Evaluasi Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan IPAL .........................................................................94 5.3 Penentuan Alternatif Pengolahan Dan Kriteria Perancangan .................................................................. 97 5.3.1 Alternatif Pengolahan ..............................................97 5.3.2 Kriteria Perancangan yang Digunakan ....................98 5.4 Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Unit IPAL Rencana .................................................................... 101 5.4.1 DED Unit Sump pit .................................................101 5.4.2 DED Unit Grease Trap...........................................103 5.4.3 DED Unit Bak Ekualisasi .......................................106 5.4.4 DED Alternatif 1 .....................................................114 5.4.5 DED Alternatif 2 .....................................................129 5.4.6 DED Unit Carbon Filter ..........................................146 5.4.7 DED Filter Press ....................................................149 5.4.8 DED Bak Effluent ...................................................151 viii
Pembuatan Gambar Unit-Unit IPAL Rencana ........... 154 5.5 5.6 Penyusunan Profil Hidrolis ........................................ 154 5.7 Penyusunan Prosedur Pengoperasian dan Pemeliharaan IPAL .............................................................................. 162 5.7.1 Petunjuk Pengoperasian IPAL............................... 162 5.7.2 Petunjuk Pemeliharaan IPAL................................. 165 5.7.3 Pemantaan dan Evaluasi IPAL .............................. 169 5.8 Penyusunan Bill Of Quantity (BOQ) Dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ................................................. 170 5.8.1 Bill Of Quantity (BOQ) ........................................... 170 5.8.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB) ........................... 180 5.8.3 Biaya Pengoperasian dan Pemliharaan IPAL ....... 188 5.9 Pembahasan Perbandingan Kedua Alternatif IPAL .. 194 5.9.1 Efisiensi Pengolahan IPAL .................................... 194 5.9.2 Kualitas Effluent Air Limbah Terolah .................... 195 5.9.3 Volume Bangunan IPAL ........................................ 195 5.9.4 Luas Bangunan IPAL ............................................. 196 5.9.5 Biaya Pembangunan IPAL .................................... 197 5.9.6 Biaya Operasi dan Pemeliharaan IPAL ................. 197 5.9.7 Potensi Biogas ....................................................... 198 5.9.8 Produksi Lumpur ................................................... 198 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................... 200 6.1 Kesimpulan ................................................................ 200 6.2 Saran ......................................................................... 201 DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 202 LAMPIRAN ...............................................................................207
ix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Diagram Alir Alternatif Pengolahan IPAL ................ 13 Gambar 2.2 Diagram Alir Skematik Proses Complete-Mix ......... 16 Gambar 2.3 Tipe Pengendapan Partikel ..................................... 20 Gambar 2.4 Pengendapan Pada Final Clarifier Untuk Proses Lumpur Aktif .............................................................. 21 Gambar 2.5 Sand Filter Bertekanan ............................................ 23 Gambar 2.6 Carbon Filter Bertekanan ........................................ 24 Gambar 2.7 Tipikal Fixed-Volume, Recessed Plate Filter Press 26 Gambar 2.8 Prinsip Aliran ABF ................................................... 28 Gambar 2.9 Close Up Penampang ABF ..................................... 28 Gambar 2.10 Bentuk Media Sarang Tawon ................................ 32 Gambar 2.11 Head Pompa.......................................................... 33 Gambar 2.12 Pompa Submersible .............................................. 34 Gambar 2.13 Kurva Head, Efisiensi Dan Daya ........................... 35 Gambar 2.14 Grafik Faktor HRT ................................................. 40 Gambar 2.15 Grafik Rasio BODrem/CODrem ............................ 41 Gambar 2.16 Grafik % Tss Removal........................................... 41 Gambar 2.17 Grafik Faktor Temperatur ...................................... 42 Gambar 2.18 Grafik Faktor COD Strength .................................. 42 Gambar 2.19 Grafik Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik....... 43 Gambar 2.20 Grafik Faktor Waktu Tinggal (HRT) ....................... 43 Gambar 2.21 Rasio Efisiensi BOD Rem / COD Rem .................. 44 Gambar 3.1 Kerangka Perancangan........................................... 55 Gambar 3.2 Titik Sampling Air Limbah........................................ 58 Gambar 4.1 Lokasi Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya ............... 65 Gambar 4.2 Sump Pit .................................................................. 67 Gambar 4.3 Bak Ekualisasi ......................................................... 68 Gambar 4.4 Bak Aerasi ............................................................... 69 Gambar 4.5 Bak Pengendap ....................................................... 69 Gambar 4.6 Sand Filter ............................................................... 70 Gambar 4.7 Carbon Filter ............................................................ 71 Gambar 4.8 Bak Effluent ............................................................. 71 Gambar 4.9 Diagram Alir IPAL Pusat Perbelanjaan “X” ............. 72 Gambar 5.1 Volume Air Limbah Per Jam.................................... 75 Gambar 5.2 Volume Air Limbah Per Jam.................................... 84 Gambar 5.3 Sketsa Unit Grease Trap ....................................... 104 Gambar 5.4 Sketsa Unit Bak Ekualisasi.................................... 107 xi
Gambar 5.5 Sketsa Unit Anaerobic Biofilter ..............................115 Gambar 5.6 Grafik Faktor HRT .................................................116 Gambar 5.7 Grafik Rasio BODrem/CODrem.............................116 Gambar 5.8 Grafik % Tss Removal ...........................................117 Gambar 5.9 Grafik Faktor Temperatur ......................................118 Gambar 5.10 Grafik Faktor COD Strength ................................119 Gambar 5.11 Grafik Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik .....119 Gambar 5.12 Grafik Faktor Waktu Tinggal (HRT) .....................120 Gambar 5.13 Rasio Efisiensi BOD Rem / COD Rem ................121 Gambar 5.14 Sketsa Unit Bak Aerasi ........................................131 Gambar 5.15 Sketsa Unit Bak Pengendap ...............................138 Gambar 5.16 Kurva Gravitasi Solid Flux ...................................139 Gambar 5.17 Sketsa Unit Carbon Filter ....................................147 Gambar 5.18 Sketsa Denah Filter Press ...................................149 Gambar 5.19 Sketsa Unit Bak Efluen ........................................152 Gambar 5.20 Bagan Mass Balance Alternatif IPAL 1 ...............155 Gambar 5.21 Bagan Mass Balance Alternatif IPAL 2 ...............156
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik ................................... 8 Tabel 2.2 Tingkatan Pengolahan Air Limbah Domestik ................ 9 Tabel 2.3 Perbandingan Pengolahan Secara Anaerobik dan Aerobik....................................................................... 11 Tabel 2.4 Kriteria Desain Carbon Filter dengan Gac Contactors 25 Tabel 2.5 Hasil Pembobotan Tipe Media Biofilter ....................... 31 Tabel 3.1 Metode Analisis Parameter Air Limbah ....................... 59 Tabel 5.1 Hasil Pencatatan Air Bersih Dan Konversi Air Limbah 73 Tabel 5.2 Karakteristik Air Limbah IPAL Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya ................................................................... 75 Tabel 5.3 Rekapitulasi Efisiensi Penyisihan Parameter Setiap Unit IPAL Eksisting ........................................................... 78 Tabel 5.4 Efisiensi Penyisihan Parameter Setiap Unit IPAL ....... 79 Tabel 5.5 Dimensi Masing-Masing Sump Pit .............................. 80 Tabel 5.6 Kapasitas Sump Pit ..................................................... 81 Tabel 5.7 Data Fluktuasi Debit Air Limbah di Bak Ekualisasi ..... 82 Tabel 5.8 Perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari ....................... 94 Tabel 5.9 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain Selama Satu Bulan ............................................................................ 95 Tabel 5.10 Perhitungan Biaya Pemeliharaan IPAL Selama Satu Bulan.......................................................................... 96 Tabel 5.11 Rekapitulasi Hasil Evaluasi IPAL .............................. 97 Tabel 5.12 Perhitungan Volume Baru Sump Pit ....................... 101 Tabel 5.13 Dimensi Sump Pit Baru ........................................... 102 Tabel 5.14 Perhitungan Ekualisasi BOD ................................... 109 Tabel 5.15 Perhitungan Rasio Massa BOD .............................. 110 Tabel 5.16 Headloss Lengkap Unit Ipal Alternatif 1 .................. 158 Tabel 5.17 Headloss Lengkap Unit Ipal Alternatif 2 .................. 160 Tabel 5.18 Nilai Satuan Perhitungan RAB Per Jenis Pekerjaan ................................................................................. 181 Tabel 5.19 Hasil Rekapitulasi RAB Alternatif 1 ......................... 185 Tabel 5.20 Hasil Rekapitulasi RAB Alternatif 2 ......................... 186 Tabel 5.21 Perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari Alternatif 1 . 188 Tabel 5.22 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain Alternatif 1 Selama Sebulan ...................................................... 189 Tabel 5.23perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari Alternatif 2... 190
xiii
Tabel 5.24 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain Alternatif 2 Selama Sebulan ......................................................191 Tabel 5.25 Perhitungan Biaya Pemeliharaan IPAL Alternatif 1 . 192 Tabel 5.26 Perhitungan Biaya Pemeliharaan IPAL Alternatif 2 . 193 Tabel 5.27 Perbandingan Efisiensi Pengolahan .......................194 Tabel 5.28 Perbandingan Kualitas Effluent Air Limbah Terolah .................................................................................195 Tabel 5.29 Perbandingan Volume Bangunan IPAL...................196 Tabel 5.30 Perbandingan Luas Bangunan IPAL .......................196 Tabel 5.31 Perbandingan Biaya Pembangunan IPAL ...............197 Tabel 5.32 Perbandingan Biaya Operasi Dan Pemeliharaan IPAL .................................................................................197 Tabel 5.33 Perbandingan Potensi Biogas .................................198 Tabel 5.34 Perbandingan Produksi Lumpur ..............................198
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8
Peraturan Perundang-Undangan Tabel Perhitungan dan Formula ABF Prosedur Analisis Laboratorium Penyesuaian Tarif Listrik Blower Pompa Filter Press Gambar Detail Engineering Design (DED)
xv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Keberadaan pusat perbelanjaan di beberapa kota besar di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, salah satunya di kota Surabaya. Banyaknya pusat perbelanjaan turut meningkatkan jumlah limbah cair yang dihasilkan setiap harinya. Limbah cair pusat perbelanjaan termasuk limbah domestik yang berasal dari kegiatan mandi cuci kakus (MCK) dan food court. Limbah ini dapat mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan suatu pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah cair dari pusat perbelanjaan dapat dilakukan dengan membangun suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL) setempat di dalam suatu gedung. Pusat perbelanjaan “X” Surabaya telah mengolah limbah cairnya dengan membangun IPAL. IPAL pusat perbelanjaan ini digunakan untuk mengolah limbah cair dari toilet, cooling water, dan food court. IPAL tersebut terdiri dari unit sump pit, bak ekualisasi, bak aerasi, sand filter, dan carbon filter (Yekti, 2016). Terdapat beberapa masalah pada IPAL tersebut. Permasalahan utama adalah beban pengolahan saat ini melebihi desain awalnya akibat meningkatnya jumlah food court dan tambahan limbah cair dari perkantoran. Pada awalnya IPAL ini didesain untuk mengolah limbah dengan debit 150-190 m3/hari (0,15-0,19 kg BOD/m3.hari), sedangkan debit pengolahan saat ini adalah 300-320 m3/hari (0,31-0,33 kg BOD/m3.hari) (Yekti, 2016). Hal tersebut membuat IPAL tidak mampu mengolah semua limbah sehingga limbah ditampung terlebih dahulu di outdoor ground tank. Limbah tersebut menimbulkan bau tak sedap dan berpotensi mencemari lingkungan sekitar. Permasalahan kedua adalah tidak dioperasikannya unit rotating biological contactor (RBC) yang berfungsi sebagai unit pengolahan biologis utama IPAL. Unit RBC tersebut juga dibiarkan berada di dalam bak ekualisasi IPAL sehingga mengurangi kapasitas pengolahan IPAL. Ketiga, pengoperasian IPAL belum berjalan dengan efektif. Hal tersebut ditunjukkan dengan kurangnya supply udara pada bak aerasi dan penggunaan bakteri
1
dan nutrien yang tidak tepat. Permasalahan-permasalahan di atas dapat diatasi dengan merencanakan kembali IPAL yang ada. Perancangan ulang terhadap IPAL pusat perbelanjaan dapat menjadi salah satu solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan air limbah. Diperlukan pemilihan suatu alternatif proses pengolahan untuk mendapatkan tingkat efisiensi pengolahan yang optimal. Perancangan ulang IPAL dapat dilakukan dengan menerapkan alternatif proses pengolahan, baik secara aerobik, anaerobik, maupun kombinasi aerobik dan anaerobik. Prinsip proses biologis yang digunakan untuk pengolahan air limbah dibagi menjadi dua kategori utama yaitu proses pertumbuhan terlekat dan pertumbuhan tersuspensi (Tchobanoglous et al., 2003). Pada IPAL anaerobik dapat menggunakan fixed medium system dengan unit anaerobic biofilter (ABF). ABF menggunakan media dari bahan plastik sehingga mikroorganisme dapat menempel pada media dan membentuk biofilm. ABF terdiri dari tangki kedap air dilengkapi dengan beberapa lapisan media terendam dan menyediakan area permukaan untuk pengendapan. Air limbah mengalir melewati filter dari bawah ke atas (upflow) bertemu dengan biomassa terlekat pada filter sehingga terjadi degradasi anaerobik. Pengoperasian ABF dengan pola aliran ke atas umumnya menghasilkan lebih banyak biomassa dalam suspensi dibandingkan dengan pola aliran ke bawah (Morel dan Diener, 2006). ABF dapat menyisihkan BOD dan COD dari air limbah perkotaan masing-masing sebesar 90% dan 95% pada waktu detensi 12 jam (Bodkhe, 2008). Perancangan ulang IPAL tak hanya dipengaruhi oleh aspek teknis saja, tetapi juga aspek pembiayaan/ finansial. Aspek finansial meliputi rencana anggaran biaya (RAB) untuk pembangunan awal maupun pengoperasian dan pemeliharaan IPAL yang direncanakan. Biaya operasi dan pemeliharaan dalam pengolahan air limbah meliputi biaya tenaga kerja, penggunaan energi, pembelian bahan kimia, dan penggantian peralatan (Muga dan Mihelcic, 2008). Pada tugas akhir ini dilakukan evaluasi terhadap kinerja pengolahan air limbah IPAL dan perancangan ulang IPAL yang ada. Perancangan ulang IPAL pusat perbelanjaan melalui perhitungan detail engineering design (DED) memanfaatkan 2
kombinasi proses anaerobik dan aerobik. Alternatif pengolahan menggunakan anaerobic biofilter dan dibandingkan dengan bak aerasi (unit eksisting) yang telah disempurnakan. 1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dari perancangan ini adalah: 1. Bagaimana desain ulang IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya? 2. Berapa RAB pembangunan, operasi dan pemeliharaan IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya?
1.3
Tujuan Perancangan Tujuan dari perancangan ini adalah: 1. Merancang ulang IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya dengan dua alternatif perancangan 2. Menghitung RAB pembangunan, operasi dan pemeliharaan IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya.
1.4
Ruang Lingkup Ruang lingkup dari perancangan ini adalah: Lokasi perancangan desain ulang IPAL terletak di pusat perbelanjaan “X” Surabaya. Debit dan karakteristik air limbah diambil dari IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya. Parameter yang digunakan adalah BOD, COD, TSS, pH, serta minyak dan lemak. Dilakukan evaluasi terhadap kinerja pengolahan air limbah di tiap unit IPAL yang ada. Alternatif pengolahan menggunakan anaerobic biofilter dan dibandingkan dengan bak aerasi sebagai unit eksisting. Perancangan DED, meliputi: grease trap, bak ekualisasi, anaerobic biofilter, bak pengendap, sand filter, carbon filter, dan filter press serta bak effluent. Aspek yang digunakan adalah aspek teknis dan aspek finansial. Baku mutu effluent air limbah mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri dan Usaha Lainnya.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
3
9. Perhitungan RAB mengacu SNI-DT-2007 series tentang Pekerjaan Bangunan dan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Kota Surabaya tahun 2015. 1.5
4
Manfaat Manfaat dari perancangan ini adalah: 1. Memberikan hasil evaluasi terkait kinerja pengolahan IPAL kepada pihak pengelola. 2. Memberikan rekomendasi desain ulang IPAL domestik berdasarkan detail engineering design (DED) dan rencana anggaran biaya (RAB) kepada pihak pengelola. 3. Sebagai referensi kepada instansi pemerintah khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) terkait dengan monitoring kualitas effluent sebelum dibuang ke lingkungan. Monitoring dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Air Limbah Domestik Air limbah domestik berasal dari kombinasi limbah cair yang dikeluarkan dari permukiman, institusi, kawasan komersial maupun industri dengan air lainnya. Air lainnya bisa berasal dari air tanah, air permukaan, maupun air hujan. Ketika air limbah domestik tidak diolah dan masuk ke tangki septik dekomposisi bahan organik yang terkandung dapat mengalami masalah tambahan. Masalah tersebut termasuk produksi gas yang berbau tidak sedap. Air limbah yang tidak diolah mengandung sejumlah mikroba patogen yang dapat tinggal di dalam usus manusia. Air limbah domestik mengandung nutrisi yang menstimulasi pertumbuhan tanaman air dan mengandung senyawa beracun maupun senyawa berpotensi mutagenik dan karsinogenik (Tchobanoglous et al., 2003). 2.1.1 Sumber Air Limbah Domestik Pada prinsipnya sumber air limbah domestik berasal dari daerah permukiman dan komersial. Sumber penting lainnya meliputi fasilitas institusi dan rekreasi. Pada daerah permukiman debit air limbah ditentukan berdasarkan populasi dan rata-rata kontribusi air limbah per orang. Debit air limbah dapat bervariasi tergantung kuantitas dan kualitas penyediaan air, ekonomi, sosial, dan karakterisrik masyarakat. Pada daerah komersial debit yang diizinkan sekitar 7, 5 – 14 m3/ha.hari (Tchobanoglous et al., 2003). Sumber air limbah domestik secara spesifik berasal dari aktivitas di kamar mandi, area mencuci, dan dapur. Air limbah dari dapur mengandung residu makanan, minyak dan lemak tinggi, dan termasuk sabun pembersih bahan makanan. Air limbah ini mengandung banyak nutrisi dan padatan tersuspensi. Air limbah kamar mandi mengandung sabun, pencuci rambut, pasta gigi, dan produk pembersih lainnya. Air limbah ini juga mengandung limbah mencukur, lemak (kulit, rambut, dan badan), dan sisa urin dan feces. Pada area mencuci limbah yang dihasilkan mengandung konsentrasi bahan kimia tinggi dari serbuk sabun untuk pencucian, padatan terlarut, dan lemak (Morel dan Diener, 2006). 5
2.1.2 Karakteristik Air Limbah Domestik Karakteristik air limbah domestik dibagi menjadi tiga yaitu fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik fisik terdiri dari padatan tersuspensi, bau, suhu, dan warna. 1. Padatan tersuspensi (TSS) Konsentrasi padatan tersuspensi pada air limbah domestik antara 50 – 300 mg/L dan tergantung dari jumlah air yang digunakan. Konsentrasi tertinggi padatan tersuspensi secara tipikal ditemukan dalam air limbah dapur dan pencucian (Morel dan Diener, 2006). Berdasarkan observasi di Nepal, Malaysia, Israel, Vietnam, dan Amerika Serikat menyatakan beban padatan tersuspensi rata-rata adalah 10-30 gram/orang.hari. Jumlah tersebut berkontribusi 25-35% dari total beban padatan tersuspensi harian dalam air limbah domestik termasuk air limbah toilet (Ledin et al., 2001). 2. Bau Timbulnya bau disebabkan adanya gas yang terbentuk dari proses penguraian bahan organik. Bau dari air limbah adalah H2S yang diproduksi oleh mikroorganisme anaerobik dengan mengubah sulfat menjadi sulfida (Tchobanoglous et al., 2003). 3. Suhu Air limbah sering memiliki suhu lebih tinggi daripada air bersih dan bervariasi pada 18 – 30°C. Suhu lebih tinggi menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri dan pengurangan kelarutan CaCO3 sehingga menimbulkan pengendapan di tangki penyimpanan maupun sistem perpipaan (Morel dan Diener, 2006). 4. Warna Air limbah segar biasanya berwarna abu-abu kecoklatan berubah menjadi abu-abu gelap hingga hitam jika lama disimpan pada kondisi anaerobik (Tchobanoglous et al., 2003). Karakteristik kimia terdiri dari pH dan alkalinitas, biochemical oxygen demand (BOD), dan chemical oxygen demand (COD).
6
1.
pH dan Alkalinitas. Agar pengolahan lebih mudah dan menghindari pengaruh negatif pada tanah dan tanaman pH air limbah domestik seharusnya antara 6,5 – 8,4 (USEPA, 2004). Air limbah dengan pH tinggi tidak menimbulkan permasalahan jika diaplikasikan sebagai air irigasi. Kombinasi pH dan alkalinitas (ukuran kemampuan air menetralisasi keasaman) tinggi menjadi perhatian khusus (Morel dan Diener, 2006). Alkalinitas air limbah biasanya antara 20-340 mg/L dengan tingkat tertinggi ditemukan pada air limbah pencucian dan dapur (Ledin et al., 2001).
2.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). BOD dan COD merupakan parameter untuk mengukur polusi organik di air. Pembuangan limbah dengan kadar BOD dan COD tinggi ke air permukaan menimbulkan kekurangan oksigen sehingga kehidupan air tidak berlangsung lama. Beban BOD dalam air limbah yang ditemukan di berbagai negara berjumlah antara 20 – 50 gram/orang.hari (Friedler, 2004; Mara, 2003). BOD5 ratarata dalam air limbah tercampur di Kosta Rika adalah 167 mg/L dengan konsumsi 107 L/orang.hari (Dallas et al, 2004). Rasio COD/BOD sebagai indikator tingkat mudahnya biodegradable air limbah tergolong bagus jika di bawah 2 – 2,5. Air limbah di negara berpenghasilan rendah dan menengah mengindikasikan rasio COD/BOD antara 1,6 – 2,9. Nilai maksimum dari air limbah tersebut berasal dari pencucian dan dapur (Morel dan Diener, 2006). Karakteristik lainnya adalah minyak dan lemak. Kadar minyak dan lemak dari air limbah dapur tergantung dari kebiasaan memasak dan pembuangan oleh rumah tangga. Nilai minyak dan lemak yang ditemukan pada air limbah tercampur di Jordan sebesar 230 mg/L (Al-Jayyousi, 2003). Minyak dan lemak segera dingin dan kental sehingga menyebabkan endapan pada permukaan tangki pengendapan, interior pipa, dan permukaan lainnya. (Morel dan Diener, 2006).
7
Karakteristik biologi terdiri dari mikroorganisme, diantaranya bakteri, archaea, jamur, protozoa, protozoa, rotifer, alga, dan virus. Pada perancangan ini tidak memerhatikan karateristik biologi karena tidak terdapat dalam baku mutu yang dipersyaratkan. (Tchobanoglous et al., 2003). 2.1.3 Baku Mutu Air Limbah Domestik Karakteristik air limbah pusat perbelanjaan tergantung dari aktivitas dapur dan mandi cuci kakus (MCK) yang cenderung mirip air limbah domestik. Air limbah ini harus diolah dahulu sebelum dibuang ke lingkungan agar memenuhi baku mutu air limbah yang diizinkan. Baku mutu air limbah domestik mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri dan Usaha Lainnya. Adapun baku mutu air limbah pusat perbelanjaan dimasukkan kategori air limbah domestik pada pera turan tersebut. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan meliputi: BOD5, COD, TSS, minyak dan lemak, dan pH dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Lampiran 1). Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Domestik Volume limbah cair maksimum = 120 L/(orang.hari) Parameter
Kadar maksimum (mg/l)
BOD5
30
COD
50
TSS
50
Minyak dan lemak
10
pH
6-9
Sumber: Gubernur Jawa Timur (2013) 2.2
Pengolahan Air Limbah Domestik Pengolahan air limbah domestik yang didominasi oleh aktivitas fisik disebut unit operasi. Pengolahan untuk penyisihan kontaminan yang menimbulkan reaksi kimia maupun biologis disebut unit proses. Unit operasi dan proses dikelompokkan menjadi tingkatan pengolahan yang bervariasi. Tingkatan tersebut 8
adalah pengolahan pendahuluan, primer, primer lanjutan, sekunder, sekunder dengan penyisihan nutrient, tersier, dan lanjutan. Penjelasan masing-masing tingkatan pengolahan air limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Tingkatan Pengolahan Air Limbah Domestik Tingkatan Deskripsi pengolahan Pendahuluan
Penyisihan kain, batang, bahan mudah mengapung, dan minyak dan lemak.
Primer
Penyisihan padatan tersuspensi dan bahan organik.
Primer lanjutan
Meningkatkan penyisihan padatan tersuspensi dan bahan organik. Disempurnakan dengan penambahan bahan kimia maupun filtrasi.
Sekunder
Penyisihan bahan organik biodegradable (dalam larutan maupun suspensi) dan partikel tersuspensi.
Sekunder dengan penyisihan nutrient
Penyisihan organik biodegradable, padatan tersuspensi, dan nutrient (fosfor dan nitrogen).
Tersier
Lanjutan
Penyisihan residu padatan tersuspensi menggunakan filtrasi media granular maupun saringan mikro. Penyisihan sisa bahan tersuspensi dan terlarut setelah pengolahan biologis untuk penggunaan ulang air olahan yang bervariasi.
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) 2.2.1 Pengolahan Air Limbah Biologis Tujuan secara keseluruhan dari pengolahan air limbah domestik secara biologis adalah: 1. Pengubahan unsur biodegradable terlarut dan partikulat menjadi produk yang diterima 2. Menangkap dan menggabungkan padatan koloid tersuspensi dan tak mengendap menjadi flok biologis atau biofilm 3. Pengubahan atau penyisihan nutrient seperti nitrogen dan fosfor 9
4. Dalam beberapa kasus untuk menyisihkan unsur dan senyawa organik sisa. (Tchobanoglous et al., 2003) Proses biologis untuk pengolahan air limbah dibagi menjadi dua kategori yaitu pertumbuhan tersuspensi dan pertumbuhan terlekat. Pada proses pertumbuhan tersuspensi mikroorganisme untuk pengolahan dipelihara dalam media suspensi cair dengan metode yang tepat. Proses pertumbuhan terlekat mikroorganisme untuk konversi bahan organik maupun nutrient terlekat pada media/ bahan paket yang inert dengan membentuk biofilm (Tchobanoglous et al., 2003). 2.2.2 Proses Pertumbuhan Mikroorganisme Terlekat Pada proses pertumbuhan terlekat digunakan media paket seperti batu, kerikil, ampas biji, kayu, plastik, dan media sintetik lainnya. Proses ini dapat dioperasikan secara anaerobik maupun aerobik. Paket media dapat tercelup sempurna dalam cairan maupun tidak dengan jarak udara atau gas di atas lapisan cair biofilm. Proses ini lebih banyak diterapkan karena tidak memerlukan energi yang besar seperti pada sistem aerobik. Proses ini dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu proses pertumbuhan terlekat tercelup, tersuspensi dengan paket film tetap, dan tidak tercelup. Contoh teknologi dari proses ini adalah trickling filter dan rotating biological contactor (RBC) (Tchobanoglous et al., 2003). 2.2.3 Pengolahan Air Limbah secara Aerobik dan Anaerobik Dekomposisi limbah organik biodegradable dapat terjadi secara aerobik maupun anaerobik (Grady et al, 2011; Spellman, 2009). Beberapa keuntungan reaktor kombinasi anaerobik-aerobik adalah kualitas effluent tinggi, produksi energi, produksi lumpur sedikit. Biaya operasional reaktor ini rendah dan berpotensi untuk penyisihan nutrien. Kerugian reaktor kombinasi anaerobik-aerobik adalah biaya pembangunan tinggi dan butuh lahan luas (Hamza et al., 2016). Sebagian besar air limbah menghasilkan lumpur bersih dari proses aerobik sebesar 0,5 kg padatan tersuspensi volatil per kg COD tersisihkan. Pada pengolahan anaerobik, jumlah lumpur 10
kurang dari 0.1 kg padatan tersuspensi volatil per kg COD tersisihkan. Bakteri anaerobik mengandung komposisi sel yang sama dengan tipe bakteri lain. Mereka membutuhkan nutrien dengan proporsi sama dengan bakteri aerobik agar dapat tumbuh dengan baik. Kuantitas nitrogen dan fosfor yang ditambahkan ke sistem harus mendekati 8–12% dan 1.5–2.5% dari perubahan massa total sel (Mang dan Li, 2010). Adapun perbandingan antara pengolahan air limbah domestik secara anaerobik dan aerobik dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbandingan Pengolahan secara Anaerobik dan Aerobik No Aspek Anaerobik Aerobik 1
4
Kebutuhan energi Tingkat kemungkinan beban Tingkat pengolahan Produksi lumpur
5
Stabilitas proses
Baik
Baik
6
Waktu start-up
7
Kebutuhan nutrien
8
Produksi energi
2-4 minggu 5 kali atau lebih rendah dari proses aerobik Ya
2-4 minggu Lebih dari 5 kali limbah industri tertentu Tidak
9
Pemulihan nutrien
Tidak mungkin
10
Kualitas effluent
11
Masalah bau
Mungkin Sebagian besar mengandung padatan tersuspensi lebih tinggi dan nitrogen. Butuh pengolahan lanjut Rendah karena sistem kedap udara
2 3
Rendah
Lebih tinggi
Tinggi ke sangat rendah
Sedang ke sangat rendah
>90%
>95%
Sangat rendah
Lebih tinggi
Relatif lebih baik (stabil) dan sesuai untuk dibuang
Rendah meskipun sistem terbuka luas
Sumber: Chan et al. (2009) 11
Pengolahan kombinasi anaerobik-aerobik dapat mengurangi biaya operasi dibandingkan dengan pengolahan aerobik saja karena pengurangan dalam konsumsi energi (Chan et al., 2009; Ahammad et al, 2013). Sistem kombinasi menawarkan kapabilitas perangkai manfaat pencernaan anaerobik produksi biogas dengan keuntungan pencernaan aerobik (penyisihan organik yang lebih baik). Penanganan kerugian dari pemisahan sistem individu seperti waktu start-up lama dan stabilitas rendah karena laju pertumbuhan cepat (Ergüder dan Demirer, 2005; Zinatizadeh, 2014). Sistem kombinasi menyediakan penyisihan nutrien melalui penyisihan nitrogen dengan rangkaian nitrifikasi aerobik dan denitrifikasi anaerobik. Penyisihan fosfor diselesaikan dalam rangkaian kondisi anaerobik-aerobik (Tchobanoglous et al., 2003). Sistem kombinasi telah ditemukan dapat mendegradasi organik sukar seperti hidrokarbon aromatik terklorinasi dan fenol sebaik logam berat (Chan et al, 2009). Manfaat proses anaerobik-aerobik adalah: 1. Potensi besar pemulihan sumber daya. Polutan organik disisihkan dalam pengolahan awal dan dikonversi menjadi sumber energi yang dapat diperbarui (biogas). 2. Efisiensi pengolahan secara keseluruhan tinggi. Pengolahan lanjut secara aerobik memperbaiki effluent proses anaerobik dan menghasilkan efisiensi pengolahan sangat bagus. 3. Sedikit pembuangan lumpur. Ketika lumpur aerobik berlebihan dicerna secara anaerobik, diproduksi lumpur total minimum sehingga mengurangi biaya pembuangan lumpur. 4. Konsumsi energi rendah. Pengolahan awal anaerobik berlangsung sebagai tangki ekualisasi influent, mengurangi variasi kebutuhan oksigen, dan menghasilkan pengurangan lebih dari kapasitas aerasi yang dibutuhkan. 5. Volatilisasi minimum dalam pengolahan aerobik. Ketika organik volatil hadir dalam air limbah, senyawa volatil didegradasi dalam pengolahan anaerobik. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kemungkinan volatilisasi dalam pengolahan aerobik. (Chan et al, 2009) 12
2.3
Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah yang Direncanakan Terdapat dua alternatif IPAL yang direncanakan. Alternatif IPAL yang pertama menggunakan proses pertumbuhan terlekat dengan kombinasi proses anaerobik-aerobik sebagai unit pengolahan biologis utama IPAL. Teknologi pengolahan air limbah direncanakan menggunakan anaerobic biofilter (ABF). Alternatif ini direncanakan menggantikan teknologi pengolahan di IPAL eksisting yang menggunakan proses aerobik dengan proses lumpur aktif. Alternatif IPAL kedua memanfaatkan unit IPAL eksisting (bak aerasi yang telah disempurnakan) menggunakan proses lumpur aktif. Alternatif ini menggunakan proses aerobik dengan kombinasi pertumbuhan bakteri tersuspensi. Diagram alir kedua alternatif pengolahan IPAL yang diaplikasikan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(a)
(b) Gambar 2.1 Diagram Alir Alternatif Pengolahan IPAL (a) Alternatif 1 (b) Alternatif 2
13
2.3.1 Grease Trap Grease trap mampu menyisihkan komponen-komponen ringan seperti minyak dan lemak yang terakumulasi di permukaan air. Unit ini digunakan sebagai unit pengolahan primer untuk sumber limbah spesifik seperti limbah dapur dan restoran. Grease trap harus dirancang untuk menyesuaikan dua kriteria dasar untuk pemisahan minyak dan lemak secara efektif yaitu waktu/suhu dan turbulensi. Waktu retensi grease trap harus cukup untuk mengemulsi minyak dan lemak untuk penurunan suhu. Hal tersebut juga dilakukan untuk memisahkan dan mengapungkan ke permukaan perangkap. Turbulensi harus dikurangi untuk menghindari suspensi minyak dan padatan (Morel dan Diener, 2006). 2.3.2 Bak Ekualisasi Bak ekualisasi digunakan untuk mengatasi masalah operasional seperti variasi debit. Bak ekualisasi juga untuk meningkatkan kinerja proses aliran bawah dan menurunkan ukuran dan harga fasilitas pengolahan aliran bawah. Ekualisasi debit bertujuan untuk mencapai debit konstan dan dapat diaplikasikan pada kondisi berbeda tergantung karakteristik sistem pengumpulan. Bak ekualisasi dapat disusun secara in-line maupun off-line. Pada susunan in-line, semua debit melewati bak ekualisasi. Penyusunan ini dapat digunakan untuk mencapai jumlah pengecilan konsentrasi konstituen dan debit. Pada susunan offline hanya debit yang melimpah yang dialirkan menuju bak ekualisasi. Kebutuhan pompa diminimisasi pada susunan ini, namun jumlah pengecilan konsentrasi unsur berkurang. Ekualisasi secara off-line biasanya digunakan untuk menangkap bilasan pertama dari sisem pengumpulan kombinasi. Bak ekualisasi yang diletakkan setelah pengolahan primer dan sebelum pengolahan biologis bisa menjadi pilihan tepat. Ekualisasi setelah pengolahan primer menghasilkan endapan padatan dan akumulasi buih yang lebih sedikit. Perancangan bak ekualisasi harus menyediakan pencampuran yang cukup untuk mencegah endapan padatan dan variasi konsentrasi serta aerasi untuk mencegah masalah bau.
14
Penentuan volume yang dibutuhkan untuk bak ekualisasi menggunakan diagram volume kumulatif influen dan diplotkan dengan waktu (hari). Debit harian rata-rata juga diplotkan pada diagram yang sama, dimana garis lurus digambarkan dari titik awak hingga titik akhir diagram. Jarak vertikal dari titik singgung ke garis lurus (debit rata-rata) setara dengan nilai volume yang dibutuhkan. Pada perencanaan bak ekualisasi, faktor prinsip yang diperhatikan adalah: 1) geometrik bak, 2) konstruksi bak termasuk pembersihan, akses, dan keselamatan, 3) pencampuran dan kebutuhan oksigen, dan 4) perlengkapan operasional, serta 5) pompa dan sistem kontrol pompa. Pada geometrik bak, desain yang diperpanjang seharusnya dihindari dan konfigurasi inlet dan outlet disusun untuk mengurangi aliran pendek. Konstruksi bak ekualisasi dapat dari tanah, beton, maupun konstruksi baja. Secara tipikal, kedalaman air minimum antar 1,52 m. Perlengkapan pencampuran diukur untuk mencampur kadar tangki dan mencegah deposisi padatan dalam bak. Untuk mengurangi kebutuhan pencampuran, fasilitas penyisihan grit harus mendahului bak ekualisasi. Kebutuhan pencampuran untuk mencampur air limbah berkekuatan medium dengan konsentrasi padatan tersuspensi mendekati 210 mg/L adalah antara 0,0040,008 kW/m3. Sistem udara terdifusi dapat digunakan untuk pengadukan dan aerasi. Perlengkapan operasional meliputi: 1) fasilitas penggelontoran padatan dan minyak terakumulasi di dinding bak, 2) pada luapan dalam kondisi darurat dalam kegagalan pompa, 3) lonjakan air tinggi untuk penyisihan material mengambang dan sabun, dan 4) penyemprot air untuk mencegak akumulasi sabun pada sisi dinding bak dan membantu dalam penyisihan busa. Bak ekualisasi memaksakan adanya kebutuhan head tambahan dalam IPAL sehingga fasilitas pompa diperlukan. Pemompaan boleh mendahului atau mengikuyi ekualisasi, namun pemompaan ke dalam bak secara umum diutamakan untuk keandalan operasi pengolahan. (Tchobanoglous et al., 2003)
15
2.3.3 Bak Aerasi Bak aerasi memanfaatkan proses lumpur aktif. Lumpur aktif terdiri dari flok biologis yang tersuspensi dimana tersusun atas mikroorganisme, bahan organik tak hidup, dan bahan inorganik. Lumpur aktif atau campuran flok biologis dengan aliran limbah, mengoksidasi bahan organik di air limbah dengan kehadiran oksigen untuk reaksi oksidasi biologis dan nitrifikasi. Kinerja proses lumpur aktif meningkat ketika jumlah oksigen yang tersedia dibandingkan mikroorganisme proporsional dengan beban organik atau persediaan makanan organik untuk mikroorganisme. Penurunan tingkat oksigen dapat menghasilkan kinerja yang buruk dari proses lumpur aktif dengan penurunan kualitas efluen dan menyebabkan sludge bulking dan perkembangbiakkan bakteri filamen. Diagram alir skematik proses complete-mix dapat dilihat pafa Gambar 2.2. (Wang et al., 2009)
Gambar 2.2 Diagram Alir Skematik Proses Complete-Mix
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) Perancangan proses lumpur aktif memperhatikan hal-hal berikut: a. Pemilihan Tipe Reactor Banyak tipe reaktor proses lumpur aktif yang dapat dipilih pada pengolahan tergantung batas efluen yang dikeluarkan. Secara umum tipe reaktor adalah: plug flow, complete mix, dan batch. Tanpa memperhatikan tipe reaktor yang 16
digunakan, elemen kritis dalam kinerja variasi proses lumpur aktif yang menggunakan bak pengendap kedua untuk pemisahan cairan dan padatan adalah kemampuan pengendapan mixed liquor suspended solid (MLSS). Ketika muncul perkembangbiakkan bakteri filamentous, flok biologis MLSS tidak dapat mengendap dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan tingkat padatan yang tinggi pada bak pengendap kedua dan hilangnya padatan pada overflow. b. Hubungan Kinetik yang Diaplikasikan Hubungan kinetik digunakan untuk menentukan pertumbuhan biomassa dan laju pemanfaatan substrat serta untuk menetapkan kinerja proses. c. Waktu Retensi Padatan dan Kriteria Beban Digunakan Waktu retensi padatan (SRT) merepresentasikan periode waktu rata-rata selama lumpur dibiarkan berada dalam sistem. SRT ini merupakan parameter paling penting untuk operasi dan perencanaan bak pengendap kedua. Hal tersebut disebabkan SRT mempengaruhi kinerja proses pengolahan, volume bak aerasi, produksi lumpur, dan kebutuhan oksigen. Untuk penyisihan BOD, SRT secara umum antara 3-5 hari tergantung suhu mixed-liquor. Selain SRT, rasio food to biomass (F/M) dan beban organik volumetrik digunakan sebagai parameter dalam operasi dan perencanaan proses lumpur aktif. Rasio F/M menunjukkan laju BOD atau COD yang diaplikasikan per unit volume dari mixed-liquor. Nilai ini berguna dalam memahami pengaruh beban sementara pada sistem. Beban organik volumetrik merupakan jumlah BOD atau COD yang diaplikasikan pada volume bak aerasi per harinya. d. Produksi Lumpur Produksi lumpur mengindikasikan jumlah BOD tersisih yang mempengaruhi ukuran bak aerasi. Metode penentuan produksi lumpur sebagai fungsi SRT. Pertama, dengan mengestimasi hasil produksi lumpur terobservasi dari data publikasi untuk air domestik. Kedua, berdasarkan informasi 17
karakteristik air limbah dengan pertimbangan variasi sumber produksi lumpur. e. Kebutuhan Oksigen dan Transfer Kebutuhan oksigen untuk biodegradasi bahan karbon adalah jumlah bCOD yang teroksidasi untuk penyediaan energi selama konsumsi bCOD untuk sintesis sel. Kebutuhan oksigen juga meliputi konsumsi oksigen selama respirasi endogenous oleh biomassa yang diproduksi. f. Kebutuhan Nutrient Menggunalan formula C5H7NO2 untuk komposisi biomassa sel, sekitar 12,4% (berat) nitrogen yang dibutuhkan dan 1,5 - 2% untuk fosfor. Pada nilai SRT>7 hari, akan ada sekitar 5 gr nitrogen dan 1 gr fosfor dibutuhkan per 100 gram BOD untuk menyediakan kelebihan nutrient. g. Kebutuhan Bahan Kimia Lain Pada penambahan nutrient, alkalinitas adalah kebutuhan bahan kimia utama yang dibutuhkan untuk nitrifikasi. Jumlah kebutuhan alkalinitas untuk pertumbuhan sel sekitar 7,14 gram CaCO3 / gr NH4-N. Penambahan alkalinitas harus dijaga pada pH antara 6,8-7,4. h. Karakteristik Efluen Parameter utama penentuan kualitas efluen dari proses pengolahan biologis terdiri dari senyawa organik, padatan tersuspensi, dan nutrient. Konsentrasi organik terlarut yang biodegradable minimal dalam sistem dengan nitrifikasi lengkap dan nilai SRT diatas 5 hari adalah sekitar 2 mg/L. BOD paling banyak dalam bentuk partikulat yang terasosiasi dengan biomassa mengandung konsentrasi VSS efluen. (Tchobanoglous et al., 2003) 2.3.4 Bak Pengendap Bak pengendap/unit sedimentasi digunakan untuk memisahkan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk: 18
-
Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau) Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada clarifier akhir Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.
Bak pengendap akhir untuk pengolahan air limbah umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran dengan diameter 10,7 - 45,7 m dan kedalaman 3 - 4,3 m. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah. Air limbah mengalir secara horizontal menuju outlet di sekeliling bak sementara partikel mengendap ke bawah.
-
-
-
-
Bagian bak pengendap adalah: Zona inlet Merupakan tempat air limbah masuk ke dalam bak untuk mendistribusikan aliran air secara merata dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Air masuk dari bawah melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak kemudian air mengalir horizontal menuju zona pengendapan. Zona pengendapan Tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan secara gravitasi. Zona lumpur Tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak dan biasanya dilengkapi dengan scrapper. Zona outlet Tempat dimana air akan meninggalkan bak dan biasanya berbentuk pelimpah (weir). Pelimpah ini dapat menggunakan v-notch yang diletakkan di sekeliling bak.
