perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANCANGAN ROL PERATA MATERIAL PELAT LOGAM SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOR BATIK DI CV. BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
ASTRILIA ROSIANA I 1307003
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita. Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta Bapak Rusmadi dan Ibu Suparni
yang telah
memberikan doa, cinta, kasih sayang dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ilham Priadythama, ST, MT. selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 4. Rahmaniyah DA, ST, MT dan Fakhrina Fahma, STP, MT. selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Ir. Lobes Herdiman, M.T. selaku dosen yang telah memberikan semangat dan masukan kepada penulis. 6. Seluruh dosen-dosen Jurusan Teknik Industri yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengalaman dalam bidang Teknik Industri. 7. Seluruh keluarga besar Laboratorium Perancangan Sistem Keja dan Ergonomi (LPSKE) atas persahabatan, dan kerja sama yang luar biasa. 8. Mbak Yayuk, Mbak Rina, Mbak Tutik, dan Pak Agus atas bantuan yang diberikan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. 9. Sudara sekandung dr. Choirul Anwar Fathony beserta istri Niken Retri Paramita, ST. dan pangeran kecil Rayyan Albani Anwar atas kasih sayang, dukungan dan semangatnya. 10. Bapak Sunaryo dan Ibu Rudiah Primariantari atas semangat dan kasih sayangnya.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11. Mahatma Nayaka Adhitama selaku penyemangat sekaligus sumber inspirasi. Terimakasih untuk cinta, kesabaran, dan kasih sayang yang tulus dan begitu besar. 12. Sahabat sekaligus saudaraku Dian, Ivana, Nova ”item”, Aldi, Ningrum, Via, dan Silvi. 13. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Non Reguler (Afif, Ajeng, Aris, Artha, Bayu, Beni P, Bode, Catur, Davit, Diah, Desi, Fillina, Febri, FX Yunianto, Girindra, Lia, Mita, Monika, Nanung, Nurul, Novita, Pendy, Putri, Rani, Rina, Sally, Sustika, Slamet, Silmi, Siwi, Vincent, Witjak, Yustin, Yoppie dan Zaqiah atas persaudaraan dan kasih sayang selama ini. 14. Sahabat-sahabatku Silmie, Mita, Novita, Ranidya, Desi, Rina atas bantuan, persahabatan dan persaudaraan yang tak terlupakan. Semoga persahabatan ini akan tetap terjaga selamanya. 15. Saudara-saudaraku gudang skill, Hendry PP, Dinar Gembul, Abangku Harry Toyo dan Ocka Ockaido, Ardian Ultahar “Bonex”, Ginung, Dwi Samto, Mbak Kiki, Rufaida Cobi, Asti, Isti, Bang Esha, Zulfa, Budi, Brian, Arista, Kang Edwin, Mbak Iffa dan Kang Bison. Terimakasih buat kebersamaan dan cinta yang tidak pernah berhenti. 16. Warga kost “ajeng”, Mbak Imung, Mbak Egda, Mb Intan, Mb Arum, Sahabatku Desi, Rahma, Rani, Nitra atas kebersamaan selama 4 tahun. 17. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun. Surakarta, 13 Juli 2011
commit to user
vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Astrilia Rosiana, NIM: I1307003, PERANCANGAN ROL PERATA MATERIAL PELAT LOGAM SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOR BATIK DI CV BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Juli 2011. Saat ini, aktivitas perataan bahan baku berupa seng dan kaleng bekas pada industri pembuatan kompor CV. Bintang mas dilakukan dengan cara penempaan manual menggunakan martil seberat 5 kilogram dalam posisi duduk pada balok kecil dilantai dengan punggung membungkuk, kaki merentang untuk mempertahankan posisi bahan baku. Kegiatan yang berulang dengan beban yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan nyeri pada beberapa bagian tubuh. Penempaan secara manual juga menghasilkan kebisingan yang tidak aman untuk suatu tempat kerja. Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas perataan bahan baku dengan merancang alat yang bertujuan memperbaiki posisi kerja, menurukan beban kerja fisik pekerja dan menurunkan level kebisingan. Tahapan dalam perancangan alat perata bahan baku ini terdiri dari penjabaran keluhan dan kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode cross (metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri, penentuan spesifikasi perancangan, dan validasi rancangan alat bantu yang dilakukan dengan tiga cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode REBA, penilaian beban kerja fisik pekerja, dan penilaian level kebisingan aktivitas perataan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rol perata bahan dengan ukuran panjang 500 mm, lebar 380 mm tinggi 800 mm dan diameter rol 176 mm. Rol perata bahan baku dirancang untuk posisi kerja berdiri dengan nilai REBA (Rapid Entire Body Assesment) diantara 2 hingga 3 yang menunjukkan level resiko kecil dan rol terbukti mampu menurunkan beban kerja operator dari level heavy menjadi level moderate serta menurunkan level kebisingan dari 102 dB menjadi 69 dB.
Kata Kunci: aktivitas perataan bahan baku, posisi kerja, beban kerja fisik, kebisingan, rol perata. ix + 84 halaman; 35 tabel; 31 gambar; 6 lampiran; daftar pustaka: 17 (1979-2009).
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Astrilia Rosiana, NIM: I1307003, SHEET METAL ROLLER DESIGN AS THE RAW MATERIAL FOR THE BATIK STOVE INDUSTRY AT CV BINTANG MAS, SEMANGGI, SURAKARTA. Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, July 2011. Recycled zinc plates are basic raw material in producing batik stoves. To flatten these plates, the normal industry practice is to manually pound zinc plates using a 5 kg hammer. This activity is done by the operator who sits on a small stool on the floor in a hunched position with their legs spread out to stabilize the zinc plates. This is done repetitively and continously, the operator will have to continously bear a heavy workload during this process. The consequences of this, is work fatigue and several health hazards, with the operator often complaining of pain. The manual pounding of zinc plates result in high noise levels in and around the work area. The purpose of this research is to develop a design for a zinc plate roller to ease the process of flattening the plates. This will result in a better working posture, lowering the workload of the operators and the decrease in noise levels. This research consists of several steps which include: background research, indentifying operators’ needs and wants, tool design, production and testing. Background research is done to obtain data on which part of the operators’ body are experiencing stress and pain due to work conditions which are not ergonomic. Data on the operators heart rate to identify the workload of the operators and the data on the noise levels of the work area are also collected. To identify the needs and wants of the operators they were extensively interviewed. The design for the roller is developed using a cross method and dimensions of the roller is determined by using the antropometry of the operator. The testing of the roller is done by comparing the working conditions before and after the roller is available. Testing is essential to find out if the roller can solve the problems before. The final results of this research is that the roller’s dimensions are a length of 500 mm, width of 380 mm and a height of 800 mm and a roll diameter of 176 mm. The roll design was developed to be operated in a standing work position with a REBA value between 2 and 3 which show low levels of risk. The roll was proven to be able to reduce the operators workload from a heavy level to a moderate level and it can also reduce noise levels from 102 dB to 69 dB.
Key Words: Raw Material Flattening, Work Posture, Phyical Workload, Noise Pollution, Roller. ix + 84 pages; 35 tables; 31 pictures; 6 attachments; index : 17 (1979-2009).
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ii
HALAMAN VALIDASI .............................................................................
iii
SURAT PERYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH .................
iv
SURAT PERYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi DAFTAR PERSAMAAN............................................................................ xviii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................ I- 1 1.2. Perumusan Masalah ........................................................ I- 3 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................ I- 3 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... I- 3 1.5. Batasan Masalah.............................................................. I- 3 1.6. Sistematika Penelitian ..................................................... I- 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Gambaran Umum CV. Bintang Mas ............................. II- 1 2.1.1 Prospektif Pengusaha ........................................... II- 1 2.1.2 Jenis Produk Kompor yang Dipoduksi ................ II- 2 2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Kompor Batik ............... II- 2 2.1.4 Peralatan Pembuatan Kompor Batik.................... II- 3 2.1.5 Proses Produksi Kompor Batik ........................... II- 4
2.2
commit to user Pengertian Ergonomi ..................................................... II- 6 x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3 ...Desain dan Ergonomi .................................................... II- 7 2.4
Perancangan dengan Metode Rasional ............................. II- 9 2.4.1 Clarifying Objectives ............................................. II- 9 2.4.2 Estabilishing Function ........................................ II- 10 2.4.3 Performance Specification .................................. II- 10
2.5
Manusia Mesin............................................................... II- 11
2.6
Anthropometri................................................................ II- 13
2.7
Postur Kerja ................................................................... II- 17
2.8
Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) ............ II- 17
2.9
Perancangan Produk ...................................................... II- 25
2.10 Pengukuran Kerja Fisik ................................................. II- 25 2.11 Kebisingan Tempat Kerja .............................................. II- 29 2.12 Desain Stasiun Kerja dan Sikap Kerja Berdiri .............. II- 30 2.13 Uji Tarik (Tension Test) ................................................ II- 30 2.14 Hukum Hooke ................................................................ II- 31 2.15 Pengerolan Logam ......................................................... II- 32 2.15.1 Menghitung Geometri Rol .................................. II- 34 2.15.2 Menghitung Energi Pengerolan .......................... II- 36 2.15.3 Menghitung Torsi dan Daya ............................... II- 37 2.16 Penelitian Sebelumnya .................................................. II- 38
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Masalah Dengan Penilaian Kondisi Awal .... III- 2 3.2 Wawancara Keluhan dan Harapan Operator ................ III- 4 3.3 Penentuan Kebutuhan Perancangan .............................. III- 4 3.4 Penentuan Konsep Perancangan ................................... III- 5 3.5 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya ............ III- 5 3.6 Penentuan Demensi Kerangka Alat dengan Pendekatan Ergonomi ...................................................................... III- 6 3.7 Bill Of Material ............................................................. III- 6 3.8 Estimasi Biaya .............................................................. III- 6 3.9 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Alat .......... III- 7 commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.10 Analisa dan Interpretasi Hasil ....................................... III- 7 3.11 Kesimpulan dan Saran .................................................. III- 8
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Deskripsi Masalah ......................................................... IV- 1 4.1.1 Posisi Kerja Operator Pada Proses Perataan Bahan Baku ........................................................ IV- 1 4.1.2 Beban Kerja ........................................................ IV- 2 4.1.3 Kebisingan ......................................................... IV- 4 4.2
Penentuan Kebutuhan Perancangan .............................. IV- 4 4.2.1 Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator ...... IV- 4 4.2.2 Penentuan Konsep Perancangan ........................ IV- 6 4.2.3 Fitur dan Ide Rancangan .................................... IV- 7
4.3
Pengolahan Data ............................................................ IV- 9 4.3.1 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya Berdasarkan Spesifikasi Benda Kerja ................ IV- 9 4.3.2 Penentuan Dimensi Alat dengan Pendekatan Ergonomi ............................................................ IV- 10 4.3.3 Gambar Desain Rancangan ................................ IV- 14 4.3.4 Bill Of Material .................................................. IV- 16 4.3.5 Estimasi Biaya Rancangan ................................. IV- 17
4.4
Prototipe ........................................................................ IV- 17
4.5
Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi .................. IV- 18 4.5.1 Posisi Kerja Menggunakan Rol .......................... IV- 18 4.5.2 Beban Kerja Menggunakan Rol ......................... IV- 26 4.5.3 Kebisingan Jika Menggunakan Rol ................... IV- 28
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1
Penyesuaian Dimensi Alat ........................................... V- 1
5.2
Perbandingan Posisi Kerja Operator .............................. V- 1
5.3
Perbandingan Beban Kerja Operator ............................ V- 2
5.4
Perbandingan Kebisingan ............................................. V- 3
5.5
Analisis Biaya ............................................................... V- 4 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
5.6
BAB VI
digilib.uns.ac.id
Analisis Performansi Alat ............................................. V- 5
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan ..................................................................... VI-1
6.2
Saran ................................................................................ VI-1
DAFTAR PUSTAKA 4.6
Normalisasi Ukuran dengan Objective Matrix ................. IV4.6.1 Perhitungan Titik Penilaian Utama ......................... IV4.6.2 Penentuan Nilai Dalam Rentang ............................. IV-
BAB V
4.7
Uji Cobal Alat Ukur.......................................................... IV-
4.8
Perhitungan Nilai Kriteria................................................. IV-
4.9
Penentuan Indeks Total Usabilitas.................................... IV-
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
PENELITIAN
5.1
Analisis Atribut .................................................................. commit to user xiii
V- -
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
Skor Batang Tubuh (Trunk)................................................... II- 19
Tabel 2.2
Skor Bagian Leher (Neck) .................................................... II- 19
Tabel 2.3
Skor kaki (Leg) ...................................................................... II- 20
Tabel 2.4
Skor Beban (Load) .............................................................. II- 20
Tabel 2.5
Skor Lengan Atas (upper arm) ............................................. II- 20
Tabel 2.6
Skor Lengan Bawah (lower arm) ......................................... II- 21
Tabel 2.7
Skor Pergelangan Tangan (wrist) ......................................... II- 21
Tabel 2.8
Skor Coupling ....................................................................... II- 22
Tabel 2.9
Pembobotan untuk Grup A ................................................... II- 22
Tabel 2.10
Pembobotan untuk Grup B .................................................... II- 23
Tabel 2.11
Perolehan skor C.................................................................... II- 23
Tabel 2.12
Skor Aktivitas REBA ........................................................... II- 23
Tabel 2.13
Nilai Level Tindakan REBA ................................................ II- 24
Tabel 2.14
Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... II- 26
Tabel 2.15
Table of Permissible Noise Exposure ................................... II- 29
Tabel 4.1
Pengukuran Denyut Jantung Operator .................................. IV- 2
Tabel 4.2
Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... IV- 3
Tabel 4.3
Keluhan dan Kebutuhan Operator ......................................... IV- 5
Tabel 4.4
Harapan Operator .................................................................. IV- 5
Tabel 4.5
Fitur rancangan Alat Bantu .................................................. IV- 7
Tabel 4.6
Hasil Uji Tarik ...................................................................... IV- 9
Tabel 4.7
Data Anthropometri Operator................................................ IV- 10
Tabel 4.8
Rekapitulasi Ukuran Alat Bantu Rol Perataan Bahan Baku . IV- 13
Tabel 4.9
Estimasi Biaya Rancangan ................................................... IV- 17
Tabel 4.10
Pembobotan Untuk Grup A .................................................. IV- 20
Tabel 4.11
Pembobotan Untuk Grup B .................................................. IV- 21
Tabel 4.12
Perolehan Skor C ................................................................. IV- 22
Tabel 4.13
Nilai Level Tindakan REBA ................................................ IV- 22
Tabel 4.14
