ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PERANCANGAN SISTEM IDENTIFIKASI STADIUM KANKER PARU CITRA COMPUTED TOMOGRAPHY DIGITAL BERBASIS JARINGAN SARAF TIRUAN
SKRIPSI
YUDHA NOOR ADITYA
PROGRAM STUDI S1- TEKNOBIOMEDIK DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PERANCANGAN SISTEM IDENTIFIKASI STADIUM KANKER PARU CITRA COMPUTED TOMOGRAPHY DIGITAL BERBASIS JARINGAN SARAF TIRUAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Bidang Teknobiomedik pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Oleh :
YUDHA NOOR ADITYA NIM. 080810008
Telah dinyatakan lulus ujian skripsi Pada tanggal : 24 September 2012
Disetujui Oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Retna Apsari, M.Si NIP. 19680626 199303 2 003
Endah Purwanti, S.Si, M.T NIP. 19771031 200912 2 003
ii Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI
Judul
: Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan Saraf Tiruan
Penyusun
: Yudha Noor Aditya
NIM
: 080810008
Tanggal Ujian : 24 September 2012 Pembimbing I : Dr. Retna Apsari, M.Si Pembimbing II : Endah Purwanti, S.Si, M.T Disetujui Oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Retna Apsari, M.Si NIP. 19680626 199303 2 003
Endah Purwanti, S.Si, M.T NIP. 19771031 200912 2 003 Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknobiomedik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Dr. Retna Apsari, M.Si NIP. 19680626 199303 2 003
KetuaDepartemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Drs. Siswanto,M.Si NIP. 19640305 198903 1 003
iii Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.
iv Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yudha Noor Aditya, 2012. Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan. Skripsi dibawah bimbingan Dr. Retna Apsari, M.Si. dan Endah Purwanti, S.Si, M.T, Program Studi S1 Teknobiomedik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mendesain sistem digital untuk identifikasi stadium kanker paru melalui citra computed tomography dengan metode jaringan saraf tiruan. Stadium yang diidentifikasi adalah stadium I dan stadium II. Sampel citra yang digunakan adalah citra CT Thoraks paru sehat, paru dengan kanker stadium I, dan paru dengan kanker stadium II. Desain sistem menggunakan pemograman MATLAB dengan metode JST, Self Organizing Map (SOM). Sebelum diidentifikasi, citra disegmentasi menggunakan thresholding untuk memperoleh area paru dan area kanker, dan kemudian dilakukan ekstraksi fitur. Fitur yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga buah yaitu fitur area, perimeter, dan shape. Training SOM menunjukkan tingkat akurasi 87%, dimana 29 dari 31 citra data yang digunakan berhasil diidentifikasi. Hasil uji validasi program diperoleh dengan data Testing, menunjukkan tingkat akurasi sebesar 100% untuk citra paru sehat, 80% untuk citra paru dengan kanker stadium I, dan 100% untuk paru dengan kanker stadium II. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, sistem yang telah didesain dengan Self Organizing Map mampu untuk mengidentifikasi stadium kanker paru. Namun begitu, sistem masih belum mampu mendeteksi kanker yang menempel pada rongga paru atau jaringan lain, sehingga metode segmentasi lain seperti halnya active contour dapat menjadi pertimbangan dalam penelitian mendatang. Kata kunci : CT Scan, Kanker Paru, Identifikasi Stadium, Ekstraksi Fitur, Self Organizing Map
v Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Yudha Noor Aditya, 2012. Design of Lung Cancer Classification System for Computed Tomography Images Using Artificial Neural Network. This thesis was under the guidance of Dr. Retna Apsari, M.Si. and Endah Purwanti, S.Si, M.T, Biomedical Engineering, Faculty of Science and Technology, Airlangga University. ABSTRACT This research was conducted to design a digital classification system of lung cancer detected from Computed Tomography Images by using Artifical Neural Network. Stage identified was Stage I dan Stage II. The image samples used in this study were the images of CT Thorax showing healthy lung, lung cancer stage I, and lung cancer stage II. The design of the system utilize MATLAB programming with ANN, Self Organizing Map (SOM) method. Before being identified, images were segemented by using thresholding to obtain the lung area and cancer area, and features extracted. There were three features used in this study such as area, perimeter, and shape. SOM training showed 87% accuracy, where 29 out of 31 images that were used had been successfully identified. Results of program validation test obtain by data testing showed accuracy level as big as 100% for healthy lung, 80% for stage I lung cancer, and 100% for stage II lung cancer. Based on these results, system designed by using Self Organizing Map is capable to identify lung cancer stage. However, the system may fail on detecting non-isolated lung cancer, so that other segmentation method such as active contour can be considered in future research. Keywords: CT scan, Lung Cancer, Stage Identification, Feature Extraction, Self Organizing Map
vi Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR Skripsi adalah pijakan akhir bagi tiap mahasiswa strata satu yang akan melangkah menuju gerbang kelulusan. Sebelum itu diantarkan oleh pijakan berliku yang seakan tiada habisnya, dibalik kenyataan bahwa tiada jalan yang tak berujung. Melalui naskah skripsi yang berjudul “Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru
Citra Computed Tomography Digital
Berbasis Jaringan Saraf Tiruan” ini, penulis telah sampai pada gerbang akhirnya. Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia serta kesempatan yang telah diberikan-Nya, naskah ini dapat terselesaikan. Adapun naskah skripsi ini ditujukan sebagai pemenuhan salah satu syarat kelulusan Program Studi S1 Teknobiomedik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua Orang Tua yang senantiasa mendukung penulis sepenuhnya, membantu pengerjaan tidak dalam segi isi materi, melainkan dorongan moral serta doa yang tiada habisnya. 2. Saudara, adik dan kakak, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan penuh warna, canda serta celotehan menjadi semangat bagi penulis ditengah penulisan skripsi ini. 3. Ketua Program Studi S1 Teknobiomedik dan juga selaku pembimbing I, Ibu Dr. Retna Apsari, M.Si, yang telah memberikan informasi tentang penyusunan naskah proposal ini, berbagai masukan serta motivasi beliau telah mendorong penulis untuk selalu memberikan yang terbaik dan bekerja dengan sepenuh hati 4. Ibu Endah Purwanti, M.Si, M.T. selaku pembimbing II yang selalu memberikan dukungan penuh dan masukan-masukan yang berarti, senantiasa meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi. 5. Dosen-dosen, staf karyawan, dan teman-teman angkatan 2008 Program Studi S1 Teknobiomedik, Universitas Airlangga serta semua pihak yang telah membantu penyusun selama proses penyusunan naskah skripsi ini. 6. Devi, Irma, Taufiq, Talitha, Donna, Ima, dan Rima, selaku rekan-rekan yang juga mengambil tema software dalam skripsinya, yang telah membantu dan menemani Penulis selama masa pengerjaan dan pengumpulan sampel. vii Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Khususnya Devi, Penulis sangat berterima kasih atas bantuan dan support yang telah diberikan selama ini. 7. Putri Ni’matulillah, yang dengan rajinnya memantau kerja Penulis dan dengan pedulinya selalu menanyakan progress yang sudah berjalan. Kerja Penulis selama pelaksaanaan tak akan lengkap tanpa semangat dan dukungan yang diberikan olehnya. 8. Teman-teman Teater Mata Angin, serta semua orang dibelakang layar kehidupan, melalui canda tawa yang Penulis alami bersama diselang kesibukan senantiasa memberikan energi baru dalam keseharian. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kalian semua. Tak ada gading yang tak retak, dapat dikatakan bukanlah gading asli bila halus penampakannya. Tiada manusia yang sempurna, karena itulah manusia berdiri sebagai manusia, mahakarya Allah Yang Maha Sempurna. Penulis menyadari adanya banyak kekurangan dalam naskah skripsi ini. Kritik dan saran selalu penulis terima untuk penulisan yang lebih baik. Surabaya, 22 September 2012 Penulis
Yudha Noor Aditya
viii Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... .iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI............................................................................iv ABSTRAK..........................................................................................................................v ABSTRACT.......................................................................................................................vi KATA PENGANTAR.................................................................................................. vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix DAFTAR TABEL............................................................................................... ..xii DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan masalah ......................................................................................... 7 1.3 Batasan masalah............................................................................................... 7 1.4 Tujuan penelitian .......................................................................................... 8 1.5 Manfaat penelitian ........................................................................................ 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 9 2.1 Anatomi Fisiologi Paru......................................................................................9 2.2 Kanker........................................................................................................... 12 2.3 Kanker Paru ............ ..................................................................................... 15 2.4 CT-Scan .......... ............................................................................................. 18 2.4.1 Proses Terbentuknya Sinar-X.....................................................................24 2.4.2 Interaksi Sinar-X dan Material ..................................................................26 ix Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.4.3 Pembuatan Citra dengan Sinar-X............................................................29 2.5 Pengolahan Citra Digital ............................................................................... .30 2.5.1 Thresholding........................................................................................ .31 2.5.2 Morphological Processing .......................................................................32 2.6 Citra Biner...... .............................................................................................. .34 2.7 Ekstraksi Fitur ....................................................................................................34 2.7 Jaringan Saraf Tiruan .................................................................................... .37 2.8 Jaringan Kohonen, Self Organizing Map (SOM)............................................. .41 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 43 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................................... 43 3.2 Peralatan dan Software .................................................................................. 43 3.3 Prosedur Kerja .............................................................................................. 43 3.3.1 Pengumpulan Data Sampel .................................................................. 44 3.3.2 Perancangan Software .......................................................................... 45 3.3.2.1 Segmentasi Area Paru .............................................................. 45 3.3.2.2 Segmentasi Area Kanker.......................................................... 48 3.3.2.3 Ekstraksi Fitur ......................................................................... 53 3.3.2.4 Penentuan Stadium dengan JST ............................................... 58 3.3.2.4.1 Implementasi JST dalam Data Training......................60 3.3.2.4.2 Implementasi JST dalam Data Testing ......................63 3.3.2.5 Rancangan GUI Program...........................................................65 3.3.3 Analisis Data ....................................................................................... 71 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................72 4.1 Tampilan Aplikasi ...........................................................................................72 4.1.1 Jendela Identifikasi....................................................................................72
x Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4.1.2 Jendela Proses Citra .................................................................................74 4.1.3 Jendela Training........................................................................................74 4.1.4 Jendela Kelompok ....................................................................................75 4.1.5 Jendela Instruksi........................................................................................76 4.1.6 Jendela About. ..........................................................................................76 4.2 Segmentasi Area Paru.......................................................................................78 4.3 Segmentasi Area Kanker..................................................................................80 4.4 Ekstraksi Fitur...................................................................................................82 4.5 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan........................................................................82 4.6 Uji Validasi.......................................................................................................89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................96 5.1 Kesimpulan.......................................................................................................96 5.2 Saran.................................................................................................................96 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... .98 DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................102
xi Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL Nomor
Judul Tabel
Halaman
2.1 Stadium Kanker Paru (Wasripin, 2007)...............................................................16 2.2 Gambaran jaringan pada citra CT (Sunardi, 2008).............................................23 4.1 Perbandingan nilai bobot awal dengan bobot akhir training ...........................85 4.2 Identifikasi kelompok J ................................................................................87 4.3 Tingkat Akurasi Training ................................................................................89 4.4 Hasil uji validasi kelompok paru sehat .........................................................90 4.5 Hasil uji validasi kelompok paru dengan kanker stadium I.............................91 4.6 Hasil uji validasi kelompok paru dengan kanker stadium II ...........................91 4.7 Tingkat akurasi program..................................................................................91
xii Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR Nomor
Judul Gambar
Halaman
2.1
Anatomi Paru (Saladin, 2003)......................................................................9
2.2
Pembagian Lobus Paru (John, 2005).....................................................10
2.3
Struktur alveolus (Saladin, 2003)............................................................. 11
2.4
Kanker paru (Anonimous, 2011)............................................................ 12
2.5
Metastatik: Penyebaran kanker dari satu organ ke organ lain (John, 2005)............................................................................................ 13
2.6
Tiga tipe Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) (John, 2005)..............16
2.7
Citra hasil CT menunjukkan adanya kanker pada paru (Aviram dkk, 2003)....................................................................................... 19
2.8
Diagram blok CT- Scanner (http://www.ti.com/solution/ct_scanner)....................................................20
2.9
Spektrum Cahaya (Irnawati, 2009)..........................................................24
2.10
Terbentuknya Sinar-X Bremsstrahlung (Pratapa, 2004)..........................25
2.11
Proses Pembuatan Sinar-X Karakteristik (Pratapa, 2004).......................26
2.12
Atenuasi Intensitas Radiasi Setelah Melalui Bahan (Pratapa, 2004).......27
2.13
Proses Efek Fotolistrik (Pratapa, 2004)...................................................27
2.14
Proses Hamburan Compton (Pratapa, 2004)............................................28
2.15
Proses Produksi Pasangan (Pratapa, 2004)..............................................28
2.16
Matriks Citra Digital N x M (Siang, 2009) .................................................30
2.17
Proses Erosi dan Dilasi pada citra biner (Solomon & Breckon, 2011)....33
2.18
Gradasi Citra Biner (Sutoyo dkk, 2009) ................................................ 34
2.19
Citra biner menunjukkan kanker paru yang telah terdeteksi xiii
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(Abdullah & Shaharum, 2012) ............................................................... 34 2.20
Fitur bentuk pada citra payudara (Nahari, 2010).....................................35
2.21
Model sel saraf biologis (Gershenson, 2003).......................................... 38
2.22
Contoh sederhana arsitektur JST.................................................................. 39
2.23
Arsitektur jaringan Kohonen ........................................................................ 41
3.1
Alur Prosedur Penelitian.....................................................................................44
3.2
Alur prosedural software identifikasi stadium kanker paru ....................45
3.3
Tahapan dalam segmentasi paru.............................................................46
3.4
Hasil Structuring Element pada fungsi strel dengan bentuk diamond beradius 1....................................................................................48
3.5
Proses pembentukan mask area paru (Dolejsi, 2007)................................49
3.6
Tahapan dalam segmentasi area kanker ....................................................50
3.7
Proses Morphological Processing dalam segmentasi area kanker citra x-ray ((Abdullah & Shaharum, 2012).....................................52
3.8
Algoritma ekstraksi fitur citra biner kanker paru .......................................53
3.9
Algoritma program penentuan stadium menggunakan JST model kohonen......................................................................................59
3.10 Tahap kerja proses Training.........................................................................60 3.11 Contoh penerapan vertcat pada dua matriks.................................................61 3.12 Algoritma JST model kohonen pada tahap Testing.....................................64 3.13 Desain GUI Jendela Identifikasi...................................................................65 3.14 Desain GUI Jendela Training.......................................................................67 3.15 Desain GUI Jendela Proses Citra..................................................................68 3.16 Desain GUI Jendela Kelompok....................................................................69 3.17 Desain GUI Jendela Instruksi.......................................................................70 xiv Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3.18 Desain GUI Jendela About...........................................................................70 4.1
Tampilan Jendela Identifikasi.......................................................................72
4.2
Tampilan Jendela Proses Citra.....................................................................74
4.3
Tampilan Jendela Training...........................................................................75
4.4
Tampilan Jendela Kelompok.......................................................................76
4.5
Tampilan Jendela Instruksi...........................................................................77
4.6
Tampilan Jendela About ...............................................................................77
4.7
Serangkaian hasil proses perolehan mask area paru ....................................78
4.8
Hasil mask paru yang tidak meliputi area kanker paru.................................79
4.9
Hasil segmentasi area paru tanpa meliputi kanker paru...............................79
4.10 Hasil segmentasi area paru dengan meliputi kanker paru............................80 4.11 Proses segmentasi area kanker......................................................................81 4.12 Matriks fitur citra .........................................................................................82 4.13 Contoh hasil matriks fitur citra biner kanker paru .......................................82 4.14 Matriks fiturset training ...............................................................................83 4.15 Grafik plot besar nilai fitur area, perimeter, dan shape dari data training.................................................................................84 4.16 Tampilan hasil training...............................................................................85 4.17 Penyesuaian nilai bobot pada saat training.................................................86 4.18 Hasil pengelompokkan data training .........................................................86 4.19 Plot nilai D pada tiap data training..............................................................88 4.20 Contoh hasil segmentasi area paru dengan metode active contour (Homma, 2011)....................................................................94
xv Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Judul Lampiran
Halaman
1.
Data Citra Testing...............................................................................93
2.
Header info DICOM.........................................................................101
3.
Listing Program Pengolahan citra.....................................................103
4.
Listing Program Self Organizing Map (SOM)..................................105
5.
Data fitur, D, dan Identifikasi kelompok J........................................107
6.
Hasil Tampilan Uji Validasi..............................................................109
7.