Berdasarkan jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, pengendapan diklasifikasikan menjadi empat tipe (dapat dilihat pada Gambar 2.3), yakni: 1. Settling tipe I, yakni pengendapan partikel diskrit. Terjadi pengendapan partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh, pengendapan 19
lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. 2. Settling tipe II, yakni pengendapan partikel flokulen. Terjadi pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama dalam operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II pada pengolahan air limbah antara lain pengendapan pertama maupun pengendapan partikel hasil proses koagulasiflokulasi.
Gambar 2.3 Tipe Pengendapan Partikel
Sumber: Reynolds dan Richards (1996) 3. Settling tipe III, yakni pengendapan pada lumpur biologis. Terjadi pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. 4. Settling tipe IV, yakni terjadi penampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel. 20
Merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif. Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif. Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 2.4. (Reynolds dan Richards, 1996)
Gambar 2.4 Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
Sumber: Reynolds dan Richards (1996) Analisis dan perencanaan bak pengendap kedua menggunakan dua parameter utama, yakni surface overflow rate (SOR) dan solids loading rate (SLR). SOR menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mengizinkan pemisaha partikel dari aliran cairan efluen. Pemilihan nilai SOR dipengaruhi oleh syarat efluen dan kebutuhan untuk menyediakan kinerja proses yang konsisten. Nilai SOR tipikal adalah 16 – 33 m3/m2.hari. SLR digunakan untuk menghitung pembatasan pemekatan dari bak pengendap kedua. Desain bak pengendap sering dikontrol oleh SLR yang diizinkan, dimana berhubungan dengan sifat pemekatan lumpur. Nilai SLR tipikal adalah 4 – 6 kg/m2.jam. 21
Metode analisis solid flux dapat digunakan untuk menentukan ukuran clarifier. Solid flux didefinisikan sebagai laju perpindahan massa padatan ke bawah melewati luasan dari clarifier. Solid flux karena pengendapan secara gravitasi tergantung konsentrasi padatan dan kecepatan pengendapan padatan pada konsentrasi tersebut. Nilai solid flux didapatkan melalui hasil plot antara nilai kecepatan pengendapan awal dan MLSS. (Tchobanoglous et al., 2003) 2.3.5 Sand filter Sand filter (SF) dapat menjadi metode pengolahan air limbah setempat yang efektif dengan penyaringan secara cepat (rapid sand filter). SF dengan prinsip deep-bed downflow filter mirip dengan filter downflow konvensional. Filter ini memiliki perbedaan pada kedalaman filter bed dan ukuran media penyaring yang lebih besar dibandingkan filter konvensional. Pada filter bertekanan digunakan operasi filtrasi yang membawa dalam tangki tertutup di bawah kondisi bertekanan dengan menggunakan pompa. Secara normal, filter ini dioperasikan pada headloss terminal tinggi yang menghasilkan proses filter lebih lama dan kebutuhan backwash berkurang. (Tchobanoglous et al., 2003) Kinerja sand filter dipengaruhi oleh kondisi iklim dimana sebagian penyisihan virus cenderung menurun selama waktu dingin. Kemungkinan hadirnya mikroba patogen di effluent muncul dari SF harus diperhatikan ketika mengakses risiko higienis yang berhubungan dengan sistem tersebut (Martikainen et al., 2014). Sistem SF efektif dan kuat untuk mengolah air limbah domestik. Hasil filtrasi menunjukkan perizinan untuk mendorong kontaminan seperti sulfat, BOD, COD, TKN, dan padatan tersuspensi (Bendida et al, 2013). Kecepatan filtrasi saringan pasir bertekanan adalah 12-33 m/jam (Marsono, 1995). Sand filter bertekanan dapat dilihat pada Gambar 2.5.
22
Gambar 2.5 Sand Filter Bertekanan
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) 2.3.6 Carbon filter Carbon filter (CF) dapat memanfaatkan media karbon teraktivasi serbuk (PAC). Penyerapan mikropolutan organik (OMP) oleh PAC merupakan pilihan menjanjikan untuk mengurangi emisi OMP dari instalasi pengolahan air limbah. Unit CF dapat dipasang setelah IPAL sebelum dibuang ke lingkungan air dan dijadikan sumber air minum (Eggen et al., 2014; Jekel et al., 2013). Pada pengolahan lanjut PAC mampu bekerja kontinu untuk effluent IPAL dan memisahkan setelah waktu kontak tertentu dengan sedimentasi atau filtrasi. Tipikal waktu retensi PAC antara beberapa menit hingga satu jam sampai pemisahan tidak cukup untuk mengeksploitasi penuh kapasitas penyerapan PAC (Boehler et al., 2012; Margot et al., 2013; dan Meinel et al., 2015). Carbon filter juga dapat menggunakan fixed-bed granular activated Carbon (GAC) coloumn. Filter dengan media granular digunakan untuk menyisihkan bahan organik dengan kehadiran padatan tersuspensi di effluent kedua. Dengan perencanaan aliran ke bawah, air yang akan diolah diletakkan di atas kolom, sedangkan karbon diletakkan dengan sistem underdrain di bawah kolom. Carbon filter bertekanan dapat dilihat pada Gambar 2.6.
23
Gambar 2.6 Carbon Filter Bertekanan
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) Ketentuan untuk backwash dan pencucian permukaan sering diaplikasikan untuk membatasi headloss yang terbentuk karena penyisihan partikulat padatan tersuspensi pada kolom karbon. Backwash berpengaruh merusak bentuk adsorpsi. Meskipun reaktor fixed-bed secara upflow telah digunakan, downflow bed lebih sedikit akumulasi material partikulat di bawah bed, dimana material ini sulit disisihkan dengan backwash. (Tchobanoglous et al., 2003) Kriteria desain carbon filter dengan GAC contactors dapat dilihat pada Tabel 2.4. 24
Tabel 2.4 Kriteria Desain Carbon Filter Dengan GAC Contactors Parameter Simbol Unit Nilai Volumetric flowrate
V
m3/jam
50─400
Bed volume
Vb
m3
10─50
Luas penampang
Ab
m2
5─30
Kedalaman karbon
H
m
1,8─4
Void fraction
α
m3/m3
0,38─0,42
Densitas GAC
p
kg/m3
350─550
Kecepatan aliran bed
vf
m/jam
5─15
Waktu kontak efektif
td
menit
2─10
Waktu kontak bed kosong
EBCT
menit
5─30
Waktu operasi
t
hari
10─100
Throughput volume
VL
m3/kg
50─200
Specific througtput
Vsp
m3/kg
50─411
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) 2.3.7
Filter press Dalam sebuah filter press, pengurangan air dicapai dengan mendorong air dari lumpur dengan tekanan tinggi. Keuntungan penggunaan filter press meliputi konsentrasi cake solid tinggi tercapai, operasi sederhana, padatan tersuspensi rendah di filtrat, kejernihan filtrat bagus, dan laju tangkapan padatan tinggi. Pada saat kadar padatan cake yang dibutuhakan lebih dari 35% pada kondisi rutin, penggunaan filter press sering didikte karena peralatan dewatering secara mekanik tidak mencapai kadar padatan tinggi secara konsisten. Terdapat dua tipe filter press yang banyak digunakan adalah filter press fixed-volume dan variable-volume recessedplate. Pada tipe fixed-volume, filter press terdiri dari rangkaian plate segiempat tersembunyi pada kedua sisi yang mendukung antarmuka dalam posisi vertikal pada bingkai dengan head yang tetap dan yang dapat digerakkan. Saat operasi, lumpur yang disyaratkan atau biosolid secara kimiawi dipompa ke area diantara plate dengan tekanan 700-2.100 kPa selama 1-3 jam. Pemompaan 25
ini mendorong cairan melalui kain penyaringdan port untuk outlet plate. Plate kemudian dipisahkan dan cake disisihkan. Tipikal fixed-volume, recessed plate filter press dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Tipikal Fixed-volume, Recessed Plate Filter Press
Sumber: Tchobanoglous et al. (2003) Filtrat secara normal dikembalikan ke influen IPAL. Ketebalan cake bervariasi antara 25-38 m dengan kadar kelembaban antara 45-70%. Waktu perputaran filtrasi ini antara 25 jam, termasuk waktu yang dibutuhkan untuk: (1) mengisi press, (2) mempertahankan press di bawah tekanan, (3) Membuka press, (4) mencuci dan mengeluarkan cake, dan (5) menutup press. Tipe variable-volume mirip dengan tipe fixed-volume, namun diafragma karet ditempatkan di belakang media filter. Diafragma karet ini mengembang untuk mencapai tekanan peremasan akhir, dimana mengurangi volume cake selama kompresi. Secara umum, dibutuhkan waktu 10-20 menit untuk mengisi press dan 15-30 menit dari tekanan konstan dibutuhkan
26
untuk mengurangi air cake menjadi kadar solid yang dikehendaki. Tekanan pada tipe ini direncanakan 690-860 kN/m2 untuk pengurangan air tahap awal dan dilanjutkan dengan 1.380-2.070 kN/m2 untuk kompresi akhir. Tipe ini dapat menangani variasi lumpur dan biosolid dengan hasil kinerja baik tanpa membutuhkan pemeliharaan yang rumit. (Tchobanoglous et al., 2003) 2.4
Anaerobic Biofilter (ABF) Anaerobic Biofilter digunakan secara luas sebagai pengolahan sekunder dalam sistem pengolahan air limbah domestik. Anaerobic Biofilter terdiri atas tangki kedap air yang mempunyai beberapa lapisan media yang terendam, yang menyediakan area permukaan untuk mengendap. Aliran air limbah biasanya melewati filter dari bawah ke atas (up-flow) yang akan bertemu dengan biomassa yang terlekat pada filter dan akan terjadi degradasi anaerobik (Morel dan Diener, 2006). ABF digunakan untuk air limbah domestik maupun limbah industri dengan prosentase padatan tersuspensi yang rendah dan rasio COD/BOD kecil. Pengolahan awal dengan pengendap atau tangki septik diperlukan untuk menyisihkan padatan berukuran besar sebelum masuk ke filter (Sasse, 1998). ABF menggunakan media dari bahan plastik sehingga mikroorganisme dapat menempel pada media dan membentuk biofilm. Pengoperasian ABF dengan pola aliran ke atas umumnya menghasilkan lebih banyak biomassa dalam suspensi dibandingkan dengan pola aliran ke bawah (Morel dan Diener, 2006). ABF dapat menyisihkan BOD dan COD dari air limbah perkotaan masing-masing sebesar 90% dan 95% pada waktu detensi 12 jam (Bodkhe, 2008). Kualitas pengolahan ABF dilaporkan mencapai 50 sampai 90% penyisihan BOD merujuk pada influent (Sasse, 1998; Morel dan Dinier, 2006). Penyisihan padatan tersuspensi total dapat mencapai 50 sampai 80%. Penyisihan nitrogen total mencapai 15% dan coliform total mencapai 1 hingga 2 log unit (Morel dan Dinier, 2006). Waktu retensi hidrolis yang sesuai dengan volume tangki sebaiknya pada kisaran 1,5 dan 2 hari untuk pengendapan awal black water (Sasse, 1998). HRT berkisar 0.7 sampai 1,5 hari untuk grey water (Morel dan Dinier, 2006). Prinsip aliran ABF dapat 27
dilihat pada Gambar 2.8 sedangkan Close up penampang ABF dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.8 Prinsip Aliran ABF
Sumber: Sasse (1998)
Gambar 2.9 Close up penampang ABF
Sumber: Morel dan Diener (2006) Untuk limbah cair domestik, volume konstruksi ABF (massa filter dan kondisi kosong) diperkirakan 0.5 m3/kapita untuk unit yang lebih kecil, dapat menjadi 1 m3/kapita (Sasse, 1998). Pemakaian air bersih rata-rata pusat perbelanjaan di Surabaya adalah 248,5 m3/ kapita.hari (Pitoyo, 2014). Besarnya air bersih tersebut yang akan menjadi air limbah diperkirakan sebesar 70– 80% dari penggunaan air bersih. Besar limbah cair yang dihasikan oleh pusat perbelanjaan berdasarkan konversi tersebut adalah 198,8 m3/ kapita.hari.
28
2.4.1 Kelebihan dan Kekurangan ABF Adapun kelebihan dari penggunaan anaerobic biofilter dalam mengolah air limbah domestik adalah: 1. kuat dan bisa diandalkan 2. waktu start-up lebih cepat 3. efisiensi tinggi 4. membutuhkan luas area yang relatif kecil karena dapat dibangun di bawah tanah (Sasse, 1998) 5. tidak memerlukan mikroorganisme dengan kemampuan pengendapan tertentu 6. lumpur yang terbentuk sedikit (Barber dan Stuckey, 1999). Kekurangan dari penggunaan anaerobic biofilter dalam mengolah air limbah domestik adalah: 1. membutuhkan penggantian /pembersihan media filter 2. risiko penyumbatan besar (Sasse, 1998). 2.4.2 Kriteria Desain ABF Adapun kriteria desain reaktor ABF menurut Sasse (1998) adalah: a. Hydraulic Retention Time (HRT) Nilai HRT atau rata-rata waktu tinggal cairan di dalam reaktor ditetapkan sebesar 2 jam untuk tangki septik dan 24 – 48 jam untuk anaerobic biofilter. b. Luas Spesifik Media Luas spesifik media adalah 90-300 m2/m3. c. Hydraulic Loading Rate (HLR) Nilai HLR untuk mendapatkan hasil pengolahan yang baik bernilai antara < 2m3/m2.jam. d. Organic Loading Rate (OLR) Nilai OLR untuk pengolahan air limbah domestik berkisar antara < 4,5 kg COD/m3.hari. e. Rasio SS/COD Rasio SS/COD adalah 0,35-0,45 2.4.3 Pemilihan Media Biofilter 1. Kriteria Pemilihan Media Pemilihan media harus dilakukan dengan seksama disesuaikan dengan kondisi proses serta jenis air limbah 29
yang akan diolah. Media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC. Media tersebut memiliki luas permukaan spesifik dan volume rongga (porositas) besar, sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah besar dengan risiko kebuntuan kecil. Hal tersebut memungkinkan untuk pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta efisiensi pengolahan yang cukup besar. Kriteria media biofilter ideal adalah: Mempunyai luas permukaan spesifik besar Mempunyai fraksi volume rongga tinggi Diameter celah bebas besar Tahan terhadap penyumbatan Dibuat dari bahan inert Harga per unit luas permukaannya murah Mempunyai kekuatan mekaniknya yang baik Ringan Fleksibilitas Pemeliharaan mudah Kebutuhan energi kecil Reduksi cahaya Sifat kebasahan (Menteri Kesehatan RI, 2011) 2. Metode Pemilihan Media Pemilihan tipe media biofilter harus dikaji secara menyeluruh beberapa aspek yang berpengaruh di dalan proses biofilter baik secara teknis maupun ekonomis. Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan antara lain luas permukaan spesifik, fraksi volume rongga, diameter celah bebas, ketahanan terhadap kebuntuan, jenis material, harga per satuan luas permukaan, kekuatan mekanik, berat media, fleksibilitas, perawatan, konsumsi energi, serta sifat dapat basah atau wetability. Pengkajian dilakukan dengan pembobotan (scoring). Scoring dilakukan dengan skala 1 (satu) untuk terburuk dan 5 (lima) untuk terbaik. Hasil pembobotan untuk beberapa jenis tipe media ditunjukkan pada Tabel 2.5. 30
Tabel 2.5 Hasil Pembobotan Tipe Media Biofilter Tipe Media
A
B
C
D
E
F
G
Luas Pemukaan Spesifik
5
1
5
5
5
5
5
Volume Rongga
1
1
1
1
4
5
5
Diameter celah bebas
1
3
1
1
2
2
5
Ketahanan terhadap penyumbatan
1
3
1
1
3
3
5
Material
5
5
5
5
5
5
5
Harga per satuan luas
5
3
3
5
4
1
4
Kekuatan mekanik
5
5
1
1
2
2
5
Berat media
1
1
5
5
4
5
5
Fleksibilitas
2
2
1
3
3
4
4
Perawatan
1
1
1
1
3
3
5
Konsumsi Energi
2
2
1
5
4
5
5
Sifat dapat basah
5
5
3
3
3
1
3
Total Bobot
34
32
28
36
42
41
56
Sumber: Menteri Kesehatan RI (2011) Berdasarkan hasil pembobotan disimpulkan bahwa tipe media biofilter terstruktur tipe sarang tawon (cross flow) secara teknis paling baik digunakan sebagai media biofilter. 3. Media Terstruktur Jenis media terstruktur yang sering digunakan adalah media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Bentuk media sarang tawon dapat dilihat pada Gambar 2.10. Media biofilter yang digunakan adalah: Tipe = Sarang tawon (cross flow) Material = PVC Ukuran modul = 30 cm x 25 cm x 30 cm Ukuran lubang = 3 cm x 3 cm 31
Ketebalan Luas Spesifik Berat Porositas Warna
= 0,5 mm = 200 m2/m3 = 30-35 kg/m3 = 0,98 = Bening transparan (Menteri Kesehatan RI, 2011)
Gambar 2.10 Bentuk Media Sarang Tawon
Sumber: Menteri Kesehatan RI (2011) 2.5
Pemilihan Pompa Dalam memilih suatu pompa untuk maksud tertentu terlebih dahulu harus mengetahui kapasitas aliran dan head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompa. Agar pompa dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi, perlu ditaksir tekanan minimum yang tersedia pada sisi masuk pompa yang terpasang pada instalasi. Putaran pompa dapat ditentukan berdasarkan tekanan isap pompa. Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat cair yang direncanakan sesuai kondisi instalasi pompa atau tekanan untuk mengalirkan sejumlah zat cair, yang umumnya dinyatakan dalam satuan panjang. Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani pompa. Gambar head pompa dapat dilihat pada Gambar 2.11. Formula head total adalah dapat dilihat pada Persamaan 2.1. Head pompa = Hstatik + Hf mayor + Hf minor+ hv
32
(2.1)
dimana: Hstatik adalah perbedaan tinggi antara muka air di sisi keluar dan di sisi isap Hf mayor adalah perbedaan kehilangan tekanan di pipa Hf minor adalah perbedaan kehilangan tekanan di katup, belokan, maupun sambungan hv adalah head kecepatan. Head total pompa salah satunya dipengaruhi oleh berbagai kerugian pada sistem perpipaan yaitu gesekan dalam pipa, katup, belokan, sambungan, reducer, dan lain-lain. Untuk menentukan head total yang harus disediakan pompa, perlu menghitung terlebih dahulu kerugaian-kerugaian pada instalasi. Pompa submersible memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya biaya perawatan yang rendah, tidak bising, dan memiliki pendingin alami karena posisi pompa berada di dalm air. Sistem pompa tidak menggunakan shaft penggerak yang panjang dan bearing sehingga permasalahan pada pompa permukaan (jet pump) sepert keausan bearing dan shaft tidak terjadi. Gambar pompa submersible dapat dilihat pada Gambar 2.12. (Sularso dan Haruo,1987)
Gambar 2.11 Head Pompa Sumber: (Sularso dan Haruo,1987)
33
Gambar 2.12 Pompa Submersible Sumber: Grundfos (2016)
Dari instalasi pengujian pompa dapat diketahui besarnya daya hidrolis yang dibangkitkan dan daya motor penggerak yang diperlukan untuk menggerakkannya, sehingga besarnya efesiensi dari pompa dan efesiensi sistem instalasi pengujian pompa dapat diketahui. Besarnya daya dan besarnya efesiensi tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 1. Daya hidrolis (daya pompa teoritis) adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah zat cair. Daya hidrolis dapat dilihat pada Persamaan 2.2. (2.2) Ph = γ . htot . Q
Ph γ Q htot
diimana: : Daya Hidrolis (kW) : Berat jenis air (kN/m3) : Debit (m3/s) : Head Total (m)
2. Daya poros yang diperlukan untuk menggerakan sebuah pompa adalah sama dengan daya hidrolis ditambah kerugian daya didalam pompa. Daya ini dapat dilihat pada Persamaan 2.3. Ps = Ph / ηp (2.3) diimana: 34
ηp : Efisiensi Pompa Ph : Daya Hidrolis (kW) Ps : Daya Poros (kW) 3. Daya motor dapat dihitung dengan cara menggunakan data voltase dan arus listrik dapat dilihat pada Persamaan 2.4. Pi = V . I . Cosθ (2.4) diimana: Pi : Daya Motor (kW) V : Tegangan Listrik (volt) I : Arus Listrik (Ampere) Cos θ : Faktor Daya 4. Efisiensi pompa merupakan perbandingan antara output dan input atau antara daya hidrolis pompa dengan daya poros pompa. Harga efisiensi yang tertinggi sama dengan satu harga efisiensi pompa yang didapat dari pabrik pembuatnya. Rumus efisiensi dapat dilihat pada Persamaan 2.5. ηp = Ph / Ps x 100% (2.5) Kurva-kurva karakteristik, yang menyatakan besarnya head total pompa, daya poros, dan efesiensi pompa, terhadap kapasitas. Kurva performansi tersebut, pada umumnya digambarkan pada putaran yang tetap. Kurva efesiensi terhadap kapasitas dari pompa sentrifugal umumnya berbentuk lengkung dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Kurva Head, Efisiensi dan Daya Sumber: (Sularso dan Haruo,1987)
35
2.6
Penelitian Terdahulu Pada tugas akhir ini dilakukan peninjauan beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik tugas akhir untuk dijadikan sebagai referensi. Penelitian terdahulu ini lebih difokuskan pada penelitian tentang anaerobic biofilter (ABF) da Silva et al. (2012) dan Sharma et al. (2014) melakukan penelitian untuk menguji kemampuan kombinasi tangki septikAnaerobic Biofilter (ST-ABF). Pengolahan tersebut dalam mengolah limbah domestik di Brazil dan India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi ST-ABF ternyata memiliki kehandalan yang lebih baik sehingga perawatannya lebih mudah. Hal ini sejalan dengan penelitian Raman dan Chakladar (1972) di India. Penyisihan padatan tersuspensi total dapat mencapai 50 sampai 80%. Penyisihan nitrogen total mencapai 15% dan coliform total mencapai 1 hingga 2 log unit (Morel dan Dinier, 2006). Biofilter dalam sistem ST-ABF dapat berfungsi dengan baik selama 18 bulan tanpa pembersihan. Sistem ST-ABF dirancang dengan OLR 0,37-1,09 kg COD/m3.hari dengan HRT berkisar antara 1,2-8,5 hari. OLR optimal berada pada kisaran 1 kgCOD/m3.hari. Penyisihan BOD yang dicapai oleh ST-ABF berkisar antara 65-75% sedangkan penyisihan COD berkisar antara 40-70%. Penyisihan TSS berkisar antara 60-90%. Tangki septik berperan sebagai pengolahan primer dengan kontribusi removal COD sebesar 30-50%. Opsi ST-ABF dapat menjadi alternatif IPAL untuk daerah yang belum memiliki jaringan pipa air limbah seperti negera-negara berkembang (Goncalves dan Freire, 2001). Bilal, A. R. H. (2014) telah menulis Perbandingan Desain IPAL Fixed Medium Systems Anaerobic biofilter dengan Moved Medium Systems Aerobic Rotating Biological Contactor untuk Pusat Pertokoan di Kota Surabaya dengan menyimpulkan sebagai berikut: 1. Kelebihan dari anaerobic biofilter adalah luas lahan lebih kecil, energi alternatif biogas 14,3 m3/hari, RAB lebih kecil, biaya OM juga lebih kecil. Kekurangan dari anaerobic biofilter adalah waktu tinggal yang diperlukan lebih lama yaitu 24 jam. 2. Kelebihan dari rotating biological contactor adalah waktu tinggalnya lebih singkat yaitu 1,5 jam, lumpur yang 36
dihasilkan lebih kecil yaitu 38,13 kg/hari. Kekurangan dari rotating biological contactor adalah lahan yang dibutuhkan lebih luas, RAB lebih besar, biaya OM juga lebih besar. 3. Rencana anggaran biaya membangun IPAL anaerobic biofilter sebesar Rp. 258.000.000, sementara untuk IPAL rotating biological contactor sebesar Rp. 366.000.000. Hamid, A. (2014) telah menulis Perbandingan Desain IPAL Proses Attached Growth Anaerobic biofilter dengan Suspended Growth Anaerobic Baffled Reactor untuk Pusat Pertokoan di Kota Surabaya dengan menyimpulkan sebagai berikut: 1. Kelebihan dari anaerobic biofilter adalah luas lahan yang dibutuhkan lebih sempit, volume bangunan kecil, biaya konstruksi dan perawatan murah. Kekurangan dari anaerobic biofilter adalah efisiensi removalnya rendah dan produksi biogasnya sedikit sehingga potensi listrik yang dihasilkan juga rendah. 2. Kelebihan dari anaerobic baffled reactor adalah efisiensi removalnya tinggi, produksi biogas tinggi sehingga potensi listrik yang dihasilkan lebih banyak, sedangkan kekurangannya luas lahan dan volume bangunan lebih besar, biaya konstruksi dan operasionalnya lebih mahal. 3. Rencana anggaran biaya membangun IPAL anaerobic biofilter sebesar Rp178.383.868, sedangkan biaya OM Rp 4.688.912,-/ bulan. Biaya pembangunan IPAL anaerobic baffled reactor sebesar Rp. 239.247.347, sedangkan biaya OM Rp 4.677.801,-/ bulan. 2.7
Rencana Anggaran Biaya Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) mengacu pada rangkaian SNI DT-2007 meliputi beberapa tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan yang berbeda. Adapun beberapa tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tersebut adalah: 1. SNI DT– 91– 0006 – 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tanah 2. SNI DT– 91– 0007– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan pondasi
37
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
SNI DT– 91 – 0008– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton SNI DT– 91– 0009– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan dinding SNI DT– 91– 0010– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan plesteran SNI DT– 91– 0011– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan kayu SNI DT– 91– 0012– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan penutup lantai dan dinding SNI DT– 91– 0013– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan langit-langit SNI DT– 91– 0014– 2007 tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminium
Berdasarkan data SNI didapatkan koefisien atau indeks satuan per bahan atau kegiatan. Perhitungan rangkaian kegiatan yang direncanakan dilakukan untuk mendapatkan nilai volume setiap pekerjaan dan dikalikan dengan indeks per satuannya. Nilai total pekerjaan dapat dihitung setelah setiap perhitungan pekerjaan telah ada. Unit kegiatan yang tidak tercantum pada rangkaian SNI DT-2007 mengacu pada Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK). 2.8
Perhitungan Perancangan 1. Grease Trap Rumus grease trap dapat dilihat pada Persamaan 2.6-2.9. i. Volume grease trap (V) V = td x Q (2.6)
V Td Q
dimana: = volume bak (m3) = waktu detensi (hari) = debit air limbah (m3/hari)
ii. Luas Permukaan grease trap (A) A =V/h
38
(2.7)
A H
dimana: = luas permukaan bak (m2) = kedalaman bak (m)
iii. Panjang (P) dan Lebar (L) grease trap P =A/L dimana: P = panjang bak (m) L = lebar bak (m) iv. Cek td td =V/Q
2.
(2.8)
(2.9)
Bak Ekualisasi Memasukkan data volume air limbah di bak ekualisasi pada akhir waktu tertentu dapat dilihat pada Persamaan 2.10. Vsc = Vsp + Vic - Voc (2.10) dimana: Vsc = volume di bak ekualisasi pada akhir waktu sekarang Vsp = volume pada akhir waktu sebelumnya Vic = volume debit masuk pada waktu sekarang Voc = volume debit keluar pada waktu sekarang Konsentrasi BOD effluent selama 24 jam. Nilai ini merupakan hasil dari proses ekualisasi kualitas dapat dilihat pada Persamaan 2.11.
Xoc Xic Xs Vic Vsp
.
. .
(2.11)
dimana: = Konsentrasi BOD influent (mg/L) = Konsentrasi BOD effluent (mg/L) = Konsentrasi BOD di bak penyimpanan (mg/L) = Volume influent (m3) = Volume effluent (m3) 39
Beban massa BOD selama 24 jam dapat dilihat pada Persamaan 2.12.
/
/
/
3.
(2.12)
Anaerobic Biofilter Tahapan perhitungan Anaerobic Biofilter menurut Sasse (1998) dapat dilihat pada Persamaan 2.13-2.48. Tabel contoh perhitungan dan formula menurut Sasse (1998) dapat dilhat pada lampiran 2. Perhitungan % removal: 1) Tangki Septik Q per jam = Q / Waktu pengaliran (2.13) Rasio COD/BOD = COD influent / BOD influent (2.14) % COD removal = rasio SS/COD / 0,6 x faktor HRT (2.15) Dimana: 0.6 merupakan angka berdasarkan pengalaman yang ditetapkan oleh Sasse (1988). Faktor HRT ditentukan berdasarkan grafik “COD Removal in Settler” dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Grafik Faktor HRT Sumber: Sasse (1998)
Faktor HRT = (HRT-1) x (0,1 / 2) + 0,3 (2.16) % COD removal = rasio SS/COD / 0,6 x faktor HRT (2.17) Rasio BODrem/CODrem dapat dilihat pada Gambar 2.15.
40
Gambar 2.15 Grafik Rasio BODrem/CODrem Sumber: Sasse (1998)
% BOD removal = rasio BODrem / CODrem x % COD removal (2.18) % TSS removal dapat dilihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Grafik % TSS Removal Sumber: Sasse (1998)
BODrem di tangki septik = BODinf x % BOD removal (2.19) (2.20) BODeff di tangki septik = BODinf x (1 – BODrem)
41
2) Anaerobic Biofilter Beberapa faktor yang memengaruhi % COD removal di dalam reaktor ABF adalah faktor temperatur, faktor COD strength, faktor luas permukaan filter spesifik, faktor HRT berdasarkan grafik. i. Faktor Temperatur, dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Grafik Faktor Temperatur Sumber: Sasse (1998)
ii. Faktor COD Strength, dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Grafik Faktor COD Strength Sumber: Sasse (1998)
iii. Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik, dapat dilihat pada Gambar 2.19.
42
Gambar 2.19 Grafik Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik Sumber: Sasse (1998)
iv. Faktor HRT, dapat dilihat pada Gambar 2.20.
Gambar 2.20 Grafik Faktor Waktu Tinggal (HRT) Sumber: Sasse (1998)
% COD removal = f temperatur x f COD strength x f luas permukaan filter spesifik x f HRT x (1+ jumlah filter x 0,04) (2.21) % COD removal total = 1 - (CODeff di ABF / CODinf tangki septik)
(2.22)
Rasio efisiensi BOD rem / COD rem dapat dilihat pada Gambar 2.21.
43
Gambar 2.21 Rasio efisiensi BOD rem / COD rem Sumber: Sasse (1998)
% BOD removal = rasio BOD rem/COD rem x % COD removal
(2.23)
Perhitungan Dimensi: 1) Tangki Septik Akumulasi lumpur (Interval pengurasan < 36 bulan) = 0,005 x {0,5 –[(interval pengurasan-36) x 0,002)]} (2.24) Volume termasuk lumpur = Akumulasi lumpur x (BODinf-BODeff) / 1000 x Q x 30 hari x 6 bulan + (HRT x Q per jam) (2.25) Panjang tangki septik Kompartemen pertama =2/3x V tangki septik / (Lebar dalam x H air di inlet) (2.26) Kompartemen pertama = Panjang bak pertama / 2 (2.27) Luas permukaan tangki septik = Panjang bak x lebar dalam Volume tangki septik = Luas permukaan bak x H air Volume aktual tangki septik = Volume tangki septik kompartemen 1 + 2 44
(2.28) (2.29)
(2.30)
Cek Kriteria Desain: Cek organic loading rate (OLR) OLR = (Qinf x [CODinf]) / V tangki septik
(2.31)
Cek hydraulic loading rate (HLR) HLR = Qinf / As
(2.32)
2) Anaerobic biofilter Volume Media = (Q x COD) / OLR
(2.33)
Volume Rongga = Porositas media x Volume media (2.34) A surface = Volume rongga / (HRT x HLR) (2.35) Tinggi media total = Volume Rongga / A surface (2.36) Jumlah kompartemen = Tinggi media total / tinggi 1 media (2.37) Volume tangki filter = Q x HRT (2.38) Lebar kompartemen = Volume tangki filter / [Jumlah kompartemen x (kedalaman x 0,25)] + [P filter x (kedalaman - Tinggi media) x (1 – porositas)] (2.39) Cek Kriteria Desain: Cek organic loading rate (OLR) OLR = (Qinf x [CODinf] / 1000) / (jumlah kompartemen x panjang x lebar x tinggi filter x porositas) (2.40) Cek hydraulic loading rate (HLR) HLR = Q per jam / (lebar x panjang x porositas) (2.41) Perhitungan Produksi Gas: = (CODinf – CODeff) x Qinf x 0,35 / 1000 / 0,7 /0,5
(2.42)
Produksi lumpur: 1) Tangki Septik Volume lumpur per hari = Volume lumpur selama 6 bulan x 6 bulan /180 hari (2.43)
45
2) Anaerobic Biofilter Massa Lumpur BOD = y x BOD removal x Q
(2.44)
Volume Lumpur BOD = Massa Lumpur BOD / densitas lumpur
(2.45)
Massa Lumpur TSS = TSS removal x Q limbah
(2.46)
Volume Lumpur TSS = Massa Lumpur TSS / densitas lumpur
(2.46)
Volume lumpur total = volume bak pengendap + ABF
(2.48)
4.
Bak Aerasi Rumus bak aerasi menurut Tchobanoglous et al. (2003) dapat dilihat pada Persamaan 2.49-2.70. Biodegradable biological solid effluent = 65% x TSSeff = 1,42 x biodegradable biological solid BODU = 68% x BODU BOD5 solid BOD5 larut yang lolos = BOD effluent - BOD5 solid
(2.49) (2.50) (2.51) (2.52)
Volume bak aerasi: V = [Θc x Y x Q x (S0 – S)] / [X / (1 + (kd x Θc)]
(2.53)
Produksi lumpur: Konstanta yield observe (Yobs) Yobs = Y / [1 + (kd x Θc)]
(2.54)
Massa lumpur MLVSS (Px MLVSS) Px MLVSS = Yobs x Q x (S0 – S)
(2.55)
Massa lumpur MLSS (Px MLSS) Px MLSS = Px MLVSS : MLVSS / MLSS (2.56)
46
Massa lumpur yang dibuang (Px SS) Px SS = (Px MLSS) – massa biological solid effluent (2.57) Debit lumpur yang dibuang (Qw) Qw = Px SS / MLSS
(2.58)
Resirkulasi lumpur: Rasio resirkulasi (R) R = X / (XR – X)
(2.59)
Debit resirkulasi (QR) =RxQ QR
(2.60)
Cek Kriteria Desain: hydraulic retention time (HRT) HRT = (P x L x h) / (Qinf + QR)
(2.61)
F/M ratio F/M ratio
(2.62)
= S0 / (X x HRT)
organic loading rate (OLR) OLR = [(Qinf + QR) x S0] / (P x L x h)
(2.63)
Kebutuhan Oksigen: BODU = M BOD5 solid / 0,68 = Q x(So – S) / 0,68
(2.64)
Kebutuhan oksigen = BODU – (1,42 x Px MLSS) Kebutuhan O2
(2.65)
Volume udara yang dibutuhkan: Kebutuhan udara teoritis = Kebutuhan O2 / (BJ udara x % O2 dalam udara) (2.66) Kebutuhan udara aktual = Kebutuhan udara teoritis / Koefisien transfer O2 (2.67) Kebutuhan udara yang dirancang = Faktor keamanan x Kebutuhan udara aktual (2.68)
47
Penambahan nutrisi: Kebutuhan N dan P Kebutuhan N = Px SS x 5/100 Kebutuhan P = Px SS x 1/100
(2.69) (2.70)
5. Bak Pengendap setelah Bak Aerasi Rumus bak pengendap menurut Tchobanoglous et al. (2003) dapat dilihat pada Persamaan 2.71-2.98. = Qinf + QR - MLSS yang dibuang (2.71) QBP Penentuan Luas Bak Pengendap: Luas (A) = (QBP x MLSS) / SF
(2.72)
Cek overflow rate (OFR): OFR = QBP / A
(2.73)
Kedalaman Zona Pengendapan: Volume zona pengendapan (Vzp) = QBP x td Vzp
(2.74)
Kedalaman zona pengendapan (hzp) = Vzp / A hzp
(2.75)
Diameter Partikel (dp) = {(18 x Vs x ʋ) / [g x (ss – 1)]}0.5 dp
(2.76)
Kecepatan Horizontal (Vh) Vh = QBP / (hzp x D)
(2.77)
Kecepatan Scoring (Vsc) Vsc = {[8 x k x (ss – 1) x g x dp] / f}0,5
(2.78)
R
=A/P
Cek NRe Aliran = (Vh x R) / ʋ Cek NRe Partikel = (Vs x dp) / ʋ
48
(2.79)
(2.80) (2.81)
Kedalaman Zona Thickening: Total massa solid dalam bak aerasi = MLSS x Volume bak aerasi x td thickening
(2.82)
Total massa solid dalam bak pengendap = (1 – R) x Total massa solid dalam bak aerasi
(2.83)
Kedalaman zona thickening = Total solid dalam bak pengendap / (XR x A)
(2.84)
Kedalaman Ruang Lumpur: Total massa lumpur = Px MLSS x td lumpur
(2.85)
Total lumpur dalam bak pengendap = massa lumpur + massa solid bak pengendap
(2.86)
Diameter bawah (D2)
= 30% x Diameter atas
(2.87)
Volume ruang lumpur (V) = Total lumpur / XR
(2.88)
Kedalaman ruang lumpur (V) V = [h x (A1 + A2 + (A1 x A2)0,5)] / 3
(2.89)
Kedalaman Total Bak Pengendap: Total kedalaman bak pengendap = pengendapan + thickening + ruang lumpur
(2.90)
Cek Waktu Detensi (td): Volume bak pengendap = ¼ x π x D2 x hzona pengendapan
(2.91)
Cek td
(2.92)
= Volume bak pengendap / QBP
Struktur Effluent: Panjang effluent weir = π x D Jumlah v-notch = Panjang weir / Jarak antar v-notch
(2.93) (2.94)
49
Head V-Notch: QT = Qinf - MLSS yang dibuang Debit per v-notch (Qv) = QT / Jumlah v-notch Head v-notch (h)
(2.95) (2.96)
h = {(15 x Qv) / [8 x Cd x tan (ө/2) x (2g)0,5]}2/5
(2.97)
Weir Loading (WL): WL = Q / Lweir
(2.98)
6.
Carbon Filter Tahapan perhitungan Carbon Filter menurut Tchobanoglous et al. (2003) dapat dilihat pada Persamaan 2.99-2.106. i. Luas permukaan filter (Ab) Ab = Q / vf (2.99) ii. Diameter Tangki (D) Ab = ¼ x π x D2
(2.100)
iii. Bed volume (Vb) Vb = Ab x H
(2.101)
iv. Waktu kontak bed kosong (EBCT) EBCT = Vb / Q
(2.102)
v. Massa GAC (m) m = Vb x p
(2.103)
vi. Jumlah air terolah per kg karbon/ Specific througtput (Vsp) Vsp = td / (EBCT x p) (2.104)
50
vii. Carbon usage rate (CUR) CUR = 1/Vsp
(2.105)
viii. Volume air terolah untuk EBCT yang telah ditentukan (VEBCT) = m / CUR VEBCT
(2.106)
7.
Filter Press Tahapan perhitungan Filter Press menurut Tchobanoglous et al. (2003) dapat dilihat pada Persamaan 2.107-2.109.dalah: Volume cake = Volume lumpur total / sf (2.107) Siklus pengolahan (N) = td / tc (2.108) Volume filter press = Volume cake / (N x n) (2.109)
51
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
52
BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1
Gambaran Umum Perancangan Pada tugas akhir ini dilakukan perancangan ulang terhadap instalasi pengolahan air limbah (IPAL) salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Perancangan tersebut menggunakan unit anaerobic biofilter sebagai unit pengolahan utama IPAL. Metode perancangan ini disusun untuk sebagai pedoman dalam melaksanakan proses perancangan. Proses perancangan dimulai dari pengumpulan data primer dan sekunder, evaluasi dan perancangan ulang IPAL, hingga perhitungan rencana anggaran biaya IPAL. Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, dilakukan suatu evaluasi terkait pengoperasian, dimensi, dan karakteristik effluent unit-unit IPAL. Setelah dilakukan evaluasi terhadap IPAL yang hasilnya selanjutnya digunakan untuk penunjang perancangan ulang IPAL. Perancangan ini menggunakan dua aspek yakni aspek teknis dan aspek finansial. Parameter perancangan mengacu Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 yaitu BOD, COD, TSS, pH, dan minyak dan lemak. Perancangan meliputi perhitungan detail engineering design (DED) unit-unit IPAL rencana. Perancangan DED meliputi: grease trap, bak ekualisasi, anaerobic biofilter, sand filter, carbon filter, filter press, dan bak effluent. Alternatif tersebut dibandingkan dengan bak aerasi (unit eksisting) yang telah disempurnakan. Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) digunakan untuk merealisasikan unit-unit IPAL, termasuk biaya operasi dan pemeliharaan. Acuan perhitungan RAB adalah SNI-DT-2007 series tentang Pekerjaan Bangunan dan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Kota Surabaya tahun 2015. 3.2
Kerangka Perancangan Kerangka perancangan merupakan gambaran awal mengenai alur perancangan. Penyusunan kerangka perancangan yang jelas dan sistematis dapat mempermudah proses pelaksanaan perancangan. Kerangka perancangan ini berisi tahapan-tahapan yang dilakukan dalam perancangan dari awal
53
hingga akhir perancangan. Kerangka perancangan ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kondisi Eksisting 1. Beban pengolahan air limbah melebihi kapasitas IPAL dan pengoperasian IPAL belum berjalan dengan baik. 2. Unit pengolahan biologis IPAL (RBC) berdasarkan desain awal tidak difungsikan.
GAP
Kondisi Ideal 1. Beban pengolahan air limbah sesuai kapasitas IPAL yang direncanakan dan pengoperasian IPAL dapat berjalan dengan baik sesuai desain awal. 2. Unit pengolahan biologis IPAL (RBC) harus difungsikan sesuai desain awal
Ide Perancangan Perancangan ulang IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya
Rumusan Masalah 1. Bagaimana desain ulang IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya? 2. Berapa RAB pembangunan, operasi dan pemeliharaan IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya?
Tujuan 1. Merancang ulang IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya dengan dua alternatif perancangan 2. Menghitung RAB pembangunan, operasi dan pemeliharaan IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya.