Pembobotan Untuk Grup A .................................................. IV- 24 commit to user Pembobotan Untuk Grup B .................................................. IV- 25
Tabel 4.15
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.16
Perolehan Skor C ................................................................. IV- 25
Tabel 4.17
Nilai Level Tindakan REBA ................................................ IV- 26
Tabel 4.18
Pengukuran Denyut Jantung Operator .................................. IV- 26
Tabel 4.19
Klasifikasi Beban Kerja Fisik ............................................... IV- 28
Tabel 5.1
Tabel Perbandingan Beban Kerja ......................................... V- 2
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Contoh Kompor Batik yang Diproduksi CV. Bintang Mas .................................................................................. II- 2
Gambar 2.2
Palu untuk Meratakan Bahan Baku Seng ........................ II- 3
Gambar 2.3
Gunting Besi untuk Memotong Bahan Baku Seng dan Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas ................................. II- 3
Gambar 2.4
Alat Pencetak Tabung Sumbu di CV. Bintang Mas ........ II- 4
Gambar 2.5
Alat (a) Landasan untuk Proses Keling (b) palu untuk Penempa untuk Proses Keling di CV. Bintang Mas ....... II- 4
Gambar 2.6
Anthropometri untuk Perancangan Produk Atau Fasilitas .......................................................................... II- 15
Gambar 2.7
Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk) ................ II- 18
Gambar 2.8
Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) ............................... II- 19
Gambar 2.9
Postur Tubuh Bagian Kaki (Leg) ................................... II- 19
Gambar 2.10 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (upper arm) ............. II- 20 Gambar 2.11 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (lower arm) .......... II- 21 Gambar 2.12 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (wrist) ........ II- 21 Gambar 2.13 Sistem Penilaian REBA ................................................. II- 24 Gambar 2.14 Uji Tarik dan Kurva Uji Tarik ....................................... II- 31 Gambar 2.15 Kurva Tegangan- Regangan ........................................... II- 32 Gambar 2.16 Diagram Skematik Pengerolan ....................................... II- 33 Gambar 2.17 Macam-macam rol Milling (a) Two-high,Pullover; (b) two-high, reversing; (c) Three-high; (d) Four-high; (e) cluster .............................................................................. II- 34 Gambar 3.1
Metode Penelitian............................................................ III- 1
Gambar 4.1
Perataan Bahan Baku ...................................................... IV- 1
Gambar 4.2
Postur Tubuh Operator Saat Menjangkau Ke Atas ........ IV- 12
Gambar 4.3
Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku ................... IV- 14
Gambar 4.4
Desain Rancangan Alat Bantu Tampak Depan .............. IV- 15
Gambar 4.5
commit to userTampak Samping .......... IV- 15 Desain Rancangan Alat Bantu xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.6
Desain Rancangan Alat Bantu Tampak Atas ................. IV- 16
Gambar 4.7
Bill Of Materials ............................................................ IV- 16
Gambar 4.8
Prototipe Hasil Perancangan .......................................... IV- 18
Gambar 4.9
Posisi Pengerolan Menggunakan Rol ............................. IV- 20
Gambar 4.10 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 1 ........................ IV- 21 Gambar 4.11 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 2 ........................ IV- 23 Gambar 5.1
Grafik Perbandingan Energi Ekspenditure ..................... V- 3
Gambar 5.2
Grafik Perbandingan Kebisingan .................................. V- 4
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PERSAMAAN Halaman Persamaan 2.1
Perhitungan Denyut Nadi .............................................. II- 26
Persamaan 2.2
Energy Expenditure......................................................... II- 27
Persamaan 2.3
Konsumsi Energi ............................................................. II- 28
Persamaan 2.4
Hubungan Stress dan Strain ............................................ II- 31
Persamaan 2.5
Contact Lenght ................................................................ II- 34
Persamaan 2.6
Gaya Gesek ..................................................................... II- 34
Persamaan 2.7
Radius.............................................................................. II- 34
Persamaan 2.8
Defleksi ........................................................................... II- 35
Persamaan 2.9
Radius dengan Defleksi .................................................. II- 35
Persamaan 2.10 Regangan ......................................................................... II- 36 Persamaan 2.11 Tegangan Alir Rata-rata .................................................. II- 36 Persamaan 2.12 Gaya Rol.......................................................................... II- 36 Persamaan 2.13 Torsi Rol ......................................................................... II- 36 Persamaan 2.14 Inersia Rotasi ................................................................... II- 36 Persamaan 2.15 Energi Kinetik Rol .......................................................... II- 36 Persamaan 2.16 Daya Pengerolan ............................................................. II- 37 Persamaan 2.17 Perbandingan Lengan Momen dengan Busur Kontak .... II- 38 Persamaan 2.18 Besarnya Torsi ................................................................ II- 38 Persamaan 2.19 Kerja Rol ......................................................................... II- 38 Persamaan 2.20 Daya Total ....................................................................... II- 38
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1-1 Kuesioner Keluhan Tubuh Operator ................................ L1- 2 Lampiran 1-2 Pertanyaan Terbuka ........................................................... L1- 4 Lampiran 2-1 Tabel Koefisien Gesek ....................................................... L2- 9 Lampiran 2-2 Tabel Koefisien Kekuatan .................................................. L2- 9 Lampiran 2-3 Hasil Pengujian Tarik ......................................................... L2- 10 Lampiran 2-4 Hasil Perhitungan Dimensi Komponen Rol ....................... L2- 10
Lampiran 4-1 Perhitungan Menggunakan Metode OMAX ...................... L4-1 Lampiran 4-2 Bentuk Kuesioner Persepsi ................................................ L4Lampiran 4-3 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Persepsi............................... L4-
commit to user xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan. 1.1 Latar Belakang Masalah Konversi minyak tanah yang dilakukan pemerintah tahun 2008 menyebabkan berkurangnya jumlah pengrajin kompor konvensional. Desa Semanggi yang dulunya merupakan sentra home industry kompor minyak di Surakarta mempunyai anggota sebanyak 30 industri, namun sekarang hanya 5 industri saja yang mampu bertahan, salah satunya adalah CV. Bintang Mas. Sebelum adanya konversi minyak tanah ke gas, home industry ini memproduksi dua jenis kompor yaitu kompor untuk rumah tangga dan kompor untuk proses batik. Namun setelah adanya konversi hanya kompor untuk proses batik saja yang masih diproduksi. Kompor batik mempunyai prinsip yang sama dengan kompor minyak tanah yang biasa digunakan dalam rumah tangga, namun dimensi ukurannya yang jauh lebih kecil. Proses pembuatan kompor batik ini terdiri dari empat tahapan, yaitu pembuatan komponen, penggabungan (assembly), pengecetan, dan finishing. Semua proses yang dilakukan masih manual dengan mengandalkan manusia sebagai penggerak utamanya. Komponen pada kompor batik terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian rangka, tempat sumbu, dan perapian. Bahan dasar pembuatan ketiga bagian ini adalah daur ulang dari lembaran kaleng bekas, seng bekas, dan benang sisa pintalan. Proses daur ulang bahan baku berupa kaleng dan seng bekas dilakukan secara manual dengan mengandalkan kekuatan dua operator. Kaleng maupun seng bekas dibongkar menjadi lembaran-lembaran dan dipotong sesuai ukuran mal yaitu dengan lebar 25 cm dan dengan panjang yang bervariasi menyesuaikan panjang bahan baku. Kemudian dilakukan proses perataan secara manual dengan cara ditempa menggunakan martil seberat 5 kg untuk mendapatkan lembaran commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahan baku yang lurus dan permukaannya rata. Proses manual ini menimbulkan kebisingan dan debu yang mengganggu aktivitas operator. Berdasarkan hasil wawancara kepada dua operator yang sedang melakukan aktivitas perataan bahan baku dan observasi ditemukan permasalahan yang dikeluhkan operator. Permasalahan tersebut antara lain adalah posisi kerja pada saat proses perataan bahan baku dengan cara ditempa yang menimbulkan keluhan nyeri pada leher, bahu, punggung, pinggang, lengan, pergelangan tangan, lutut, betis serta paha, tingkat kebisingan yang mengganggu operator, dan beban kerja yang menyebabkan keluhan kelelahan operator. Keluhan otot di beberapa bagian tubuh operator dikarenakan operator membungkukkan badan pada proses perataan bahan baku dengan cara manual. Hal ini dikarenakan aktivitas perataan bahan baku dilakukan di atas lantai dengan posisi operator jongkok dan terkadang duduk pada balok kayu. Posisi duduk yang tidak alamiah atau tidak ergonomis akan menimbulkan kontraksi otot secara isometris (melawan tahanan) pada otot-otot utama yang terlibat dalam pekerjaan (Sutajaya, 1997). Otot-otot punggung akan bekerja keras menahan beban anggota gerak atas yang sedang melakukan pekerjaan. Akibatnya beban kerja bertumpu di daerah pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi nyeri pada otot sekitar pinggang atau punggung bawah. Penilaian terhadap permasalahan posisi kerja dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan. Posisi kerja pada aktivitas perataan bahan baku membungkuk
dan
menggunakan
kaki
sebagai
penjepit
bahan
baku
memperlihatkan posisi kerja yang tidak dianjurkan dan memerlukan perbaikan. Kebisingan yang ditimbulkan dari proses penemapaan bahan baku adalah sebesar 102 dB yang tidak sesuai dengan standar kebisingan yang diizinkan, sedangkan beban kerja proses perataan bahan baku dengan cara manual menunjukkan berada pada level heavy yang menunjukkan aktivitas kerja berada pada level yang memerlukan perbaikan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibuat alat perata bahan baku dengan menggunakan prinsip kerja rolling press. Pemilihan penggunaan mesin rol adalah menyesuaikan dengan karakteristik commit to home user industry CV. Bintang Mas dan
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menurut Warsono (2003) mesin rol jauh lebih mudah baik cara pengoperasiannya dan pengadaannya. Mesin rol dapat dioperasikan dengan menggunakan daya yang rendah atau manual selain itu rol mampu mengurangi tingkat kebisingan, tidak berpotensi menimbulkan debu selama proses pengerolan, dan dapat mempercepat proses perataan tanpa memerlukan biaya yang besar sekaligus tidak memerlukan tempat yang luas. Hal ini juga sebagai upaya untuk mengurangi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh operator selama proses perataan bahan baku dan memenuhi semua kebutuhan operator atas keberadaan sebuah rancangan alat perataan lembaran bahan baku yang sesuai dengan harapan operator. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat rol perataan bahan baku yang dapat memperbaiki posisi kerja mengurangi level kebisingan dan menurunkan beban kerja operator. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menghasilkan rancangan rol perataan bahan baku yang dapat memperbaiki posisi kerja operator, mengurangi kebisingan, dan menurunkan beban kerja operator. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mempermudah proses perataan bahan baku dan memberikan lingkungan kerja yang lebih nyaman pada industri kompor CV. Bintang Mas. 1.5 Batasan Masalah Batasan yang digunakan adalah jenis material yang dipakai sebagai acuan pembuatan rancangan alat perata bahan baku adalah material logam seng dan kaleng bekas dengan tebal maksimal 0,6 mm dengan lebar 250 mm.
commit to user
I-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.6 Sistematika Penelitian Sistematika
penulisan
dibuat
agar dapat
memudahkan
pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi, dan sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian mengenai perancangan alat untuk proses perataan bahan baku di home industry CV. Bintang Mas.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis. BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data dan informasi yang diperlukan untuk menganalisis permasalahan, kemudian dilakukan pengolahan data secara bertahap berdasarkan metodologi yang telah ditentukan. BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan.
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah dan saran serta masukan bagi kelanjutan penelitian.
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisa permasalahan yang ada. 2.1 Gambaran Umum CV. Bintang Mas Pada subbab ini akan dijelaskan tentang prospektif pengusaha, jenis produk kompor yang diproduksi, bahan baku, peralatan, dan pembuatan kompor di home industry CV. Bintang Mas yang ada berlokasi di daerah Semanggi, Surakarta. 2.1.1 Prospektif Pengusaha Home industry CV. Bintang Mas merupakan salah satu home industry yang bergerak di bidang pembuatan kompor minyak tanah. Home industry ini didirikan oleh pemiliknya yakni Bapak Redjo tahun 1966 yang berlokasi di Jalan Serayu no.10 RT.03 RW.XVII Semanggi, Surakarta. Home industry ini bermula dari sekelompok pemuda kreatif di sekitar daerah Semanggi yang mendirikan perkumpulan bagi orang-orang yang memproduksi kompor minyak tanah dan kompor batik. Perkumpulan ini pada awalnya terdiri dari 30-an anggota, namun lambat laun seiring dengan perkembangan teknologi jumlah anggotanya semakin menurun hingga 15 orang. Ini dikarenakan adanya konversi minyak tanah yang dilakukan pemerintah. Sehingga banyak yang pesimis untuk melanjutkan usaha pembuatan kompor tersebut. Dengan berbekal keyakinan bahwa selama masih ada minyak tanah Bapak Redjo beserta anggota-anggota yang lain yakin bahwa kompor produksi mereka akan tetap laku di pasaran. Awalnya home industry ini melibatkan 30 karyawan yang bekerja 6 hari selama satu minggu, namun seiring dengan adanya konversi minyak tanah menjadi gas jumlah pekerja saat ini hanya tinggal 8 orang saja. Produk yang dihasilkan saat ini hanya kompor untuk batik, tidak lagi memproduksi kompor untuk rumah tangga. Setiap harinya produk kompor batik yang dihasilkan sekitar 200 buah kompor. Setiap karyawan bisa malakukan semua jenis pekerjaan mulai commitpengepakan. to user dari proses perataan bahan baku hingga Sistem pembagian kerjanya
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tidak terkhususkan hanya untuk satu jenis pekerjaan saja. Mereka memiliki jam kerja selama 8 jam, mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat selama 1 jam pada pukul 12.00 hingga pukul 13.00 (CV. Bintang Mas, 2010). 2.1.2 Jenis Produk Kompor yang Diproduksi Kompor yang diproduksi home industry CV. Bintang Mas merupakan kompor khusus untuk pembuatan batik tulis. Kompor ini mempunyai ukuran yang berbeda dengan kompor rumah tangga, namun mempunyai kemiripan bentuk.
(a)
(b)
Gambar 2.1 Contoh Kompor Batik yang Diproduksi CV. Bintang Mas; (a) Kompor Batik Tampak Atas (b) Kompor Batik Tampak Samping 2.1.3 Bahan Baku Pembuatan Kompor Batik Berdasarkan hasil observasi di CV. Bintang Mas, kompor batik yang diproduksi terbuat dari bahan-bahan bekas yang kemudian didaur ulang. Kompor ini terbuat dari dua bahan baku utama yaitu kaleng atau seng bekas dan juga benang sisa pemintalan. Sedangkan bahan baku pembantu adalah cat dan juga paku keling. Kaleng atau seng bekas digunakan sebagai bahan baku pembuatan rangka kompor, benang digunakan sebagai sumbu kompor batik, paku keling sebagai penyambung antar komponen, sedangkan cat adalah untuk melapisi rangka kompor batik agar terlihat baik dan menarik. Bahan baku kaleng bekas dan seng bekas diperoleh dari beberapa agen barang bekas di sekitar Surakarta. Sedangkan benang bekas diperoleh dari beberapa industri textile di Surakarta. commit to user
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.4 Peralatan Pembuatan Kompor Batik Kompor batik ini dibuat dengan peralatan yang sederhana. Adapun peralatan yang digunakan adalah palu untuk alat untuk perataan permukaan bahan baku, gunting, rol tabung sumbu, pembesaran diameter tabung sumbu, dan alat untuk proses keling. Fungsi masing-masing alat, yaitu: 1. Palu Alat ini berfungsi untuk menempa bahan baku yang berupa seng dan kaleng bekas untuk meratakan permukaannya.
Gambar 2.2 Palu Untuk Meratakan Bahan Baku Seng dan Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas 2. Gunting Alat ini berfungsi untuk menggunting lembaran bahan baku menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 2.3 Gunting Besi untuk Memotong Bahan Baku Seng dan Kaleng Bekas di CV. Bintang Mas 3. Alat Rol Tabung Sumbu Alat ini berfungsi untuk mencetak lembaran bahan baku menjadi tabung sumbu.
commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4 Alat Pencetak Tabung Sumbu di CV. Bintang Mas 4. Alat Bantu Proses Keling Alat ini digunakan untuk membantu proses keling, ini digunakan sebagai alas untuk proses tersebut, sedangkan untuk penempaannya menggukan palu.
