Perancangan Teknik Tritik dengan penambahan struktur tenun sebagai pelengkap busana
PENGANTAR KARYA
Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Hestri Wulansari C. 0900011
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2005
PERANCANGAN TEKNIK TRITIK DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN SEBAGAI PELENGKAP BUSANA
Oleh : HESTRI WULANSARI C. 0900011
Telah disetujui pembimbing untuk diajukan dalam sidang Tugas Akhir :
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum) NIP.130 935 350
(Drs. Sarwono, M. Sn) NIP. 131 633 900
Mengetahui
Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Koordinator Tugas Akhir Jurusan Kriya Seni/Tekstil
Dra. Sarah Rum Handayani, M. Hum NIP. 130 935 350
Dra. Theresia Widiastuti, M. Sn. NIP. 131 570 308
ii
PERANCANGAN TEKNIK TRITIK DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN SEBAGAI PELENGKAP BUSANA
Oleh : HESTRI WULANSARI C. 0900011
Telah disetujui oleh panitia penguji Tugas Akhir, Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada tanggal ………………….. Panitia Penguji Ketua
Drs. Waspada
(…………………)
NIP. 130 516 327 Sekretaris
Dra. Ning Hadiati
(………………….)
NIP. 131 754 512 Pembimbing I
Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum
(………………….)
NIP. 130 935 350 Pembimbing II
Drs. Sarwono, M.Sn NIP. 131 633 900
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
DR. Maryono Dwiraharjo, S.U. NIP. 130 675 167 iii
(…………………..)
PERSEMBAHAN
-
Allah
SWT
-
Ibu dan Bapak
-
Kakak – kakakku
-
Teman - teman angkatan 2000
-
Almamaterku
-
Semua pihak yang telah membantu Tugas Akhir penulis
iv
MOTTO
-
Kehidupan merupakan jalan yang pasti dilalui setiap manusia, dengan berbagai arah dan rintangannya, maka ikutilah arah jalan yang membawamu tersebut.
-
Doa, syukur pada Tuhan dan usaha adalah penerang untuk hal yang lebih baik.dan dari jalan yang menyesatkan.
v
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Dzat tersempurna yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, dalam kesusahan maupun kesenangan, sehingga tugas akhir berjudul PERANCANGAN TEKNIK TRITIK DENGAN PENAMBAHAN STRUKTUR TENUN SEBAGAI PELENGKAP BUSANA, dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Berbagai cobaan telah dapat penulis lampaui dengan penuh harapan, yang pada akhirnya memberikan suatu hasil yang manis. Keberhasilan penulis yang hanya sementara tersebut, secara keseluruhan lidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Akhirnya penulis hanya dapat mengucapkan beberapa kata kepada pihak dibawah ini :
UCAPAN TERIMA KASIH 1
DR. Maryono Dwiraharjo, S.U. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
2.
Dra. Sarah Rum Handayani, M.Hum, selaku Ketua jurusan Kriya Seni/Tekstil, sekaligus sebagai Pembimbing I
3.
Dra. Theresia Widiastuti, M.Sn koordinator TA/Skripsi Jurusan Kriya Seni/Tekstil.
4.
Drs. Sarwono, M.Sn selaku pembimbing II
5.
Dra. Tiwi Bina Affanti, pembimbing akademis yang sangat pengertian dan selalu memberi semangat.
6. Bapak Darto Martono pemilik Home Industry tenun “Maju” di Tawangsari Sukoharjo. 7. Semua pihak yang telah membantu Tugas Akhir penulis
vi
8. Bapak- Ibu tim penguji. Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan, karena itu penulis akan sangat berterima kasih apabila pembaca memberikan masukan yang bersifat konstruktif. Mudah- mudahan laporan ini dapat menambah wawasan dalam bidang pertekstilan serta bermanfaat bagi pengembangannya.
Surakarta,
Juli 2005
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………
iii
MOTTO ………………………………………………………………………….
iv
PERSEMBAHAN ………………………………………………………………..
v
PENGANTAR …………………………………………………………………...
vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….
viii
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….
1
B. Pembatasan Masalah ……………………………………………..
3
C. Rumusan Masalah ………………………………………………..
3
D. Tujuan Perancangan ……………………………………………...
3
E. Manfaat Perancangan …………………………………………….
4
F. Metode Perancangan …………………………………………….
4
KAJIAN TEORITIK
7
A. Ikat Celup …………………………………………………………
7
B. Tenun……………………………………………………………...
9
C. Ragam Hias, Warna, dan Komposisi ……………………………..
11
D. Wanita Dewasa …………………………………………………...
14
E. Pelengkap Busana ………………………………………………...
16
KONSEP PERANCANGAN DAN SPESIFIKASI DESAIN
19
A. Konsep Perancangan ……………………………………………
19
1. Aspek Proses …………………………………………………
21
2. Aspek Bahan …………………………………………………
23
3. Aspek Fungsi …………………………………………………
24
4. Aspek Estetika ………………………………………………
24
viii
B. Visualisasi Desain ………………………………………………
25
1. Desain 1 ………………………………………………………
26
2. Desain 2 ………………………………………………………
31
3. Desain 3 ………………………………………………………
35
4. Desain 4 ………………………………………………………
39
5. Desain 5 ………………………………………………………
43
PENUTUP .............................................................................................