A
54
A
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Studi Literatur Karakteristik dan baku mutu air limbah domestik Pengolahan air limbah domestik Alternatif instalasi pengolahan air limbah Anaerobic biofilter Bak aerasi dan bak pengendap Penelitian terdahulu Rencana anggaran biaya
Pengumpulan Data
Data Primer 1. Karakteristik air limbah IPAL 2. Debit rata-rata influent IPAL 3. Elevasi IPAL 4. Lay out dan dimensi unit IPAL
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Data Sekunder 1. Baku mutu air limbah domestik 2. Teknis pengoperasian dan pemeliharaan unit IPAL 3. Rangkaian SNI-DT 2007 4. HSPK Kota Surabaya tahun 2015
Analisis Data dan Pembahasan Perhitungan debit dan karakteristik air limbah yang diolah Evaluasi unit-unit IPAL eksisting Penentuan alternatif pengolahan dan kriteria perancangan Penyusunan DED unit-unit IPAL Pembuatan gambar unit-unit IPAL rencana Penyusunan profil hidrolis Penyusunan prosedur pengoperasian dan pemeliharaan IPAL Penyusunan BOQ dan RAB Pembahasan perbandingan kedua alternatif IPAL
Kesimpulan Gambar 3.1 Kerangka Perancangan
55
3.3
Rangkaian Kegiatan Perancangan Rangkaian kegiatan perancangan terdiri dari penjelasan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan perancangan ini. Rangkaian kegiatan perancangan dijelaskan yang dilakukan adalah: 1. Ide Perancangan Ide perancangan didapatkan akibat adanya GAP antara kondisi eksisting dengan kondisi ideal di instalasi pengolahan air limbah di pusat perbelanjaan “X” Surabaya. Kondisi eksiting IPAL menunjukkan pengelolaan IPAL belum berjalan dengan baik dan beban pengolahan IPAL telah melebihi kapasitas yang ada. Idealnya air limbah yang diolah harus sesuai dengan desain awal IPAL dan dapat dikelola secara baik. Selain itu, unit pengolahan biologis IPAL (RBC) berdasarkan desain awal tidak difungsikan. 2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan teori terkait topik perancangan ini sehingga dapat menjadi acuan dalam tugas akhir ini. Studi literatur dilakukan dengan cara pencarian beberapa sumber literatur yang ada. Sumber tersebut adalah text book, jurnal penelitian, artikel, peraturan, dan laporan tugas akhir. Beberapa literatur pendukung yang menunjang perancangan meliputi: a. Karakteristik dan baku mutu air limbah domestik b. Pengolahan air limbah domestik c. Alternatif instalasi pengolahan air limbah (grease trap, bak ekualisasi, anaerobic biofilter, bak aerasi dan bak pengendap, sand filter, dan carbon filter serta filter press) d. Kelebihan dan kekurangan, kriteria desain, dan perhitungan perancangan penelitian terdahulu anaerobic biofilter e. Rencana anggaran biaya 3. Pengumpulan Data Pada tugas akhir ini dilakukan pengumpulan datadata yang relevan dan lengkap agar perancangan sesuai dengan kondisi lapangan. Pengumpulan data disesuaikan
56
dengan jenis data yang hendak didapatkan. Data-data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. a. Data Primer Data primer didapatkan melalui survei lapangan, pengamatan dan pengukuran, dan sampling. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik dan debit rata-rata influent air limbah IPAL, elevasi IPAL, serta lay out dan dimensi unit IPAL. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting IPAL. Survei ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai diagram alir pengolahan di unit IPAL, kondisi fisik bangungan IPAL dan komponen pendukung serta pengoperasian dan pemeliharaan IPAL. Hal tersebut dapat memudahkan dalam melakukan evaluasi dan perancangan ulang IPAL. Sebelum sampling dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu debit puncak dicapai. Penentuan debit puncak digunakan sebagai acuan dalam sampling air limbah agar mendapatkan hasil yang representatif. Waktu debit puncak menunjukkan waktu disaat air limbah yang diolah di IPAL mencapai maksimum. Sampling air limbah dilakukan untuk mengetahui debit dan karakteristk air limbah. Sampling dilakukan sesuai dengan SNI 6989.59:2008 tentang Metoda Pengambilan Contoh Air limbah. Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah metode grab sampling. Terdapat empat titik pengambilan sampel. Titik pengambilan dilakukan di pipa influent unit-unit pengolahan IPAL dan di pipa effluent IPAL sebelum dibuang ke saluran kota. Titik sampling diantaranya adalah influent unit bak ekualisasi, bak aerasi, sand filter, dan effluent IPAL. Titik sampling air limbah dapat dilihat pada Gambar 3.2. Pengambilan sampel dilakukan pada saat debit harian puncak yaitu setiap hari Sabtu selama dua minggu berturut-turut. Sampel dibawa ke Laboratorium Pengolahan Air Jurusan Teknik Lingkungan ITS untuk dianalisis. 57
Sump pit
1
Bak Ekualisasi 2
Ground Tank
Bak Aerasi
Bak Pengendap 3 Sand Filter
Carbon Filter
Bak Effluent 4
Saluran Kota Gambar 3.2 Titik Sampling Air Limbah
1.
Karakteristik air limbah IPAL Parameter air limbah yang dianalisis adalah BOD, COD, TSS, pH, serta minyak dan lemak. Prosedur analisis laboratorium dapat dilihat pada lampiran 3. Metode analisis parameter air limbah dapat dilihat pada Tabel 3.1.
2.
Debit rata-rata influent IPAL Debit rata-rata air limbah yang diolah di IPAL diukur secara langsung selama sekali. Pengukuran debit dilakukan melalui suatu perkiraan berdasarkan konversi terhadap
58
kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih untuk pusat perbelanjaan tersebut diamati secara langsung dengan melakukan pembacaan terhadap meter air. Pengamatan dilakukan setiap jam selama 24 jam untuk mengetahui besar fluktuasi konsumsi air bersih setiap harinya. Tabel 3.1 Metode Analisis Parameter Air Limbah Metode No Parameter SNI Pengujian 1 BOD Winkler SNI 6989.72:2009 2
COD
Titrimetri
SNI 6989.73:2009
3
TSS
Gravimetri
SNI 06.6989.3:2004
4
pH Minyak dan Lemak
pH-meter
SNI 06.6989.11:2004
Gravimetri
SNI 06.6989.10:2004
5
3.
Elevasi IPAL Dilakukan pengukuran secara langsung elevasi unit IPAL yang ada menggunakan GPS meter.
4.
Lay out dan Dimensi Unit IPAL Dilakukan pengukuran langsung secara manual terhadap dimensi unit IPAL menggunakan roll meter. Setelah data dimensi dikumpulkan dilakukan penggambaran lay out dan bagan alir pengolahan air limbah IPAL tersebut.
b. Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui peraturan, dokumen dan laporan dari pihak pengelola IPAL. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi baku mutu air limbah domestik, teknis pengoperasian dan pemeliharaan unit IPAL, rangkaian SNI DT-2007, harga satuan pokok kegiatan (HSPK), dan laporan keuangan pengelolaan IPAL. 1. Baku Mutu Air Limbah Domestik Baku mutu effluent air limbah disesuaikan dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013. Peraturan tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan 59
Industri dan Usaha Lainnya. Baku mutu yang digunakan adalah bagian permukiman (real estate), rumah makan (restoran), perkantoran, perniagaan, apartemen, perhotelan dan asrama. 2.
Teknis Pengoperasian dan Pemeliharaan Unit IPAL Data ini didapatkan dari pihak pengelola IPAL. Data yang dikumpulkan meliputi standard operating procedure (SOP), pengelolaan IPAL secara umum dan petunjuk teknis maupun pelaksanaan pengoperasian dan pemeliharaan IPAL. 3. Rangkaian SNI DT-2007 Rangkaian SNI DT-2007 meliputi beberapa tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan yang berbeda digunakan untuk perhitungan BOQ pembangunan IPAL.
4.
Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Kota Surabaya Tahun 2015 Harga satuan pokok kegiatan (HSPK) Kota Surabaya tahun 2015 digunakan sebagai acuan Perhitungan RAB pembangunan IPAL. HSPK ini disesuaikan dengan SNI DT2007 dan harga pasar.
4. Analisis Data dan Pembahasan Data-data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data untuk selanjutnya dilakukukan pembahasan. Analisis data dan pembahasan meliputi: a. Perhitungan Debit dan Karakteristik Air Limbah yang Diolah Perhitungan debit air limbah yang akan diolah di IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya dihitung melalui suatu perkiraan berdasarkan konversi terhadap kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih untuk pusat perbelanjaan tersebut diamati secara langsung dengan melakukan pembacaan terhadap meter air. Pengamatan dilakukan setiap jam selama 24 jam untuk mengetahui besar fluktuasi konsumsi air bersih setiap harinya. Hasil pembacaan debit 60
air bersih dikonversi sebesar 80% menjadi air limbah (Tchobanoglous et al., 2003). Karakteristik air limbah diperoleh melalui analisis di laboratorium. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan jenis dan proses pengolahan yang sesuai agar dapat memenuhi baku mutu. Selanjutnya, dilakukan perhitungan beban air limbah dan kesetimbangan massa di masingmasing unit IPAL. b.
Evaluasi Unit-Unit IPAL Eksisting Dalam bab ini dilakukan suatu evaluasi terhadap kinerja pengolahan IPAL. Hasil evaluasi ini penting dalam menentukan langkah perbaikan yang harus ditempuh agar pengelolaan IPAL dapat berjalan dengan baik. Evaluasi ini sebagai bentuk tindak lanjut untuk memperbaiki segala kekurangan atau kesalahan dalam mengelola IPAL. Bentuk tindak lanjut tersebut dapat berupa optimasi pengoperasian dan pemeliharaan IPAL dan perbaikan standard operating procedure (SOP). Disamping itu, dapat dilakukan penambahan maupun penggantian jenis proses dan teknologi pengolahan IPAL melalui suatu perancangan ulang IPAL. Evaluasi tersebut dibagi menjadi dua berdasarkan aspek yang dipilih, yakni aspek teknis dan aspek finansial. Evaluasi berdasarkan aspek finansial meliputi kesesuaian biaya operasi dan pemeliharaan IPAL yang didapatkan dari laporan keuangan pihak pengelola. Evaluasi berdasarkan aspek teknis meliputi: 1. Kesesuaian kualitas air limbah pengolahan di effluent unit-unit IPAL dengan baku mutu yang disyaratkan 2. Kesesuaian desain bangunan IPAL dengan kriteria desain yang sesuai 3. Kondisi fisik unit IPAL, saluran maupun pipa, pompa, serta komponen pendukung lainnya 4. SOP pengelolaan IPAL, pengoperasian dan pemeliharaan IPAL.
61
c.
Penentuan Alternatif Pengolahan dan Kriteria Perancangan Pada perancangan ulang ini menggunakan alternatif pengolahan menggunakan proses pertumbuhan terlekat dengan proses anaerobik sebagai unit pengolahan biologis utama IPAL. Teknologi pengolahan air limbah direncanakan menggunakan anaerobic biofilter (ABF). Alternatif ini direncanakan menggantikan teknologi pengolahan di IPAL eksisting yang menggunakan proses aerobik dengan proses lumpur aktif. Alternatif ini dibandingkan dengan unit eksisting (bak aerasi) yang disempurnakan. Setelah alternatif pengolahan ditentukan, dilakukan pemilihan kriteria perancangan berdasarkan kriteria desain dari sumber literatur. Kriteria perancangan dapat berupa waktu retensi, dimensi, beban air limbah, jenis media, efisiensi penyisihan, dan lain-lain. Kriteria ini membantu dalam merencanaan unit pengolahan yang tepat dan efisien.
d.
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Unit-Unit IPAL Rencana Penyusunan DED berhubungan dengan perhitungan matematis dimensi unit-unit IPAL yang direncanakan. Sebelum menghitung dimensi, dilakukan terlebih dahulu perhitungan efisiensi penyisihan parameter pencemar di setiap unit IPAL. Efisiensi penyisihan ini digunakan dalam menghitung kesetimbangan massa yang terdapat di masing-masing unit pengolahan. Kesetimbangan massa menentukan jumlah zat pencemar yang disisihkan, beban air limbah terolah, dan jumlah lumpur maupun gas yang terbentuk. Tahapan berikutnya adalah melakukan preliminary sizing setiap unit IPAL. Hal tersebut dibuat untuk mengetahui ukuran dari masing-masing unit dan juga ukuran lahan yang akan dipergunakan untuk membuat bangunan IPAL. Langkah selanjutnya merupakan perhitungan dimensi dan aspek hidrolika, baik bangunan IPAL maupun saluran dan/atau pipa. Selain itu, perlu dilakukan perhitungan pula kebutuhan komponen atau
62
peralatan penunjang, misalnya motor penggerak, pompa, media filter, dan lain-lain. Setelah perhitungan dimensi, dilakukan pembuatan ulang lay out IPAL. Pembuatan lay out disesuaikan dengan lahan yang tersedia dan dirancang agar memudahkan kegiatan operasi dan pemeliharaan IPAL. Dalam penyusunan DED juga diperlukan pembuatan profil hidrolis IPAL. Hal tersebut menggambarkan kondisi aliran air limbah yang diolah di masing-masing unit IPAL. e.
Pembuatan Gambar Unit-Unit IPAL Rencana Setelah didapatkan masing-masing dimensi unit pengolahan dilakukan penggambaran detail tiap unit IPAL. Gambar detail ini berupa gambar denah bangunan, potongan memanjang dan melintang bangunan, dan gambar detail bangunan maupun komponen pendukung IPAL. Penggambaran ini dilakukan menggunakan software autocad 2010 dengan skala yang telah disesuaikan. Gambar detail yang tepat dapat mempermudah perhitungan volume pekerjaan yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menghitung BOQ dan RAB.
f.
Penyusunan Bill of Quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Perhitungan BOQ pembangunan IPAL mengacu pada rangkaian SNI DT-2007 meliputi beberapa tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan yang berbeda. Perhitungan RAB pembangunan IPAL mengacu pada harga satuan pokok kegiatan (HSPK) Kota Surabaya tahun 2015 yang telah disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku di masyarakat. Selain itu, juga dilakukan perhitungan RAB operasi dan pemeliharaan IPAL dengan penyusunan SOP terlebih dahulu agar memudahkan pemilihan alternatif pengolahan yang tepat dan murah.
g.
Pembahasan Perbandingan Kedua Alternatif IPAL Dilakukan pembahasan mengenai perbandingan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif IPAL. Hal yang dibandingakan berupa kebutuhan lahan 63
IPAL, efisiensi pengolahan, kualitas effluent air limbah terolah, biaya pembangunan IPAL, dan biaya operasi dan pemeliharaan IPAL. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut akan disimpulkan secara tepat manakah alternatif IPAL yang akan dipilih. 5.
Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik suatu kesimpulan yang menjawab tujuan perancangan. Kesimpulan yang dibuat meliputi: a. Desain IPAL pusat perbelanjaan Surabaya. b. Rencana angggaran biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan pusat perbelanjaan “X” Surabaya.
64
BAB 4 GAMBARAN UMUM OBJEK PERANCANGAN 4.1
Gambaran Umum Objek Perancangan Objek perancangan ulang pada tugas akhir ini adalah instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang terletak di dalam pusat perbelanjaan “X” Surabaya. Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya terletak di pintu masuk Surabaya karena berada tepat di samping Bundaran Waru Surabaya. Lokasi pusat perbelanjaan yang menjadi objek tugas akhir ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Lokasi Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya
Sumber: Google Earth (2016) Pusat perbelanjaan tersebut berada di kompleks perdagangan dan pemukiman terpadu, dimana di kompleks tersebut terdapat pula kantor, apartemen, dan kampus. Terdapat berbagai fasilitas perdagangan seperti toko dan stand yang menjal berbagai produk makanan, pakaian,elektronik, kebutuhan rumah tangga dan lain-lain. Pusat perbelanjaan tersebut juga memiliki fasilitas hiburan seperti area permainan anak dan bioskop. Kegiatan operasional di dalam pusat perbelanjaan ini tentu menghasilkan limbah cair. Limbah cair ini berasal dari aktivitas di toilet, food court, cooling water. Pusat perbelanjaan ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas saniter yang terdapat di toilet yang ada
65
di setiap lantainya. Faslitas tersebut berupa westafel, cubicle, janitor, dan urinoir. Sumber air lmbah dari kegatan di food court diolah terlebih dahulu dengan unit grease trap untuk memisahkan dari minyak dan lemak. Air limbah cooling water tersebut berasal dari aktivitas pendinginan boiler. Pusat perbelanjaan ini memiliki unit STP (Sewerage Treatment Plant) atau IPAL yang digunakan untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan setap harinya. IPAL pusat perbelanjaan tersebut terdiri dari unit sump pit, bak ekualisasi, bak aerasi, bak pengendap, sand filter, dan carbon filter, serta bak effluent. IPAL pusat perbelanjaan tersebut berada di dekat lokasi parkir bawah tanah tepatnya di lower ground, kecuali unit aerasi yang terletak pada satu lantai di atasnya. Pengoperasian IPAL ini bekerjasama dengan pihak konsultan dan terdapat satu petugas/ operator yang bertugas untuk memantau kondisi IPAL. Operator tersebut juga bertugas dalam pengoperasian dan pemeliharaan IPAL, misalnya dalam penambahan nutrisi dan bakteri, suplai udara, pembersihan area IPAL. Debit air limbah yang diolah di IPAL tersebut adalah: 1. Debit air limbah 2. Debit yang diolah 3. Sisa air limbah Tank)
= 300 – 320 m3/hari (kondisi ramai) = 150 – 190 m3/hari = 130 – 150 m3/hari (dibuang ke Ground (Yekti, 2016)
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa beban air limbah pada kondisi ramai melebihi kapasitas pengolahan IPAL. Pada awalnya, IPAL ini didesain untuk mengolah limbah dengan debit 150-190 m3/hari (0,15-0,19 kg BOD/m3.hari), sedangkan debit pengolahan saat ini adalah 300-320 m3/hari (0,31-0,33 kg BOD/m3.hari). Debit air limbah saat ini melebihi kapasitas yang direncanakan di awal akibat meningkatnya jumlah food court dan tambahan limbah cair dari perkantoran. Hal tersebut membuat IPAL tidak mampu mengolah semua limbah.
66
4.2
Kondisi Eksisting Unit-Unit IPAL Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya Kondisi eksisting masing-masing unit IPAL adalah sebagai berkut. 1. Sump pit Sump pit merupakan unit pertama yang berfungsi untuk mengumpulkan semua air limbah yang dihasilkan dari sumber. Terdapat dua belas unit sump pit di area pusat perbelanjaan dimana tiga diantaranya dilengkapi dengan grease trap. Pertimbangan penambahan grease trap tersebut untuk memisahkan minyak dan lemak terutama dari food court. Sump pit ini memiliki dimensi dan kapasitas penampungan yang berbeda (2 m3, 3 m3, dan 4 m3), tergantung dari banyaknya air limbah di zona yang telah dipetakan . Unit ini dilengkapi dengan pompa celup dengan spesifikasi: a) 600 LPM; 7 m; 13,7 kW, b) 600 LPM; 7,4 m; 14,5 kW, c) 255 LPM; 5 m; 4,2 kW, d) 252 LPM; 5 m; 4,1 kW, dan e) 450 LPM; 5 m; 7,3 kW. Pemilihan pompa tersebut tergantung dari besar kapasitas air limbah yang akan dipompa menuju IPAL dan head pompa yang harus dicapai.. Unit sump pit ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Sump pit
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) 2. Bak Ekualisasi Bak ekualisasi ini berfungsi untuk mengekualisasikan debit air limbah yang berfluktuasi setiap jamnya. Bak ini menerima air limbah yang telah dipompa dari semua unit sump pit. Berdasarkan laporan survei didapatkan dimensi bak ekualisasi
67
IPAL yaitu: 6,9 m x 5,8 m x 2,6 m sehingga kapasitas bak ini adalah 112 m3 (Yekti, 2016). Bak ekualisasi ini tidak dioperasikan secara optimum. Hal tersebut disebabkan adanya unit rotating biological contactor (RBC) yang saat ini tidak difungsikan dibiarkan berada di dalamnya. Keberadaan RBC tersebut telah mengurangi kapasitas air limbah yang akan diolah sehingga kinerja bak ekualisasi tidak dapat berjalan dengan baik. Untuk mangatasi kekurangan kapasitas bak ekualisasi, pihak pengelola menambahkan suplai udara dan dilengkapi penambahan bakteri dan nutrisi. Terdapat sepuluh valve untuk suplai udara dari blower. Penambahan bakteri dan nutrisi dilakukan setiap hari sekitar pukul 08.00 WIB dengan volume penambahan masing-masing 5 Liter. Bak ini dilengkapi dengan pompa celup untuk mengalirkan air limbah menuju bak aerasi. Unit bak ekualisasi ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Bak Ekualisasi
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) 3. Bak Aerasi Bak aerasi ini merupakan unit pengolahan biologis IPAL dimana dalam prosesnya menggunakan sistem lumpur aktif. Lumpur aktif diresirkulasi dengan cara memompakan lumpur yang terbentuk di bak pengendap. Berdasarkan laporan survei didapatkan dimensi bak ekualisasi IPAL yaitu: 7 m x 6 m x 4 m sehingga kapasitas bak ini adalah 168 m3 (Yekti, 2016).
68
Untuk mengatur agar bakteri dapat bekerja dengan optimum pihak pengelola menambahkan suplai udara dan dilengkapi penambahan bakteri dan nutrisi. Terdapat dua belas valve untuk suplai udara dari blower. Penambahan bakteri dan nutrisi dilakukan setiap hari sekitar pukul 17.00 WIB dengan volume penambahan masing-masing 5 Liter. Bak aerasi ini mengalirkan air limbah secar gravitasi menuju bak pengendap. Unit bak aerasi ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Bak Aerasi
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) 4. Bak Pengendap Bak pengendap ini merupakan unit untuk mengendapkan biomass yang terbentuk. Unit ini dilengkapi dengan pompa celup untuk meresirkulasi lumpur aktif menuju bak aerasi. Effluent bak pengendap dipompa menuju unit sand filter. Unit bak pengendap ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Bak Pengendap
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016)
69
5. Sand Filter Unit sand filter ini berisi media pasir silika dengan diameter dan ketebalan tertentu yang dilengkapi dengan media penyangga berupa kerikil dan tersusun dalam sebuah tangki. Unit ini merupakan jenis saringan pasir cepat (rapid sand filter) untuk menyaring sisa kontaminan yang lolos seperti TKN, sulfat, dan BOD. Kapasitas maksimum unit ini adalah 45 m3/jam. Berdasarkan pemaparan operator, setiap pagi hari dilakukan backwash dan rinse masing-masing selama 25 hingga 30 menit untuk menghilangkan kotoran yang terbentuk di media filter. Unit sand filter ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Sand Filter
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) 6. Carbon Filter Unit ini tersusun atas media arang dari tempurung kelapa dan silika dalam sebuah tangki. Unit ini mengolah air effluent dari unit sand filter. Bentuk pemeliharaan unit ini sama dengan unit sand filter karena berada di satu kesatuan sistem yang sama. Kapasitas makasimum unit ini adalah 45 m3/jam. Berdasarkan pemaparan operator, setiap pagi hari dilakukan backwash dan rinse masing-masing selama 25 hingga 30 menit. Unit carbon filter ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.
70
Gambar 4.7 Carbon Filter
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) 7. Bak Effluent Bak effluent ini digunakan untuk menampung air limbah terolah sebelum dibuang menuju saluran kota. Unit ini dilengkapi dengan flow meter untuk memantau debit air limbah yang akan dibuang. Volume air limbah yang diizinkan untuk dibuang menuju saluran kota adalah 50 m3/hari. Untuk mengatasi hal tersebut, manajemen pusat perbelanjaan menerapkan penggunaan ulang air limbah untuk kepentingan penyiraman tanaman di area pusat perbelanjaan. Dilakukan pengolahan terlebih dahulu menggunakan teknologi sebelum air tersebut digunakan kembali. Unit bak effluent ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Bak Effluent
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016)
71
Diagram alir IPAL pusat perbelanjaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9. Sump pit
Bak Ekualisasi
Ground Tank
Bak Aerasi
Bak Pengendap
Sand Filter
Carbon Filter
Bak Effluent
Saluran Kota Gambar 4.9 Diagram alir IPAL Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya
Denah IPAL eksisting dan lay out ketersediaan lahan pengembangan IPAL dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 1.
72
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perhitungan Debit dan Karakteristik Air Limbah 5.1.1 Perhitungan Debit Air Limbah Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya Perhitungan debit air limbah adalah salah satu hal penting dalam merancang sebuah unit IPAL. Debit air limbah yang akan diolah di IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya dihitung melalui suatu perkiraan berdasarkan konversi terhadap kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih untuk pusat perbelanjaan tersebut diamati secara langsung dengan melakukan pembacaan terhadap meter air. Pengamatan dilakukan setiap jam selama 24 jam untuk mengetahui besar fluktuasi konsumsi air bersih setiap harinya. Hasil pembacaan debit air bersih dikonversi sebesar 80% menjadi air limbah (Tchobanoglous et al., 2003). Hasil pencatatan air bersih dan konversi air limbah dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Pencatatan Air Bersih dan Konversi Air Limbah Waktu Pembacaan (Jam ke-)
Hasil Pembacaan (m3)
Waktu (Jam ke-)
V Air Bersih per jam (m3)
V Air Limbah per jam (m3)
11
107.313
11.00 - 12.00
27
21,6
12
107.340
12.00 - 13.00
11
8,8
13
107.351
13.00 - 14.00
5
4
14
107.356
14.00 - 15.00
40
32
15
107.396
15.00 - 16.00
66
52,8
16
107.462
16.00 - 17.00
27
21,6
17
107.489
17.00 - 18.00
17
13,6
18
107.506
18.00 - 19.00
28
22,4
19
107.534
19.00 - 20.00
24
19,2
20
107.558
20.00 - 21.00
27
21,6
21
107.585
21.00 - 22.00
33
26,4
73
Lanjutan Tabel 5.1 Waktu Hasil Pembacaan Pembacaan (Jam ke-) (m3) 22 107.618
22.00 - 23.00
V Air Bersih per jam (m3) 9
Waktu (Jam ke-)
V Air Limbah per jam (m3) 7,2
23
107.627
23.00 - 24.00
0
0
24
107.627
00.00 - 01.00
0
0
1
107.627
01.00 - 02.00
0
0
2
107.627
02.00 - 03.00
0
0
3
107.627
03.00 - 04.00
0
0
4
107.627
04.00 - 05.00
1
0,8
5
107.628
05.00 - 06.00
0
0
6
107.628
06.00 - 07.00
0
0
7
107.628
07.00 - 08.00
4
3,2
8
107.632
08.00 - 09.00
0
0
9
107.632
09.00 - 10.00
1
0,8
10
107.633
10.00 - 11.00
11
8,8
107.644
Jumlah
331
264,8
11
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) Keterangan: Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5
: Waktu pengamatan : Hasil pencatatan volume air bersih di meter air : Durasi jam dalam satu hari : Selisih hasil pembacaan dalam kurun satu jam : Hasil konversi air limbah
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa debit air limbah yang dihasilkan dari kegiatan di pusat perbelanjaan “X” adalah 264,8 m3/hari. Debit ini yang menjadi acuan dalam evaluasi dan perancangan ulang unit IPAL. Grafik volume air limbah per jam dapat dilihat pada Gambar 5.1.
74
Gambar 5.1 Volume Air Limbah Per Jam Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016)
5.1.2 Karakteristik Air Limbah di Unit-Unit IPAL Eksisting Karakteristik air limbah dapat diketahui dengan melakukan sampling di masing-masing unit IPAL eksisting. Sampel air limbah diambil dan dianalisis secara duplo dengan pengujian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Air Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Surabaya. Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui kinerja setiap unit IPAL eksisting dan dipakai sebagai salah satu bahan evaluasi dan perancangan ulang. Karakteristik air limbah IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Karakteristik air limbah IPAL pusat perbelanjaan “X” Surabaya Lokasi sampling Parameter Nilai Satuan
Influent IPAL
BOD5
134,5
mg/L
COD
232
mg/L
TSS
268
mg/L
pH
7
-
Minyak dan lemak
42
mg/L
75
Lanjutan Tabel 5.2 Lokasi sampling
Effluent bak ekualisasi
Effluent bak pengendap
Effluent IPAL
Parameter
Nilai
Satuan
BOD5
111
mg/L
COD
189,5
mg/L
TSS
227
mg/L
pH
7
-
Minyak dan lemak
27
mg/L
BOD5
83,5
mg/L
COD
153
mg/L
TSS pH Minyak dan lemak
177 7 22
mg/L mg/L
BOD5
76
mg/L
COD
130,5
mg/L
TSS
143
mg/L
pH
7
-
Minyak dan lemak
21
mg/L
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium (2016) Hasil analisis laboratorium tersebut menunjukkan bahwa rasio BOD/COD adalah 134,5 mg/L / 232 mg/L = 0,58. Rasio BOD/COD yang telah lebih dari 0,5 menandakan bahwa air limbah tersebut dapat diolah dengan menggunakan proses biologis. Hasil analisis tersebut juga dibandingkan dengan baku mutu air limbah yang berlaku, yakni Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2013 (Tabel 2.1). Berdasarkan perbandingan antara karakteristik air limbah di effluent IPAL dengan baku mutu dapat diketahui bahwa nilai parameter BOD5, COD, TSS, serta minyak dan lemak telah melebihi kadar maksimum baku mutu yang diizinkan. Perlu adanya suatu evaluasi mendalam untuk megetahui penyebab effluent IPAL tersebut tidak memenuhi baku mutu. Diperlukan pula tindak lanjut yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
76
5.2
Evaluasi Unit-Unit IPAL Eksisting Kegiatan evaluasi dilakukan terhadap kinerja pengolahan di unit-unit IPAL eksisting. Hasil evaluasi ini digunakan untuk mengetahui apakah unit-unit IPAL eksisting ada yang bermasalah atau tidak. Hal ini penting dalam menentukan langkah-langkah perbaikan yang harus ditempuh agar kinerja IPAL dapat berjalan dengan baik. Beberapa evaluasi yang dilakukan adalah sebagai berikut. 5.2.1 Evaluasi Kualitas Air Limbah Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kualitas air limbah di effluent unit-unit IPAL dibandingkan dengan baku mutu yang disyaratkan. Berdasarkan data pada Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa kualitas air limbah di effluent unit tidak memenuhi baku mutu. Dilakukan perhitungan efisiensi penyisihan setiap parameter yang mengacu pada hasil analisis kualitas air limbah di tiap unit IPAL eksisting. Nilai efisiensi penyisihan tersebut dibandingkan dengan nilai efisiensi penyisihan berdasarkan literatur. Efisiensi penyisihan di setiap unit IPAL adalah sebagai berikut. 1. Bak Ekualisasi BOD COD Influent Effluent Efisiensi TSS Influent Effluent Efisiensi
= 134,5 = 111 = 17,5 = 268 = 227 = 15,3
BOD Influent
=
Effluent Efisiensi
= =
111 83,5 24,8
mg/L mg/L %
Influent
=
232 Effluent = 189,5 Efisiensi = 18,3 Minyak dan Lemak = 42 Influent mg/L Effluent = 27 mg/L Efisiensi = 35,7 % 2. Bak Pengendap COD
mg/L mg/L %
Influent
=
Effluent Efisiensi
= =
189,5 153 19,3
mg/L mg/L % mg/L mg/L %
mg/L mg/L %
77
TSS Influent Effluent Efisiensi
= = =
BOD Influent
=
Effluent Efisiensi TSS Influent Effluent Efisiensi
Minyak dan Lemak = 27 Influent mg/L = 22 Effluent mg/L Efisiensi = % 18,5 Sand Filter + Carbon Filter COD = 153 Influent 83,5 mg/L = 130,5 Effluent 76 mg/L Efisiensi = 14,7 9,0 % Minyak dan Lemak = 22 Influent 177 mg/L = 21 Effluent 143 mg/L Efisiensi = 4,5 19,2 %
227 177 22,0 3.
= = = = =
mg/L mg/L %
mg/L mg/L % mg/L mg/L %
Pada bak ekualisasi eksisting terjadi proses penyisihan, baik BOD, COD, TSS, maupun minyak dan lemak. Menurut Tchobanoglous et al. (2003), pada bak ekualisasi tidak terjadi proses degradasi polutan karena di dalamnya hanya terdapat pencampuran. Pencampuran air limbah ini dimaksudkan untuk membuat ekualisasi debit dan kualitas air limbah bukan penyisihan polutan. Rekapitulasi efisiensi penyisihan setiap unit IPAL eksistting dapat dilihat pada Tabel 5.3.Efisiensi penyisihan parameter setiap unit IPAL berdasarkan literatur dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.3 Rekapitulasi Efisiensi Penyisihan Parameter Setiap Unit IPAL Eksisting % Penyisihan Unit
BOD
COD
TSS
Minyak dan Lemak
Bak Ekualisasi
17,5
18,3
15,3
35,7
Bak Aerasi
24,8
19,3
22,0
18,5
Sand Filter
9,0
14,7
19,2
4,5
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium
78
Tabel 5.4 Efisiensi Penyisihan Parameter Setiap Unit IPAL Eksisting Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003) % Penyisihan Unit Minyak BOD COD TSS dan Lemak Bak Ekualisasi Bak Aerasi
85 - 95
80 - 90
85 -95
-
Sand Filter + Carbon Filter
-
-
-
-
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Berdasarkan perbandingan kedua tabel di atas menunjukkan bahwa kinerja pengolahan di unit pengolahan biologis (bak aerasi) tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak sesuainya persen penyisihan unit IPAL eksisting dengan persen penyisihan berdasaran literatur. 5.2.2 Evaluasi Desain Bangunan IPAL Kegiatan ini berfungsi untuk membandingkan antara desain bangunan IPAL eksisting dengan kriteria desain yang sesuai. Bentuk evaluasi terkait desain unit IPAL eksisting adalah sebagai berikut. 1. Sump pit Terdapat dua belas sump pit dengan jenis yang berbeda. Perbedaan jenis sump pit tersebut didasarkan pada fungsi dasar yang berbeda. Jenis pertama merupakan sump pit konvensional yang berfungsi sebagai penampung air limbah sebelum dialirkan menuju IPAL. Jenis ini menampung air limbah yang berasal dari kegiatan yang tidak banyak menghasilkan minyak dan lemak. Jenis sump pit kedua merupakan kombinasi sewage pit dan grease trap. Jenis ini secara spesifik digunakan untuk menampung air limbah dengan kandungan minyak dan lemak tinggi, terutama dari aktivitas di food court. Dimensi masing-masing sump pit dapat dilihat pada Tabel 5.5.
79
Tabel 5.5 Dimensi Masing-Masing Sump Pit I No
Jenis Sum pit
P (cm)
L (cm)
T (cm)
1
160
100
150
200
200
200
3
SP 07 Mall 07 (I) SWP (I) + GTU 05 Mall 08 (II) SP 01 Mall 09 (I)
200
150
120
4
SWP 01 Mall 10 (I)
170
150
120
5
SP 03 Mall 12 (I)
200
150
120
6
SP 02 Mall 11 (I)
150
200
120
200
200
200
150
200
120
2
7 9
SWP 02 (I) + GTU 02 Mall 13 (II) SP 05 Mall 14 (I)
10
SWP 03 (I) + GTU 03 Mall 15 (II)
200
200
200
11
SP 06 Mall 16 (I)
150
200
120
12
SWP 04 (I) + GTU 04 Mall 17 (II)
200
200
200
II P (cm)
L (cm)
T (cm)
200
200
200
100
200
200
100
200
200
100
200
200
Sumber: Manajemen Pusat Perbelanjaan “X” Surabaya (2016)
SP SWP GTU P L T
Keterangan: : Sump pit : Sewage pit : Grease trap utama : Panjang bak : Lebar bak : Tinggi bak
Tinggi free board pada masing-masing sump pit adalah sekitar 30 cm. Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dihitung kapasitas sump pit dengan mengalikan panjang bak, lebar bak, dan tinggi bak yang telah dikurangi free board. Kapasitas sump pit dapat dilihat pada Tabel 5.6.
80
Tabel 5.6 Kapasitas sump pit No Jenis Sump pit
Kapasitas (m3)
1
SP 07 Mall 07
1,92
2
SWP + GTU 05 Mall 08
13,6
3
SP 01 Mall 09
2,7
4
SWP 01 Mall 10
2,295
5
SP 03 Mall 12
2,7
6
SP 02 Mall 11
2,7
7
SWP 02 + GTU 02 Mall 13
10,2
8
SP 04 Mall 18
2,7
9
SP 05 Mall 14
2,7
10
SWP 03 + GTU 03 Mall 15
10,2
11
SP 06 Mall 16
2,7
12
SWP 04 + GTU 04 Mall 17
10,2
Total
64,615
Unit ini dievaluasi dengan membandingkan menggunakan kriteria desain. Dilakukan pengecekan waktu tinggal (td) air limbah yang ditampung di unit ini. Kriteria desain unit ini adalah waktu tinggal (td) = 10 menit. Berdasarkan Tabel 5.6 total kapasitas air limbah yang dapat ditampung di sump pit (Vtot) adalah 64,615 m3. Dalam pengecekan ini menggunakan debit jam puncak (Qpeak) berdasarkan Tabel 5.1 yaitu 52,8 m3/jam. Pemilihan debit jam puncak ini untuk mengantisipasi lonjakan air limbah yang ditampung pada saat jam puncak. Cek waktu tinggal (td) Td = Vtot / Qpeak = 64615 m3 / 52,8 m3/jam = 1,2 jam = 73 menit (Tidak memenuhi) Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa unit sump pit eksisting over design karena waktu tinggal (td) lebih dari kriteria desain. Berdasarkan penjelasan dari operator, pemompaan di unit
81
ini dilakukan sebanyak 5-6 kali pada hari biasa dan >10 kali pada akhir pekan. Hal ini membuktikan bahwa waktu tinggal air limbah dalam unit tersebut cukup lama. Pada dasarnya unit sump pit berfungsi untuk mengumpulkan air limbah dari sumber secara sementara sebelum dialirkan menuju ke IPAL. Rekomendasi untuk perbaikan unit ini adalah dengan merancang ulang dengan mengacu pada kriteria desain yang ada. Bentuk rancangan ulang berupa memperkecil dimensi unit dengan menyesuaikan kapasitas penampungan yang diperlukan. 2. Bak Ekualisasi Bak bak ekualisasi akan berlangsung dua proses, yakni ekualisasi debit dan ekualisasi kualitas air. Di bagian ini akan dilakukan pengecekan kapasitas bangunan bak ekualisasi eksisting berdasarkan perhitungan volume efektif bak. Langkah perhitungan adalah sebagai berikut. a. Memasukkan data fluktuasi debit air limbah melalui pengukuran selama 24 jam dalam bentuk tabel.Tabel tersebut berisi data waktu per jam, volume air limbah per jam (m3), volume air limbah kumulatif per jam (m3), dan volume air limbah kumulatif rata-rata per jam (m3). Berikut adalah data fluktuasi debit air limbah di bak ekualisasi menurut Tchobanoglous et al. (2003) dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Data Fluktuasi Debit Air Limbah Di Bak Ekualisasi Waktu (Jam ke-)
V Air Limbah per jam (m3)
V Air Limbah kumulatif per jam (m3)
V Air Limbah kumulatif Ave per jam (m3)
11 - 12 12 - 13 13 - 14 14 - 15
21,6 8,8 4 32
21,6 30,4 34,4 66,4
11,0 22,1 33,1 44,1
15 - 16
52,8
119,2
55,2
16 - 17
21,6
140,8
66,2
17 - 18
13,6
154,4
77,2
18 - 19
22,4
176,8
88,3
82
Lanjutan Tabel 5.7 Waktu V Air Limbah (Jam per jam (m3) ke-) 19 - 20 19,2
V Air Limbah kumulatif per jam (m3) 196
V Air Limbah kumulatif Ave per jam (m3) 99,3
20 - 21
21,6
217,6
110,3
21 - 22
26,4
244
121,4
22 - 23
7,2
251,2
132,4
23 - 24
0
251,2
143,4
0- 1
0
251,2
154,5
1- 2
0
251,2
165,5
2- 3
0
251,2
176,5
3- 4
0
251,2
187,6
4- 5
0,8
252
198,6
5- 6
0
252
209,6
6-7
0
252
220,7
7- 8
3,2
255,2
231,7
8- 9
0
255,2
242,7
9 - 10
0,8
256
253,8
10 - 11
8,8
264,8
264,8
Jumlah
264,8
Volume air limbah kumulatif per jam (m3) didapatkan dari akumulasi volume air limbah yang diolah per jamnya. Volume air limbah kumulatif rata-rata per jam (m3) didapatkan dari akumulasi volume air limbah rata-rata yang diolah per jamnya. b. Plot volume kumulatif dan kumulatif rata-rata (sumbu y) dan waktu selama 24 jam (sumbu x) dalam sebuah kurva. Nilai slope (dari garis awal hingga titik akhir kurva volume kumulatif) merepresentasikan debit harian rata-rata. Nilai ini merupakan hasil dari proses ekualisasi debit. Hasil plot volume kumulatif dan waktu dapat dilihat pada Gambar 5.2.