Pengolahan Citra Data Testing..........................................................118
xvi Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyebab kematian utama di dunia. Data WHO menyebutkan bahwa sebesar 7,6 juta (13%) kematian di tahun 2008 disebabkan oleh kanker. Dari jumlah tersebut, kanker paru tergolong menduduki peringkat tertinggi. International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam GLOBOCAN 2008, memperoleh data setidaknya 1,61 juta (12,7%) kasus kanker paru ditemukan di tahun 2008, membuatnya menjadi kasus kanker paling umum di dunia. Selain itu 1,38 juta (18,2%) kematian karena kanker, disebabkan oleh kanker paru, juga menjadikan kanker paru sebagai kanker yang paling mematikan. Faktanya, sebagian besar kasus kanker paru (55%) ditemukan di negara-negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, kanker paru menduduki peringkat ke-6 dalam 10 peringkat utama penyakit neoplasma ganas menurut Daftar Tabulasi Dasar (DTD) pasien rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia tahun 2006 (Situmeang, 2010). Atmanto dalam Rasyid dkk (2004) menyatakan bahwa kanker paru memiliki tingkat keganasan tertinggi dibandingkan jenis kanker lainnya di Jawa Timur dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 24,1%. Dalam diagnosanya, penentuan stadium kanker paru adalah hal penting yang harus dilakukan. Stadium kanker paru adalah klasifikasi penyebaran kanker dari lokasi awal tumor hingga ke berbagai bagian tubuh dengan kriteria tertentu. Penentuan stadium ini penting karena membantu dokter untuk memberikan
1 Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
perlakuan yang tepat serta pengobatan yang paling tepat (John, 2005). Semisalnya pada stadium I, kanker paru dapat diatasi hanya dengan operasi pengangkatan sel kanker; namun pada stadium kanker tertinggi, yakni stadium IV, kemoterapi dibutuhkan sebagai penunjang (Lloyd & Silvestri, 2001). Di Indonesia, umumnya Bronkoskopi menjadi teknik sentral untuk diagnosis dan penentuan stadium kanker paru, karena dimungkinkannya perolehan spesimen representatif untuk pemeriksaan histopatologi, serta diyakini cukup akurat untuk penegakan diagnosa pasti kanker paru (Rasmin dkk, 2006). Namun sebelum metode invasif ini dilakukan, kanker dapat dideteksi terlebih dahulu dengan proses pencitraan toraks, dapat menggunakan X-Ray, CT-Scan, atau MRI (John, 2005). Sebagai langkah awal, umumnya screening kanker paru dapat dilakukan dengan mesin Rontgen konvensional. Akan tetapi cukup sulit bagi para radiolog untuk mendeteksi dan mendiagnosa kanker paru pada citra foto Rontgen. Hal ini disebabkan oleh banyak jaringan yang tertumpuk didalamnya. Keberadaan kanker bisa jadi terhalang oleh tulang rusuk, bronkus, pembuluh darah, serta struktur anatomis lain. Biasanya, bayangan kanker paru hasil radiografi toraks tidak dapat terlihat dengan jelas dan cenderung terlewatkan (Osman dkk, 2006). Karena itulah biasanya foto Rontgen tidak mampu menjadi penegak diagnosis awal. CTScan menjadi pilihan kedua sebagai follow up dari foto Rontgen, baik apabila terlihat kanker maupun tidak. Sedangkan MRI jarang dilakukan karena biaya yang cukup mahal, dengan perbedaan sensitivitas tidak signifikan bila dibandingkan dengan CT-Scan; sensitivitas CT-Scan malah lebih baik, yakni 63% sedangkan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
MRI 56%, dan perbedaan spesifikasi stadium III dan IV lebih akurat dengan CTScan 84% dan MRI 80% (Hassan, 2011). Radiological Society of North America (RSNA) mendeskripsikan Computed Tomography atau CT-Scan sebagai teknik scanning yang mengkombinasikan perangkat X-Ray khusus dengan komputer untuk memproduksi gambar dalam tubuh. Gambar penampang melintang ini kemudian dapat dipelajari dan diperiksa di layar komputer, di cetak, maupun disimpan dalam CD. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan X-Ray biasa, citra hasil CT-Scan lebih jelas dan mampu menampilkan lebih detail. Khususnya untuk screening kanker paru, CT-Scan mampu menampilkan bahkan kanker yang sangat kecil dalam paru, karena itulah CT-Scan sangat efektif untuk mendiagnosa dan menentukan stadium kanker paru bahkan pada stadium paling awal, disaat penyembuhan masih memungkinkan. Perbandingan foto Rontgen dengan CT-Scan, adalah 1 dari 500 x-ray foto dada ditemukan kanker, sedangkan CT-Scan mampu menemukan 1 dari tiap 100 citranya (Eldridge, 2011). Hasil citra CT pada umumnya diperiksa dan dianalisa oleh radiolog yang biasa bertugas dalam menginterpretasi gambar. Akan tetapi selayaknya interpretasi MRI, hasil potongan gambar ini bisa jadi terlalu banyak bagi radiolog untuk diinterpretasikan secara manual. Proses pengevalusian gambar ini bisa jadi memakan waktu banyak dan sangat bergantung pada keahlian serta pengalaman radiolog dalam menginspeksi gambar (Ertas dkk, 2008). Perbedaan diameter kanker stadium I dan II pun hanya sebesar 2 cm (NCI, 2010), membuat spesifikasi stadium seringkali mengalami kesalahan.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
Untuk mengurangi human error dalam identifikasi serta penentuan stadium kanker paru, otomasi dapat dilakukan, salah satunya dengan memanfaatkan jaringan saraf tiruan. Jaringan saraf tiruan adalah sebuah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi, yang dapat diaplikasikan salah satunya dalam pengenalan pola atau pattern recognition (Siang, 2009). Pemanfaatan jaringan saraf tiruan dalam penegakan diagnosa kanker paru telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Wu dkk (1995) menggunakan jaringan saraf tiruan model Backpropagation untuk mendeteksi adanya kanker paru melalui citra X-Ray. Penedo dkk dalam Osman dkk (2006) menggunakan dua metode jaringan saraf tiruan, satu untuk mendeteksi area tersuspeksi sedangkan satu bertindak sebagai pengklasifikasi, dengan menggunakan citra computed tomography atau CT-Scan. Namun dua penelitian di atas belum menentukan stadium kanker paru, yakni hanya untuk menentukan adanya kanker atau tidak. Identifikasi serta penentuan stadium kanker baru dilakukan oleh Abdullah & Shaharum
(2012)
dengan
menggunakan
jaringan
saraf
tiruan
model
backpropagation untuk citra X-Ray, menghasilkan akurasi 100% untuk citra normal, 80% untuk citra kanker paru stadium II, serta 90% untuk citra kanker paru stadium III, tanpa adanya sampel citra kanker stadium I dan IV. Beberapa penelitian di atas menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian berjudul “Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan Saraf Tiruan” sebagai upaya otomasi identifikasi serta penentuan stadium kanker paru untuk meminimalisir adanya human error. Program meliputi segmentasi area paru, segmentasi area
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5
kanker, serta penentuan stadium kanker menggunakan jaringan saraf tiruan (JST). Segmentasi area paru dapat dengan mudah dilakukan melalui thresholding menggunakan skala -350 HU (Dolejsi, 2007). Thresholding juga dapat diterapkan untuk segmentasi area kanker dengan menggunakan rentang skala -500 hingga 100 HU (Osman dkk, 2007). Operasi morphological berupa erosi dan dilasi juga digunakan saat segmentasi area kanker, sebagai normalisasi citra (Abdullah & Shaharum, 2012), dan bermanfaat untuk pertimbangan kembali mana titik pixel yang seharusnya masuk ke dalam area kanker dan mana yang tidak (Solomon & Breckon, 2011) Adapun model JST yang digunakan adalah model Kohonen Self Organizing Mapping (SOM), unsupervised learning. Model ini masih belum banyak digunakan, dibalik fakta bahwa model ini sangat tepat dalam pengenalan pola, serta sangat baik dalam pembagian pola masukan ke dalam beberapa kelompok (Siang, 2009). Studi oleh Goppert & Bosenstiel (1993) telah membandingkan antara metode Backpropagation dengan Self Organizing Map (SOM). Metode backpropagation memiliki beberapa kelemahan, diantaranya, i.
Estimasi jumlah penggunaan lapisan sangat sulit,
ii.
Jumlah ideal neuron pada lapisan hidden tidak dapat diketahui,
iii.
Konvergensi algoritma sangat bergantung pada parameter pelatihan,
iv.
Waktu
yang
sangat
besar
diperlukan
untuk
menghasilkan
konvergensi algoritma, v.
Skripsi
Interpretasi harga bobot yang telah dilatih sangat sulit.
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
Selain itu umpan maju pada backpropagation sangat membutuhkan pengalaman yang banyak, melibatkan jumlah siklus pelatihan yang sangat besar. Dalam hal ini SOM dapat
menjadi kandidat
yang cukup baik dalam menggantikan
backpropagation karena konvergensi yang cukup stabil, interpretasi yang lebih baik, serta pelatihan yang lebih cepat (Goppert & Bosenstiel, 1993). Walaupun akurasi backpropagation masih lebih baik dengan perbedaan 18% secara garis besar, namun kecepatan konvergensinya sangat rendah dan sangat bergantung pada parameter yang harus dispesifikasikan oleh pengguna, membuatnya tidak praktis untuk digunakan. SOM memiliki kelebihan yang sangat baik dalam kecepatan pelatihan; contoh dalam pelatihan klasifikasi citra TM Landsat untuk backpropagation membutuhkan waktu 2 jam 10 menit, sedangkan SOM hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja dengan hasil klasifikasi yang sangat baik (Marcic & Ribaric, 2000). Adapun dalam penelitian ini, pola masukan dibagi menjadi 3 kelompok, yakni paru sehat, stadium I, dan stadium II. Dengan demikian sampel citra CTScan untuk kasus paru sehat, kanker paru stadium I dan stadium II, digunakan dalam masa pelatihan JST. Merunut pada penelitian Abdullah & Shaharum (2012), jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 sampel per kasus; 15 sampel untuk proses pelatihan JST serta 10 sampel untuk data testing. Akan tetapi karena terbatasnya data, jumlah sampel digunakan adalah 25 sampel paru sehat, dengan pembagian 15 sampel untuk pelatihan dan 10 sampel untuk testing; 20 sampel paru dengan kanker stadium I, dengan pembagian 10 sampel untuk pelatihan dan 10 sampel untuk testing; 8 sampel paru dengan kanker
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
stadium II, dengan pembagian 6 sampel untuk pelatihan dan 2 sampel untuk testing. Target penelitian adalah akurasi sistem, sebesar 82% untuk citra paru sehat, 62% untuk kanker paru stadium II, dengan penentuan target stadium I sebesar 60%. Target ini ditentukan berdasarkan hasil akurasi sistem metode backpropagation oleh Abdullah & Shaharum (2012). Keseluruhan program dibuat menggunakan MATLAB 7.6.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah diberikan di bagian latar belakang, penulis mengangkat masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah desain perancangan sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan? 2. Bagaimanakah tingkat akurasi sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan?
1.3 Batasan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini dibatasi oleh: Citra yang digunakan, yakni citra thoraks dari alat CT-Scan yang diproduksi oleh Philips, kasus paru sehat, kanker stadium I dan stadium II. Dengan jumlah sampel sebagai berikut: 25 sampel paru sehat, 15 sampel pelatihan dan 10 sampel testing; 20 sampel kanker stadium I, 10 sampel pelatihan dan 10 sampel testing; 8 sampel kanker stadium II, 6 sampel pelatihan dan 2 sampel testing.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
8
1.4 Tujuan Adapun tujuan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan perancangan sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan metode Self Organizing Map 2. Mengetahui tingkat akurasi sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan metode Self Organizing Map
1.5 Manfaat Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan berbagai manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan metode yang lebih sensitif dan akurat dalam identifikasi dan penentuan stadium kanker paru 2. Memberikan sistem penunjang bagi radiolog dalam melakukan diagnosa serta penentuan stadium kanker paru melalui citra CT-Scan. 3. Memberikan wacana bagi peneliti-peniliti di masa mendatang akan peluang serta perkembangan teknologi medis yang ada.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Paru Rongga dada atau thoracic cavity manusia terbagi atas beberapa partisi, diantaranya kanan, kiri, dan medial, dimana antara satu bagian dengan yang lain dipisahkan oleh Mediastinum. Pada rongga inilah, tepatnya di bagian kanan dan kiri, paru manusia mengambil tempat dengan diselimuti oleh selaput ganda pleura (Saladin, 2003)
Gambar 2.1 Anatomi Paru (Saladin, 2003) Anatomi paru ditunjukkan pada Gambar 2.1. Dapat dilihat bahwa paru memiliki struktur bronkus, pembuluh darah, pembuluh limfe serta saraf yang masuk melalui hilum, yakni sebuah celah pada permukaan mediastinum. Strukturstruktur tersebut menembus mediastinum dan bertindak selayaknya akar pada paru. Posisi jantung di mediastinum tengah yang sedikit miring ke kiri, membuat ukuran paru sebelah kiri lebih kecil dibandingkan dengan ukuran paru sebelah kanan (Saladin, 2003).
9 Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
Paru sebelah kiri memiliki dua lobus, yakni lobus superior dan lobus inferior; sedangkan di bagian kanan memilliki tiga lobus, yakni lobus superior, lobus medialis, dan lobus inferior (Saladin, 2003), ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Tiap lobus terdiri atas belahan-belahan lebih kecil, disebut dengan segmen. Pulmonalis dekstra (kanan) memiliki 3 segmen pada alobus superior, 2 segmen pada lobus medialis, dan 5 segmen pada lobus inferior; maka total adalah 10 segmen. Sedangkan pulmonalis sinistra (kiri) memiliki 4 segmen pada masingmasing lobusnya, dengan total 8 segmen (Wasripin, 2007)
Gambar 2.2 Pembagian Lobus Paru (John, 2005) Paru sebagian besar terdiri atas gelembung-gelembung (alveoli), yang terdiri atas sel-sel epitel dan endotel. Di dalam alveoli inilah terjadi pertukaran udara, saat dimana O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah (Wasripin, 2007). Sebuah alveolus memiliki diameter sebesar 0.2 hingga 0.5 mm. Kemampuannya dalam menukarkan gas dengan cepat dikarenakan dindingnya yang sebagian besar tersusun atas lapisan tipis sel squamosa. Lapisan tipis inilah yang memisahkan darah dengan udara di dalam alveoli, disebut dengan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11
respiratory membrane, dengan total ketebalan hanya berkisar 0.5 µm (Saladin, 2003).
Gambar 2.3 Struktur alveolus (Saladin, 2003) Tiap paru manusia bisa memiliki kurang lebih 300 juta alveoli, struktur ditunjukkan oleh Gambar 2.3, yang dikelilingi oleh kapiler sejumlah lebih dari 1 milyar pada paru, yang berarti satu alveolus bisa terhubung dengan lebih dari 3 buah kapiler (John, 2005). Struktur tersebut, bersamaan dengan
fungsi paru
sebagai organ pernapasan, membuat paru berkaitan erat dengan sistem sirkulasi. Apabila terjadi kerusakan pada jaringan paru, respon sistem respirasi terhadap kadar oksigen dan karbondioksida dalam tubuh akan berkurang. Hal ini dapat berujung pada napas pendek, kelelahan, dyspnea, pusing, serta gejala lainnnya. Kanker adalah satu penyebab umum munculnya gejala-gejala tersebut sebagai akibat dari kerusakan yang ditimbulkannya.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.2
12
Kanker Kanker adalah sebuah kondisi, dimana pertumbuhan sel menjadi tidak
terkendali (John, 2005). Tipe kanker yang berbeda, dinamakan sesuai dengan lokasi serta pada sel apa kanker tersebut terjadi. Pada dasarnya, sel normal akan tumbuh dan menduplikasi diri untuk menggantikan sel-sel tua yang telah mati. Akan tetapi pada sel-sel kanker, mekanisme ini telah dirusak sedemikian sehingga pertumbuhan menjadi tak terkendali. Hal ini mengakibatkan sel kanker membelah dengan cepat dan hidup melebihi waktu normal.
Gambar 2.4 Kanker paru (Anonimous, 2011) Sebagian besar kanker mengarah pada pembentukan tumor, yakni kumpulan sel yang tumbuh abnormal (John, 2005). Contoh pada kanker yang terjadi paru, membentuk tumor yang berukuran besar seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Akan tetapi, tidak semua tumor bersifat kanker. Tumor benign diselimuti oleh jaringan kapsul yang tumbuh dengan lambat dan tidak menyebar ke organ lain. Sedangkan kanker, cenderung mengarah pada tumor malignant yang tidak terkapsulasi, tumbuh dengan cepat, serta dapat menyebar ke organ lain dengan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
mudah melalui sirkulasi darah (Saladin, 2003) yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. The National CancerInstitute menyebutkan bahwa setidaknya 8,9 juta orang di Amerika pernah atau sedang mengidap kanker, dimana pria memiliki kemungkinan 1 : 2 dan wanita 1 : 3. Di tahun 2003, sekitar 1.285.000 orang di US terdiagnosa kanker (selain kulit).
Gambar 2.5 Metastatik: Penyebaran kanker dari satu organ ke organ lain (John, 2005) Diperkirakan total kasus kanker terdiagnosa mencapai angka 16 juta sejak 1990 (John, 2005). Sedangkan di tahun 2008, kanker memiliki distribusi tinggi dalam angka kematian dunia, sebesar 7,6 juta atau 13% dari kematian total (WHO, 2011); dimana 18,2% nya disebabkan oleh kanker paru (IARC, 2010). Adapun penyebab kanker bervariasi. World Health Organization (WHO) memperkirakan sebesar 60-70% kanker disebabkan oleh agen lingkungan yang disebut karsinogen, dan dikategorikan menjadi tiga (Saladin, 2003):
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
1.
Kimiawi, misalnya tar rokok, nitrit, pengawet makanan
2.
Radiasi, misalnya sinar gamma, partikel alfa, beta, dan radiasi UV
3.
Virus, misalnya Herpes simplex tipe 2 dan hepatitis C Karsinogen adalah mutagen, atau pemicu mutasi. Ada dua kategori besar
gen yang rusak atau bermutasi dalam sel-sel kanker, yakni gen kanker suppresor dan oncogenous.
Kerusakan pada gen-gen inilah yang
mengakibatkan
pertumbuhan sel tak terkontrol pada sel-sel kanker. Pada awalnya dua gen tersebut berfungsi sebagai pengontrol proliferasi sel. Proto-oncogenes adalah bentuk awal (normal) dari oncogen, yang bertindak sebagai pemicu pertumbuhan dan pembelahan sel terkontrol. Ketika gen ini dirusak, terbentuk oncogen, gen abnormal pemicu pertumbuhan sel tak terkontrol dan perkembangan kanker (John, 2005). Pada kondisi normal, kanker suppresor bertindak untuk menghambat kinerja oncogen. Namun pada banyak kasus, gen ini juga mengalami kerusakan, mengakibatkan perkembangan kanker yang lebih pesat. Kanker dapat berakibat fatal bila tidak diatasi (Saladin, 2003). Kanker malignant dapat membunuh dengan berbagai cara: 1.
Tergantinya jaringan normal dengan sel-sel kanker, mengurangi fungsi kinerja organ yang terkena. Contohnya kanker paru, dapat menghancurkan cukup banyak jaringan, sehingga oksigenasi darah menjadi kurang untuk dapat menyokong hidup seseorang.
2.
Skripsi
Menginvasi pembuluh darah, mengakibatkan hemorrhages fatal
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3.
15
Menyumbat jalan vital, selayaknya bronkus sehingga mengobstruksi aliran udara dan mengakibatkan kolaps; atau pada pembuluh darah, sehingga penyampaian darah pada organ berkurang.
4.
Mengambil nutrisi yang seharusnya digunakan oleh jaringan sehat, karena sel kanker memiliki tingkat metabolisme yang cukup tinggi. Seringkali protein dari organ terpecah untuk menyuplai nutrisi kanker, sehingga berujung pada kondisi lemah, lelah, serta peningkatan kecenderungan infeksi.
2.3
Kanker Paru Kanker paru adalah kanker yang berlokasi di paru, mengakibatkan
tumbuhnya kanker berbahaya pada paru. Sel kanker ini sebagian besar berasal dari sel paru sendiri, namun tidak menutup kemungkinan berasal dari lokasi tubuh lain yang menyebar ke paru (Wasripin, 2007). Di sisi lain, sel kanker paru juga dapat ber-metastatik dan menyebar ke lokasi lainnya (John, 2005). Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dalam pedomannya, mendefinisikan kanker paru sebagai kanker paru primer, yakni kanker ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus. Namun apapun penyebabnya dan dimanapun asalnya, kanker paru dapat mengakibatkan kematian apabila tidak diberikan penanganan dan tindakan cepat serta terarah. Secara garis besar, kanker paru dibagi menjadi dua, yakni Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell lung Cancer (NSCLC), dimana 20% total kejadian kanker paru adalah SCLC, sedangkan 80% NSCLC. Jenis SCLC
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
mungkin memiliki presentase kecil, namun paling mematikan. Seseorang yang tidak mendapat perlakuan segera hanya mampu bertahan 2-4 bulan, karena perkembangannya yang sangat cepat dan agresif.