47
A. KESIMPULAN ...............................................................................
47
B. SARAN ...........................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
50
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......................................................................................
52
BAB IV
ix
DAFTAR KARYA
Karya 1 ................................................................................................................
28
Detail Karya 1.....................................................................................................
29
Karya 2 ................................................................................................................
32
Detail Karya 2.....................................................................................................
33
Karya 3 ................................................................................................................
36
Detail Karya 3.....................................................................................................
37
Karya 4 ................................................................................................................
40
Detail Karya 4.....................................................................................................
41
Karya 5 ................................................................................................................
44
Detail Karya 5.....................................................................................................
45
x
SKETSA DESAIN DAN WARNA
Sketsa desain dan warna 1......................................................................................
30
Sketsa desain dan warna 2......................................................................................
34
Sketsa desain dan warna 3......................................................................................
38
Sketsa desain dan warna 4......................................................................................
42
Sketsa desain dan warna 5......................................................................................
46
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Proses produksi......................................................................................................... Skema proses produksi............................................................................................. Skema proses pewarnaan.......................................................................................... Ikat celup di pasaran................................................................................................. Artikel Selendang ....................................................................................................
ABSTRAK Permasalahan yang dibahas dalam pengantar karya ini, yaitu (1) Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan “selendang untuk kesempatan non formal”? (2) Bagaimana visualisasiya? Tujuan yang akan dicapai dalam adalah untuk Mengetahui (1) faktor yang perlu dipertimbangkan perancang, dan (2) Visualisasi. Metode penelitian dalam perancangan ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan data dengan pengumpulan dokumen, pengamatan, wawancara, dan eksperimen. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa, (1) ketika akan mengawali proses produksi kita harus sudah menyiapkan akan siapa pemakainya, pada kesempatan apa, jenis zat warna, sifatnya, efek warna, motif, jenis, ukuran dan karakter benang, serta kerapatan lungsi dan tebal pakannya. (2) Tenun dengan pengolahan pakan dapat kita kembangkan lagi menjadi bermacam bentuk yang dicapai dari komposisi penempatan dan tebal-tipis benang.Tritik, teknik pewarnaan dan pembuatan ragam hias dengan cara dijahit dijelujur, memberikan gambaran desain cukup realistis, meskipun tidak serealistis batik dan efek warna tidak terduga. Zat Indigosol, memiliki ketahanan luntur yang baik, irit, dan mudah pemakaiannya, diterapkan pada kain jenis katun yang dibuat dengan Alat Tenun Bukan Mesin memberikan nuansa warna kalem, sifat menenangkan, menyejukkan dan sangat soft (lembut), sehingga cocok bagi usia dewasa pada tahap awal(20-40 th), untuk keadaan santai, dan suasana tropis Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan seni dan budaya, dengan
xii
aneka wahana yang telah tercipta sejak dahulu kala, dan salah satunya adalah tekstil. Seni tekstil dapat terbentuk dalam wastra. Bermacam wastra tersebut, antara lain adalah tenun, celup rintang, sulam, serta kerawang. (Tim Museum Purnabakti Pertiwi, 1996 : 16). Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta mempunyai latar belakang sejarah dan proses pembuatan kain adat yang amat panjang dan besar. Kain-kain tersebut sampai kini masih dibuat dan dapat ditemui di pasar-pasar dalam maupun luar negeri dan bukanlah merupakan hal baru. Kain- kain adat itu antara lain adalah tenun, batik, jumputan, tritik, dan prada.(Tim Yayasan Harapan Kita,1995 : 178) Tenun merupakan salah satu dasar teknik pembuatan tekstil dan dibedakan atas tenun ikat lungsi, pakan, dan ganda lurik, serta songket. Tenunan yang sering kita jumpai di daerah Solo- Jogja adalah tenunan jenis ikat pakan dan polosan. Teknik rintang (resist) warna, telah lama ada dan dilakukan di berbagai pelosok dunia, teknik rintang ini dapat dibuat dengan celupan, dan biasa disebut celup rintang (resist dye). Teknik yang ada dalam celup rintang ini, salah satunya adalah ikat celup. Ikat celup (tie dye) merupakan salah satu teknik tertua pewarnaan dan pembuatan ragam hias pada sehelai kain dengan perintang berupa serat-seratan, benang, atau juga rafia. Berdasarkan teknik pembuatannya, motif dari kain dapat diperoleh dari mengikat (jumputan), maupun membuat jahitan jelujuran (tritik), selain itu ada juga kain kembangan (atas dasar warna warninya), berdasarkan perpaduan warnanya misalnya bangun tulak, dan lain-lain (Nian S. Djumena, 1990 : 91). Di Indonesia teknik tersebut tidak hanya ada di daerah Jawa, tetapi dapat pula kita temukan di Palembang, Kalimantan Selatan, disebut Sasirangan, Bali, dan lain-lain dengan nama yang berbeda pula. Di daerah Jawa, tritik dikenal juga dengan sebutan rintik karena hasilnya yang berjajar rapi.