83
Gambar 5.2 Volume Air Limbah Per Jam
Sumber: Hasil Survei Lapangan (2016) c. Penentuan volume bak penyimpanan yang dibutuhkan berdasarkan nilai jarak vertikal dari titik singgung ke garis lurus (debit rata-rata). Berdasarkan hasil plotting pada grafik di atas menunjukan volume bak ekualisasi adalah 121,63 m 3. Dimensi bak ekualisasi berdasarkan lapangan adalah: Panjang bak (P) = 6,9 m Lebar bak (L) = 5,8 m Kedalaman Air (h) = 2,6 m
pengukuran
di
Volume bak ekualisasi eksisting adalah V =PxLxh = 6,9 m x 5,8 m x 2,8 m = 112 m3 Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003), kedalaman air tipikal untuk bak ekualisasi adalah minimum 1,5–2 m. Hal ini
84
menunjukkan bahwa kedalaman air bak ekualisasi eksisting telah memenuhi kriteria desain (h>2 m). Volume bak ekualisasi eksisting (112 m3) < volume bak ekualisasi ideal (121,63 m3). Hal ini berarti kapasitas penyimpanan eksisting belum mencukupi sesuai dengan perhitungan kapasitas bak ekualisasi ideal. Perlu adanya suatu perancangan ulang dengan memperbesar dimensi bak agar dapat memenuhi kapasitas yang dibutuhkan. 3. Bak Aerasi Dimensi bak aerasi berdasarkan pengukuran di lapangan adalah: Panjang bak (P) = 7m Lebar bak (L) = 6m Kedalaman Air (h) = 4m Volume bak aerasi eksisting adalah V =PxLxh =7mx6mx4m = 168 m3 Dilakukan perhitungan volume reaktor bak aerasi dengan menyesuaikan kriteria desain. Kriteria desain bak aerasi adalah sebagai berikut. Kriteria Desain: Θc = 5 - 15 hari MLSS = 1.500 - 4.000 mg/L Kedalaman bak = 3 - 5 m Freeboard = 0,3 - 0,6 m Panjang:lebar bak= (1 – 2,2) : 1 Lebar bak = 6 – 12 m MLVSS:MLSS = 0,6 – 0,8 Y = 0,2 – 0,7 Diketahui: Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari BOD influent bak aerasi = 134,5 mg/L BOD effluent bak pengendap = 18 mg/L BOD effluent terlarut = 6,7 mg/L
85
Direncanakan: Θc (maksimum) MLSS Y S0 X (MLVSS) Kd
= 15 hari = 4.000 mg/L = 0,6 = 134,5 mg/L = 3.200 mg/L = 0,06/hari
Volume bak aerasi: V = [Θc x Y x Q x (S0 – S)] / [X / (1 + (kd x Θc)] = [15 hari x 0,6 x 264,8 m3/hari x (134,5 mg/L – 6,7 mg/L)] / [3.200 mg/L / (1 + (0,06/hari x 15 hari)] = 180,84 m3 Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003), kedalaman air tipikal untuk bak aerasi adalah 3 – 5 m. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman air bak aerasi eksisting telah memenuhi kriteria desain. Volume bak aerasi eksisting (168 m3) kurang dari nilai volume ideal (180,84 m3). Perlu adanya suatu perancangan ulang dengan mengubah dimensi bak agar memenuhi kapasitas bak tidak melebihi kapasitas ideal. 4. Bak Pengendap % removal BOD rencana = 86,7% Perhitungan: BODeff = BODinf x (1 – BODrem) = 134,5 mg/L x (1 – 86,7%) = 18 mg/L Kriteria desain: Overflow rate (OFR) = 16 - 28 m3/m2.hari Perhitungan: Q = 264,8 m3/hari A surface = Q / OFR = 264,8 m3/hari / 28 m3/m2.hari (Nilai minimum) = 9,46 m2 A surface = Q / OFR
86
= 264,8 m3/hari / 16 m3/m2.hari (Nilai maksimum) = 16,55 m2 Dimensi bak pengendap berdasarkan pengukuran di lapangan adalah: Panjang bak (P) = 4,1 m Lebar bak (L) = 3m Kedalaman Bak (h) = 2,8 m (Kedalaman sekaligus tinggi ruang lumpur) Volume bak pengendap eksisting adalah V =PxLxh = 4,1 m x 3 m x 2,8 m = 34,45 m3 A=PxL = 4,1 m x 3 m = 12,3 m2 Luas bak pengendap eksisting (12,3 m2) berada di range nilai ideal (9,46-16,55 m2). Hal ini berarti luas permukaan eksisting telah mencukupi sesuai dengan perhitungan luas permukaan ideal. Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003), kedalaman air tipikal untuk bak pengendap adalah 4–5,5 m. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman air bak pengendap eksisting belum memenuhi kriteria desain. Bak pengendap ini berbentuk rectangular, padahal untuk pengendapan tipe kedua dan ketiga seharusnya circular. Selain itu, bak pengendap eksisting tidak terdapat gutter untuk mengalirkan air yang jernih, namun air tersebut dialirkan ke bak effluent. Hal tersebut membuat kualitas effluent sebelum dibuang ke saluran kota menjadi lebih buruk. Perlu adanya suatu perancangan ulang dengan mengubah dimensi bak (kedalaman air) agar memenuhi kapasitas yang dibutuhkan. 5. Sand Filter Dimensi tangki sand filter berdasarkan pengukuran di lapangan adalah: Diameter tangki (D) = 1,05 m Ketinggian tangki (h) = 1,7 m
87
Dilakukan perhitungan untuk memeriksa apakah dimensi dari tangki sand filter telah sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Berikut ini adalah perhitungan dimensi tangki sebenarnya. Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Luas penampang (A) = ¼ x π x D2 = ¼ x 3,14 x 1,052 = 0,865 m2 = Q/A Vfiltrasi (Vf) = 264,8 m3/hari / 0,865 m2 = 306,13 m/hari = 12,76 m/jam Berdasarkan Marsono (1995), kecepatan filtrasi (Vf) untuk saringan bertekanan adalah 12 – 33 m/jam. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan filtrasi (Vf) eksisting telah memenuhi kriteria desain. Tidak perlu perancangan ulang unit ini dikarenakan unit ini dipakai kembali. 6. Carbon Filter Dimensi tangki carbon filter berdasarkan pengukuran di lapangan adalah: Diameter tangki (D) = 1,05 m Ketinggian tangki (h) = 1,7 m Kedalaman karbon (H) = 0,5 m Dilakukan perhitungan untuk memeriksa apakah dimensi dari tangki carbon filter telah sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Berikut ini adalah perhitungan dimensi tangki sebenarnya. Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Luas penampang (Ab) = ¼ x π x D2 = ¼ x 3,14 x 1,052 = 0,865 m2 Kecepatan aliran bed (Vf) = Q/Ab = 264,8 m3/hari / 0,865 m2 = 306,13 m/hari = 12,76 m/jam Bed volume (Vb) = Ab x H
88
= 0,865 m2 x 0,5 m = 0,432 m3 Waktu kontak bed kosong (EBCT)
= Vb / Q = 0,432 m3/264,8 m3/hari = 0,001926 hari = 2,35 menit
Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003), kecepatan aliran bed (Vf) adalah minimum 5-15 m/jam. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran bed (Vf) eksisting telah memenuhi kriteria desain. Waktu kontak bed kosong (EBCT) berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003) adalah sebesar 5-30 menit, sedangkan waktu kontak bed kosong eksisting kurang dari range nilai tersebut. Hal ini berarti waktu kontak bed kosong belum memenuhi kriteria minimal sesuai kriteria desain. Perlu adanya suatu perancangan ulang dengan mengubah dimensi tangki agar dapat memenuhi kapasitas yang dibutuhkan. 7. Bak Effluent Dimensi bak effluent berdasarkan pengukuran di lapangan adalah: Panjang bak (P) = 4,1 m Lebar bak (L) = 3m Kedalaman Air (h) = 2,8 m Volume bak effluent eksisting adalah V =PxLxh = 4,1 m x 3 m x 2,8 m = 34,45 m3 A=PxL = 4,1 m x 3 m = 12,3 m2 Dilakukan perhitungan volume reaktor bak effluent dengan menyesuaikan kriteria desain. Waktu detensi (td) pada bak ini cukup singkat, yakni sebesar 2 jam. Q = 264,8 m3/hari td = 2 jam
89
Volume bak (V)
= Q x td = 264,8 m3/hari x 2 jam x hari/24 jam = 22,07 m3 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa unit bak effluent eksisting over design karena volume bak eksisting lebih dari volume bak ideal. Perlu perancangan ulang berupa memperkecil dimensi bak agar kapasitas penampungan sesuai yang diperlukan. 5.2.3 Evaluasi Kondisi Fisik Unit IPAL dan Komponen Pendukung Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati secara cermat kondisi fisik unit-unit IPAL, saluran maupun pipa, pompa, serta komponen pendukung lainnya. Hasil pengamatan terhadap seluruh unit IPAL dan komponen pendukung adalah sebagai berikut. 1. Unit IPAL a. Sump pit Kondisi fisik sump pit yang tersebar di 12 titik ini secara keseluruhan dalam kondisi baik. Unit ini dapat berfungsi dengan normal. Tidak terdapat kebocoran bak maupun luapan air. Sump pit dilengkapi tutup dan pompa celup dengan kondisi baik. b. Bak Ekualisasi Tidak terdapat kebocoran pada bak ekualisasi ini. Terdapat unit RBC yang berada tepat di dalam bak ini. RBC tersebut berukuran panjang 3,1 m dan diameter 2,4 m. Hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas penyimpanan air limbah. Terdapat 10 pipa supply udara dengan kondisi baik dan dapat difungsikan seluruhnya. Terdapat dua blower yang dioperasikan secara bergantian. Timbulnya kebisingan akibat beroperasinya blower dan bau yang cukup menyengat. c. Bak Aerasi Kebocoran pada bak aerasi ini tidak ada. Terdapat 12 pipa supply udara dengan kondisi baik dan dapat difungsikan seluruhnya. Unit ini tidak memiliki jalan operasi sehingga sulit untuk melakukan pengecekan
90
maupun pemeliharaan dengan optimal. Tingkat kebisingan tinggi akibat beroperasinya blower. d. Bak Pengendap Bak ini memiliki dua bagian, yakni bak pengendap lumpur dan bak effluent yang dipisah menggunakan sekat. Terdapat dua pompa dimana hanya satu pompa yang dioperasikan setiap harinya. Terdapat tiga bak kontrol dengan fungsi untuk pengecekan lumpur, effluent, dan penempatan pompa celup. e. Sand Filter dan Carbon Filter Tangki yang berisi masing-masing sand filter dan carbon filter dalam kondisi baik. Tidak terdapat kebocoran pada dinding tangki. f. Bak Effluent Bak ini pada dasarnya berfungsi untuk menampung air limbah terolah sebelum dipompa ke saluran kota. Namun, penerapan di lapangan menunjukkan bahwa effluent yang melimpah dari bak pengendap dialirkan ke bak ini. Hal tersebut menyebabkan kualitas effluent IPAL menjadi lebih buruk akibat pencampuran tersebut. 2. Komponen Pendukung Komponen pendukung IPAL secara keseluruhan dalam kondisi baik. a. Pompa Pompa yang digunakan secara keseluruhan mampu bekerja dengan baik. Terdapat pompa cadangan untuk mengantisipasi debit air limbah yang meningkat sehingga tidak menyebabkan kebanjiran. Ada beberapa pompa yang rusak dan tidak digunakan lagi akibat b. Blower Blower ini dapat dioperasikan dengan baik. Tidak terdapat kebocoran pada unit ini. c. Pipa Pipa yang terdapat di IPAL maupun menuju IPAL secara keseluruhan dalam kondisi baik. Tidak terdapat kebocoran pada pipa. Terdapat beberapa ukuran pipa tergantung debit air yang disalurkan.
91
d. Flow meter Alat ini dapat berfungsi dengan baik dalam pembacaan debit effluent secara akurat. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik unit-unit IPAL dan komponen pendukung lainnya adalah cukup baik. 5.2.4 Evaluasi Standard Operating Procedure (SOP) Pengelolaan IPAL Evaluasi terhadap standard operating procedure (SOP) penting untuk mengetahui apakah prosedur operasi dan pemeliharaan yang dijalankan sesuai atau tidak. Tidak terdapat SOP secara jelas dan tertulis dalam menjalankan operasi dan pemeliharaan IPAL. Tidak ditemukan SOP yang ditempel di area IPAL maupun yang ditulis di dokumen prosedur operasi dan pemeliharaan IPAL. Pihak ketiga yang telah dipercaya sebagai pelakasana dalam mengelola IPAL menempatkan seorang petugas/operator yang setiapharinya bekerja di area IPAL. Petugas tersebut bekerja secara individu dalam melakukan pengecekan, mengoperasikan, dan merawat area IPAL. SOP pengelolaan IPAL hanya diketahui oleh pihak ketiga dan operator sebagai pelaksana lapangan. Operator membersihkan area IPAL setiap hari. Beberapa hal utama yang dilakukan terkait operasi dan pemeliharaan IPAL adalah: 1. Dilakukan pengecekan air di masing-masing unit IPAL setiap pagi dan sore hari oleh operator. Dilakukan pemantauan kualitas air di setiap unit dengan melakukan pengambilan sampel oleh operator. Sampel air diambil gambarnya kemudian dikirimkan ke penanggung jawab dari pihak ketiga. Pengecekan ini dilakukan menggunakan pengamatan bau, warna dan/atau pH. Penanggung jawab dari pihak ketiga memberikan rekomendasi kepada operator terkait langkah yang harus dilakukan untuk menindaklanjuti pelaporan tersebut. Hal tersebut membuat operator hanya menjalankan instruksi tanpa mengetahui alasan terkait apa yang harus dilakukan. Evaluasi kegiatan ini adalah tidak adanya pengecekan secara pasti melalui suatu pengukuran dengan alat
92
pengukur maupun analisis di laboratorium. Hal tersebut membuat justifikasi terhadap kualitas air limbah tidak valid sehingga menyebabkan langkah yang dilakukan bisa tidak tepat. 2. Dilakukan penambahan larutan berisi bakteri dan nutrien di bak ekualisasi maupun bak aerasi. Penambahan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Jumlah penambahan tergantung instruksi penanggung jawab berdasarkan laporan kondisi fisik air limbah. Penambahan masing-masing sebesar 5 Liter pada saat kondisi air limbah baik dan bisa mencapai 25 Liter saat air limbah keruh dan berbau. Bentuk evaluasi yang diberikan adalah tidak dilakukannya pengecekan rasio F/M. Rasio F/M ini dijadikan sebagai parameter proses untuk melakukan karakterisasi desain proses dan kondisi operasi IPAL. Pengecekan ini penting untuk mengetahui perbandingan antara kadar polutan organik dan mikroorganisme. Nilai F/M yang besar menunjukkan jumlah mikroorganisme lebih kecil daripada polutan yang ada, begitu pula sebaliknya. Apabila nilai F/M besar maka perlu penambahan mikroorganisme agar proses degradasi polutan berjalan dengan baik. Penambahan nutrien dapat diestimasi berdasarkan laju produksi biomassa setiap harinya. Penambahan ini dapat menggunakan larutan nutrien yang memiliki komposisi unsur N dan P untuk melengkapi kekurangan berdasarkan komposisi sel biomassa. 3. Dilakukan backwash dan rinsing pada unit sand filter dan carbon filter setiap hari. Kegiatan ini dilakukan selama 2 x 30 menit untuk masingmasing unit sebelum pusat perbelanjaan dibuka. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membersihkan media filter dari kotoran yang dapat menyumbat media sebelum IPAL dijalankan. Hal yang perlu dievaluasi adalah periode backwash dan rinsing yang terlalu sering. Implikasi yang ditimbulkan adalah pemakaian air bersih yang berlebihan sehingga
93
menyebabkan semakin besarnya air limbah yang harus diolah. Perlu dilakukan perhitungan untuk periode backwash dan rinsing yang tepat agar pengolahan air limbah berjalan efektif dan efisien. Selain itu pada unit carbon filter tidak perlu dilakukan backwash dan rinsing, namun perlu aktivasi maupun penggantian ulang. 5.2.5 Evaluasi Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan IPAL Dalam pengoperasian dan pemeliharaan IPAL butuh biaya untuk menunjang agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik. 1. Biaya Pengoperasian IPAL Biaya pengoperasian IPAL dihitung berdasarkan jumlah penggunaan peralatan listrik seperti pompa, blower, dan lampu penerangan. Perhitungan konsumsi listrik dari pompa, blower, dan lampu penerangan per hari dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari Periode Daya beroperasi Peralatan Lokasi Jumlah (kW) per hari (jam) 2 13,7 0,61
Jumlah kWh/hari 16,7
2
14,5
0,61
17,7
3
4,2
0,61
7,7
2
4,1
0,61
5,0
8
7,3
0,61
35,6
Bak Ekualisasi
1
5,4
10
54,0
Sand Filter
1
2,2
13
28,6
Pompa resirkulasi
Bak Pengendap
1
2,2
5
11,0
Blower
Bak Ekualisasi
1
2,2
24
52,8
Lampu
Semua unit
6
0,008
24
Sump Pit Pompa air limbah
Total
94
1,2 230,3
Berdasarkan data PLN, pusat perbelanjaan “X” tergolong bisnis (<200 kVA). Rincian tarif listrik per kategori dapat dilihat pada Lampiran 4. Tarif listrik per 1 kWh pada golongan ini per Oktober 2016 adalah Rp. 1.460,00. Total biaya pemakaian listrik selama sebulan adalah sebagai berikut. Harga listrik/Kwh = Rp. 1.460,00 Total biaya listrik per hari = 230,3 kWh x Rp.1.460,00/kWh = Rp. 336.238,00 Total biaya Listrik per bulan = 30 X Rp. 336.238,00 = Rp. 10.087.140,00 Biaya lain seperti biaya bahan kimia (larutan asam dan basa), larutan bakteri dan nutrisi, penyedotan lumpur, konsumsi air untuk backwash dan rinsing. Pengeluaran lain diantaranya pembayaran gaji konsultan dan operator. Perhitungan biaya pengoperasian lain selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain selama Satu Bulan Kebutuhan
Frekuensi
Jumlah
Satuan
Harga per satuan
Harga
Bakteri
60
7
Liter
Rp33.000
Rp13.860.000
Nutrisi
60
7
Liter
Rp25.000
Rp10.500.000
Air Bersih
30
5,4
m3
Rp9.500
Rp1.539.000
1
1
Orang
Rp2.000.000
Rp2.000.000
1
1
Orang
Rp5.000.000
Rp5.000.000
1
1
Kali
Rp150.000
Rp150.000
Gaji Operator Biaya Konsultan Penyedota n lumpur
Total
Rp33.049.000
Biaya untuk pengoperasian IPAL selama satu bulan adalah: Biaya listrik = Rp. 10.087.140,00 Biaya lain = Rp. 33.049.000,00 Total biaya = Rp. 43.136.140,00 2. Biaya Pemeliharaan IPAL Pemeliharaan IPAL seperti pengecekan, perawatan, dan perbaikan bangunan IPAL maupun komponen
95
pendukung tidak memerlukan biaya. Hal ini dikarenakan kegiatan ini dilakukan oleh pihak internal, yakni Departemen Engineering. Biaya dikeluarkan ketika dilakukan peremajaan maupun penggantian unit maupun peralatan yang bermasalah/rusak. Pengelola IPAL hanya mengeluarkan biaya ketika dilakukan penggantian media filter yang digunakan di sand filter dan carbon filter. Penggantian media setiap 3 bulan sekali. Biaya pengeluaran untuk pemeliharaan IPAL selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Perhitungan Biaya pemeliharaan IPAL selama satu bulan Harga per Kebutuhan Jumlah Satuan Harga satuan Kerikil
700
kg
Rp200
Rp140.000
Silika
540
kg
Rp3.000
Rp1.620.000
Karbon
100
kg
Rp35.000
Rp3.500.000
Total
Rp5.260.000
Biaya untuk pengoperasian dan pemeliharaan IPAL selama satu bulan adalah: Biaya pengoperasian = Rp. 43.136.140,00 Biaya pemeliharaan = Rp. 5.260.000,00 Total biaya = Rp. 48.396.140,00 Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPAL selama satu bulan cukup mahal. Biaya ini tentu cukup membebani phak manjemen IPAL. Oleh karena itu perlu suatu perancangan ulang, terutama terkait pengoperasian IPAL agar biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan (tidak terlalu mahal). Berdasarkan analisis mengenai hasil evaluasi dengan lima macam evaluasi pokok terhadap unit IPAL eksisting disimpulkan bahwa semua unit tidak memenuhi kriteria desain, kecuali unit sand filter. Hasil rekapitulasi evaluasi dapat dilihat pada Tabel 5.11. Sebagai langkah perbaikan, dilakukan pembongkaran ulang
96
semua unit yang telah dievaluasi dan mengganti dimensi unit sesuai dengan perhitungan kriteria desain. Pada unit sump pit tidak dilakukan pembangunan ulang disebabkan unit ini tidak termasuk dalam ruang lingkup tugas akhir ini. Selain itu, dilakukan penambahan unit grease trap dan filter press untuk memperbaiki kualitas air limbah yang terolah. Tabel 5.11 Rekapitulasi Hasil Evaluasi IPAL No Evaluasi Kesimpulan Kualitas air Efisiensi removal pada bak aerasi tidak sesuai 1 limbah kriteria desain Sump pit tidak sesuai (td melebihi) Bak ekualisasi tidak sesuai (voume bak belum mencukupi) Bak aerasi tidak sesuai (volume bak kurang) Desain Bak pengendap tidak sesuai (kedalaman air 2 Bangunan belum memenuhi) IPAL Sand filter telah sesuai Sand filter tidak sesuai (waktu kontak bed kosong beulm memenuhi) Bak effluent tidak sesuai (volume bak melebihi) Unit-unit IPAL dalam kondisi baik 3 Kondisi fisik Komponen pendukung dalam kondisi baik Prosedur pengecekan tidak sesuai standar SOP Penambahan bakteri dan nutrisi tidak tepat 4 Pengelolaan Backwash dan rinsing tidak sesuai (terlalu IPAL lama) Biaya Biaya operasi terlalu tinggi (dari konsumsi pengoperasian listrik dan penambahn nutrisi dan bakteri) 5 dan pemeliharaan Biaya pemeliharaan sudah sesuai IPAL
5.3
Penentuan Alternatif Pengolahan Dan Kriteria Perancangan 5.3.1 Alternatif Pengolahan Pada tugas akhir ini dipilh dua alternatif IPAL yang direncanakan. Alternatif IPAL yang pertama merupakan unit baru menggunakan proses pertumbuhan terlekat sebagai unit
97
pengolahan biologis utama IPAL. Teknologi pengolahan air limbah yang direncanakan menggunakan unit Anaerobic Biofilter (ABF). Alternatif IPAL yang kedua memanfaatkan unit IPAL eksisting menggunakan proses lumpur aktif. Alternatif kedua ini menggunakan proses aerobik dengan pertumbuhan bakteri tersuspensi. Pemilihan unit-unit dari kedua alternatif IPAL tersebut didasarkan atas beberapa hal, yaitu: 1. Pada pengolahan fisik Dipilih unit grease trap untuk menyisihkan minyak dan lemak yang terkandung pada air limbah, terutama dari aktivitas dari food court. Pemilihan unit bak ekualisasi adalah untuk mengatasi fluktuasi debit dan kualitas air limbah. Terdapat proses pencampuran dan aerasi pada bak ekualisasi untuk menghindari air limbah menjadi septik dan bau. 2. Pada pengolahan biologis Dipilih unit anaerobic biofilter (ABF) dan bak aerasi untuk dibandingkan efektivitas keduanya. Perbandingan yang digunakan meliputi: kualitas effluent, biaya investasi dan operasi serta pemeliharaan, kebutuhan lahan, dan sebagainya. 3. Pada pengolahan lanjutan Dipilih unit sand filter dan carbon filter untu menyisihkan kontaminan seperti sulfat, BOD, COD, TKN, dan padatan tersuspensi, serta bau dan warna. 4. Pada pengolahan lumpur Dipilih unit filter press dalam mengolah lumpur yang dihasilkan karena diperkirakan lumpur yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Selain itu, ketersediaan lahan yang terbatas menjadikan unit ini lebih efektif diterapkan karena hanya memerlukan lahan yang relatif sempit. 5.3.2 Kriteria Perancangan yang Digunakan 1. Unit Sump pit td = 10 menit 2. Grease Trap td < 10 menit
98
td kompartemen 1 td kompartemen 2 Rasio P:L Kedalaman air
= 9 menit = 8 menit = 2:1 = 0,9 m
3. Unit Bak Ekualisasi Kedalaman air diubah dengan menyesuaikan volume berdasarkan pembuatan grafik kumulatif volume bak ekualisasi dengan mempertahankan luas permukaan bak eksisting. 4. Alternatif 1 a. Unit Anaerobic biofilter Suhu pengolahan = 30oC Waktu pengaliran = 24 jam Pengurasan lumpur = 6 bulan HRT tangki septik = 2 jam HRT anaerobic filter = 24 jam OLR = 5 kg COD/m3.hari HLR = 1 m3/m2.jam Luas spesifik media = 200 m2/m3 Porositas rongga = 0,98 Rasio SS/COD = 0,42 Media filter yang digunakan adalah: Tipe = Sarang tawon (cross flow) Material = PVC Ukuran modul = 30 cm x 25 cm x 30 cm Ukuran lubang = 3 cm x 3 cm Ketebalan = 0,5 mm Luas spesifik = 200 m2/m3 Berat = 30-35 kg/m3 Porositas rongga = 0,98 Warna = Bening transparan 5. Alternatif 2 a. Bak Aerasi Biological solid effluent = 65% biodegradable x TSSeffluent = 1,42 x biodegradable biological solid BODU
99
BOD5 solid BOD5 larut yang lolos Θc MLSS XR Y S0 X (MLVSS) Kd Koefisien transfer O2 Berat jenis udara % O2 dalam udara Faktor keamanan b. Bak Pengendap Solids loading (SF) XR MLSS X (MLVSS) Td lumpur
= 68% x BODU = BOD effluent - BOD5 solid = 15 hari = 4.000 mg/L = 10.000 mg/L = 0,6 = 134,5 mg/L = 3.200 mg/L = 0,06/hari = 8% = 1,201 kg/m3 = 23,2% = 1,6 = 5 kg MLSS / m2.jam = 10.000 mg/L = 4.000 mg/L = 3.200 mg/L = 1,5 jam
6. Unit Carbon Filter Kedalaman karbon (H) Densitas GAC (p) Waktu kontak efektif (td) Waktu operasi (t) Kecepatan aliran bed (vf)
= 1,8 m = 450 kg/m3 = 5 menit = 90 hari = 10 m/jam
7. Unit Filter Press Kadar air lumpur (sf) Lama pengeringan (td) Lama pembersihan (tc)
= 32% = 3 hari = 2 hari
8. Unit Bak Effluent td = 2 jam Kedalaman air (h)= 3 m P:L =1:1
100
5.4
Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Unit IPAL Rencana 5.4.1 DED Unit Sump pit Perancangan unit hanya untuk mengetahui dimensi ideal tanpa membangun ulang unit ini. Unit ini dirancang untuk mampu menampung air limbah selama 10 menit. Berdasarkan kapasitas masing-masing sump pit dilakukan perhitungan debit air limbah per jam. Setelah itu dilakukan perhitungan volume dengan memperhatikan waktu detensi (td). Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.12. Dimensi sump pit baru dapat dilihat pada Tabel 5.13. Contoh perhitungan pada sump pit pertama: = 52,8 m3/jam Direncanakan Qpeak Kedalaman air (h) = 0,8 m Kapasitas total = 64,615 m3 Debit per jam = kapasitas / kapasitas total x Qpeak = 1,92 m3 / 64,615 m3 x 52,8 m3/jam = 1,69 m3/jam Volume baru = Debit per jam x td = 1,69 m3/jam x 10 menit x jam/60 menit = 0,28 m3
Tabel 5.12 Perhitungan Volume Baru Sump Pit Kapasitas Debit No Jenis Sump pit (m3) (m3/jam) 1 SP 07 Mall 07 1,92 1,69
Volume (m3) 0,28
2
SWP + GTU 05 Mall 08
13,6
11,96
1,99
3
SP 01 Mall 09
2,7
2,37
0,40
4
SWP 01 Mall 10
2,295
2,02
0,34
5
SP 03 Mall 12
2,7
2,37
0,40
6
SP 02 Mall 11
2,7
2,37
0,40
7
SWP 02 + GTU 02 Mall 13
10,2
8,97
1,49
8
SP 04 Mall 18
2,7
2,37
0,40
101
Lanjutan Tabel 5.12 Kapasitas (m3) 2,7
Debit (m3/jam) 2,37
Volume (m3) 0,40
SWP 03 + GTU 03 Mall 15
10,2
8,97
1,49
11
SP 06 Mall 16
2,7
2,37
0,40
12
SWP 04 + GTU 04 Mall 17
10,2
8,97
1,49
64,615
56,80
9,47
No
Jenis Sump pit
9
SP 05 Mall 14
10
Total
Tabel 5.13 Dimensi Sump Pit Baru No
Jenis Sump pit
Volume (m3)
h (m)
L (m)
P (m)
1
SP 07 Mall 07
0,28
0,8
0,8
0,4
2
SWP + GTU 05 Mall 08
1,99
0,8
1,2
2,1
3
SP 01 Mall 09
4
SWP 01 Mall 10
5
SP 03 Mall 12
6
SP 02 Mall 11
0,40 0,34 0,40 0,40
0,8 0,8 0,8 0,8
0,8 0,8 0,8 0,8
0,6 0,5 0,6 0,6
7
SWP 02 + GTU 02 Mall 13
1,49
0,8
1,2
1,6
8
SP 04 Mall 18
9
SP 05 Mall 14
0,40 0,40
0,8 0,8
0,8 0,8
0,6 0,6
10
SWP 03 + GTU 03 Mall 15
1,49
0,8
1,2
1,6
SP 06 Mall 16 SWP 04 + GTU 04 Mall 17
0,40
0,8
0,8
0,6
1,49
0,8
1,2
1,6
11 12
Direncanakan: Pipa influent = Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah)
102
Pipa effluent = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) (Dipilih pipa dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) 5.4.2 DED Unit Grease Trap Unit grease trap merupakan unit pengolahan air limbah pertama yang berfungsi untuk untuk menyisihkan minyak dan lemak yang terkandung pada air limbah. Unit ini juga direncanakan untuk menampung sementara air limbah yang berasal dari gabungan dari 12 unit sump pit yang dipompakan. Unit grease trap terdiri dari dua kompartemen. Kompartemen 1 merupakan dari penampung air limbah awal (sewage pit) sedangkan kompartemen 2 untuk menyisihkan minyak dan lemak (grease trap utama). Waktu detensi (td) grease trap berdasarkan kriteria desain adalah kurang dari 10 menit. Td kompartemen 1 direncanakan lebih singkat dibandingkan kompartemen 2 . Dilakukan penentuan kriteria perencanaan unit grease trap sebagai berikut: Direncanakan: Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari td kompartemen 1 = 9 menit td kompartemen 2 = 8 menit Rasio P:L = 2:1 Kedalaman air = 0,9 m Sketsa unit grease trap dapat dilihat pada Gambar 5.3.
103
Gambar 5.3 Sketsa Unit Grease Trap
a.
Perhitungan: Kompartemen 1 i. Volume bak (V) V = td x Q (Persamaan 2.6) = 9 menit x 264,8 m3/hari x hari/1440 menit = 1,655 m3
ii. Luas Permukaan bak (A) A =V/h = 1,471 m3 / 0,9 m = 2,043 m2
(Persamaan 2.7)
iii. Panjang (P) dan Lebar (L) bak A =PxL (Persamaan 2.8) 2,043 m2 = 2L2 L = (2,043 m2 / 2)0,5 = 1,01 m ~ 1 m P =2xL =2x1m =2m iv. Cek td td = (P x L x h) / Q (Persamaan 2.9) = [(2 m x 1 m x 0,9 m) / 264,8 m3/hari] x 1440 menit/hari = 9,79 menit (memenuhi)
104
b.
Kompartemen 2 i. Volume bak (V) V = td x Q (Persamaan 2.6) = 8 menit x 264,8 m3/hari x hari/1440 menit = 1,471 m3
ii. Luas Permukaan bak (A) A =V/h = 1,471 m3 / 0,9 m = 1,63 m2
(Persamaan 2.7)
iii. Panjang (P) dan Lebar (L) bak L =1m (Menyesuaikan dengan lebar kompartemen 1) P =A/L = 1,63 m2 / 1 m = 1,63 m ~ 1,7 m iv. Cek td (Persamaan 2.9) td = (P x L x h) / Q = [(1,7 m x 1 m x 0,9 m) / 264,8 m3/hari] x 1440 menit/hari = 8,32 menit (memenuhi) Gambar detail engineering design (DED) unit grease trap dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 4 dan 5. Pada unit ini tidak terjadi penyisihan BOD, COD, maupun TSS. Efisiensi penyisihan pada grease trap hanya terhadap minyak dan lemak, yakni sebesar 95 % (Wongthanate et al., 2014). Perhitungan konsentrasi effluen air limbah adalah sebagai berikut. Konsentrasi minyak dan lemak inlet = 42 mg/L Efisiensi penyisihan = 95 % Konsentrasi minyak dan lemak outlet = (100 – 95)/100 x 42 mg/L
105
= 2,1 mg/L Hal tersebut menunjukkan bahwa unit grease trap dapat menyisihkan konsentrasi minyak dan lemak dalam air limbah menjadi memenuhi baku mutu yang disyaratkan (<10 mg/L). c.
Diameter Pipa Influent dan Effluent Grease Trap Debit air limbah yang masuk unit grease trap sama dengan debit yang keluar sehingga pipa influent dan effluent akan memiliki ukuran yang sama. Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah) Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 0,0031 m D = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s 5.4.3 DED Unit Bak Ekualisasi 1. Perhitungan Dimensi Baru Perancangan ulang bak ekualisasi dilakukan dengan cara memperbesar kedalaman air dengan mempertahankan luas permukaan bak.
106
i. Dimensi bak ekualisasi eksisting Dimensi bak ekualisasi eksisting adalah: Panjang bak (P) = 6,9 m Lebar bak (L) = 5,8 m Kedalaman Air (h) = 2,6 m Sketsa unit bak ekualisasi dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4 Sketsa Unit Bak Ekualisasi
ii. Kedalaman air bak ekualisasi baru Kedalaman air bak ekualisasi baru berdasarkan perhitungan adalah adalah: Volume bak ekualisasi ideal (V) = 121,63 m3 Luas permukaan bak (A) =PxL
107
Kedalaman air baru (h)
= 6,9 m x 5,8m = 40,02 m2 =V/A = 121,63 m3 / 40,02 m2 = 3,04 m ~ 3,1 m
iii. Dimensi bak ekualisasi baru Dimensi bak ekualisasi baru adalah: Panjang bak (P) = 6,9 m Lebar bak (L) = 5,8 m Kedalaman Air (h) = 3,1 m Freeboard = 0,3 m iv. Cek td td= (P x L x h) / Q = [(6,9 m x 5,8 m x 2,8 m) / 264,8 m3/hari] x 1440 menit/hari = 609,37 menit = 10,16 jam (memenuhi) v. Ekualisasi Kualitas 1. Memasukkan data volume air limbah di bak ekualisasi pada akhir waktu tertentu. Vsc = Vsp + Vic – Voc (Persamaan 2.10) Contoh pada Periode 8-9 (Voc = 11 m3) Vsc = 0 + 8,8 m3 - 11 m3 = -2,23 m3 2. Perhitungan konsentrasi BOD effluent selama 24 jam. Nilai ini merupakan hasil dari proses ekualisasi kualitas. . . (Persamaan 2.11) .
Contoh pada Periode 8-9 0 0 8,8 150 / 150 / 8,8 3. Perhitungan beban massa BOD selama 24 jam.
108
/
/
/
Contoh pada Periode 8-9 / 11 150 / 10 /
(Persamaan 2.12) 1,7
Perhitungan ekualisasi kualitas dapat dilihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14 Perhitungan Ekualisasi BOD
109
4. Perhitungan rasio beban massa BOD, baik yang telah terekualisasi maupun tidak. Nilai rasio tersebut ada tiga kondisi, yakni peak/rata-rata, minimum/rata-rata, dan peak/minimum. Perhitungan rasio massa BOD dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15 Perhitungan Rasio Massa BOD Massa BOD Rasio Tanpa Ekualisasi Dengan Ekualisasi 3,1 5,3 Peak / rata-rata 2,06 3,53 1,5 1,5 Minimum / rata-rata
0 1,5
0
0,5 1,5
0,33
Peak / minimum
5,3 0
~
3,1 0,5
6,2
vi. Koreksi penambahan nutrisi dan bakteri Pada perancangan bak ekualisasi yang baru tidak direncanakan penambahan nutrisi dan bakteri. Hal tersebut dikarenakan pada bak ini tidak dirancang untuk adanya proses biologis oleh mikroba. Penghentian penambahan nutrisi dan bakteri juga dapat menghemat biaya pengoperasian IPAL vii. Cek Kebutuhan udara dari blower Udara yang diinjeksikan dari blower dibutuhkan untuk proses pencampuran air limbah agar tidak terjadi kondisi septik dan menimbulkan bau. Berdasarkan pemantauan di lapangan, terdapat 10 pipa supply udara di dalam bak ekualisasi. Berdasarkan Tchobanoglous et al. (2003), kebutuhan supply udara adalah 0,004 – 0,008 kW/m3. Kapasitas blower = 0,6 m3/menit (2,2 kW ) (didistribusikan ke bak aerasi juga sebanyak 12 buah) Direncanakan pipa dibuka penuh (aliran 100%) dan kebutuhan udara menggunakan nilai minimum (0,004 kW/m3). Energi blower eksisting dan yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai berkut.
110
Energi blower eksisting
= 10 / 22 x 2,2 kW = 1 kW Energi blower dibutuhkan = 0,008 kW/m3 x 121,63 m3. = 0,973 kW Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui bahwa supply udara dibutuhkan lebih rendah dibandingkan dengan supply udara eksisting. Hal ini dapat dinilai tepat karena untuk distribusi udara tidak perlu membuka valve secara penuh (100%). Energi blower dibutuhkan yakni sebesar 0,973 kW maka digunakan blower dengan spesifikasi sebagai berikut: Tipe blower = CL 15/01 (Mapro) Aliran udara = 194,55 m3/jam Power = 1,3 kW Jumlah blower = 1 buah (Keterangan lebih lengkap dapat dlihat pada lampiran 5) Gambar detail engineering design (DED) unit bak ekualisasi dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 6. 2. Perhitungan Dimensi Pipa Influent dan Effluent Bak Ekualisasi Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa influent = Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah) Pipa effluent = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2
111
0,0031 m2 D
= ¼ x 3,14 x D2 = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s 3. Perhitungan Pompa Direncanakan pompa submersible untuk mengalirkan air limbah menuju unit pengolahan biologis, baik menuju bak aerasi maupun anaerobic filter. Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari = 3,0648 L/s Pipa jenis PVC (C=120) Efisiensi pompa = 80% =0m Lsuction = 8,2 m Ldischarge Perhitungan: ix. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 x. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 0,0031 m D = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) xi. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s
112
xii. Head pompa = Hstatik + Hf mayor + Hf minor+ hv = 4,8 m (tinggi dari pangkal pompa ke influent unit Hstatik selanjutnya) Hf discharge = [Q / (0,00155 x C x (D2,63)]1,85 x L = [3,0648 / (0,00155 x120 x (7,08 2,63)]1,85 x 8,2 m = 0,107 m Hf suction = 0 m Mayor losses = 0,107 m Minor losses (Hm), meliputi: Head akibat 5 belokan 90o (k = 0,5) Hm = 5 x (k x v2 ) / 2g = 5 x (0,5 x (0,78 m/s )2 ) / 2 x 9,81 m/s2 = 0,0775 m Head akibat 1 gate valve (k = 0,15) Hm = (k x v2 ) / 2g = (0,15 x (0,78 m/s )2 ) / 2 x 9,81 m/s2 = 0,00465 m Minor losses (Hm) = 0,0775 m + 0,00465 m = 0,08215 m v2 / 2g
= (0,78 m/s )2 / 2 x 9,81 m/s2 = 0,031 m
Head pompa = Hstatik + Hf mayor + Hf minor+ hv = 4,8 m + 0,107 m + 0,08215 m + 0,031 m = 5,02015 m ~ 5 m Pompa yang digunakan untuk mengalirkan air limbah menuju unit pengolahan biologis, baik menuju bak aerasi maupun anaerobic filter adalah pompa submersible non clogging tipe SEG.A20.30.2.60L. Debit aktual = 8,31 L/detik Head pompa = 5,73 m Power = 2,8 kW Efisiensi =78% Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 6. Pompa ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya biaya
113
perawatan yang rendah, tidak bising, dan memiliki pendingin alami karena posisi pompa berada di dalam air. Sistem pompa tidak menggunakan shaft penggerak yang panjang dan bearing sehingga permasalahan pada pompa permukaan (jet pump) sepert keausan bearing dan shaft tidak terjadi. Pompa jenis ini juga digunakan untuk mengalirkan air limbah di unit lain. Alternatif 1 dipasang di effluent ABF dan bak effluent IPAL. Alternatif 2 dipasang pada bak pengendap dan effluent IPAL. 5.4.4 DED Alternatif 1 1. Unit Anaerobic biofilter Pada perencanaan ini, terdapat tangki septik yang diintegrasikan dengan anaerobic biofilter. Unit ini berfungsi sebagai pengolahan awal untuk mengurangi kadar BOD, COD, dan TSS air limbah. Tangki ini menjadi satu (bersifat kompak) dengan bangunan anaerobic biofilter. Unit ABF dirangkai secara seri dan merupakan sambungan dari tangki septik. Perhitungan dimensi unit anaerobic filter berdasarkan kriteria desain oleh Sasse (1998), antara lain: Kriteria Desain: HRT tangki septik HRT anaerobic filter OLR HLR Luas Spesifik BOD removal Rasio SS/COD Diketahui: Debit air limbah (Q) BOD influent COD influent TSS influent Direncanakan: Suhu pengolahan Waktu pengaliran Pengurasan lumpur HRT tangki septik
114
= 2 jam = 24-48 jam = <4,5 kg COD/m3.hari = < 2 m3/m2.jam = 90-300 m2/m3 = 70-90% = 0,35-0,45 = 264,8 m3/hari = 134,5 mg/L = 232 mg/L = 268 mg/L = 30oC = 24 jam = 6 bulan = 2 jam
HRT anaerobic filter OLR HLR Luas Spesifik media Porositas rongga Rasio SS/COD
= 24 jam = 5 kg COD/m3.hari = 1 m3/m2.jam = 200 m2/m3 = 0,98 = 0,42
Sketsa unit anaerobic biofilter dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 Sketsa Unit Anaerobic Biofilter
Perhitungan % removal: 1) Tangki Septik Q per jam = Q / Waktu pengaliran = 264,8 m3/hari / 24 jam/hari = 11,03 m3/jam (Persamaan 2.13) Rasio COD/BOD = COD influent / BOD influent = 232 mg/L / 134,5 mg/L = 1,72 (Persamaan 2.14) % COD removal = rasio SS/COD / 0,6 x faktor HRT Dimana: 0.6 merupakan angka berdasarkan pengalaman yang ditetapkan oleh Sasse (1988).
115
Faktor HRT ditentukan berdasarkan grafik “COD Removal in Settler” dapat dilihat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Grafik Faktor HRT Sumber: Sasse (1998)
Berdasarkan grafik di atas HRT tangki septik adalah 2 jam sehingga didapatkan faktor HRT adalah Faktor HRT = (HRT-1) x (0,1 / 2) + 0,3 = (2-1) x (0,1 / 2) + 0,3 = 0,35 (Persamaan 2.16) % COD removal = rasio SS/COD / 0,6 x faktor HRT = 0,42 / 0,6 x 0,35 = 24,5% (Persamaan 2.17) Untuk menentukan % BOD removal ditentukan terlebih dahulu rasio BODrem/CODrem dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Grafik Rasio BODrem/CODrem Sumber: Sasse (1998)
116
Berdasarkan grafik di atas % COD removal tangki septik adalah 24,5% sehingga didapatkan rasio BODrem/CODrem adalah 1,06. % BOD removal =rasio BODrem / CODrem x % COD removal = 1,06 x 24,5% = 26% (Persamaan 2.18) Untuk menentukan % TSS removal dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8 Grafik % TSS Removal Sumber: Sasse (1998)
Berdasarkan grafik di atas HRT tangki septik adalah 2 jam pada 232 mg/L sehingga didapatkan % TSS removal adalah 60%. % TSS removal = 60% BODrem di tangki septik = BODinf x % BOD removal = 134,5 mg/L x 26% = 35 mg/L (Persamaan 2.19) CODrem di tangki septik = CODinf x % COD removal = 232 mg/L x 24,5% = 56,8 mg/L = TSSinf x % TSS removal TSSrem di tangki septik
117
= 268 mg/L x 60% = 160,8 mg/L BODeff di tangki septik
CODeff di tangki septik
TSSeff di tangki septik
= BODinf x (1 – BODrem) = 134,5 mg/L x (1 – 26%) = 99,5 mg/L (Persamaan 2.20) = CODinf x (1 – CODrem) = 232 mg/L x (1 – 24,5%) = 175,2 mg/L = TSSinf x (1 – TSSrem) = 268 mg/L x (1 – 60%) = 107,2 mg/L
2) Anaerobic Biofilter Beberapa faktor yang memengaruhi % COD removal di dalam reaktor ABF adalah faktor temperatur, faktor COD strength, faktor luas permukaan filter spesifik, faktor HRT berdasarkan grafik. i. Faktor Temperatur dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Grafik Faktor Temperatur Sumber: Sasse (1998)
Pada perencanaan ini ABF memiliki temperatur sebesar 30oC sehingga didapatkan faktor temperatur sebesar 1,074.
118
ii.
Faktor COD Strength dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Gambar 5.10 Grafik Faktor COD Strength Sumber: Sasse (1998)
Pada perencanaan ini ABF memiliki COD Strength sebesar 232 mg/L sehingga didapatkan faktor COD Strength sebesar 0,89. iii. Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik dapat dilihat pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11 Grafik Faktor Luas Permukaan Filter Spesifik Sumber: Sasse (1998)
Pada perencanaan ini ABF memiliki luas permukaan filter spesifik sebesar 200 m2/m3 sehingga didapatkan faktor luas permukaan filter spesifik sebesar 1,06.
119
iv. Faktor HRT dapat dilihat pada Gambar 5.12.