Gambar 2.6 Tiga tipe Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) (John, 2005) Kanker paru tipe NSCLC dibagi menjadi 3, yakni Adenocarsinoma (40%), Karsinoma Sel Squamosa (20-30%), Karsinoma sel besar (10-15%), ditunjukkan pada Gambar 2.6. Sebagian besar penderita NSCLC terdiagnosa saat dalam stadium lanjut III-IV (Wasripin, 2007) Tabel 2.1 Stadium Kanker Paru (Wasripin, 2007) Stadium Kanker Kriteria Penentu Stadium Stadium Ia T1 N0 Stadium Ib T2 N0 Stadium IIa T1 N1 Stadium IIb T2 (T3) N1(N0) Stadium IIIa T3 (T apapun) N1 (N2) Stadium IIIb T4 (T apapun) N apapun (N3) Stadium IV T apapun N apapun
M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1
Keterangan Tabel : T = Tumor T1= Tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm T2 = Tumor dengan ukuran dan perluasan sbb : i. Ukuran lebih dari 3 cm ii. Melibatkan bronkus utama yang letaknya sampai ' 2 cm dari distal karina. iii. Perluasan ke pleura viseral. iv. Perluasan ke hilus T3 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi : i. Tumor menginvasi dinding thorax, diafragma, pleura mediastinalis ii. Tumor di dalam bronchus primarius, max 2 cm distal dari carina (tetapi tanpa melibatkan carina). iii. Tumor disertai dg atelektasis atau obstruktive pneumonitis pada seluruh paru.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
T 4 : Tumor dengan segala ukuran, meliputi : i. Tumor menginvasi mediastinum, cor, pembuluh darah besar, trachea, esophagus, corpus vertebra, atau carina. ii. Tumor dengan efusi pleura dan efusi pericard maligna. iii. Tumor dengan nodul satelit tumor yang masih dalam satu lobus pulmo ipsilateral N = Status limfonodi regional : N0 = Tidak ada metastasis limfonodi regional. N1 = Metastasis di limfonodi regional atau hilar atau limfonodi intrapulmonar sebagai akibat perluasan langsung dari tumor primer. N2 = Metastasis di limfonodi retrotracheal, midline prevascular, subcarinal dan mediastinal ipsilateral. N3 = Metastasis nodal hilar contralateral atau mediastinal contralateral, serta nodus supraclavicular dan scalenus contralateral atau ipsilateral.N x : Diskripsi N tambahan (tetapi jarang dipakai) metastasis di limfonodi regional sulit diperkirakan. M = Metastasis Jauh, meliputi : M0 = Tidak ada metastasis jauh. M1 = Ada metastasis jauh atau tumor terpisah pada lobus lain dalam pulmo yang sama atau tumor pada pulmo kontralateral (dinyatakan sebagai M1 jika jenis histloginya sama dengan sel tumor primer.
Pada kanker paru jenis SCLC ada 2 stadium yaitu Limited Stage dan Extensive Stage. Sedangkan pada NSCLC penentuan stadium dilakukan dengan sistem TNM (T=Tumor, N=Kelenjar Getah Bening dan M=Metastase) (Wasripin, 2007). Klasifikasi stadium berdasarkan TNM dapat dilihat pada Tabel 2.1. Dalam screening pendeteksian dini, pemeriksaan radiologis mutlak dibutuhkan sebagai penunjang, sebelum diadakannya pemeriksaan lanjutan invasif selayaknya bronkoskopi yang hasilnya dapat dipercaya sepenuhnya (PDPI, 2003). Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan diantaranya: a. Foto thoraks metode X-Ray: Kanker pada metode ini dapat terlihat apabila ukuran kanker lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang irreguler disertai dengan identasi pleura. Apabila ditemukan gembaran efusi pleura yang luas, maka harus diikuti dengan pengosongan isi pleura.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
b. CT-Scan thoraks: Teknik ini lebih baik dibandingkan foto thoraks metode xray biasa, karena mampu mendeteksi kanker dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara tepat. Tanda keganasan juga tergambar dengan lebih baik, dimana invasi terhadap mediastinum dapat terlihat meskipun tanpa gejala. c. Pemeriksaan radiologik lain: kekurangan foto toraks dan CT-Scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi terjadinya metastatik. Maka pemeriksaan radiologik lain selayaknya brain-CT atau bone scan dapat dilakukan untuk memeriksa adanya penyebaran. Dalam penelitian ini, stadium kanker NSCLC dari citra CT-Scan diidentifikasi sebatas pada penentuan stadium I dan II, tanpa penentuan stadium III dan IV perihal keterbatasan data.
2.4 CT-Scan CT-Scan atau Computed Tomography scan adalah metode yang sangat baik digunakan untuk screening kanker paru. Metode ini memanfaatkan x-ray, untuk mengambil gambar irisan tubuh manusia, kemudian digabungkan untuk membentuk gambar tiga dimensi. CT-scan mampu mendeteksi kanker yang ukurannya sangat kecil, serta mampu memperhitungkan ukuran, bentuk, serta lokasi tepat dari kanker karena CT mengoleksi informasi dalam bentuk 3D (John, 2005). Contoh citra CT-Scan yang menunjukkan kanker paru ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
Gambar 2.7 Citra hasil CT menunjukkan adanya kanker pada paru (Aviram dkk, 2003) Adapun peralatan CT-Scan terdiri atas tiga bagian yaitu sistem pemroses citra, sistem komputer dan kontrol, serta sistem rekonstruksi (Hasan, 1995), dengan diagram blok ditunjukkan oleh Gambar 2.8. a. Sistem pemroses citra Merupakan bagian yang secara langsung berhadapan dengan obyek yang diamati (pasien). Bagian ini terdiri atas sumber sinar-x, sistem kontrol, detektor dan akusisi data. Sinar-x merupakan radiasi yang merambat lurus, tidak dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet dan dapat mengakibatkan zat fosforesensi dapat berpendar. Sinar-x dapat menembus zat padat dengan daya tembus yang tinggi. Untuk mengetahui seberapa banyak sinar-x dipancarkan ke tubuh pasien, maka dalam peralatan ini juga dilengkapi sistem kontrol yang mendapat input dari komputer.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
Gambar 2.8 Diagram blok CT- Scanner (http://www.ti.com/solution/ct_scanner) Bagian keluaran dari sistem pemroses citra, adalah sekumpulan detektor yang dilengkapi sistem akusisi data. Detektor adalah alat untuk mengubah besaran fisik-dalam hal ini radiasi-menjadi besaran listrik. Detektor radiasi yang sering digunakan adalah detektor ionisasi gas. Jika tabung pada detektor ini ditembus oleh radiasi maka akan terjadi ionisasi. Hal ini akan menimbulkan arus listrik. Semakin besar interaksi radiasi, maka arus listrik yang timbul juga semakin besar. Detektor lain yang sering digunakan adalah detektor kristal zat padat. Susunan detektor yang dipasang tergantung pada tipe generasi CT-Scan. Tetapi dalam hal fungsi semua detektor adalah sama yaitu mengindentifikasi intensitas sinar-x setelah melewati obyek. Dengan membandingkan intensitas sumbernya, maka atenuasi yang diakibatkan oleh propagasi pada obyek dapat ditentukan, sebagaimana yang ditunjukkan pada persamaan 2.4. Dengan menggunakan sistem akusisi data, maka data-data dari detektor dapat dimasukkan dalam komputer. Sistem akusisi data
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
terdiri atas sistem pengkondisi sinyal dan interface (antarmuka ) analog ke komputer. b. Sistem Komputer dan Kontrol Bagian komputer bertanggung jawab atas keseluruhan sistem CT-Scan, yaitu mengontrol sumber sinar-x, menyimpan data, dan mengkonstruksi gambar tomografi. Komputer terdiri atas processor, harddisk dan sistem input-output. Processor atau CPU (unit pemroses pusat) mempunyai fungsi untuk membaca dan menginterprestasikan instruksi,
melakukan eksekusi,
dan
menyimpan hasil-hasil dalam memory. CPU yang digunakan mempunyai bus data 16,32 atau 64 bit. Tipe komputer yang digunakan bisa mikro komputer dan bisa mini komputer, namun harus memenuhi syarat kinerja dan kecepatan bagi sistem CT-Scan. Harddisk mempunyai fungsi untuk menyimpan data dan software. CT-Scan pada umumnya terdiri atas dua station, yakni operator station dan viewer station dimana keduanya mempunyai tugas yang berbeda. Operation Station mempunyai fungsi sebagai operator kontrol untuk mengontrol beberapa parameter scan seperti tegangan anoda, waktu scan dan besarnya arus filamen. Sedangkan viewer station mempunyai fungsi untuk memanipulasi sistem pemroses citra. Bagian station tersebut merupakan sistem input, yang dihubungkan dengan sistem output seperti hard copy film, magnetic tape, dan paper print out. Dari bagian ini dapat dilakukan pekerjaan untuk mendiagnosa hasil scanning.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
c. Sistem Rekonstruksi Bagian terakhir dari CT-Scan adalah rekonstruksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi gambar tomografi adalah back projection. Scanning pada CT-Scan dilakukan dengan proyeksi paralel yang dirumuskan oleh Radon, ditunjukkan oleh persamaan 2.1. 𝑝 𝑟, 𝜃 =
∞ ∞ −∞ −∞
𝜇 𝑥, 𝑦 𝛿(𝑥𝑐𝑜𝑠 𝜃 + 𝑦 sin 𝜃 − 𝑟) 𝑑𝑥𝑑𝑦 ...........(2.1)
Dengan 𝜇(𝑥, 𝑦) adalah koefisien atenuasi jaringan sepanjang jalur X-ray, r adalah pergeseran X-Ray. Teorema proyeksi menyatakan bahwa apabila proyeksi objek telah diperoleh, maka rekonstruksi objek asli dapat dilakukan (Dolejsi, 2007). Algoritma Back projection adalah salah satu metode yang dapat merekonstruksi objek asli tersebut. Back projection dilakukan dengan memanfaatkan operator proyeksi balik B, yang didefinisikan persamaan 2.2. 𝑏 𝑥, 𝑦 = 𝐵 𝑝 =
𝜋 0
𝑝 𝑥 cos 𝜃 + 𝑦 sin 𝜃 𝑑𝜃
............(2.2)
Dimana proyeksi balik menyatakan penjumlahan sinar yang melewati suatu titik (x,y) (Sutapa & Anam, 2011). Metode back projection banyak digunakan dalam bidang kedokteran. Namun karena operator proyeksi balik bukanlah inverse dari transformasi Radon (Sutapa & Anam, 2011) yang ditunjukkan persamaan 2.2, dihasilkan blurring pada citra hasil rekonstruksi. Untuk mendapatkan gambar rekonstruksi yang lebih baik, maka digunakan metode konvolusi. Proses rekonstruksi dari konvolusi dapat dinyatakan dalam bentuk matematik yaitu transformasi Fourier. Dengan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
menggunakan konvolusi dan transformasi Fourier, maka bayangan radiologi dapat dimanipulasi dan dikoreksi sehingga dihasilkan gambar yang lebih baik
Pada kasus kanker paru, CT-scan dapat bermanfaaat untuk mendeteksi adanya kanker paru, serta menentukan stadium kanker (Wasripin, 2007), meliputi: a. Menentukan adanya kanker (kanker) dan ukurannya b. Mendeteksi adanya invasi kanker ke dinding thoraks, bronkus, mediastinum, dan pembuluh darah besar c. Mendeteksi efusi d. Mendeteksi penyebaran ke limfonodi dan hepar Tabel 2.2 Gambaran jaringan pada citra CT (Sunardi, 2008)
Citra hasil CT-scan umumnya tersimpan dalam bentuk file standar berformat DICOM (Digital Image and Communication in Medicine). Standar ini dibuat oleh National Electrical Manufacturers Association sebagai distribusi bantuan dan medis penampilan gambar, selayaknya CT –scan, MRI, dan USG (Hidayat, 2008). Ukuran gambar (pixel) yang terdapat pada citra CT-scan dalam greyscale, mewakili radiodensitas jaringan, dengan ukuran berkisar antara -1024 hingga +3071 pada skala Hounsfield Unit. Haounsfield Unit sendiri merupakan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
pengukuran densitas dari jaringan (Sunardi, 2008), dengan skala HU tiap jaringan ditunjukkan pada Tabel 2.2. HU atau Hounsfield unit adalah transformasi linier dari koefisien atenuasi linier jaringan yang dikalibrasikan terhadap koefisien atenuasi air. Adapun nilai HU untuk kanker paru berkisar dari -500 hingga 100 (Osman dkk, 2006). Dalam program MATLAB, nilai intensitas pixel dari citra CT-Scan dapat dikonversikan menjadi skala HU melalui persamaan 2.3. HU = Pix * slope + intercept
................... (2.3)
Dengan nilai slope dan intercept dapat diperoleh melalui informasi yang tersimpan di dalam header file DICOM citra CT-Scan (Fanning, 2006). 2.4.1 Proses Terbentuknya Sinar-X Sinar x merupakan gelombang elektro magnetik didefenisikan sebagai suatu gelombang yang terdiri atas gelombang listrik dan gelombang magnit. Pada Gambar 2.9 berikut ditunjukkan keluarga gelombang elektro-magnetik, di mulai dari gelombang radio, cahaya tampak, sinar-x, hingga sinar
kosmik.
Pengelompokan
panjang
tersebut
dibedakan
atas
tingkat
energi
atau
gelombangnya (Irnawati, 2009).
Gambar 2.9 Spektrum Cahaya (Irnawati, 2009)
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
Sinar X terjadi bila elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba terhenti karena menubruk suatu bahan misalnya suatu plat logam. Sebagai sumber elektron adalah filamen yang dipanaskan dan plat logam adalah anodanya. Elektron- elektron yang terjadi pada pemanasan filamen dipercepat dengan menggunakan tegangan tinggi antara filamen dan anoda. Sinar-X yang terjadi karena proses pengereman diatas disebut juga “Bremsstrahlung”, yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Proses Terbentuknya Sinar-X Bremsstrahlung (Pratapa, 2004) Sebagian kecil elektron-elektron yang dipercepat itu akan menubruk elektron pada kulit atom, akibatnya elektron pada kulit atom itu akan terpental sehingga tempat tersebut kosong. Kekosongan ini segera diisi oleh elektron dari kulit bagian atasnya disertai dengan pemancaran photon. Photon yang dihasilkan dengan dengan cara ini disebut sinar-x karakteristik, yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Bila elektron yang terpental dari kulit K maka sinar x yang terjadi dari pengisian kulit L disebut Kα, dari kulit M disebut Kβ dan seterusnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sinar-x yang terjadi dari suatu generator sinar-x akan berupa sinar-x kontinu dam sinar-x karakteristik.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
Gambar 2.11 Proses Pembuatan Sinar-X Karakteristik (Pratapa, 2004) 2.4.2. Interaksi Sinar-X dan Material Pada subbab ini akan dibahas proses interaksi yang terjadi apabila radiasi sinar-x mengenai sebuah material. A.
Intensitas Radiasi Sinar-X sebagaimana radiasi gelombang elektromagnetik yang lain
memancar ke segala arah secara merata. Jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas (intensitas) disuatu tempat sangat tergantung pada tiga hal yaitu jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber, jarak antara tempat tersebut dan sumber radiasinya, serta medium diantaranya. Salah satu prinsip proteksi radiasi eksternal adalah menjaga jarak, semakin jauh posisi seseorang dari sumber radiasi maka intensitas radiasi yang diterimanya akan semakin kecil. B.
Atenuasi Sinar-X Intensitas radiasi sinar X setelah melalui bahan dengan tebal tertentu akan
mengalami pelemahan atau atenuasi mengikuti persamaan 2.4. 𝐼 = 𝐼𝑜 𝑒 −𝜇𝑥 ..........................................................(2.4) Dimana I0, I = intensitas sebelum dan sesudah menembus bahan. X = tebal bahan yang diperiksa
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
μ = koefisien absorbsi linier tergantung dari jenis bahan dan tenaga sumber yang digunakan. Pelemahan intensitas radiasi jika melewati suatau bahan dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Atenuasi Intensitas Radiasi Setelah Melalui Bahan (Pratapa, 2004) C.
Mekanisme Interaksi Mekanisme interaksi sinar X ketika mengenai materi adalah efek fotolistrik,
efek Compton dan produksi pasangan. 1.
Efek Fotolistrik Pada Gambar 2.13 dapat dilihat proses efek fotolistrik, dimana sinar X
“menubruk” salah satu elektron dan memberikan seluruh energinya sehingga elektron tersebut lepas dari lintasannya. Elektron yang dilepaskan dalam proses ini disebut fotoelektron, yang mempunyai energy sebesar energy sinar X yang mengenainya.
Gambar 2.13 Proses Efek Fotolistrik (Pratapa, 2004)
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2.
28
Hamburan Compton Dalam proses hamburan Compton yang ditunjukkan pada Gambar 2.14,
sinar X seolah-olah “menubruk” salah satu elektron dan kemudian terhambur kearah yang lain. Sebagian energi sinar X diberikan ke elektron sehingga lepas dari lintasannya, sedangkan sisanya dibawa oleh sinar X hamburan.
Gambar 2.14 Proses Hamburan Compton (Pratapa, 2004) 3.
Produksi Pasangan Pada Gambar 2.15 ditunjukkan proses produksi pasangan hanya terjadi bila
energy sinar X lebih besar dari 1,02 Mev dan sinar X tersebut berhasil mendekati inti atom. Sinar X tersebut akan lenyap dan berubah menjadi sepasang elektronpositron. Positron adalah partikel yang identik dengan elektron tetapi bermuatan positif.
Gambar 2.15 Proses Produksi Pasangan (Pratapa, 2004)
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
Ada dua proses yang terjadi bila seberkas sinar-x ditembakkan ke sebuah atom yaitu energi berkas sinar-x terserap oleh atom dan sinar-x dihamburkan oleh atom. Dalam proses yang pertama, berkas sinar-x terserap atom melalui Efek Fotolistrik yang mengakibatkan tereksitasinya atom atau terlemparnya elektronelektron dari atom. Atom akan kembali ke keadaan dasarnya dengan memancarkan elektron (melalui Auger effect), atau memancarkan sinar-x floresen yang memiliki panjang gelombang karakteristik atom tereksitasinya. Pada proses yang kedua, ada bagian berkas yang mengalami hamburan tanpa kehilangan kehilangan energi (panjang gelombangnya tetap) dan ada bagian yang terhambur dengan kehilangan sebagian energi (Hamburan Compton). Hamburan Compton dinamakan juga hamburan tak-koheren. Jadi serapan total sinar-x terjadi karena efek fotolistrik dan hamburan tak-koheren. Namun, hamburan tak-koheren memiliki efek menyeluruh yang dapat diabaikan, kecuali untuk radiasi dengan panjang gelombang pendek yang mengenai material dengan berat atom rendah (Pratapa, 2004). 2.4.3 Pembuatan Citra dengan Sinar-X Proses pembuatan gambar anatomi tubuh manusia dengan sinar-X dapat dilakukan pada permukaan film fotografi. Gambar terbentuk karena adanya perbedaan intensitas sinar-X yang mengenai permukaan film setelah terjadinya penyerapan sebagian sinar-X oleh bagian tubuh manusia. Daya serap tubuh terhadap sinar-X sangat bergantung pada kandungan unsur-unsur yang ada di dalam organ. Tulang manusia yang didominasi oleh unsur Ca mempunyai kemampuan menyerap yang tinggi terhadap sinar-X. Karena penyerapan itu sinar-
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
X yang melewati tulang akan memberikan bayangan gambar pada film yang berbeda dibandingkan bayangan gambar dari organ tubuh yang hanya berisi udara seperti paru-paru, atau air seperti jaringan lunak pada umumnya (Irnawati, 2009).