xiii
Teknik tritik terdapat pada kain dodot, alas-alasan, maupun kain kemben. Corak/ motif yang dikenal di daerah Jogja-Solo seperti untu walang karena bentuknya seperti gigi tajam, tapak doro, regulon, dan gadan, dengan menggunakan warna-warna seperti merah, hijau, kuning yang selain dipakai untuk acara tertentu dan memiliki makna tertentu, juga sebagai penunjuk kedudukan sosial seseorang/ pemakainya. (Nian S. Djumena 1990 : 90) Secara umum, perkembangan produk buatan tangan (hand made) pada saat ini memiliki kecenderungan untuk dapat lebih dikembangkan dan disukai oleh banyak kalangan. Tidak hanya sebatas kain untuk upacara adat saja, tetapi dapat juga diterapkan pada bentuk lain, seperti busana beserta pelengkapnya dan tekstil untuk interior. Berdasarkan keadaan pasar tekstil di Solo, serta karya para desainer tekstil, seperti Oscar Lawalata, penulis merasa tertantang untuk dapat lebih mengolah hal yang sudah ada menjadi sesuatu yang menarik dan membuat kembali konsumen untuk melirik produk buatan tangan terutama “tenun dengan tritik”.
B. Pembatasan Masalah
Mengungkap ketertarikan penulis untuk mengolah kembali tekstil tradisi menjadi lebih menarik dan modern, yang didukung dengan melihat potensi pasar akan adanya kain tritik dan tenun serta sedang maraknya penggunaan selendang pada saat ini dalam berbagai suasana, maka dapat dibatasi masalah dari perancangan tekstil ini adalah “Penerapan Teknik Tritik dengan Penambahan Struktur Tenun sebagai Pelengkap Busana Wanita berupa Selendang, untuk Kesempatan Non Formal”.
xiv
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah perancangan ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan tekstil dengan menerapkan teknik tritik dengan penambahan struktur tenun sebagai pelengkap busana berupa “selendang untuk kesempatan non formal”? 2. Bagaimana visualisasi dari perancangan teknik tritik dengan penambahan struktur tenun untuk “selendang pada kesempatan non formal” tersebut ?
D. Tujuan Perancangan
Tujuan yang akan dicapai dalam perancangan ini adalah untuk : 1. Mengetahui faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh perancang, dan 2. Mengetahui visualisasi mulai dari bahan, jenis/struktur tenunan, motif, pembuatan tritik, dan warna hingga menjadi pelengkap busana wanita berupa selendang untuk kesempatan santai.
E. Manfaat Perancangan
1. Memberikan masukan, wawasan dan ketrampilan bagi Universitas Sebelas Maret, khususnya mahasiswa jurusan kriya seni/tekstil. 2. Memberikan masukan, wawasan dan ketrampilan terutama bagi perancang, perajin
xv
tenun dan tritik akan pengolahan kembali desain yang telah ada. 3. Memberikan alternatif lain bagi konsumen sebagai pemakai desain motif pilihan dalam menerapkan teknik tritik dengan penambahan struktur tenun sebagai elemen estetis pada pelengkap busana khususnya untuk selendang.
F. Metode Perancangan
1. Teknik Pengumpulan Data Cara penghimpunan data yang dipakai oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Pengamatan/observasi data diperoleh melalui media elektronik/melihat langsung objek yang akan kita jadikan sebagai suatu produk tekstil. - Balai Besar Kerajinan dan Batik - Jadin Craf and Textile
- Pasar Klewer
- Gren Mal
- Pasar Beteng
b. Data dari dokumen dihimpun dengan mengumpulkan bukti tertulis maupun bukti bergambar dari buku, majalah, maupun internet. c. Wawancara dikumpulkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan tertentu kepada informan. d. Eksperimen tentang teknik pembuatan tritik, pewarnaan dan pengolahan desain struktur dilakukan secara berulang-ulang sebelum suatu produk dari desain dapat terwujud dengan sempurna. 2. Sumber Data Data tidak diperoleh tanpa adanya sumber data. Betapapun menariknya suatu permasalahan, bila sumber datanya tidak tersedia, maka ia tidak punya arti karena tidak bisa dipahami dan diteliti. (Sutopo, HB., 2002 : 49). Adapun sumber data tersebut adalah : a. Narasumber/Informan Individu yang memiliki informasi baik tentang ikat celup, tenun, maupun
xvi
perkembangan mode pada saat ini. -
Ir. Sri Endah Pujiati tenaga ahli di Balai Besar Kerajinan dan Batik.
-
Saudara Barok, pengrajin Tritik dan Jumputan di Laweyan , Solo.
-
Bapak Darto Martono, pengusaha tekstil tradisi, tenun “Maju” di Tawangsari Sukoharjo.
b. Peristiwa/aktifitas dan Tempat/lokasi Kajian/informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktifitas, berupa tempat maupun lingkungan yang dapat dilakukan lewat pengamatan secara langsung, mendengar cerita narasumber, atau dokumen rekaman dan gambar. c. Benda, Beragam gambar, Rekaman Benda sederhana, peralatan paling rumit, dan gambar apa saja yang berkaitan dengan hal yang sudah ada. d. Dokumen dan Arsip Bahan tertulis yang bergayutan dengan peristiwa dan merupakan rekaman tertulis.