Gambar 5.12 Grafik Faktor Waktu Tinggal (HRT) Sumber: Sasse (1998)
Pada perencanaan ini ABF memiliki HRT sebesar 24 jam sehingga didapatkan faktor HRTsebesar 0,665. Setelah faktor-faktor di atas diketahui, dilakukan perhitungan % COD, BOD, dan TSS removal dengan menggunakan rumus berikut: % COD removal = f temperatur x f COD strength x f luas permukaan filter spesifik x f HRT x (1+ jumlah filter x 0,04) = [(1,074 x 0,89 x 1,06 x 0,665) x (1 + (10 x 0,04))] = 91,96% (Persamaan 2.21) % COD removal total = 1 - (CODeff di ABF / CODinf tangki septik) = 1 - (14,08 mg/L / 232 mg/L) = 93,93% (Persamaan 2.22) Rasio efisiensi BOD rem / COD rem dapat dilihat pada Gambar 5.13.
120
Gambar 5.13 Rasio efisiensi BOD rem / COD rem Sumber: Sasse (1998)
% COD removal total = 93,93%. Berdasarkan Gambar 2.10 nilai rasio BOD rem/COD rem adalah 1,025 (COD rem > 0,85). % BOD removal = rasio BOD rem/COD rem x % COD removal = 1,025 x 93,93% = 96,28% (Persamaan 2.23) % TSS removal = 80% (Morel dan Dinier, 2006) BODrem di ABF = BODinf x % BOD removal = 99,5 mg/L x 96,28% = 95,8 mg/L CODrem di ABF = CODinf x % COD removal = 175,2 mg/L x 91,96% = 161,12 mg/L TSSrem di ABF = TSSinf x % TSS removal = 107,2 mg/L x 80% = 85,7 mg/L BODeff di ABF
= BODinf ABF x (1 – BODrem ABF) = 99,5 mg/L x (1 – 96,28%) = 3,7 mg/L CODeff di ABF = CODinf x (1 – CODrem ABF) = 175,2 mg/L x (1 – 91,96%)
121
TSSeff di ABF
= 14,08 mg/L = TSSinf ABF x (1 – TSSrem ABF) = 107,2 mg/L x (1 – 80%) = 21,44 mg/L
Perhitungan Dimensi: 1) Tangki Septik Direncanakan: Lebar dalam = 1,75 m H air di inlet =3m Perhitungan: Akumulasi lumpur (Interval pengurasan < 36 bulan) = 0,005 x {0,5 – [(interval pengurasan-36) x 0,002)]} = 0,005 x {[0,5 – [(6-36) x 0,002)]} (Persamaan 2.24) = 0,0028 L/kg BODrem Volume termasuk lumpur = Akumulasi lumpur x (BODinf-BODeff) / 1000 x Q x 30 hari x 6 bulan + (HRT x Q per jam) = [0,0028 L/kg BODrem x (134,5-99,5) mg/L / 1000 x 264,8 m3/hari x 30 hari x 6 bulan] + (2 jam x 11,03 m3/jam) = 4,67 + 22,1 (Persamaan 2.25) = 26,77 m3 Panjang tangki septik Kompartemen pertama =2/3 x V tangki septik / (Lebar dalam x H air di inlet) =2/3 x 26,77 m3/ (1,75 m x 3 m) = 3,299 m ~ 3,4 m (Persamaan 2.26) Kompartemen kedua = Panjang bak pertama / 2 = 3,4 m / 2 = 1,7 m
(Persamaan 2.27)
Luas permukaan tangki septik (Persamaan 2.28) Kompartemen 1 = Panjang bak pertama x lebar dalam
122
= 3,4 m x 1,75 m = 5,95 m2 Kompartemen 2 = Panjang bak kedua x lebar dalam = 1,7 m x 1,75 m = 2,975 m2 Volume tangki septik (Persamaan 2.29) Kompartemen 1 = Luas permukaan bak pertama x H air = 5,95 m2x 3 m = 17,85 m3 Kompartemen 2 = Luas permukaan bak kedua x H air = 2,975 m2x 3 m = 8,925 m3 Volume aktual tangki septik = Volume tangki septik kompartemen 1 + 2 = 17,85 m3 + 8,925 m3 (Persamaan 2.30) = 26,775 m3 Cek Kriteria Desain: Cek Organic Loading Rate (OLR) OLR = (Qinf x [CODinf]) / Vtangki septik = (264,8 m3/hari x 232 mg/L) / 26,77 m3 (Persamaan 2.31) = 2,29 kg/m3.hari Cek Hydraulic Loading Rate (HLR) HLR = Qinf / As = 264,8 m3/hari / (Askomp 1 + Askomp 2) = 264,8 m3/hari / (5,95 m2 + 2,975 m2) (Persamaan 2.32) = 29,67 m3/ m2.hari Perancangan ulang unit tangki septik sebagai unit pretreatment ABF harus disesuaikan dengan luas lahan yang
123
tersedia. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan dimensi tangki septik adalah: Jumlah kompartemen = 2 buah Panjang bak pertama = 3,4 m Panjang bak pertama = 1,7 meter Lebar = 1,75 meter Tinggi = 3,3 meter (freeboard = 0,3 m) 2) Anaerobic biofilter Direncanakan: Kedalaman tangki filter = 3,3 m Freeboard = 0,3 m Panjang per kompartemen =3m Ketebalan penyangga = 0,1 m Ruang di bawah media = 0,25 m Ketinggian air di atas media = 0,3 m Kedalaman filter = 2,35 m COD = 232 mg/L x kg/106 mg x 103 L/m3 = 0,232 kg/m3 Volume Media = (Q x COD) / OLR = (264,8 m3/hari x 0,232 kg/m3) / 5 kgCOD/m3.hari (Persamaan 2.33) = 3,07 m3 Volume Rongga = Porositas media x Volume media = 0,98 x 3,07 m3 (Persamaan 2.34) = 3,01 m3 A surface = Volume rongga / (HRT x HLR) = 3,01 m3 / (24 jam x 1 m3/m2.jam) (Persamaan 2.35) = 0,125 m2
124
Tinggi media total
= Volume Rongga / A surface = 3,01 m3 / 0,125 m2 = 24,08 m (Persamaan 2.36)
Tinggi 1 media
= 2,35 m
Jumlah kompartemen
= Tinggi media total / tinggi 1 media (Persamaan 2.37) = 24,08 m / 2,35 m = 10,25 ~ 10 kompartemen
Volume tangki filter = Q x HRT (Persamaan 2.38) = 264,8 m3/hari x 24 jam x hari/24 jam = 264,8 m3 Lebar kompartemen (Persamaan 2.39) = Volume tangki filter / [Jumlah kompartemen x (kedalaman x 0,25)] + [P filter x (kedalaman - Tinggi media) x (1 – porositas)] = 264,8 m3/hari [10 x (3,3 mx 0,25)] + [3 m x (3,3m – 2,35 m) x (1 – 0,98)] = 2,5 m Cek Kriteria Desain: Cek Organic Loading Rate (OLR) (Persamaan 2.40) OLR = (Qinf x [CODinf] / 1000) / (jumlah kompartemen x panjang x lebar x tinggi filter x porositas) = (264,8 m3/hari x 175,2 mg/L / 1000) / (10 x 3 m x 2,5 m x 2,35 m x 0,98) = 0,27 kg/m3.hari (<4,5 kg COD/m3.hari) = OK Cek Hydraulic Loading Rate (HLR) (Persamaan 2.41) HLR = Q per jam / (lebar x panjang x porositas) = 11,03 m3/jam / (2,5 m x 3 m x 0,98) = 1,5 m3/ m2.jam (<2 m3/ m2.jam) = OK Perancangan ulang unit ABF harus disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan dimensi dari tiap kompartemen unit ABF adalah: Jumlah kompartemen = 10 buah Panjang = 3 meter Lebar = 2,5 meter Tinggi = 3,3 meter (freeboard = 0,3 m)
125
Perhitungan Produksi Gas: Diasumsikan sebesar 70% dari COD yang tersisihkan menjadi gas CH4. Setiap kg COD yang tersisihkan menghasilkan 350 Liter gas CH4 dan sebesar 50% dari gas CH4 tersebut larut (Sasse, 1998). 1) Tangki Septik Produksi gas = (CODinf – CODeff) x Qinf x 0,35 / 1000 / 0,7 /0,5 = (232 mg/L – 175,2 mg/L) x 264,8 m3/hari x 0,35 / 1000 / 0,7 /0,5 (Persamaan 2.42) = 15,041 m3/hari 2) Anaerobic biofilter Produksi gas = (CODinf – CODeff) x Qinf x 0,35 / 1000 / 0,7 /0,5 = (175,2 mg/L– 14,08 mg/L) x 264,8 m3/hari x 0,35 / 1000 / 0,7 /0,5 = 42,665 m3/hari Produksi gas total = Produksi gas tangki septik + anaerobic biofilter = 15,041 m3/hari + 42,665 m3/hari = 57,706 m3/hari Gambar detail engineering design (DED) unit anaerobic biofilter dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 7 dan 8. Perhitungan Mass Balance: Perhitungan mass balance diperlukan untuk mengetahui proses kesetimbangan massa yang terjadi pada masingmasing unit. Perhitungan mass balance untuk tangki septik maupun anaerobic filter adalah sebagai berikut. 1) Tangki Septik BOD M BODinf = BODinf x Q = 134,5 mg/L x 264,8 m3/hari = 35,6 kg/hari M BODrem= BODrem x Q = 35 mg/L x 264,8 m3/hari
126
= 9,3 kg/hari M BODeff = BODeff x Q = 99,5 mg/L x 264,8 m3/hari = 26,3 kg/hari COD M CODinf = CODinf x Q = 232 mg/L x 264,8 m3/hari = 61,4 kg/hari M CODrem= CODrem x Q = 56,8 mg/L x 264,8 m3/hari = 15,0 kg/hari M CODeff = CODeff x Q = 175,2 mg/L x 264,8 m3/hari = 46,4 kg/hari TSS M TSSinf = TSSinf x Q = 268 mg/L x 264,8 m3/hari = 71 kg/hari M TSSrem= TSSrem x Q = 160,8 mg/L x 264,8 m3/hari = 42,6 kg/hari M TSSeff = TSSeff x Q = 107,2 mg/L x 264,8 m3/hari = 28,4 kg/hari 2) Anaerobic biofilter BOD M BODinf = BODinf x Q = 99,5 mg/L x 264,8 m3/hari = 26,3 kg/hari M BODrem= BODrem x Q = 95,8 mg/L x 264,8 m3/hari = 25,4 kg/hari M BODeff = BODeff x Q = 3,7 mg/L x 264,8 m3/hari = 1,0 kg/hari
127
COD M CODinf = CODinf x Q = 175,2 mg/L x 264,8 m3/hari = 46,4 kg/hari M CODrem= CODrem x Q = 161,12 mg/L x 264,8 m3/hari = 42,7 kg/hari M CODeff = CODeff x Q = 14,08 mg/L x 264,8 m3/hari = 3,7 kg/hari TSS M TSSinf = TSSinf x Q = 107,2 mg/L x 264,8 m3/hari = 28,4 kg/hari M TSSrem= TSSrem x Q = 85,76 mg/L x 264,8 m3/hari = 22,7 kg/hari M TSSeff = TSSeff x Q = 21,44 mg/L x 264,8 m3/hari = 5,7 kg/hari
1)
Produksi lumpur: Tangki Septik Volume lumpur selama 6 bulan =4,67 m3/6 bulan Volume lumpur per hari = 4,67 m3/6 bulan x 6 bulan /180 hari (Persamaan 2.43) = 0,02594 m3/hari
2) Anaerobic Biofilter Massa Lumpur BOD = y x BOD removal x Q = 0,08 x 95,8 mg/L x 264,8 m3/hari = 2,032 kg/hari (Persamaan 2.44) Volume Lumpur BOD = Massa Lumpur BOD / densitas lumpur = 2,032 kg/hari x 0,0028 L/kg BODrem = 0,0057 L/hari
128
= 0,0000057 m3/hari
(Persamaan 2.45)
Massa Lumpur TSS = TSS removal x Q limbah = 85,76 mg/L x 264,8 m3/hari = 22,7 kg/hari (Persamaan 2.46) Volume Lumpur TSS = Massa Lumpur TSS / densitas lumpur = 22,7 kg/hari / 1,0825 kg/L = 20,97 L/hari (Persamaan 2.47) = 0,02097 m3/hari Lumpur Total = Lumpur BOD + Lumpur TSS = 0,0000057 m3/hari + 0,02097 m3/hari = 0,0209757 m3/hari Volume lumpur total = volume tangki septik + ABF = 0,02594 m3/hari + 0,0209757 m3/hari (Persamaan 2.48) = 0,0469157 m3/hari 5.4.5 DED Alternatif 2 1. Bak Aerasi Perancangan bak aerasi menggunakan proses complete mix aeration. Perhitungan dimensi bak aerasi berdasarkan kriteria desain oleh Tchobanoglous et al. (2003), antara lain: Kriteria Desain: Θc = 5 - 15 hari F/M ratio = 0,2 - 0,6 kg BOD/kg MLVSS.hari MLSS = 1.500 - 4.000 mg/L OLR = 0,3 – 1,6 kg BOD/m3.hari = 4.000 - 12.000 mg/L XR = 0,25 - 1 QR/Q ratio Kedalaman bak = 3 - 5 m Freeboard = 0,3 - 0,6 m Panjang:lebar bak= (1 – 2,2) : 1
129
Lebar bak MLVSS:MLSS Y
= 6 – 12 m = 0,6 – 0,8 = 0,2 – 0,7
Diketahui: Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari BOD influent = 134,5 mg/L COD influent = 232 mg/L TSS influent = 268 mg/L BOD effluent bak pengendap 2 = 18 mg/L TSS effluent = 18 mg/L Direncanakan: Biological solid effluent =65% x TSSeffluent = 1,42 x biodegradable biological solid BODU = 68% x BODU BOD5 solid BOD5 larut yang lolos = BOD effluent - BOD5 solid Θc = 15 hari MLSS = 4.000 mg/L = 10.000 mg/L XR Y = 0,6 = 134,5 mg/L S0 X (MLVSS) = 3.200 mg/L Kd = 0,06/hari Sketsa unit bak aerasi dapat dilihat pada Gambar 5.14.
130
Gambar 5.14 Sketsa Unit Bak Aerasi
Biodegradable biological solid effluent = 65% x TSSeffluent = 65% x 18 mg/L = 11,7 mg/L (Persamaan 2.49) = 1,42 x biodegradable biological solid BODU = 1,42 x 11,7 mg/L = 16,61 mg/L (Persamaan 2.50) = 68% x BODU BOD5 solid = 68% x 16,61 mg/L = 11,3 mg/L (Persamaan 2.51) = BOD effluent - BOD5 solid BOD5 larut yang lolos = 18 mg/L - 11,3 mg/L = 6,7 mg/L (Persamaan 2.52) Volume bak aerasi: V = [Θc x Y x Q x (S0 – S)] / [X / (1 + (kd x Θc)] = [15 hari x 0,6 x 264,8 m3/hari x (134,5 mg/L – 6,7 mg/L)] / [3.200 mg/L / (1 + (0,06/hari x 15 hari)] (Persamaan 2.53) = 180,84 m3 Dimensi bak aerasi: Direncanakan: Kedalaman air (h) Panjang : lebar bak (P:L) Volume 180,84 m3
=5m = 1,2 : 1 =PxLxh = 1,2 L x L x 5 m
131
36,63 m2 L P
= 1,2 L2 = 5,49 m ~ 5,5 m = 1,2 x L = 1,2 x 5,5 m = 6,6 m
Perancangan ulang bak aerasi harus disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Perancangan juga memerhatikan jalan operasi untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan unit. Oleh karena itu, kedalaman air diperbesar sehingga lebar bak semakin kecil. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan dimensi bak aerasi adalah: Panjang = 6,6 m Lebar = 5,5 m Tinggi air = 5 m (freeboard = 0,3 m) Produksi lumpur: Konstanta yield observe (Yobs) Yobs = Y / [1 + (kd x Θc)] = 0,6 / [1 + (0,06/hari x 15 hari)] = 0,316 (Persamaan 2.54) Massa lumpur MLVSS (Px MLVSS) Px MLVSS = Yobs x Q x (S0 – S) = 0,316 x 264,8 m3/harix(134,5-6,7) mg/L = 10,69 kg/hari (Persamaan 2.55) MLVSS / MLSS = 3.200 mg/L / 4.000 mg/L = 0,8 Massa lumpur MLSS (Px MLSS) Px MLSS = Px MLVSS : 0,8 = 10,69 kg/hari : 0,8 = 13,37 kg/hari (Persamaan 2.56) Massa lumpur yang dibuang (Px SS) Px SS = (Px MLSS) – SS removed = 13,37 kg/hari – (18 mg/L x 264,8 m3/hari) = 8,6 kg/hari (Persamaan 2.57)
132
Debit lumpur yang dibuang (Qw) Qw = Px SS / MLSS = 8,6 kg/hari / 4.000 mg/L (Persamaan 2.58) = 2,15 m3/hari Resirkulasi lumpur: Rasio resirkulasi (R) Konsentrasi VSS dalam bioreaktor (X) = 3.200 mg/L Konsentrasi VSS dalam resirkulasi (XR) = 10.000 mg/L R = X / (XR – X) = 3.200 mg/L / ((10.000 mg/L – 3.200 mg/L) = 0,47 (Persamaan 2.59) Debit resirkulasi (QR) =RxQ QR = 0,47 x 264,8 m3/hari (Persamaan 2.60) = 124,61 m3/hari Cek Kriteria Desain: Hydraulic Retention Time (HRT) HRT = (P x L x h) / (Qinf + QR) (Persamaan 2.61) = (6,6mx 5,5m x 4,5m) / (264,8 + 124,61) m3/hari = 0,466 hari = 11,2 jam F/M ratio F/M ratio
(Persamaan 2.62) = S0 / (X x HRT) =134,5 mg/L / (3.200 mg/L x 0,466 hari) = 0,09 kg/kg.hari (Belum memenuhi)
Untuk mencapai F/M ratio sesuai kriteria desain, yakni 0,2 kg/kg.hari maka diperlukan penambahan nutrisi. Penambahan tersebut tanpa diikuti penambahan bakteri dikarenakan bakteri telah diresirkulasi dari bak pengendap. Organic Loading Rate (OLR) OLR = [(Qinf + QR) x S0] / (P x L x h) (Persamaan 2.63) = [(264,8 + 124,61) m3/hari x 134,5 mg/L] / (6,6m x 5,5 m x 5 m) (Tidak memenuhi) = 0,288 kg/m3.hari
133
Nilai OLR di bawah nilai kriteria desain, yakni < 0,3 kg/m3.hari. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi BOD influent yang kecil. Nilai OLR yang lebih kecil dibandingkan kriteria desain diperbolehkan. Dalam proses biologis, yang terpenting adalah beban organik tidak boleh melebihi. Kebutuhan Oksigen: Kebutuhan oksigen berdasarkan BODU Massa BODU dari air limbah yang masuk dan diubah dalam proses sebagai berikut. = M BOD5 solid / 0,68 BODU = Q x(So – S) / 0,68 = 264,8 m3/hari x (134,5 - 6,7) mg/L / 0,68 = 49,77 kg/hari (Persamaan 2.64) Kebutuhan oksigen Oksigen digunakan sebagai bahan organic carbon dan untuk konversi nitrogen dari ammonium menjadi nitrat. = BODU – (1,42 x Px MLSS) Kebutuhan O2 = 49,77 kg/hari – (1,42 x 12,175 kg/hari) = 32,48 kg/hari (Persamaan 2.65) Volume udara yang dibutuhkan: Direncanakan: Koefisien transfer O2 = 8% Berat jenis udara = 1,201 kg/m3 = 23,2% % O2 dalam udara Faktor keamanan =2 Perhitungan: Kebutuhan udara teoritis = Kebutuhan O2 / (berat jenis udara x % O2 dalam udara) = 32,48 kg/hari / (1,201 kg/m3 x 23,2%) (Persamaan 2.66) = 116,56 m3/hari Kebutuhan udara aktual = Kebutuhan udara teoritis / Koefisien transfer O2 = 116,56 m3/hari / 8%
134
= 1.457,04 m3/hari = 60.71 m3/jam = 1,01 m3/menit
(Persamaan 2.67)
Kebutuhan udara yang dirancang = Faktor keamanan x Kebutuhan udara aktual = 2 x 1,01 m3/menit = 2,02 m3/menit (Persamaan 2.68) = 121,2 m3/jam Dengan menggunakan hasil kebutuhan udara yang dirancang sebesar 121,2 m3/jam digunakan blower dengan spesifikasi sebagai berikut: Tipe blower = CL 17/21 (Mapro) Aliran udara = 220,87 m3/jam Power = 1,3 kW Jumlah blower = 1 buah Kontrol volume udara dengan nilai aktual: Volume udara aktual / unit volume air limbah = 1.457,04 m3/hari / 264,8 m3/hari = 5,502 m3/m3 Volume udara aktual / kg BOD removed = 1.457,04 m3/hari / (264,8 m3/hari x (134,5 - 6,7) mg/L) = 43,055 m3/ kg BOD removed Penambahan nutrisi: Kebutuhan N dan P Rasio perbandingan C : N : P untuk pengolahan biologis adalah 100 : 5 : 1. Rasio ini patut diperhatikan untuk mendapatkan nilai F/M yang ideal sehingga hasil pengolahan yang maksimal Px SS = 6,8 kg/hari Kebutuhan N = Px SS x 5/100 = 6,8 kg/hari x 0,05 = 0,43 kg/hari (Persamaan 2.69) Kebutuhan P = Px SS x 1/100 = 6,8 kg/hari x 0,01
135
= 0,086 kg/hari (Persamaan 2.70) Gambar detail engineering design (DED) unit bak aerasi dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 9. Dimensi Pipa Influent dan Effluent Bak Aerasi: Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa influent = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) Pipa effluent = Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah) Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 0,0031 m D = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s 2. Bak Pengendap Kriteria Desain: MLSS XR Kedalaman bak Freeboard Panjang:kedalaman bak MLVSS:MLSS 136
= 1.500 - 4.000 mg/L = 4.000 - 12.000 mg/L = 4 – 5,5 m = 0,3 - 0,6 m = (1 – 10) : 1 = 0,6 – 0,8
Solids loading (SL) Overflow rate (OFR)
= 4 - 6 kg MLSS / m2.jam = 16 – 28 m3/ m2.hari
Direncanakan: Berbentuk circular Debit air limbah (Q) QR MLSS yang dibuang XR MLSS X (MLVSS) Td zona pengendapan Td zona thickening Td lumpur % removal BOD % removal COD % removal TSS
= 264,8 m3/hari = 124,61 m3/hari = 2,15 m3/hari = 10.000 mg/L = 4.000 mg/L = 3.200 mg/L = 2 jam = 1,5 jam = 1,5 jam = 86,7% = 87% = 93,3%
Sketsa unit bak pengendap dapat dilihat pada Gambar 5.15.
137
Gambar 5.15 Sketsa Unit Bak Pengendap
Perhitungan: BODeff = BODinf x (1 – BODrem) = 134,5 mg/L x (1 – 86,7%) = 18 mg/L CODeff
= CODinf x (1 – CODrem) = 232 mg/L x (1 – 87%) = 30,16 mg/L
TSSeff
= TSSinf x (1 – TSSrem) = 268 mg/L x (1 – 93,3%) = 18 mg/L
Penentuan Nilai Solid Flux: 1. Dilakukan penentuan nilai kecepatan pengendapan awal (Vh) berdasarkan nilai MLSS. Berdasarkan hasil eksperimen desain bak pengendap kedua untuk MLSS = 4000 mg/L didapatkan nilai Vh sebesar 0,77 m/jam. 2. Dilakukan pembuatan kurva gravitasi solid flux. Nilai solid flux didapatkan dengan mengalikan nilai MLSS dengan nilai
138
kecepatan pengendapan awal untuk kemudian dibuat kurva gravitasi solid flux yang dapat dilihat pada Gambar 5.16.
Gambar 5.16 Kurva Gravitasi Solid Flux
Berdasarkan kurva diatas didapatkan nilai solid flux adalah 3,08 kg/m2.jam Penentuan Debit yang Masuk Bak Pengendap: QBP = Qinf + QR - MLSS yang dibuang = 264,8 m3/hari + 124,61 m3/hari - 2,15 m3/hari (Persamaan 2.71) = 387,26 m3/hari Penentuan Luas dan Diameter Bak Pengendap: Luas (A) = (QBP x MLSS) / SF (Persamaan 2.72) = (387,26 m3/hari x 4 kg/m3) / 3,08 kg/m2.jam = 20,96 m2 A = ¼ x π x D2 2 20,96 m = ¼ x 3,14 x D2 D = 5,16 m ~ 5,2 m Diameter (D) = 5,2 m Cek Overflow Rate (OFR): OFR = QBP / A
(Persamaan 2.73)
139
= 387,26 m3/hari / 20,96 m2 = 18,48 m3/ m2.hari (Memenuhi) Kedalaman Zona Pengendapan: Volume zona pengendapan (Vzp) = QBP x td (Persamaan 2.74) Vzp = 387,26 m3/hari x 2 jam x hari/24 jam = 32,27 m3 Kedalaman zona pengendapan (hzp) = Vzp / A (Persamaan 2.75) hzp = 32,27 m3 / 20,96 m2 = 1,54 m Pada T = 30°, nilai ʋ = 0,0000008039 m2/detik Kecepatan Pengendapan Partikel (Vs) Vs = OFR = 18,48 m3/ m2.hari = 0,000214 m/detik Diameter Partikel (dp) = {(18 x Vs x ʋ) / [g x (ss – 1)]}0.5 (Persamaan 2.76) dp = {(18 x 0,000214 m/detik x 0,0000008039 m2/detik) / [9,81 m/detik2 x (1,02 – 1)]}0.5 = 0,0001256 m Kecepatan Horizontal (Vh) (Persamaan 2.77) Vh = QBP / (hzp x D) = 387,26 m3/hari / (1,54 m x 5,2 m) = 48,36 m/hari = 0,00056 m/detik Kecepatan Scoring (Vsc) (Persamaan 2.78) Vsc = {[8 x k x (ss – 1) x g x dp] / f}0,5 = {[8 x 0,05 x (1,02 – 1) x 9,81 m/detik2 x 0,0001256 m] / 0,025}0,5 = 0,0198 m/detik Vh (0,00056 m/detik) < Vsc (0,0198 m/detik) , sehingga tidak terjadi penggerusan.
140
R
=A/P (Persamaan 2.79) = (¼ x π x D2) / (π x D) = D/4 = 5,2 m / 4 = 1,3 m
Cek NRe Aliran = (Vh x R) / ʋ (Persamaan 2.80) = (0,00056 m/detik x 1,3 m) / 0,0000008039 m2/detik = 905,59 NRe Aliran (905,59) < 2000, sehingga aliran bersifat laminer Cek NRe Partikel (Persamaan 2.81) = (Vs x dp) / ʋ = (0,000214 m/detik x 0,0001256 m) / 0,0000008039 m2/detik = 0,033 NRe Partikel (0,033) < 0,5, sehingga aliran bersifat laminer Kedalaman Zona Thickening: Total massa solid dalam bak aerasi = MLSS x Volume bak aerasi x td zona thickening = 4.000 mg/L x 181,5 m3 /11,2 jam x 1,5 jam = 97,23 kg (Persamaan 2.82) Total massa solid dalam bak pengendap = (1 – R) x Total massa solid dalam bak aerasi = (1 – 0,47) x 97,23 kg = 51,53 kg (Persamaan 2.83) Kedalaman zona thickening = Total solid dalam bak pengendap / (XR x A) = 51,53 kg / (10.000 mg/L x 20,96 m2) = 0,25 m (Persamaan 2.84) Kedalaman Ruang Lumpur: Yobs = 0,316 Px MLVSS = 10,69 kg/hari Px MLSS = 13,37 kg/hari
141
Total massa lumpur
= Px MLSS x td lumpur = 13,37 kg/hari x 1,5 jam = 0,84 kg (Persamaan 2.85) Total lumpur dalam bak pengendap = Total massa lumpur + Total massa solid bak pengendap = 0,84 kg + 51,53 kg = 52,37 kg (Persamaan 2.86) Kedalaman ruang lumpur Diameter bawah (D2) = 30% x Diameter atas (D1) = 30% x 5,2 m = 1,56 m (Persamaan 2.87) = 20,96 m2 Luas atas (A1) = ¼ x π x D22 Luas bawah (A2) = ¼ x 3,14 x (1,56 m)2 = 1,91 m2 Volume ruang lumpur (V) (Persamaan 2.88) = Total lumpur / XR = 52,37 kg / 10 kg/m3 = 5,237 m3 V = [h x (A1 + A2 + (A1 x A2)0,5)] / 3 5,237 kg = [hx((20,96+1,91)m2 +(20,96 m2 x 1,91 m2)0,5)] / 3 15,71 m3 = 29,197 m2 h h = 0,538 ~ 0,54 m (Persamaan 2.89) Kedalaman Total Bak Pengendap: Total kedalaman bak pengendap = zona pengendapan + zona thickening + ruang lumpur = 1,54 m + 0,25 m + 0,54 m = 2,33 m (Persamaan 2.90) Perancangan ulang bak pengendap harus disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan dimensi bak pengendap adalah: Diameter atas = 5,2 m Diameter bawah = 1,56 m Tinggi air = 2,33 m (freeboard = 0,3 m)
142
Cek Waktu Detensi (td): Volume bak pengendap = ¼ x π x D2 x hzona pengendapan = ¼ x 3,14 x (5,2 m)2 x 1,54 m = 32,69 m3 (Persamaan 2.91) Cek td = Volume bak pengendap / QBP = 32,69 m3 / 387,26 m3/hari = 0,0844 hari = 2,03 jam (Persamaan 2.92) Struktur Effluent: Susunan Weir dan Dimensi Saluran Effluent: Direncanakan effluent dengan V-notch 90° pada plat weir. V-notch dipasang di sekeliling bak pengendap. Direncanakan: Lebar saluran = 0,3 m Kedalaman saluran = 0,4 m Panjang effluent weir = π x D (Persamaan 2.93) = 3,14 x 5,2 m = 16,33 m2 Jarak antar v-notch = 0,3 m Jumlah v-notch = Panjang weir / Jarak antar v-notch = 16,33 m2 / 0,3 m = 54,43 ~ 55 buah (Persamaan 2.94) Head V-Notch: QT = Qinf - MLSS yang dibuang = 264,8 m3/hari - 2,15 m3/hari (Persamaan 2.95) = 262,65 m3/hari Debit per v-notch (Qv) = QT / Jumlah v-notch = 262,65 m3/hari / 55 buah = 4,78 m3/hari = 0,000055 m3/detik (Persamaan 2.96) Head v-notch (h) h
= {(15 x Qv) / [8 x Cd x tan (ө/2) x (2g)0,5]}2/5
143
dengan
Cd = koefisien discharge ө = sudut dalam v-notch Pada ө = 90°, Cd = 0,58.
h
= {(15 x Qv) / [8 x Cd x tan (ө/2) x (2g)0,5]}2/5 = {(15 x 0,000055 m3/detik) / [8 x 0,58. x tan (45°) x (2 x 9,81 m/detik2)0,5]}2/5 = 0,0174 m = 1,74 cm (Persamaan 2.97)
Weir Loading (WL): = Q / Lweir = 262,65 m3/hari / 16,33 m2 = 16,08 m3/m2.hari (Persamaan 2.98)
WL
Gambar detail engineering design (DED) unit bak pengendap dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 10 dan 11. Dimensi Pipa Influent dan Effluent Bak Pengendap: Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa influent = Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah) Pipa effluent = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) Pipa resirkulasi = Pipa effluent Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 0,0031 m D = 0,063 m
144
= 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s Perhitungan Mass Balance: Perhitungan mass balance diperlukan untuk mengetahui proses kesetimbangan massa yang terjadi di bak aerasi. Perhitungan mass balance untuk bak aerasi dan bak pengendap adalah sebagai berikut. BODrem = BODinf x % BOD removal (Persamaan 2.40) = 134,5 mg/L mg/L x 86,7% = 113,92 mg/L CODrem
= CODinf x % COD removal = 232 mg/L x 87% = 201,84 mg/L
TSSrem
= TSSinf x % TSS removal = 268 mg/L x 93,3% = 250,04 mg/L
BOD M BODinf = BODinf x Q = 134,5 mg/L x 264,8 m3/hari = 35,6 kg/hari M BODrem= BODrem x Q = 116,61 mg/L x 264,8 m3/hari = 30,88 kg/hari M BODeff = BODeff x Q = 18 mg/L x 264,8 m3/hari = 4,77 kg/hari COD M CODinf = CODinf x Q = 232 mg/L x 264,8 m3/hari
145
= 61,4 kg/hari M CODrem= CODrem x Q = 201,84 mg/L x 264,8 m3/hari = 53,45 kg/hari M CODeff = CODeff x Q = 30,16 mg/L x 264,8 m3/hari = 7,99 kg/hari TSS M TSSinf = TSSinf x Q = 268 mg/L x 264,8 m3/hari = 71 kg/hari M TSSrem= TSSrem x Q = 250,04 mg/L x 264,8 m3/hari = 63,21 kg/hari M TSSeff = TSSeff x Q = 18 mg/L x 264,8 m3/hari = 4,77 kg/hari 5.4.6 DED Unit Carbon Filter Unit carbon filter dipasang setelah unit pengolahan biologis masing-masing alternatif IPAL. Arah aliran air libah dalam unit ini adalah aliran ke bawah / downflow. Filter ini menggunakan saringan bertekanan. Pengolahan air limbah menggunakan carbon filter memakai bahan adsorben berupa Granular Activated Carbon (GAC) dari arang tempurung kelapa sebagai unit lanjutan untuk mengadsorpsi residu konstituen inorganik seperti nitrogen, sulfida, logam berat, dan senyawa bau dari air limbah. Perhitungan unit ini sama untuk kedua alternatif IPAL. Berdasarkan kriteria desain pada Tabel 2.4 dilakukan penentuan kriteria perencanaan unit carbon filter sebagai berikut: Direncanakan: Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Kedalaman karbon (H) = 1,8 m Densitas GAC (p) = 450 kg/m3 Waktu kontak efektif (td) = 5 menit Waktu Operasi (t) = 90 hari Kecepatan aliran bed (vf) = 10 m/jam
146
Sketsa unit carbon filter dapat dilihat pada Gambar 5.17.
Gambar 5.17 Sketsa Unit Carbon Filter
Perhitungan: i. Luas permukaan filter (Ab) Ab = Q / vf (Persamaan 2.99) = 264,8 m3/hari / 10 m/jam x hari/24 jam = 1,1 m2 ii. Diameter Tangki (D) (Persamaan 2.100) Ab = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 1,1 m D = 1,18 m iii. Bed volume (Vb) Vb = Ab x H = 1,1 m2 x 1,8 m = 1,98 m3
(Persamaan 2.101)
iv. Waktu kontak bed kosong (EBCT) EBCT = Vb / Q (Persamaan 2.102) = 1,98 m3 / 264,8 m3/hari = 10,8 menit
147
v. Massa GAC (m) m = Vb x p (Persamaan 2.103) = 1,98 m3 x 450 kg/m3 = 891 kg vi. Jumlah air terolah per kg karbon/ Specific througtput (Vsp) Vsp = td / (EBCT x p) (Persamaan 2.104) = 5 menit / (10,8 menit x 450 kg/m3) = 1,03 x 10-3 m3/kg vii. Carbon usage rate (CUR) CUR = 1/Vsp (Persamaan 2.105) = 1/1,03 x 10-3 m3/kg = 970, 87 kg/m3 viii. Volume air terolah untuk EBCT yang telah ditentukan (VEBCT) = m / CUR (Persamaan 2.106) VEBCT = 891 kg / 970, 87 kg/m3 = 0,92 m3 Gambar detail engineering design (DED) unit carbon filter dan skema filtrasi maupun backwash untuk sand filter dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 12 dan 13. Dimensi Pipa Influent dan Effluent Carbon Filter: Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 148
0,0031 m2 D
= ¼ x 3,14 x D2 = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s 5.4.7 DED Filter Press Filter press sebagai unit pengolahan lumpur yang dihasilkan oleh unit IPAL. Pemilihan unit ini karena memiliki kemudahan dalam pengolahan dan debit lumpur yang dihasilkan dari unit IPAL cukup sedikit. Filter press melakukan proses dewatering dengan cara memberikan tekanan tinggi pada dua plate yang berbentuk rectangular. Filter press direncanakan akan mengolah lumpur yang dihasilkan dari alternatif 1 (bak pengendap dan ABF) dan alternatif 2 (bak pengendap dari bak aerasi). Perhitungan unit filter press adalah sebagai berikut: Sketsa denah filter press dapat dilihat pada Gambar 5.18.
Gambar 5.18 Sketsa Denah Filter Press
Alternatif 1: Direncanakan: Volume lumpur total Debit air limbah (Q) Kadar air lumpur (sf) Lama pengeringan (td)
= 0,0469157 m3/hari = 264,8 m3/hari = 32% = 3 hari
149
Lama pembersihan (tc) = 2 hari Jumlah unit (n) = 1 buah Perhitungan: Volume cake = Volume lumpur total / sf = 0,0469157 m3/hari / 32% (Persamaan 2.107) = 0,1466 m3 Siklus pengolahan (N) = td / tc = 3 hari / 2 hari = 1,5 (Persamaan 2.108) Volume filter press = Volume cake / (N x n) = 0,1466 m3 / (1,5 x 1) = 0,0977 m3 = 97,7 Liter (Persamaan 2.109) Filter press yang dipilih adalah: Model = FPA 47 (dapat dilihat pada Lampiran 7) Dengan spesifikasi sebagai berikut: Jumlah plate = 5 buah Julah chamber = 4 buah Panjang = 1,47 m Lebar = 1,17 m Tinggi = 1,37 m Berat kosong = 750 kg Berat beban = 780 kg Luas permukaan filter = 1,4 m2 Volume cake total = 19 L Ukuran pabrik dan plate = 470 Volume tangki = 39 L Power = 3 kW Ketebalan cake = 30 mm Pompa (tunggal) = 7,5 L/menit Alternatif 2: Direncanakan: Volume lumpur total Debit air limbah (Q) Kadar air lumpur (sf) Lama pengeringan (td) Lama pembersihan (tc)
150
= 2,15 m3/hari = 264,8 m3/hari = 32% = 3 hari = 2 hari
Jumlah unit (n)
= 1 buah
Perhitungan: Volume cake
= Volume lumpur total / sf = 2,15 m3/hari / 32% = 6,72 m3 Siklus pengolahan (N) = td / tc = 3 hari / 2 hari = 1,5 Volume filter press = Volume cake / (N x n) = 6,72 m3 / (1,5 x 1) = 4,48 m3 = 4.480 Liter Filter press yang dipilih adalah: Model = FPA 120 (dapat dilihat pada Lampiran 7) Dengan spesifikasi sebagai berikut: Jumlah plate = 20 buah Julah chamber = 19 buah Panjang = 4,85 m Lebar = 2,1 m Tinggi = 2,1 m Berat kosong = 8.350 kg Berat beban = 9.900 kg Luas permukaan filter = 71,6 m2 Volume cake total = 676 L Ukuran pabrik dan plate = 1.200 Volume tangki = 100 L Power = 4 kW Ketebalan cake = 32 mm Pompa (tunggal) = 33+5 L/menit 5.4.8 DED Bak Effluent Pada perancangan ini, bak effluent berfungsi sebagai penampung air olahan IPAL sebelum dibuang ke saluran kota. Dimensi unit ini sama antara alternatif 1 dan 2. Direncanakan: Q = 264,8 m3/hari td = 2 jam
151
Kedalaman air (h)= 3 m P:L =1:1 Sketsa unit bak efluen dapat dilihat pada Gambar 5.19.
Gambar 5.19 Sketsa Unit Bak Efluen
Perhitungan: Volume bak (V)
= Q x td = 264,8 m3/hari x 2 jam x hari/24 jam = 22,07 m3 Luas permukaan (A) =V/h = 22,07 m3 / 3 m = 7,36 m2 A =PxL 7,36 m2 = L2
152
L P
= 2,7 m = 2,7 m
Perancangan ulang bak effluent harus disesuaikan dengan luas lahan yang tersedia. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan dimensi bak effluent adalah: Panjang = 2,7 m Lebar = 2,7 m Tinggi air = 3 m (freeboard = 0,3 m) Gambar detail engineering design (DED) unit bak efluen dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 15. . Dimensi Pipa Influent dan Effluent Bak Effluent: Direncanakan: Kecepatan air di pipa (v) = 1 m/s Debit air limbah (Q) = 264,8 m3/hari Pipa influent = Pipa jenis PVC Tipe D (aplikasi air limbah dengan tekanan rendah) Pipa effluent = Pipa jenis PVC Tipe AW (aplikasi air limbah dengan tekanan tinggi) Pipa resirkulasi = Pipa effluent Perhitungan: i. Luas penampang basah(A) A =Q/v = 264,8 m3/hari / 1 m/s x hari/86.400s = 0,0031 m2 ii. Diameter pipa (D) A = ¼ x π x D2 2 = ¼ x 3,14 x D2 0,0031 m D = 0,063 m = 63 mm (Inner diameter / ID) (Dipilih pipa jenis D dengan diameter 2,5 inchi / ID 70,8 mm) iii. Cek v v = Q / (¼ x π x Daplikasi2) = 264,8 m3/hari x hari/86.400s / ((¼ x 3,14 x (0,0708 m)2) = 0,78 m/s
153
Bagan mass balance alternatif IPAL 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 5.20 dan 5.21. 5.5
Pembuatan Gambar Unit-Unit IPAL Rencana Setelah dilakukan perhitungan terhadap dimensi masingmasing unit IPAL kedua alternatif dilanjutkan dengan membuat gambar detail dengan program Autocad 2010. Gambar detail ini bertujuan untuk memvisualisasikan unit IPAL ke dalam bentuk gambar agar mudah dipahami. Gambar detail tiap unit IPAL dapat dilihat pada lampiran 8. 5.6
Penyusunan Profil Hidrolis Profil hidrolis dihitung dengan memperkirakan seberapa besar penurunan muka air (headloss) akibat adanya gesekan, jatuhan, belokan, kecepatan air di bangungan, dan akibat adanya gesekan antara air dengan media. Persamaan yang digunakan untuk menghitung headloss yang terjadi di bangunan antara lain: Menurut Subramanya (1984), headloss karena kecepatan aliran di unit IPAL ditentukan berdasarkan persamaan DarcyWeisbach untuk bangunan open channel. Hf
=fx
f
= 1,5 x 0,01989
L v g
= panjang bangungan (m) = 0,3 m/s (kecepatan aliran) = 9,81 m/s
154
,
Gambar 5.20 Bagan Mass Balance Alternatif IPAL 1
155
Gambar 5.21 Bagan Mass Balance Alternatif IPAL 2
156
Menurut Marsono (1995), headloss dalam media filter ditentukan berdasarkan persamaan Carman Kozeny. Headloss di media filter Hf
= 150. 1
k
= 5 (konstanta geometris) = 0,893.10 m2/s = 9,81 m/s = 0,3 m/s (kecepatan aliran) = 0,78 (spherisitas media angular) = 0,98 (porositas media sarang tawon) = 235 cm (tinggi media)
g v f L
ɛ .
. .v.
. 150,17 .
Headloss jatuhan dan belokan didasarkan pada persamaan Manning. Aliran air yang masuk dalam pipa inlet memiliki headloss akibat adanya jatuhan dan belokan aliran air dalam bangunan. Headloss jatuhan adalah kehilangan tekanan akibat turbulensi aliran yang dipengaruhi oleh adanya jatuhan. Sedangkan headloss belokan adalah kehilangan tekanan akibat turbulensi aliran yang dipengaruhi oleh adanya belokan setelah aliran jatuhan. . 2 Hf = .L .
n R L
= 0,015 (kekerasan beton) = jari-jari hidrolis (m) = panjang jatuhan atau belokan (m) Headloss pada media filter adalah: = 1,067
. .
.
∑
.