(a)
(b)
Gambar 2.5 Alat (a) Landasan Untuk Proses Keling (b) Palu Untuk Penempa Untuk Proses Keling 2.1.5 Proses Produksi Kompor Batik Urutan proses produksi kompor batik pada CV. Bintang Mas adalah sebagai berikut: 1. Pemotongan bahan baku Pada proses ini bahan baku kerangka kompor berupa kaleng dan seng bekas dibongkar dan dipotong agar dapar manjadi lembaran
bahan
baku. Pemotongan dilakukan dengan dimensi lebar 25 cm dengan panjang tergantung dari masing-masing panjang dari bahan baku. 2. Perataan bahan baku Pada proses ini, kaleng dan seng bekas yang sudah menjadi lembaran kemudaian diratakan permukannya dengan cara ditempa dengan menggunakan palu martil hingga permukannya rata. commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil Proses pemotongan ini dilakukan pada bahan baku yang sudah mempunyai permukaan yang rata. Bahan baku dipotong untuk bagiann kecil lainnya, yaitu untuk tabung sumbu, ring atas, dan kaki kompor. 4. Proses pembentukam Proses pembentukan disini ada beberapa macam karena bagian kompor sendiri terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian badan sumbu, perapian dan kerangka. Untuk proses pembuatan bagian kerangka, bahan baku yang sudah dipotongi sesuai dengan ukuran part yang akan dibuat kemudian diproses untuk menghasilkan tabung minyak, kaki kompor, dan ring atas. Sedangkan untuk bagian sumbu proses pembentukannya adalah membuat tabung sumbu dengan tiga ukuran yang berbeda, ring atas dan bawah. Untuk sumbu sendiri prosesnya adalah manual dengan menggunakan tenaga tangan manusia untuk memilin benang-benang sisa textile menjadi panjang dan dapat dimanfaatkan untuk sumbu. Untuk bagian-bagian perapian sebagian besar tidak diproses sendiri, melainkan menggunakan jasa dari luar home industry tersebut. Contohnya adalah piringan, kenir, pekaser, dan kerostin. 5. Perakitan awal Pada proses ini semua part-part yang telah dibuat maupun didatangkan dari home industry lain dirakit menjadi satu kesatuan. Tujuannya untuk merakit part-part penyusun dari masing-masing bagian kompor. Untuk bagian kerangka kompor bagian yang dirakit adalah tabung minyak, 3 kaki dan ring atas. Kemudian untuk bagian badan sumbu adalah merakit tabung-tabung sumbu dengan piringan, ring atas, ring bawah, dan juga memasukkan sumbu pada tabung sumbu. 6. Pengecetan Pada proses ini yang mengalami pengecetan hanya bagian badan kompor, sedangkan untuk badan sumbu tidak mengalami proses pengecatan. commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Perakitan Pada proses ini dua bagaian dari kompor yaitu rangka dan badan sumbu yang telah terangkai kemudian disatukan dengan bagian ketiga yaitu bagian perapian yang terdiri dari piringan, kenir, pekaser, dan kerostin 8. Finishing Pada proses ini adalah proses pemeriksaan kompor yang sudah siap dikirim, apakah fungsi pembesar dan pengecil api berfungsi dengan baik dan apakah sumbu dapat naik turun dengan mudah. Kompor yang lolos proses pemeriksaan kemudian dilabeli dan dipak setiap 10 kompor. 2.2 PENGERTIAN ERGONOMI Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon berarti “kerja” dan nomos berarti “hukum”. Ergonomi ialah cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, dkk., 2006). Menurut Bridger (2003), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dan mesin dan faktor yang mempengaruhi interaksi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan interaksi kinerja sistem dengan memperbaiki mesin manusia. Ini dapat dilakukan dengan “merancang-masukan” interface yang lebih baik atau dengan 'merancang-keluaran' faktor dalam lingkungan kerja, dalam tugas atau dalam organisasi kerja yang mendegradasi kinerja manusia-mesin. Selain pengertian diatas ada pengertian lain yang menyatakan bahwa disiplin ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem dengan baik untuk mencapai tujuan yang dinginkan melalui pekerjaan dengan efektif, efesien, aman, dan nyaman. Pokok-pokok mengenai disiplin ergonomi, sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1995) : 1. Fokus ergonomi adalah berkaitan erat dengan aspek-aspek manusia didalam perencanaan "Man Made Object" dan lingkungan kerja. Secara commit to user sistematis pendekatan ergonomi untuk rancang bangun, sehingga akan II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tercipta produk, sistem atau lingkungan kerja yang sesuai dengan manusia. 2. Ergonomi sebagai "A Dicipline Concered" yaitu pendekatan ergonomi akan mampu menimbulkan "Fungtional Effetiveness" dan kenikmatan pemakai dan peralatan, fasilitas maupun lingkungan kerja yang dirancang. 3. Maksud dan tujuan dari pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada uapaya memperbaiki performansi kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, accuracy (ketetapan), keselamatan kerja, dan untuk mengurangi kelelahan. 4. Pendekatan khusus disiplin ergonomi adalah aplikasi yang sistematis dari informasi yang berkaitan dengan karateristik dan perilaku manusia dalam perancangan alat, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai. Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, dkk., 2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik, dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola, dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. 2.3 Desain dan Ergonomi Manusia dalam kehidupan sehari-harinya akan banyak menggunakan berbagai macam produk, mesin maupun peralatan kerja untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia merupakan komponen yang penting untuk setiap sistem operasional (sistem manusia – mesin) yang berfungsi untuk menghasilkan sebuah aktivitas kerja. Agar sistem tersebut bisa berfungsi baik, maka sub-sistem (komponen-komponen) pendukungnya haruslah dirancang “compatible” satu commit to user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan yang lain. Hal ini tidak saja menyangkut komponen (elemen) yang berada didalam sub-sistem mesin, tetapi juga menyangkut manusia yang akan berinteraksi dengan sub-sistem mesin tersebut untuk membentuk sebuah sistem manusia-mesin (man-machine system). Oleh karena itu seorang perancang produk haruslah bisa mengintegrasikan semua aspek manusiawi tersebut dalam karyakarya rancangannya dalam sebuah konsep “Human Integrated Design” (Wignjosoebroto, 2000). Desain dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas luas dari inovasi desain dan teknologi yang digagaskan, dibuat, dipertukarkan (melalui transaksi jual-beli) dan fungsional. Desain merupakan hasil kreativitas budi-daya (man-made object) manusia yang diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang memerlukan perencanaan, perancangan maupun pengembangan desain, yaitu mulai dari tahap menggali ide atau gagasan, dilanjutkan dengan tahapan pengembangan, konsep perancangan, sistem dan detail, pembuatan prototyp dan proses produksi, evaluasi, dan berakhir dengan tahap pendistribusian. (Wardani, 2003). Secara umum aplikasi konsep Human Integrated Design (HID) dapat dijelaskan berdasarkan 2 (dua) prinsip yaitu : pertama, seorang perancang produk harus menyadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci penentu sukses didalam operasionalisasi sistem manusia-mesin (produk). Kedua, seorang perancang produk harus juga menyadari bahwa setiap produk akan memerlukan informasi-informasi detail dari semua faktor yang terkait dalam setiap proses perancangan. (Wignjosoebroto, 2000). Penerapan ergonomi dalam desain sistem harus membuat sistem kerja lebih baik dengan menghilangkan aspek sistem yang berfungsi undesireable dan tidak terkendali (Bridger, 2003), seperti : 1. Inefisiensi 2. Kelelahan 3. Kecelakaan, cedera dan kesalahan 4. Pengguna kesulitan 5. Tidak ramah lingkungan commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Granjean (1982) dalam Wignjosoebroto (2000), fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah rancangan produk yang memenuhi persyaratan “fitting the task to the man”. Hal ini berarti setiap rancangan sistem manusia-mesin (produk) yang akan dibuat haruslah selalu dipikirkan untuk kepentingan (dalam arti keselamatan, keamanan, maupun kenyamanan) manusia. Perancangan sebuah produk dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek keunggulan teknologi memang juga penting, terutama untuk meningkatkan kemampuan teknis-fungsional dari produk tersebut. Akan tetapi performansi produk baru akan bisa maksimal dicapai bilamana terjadi “synergy process” pada saat terjadi interaksi timbal-balik yang serasi dan selaras dengan
manusia-operator
yang
akan
melayani,
mengoperasikan,
dan
mengendalikannya (Wignjosoebroto, 2000). Pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk yang paling tampak nyata aplikasinya adalah
melalui pemanfaatan data anthropometri
(ukuran tubuh) guna menetapkan dimensi ukuran geometris dari produk dan juga bentuk-bentuk tertentu dari produk yang disesuaikan dengan ukuran maupun bentuk (feature) tubuh manusia pemakainya. Data anthropometri yang menyajikan informasi mengenai ukuran maupun bentuk dari berbagai anggota tubuh manusia yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku-bangsa (etnis), posisi tubuh pada saat bekerja, dan sebagainya serta diklasifikasikan dalam segmen populasi pemakai (persentile) perlu diakomodasikan dalam penetapan dimensi ukuran produk yang akan dirancang (Wignjosoebroto, 2000). 2.4 Perancangan Dengan Metode Rasional Metode
rasional
menggunakan
pendekatan yang sistematis
dalam
perancangan. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang berkualitas (Cross, Nigel 1994). Adapun langkah-langkah metode rasional antara lain : 2.4.1 Clarifying Objectives Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana mencoba untuk menjelaskan tujuan perancangan. Pada kenyataannya akan sangat commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membantu pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan perancangan sudah jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal dan sementara dapat berubah, meluas atau menyempit, atau benar-benar berubah asalkan permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ideide dapat berkembang. Clarifying objectives menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk pencapaian tujuan yang sedang dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Langkah-langkah pembuatan clarifying objectives adalah sebagai berikut : a. Menyiapkan daftar tujuan perancangan, dimana daftar tersebut diambil dari ringkasan perancangan. b. Menyusun daftar ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi dan tingkat rendah. Perluasan daftar tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat dikelompokkan ke dalam tingkatan hirarki. c. Menggambarkan diagram clarifying objectives, hubungan hirarki dan garis hubungannya. 2.4.2 Establishing Function Establishing functions bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkahlangkah pembuatan establishing functions adalah sebagai berikut : a. Menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan input menjadi output yang diinginkan. b. Memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik. c. Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antar sub-fungsi dasar. 2.4.3 Performance Specification Performance specification bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria. commit to user Langkah-langkah pembuatan performance specification adalah sebagai berikut : II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima. b. Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan dioperasikan. c. Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan. d. Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti. 2.5 Manusia Mesin Sistem manusia mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan satu atau beberapa mesin dimana salah satu dengan yang lainnya akan saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukanmasukan yang diperoleh (Wignjosoebroto, 1995). Dalam kaitannya dengan sistem manusia mesin maka dikenal tiga macam hubungan yaitu: 1. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Manual (Manual Man-Machine System) Dalam sistem ini input akan langsung ditransformasikan oleh manusia menjadi output. Disini manusia masih memegang kendali secara penuh didalam melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanyalah sekedar menambah kemampuan atau kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. 2. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Semi Otomatis (Semi Automatic Man-Machine System) Adanya revolusi industri dan perkembangan teknologi maka telah berhasil ditemukan berbagai mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks. Tidak seperti halnya pada manual sistem maka dalam semi automatic man-machine sistem akan ada mekanisme khusus yang akan mengolah input atau informasi dari luar sebelum masuk kedalam sistem kerja manusia dan demikian pula reaksi yang berasal dari sistem manusia ini akan diolah atau dikontrol terlebih dahulu melewati suatu mekanisme tertentu sebelum suatu output berhasil diproses. Sistem dimana mesin akan memberikan power (tenaga) dan manusia akan melaksanakan fungsi kontrol dikenal sebagai semi automatic man-machine sistem.
commit to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Sistem Manusia-Mesin Hubungan Otomatis (Automatic ManMachine System) Pada sistem yang berlangsung secara otomatis, maka disini mesin akan melaksanakan fungsi dua sekaligus yaitu menerima rangsangan dari luar (sensing) dan pengendali aktivitas seperti umumnya yang dijumpai dalam prosedur kerja yang normal. Fungsi operator disini hanyalah memonitor dan menjaga agar supaya mesin tetap bekerja dengan baik serta memasukkan data atau mengganti dengan program-program baru apabila diperlukan. Penyelidikan terhadap fungsi manusia-mesin adalah di dasarkan atas suatu kenyataan bahwa antara manusia dan mesin masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hal ini berarti ada pekerjaan yang lebih baik jika dikerjakan oleh manusia dan sebaliknya ada pula pekerjaan lainnya yang mungkin akan lebih baik bila pelaksanaannya dilakukan oleh dominasi mesin (Wignjosoebroto, 1995). Dibandingkan dengan mesin, manusia sebagai komponen yang ada dalam proses produksi akan memiliki beberapa keterbatasan-keterbatasan antara lain (Wignjosoebroto, 1995) : 1.
Tidak bisa menghasilkan tenaga fisik ataupun tekanan dalam jumlah besar
2.
Tidak bisa menggunakan kekuatan ototnya dengan intensitas yang tetap dan akurasi yang tinggi
3.
Tidak bisa menampilkan kecepatan kerja yang tinggi dan gerakangerakan yang berulang tanpa kenal lelah, bosan maupun menimbulkan kesalahan.
4.
Tidak bisa melakukan analisa dan kalkulasi perhitungan masalahmasalah yang terlalu kompleks secara cepat dan tepat.
5.
Tidak bisa mengerjakan berbagai tugas yang berbeda-beda secara serentak dalam kurun waktu yang relatif bersamaan.
6.
Tidak bisa menyimpan dan memanggil/mengingat kembali sejumlah data dalam jumlah besar secara tepat dan akurat.
7.
Tidak bisa memberikan tanggapan secara cepat terhadap signal kendali commit to user yang berubah-ubah dalam frekuensi yang seringkali.
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
Tidak bisa memberikan performans dan fungsi kerja secara memuaskan bilamana kondisi lingkungan fisik kerja seperti panas, dingin, bising, kelembaban,
dan
sebagainya
berada
diatas
ambang
batas
kesanggupannya. Selanjutnya dibandingkan dengan manusia, mesin istilah ini juga dipakai untuk menyebut fasilitas kerja lainnya yang non-human secara umum juga akan memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain (Wignjosoebroto, 1995) : 1.
Tidak bisa memberi tanggapan terhadap perintah-perintah yang diluar batas kemampuan yang telah dirancang sebelumnya.
2.
Tidak bisa memberi tanggapan terhadap kejadian-kejadian yang tidak diramalkan sebelumnya.
3.
tidak bisa berfikir induktif yaitu menarik kesimpulan umum dari hal-hal yang bersifat khusus.
4.
Tidak bisa berfikir kreatif seperti menggambarkan cara/pola baru dalam melaksanakan aktivitas operational.
5.
Tidak bisa bertindak fleksibel seperti menggunakan alternatif-alternatif baru yang tidak dirancang/diprogramkan sebelumnya.
6.
Tidak bisa berfungsi secara layak diluar batas beban atas kapasitas normalnya.
2.6 Anthropometri Menurut Pheasant (1998) dalam Wardani (2003), athropometri berasal dari kata antropos yang berarti manusia, dan
metrikos yang berarti pengukuran.