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Ikat Celup
xvii
1. Sejarah Singkat Kain ikat celup tercatat sudah dibuat pada Dinasti T’ang Cina, pada tahun 618-906 SM. Bukti tentang kain ikat celup ditemukan melalui artefak. Helaian kain pada ruang bawah tanah di daerah Astana dan Khotan di Sinkiang, wilayah selatan Turkistan. Pada masalah Dinasti T’ang inilah ikat celup menyebar ke wilayah Jepang, yaitu pada saat periode Nara tahun 552-749 SM. Ikat celup di tanah air sudah dicatat keberadaannya pada tahun 1680 oleh peneliti botani Belanda Georg Eberhard Rumphius. Kain yang dihasilkan di Yogyakarta dan Bali itu bermotif bunga putih yang berwujud seperti kelereng. Diyakini motif bulatan putih itu merupakan hasil ikat celup yang di Jawa disebut Tritik. Ikat celup pelangi berkembang cukup baik di Yogyakarta. Selain didukung lingkungan kerajaan, berbagai produk kain pelangi diterapkan ke aneka benda dan seremoni kerajaan, seperti ikat kepala, selendang hingga kain upacara. (Farid Abdullah, Kompascyebermedia). Bukti lainnya yang menyatakan bahwa teknik ikat celup ini memang sudah ada sejak dulu kala adalah kalimat sebagai berikut : “This is one of oldes forms of pattern on cloth. It is ‘resist’ tecnique Indonesia which before dyeing, parts of the fabric are knotted, tied up with tread, string or rafia, or sewn and the tread drawn up” (Robinson, Stuart and Patricia, 1972 : 13). Artinya ini adalah salah satu dari pola tertua yang dibuat diatas kain. Ini merupakan suatu teknik “perintangan” dimana sebelum dicelup bagian-bagian dari kain diikat dengan benang/ulir, dawai atau rafia, atau dijahit dengan benang/ulir (Robinson, Stuart and Patricia, 1972 : 13). Ikat celup pada dasarnya merupakan teknik perintangan mori sebagai bahan dasar, dari bahan pewarna. Ciri khas kain ini adalah batasan antara dua warna tersebut saling bercampur.
2. Teknik Ikat Celup Menurut buku puspawarna Wastra, ada tiga teknik merintang warna, yaitu : a. Teknik Jumputan
xviii
Teknik jumputan dilakukan dengan menjumput sebagian bahan dasar dengan jarak tertentu. Pada ujung jumputan dapat diisi dengan biji-bijian atau benda lain. Besarnya jumputan antara lain ½ sampai 2 cm. Termasuk dalam teknik ini adalah kain jumputan yang pada umumnya terdiri atas satu warna dan kain pelangi dengan warna lebih dari satu. b. Teknik Tritik Teknik tritik dilakukan dengan membuat jahitan jelujuran pada bidang mori, sebelum runtutan pencelupan. Lebar garis tergantung besar-kecil benang yang dipergunakan untuk membuat jelujuran. Di daerah Jawa, orang menyebutnya rintik. Kain tritik pada mulanya hanya mempunyai satu warna latar, yaitu biru tua atau hitam dan merah mengkudu. Kemudian mengalami perkembangan yaitu bagian diantara corak tritik diberi warna berlainan yang kontras, warna cerah atau lembut dipadu dengan warna gelap atau tua. Kelebihan teknik ini dari jumputan adalah dapat membentuk motif tertentu, meskipun penggambarannya tidak serealistis batik. (Nian S. Djumena, 1990 : 91). Variasi jarak jahitan antara 1–2 mm, 2–2 mm, 2–3 mm, 3–3 mm, dan seterusnya. Selain pewarnaan dengan pencelupan dapat juga dilakukan dengan pencoletan (BBKB, 1989 : 10). c. Teknik Kembangan Teknik kembangan merupakan perpaduan antara teknik jumputan dengan tritik, serta digunakan untuk bidang tengah wastra (Tim Museum Purna Bhakti Pertiwi, 1996 : 66).
B. Tenun
Teknik tenun adalah runtutan menyusun atau mengatur benang-benang pakan (benang yang ditata diarah melebar) dan benang-benang lungsi (benang yang ditata diarah memanjang) yang ditenun sedemikian rupa pada alat tenun, sehingga ketika xix
berlangsung penenunan, berlangsung pula pembentukan ragam hias sebagai akibat paduan warna dari kedua jenis benang tersebut (Tim Museum Purna Bhakti Pertiwi, 1996 : 28). Tenunan yang ada di Indonesia ada tiga jenis, yaitu tenun ikat lungsi, dimana benang yang diolah menjadi benang memanjang arah kain, tenun ikat pakan diperoleh dari pengolahan benang dengan arah melebar, dan tenun ganda (pengolahan pakan dan lungsi). Benang atau serat yang digunakan untuk bahan tenunan dapat bermacam-macam. Sesuai asalnya, serat digolongkan menjadi serat alam dan buatan/kimia. Serat alam dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti biji, batang, dan daun, hewan, seperti kokon, bulu dan rambutnya, serta mineral. Serat buatan diperoleh dari penyatuan beberapa bahan kimia. Cotton / Katun / Kapas Katun/kapas telah dikenal kira-kira 2000-5000 SM dan dipakai untuk bahan tekstil di India, Cina dan Peru. Kapas merupakan serat yang berasal dari selulosa/tumbuhan, yaitu bijinya, lebih dari 50% produksi tekstil di dunia masih menggunakan serat ini. Kapas untuk bahan sandang memiliki sifat, antara lain : 1. Kekusutan, kehalusan, dan panjang serat kapas adalah cukup. 2. Kekuatan pada saat basah lebih tinggi dibanding keadaan kering, dan sangat awet, tetapi udara panas serta adanya kanji dalam benang atau kain mempermudah kapas terkena bakteri. 3. Mulur kapas termasuk tinggi (jika dibandingkan dengan rami, kira-kira dua kali mulur rami) serta permukaannya mengandung lilin alam. 4. Kain tenunnya empuk jika diraba, baik sekali sebagai isolasi panas, sangat hygroskopis dan daya tariknya baik terhadap zat warna. C. Ragam Hias, Warna dan Komposisi
xx
1. Ragam Hias Ragam hias geometrik ialah ragam hias yang menggunakan motif-motif teratur. Geometris diambil dari kata geometric yang erat kaitannya dengan ilmu ukur. Jadi ragam hias geometrik adalah ragam hias yang elemen garisnya terukur, teratur, tidak bebas semacam bentuk organik (wujud alamiah). (Dedy Suardi, 2000 : 1, 20). Garis geometrik tersebut antara lain adalah garis lurus, garis lengkung, garis bergelombang atau patah-patah.
2. Warna Salah satu bagian dari perancangan yang memegang peranan penting terhadap hasil akhir selain motif dan komposisi, adalah warna. Baik dalam kebudayaan barat maupun timur, pada umumnya warna mempunyai makna atau arti simbolis dan dapat pula menyatakan sesuatu, seperti kedudukan sosial seseorang (Raja, pemuka agama, dan lain-lain), dan keadaan seseorang (suka duka). (Nian S. Djumena , 1990 : 108). Melalui observasi dapat disimpulkan bahwa warna mempunyai efek emosional terhadap manusia. (Andries, 2001). Dari berbagai warna yang ada Brewster terbagi atas tiga warna utama (warna primer) yaitu merah, kuning dan biru. Warna-warna yang ada diantara pasangan warna primer disebut dengan warna antara/kedua (sekunder), dan warna tersier (campuran antara primer dengan sekunder). Selain itu terdapat juga warna analog adalah perpaduan warna yang mirip satu sama lainnya (misal merah dan orange), warna gradasi adalah perubahan teratur dari satu warna ke warna analog berikutnya (misal merah-orange-kuning), dan warna kontras adalah warna yang sangat berlainan satu sama lainnya (warna yang berseberangan dalam lingkaran warna, misal kuningungu). (Arfial Arsad Hakim, 2000 : 79-83). Zat Warna Pencelupan dan penyempurnaan keduanya bertujuan untuk meningkatkan nilai komersil dari kain. Nilai komersil ini menyangkut nilai indera, seperti warna, pola dan mode, serta nilai guna yang tergantung dari apakah produk akhir dipakai untuk
xxi
pakaian, barang-barang rumah tangga atau penggunaan lain. Pewarnaan merupakan salah satu cara peningkatan nilai indera, seperti warna dan nilai guna lain, tergantung pada produk akhir yang dihasilkan. Pewarnaan dapat dilakukan dengan pencelupan, pencoletan, maupun pencapan. (N. Sugiarto Hartanto dan Shigeru Watanabe, 1980 : 163). Zat warna terbagi dua macam, yaitu zat warna alam dan zat warna buatan. Zat warna alam diperoleh dari pengolahan tumbuhan dan sudah ada dari zaman dahulu, sedangkan zat warna buatan diperoleh dari pengolahan berbagai macam zat kimia. Zat pewarna dipilih menurut jenis bahan yang dicelup, ketahanan yang akan dikehendaki, penyesuaian dengan warna yang diinginkan dan persyaratan harga dan lain sebagainya (N. Sugiarto Hartanto dan Shigeru Watanabe, 1980 : 163). Mulai pada abad 19, zat warna sintetis terkenal karena warnanya lebih baik dan cara pemakaiannya yang lebih mudah. Pada umumnya cat sintetis mempunyai daya pewarnaan (tinctorial-value) lebih tinggi daripada zat warna alami, dan mempunyai kemurnian tertentu, sehingga untuk mencapai dalamnya suatu warna lebih cepat dan mudah (Susanto, S.K Sewan., 1980 : 82). Salah satu zat warna sintetis tersebut adalah indigosol, dan lebih lanjut keterangannya adalah sebagai berikut : Indigosol Indigosol merupakan nama dari salah satu pabrik cat IG di Jerman. Zat warna ini masuk dalam golongan bejana yang dipersiapkan agar mudah larut dalam air, memiliki daya serap langsung terhadap serat, ketahanan cuci dan sinar yang baik, serta biasa digunakan untuk mewarnai serat alam seperti dari binatang (sutra, wol) maupun dari tumbuhan (kapas/ katun). Warna-warna yang dihasilkan adalah warna cerah/ pastel dan beberapa diantaranya memiliki sifat khusus. Adapun sifat-sifat indigosol tersebut antara lain : - Umumnya tahan terhadap garam dari air sadah (kecuali indigosol O). - Larutannya tidak tahan sinar matahari dan uap asam. - Temperatur penyerapan optimal umumnya 200 C – 300 C (kecuali indigosol Green
xxii
IB dan IGG, penyerapan maksimal adalah 600C). - Pada temperatur 600 C – 700 C tidak stabil (akan terurai).
3. Komposisi Komposisi adalah suatu realisasi dari suatu aktifitas pencipta dalam mewujudkan idenya, merupakan suatu bentuk pernyataan yang dapat ditanggapi oleh penghayat/penanggapnya atas suatu bentuk ciptaan itu. Pada dasarnya komposisi menyangkut hal “tata susun” dalam melahirkan suatu bentuk ungkapan atau ide, dimana kesatuan hubungan keserasian, unity, harmony merupakan hakikat utama sebuah komposisi.
D. Wanita Dewasa
1. Orang Dewasa Awal Kepribadian merupakan disposisi psiko-fiologis yang mengarahkan dan mengontrol perilaku seseorang dalam memilih sesuatu. Setiap perasaan, pemikiran, atau pun perilaku nyata dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian. Hall dan Lindaz, 1978; Morgan, et all; 1986 menyatakan bahwa, Allport mendefinisikan organisme sebagai organisme psikofiologis yang dapat dipergunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Organisme psikis meliputi bakat, minat, sikap, kecerdasan, emosi, kemampuan berfikir, berimajinasi, dan memory, sedangkan organisme fisik berhubungan dengan aspek fisik, seperti tinggi, berat badan, dan kurus-gemuk. Batasan usia dewasa awal, secara umum adalah pada usia antara 20-40 th. (Agoes Dariyo, 2003 : 109). Pembagian masa-masa kehidupan orang dewasa yang dikemukakan Mappiare, 1983 : 19 yang mengutip pendapat E.B. Hurlock, adalah sebagai berikut : Masa dewasa awal terbentang atau “early adulthood” terbentang sejak xxiii
tercapainya kamatangan secara hukum sampai usia kira-kira empat puluh tahun (dialami sekitar dua puluh tahun). Masa setengah baya atau “midle age” yang umumnya dimulai pada usia empat puluh tahun dan terakhir dalam usia enam puluh tahun (dialami sekitar dua puluh tahun pula). Masa tua “old age” yang dimulai sejak berakhirnya masa setengah baya sampai meninggal dunia. (Hurlock, 1986). Ragam minat dewasa awal baik pria maupun wanita sangat banyak dilihat dari segi jumlahnya. Dua diantara minat tersebut adalah minat terhadap penampakan/ penampilan fisik, seperti tinggi dan berat badan, serta raut wajah dan minat terhadap pakaian dan perhiasan yang memiliki peran berbeda-beda tergantung keadaan individu serta sebagai berikut kompensasi dari sesuatu hal, seperti penampilan fisik. (Mappiere, 1983 : 67).
2. Wanita Dewasa Awal Jelas tampak bahwa ciri jasmaniah wanita itu sangat berbeda dengan milik kaum pria. Keadaan anatomis dan fisiologis menyebabkan perbedaan pula pola tingkah laku wanita dan struktur aktivitas pria. Wanita memilki sifat yang dinamis dengan berbagai variasi tingkah laku dan pengekspresinya. Wanita suka berhias dalam batas-batas normal merupakan bukti dari sifat cenderung lebih banyak mengarah keluar, kepada subjek lain yang murni feminin dan sehat. Dengan landasan pengetahuan diri, wanita berusaha memberikan bentuk kongkrit pada kapasitas dan potensi sendiri. Bahkan juga mampu membetulkan dan merubah karakter sendiri agar bisa menjadi diri yang lebih baik atau lebih tinggi. Kedewasaan bisa diartikan sebagai suatu pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggungjawab atas nasib sendiri dan pembentukan diri sendiri. Pada usia kedewasaan unsur kemauan dan hati nurani memegang peranan penting. Kemampuan berfungsi mengarahkan semua dorongan impuls, sentimen, kebiasaan, kecenderungan, dan usaha manusia pada satu susunan hierarkhi nilai dan tujuan tertentu. Hati nurani sebagai pengemudi dan hakim terhadap tingkah laku dan fikiran manusia dan pengontrol yang kritis dari tingkah laku yang tidak boleh dilanggar. Dari hal tersebut dapat dinyatakan gambaran pribadi wanita dewasa secara karakterologis dan normatif ialah pribadi yang sudah punya bentuk dan relatif stabil xxiv
sifatnya.