Headloss pada nozzle = K x -
Headloss total pada Filter = Hf media
Hf
157
Hasil perhitungan headloss lengkap unit IPAL alternatif 1 dapat dilihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Headloss Lengkap Unit IPAL Alternatif 1 Bangunan Jenis Headloss Headloss (m)
-6,35
Grease Trap
1
2
Muka Air (m)
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,36
Hf jatuhan
0,00006
-6,36
Hf belokan
0,00014
-6,36
Hf kecepatan
0,00017
-6,36
Hf Pipa Efluen
0,00783
-6,37
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,37
Hf jatuhan
0,00006
-6,37
Hf belokan
0,00012
-6,37
Hf kecepatan
0,00015
-6,37
Hf Pipa Efluen
0,10435
-6,48 -6,48
Bak Ekualisasi
Hf Pipa Influen
0,007826
-6,49
Hf jatuhan
0,000024
-6,49
Hf belokan
0,000024
-6,49
Hf kecepatan
0,000053
-6,49
Hf Pipa Efluen
0,040436
-6,53
Tangki Septik
1
2
158
-6,35 Hf Pipa Influen
0,00783
-6,36
Hf jatuhan
0,00010
-6,36
Hf belokan
0,00013
-6,36
Hf kecepatan
0,00020
-6,36
Hf Pipa Efluen
0,00783
-6,37
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,37
Hf jatuhan
0,00013
-6,37
Bangunan
Jenis Headloss
Headloss (m)
Muka Air (m)
Hf belokan
0,00017
-6,37
Hf kecepatan
0,00024
-6,37
Hf Pipa Efluen
0,00783
-6,38
Hf jatuhan
0,000072
-6,38
Hf belokan
0,000072
-6,38
Hf filter
0,051408
-6,43
Hf jatuhan
0,000072
-6,43
Hf belokan
0,000072
-6,43
Hf filter
0,051408
-6,49
Hf jatuhan
0,000072
-6,49
Hf belokan
0,000072
-6,49
Hf filter
0,051408
-6,54
Hf jatuhan
0,000072
-6,54
Hf belokan
0,000072
-6,54
Hf filter
0,051408
-6,59
Hf jatuhan
0,000072
-6,59
Hf belokan
0,000072
-6,59
Hf filter
0,051408
-6,64
ABF
1
2
3
4
5
6
7
8
-6,38
Hf jatuhan
0,000072
-6,64
Hf belokan
0,000072
-6,64
Hf filter
0,051408
-6,69
Hf jatuhan
0,000072
-6,69
Hf belokan
0,000072
-6,69
Hf filter
0,051408
-6,74
Hf jatuhan
0,000072
-6,74
Hf belokan
0,000072
-6,74
Hf filter
0,051408
-6,79
159
Bangunan
9
10
Jenis Headloss
Headloss (m)
Muka Air (m)
Hf jatuhan
0,000072
-6,79
Hf belokan
0,000072
-6,79
Hf filter
0,051408
-6,85
Hf jatuhan
0,000072
-6,85
Hf belokan
0,000072
-6,85
Hf filter
0,051408
-6,90 -3,88
Sand Filter
Carbon Filter
Hf media
0,229
-4,11
Hf nozzle
0,0016
-4,11 -3,65
Hf media
0,205
-3,86
Hf Pipa Influen
0,10435
-6,49
Hf jatuhan
0,00007
-6,49
Hf belokan
0,00007
-6,49
Hf kecepatan
0,00011
-6,49
-6,38
Bak Effluent
Hasil perhitungan headloss lengkap unit IPAL alternatif 2 dapat dilihat pada Tabel 5.17. Tabel 5.17 Headloss Lengkap Unit IPAL Alternatif 2 Bangunan Jenis Headloss Headloss (m)
-6,35
Grease Trap
1
2
160
Muka Air (m)
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,36
Hf jatuhan
0,00006
-6,36
Hf belokan
0,00014
-6,36
Hf kecepatan
0,00017
-6,36
Hf Pipa Efluen
0,00783
-6,37
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,37
Bangunan
Jenis Headloss
Headloss (m)
Muka Air (m)
Hf jatuhan
0,00006
-6,37
Hf belokan
0,00012
-6,37
Hf kecepatan
0,00015
-6,37
Hf Pipa Efluen
0,10435
-6,48 -6,48
Bak Ekualisasi
Hf Pipa Influen
0,007826
-6,49
Hf jatuhan
0,000024
-6,49
Hf belokan
0,000024
-6,49
Hf kecepatan
0,000053
-6,49
Hf Pipa Efluen
0,040436
-6,53 -6,35
Bak Aerasi
Hf Pipa Influen
0,007826
-6,36
Hf jatuhan
0,000042
-6,36
Hf belokan
0,000042
-6,36
Hf kecepatan
0,000089
-6,36
Hf Pipa Efluen
0,052176
-6,41 -6,41
Bak Pengendap
Hf Pipa Influen
0,00783
-6,42
Hf jatuhan
0,00002
-6,42
Hf belokan
0,00002
-6,42
Hf kecepatan
0,00005
-6,42
Hf Pipa Efluen
0,09131
-6,51 -3,88
Sand Filter
Carbon Filter Bak Effluent
Hf media
0,2290
-4,11
Hf nozzle
0,0016
-4,11 -3,65
Hf media
0,2050
-3,86 -6,35
161
Bangunan
Jenis Headloss
Headloss (m)
Muka Air (m)
Hf Pipa Influen
0,10435
-6,45
Hf jatuhan
0,00007
-6,45
Hf belokan
0,00007
-6,45
Hf kecepatan
0,00011
-6,45
Gambar profil hidrolis kedua alternatif dapat dilihat pada Lampiran 8 Nomor Lembar 16. 5.7
Penyusunan Prosedur Pengoperasian dan Pemeliharaan IPAL 5.7.1 Petunjuk Pengoperasian IPAL 1. Pipa Air Limbah periksa sambungan-sambungan pipa pada instalasi untuk mencegah kebocoran pipa periksa semua katup pada setiap unit untuk memastikan dapat berfungsi sebagaimana mestinya periksa manometer, pastikan dalam kondisi baik perika gate valve pada pipa utama, pastikan selalu terbuka sebagaimana mestinya. 2. Anaerobic Biofilter Sebelum IPAL dioperasikan ABF diisi dengan air bersih sampai penuh. Seluruh peralatan mekanik dan elektrik harus dipastikan dalam keadaan berjalan dengan baik. Air limbah dialirkan ke bak penampung atau bak ekualisasi. Bak ekualisasi dilengkapi dengan pompa air limbah yang bekerja secara otomatis dengan menggunakan radar atau pelampung air, fungsinya yaitu jika permukaan air limbah lebih tinggi melampaui batas level minimum maka maka pompa air limbah akan berjalan dan air limbah akan dipompa ke ABF pada sistem IPAL. Jika permukaan air limbah di dalam bak
162
ekualisasi mencapai level minimum pompa air limbah secara otomatis akan berhenti (mati). Debit pompa air limbah diatur sesuai dengan kapasitas IPAL dengan cara mengatur debit dengan cara manual. Pada saat pertama kali IPAL dioperasikan (Start Up), ABF harus sudah terisi air sepenuhnya. Proses pembiakan mikroba dapat dilakukan secara alami atau natural karena di dalam air limbah domestik sudah mengandung mikroba atau mikroorganisme yang dapat menguraikan polutan yang ada di dalam air limbah atau dapat pula dilakukan seeding dengan memberikan benih mikroba yang sudah dibiakkan. Jika pengoperasian IPAL dilakukan dengan pembiakan mikroba secara alami, proses operasional yang stabil memerlukan waktu pembiakaan (seeding) sekitar 1-2 minggu. Waktu adaptasi tersebut dimaksudkan untuk membiakkan mikroba agar tumbuh dan menempel pada permukaan media biofilter. Jika proses pembiakan mikroba (seeding) dilakukan dengan memberikan benih mikroba yang sudah jadi, proses dapat stabil dalam waktu 1 minggu. Pertumbuhan mikroba secara fisik dapat dilihat dari adanya lapisan lendir atau biofilm yang menempel pada permukaan media. Pengisian air limbah ke dalam reaktor dilakukan secara bertahap ke setiap ruang di dalam ABF agar beban pada dinding ABF merata, sehingga menyebabkan tekanan merata di bagian dinding reaktor. Pengisian dilakukan sampai semua ruangan di dalam ABF terisi air limbah sampai penuh dan keluar ke bak kontrol outlet. Selanjutnya debit pompa air limbah yang masuk ke dalam ABF diatur sesuai dengan kapasitas perencanaan.
3. Pompa Sentrifugal Buka katup hisap Buka katup tekan Buka katup pelepas udara
163
Isi air ke dalam pompa melalui katup pelepas udara sampai benar-benar penuh Setelah penuh, disertai dengan keluarnya air dari katup pelepas udara tanpa disertai udara, tutup kembali katup pelepas udara dan katup tekan Jalankan pompa dengan menekan tombol ON atau cara lain untuk menghidupkan motor penggerak pompa Perhatikan tekanan air pada manometer Apabila tekanan telah naik, buka katup tekan perlahanlahan sampai tekanan pompa yang dikehendaki Perhatikan ampere pada panel kendali pompa; apabila melebihi nilai maksimum (sesuai dengan motor penggerak), tutup katup tekan perlahan-lahan sampai nilai ampere di bawah nilai maksimum. 4. Pompa Submersible Jalankan motor penggerak Perhatikan tekanan air pada manometer Bila sudah naik melebihi tekanan kerja pompa, buka katup perlahan-lahan sampai didapat tekanan yang dikehendaki Perhatikan ampere pada panel kendali pompa; apabila melebihi nilai maksimum, tutup katup tekan perlahanlahan sampai nilai ampere di bawah nilai maksimum. 5. Sand Filter a) Tutup katup penguras, katup pencucian dan buka katup outlet penyaring b) Alirkan air dan atur kapaistasnya sesuai perencanaan c) Amati debit outlet pada alat ukur yang tersedia sampai ketinggian yang ditentukan; d) Lakukan pencucian penyaring bila debit keluarnya menurun sampai batas tertentu atau air pada permukaan penyaring naik sampai batas ketinggian tertentu, dengan cara menutup katup inlet dan outlet penyaring, selanjutnya adalah: 1) buka katup outlet buangan pencucian dan inlet air pencuci
164
2) operasikan pompa pencuci dan atur permukaan penyaring 3) atur debit pencucian dengan mengatur katup, sehingga media tidak terbawa 4) amati penyebaran air pada permukaan penyaring 5) hentikan pencucian jika air hasil pencucian sudah jernih. 5.7.2 Petunjuk Pemeliharaan IPAL 1. Tangki Septik - Penyedotan tangki septik secara berkala harus dilakukan ketika endapan (sludge) dan kotoran (scum) mencapai 2/3 dari kapasitas tangki, yakni setiap 6 bulan. - Tidak membuang bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam tangki septik,seperti insektisida, karbol pembersih lantai dan pemutih pakaian. - Lumpur hasil pengurasan tidak boleh dibuang ke sungai atau ke tempat terbuka, tapi harus dibuang ke filter press untuk diolah lebih lanjut. 2. Anaerobic Biofilter Semakin lama, padatan dan biomassa menebal dan bisa menyumbat pori-pori filter. Ketika efisiensi menurun, filter harus dibersihkan dengan cara mengalirkan air dengan arah berlawanan aliran, atau melepas materi filter dari tangkinya kemudian dibersihkan. 3. Bak Aerasi - Peralatan mekanis (pencampur, aerator dan pompa) harus terus dirawat. - Aliran air limbah yang masuk (influent) dan yang keluar (efluent) harus terus dipantau. Tujuannya untuk memastikan bahwa tidak ada ketidaknormalan yang bisa membunuh biomassa aktif, dan bahwa organisme yang merusak tidak berkembang serta merusak proses (misalnya bakteri berflamen). - beri pelumas pada kompresor sesuai instruksi produsen alat - periksa tekanan keluaran (output)
165
-
-
periksa filter udara: bersihkan, perbaiki atau ganti sesuai dengan kebutuhan buka kompresor dan periksa terhadap kemungkinan korosi di dalam atau penyimpangan lainnya; apabila ada, perbaiki secepatnya cat kembali bagian luar kompresor
4. Blower Pemeliharaan rutin Pemeliharaan ini rutin untuk mempertahankan tingkat kinerja. Kegiatanpemeliharaan meliputi : - Pemeriksaan periodik semua komponen sistem - Pelumasan bantalan dan penggantian - Pengencangan belt dan penggantian - Perbaikan atau penggantian motor - Pembersihan fan Konsekuensi yang paling mahal dari perawatan yang tidak benar adalah down time. Untuk meminimalisasi downtime, perawatan sistem dasar harus diterapkan secara teratur. Berikut adalah daftar perawatan dasar, yaitu : a) Kondisi Motor b) Sabuk (Belts). Belt biasanya bagian perawatan paling intensif pada fan. Belt cenderung kehilangan tegangan, mengurangi efisiensi transimisi. c) Bantalan (Bearings). Bantalan harus dipantau secara berkala. Menentukan kondisi bantalan dapat dengan mendengarkan suara yang mengindikasi pemakaian berlebih, mengukur temperatur operasi bantalan atau dengan menggunakan teknik perawatan prediksi seperti analisi getaran atau analisis minyak. Pelumasan bantalan harus sesuai dengan petunjuk manufaktur fan.Sebagai contoh untuk fan kecepatan tinggi, interval waktu pelumasan dapat dilakukan minggu atau
166
lebih sering. Untuk bantalan yang dilumasi minyak, periksa kualitas minyak jika perlu diganti. Pastikan bantalan cukup terlindungi dari kontaminan. Untuk fan axial, bantalan anti friksi banyak digunakan karena kebutuhan bantalan dorong untuk menangani beban dorong aksial. d) System Cleaning Fan dan komponen sistem rentan terkontaminasi sehingga harus dibersihkan secara berkala. e) Kebocoran (Leaks) Periksa kebocoran saluran yang data menyebabkan kehilangan energi dan performa sistem yang buruk.
-
Bagian-bagian ini berisi opsi penting untuk efisiensi energi pada fan: Gunakan kerucut saluran masuk udara yang halus dan bulat untuk saluran masuk udara fan Hindarkan distribusi aliran yang buruk pada saluran masuk fan Minimalkan rintangan fan pada saluran masuk dan keluar Bersihkan screens, filter dan blades fan secara teratur Minimalkan kecepatan fan Gunakan slip rendah atau belts datar untuk transmisi tenaga Periksa tekanan belt secara teratur Hilangkan kebocoran dalam saluran kerja Minimalkan bengkokan dalam saluran kerja Matikan fan dan blower jika tidak digunakan Pastikan penyambungan antara sistem penggerak dan yang digerakkan sudah benar Pastikan kualitas pasokan daya yang cukup ke penggerak motor Periksa secara teratur kecenderungan getaran untuk memperkirakan kegagalan lebih awal seperti kerusakan bearing, ketidaksesuaian sambungan, ketidakseimbangan, kelonggaran fondasi. 5. Pipa Air Limbah (seminggu sekali) periksa dan bersihkan lumpur yang mengendap di pipa bersihkan lingkungan di sekitar pipa
167
6. Pompa Sentrifugal bersihkan pompa dan ruangan (harian) periksa dan perbaiki kebocoran packing (mingguan) periksa dan pastikan ketepatan kelurusan kopling (mingguan) periksa dan perbaiki kebocoran pipa, katup dan manometer (mingguan) tambahkan gemuk (bulanan) periksa tahanan isolasi pompa (bulanan) hitung efisiensi (bulanan) periksa kabel pompa (tahunan) lakukan overhaul pompa (tahunan) lakukan pengecatan pompa (tahunan) 7. Pompa Submersible ukur dan periksa tahanan isolasi motor pompa (bulanan) hitung efisiensi pompa (bulanan) ganti oli dan periksa mesin pompa (tahunan) periksa kabel pompa (tahunan) lakukan overhaul pompa (tahunan) lakukan pengecatan (tahunan) 8. Sand Filter bersihkan bagian dalam dan luar bak penyaring periksa kebocoran bak, katup-katup dan perpipaan perbaiki bila terjadi kebocoran lakukan pembersihan dan pengecatan keluarkan media penyaring dan bersihkan periksa dasar unit saringan dan lakukan perbaikan perbaiki bila terjadi kebocoran periksa dan perbaiki nozzle, katup dan perbaiki pipa masukan pasir yang telah dibersihkan dan tambahkan media apabila kurang, dan periksa kemungkinan terbentuknya bola-bola lumpur pada media penyaring;
168
5.7.3 Pemantaan dan Evaluasi IPAL 1. Pemantauan/Monitoring Monitoring adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memantau proses IPAL yang dilakukan secara terus menerus, dan dilakukan secara berkala dalam periode tertentu per satuan waktu seperti mingguan, bulanan dan tahunan. Hal ini sangat bergantung pada seberapa besar pengaruh aspek yang dimonitor tersebut terhadap keberlangsungan proses IPAL. Aspek yang perlu dilakukan monitoring dari IPAL ini meliputi monitoring terhadap sistem, kondisi dan fungsi peralatan IPAL yang merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Kegiatan monitoring IPAL ini secara teknis dan manajemen pengelolaan meliputi : a. Monitoring kualitas air limbah Dapat menggunakan laboratorium lingkungan rujukan (Misal : Lab. Dinkes, Lab. BTKL, Lab. BPLHD, Lab. Swasta yang terakreditasi ). Sampel dikirim ke laboratorium yang terdiri dari sampel air limbah influen dan efluen yang masing – masing sebanyak 2 liter. Pengambilan sampel harus sesuai dengan Standar yang berlaku atau SOP pengambilan sampel limbah cair (untuk memudahkan komparasi dan perhitungan efesiensi). b. Monitoring debit air limbah Dapat menggunakan data gunakan rekening air PDAM/flow meter pompa maupun pencatatan pada flow meter (pencatatan perbedaan kenaikan angka pada flow meter per hari/minggu/bulan) c. Monitoring efisiensi kinerja pengolahan air limbah Perhitungan efisiensi menggunakan satuan % dan diterapkan untuk parameter BOD, COD, TSS, N, dan P. d. Monitoring beban pencemaran air limbah Beban cemaran (BOD loading) hasil perhitungan dianilisis dengan membandingkan dengan BOD loading hasil perencanaan (BOD loading desain IPAL). BOD
169
loading hasil perhitungan harus di bawah BOD loading desain, bila nilainya melebihi maka kinerja IPAL over loading (pengaruh ke kualitas air limbah efluen). 2. Evaluasi Pelaksanaan evaluasi kinerja unit IPAL r dapat dilakukan terhadap sistem, kondisi dan fungsi peralatan. Beberapa pendekatan evaluasi dimaksud meliputi : 1) Membandingkan kualitas air limbah dengan baku mutu air limbah 2) Kesesuaian kapasitas pengolahan IPAL dengan kapasitas yang direncanakan 3) Membandingkan kondisi sistem IPAL dengan standar teknis/kriteria desain IPAL 4) Membandingkan kondisi dan fungsi peralatan IPAL dengan data teknis yang tercantum dalam manual alat 5) Analisis kecenderungan atas fluktuasi debit, efisiensi, beban cemaran dan satuan produksi air limbah 6) Kemampuan pengelola IPAL dalam pendanaan kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan IPAL. 5.8
Penyusunan Bill Of Quantity (BOQ) Dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) 5.8.1 Bill Of Quantity (BOQ) Perhitungan Bill Of Quantity (BOQ) pada perancangan ini meliputi pembongkaran beton, penggalian tanah biasa untuk konstruksi, pengurugan pasir dengan pemadatan. Terdapat pula pekerjaan beton K-225, pengurugan tanah kembali untuk konstruksi, pekerjaan pembesian dengan besi beton (polos), pekerjaan bekisting lantai dan dinding. Pekerjaan lain adalah pemasangan pipa air kotor diameter 3” (7,62 mm) dan pekerjaan pompa (air limbah dan lumpur), blower, filter press, pipa, dan aksesoris. 1. BOQ Pembongkaran Beton Sebelum membangun ulang unit IPAL dilakukan terlebih dahulu pembongkaran IPAL eksisting. Pembongkaran beton hanya dilakukan di bagian lantai dan dinding (bukan struktur utama). Berikut adalah dimensi unit,
170
meliputi panjang, lebar dan ketinggian air efektif: a. Bak Ekualisasi = 6,9 m x 5,8 m x 2,6 m b. Bak Aerasi =7mx6mx4m c. Bak Pengendap = 4,1 m x 3 m x 2,8 m Tebal beton adalah 0,2 m. Penetapan tebal ini didasarkan pada ketentuan di SNI yang mengisyaratkan tebal minimum beton untuk bangunan di bawah tanah adalah minimal 190 mm. Perhitungan: a. Bak Ekualisasi = Beton tutup + dinding + lantai = ((6,9 m x 5,8 m x 0,2 m)-(4,9 m x 3 m x 0,2 m))+(2 x 3,6 m x 6 m x 0,2 m)+( 6,9 m x 5,8 m x 0,2 m) = 21,71 m3 b. Bak Aerasi = Beton dinding + lantai = (8,4 m x 6 m x 0,2 m)+(7 m x 6 m x 0,2 m) = 18,48 m3 c. Bak Pengendap = Beton dinding = 3 m x 2,8 m x 0,2 m = 1,68 m3 Volume pembongkaran total adalah 41,87 m3 2. BOQ Penggalian Tanah Biasa untuk Konstruksi Pada pekerjaan ini, tanah digali dengan bentuk tampak samping adalah segiempat, karena sebelah kanan dan kiri unit adalah sturtur utama gedung. Rumus = (panjang + sepatu lantai) x (lebar + sepatu lantai) x (kedalaman bangunan yang digali + tebal pasir + Freeboard + tebal lantai kerja + tebal tutup) Tebal pasir = 0,1 m Tebal lantai kerja = 0,05 m Freeboard = 0,3 m Sepatu lantai = 0,3 m Tebal tutup = 0,2 m
171
Berikut adalah dimensi unit rancang ulang. a. Grease trap (tinggi bangunan di atas tanah = 0,2 m) = 3 m x 1 m x 0,9 m b. Bak Ekualisasi (bangunan digali tepat muka tanah) = 6,9 m x 5,8 m x 3,1 m c. Bak Aerasi (tinggi unit di atas tanah = 0,2 m) = 6,6 x 5,5 m x 5 m d. Bak Pengendap (bangunan digali tepat muka tanah) = 5,2 m (D) x 2,3 m (h) e. ABF (bangunan digali tepat muka tanah) = ((3,4 m +1,7 m) x 1,75 m x 3,3 m) dan (10 x 3 m x 2,5 m x 3,3 m). f. Bak effluent (bangunan digali tepat muka tanah) = 2,7 m x 2,7 m x 3 m Perhitungan: a. Grease trap = 4,15 m x 2 m x 1,45 m = 12,04 m3 b. Bak Ekualisasi = 7,9 m x 6,8 m x 3,95 m = 212,2 m3 c. Bak Aerasi = 7,6 m x 6,5 m x 6,15 m = 303,81 m3 d. Bak Pengendap = 7,2 m x 7,2 m x 2,98 m = 154,49 m3 e. ABF = 27,7 m x 6,2 m x 3,85 m = 661,2 m3 f. Bak effluent = 3,7 m x 3,7 m x 3,85 m = 52,71 m3 Volume galian tanah alternatif 1 adalah 938,15 m3 sedangkan alternatif 2 adalah 735,25 m3.
172
3. BOQ Pengurugan Pasir dengan Pemadatan = (panjang + sepatu lantai) x (lebar + sepatu lantai) x tebal pasir Perhitungan: a. Grease trap = 4,15 m x 2 m x 0,1 m = 0,83 m3 b. Bak Ekualisasi = 7,9 m x 6,8 m x 0,1 m = 5,38 m3 c. Bak Aerasi = 7,6 x 6,5 m x 0,1 m = 4,94 m3 d. Bak Pengendap = 7,2 m x 7,2 m x 0,1 m = 5,18 m3 e. ABF = 27,7 m x 6,2 m x 0,1 m = 17,17 m3 f. Bak effluent = 3,7 m x 3,7 m x 0,1 m = 1,37 m3 Volume urugan tanah alternatif 1 adalah 24,75 m3 sedangkan alternatif 2 adalah 17,7 m3. 4. BOQ Pekerjaan Beton K-225 Beton Lantai Bangunan = panjang x lebar x (tebal lantai kerja + tebal lantai bak) dimana tebal lantai kerja (0,05 m) + tebal lantai bak (0,2 m) adalah 0,25 m Perhitungan: a. Grease trap = 3,55 m x 1,4 m x 0,25 m = 0,9 m3 b. Bak Ekualisasi = 7,3 m x 6,2 m x 0,25 m = 8,8 m3
173
c. Bak Aerasi = 7 m x 5,9 m x 0,25 m = 8 m3 d. Bak Pengendap = ¼ x π x Dbak2 + ¼ x π x Dweir2 = [¼ x 3,14 x (1,56 m)2 x 0,25 m] + [¼ x 3,14 x ((5,7 m)2 - (5,4 m)2)x 0,25 m] = 0,48 m3 + 0,66 m3 = 1,14 m3 e. ABF = ((5,4 m x 2,05 m) +(10 x 3,3 m x 2,8 m)) x 0,25 m = 20,1 m x 5,45 m x 0,25 m = 20,7 m3 f. Bak effluent = 3 m x 3 m x 0,25 m = 1,8 m3 Beton Dinding Bangunan = (panjang total + lebar total) x tebal dinding x (kedalaman + freeboard) Perhitungan: a. Grease trap = (6,9 m + 3 m) x 0,2m x 1,2 m = 2,37 m3 b. Bak Ekualisasi = (14,4 m + 11,6 m) x 0,2 m x 3,4 m = 17,27 m3 c. Bak Aerasi = (13,8 m + 11 m) x 0,2 m x 4,8 m = 17,86 m3 d. Bak Pengendap = [¼ x 3,14 x ((5,4 m)2 - (5,2 m)2) x 2,09 m] + [¼ x 3,14 x ((5,9 m)2 - (5,7 m)2) x 0,9m] + {[1/6 x 3,14 x (5,2 m)2) x 0,54 m] - [1/6 x 3,14 x (1,56 m)2) x 0,23 m]} = 3,48 m3 + 1,64 m3 + 7,64 m3 – 0,29 m3 = 13,05 m3
174
e. ABF = (64,5 m + 5,75 m) x 0,2 m x 3,3 m = 46,37 m3 f. Bak effluent = (3,3 m + 2,7 m) x 0,2 m x 3,3 m = 3,96 m3 Beton Tutup Bangunan = panjang x lebar x (tebal tutup) Dimana tebal tutup bak adalah 0,15 m Perhitungan: a. Grease trap = 3,45 m x 1,3 m x 0,2 m = 0,91 m3 b. Bak Ekualisasi = 7,2 m x 6,1 m x 0,2 m = 8,8 m3 c. ABF = ((5,4 m x 2,05 m)+(10 x 3,3 m x 2,8 m)) x 0,2 m = 20,1 m x 5,45 m x 0,15 m = 20,71 m3 d. Bak effluent = 3 m x 3 m x 0,2 m = 1,8 m3 Beton Sepatu Lantai Bangunan = panjang sepatu lantai) x lebar sepatu lantai x tinggi urugan dimana tebal sepatu lantai adalah 0,2 m Perhitungan: a. Grease trap = [(4,15 m x 2 m ) – (3,55 m x 1,4 m )] x 0,2 m = 0,47 m3 b. Bak Ekualisasi = [(7,9 m x 6,8 m) – (7,3 m x 6,2 m )] x 0,2 m = 1,7 m3 c. Bak Aerasi = (7,6 x 6,5 m) – (7 m x 5,9 m )] x 0,2 m = 1,62 m3
175
d. Bak Pengendap = [¼ x 3,14 x ((2,16 m)2 - (1,56 m)2) x 0,2 m] = 0,35 m3 e. ABF = [(27,7 m x 6,15 m)–(21,1 m x 5,55 m )] x 0,2 m = 10,65 m3 f. Bak effluent = [(3,7 m x 3,7 m) – (3,1 m x 3,1 m )] x 0,2 m = 0,82 m3
-
Volume beton lantai bangunan adalah: Alternatif 1 = 20,64 m3 Alternatif 2 = 32,2 m3
-
Volume dinding bangunan adalah: Alternatif 1 = 69,97 m3 Alternatif 2 = 54,51 m3
-
Volume tutup bangunan adalah: Alternatif 1 = 32,22 m3 Alternatif 2 = 11,51 m3
-
Volume sepatu lantai adalah: Alternatif 1 = 13,84 m3 Alternatif 2 = 4,96m3
-
Voume pekerjaan beton total adalah: Alternatif 1 = 136,67 m3 Alternatif 2 = 103,18m3
Volume pekerjaan beton didapatkan dari akumulasi volume pekerjaan lantai, dinding, dan tutup beton, serta sepatu lantai. Volume beton alternatif 1 adalah 136,67 m3, sedangkan alternatif 2 adalah 103,18 m3.
176
5. BOQ Pengurugan Tanah Kembali untuk Konstruksi = panjang sepatu lantai x lebar sepatu lantai x tinggi urugan Perhitungan: a. Grease trap = [(4,15 m x 2 m ) – (3,55 m x 1,4 m )] x 1,3 m = 4,33 m3 b. Bak Ekualisasi = [(7,9 m x 6,8 m) – (7,3 m x 6,2 m )] x 3,8 m = 32,15 m3 c. Bak Aerasi = (7,6 x 6,5 m) – (7 m x 5,9 m )] x 4,95 m = 40,1 m3 d. Bak Pengendap = [7,2 m x 7,2 m x 2,98 m]- [¼ x 3,14 x (5,4 m)2 x 2,09 m] - {[1/6 x 3,14 x (5,2 m)2) x 0,54 m] - [1/6 x 3,14 x (1,56 m)2) x 0,23 m]} = 154,49 m3 – 47,84 m3 – 7,64 m3 – 0,29 m3 = 98,72 m3 e. ABF = [(27,7 m x 6,15 m)– (21,1 m x 5,55 m )] x 3,7 m = 197,03 m3 f. Bak effluent = [(3,7 m x 3,7 m) – (3,1 m x 3,1 m )] x 3,5 m = 14,28 m3 Volume urugan tanah alternatif 1 adalah 247,79 m3 sedangkan alternatif 2 adalah 189,58 m3. 6. BOQ Pekerjaan Pembesian Dengan Besi Beton (Polos) Volume pekerjaan ini mengacu pada perhitungan volume pekerjaan beton untuk dinding dan lantai bangunan. Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya didapatkan: - Alternatif 1 = 90,61 m3 - Alternatif 2 = 86,71 m3 Besi yang digunakan direncanakan memiliki berat 150 kg / m3 beton sehingga didapatkan berat besi adalah:
177
-
Alternatif 1 Alternatif 2
= 13.591,5 kg = 13.006,5 kg
7. BOQ Bekisting lantai = (panjang total x lebar total) Perhitungan: a. Grease trap = 3,55 m x 1,4 m = 4,97 m2 b. Bak Ekualisasi = 7,3 m x 5,9 m = 43,07 m2 c. Bak Aerasi = 7 m x 5,6 m = 39,2 m2 d. Bak Pengendap = ¼ x π x Dbak2 + ¼ x π x Dweir2 = [¼ x 3,14 x 1,562 m ] + [¼ x 3,14 x (5,72 m - 5,42 m)] = 2,7 m2 e. ABF = 20,1 m x 5,45 m = 109,55 m2 f. Bak effluent = 3,1 m x 3,1 m = 9,61 m2 Luas bekisting lantai alternatif 1 adalah 167,2 m2 sedangkan alternatif 2 adalah 99,55 m2. 8. BOQ Bekisting Dinding = (panjang total + lebar total) x (tinggi) Perhitungan: a. Grease trap = (6,9 m + 3 m) x 1,2 m = 11,88 m2 b. Bak Ekualisasi = (14,4 m + 11,6 m) x 3,4 m = 88,4 m2
178
c. Bak Aerasi = (13,8 m + 11 m) x 4,8 m = 119,04 m2 d. Bak Pengendap = (8,6 m + 6,4 m) x 4,6 m = 69 m2 e. ABF = (64,5 m + 5,75 m) x 3,3 m = 231,825 m2 f. Bak effluent = (3,3 m + 2,7 m) x 3,3 m = 19,8 m2 Luas bekisting lantai alternatif 1 adalah 351,905 m2 sedangkan alternatif 2 adalah 308,12 m2. 9. BOQ Pekerjaan Pompa, Blower, Filter Press, dan Pipa Perhitungan BOQ pekerjaan pompa, blower, filter press, pipa, dan aksesoris adalah: a. Pompa air imbah Pompa yang digunakan ada 3 buah pada bak ekualisasi, sebelum sand filter dan effluent IPAL. b. Pompa lumpur Pompa yang digunakan ada 1 buah masngmasing diletakkan pada anaerobic biofilter (alternatif 1) dan bak pengendap (alternatif 2) c. Blower Blower yang digunakan ada 1 buah pada bak ekualisasi (alternatif 1) dan 2 buah pada bak ekualisasi dan bak aerasi. d. Filter press Filter press yang digunakan ada 1 buah e. Pipa Total kebutuhan pipa dalam IPAL adalah 178,5 m atau 45 batang (alternatif 1) dan 191,5 m atau 48 batang (alternatif 2)
179
5.8.2 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rencana anggaran biaya (RAB) adalah hasil perhitungan antara volume pekerjaan (BOQ) dengan harga satuan yang telah dikalikan dengan indeks yang sesuai dengan HSPK Kota Surabaya Tahun 2015 melalui penyesuaian dengan harga yang berlaku di pasar dan SNI DT-91. Pada analisis RAB ini akan dihitung biaya: - Pembongkaran beton - Penggalian tanah biasa untuk konstruksi - Pengurugan pasir dengan pemadatan - Pekerjaan beton K-225 - Pengurugan tanah kembali untuk konstruksi - Pekerjaan pembesian dengan besi beton (polos) - Pekerjaan bekisting lantai dan dinding - Pemasangan pipa air kotor diameter 3” (7,62 mm) - Pengadaan pompa, blower, filter press, dan pipa serta komponen lainnya. Nilai satuan perhihtungan RAB per jenis pekerjaan dapat dilihat padaTabel 5.18.