2.5 Pengolahan Citra Digital Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu obyek atau benda (Munir, 2006). Citra dapat dikatakan sebagai citra digital jika citra tersebut disimpan dalam format digital (dalam bentuk file). Hanya citra digital yang dapat diolah menggunakan komputer. Jenis citra lain jika akan diolah dengan komputer harus diubah dulu menjadi citra digital. Citra digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut. Citra digital biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel (pixel = picture element) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm atau inci = inch). Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (N menyatakan baris atau tinggi, M menyatakan kolom atau lebar) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Matriks Citra Digital N x M (Siang, 2009)
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
Citra digital yang diperoleh harus diolah terlebih dahulu melalui berbagai metode pengolahan citra digital, untuk memperbaiki mutu citra dan menghasilkan citra baru yang sesuai keinginan; dalam hal ini untuk mempermudah proses identifikasi pada jaringan saraf tiruan. Adapun beberapa metode pengolahan citra yang digunakan adalah thresholding dan morphological processing.
2.5.1 Thresholding Thresholding adalah pemilihan sebuah nilai threshold (T) dimana piksel yang bernilai dibawah nilai threshold akan diset menjadi hitam dan piksel yang bernilai diatas nilai threshold akan diset menjadi putih. Umumnya nilai T dihitung dengan menggunakan persamaan 2.5 (Sutoyo dkk, 2009), 𝑇=
𝑓𝑚𝑎𝑥 −𝑓𝑚𝑖𝑛 2
........................(2.5)
Dimana fmaks adalah nilai intensitas maksimum pada citra dan fmin adalah nilai intensitas minimum pada citra. Jika f(x,y) adalah nilai intensitas pixel pada posisi (x,y) maka pixel tersebut diganti putih atau hitam menggunakan persamaan 2.6 (Yofianto, 2010). 𝑓′ 𝑥, 𝑦 =
1 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 𝑥, 𝑦 ≥ 𝑇 0 , 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 𝑥, 𝑦 < 𝑇
......................(2.6)
Kualitas citra hasil biner pada proses thresholding sangat bergantung pada nilai T yang digunakan (Putra, 2010). Dalam penelitian ini, thresholding digunakan dalam segmentasi area paru dan segmentasi area kanker. Nilai rentang HU kanker paru sebesar -500 hingga 100 HU (Osman dkk 2006) diterapkan sebagai nilai threshold untuk memperoleh area kanker paru. Penelitian Dolejsi
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
(2007) menunjukkan bahwa area paru dapat di-threshold dengan baik pada skala 350 HU.
2.5.2 Morphological Processing Morfologi berhubungan dengan bentuk, dan morfologi digital adalah suatu cara untuk menganalisis atau mendeskripsikan bentuk dari obyek digital dalam sebuah citra digital (Ahmad, 2005). Gagasan yang mendasari morfologi digital adalah kenyataan bahwa citra digital mengandung serangkaian piksel-piksel yang membentuk sekumpulan data dalam struktur dua dimensi. Operasi matematika tertentu dapat dilakukan pada serangkaian piksel-piksel untuk meningkatkan aspek khusus, sehingga obyek dalam citra digital dapat lebih mudah untuk dikenali. Secara umum tujuan dari operasi morfologi pada citra biner adalah untuk memperbaiki bentuk obyek agar dapat menghasillkan fitur yang lebih akurat saat analisis obyek dilakukan. Dengan demikian operasi morfologi bukanlah operasi yang memiliki tujuan analisis, melainkan operasi untuk memfasilitasi analisis (Ahmad, 2005). Hasil dari segmentasi masih dapat menyisakan pixel yang memiliki intensitas sama dengan kanker paru, sehingga juga menghasilkan nilai 1 saat thresholding. Disinilah Morphological Processing berperan. Secara umum, morphological processing adalah sebuah operasi pada citra biner untuk menghasilkan citra biner yang telah termodifikasi; penentuan kembali mana pixel
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
foreground yang seharusnya menjadi background dan pixel background mana yang seharusnya menjadi foreground (Solomon & Breckon, 2011). Morphological Processing atau pemrosesan morfologi, pada dasarnya terdiri atas dua operasi dasar, yakni dilasi dan erosi (Ahmad, 2005). Baik dilasi maupun erosi, dilakukan dengan memanipulasi piksel-piksel obyek dalam citra. Bedanya, manipulasi pada dilasi adalah konversi piksel latar belakang (background) menjadi latar depan (foreground), sedangkan erosi sebaliknya.
Gambar 2.17 Proses Erosi dan Dilasi pada citra biner (Solomon & Breckon, 2011) Erosi adalah pengubahan pixel foreground yang bernilai 1 menjadi background yang bernilai 0. Sebaliknya, Dilasi adalah pengubahan pixel background yang bernilai 0 menjadi foreground yang bernilai 1. Baik Erosi maupun Dilasi dilakukan dengan mengonvolusikan matriks kernel sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 2.17
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
2.6 Citra Biner Citra biner adalah citra dimana piksel-pikselnya hanya memiliki dua buah nilai intensitas yaitu bernilai 0 dan 1 dimana 0 menyatakan warna latar belakang (background) dan 1 menyatakan warna tinta/objek (foreground) atau dalam bentuk angka 0 untuk warna hitam dan angka 255 untuk warna putih. Citra biner diperoleh dari nilai citra threshold sebelumnya.Gradasi citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Gradasi Citra Biner (Sutoyo dkk, 2009) Contoh citra biner ditunjukkan oleh Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Citra biner menunjukkan kanker paru yang telah terdeteksi (Abdullah & Shaharum, 2012) 2.7 Ekstraksi Fitur Fitur merupakan karakteristik unik dari suatu objek. Fitur dibedakan menjadi dua yaitu fitur alami dan fitur buatan. Fitur alami memiliki pengertian sebagai bagian yang selalu ada pada citra, misalnya kecerahan dan tepi objek. Sedangkan fitur buatan merupakan fitur yang diperoleh dengan operasi tertentu pada gambar, misalnya histogram tingkat keabuan (Gualtieri dkk, 1985). Jadi, ekstraksi fitur adalah proses untuk mendapatkan ciri-ciri pembeda yang membedakan suatu objek dari objek yang lain (Putra, 2010).
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
Ekstraksi fitur terbagi menjadi tiga macam yaitu : a. Ekstraksi fitur bentuk Bentuk dari suatu objek adalah karakter konfigurasi permukaan yang diwakili oleh garis dan kontur. Fitur bentuk dikategorikan bergantung pada teknik yang digunakan. Kategori tersebut adalah berdasarkan batas (boundary-based) dan berdasarkan daerah (region-based). Teknik berdasarkan batas (boundarybased) menggambarkan bentuk daerah dengan menggunakan karakteristik eksternal, contohnya adalah piksel sepanjang batas objek. Sedangkan teknik berdasarkan daerah (region-based) menggambarkan bentuk wilayah dengan menggunakan karakteristik internal, contohnya adalah piksel yang berada dalam suatu wilayah.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 2.20 (a) area pada citra (b) area pada payudara (c) perimeter pada citra (d) perimeter pada payudara (e) euler number pada citra (Nahari, 2010)
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
Fitur bentuk yang biasa digunakan adalah 1. Wilayah (area) yang merupakan jumlah piksel dalam wilayah digambarkan oleh bentuk (foreground). 2. Lingkar (perimeter) adalah jumlah dari piksel yang berada pada batas dari bentuk. perimeter didapatkan dari hasil deteksi tepi. 3. Kekompakan (compactness) 4. Euler numberatau faktor E adalah perbedaan antara jumlah dari connected component (C) dan jumlah lubang (H) pada citra. Pada Gambar 2.10 merupakan contoh fitur bentuk pada citra payudara. b. Ekstraksi fitur tekstur Pada ekstraksi fitur ini, fitur pembeda adalah tekstur yang merupakan karakteristik penentu pada citra. Teknik statistik yang terkenal untuk ekstraksi fitur adalah matriks gray level co-occurrence. Teknik tersebut dilakukan dengan melakukan pemindaian untuk mencari jejak derajat keabuan setiap dua buah piksel yang dipisahkan dengan jarak d dan sudut θ yang tetap. Biasanya sudut yang digunakan adalah 0o, 45o, 90o, dan 135o. c. Ekstraksi fitur warna Pada ekstraksi fitur warna, ciri pembeda adalah warna. Biasanya ekstraksi fitur ini digunakan pada citra berwarna yang memiliki komposisi warna RGB (red, green, blue) (Nahari, 2010).Dalam citra jaringan kulit terdapat tiga fitur yaitu fitur jaringan normal, fitur pendarahan (bleeding), dan lubang yang ketiga fitur tersebut memiliki tingkat keabuan yang berbeda-beda.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
Penelitian ini menggunakan ekstraksi fitur bentuk. Tiga fitur yang perlu diekstrak dalam identifikasi stadium kanker, yakni area, bentuk, dan perimeter (Abdullah & Shaharum, 2012), 1. Area: adalah harga skalar yang menyatakan jumlah keseluruhan pixel kanker. Harga ini diperoleh dengan menjumlahkan pixel-pixel area kanker yang bernilai 1 pada citra biner yang telah diperoleh. 2. Perimeter: adalah harga skalar yang menyatakan jumlah outline dari pixel kanker. Harga ini diperoleh dengan menjumlahkan pixel outline yang terhubung pada pixel kanker. 3. Bentuk: adalah harga skalar yang didefinisikan oleh persamaan 2.7 𝐵𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 =
4×𝜋×𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 2
....................(2.7)
2.8 Jaringan Saraf Tiruan Jaringan saraf tiruan atau Artificial Neural Network (ANN) adalah model komputasi yang didasarkan pada cara kerja sel saraf biologis (Gershenson, 2003), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.21. Sel saraf sebenarnya menerima sinyal melalui sinaps yang berlokasi di dendrit. Ketika sinyal yang diterima cukup kuat (melewati batas ambang tertentu), saraf teraktivasi dan mengeluarkan sinyal melalui akson. Sinyal ini dapat dikirim ke sinaps dan mengaktivasi sel saraf lainnya.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Gambar 2.21 Model sel saraf biologis (Gershenson, 2003) Dengan demikian, Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah sebuah sistem pengolah informasi yang mirip dengan jaringan saraf biologis. Dengan menggunakan generalisasi model matematis, didapatkan beberapa asumsi sebagai berikut (Siang, 2009). a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron) b. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal d. Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier yang dikenakan pada jumlahan input yang diterima. Besarnya output ini selanjutnya dibandingkan pada suatu batas ambang. Berdasarkan berbagai asumsi di atas, maka ada tiga hal yang menjadi penentu JST, a. Pola hubungan antar neuron (arsitektur jaringan) b. Metode penentuan bobot penghubung (metode training/ learning/ algoritma) c. Fungsi aktivasi.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
x1
W1
X2
W2
39
Y
W3 X3
Gambar 2.22 Contoh sederhana arsitektur JST Contoh pada Gambar 2.22 menunjukkan struktur masukan neuron terhadap neuron output. Y menerima input dari neuron x1, x2, x3, dengan bobot hubungan masingmasing adalah w1, w2, dan w3. Ketiga impuls neuron yang ada dijumlahkan. Net = x1w1 + x2w2 + x3w3 =
𝑥𝑖𝑤𝑖
.................... (2.8)
Adapun besar impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net). Apabila fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan (Siang, 2009). Dalam jaringan saraf tiruan, fungsi aktivasi dipakai untuk menentukan keluaran suatu neuron. Jika Net =
𝑥𝑖𝑤𝑖 , maka fungsi aktivasinya adalah f(net)
= f ( 𝑥𝑖𝑤𝑖). Berikut adalah beberapa fungsi aktivasi yang seringkali digunakan (Siang, 2009). a. Fungsi threshold (batas ambang) Dapat berbentuk biner, 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 𝑎 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 𝑎
..................... (2.9)
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 𝑎 −1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 𝑎
...................... (2.10)
𝑓 𝑥 = ataupun bipolar. 𝑓 𝑥 =
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
b. Fungsi Sigmoid Fungsi yang seringkali digunakan karena nilai fungsi terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan mudah. 𝑓 𝑥 =
1 1+𝑒 −𝑥
𝑓′ 𝑥 = 𝑓 𝑥 1 − 𝑓 𝑥
..................... (2.11) ....................(2.12)
c. Fungsi Identitas Sering dipakai apabila menginginkan keluaran jaringan berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]. .................... (2.13)
𝑓 𝑥 =𝑥
Dalam jaringan juga dapat ditambahkan unit masukan yang nilainya selalu 1. Unit ini disebut sebagai Bias, yang berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi 0, bukan a (Siang, 2009). Jika melibatkan bias, maka keluaran unit penjumlah diberikan pada persamaan 2.12. 𝑁𝑒𝑡 = 𝑏 +
𝑖
𝑥𝑖𝑤𝑖
..................... (2.14)
Dan fungsi aktivasi threshold menjadi, 𝑓 𝑥 =
1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≥ 0 −1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 < 0
....................... (2.15)
Berdasarkan cara modifikasi bobot, ada dua klasifikasi pelatihan JST, yakni dengan supervisi (supervised) dan tanpa supervisi (unsupervised). Dalam pelatihan dengan supervisi, terdapat pasangan input – target output yang digunakan sebagai “guru” untuk melatih jaringan saraf tiruan. Tiap kali pelatihan, input diberikan pada jaringan dan keluaran pun diproses. Selisih keluaran jaringan dengan target menjadi dasar dianggap sebagai error, dan digunakan sebagai dasar
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
dalam modifikasi bobot. Sebaliknya, pada pelatihan tanpa supervisi, tidak ada “guru” yang mengarahkan proses pelatihan. Dalam pelatihan, perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi berdasarkan parameter tersebut (Siang, 2009). Salah satu contoh JST yang diklasifikasikan dalam pelatihan tanpa supervisi (unsupervised learning) adalah jaringan Kohonen, Self Organizing Mapping (SOM) yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2.9
Jaringan Kohonen, Self Organizing Map (SOM) Arsitektur jaringan kohonen digunakan untuk membagi pola masukan ke
dalam beberapa kelompok. Misalkan masukan berupa vektor yang terdiri dari n komponen yang akan dikelompokkan ke dalam maksimum m buah kelompok (vektor contoh). Keluaran jaringan adalah kelompok yang paling mirip dengan masukan yang diberikan. Ukuran kedekatan yang sering digunakan adalah jarak Euclidean minimum (Siang, 2009). Y1
Yj
Ym
Wm1
W1n Wj1 W11 W1i
Wjn
Wmi
Wmn
Wji
x1
Xi
Xn
Gambar 2.23 Arsitektur jaringan Kohonen Bobot vektor berfungsi sebagai penentu kedekatan vektor contoh dengan masukan yang diberikan. Selama proses, vektor yang paling dekat tingkat
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
kemiripannya muncul sebagai pemenang. Vektor pemenang akan dimodifikasi bobotnya. Arsitektur jaringan kohonen ditunjukkan pada gambar 2.15; sama dengan arsitektur lain, hanya saja tanpa ada perhitungan net maupun fungsi aktivasi (Siang, 2009). Algoritma pengelompokkan pola jaringan kohonen adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi i.
Bobot 𝑤𝑖𝑗 (acak)
ii.
Laju pemahaman awal dan faktor penurunannya
iii.
Bentuk dan jari-jari (R) topologi sekitarnya
2. Melakukan langkah 3-8 selama kondisi penghentian bernilai salah 3. Melakukan langkah 4-6 untuk setiap vektor input x 4. Menghitung jarak Euclidean untuk semua j D (j) =
𝑖
(𝑤𝑖𝑗 − 𝑥𝑖 )2
..................(2.16)
5. Menentukan indeks J sedemikian hingga D(J) minimum 6. Memodifikasi bobot untuk setiap unit j di sekitar J 𝑤𝑗𝑖𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑗𝑖𝑙𝑎𝑚𝑎 + 𝑎 (𝑥𝑖 − 𝑤𝑗𝑖𝑙𝑎𝑚𝑎 )
................. (2.17)
7. Memodifikasi laju pemahaman 8. Menguji kondisi penghentian Adapun kondisi penghentian iterasi adalah selisih antara 𝑤𝑖𝑗 saat itu dengan 𝑤𝑖𝑗 pada saat iterasi sebelumnya. Apabila semua 𝑤𝑖𝑗 hanya berubah sedikit, berarti iterasi sudah mencapai konvergensi dan iterasi sudah dapat dihentikan.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Teknobiomedik dan Laboratorium Jaringan Komputer, Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, serta Siloam Hospital Surabaya sebagai lokasi pengambilan sampel. Penelitian berlangsung dalam kurun waktu 6 bulan, dimulai dari bulan Februari 2012 hingga Juli 2012.
3.2 Peralatan dan Software Adapun peralatan serta bahan yang digunakan selama penelitian adalah: 1. Laptop Intel Core i-3 processor / RAM 2 GB. 2. Data citra DICOM CT-Scan thoraks, yang menunjukkan paru normal, kanker stadium I dan kanker stadium II. Dengan software sebagai berikut: 1. Windows 7 2. MATLAB 7.6
3.3 Prosedur Kerja Penelitian “Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan Saraf Tiruan Metode
43 Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
Self Organizing Map”, secara garis besar dilakukan dengan tahapan pada Gambar 3.1 dengan penjelasan selengkapnya pada subbab 3.3.1 hingga 3.3.3. Pengumpulan data sampel citra CT thoraks
Perancangan Software
Uji Coba Software
Analisis Data
Laporan dan Evaluasi
Gambar 3.1 Alur prosedur penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data Sampel Pengumpulan data sampel penelitian meliputi perolehan citra DICOM thoraks CT-Scan yang telah terdiagnosa secara visual (manual) oleh radiolog atau dokter. Citra diperoleh melalui rumah sakit yang telah memiliki unit CT-Scan, yakni Siloam Hospital Surabaya dengan mengajukan proposal penelitian terlebih dahulu. Data citra dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil pengumpulan data, diperoleh data sampel untuk kriteria paru sehat, stadium I, dan stadium II, dengan jumlah 25 citra paru sehat, 20 citra paru dengan kanker stadium I, dan 8 citra paru dengan kanker stadium II. Klasifikasi stadium kanker paru hanya dilakukan untuk stadium I dan II.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
Seluruh citra yang diperoleh berformat DICOM (*.dcm), dengan ukuran 512x512 pixel dan kedalaman citra 16 bit. Adapun informasi mengenai citra, termasuk institusi dimana citra tersebut diperoleh, tersimpan dalam header info DICOM yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.2 Perancangan Software Skema rancangan software secara garis besar disajikan pada Gambar 3.2. Segmentasi Area Paru Data Citra CT thoraks
Thresholding
Citra CT area paru
Stadium teridentifikasi
Segmentasi Area Kanker
Penentuan Stadium dengan JST
Ekstraksi fitur
Morphological Processing
Thresholding
Gambar 3.2 Alur prosedural software identifikasi stadium kanker paru Tahapan pada Gambar 3.2 dijelaskan secara lengkap pada subbab 3.3.2.1 hingga 3.3.2.5.