E. Pelengkap Busana
1. Busana Secara definitif Busana dapat diartikan sebagai suatu barang yang dipakai pada tubuh manusia dengan tujuan untuk menutup aurat atau melindungi tubuhnya baik secara fisik estik dan estetik maupun untuk tujuan simbolik sesuai dengan lingkungan alam dan nilai- nilai sosial budayanya (Tim Yayasan Harapan Kita, 1998 : 6). Menurut Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja, 1984 : 103, fungsi busana pada zaman prasejarah adalah sebagai pelindung dan perhiasan, kemudian sesuai dengan perkembangan zaman fungsi busana-pun ikut meningkat, antara lain : - Busana sebagai alat pelindung dapat diartikan bahwa jika seseorang memakai busana, maka ia akan terhindar dari perasaan yang tidak menyenangkan. - Busana sebagai perhiasan artinya adalah ketika busana dipakai dapat menjadikan seseorang merasa lebih baik, lebih pantas, cantik atau tampan sesuai ukuran masing-masing. - Busana untuk memenuhi syarat kesopanan, yang sesuai dengan adat istiadat, agama, serta tata cara pergaulan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia berbusana bukan sekedar menyampirkan sehelai kain sebagai penutup tubuh, sebab pada umumnya di atas kain yang digunakan terlukis berbagai ragam hias yang mengungkapkan pola pemikiran tentang unsur- unsur kekuatan, cita-cita dan harapan baik si pemakai maupun si pembuat (Tim Yayasan Harapan Kita, 1998 : 22).
2. Pelengkap Busana
xxv
Pelengkap busana memiliki fungsi melengkapi busana yang sedang dikenakan, yang dapat menambah keindahan busana tersebut dan orang yang mengenakannya. Pelengkap busana memiliki/terbagi atas dua sifat, yaitu estetis misalnya cincin, kalung, bros, dan sebagainya serta fungsional, misalnya syal, topi, tas, sepatu, kacamata, selendang dan lain-lain. (Mohammad Aris Munandar, 2004 : 17).
3. Selendang Selendang dalam khasanah busana Indonesia, hampir tidak pernah ketinggalan. Selendang dipakai wanita desa maupun wanita kota, baik dengan baju kurung maupun dengan baju kebaya. Di berbagai daerah, seperti Jawa, Sumatra, dan Bali, selendang memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai berikut kemben, pelengkap kebaya, tudung kepala, untuk menggendong barang, dan alat untuk menari. Selendang ada yang dibuat dari bahan tenunan lurik, jumputan, batik silungkang ataupun dari bahan sifon dan sutra. Selendang mengalami perkembangan seiring dengan adanya per-kembangan kebaya dan baju kurung. Sebelum tahun 1970 selendang dipakai dalam bentuk leher, ukurannya 1,50 – 1,75 m. Sesudah tahun 1970 panjang selendang berubah menjadi 2 m. Selendang tersebut disampirkan pada bahu kiri dan diikatkan pada pinggul kanan. Dalam tahun 70-an selendang menjadi lebih kecil dan panjang karena dipilit. Selendang dapat dibuat dari bahan yang sama dengan bahan kain, untuk kebaya, dan baju kurung ataupun dari warna dan bahan lain yang serasi. (Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja, 1984 : 103).
BAB IV PENUTUP
xxvi
A. Kesimpulan
Melihat uraian dalam bentuk pengantar, yang merupakan gambaran singkat proses perancangan karya untuk tugas akhir ini, diketahui bahwa produk tekstil yang menarik, tidak selalu merupakan hal yang baru, karena dengan hal yang sudah adapun, produk tersebut dapat kita olah menjadi lebih menarik seiring perkembangan zaman. Indonesia dengan beragam budayanya, melahirkan salah satunya adalah tekstil tradisi yang patut kita hargai, banggakan dan kita lestarikan keberadaannya agar tidak usang dimakan usia. Mengacu pada rumusan masalah, dapat penulis tarik kesimpulan kurang lebih adalah sebagai berikut ini : Perancangan teknik tritik dengan penambahan desain struktur sebagai pelengkap busana berupa selendang wanita dapat juga dipakai pria pada usia dewasa muda untuk kesempatan santai ini, secara menyeluruh merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan karena ketika kita akan mengawali proses produksi kita harus sudah benar- benar menyiapkan produk tersebut akan dipakai siapa pada kesempatan apa, jenis zat warna dan sifatnya bagaimana, efek warna seperti apa yang ingin kita timbulkan motif dari desain permukaan dan struktur, jenis benang, bagaimana karakter benang tersebut, dengan ukuran berapa, dan terakhir kerapatan lungsi dan tebal pakannya. Setelah mengalami beberapa percobaan dan survey pasar, ternyata produk tenunan dari ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) merupakan salah satu produk yang memiliki peminat cukup besar di saat ini. Tenun dengan pengolahan pakan pada prakteknya dapat lebih kita kembangkan lagi menjadi bermacam bentuk yang dicapai dari komposisi penempatan dan tebal tipis benang. “Tritik”, teknik pewarnaan dan pembuatan ragam hias dengan cara dijahit dijelujur, merupakan bagian dari tekstil tradisi kita yang kurang tereksplorasi untuk menjadi lebih diketahui, dikenal, dan disukai masyarakat. Teknik tritik merupakan teknik yang menarik karena memberikan gambaran desain cukup realistis, meskipun tidak serealistis batik. Efek warna yang dihasilkanya tidak dapat diduga sebelumnya
xxvii
sehingga setelah pewarnaan, berkesan ada kejutan dari desain awal. Banyak model jahitan yang dapat kita variasi, bukan hanya jahitan tunggal dan jarak maksimal ½ cm, tetapi dapat pula dibuat bermacan-macam, baik dari lebar jahitan jelujuran yang minimal ½ cm, jumlah/ketebalan benang, sampai jahitan dengan melipat kain terlebih dahulu. Pewarnaan dengan menggunakan zat Indigosol, diterapkan pada kain jenis katun yang dibuat dengan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) memberikan nuansa warna yang kalem dan cenderung memiliki sifat menenangkan, menyejukkan dan sangat soft (lembut), sehingga cocok bagi mereka yang berusia dewasa pada tahap awal ,dipakai untuk keadaan santai, dan dengan suasana tropis Indonesia. Zat warna indigosol juga memiliki ketahanan luntur yang baik, mudah dan irit pemakaiannya.
