Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis Galang Prihadi Mahardhika, Izzati Muhimmah Magister Teknik Informatika Universitas islam Indonesia Jl. Kaliurang km 14 Yogyakarta 55510
[email protected]
Abstract. Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar2. Sebagai jaringan yang melindungi tubuh, kulit manusia sangat rentan terhadap serangan penyakit. Penyakit kulit karena jamur yang umum (sering) ditemukan disebut dengan Dermatomikosis (Mikosis) Superfisialis1. Dermatomikosis Superfisialis merupakan suatu pengetahuan yang juga harus dikuasai oleh dokter umum. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat membantu dokter umum dalam menegakkan diagnosis. Sistem pakar (Expert System) medis merupakan sistem yang dapat digunakan untuk membantu (mendukung) dokter dalam menegakkan diagnosis kasus Dermatomikosis Superfisialis. Penelitian ini akan memaparkan hasil perancangan sistem pakar pada kasus Dermatomikosis Superfisialis yang dikembangkan dengan metode Rule-based Reasoning (penalaran berbasis aturan) untuk basis pengetahuan serta metode Forward Chaining untuk pengembangan Inference Engine-nya5. Keywords: Kulit, Penyakit Kulit, Dermatomikosis Superfisialis, Sistem Pakar Medis, Rule-Based Reasoning, Forward Chaining.
1
Pendahuluan
Kulit adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai pelindung tubuh. Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar 2. Sebagai pelindung tubuh, kualitas kulit (kesehatan) harus sangat diperhatikan dan dijaga. Kulit manusia menyelimuti hampir semua bagian tubuhnya, namun karakteristik kulit tidak sama untuk setiap bagian, seperti kulit bagian wajah, tangan, punggung, paha, dan lain-lain. Sebagai jaringan yang melindungi tubuh, kulit manusia sangat rentan terhadap serangan penyakit. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan kulit pada manusia. Salah satunya adalah faktor lingkungan yang dapat berupa serangan beberapa macam jamur atau bakteri. Penyakit kulit karena yang umum (sering) ditemukan disebut dengan Dermatomikosis (Mikosis) Superfisialis1. Pada umumnya penyakit kulit muncul dengan meninggalkan bekas yang biasa disebut dengan Ruam atau Lesi. Berbeda dengan penyakit yang lain, penyakit kulit dapat dilihat langsung dengan mata pemeriksa atau dokter3. Ruam kulit yang mempunyai sifat tertentu disebut dengan Ujud Kelainan Kulit (UKK). Dari UKK tersebut, seorang dokter dapat melakukan penegakkan diagnosis. Dermatomikosis Superfisialis cukup banyak ditemukan di Indonesia. Di Jakarta, penyakit jamur kulit sepanjang masa selalu menempati urutan kedua setelah Dermatitis 3, begitupun yang terjadi di Denpasar1. Sedangkan didaerah lain seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya dan Menado, keadaannya relatif sama3. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Dermatomikosis Superfisialis adalah penyakit kulit yang sering terjadi diantara penduduk Indonesia. Dokter umum dibekali ilmu pengobatan dan memiliki kewenangan untuk melakukan diagnosis terhadap pasien yang menunjukkan kecurigaan terhadap Dermatomikosis Superfisialis yang spesifik6.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 39, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Tetapi, pada umumnya yang melakukan diagnosis terhadap kecurigaan pada kasus Dermatomikosis Superfisialis adalah dokter spesialis kulit dan kelamin (Sp.KK). Penelitian ini dilakukan untuk menjembatani pengetahuan antara dokter umum dan dokter spesialis kulit dan kelamin. Penegakan diagnosis dapat didukung dengan sistem berbantuan komputer. Sistem yang dapat digunakan adalah sistem pakar, khususnya sistem pakar medis. Sistem pakar (Expert System) adalah sistem yang berusaha mengadopsi pengetahuan manusia kekomputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh para ahli 5. Pengetahuan dari dokter spesial kulit dan kelamin yang bertindak sebagai pakar pada penelitian ini akan dimodelkan sedemikian rupa agar dapat dikenali oleh sistem untuk kemudian digunakan sebagai basis pengetahuan dari sistem pakar yang akan dibangun. Pengembangan basis pengetahuan akan dikembangkan dengan menggunakan metode Rule-based Reasoning (penalaran berbasis aturan). Metode tersebut dipilih karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengembangkan aturan-aturan yang didapat langsung dari pakar. Rule-based Reasoning pada penelitian ini akan digambarkan dengan menggunakan Decission Tree (pohon keputusan). Sedangkan Inference Engine (mesin inferensi) dikembangkan dengan menggunakan metode Forward Chaining. Metode Forward Chaining dipilih karena penegakan diagnosis untuk kasus Dermatomikosis harus dilakukan dengan suatu urutan proses tertentu. Dengan Forward Chaining, penalaran akan dilakukan dari bagian fakta terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis5.