180
Tabel 5.18 Nilai Satuan Perhitungan RAB Per Jenis Pekerjaan No
Analisis
Satuan
Indeks
Upah/Harga Material (Rp)
Harga Satuan (Rp)
Pembongkaran Beton Mandor 1
Pembantu tukang Total per 1 m3
orang hari orang hari
0,4
120.000
48.000
4
99.000
396.000 444.000
Penggalian Tanah Biasa untuk Konstruksi Mandor 2
Pembantu tukang Total per 1 m3
orang hari orang hari
0,025
120.000
3.000
0,75
99.000
74.250 77.250
Pengurugan Pasir dengan Pemadatan Bahan Pasir urug 3
m3
1,2
143.500
172.200
0,01
120.000
1.200
0,3
99.000
29.700
Upah Mandor Pembantu tukang Total per 1 m3
orang hari orang hari
203.100
Pekerjaan Beton K-225 4
Bahan Semen PC 40 kg Pasir beton
Zak
9,275
63.000
584.325
m3
0,4362 5
232.100
101.254
181
No
Analisis
Satuan
Indeks
Upah/Harga Material (Rp)
Harga Satuan (Rp)
Batu pecah mesin 1/2 cm
m3
0,5510 53
466.000
256.791
Air kerja
liter
215
27
5.805
Upah
orang hari orang hari orang hari orang hari
0,083
120.000
9.960
0,028
110.000
3.080
0,275
105.000
28.875
1,65
99.000
163.350
Mandor Kepala tukang Tukang Pembantu tukang Total per 1 m3
1.153.43 9
Pengurugan tanah kembali untuk konstruksi Mandor 5 Pembantu tukang Total per 1 m3
orang hari
0,019
120.000
2.280
orang hari
0,102
99.000
10.098 12.378
Pekerjaan Pembesian dengan Besi Beton (Polos) Bahan Besi beton polos kg Kawat ikat 6
1,05
12.000
12.600
kg
0,015
23.000
345
0,0004
120.000
48
0,0007
110.000
77
0,007
105.000
735
Upah Mandor Kepala tukang Tukang
182
kg
orang hari orang hari orang hari
No
Analisis
Satuan
Indeks
Upah/Harga Material (Rp)
Harga Satuan (Rp)
Pembantu tukang Total per 1 kg
orang hari
0,007
99.000
693 14.498
Pekerjaan Bekisting Lantai
7
Bahan Paku triplek/eterni t Plywood Uk. 122x244x9 mm Kayu kamper balok 4/6,5/7 Kayu meranti bekisting Minyak bekisting Upah Mandor Kepala tukang Tukang Pembantu tukang Total per 1 m2
8
kg
0,4
22.000
8.800
Lembar
0,35
93.600
32.760
m3
0,015
6.400.000
96.000
m3
0,04
3.200.000
128.000
liter
0,2
28.300
5.660
0,033
Rp120.000
3.960
0,033
Rp110.000
3.630
0,33
Rp105.000
34.650
0,66
Rp99.000
65.340
orang hari orang hari orang hari orang hari
378.800 Pekerjaan Bekisting Dinding
Bahan
183
No
Analisis Paku triplek/eterni t Plywood Uk. 122x244x9 mm Kayu kamper balok 4/6,5/7 Kayu meranti bekisting Minyak bekisting Upah Mandor Kepala tukang Tukang
Satuan
Indeks
Upah/Harga Material (Rp)
Harga Satuan (Rp)
kg
0,4
22.000
8.800
Lembar
0,35
93.600
32.760
m3
0,02
6.400.000
128.000
m3
0,03
3.200.000
96.000
liter
0,2
28.300
5.660
0,033
Rp120.000
3.960
0,033
Rp110.000
3.630
0,33
Rp105.000
34.650
orang hari orang hari orang hari orang hari
Pembantu 0,66 Rp99.000 65.340 tukang Total per 1 378.800 m2 Pemasangan Pipa Air Kotor diameter 3' (7,62 mm) Bahan: 8
184
Pipa Plastik PVC Tipe C Uk. 3 inchi Pj.4mtr Pipa Plastik PVC Tipe C
0.3
Batang
69.000
20.700
0.105
Batang
69.000
7.245
No
Analisis
Satuan
Indeks
Upah/Harga Material (Rp)
Harga Satuan (Rp)
120.000
492
110.000
1.485
105.000
14.175
99.000
8.019
Uk. 3 inchi Pj.4mtr Upah: Mandor
0.0041
Kepala Tukang
0.0135
Tukang
0.135
Pembantu Tukang Total per 1 m
0.081
orang hari orang hari orang hari orang hari
52,116.0 0
Untuk BOQ pengadaan pompa, blower, filter press, dan media filter serta komponen lainnya dikenakan biaya upah pekerja yakni sebesar Rp 46.000. Dilakukan perhitungan rencana anggaran biaya untuk pembangunan unit-unit IPAL kedua alternatif. Hasil rekapitulasi RAB kedua alternatif dapat dilihat pada Tabel 5.19 dan Tabel 5.20. Tabel 5.19 Hasil Rekapitulasi RAB Alternatif 1 No
1 2
3 4 5
Uraian Pekerjaan Pembongkaran beton Penggalian Tanah Biasa untuk Konstruksi Pengurugan pasir dengan pemadatan Pekerjaan Beton K-225 Pengurugan tanah kembali untuk konstruksi
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
m3
41,87
Rp444.000
Rp18.590.280
m3
938,15
Rp77.250
Rp72.472.088
m3
24,75
Rp203.100
Rp5.026.725
m3
136,67
Rp1.153.439
Rp157.640.508
m3
247,79
Rp12.378
Rp3.067.145
185
No
6
Uraian Pekerjaan Pekerjaan Pembesian dengan Besi Beton (Polos)
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
kg
13591,5
Rp14.498
Rp197.049.567
Lanjutan Tabel 5.19 No 7 8
`9 10 11 12 13 14
Harga Satuan (Rp)
Uraian Pekerjaan
Satuan
Jumlah
Pekerjaan Bekisting Lantai Pekerjaan Bekisting Dinding Pemasangan Pipa Air Kotor diameter 3' Pengadaan pompa Pengadaan blower tipe 1 Pengadaan blower tipe 2 Pengadaan filter press Pengadaan media sarang tawon
m2
167,2
Rp378.800
Rp63.335.360
m2
351,90 5
Rp378.800
Rp133.301.614
m3
178,5
Rp52.116
Rp9.302.706
3
Rp8.359.000
Rp25.077.000
1
Rp4.190.000
Rp4.190.000
1
Rp100.000.000
Rp100.000.000
35,25
Rp46.000
Rp1.621.500
1
Rp2.500.000
Rp2.500.000
m3
Harga Total (Rp)
15
Pengadaan tangki sand filter
16
Media kerikil
kg
700
Rp200
Rp140.000
17
Media silika
kg
540
Rp3.000
Rp1.620.000 Rp794.934.492
Total
Tabel 5.20 Hasil Rekapitulasi RAB Alternatif 2 No
Uraian Pekerjaan
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
1
Pembongkaran beton
m3
41,87
Rp444.000
Rp18.590.280
186
No
2
3 4
Uraian Pekerjaan Penggalian Tanah Biasa untuk Konstruksi Pengurugan pasir dengan pemadatan Pekerjaan Beton K-225
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
m3
735,25
Rp77.250
Rp56.798.063
m3
17,7
Rp203.100
Rp3.594.870
m3
103,18
Rp1.153.439
Rp119.011.836
Satuan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Harga Total (Rp)
m3
189,58
Rp12.378
Rp2.346.621
kg
13006, 5
Rp14.498
Rp188.568.23 7
m3
99,55
Rp378.800
Rp37.709.540
m2
308,12
Rp378.800
Rp116.715.85 6
m2
191,5
Rp52.116
Rp9.980.214
3
Rp8.359.000
Rp25.077.000
1
Rp4.190.000
Rp4.190.000
1
Rp6.468.000
Rp6.468.000
1
Rp150.000.000
Rp150.000.00 0
1
Rp2.500.000
Rp2.500.000
700
Rp200
Rp140.000
Lanjutan Tabel 5.20 No 5
6
7 8
9 10 11 12 13 14
Uraian Pekerjaan Pengurugan tanah kembali untuk konstruksi Pekerjaan Pembesian dengan Besi Beton (Polos) Pekerjaan Bekisting Lantai Pekerjaan Bekisting Dinding Pemasangan Pipa Air Kotor diameter 3' Pengadaan pompa Pengadaan blower tipe 1 Pengadaan blower tipe 2 Pengadaan filter press Pengadaan media sarang tawon
15
Pengadaan tangki sand filter
16
Media kerikil
m3
kg
187
17
Media silika
kg Total
540
Rp3.000
Rp1.620.000 Rp743.310.517
5.8.3 Biaya Pengoperasian dan Pemliharaan IPAL Biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPAL perlu dihitung selain menghitungan RAB pembangunan IPAL. Hasil perhitungan ini turut menentukan alternatif mana yang membutuhkan biaya lebih sedikit berdasarkan perbandingan kedua alternatif sehingga dipilih untuk diaplakasikan. 1. Biaya Pengoperasian IPAL Biaya ini dikeluarkan oleh pengelola IPAL untuk mendukung operasi atau berlangsungnya proses pengolahan air limbah di seluruh unit kedua alternatif IPAL. Biaya pengoperasian IPAL meliputi jumlah penggunaan peralatan listrik seperti pompa, blower, dan lampu penerangan. Jumlah biaya pengoperasian kedua alternatif akan dibandingkan mana yang lebih ekonomis sehingga membantu perencana dalam menentukan alternatif yang akan diplih. Alternatif 1: Perhitungan konsumsi listrik dari pompa, blower, dan lampu penerangan per hari untuk alternatif 1 dapat dilihat pada Tabel 5.21. Total biaya pemakaian listrik selama sebulan adalah sebagai berikut. Harga listrik/Kwh = Rp. 1.460,00 Total biaya listrik per hari = 226,2 kWh x Rp.1.460,00/kWh = Rp. 330.252,00 Total biaya Listrik per bulan = 30 X Rp. 330.252,00 = Rp. 9.907.560,00 Tabel 5.21 Perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari Alternatif 1 Periode Daya beroperasi Jumlah Bangunan Peralatan Jumlah (kW) per hari kWh/hari (jam) 3 4,2 1,67 21,0 Pompa air Sump Pit limbah 2 4,1 1,67 13,7
188
Bangunan
Bak Ekualisasi
ABF
Jumlah
Daya (kW)
7
7,3
Periode beroperasi per hari (jam) 1,67
Pompa air limbah
1
2,8
10
28,0
Blower
1
0,93
24
22,3
Pompa lumpur
1
2,8
0,067
0,2
Pompa air limbah
1
2,8
10
28,0
Periode beroperasi per hari (jam)
Jumlah kWh/hari
Peralatan
Jumlah kWh/hari 85,3
Lanjutan Tabel 5.21 Bangunan
Peralatan
Jumlah
Daya (kW)
Bak Effluent
Pompa air limbah
1
2,8
8,8
24,6
Sand Filter
Pompa Backwash
1
2,8
0,004
0,011
1
3
0,62
1,9
6
0,008
24
1,2
Filter press Lampu
Power Semua unit Total
226,2
Biaya lain seperti biaya konsumsi air untuk backwash dan gaji operator. Perhitungan biaya pengoperasian lain selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.22. Tabel 5.22 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain Alternatif 1 Selama Sebulan Harga per Kebutuhan Jumlah Satuan Harga satuan Air Bersih
112,5
m3
Rp9.500
Rp1.068.750
189
Gaji Operator
1
Orang
Rp3.000.000
Total
Biaya total untuk satu bulan adalah: Biaya listrik Biaya lain Total biaya
Rp3.000.000 Rp4.068.750
pengoperasian IPAL alternatif 1 selama = Rp. 9.907.560,00 = Rp. 4.068.750,00 = Rp. 13.976.310,00
Alternatif 2: Perhitungan konsumsi listrik dari pompa, blower, dan lampu penerangan per hari alternatif 2 dapat dilihat pada Tabel 5.23. Tabel 5.23Perhitungan Konsumsi Listrik Per Hari Alternatif 2 Periode Daya beroperasi Jumlah Bangunan Peralatan Jumlah (kW) per hari kWh/hari (jam) 3 4,2 1,67 21,0 Pompa air 2 4,1 1,67 13,7 Sump Pit limbah 7 7,3 1,67 85,3 Bak Ekualisasi
Pompa air limbah
1
2,8
10
28,0
Blower
1
0,93
24
22,3
Blower
1
1,3
24
31,2
Pompa lumpur
1
2,8
0,62
1,7
Pompa air limbah / resirkulasi
1
2,8
10
28,0
Bak Effluent
Pompa air limbah
1
2,8
8,8
24,6
Sand Filter
Pompa Backwash
1
2,8
0,004
0,011
Filter press
Power
1
4
0,62
2,5
Bak Aerasi
Bak Pengendap
190
Lampu
Semua unit
6
0,008
24
Total
1,2 259,6
Berdasarkan data PLN, pusat perbelanjaan “X” tergolong bisnis (<200 kVA). Rincian tarif listrik per kategori dapat dilihat pada Lampiran 4. Tarif listrik per 1 kWh pada golongan ini per Oktober 2016 adalah Rp. 1.460,00. Total biaya pemakaian listrik selama sebulan adalah sebagai berikut. Harga listrik/Kwh = Rp. 1.460,00 Total biaya listrik per hari = 259,6 kWh x Rp.1.460,00/kWh = Rp. 379.016,00 Total biaya Listrik per bulan = 30 X Rp. 379.016,00 = Rp. 11.370.480,00 Biaya lain seperti biaya pengadaan bakteri dan nutrisi, konsumsi air untuk backwash dan gaji operator. Perhitungan biaya pengoperasian lain selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.24. Tabel 5.24 Perhitungan Biaya Pengoperasian Lain Alternatif 2 Selama Sebulan Kebutuhan
Jumlah
Satuan
Harga per satuan
Harga
Bakteri
30
Liter
Rp33.000
Rp990.000
Nutrisi
30
Liter
Rp25.000
Rp750.000
Air Bersih
112,5
m3
Rp9.500
Rp1.068.750
Gaji Operator
1
Orang
Rp3.000.000
Rp3.000.000
Total
Biaya total untuk satu bulan adalah: Biaya listrik Biaya lain Total biaya
Rp5.808.750
pengoperasian IPAL alternatif 2 selama = Rp. 11.370.480,00 = Rp. 5.808.750,00 = Rp. 17.179.230,00
191
2. Biaya Pemeliharaan IPAL Pemeliharaan IPAL bertujuan untuk mengoptimalkan umur bangunan yang telah direncanakan, menjamin ketersediaan perlengkapan, menjamin keselamatan manusia. Pemeliharaan juga dapat menjamin kesiapan setiap peralatan atau perlengkapan dalam menghadapi situasi darurat, seperti kebakaran. Pemeliharaan ini meliputi pemeliharaan reguler (harian), periodik, jangka panjang, dan darurat. Pemeliharaan IPAL berupa kegiatan pengecekan, perawatan, dan perbaikan bangunan IPAL maupun komponen pendukung, peremajaan maupun penggantian unit maupun peralatan yang bermasalah/rusak. Kegiatan pemeliharaan ini memerlukan biaya tertentu yang harus dihitung secara cermat. Jumlah biaya pengoperasian kedua alternatif akan dibandingkan mana yang lebih ekonomis sehingga membantu perencana dalam menentukan alternatif yang akan diplih. Alternatif 1: Biaya pengeluaran untuk pemeliharaan IPAL alternatif 1 selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.25. Tabel 5.25 Perhitungan Biaya pemeliharaan IPAL Alternatif 1 Harga per Kebutuhan Jumlah Satuan Harga satuan Pengecekan pipa
1
kali
Rp20.000
Rp20.000
Perawatan pompa air limbah dan pompa lumpur
1
kali
Rp120.000
Rp120.000
Perawatan blower
1
kali
Rp30.000
Rp30.000
Perawatan filter press
1
kali
Rp60.000
Rp60.000
Pembersihan media ABF
1
kali
Rp20.000
Rp20.000
192
Kebutuhan
Jumlah
Satuan
Harga per satuan
Harga
Penggantian media ABF
1
kali
Rp125.000
Rp125.000
Pengurasan lumpur
1
kali
Rp300.000
Rp300.000
Sampling air limbah
2
kali
Rp500.000
Rp1.000.000
Pengadan alat kebersihan dan cek kualitas air
1
kali
Rp60.000
Rp60.000
Pengadaan kerikil
350
kg
Rp200
Rp70.000
Pengadaan silika Pengadaan karbon
270
kg
Rp3.000
Rp810.000
50
kg
Rp35.000
Rp1.750.000 Rp4.365.000
Total
Alternatif 2: Biaya pengeluaran untuk pemeliharaan IPAL alternatif 2 selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 5.26. Tabel 5.26 Perhitungan Biaya pemeliharaan IPAL Alternatif 2 Harga per Kebutuhan Jumlah Satuan Harga satuan Pengecekan pipa
1
kali
Rp20.000
Rp20.000
Perawatan pompa air limbah dan pompa lumpur
1
kali
Rp150.000
Rp150.000
Perawatan blower
1
kali
Rp60.000
Rp60.000
Perawatan filter press
1
kali
Rp80.000
Rp80.000
Pengurasan lumpur
1
kali
Rp300.000
Rp300.000
Sampling air limbah
2
kali
Rp500.000
Rp1.000.000
193
Kebutuhan
Jumlah
Satuan
Harga per satuan
Harga
Pengadan alat kebersihan dan cek kualitas air
1
kali
Rp60.000
Rp60.000
Pengadaan kerikil
350
kg
Rp200
Rp70.000
Pengadaan silika
270
kg
Rp3.000
Rp810.000
Pengadaan karbon
50
kg
Rp35.000
Rp1.750.000 Rp4.300.000
Total
Biaya total untuk pengoperasian dan pemeliharaan IPAL selama satu bulan adalah: Alternatif 1: Biaya pengoperasian Biaya pemeliharaan Total biaya Alternatif 2: Biaya pengoperasian Biaya pemeliharaan Total biaya
= Rp. 13.976.310,00 = Rp. 4.365.000,00 = Rp. 18.341.310,00 = Rp. 17.179.230,00 = Rp. 4.300.000,00 = Rp. 21.479.230,00
5.9
Pembahasan Perbandingan Kedua Alternatif IPAL Pada sub bab ini dilakukan pembahasan mengenai perbandingan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif IPAL. Hal yang dibandingakan berupa kebutuhan lahan IPAL, efisiensi pengolahan, kualitas effluent air limbah terolah, biaya pembangunan IPAL, dan biaya operasi dan pemeliharaan IPAL. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut akan disimpulkan secara tepat manakah alternatif IPAL yang akan dipilih. 5.9.1 Efisiensi Pengolahan IPAL Perbandingan efisiensi pengolahan kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.27. Tabel 5.27 Perbandingan Efisiensi Pengolahan Alternatif Efisiensi Penyisihan (%)
194
BOD
COD
TSS
Minyak dan Lemak
1
97,25
94,75
90,76
95
2
86,7
88,75
88,45
95
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki efisiensi penyisihan yang lebih besar terhadap parameter BOD, COD, dan TSS dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan proses anaerobik pada alternatif 1 yang menghasilkan efisiensi penyisihan yang lebih besar dibandingkan proses aerobik pada alternatif 2. 5.9.2 Kualitas Effluent Air Limbah Terolah Perbandingan kualitas effluent air limbah terolah kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.28.
Tabel 5.28 Perbandingan Kualitas Effluent Air Limbah Terolah Kualitas Efluen (mg/L) Alternatif BOD COD TSS Minyak dan Lemak 1
3,7
14,08
21,44
2,1
2
18
30,18
20,8
2,1
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki kualitas efluen yang lebih kecil terhadap parameter BOD, COD, dan TSS dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan degradasi parameter air limbah pada proses anaerobik pada alternatif 1 yang lebih besar dibandingkan proses aerobik pada alternatif 2. 5.9.3 Volume Bangunan IPAL Perbandingan volume bangunan kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.29.
195
Tabel 5.29 Perbandingan Volume Bangunan IPAL Volume Efektif Bangunan (m3) Bangunan Alternatif 1 Alternatif 2 Grease Trap
2,7
2,7
Bak Ekualsasi
124,06
124,06
Bak Aerasi
180,84
Bak Pengendap
32,69
Anaerobic Biofilter
251,78
Sand Filter
1,47
Carbon Filter
1,97
1,97
Filter Press
2,36
21,39
Bak Effluent
21,87
21,87
Total
406,21
397,2
1,47
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki volume bangunan efektif yang lebih besar dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan kapasitas pengolahan pada proses anaerobik pada alternatif 1 yang lebih besar dibandingkan proses aerobik pada alternatif 2. 5.9.4 Luas Bangunan IPAL Perbandingan luas bangunan kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.30. Tabel 5.30 Perbandingan Luas Bangunan IPAL Luas Efektif Bangunan (m2) Bangunan Alternatif 1 Alternatif 2 Grease Trap
3
3
Bak Ekualsasi
40,02
40,02
Bak Aerasi
36,2
Bak Pengendap
20,96
Anaerobic Biofilter
196
83,93
Sand Filter
0,87
0,87
Carbon Filter
1,09
1,09
Filter Press
1,72
10,19
Bak Effluent
7,29
7,29
Total
137,92
119,82
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki luas bangunan efektif yang lebih besar dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan kebutuhan lahan untuk pengolahan pada proses anaerobik pada alternatif 1 yang lebih besar dibandingkan proses aerobik pada alternatif 2. 5.9.5 Biaya Pembangunan IPAL Perbandingan biaya pembangunan kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.31.
Tabel 5.31 Perbandingan Biaya Pembangunan IPAL Biaya Pembangunan IPAL Alternatif 1
Alternatif 2
Rp. 794.934.492
Rp. 743.310.517
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki biaya pembangunan IPAL yang lebih besar dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan volume bangunan yang harus dibangun pada alternatif 1 yang lebih besar dibandingkan alternatif 2. 5.9.6 Biaya Operasi dan Pemeliharaan IPAL Perbandingan biaya operasi dan pemeliharaan kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.32 Tabel 5.32 Perbandingan Biaya Operasi dan Pemeliharaan IPAL Biaya Operasi dan Pemeliharaan IPAL
197
Alternatif 1
Alternatif 2
Rp. 18.341.310,00
Rp. 21.479.230,00
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki biaya operasi dan pemeliharan IPAL yang lebih kecil dibandingkan alternatif 2. Hal tersebut diakibatkan pada proses anaerobik pada alternatif 1 tidak memerlukan supply udara dan penambahan bakteri dan nutrisi dibandingkan proses aerobik pada alternatif 2. 5.9.7 Potensi Biogas Perbandingan potensi biogas kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.33. Tabel 5.33 Perbandingan Potensi Biogas Potensi Biogas (m3/hari) Alternatif 1
Alternatif 2
57,706
-
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki potensi biogas yang cukup besar sedangkan alternatif 2 tidak menghasikan biogas. Hal tersebut diakibatkan pada proses anaerobik pada alternatif 1 terjadi konversi COD removal menjadi biogas sedangkan proses aerobik tidak. 5.9.8 Produksi Lumpur Perbandingan produksi lumpur kedua alternatif IPAL dapat dilhat pada Tabel 5.34. Tabel 5.34 Perbandingan Produksi Lumpur Produksi Lumpur (m3/hari) Alternatif 1
Alternatif 2
0,0469157
2,15
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa alternatif 1 memiliki potensi biogas yang sangat kecil dibandingkan alternatif
198
2. Hal tersebut diakibatkan pada proses anaerobik pada alternatif 1 hasil degradasi sebagian besar menjadi biogas sedangkan pada proses aerobik menjadi biomass berupa lumpur.
199
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan 1. Perancangan ulang dilakukan pada unit sump pit, bak ekualisasi, bak aerasi, bak pengendap, carbon filter, dan bak effluent. Rancangan ulang alternatif 1 menggunakan unit anaerobic biofilter (ABF) sedangkan alternatif 2 dengan merancang ulang unit biologis eksisting. Dilakukan penambahan unit grease trap dan filter press pada kedua alternatif. Alternatif 1 memiliki kelebihan yakni: efisiensi pengolahan tinggi (BOD, COD, TSS, dan minyak lemak adalah 97,25%; 94,75%; 90,76%, dan 95%), kualitas effluent air limbah kecil (3,7 mg/L BOD; 14,08 mg/L COD; 21,44 mg/L TSS; dan 2,1 mg/L minyak lemak), biaya operasi dan pemeliharaan rendah. dan potensi biogas yang besar (57,706 m3), serta produksi lumpur sangat kecil (0,0469157 m3). Alternatif 1 memiliki kekurangan yakni: volume bangunan lebih besar(406,21 m3) dan kebutuhan lahan lebih besar (137,92 m2), serta biaya pembangunan IPAL lebih tinggi. Alternatif 2 memiliki kelebihan yakni: volume bangunan lebih kecil (397,2 m3) dan kebutuhan lahan lebih kecil (119,82 m2), serta biaya pembangunan IPAL lebih rendah. Alternatif 2 memiliki kekurangan yakni: efisiensi pengolahan rendah (BOD, COD, TSS, dan minyak lemak adalah 86,7%; 88,75%; 88,45%, dan 95%), kualitas effluent air limbah besar (18 mg/L BOD; 30,18 mg/L COD; 20,8 mg/L TSS; dan 2,1 mg/L minyak lemak), biaya operasi dan pemeliharaan besar, dan tidak ada potensi biogas, serta produksi lumpur besar (2,15 m3). 2. Biaya pembangunan untuk perancangan ulang IPAL alternatif 1 adalah Rp. 794.934.492 sedangkan biaya alternatif 2 adalah Rp. 743.310.517. Biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPAL alternatif 1 per bulan adalah Rp. 18.341.310 sedangkan biaya alternatif 2 adalah Rp. 21.479.230 per bulan.
200
6.2
Saran 1. Menambah jumlah pengambilan sampel air (kualitas maupun debit) agar hasilnya lebih akurat 2. Perlu adanya peninjauan terkait pengaliran air limbah dari unit-unit sump pit menuju IPAL utama. 3. Adanya pengumpulan data secara time series terkait IPAL eksisting agar hasil evaluasi yang dilakukan sesuai. 4. Dibutuhkan data neraca air pusat perbelanjaan sebagai dasar dalam menganalisis jumlah air yang dikonsumsi dan dibuang. 5. Perlu pengkajian lebih lanjut terkait teknologi pengolahan yang tepat untuk diaplikasikan pada pusat perbelanjaan. 6. Evaluasi selanjutnya perlu memperdalam pokok bahasan terutama terkait aspek desain unit IPAL. 7. Diperlukan analisis pendahuluan terhadap parameter N dan P untuk mengetahui kebutuhan nutrien yang tepat.
201
DAFTAR PUSTAKA Ahammad, S. Z., Bereslawski, J. L., Dolfing, J., dan Mota, C., dan Graham, D. W. (2013). Anaerobic–Aerobic Sequencing Bioreactors Improve Energy Efficiency for Treatment of Personal Care Product Industry Wastes. Bioresource Technology, 139 (3), hal. 73–79. Alemzadeh, I. dan Vossoughi, M. (2001). Biodegradation of Toluene by An attached Biofilm in A Rotating Biological Contactor. Process Biochemistry, 36 (2), hal. 707–711. Al-Jayyousi, O. R. (2003). Greywater Reuse: Towards Sustainable Water Management. Desalination, 156 (2003), hal. 181-192. Barber, W. dan Stuckey, D. (1999). The Use of the Anaerobic Baffled Reactor (ABR) for Wastewater Treatment: A Review. Journal of Water Research, 33 (7), hal. 1559–1578. Bendida, A., Tidjani, A. E. B., Badri, A., Kendouci, A., dan Nabou, M. (2013). Treatment of Domestic Wastewater from the Town of Bechar by A Sand Filter (Sand of Beni Abbes Bechar Algeria. Energy Procedia, 36 (3), hal. 825 – 833. Bilal, A. R. H. (2014). Perbandingan Desain IPAL Fixed Medium Systems Anaerobic biofilter dengan Moved Medium Systems Aerobic Rotating Biological Contactor untuk Pusat Pertokoan di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Bodkhe, S. (2008). Development of An Improved Anaerobic biofilter for Municipal Wastewater Treatment. Bioresource Technology, 99 (1), hal. 222-226. Boehler, M., Zwickenpflug, B., Hollender, J., Ternes, T., Joss, A., dan Siegrist, H. (2012). Removal of Micropollutants in Municipal Wastewater Treatment Plants by Powdered Activated Carbon. Water Science Technology, 66 (3), hal. 2115-2121. Chan, Y. J., Chong, M. F., Law, C. L., dan Hassel, D. G. (2009). A Review on Anaerobic–Aerobic Treatment of Industrial and Municipal Wastewater. Chemical Engineering Journal, 155 (1–2), hal. 1–18. Costley, S. C. dan Wallis, F. M. (2000). Effect of Flow Rate on Heavy Metal Accumulation by Rotating Biological
202
Contactor (RBC) Biofilms. Microbiology Biotechnology, 24 (2), hal 244–250. Dallas, S., Scheffe, B. dan Ho, G. (2004). Reedbeds for Greywater Treatment – Case Study in Santa ElenaMonteverde, Costa Rica, Central America. Ecological Engineering, 23 (1), hal. 55-61. da Silva, F. J. A., Lima, M. G. S., Mendonca, L. A. R., Gomes, M. J. T. L. (2012). Septic Tank Combined with Anaerobic biofilter and Conventional UASB – Results from Full Scale Plants”. Brazilian Journal of Chemical Engineering, 30 (1), hal. 133-140. Eggen, R. I. L., Hollender, J., Joss, A., Schärer, M., dan Stamm, C. (2014). Reducing the Discharge of Micropollutants in the Aquatic Environment: the Benefits of Upgrading Wastewater Treatment Plants. Environmental Science Technology, 48 (2), hal. 7683-7689. Ergüder, T. H. dan Demirer, G .N. (2005). Investigation of Granulation of A Mixture of Suspended Anaerobic and Aerobic Cultures Under Alternating Anaerobic/ Microaerobic/ Aerobic Conditions. Process Biochemistry, 40 (12), hal. 3732–3741. Friedler, E. (2004). Quality of Individual Domestic Greywater Streams and Its Implication for Onsite Treatment and Reuse Possibilities. Environmental Technology, 25 (9), hal. 997-1008. Grady, C. P. L., Daigger, J., Glen, T., Love, N. G., dan Filipe, C. D. M. (2011). Biological Wastewater Treatment. New York: IWA Publishing. Gubernur Jawa Timur. (2013). Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri dan Usaha Lainnya. Hamid, A. (2014). Perbandingan Desain IPAL Proses Attached Growth Anaerobic biofilter dengan Suspended Growth Anaerobic Baffled Reactor untuk Pusat Pertokoan di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya. Hamza, R A., Iorhemen, O. T., dan Tay, J. H. (2016). Advances in Biological Systems for The Treatment of High
203
Strength Wastewater. Journal of Water Process Engineering, 10 (2), hal. 128–142. Hanhan, O., Orhon, D., Krauth, K., dan Gunder, B. (2005). Evaluation of Denitrification Potential of Rotating Biological Contactors for Treatment of Municipal Wastewater. Water Science Technology, 51(11), hal.131– 139. Israni, S. H. I., Koli, S. S., Patwardhan, A. W., Melo, J. S, dan D’souza, S. F. (2002). Phenol Degradation in Rotational Biological Contactors. Chemistry Technology Biotechnology, 77 (2) hal. 1050–1057. Jekel, M., Ruhl, A. S., Meinel, F., Zietzschmann, F., Lima, S. P., Baur, N., Wenzel, M., Gnirß, R., Sperlich, A., Dünnbier, U., Bëckelmann, U., Hummelt, D., Van Baar, P., Wode, F., Petersohn, D., Grummt, T., Eckhardt, A., Schulz, W., Heermann, A., Reemtsma, T., Seiwert, B., Schlittenbauer, L., dan Lesjean, B. (2013). Anthropogenic Organic Micropollutants and Pathogens in the Urban Water Cycle: Assessment, Barriers and Risk Communication (ASKURIS). Environmental Science, 25 (1), hal. 1-8. Ledin, A., Eriksson, E., dan Henze, M. (2001). Aspects of Groundwater Recharge Using Grey Wastewater. In: P. Lens, G. Zeemann and G. Lettinga (Editors). Decentralised Sanitation and Reuse. London: Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology (Eawag). Lu, C., Li, H. C., dan Lee, L.Y. (1997). Effects of Disc Rotational Speed and Submergence on the Performance of An Anaerobic Rotating Biological Contactor. Environmental International, 23 (2), hal. 253–263. Mang, H. P. dan Li, Z. (2010). Technology Review of Biogas Sanitation for Lackwater, Brown Water or for Excreta and Organic Household Waste Treatment and Reuse in Developing Countries. Germany: Deutsche Gesellschaft f¨ ur Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ). Mara, D. (2003). Domestic Wastewater Treatment in Developing Countries. London: Earthscan. Marsono, B. W. (1995). Hidrolika untuk Teknik Penyehatan. Surabaya: Teknik Lingkungan ITS.
204
Margot, J., Kienle, C., Magnet, A., Weil, M., Rossi, L., de Alencastro, L. F., Abegglen, C., Thonney, D., Chévre, N., Scährer, M., dan Barry, D. A. (2013). Treatment of Micropollutants in Municipal Wastewater: Ozone or Powdered Activated Carbon. Science Total Environmental, 461-462 (4), hal. 480-498. Martikainen, A. K. K., Matikka, V., Pitkänen, A. M. V. T., Tanski, H. H., dan Miettinen, I. T. (2014). Sandfilters for Removal of Microbes and Nutrients from Wastewater during A OneYear Pilot Study in A Cold Temperate Climate. Journal of Environmental Management, 133 (2), hal. 206-213. Meinel, F., Ruhl, A. S., Sperlich, A., Zietzschmann, F., dan Jekel, M. (2015). Pilot-Scale Investigation of Micropollutant Removal with Granular and Powdered Activated. Water Research, 91 (2), hal. 97-103. Menteri Kesehatan RI. (2011). Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan Sarana Kesehatan Morel, A. dan Diener, S. (2006). Greywater Management in Low and Middle-Income Countries. Review of Different Treatment Systems for Households or Neighbourhoods. Dübendorf: Swiss Federal Institut of Aquatic Science. Department of Water and Sanitation in Developing Countries. Muga, H. E. dan Mihelcic, J. R. (2008). Sustainability of Wastewater Treatment Technologies-Original Research Article. Journal of Environmental Management, 88 (3), hal. 437-447. Najafpour, G., Yieng, H. A., Younesi, H., dan Zinatizadeh, A. (2005). Effect of Organic Loading on Performance of Rotating Biological Contactors Using Palm Oil Mill Effluents. Process Biochemstry, 40 (3), hal.2879–2884. Patwardhan, A. W. (2005). Rotating Biological Contactors: A Review. Engineering Chemistry Resources, 42 (2), hal. 2035– 2051. Pitoyo, E. (2014). Penelitian Faktor Jam Puncak Pemakaian Air Bersih Pada 2 (Dua) Pusat Pertokoan di Kota Surabaya. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya.
205
Raman, V. dan Chakladar, N. (1972). Upflow Filters for Septic Tank Effluent. Journal of WPCF. Ramsay, J., Shin, M., Wong, S., dan Goode, C. (2006). Amaranth Decoloration by Trametes Versicolor in A Rotating Biological Contacting Reactor. Microbiology Biotechnology, 33 (1), hal. 791–795. Reynolds, T. D. dan Richards, P. A. (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering. 2nd Edition. Boston: PWS Publishing Company. Rodgers, M. dan Zhan, X. M. (2003). Moving-Medium Biofilm Reactors. Review. Environmental Science Biotechnology, 2 (1), hal. 213–224. Sasse, L. (1998). Decentralised Wastewater Treatment in Developing Countries. Bremen: Bremen Overseas Research and Development Association. Sharma, M. K., Khursheed, A., Kazmi, A. A. (2014). Modified Septic Tank-Anaerobic biofilter Unit as a Two Stage Onsite Domestic Wastewater Treatment System. Journal of Environmental Technology, 35 (17), hal. 2183-2193. Sirianuntapiboon, S. (2006). Treatment of Wastewater Containing Cl2 Residue by Packed Cage Rotating Biological Contactor (RBC) System. Bioresources Technology, 97 (1), hal. 1735–1744 Spellman, F. R. (2009). Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations. London: CRC Taylor and Francis Group. Subramanya, K. (1984). Flow in Open Channels. New Delhi: Mc Graw Hill. Sularso dan Haruo, T. (1987). Pompa dan Kompressor. Bandung: Institut Tenologi Bandung. Tchobanoglous, G., Franklin, L. B., dan H. David, S. (2003). Wastewater Engineering: Treatment and Resource Recovery, 5th ed. New York: McGraw Hill. Wang L. K., Wu, Z., dan Shammas, N. K. (2009). Handbook of Environmental Engineering Volume 8: Biological Treatment Processes. Totowa: The Humana Press. Yekti, B. K. (2016). Laporan Survey STP. Sidoarjo: PT Hamdanro Chemindo.
206
Zinatizadeh, A. A. L. (2014). Wastewater Engineering: Treatment and Resource Recovery, 5th ed. New York: McGraw Hill.
207
-1-
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2013 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI DAN/ATAU KEGIATAN USAHA LAINNYA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, perlu membentuk Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Pembentukan
Nomor Provinsi
2
Tahun
Djawa
1950
Timur
tentang
(Himpunan
Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang
Nomor
5
Tahun
1984
tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 3. Undang-Undang
Nomor
5
Tahun
1990
tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
49,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 3419); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 5. Undang
- 39 -
4. Baku Mutu Air Limbah Domestik [Permukiman (Real Estate), Rumah Makan (Restoran), Perkantoran, Perniagaan, Apartemen, Perhotelan dan Asrama] BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK Volume Limbah Cair Maximum 120 L/(orang.hari) Parameter Kadar Maximum (mg/l) BOD5 30 COD 50 TSS 50 Minyak dan 10 Lemak pH 6-9 5. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu. BAKU MUTU AIR LIMBAH UNTUK PENGOLAHAN OBAT TRADISIONAL/JAMU Parameter Kadar Maximum (mg/l) BOD5 75 COD 150 TSS 100 Phenol 0,2 pH 6-9 Volume air limbah maksimum (M3/ton bahan baku)
15
6. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Rumah Sakit BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK KEGIATAN RUMAH SAKIT Volume Limbah Cair Maximum 500 L /(orang.hari) Parameter Kadar Maximum (mg/l) Suhu 30˚C pH 6-9 BOD5 30 COD 80 TSS 30 NH3-N bebas 0,1 PO4 2 MPN-Kuman Golongan 10.000 Koli/100 mL
7. Kegiatan
Perhitungan dimensi unit anaerobic biofilter dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. A
B
C
D
E
time of daily max. peak most waste flow per waste 2 water flow water flow hour given given calcul. 3 4 m³/day h m³/h 5 25,00 12 2,08 6 COD/BOD 5 ->
COD inflow given mg/l 633 1,90
BOD5 inflow given mg/l 333
G
H
SSsettl. / COD ratio given mg/l / mg/l
0,42
lowest digester temper.
I
given °C 25
HRT in septic tank
desludging interval
chosen h 2
chosen months 36
0,35-0,45 (domestic)
J
K
L
COD removal septic tank calcul. % 25%
BOD5 removal septic tank calcul. % 26%
BOD / COD remov. factor calc. ratio 1,06
2h
treatment data
7
8 9 10 11 12 13
F
General spread scheet for anaerobic filter (AF) with integrated septic tank (ST)
1
COD inflow in AF calcul. mg/l 478
specific BOD5 HRT surface of voids in inside AF inflow into filter filter mass reactor AF medium calcul. given given chosen mg/l m²/m³ % h 100 35% 30 247 80 -120
BOD5 rem BOD5 BOD / rate of COD rem. outflow of total factor AF system 14 calc. calcul. calcul. 15 16 ratio % mg/l 17 1,10 85% 49 18
factors to calculate COD removal rate of anaerobic filter f-temp 1,00
calculated according to graphs f -strenght f-surface f-HRT 0,91 1,00 69%
COD removal rate (AF only) calcul. % 70%
COD outflow of AF calcul. mg/l 142
COD rem rate of total system calcul. % 78%
30-45
dimensions of septic tank inner minimum width of water septic depth at tank inlet point chosen chosen m m 1,75 2,25
inner length of first chamber calcul. m 1,69
chosen m 1,70
length of second chamber calcul. m 0,85
sludge l/g BODrem.
chosen m 0,85
sludge accum. calc. l/kg BOD 0,00
Volume incl. sludge requir. m³ 10,00
actual volume of septic tank calcul. m³ 10,04
19
dimension of anaerobic filter
filter height space (top 40 below volume of depth of length of number of width of cm below perforated filter tanks filter tanks each tank filter tanks filter tanks water slabs level) 20 calcul. chosen calcul. calcul. 21 chosen requir. chosen 22 m³ m m No. m m m 31,25 2,25 2,25 3 2,69 0,60 1,20 23 24 max!!
biogas production
out of septic tank
out of anaerobic filter
total
assump: 70%CH 4; 50% dissolved
m³/d 0,97
m³/d 2,10
m³/d 3,07
check ! org.load on filter volume COD calcul. kg/m³*d 1,57 <4,5
maximum up-flow velocity inside filter voids calcul. m/h 0,98 < 2,0
Formulas of spreadsheet „anaerobic filter“ C5=A5/B5 J5=F5/0,6*IF(H5<1;H5*0,3;IF(H5<3;(H5-1)*0,1/ 2+0,3;IF(H5<30;(H5-3)*0,15/27+0,4;0,55))) The number 0,6 is a factor found by experience K5=L5*J5 L5=IF(J5<0,5;1,06;IF(J5<0,75;(J5-0,5)*0,065/ 0,25+1,06;IF(J5<0,85;1,125-(J5-0,75)*0,1/ 0,1;1,025))) D6=D5/E5 A11=D5*(1-J5) B11=E5*(1-K5) F11=IF(G5<20;(G5-10)*0,39/ 20+0,47;IF(G5<25;(G5-20)*0,14/ 5+0,86;IF(G5<30;(G5-25)*0,08/5+1;1,1))) G11=IF(A11<2000;A11*0,17/2000+0,87;IF(A11<3000;(A112000)*0,02/ 1000+1,04;1,06)) H11=IF(C11<100;(C11-50)*0,1/50+0,9;IF(C11<200;(C11100)*0,06/100+1;1,06)) I11=IF(E11<12;E11*0,1612 +0,44;IF(E11<24;(E11-12)*0,07/12+0,6;IF(E11<33;(E11-24)*0,03/ 9+0,67;IF(E11<100;(E11-33)*0,09/ 67+0,7;0,78)))) J11=IF(F11*G11*H11*I11*(1+(D23*0,04))<0,98;F11*G11*H11*I1 1*(1+(D23*0,04));0,98) The formula considers improved treatment by increasing the number of chambers and limits the treatment efficiency to 98% K11=A11*(1-J11) L11=(1-K11/D5)
A17=IF(L11<0,5;1,06;IF(L11<0,75;(L110,5)*0,065/0,25+1,06;IF(L11<0,85;1,125-(L110,75)*0,1/0,1;1,025))) B17=L11*A17 C17=(1-B17)*E5 F17=2/3*K17/D17/E17 H17=F17/2 J17=0,005*IF(I5<36;1-I5*0,014;IF(I5<120;0,5-(I5- 36)*0,002;1/3)) K17=IF(OR(K5>0;J5>0);IF(J17*(E5-B11)/ 1000*I5*30*A5+H5*C5<2*H5*C5;2*H5*C5;J17*(E5B11)/1000*I5*30*A5+H5*C5);0) The formula controls that sludge volume is less than half the tota l volume and allows to omit any sett ler. L17=(G17+I17)*E17*D17 A23=E11*A5/24 C23=B23 E23=A23/D23/((B23*0,25)+(C23*(B23-G23*(1- D11)))) G23=B23-F23-0,4-0,05 H23=(D5-A11)*A5*0,35/1000/0,7*0,5 350 l methane is produced from each kg COD removed. I23=(A11-K11)*A5*0,35/1000/0,7*0,5 350 l methane is produced from each kg COD removed. J23=SUM(H23:I23) K23=A11*A5/1000/(G23*E23*C23*D11*D23) L23=C5/(E23*C23*D11)
Prosedur Analisis Laboratorium 1.
Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) a. Alat dan Bahan: Larutan kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,1 N Kristal perak sulfat (Ag2SO4) dicampur dengan asam sulfat (H2SO4) Kristal merkuri sulfat (Hg2SO4) Larutan standar Fero Amonium Sulfat (FAS) 0,05 N Larutan indikator Fenantrolin Fero Sulfat (Feroin) Erlenmeyer 250 mL 2 buah Buret 25 mL atau 50 mL 1 buah Alat refluks dan pemanasnya Pipet 5 mL, 10 mL Pipet tetes 1 buah Beaker glass 50 mL, 1 buah Gelas ukur 25 mL, 1 buah b. Prosedur Analisis: Masukkan 0,4 gram kristal Hg2SO4 ke dalam masingmasing erlenmeyer. Tuangkan 20 mL air sampel dan 20 mL air akuades (sebagai blangko) ke dalam masing-masing erlenmeyer. Tambahkan 10 mL larutan K2Cr2O7 N. Tambahkan 25 mL larutan campuran Ag2SO4 . Alirkan pendingin pada kondesor dan pasang erlenmeyer COD. Nyalakan alat pemanas dan refluks larutan tersebut selama 2 jam. Biarkan erlenmeyer dingin dan tambahkan air akuades melalui kondensor sampai volume 150 mL. Lepaskan erlenmeyer dari kondensor dan tunggu sampai dingin. Tambahkan 3-4 tetes indikator Feroin.
Titrasi kedua larutan di erlenmeyer tersebut dengan larutan standar FAS 0,05 N hingga warna menjadi merah/coklat. Hitung COD sampel dengan rumus : (𝐴−𝐵)𝑥 𝑁 𝑥 8000 COD (mg O2/L) = xp 𝑉𝑜𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan : A : mL FAS titrasi blanko B : mL FAS titrasi sampel N : normalitas larutan FAS P : pengenceran 2.
Analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand) a. Alat dan Bahan: 1 buah labu ukur berukuran 500 mL 2 buah botol winkler 300 mL dan 2 buah botol winkler 150 mL 1 botol winkler 300 mL dan 1 botol winkler 150 mL Inkubator suhu 20oC b. Prosedur Analisis: Sampel sesuai dengan perhitungan pengenceran dituangkan ke dalam labu ukur kemudian ditambahkan air pengencer hingga tanda batas. Sampel yang telah diencerkan dituangkan kedalam 1 botol winkler 300 mL dan 1 botol winkler 150 mL hingga tumpah kemudian ditutup dengan hati – hati. Air pengencer dituangkan kedalam 1 botol winkler 300 mL dan 1 botol winler 150 mL hingga tumpah kemudian ditutup dengan hati- hati. Larutan dalam botol winkler 300 mL dimasukkan ke dalam inkubator 20 oC selama 5 hari. Perhitungan nilai BOD dapat dihitung dengan menggunakan rumus : [{(𝑋𝑜−𝑋5)− (𝐵𝑜−𝐵5)} 𝑥 (1−𝑃)] 𝐵𝑂𝐷520 (mg/L) = 𝑃 P=
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 (500 𝑚𝐿)
Keterangan : Xo : DO sampel pada t = 0
X5 : DO sampel pada t = 5 Bo : DO blanko pada t = 0 B5 : DO blanko pada t = 5 P : derajat pengenceran 3.
Analisis DO (Dissolved Oxygen) a. Alat dan Bahan: Larutan mangan sulfat (MnSO4) Larutan pereaksi oksigen Larutan asam sulfat (H2SO4) pekat Indikator amilum 0,5 % Larutan standar Natrium tiosulfat 0,0125 N Botol Winkler 150 mL 1 buah Gelas Ukur 100 mL 1 buah Erlenmeyer 250 mL 1 buah Buret 25 mL atau 50 mL 1 buah Beker glass 50 mL 1 buah Pipet 5 mL dan 10 mL Pipet tetes 1 buah b. Prosedur Analisis: Ambil sampel langsung dengan cara memasukkan botol winkler ke dalam air sampai botol winkler penuh dan tutup. Tambahkan 1 mL larutan mangan sulfat (MnSO4) Tambahkan 1 mL larutan pereaksi oksigen. Botol ditutup dengan hati – hati agar tidak ada gelembung udaranya, kemudian dibolak-balikkan. Gumpalan yang terbentuk dibiarkan mengendap selama 5 – 10 menit. Tambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat, tutup dan balik-balikan botol beberapa kali sampai endapan hilang Tuang 100 mL air ke dalam erlenmeyer 250 mL dengan menggunakan gelas ukur 100 mL. Tambahkan 3 – 4 tetes indikator Amilum. Titrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,0125 N hingga warna biru hilang yang pertama kali.
4.
Hitung oksigen terlarut dengan menggunakan rumus: 𝑎 𝑥 𝑁 𝑥 8000 DO (mg/L) = 100 𝑚𝐿 Keterangan : a : volume titran (mL) N : normalitas larutan Na-tiosulfat (0,0125 N) 100 mL : volume sampel yang digunakan dalam titrasi
Analisis TSS (Total Suspended Solids) a. Alat dan Bahan: Larutan sampel yang akan dianalisis Furnace dengan suhu 550˚C Oven dengan suhu 105˚C Cawan porselin 50 ml Timbangan analitis Desikator Cawan petri Kertas saring Vacuum filter b. Prosedur Analisis: Cawan porselin dibakar dengan suhu 550˚C selama 1 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105˚C selama 15 jam. Masukkan kertas saring ke oven 105˚C selama 1 jam Cawan dan kertas saring diatas didinginkan dalam desikator selama 15 menit Timbang cawan dan kertas saring dengan timbangan analitis (e mg) Letakkan kertas saring yang telah ditimbang pada vacuum filter Tuangkan 25 ml sampel diatas filter yang telah dipasang pada vacuum filter, volume sampel yang digunakan ini tergantung dari kepekatannya, catat volume sampel (g ml) Saring sampel sampai kering atau airnya habis
Letakkan kertas saring pada cawan petri dan masukkan ke dalam oven 105˚C selama 1 jam Dinginkan didalam desikator selama 15 menit Timbang dengan timbangan analitis (f mg) Hitung jumlah TSS dengan rumus berikut: TSS (mg/L) = ((f - e) / g ) x 1000 x 1000 5.
Analisis pH a. Alat dan Bahan: Aquades Beaker glass pH-meter Sampel b. Prosedur Analisis: Aquades dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu Alat pengukur dalam pH-meter dicelupkan dalam beaker glass Dicatat pH yang muncul Sampel air dituang pada beaker glass secukupnya, lalu alat pH dicelupkan di dalamnya
6.
Analisis Minyak dan Lemak (Oil and Grease) a. Alat dan Bahan: Asam khlorida atau asam sulfat, (1 : 1); Campur volume yang sama antara asam dan air Pelarut organik o
n-heksan dengan titik didih 69 C
o
Methyl tert buthyl ether (MTBE) titik didih 55 C sampai o
dengan 56 C Kristal natrium sulfat, Na2SO4 anhidrat Campuran pelarut, 80% n-heksan: 20% MTBE v/v Pelarut lain: petroleum benzene atau n-heksan atau petroleum ether atau dichloro methane (DMC) Neraca analitik Corong pisah, 2000 mL
Labu destilasi, 125 mL Corong gelas Kertas saring, diameter 11 cm Alat sentrifugal, yang mampu mencapai putaran sampai 2400 rpm Pompa vakum Adapter destilasi dengan drip tip Penangas air yang dilengkapi pengatur suhu dan dapat diatur suhunya; Wadah buangan pelarut Desikator Botol gelas mulut lebar.
b. Prosedur Analisis: Masukan contoh uji sebanyak 500 mL sampai dengan 1000 mL yang mewakili ke dalam botol gelas mulut lebar yang telah bersih, wadah jangan diisi penuh. Awetkan contoh uji dengan mengasamkan contoh uji sampai pH 2 atau lebih kecil dengan 1:1 HCl atau 1:1 o
H2SO4, awetkan pada 4 C dengan waktu simpan 28 hari. Setelah ekstraksi, emulsi yang tak dapat dipisahkan diatasi melalui sentrifugasi. Saat pelarut ekstraksi dari contoh uji ini dikeringkan dengan natrium sulfat, bila kapasitas pengeringan dari natrium sulfat terlampaui, maka hal tersebut dapat melarutkan natrium sulfat dan masuk ke dalam labu. Setelah pengeringan, kristal natrium sulfat akan terlihat dalam labu. Natrium sulfat yang ikut masuk dalam labu akan mengganggu dalam penentuan dengan metode gravimetri ini. Pindahkan contoh uji ke corong pisah. Tentukan volume contoh uji seluruhnya (tandai botol contoh uji pada meniskus air atau timbang berat contoh uji). Bilas botol contoh uji dengan 30 mL pelarut organik dan tambahkan pelarut pencuci ke dalam corong pisah.