Sehingga anthropometri diartikan sebagai suatu ilmu yang secara khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya. Perbandingan fungsional individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui dengan sistem proporsi anthromorfis didasarkan pada dimensi-dimensi tubuh manusia. Salah satu caranya adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard dan tidak bergerak (static anthropometry), serta saat melakukan gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan (dynamic anthropometry). Misalnya, perancangan kursi mobil (gerakan mengoperasikan kemudi, pedal, tangkai commit to user pemindah gigi). Gerakan yang biasa dilakukan anggota tubuh dapat dibagi dalam II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bentuk range/rentangan gerakan, kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan ketelitian (Wardani, 2003). Data anthropometri ini menyajikan informasi mengenai ukuran tubuh manusia, yang dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa (etnis), posisi tubuh saat beraktivitas, dan sebagainya, serta diklasifikasikan dalam segmen populasi pemakai, perlu diakomodasikan
dalam penetapan dimensi
ukuran produk desain yang dirancang guna menghasilkan kualitas rancangan yang tailor made dan memenuhi persyaratan fittness for use (Wignjosoebroto, 2000). Anthropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat diklasifikasikan dari 1 percentile sampai 100 percentile. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data anthropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusia disesuaikan dengan alat. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design-induced error) (Liliana, 2007). Data anthropometri yang ada dibedakan menjadi dua kategori, (Pullat,1992), yaitu: 1. Dimensi struktural (statis), Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan, dan sebagainya. 2. Dimensi fungsional (dinamis), Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan gerakancommit to user
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Data
anthropometri
dapat
diaplikasikan
dalam
beberapa
hal,
(Wignjosoebroto, 1995) yaitu: 1. Perancangan area kerja 2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas dan sebagainya 3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer, dan lain-lain 4. Perancangan lingkungan kerja fisik Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah dikarenakan oleh faktor-faktor (Nurmianto, 2004), sebagai berikut: 1. Keacakan/random 2. Jenis kelamin 3. Suku bangsa 4. Usia 5. Jenis pekerjaan 6. Pakaian 7. Faktor kehamilan pada wanita 8. Cacat tubuh secara fisik Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
27
Gambar 2.6 Anthropometri Untuk Perancangan Produk Atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, commit to1995 user
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan gambar 2.6, yaitu: 1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala). 2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak. 3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak. 4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus). 5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan). 6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat sampai dengan kepala). 7 : Tinggi mata dalam posisi duduk. 8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk. 9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10 : Tebal atau lebar paha. 11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut. 12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut betis. 13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan paha. 15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16 : Lebar pinggul ataupun pantat. 17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam gambar). 18 : Lebar perut. 19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus. 20 : Lebar kepala. 21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22 : Lebar telapak tangan. 23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar). commit to user
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak. 25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak. 26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai dengan ujung jari tangan. 27 : Tinggi dalam posisi berdiri dari ujung kaki hingga pantat bagian bawah. 2.7 Postur Kerja Postur ditandai dengan mengukur hubungan sudut antara berbagai menghubungkan tubuh dan tetap kerangka acuan. Kerangka acuan yang paling intuitif adalah segmen lain badan utama, seperti sebagai lengan untuk postur pergelangan tangan atau batang tubuh untuk postur leher. Namun, beberapa sistem menggunakan referensi jenis lainnya, seperti cakrawala. Tindakan mencakup besar dan durasi postur tertentu (MacLeod, 2000). Menurut MacLeod (2000), postur netral adalah posisi optimal tiap sendi yang menyediakan kekuatan paling besar, kontrol gerakan yang paling atas, dan stres fisik paling kecil pada sendi dan jaringan di sekitarnya. Secara umum, posisi ini sudah dekat titik tengah dari berbagai macam gerakan, yaitu posisi di mana otot-otot sekitar sendi seimbang dan santai. Ada pengecualian penting untuk aturan titik-titik tengah ini. Contohnya adalah postur lengan yang dipengaruhi oleh
gravitasi,
dan
lutut
yang
berfungsi
dengan
baik
dekat
posisi
perpanjangannya. 2.8 Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) Menurut McAtamney dan Hignett (2000), REBA dikembangkan untuk menilai jenis postur kerja tak terduga yang ditemukan di industri jasa layanan kesehatan dan lainnya. Data dikumpulkan tentang postur tubuh, kekuatan digunakan, jenis gerakan atau tindakan, dan kopling. REBA skor akhir ini dihasilkan untuk memberikan indikasi dari levl risiko dan urgensi yang bahu tindakan diambil. Metode ini mengharuskan pengamat untuk mengkategorikan postur segmen tubuh individu untuk tingkat perpindahan dari sudut netral. Awalnya, metode REBA dapat digunakan untuk mengukur perbedaan postur antara kondisi yang to user berbeda. Selain itu, juga dapat commit digunakan untuk menilai setiap sikap spesifik
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehubungan terhadap tingkat stres tempat pada tubuh, dan menggunakan nilai REBA sebagai indikasi kelayakan postur (Knight et al, 2010) . REBA merupakan suatu metode penilaian postur untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh keseluruhan (McAtamney dan Hignett, 2000). Untuk masingmasing tugas (task), menilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masingmasing grup yang terdiri atas 2 grup, yaitu: 1. Grup A terdiri atas postur tubuh atas dan bawah batang tubuh (trunk), Leher (neck), dan kaki (legs) 2. Grup B terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala skor postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/ kekuatan dan kopling (coupling). Dengan melihat pada tabel penilaian untuk masing-masing postur, tabel A untuk grup A, dan tabel B untuk grup B. skor A adalah jumlah dari hasil pada tabel A dan skor beban/ kekuatan. Skor B adalah jumlah skor dari tabel B dan skor kopling untuk masing-masing tangan. Skor C dibaca dari tabel C dengan memasukkan skor A dan skor B, sehingga diperoleh skor REBA dengan jumlah dari skor C dan skor tindakan. Akhirnya diperoleh suatu hasil berupa tingkatan level resiko.
Grup A 1. Batang tubuh (trunk)
Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (trunk) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1 Skor Batang Tubuh (trunk) Locate Trunk Position
Score
Posisi normal (tegak lurus)
1
0-200
2
(ke
depan
maupun
Adjustment
+1 jika batang tubuh
belakang) <200 atau 200 - 600
3
>600
4
berputar/bengkok/bungkuk
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
2. Leher (neck)
Gambar 2.8 Postur Tubuh Bagian Leher (neck) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.2 Skor Leher (neck) Locate Neck Position
Score
Adjustment
100 - 200
1
+1 jika leher
>200 (ke depan maupun belakang)
2
berputar/bengkok
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
3. Kaki (legs)
Gambar 2.9 Postur Tubuh Bagian Kaki (leg) Sumber : McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.3 Skor Kaki (leg) Locate Legs Position
Score
Posisi normal/seimbang
Adjustment
1
+1 jika lutut antara 300 – 600
(berjalan/duduk) Bertumpu pada satu kaki lurus
+2 jika lutut > 600
2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
4. Beban (load) Tabel 2.4 Skor Beban (load) Load
Score
< 5 kg
0
5 – 10 kg
1
>5 kg
2
Adjustment
+1 jika kekuatan cepat
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Grup B 1. Lengan atas (upper arm)
Gambar 2.10 Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (upper arm) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.5 Skor Lengan Atas (upper arm) Locate Upper Arm Position
Score
200 (ke depan maupun ke belakang)
1
+1 jika bahu naik
>20 (ke belakang) atau 20 – 45
2
+1
450 – 900
3
bengkok
>900
4
+1 jika miring, menyangga
0
0
0
Adjustment
jika
lengan
berat dari lengan Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-20
berputar/
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Lengan bawah (lower arm)
Gambar 2.11 Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (lower arm) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.6 Skor Lengan Bawah (lower arm) Locate Lower Arm Position
Score
600 – 1000
1
<600 atau >1000
2
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
3. Pergelangan tangan (wrist)
Gambar 2.12 Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (wrist) Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.7 Skor Pergelangan Tangan (wrist) Locate Lower Arm Position
Score
Adjustment
0 – 15 (ke atas maupun ke bawah)
1
+1 jika pergelangan tangan
>150 (ke atas maupun ke bawah)
2
berputar menjauhi sisi tengah
0
0
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adjustment Kopling (coupling) Tabel 2.8 Skor Coupling Coupling
Score
Keterangan
Baik
0
Kekuatan pegangan baik
Sedang
1
Pegangan bagus tapi tidak ideal atau kopling cocok dengan bagian tubuh
Kurang baik
2
Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin
Tidak dapat diterima
3
Kaku, pegangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau kopling tidak sesuai dengan bagian tubuh
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.9 Pembobotan Untuk Grup A Table A Neck = 1
Neck = 2
Neck = 3
Legs 1 2 3 4 Legs 1 2 3 4 Legs 1 2 3 4
1
2
Trunk 3
1 2 3 4
2 3 4 5
2 4 5 6
3 5 6 7
4 6 7 8
1 2 3 4
3 4 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
3 3 5 6
4 5 6 7
5 6 7 8
6 7 8 9
7 8 9 9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-22
4
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.10 Pembobotan Untuk Grup B Table B Lower Arm = 1
Wrist 1 2 3 Wrist 1 2 3
Lower Arm = 2
1
2
Uper Arm 3 4
1 2 2
1 2 3
3 4 5
4 5 5
6 7 8
7 8 8
1 2 3
2 3 4
4 5 5
5 6 7
7 8 8
8 9 9
5
6
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.11 Perolehan Skor C Table C Score B
Score A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9
5 6 7 4 6 7 4 6 7 4 6 7 5 7 8 6 8 9 7 8 9 8 9 9 8 9 10 9 10 10 9 10 11 9 10 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
12
7
8
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor Aktivitas Tabel 2.12 Skor Aktivitas REBA Aktivitas
Score
Keterangan
Postur Statik
1
1 atau lebih bagian tubuh statis/diam
Pengulangan
1
Tindakan berulang-ulang
Ketidakstabilan
1
Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak commit stabil) to user
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
II-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.13 Sistem Penilaian REBA Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Tabel 2.13 Nilai Level Tindakan REBA Nilai REBA Level Resiko 1
Level Tindakan
Tindakan
0
Tidak diperlukan perbaikan
Dapat diabaikan
2-3
Kecil
1
4-7
Sedang
2
8-10
Tinggi
3
> 11
Sangat tinggi
4
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
II-24
Mungkin memerlukan perbaikan Perlu dilakukan perbaikan Segera dilakukan perbaikan Dilakukan perbaikan sekarang juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.9 Perancangan Produk Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa, menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik secara fisik maupun nonfisik yang optimum untuk waktu yang akan datang dengan memanfaatkan informasi yang ada (Lazuardy, 2009). Perancangan suatu alat termasuk dalam metode teknik, dengan demikian langkah-langkah pembuatan perancangan akan mengikuti metode Merris Asimow yang menerangkan bahwa perancangan teknik adalah suatu aktivitas dengan maksud tertentu menuju ke arah tujuan pemenuhan kebutuhan manusia. Dari definisi tersebut terdapat tiga hal yang harus di perhatikan dalam perancangan antara lain (Lazuardy, 2009): 1. Aktivitas untuk maksud tertentu 2. Sasaran pada pemenuhan kebutuhan manusia 3. Berdasarkan pada pertimbangan teknologi Prosedur perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan dikenal dengan sebutan NIDA, yang merupakan kepanjangan dari need, idea, decision, and action. Artinya tahap pertama seorang perancang menetapkan dan mengidentifikasikan kebutuhan (need), sehubungan dengan alat atau produk yang harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea) yang melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan suatu penilaian dan penganalisaan terhadap berbagai alternatif yang ada, sehingga perancang dapat memutuskan (decision) suatu alternatif terbaik. Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pemakai (Lazuardy, 2009). 2.10 Pengukuran Kerja Fisik Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka, 2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur (energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama commit to user bekerja. II-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini. Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik Tingkat Pekerjan Light work Moderate Work Heavy work Very Heavy work Extremely heavy work
Konsumsi Oksigen (liter/menit) < 0.5 0.5 - 1.0 1.0 - 1.5 1.5 - 2.0 > 2.0
Denyut Jantung (denyut/menit) < 90 90 - 110 110 -130 130 - 150 150 - 170
Konsumsi Energi (kkal/menit) < 2.5 2.5 - 5.0 5.0 - 7.5 7.5 - 10.0 > 10.0
Sumber: Bridger, 1995
Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut: Denyut nadi (denyut/menit) =
10 denyut x60 …..…………….( 2.1) Waktu per 10 denyut
Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan, cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi, tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan commit to user panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga II-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan tangan. Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai. b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja. c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja. 2. Pengukuran Konsumsi Energi Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat. Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan, sebagai berikut: Y = 1,80411 - (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 …........ …..…………….( 2.2) Dimana ; Y
= Energi (kilokalori per menit).
X
= Kecepatan denyut jantung (denyut per menit). Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,
maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk matematis, sebagai berikut: commit to user
II-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KE = Et - Ej ......…………………………........................ …..….………….( 2.3) KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit) Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit) Ej = Penegeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit) Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi pada waktu istirahat. Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk. Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut. 2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg). 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah. 5. Diperlukan mobilitas.
commit to user
II-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.11 Kebisingan Tempat Kerja Bising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran)
pendengaran maupun
baik
secara
kuwalitatif
kuantitatif
(penyempitan
(peningkatan spectrum
ambang
pendengaran).
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan sapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta menimbulkan ketulian. Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel (dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB un tuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Menurut standar OHSAS Tahun 2000 dijelaskan klasifikasi kebisingan untuk menentukan jam kerja yang diijinkan yang terdapat pada tabel 2.15. Tabel 2.15 Table of Permissible Noise Exposure Duration per
Sound level,
Day (hours)
dB(A) slow response
8
90
6
92
4
95
3
97
2
100
1-1/2
102
1
105
1/2
110
1/1/4 or less
115
Sumber : OSHAS 2000
commit to user
II-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.12 Desain Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Berdiri Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Menurut Sutalaksana dkk. (1979), bahwa sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Namun demikian mengubah posisi duduk ke berdiri dengan masih menggunakan alat kerja yang sama akan melelahkan. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-16% dibanding dengan duduk. Pada desain stasiun berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja untuk periode yang lama, maka faktor kelelahan menjadi utama. Meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif, maka pekerja harus dirancang agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Menurut Pullat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri sebagai berikut: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut. 2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg). 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan yang menekan kebawah. 5. Diperlukan mobilitas. 2.13 Uji Tarik (Tension Test) Untuk mengetahui sifatsifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion test), dan uji geser (shear test). Dalam tulisan ini kita akan membahas tentang uji tarik dan sifatsifat mekanik logam yang didapatkan dari interpretasi hasil uji tarik. Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan
tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui commit to user sejauh mana material itu bertambah panjang (Dieter, 1988). II-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan (dalam hal ini suatu
logam) sampai putus, kita akan
mendapatkan profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada 2.14 berikut:
Gambar 2.14 Uji Tarik Dan Kurva Uji Tarik Sumber: Calister, 2004
2.14 Hukum Hooke Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut: ” rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan” Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Stress: σ = F/A Strain: ε =
,
L/ L
Dimana: L
: pertambahan panjang
L
: panjang awal
F
: gaya tarikan
A
: luas penampang
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan: E = σ / ε ............................................................................................................(2.4) commit to user
II-31
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya
digilib.uns.ac.id
kita dapatkan Gb 2.20 yang merupakan kurva standar
ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Gambar 2.15 Kurva Tegangan- Regangan Sumber: Calister, 2004
Bentuk dan besarnya dari kurva tegangan-regangan dari logam akan bergantung pada komposisinya, perlakuan panas, sejarah sebelumnya pada deformasi plastis, tingkat regangan, suhu, keadaan tekanan selama pengujian. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah tensile strength, yield strength atau yield point, percent elongation, dan pengurangan luas area. Parameter kedua dari awal merupakan parameter tegangan sedangkan dua yang terakhir adalan mengindikasi ductility (Dieter, 1988). 2.15 Pengerolan Logam Deformasi Plastis merupakan usaha pembentukan material dengan cara memberikan gaya pada material tersebut sehingga material tidak kembali kebentuk semula bila gaya yang bekerja padanya dihilangkan. Pengerolan termasuk proses pengerjaan logam secara plastis dengan jalan melewatkannya diantara rol sehingga menyebabkan deformasi plastis pada spesimen uji. commit to user