3.3.2.1 Segmentasi Area Paru Segmentasi area paru dilakukan untuk memisahkan area paru pada citra CT-Scan dengan background serta area yang tidak diperlukan seperti halnya penampakan tulang dan mediastinum. Segmentasi dilakukan melalui thresholding
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
dengan diikuti oleh beberapa tahapan penunjang (Dolejsi, 2007), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.3. Citra Thoraks CT-Scan Thresholding Penghilangan objek tepi Pengisian lubang Mask Smoothing Segmentasi area paru
Gambar 3.3 Tahapan dalam segmentasi area paru Adapun penjelasan dari Gambar 3.3 adalah sebagai berikut. 1. Thresholding Pada tahap ini digunakan threshold area paru sebesar -350 HU (Dolejsi, 2007). Skala ini harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam nilai pixel dengan memanfaatkan persamaan 2.1. Persamaan tersebut memanfaatkan nilai slope dan intercept, yang dapat diperoleh dalam header info DICOM. Header salah satu data DICOM sampel yang telah diperoleh ditunjukkan pada Lampiran 2. Header info diperoleh melalui syntax MATLAB info = dicominfo ([direktori,namafile]). Dicominfo merupakan toolbox yang berfungsi untuk mengambil header info dari file DICOM, yang tersimpan dalam variabel direktori. Sedangkan namafile merupakan nama dari file DICOM yang ingin dibaca header infonya, untuk kemudian disimpan dalam variabel info dan ditampilkan.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Berdasarkan header info DICOM yang telah diperoleh, nilai intercept dan slope berturut-turut adalah sebesar 1024 dan 1. Dengan memanfaatkan persamaan 2.1, konversi threshold -350 HU menghasilkan nilai intensitas 674 dalam satuan pixel. Thresholding dalam MATLAB dilakukan dengan memanfaatkan toolbox im2bw. Toolbox ini dieksekusi dengan syntax BW = im2bw (C, level), dengan C adalah citra yang ingin di-threshold dan hasilnya disimpan dalam variabel BW berupa citra biner. Perlu diperhatikan bahwa masukan threshold dari toolbox berupa level intensitas. Level merupakan nilai intensitas pixel yang telah ternormalisasi dan berada pada rentang nilai 0 hingga 1. Nilai ini dapat dihitung dengan membagi nilai ambang intensitas pixel yang diinginkan dengan intensitas maksimum citra. Citra DICOM yang digunakan memiliki kedalaman intensitas sebesar 16 bit. Maka nilai intensitas maksimum nya adalah sebesar 65536; dengan demikian diperoleh level threshold untuk tahapan ini sebesar 0.0103. 2. Penghilangan objek tepi Pada hasil akhir thresholding, background citra akan bernilai 1. Background ini merupakan objek yang terkait dengan tepi citra, dan dapat dihilangkan dengan mudah menggunakan toolbox MATLAB
imclearborder.
Apabila hasil akhir disimpan dalam suatu variabel N, maka toolbox ini dieksekusi dengan N = imclearborder (BW), dimana BW adalah citra masukan; dalam hal ini citra hasil thresholding dari tahapan sebelumnya. 3. Pengisian lubang
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
Adanya massa atau jaringan di dalam area paru yang nilai intensitasnya diluar threshold, mengakibatkan adanya lubang-lubang di dalam citra mask paru. Lubang ini dapat diisi dengan memanfaatkan toolbox MATLAB yakni imfill, yang dieksekusi dengan syntax F = imfill (N, ‘holes’); dimana N adalah citra biner masukan dengan output citra biner F. Pernyataan ‘holes’ digunakan untuk otomasi toolbox untuk mengisi seluruh lubang yang ada dalam objek citra biner masukan. 4. Mask Smoothing Mask area paru perlu diperhalus tepinya untuk dapat mensegmen area paru dengan baik. Proses ini dinamakan dengan smoothing, dilakukan dengan memanfaatkan toolbox matlab imerode. Toolbox ini dieksekusi dengan syntax MATLAB M = imerode (F, SE), dimana F citra masukan dan hasil smoothing disimpan dalam variabel M. SE adalah Structuring Element atau operator, yang mempengaruhi kinerja dari imerode. Apabila SE adalah sebuah array, maka imerode akan melakukan erosi pada citra,dengan menggunakan tiap elemen pada SE.
Gambar 3.4 Hasil Structuring Element pada fungsi strel dengan bentuk diamond beradius 1 Adapun SE diperoleh dari fungsi strel. Dalam tahapan ini, fungsi dieksekusi dengan syntax SE = strel (‘diamond’, 1), dimana ‘diamond’ adalah pernyataan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49
untuk membentuk matriks operator berbentuk diamond dengan radius R = 1 dari titk pusat operator. Eksekusi tersebut menghasilkan SE sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.4, yang kemudian digunakan sebagai operator dalam operasi dilasi mask smoothing. Adapun contoh penerapan dari tahap satu hingga empat ditunjukkan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Proses pembentukan mask area paru, a) thresholding, b) penghilangan objek tepi, c) pengisian lubang dan smoothing (Dolejsi, 2007) 5. Segmentasi area paru Setelah mask area paru diperoleh, segmentasi area paru dapat dilakukan. Apabila citra DICOM thoraks disimpan dalam variabel C, maka tahap ini dapat dieksekusi dengan syntax MATLAB C(~M) =0. Eksekusi ini akan mengubah nilai elemen matriks citra C yang bersesuaian dengan elemen bernilai 0 pada matriks M (Mask), menjadi bernilai 0. Karena hanya area paru pada mask yang bernilai 1, maka tersisa area paru pada citra thoraks C dan citra area paru pun diperoleh.
3.3.2.2 Segmentasi Area Kanker Setelah diperoleh area paru, maka daerah kanker di dalam paru perlu dipisahkan dari area sekitarnya untuk dapat diidentifikasi stadiumnya dengan JST. Pada tahap ini, segmentasi dengan thresholding kembali dilakukan dengan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
menerapkan batas ambang T untuk mengubah citra area paru menjadi citra hitam atau putih (biner), dengan persamaan yang digunakan adalah persamaan 2.4. Thresholding kemudian diikuti dengan Morphological Processing berupa Erosi dan Dilasi untuk menentukan kembali mana objek yang seharusnya menjadi foreground atau background. Hal ini dilakukan karena hasil thresholding masih menyisakan objek yang nilai intensitasnya sama dengan intensitas tumor paru, misalnya perimeter luar paru yang ikut tersegmen saat segmentasi area paru (Abdullah & Shaharum, 2012). Secara keseluruhan, proses segmentasi area kanker ditunjukkan oleh Gambar 3.6. Citra CT Area Paru Thresholding Morphological Processing Erosi
Dilasi
Pengisian lubang Citra biner kanker paru
Gambar 3.6 Tahapan dalam segmentasi area kanker Tahapan pada Gambar 3.6 dijelaskan sebagai berikut. 1. Thresholding Threshoding kembali digunakan dalam segmentasi area kanker. Tumor paru memiliki rentang intensitas -500 hingga 100 HU (Osman, dkk, 2006), maka nilai
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51
inilah yang digunakan sebagai intensitas threshold. Sama dengan proses segmentasi area paru, karena toolbox im2bw membutuhkan masukan threshold dalam satuan level intensitas, maka persamaan 2.1 digunakan kembali. Konversi menghasilkan rentang intensitas pixel tumor paru 524 hingga 1124, yang setara dengan level 0.0079 hingga 0.0172 untuk citra DICOM 16 bit. Karena tumor paru berada dalam rentang dua nilai threshold, maka threshold dilakukan dua kali. Pertama, membuang jaringan yang memiliki intensitas diatas level 0.0172. Eksekusi BW = im2bw (C, level) dilakukan dengan nilai level sebesar 0.0172, menghasilkan citra biner BW sebagai hasil thresholding. Berdasarkan persamaan 2.1, maka area jaringan yang diatas nilai threshold akan bernilai 1 pada citra BW. Jaringan tersebut dapat dihilangkan pada citra C, dengan mengubah nilai elemen matriks citra C yang bersesuaian dengan nilai 1 pada matriks biner BW menjadi 0. Hal ini dapat dilakukan dengan eksekusi syntax C (BW) = 0. Kedua, membuang jaringan yang memiliki intensitas dibawah level 0.0079. Eksekusi BW = im2bw (C, level) kembali dilakukan dengan nilai level 0.0079. Kali ini, citra biner BW sudah mempresentasikan citra biner kanker yang diinginkan, karena jaringan dibawah level 0.0079 dan diatas 0.0172 sudah bernilai 0. 2. Morphological Processing Seluruh objek bernilai 1 pada citra biner kanker, bisa jadi bukan jaringan kanker seluruhnya. Masih ada kemungkinan akan keberadaan jaringan luar paru yang sama nilai intensitasnya dengan kanker, berwujud titik-titik noise pada citra
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52
biner kanker. Hal ini dapat dihilangkan dengan operasi Morphological Processing, yaitu Erosi. Erosi dilakukan dengan memanfaatkan toolbox MATLAB imerode, yang dieksekusi dengan I = imerode (C, SE), dimana I adalah citra biner hasil erosi dari citra biner C, dan SE adalah Structuring Element atau operator yang didefinisikan sebelumnya. Matriks operator Erosi ditunjukkan pada Gambar 2.17. Setelah Erosi, perlu dilakukan operasi Morphological Processing lain, yakni Dilasi untuk mengembalikan pixel kanker yang terhapus pada proses Erosi. Dilasi dilakukan dengan memanfaatkan toolbox MATLAB imdilate, yang dieksekusi dengan I = imdilate (C, SE), dimana I adalah citra biner hasil erosi dari citra biner C, dan SE adalah Structuring Element atau operator yang didefinisikan sebelumnya. Matriks operator Dilasi ditunjukkan pada Gambar 2.17. Contoh proses Morphological Processing ditunjukkan pada Gambar 3.7, dalam kasus segmentasi area kanker paru melalui citra x-ray.
Gambar 3.7, a)Thresholding, b) Erosi, c) Operasi Morfologi dan d) Dilasi (Abdullah & Shaharum, 2012) 3. Pengisan Lubang Untuk kemungkinan adanya bagian pixel dalam area kanker yang ikut terbuang dari proses thresholding, operasi ini dilakukan dengan kembali memanfaatkan toolbox MATLAB imfill. Toolbox dieksekusi dengan syntax I = imfill (C, ‘holes’); dimana C adalah citra biner masukan dengan output citra biner
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
I. Pernyataan ‘holes’ digunakan untuk otomasi toolbox untuk mengisi seluruh lubang yang ada dalam objek citra biner masukan. Maka dengan selesainya tahapan ini, diperoleh citra biner kanker yang siap untuk diekstraksi fiturnya sebelum masuk ke JST. 3.3.2.3 Ekstraksi Fitur Perolehan citra biner kanker paru hasil segmentasi kemudian diekstraksi ciri atau fiturnya. Ciri-ciri inilah yang kemudian akan menjadi dasar dalam proses identifikasi menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Tiga fitur yang perlu diekstrak dalam identifikasi stadium kanker, yakni area, bentuk, dan perimeter (Abdullah & Shaharum, 2012), Perlu diperhatikan bahwa pada tahapan ini, berdasarkan tinjauan visual Peneliti masih menemukan objek lain atau noise pada hasil citra biner kanker, diduga karena nilai threshold kanker masih yang kurang tepat. Dalam proses ekstraksi fitur, objek tersebut juga akan terhitung area, bentuk, dan perimeternya. Dengan asumsi bahwa objek kanker akan selalu lebih besar luas areanya dibandingkan objek noise, maka fitur akhir yang diambil dalam proses ini adalah fitur dari objek yang memiliki luas area paling besar. Algoritma dari ekstraksi fitur ditunjukkan pada Gambar 3.8. Adapun algoritma pada Gambar 3.8 dapat dijelaskan dengan tahapan sebagai berikut. 1.
Deteksi dan pelabelan tepi objek Ekstraksi fitur dimulai dengan deteksi tiap objek pada citra biner. Adapun
objek dalam hal ini terdefinisi sebagai kumpulan area atau region dari pixel yang
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54
bernilai 1. Dalam MATLAB, pendeteksian ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan toobox bwboundaries, yang dieksekusi dengan syntax [B, L] = bwboundaries (C, ‘noholes’). C adalah citra biner masukan, dalam hal ini adalah citra biner kanekr paru. Output dari fungsi adalah B dan L, dimana B adalah array Px1, dengan P adalah jumlah objek dan lubang pada citra. Tiap sel pada array B, berisikan matriks berukuran Qx2, dimana tiap baris pada matriks berisikan koordinat (x,y) dari pixel tepi objek. Q adalah jumlah pixel tepi untuk objek yang bersangkutan. Sedangkan L adalah array yang mempresentasikan area pada citra. Adapun area ke-k meliputi seluruh elemen pada L dengan harga k. Pernyataan ‘noholes’ memiliki fungsi agar toolbox hanya mencari tepi objek, tetapi tidak untuk tepi lubang dalam objek. 2. Mencari koordinat (x.y) pada tepi objek k Sebagaimana yang telah disampaikan pada tahap 1, bahwa koordinat (x,y) tiap tepi objek tersimpan dalam variabel B. Dengan demikian, apabila koordinat tepi sebuah objek ke k dalam citra biner ingin disimpan dalam suatu variabel boundary, maka koordinat dapat diperoleh dengan mengeksekusi boundary = B {k}. Koordinat ini berguna pada tahap 7, dalam perhitungan perimeter dari objek.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Start Input citra biner Deteksi dan pelabelan tepi objek [B, L] k=1 area = 0 Cari koordinat (x,y) pada tepi objek k Hitung area objek k (ak)
T
ak >area ? Y Hitung perimeter objek k Hitung shape objek k Area = ak k = k +1
T
k>B ? Y
Fitur = [area perimeter shape] Simpan fitur End
Gambar 3.8 Algoritma ekstraksi fitur citra biner kanker paru
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
3. Definisikan inisial area = 0 4. Untuk semua objek ke- k, lakukan langkah 5 hingga 9 5. Menghitung area objek k Area atau luasan, merupakan jumlah pixel, yang menyusun sebuah objek. Luasan ini merupakan sebuah parameter yang dapat diperoleh melalui toolbox regionprops. Toolbox dieksekusi dengan syntax stats = regionprops (L, ‘area’, ‘centroid’). Adapun L adalah array label dari semua objek yang ditemukan dalam citra biner paru, diperoleh dari fungsi bwboundaries pada tahap 1. Pernyataan ‘area’ adalah parameter yang ingin diambil dari tiap objek ke-k dalam array L berupa besar luasan tiap objek, dimana area objek ke-k dapat dipanggil melalui eksekusi ak = stats(k).Area, dengan ak adalah luas area untuk objek ke-k. Sedangkan ‘centroid’ adalah pernyataan untuk mengambil titik pusat dari area, output berupa matrix koordinat (x,y). ‘centroid’ akan berguna pada tahap 12.
6. Pembandingan nilai area objek k dengan objek k-1, bila area k>k-1 , lakukan tahap 7 hingga 9 Pada tahap ini, seleksi untuk objek yang ingin diambil fiturnya dilakukan. Nilai ak dibandingkan dengan nilai luasan objek sebelumnya, didefinisikan dengan variabel area. Apabila nilainya lebih besar, maka nilai fitur selanjutnya, yakni perimeter dan shape dihitung. Apabila tidak, maka iterasi langsung berlanjut ke objek k selanjutnya.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
7. Menghitung perimeter objek k Perimeter adalah jumlah pixel tepi yang menyusun sebuah objek. Parameter ini dapat dihitung dengan memanfaatkan fungsi diff.
Perhitungan perimeter
dieksekusi melalui syntax MATLAB delta_sq=diff (boundary).^2 ; perimeter = sum (sqrt(sum (delta_sq, 2))) , dimana boundary adalah masukan berupa titik-titik koordinat (x,y) dari objek yang diperoleh dari tahap 2. 8. Menghitung shape objek k Shape dapat dihitung dengan menggunakan variabel luasan ak dan perimeter yang diperoleh pada tahap 5 dan 7.
Berdasarkan persamaan 2.5,
perhitungan shape dapat dieksekusi dengan shape = 4*pi*area/perimeter^2. 9. Pembaruan nilai area Variabel ak saat ini menyimpan nilai luasan objek ke-k yang terbesar. Maka di tahap ini, nilai variabel area diperbarui dengan nilai ak, untuk kemudian dibandingkan kembali dengan nilai luasan objek ke-k selanjutnya. Tahap ini dieksekusi dengan area = ak. 10. Penyusunan matriks fitur citra Saat tahap 1 hingga 9 di atas selesai, maka telah diperoleh ketiga fitur akhir dari kanker paru. Fitur dapat disusun dengan eksekusi penyusunan matriks fitur = [area perimeter shape]. Dengan demikian fitur untuk satu data citra pun diperoleh. 11. Simpan fitur dalam *.mat file
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
Setelah fitur data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah menyimpan fitur ke dalam *.mat file agar dapat digunakan pada tahap lebih lanjut. Penyimpanan ini dapat dilakukan dengan mengeksekusi save [namafile]. 12. Menampilkan hasil shape pada citra biner kanker paru (khusus GUI) Tahap ini dilakukan khusus pada program di dalam GUI, untuk menampilkan besar nilai parameter shape pada citra biner area kanker paru. Adapun nilai parameter ini diletakkan tepat pada pusat area atau centroid sehingga memudahkan user untuk melihat objek mana yang fiturnya diambil sebagai output. Tahap ini dieksekusi dengan memanfaatkan fungsi text.
Sebagai hasil akhir pada tahap ini, diperoleh matriks 1x3 yang berisikan fitur dari citra biner kanker paru yang telah tersimpan dalam *.mat file. Matriks fitur inilah yang kemudian akan menjadi masukan dalam JST, sehingga stadiumnya dapat teridentifikasi. Adapun listing program pengolahan citra secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.3.2.4 Penentuan Stadium dengan JST Hasil ekstraksi fitur kemudian menjadi input untuk Jaringan Saraf Tiruan. Dengan menggunakan model Kohonen, Self Organizing Map (SOM), citra biner paru dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni paru sehat, kanker stadium I, dan stadium II, berdasarkan tingkat kemiripan fiturnya. Algoritma program ditunjukkan Gambar 3.4 ; dibuat berdasarkan algoritma Self Organizing Map pada subbab 2.9. Listing Program SOM dapat dilihat pada Lampiran 4.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
Start
Penentuan acakWji [3 3] (acak)
b
a ∝= 0.5 (∝)
Penentuan α
Hitung ∆𝑤𝑖𝑗
Input X(i)
T
j= 1 D(j) =
𝑖(𝑤𝑗𝑖
∆𝑤𝑖𝑗 < 0.01?
Y
− 𝑥𝑖)2
Citra kategori (J)
j = j +1
T
End
j > 3?
Y [C,I] = min (D) J=I i=1
𝑤𝐽𝑖 = 𝑤𝐽𝑖 +∝ (𝑥𝑖 − 𝑤𝐽𝑖 ) i = i +1
i > 3?