B. Saran
Didasarkan pada pemilihan benang untuk produk tenun, jenis desain struktur, zat pewarna yang digunakan dan target pemakai, maka penulis menyarankan, Sebelum proses penenunan sesuaikan desain sruktur yang tambahan yang akan dibuat, dengan pengaturan kerapatann lungsi, ukuran dan jenis benang, serta fungsi, agar hasilnya mendekati sempurna. Pada proses pembuatan tritik/ pencelupan sesuaikan, bahan yang akan diwarnai dengan jenis zat pewarna, dan hasil yang ingin dicapai Perawatan Selendang sebaiknya dicuci dengan cara dicelup. Ketika mencuci dengan sabun gunakanlah sabun colek, atau untuk lebih baiknya gunakanlah lerak. Pengeringan cukup diangin- anginkan, dan sedapat mungkin hindari kontak langsung dengan sinar matahari. Hindari menyetrika dalam keadaan panas tinggi,
xxviii
sebaiknya dengan derajat panas yang rendah atau langsung dilipat dan digantung di hanger. DAFTAR PUSTAKA
Agoes Dariyo, 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Grasindo. Andries. 2001. Houte Counter Design,The Indonesia - Country Training “ Garment Design Fashion Aesthetic for Small and Medium Enterprises”.Balai Besar dan Pengembangan Industri Tekstil dengan Japan International Cooperation Agency. Arfial Arsad Hakim. 2000. BPK Nirmana Dwi Matra (Desain Dasar Dwimatra). Surakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Bystrom, Ellen.1972. Creating with Batik. Great Britain: Van Nostrand Reinhold Company. Dedy Suardi. 2000. Ornamen Geometris. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi. Bonus majalah no 6 Agustus 2003 . Farid Abdullah. Kria Ikat Celup dalam Ruang dan Waktu. .(diakses Minggu 17 Agustus 2003) . Hanyawanita. Selendang, Si Penambah Anggun Penampilan. . (diakses minggu 29 Mei 2005. Kartini Kartono.1992. Psikologi Wanita (Mengenal Gadis Remaja & Wanita Dewasa, jilid I). Bandung: Mandar Maju. Mappiere, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. Muhammad Aris Munandar. 2004. Pengantar Tugas Akhir. Nian S.Djoemena. 1990. Batik dan Mitra .Jakarta: Djambatan. N. Sugiarto Hartanto dan Shigeru Watanabe. 1980. Teknologi Tekstil. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Panitia Lokakarya Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/Tugas Akhir. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni
xxix
Rupa. Surakarta. Robinson, Stuart and Patricia.1972. Exploring Fabrik Printing. Massachusetts: Charles T. Brandford Company. Sinar Harapan. TREN. Gaya Pemakaian Selendang kini Kian Kasual. .(diakses minggu 29 Mei 2005). Susanto, S.K. Sewan. 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian R.I.. Sutopo, H.B.. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian). Surakarta: Sebelas Maret University Press. Tim Badan penelitian dan Pengembangan Industri. 1989. Pedoman Teknologi Tekstil Kerajinan Tritik, jumputan dan Sasaringan.Yogyakarta: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Industri Kerajinan Dan Batik. Tim Museum Purna Bakti Pertiwi. 1996. Puspawarana Wastra. Jakarta: PT Jayakarta . Tim Penyusun Buku Yayasan Harapan Kita. 1995. INDONESIA INDAH, Kain- Kain Non Tenun Indonesia (Buku ke- 4). Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia. Tim Penyusun Buku Yayasan Harapan Kita. 1998. INDONESIA INDAH, Busana Tradisional (Buku ke- 10). Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia. Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan & dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia (cetakan ke-2). Jakarta: Balai Pustaka . Wasia Roesbani dan Roesmini Soerjaatmadja. 1984. Pengetahuan Pakaian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktirat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan
xxx
LAMPIRAN
xxxi
SKEMA PROSES PRODUKSI
DESAIN
PENENUNAN STRUKTUR
KAIN TENUN
PEMOLAAN
PERMUKAAN PENGERJAAN TRITIK
PEWARNAAN
PENYELESAIAN
SELENDANG DENGAN TEKNIK TRITIK
xxxii
SKEMA PROSES PEWARNAAN
xxxiii