II-32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengerolan ini menghasilkan perubahan atau pengurangan ukuran yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.16 Diagram Skematik Pengerolan Sumber: Dieter, 1988
Proses pengerolan merupakan proses yang sering dilakukan dalam proses pengerjaan logam, karena dapat digunakan dalam melakukan produksi dalam jumlah besar (mass production) dan kemudahan mengontrol hasil akhir produk. Rol dibagi menjadi 3 macam: 1. Hot Rolling Merupakan proses pengerolan dengan tujuan mengurangi ketebalan ataupun pembentukan material dengan melakukan perlakuan panas dengan temperatur diatas temperatur rekristalisasi logam. 2. Cold Rolling Merupakan proses pengerolan dengan tujuan mengurangi ketebalan ataupun pembentukan material dengan melakukan perlakuan dingin yaitu dengan temperatur dibawah temperatur rekristalisasi logam. 3. Rolling Mills Pada prinsipnya sama untuk mengurangi ketebalan dan melakukan pembentukan material. Rolling Mills dapat dibedakan menurut jenis dan prinsip pengerolannya seperti berikut: commit to user
II-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a
b
d
c
e
Gambar 2.17 Macam-Macam Rol Milling. (a) Two-high,pullover; (b) Two-high, reversing; (c) Three-high; (d) Four-high; (e) Cluster Sumber: Dieter, 1988
2.15.1 Menghitung Geometri Rol Berdasarkan diagram skematik pengerolan pada gambar 2.17 geometri pengerolan dapat dihitung dengan persamaan-persamaan berikut: 1. Menghitung contact lenght .....................................................................(2.5) 2. Menghitung radius minimum rol Besarnya gaya gesek yang terjadi dapat dinyatakan pada persamaan berikut: .............................................................................................(2.6) Dari persamaan 2.4 dapat digunakan untuk mencari besarnya R dengan dengan mensubtitusi τ
commit to user
II-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
√
..............................................................(2.7)
Menghitung daerah defleksi dengan persamaan 2.5
........................................................................................(2.8) Untuk menghitung jari-jari (R) yang mempertimbangkan defleksi yang terjadi dapat dihitung dengan persamaan 2.6
√
....................................................................(2.9)
σ
Keterangan: R
= jari-jari rol (mm)
h0
= tebal awal (mm)
hf
= tebal setelah pengerolan (mm)
fs
= gaya gesek
µs
= koefisien gesek
σy = yield point (N/mm2) l
= panjang benda kerja (mm)
Lb = panjang contact lenght (mm) q
= daerah defleksi commit to user
II-35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Vmax= defleksi maksimum E
= Tensile strenght (Mpa)
2.15.2 Menghitung Energi Pengerolan Gambar kurva tegangan-regangan pada gambar 2.16 memperlihatkan definisi tegangan – regangan rata-rata. Persamaan analitis mengenai kurva tersebut diberikan pada persamaan berikut, (Dieter, 1988)
:
1. Menghitung besarnya regangan ............................................................................................(2.10) 2. Menghitung tegangan alir rata-rata
Yf
........................................................................................(2.11)
3. Menghitung gaya rol
Yf
…...................................................................................(2.12)
4. Menghitung torsi rol .....................................................................................(2.13) 5. Menghitung inersia rotasi .........................................................................(2.14) Untuk menghitung energi kinetik rol dengan memperhatikan inersia rotasi yang terjadi pada rol adalah sebagai berikut:
. .........................................................(2.15) Daya pengerollan dengan memperhatikan inersia rotasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
commit to user
II-36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
...........................................................(2.16) Keterangan: ε
= regangan
σy
= yield point (Mpa)
n
= eksponential pengerasan regangan
w
= lebar benda kerja (mm)
F
= gaya rol (N)
mrol
= massa rol (kg)
Rrol
= jari-jari rol
rps
= putaran rol per second
Yf
= tegangan alir rata-rata (N/mm2)
2.15.3 Menghitung Torsi dan Daya Daya yang diterapkan pada mesin rol melalui torsi dan tegangan tarik strip pada prinsipnya digunakan untuk 4 hal antara lain: 1. Energi yang diperlukan untuk deformasi logam. 2. Energi yang diperlukan untuk mengatasi gaya-gaya gesekan pada bantalan 3. Energi yang hilang pada sistem transmisi daya 4. Energi listrik yang hilang pada berbagai motor dan generator Pada gambar 2.17 Beban pengerolan total terdistribusi pada lengkungan kontak sesuai dengan tekanan bukit gesekan. Namun, beban pengerolan total dapat diasumsikan terkonsentrasi pada satu titik di busur kontak pada jarak a dari garis pusat rol. Pada perhitungan torsi persoalan utama terletak pada caranya commit to user
II-37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menentukan lengan momen. Perbandingan antara lengan momen a dan panjang proyeksi busur lengkungan kontak .....................................................................................(2.17) Keterangan: λ
= 0,5 untuk pengerolan panas = 0,45 untuk pengerolan dingin
R = jari-jari rol (mm) a
= lengan momen (mm)
Besarnya torsi sama dengan beban pengerolan total dikalikan dengan lengan momen efektif dikarenakan terdapat dua buah rol kerja maka besarnya torsi: ......................................................................................................(2.18) Dalam satu putaran rol atas, resultan beban pengerolan P bergerak sepanjang keliling lingkaran yang sama dengan 2 a. Karena terdapat dua buah rol kerja, maka kerja yang dilakukan adalah: Kerja = 2 (2 a) P ............................................................................................(2.19) Karena daya didefinisikan sebagai laju perubahan kerja pada 60.0000 Nm/s, maka daya yang dibutuhkan untuk menggerakan pasangan rol dengan putaran N rpm adalah: .............................................................................................(2.20) Dengan satuan P adalah Newton, a dalam meter, dan N adalah rpm (putaran per menit). Persamaan diatas menyatakan daya yang dibutuhkan untuk deformasi logam sewaktu logam melalui celah rol. (Dieter, 1988)
commit to user
II-38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam perancangan alat perataan bahan baku pada home industry CV. Bintang Mas. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditujukan pada gambar. 3.1 di bawah ini: Deskripsi Masalah dengan Penilaian dan Pengukuran Kondisi Awal: 1. Proses prataan 2. Posisi Keja 3. Kebisingan 4. Beban Kerja 5. Anthropometri Operator
Wawancara Keluhan dan Harapan Operator
Penentuan Kebutuhan Perancangan
Penentuan konsep perancangan
Penentuan Spesifikasi Alat dan mekanismenya berdasarkan spesifikasi benda kerja
A
Gambar 3.1 Metode Penelitian commit to user
III-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A
Penentuan Dimensi Kerangka Alat dengan Pendekatan Ergonomi
Estimasi Biaya
Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Rancangan
Analisis dan Intepretasi Hasil
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.1 Metode Penelitian (Lanjutan)
Langkah-langkah penyelesaian masalah pada gambar 3.1 diuraikan dalam sub-bab di bawah ini. 3.1 Deskripsi Masalah dengan Penilaian dan Pengukuran Kondisi Awal Pada tahapan ini dikumpulkan data-data kondisi awal pada saat penelitian. Data kondisi awal ditentukan berdasarkan hasil dari identifikasi masalah yang lebih spesifik yang terdapat pada CV. Bintang Mas diantaranya sebagai berikut: commit to user
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Permasalahan mengenai posisi kerja operator perataan bahan baku. Penilaian posisi kerja dilakukan berdasarkan hasil observasi yang menduga bahwa posisi kerja pada operator perataan bahan baku membahayakan yang dapat menyebabkan cidera muskuloskeletal. Oleh karena itu dilakukan pengumpulan data posisi kerja yaitu dengan mengcapture posisi kerja dengan menggunakan camera digital kemudian menganalisis posisi kerja tersebut. 2. Beban Kerja Beban kerja yang sering disebut dengan kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi dapat dilakukan dengan pengukuran kecepatan denyut jantung (heat rate) dan konsumsi energi (energy consumtion). Untuk menghitung penggolongan beban kerja yang dialami operator, dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan alat pengukur detak jantung sebelum melakukan aktivitas dan setelah melakukan aktivitas. Pengukuran denyut jantung sebelum aktivitas dilakukan 10 menit sebelum operator melakukan perataan bahan baku. Sedangkan pengukuran setelah aktivitas dilakukan setelah operator bekerja selama 1 jam. Setelah itu kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan regresi kuadratis. Perhitungan Energi Expenditure Energi Expenditure dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Y = 1.80411 – (0.0229038)X + (4.71733 x 10-4)X2 Dimana : Y = energi (kilokalori per menit) X = kecepatan denyut jantung (denyut/menit) Perhitungan Konsumsi Energi Untuk menghitung besarnya konsumsi energi digunakan rumus sebagai berikut: KE = Et - Ej commit to user
III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dimana: KE = konsumsi energi untuk satu kegiatan tertentu (kilokalori/menit) Et
= pengeluaran energi pada waktu tertentu (kilokalori/menit)
Ej
= pengeluaran energi pada waktu istirahat (kilokalori/menit)
Klasifikasi Beban Kerja Setelah dilakukan perhitungan denyut jantung, perhitungan energi ekspenditure dan konsumsi
energi
kemudian dapat
dilakukan
penggolongan beban kerja yang dialami operator perataan bahan baku apakah termasuk dalam pekerjaan dengan beban kerja berat atau ringan. 3. Kebisingan Pada proses perataan bahan baku secara manual yang dilakukan dengan proses penempaan oleh operator menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu operator. Oleh karena itu dilakukan perhitungan kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter SL-4012 Lutron untuk mengetahui tingkat kebisingan. 3.2 Wawancara Keluhan dan Harapan Operator Wawancara dilakukan kepada dua orang operator perataan bahan baku untuk mengetahui keluhan-keluhan yang dialami selama melakukan aktivitas perataan. Bagian tubuh mana saja yang mengalami kelelahan dan nyeri, keluhan-keluhan karena kebisingan serta beban kerja. Selain itu juga dilakukan wawancara mengenai apa saja yang diharapkan agar dapat memperbaiki kondisi aktivitas perataan menjadi lebih baik. Harapan-harapan terhadap alat yang akan dirancang sehingga alat hasil perancangan dapat memenuhi kebutuhan operator. 3.3 Penentuan Kebutuhan Perancangan Untuk
menentukan
kebutuhan
perancangan
yang
sesuai
dengan
permasalahan yang ditemui pada stasiun perataan bahan baku yang meliputi posisi kerja, kebisingan dan beban kerja maka dilakukan wawancara terhadap keluhankeluhan operator perataan bahan baku untuk memastikan alat yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan dan harapan operator dan mampu mengurangi keluhan operator. commit to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.4 Penentuan Konsep Perancangan Pada tahap perancangan produk, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan atau menyusun konsep mekanisme dari alat yang akan dirancang. Konsep perancangan ini memberikan gambaran mengenai bagaimana suatu alat akan dibuat dan bagaimana mekanisme kerja dan penggunaannya dengan mempertimbangkan kelayakan pengoperasian alat nantinya. Selain itu juga harus memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia yang merupakan pengguna dari alat yang dirancang. Semua informasi mengenai faktor manusia dalam perancangan produk sebagai acuan di dalam menghasilkan sebuah rancangan mesin atau produk yang serasi, selaras, dan seimbang dengan manusia yang akan mengoperasikannya nanti (Wignjosoebroto, 2000). Berdasarkan dari hasil wawancara dan analisis terhadap keluhan dan kebutuhan operator konsep perancangan yang dibutuhkan adalah alat perataan bahan baku dengan memanfaatkan prinsip pengerolan karena dengan prinsip pengerolan diharapkan dapat menyelesaikan keluhan-keluhan dari operator dan mengakomodasi keinginan operator. Rol didesain dengan posisi berdiri dengan tujuan memudahkan operator saat melakukan aktivitas pegerolan. 3.5 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya Berdasarkan Spesifikasi Benda Kerja Untuk menentukan mekanisme rol apakah dijalankan dengan menggunakan mesin ataukah dengan penggerak manual dapat ditentuan dengan mengetahui diameter rol minimal yang dapat digunakan untuk meratakan bahan baku dengan efisien juga daya yang diperlukan untuk menggerakkan mesin tersebut. Untuk menghitung diameter rol
dan daya diperlukan data-data terkait dengan
spesifikasi bahan baku yang akan diproses yaitu meliputi jenis, kekuatan, ketebalan, dan dimensi bahan. Kekuatan bahan diperoleh dengan melakukan pengujian tarik (Tension Test) yang dilakukan pada 3 jenis plat bahan baku dengan ketebalan 0,6 mm 0,5 mm dan 0,3 mm. Sedangkan untuk spesifikasi lain seperti ukuran poros ataupun bearing diperoleh dari perhitungan lanjutan setelah mengetahui diameter rol. commit to user
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.6 Penentuan Dimensi Kerangka Alat dengan Pendekatan Ergonomi Pada tahapan ini dilakukan pengolahan data-data yang telah dikumpulkan tentang alat data perataan bahan baku awal pada CV. Bintang Mas Adapun datadata tersebut meliputi komponen-komponen alat, dimensi alat yang digunakan, dan mekanisme penggunaan alat perataan bahan baku awal. Besar dimensi produk mengacu pada data anthropometri operator. Hal ini dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengukuran anthropometri para operator yang melakukan aktivitas perataan bahan baku. Responden yang diambil berjenis kelamin pria. Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan yaitu: tinggi badan, tinggi siku berdiri dan panjang jangkauan tangan kedepan. Data anthropometri yang diambil merupakan populasi sehingga tidak diperlukan pengujian data (uji keseragaman, kecukupan, dan kenormalan). Pengambilan data anthropometri dilakukan dengan menggunakan meteran kain. Sedangkan dimensi alat secara detail diperoleh dari pengolahan data komponen yang dibutuhkan dalam membuat alat perata bahan baku berupa rol. Dimensi alat akan menyesuaikan dengan hasil perhitungan komponen rol yang telah disesuaikan dengan dimensi standar yang tersedia di pasaran. 3.7 Bill Of Material (BOM) Bill of Material pada rancangan alat perata bahan baku diperlukan untuk mengetahui material apa yang diperlukan dan digunakan pada rancangan. Penentuan material mesin hasil rancangan dilakukan berdasarkan informasi dari pustaka terkait kelebihan dan kelemahan material serta dari pihak teknisi. Setelah mengetahui material yang akan digunakan kemudian dibuat Bill of Material (BOM). BOM digunakan untuk melihat jumlah kebutuhan material untuk membuat rol perata bahan baku sehingga nantinya mempermudah dalam estimasi biaya. 3.8 Estimasi Biaya Setelah ditentukan dimensi dan diketahui material rancangan, dari bahan commit tobiaya user yang dikeluarkan untuk membuat yang dipakai dapat diperkirakan besarnya
III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
produk yang dirancang. Biaya dibagi menjadi 2, yaitu biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. 3.9 Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Alat Tahap ini adalah tahapan untuk menguji alat untuk proses perataan bahan baku apakah sesuai degan kebutuhan dan juga apakah alat ini memperbaikiposisi kerja, beban kerja, dan kebisingan. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan perancangan alat tersebut memberikan value added terhadap kondisi kerja saat ini. Jika rancangan ini berhasil memenuhi kebutuhan dan harapan operator maka tahapan selanjutnya dapat dijalankan, namun jika masih belum sesuai dengan kebutuhan dan harapan operator dilakukan analisis penyebabnya agar dapat dilakukan perbaikan pada penelitian selanjutnya. Pengukuran kondisi setelah implementasi alat meliputi pengukuran posisi kerja dengan menggunakan pendekatan REBA (Rapid Entire Body Assesment) untuk memastikan posisi kerja menggunakan alat perata berada pada level aman. Kemudian dilakukan perhitungan beban kerja operator sebelum melakukan aktivitas dan setelah melakukan perataan bahan baku menggunakan alat. Cara dan mekanisme pengukuran sama dengan pengukuran sebelumnya. Pengkuran selanjutnya adalah pengukuran level kebisingan pada saat aktivitas perataan bahan baku dengan menggunakan alat hasil rancangan. Cara pengukuran juga dilakukan sama dengan pengukuran awal yaitu pada saat semua stasiun berhenti bekerja. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sound level meter. 3.10 Analisis dan Intepretasi Hasil Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai hasil-hasil identifikasi hingga proses perancangan. Analisis meliputi analisis dimensi, perbandingan posisi kerja awal dengan posisi kerja setelah adanya alat, perbandingan konsumsi energi operator, perbandingan level kebisingan yang ditimbulkan oleh proses manual dengan proses perataan setelah menggunakan alat, analisis biaya dan analisis performansi alat yang meliputi analisis terhadap kemampuan dan kekurangan dari alat hasil perancangan. commit to user
III-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.11 Kesimpulan Dan Saran Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan kemudian memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
commit to user
III-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan proses pengumpulan dan pengolahan data. Data yang dikumpulkan meliputi pengambilan foto posisi kerja, wawancara terhadap kondisi awal dan anthropometri operator. Kemudian tahap pengolahan data meliputi perancanganrol perata bahan baku, perhitungan dimensi produk, perhitungan kondisi setelah implementasi alat, dan estimasi biaya. 4.1
Deskripsi Masalah dengan Penilaian dan Pengukuran Kondisi Awal Deskripsi masalah bertujuan untuk menguraikan permasalahan secara
detail pada stasiun perataan bahan baku. Deskripsi masalah meliputi masalah posisi kerja, beban kerja dan kebisingan pada aktivitas perataan bahan baku sedangkan pengukuran kondisi awal digunakan untuk mengetahui data secara kuantitatif untuk mendukung deskripsi masalah-masalah tersebut. 4.1.1 Posisi Kerja Operator Pada Proses Perataan Bahan Baku Posisi kerja operator pada proses perataan bahan baku yang merupakan posisi yang paling sering dilakukan dan paling nyaman menurut operator adalah dengan postur tubuh sedikit membungkuk ke depan duduk pada balok kayu dan dengan posisi kaki menjepit lembaran bahan baku. Posisi tubuh yang sedikit membungkuk kedepan memudahkan operator menjangkau bagian lembar bahan baku. Posisi duduk pada balok kayu dirasakan operator jauh lebih nyaman jika dibandingkan dengan posisi jongkok sedangkan postur kaki yang menjepit bahan baku bertujuan agar bahan baku tidak meleset pada saat proses penempaan. Walaupun postur ini dianggap paling nyaman oleh operator penempaan bahan baku, namun jika dianalisisi dan berdasarkan wawancara kepada operator posisi ini masih menyebabkan keluhan nyeri pada bagian leher, pundak, punggung, pinggang, pergelangan dan jari-jari tangan. Postur tubuh saat perataan bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.1.