T
Y b
a
Gambar 3.9 Algoritma program penentuan stadium menggunakan JST model kohonen
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
Pada tahap ini, implementasi JST diterapkan dalam dua bagian, yakni Training dan Testing. Dengan demikian, data citra CT thoraks yang
telah
diperoleh dibagi menjadi dua dengan pembagian sebagai berikut. 1. Kelompok Paru Sehat, total 25 citra: 15 citra Training dan 10 citra Testing 2. Kelompok Kanker stadium I, total 20 citra: 10 citra Training dan 10 citra Testing 3. Kelompok Kanker Stadium II, total 8 citra: 6 citra Training dan 2 citra Testing.
3.3.2.4.1 Implementasi JST dalam Data Training Sebelum program dapat digunakan untuk Data testing, maka program JST T perlu dilatih. Training menggunakan citra CT thoraks dengan total jumlah 31
citra, terdiri atas 15 citra paru sehat, 10 citra paru dengan kanker stadium I, dan 6 citra paru dengan kanker stadium II. Adapun Training dilakukan dengan langkah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.10, Mengambil fitur tiap data
Menyusun matriks fiturset training data Proses Training Menyimpan hasil bobot akhir dan laju pemahaman Training
Identifikasi Kelompok
Gambar 3.10 Tahap kerja proses Training
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
dengan keterangan tiap tahap sebagai berikut. 1. Pengambilan fitur tiap data Sebelum training dimulai, karena yang menjadi input JST adalah fitur data berupa area, perimeter, dan shape, maka seluruh data training harus di ekstrak fiturnya melalui tahapan 3.3.2.4. Adapun total data training adalah 31 citra, terdiri atas 15 citra paru sehat, 10 citra paru dengan kanker stadium I, dan 6 citra paru dengan kanker stadium II. Pengambilan fitur tiap data akan menghasilkan 31 *.mat file yang berisikan matriks fitur berukuran 1x3 dengan informasi area, perimeter, dan shape di dalamnya. 2. Penyusunan matriks fiturset Training Setelah fitur tiap data diperoleh, maka fitur yang tersimpan dalam MATLAB
file
tersebut
harus
disatukan.
Penyatuan dilakukan dengan
memanfaatkan fungsi vertcat, yakni fungsi untuk menambahkan elemen sebuah matriks kedalam matriks lain pada bagian baris paling bawah. Contoh penggunaan vertcat ditunjukkan pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Contoh penerapan vertcat pada dua matriks
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
Penyatuan 31 matriks fitur berukuran 1x3 akan menghasilkan satu matriks fiturset berukuran 31x3. Matriks fiturset inilah yang akan digunakan dalam proses training. 3. Proses Training Proses training menggunakan algoritma yang ditunjukkan pada Gambar 3.10. Pada tahap ini, fiturset yang diperoleh dari tahap 2 menjadi masukan dari JST. Adapun parameter pelatihan berupa laju pemahaman, maksimum epoch, dan toleransi error, berturut-turut sebesar 0.5, 100, dan 0.01. Bobot awal yang digunakan adalah bobot acak, diperoleh melalui eksekusi fungsi rand pada MATLAB. Bobot berupa matriks 3x3, dimana jumlah baris mempresentasikan jumlah kelompok penggolongan, sedangkan jumlah kolom mempresentasikan jumlah fitur yang diambil pada tiap citra. Selama proses, fiturset yang terdiri atas 31 fitur gabungan citra paru sehat, paru dengan kanker stadium I, dan kanker stadium II , akan dikelompokkan dalam 3 kelompok berdasarkan tingkat kemiripannya. Adapun tingkat kemiripan direpresentasikan oleh variabel D (jarak euclidean) yang secara matematis diperoleh melalui persamaan 2.16. Untuk matriks bobot berukuran 3x3, dihitung D(i) untuk tiap baris ke-i, untuk i = 1,2,3. Data fitur akan digolongkan ke dalam kelompok i apabila nilai D(i) minimum, atau dengan kata lain memiliki tingkat kemiripan yang tertinggi, kemudian bobot W(i) akan dirubah berdasarkan persamaan 2.15. Nilai D inilah yang mendasari pengelompokkan suatu fitur data. Proses training akan berhenti, ketika selisih bobot W(i,j) baru dengan W(i,j) sebelumnya telah mencapai toleransi error.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63
4. Simpan bobot akhir dan laju pemahaman hasil training Ketika proses traning telah selesai, maka bobot akhir hasil pelatihan serta laju pemahaman perlu disimpan dalam suatu MATLAB file, untuk kemudian bisa digunakan saat data testing. Penyimpanan dapat dilakukan dengan mengeksekusi save [namafile]. 5. Identifikasi kelompok Pada akhir proses training, fiturset data berupa matriks berukuran 31x3 yang tiap baris ke-i nya merepresentasikan fitur tiap data citra, telah dikelompokkan menjadi tiga. Akan tetapi, identitas kelompok ini masih belum diketahui apakah kategori paru sehat, paru dengan kanker stadium I, atau paru dengan kanker stadium II. Identitas kelompok ini diketahui melalui kategori yang paling sering muncul (modus) pada tiap kelompok. Identitas ini kemudian digunakan dan diterapkan pada saat data testing.
3.3.2.4.2 Implementasi JST dalam Data Testing Hasil dari tahapan Training, adalah program JST yang sudah mampu mengelompokkan citra CT thoraks dari paru sehat, paru dengan kanker stadium I, dan paru dengan kanker stadium II. Maka dalam tahap ini, Testing dilakukan dengan menggunakan sisa data yang ada. Total citra yang digunakan dalam tahap ini adalah 22 citra, yang terdiri atas 10 citra paru sehat, 10 citra paru dengan kanker stadium I, dan 2 citra paru dengan kanker stadium II. Program JST menggunakan algoritma yang sedikit berbeda dengan tahap Training, karena dalam Testing tidak dilakukan iterasi untuk pencapaian nilai
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64
toleransi error yang diinginkan. Di dalam tahap ini, bobot serta laju pemahaman yang digunakan adalah bobot dan laju pemahaman akhir dari tahap Training, yang telah disimpan pada *.mat file. Algoritma JST tahap Testing ditunjukkan pada Gambar 3.11. Sama halnya dalam proses training, dalam proses testing variabel D menjadi ukuran kedekatan atau kemiripan fitur data terhadap bobot. Start Load bobot w[3 3] dan laju pemahaman a Input fitur citra x j=0 D(j) =
𝑖(𝑤𝑗𝑖
− 𝑥𝑖)2
j = j +1
j > 3?
[C,I] = min (D) J=I Tampilkan Identitas J End
Gambar 3.12 Algoritma JST model kohonen pada tahap Testing
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
65
Testing menghasilkan data klasifikasi dari tiap citra yang diujikan. Hasil klasifikasi ini kemudian akan dianalisis pada bagian analisis data (subbab 3.3.3).
3.3.2.5
Rancangan GUI Program Graphical
User
Interface
(GUI)
didesain
untuk
mempermudah
penggunaan program oleh user. Dalam subbab ini, akan dijelaskan desain GUI yang telah dibuat oleh Peneliti. GUI dirancang dengan beberapa window atau jendela tampilan. GUI terdiri atas dua jendela utama, yaitu jendela Identifikasi dan jendela Training. Selain itu terdapat juga beberapa jendela penunjang, yaitu jendela Proses Citra, Kelompok, Instruksi, dan About. 1. Jendela Identifikasi File
Citra Program Bantuan Judul Aplikasi File Axes 1
Edittext 1
Pushbutton 1
Pushbutton 2
Axes 2 Hasil:
Pushbutton 3
statictext 1 Citra Asli Nama file
statictext 2
Citra biner kanker paru
Pushbutton 4 Pushbutton 5
Gambar 3.13 Desain GUI Jendela Identifikasi
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
66
Jendela identifikasi merupakan salah satu jendela utama yang digunakan oleh user untuk testing data, ditunjukkan pada Gambar 3.13. Jendela tersusun atas komponen sebagai berikut. a. Pushbutton 1: berisikan program untuk mengambil citra yang ingin diproses b. Pushbutton 2: berisikan program untuk mengolah citra sebelum dapat diidentifikasi c. Pushbutton 3: berisikan program untuk untuk mengidentifikasi stadium kanker citra d. Pushbutton 4: berisikan program untuk menyimpan bobot baru e. Pushbutton 5: berisikan program untuk keluar jendela Identifikasi f. Edittext 1 : menampilkan direktori dari file yang diambil g. Statictext 1: menampilkan hasil dari identifikasi h. Statictext 2: menampilkan nama file citra Jendela juga dilengkapi dengan menu bar, terdiri atas File, Citra, Program, dan Bantuan, dimana semua menu ini dirancang untuk memudahkan pengguna aplikasi. 2. Jendela Training Jendela Training adalah jendela utama kedua yang ada di dalam aplikasi. Desain ditunjukkan pada Gambar 3.14. Jendela ini merupakan jendela yang dikhususkan untuk admin, dengan komponen-komponen sebagai berikut. a. Pushbutton 1: berisikan program untuk mengambil fiturset yang ingin dilatihkan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
67
File Program Bantuan Judul Aplikasi Proses Training
Dataset
Edittext 1
Pushbutton 1
Bobot Awal:
Input Parameter
Laju pemahaman
Edittext 2
Max Epoch
Edittext 3
Toleransi Error
Edittext 4
Uitable 1
Pushbutton 2 Pushbutton 3
Bobot Akhir
Pushbutton 4
Uitable 2
Pushbutton 6
Pushbutton 5 Pushbutton 7
Gambar 3.14 Desain GUI Jendela Training b. Pushbutton 2: berisikan program untuk membuat matriks bobot acak dan menampilkannya c. Pushbutton 3: berisikan program untuk menggunakan data bobot yang sudah ada dari hasil training sebelumnya d. Pushbutton 4: berisikan program untuk memulai pelatihan e. Pushbutton 5: berisikan program untuk menyimpan hasil bobot f. Pushbutton 6: berisikan program untuk menampilkan jendela Kelompok g. Pushbutton 7: berisikan program untuk keluar dari jendela Training
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
68
h. Edittext 1 : menampilkan direktori dari file yang diambil i.
Edittext 2: memasukkan nilai parameter laju pemahaman
j.
Edittext 3: memasukkan nilai parameter maksimum epoch
k. Edittext 4: memasukkan nilai parameter toleransi error l.
Uitable 1: menampilkan bobot awal pelatihan
m. Uitable 2: menampilkan bobot akhir pelatihan Jendela Training juga dilengkapi dengan manu bar, antara lain File, Program, dan Bantuan. 3. Jendela Proses Citra
Proses Pengolahan Citra
Axes 1
Axes 2
Axes 3
Axes 4
Axes 5
Axes 6
Axes 7
Axes 8
Axes 9
Axes 10
Axes 11
Axes 12
Axes 13
Axes 14
Pushbutton 1
Gambar 3.15 Desain GUI Jendela Proses Citra Jendela Proses Citra adalah salah satu jendela penunjang yang didesain untuk popup secara otomatis saat pengolahan citra pada Jendela Identifikasi
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
69
berlangsung. Desain ditunjukkan pada Gambar 3.15. Jendela tersusun atas 14 Axes yang akan menampilkan citra dari tiap tahap pengolahan. Semua citra akan tampil serentak ketika pushbutton 1 ditekan oleh user. 4. Jendela Kelompok Jendela Kelompok merupakan jendela penunjang dalam jendela Training, dengan desain ditunjukkan pada Gambar 3.16. Jendela ini akan popup ketika user memutuskan untuk menekan pushbutton 6 pada Jendela Training. Jendela ini menampilkan hasil pengelompokan dari pelatihan pada Uitable 1 apabila pushbutton 1 ditekan. Statictext 1 berisikan catatan berkaitan dengan data pengelompokan. Hasil Pengelompokan SOM Training
Data fitur ke-
Uitable 1
Pushbutton 1 Statictext 1
Gambar 3.16 Desain GUI Jendela Kelompok
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
70
5. Jendela Instruksi Instruksi Penggunaan Statictext 1
Gambar 3.17 Desain GUI Jendela Instruksi Jendela Instruksi adalah jendela penunjang yang dapat diakses melalui menu bar Bantuan pada jendela utama, baik Identifikasi maupun Training. Jendela ini berisikan instruksi penggunaan bagi user, dengan desain ditunjukkan pada Gambar 3.17. Instruksi ditampilkan pada statictext 1. 6. Jendela About Program Identifikasi Stadium Kanker Paru melalui Citra CT Scan Version 1.0 Axes 1
Statictext 1
Gambar 3.18 Desain GUI Jendela About
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
71
Jendela About salah satu jendela penunjang yang menampilkan judul aplikasi serta identitas Peneliti. Desain ditunjukkan pada Gambar 3.18. Identitas Peneliti akan ditampilkan pada statictext 1, beserta foto pada axes 1.
3.3.3 Analisis Data Pelatihan dari JST model kohonen, Self Organizing Map menghasilkan nilai bobot yang cenderung tetap setelah melewati sejumlah iterasi atau Epoch, sekaligus mengelompokkan citra sampel paru ke dalam tiga kelompok. Analisis data pertama kali dilakukan pada tahap training, dimana identifikasi atau labelling kelompok dilakukan untuk tiap kelompok J. Setelah mengetahui identitas kategori tiap kelompok J, maka harus dilakukan uji validasi dengan menguji sistem yang telah dirancang menggunakan sampel data Testing. Dengan menggunakan sampel tersebut, sistem diuji apakah mampu mengidentifikasi dengan benar dan tingkat akurasinya dihitung. Akurasi kinerja sistem dapat dihitung melalui persamaan 3.1. 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑖) =
𝐽 (𝑖)𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑛
× 100%
................... (3.1)
Dimana Akurasi (i) menyatakan akurasi sistem untuk tiap kelompok ke – i yang masing-masing merepresentasikan tiap kategori, dan n adalah banyaknya jumlah sampel uji per kategori.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tampilan Aplikasi Program identifikasi stadium kanker paru ini didesain dengan GUI (Graphical User Interface) agar user mudah dalam menggunakannya. Selain menambah segi praktis, program juga akan menjadi lebih aplikatif. Berikut adalah tampilan aplikasi yang telah dirancang oleh Peneliti, beserta fungsi menu dan tombol yang ada di dalamnya. 4.1.1 Jendela Identifikasi
Gambar 4.1 Tampilan Jendela Identifikasi Jendela Identifikasi merupakan jendela utama yang akan digunakan user pada saat testing. Contoh pada Gambar 4.1 menunjukkan tampilan jendela ini saat bekerja. Untuk menggunakan Aplikasi ini, user dapat memulai dengan menekan tombol “Browse” untuk mengambil citra yang ingin diidentifikasi. Tulisan pada
72 Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
73
tombol merepresentasikan kerja dari program yang ada di dalam tombol tersebut sehingga user mudah dalam menggunakannya. Agar program semakin “pandai” dalam masa penggunaannya, jendela ini pun juga dilengkapi dengan tombol “Simpan bobot” sebagai bentuk pembelajaran tiap kali aplikasi melakukan proses identifikasi. Menu yang terdapat pada jendela ini, antara lain: 1. File Menu File terdiri atas submenu: i. Baru: Untuk melakukan identifikasi dengan data citra baru ii. Simpan bobot: Untuk menyimpan bobot baru setelah proses identifikasi iii. Keluar: Untuk keluar dari jendela Identifikasi 2. Citra Pada menu ini tercantum beberapa pilihan tahap pengolahan citra untuk ditampilkan pada jendela, diantaranya Mask paru, area paru, thresholding kanker, erosi, dilasi. Untuk menampilkan kembali citra biner kanker paru, user dapat memilih submenu kembali ke citra biner. 3. Program Menu ini berisikan submenu Identifikasi dan Training, untuk memudahkan user untuk berganti antar dua jendela utama. 4. Bantuan Menu ini berisikan submenu Instruksi apabila user butuh bantuan dalam menggunakan program, serta About untuk mengetahui sekilas mengenai program dan identitas Peneliti
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
74
4.1.2 Jendela Proses Citra
Gambar 4.2 Tampilan Jendela Proses Citra Pada saat user menekan tombol “OLAH CITRA” pada Jendela Identifikasi, maka jendela Proses Citra akan muncul secara otomatis. Apabila user menekan tombol ”Tampilkan”, maka proses pengolahan citra dari awal hingga akhir akan muncul secara serentak, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2.
4.1.3 Jendela Training Pelatihan JST dapat dilakukan pada Jendela Training. Pada jendela ini, admin dapat mengambil fiturset pelatihan yang diinginkan, serta memasukkan sendiri besaran parameternya. Bobot awal yang digunakan bisa ditentukan secara acak melalui tombol “GENERATE”, atau menggunakan bobot dari hasil training sebelumnya, dengan menekan tombol “USE EXISTING”. Pada akhir proses
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
75
training, bobot akhir akan ditampilkan, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Tampilan Jendela Training Adapun menu yang terdapat pada jendela Training sama seperti pada menu Identifikasi, hanya saja tanpa menu Citra. 4.1.4 Jendela Kelompok Jendela Kelompok menampilkan hasil pengelompokan pelatihan, ketika tombol “Hasil Pengelompokan” pada jendela training ditekan. Adapun tampilannya ditunjukkan pada Gambar 4.4.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
76
Gambar 4.4 Tampilan Jendela Kelompok 4.1.5 Jendela Instruksi Jendela ini dapat dipilih dari menu Bantuan jendela utama, baik pada jendela Identifikasi maupun Training, apabila user membutuhkan bantuan dalam hal penggunaan aplikasi. Tampilan ditunjukkan pada Gambar 4.5.
4.1.6 Jendela About Untuk user yang ingin mengetahui sekilas mengenai program dan identitas peneliti, jendela ini dapat dipilih dari menu Bantuan. Tampilan ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
77
Gambar 4.5 Tampilan Jendela Instruksi
Gambar 4.6 Tampilan Jendela About
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
78
4.2 Segmentasi Area Paru Sebelum dapat dikenali status kelompok sebuah citra CT thoraks, apakah termasuk golongan paru sehat, paru dengan kanker stadium I, atau paru dengan kanker stadium II, citra harus melewati serangkaian proses terlebih dahulu hingga diperoleh hasil akhir berupa fitur dari kanker paru. Serangkaian proses tersebut dimulai dari tahap ini, yaitu segmentasi area paru dari citra CT Thoraks. Adapun citra yang melalui serangkaian proses ini adalah seluruh data citra sejumlah 53 buah, terdiri atas 25 citra paru sehat, 20 citra paru dengan kanker stadium I, dan 8 citra paru dengan kanker stadium II. Seluruh citra berukuran 512x512 pixel dan tidak mengalami perubahan ukuran atau rezising selama serangkaian proses untuk menjaga informasi intensitas di dalam citra. Tahap segmentasi area paru dimulai dengan thresholding area paru menggunakan threshold -350 HU, yang setelah dikonversikan setara dengan level intensitas sebesar 0.0103 derajat keabuan. Kemudian diikuti oleh penghilangan objek tepi, pengisian lubang, dan mask smoothing, hingga diperoleh mask area paru. Berikut adalah contoh hasil dari serangkaian proses diatas dari salah satu citra CT-Thoraks.