2
Tinjauan Pustaka
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu observasi dan tinjauan pustaka. Proses observasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi diagnosis kasus Dermatomikosis Superfisialis langsung dari pakar penyakit kulit. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, yang berperan sebagai pakar dalam penelitian ini adalah seorang dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin. Informasi yang didapat pada proses observasi adalah informasi seputar pembagian lokalisasi (penyebaran), jenis ruam, ukuran ruam, gambaran ruam, bentuk ruam, dan jenis-jenis pemeriksaan penunjang yang membantu penegakan diagnosis pada penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Sedangkan tinjauan pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan serta mempelajari informasiinformasi yang didapat dari buku, artikel, situs, serta sumber bacaan lain yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan yang akan diselesaikan pada penelitian ini. Studi pustaka digunakan untuk mendukung informasi yang didapat pada proses observasi. Informasi-informasi dari proses pengumpulan data tersebut kemudian digunakan untuk merancang basis pengetahuan sistem pakar yang dibangun pada penelitian ini. Kusrini menjelaskan bahwa aplikasi sistem pendukung keputusan (sistem pakar) menggunakan data, memberikan antarmuka pengguna yang mudah (User Friendly), dan dapat menggabungkan pemikiran dari pengambil keputusan4. Pada penelitian lain, Sambasivan menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mendukung keberhasilan sistem pendukung keputusan (sistem pakar) medis adalah faktor kemudahan. Sehingga suatu sistem pakar harus memiliki fitur yang mudah dan harus memasukkan elemen User Friendly bagi seorang dokter, untuk dapat membantu meningkatkan kinerja dokter dalam menegakkan diagnosis7. Kedua pernyataan tersebut menjelaskan bahwa antarmuka pengguna serta pemodelan interaksi merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pakar.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 40, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Dari hasil tinjauan pustaka yang dilakukan, data terkait kasus Dermatomikosis Superfisialis kebanyakan adalah data yang berwujud citra (gambar)8,10,11. Dari hasil tinjauan pustaka tersebut, maka pengembangan sistem pakar nantinya akan berfokus pada penggunaan interaksi menggunakan citra yang berperan sebagai pengganti teks untuk meningkatkan kualitas interaksi antara pengguna dan sistem. Pengembangan tersebut akan berpedoman pada teori multimedia yang dapat menjadikan konten berbasis teks lebih dinamis dengan memberi dimensi baru pada konten berbasis teks tersebut9.
3
Perancangan Sistem Pakar
3.1
Rule-Based Reasoning (Penalaran Berbasis Aturan)
Metode perancangan sistem pakar yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penalaran berbasis aturan (Rule-based Reasoning). Langkahnya adalah dengan modifikasi sumber pengetahuan dari pakar agar dapat diimplementasikan menjadi suatu perancangan berbasis aturan. Pengetahuan tersebut kemudian di kelompokkan berdasar langkah diagnosisnya, lalu ditabulasikan serta diberikan kode khusus untuk mempermudah melakukan proses pembentukan aturan. Kode tersebut akan mewakili wujud citra yang digunakan serta sifat dari citra tersebut. Proses pengelompokkan langkah diagnosis mengasilkan kelompok diagnosis berupa lokasi UKK, sifat UKK, dan pemeriksaan penunjang. Kode yang digunakan untuk membedakan golongan variabel fakta (lokasi UKK, sifat UKK, dan pemeriksaan penunjang) serta hipotesis (hasil diagnosis) pada proses pembentukan aturan dapat dilihat pada Table 4. Table 4. Kode Variabel Lokasi UKK
Kode L U P D
Variabel Lokasi dari UKK yang ditemukan pada pasien. Jenis/ sifat UKK yang ditemukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Diagnosis yang dihasilkan oleh sistem pakar.