commit to user
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 1 Perataan Bahan Baku 4.1.2 Beban Kerja Perataan bahan baku dengan cara ditempa menggunakan martil dengan berat 5 kg membuat aktivitas ini memerlukan waktu yang lama dan aktivitas ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga menyebabkan operator sering lelah. Kelelahan operator dikarenakan beban kerja yang dialami merupakan kerja fisik yang berat. Untuk memastikan apakah operator mengalami kelelahan diakibatkan oleh beban kerja yang terlalu besar, kemudian dilakukan perhitungan heart rate dengan menggunakan alat pengukur detak jantung kepada operator yang sedang melakukan aktivitas perataan. Berikut adalah hasil dari pengukuran beban kerja operator perata bahan baku dengan proses manual: Tabel 4.1 Pengukuran Denyut Jantung Operator Sebelum Aktivitas (DN0)
Setelah Aktivitas (DN1)
(Denyut/menit)
(Denyut/menit)
1
74
140
2
70
137
Operator
Pengukuran denyut jantung diatas merupakan rerata dari denyut jantung operator. Rerata ini didapatkan setelah melakukan empat kali pengukuran dengan hari yang berbeda. Setelah mendapatkan data denyut jantung, kemudian dilakukan perhitungan konsumsi energi dengan pendekatan kuantitatif menggunakan analisis regresi. commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
Y 1,80411 0,0229038 X 4,71733.10 4 X 2 kilokalori / menit Berikut adalah perhitungan energi operator: A. Energi Operator Sebelum Aktivitas (Ei) 1. Operator 1
Y 1,80411 0,0229038.(70) 4,71733.10 4 (70) 2 Y 2,69 kilokalori/ menit
2. Operator 2
Y 1,80411 0,0229038.(68) 4,71733.10 4 (68) 2 Y 2,51 kilokalori/ menit
B. Energi Operator Setelah Aktivitas (Et) 1. Operator 1
Y 1,80411 0,0229038.(143) 4,71733.10 4 (143) 2 Y 7,84 kilokalori/ menit
2. Operator 2
Y 1,80411 0,0229038.(141) 4,71733.10 4 (141) 2 Y 7,52 kilokalori/ menit
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam bentuk matematis KE = Et – Ei. Berikut adalah perhitungan untuk energi yang dikonsumsi operator 1 dan 2: 1. Konsumsi Energi Operator 1 KE = Et – Ei KE = (8,175 - 2,51) kilokalori/menit KE = 5,15 kilokalori/menit 2. Konsumsi Energi Operator 2 KE = Et – Ei KE = (7,95 – 2,43) kilokalori/menit commit to user KE = 5,01 kilokalori/menit IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan secara manual termasuk pada level Heavy. Tabel 4.2 Klasifikasi Beban Kerja Fisik Konsumsi Tingkat Pekerjan
Konsumsi
Oksigen
Denyut Jantung
Energi
(liter/menit)
(denyut/menit)
(kkal/menit)
< 0.5
< 90
< 2.5
Moderate Work
0.5 - 1.0
90 - 110
2.5 - 5.0
Heavy work
1.0 - 1.5
110 -130
5.0 - 7.5
Very Heavy work
1.5 - 2.0
130 - 150
7.5 - 10.0
> 2.0
150 - 170
> 10.0
Light work
Extremely heavy work Sumber: Bridger, 199
4.1.3 Kebisingan Kebisingan pada proses perataan bahan baku disebabkan oleh proses penempaan martil yang mengenai lembaran bahan baku baik seng maupun kaleng bekas. Kebisingan yang ditimbulkan dari proses penempaan bahan baku pada CV. Bintang Mas adalah sebesar 102 dB. Pengukuran dilakukan pada saat stasiun kerja lain sedang tidak beroperasi. 4.2
Penentuan Kebutuhan Perancangan Pada tahap ini dilakukan penentuan perancangan yang sesuai dengan
kondisi di CV. Bintang Mas dan juga sesuai kebutuhan operator dengan melakukan wawancara kepada operator dan observasi oleh perancang (engineer). Tahap-tahap lebih lengkap dapat dilihat pada bagian selanjutnya. 4.2.1 Keluhan, Harapan dan Kebutuhan Operator Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari operator mengenai keluhan ketidaknyamanan yang dialami operator pada proses perataan bahan baku. Hasil wawancara terhadap operator
mengenai keluhan
ketidaknyamanan pada proses perataan bahan baku menunjukkan beberapa bagian tubuh yang dikeluhkan oleh kedua operator. Bagian tubuh tersebut adalah leher bagian bawah, bahu kanan, punggung, lengan kanan atas dan bawah, pergelangan commit to user
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tangan, pinggang, paha, dan lutut. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi kerja yang selama ini kurang ergonomis karena menyebabkan keluhan nyeri di beberapa bagian tubuh. Selain itu juga dilakukan wawancara tentang keluhan-keluhan lain yang dialami operator sehingga dapat diidentifikasi kebutuhan operator. Tabel 4. 3 Keluhan dan Kebutuhan Operator No 1. 2.
3.
4.
Keluhan
Kebutuhan
Proses perataan bahan baku membutuhkan tenaga besar dari operator Proses perataan bahan baku yang membutuhkan waktu pengerjaan yang lama Pegal pada leher punggung, pinggang, pundak dan leher karena posisi membungkuk saat proses perataan bahan baku Proses perataan bahan baku menimbulkan kebisingan dan debu
Alat perataan bahan baku yang bisa meratakan bahan baku dengan mengurangi beban operator Alat perataan bahan baku yang jika digunakan akan meminimalkan waktu pengerjaan Alat perataan bahan baku yang jika digunakan posisi kerja operator tidak membungkuk Alat perataan bahan baku yang dapat mengurangi kebisingan dan debu
Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui harapan-harapan operator yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Harapan-harapan tersebut muncul karena adanya keluhan-keluhan terhadap kondisi pada aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan manual. Tabel 4.4 menunjukkan beberapa pernyataan harapan operator mengenai fasilitas untuk perataan bahan baku. Tabel 4. 4 Harapan Operator No 1. 2.
3.
Harapan Operator Saya ingin sarana yang bisa mengurangi nyeri di leher, bahu, lengan, dan punggung. Saya ingin sarana yang memungkinkan proses perataan bahan baku dengan posisi yang nyaman (badan tidak perlu membungkuk). Saya ingin sarana yang mengurangi tingkat kebisingan dan debu pada saat perataan bahan baku. commit to user
IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. 4 Harapan Operator (Lanjutan) No 4. 5.
Harapan Operator Saya ingin sarana yang mudah digunakan dan tidak menambah aktivitas perataan bahan baku. Saya ingin sarana yang dapat mengurangi tingkat lama pengerjaan perataan bahan baku
Selain kebutuhan dan harapan dari operator juga dibutuhkan perananan seorang engineer untuk menganalisis kebutuhan lain yang juga diperlukan oleh operator untuk menyempurnakan hasil perancangan. Analisis dilakukan dengan melakukan observasi secara langsung dan wawancara kepada operator perataan bahan baku. Menurut hasil observasi ditemui pada proses perataan bahan baku operator menggunakan kakinya untuk menahan posisi bahan baku agar tidak berubah posisi pada saat ditempa. Posisi kerja tersebut yang kurang ergonomis dan operator merasa tidak nyaman apalagi posisi tersebut dilakukan oleh operator pada waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan kelelahan dan nyeri pada kaki. Oleh karena itu dibutuhkan alat perataan bahan baku yang dapat memperbaiki posisi kerja operator tersebut yaitu dengan mengubah posisi kerja duduk menjadi berdiri sehingga operator tidak perlu memegangi bahan baku menggunakan kakiknya. Untuk menyempurnakan perancangan alat perataan bahan baku yang dapat memperbaiki posisi kerja operator serta mengatasi keluhan-keluhan operator engineer melakukan studi literatur mengenai prinsip alat seperti apa yang akan dibuat dan juga menyesuaikan dengan kondisi pada CV. Bintang Mas. Prinsip alat yang paling sesuai untuk proses perataan bahan baku adalah menggunakan rol karena selain biaya yang diperlukan tidak besar rol juga dapat mengurangi waktu pengerjaan. 4.2.2 Penentuan Konsep Perancangan Ide mengenai konsep perancangan selain dibangkitkan dari kebutuhan operator dan engineer juga didukung dengan aspek-aspek yang dapat menyempurnakan rol perataan baku yang dirancang. Aspek ergonomi dipilih commit to user karena tujuan utama pembuatan alat ini adalah untuk memperbaiki posisi kerja IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
operator, beban kerja, lama pengerjaan dan kebisingan yang ditimbulkan oleh penempaan secara manual. Untuk merancang rol perata bahan baku digunakan data anthropometri sebagai data pendukung penentuan dimensi rol. 4.2.3 Fitur dan Ide Rancangan Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan operator, analisis oleh engineerdan tujuan perancangan, maka fitur rancangan alat perataan bahan baku dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4. 5 Fitur Rancangan Alat Perataan Bahan Baku No
Kebutuhan
Fitur Alat
1.
Alat perataan yang bisa meratakan bahan baku dengan mengurangi beban operator
2.
Alat perataan yang jika digunakan akan meminimalkan waktu pengerjaan
3.
Alat perataan yang dapat meningkatkan produktivitas
4.
Alat perata yang memungkinkan proses perataan bahan baku tanpa membungkuk
Pengaturan dimensi dan posisi alat perataan disesuaikan dengan postur kerja dan antropometri tubuh operator. Dengan ini diharapkan operator tidak perlu membungkukkan badan saat proses perataan bahan baku
5.
Alat perataan yang dapat mengurangi kebisingan dan debu
Rancangan alat perataan dirancang menggunakan mekanisme yang seminimum mungkin mengurangi potensi penyebab kebisingan dan debu
Alat peratan bahan baku yang dibuat dioperasikan dengan menggunakan motor agar dapat mengurangi beban operator namun dapat juga mengunakan sistem manual
Alat perataan yang didesain dengan kemampuan tekan yang tinggi sehingga lebih cepat untuk meratakan bahan bakusehingga mampu meningkatkan produktivitas
Berdasarkan fitur rancangan yang telah dinyatakan diatas, dapat dikembangkan ide-ide rancangan alat perataan. Ide yang dikembangkan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dan berdasarkan prinsip ergonomi agar operator dapat menggunakan hasil rancangan dengan nyaman. Untuk itu alat perataan bahan baku dibuat dengan menggunakan motor sebagai penggeraknya untuk mengurangi beban operator. Namun tidak menutup kemungkinan jika menggunakan commit sistem secara to usermanual dimana operator menjadi
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penggeraknya jika daya yang diperlukan untuk menggerakkan rol relatif kecil. Keuntungan menggunakan sistem manual adalah karena CV. Bintang Mas bukan merupakan perusahaan besar sehingga jika alat perataan bahan baku perataan bahan baku dimungkinkan dapat dioperasikan secara manual tanpa menggunakan listrik jauh lebih menguntungkan. Material yang digunakan sebagai bahan alat perataan bahan baku dipilih yang mempunyai Modulus Young tinggi sehingga daya tekan besar dan dapat mempercepat proses perataan bahan baku, sehingga dapat mengurangi beban kerja operator. Alat perataan bahan baku ini juga dirancang untuk meminimalkan adanya kebisingan dan debu dengan mengganti proses perataan bahan baku dengan cara ditempa menjadi pengerolan. Untuk mengurangi keluhan operator alat perataan bahan baku didesain dengan mempertimbangkanpostur kerja dan antropometri operator sehingga alat perataan bahan baku dapat dioprasikan dengan posisi berdiri yang ergonomis. Pemilihan posisi kerja berdiri adalah karena ketersediaan tempat yang sempitdan mobilitas operator yang besar. Dengan posisi kerja berdiri operator lebih fleksibel dalam mengatur posisi bahan baku pada saat proses pengerolan. Dalam penentuan spesifikasi detail perancangan ditentukan detail desain rancangan. Tahap ini diawali dengan proses mendetailkan ide. Detail ide pembuatan alat rol perata bahan baku mengacu pada ide-ide yang telah muncul. Hasil dari detail ide tersebut adalah: 1. Dibuat alat perataan bahan baku berupa rol yang dioperasikan secara otomatis dengan menggunakan motor. 2. Rol dilengkapi dengan dudukan untuk menempatkan motor. 3. Untuk menyalakan atau mematikan mesin rol digunakan limit switch sederhana yang mudah dijangkau dan dikendalikan oleh operator. 4. Rol perata bahan baku terdiri dari sepasang rol untuk menyempurnakan hasil perataan bahan baku. 5. Rol dapat diatur jaraknya menyesuaikan dengan ketebalan bahan baku yang akan diproses. Adjustable yang digunakan memungkinkan operator untuk mengatur jarak rol dengan mudah. 6. Rol dilengkapi dengancommit pelat yang to usermembentuk seperti corong yang
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan sebagai pengarah proses feeding awal dan melindungi operator dari kemungkinan kecelakaan kerja. 7. Rol dilengkapi dengan pelat pengarah untuk mencegah bahan baku menggulung mengikuti arah rol. 8. Rol digerakkan dengan motor yang memutar dengan memanfaatkan gear dan sproket dengan memanfaatkan reducer. 9. Rol dioperasikan dengan posisi kerja operator berdiri dengan menggunakan tangan sebagai pengarah bahan baku pada proses pengerolan dengan mengacu data anthropometri operator. 4.3
Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian,
yaituperhitungan geometri untuk menentukan spesifikasi rol dan dimensi perancangan. Bagian-bagian pengolahan data ini dijelaskan secara lebih detail pada bagian-bagian berikut ini. 4.3.1 Penentuan Spesifikasi Rol dan Mekanismenya Berdasarkan Spesifikasi Benda Kerja Hasil pengujian tarik yang telah dilakukan untuk mengetahui spesifikasi bahan baku/benda kerja seng dan kaleng bekas dengan 3 jenis ketebalan yang berbeda 0,6 mm, 0,5 mm dan 0,3 mm dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4. 6 Hasil Uji Tarik No
Ketebalan
Ultimate Tensile
Maximal Load
Material (a)
Strenght(σ)
(Fm)
1.
0,6 mm
655 MPa
4,905 kN
2.
0,5 mm
520 MPa
3,255 kN
3.