Gambar 4.7 Serangkaian hasil proses perolehan mask area paru, a) citra asli, b) thresholding, c) penghilangan objek tepi, d) pengisian lubang, e) mask smoothing
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
79
Akan tetapi, dalam metode yang telah dilakukan ternyata ditemukan kejanggalan hasil pada beberapa data. Contoh pada salah satu data Testing paru dengan kanker stadium I, dengan nama file „IM_51‟, tampak bahwa area kanker paru tidak masuk dalam mask area paru, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Hasil mask paru yang tidak meliputi area kanker paru, a) citra asli, b) thresholding, c) penghilangan objek tepi, d) pengisian lubang, e) mask smoothing Sehingga dalam hasil segmentasi parunya, tampak bahwa area kankernya telah hilang, ditunjukkan pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 Hasil segmentasi area paru tanpa meliputi kanker paru Hasil ini berbeda dengan data yang ditunjukkan oleh Gambar 4.8, dimana segmentasi parunya dapat berjalan dengan baik. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.10
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
80
Gambar 4.10 Hasil segmentasi area paru dengan meliputi kanker paru Melalui tinjauan visual, Peneliti memang menemukan adanya perbedaan antara kedua data diatas. Perbedaan ini terutama terdapat pada lokasi kanker paru. Data dengan kanker paru yang menempel pada jaringan lain gagal untuk disegmen bersama dengan area paru selayaknya pada Gambar 4.8 dan 4.9. Hal ini dikarenakan area kanker tersebut seakan menjadi bagian luar dari paru, terbaca sebagai background saat thresholding, dan bernilai 0 pada mask, sehingga tidak tersegmen bersama dengan area paru.
4.3 Segmentasi Area Kanker Setelah diperoleh area paru, maka langkah selanjutnya adalah mensegmen area kanker pada paru. Kanker paru diketahui memiliki rentang intensitas -500 hingga 100 HU (Osman dkk, 2007) dan setara dengan level intensitas sebesar 0.0079 hingga 0.0172, sebagaimana yang telah disampaikan pada subbab 3.3.2.3. Output akhir dari tahapan ini adalah citra biner area kanker paru. Adapun contoh salah satu hasil pada proses Segmentasi Area Kanker setelah melalui metode yang telah disampaikan pada subbab 3.3.2.3, ditunjukkan pada Gambar 4.11.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
81
Gambar 4.11 Proses segmentasi area kanker, a) citra area paru, b) thresholding, c) Erosi, d) Dilasi, e) Pengisian Lubang Berdasarkan tinjauan visual, nampak bahwa hasil akhir citra biner area pada Gambar 4.11 e) tidak hanya meliputi kanker paru saja. Masih nampak adanya titik-titik noise yang merupakan jaringan lain yang terangkat saat thresholding, baik itu berasal dari dalam paru maupun dari tepi paru. Berdasarkan hal ini, maka dapat ditarik anggapan bahwa metode morphological processing yang dilakukan, yakni erosi, belumlah cukup untuk menghilangkan noise sepenuhnya. Selain itu, nilai threshold yang didapatkan dari Osman, dkk (2007) belum mampu memilah jaringan kanker paru dengan optimal dalam penelitian ini, tampak dari cukup banyaknya jaringan lain yang masih terangkat, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.11 b). Hal ini diduga karena pengaruh perbedaan
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
82
sumber alat CT scan yang digunakan dalam menghasilkan citra DICOM, sehingga ada perbedaan pada rentang intensitas skala HU dari citra yang dihasilkan.
4.4 Ekstraksi Fitur Perolehan citra biner kanker paru diikuti dengan ekstraksi fitur tiap data citra. Total 53 data citra, terdiri atas 25 citra paru sehat, 20 citra paru dengan kanker stadium I, dan 8 citra paru dengan kanker stadium II. Adapun fitur yang diekstrak adalah area, perimeter, dan shape, ditunjukkan pada Gambar 4.12, melalui metode yang telah dijabarkan pada subbab 3.3.2.4. Hasil ekstraksi berupa matriks fitur berukuran 1x3, yang disimpan pada MATLAB file, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.13. Hasil ekstraksi fitur seluruh citra diberikan pada Lampiran 5.
Gambar 4.12 Matriks fitur citra
Gambar 4.13 Contoh hasil matriks fitur citra biner kanker paru 4.5 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan Dalam pelatihan JST, digunakan 31 data citra, terdiri atas 15 citra paru sehat, 10 citra paru dengan kanker stadium I, dan 6 citra paru dengan kanker
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
83
stadium II. Semua citra telah diekstrak fiturnya, dan disimpan masing-masing dalam MATLAB file. Maka langkah awal dari training adalah penyatuan semua fitur citra tersebut menjadi satu fiturset untuk proses Training. Masing-masing fitur data berupa matriks berukuran 1x3. Setelah 31 fitur data disatukan, diperoleh matriks fiturset Training berukuran 31x3 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.14
Gambar 4.14 Matriks fiturset training Adapun plot fitur dari seluruh 31 data training dapat dilihat pada Gambar 4.15.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
84
9,0000 8,0000
Besar Nilai (x10^3)
7,0000 6,0000 5,0000 Area
4,0000
Perimeter
3,0000
Shape
2,0000 1,0000 0,0000 0
10
20
30
40
Data Training ke-x Gambar 4.15 Grafik plot besar nilai fitur area, perimeter, dan shape dari data training Dengan menggunakan fiturset tersebut, training pun dilakukan. Training dilakukan dengan menggunakan parameter laju pemahaman sebesar 0.5, yakni laju pemahaman dengan akurasi training tertinggi pada penelitian Abdullah & Shaharum (2012), maksimum epoch 100, dengan toleransi error di tiap bobot sebesar 0.01. Hasil dari training ditunjukkan pada Gambar 4.16, dengan bobot awal acak, diperoleh dengan mengeksekusi tombol “GENERATE”. Adapun lebih jelasnya, perbandingan bobot sebelum dan sesudah training dapat dilihat pada Tabel 4.1
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
85
Gambar 4.16 Tampilan hasil Training Tabel 4.1 Perbandingan nilai bobot awal dengan bobot akhir Training Bobot Awal Bobot Akhir No. W1 W2 W3 W1 W2 W3 1 0.6948 0.0344 0.7655 2.6632x103 438.3301 0.2609 2 0.3171 0.4387 0.7952 245.4889 87.4468 0.4403 3 0.9502 0.3816 0.1869 8.0363x103 473.1448 0.4831 Dari perubahan nilai bobot awal menjadi bobot akhir, tampak bahwa SOM telah “belajar” dan mampu menyesuaikan nilai bobotnya sesuai dengan nilai fitur masukan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.17. Pengelompokkan data dapat dilihat dengan mengeksekusi tombol “Hasil Pengelompokkan”, dengan hasil ditunjukkan pada Gambar 4.18.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
a)
86
b)
Gambar 4.17 Penyesuaian nilai bobot pada saat training, a) grafik bobot awal, b) grafik bobot akhir
Gambar 4.18 Hasil pengelompokkan data Training Dari Gambar 4.18, tampak bahwa 31 data Training telah dikelompokkan menjadi 3 kelompok J, sebagaimana yang diharapkan. Adapun pengelompokan didasarkan pada jarak euclidean (D), yakni ukuran jarak kemiripan matriks fitur dengan matriks bobot.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel 4.2 Identifikasi kelompok J Input x Kategori J(1) 1 Sehat 0 2 Sehat 0 3 Sehat 0 4 Sehat 0 5 Sehat 0 6 Sehat 0 7 Sehat 0 8 Sehat 0 9 Sehat 0 10 Sehat 0 11 Sehat 0 12 Sehat 0 13 Sehat 0 14 Sehat 0 15 Sehat 0 16 Stadium I 1 17 Stadium I 0 18 Stadium I 1 19 Stadium I 1 20 Stadium I 1 21 Stadium I 1 22 Stadium I 1 23 Stadium I 1 24 Stadium I 1 25 Stadium I 0 26 Stadium II 0 27 Stadium II 0 28 Stadium II 0 29 Stadium II 0 30 Stadium II 0 31 Stadium II 0 ∑ 10 Modus Kategori Stadium I
J(2) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 17 Sehat
87
J(3) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 4 Stadium II
Keterangan Tabel: J(i) = indeks kelompok, diisi dengan 1 atau 0 Kategori = klasifikasi sampel berdasarkan inspeksi visual Modus Kategori = kategori paling banyak muncul di tiap kelompok
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
88
Jarak euclidian dihitung berdasarkan persamaan 2.16, dan dieksekusi dalam program sebagaimana disampaikan pada subbab 3.3.2.5.1. Hasil perhitungan D pada tiap data beserta hasil indeks pengelompokkan disampaikan pada Lampiran 5. Plot nilai D pada tiap data training disajikan pada Gambar 4.19 9,0000
Besar Nilai (x10^7)
8,0000 7,0000 6,0000 5,0000
D(1) D(2) D(3)
4,0000 3,0000
2,0000 1,0000 0,0000 0
5
10
15
20
25
30
35
Data Training ke-x Gambar 4.19 Plot nilai D pada tiap data training Pada Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa dari 3 nilai D, yakni D(1), D(2), dan D(3), selalu ada nilai D terendah yang paling mendekati nol pada tiap data. Nilai D(i) minimum tersebut menandakan bahwa fitur data memiliki kemiripan sangat dekat dengan bobot kelompok dengan indeks ke-i. Dengan demikian data akan
diklasifikasikan
ke
dalam
kelompok
i,
hingga
diperoleh
hasil
pengelompokan yang ditunjukkan Gambar 4.18. Pada akhir proses training, identitas tiap kelompok apakah citra paru sehat, citra paru dengan kanker stadium I, atau citra paru dengan kanker stadium II belum diketahui. Maka, identifikasi kelompok pun dilakukan.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
89
Identifikasi kelompok dilakukan dengan mencari Modus kategori tiap kelompok. Kategori yang paling sering muncul dalam kelompok dianggap sebagai identitas kelompok tersebut. Proses Identifikasi ditunjukkan oleh Tabel 4.2. Dari hasil identifikasi, diperoleh identitas kelompok J(1) adalah kelompok paru dengan kanker stadium I, J(2) adalah kelompok paru sehat, dan kelompok J(3) adalah paru dengan kanker stadium II. Adapun akurasi training dapat dihitung, dan ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Tingkat akurasi training Ketegori Jumlah Jumlah Jumlah J(i) Sampel Benar Salah 15 15 0 Sehat 10 8 2 Stadium I 6 4 2 Stadium II ∑ 29 2 31
Akurasi 100% 80% 67% 87%
Akurasi training total sebesar 87%, lebih rendah bila dibandingkan dengan metode backpropagation yang mampu mencapai akurasi training tertinggi sebesar 90% (Abdullah & Shaharum, 2012). Adapun identitas yang diperoleh pada tahap ini akan menjadi pegangan, dan disimpan dalam program sebagai dasar pengelompokkan saat data Testing. Begitu halnya dengan bobot akhir serta laju pemahaman hasil pelatihan yang telah disimpan, menjadi parameter yang akan digunakan saat Testing.
4.6 Uji Validasi Uji validasi penting untuk dilakukan, agar tingkat akurasi program yang telah dibuat dapat diketahui. Uji validasi dilakukan dengan Data Testing melalui
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
90
jendela Identifikasi yang telah dirancang oleh Peneliti. Uji menggunakan total 22 data citra CT thoraks, terdiri atas 10 citra paru sehat, 10 citra paru dengan kanker stadium I, dan 2 citra paru dengan kanker stadium II. Hasil tampilan seluruh uji dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji dilakukan pada kelompok data paru sehat, paru dengan kanker stadium I, dan paru dengan kanker stadium II, hasilnya berturutturut ditunjukkan pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6. Adapun justifikasi kategori tiap sampel didasarkan pada informasi dari report Rumah Sakit tempat sampel diperoleh. Citra sampel beserta justifikasinya ditunjukkan pada Lampiran 1. Hasil tampilan uji dapat dillihat pada Lampiran 6, sedangkan proses pengolahan citra tiap data testing dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan, diperoleh hasil akurasi program sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.7 Tabel 4.4 Hasil uji validasi kelompok paru sehat
Skripsi
No.
Nama Sampel
Kategori J(i)
Benar
Salah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
IM_26 IM_31 IM_35 IM_37 IM_25 IM_29 IM_34 IM_28 IM_39 IM_42
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
91
Tabel 4.5 Hasil uji validasi kelompok paru dengan kanker stadium I No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Sampel
Kategori J(i)
Benar
Salah
IM_51 IM_56 IM_57 IM_59 IM_60 IM_62 IM_63 IM_71 IM_73 IM_75 ∑
Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I
0 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 8
2
Tabel 4.6 Hasil uji validasi kelompok paru dengan kanker stadium II Nama Sampel
No.
1 IM_76 2 IM_86 ∑
Kategori J(i)
Benar
Salah
Stadium II Stadium II
1 1
0 0 2
0
Tabel 4.7 Tingkat akurasi program Ketegori J(i) Sehat Stadium I Stadium II
Jumlah Sampel
Jumlah Benar
Jumlah Salah
Akurasi
10 10 2
10 8 2
0 2 0
100% 80% 100%
Program yang telah dibuat memiliki akurasi 100% untuk identifikasi citra CT thoraks paru sehat, 80% untuk identifikasi citra CT thoraks paru dengan kanker stadium I, dan 100% untuk identifikasi citra CT thoraks paru dengan kanker stadium II.
Skripsi
Pencapaian ini ternyata jauh lebih baik dari target yang
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
92
diharapkan, yakni sebesar 82% untuk citra paru sehat, 60% untuk kanker stadium I, dan 62% untuk kanker stadium II. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, Abdullah & Shaharum (2012), menerapkan jaringan saraf tiruan backpropagation untuk identifikasi stadium kanker paru menggunakan citra x-ray. Penelitian tersebut menghasilkan akurasi sebesar 100% untuk citra paru sehat, 80% untuk citra paru dengan kanker stadium II, tanpa adanya citra paru dengan kanker stadium I. Hasil yang Peneliti peroleh dengan memanfaatkan jaringan kohonen, Self Organizing Maps (SOM) lebih baik dalam hal akurasi. Keunggulan ini diduga karena citra yang digunakan Peneliti adalah citra CT scan, sedangkan penelitian sebelumnya hanya menggunakan citra thorax X-Ray. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan X-Ray biasa, citra hasil CT-Scan lebih jelas dan mampu menampilkan lebih detail. CT-Scan terbukti sangat efektif untuk mendiagnosa dan menentukan stadium kanker paru (Elridge, 2011). Keunggulan ini kemudian juga didukung dengan fakta
bahwa SOM sangat tepat dalam
pengenalan pola, sangat baik dalam pembagian pola masukan ke dalam beberapa kelompok (Siang, 2009), serta memiliki sisi interpretasi yang lebih baik dibandingkan backpropagation (Goppert & Bosenstiel, 1993). Namun
bila
dibandingkan dari
segi
akurasi
training,
klasifikasi
menggunakan SOM hanya mencapai akurasi 87%, sedangkan backpropagation yang mencapai akurasi 90%, dengan menggunakan laju pemahaman yang sama (Abdullah & Shaharum, 2012). Hal ini diduga karena kurangnya jumlah data yang digunakan saat training. Akan tetapi nilai yang hanya terpaut 3% sudah cukup
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
93
baik, mengingat akurasi backpropagation pada umumnya lebih baik dengan perbedaan 18% bila dibandingkan dengan SOM (Marcic & Ribaric, 2000). Selain akurasi training yang lebih rendah, program juga masih memiliki kekurangan. Hal ini dapat ditinjau dari kesalahan identifikasi data testing pada Tabel 4.5. Salah satunya adalah data “IM_51”, yang tidak mengikutsertakan area kanker paru dalam area paru tersegmen, sebagaimana yang telah ditunjukkan pada Gambar 4.9. Hal ini menunjukkan kelemahan pertama program, yakni tidak mampu mendeteksi kanker yang menempel pada dinding rongga paru atau jaringan lain bila ditinjau secara visual. Program juga nampak masih perlu training yang lebih banyak, nampak pada kesalahan identifikasi data “IM_73” yang diidentifikasi sebagai paru dengan kanker stadium II saat data testing, sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 4. Kesalahan identifikasi ini, diduga karena nilai fiturnya mendekati kelompok paru dengan kanker stadium II, sehingga variabel jarak euclidean D lebih mendekat pada bobot kelompok stadium II. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 5, bahwa “IM_73” dengan nomor uji 9 pada kelompok testing kanker stadium I, memiliki nilai D minimum pada D(3) sebesar 0,7147, sehingga dimasukkan kedalam kelompok 3 yang merupakan kelompok kanker stadium II. Nilai D(3) tersebut hanya berbeda sedikit dengan D(1) sebesar 0,7528. Untuk mengantisipasi hal semacam ini, maka training harus dilakukan dengan data yang lebih banyak dan beragam. Program telah dirancang dengan tombol “Simpan bobot” yang tersedia pada jendela identifikasi, agar program dapat “belajar” seiring dengan penggunaan program oleh user nantinya.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
94
Akurasi yang dihasilkan penelitian ini memang sudah cukup baik. Namun dengan terbatasnya data, serta kurangnya kemampuan dalam mendeteksi kanker paru yang menempel dengan dinding rongga paru atau jaringan lain, menjadikan kelemahan yang cukup signifikan dalam penelitian. Untuk menangani hal tersebut, Peneliti menemukan bahwa metode active contour dapat menjadi kandidat pengganti dalam metode segmentasi area paru yang digunakan saat ini, karena kemampuannya untuk mendeteksi tumor yang menempel pada dinding rongga paru atau jaringan lain dengan baik (Homma, 2011). Contoh hasil segmentasi area paru dengan metode active contour ditunjukkan pada Gambar 4.17.
Gambar 4.20 Contoh hasil segmentasi area paru dengan metode active contour , a)-d) citra asli, e)-h) citra area paru (Homma, 2011) Selain itu hasil penelitian akan lebih baik bila nilai threshold kanker yang digunakan tepat. Dalam penelitian ini, nilai threshold yang digunakan belum
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
95
mampu mengoptimalkan hasil, karena masih cukup banyak jaringan bukan kanker yang ikut terhitung sebagai foreground, mengakibatkan noise yang bahkan tidak dapat hilang melalui metode erosi dari morphological processing. Untuk penelitian selanjutnya, pencarian nilai threshold melalui analisa histogram dianjurkan agar nilai threshold yang digunakan lebih sesuai dengan data. Penambahan jumlah data dianjurkan untuk hasil akurasi penelitian berikutnya yang lebih baik, setidaknya hingga mencapai jumlah 25 sampel per kategori, dengan jumlah 15 sampel training dan 10 sampel testing, merununt pada penelitian Abdullah & Shaharum (2012). Kekurangan lain yang ditemukan adalah pada fitur yang diproses dalam Jaringan Saraf Tiruan. Fitur atau parameter yang digunakan sebagai dasar klasifikasi pada JST, akan lebih baik bila bersifat independen, atau bebas tak terkait. Pada penelitian ini, salah satunya fitur yang digunakan, yakni shape merupakan hasil perhitungan dari masukan area serta perimeter, membuatnya tidak banyak berarti dalam proses training dan identifikasi. Penggunaan fitur lain yang didasarkan pada cara diagnosa dokter dalam proses penentuan stadium, serta bersifat saling bebas, dianjurkan untuk penelitian mendatang.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Dapat didesain dengan pemrograman MATLAB, sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan Self Organizing Map (SOM), dalam hal ini menggunakan
metode
thresholding untuk segmentasi area paru dan segmentasi area kanker, diikuti dengan Morphological Processing, yaitu erosi dan dilasi. Ekstraksi Fitur citra menggunakan fitur
area, perimeter, dan shape, yang kemudian menjadi
masukan dalam Self Organizing Maps (SOM). 2. Sistem identifikasi stadium kanker paru citra computed tomography digital berbasis jaringan saraf tiruan, dengan memanfaatkan metode Self Organizing Maps (SOM) dapat digunakan sebagai alat bantu menentukan stadium kanker citra CT thoraks dengan tingkat keakurasian 100% untuk paru sehat, 80% untuk paru dengan kanker stadium I, dan 100% untuk paru dengan kanker stadium II.
5.2 Saran Dari hasil penelitian dan pembahasan, berikut beberapa saran bagi penelitian mendatang:
96 Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
97
1. Mengganti metode thresholding segmentasi paru dengan metode active contou, agar sistem mampu mendeteksi kanker paru yang menempel pada dinding rongga paru atau jaringan lain 2. Threshold untuk segmentasi area kanker dapat dicari melalui analisa histogram, agar lebih sesuai dengan data yang digunakan 3. Meningkatkan jumlah data yang digunakan, setidaknya hingga 25 sampel per kasus, dengan pembagian 15 sampel training dan 10 sampel testing, agar sistem lebih akurat 4. Fitur diambil hendaknya bersifat saling bebas dan tak bergantung satu sama lain, dengan didasarkan pada cara diagnosa dokter dalam proses penentuan stadium, untuk menghasilkan sistem JST yang lebih optimal.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
98
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A.A. & Shaharum, S.M., 2012. Lung cancer cell classification method using artificial neural network. Information Engineering Letters, 2(1): 4958 Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta Anonimous. 2011. Lung Cancer. Diambil http://www.upstate.edu/cdb/education/grossanat/thoraxpath8.php Desember 2011]
dari: [21
Anonimous._. CT-Scanner. Diambil dari: http://www.ti.com/solution/ct_scanner [22 Desember 2011] Aviram, G., Fishman, J.E., Boiselle, P.M. 2003. Thoracic manifestations of AIDS: noninfectious lung diseases in AIDS. Applied Radiology, 32(8) Dolejsi, Martin. 2007. Detection of Pulmonary Nodules from CT-Scans. Thesis. Faculty of Electrical Engineering, Czech Technical University Eldridge, Lynne,. 2011. Lung Nodules – Symptoms, Causes, and Diagnosis. Diambil dari: http://lungcancer.about.com/od/symptoms/a/LungNodules.htm [20 November 2011] Ertas, G., Gulcur, H.O., Osman, O., Ucan, O.N., Tunaci, M., Dursun, M.. 2008. Breast MR Segmentation and lesion detection with cellular neural networks and 3D template matching. Computers in Biology and Medicine, 38: 116-126 Fanning, David. W. 2006. Converting CT Data to Hounsfield Units. Diambil dari: http://www.idlcoyote.com/fileio_tips/hounsfield.html [22 Desember 2011] Gershenson, Carlos. 2003. Artificial Neural Networks for Beginners. Diambil dari: http://arxiv.org/pdf/cs/0308031 [22 Desember 2011] Goppert, J. & Bosenstiel, W. 1993. Self Organizing Maps vs. Backpropagation: An Experimental Study. Proc. Of Workshop Design Methodologies for Microelectronics and Signal Processing : 153-162 Gualtieri, Paolo. Barsanti, Laura. Coltelli, Primo. 1985. Computer Processing Of Optical microscope Images. Micron and Microscopia Acta. Vol. 16. No. 3. pp 159-172.Perfarnon Press Ltd
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
1995. CT-Scanner. Diambil dari: /elektro/no3d.html [27 November 2011]
Hasan.
99
http://elektroindonesia.com
Hassan, Isaac. 2011. Imaging in Lung Cancer Staging. Diambil dari: http://emedicine.medscape.com/article/362919-overview#aw2aab6b3 [20 Desember 2011] Hidayat,
Wahyu. 2008. Standar DICOM. Diambil dari: http://www.posradiografer.com/index.php?option=com_content&view=a rticle&id=113:dicom-&catid=35:trk&Itemid=88 [3 Desember 2011]
Homma, Noriyasu. 2011. Theory and Applications of CT Imaging and Analysis. In-Tech. ISBN 978-953-307-234-0 IARC. 2010. Lung Cancer Incidence and Mortality Worldwide in 2008. Diambil dari: http://globocan.iarc.fr/factsheets/cancers/lung.asp [19 November 2011] Irnawati F.D, Satriasa I, Izzah N.R, Darsana P.A & Fitria Z. 2009. Pesawat SinarX. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN : Yogyakarta John, Tina. 2005. With Every Breath: A Lung Cancer Guidebook. ISBN 09760450-2-8, Vancouver. Lloyd, C. & Silvestri, G.A. 2001. Mediastinal Staging of Non-Small Cell Lung Cancer. Cancer Control, 8(4): 312-317 Marcic, I. & Ribaric, S. 2000. Comparison of a backpropagation and a Selg Organizing Map neural networks in classification of TM images. International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing, 33: 140145 Munir, Rinaldi. 2006. Aplikasi Image Thresholding Untuk Segmentasi Objek. Makalah Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2006 (SNATI 2006), Yogyakarta Nahari, Anugrah.2010. Implementasi Temu Kembali Citra Mammogram Dengan Teknik Ekstraksi Fitur Tekstur dan Fitur Bentuk. Internetwork Indonesia Jurnal.Vol. 1. No.1. NCI,
2010. Stages of Non-Small Cell Lung Cancer. Diambil dari: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/non-small-celllung/Patient/page2 [21 Desember 2011]
Osman, O., Ozekes, S., Ucan, O.N. 2006. Lung nodule diagnosis using 3D template matching. Computers in Biology and Medicine, 37: 1167-1172
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
100
PDPI. 2003. Kanker Paru: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia . 2004. Prinsip-Prinsip Difraksi Sinar-X. Universitas Gajah Mada Pratapa, Suminar. 2004. Prinsip-Prinsip Difraksi Sinar-X. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. Putra, Dharma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit ANDI.Yogyakarta. Rasmin, M., Syahruddin, E., Jusuf, A., Burhan, E. 2006. Efikiasi prosedur diagnosis dan akurasi diagnosis sitologi prabedah kanker paru. J Respir Indo, 26(4):185-189 Rasyid, R., Kamso, S., Suratman, E., Bestral. 2004. The Characteristics and Two-Year Survival Rate of Lung Cancer Patients at Dharmais Cancer Hospital In Period January 1998 – November 2001. Diambil dari: http://eprints.lib.ui.ac.id/id/eprint/10187 [19 November 2011] RSNA, Inc. 2011. CT-Chest. Diambil dari: http://www.radiologyinfo.org/en/info .cfm?pg=chestct [19 Noveber 2011] Saladin, Ken. 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, 3rd ed. The Mc-Graw-Hill Companies : Georgia, USA Siang, Jong Jek. 2009. Jaringan Saraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan MATLAB. Penerbit Andi: Yogyakarta Situmeang, Berliana. 2010. Karakteristik Penderita Kanker Paru yang Dirawat Inap di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan Tahun 2004-2007. Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16406 [ 29 November 2011] Solomon, C. & Breckon, T. 2011. Fundamentals of Digital Image Processing: A practical approach with examples in matlab. Wiley-Blackwell : Chichester, UK. Sunardi. 2008. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada sistem neurologis. Diambil dari: nardinurses.files.wordpress.com/2008/01/konsep-ct-scan-mri.pdf [3 Desember 2011] Sutapa, Gusti Ngurah & Anam, Choirul. 2011. Uji Kecepatan Rekonstruksi Citra Pada CT-Scan metode Back Projection (BP) dan metode Filtered Back Projection (FBP)dengan Pemfiltran pada Domain Spasial. Berkala Fisika, 14 (2): 33-40
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
101
Sutoyo, T., Mulyanto, E., Suhartono, V., Nurhayati, O.D., Wijanarto. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. Diterbitkan atas kerjasama Penerbit Andi Yogyakarta dengan UDINUS Semarang.s Wasripin. 2007. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Thorax Pada Kasus Kanker Paru. Makalah Seminar Persatuan Ahli Radiografi Indonesia 2007, Denpasar, Bali WHO. 2011. Cancer. Diambil dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs 297/en/ [19 November 2011] Wu, Y.C., Doi, K., Giger, M.L., 1995. Detection of lung nodules in digital chest radiographs using artificial neural networks: a pilot study. Journal of Digital Imaging, 8(2): 88-94 Yofiyanto, Evan. 2010. Thresholding Citra. Diambil http://kuliahinformatika.wordpress.com [18 Oktober 2011]
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
dari:
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
102
Lampiran 1 Data Citra Testing
Seluruh data citra diperoleh dari Siloam Hospital Surabaya. Adapun justifikasi kategori citra DICOM berasal dari informasi yang Peneliti peroleh dari report Rumah Sakit yang didasarkan oleh diagnosa dokter.
No.
Skripsi
Citra
Nama File
Kategori
1.
IM_56
Kanker Stadium I
2.
IM_57
Kanker Stadium I
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
103
3.
IM_59
Kanker Stadium I
4.
IM_60
Kanker Stadium I
5.
IM_62
Kanker Stadium I
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
104
6.
IM_63
Kanker Stadium I
7.
IM_71
Kanker Stadium I
8.
IM_73
Kanker Stadium I
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
105
9.
IM_51
Kanker Stadium I
10.
IM_75
Kanker Stadium I
11.
IM_76 Kanker Stadium II
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
106
12.
IM_86 Kanker Stadium II
13.
IM_26
Paru Sehat
14.
IM_31
Paru Sehat
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
107
15
IM_35
Paru Sehat
16.
IM_37
Paru Sehat
17.
IM_25
Paru Sehat
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
108
18.
IM_29
Paru Sehat
19.
IM_34
Paru Sehat
20.
IM_28
Paru Sehat
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
109
21.
IM_39
Paru Sehat
22.
IM_42
Paru Sehat
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
110
Lampiran 2 Header Info DICOM
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
111
Catatan: Data pasien dalam header di atas telah dihapus untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien.
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
112
Lampiran 3 Listing program Pengolahan Citra %------------------SEGMENTASI AREA PARU-------------% %thresholding area paru BW=im2bw (C1, 0.0103); BW2 = ~BW ; %menghilangkan objek terkait tepi BWnobord = imclearborder(BWsdil, 4); % mengisi bagian kosong BWdfill = imfill(BWnobord, 'holes'); %memperhalus mask seD = strel('diamond',1); BWfinal = imerode(BWdfill,seD); BWfinal = imerode(BWfinal,seD); %memperoleh wilayah paru C2 = C1; C2(~BWfinal) = 0; %---------------------------------------------------------------% %berdasarkan Osman dkk, -500 sd 100 HU, maka intensitas 524-1124, %denganevel 0.0079- 0.0172 %-----------------------SEGMENTASI AREA KANKER------------------% %thresholding1: membuang area luar paru yg tidak perlu BW1 = im2bw(C2, 0.0172); C3= C2; C3(BW1)= 0; %thresholding2: memperoleh area kanker C4=im2bw (C3, 0.0079); %erosi & dilasi se = [0 1 0; 1 1 1; 0 1 0] C5 = imerode (C4, se); C6 = imdilate(C5, se); % mengisi bagian kosong C7 = imfill(C6, 'holes');
%-----------------EKSTRAKSI FITUR---------------------% %menentukan tepi [B,L] = bwboundaries(C7,'noholes'); stats = regionprops(L,'Area','Centroid'); area1 = 0 ;
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
113
% looping pada tepi for k = 1:length(B) % memperoleh koordinat (X,Y) tepi sesuai label k boundary = B{k}; % menghitung area bergantung label 'k' area2 = stats(k).Area; if area2 > area1 % menghitung perimeter objek delta_sq = diff(boundary).^2; perimeter = sum(sqrt(sum(delta_sq,2))); % menhitung shape shape = 4*pi*area2/perimeter^2; area1 = area2; ki = k ; end end centroid = stats(ki).Centroid; % menampilkan shape_string = sprintf('%2.2f',shape); text(centroid(1),centroid(2),shape_string,'Color','r',... 'FontSize',14,'FontWeight','bold'); fitur = [area1 perimeter shape]
Skripsi
;
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
114
Lampiran 4 Listing Program Self Organizing Maps (SOM) Load Fiturset X = fiturset ; [b k] = size (X); %dibutuhkan perhitungan jumlah data yang digunakan selama training W = get(proyek.uitable1, 'Data') Wo = W ; %input parameter laju pemahaman a = str2double (get (proyek.edit3 , 'String')); %input parameter maximum epoch Max = str2double (get (proyek.edit4 , 'String')); %input parameter toleransi error E = str2double (get (proyek.edit5 , 'String')); dW = 1; Epoch = 0 ; while dW > E Epoch = Epoch + 1 ; for n = 1:b %menghitung jarak euclidean D for j = 1 : 3 for i = 1:3 sum = sum + (W(j,i)-X(n,i))^2; end D(n,j)=sum; End %perolehan indeks kelompok menggunakan jarak Euclidean minimum [C,I]=min(D(n,:)); J(n)= I; %modifikasi nilai bobot for i = 1 :3 W(J(n),i)= W(J(n),i) + a*(X(n,i)-W(J(n),i)); end W ; End %modifikasi nilai laju pemahaman a = 0.5* (a); %pengecekan delta pada tiap bobot for j = 1 :3 for i = 1:3 dW = abs (Wo(j,i)-W(j,i)); if dW > E break end
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
115
end if dW > E break end end if Epoch == Max break end end W ; Epoch ; J ; D ;
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
116
Lampiran 5 Data Fitur, D, dan identifikasi kelompok J No. Uji 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3
Skripsi
Training /Testing Training
Testing
Kategori Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium II Stadium II Stadium II Stadium II Stadium II Stadium II Sehat Sehat Sehat
Area 0,0340 0,0300 0,0310 0,0360 0,1090 0,0700 0,0590 0,1030 0,0440 0,0830 0,0820 0,0740 0,0760 0,0870 0,0600 1,9820 1,3110 2,1350 2,3020 3,3750 2,2870 1,6650 2,3740 2,6960 1,0710 7,0690 6,0360 3,2210 3,8100 9,9850 8,6110 0,7300 0,3160 0,5250
Fitur (x103) Perimeter 0,0244 0,0224 0,0204 0,0276 0,0602 0,0439 0,0593 0,0426 0,0391 0,0494 0,0514 0,0688 0,0409 0,0523 0,0381 0,2368 0,3889 0,2704 0,4893 0,4211 0,4352 0,4651 0,3927 0,2940 0,2515 0,3830 0,4622 0,2682 0,9224 0,4295 0,5520 462,0315 0,2073 0,2987
Shape 0,0007 0,0008 0,0009 0,0006 0,0004 0,0005 0,0002 0,0007 0,0004 0,0004 0,0004 0,0002 0,0006 0,0004 0,0005 0,0004 0,0001 0,0004 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0002 0,0004 0,0002 0,0006 0,0004 0,0006 0,0001 0,0007 0,0004 0,0430 0,0001 0,0001
D(1) 0,7084 0,7107 0,7103 0,7071 0,6667 0,6880 0,6926 0,6711 0,7020 0,6809 0,6813 0,6841 0,6852 0,6786 0,6937 0,0505 0,1831 0,0307 0,0133 0,0507 0,0142 0,0997 0,0086 0,0022 0,2570 1,9414 1,1376 0,0340 0,1549 5,3608 3,5389 0,3738 0,5563 0,4592
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
D(x107) D(2) 0,0049 0,0051 0,0051 0,0047 0,0019 0,0033 0,0036 0,0022 0,0043 0,0028 0,0028 0,0030 0,0031 0,0026 0,0037 0,3038 0,1226 0,3604 0,4391 0,9905 0,4289 0,2158 0,4624 0,6048 0,0708 4,6648 3,3670 0,8886 1,3403 9,4975 7,0198 0,0375 0,0019 0,0123
D(3) 6,4238 6,4303 6,4289 6,4203 6,3012 6,3646 6,3808 6,3122 6,4065 6,3434 6,3448 6,3561 6,3553 6,3368 6,3810 3,6710 4,5236 3,4866 3,2882 2,1730 3,3055 4,0593 3,2068 2,8551 4,8564 0,0944 0,4001 2,3229 1,8063 0,3800 0,0337 5,3382 5,9673 5,6449
Yudha Noor Aditya
J 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 1 1 3 3 2 2 2
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2
Skripsi
Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium I Stadium II Stadium II
0,3790 0,2480 0,2350 0,3610 0,3270 0,2970 0,2750 0,3690 2,1350 2,4030 3,4360 2,2870 2,3740 2,6960 1,6180 5,3830 3,9890 5,4070 7,4160
0,2616 0,2079 0,1900 0,2524 0,2295 0,2233 0,1763 0,2195 0,2704 0,5600 0,4602 0,4289 0,3927 0,2940 0,1858 0,8005 0,3234 0,4616 0,7313
0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0004 0,0001 0,0002 0,0002 0,0002 0,0004 0,0006 0,0001 0,0005 0,0003 0,0002
117
0,5249 0,5886 0,5958 0,5335 0,5502 0,5645 0,5772 0,5311 0,0307 0,0083 0,0598 0,0142 0,0086 0,0022 0,1156 0,7528 0,1771 0,7529 2,2675
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
0,0048 0,0015 0,0011 0,0041 0,0027 0,0021 0,0009 0,0033 0,3604 0,4878 1,0318 0,4289 0,4624 0,6048 0,1893 2,6903 1,4070 2,6781 5,1831
5,8678 6,0727 6,0940 5,8958 5,9492 5,9959 6,0325 5,8851 3,4866 3,1741 2,1163 3,3050 3,2068 2,8550 4,1277 0,7147 1,6403 0,6913 0,0451
Yudha Noor Aditya
2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 3 3
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
118
Lampiran 6 Hasil Tampilan Uji Validasi 6.1 Kategori Citra Sehat
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
119
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
120
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
121
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
122
6.2 Kategori Citra Kanker Stadium I
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
123
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
124
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
125
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
126
6.2 Kategori Citra Kanker Stadium II
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
127
Lampiran 7 Pengolahan Citra Data Testing 7.1 Kategori Citra Sehat
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
128
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
129
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
130
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
131
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
132
7.2 Kategori Citra Kanker Stadium I
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
133
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
134
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
135
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
136
Yudha Noor Aditya
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
137
7.3 Kategori Citra Kanker Stadium II
Skripsi
Perancangan Sistem Identifikasi Stadium Kanker Paru Citra Computed Tomography Digital Berbasis Jaringan saraf Tiruan
Yudha Noor Aditya