Kocok dengan kuat selama 2 menit. Biarkan lapisan memisah, keluarkan lapisan air. Keluarkan lapisan pelarut melalui corong yang telah dipasang kertas saring dan 10 g Na2SO4 anhidrat, yang keduanya telah dicuci dengan pelarut, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. Jika tidak dapat diperoleh lapisan pelarut yang jernih (tembus pandang), dan terdapat emulsi lebih dari 5 mL, lakukan sentrifugasi selama 5 menit pada putaran 2400 rpm. Pindahkan bahan yang disentrifugasi ke corong pisah dan keringkan lapisan pelarut melalui corong dengan kertas saring dan 10 g Na2SO4, yang keduanya telah dicuci sebelumnya, ke dalam labu bersih yang telah ditimbang. Gabungkan lapisan air dan emulsi sisa atau padatan dalam corong pisah. Ekstraksi 2 kali lagi dengan pelarut 30 mL tiap kalinya, sebelumnya cuci dahulu wadah contoh uji dengan tiap bagian pelarut. Ulangi langkah 12 jika terdapat emulsi dalam tahap ekstraksi berikutnya. Gabungkan ekstrak dalam labu destilasi yang telah ditimbang, termasuk cucian terakhir dari saringan dan Na2SO4 anhidrat dengan tambahan 10 mL sampai dengan 20 mL pelarut. Destilasi pelarut dalam penangas air pada suhu 85°C. Untuk memaksimalkan perolehan kembali pelarut lakukan destilasi (lihat Gambar A.1). Saat terlihat kondensasi pelarut berhenti, pindahkan labu dari penangas air. Dinginkan dalam desikator selama 30 menit pastikan labu kering dan timbang sampai diperoleh berat tetap. Perhitungan jumlah minyak-lemak dalam contoh uji: Kadar minyak-lemak (mg /L) = (A-B) x 1000 mL contoh uji keterangan: A : berat labu + ekstrak, mg; B : berat labu kosong, mg
4
MAPRO Most of the blower models for air can be also manufactured: - in conformity to the requirements of the European Directive 94/9/EC (ATEX) for Zones 1 and 2, 21 and 22. - especially for US and Canada, in conformity to the requirements of Class I and Class II hazardous locations (see page 15 for some manufacturing version)
Blowers with 60 Hz motors (3500 rpm) Flow rate-pressure diagram 260
49/21 18
9
20/21
240
720HS
6.6
220
12/21
14/21
3.6
3.6
30/21
36/21
42/21
11
11
18
8.6
17/21
9
Key: Machine ne type typ ypee pow wer ((kW) kW)) kW Motor po power
30/21 11
9
13.2
8.5 8
4.8
7.5
13.2
200
6.6
520HS 4.6
2.65
180
6.3
7 40/1
46/1
9
10/21
160
4.8
28/1 3.6
420HS
2.65
2.55
220HS
4/21
120
0.9
50HS
1.8
6.6
4 9
2.05
40HS
30-Z HS
13.2
4.8
1.8
3.6
6.6
4.8
3
4.8
2.65
2.65
1.3
3.6
3.45
3.5
11
4.8
2.65
1.75
3.6
4.8
3.6 4.8
0.9
9
6.6
3.6
11
20HS
6.6
2 6.6
9
11
1.5
1.3
0.9
0.28
2.5
13.2
6.6
4.8
40
4.5
18
9
6.3
2.55
0.66
13.2
11
2.65
15/01
0,44
3.6/01
9 6.6
4.8
1.3
0.66
5
3.6
3.45
1.3
4/01 0.5
4.8
2.2 1.8
0.9
0.3
22/01
4.6
5.5
6.6
3.6
10/01 1.3 1.8
7/01
60
60HS
3.6
18
9
4.8
18/01
2.55
0.9
100 80
6.6
11
6
22
84/1
13.2
8.6
2.65
18
60/1 11
6.5
98/1
72/1
80-Z HS
3.45
1.8
11
9
4.8
7/21
140
34/1
9
1
20
9
0
10
20
30
40
50
60
80
Flow rates refer to air at 68°F and 29.92 inHg (abs) at blower inlet port
100
120
140
160 180 200
240
280
320
360
400
450
0.5
500 550 600 650 700 750 800 850 900 Flow rate [cfm]
Outlet pressure [psig]
Outlet pressure [inH2O]
23/21
Most of the blower models for air can be also manufactured: - in conformity to the requirements of the European Directive 94/9/EC (ATEX) for Zones 1 and 2, 21 and 22. - especially for US and Canada, in conformity to the requirements of Class I and Class II hazardous locations (see page 15 for some manufacturing version)
Blowers - performance with 60 Hz motors (3500 rpm) Outlet pressure
inH2O
Flow rate Motor power
30
40
50
kW
38.8 25.3 0.28 14.1 0.28
60
cfm
cfm
cfm kW
CL 30-Z HS
kW
70 kW
cfm kW
110
100 kW
130 cfm
cfm
cfm
cfm kW
120
kW
kW
CL 3.6/01
23.5 17.6 0.3
15
0.3
12
0.3
CL 4/01
36.4 28.2 0.44 24.1 0.44
20
0.44 15.8 0.44 11.7 0.44
CL 7/01
58.8 47.6 0.66 42.3 0.66
37
0.66 31.7 0.66 26.4 0.66 21.1
61
0.9
9.7
0.3
7
7
0.9
103 86 1.15 (•) 77 1.15 (•) 68 1.15 (•) 60 1.15 (•) 51.7 1.5 (•) 43.5 1.5 (•) 34.7 1.5 (•) 122 107 1.3
CL 50 HS
141 129 1.75 (•) 122 1.75(•) 115 1.75(•) 107 1.75(•) 98 1.75(•) 90 1.75(•) 80 1.75(•) 70
2.55
60
2.55 48.8 2.55 (+) 37.6 2.55 (+)
CL 18/01
171 151 2.65 141 2.65 131 2.65 121 2.65 111 2.65 101 2.65
3.6
71
3.6
61
3.6
CL 60 HS
211 191 2.55 181 2.55 170 2.55 160 2.55 150 2.55 140 2.55 130 2.55 120 3.45 109 3.45
98
4.6
CL 28/1
217 194 2.65 183 2.65 173 2.65 164 2.65 155 2.65 147 2.65 138 3.6
130 3.6
122 3.6
114 3.6
107 4.8
CL 22/01
251 227 3.6
216
3.6
204
3.6
192
3.6
180 3.6
168 3.6
157 4.8
145 4.8
133 4.8
121 4.8
110 4.8
CL 34/1
277 257 3.6
247
3.6
237
3.6
227
3.6
217 3.6
206 4.8
196 4.8
186 4.8
176 4.8
166 6.6
156 6.6
CL 40/1
317 297 3.6
288
3.6
278
3.6
269 3.6
260 4.8
250 4.8
241 4.8
231 6.6
222 6.6
213 6.6
CL 80-Z HS (+) 364 339 4.6
326
4.6
313
4.6
300 4.6
287 4.6
274 4.6
261 6.3
248 6.3
235 6.3
CL 46/1
406 374 4.8
360
4.8
346
4.8
333 4.8
320 4.8
308 6.6
296 6.6
284 6.6
273
CL 60/1
476 441 4.8
424
4.8
409
4.8
395 6.6
381 6.6
367
9
353
9
339
9
324
CL 72/1
562 535 6.6
521
6.6
506
6.6
489 6.6
472
9
453
9
434
9
416
11
397
CL 84/1
735 698
9
675
9
652
9
629
606
11
583
11
560
11
537 13.2 514 13.2 491
18
468
18
CL 98/1
768 732
9
716
11
697
11
679 13.2 662 13.2 644 13.2 626
18
609
18
591
18
556
18
CL 4/21
38.2 33.5 0.66 31.1 0.66 28.8 0.66 26.4 0.66 24.1 0.66 21.7 0.66 19.4 0.9
17
0.9
14.7 0.9 12.3 0.9
10
0.9
CL 7/21
58.8 52.9 1.3
50
1.3
CL 220 HS
61 53.5 0.9
50
0.9
CL 10/21
85
78
1.8
74
1.8
70
1.8
65
1.8
61
1.8
CL 12/21
88
81
1.3
78
1.3
74
1.3
71
1.3
67
1.3
CL 420 HS
115 105 2.05 (•) 101 2.05 (•) 96 2.05 (•) 91 2.05 (•) 87 2.05 (•) 82 2.05 (•) 77 2.05 (•) 72 2.05 (•) 68
98
1.3
kW
200
kW
kW
91
47
1.3
1.3
83
2.2
9
75
2.2
67
2.2
60 91
2.2
2.65
81
88
4.8
84
4.8
76
4.8
146 6.6
136 6.6
126
9
115
9
203 6.6
194
184
175
9
165
9
222 8.6
209 8.6
196 8.6
183 8.6
170 8.6
157 8.6
9
261
9
250
9
238
227
216
204
9
310
11
296
11
282 13.2 268 13.2 254 13.2 240 13.2
11
378 13.2 359 13.2 340
18
573
44.1 1.3 41.2 1.3 38.2 1.3 34.7 1.3 31.7 1.3 28.8 1.3 25.8 1.8 22.9 1.8
99
4.8
9
9
91
9
9
11
11
18
321
18
303
18
284
18
445
18
422
18
399
18
376
18
538
22
520
22
503
22
485
22
20
1.8
16.4 1.8
156
9
147
9
193
11
181
11
265
18
467
22
cfm
cfm kW
kW
kW
45.9 0.9 42.3 0.9 38.2 0.9 34.7 0.9 30.6 0.9 26.4 0.9 22.3 0.9(•) 18.2 0.9(•) 12.3 0.9(•) 57.6 1.8 53.5 1.8 49.4 1.8 45.3 1.8 41.2 2.65 64
1.8
61
1.8
58.2 1.8 55.3 1.8 52.3 2.65
37
2.65 32.9 2.65 28.8 2.65 24.7 2.65 20.6 2.65
50
2.65 47.6 2.65 45.3 2.65 42.9 2.65 40.6 2.65 38.2 2.65 35.9 2.65 33.5
63
2.55 58.8 2.55 54.1 2.55 49.4 2.55 44.7 2.55
CL 14/21
72
2.65
69
2.65
66
2.65
63
2.65
61
3.6
CL 17/21
138 130 2.65 126 2.65 122 2.65 118 2.65 114 2.65 110 2.65 105 2.65 101 2.65
97
2.65
93
3.6
90
3.6
85
3.6
82
3.6
78
3.6
75
3.6
72
4.8
69
4.8
67
CL 520 HS
165 155 3.45 150 3.45 145 3.45 140 3.45 135 3.45 130 3.45 125 3.45 120 3.45 115 3.45 110 3.45 105 3.45 100 3.45
95
3.45
90
4.6
85
4.6
80
4.6
75
4.6
70 4.6 ( )
CL 20/21
164 154 2.65 150 2.65 145 2.65 142 2.65 138 2.65 134 2.65 131 3.6
128 3.6
125 3.6
121 3.6
118 3.6
115 4.8
112 4.8
108 4.8
105 4.8
102 4.8
99
6.6
95
192 182 3.6
177
3.6
172
3.6
167 3.6
162 3.6
157 3.6
153 3.6
148 3.6
144 4.8
141 4.8
137 4.8
134 4.8
131 4.8
127 6.6
124 6.6
121 6.6
117 6.6
231 221 3.45
217
3.45
211
3.45
207 3.45
201 3.45
197 3.45
192
187
182
177
172
167
162
6.3
157
6.3
152
6.3
147
6.3
142
6.3
CL 30/21
243 231 3.6
225
3.6
219
3.6
214 3.6
209 3.6
204 4.8
200 4.8
195 4.8
191 6.6
187 6.6
183 6.6
179 6.6
175 6.6
171
9
167
9
163
9
158
9
CL 36/21
280 269 4.8
264
4.8
258
4.8
253 4.8
248 4.8
243 6.6
237 6.6
232 6.6
227 6.6
221 6.6
216
9
211
9
206
9
201
9
196
9
191
9
186
9
CL 42/21
359 344 6.6
336
6.6
329
6.6
322 6.6
315 6.6
308 6.6
301
9
294
9
287
9
280
9
273
9
266
11
259
11
252
11
246
CL 49/21
412 399 6.6
392
6.6
386
6.6
380 6.6
374 6.6
367 6.6
361
9
355
9
349
9
343
9
337
9
330
11
324
11
318
11
312
91
1.8
88
1.8
85
1.8
82
1.8
80
1.8
4.8
77
4.8
4.8
4.8
4.8
6.3
three phase motor: 1.15kW and 1.5kW - single phase motor: 0.9kW (max. pressure: 60 inH2O) and 1.3kW (max. pressure: 70 inH2O only) 1.75kW single phase with CSA Certificate for a max. pressure of 50 inH2O only 0.9kW single phase with CSA Certificate for a max. pressure of 100 inH2O only three phase motor: 2.05kW - single phase motor: 1.75kW (max. pressure: 90 inH2O)
(+) CSA certified motors available only on blowers with special constructional features
40
3.6
2.65
(•) CL 40 HS (•) CL 50 HS (•) CL 220 HS (•) CL 420 HS
kW
260
4.6
2.55
(+)
kW
250
cfm
cfm
cfm kW
240
51.7 3.6
74
1.8
230
52.3 2.2 44.7 2.2
1.8
94
cfm kW
220
55.3 1.3 49.4 1.3 43.5 1.3 37.6 1.3 31.7 1.8 25.3 1.8
105 98
1.8
210
cfm
cfm
cfm kW
190
15.8 0.9 10.5 0.9
CL 15/01
0.9
cfm
cfm kW
180
0.44
CL 40 HS
67
kW
170
0.3
85
0.9
160
cfm
cfm kW
150
28.2 0.5 19.4 0.5 10.5 0.5
CL 10/01
73
140
[ 0 CFM at 36 inH2O]
37
CL 720 HS
5
90
cfm kW
0.5
63 45.9
80
cfm
cfm kW
0.5
CL 23/21
MAPRO®
20
cfm cfm CL 20 HS
Blower Type
0
31.1 3.6 28.8 3.6 26.4 3.6
2.55
58.2 3.6 55.9 3.6 52.9 3.6 50.6 3.6 48.2 3.6 45.9 3.6 44.1 3.6 65
4.8
63
4.8
61
4.8
92
6.6
89
6.6
86
6.6
82
114 6.6
110 6.6
107
9
103
9
137
6.3
132
8.6
127
8.6
120
8.6
154
9
150
9
146
9
142
9
181
11
176
11
171
11
165
11
4.8
6.6
80
100
9
96
9
113
8.6
104
8.6
138
11
134
11
160
11
155
11
11
239 13.2 233 13.2 226 13.2 220 13.2 213 13.2 207 13.2 200
18
194
18
11
306 13.2 300 13.2 294 13.2 288 13.2 282
18
264
18
6.6
18
276
18
270
6.6
160
9
258
18
253
18
Flow rates refer to air at 68°F and 29.92 inHg (abs.) at blower inlet port Tolerance on flow rate values: ±10%
Blowers at 60 Hz (3500 rpm) Temperature rise °F Outlet pressure
Blower Type
inH2O CL 20 HS CL 30-Z HS CL 3.6/01 CL 4/01 CL 7/01 CL 10/01 CL 40 HS CL 15/01 CL 50 HS CL 18/01 CL 60 HS CL 28/1 CL 22/01 CL 34/1 CL 40/1 CL 80-Z HS CL 46/1 CL 60/1 CL 72/1 CL 84/1 CL 98/1 CL 4/21 CL 7/21 CL 220 HS CL 10/21 CL 12/21 CL 420 HS CL 14/21 CL 17/21 CL 520 HS CL 20/21 CL 23/21 CL 720 HS CL 30/21 CL 36/21 CL 42/21 CL 49/21
20
40
60
70
80
90
100
22 16 18 22 20 22 16 23 22 20 23 14 27 18 23 23 20 18 27 25 32 25 16 16 27 20 23 22 23 27 23 27 32 23 34 32 34
34 31 40 32 32 29 34 31 29 34 27 40 29 34 31 29 29 38 36 45 40 25 27 38 27 29 29 31 32 32 34 38 32 43 41 45
50 65 50 47 45 47 45 43 47 40 54 40 47 45 41 41 50 47 59 54 36 40 52 34 40 40 38 41 41 43 45 43 54 50 56
85 61 58 58 54 54 52 56 47 63 49 54 52 47 49 58 52 67 61 43 47 59 40 45 45 43 45 47 47 49 49 59 56 61
74 70 72 63 65 61 67 56 72 56 61 59 54 56 67 59 74 70 50 58 67 43 50 50 49 52 52 52 56 54 65 59 67
94 86
106
72 77 72 77 65 81 63 68 67 61 63 76 67 81 79 58 68 76 49 59 56 54 59 58 56 61 59 70 65 72
83 92 83 90 74 90 72 77 76 70 72 85 76 88 90 65 85 85 54 67 61 59 65 65 61 67 65 76 70 77
120
131 104 130 95 108 90 95 95 88 90 103 92 103 113 79 126 104 65 86 72 72 79 77 72 79 76 86 81 88
140
160
121
155
113 113 122 108 112 126 113 119
142 135 157 133 137 153 140 140
170
180
148
160
146
162
200
220
240
250
175 160
175
169 178 175 167
175
260
169 153
94 124 77 108 85 86 95 92 83 90 86 99 92 99
148 92 133 97 101 115 106 95 103 99 112 104 112
99
106
121
140
104 108 126 113 101 112 106 119 112 117
112 117 139 121 108 119 113 126 119 124
128 135
148 153
137 124 137 130 140 135 139
155 140 149 148 158 155 153
184
Tolerance: ± 10 °F
Sound level dB(A) at 1m (•)
Blower Type
inH2O CL 20 HS CL 30-Z HS CL 3.6/01 CL 4/01 CL 7/01 CL 10/01 CL 40 HS CL 15/01 CL 50 HS CL 18/01 CL 60 HS CL 28/1 CL 22/01 CL 34/1 CL 40/1 CL 80-Z HS CL 46/1 CL 60/1 CL 72/1 CL 84/1 CL 98/1 CL 4/21 CL 7/21 CL 220 HS CL 10/21 CL 12/21 CL 420 HS CL 14/21 CL 17/21 CL 520 HS CL 20/21 CL 23/21 CL 720 HS CL 30/21 CL 36/21 CL 42/21 CL 49/21
20
40
60
70
80
90
100
69 69 72 74 77 74 72 74 73 75 78 78 77 78 78 78 79 80 82 82 82 74 75 72 74 77 76 76 77 75 74 80 79 81 82 82 82
73 73 75 78 75 73 75 74 76 78 78 78 79 79 79 80 80 83 83 83 74 75 73 75 77 76 76 78 75 74 81 79 81 82 82 83
74 76 78 75 74 75 76 76 78 79 78 79 79 79 80 80 84 83 84 75 76 74 75 78 76 76 78 75 75 81 79 81 82 82 84
76 79 76 75 76 76 77 78 80 78 79 80 79 80 81 84 84 84 75 76 74 75 78 77 77 78 76 75 81 79 81 82 82 84
79 76 76 76 76 77 78 81 79 79 80 81 80 81 84 85 85 76 77 75 75 78 78 77 78 77 75 82 79 81 83 83 84
79 77
77
77 77 77 79 82 79 79 81 81 81 81 84 85 85 76 77 76 76 78 78 77 79 77 75 82 79 82 83 83 84
77 77 78 79 83 80 80 81 82 81 81 85 86 86 77 77 77 76 79 78 77 79 77 75 82 79 82 83 83 85
120
78 78 80 84 80 80 82 82 82 82 86 86 86 77 78 78 76 79 78 77 79 77 76 82 79 82 83 84 85
140
160
85
85
80 82 83 83 83 86 87 87
81 83 83 84 84 86 87 87
170
180
83
83
84
84
200
220
240
250
79 83
83
84 84 86 87
87
260
86 87
78 77 79 79 77 79 78 76 82 79 82 83 84 85
78 79 79 78 79 78 76 83 79 83 83 84 85
(•) Sound level measured at 1m distance, with inlet and outlet ports piped, in accordance to ISO 3744
79
79
79
79
78 80 78 77 83 79 83 83 84 85
78 80 78 77 83 79 83 84 85 85
79 80
79 80
77 83 79 83 84 85 86
78 83 79 83 84 86 86
88
Tolerance: ± 2 dB(A)
MAPRO®
Outlet pressure
7
Dimensions CL 3.6/01 - CL 4/01 - CL 7/01 - CL 10/01 - CL 15/01 - CL 18/01 - CL 22/01
(*)
Blowers
(*) feet position for CL 3.6/01 and CL 4/01 only
(*)
Exhausters
FIG.1 CL 4/21 - CL 7/21 - CL 10/21
Blowers
Exhausters
FIG. 2
MAPRO
CL 20 HS - CL 30-Z HS - CL 40 HS - CL 50 HS - CL 60 HS - CL 80-Z HS
12
FIG. 3
Dimensions CL 12/21 - CL 14/21 - CL 17/21 - CL 20/21 - CL 23/21 - CL 30/21 - CL 36/21 - CL 42/21 - CL 49/21 CL 28/1 - CL 34/1 - CL 40/1 - CL 46/1 - CL 60/1 - CL 72/1 - CL 84/1 - CL 98/1
FIG. 4
(*) for CL 12/21 - 14/21 - 28/1 only (*
CL 220 HS - CL 420 HS - CL 520 HS - CL 720 HS (only 3.45kW - 4.8kW)
Blowers
Exhausters
FIG. 5 CL 720 HS (only 6.3kW - 8.6kW)
Exhausters
FIG. 6
MAPRO
Blowers
13
Company name: Created by: Phone: Date: Position
11/15/2016
Count Description 1
SEG.A20.30.2.60L
Product photo could vary from the actual product
Product No.: On request Grundfos SEG pumps are submersible pumps with horizontal discharge port, specifically designed for pressurized pumping of wastewater with discharge from toilets. The SEG pumps are equipped with a grinder system, grinding destructible solids into small pieces so that they can be led away through pipes of a relatively small diameter. The surface of the pump is smooth to prevent dirt and impurities from sticking to the pump. The pump is primarily made of cast iron. The clamp securing the motor to the pump housing is made of stainless steel to prevent corrosion and allow for ease of service of the pump. The power cable of the pump also incorporates wires for the thermal sensors in the motor winding. The cable connection is a plug solution. The totally sealed plug connection prevents moisture from entering the pump through the cable in case of cable breakage or adverse and/or careless handling of the pump cable. The pump must be connected to a control box or a controller. The pump has been tested by CSA. Controls: Moisture sensor: AUTOADAPT:
with moisture sensors NO
Liquid: Pumped liquid: Liquid temperature range: Liquid temp: Density: Kinematic viscosity:
Water 32 .. 104 °F 68 °F 62.4 lb/ft³ 1 cSt
Technical: Actual calculated flow: Resulting head of the pump: Type of impeller: Primary shaft seal: Secondary shaft seal: Approvals on nameplate: Curve tolerance:
8.31 l/s 5.73 m Grinder System SIC/SIC CARBON/CERAMICS PA-I ANSI/HI11.6:2012 3B2
Materials: Pump housing:
Impeller:
Printed from Grundfos Product Center [2016.07.033]
Cast iron EN1561 EN-GJL-200 ASTM A48 30B Cast iron EN1561 EN-GJL-200 ASTM A48 30B
1/11
Company name: Created by: Phone: Date: Position
11/15/2016
Count Description Installation: Maximum ambient temperature: Maximum operating pressure: Flange standard: Pipework connection: Size of discharge port: Pressure stage: Maximum installation depth: Auto-coupling:
104 °F 87 psi ANSI 2" 2 inch PN 10 32.81 ft 98245790
Electrical data: Power input - P1: Rated power - P2: Main frequency: Rated voltage: Voltage tolerance: Max starts per. hour: Rated current: Starting current: Rated current at no load: Cos phi - power factor: Cos phi - p.f. at 3/4 load: Cos phi - p.f. at 1/2 load: Rated speed: Moment of inertia: Motor efficiency at full load: Motor efficiency at 3/4 load: Motor efficiency at 1/2 load: Number of poles: Start. method: Enclosure class (IEC 34-5): Insulation class (IEC 85): Explosion proof: Length of cable: Cable type: Type of cable plug:
2.8 kW 3 HP 60 Hz 3 x 575 V +6/-10 % 30 4A 27 A 1.68 A 0,84 0,81 0,7 3500 rpm 0.335 lb ft² 0.78 % 0.75 % 0.7 % 2 direct-on-line IP68 F no 33 ft SEOOW 600V NO PLUG
Others: Net weight:
179 lb
Printed from Grundfos Product Center [2016.07.033]
2/11
Company name: Created by: Phone: Date:
11/15/2016
On request SEG.A20.30.2.60L 60 Hz
20.94"
5.63
2.36"
1.97"
6.81"
4.69"
10.08"
11.54"
Note! All units are in [mm] unless otherwise stated. Disclaimer: This simplified dimensional drawing does not show all details. Printed from Grundfos Product Center [2016.07.033]
6/11
Company name: Created by: Phone: Date:
11/15/2016
On request SEG.A20.30.2.60L 60 Hz 16.18" 2.76"
3/4"-1"
24.61"
3.54"
8.70"
3.15"
NPT 2"
10.08"
4.69"
4.53"
4.65"
18.15" Note! All units are in [mm] unless otherwise stated. Disclaimer: This simplified dimensional drawing does not show all details. Printed from Grundfos Product Center [2016.07.033]
7/11
Company name: Created by: Phone: Date:
11/15/2016
On request SEG.A20.30.2.60L 60 Hz
22.72
5.63
4.53"
1.97"
6.81"
4.69"
10.08"
11.54"
Note! All units are in [mm] unless otherwise stated. Disclaimer: This simplified dimensional drawing does not show all details. Printed from Grundfos Product Center [2016.07.033]
8/11
DRACO® FPA-AR 120-115
FPA Specifications (Open Construction) ®
MODEL FPA 47/
Number of Number of plates chambers
Weight loaded (Kg)
Total filter area (m2)
FP total cake volume (l)
Plates and fabric size
1.470
1.170
1.370
750
780
1,4
19
470
9
2.330
1.170
1.370
800
865
3,2
43
470
15
14
3.240
1.170
1.370
860
960
5,0
67
470
20
19
4.110
1.170
1.370
900
1.040
6,8
91
470
25
24
4.670
1.170
1.370
970
1.140
8,6
115
470
30
29
5.715
1.170
1.350
1.050
1.260
10,4
139
470
Tank volume (l): 39
Power: 3 Kw
Calculated for cake thickness: 30 mm
5
4
1.570
1.450
1.530
1.240
1.390
2,6
38
630
10
9
2.443
1.450
1.530
1.360
1.560
5,9
85
630
15
14
3.265
1.450
1.530
1.480
1.730
9,1
132
630
20
19
4.130
1.450
1.530
1.600
1.900
12,4
179
630
25
24
5.045
1.450
1.530
1.750
2.100
15,6
226
630
30
29
5.930
1.450
1.900
2.310
18,9
273
630
Tank volume (l): 58
1.530 Power: 2,2 Kw
Calculated for cake thickness: 32 mm
15
14
3.455
1.700
1.700
2.300
2.637
15,3
224
800
20
19
4.385
1.700
1.700
2.511
2.968
20,7
305
800
25
24
5.424
1.700
1.700
2.755
3.330
26,2
385
800
30
29
6.350
1.700
1.700
3.000
3.697
31,6
465
800
Tank volume (l): 75
Power: 2,2 Kw
Calculated for cake thickness: 32 mm
20
19
4.731
1.870
1.900
5.900
6.530
32,7
490
1.000
25
24
5.650
1.870
1.900
6.300
7.300
41,3
619
1.000
30
29
6.510
1.870
1.900
6.720
7.840
49,9
748
1.000
Double pump flow (l/m): 33+5 FPA 120/
Weight empty (Kg)
4
Double pump flow (l/m): 12+4 FPA 100/
Height mm (C)
5
Double pump flow (l/m): 12+4 FPA 80/
Width mm (B)
10
Pump flow (l/m): 7,5 FPA 63/
Length mm (A)
Tank volume (l): 100
Power: 4 Kw
Calculated for cake thickness: 32 mm
20
19
4.850
2.100
2.100
7.000
8.000
46,9
676
1.200
25
24
5.791
2.100
2.100
7.700
9.000
59,3
854
1.200
30
29
6.810
2.100
2.100
8.350
9.900
71,6
1.032
1.200
Double pump flow (l/m): 33+5
Tank volume (l): 100
Power: 4 Kw
Calculated for cake thickness: 32 mm
Frame: Material ST-52/AISI-304, Finish: Epoxy Paint Operation: Automatic
NOTE: (1) The FPA is supplied with: - Side protection plates. - Filtered water collection channel and handles. - Compressed air socket. - Equipped with cake-blowing circuit. - Emergency stop cable. - Hydraulic oil included. (2) Compressor not included. (3) The dimensions and specifications may vary slightly due to the normal development of products by the engineering department or Toro Equipment SL. When ordering request the specifications sheet at www.toroequipment.com
18,80 7.00
4.10
6.90
Bak Pengendap
3.00
Sand Filter
Bak Aerasi
Bak Ekualisasi
6.00
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
5.80
JUDUL TUGAS AKHIR
Carbon Filter
Bak Effluent
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
3.00
JUDUL GAMBAR DENAH IPAL EKSISTING DAN LAYOUT KETERSEDIAAN LAHAN PENGEMBANGAN IPAL
DENAH EKSISTING IPAL SKALA 1 : 100 9.19
Ruang Pompa
10.00
LEGENDA
25.00
Instalasi Pengolahan Ar Reuse
IPAL
7.60 NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085
44.19
LAY OUT KETERSEDIAAN LAHAN PENGEMBANGAN IPAL SKALA 1 : 200
DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 100 1 : 200 NOMOR LEMBAR 1
JUMLAH LEMBAR 16
Saluran Kota
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
Anaerobic Biofilter
JUDUL GAMBAR
Grease Trap
DENAH ALTERNATIF IPAL 1
Carbon Filter
Bak Ekualisasi
Filter Press LEGENDA
Sand Filter
= Pipa Influen IPAL dari Sump Pit
Bak Effluent
= Pipa antar Unit IPAL = Pipa Efluen IPAL menuju Saluran Kota
DENAH ALTERNATIF IPAL 1 SKALA 1 : 175
= Pipa Instalasi Biogas = Pipa Lumpur
NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 175 NOMOR LEMBAR 2
JUMLAH LEMBAR 16
Saluran Kota
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR Grease Trap
DENAH ALTERNATIF IPAL 2
LEGENDA
Bak Ekualisasi Bak Pengendap
Bak Aerasi
Sand Filter Carbon Filter
= Pipa Influen IPAL dari Sump Pit
Filter Press
= Pipa antar Unit IPAL = Pipa Efluen IPAL menuju Saluran Kota = Pipa Lumpur
Sump Pit Bak Effluent
NAMA MAHASISWA
DENAH ALTERNATIF IPAL 2 SKALA 1 : 125
EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 125 NOMOR LEMBAR 3
JUMLAH LEMBAR 16
0.30
Kaki Penyanggah
4,3 2 0.30
B
1,7
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
0,6
JUDUL GAMBAR 0.2 0.60 DENAH GREASE TRAP RANCANG ULANG
A
A Pipa Influen
0.6
1
1,4 LEGENDA
Pipa Efluen
0.071
Manhole
B DENAH GREASE TRAP SKALA 1 : 25
NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 25 NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
4
16
0.60
-6,1
0.2
0.2
-6,1
Manhole
0.20
0.30
Pipa Efluen
Pipa Influen
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
1,6 JUDUL TUGAS AKHIR 0.9
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
0.07
JUDUL GAMBAR
0.30
0.15
2.00
POTONGAN A-A POTONGAN B-B GREASE TRAP RANCANG ULANG
1.70
LEGENDA
POTONGAN A-AGREASE TRAP SKALA 1 : 25 0.2
= Beton = Muka Tanah
0.15
-6,1
-6,1 0.07
0.30
NAMA MAHASISWA 1,60
EDI LUKITO NRP 3313100085
0.90
Pipa Efluen
DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR
0.30
1 : 25
1.00 1.30
POTONGAN B-B GREASE TRAP SKALA 1 : 25
NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
5
16
7,30 6.90
Pipa Diffuser 0,071 m
B
Pipa Efluen 0,071 m
Pompa
Kaki Penyanggah
Manhole
0.30
1.00 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
1.00
6,20
5.80
A
A Pipa Influen
Pipa Vent
JUDUL TUGAS AKHIR
Blower
Manhole
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR
6,2
-6,1
0.34
Pipa Vent
-6,1
Valve
B DENAH BAK EKUALISASI SKALA 1 : 100
0.30
Pipa Influen Pipa Diffuser
-6,1
-6,1
1.00
Valve
3.40
Diffuser
Manhole
Pipa vent
LEGENDA 3.10
= Beton
0.30
Pipa Efluen 0,071 m
0,20
0.30
DENAH BAK EKUALISASI POTONGAN A-A POTONGAN B-B RANCANG ULANG
Pipa Influen 0.30
= Muka Tanah
5.80
POTONGAN B-B BAK EKUALISASI SKALA 1 : 100 NAMA MAHASISWA
3.70
EDI LUKITO NRP 3313100085
3.10
DOSEN PEMBIMBING
Diffuser
Pompa 0.30
Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001
6.90 7,30
POTONGAN A-A BAK EKUALISASI SKALA 1 : 100
SKALA GAMBAR 1 : 100
NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
6
16
Dilepas ke atmosfer
1.50
Kaki Penyanggah
B
5.25
C
A
D
1.70
3.40
0.60
2.50 0.34
Pipa Influen 0,071 m
0.60
5.45
A
C
B
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
D Pipa Vent Instalasi Biogas
Manhole
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR
0.15
3.00
21.30 DENAH POTONGAN A-A ANAEROBIC BIOFILTER RANCANG ULANG
DENAH ANAEROBIC BIOFILTER SKALA 1 : 100
LEGENDA
Instalasi Biogas
-6,1
0.60
= Beton
1.00
Manhole Pipa Biogas
-6,1 Media Sarang Tawon
0.30 0.30
= Lumpur
0.36
3.30
2.35
Penyangga 0.10 0.25
3.00
= Muka Tanah
Pipa Biogas
3,70
Perforated slabs NAMA MAHASISWA 19.20 20,05
1.700
EDI LUKITO NRP 3313100085
3.40
DOSEN PEMBIMBING
POTONGAN A-A ANAEROBIC BIOFILTER SKALA 1 : 100
Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 100 NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
7
16
Instalasi Biogas
Instalasi Biogas 1.00 2,15 1.75
2,90 2.50
-6,1
-6,1
-6,1
0.30
-6,1
0.25
Balok Pelimpah
0.30 0.25
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
Media Sarang Tawon
2.35
3.30
3.60 JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
2.18
JUDUL GAMBAR POTONGAN A-A POTONGAN B-B ANAEROBIC BIOFILTER RANCANG ULANG
Perforated slabs 0.25
0.10
Instalasi Biogas 0.30
0.30 2,15 1.75
POTONGAN B-B ABF -6,1 SKALA 1 : 50
-6,1
POTONGAN C-C ABF SKALA 1 : 50
LEGENDA = Beton = Muka Tanah = Lumpur
3.30
3.60
NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1 : 50
0.30
POTONGAN D-D ABF SKALA 1 : 50
NOMOR LEMBAR 8
JUMLAH LEMBAR 16
7,00 6.60
B 0.30
Kaki Penyanggah
Pipa Diffuser
Manhole
A
Pipa Influen
A 5.50
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
5,90
Pipa Efluen Blower
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR 0.30
DENAH POTONGAN A-A POTONGAN B-B BAK AERASI RANCANG ULANG
B DENAH BAK AERASI SKALA 1 : 100
LEGENDA = Beton
Pipa Diffuser Pipa Influen
= Muka Tanah
Valve
Pipa Efluen
Valve
-6,1
-6,1
0.30
-6,1
0.30
-6,1
Pipa Influen Pipa Diffuser 4.50
4.50 NAMA MAHASISWA
Diffuser
EDI LUKITO NRP 3313100085
Diffuser
DOSEN PEMBIMBING 0.30
6.60 7,00
0.30
5.50 5,90
Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR
POTONGAN A-A BAK AERASI SKALA 1 : 100
POTONGAN B-B BAK AERASI SKALA 1 : 100
1 : 100 NOMOR LEMBAR 9
JUMLAH LEMBAR 16
5.20
A
Pipa Influen
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
Rake Arm
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
Counterflow Influent Wall
Walkway
JUDUL GAMBAR 0.20
Pipa Efluen
DENAH BAK PENGENDAP RANCANG ULANG
0.30
Effluent Weir 1.56
LEGENDA
Drive Unit
Effluent Channel
NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085
A
DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR
DENAH BAK PENGENDAP SKALA 1 : 50
1 : 50 NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
10
16
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR
Turntable Base Handdrail
Pompa
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
5.20
JUDUL GAMBAR
Drive V-Notch
-6,1
-6,1
1.54
LEGENDA = Beton
Center Cage Scrapper
Zona Thickening
0.20
POTONGAN A-A BAK PENGENDAP RANCANG ULANG
Center Coloumn
Zona Pengendapan 0.40
Gutter
= Muka Tanah 2.36 = Lumpur
0.25
Zona Lumpur
0.54
Stilts
Squeegees
Center Scrapper
NAMA MAHASISWA 1.56
Pipa Influen
EDI LUKITO NRP 3313100085
Pipa Lumpur
DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR
POTONGAN A-A BAK PENGENDAP SKALA 1 : 50
1 : 50 NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
11
16
1.05
1.19
DENAH CARBON FILTER SKALA 1 : 25
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
DENAH SAND FITER SKALA 1 : 25
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
1.18
JUDUL GAMBAR DENAH DAN POTONGAN TANGKI CARBON FILTER RANCANG ULANG DAN SAND FILTER
0.30 0.10 1.05
LEGENDA
Pipa Influen 0,071 m 0.30 0.12
Pipa Efluen Backwash 0,071 m
Pipa Influen 0,071 m 1.80
Pasir silika 0,098 m Pipa Efluen Filtrasi 0,071 m
Karbon
Pipa Influen Filtrasi 0,071 m 0.30 Pasir silika 0,069 m 0.20
Pipa Influen Backwash 0.30 0,071 m
Pasir silika 0,130 m
NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085
kerikil 0.40
DOSEN PEMBIMBING
Media Penahan
Media Penahan 0.05 0.15
Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001
0.05 0.15
SKALA GAMBAR 1 : 25
POTONGAN CARBON FILTER SKALA 1 : 25
POTONGAN SAND FITER SKALA 1 : 25
NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
12
16
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR
3
1
4
2
5
6
3
1
4
2
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR
SKEMA FILTRASI DAN BACKWASH
5 Carbon Filter
Sand Filter
LEGENDA Bak Pengendap
Bak Effluent Filtrasi
: Kran 2,3,5,6 Sand FIlter dan Carbon FIlter ditutup
Backwash
: Kran 1,4,5,6 Sand FIlter ditutup dan semua kran Carbon FIlter ditutup
SKEMA FILTRASI DAN BACKWASH NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR
NOMOR LEMBAR 13
JUMLAH LEMBAR 16
2.48 1.47
1.17
2.17 JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
Zona Kerja
0.50 0.50
JUDUL TUGAS AKHIR
DENAH FILTER PRESS ALTERNATIF 1 SKALA 1:25
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR DENAH FILTER PRESS ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2
5.85 4.85 LEGENDA
2.10 3.10
NAMA MAHASISWA
Zona Kerja
0.50 0.50
EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001
DENAH FILTER PRESS ALTERNATIF 2 SKALA 1:50
SKALA GAMBAR 1 : 25 1 : 50 NOMOR LEMBAR
JUMLAH LEMBAR
14
16
Kaki Penyanggah
B Pipa Efluen Pompa Manhole 1.00
A
A 2.70 3,10
Pipa Influen
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA
B 0.30
JUDUL GAMBAR
2.70 3,10
DENAH POTONGAN A-A POTONGAN B-B BAK EFLUEN RANCANG ULANG
DENAH BAK EFLUEN SKALA 1 : 50
Pipa Efluen 1,00
Manhole
-6,1
-6,1
-6,1
LEGENDA
-6,1 = Beton
Pipa Influen = Muka Tanah
0.30
Pipa Influen
3.00 NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001
Pompa 0.30
SKALA GAMBAR 2.70 3,10
POTONGAN A-A BAK EFLUEN SKALA 1 : 50
0.30
2.70 3,10
POTONGAN B-B BAK EFLUEN SKALA 1 : 50
1:50 NOMOR LEMBAR 15
JUMLAH LEMBAR 16
+0,5
-4,11
-6,1
-6,36
-6,37
-6,49
PERANCANGAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PUSAT PERBELANJAAN "X" SURABAYA JUDUL GAMBAR
Sand Carbon Filter Filter
-6,36
PROFIL HIDROLIS IPAL ALTERNATIF 1 DAN 2
Bak Effluent
Anaerobic Filter
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
JUDUL TUGAS AKHIR
-6,49 -6,1
Grease Trap Bak Ekualisasi
Saluran Kota
-3,86
-6,85
-6,37
+0
+0,5
PROFIL HIDROLIS ALTERNATIF 1 SKALA 1 : 325
LEGENDA
+0,5 +0
-4,11
+0,5
Saluran Kota
-3,86
-5,36 -6,1
-6,36
-6,37
-6,42
-6,49
-6,49
-6,1 -6,1
Sand Carbon Filter Filter
Grease Trap
Bak Ekualisasi
Bak Aerasi
Bak Pengendap
Bak Effluent
PROFIL HIDROLIS ALTERNATIF 2 SKALA 1 : 300
-6,1 NAMA MAHASISWA EDI LUKITO NRP 3313100085 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. NIEKE KARNANINGROEM, M. Sc. NIP. 19550128 198503 2 001 SKALA GAMBAR 1:325 1:300 NOMOR LEMBAR 16
JUMLAH LEMBAR 16
BIOGRAFI PENULIS Edi Lukito lahir di Gresik pada 1 Maret 1995 adalah anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Penulis memiliki riwayat pendidikan yang memulai pendidikan dasar pada tahun 20012007 di MI Bustanul Muta’allimin Setro. Penulis melanjutkan pendidikan menengah tingkat pertama di MTs Negeri 2 Surabaya pada tahun 20072010. Pendidikan menengah tingkat atas ditempuh di SMA Negeri 13 Surabaya pada tahun 2010-2013 dengan program IPA. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi (S1) di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 2013-2017 dan terdaftar dengan NRP 3313100085. Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai panitia di berbagai kegiatan baik di tingkat jurusan maupun institut. Penulis juga aktif berorganisasi dengan menjadi staf dalam Komunitas Pecinta dan Pemerhati Lingkungan (KPPL) Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) pada 2014-2015. Pada tahun yang sama penulis juga tercatat sebagai staf di Kementrian Kesejahteraan Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ITS. Pada tahun 2015-2016 penulis menjadi staf di Komunitas AlKaun dan Departemen Riset dan Teknologi HMTL. Selain itu, penulis juga pernah mendapatkan pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dalam bidang penelitian oleh DIKTI tahun 2016. Pada tahun 2015, penulis berhasil mewakili BEM ITS dalam Student Organization Internship Program di Universiti Teknikal Malaysia, Melaka. Penulis pernah menjadi asisten laboratorium dalam praktikum Kimia Lingkungan 1 dan 2 serta Mikrobiologi Lingkungan. Penulis juga telah melaksanakan kerja praktik di PT Kutai Timber Indonesia, Probolinggo. Penulis dapat dihubungi via email
[email protected].