0,3 mm
350 MPa
1,314 kN
Dengan spesifikasi bahan diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam perhitungan diameter rol sehingga besarnya daya dapat diketahui. Setelah melakukan perhitungan (lampiran L2.4) diketahui bahwa daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan rol dengan diameter 17,6 cm adalah sebesar 2,44 watt. commit to user Dengan daya yang sangat kecil tersebut penggerak rol cukup menggunakan IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem manual yaitu menggunakan tenaga operator dengan cara memutar penggerak rol. Komponen lain yang dapat dihitung adalah dimensi bearing dan poros yang akan digunakan dalam perancangan alat rol. Poros yang digunakan untuk rol adalah berdiameter 50 mm sedangkan bearing yang digunakan adalah menyesuaikan dengan diameter poros sehingga diameter dalam yang digunakan adalah 50 mm sedangkan diameter luar sebesar 90 mm. 4.3.2 Penentuan Dimensi Alat dengan Pendekatan Ergonomi Untuk menentukan dimensi rancangan pada rol perata bahan baku digunakan data-data anthropometri dari kedua operator dan standar adjustment yang telah ditetapkan. Pengumpulan data anthropometri ini dilakukan kepada dua operator perataan bahan baku yang disajikan pada tabel 4.7. Tabel 4. 7 Data Anthropometri Operator No
Data yang diukur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tinggi badan tegak Jangkauan tangan ke depan Tinggi siku berdiri Tinggi bahu berdiri Lebar bahu Panjang jangkauan tangan k eatas Panjang lengan atas Panjang lengan bawah Pangkal telapak tangan ke pangkal jari Diameter genggaman tangan Lebar telapak tangan
Simbol Tbt Jtd Tsb Tbd Lb Pjta Pla Plb Pttpj Dgt Ltt
Operator (dalam cm) 1 2 173 168 70 65 107 103 150 146 43 42 216 212 32 30 27 25 11 10 3 2,5 10 9
Berikut adalah perhitungan dimensi rol perata bahan baku dengan mempertimbangkan data anthopometri kedua operator: A. Dimensi Rangka Dimensi pada rangka meliputi tinggi, panjang dan lebar rangka 1. Tinggi rangka Penentuan tinggi rangka rol disesuaikan dengan data anthropometri operator yaitu tinggi siku duduk, sehingga memudahkan operator commit to user melakukan perataan bahan baku dengan posisi duduk. Perataan IV-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahan baku menggunakan rol merupakan pekerjaan yang tergolong pekerjaan ringan sehingga posisi kerja yang dianjurkan adalah 95%dari tinggi siku duduk (Karl, 2009). Sehingga dimensi ketinggian alat dapat ditentukan sebagai berikut: Tinggi siku berdiri
= 84 mm
Tinggi rangka (Tr)
= Tsb (min). 95 % =
79,8 cm 80 cm
2. Panjang rangka alat perataan bahan baku Penentuan panjang rangka ditentukan dengan menggunakan data panjang jangkauan tangan kedepan dari kedua operator yang memiliki panjang minimal. Maka dapat ditentukan perhitungan panjang rangka alat perataan bahan sebagai berikut: Panjang rangka (Pr)
= Panjang jangkauan tangan kedepan = 65 cm
3. Lebar rangka alat perataan bahan baku Penentuan lebar rangka ditentukan dengan mempertimbangakan ukuran anthropometri lebar bahu operator. Maka lebar rangka alat ditentukan sebagai berikut: Lebar rangka (Lr)
= Lebar bahu (lb) = 42cm
B. Dimensi kaki rangka Alat perataan bahan baku dilengkapi dengan pelat pada bagian paling bawah rangka agar dapat memperkuat dan memperkokoh posisi. Teba pelat yang digunakan adalah 1 cm dengan masing-masing sisi sebesar 150 mm. C. Pengatur ketinggian rol (adjustable) Untuk menentukan dimensi pengatur naik turun rol (adjustable) yang perlu dipertimbangkan adalah data anthropometri yang telah ditunjukkan pada tabel 4.7. commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 2 Postur Tubuh Operator Saat Menjangkau Ke Atas Jangkauan tangan keatas (Jta) Jangkauan tangan keatas (Jta) = tb + ( Pla.sin θ ) + ( ( Plb+Pttpj )sin θ ) = 168 + (30.sin 15) + ((25+10).sin 48) = 201 cm Posisi diatas berdasarkan posisi paling maksimal yang dapat dijangkau operator dengan posisi berdiri yang nyaman. Data yang digunakan adalah data operator yang mempunyai tinggi badan kecil agar selama proses perataan operator yang mempunyai tinggi badan kecil dapat mengoperasikan alat pengatur ketinggian rol (adjustable) dengan mudah. Sehingga untuk tinggi alat pengatur ketinggian rol (adjustable) tinggi maksimal yang dapat digunakan adalah kurang dari 201 cm. Diameter yang digunakan untuk steering pengatur ketinggian rol menggunakan ukuran yang menyesuaikan dengan steering yang ada di pasaran dengan ukuran proporsional yaitu menggunakan diamater 15 cm. D. Penggerak rol Tinggi tuas penggerak rol minimal dihitung berdasarkan data anthropometri untuk tinggi siku berdiri dengan allowence sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena menggerakkan rol termasuk kerja yang berat maka posisi kerja yang dianjurkan adalah 85% dari tinggi siku berdiri (Karl, 2009). Sehingga dimensi tinggi minimal penggerak rol: commit to user Tinggi siku berdiri = 103 mm IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tinggi tuas penggerak rol minimal= Tsb (min). 85 % = = 87,55mm 88 mm Panjang lengan pemutar rol adalah 10 cm yang menunjukkan bahwa putaran penggerak rol akan membentuk lingkaran dengan diameter 20 cm. Panjang pegangan penggerak rol didasarkan pada data anthropometri lebar tangan dan menggunakan data lebar tangan operator yang mempunyai lebar paling besar yaitu sebesar 10 cm.Untuk diameter penggerak rol (adjustable) digunakan diameter genggaman tangan data operator yang paling kecil (data Tabel 4.7). Hal ini dilakukan agar dalam menggerakkan pemutar rol genggaman tangan pada posisi nyaman yaitu diameter pipa pemutar sebesar 2,5 cm. E. Pengarah pemakanan (feeding) Untuk memudahkan dan melindungi tangan operator pada saat melakukan pengerolan dibuat fitur tambahan berupa pelat yang dihubungkan dengan rangka utama untuk proses pengarahan pelat yang akan dirol. Terdapat dua buah pelat pengarah yaitu pada sisi depan dan sisi belakang rol. Dimensi pelat pengarah yang digunakan adalah: Lebar
: 100 mm
Panjang
: 380 mm
Tabel 4.8 menunjukkan tabel rekapitulasi dimensi rancangan rol perata bahan baku yang diperoleh dari perhitungan–perhitungan pada lampiran L2.4 dan juga pada perhitungan pada sub bab 4.3.2. Tabel 4. 8 Rekapitulasi Ukuran Alat Rol Perata Bahan Baku No
Komponen Alat Bantu
Ukuran
1.
Diameter Rol
Diameter
176 mm
2.
Poros
Diameter
50 mm
Panjang
380 mm
Diameter dalam
50 mm
3.
Bearing
Diameter luar commit to user
IV-13
90 mm
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4. 8 Rekapitulasi Ukuran Alat Rol Perata Bahan Baku (Lanjutan) No 4.
5. 6. 7.
8.
Komponen Alat Bantu Rangka Utama
Kaki rangka Pengatur ketinggian rol Penggerak rol
Pengarah
Ukuran
Panjang
650 mm
Lebar
420 mm
Tinggi
800 mm
Sisi
150 mm
Tebal
10 mm
Tinggi maksimal
2010 mm
Diameter stering
150 mm
Tinggi minimal
880 mm
Panjang lengan
100 mm
Panjang pegangan
100 mm
Diameter pegangan
25 mm
Panjang
100 mm
Lebar
380 mm
4.3.3 Gambar desain rancangan Gambar 4.3 sampai dengan gambar 4.6 menunjukkan gambar rancangan rol perata bahan baku yang digambarkan dalam 3D dan 2D. adjustable rol
pengarah
penggerak
gear
rangka
to user Gambar 4. 3 Desaincommit Rancangan Rol Perata Bahan Baku
IV-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 4 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Depan
Gambar 4. 5 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Samping
commit to user
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 6 Desain Rancangan Rol Perata Bahan Baku Tampak Atas 4.3.4 Bill Of Material Rancangan Rol perata bahan baku tersusun oleh komponen-komponen. Komponenkomponen penyusun tersebut secara rinci dapat diuraikan dalam diagram bill of materials seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.7. Rol perataan bahan baku (1)
Pemutar rol (4)
Rol (2)
Besi pejal Ø 7 inci p = 30 cm (2)
Pipa besi Ø 1inch (2)
Plat besi (2)
Poros (2)
Bearing
Besi as Ø 2 inci p = 30 cm (2)
Bearing Ø 5 cm Ø 9 cm (4)
Plat besi (1)
Pengarah feeding (2)
Gear Ø 1inch (1)
Gear Ø 3 inch (1)
Plat besi (4) Rangka (1)
Besi siku Besi siku sisi = 4 cm sisi = 4 cm p=1m p = 0,5 m (4) (4)
Adjustable (2)
Bearing Ø 5 cm (1)
Balok besi sisi 4 cm p=40 (4)
Plat besi p= 30 cm (2)
Plat besi p= 30 cm l= 30 cm (2)
Gambar 4. 7 Bill Of Materials
commit to user
IV-16
Ulir (1)
Steering Ø 3 inch
Plat besi 50x50 (4)
Baut tanam (4)
Baut M12 (4)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3.5 Estimasi Biaya Rancangan Biaya rancangan rol perata bahan baku merupakan biaya yang dibutuhkan untuk membeli material yang dibutuhkan untuk memproduksi alat dan biaya tenaga kerja yang digunakan. Untuk biaya material dapat menggunakan BOM sebagai acuan jumlah kebutuhan material dalam pembuatan rol perata bahan baku. Estimasi biaya pembuatan rol perata bahan baku dijelaskan pada tabel 4.10. Tabel 4. 9 Estimasi Biaya Rancangan No
Bahan
1.
Besi pejal
2.
Besi As
3.
Besi As
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bearing Bearing Steering Ulir Gear Gear
10.
Besi siku
11. 12. 13. 14. 15.
Pelat besi Pelat besi Pelat besi Mur-Baut Mur-Baut Biaya tenaga kerja Biaya Ide Biaya transportasi
16. 17. 18.
Ukuran
Kebutuhan
Satuan
Ø 7 inci Ø 2 inci P: 6 m Ø 1 inci P: 100mm Dd: 50 mm Dd: 25 mm Ø 4 inci Ø 1 inci Ø 1 inci Ø 3 inci Sisi 40 x 40 mm t : 10 mm t : 5 mm t : 25 mm M12 Ø 10 mm
60 kg
kg
Harga Satuan (Rp) 12.500
16 kg
kg
12.500
200.000
4 kg
kg
12.500
3.500
4 1 1 1 1 1
Buah Buah Buah Buath Buah Buah
50.000 15.000 15.000 15.000 30.000 50.000
200.000 15.000 15.000 15.000 30.000 50.000
3
Lonjor
130.000
390.000
0,2 m 0,5 m 0,5 m 4 4
Meter Meter Meter Buah Buah
100.000 70.000 200.000 1.000 1.000
20.000 35.000 100.000 4.000 4.000
2 orang
6
Hari
60.000
360.000
Biaya (Rp) 600.000
200.000 100.000 Total Biaya
2.341.500
Jadi biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu unit alat bantu rol perata bahan baku yang sesuai dengan rancangan yaitu sebesar Rp 2.341.500,00. 4.4
Prototipe Setelah dilakukan tahapan-tahapan perancangan maka dilakukan proses
pembuatan prototipe rol perata bahan baku. Prototipe dibuat untuk mewujudkan hasil rancangan menjadi nyata yang dapattodilihat commit user pada Gambar 4.8.
IV-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4. 8 Prototipe Hasil Perancangan Prosedur penggunaan rol perata bahan baku adalah sebagai berikut: 1. Operator mengatur jarak antar rol sesuai dengan ketebalan bahan yang diinginkan. 2. Operator mengambil bahan baku yang telah dipotong sesuai dengan mal. 3. Operator mengarahkan bahan baku pada rol. 4. Operator memegangi dan mengarahkan bahan baku dengan tangan kiri sewaktu proses pengerolan hingga selesai. 5. Operator memutar tuas yang berada pada sisi kanan rol untuk menggerakkan rol. 4.5
Pengukuran Kondisi Setelah Implementasi Rancangan
4.5.1 Posisi Kerja Menggunakan Rol Posisi kerja menggunakan rol perata bahan baku sangat berbeda jika dibandingkan proses perataan manual. Posisi kerja operator menggunakan rol adalah posisi kerja berdiri yang dapat dilihat pada gambar 4. 9. commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.9 Posisi Pengerolan Menggunakan Rol Untuk menilai posisi kerja tersebut apakah sudah ergonimis adalah dengan menggunakan perhitungan REBA. Dengan perhitungan REBA dapat diketehaui level posisi kerja sehingga diketahui apakah posisi kerja lebih baik atau memerlukan perbaikan. Berikut adalah perhitungan REBA untuk posisi kerja berdiri menggunakan rol perata bahan baku pada dua posisi kerja.
commit to user Gambar 4. 10 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 1 IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
REBA dari sikap kerja pada posisi 1 (posisi tangan berada paling dekat dengan tubuh) adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian neck position Neck membentuk sudut > 290 dengan skor + 2 - Postur kerja bagian trunk Trunk tegak dengan skor +1 - Postur kerja bagian legs Legs lurus dan bertumpu kedua kaki dengan skor = 1 Penilaian Grup A dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4. 10 Tabel 4.10 Pembobotan Untuk Grup A Table A Neck = 1
Neck = 2
Neck = 3
Trunk 1
2
3
4
5
1
1
2
2
3
4
2
2
3
4
5
6
3
3
4
5
6
7
4
4
5
6
7
8
1
1
3
4
5
6
2
2
4
5
6
7
3
3
5
6
7
8
4
4
6
7
8
9
1
3
4
5
6
7
2
3
5
6
7
8
3
5
6
7
8
9
4
6
7
8
9
9
Legs
Legs
Legs
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.10 adalah 1
commit to user
IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
- Skor beban Karena beban tidak melebihi < 11 lbs maka skornya adalah 0 - Total skor grup A adalah 1+0 = 1 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut 410 yang berarti 200 s/d 450 dengan skor + 2 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut 280 dengan skor +1 - Postur kerja bagian wrist Wrist lurus dengan skor = 1 Penilaian Grup B dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4. Tabel 4.11 Pembobotan Untuk Grup B Table B Lower Arm = 1 Lower Arm = 2
Uper Arm 1
2
3
4
5
6
1
1
1
3
4
6
7
2
2
2
4
5
7
8
3
2
3
5
5
8
8
1
1
2
4
5
7
8
2
2
3
5
6
8
9
3
3
4
5
7
8
9
Wrist
Wrist
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup B berdasarkan Tabel 4.11 adalah 1 - Skor coupling Karena coupling menggunakan handlr yang baik maka skornya adalah 0 - Total skor grup A adalah 1+0 = 1 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.12.
commit to user
IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.12 Perolehan Skor C Score A
Table C 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
12
Score
1
1
1
2
3
4
6
7
8
9 10 11
12
B
2
1
2
3
4
4
6
7
8
9 10 11
12
3
1
2
3
4
4
6
7
8
9 10 11
12
4
2
3
3
4
5
7
8
9 10 11 11
12
5
3
4
4
5
6
8
9
10 10 11 12
12
6
3
4
5
6
7
8
9
10 10 11 12
12
7
4
5
6
7
8
9
9
10 11 11 12
12
8
5
6
7
8
8
9 10
10 11 12 12
12
9
6
6
7
8
9 10 10
10 11 12 12
12
10
7
7
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
11
7
7
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
12
7
8
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Dari Tabel 4. Diatas diperoleh skor akhir yaitu 1. Kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah 1. Sehingga nilai REBA pada aktivitas perataan baha baku menggunakan rol adalah 2. Skor tersebut menunjukkan bahwa level tindakannya adalah kecil yang mungkin memerlukan perbaikan. Tabel 4.13 Nilai Level Tindakan REBA Nilai REBA
1
Level Resiko
Level Tindakan
Dapat diabaikan
0
Tindakan
Tidak diperlukan perbaikan Mungkin memerlukan
2-3
Kecil
1
4-7
Sedang
2
Perlu dilakukan perbaikan
8-10
Tinggi
3
Segera dilakukan perbaikan
> 11
Sangat tinggi
4
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
commit to user
IV-22
perbaikan
Dilakukan perbaikan sekarang juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut adalah posisi kerja ke-2 yaitu posisi kerja operator pada saat melakukan aktivitas perataan bahan baku dengan posisi tangan berada paling jauh dengan tubuh.
Gambar 4. 11 Sudut Tubuh Posisi Pengerolan Posisi 2 a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian neck position Neck membentuk sudut > 280 dengan skor + 2 - Postur kerja bagian trunk Trunk membungkuk dengan sudut 220 dengan skor +2 - Postur kerja bagian legs Legs lurus dan bertumpu kedua kaki dengan skor = 1 Penilaian Grup A dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4. 14.
commit to user
IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.14 Pembobotan Untuk Grup A Table A Neck = 1
Neck = 2
Neck = 3
Trunk 1
2
3
4
5
1
1
2
2
3
4
2
2
3
4
5
6
3
3
4
5
6
7
4
4
5
6
7
8
1
1
3
4
5
6
2
2
4
5
6
7
3
3
5
6
7
8
4
4
6
7
8
9
1
3
4
5
6
7
2
3
5
6
7
8
3
5
6
7
8
9
4
6
7
8
9
9
Legs
Legs
Legs
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.14 adalah 3 - Skor beban Karena beban tidak melebihi < 11 lbs maka skornya adalah 0 - Total skor grup A adalah 3+0 = 3 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut 270 yang berarti diantara 200 s/d 450 dengan skor + 2 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut 290 dengan skor +1 - Postur kerja bagian wrist Wrist lurus dengan skor = 1 Penilaian Grup B dapat dinilai dengan menggunakan Tabel 4.15. commit to user
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.15 Pembobotan Untuk Grup B Table B
Uper Arm
Lower Arm = 1
1
2
3
4
5
6
1
1
1
3
4
6
7
2
2
2
4
5
7
8
3
2
3
5
5
8
8
Wrist
Lower
Wrist
Arm = 2
1
1
2
4
5
7
8
2
2
3
5
6
8
9
3
3
4
5
7
8
9
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
Skor postur kerja grup B berdasarkan Tabel 4.15 adalah 1 - Skor coupling Karena coupling menggunakan handlr yang baik maka skornya adalah 0 - Total skor grup A adalah 1+0 = 1 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Perolehan Skor C Score A
Table C 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11
12
Score
1
1
1
2
3
4
6
7
8
9 10 11
12
B
2
1
2
3
4
4
6
7
8
9 10 11
12
3
1
2
3
4
4
6
7
8
9 10 11
12
4
2
3
3
4
5
7
8
9 10 11 11
12
5
3
4
4
5
6
8
9
10 10 11 12
12
6
3
4
5
6
7
8
9
10 10 11 12
12
7
4
5
6
7
8
9
9
10 11 11 12
12
8
5
6
7
8
8
9 10
10 11 12 12
12
9
6
6
7
8
9 10 10
10 11 12 12
12
10
7
7
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
11
7
7
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
12
7
8
8
9
9 10 11
11 12 12 12
12
commit Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000 to
IV-25
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.16 Diatas diperoleh skor akhir yaitu 2. Kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas. Skor aktivitas adalah 1. Sehingga nilai REBA pada aktivitas perataan baha baku menggunakan rol adalah 3. Skor tersebut menunjukkan bahwa level tindakannya adalah kecil yang mungkin memerlukan perbaikan. Tabel 4.17 Nilai Level Tindakan REBA Nilai REBA
Level Resiko
Level Tindakan
Dapat
1
0
diabaikan
Tindakan
Tidak diperlukan perbaikan Mungkin memerlukan
2-3
Kecil
1
4-7
Sedang
2
Perlu dilakukan perbaikan
8-10
Tinggi
3
Segera dilakukan perbaikan
> 11
Sangat tinggi
4
perbaikan
Dilakukan perbaikan sekarang juga
Sumber: McAtamney dan Hignett, 2000
4.5.2 Beban Kerja Menggunakan Rol Proses perataan bahan baku dengan menggunakan rol menjadi lebih mudah dan lebih ringan dibandingkan dengan proses manual, sehingga beban kerja yang dialami operatorpun berkurang. Pengukuran heart rate kepada operator menunjukkan agka yang lebih kecil jika dibandingkan dengan proses manual yang ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 4.18 Pengukuran Denyut Jantung Operator Sebelum Aktivitas (DN0)
Setelah Aktivitas (DN1)
(Denyut/menit)
(Denyut/menit)
1
72
120
2
76
114
Operator
Sama halnya dengan pengukuran energi ekspenditure yang dilakukan pada commit to user proses perataan bahan baku dengan manual, perhitungan menggunakan regresi IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum dengan regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
Y 1,80411 0,0229038 X 4,71733.10 4 X 2 kilokalori / menit Berikut adalah perhitungan energi operator: A. Energi Operator Sebelum Aktivitas (Ei) 1. Operator 1
Y 1,80411 0,0229038.(72) 4,71733.10 4 (72) 2 Y 2,60 kilokalori/ menit
2. Operator 2
Y 1,80411 0,0229038.(76) 4,71733.10 4 (76) 2 Y 2,78 kilokalori/ menit
3. Energi Operator Setelah Aktivitas (Et) 1. Operator 1
Y 1,80411 0,0229038.(120) 4,71733.10 4 (120) 2 Y 5,85 kilokalori/ menit
2. Operator 2
Y 1,80411 0,0229038.(114) 4,71733.10 4 (114) 2 Y 5,32 kilokalori/ menit
Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan dalam bentuk matematis KE = Et – Ei. Berikut adalah perhitungan untuk energi yang dikonsumsi operator 1 dan 2: 3. Konsumsi Energi Operator 1 KE = Et – Ei KE = (5,85 – 2,60) kilokalori/menit KE = 3,25 kilokalori/menit 4. Konsumsi Energi Operator 2 KE = Et – Ei KE = (5,32 – 2,78) kilokalori/menit commit to user KE = 2,53 kilokalori/menit IV-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel klasifikasi beban kerja dan reaksi fisiologis dapat diketahui bahwa aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan menggunakan rol pada level Moderate sehingga telah menurunkan level konsumsi energi sehingga kelelahan operator berkurang. Tabel 4.19 Klasifikasi Beban Kerja Fisik Konsumsi Tingkat Pekerjan
Konsumsi
Oksigen
Denyut Jantung
Energi
(liter/menit)
(denyut/menit)
(kkal/menit)
< 0.5
< 90
< 2.5
Moderate Work
0.5 - 1.0
90 - 110
2.5 - 5.0
Heavy work
1.0 - 1.5
110 -130
5.0 - 7.5
Very Heavy work
1.5 - 2.0
130 - 150
7.5 - 10.0
> 2.0
150 - 170
> 10.0
Light work
Extremely heavy work Sumber: Bridger, 199
4.5.3 Kebisingan Jika Menggunakan Rol Kebisingan pada proses perataan bahan baku yang tidak sesuai dengan standar kebisingan yang dapat diterima dapat diperbaiki dengan penggunaan rol perata bahan baku. Dengan menggunakan alat tersebut angka kebisingan menurun menjadi 69 dB. Angka kebisingan tersebut berada pada level sesuai standar kebisingan yang diizinkan.
commit to user
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Pada bab ini akan dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian. Analisis dan interpretasi hasil meliputi penyesuaian dimensi alat perata bahan baku, perbandingan posisi kerja, perbandingan beban kerja, perbandingan kebisingan, biaya, serta kelebihan dan kekurangan alat. 5.1.
Penyesuaian Dimensi Alat Dalam proses pembuatan alat, spesifikasi alat yang dibuat tidak dapat
menyerupai spesifikasi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan dalam proses pembuatan alat. Keadaan ini memungkinkan adanya perbedaan antara alat yang dirancang dengan alat yang dibuat. Perbedaan spesifikasi pada alat yang dibuat terjadi pada kerangka alat yang meliputi lebar dan panjang. Lebar rancangan semula adalah sebesar 420 mm namun pada saat pembuatan lebar rancangan berubah menjadi 380 mm. Sedangkan untuk dimensi panjang rancangan semula adalah sebesar 650 mm namun setelah pembuatan dimensinya berubah menjadi 500 mm. Perubahan kedua dimensi tersebut untuk menghemat bahan baku dan memperkecil biaya pembuatan dan perubahan dimensi yang dilakukan masih dalam jangkauan operator. Pemangkasan dimensi panjang dan lebar juga semakin menguntungkan karena dengan semakin pende panjang maupun lebar alat dengan jenis bahan yang digunakan sama akan semakin kuat /rigit. Perubahan juga terjadi pada pemutar adjustable yang pada perancangan awal menggunakan steer sebagai pemurnya, namun karena keterbatasan komponen di pasar, komponen tersebut diganti dengan menggunakan engkol. Pemilihan engkol sebagai pemutar adjustable adalah selain harganya murah juga engkol lebih mudah dioperasikan. 5.2.
Perbandingan Posisi Kerja Operator Posisi kerja pada aktivitas perataan bahan baku dengan menggunakan rol
jauh berbeda jika dibandingkan commit dengan to posisi user kerja awal. Posisi kerja operator
V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada saat melakukan aktivitas perataan bahan baku dengan penempaan manual adalah dengan posisi duduk pada balok kayu dengan posisi badan membungkuk dan posisi kaki menjepit bahan baku untuk mempertahankan bahan baku agar tidak berpindah pada saat ditempa. Sedangkan setelah menggunakan rol posisi kerja operator adalah berdiri dan bertumpu pada kedua kaki. Posisi kerja setelah menggunakan rol terbukti dapat memperbaiki posisi kerja operator. Posisis berdiri mengurangi jumlah keluhan nyeri yang dikeluhkan operator. Untuk lebih memastikan posisi kerja berdiri lebih baik dapat dibuktikan dengan penilaian dengan menggunakan metode REBA.
Sesuai dengan
perhitungan REBA yang telah dilakukan diperoleh level kerja bernilai 2 yang menyatakan bahwa posisi kerja menggunakan rol perata bahan baku adalah posisi kerja yang aman dan mungkin membutuhkan perbaikan bukan posisi yang memerlukan perbaikan secepatnya. 5.3.
Perbandingan Beban Kerja Operator Terjadi perbedaan yang cukup signifikan terhadap beban kerja operator
pada aktivitas perataan bahan baku awal dengan aktivitas perataan bahan baku menggunakan rol. Berdasarkan hasil pengolahan data energy ekspenditure penggunaan rol perata dapat menurunkan level beban kerja. Tabel 5.1 Tabel Perbandingan Beban Kerja Operator
Kondisi Awal
Setelah Aplikasi Alat
DNO
DNI
E
DNO
DNI
E
denyut/min
denyut/min
kkal/min
denyut/min
denyut/min
kkal/min
Operator 1
74
140
5,15
72
120
3,25
Operator 2
70
137
5,01
76
114
2,52
Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi energi tersebut menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima pekerja pada proses manual berada dalam kategori berat karena berada dalam rentang 5.0 - 7.5 kkal/menit (Bridger,1995). Padahal, E. Grandjean (1986) dalam Nurmianto (2005) menyatakan bahwa 5.2 kkal/menit merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja commit to user berat, jika melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul V-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rasa lelah atau fatigue. Oleh karena itu, diperlukan rancangan fasilitas kerja untuk membantu proses perataan bahan baku. Sedangkan konsumsi energi setelah dibuat alat perata bahan baku adalah dalam rentan 2,5-5,0 kkal/menit yang berarti level kerja tersebut berada pada level moderate. Untuk memudahkan melihat perbandingan beban kerja operator 1 dan operator 2 pada aktivitas perataan bahan baku awal dengan setelah menggunakan alat, berikut disajikan dalam bentuk grafik perbandingan.
6 5 4
5.51 kkal/min
5.01 kkal/min
3.25 kkal/min
2.52 kkal/min
3
E.Eksp Awal E.Eksp Akhir
2 1 0 Operator 1
Operator 2
Gambar 5.1 Grafik Perbandingan Energi Ekspenditure Penurunan level beban kerja tersebut disebabkan oleh perubahan proses perataan bahan baku yang semula menggunakan proses penempaan diganti dengan proses pengerolan. Gaya yang diperlukan dalam melakukan aktivitas pengerolan jauh lebih kecil dibandingkan dengan penempaan manual. Manfaat dari berkurangnya level beban kerja ini adalah operator tidak cepat merasa lelah, dan kinerja operator diharapkan lebih maksimal. 5.4.
Perbandingan Kebisingan Tingkat kebisingan pada kondisi awal stasiun perataan bahan baku
menunjukkan level yang tidak dianjurkan dalam sebuah aktivitas kerja. Menurut standar kebisingan ISO R - 1996- 1971 angka kebisingan yang diijinkan di tempat kerja yaitu berada pada angka 60 – 70 dB. Namun kebisingan pada stasiun bahan baku ketika melakukan aktivitas perataan adalah sebesar 102 dB. Namun setelah adanya rol perata bahan baku kebisingan stasiun ini menurun hingga 69 dB. commit pada to user
V-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kebisingan pada aktivitas perataan sebelum menggunakan alat menurut standar OHSAS tahun 2000 yang terdapat pada tabel 2.16 hanya diperbolehkan dilakukan hingga 1 ½ jam kerja. Sedangkan kebisingan setelah menggunakan alat perata bahan baku menunjukkan bahwa angka tersebut merupakan level aman untuk lingkungan kerja selama lebih dar 8 jam kerja. Level kebisingan dapat menurun disebabkan karena aktivitas perataan bahan baku yang semula menggunakan martil untuk menempa bahan baku yang menimbulkan kebisingan kini menggunakan rol. Penurunan level kebisingan ini berdampak langsung pada operator. Operator merasa lebih nyaman dengan kondisi kerja yang tidak bising dan dapat mengurangi resiko gangguan pada pendengaran. Untuk mempermudah melihat perbedaan kebisingan kondisi awal dengan kondisi setelah adanya alat dapat dilihat pada grafik 5.2.
120
102 dB
100 69 dB
80
Kebisingan (dB)
60 40 20 0
Kondisi Awal
Kondisi Akhir
Gambar 5.2 Grafik Perbandingan Kebisingan 5.5.
Analisis Biaya Biaya perancangan rol perata bahan baku merupakan biaya yang
dibutuhkan untuk membeli material, alat dan tenaga kerja. Biaya pembuatan ditampilkan pada tabel 4.9. Pada pembuatan alat ini komponen biaya yang terbesar adalah pada bahan baku dari dua buah rol karena menggunakan bahan yang mahal dan dalam ukuran besar. Pada proses pembuatan produk rancangan, biaya yang dikeluarkan berbeda dengan estimasi sebelumnya. Total estimasi biaya untuk biaya dua tenaga kerja selama 6 hari adalah sebesar Rp 360.000,00 namun karena pembuatan alat memerlukan waktu tambahan dua hari sehingga biaya commit to user
V-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tenaga keja menjadi Rp 480.000,00. Sedangkan estimasi biaya untuk pembelian bahan besi siku semula adalah sebesar Rp 390.000,00 namun karena ukurannya berubah biaya pembelian besi siku menurun menjadi Rp 300.000,00. Sehingga total biaya yang dibutuhkan untuk membuat rol perata bahan baku adalah sebesar Rp 2.371.500,00. 5.6.
Analisis Performa Alat Rol perata bahan baku hasil perancangan ternyata masih belum sesuai
dengan ekspektasi dari perancang. Rol perata bahan baku yang semula diekspektasikan dapat meningkatkan produktivitas kerja pada stasiun perataan bahan baku setelah diuji coba ternyata belum mampu meningkatkan produktivitas. Lama perataan dengan menggunakan penempaan manual dengan dimensi panjang 1000 mm dengan lebar 250 mm memerlukan waktu selama 5 menit sedangkan dengan menggunakan rol perataan memerlukan waktu selama 7 menit. Perataan menggunakan rol memerlukan waktu yang lebih lama dikarenakan proses perataan menggunakan rol belum dapat dilakukan dalam sekali proses, namun harus berkali-kali untuk mendapatkan bahan baku yang rata. Karena sebenarnya metode yang paling efisien digunakan dalam meratakan bahan baku (forming) adalah dengan penempaan (impuls) namun energi yang dikeluarkan juga sangat besar sehingga perancangan rol merupakan langkah untuk menggantikan proses penempaan menjadi proses perataan yang memerlukan energi yang lebih kecil. Lama dalam proses perataan bahan baku menggunakan alat rol juga dikarenakan alat ini merupakan alat hasil perancangan yang pertama kali dilakukan, sehingga masih belum sempurna. Selain itu operator pada saat melakukan aktivitas perataan bahan baku menggunakan rol juga masih berada pada kurva belajar yaitu operator masih belum terbiasa melakukan aktivitas perataan bahan baku menggunakan alat rol, sehingga memerlukan waktu untuk melakukan penyesuaian.
commit to user
V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya. 6.1.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Telah dihasilkan rol perata bahan baku dengan ukuran panjang 500 mm, lebar 380 mm tinggi 800 mm dan diameter rol 176 mm. 2. Rol perata bahan baku dirancang untuk posisi kerja berdiri dengan nilai REBA (Rapid Entire Body Assesment) diantara 2 hingga 3 yang menunjukkan level resiko kecil. 3. Rol terbukti mampu menurunkan beban kerja operator dari level heavy menjadi level moderate serta menurunkan level kebisingan dari 102 dB menjadi 69 dB. 6.2.
SARAN Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian
selanjutnya, sebagai berikut: 1. Penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan dengan memperhitungkan aspek produktivitas sebagai permasalahan utama selain posisi kerja, beban kerja dan kebisingan. 2. Perataan bahan baku menggunakan rol pada penelitian selanjutnya dapat didahului dengan proses penurunan kekuatan bahan baku terlebih dahulu agar hasil lebih maksimal atau pembersihan bahan dari kotoran-kotoran dan cat yang menempel.
commit to user
VI-1