Basis pengetahuan pada penelitian ini menggunakan 19 fakta untuk lokasi UKK, 20 fakta untuk sifat UKK, 5 fakta untuk pemeriksaan penunjang, dan 45 hipotesis untuk hasil diagnosis pada kasus Dermatomikosis Superfisialis. Setelah proses pengkodean selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah pembuatan aturan-aturan yang mungkin terjadi dari fakta-fakta yang didapat hingga menghasilkan hipotesis. Basis pengetahuan pada penelitian ini akan dikerjakan dengan menggunakan metode (Decission Tree) pohon keputusan. Pohon keputusan dibuat berdasarkan aturan-aturan yang telah didapat dari proses pengembangan penalaran berbasis aturan. Proses percabangan dilakukan secara berurutan dimulai dari “lokasi”, “ukk”, “pemeriksaan penunjang”, hingga menghasilkan “diagnosis”. Pohon keputusan yang dibangun pada penelitian menghasilkan 339 simpul (node), dengan 78 percabangan. Struktur pohon digambarkan bertingkat sesuai urutan pada proses diagnosis (lokasi sifat UKK pemeriksaan penunjang hasil diagnosis). Contoh beberapa bagian dari pohon keputusan yang dikerjakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Fig. 66.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 41, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Fig. 6. Pohon Keputusan Bagian L1, L2, dan L3
Pada Fig. 6 terlihat penggalan dari keseluruhan pohon keputusan untuk aturan lokasi pada wajah (L1), lokasi pada leher (L2) dan lokasi pada rambut (L3) dari total 19 lokasi yang ada pada pohon keputusan. Basis pengetahuan tersebut yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi sistem pakar medis pada penelitian ini. 3.2
Inference Engine (Mesin Inferensi)
Setelah aturan terbentuk, maka langkah selanjutnya adalah membuat mesin inferensi (Inference Engine). Metode yang digunakan untuk mesin inferensi adalah metode Forward Chaining. Pada Forward Chaining, penalaran dimulai dari bagian fakta terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis5. Proses penalaran forward chaining dilakukan dengan memberikan dua buah fakta pengujian untuk mencari dua hipotesis yang berbeda. Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan fakta “L18” (Sela jari kaki) dengan hasil hipotesis “D40” (Kandidiasis Intertrigo). Sedangkan pengujian kedua dilakukan dengan memberikan fakta “L19” (Kuku) dengan hasil hipotesis “D32” (Paronikia Kandidal). Skema penalaran forward chaining untuk pengujian tersebut dapat dilihat pada Fig. 7.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 42, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Fig. 7. Penalaran Forward Chaining
Kebenaran pengujian pada Fig. 7 ditunjukkan dengan tanda panah yang sesuai dengan jalur pencarian hipotesis. Fakta pertama (L18) dijalankan melalui “U20” (Vesikel/Bula dan /atau Erosi dengan Skuama Eksfoliatif), kemudian melalui “P3” (Dilakukan pemeriksaan KOH dan ditemukan Pseudohifa), dan berakhir pada hipotesis yang sesuai, yaitu “D40”. Maka dapat disimpulkan bahwa fakta pertama telah bernilai benar. Fakta kedua (L19) dijalankan melalui “U15” (Paronikia (Kronik/Rekuren + Diskolorisasi/ Subungual Hiperkeratosis Subungual)), kemudian melalui “P2” (Dilakukan pemeriksaan KOH dan ditemukan Hifa panjang bersekat), dan berakhir pada hipotesis yang sesuai yaitu “D32”. Maka dapat disimpulkan bahwa fakta kedua juga bernilai benar.
4
Penutup
Aplikasi sistem pakar medis merupakan bentuk sistem yang dapat mendukung atau membantu pelaku medis dalam meningkatkan pelayanan medis. Selain handal dan memiliki basis pengetahuan yang kuat, sistem pakar medis juga harus mampu memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi para pelaku medis (pengguna sistem). Penelitian ini mengembangkan sistem pakar medis yang memadukan unsur multimedia (pengolahan citra). Proses navigasi yang dikembangkan kebanyakan lebih menitik beratkan pada citra (gambar) bukan teks. Dengan cara ini diharapkan penggambaran dari penyakit kulit dapat lebih mudah dikenali oleh pengguna sistem, sekaligus memudahkan pengguna pada saat menggunakan sistem. Perancangan basis pengetahuan dengan menggunakan Rule-based Reasoning berupa pohon keputusan dapat digunakan pada kasus Dermatomikosis Superfisialis. Hal ini dapat dilihat dari kebenaran pada pengujian yang diujikan pada mesin inferensi.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 43, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
5
Pustaka
1. Budimulja Unandar, dkk. (2004).Dermatomikosis Superfisialis : Pedoman Untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran. Yogyakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2. Djuanda Adhi, dkk. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Harahap Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000. 4. Kusrini. (2007). Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta : Andi Offset. 5. Kusumadewi Sri. (2003). Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta : Graha Ilmu. 6. Nugrohowati Noviana, dkk. (2009). Panduan Keterampilan Medik Blok Organ Indera. Yoygyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 7. Sambasivan Murali, et al. (2012). ntention to Adopt Clinical Decision Support System in a Developing Country : Effect of Physician’s Perceived Professional Autonomy, Involvement and Belief : a Cross-Sectional Study. BMC Medical Informatics and Decision Making 12:142. 8. Siregar R S. (2004). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 9. Suyanto M. (2005). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta : Andi Offset. 10. Wolff Klaus and Johnson Richard Allen. (2009). Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, Six Edition. New York : Mc Graw Hill. 11. Wolff Klaus, et al. (2008). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Seventh Edition. New York : Mc Graw Hill.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) IV, p. 44, 2013. 9 November 2013, Magister Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia