PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM UNTUK APLIKASI MODEM POWER LINE COMMUNICATION MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
SKRIPSI
OLEH
DIENZA ARIESANDY 04 03 03 030 6
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL 2007/2008
PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM UNTUK APLIKASI MODEM POWER LINE COMMUNICATION MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
SKRIPSI
OLEH
DIENZA ARIESANDY 04 03 03 030 6
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL 2007/ 2008
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM UNTUK APLIKASI MODEM POWER LINE COMMUNICATION MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan sebagai Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Indonesia maupun di Perguruan Tinggi atau Instansi manapun, kecuali bagian yang merupakan sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya .
Depok, 2 Januari 2008
Dienza Ariesandy NPM 04 03 03 030 6
ii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
PENGESAHAN Skripsi dengan judul:
PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM UNTUK APLIKASI MODEM POWER LINE COMMUNICATION MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Skripsi ini telah diujikan pada sidang skripsi pada tanggal 27 Desember 2007 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Depok, 2 Januari 2008
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir.Gunawan Wibisono. M.Sc., Ph.D
Dr. Ir. Arman Djohan Diponegoro, M.Eng
NIP. 131 944 411
NIP. 131 476 472
iii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D Dr. Ir. Arman Djohan Diponegoro, M.Eng
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, diskusi, pengarahan, dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
iv Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
ABSTRAK Dienza Ariesandy NPM 04 03 03 030 6 Departemen Teknik Elektro
Dosen Pembimbing Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc, Ph.D Dr. Ir. Arman Djohan Diponegoro, M.Eng
PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM UNTUK APLIKASI MODEM POWER LINE COMMUNICATION MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA ABSTRAK Pada skripsi ini dibuat sebuah rancangan modulator 16-QAM yang efisien untuk diaplikasikan pada sistem komunikasi data melalui kabel listrik. Berbeda dengan rangkaian modulator pada umumnya yang menggunakan komponen analog, rangkaian modulator 16-QAM pada sistem ini menggunakan rangkaian digital diskrit berupa komponen logika yang diimplementasikan dengan IC TTL Perancangan modulator 16-QAM dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak simulasi MultiSim versi 10.0.1. Rangkaian utama modulator dipecah menjadi 11 rangkaian sub sistem berdasarkan fungsi. Rangkaian sub sistem terdiri atas, pembangkit gelombang squarewave, counter, pemisah data, kanal I dan kanal Q, pembangkit carrier, identifikasi bit data, selektor carrier, modulasi, penguat, filter, dan rangkaian penjumlah linier. Rangkaian modulator 16-QAM yang dibuat, bekerja menggunakan carrier berbentuk gelombang squarewave yang kemudian diubah menjadi gelombang analog sinusoidal pada rangkaian filter sebelum ditransmisikan pada kabel listrik. Pengujian untuk melihat kinerja tiap-tiap rangkaian sub sistem dan rangkaian modulator secara keseluruhan. Analisis yang dilakukan meliputi cara kerja setiap sub-sistem dan unjuk kerja rangkaian modulator 16-QAM secara keseluruhan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah modulator yang dirancang pada skripsi ini telah memenuhi prinsip dasar modulasi 16-QAM yang berlaku dan memenuhi karakteristik frekuensi dan kecepatan data untuk dapat diterapkan sebagai modulator pada sistem PLC.
Kata kunci : PLC, Modem PLC, Modulator 16-QAM, IC TTL, MultiSim
v Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
ABSTRACT Dienza Ariesandy NPM 04 03 03 030 6 Electrical Engineering Departement
Counselor Ir. Gunawan Wibisono, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Arman Djohan Diponegoro, M.Eng
16-QAM MODULATOR CIRCUIT DESIGN FOR POWER LINE COMMUNICATION MODEM APPLICATION WITH LOGIC COMPONENTS ABSTRACT This paper describes the design of efficiently 16-QAM modulator which is proposed for data communication over power line system. Differently with conventional modulator which was use analog components, 16-QAM modulator circuit in this design uses discrete digital components which are implemented with Logic TTL ICs Designing 16-QAM modulator had done by using MultiSim version 10.0.1 sinulation software. Modulator main circuit was divided into 11 sub system circuits based on function. Sub system circuits consist of, squarewave generator, counter, data splitter, I channel and Q channel, carrier generator, data selector, carrier selektor, modulation, amplifier, filter dan linear summing circuit. 16-QAM modulator circuit worked with squarewave as carrier and then converted into sinusoidal analog wave at filter circuit before transmitted at power line cables. Test was given for evaluate sub system and modulator main circuit performance. Analysis was made based on how each sub system circuit works and performance 16-QAM main modulator circuit as whole. The conclusion about this paper are, this modulator design has full filled basic principle of 16-QAM modulation and full filled frequency and data rate characteristic as modulator PLC system.
Keywords : PLC, PLC modem, 16-QAM Modulator, Logic TTL IC, MultiSim
vi Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR ISI Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
ii
PENGESAHAN
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
iv
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
DAFTAR ISTILAH
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 LATAR BELAKANG
1
1.2 PERUMUSAN MASALAH
2
1.3 TUJUAN PENELITIAN
3
1.4 BATASAN MASALAH
3
1.5 METODOLOGI PENELITIAN
3
1.6 SISTEMATIKA PENULISAN
3
BAB II DASAR TEORI
5
2.1 POWER LINE COMMUNICATION
5
2.1.1 Arsitektur Jaringan PLC 2.1.1.1 Struktur Jaringan Akses PLC 2.1.1.2 Jaringan PLC in-home 2.1.2 Perangkat PLC
6 7 8 9
2.2 QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION (QAM) 2.2.1 Prinsip Modulasi QAM 2.2.2 Modulasi 16-QAM 2.2.3 Proses Mapping 16-QAM (16 QAM Natural Binary Code)
vii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
10 11 12 15
BAB III PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
17
3.1 KONSEP PERANCANGAN MODULATOR 16-QAM
17
3.2 SIMULASI MODULATOR 16-QAM
19
3.2.1. Rangkaian Sub-sistem Pembangkit Gelombang Squarewave 3.2.2. Rangkaian Sub-sistem Counter 3.2.3. Rangkaian Sub-sistem Pemisah Data 3.2.4. Rangkaian Sub-sistem Kanal I dan Kanal Q 3.2.5. Rangkaian Sub-sistem Pembangkit Carrier 3.2.6. Rangkaian Sub-sistem Identifikasi Bit Data 3.2.7. Rangkaian Sub-sistem Selektor Carrier 3.2.8. Rangkaian Sub-sistem Modulasi 3.2.9. Rangkaian Sub-sistem Penguat (Amplifier) 3.2.10. Rangkaian Sub-sistem Filter 3.2.11. Rangkaian Sub-sistem Rangkaian Penjumlah (Summing Circuit) BAB IV HASIL UJI COBA DAN ANALISIS RANGKAIAN 4.1 HASIL UJI COBA SUB-SISTEM 4.1.1 Sub-sistem Pembangkit Gelombang Squarewave 4.1.2 Sub-sistem Counter 4.1.3 Sub-sistem Pemisah Data 4.1.4 Sub-sistem Kanal I dan Kanal Q 4.1.5 Sub-sistem Pembangkit Carrier 4.1.6 Sub-sistem Identifikasi Bit Data 4.1.7 Sub-sistem Selektor Carrier 4.1.8 Sub-sistem Modulasi 4.1.9 Sub-sistem Penguat (Amplifier) 4.1.10 Sub-sistem Filter 4.1.11 Sub-sistem Rangkaian Penjumlah (Summing Circuit) 4.2 UNJUK KERJA SISTEM MODULATOR 16-QAM 4.2.1 Sistem Modulator 16-QAM 4.2.2 Pergeseran Fasa 4.2.3 Kecepatan Transfer Data
21 24 26 27 29 30 33 35 36 37 38 41 41 41 42 44 45 47 49 51 52 52 53 54 55 55 59 61
BAB V KESIMPULAN
65
DAFTAR ACUAN
66
DAFTAR PUSTAKA
67
LAMPIRAN
68
viii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Arsitektur jaringan PLC
6
Gambar 2.2 Struktur jaringan akses PLC [4]
7
Gambar 2.3 Fungsi base station PLC [4]
8
Gambar 2.4 Fungsi modem PLC [4]
8
Gambar 2.5 Struktur jaringan PLC in-home [4]
9
Gambar 2.6 Diagram blok perangkat PLC secara umum [3]
9
Gambar 2.7 Perbandingan modulasi digital [11]
11
Gambar 2.8 Konstelasi sinyal QAM rectangular dengan berbagai nilai M [7]
13
Gambar 2.9 Block diagram pemancar 16 QAM [7]
13
Gambar 2.10 Block diagram penerima 16 QAM [7]
14
Gambar 2.11 Konstelasi sinyal 16 QAM rectangular dengan natural binary code [7]
16
Gambar 3.1 Blok diagram modulator 16-QAM
18
Gambar 3.2 Diagram alir program simulasi modulator 16-QAM
19
Gambar 3.3 Diagram hierarki modulator 16-QAM
20
Gambar 3.4 Rangkaian sub-sistem pembangkit gelombang squarewave 700 KHz 21 Gambar 3.5 Konfigurasi IC LM555 astabil [9]
22
Gambar 3.6 Rangkaian sub-sistem counter
24
Gambar 3.7 Timming diagram 4-bit binary counter
24
Gambar 3.8 Rangkaian sub-sistem pemisah data
26
Gambar 3.9 Rangkaian gerbang logika D flip-flop
27
Gambar 3.10 Rangkaian sub-sistem kanal I
28
Gambar 3.11 Rangkaian sub-sistem kanal Q
29
Gambar 3.12 Rangkaian sub-sistem pembangkit carrier
30
Gambar 3.13 Rangkaian sub-sistem identifikasi bit data
31
Gambar 3.14 Rangkaian demultiplexer 1 to 4
32
Gambar 3.15 Rangkaian sub-sistem selector carrier
34
ix Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 3.16 Rangkaian sederhana BJT sebagai switch
34
Gambar 3.17 Rangkaian sub-sistem modulasi
35
Gambar 3.18 Rangkaian sub-sistem penguat
36
Gambar 3.19 Rangkaian penguat bukan pembalik sederhana
37
Gambar 3.20 Rangkaian sub-sistem filter
38
Gambar 3.21 Rangkaian sub-sistem penjumlah
39
Gambar 3.22 Rangkaian penjumlah bukan pembalik sederhana
39
Gambar 4.1 Tampilan osiloskop keluaran rangkaian pembangkit gelombang squarewave
41
Gambar 4.2 Keluaran rangkaian sub-sistem counter
43
Gambar 4.3 Keluaran rangkaian sub-sistem pemisah data
44
Gambar 4.4 Ilustrasi pemisahan serial data
44
Gambar 4.5 Keluaran rangkaian sub-sistem kanal I
45
Gambar 4.6 Keluaran rangkaian sub-sistem kanal Q
45
Gambar 4.7. Keluaran rangkaian kanal I dan Q sebelum menggunakan buffer 46 Gambar 4.8. Keluaran rangkaian kanal I dan Q setelah menggunakan buffer.
47
Gambar 4.9. Keluaran rangkaian sub-sistem carrier dengan pergeseran fasa 90° 47 Gambar 4.10. Keluaran rangkaian sub-sistem carrier dengan pergeseran fasa 180°
48
Gambar 4.11 Ilustasi penguatan sebelum komponen logika
49
Gambar 4.12 Ilustasi penguatan setelah komponen logika
49
Gambar 4.13 Keluaran rangkaian sub-sistem identifikasi bit data
50
Gambar 4.14. Keluaran rangkaian sub-sistem selektor carrier
51
Gambar 4.15. Keluaran rangkaian sub-sistem modulasi
52
Gambar 4.16 Keluaran rangkaian sub-sistem penguat
53
Gambar 4.17 Tampilan osiloskop keluaran rangkaian sub-sistem filter
53
Gambar 4.18. Keluaran rangkaian sub-sistem penjumlah
54
Gambar 4.19 Tampilan rangkaian simulasi modulator 16-QAM
56
Gambar 4.20 Gelombang squarewave hasil modulasi
56
Gambar 4.21 Ilustrasi proses seleksi rangkaian selektor data
57
Gambar 4.22. Gelombang sinusoidal hasil modulasi
58
x Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 4.23. Tampilan rangkaian simulasi modulator 16-QAM
59
Gambar 4.24 Pergeseran fasa gelombang hasil modulasi saat transisi bit data
60
Gambar 4.25 Perbandingan pergeseran fasa 180°
61
Gambar 4.26 Tampilan frequency counter
63
xi Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Output Kanal Q dan Kanal I Pada Natural Binary Code [7]
15
Tabel 3.1 Karakteristik IC LM555 [9]
22
Tabel 3.2 Karakteristik Fungsi IC 74LS163D
25
Tabel 3.3 Tabel kebenaran AND
27
Tabel 3.4 Karakteristik D flip-flop
28
Tabel 3.5 Mapping Natural Binary Code
31
Tabel 3.6 Tabel kebenaran XOR
32
Tabel 3.7 Tabel Karakteristik Demultilexer
33
Tabel 4.1 Kecepatan Transfer Data Sesuai Nilai Parameter
62
Tabel 4.2 Kecepatan Transfer Data Rangkaian Modulator 16-QAM
64
xii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Gambar Diagram Hierarki Modulator 16-QAM
68
1.1.Gambar Rangkaian Clock
69
1.2.Gambar Rangkaian Counter
69
1.3.Gambar Rangkaian Splitter
69
1.4.Gambar Rangkaian I_Channel
70
1.5.Gambar Rangkaian Q_Channel
70
1.6.Gambar Rangkaian Carrier
71
1.7.Gambar Rangkaian Identifikasi_Data
71
1.8.Gambar Rangkaian Selector_Carrier
72
1.9.Gambar Rangkaian ModulasiI
72
1.10.Gambar Rangkaian Amplifier
72
1.11.Gambar Rangkaian Filter
73
1.12.Gambar Rangkaian Summing_Modulated_Signal
73
Lampiran 2 Gambar Rangkaian Modulator 16-QAM
xiii Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
74
DAFTAR SINGKATAN
ASK
Amplitude Shift Keying
BJT
Bipolar Junction Transistor
BPL
Broadband Power Line
Bps
bit per second
BPSK
Binary Phase Shift Keying
BS
Base Station
CP
Clock Pulse
EMC
Electromagnetic Compatibility
FSK
Frequency Shift Keying
IC
Integrated Circuit
LLC
Logical Link Control
LSB
Least Signifikan Bit
MAC
Medium Access Control
MSB
Most Signifikan Bit
OFDM
Orthogonal Frekuensi Division Multiplexing
PAM
Pulse Amplitude Modulation
PLC
Power Line Communication
QAM
Quadrature Amplitude Modulation
QPSK
Quadrature Phase Shift Keying
RCO
Ripple Carry Output
TTL
Transistor Transistor Logic
WAN
Wide Area Network
Wimax
Wireless Interoperability for Microwave Access
xDSL
x Digital Subsciber Line
xiv Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR ISTILAH
Amplifier
Rangkaian yang berfungsi untuk menguatkan sinyal
Backbone
Jaringan komunikasi utama yang menghubungkan berbagai jenis jaringan komunikasi berbeda
Bandwidth
Rentang frekuensi yang digunakan pada sistem komunikasi
Baud
Menyatakan kecepatan perubahan simbol tiap detik di kanal komunikasi dari sinyal suatu hasil modulasi Jumlah bit yang diproses tiap detik pada suatu sistem
Bit rate
komunikasi Sistem komunikasi yang menggunakan frekunsi dengan
Broadband
rentang besar Carrier
Gelombang yang dimodulasi oleh data
Clock pulse
Sinyal berbentuk gelombang squarewave dengan frekuensi tertentu yang digunakan untuk mengatur pewaktuan operasional komponen digital
Demapping
Proses pengenalan informasi yang terdapat pada sebuah simbol
Demodulator
Rangkaian yang digunakan untuk memisahkan sinyal informasi dari sinyal pembawa
Discharge
Pelepasan muatan dari komponen penyimpan muatan saat tegangan terminalnya lebih kecil dari tegangan sumber
Dummy bit
Bit yang tidak berisi informasi
Duty cycle
Perbandingan durasi high dan low sebuah sinyal
End user
Tempat dimana terdapat terminal pelanggan
Filter
Rangkaian yang hanya melewatkan sinyal sesuai dengan karakteristik yang diinginkan
Frekuensi cut off
Suatu nilai frekuensi tertentu yang digunakan sebagai batas kerja rangkaian filter
Gardu distribusi
Gardu tempat terjadinya penurunan tegangan listrik
xv Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
menengah ke tegangan listrik rendah Interferensi
Proses terganggunya sinyal informasi oleh sinyal lain
Kanalisasi
Proses pembentukan kanal komunikasi pada media transmisi
Konstelasi
Diagram yang menggambarkan pembentukan simbol yang mewakili nilai bit data
Kopling
Rangkaian yang digunakan untuk mengirimkan data pada kabel listrik Metode yang digunakan dalam menentukan pembentukan
Mapping
diagram konstelasi simbol pada modulasi digital Modem
Perangkat yang menjadi penghubung antara media pengirim dan media penerima informasi
Modulasi
Proses menumpangkan sinyal informasi pada sinyal pembawa
Modulated Signal
Sinyal pembawa yang telah dimodulasi oleh sinyal data
Modulator
Rangkaian yang digunakan untuk memodulasikan sinyal pembawa dengan sinyal data
Narrowband
Sistem komunikasi yang menggunakan frekunsi dengan rentang kecil
Next State
Hasil keluaran komponen digital setelah diberi clock
Noise
Sinyal yang tidak diinginkan yang umumnya menyertai sinyal informasi
Pass-band
Rentang frekuensi sinyal yang dilewatkan pada filter
Positive edge
Transisi nilai low ke high
Present State
Hasil keluaran komponen digital sebelum diberi clock
Receiver
Rangkaian penerima sinyal
Transceiver
Term yang digunakan untuk menyatakan transmitter dan receiver
Transmitter
Rangkaian pengirim sinyal
Sinkronisasi
Menselaraskan proses yang dilakukan suatu sistem
Stop-band
Rentang frekuensi sinyal yang tidak dilewatkan pada filter
Switch
Rangkaian pengatur nilai keluaran
xvi Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam beberapa dekade terakhir ini, penggunaan sistem telekomunikasi dan informasi mengalami peningkatan yang sangat cepat. Hal ini didasari perkembangan kebutuhan masyarakat yang kini tidak hanya terbatas pada fungsi dasar dari komunikasi saja, namun juga berbagai layanan-layanan tambahan sesuai perubahan gaya hidup. Berbagai teknologi terus dikembangkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat, akan layanan broadband, layanan berkecepatan tinggi, penetrasi luas ke seluruh wilayah, mudah dalam penggunaan serta biaya yang murah. Beberapa layanan yang ada saat ini, seperti serat optik, xDSL ataupun wimax sebenarnya telah dapat memberikan layanan broadband berkecepatan tinggi. Teknologi seperti serat optik dan xDSL membutuhkan biaya investasi infrastruktur jaringan telekomunikasi yang tinggi. Sedangkan peralatan pendukung penggunaan teknologi wimax masih dianggap mahal. Sehingga muncul gagasan untuk mengembangkan jaringan telekomunikasi baru dan teknologi transmisi dengan memanfaatkan jaringan infrastruktur saluran distribusi listrik. Teknologi ini dinamakan Power Line Communication (PLC) [1]. Konsep dasar teknologi PLC, yaitu dengan menumpangkan informasi pada kabel listrik kemudian melakukan transmisi melalui jaringan distribusi listrik umum [2]. PLC dianggap memiliki keunggulan dari segi biaya investasi karena memanfaatkan infrastruktur jaringan distribusi listrik yang telah ada, tanpa perlu membangun jaringan baru . Teknologi ini sangat cocok diterapkan pada daerah yang belum memiliki penetrasi jaringan telekomunikasi dengan baik. Kemajuan teknologi dalam dunia telekomunikasi, juga membawa perubahan pada teknologi PLC. Hingga kini PLC telah dapat dimanfaatkan untuk komunikasi data kecepatan tinggi. Prinsip kerja dasar PLC terdapat pada rangkaian kopling dan filter yang memungkinkan sinyal pengirim dapat dikirimkan melalui jaringan listrik dan sampai ke receiver tanpa terinterferensi oleh tegangan dan noise jaringan listrik tersebut. Karakteristik jaringan listrik pada dasarnya tidak
1 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dirancang sebagai media transmisi data sehingga terdapat banyak noise pada kanal komunikasi. Terkait banyaknya interferensi, noise dan berbagai gangguan komunikasi lainnya, penggunaan beberapa metode komunikasi seperti carrier, teknik modulasi, teknik filter dan teknik kanalisasi menjadi hal yang sangat penting demi memperoleh jaringan komunikasi yang efisien [3]. Berbagai metode tersebut diterapkan pada perangkat modem PLC, yang merupakan media penghubung antara sistem pengirim dan sistem penerima informasi. Design
modem
PLC
merupakan
tantangan
dalam
menghasilkan
komunikasi yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan. Berbagai teknologi terkait parameter dalam mendesign sebuah modem PLC, seperti teknik kopling, penentuan frekuensi carrier yang digunakan, metode teknik modulasi yang sesuai, filterisasi dan penentuan teknik kanalisasi yang efisien. Pemilihan teknik modulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik kanal komunikasi merupakan hal yang penting. Tiap teknik modulasi memiliki keunggulan masing-masing. Salah satu teknik modulasi yang dapat diterapkan pada PLC ialah 16 Quadrature Amplitude Modulation (16-QAM). 16-QAM merupakan suatu teknik modulasi digital yang mengkombinasikan modulasi amplitudo dan fasa. Dibandingkan QPSK dan FSK, 16-QAM memiliki nilai efisiensi bandwidth yang lebih baik. Dalam implementasi teknologi PLC di Indonesia dengan frekuensi listrik 50/60 Hz, diharapkan modulator 16-QAM yang dibuat mampu bekerja pada sistem narrow band PLC dengan frekuensi 100 KHz – 1 MHz [3]. Karena frekuensi yang terlalu tinggi akan menyebabkan kanal komunikasi rentan interferensi radio, sedangkan frekuensi yang terlalu rendah akan membatasi kemampuan transfer data. Perancangan modulator 16-QAM dilakukan dengan menggunakan rangkaian komponen logika 1.2 PERUMUSAN MASALAH Masalah yang akan diteliti pada skripsi ini adalah bagaimana perancangan modulator 16-QAM dengan menggunakan rangkaian komponen logika serta unjuk kerja dari rangkaian modulator tersebut. Alasan perancangan modulator menggunakan rangkaian komponen logika karena dianggap lebih tahan terhadap gangguan dibandingkan rangkaian dengan komponen analog. Sehingga dengan
2 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
meminimalkan proses dengan komponen analog diharapkan dapat meningkatkan kinerja sistem modulator. Dipilihnya teknik modulasi 16-QAM, karena teknik modulasi ini memiliki tingkat efisiensi penggunaan bandwidth yang lebih baik dibandingkan FSK atau QPSK. Diharapkan dapat memaksimalkan kecepatan transfer data pada penggunaan bandwidth yang terbatas 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan skripsi ini ialah sebagai berikut : (1) Penguasaan teknologi dasar perancangan modulator 16-QAM berbasiskan rangkaian komponen logika. (2) Mampu menganalisis unjuk kerja rangkaian modulator 16-QAM dalam pemanfaatannya sebagai modulator pada sistem PLC. 1.4 BATASAN MASALAH Pembahasan dalam skripsi ini, dibatasi pada perancangan modulator 16QAM dengan menggunakan IC (integrated circuit) TTL sebagai implementasi dari gerbang-gerbang logika dengan frekuensi kerja 350 KHz dan data rate 45 Kbps – 700 Kbps 1.5 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan membuat rancangan modulator 16-QAM menggunakan rangkaian komponen logika dengan memenuhi karakteristik frekuensi dan kecepatan data untuk diimplementasikan sebagai modulator pada sistem PLC. Kemudian dilakukan analisis terhadap cara kerja serta performansi dari rangkaian modulator 16-QAM yang dibuat. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri atas 5 bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Bagian ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
3 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB II LANDASAN TEORI Menjelaskan dasar teori mengenai Power Line Communication, prinsip kerja, elemen dasar dan arsitektur PLC. Menjelaskan teknik modulasi 16QAM, prinsip kerja dan diagram konstelasi. BAB
III
PERANCANGAN
RANGKAIAN
MODULATOR
16-QAM
MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA Menjelaskan algoritma dasar perancangan rangkaian. Menguraikan proses perancangan rangkaian dengan menjelaskan prinsip kerja yang dilakukan tiap-sub-sistem penyusun rangkaian utama. BAB IV ANALISIS UNJUK KERJA RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM Menganalisis hasil uji coba pada tiap sub-sistem bagian penyusun rangkaian utama modulator. Menganalisis cara kerja dan unjuk kerja keseluruhan rangkaian modulator 16-QAM. BAB V KESIMPULAN Bagian ini berisi kesimpulan dari keseluruhan isi skripsi
4 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB II DASAR TEORI
2.1 POWER LINE COMMUNICATION Power
line
communication
(PLC)
merupakan
teknologi
yang
memanfaatkan saluran distribusi listrik untuk melakukan komunikasi data. Dengan memanfaatkan jaringan listrik yang sudah ada sebagai media komunikasi, maka akan diperoleh fleksibilitas dan peningkatan nilai ekonomis karena tidak perlu melakukan penyediaan infrastruktur dasar untuk media komunikasi. Dengan kondisi yang terdapat di Indonesia, dimana jaringan listrik memiliki penetrasi yang telah menyebar ke pelosok wilayah. Sehingga memungkinkan pemanfaatan teknologi PLC untuk pengembangan akses internet dan telepon tetap di daerah menjadi lebih ekonomis [3]. Dengan adanya layanan komunikasi broadband melalui jala-jala listrik ini memberikan keuntungan karena biaya penyelenggaraan yang dibutuhkan menjadi lebih efektif. Namun teknologi ini juga memiliki kekurangan, seperti diketahui bahwa jaringan jala-jala listrik sebenarnya tidak di rancang untuk komunikasi. Sehingga terdapat beberapa kelemahan, misalnya seperti besarnya loss yang terjadi, noise, atenuasi, karakteristik kanal, dan yang banyak mandapat sorotan, radiasi medan magnet atau Electromagnetic Compatibility (EMC) [4]. Dari waktu ke waktu teknologi PLC terus mengalami perkembangan, hal ini dapat dillihat dari bit rate yang mulanya hanya ribuan bits per detik kini dapat mencapai puluhan mega bits per detik, bahkan sebuah vendor di jepang mengklaim dapat mencapai 45 Mbps [5]. Beberapa teknolgi pada narrowband PLC menggunakan modulasi Amplitude Shift Keying (ASK), Binary Phase Shift Keying (BPSK) dan Frequency Shift Keying (FSK) [6]. Selain untuk kebutuhan narrowband, PLC dengan kapasitas data rate yang lebih besar juga terus mengalami perkembangan. Selanjutnya broadband PLC ini umum dikenal dengan nama Broadband Powerline Communication (BPL). BPL ini dapat menghasilkan data rate yang lebih besar (lebih dari 2 Mbps) dari sistem narrowband PLC. Agar
5 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dapat diperoleh broadband PLC diperlukan penggunaan metode kanalisasi yang lebih efisien. Dan dari hasil penelitian, dinyatakan terdapat dua jenis metode yang cocok diterapkan untuk BPL. Yang pertama Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM), selanjutnya metode Spread Spectrum [4]. Terdapat beberapa kelompok standar perkembangan PLC seperti, ETSI PLT, Home Plug Powerline Alliance, IEEE, OPERA, POWERNET, PLCforum dan Universal Powerline Association (UPA). Perbedaan standar yang digunakan umumnya berkaitan dengan kepentingan, tujuan dan karakteristik jaringan distribusi listrik yang digunakan. 2.1.1 Arsitektur Jaringan PLC Jaringan PLC menghubungkan terminal komunikasi yang berada pada end –user dengan jaringan penyedia layanan komunikasi melalui jaringan distribusi kabel listrik. Arsitektur sederhana jaringan PLC dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Arsitektur jaringan PLC
Konsep dasar jaringan PLC adalah dengan menumpangkan sinyal data dan suara (informasi) pada jaringan listrik. Jaringan listrik umumnya menggunakan frekuensi 50 Hz / 60 Hz. Sedangkan frekuensi data yang ditransmisikan jauh lebih besar, misalnya berkisar antara 300 kHz – 600 kHz. Namun frekuensi ini tidak dapat terlalu tinggi karena kabel listrik sangat buruk mengantarkan sinyal dengan frekuensi tinggi. Listrik yang memiliki tegangan tinggi juga sangat tidak stabil dan dapat merusak data yang dikirimkan sehingga hingga saat ini data hanya
6 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dapat dikirimkan melalui jaringan listrik tegangan menengah dan jaringan listrik tegangan rendah. Secara umum dalam mempelajari jaringan transmisi PLC dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama : 2.1.1.1 Struktur Jaringan Akses PLC Jaringan ini merupakan jaringan yang terhubung langsung dengan backbone jaringan telekomunikasi. Jaringan akses PLC menggunakan jaringan tegangan rendah yang dinamakan “last mile communication network”. Jaringan akses PLC ini terhubung dengan jaringan backbone komunikasi WAN melalui base/master station (BS) yang berada dekat dengan transformator unit atau umumnya diletakkan pada gardu distribusi. Ilustrasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Struktur jaringan akses PLC [4]
Dari Gambar 2.2 terlihat, bahwa proses menumpangkan informasi dari jaringan backbone komunikasi pada jaringan distribusi listrik terjadi pada base/master station (BS). Proses ini terjadi di gardu distribusi, yaitu saat tegangan tinggi diturunkan tegangannya. Infrastruktur jaringan backbone komunikasi yang digunakan, dapat berupa serat optik, kabel koaksial, jaringan nirkabel, maupun jaringan satelit. Base station PLC (master station) digunakan sebagai koneksi antara jaringan komunikasi backbone dan powerline transmisi medium, seperti ditunjukkan Gambar 2.3.
7 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 2.3 Fungsi base station PLC [4]
Pada sisi pelanggan yang akan menggunakan jaringan PLC ini dapat menggunakan perangkat konversi, berupa modem PLC. Modem PLC digunakan untuk menghubungkan berbagai perangkat komunikasi dengan media transmisi kabel listrik, seperti ditunjukkan Gambar 2.4. Fungsi modem PLC melakukan konversi sinyal yang di terima dari jala-jala listrik menjadi bentuk sinyal standar yang dapat di gunakan dalam komunikasi konvensional, pada arah sebaliknya juga mengubah sinyal agar dapat di transmisikan melalui jala listrik. Dengan demikian komunikasi antara perangkat dengan jaringan backbone dapat terjadi. Modem PLC melakukan semua fungsi fisikal layer, termasuk modulasi dan codding. Layer komunikasi data tingkat dua termasuk MAC dan LLC juga menjadi fungsi modem ini.
Gambar 2.4 Fungsi modem PLC [4]
2.1.1.2 Jaringan PLC in-home Jaringan
ini
menjelaskan
bagaimana
sistem
PLC
menggunakan
infrastruktur listrik internal dalam sebuah bangunan sebagai media transmisi, sehingga
memungkinkan
membentuk
jaringan
lokal
PLC.
Dengan
menghubungkan beberapa perangkat, seperti misalnya, komputer, printer perangkat video, telephone dll. Pada jaringan PLC in-home ini juga terdapat BS
8 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
yang berguna mengontrol jaringan PLC in-home serta memungkinkan terjadinya koneksi dengan jaringan listrik tegangan rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini :
Gambar 2.5 Struktur jaringan PLC in-home [4]
Jaringan PLC in-home ini dapat digunakan untuk melingkupi satu rumah atau bangunan. Dengan menggunakan jaringan ini, pengendalian sebuah perangkat menjadi lebih terintegrasi. Jaringan in-home PLC ini sangat mendukung penerapan konsep home automation. Kekurangan sistem ini, pada kemampuan transfer ratenya yang terbatas, sehingga hanya dapat digunakan untuk transfer data kecepatan rendah. 2.1.2 Perangkat PLC Modem merupakan perangkat yang bertanggung jawab pada proses pengiriman dan penerimaan data, berfungsi sebagai transceiver. Secara umum diagram blok perangkat PLC terdapat pada Gambar 2.6.
Diagram PLC User’s terminal
Gambar 2.6 Diagram blok perangkat PLC secara umum [3]
9 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Jala2 listrik
Terdapat beberapa fungsi yang terlihat dalam Gambar 2.6, seperti microprocessor yang berfungsi menterjemahkan aplikasi user pada sistem PLC. Digital Signal Processing sebagai interface yang mengkonversi sinyal informasi menjadi data digital. Modulator/Demodulator untuk proses modulasi/demodulasi data, amplifier pada bagian Tx/Rx dan sirkuit kopling sebagai interface yang memungkinkan data dilewatkan pada kabel listrik. 2.2 QUADRATURE AMPLITUDE MODULATION (QAM) Pemilihan teknik modulasi sangat penting agar dapat mengatasi gangguan kanal komunikasi, seperti noise, interferensi, atenuasi, dll. Terdapat banyak teknik modulasi digital yang dapat digunakan, dimana tiap teknik modulasi tersebut memiliki kelebihan. Umumnya pemilihan teknik modulasi, didasarkan pada kondisi kanal komunikasi, kebutuhan transfer data, efisiensi kanal dan tingkat kerumitan rangkaian. Modulasi merupakan suatu proses dimana sebuah sinyal informasi dikonversi menjadi gelombang sinusoidal. Jika pada modulasi analog, sinyal informasi secara langsung dikonversikan ke suatu gelombang sinusoidal dengan frekuensi lebih tinggi. Namun pada modulasi digital, sinyal informasi akan dikonversi terlebih dahulu kedalam simbol digital untuk kemudian dilakukan proses modulasi. Sehingga pada modulasi digital suatu gelombang sinusoidal pada durasi T digunakan sebagai acuan terhadap sebuah simbol digital. Terdapat tiga parameter utama sebagai identitas yang membedakan suatu gelombang dengan gelombang lainnya. Parameter tersebut ialah, amplitudo, frekuensi dan fasa. Sehingga proses modulasi, merupakan suatu proses melakukan variasi terhadap amplitudo, frekuensi, atau fasa pada suatu gelombang carrier sesuai dengan informasi yang dikirim atau dapat juga merupakan kombinasi terhadap ketiga parameter tersebut [7]. Bentuk umum gelombang carrier : s(t) = A(t) cos θ(t) ............................................................................... (2.1) dimana A(t) dan θ(t) merupakan amplitudo dan sudut yang bervariasi terhadap fungsi waktu. Sehingga dapat dituliskan : θ(t) = ωo + Φ(t) .................................................................................. (2.2) Dengan demikian didapatkan : s(t) = A(t) cos [ ωo + Φ(t)] ................................................................. (2.3)
10 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Dimana ωo adalah frekuensi carrier dalam radian dan Φ(t) merupakan fasa. Sedangkan jika kita berbicara mengenai frekuensi (f) yang dinyatakan dalam besaran hertz, dapat diperoleh dari hubungan ω = 2πf. 2.2.1 Prinsip Modulasi QAM Berdasarkan tiga parameter yang menjadi identitas gelombang, sistem modulasi digital dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu ASK, FSK dan PSK. Perkembangan selanjutnya memunculkan berbagai teknik modulasi yang merupakan kombinasi diantara ketiga sistem modulasi dasar tersebut. Misalnya mengkombinasikan antara modulasi amplitudo dan fasa, yang kemudian dikenal sebagai QAM. Agar lebih jelas mengenai perbedaan diantara ketiga teknik modulasi digital tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Perbandingan modulasi digital [11]
Dapat dilihat perbedaan antara ASK, PSK dan FSK dalam mewakili bit 1 atau 0. Jika dibandingkan dengan ASK dan FSK, PSK memiliki keunggulan karena lebih tahan terhadap noise. Noise pada kanal komunikasi dapat mempengaruhi ampiltudo atau frekuensi gelombang hasil modulasi, akibatnya ASK dan FSK rentan terhadap noise. QAM merupakan suatu teknik modulasi digital yang mengkombinasikan modulasi amplitudo dan fasa. Dalam modulasi M-ary PSK, amplitudo dari gelombang penyusun konstelasinya memiliki nilai amplitudo yang sama, akibatnya informasi yang dibawa hanya dapat dibedakan berdasarkan fasa awal
11 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
gelombang yang ditransmisi. Misalnya dalam kasus QPSK, maka gelombang yang mewakili tiap simbol dibedakan dengan beda fasa sebesar π/2 atau 45o, sedangkan jika menggunakan 8-PSK maka setiap gelombang memiliki beda fase π/4 atau 22,5o. Masalah muncul jika menggunakan M-ary PSK orde tinggi, karena perbedaan fasa tiap gelombang menjadi sangat kecil. Sehingga akan sulit membedakan gelombang yang satu terhadap gelombang yang lain, terlebih dengan adanya gangguan pada kanal komunikasi yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mengolah informasi. Modulasi QAM, pada dasarnya juga melakukan modulasi fasa sama dengan teknik modulasi QPSK. Namun pada QAM selain fasa, modulasi juga dilakukan pada amplitudo. Hal ini dapat dilakukan dengan memodifikasi gelombang pada kanal in-phase (I) dan quadrature (Q). Sehingga gelombang yang menyusun konstelasinya selain memiliki fasa yang berbeda juga amplitudo yang bervariasi. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa gelombang QAM merupakan kombinasi antara PSK dan PAM, sehingga fungsi dasar dari gelombang QAM memiliki kemiripan dengan sinyal PSK : sm (t ) = ∑ Am e jθm g ( t − mT ) e j 2π fct m
= Am g ( t ) ⎡⎣ cos ( 2π f c t + θ m ) + sin ( 2π f c t + θ m ) ⎤⎦ ............................ (2.4)
Dengan Am = ( AI2 + AQ2 )1/2, dimana AI dan AQ ialah informasi yang dibawa gelombang pada masing-masing kanal yang berupa sinyal PAM, sedangkan g(t) merupakan gelombang pulsa baik dengan bentuk gelombang persegi ataupun gelombang segitiga. Parameter Amg(t) dapat disederhanakan menjadi Am(t) yang menggambarkan modulasi amplitudo. Dan indikasi modulasi fasa ditunjukkan oleh parameter θm dengan nilai : ⎛ AQ ⎞ .............................................................................(2.5) AI ⎠⎟ ⎝
θ m = tan −1 ⎜
2.2.2 Modulasi 16-QAM Pada M-ary QAM, nilai M menunjukkan jumlah gelombang kombinasi amplitudo dan fasa yang digunakan untuk mewakili tiap simbol informasi. Nilai M ini dapat merupakan kombinasi M1 level PAM dan M2 level PSK dalam membentuk suatu konstelasi gelombang QAM, dengan ketentuan M = M1 M2
12 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
level [7]. Gambar diagram konstelasi rectangular dengan berbagai kombinasi nilai level M dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Konstelasi sinyal QAM rectangular dengan berbagai nilai M [7]
Teknik modulasi 16-QAM artinya digunakan 16 variasi simbol dalam menterjemahkan bit-bit data, dimana tiap simbol terdiri atas empat bit. Dengan mengirim empat bit tiap simbol maka penggunaan bandwidth menjadi lebih efisien dibandingkan QPSK yang mengirim dua bit tiap simbolnya [8]. Pada 16 QAM terdapat beberapa cara pembentukan konstelasi. Satu diantaranya model konstelasi rectangular atau pada beberapa sumber dinamakan konstelasi square. Konstelasi ini memiliki beberapa keuntungan dalam pembentukkannya serta nilai efisiensi daya yang dihasilkan nilainya juga tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan konstelasi optimalnya. Secara umum diagram blok pemancar dan penerima 16 QAM dengan konstelasi rectangular akan dijelaskan secara singkat. Untuk blok diagram dari pemancar 16 QAM seperti terlihat pada Gambar 2.9 berikut :
Gambar 2.9 Block diagram pemancar 16 QAM [7]
13 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Pada blok diagram pemancar 16 QAM, dibuat asumsi umum bahwa input merupakan sinyal informasi yang telah diubah dalam bentuk bit data. Input ini kemudian dipisahkan pada proses serial to parallel convertion untuk menghasilkan pasangan dua bit pada kanal I dan kanal Q. Kanal Q diisi dengan dua bit MSB dan dua bit sisa pada kanal I. Selanjutnya pasangan dua bit paralel dikodekan dengan metode mapping, dalam hal ini digunakan gray coding. Pasangan bit informasi pada tiap kanal yang telah dikodekan ini kemudian akan memodulasi amplitudo gelombang carrier. Pada proses modulasi fasa, kanal Q memodulasi gelombang sinusoidal yang memiliki fasa awal radian (sin 2πfct) yang disebut sebagai kanal quadrature, dan kanal I memodulasi gelombang sinusoidal dengan fasa awal –π/2 radian (cos 2πfct) yang disebut sebagai kanal in-phase. Carrier yang telah termodulasi ini kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan 16 macam simbol yang diwakilkan oleh 16 kombinasi gelombang dengan amplitudo dan fasa bervariasi yang siap ditransmisi. Untuk blok diagram dari penerima 16 QAM dengan konstelasi rectangular seperti terlihat pada Gambar 2.10
Gambar 2.10 Block diagram penerima 16 QAM [7]
Secara umum blok diagram penerima pada 16 QAM mirip seperti pada penerima QPSK, hanya pada sistem 16 QAM masing-masing kanal tersusun atas dua bit informasi. Seperti halnya pada blok diagram pemancar, pada bagian penerima proses pembentukan konstelasi ditentukan pada proses demapping. Untuk lebih mudahnya pada bagian demapping ini diberikan asumsi bahwa proses pembangkitan carrier lokal yang dihasilkan oleh penerima bekerja sempurna, artinya memiliki amplitudo dan fasa yang tepat sama dengan sinyal termodulasi
14 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dari pemancar. Sebelum dilakukan proses demapping, gelombang yang diterima harus melalui tahapan filtering dengan menggunakan lowpass filter, gelombang PAM pada masing-masing kanal dideteksi berdasarkan levelnya. Pada proses demapping yang dilakukan ditentukan bagaimana proses mapping yang digunakan pada bagian pemancar. Beberapa diantaranya seperti, natural binary code, 2 D gray code, sum of QPSK, sum of DQPSK. [7]. Sehingga metode demapping yang dipilih harus sesuai dengan metode mapping yang digunakan bagian pemancar. 2.2.3 Proses Mapping 16-QAM (16 QAM Natural Binary Code) Proses mapping menentukan bagaimana menempatkan informasi input dalam bentuk konstelasi yang dalam hal ini konstelasi rectangular. Salah satu metode mapping yang dapat digunakan ialah 16 QAM natural binary code. Pada metode mapping ini, pasangan dua bit pada kanal Q dan dua bit kanal I dikodekan secara alami [7]. Dua pasangan bit yang dikodekan pada masing-masing kanal dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini Tabel 2.1 Output Kanal Q dan Kanal I Pada Natural Binary Code [7] Pasangan Bit Natural Binary Code Input Q
I
Q
Output Kanal Q
I
Output Kanal I
00
00
00
-3 Sin (2πfct)
00
-3 Cos (2πfct)
01
01
01
-1 Sin (2πfct)
01
-1 Cos (2πfct)
10
10
10
+1 Sin (2πfct)
10
+1 Cos (2πfct)
11
11
11
+3 Sin (2πfct)
11
+3 Cos (2πfct)
Dari Tabel 2.1, baik pada kanal Q maupun kanal I masing-masing memiliki empat variasi gelombang keluaran. Output modulator pada kanal Q adalah : +1sin(2πfct) ; +3sin (2πfct); -3sin (2πfct) dan -1sin(2πfct). Sedangkan output modulator pada kanal I adalah +1cos(2πfct); +3cos(2πfct); -3cos(2πfct) dan
-1cos(2πfct).
Kombinasi dari empat nilai gelombang di I dan empat nilai di Q inilah yang kemudian menghasilkan 16 macam kombinasi gelombang untuk mengirimkan simbol. Dimana tiap 1 simbol informasi yang dikirim akan diwakilkan dengan empat bit. Dengan demikian modulasi 16-QAM memiliki tingkat efisiensi bandwidth yang lebih baik dibandingkan dengan modulasi QPSK, yang tiap
15 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
simbolnya hanya diwakili dengan dua bit. Gambar konstelasi sinyal pada Gambar 2.11 dapat memberi gambaran lebih jelas.
Gambar 2.11Konstelasi sinyal 16 QAM rectangular dengan natural binary code [7]
Konstelasi sinyal antara dua titik yang berdekatan mungkin terjadi perbedaan
dua
bit,
sehingga
penerima
melakukan
kesalahan
dalam
menerjemahkan suatu informasi dapat menyebabkan kesalahan dua bit. Misalnya pemancar mengirimkan informasi 0101, namun karena kesalahan dipenerima maka dapat diterjemahkan sebagai 0110, sehingga terjadi kesalahan dua bit. Ini dapat terjadi terkait letak kedua simbol yang berdekatan dalam konstelasi sinyal, pada kondisi real kedua simbol tersebut memiliki amplitude yang sama hanya dibedakan oleh fasa sebesar π /2 radian.
16 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB III PERANCANGAN RANGKAIAN MODULATOR 16-QAM MENGGUNAKAN KOMPONEN LOGIKA
3.1 KONSEP PERANCANGAN MODULATOR 16-QAM Modulator 16-QAM dibuat menggunakan rangkaian yang berbasiskan komponen logika. Dalam hal ini komponen logika di implementasikan dengan IC TTL. Komponen logika dianggap memiliki kelebihan karena memiliki tingkat presisi yang baik, namun disisi lain proses sinkronisasi merupakan tantangan tersendiri dalam menyusun sebuah rangkaian berbasisikan komponen logika. Perbedaan utama modulator konvensional dengan modulator yang berbasiskan komponen logika terletak pada sinyal carrier yang memodulasi data. Jika pada modulator konvensional gelombang carrier yang dimodulasi berupa gelombang analog sinusoidal. Pada modulator berbasiskan komponen logika ini gelombang carrier yang dimodulasi ialah gelombang squarewave, baru diubah menjadi gelombang analog sinusoidal saat akan ditransmisikan pada saluran komunikasi [10]. Dalam merancang rangkaian modulator 16-QAM, algoritma modulasi 16QAM
konvensional
mengalami
beberapa
penyesuaian
agar
dapat
diimplementasikan pada rangkaian logika. Penyesuaian diperlukan karena pada komponen logika terdapat beberapa keterbatasan. Satu diantaranya ialah ketidakmampuan komponen logika untuk melakukan variasi amplitudo dalam menggambarkan bit informasi ”1” yang umumnya hanya digambarkan dengan satu nilai tegangan. Sedangkan prinsip dasar modulasi 16-QAM ialah adanya variasi amplitudo dalam menggambarkan sinyal informasinya. Penyesuaian yang dilakukan tetap tidak menghilangkan prinsip dasar dari teknik modulasi 16-QAM. Blok diagram dari modulator 16-QAM yang dibuat terdapat pada Gambar 3.1
17 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 3.1 Blok diagram modulator 16-QAM
Blok diagram pada Gambar 3.1 menjelaskan urutan tahapan proses pada modulator 16-QAM berbasiskan komponen logika. Secara umum tidak terdapat banyak perbedaan dengan modulasi 16-QAM konvensional. Perbedaan hanya terdapat pada penggunaan gelombang squarewave sebagai carrier. Juga proses peningkatan amplitudo carrier yang dilakukan setelah carrier dimodulasi oleh bit data, dimana pada sistem konvensional peningkatan amplitudo carrier dilakukan sebelum gelombang tersebut dimodulasikan. Selain itu blok diagram juga menjelaskan penggunaan natural binary code sebagai metode mapping yang digunakan. Serial data biner diubah menjadi data paralel untuk kemudian dipisahkan masing-masing dua bit untuk kanal I dan kanal Q. Data pada masingmasing kanal dikodekan menurut natural binary code yang telah didefinisikan terlebih dahulu. Bit-bit data tersebut kemudian akan memodulasi carrier squarewave sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan natural binary code. Hasil modulasi yang berbentuk gelombang squarewave ini selanjutnya diubah menjadi gelombang analog sinusoidal agar dapat dilewatkan pada medium transmisi kabel listrik. Bagian terakhir merupakan rangkaian penjumlah sinyal dari kedua kanal dan amplifier agar modulated signal yang dikirim memiliki level tegangan tertentu.
18 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
3.2 SIMULASI MODULATOR 16-QAM Untuk merancangan modulator 16-QAM digunakan program simulasi. Simulasi rangkaian dibuat menggunakan perangkat lunak NI Multisim Power Pro 10 versi 10.0.1 yang dijalankan pada sistem operasi operasi Microsoft Windows XP SP2. Perangkat lunak ini berisi berbagai komponen logika, analog, alat ukur, display sinyal dan sumber sinyal. Diagram alir perancangan simulasi modulator 16-QAM berbasiskan komponen logika ditunjukkan Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram alir program simulasi modulator 16-QAM
19 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Diagram alir tersebut dibuat untuk menterjemahkan blok diagram pada Gambar 3.1. Input pada rangkaian modulator diasumsikan sudah berupa serial bit biner. Tiap pasangan dua bit data kemudian dipisahkan pada rangkaian splitter data untuk diteruskan pada kanal I dan kanal Q. Operasi yang dilakukan pada masing-masing kanal sama, hanya terdapat perbedaan pada jenis carrier yang memodulasi. Sebelum proses modulasi, terjadi proses identifikasi nilai pasangan bit data. Proses identifikasi ini bertujuan untuk mengenali nilai pasangan bit data agar dapat diproses sesuai ketentuan yang ditetapkan. Pemilihan akan membagi pasangan bit data kedalam dua kelompok. Kelompok pertama pasangan bit dengan nilai 00/11, sedangkan kelompok kedua 01/10. Untuk pasangan bit dengan nilai 01/10 dilakukan proses penguatan level gelombang setelah proses modulasi, hal ini untuk menerapkan variasi amplitudo pada modulasi 16-QAM. Setelah itu tiap gelombang dilewatkan pada rangkaian filter dan terakhir dijumlahkan untuk kemudian diteruskan pada medium transmisi. Untuk mempermudah pemahaman prinsip kerja modulator digunakan diagram hierarki, dimana penyusunan hierarki tersebut didasarkan pada fungsi kerja tiap sub-sistem. Diagram hierarki ini dapat dilihat pada Gambar 3.3
Gambar 3.3 Diagram hierarki modulator 16-QAM
Berdasarkan Gambar 3.3, terdapat 11 jenis blok hierarki dengan fungsi kerja yang berbeda. Berdasarkan fungsi tiap blok, sistem ini dibagi menjadi beberapa subsistem yang bertanggung jawab terhadap fungsinya masing-masing. Sub-sistem terdiri atas :
20 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1. Sub-sistem pembangkit gelombang squarewave (clock) 2. Sub-sistem counter 3. Sub-sistem pemisah data (splitter) 4. Sub-sistem kanal I dan kanal Q (I_channel dan Q_channel) 5. Sub-sistem pembangkit carrier (carrier) 6. Sub-sistem identifikasi data (Identifikasi_Data) 7. Sub-sistem selektor carrier (selector_carrier) 8. Sub-sistem modulasi 9. Sub-sistem penguat (amplifier) 10. Sub-sistem filter 11. Sub-sistem rangkaian penjumlah (summing_modulated_signal) Tiap sub-sistem akan dijelaskan untuk memahami prinsip kerjanya. 3.2.1. Rangkaian Sub-sistem Pembangkit Gelombang Squarewave Rangkaian ini berfungsi untuk menghasilkan gelombang squarewave. Gelombang squarewave yang dihasilkan pada rangkaian ini digunakan sebagai pewaktu utama (master clock) timming operasional tiap komponen dalam menjalankan keseluruhan proses. Penerapan master clock secara terpusat bertujuan agar operasi tiap bagian sistem berjalan sinkron. Perancangan rangkaian pada sub-sistem ini ditujukan untuk menghasilkan gelombang squarewave dengan frekuensi 700KHz dan duty cycle sebesar 50 %. Skematik rangkaian pembangkit gelombang squarewave ditunjukkan pada Gambar 3.4
Gambar 3.4 Rangkaian sub-sistem pembangkit gelombang squarewave 700 KHz
21 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Sebagai trigger gelombang squarewave digunakan IC LM555 yang menggunakan sistem konfigurasi astabil. Konfigurasi rangkaian pembangkit gelombang squarewave ini mengacu pada konfigurasi rangkaian IC LM555 astabil, Gambar 3.5
Gambar 3.5 Konfigurasi IC LM555 astabil [9]
Dengan karakteristik IC LM555 terdapat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Karakteristik IC LM555 [9] No Kaki IC Karakteristik 1
Ground (GND)
2
Trigger (TRI)
3
Output (OUT)
4
Reset (RST)
5
Control Voltage (CON)
6
Threshold (THR)
7
Discharge (DIS)
8
+ Vcc (VCC)
Persamaan yang digunakan dalam menentukan besarnya nilai hambatan dan kapasitor yang diperlukan untuk menghasilkan bentuk gelombang squarewave berdasarkan konfigurasi Gambar 3.5. Nilai frekuensi ditentukan dengan rumus [9] : f =
1.44 ……......................................................................................(3.1) ( RA + 2 RB )C
dan duty cycle ditentukan dengan rumus [9] :
22 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
RB ...….....….…………....….......………………………………....(3.2) RA + 2 RB
D=
Dengan memasukkan nilai frekuensi, duty cycle dan kapasitansi C yang dibutuhkan pada persamaan (3.1) dan persamaan (3.2), akan diperoleh nilai RA dan RB. Jika ingin memperoleh duty cycle sebesar 0.5, berdasarkan persamaan (3.2) akan mengakibatkan nilai RA yang digunakan bernilai 0, kondisi tidak diperkenankan. 0.5 =
RB RA + 2 RB
0.5RA + RB = RB , sehingga nilai RA : RA = 0 ................................................................................................................(3.3) Sehingga pada rangkaian digunakan nilai duty cycle yang mendekati 50 %, yaitu sebesar 45 %. Perhitungan untuk duty cycle 45 % berdasarkan persamaan (3.2) : 0, 45 =
RB . RA + 2 RB
sehingga diperoleh nilai Rb : RB = 4,5 RA ........................................................................................................(3.4) dengan mensubtitusi persamaan (3.4) ke persamaan (3.1), diperoleh :
f =
1, 44 atau dapat ditulis : (10 RA ) × C
RA =
1, 44 ..................................................................................................(3.5) 10 × f × C
dengan memasukkan nilai frekuensi (f) = 700 KHz dan nilai C = 10 pF ke persamaan (3.5), diperoleh : RA =
1, 44 = 20,57 K Ω 10 × 7 × 105 × 10−11
dengan mensubtitusi nilai RA ke persamaan (3.4), diperoleh nilai RB : RB = 4,5 × 20,57 K Ω = 92,57 K Ω Untuk memudahkan, nilai RA dan RB dibulatkan. Seperti terdapat pada Gambar 3.4, digunakan nilai RA = 20 KΩ dan RB = 90 KΩ.
23 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
3.2.2. Rangkaian Sub-sistem Counter Rangkaian sub-sistem counter ini bertanggung jawab dalam mengatur pewaktuan pada beberapa proses seperti, clock pada D Flip-flop, clock pemisah data dan juga digunakan dalam menganalogikan serial bit data input. Prinsip kerja rangkaian ini dengan memanfaatkan fungsi counter yaitu membagi frekuensi gelombang input. Rangkaian ini terhubung dengan rangkaian pemisah data dan rangkaian sampling bit yang membagi aliran bit data pada kanal I dan kanal Q. Diagram skematik rangkaian sub-sistem counter ini ditunjukkan oleh Gambar 3.6
Gambar 3.6 Rangkaian sub-sistem counter
Rangkaian tersusun atas dua buah IC counter 74LS163D yang disusun seri. IC counter 74LS163D merupakan komponen 4-bit binary synchronous counter. Rangkaian 4-bit binary synchronous counter berfungsi untuk melakukan perhitungan biner dari 0000 hingga 1111 secara berulang. Pada Gambar 3.7 dapat dilihat timming diagram karakteristik 4-bit binary synchronous counter.
Gambar 3.7 Timming diagram 4-bit binary counter
Sedangkan karakteristik IC counter 74LS163D terdapat pada Tabel 3.2
24 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 3.2 Karakteristik Fungsi IC 74LS163D INPUT
OUTPUT MODE
~CLR
CLK
ENP
ENT
~LOAD
A-B-C-D
QN
RCO
L
↑
X
X
X
X
0
0
Reset
H
↑
X
X
L
M
M
(1)
Parallel Load
H
↑
H
H
H
X
C
(1)
Count
H
↑
L
X
H
X
q
(1)
Hold
H
↑
X
L
H
X
q
0
Hold
Keterangan : L
= Low state condition (0)
H
= High state condition (1)
↑
= Low to High Transition
X
= Don’t Care
M
= Variable
C
= Count
q
= Present State (tidak berubah dari kondisi semula)
(1)
= High saat counter mencapai akhir perhitungan (QN = HHHH) Gelombang input berasal dari rangkaian master clock. Dengan demikian
gelombang pada QA memiliki frekuensi ½ kali frekuensi gelombang input, frekuensi gelombang QB ¼ kali gelombang input, frekuensi gelombang QC 1/8 kali gelombang input dan frekuensi gelombang QD 1/16 kali gelombang input. Berdasarkan Gambar 3.6 data di analogikan dengan keluaran QD dari IC counter 74LS163D yang pertama, yang memiliki frekuensi 1/16 kali frekuensi master clock. Karena satu frekuensi gelombang squarewave yang digunakan sebagai clock (hertz) menggambarkan dua nilai bit, bit 1 dan bit 0 maka frekuensi bit data (bit per second) dalam hal ini dua kali lipat dari frekuensi clock yang digunakan untuk menganalogikan bit data. Konfigurasi sesuai Gambar 3.6 diperoleh agar frekuensi carrier (Hz) menjadi empat kali lebih tinggi dari frekuensi bit data (bps). Sedangkan carrier yang dibangkitkan oleh rangkaian pada sub-sistem pembangkit carrier memiliki frekuensi ½ kali frekuensi master clock. Keluaran QA dari IC counter 74LS163D yang kedua digunakan sebagai clock rangkaian sub-sistem pemisah data, frekuensinya 1/4 kali frekuensi bit data (bps). Ini
25 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dimaksudkan agar dapat memisahkan tiap dua bit. Agar saat diteruskan ke kanal I dan kanal Q tidak ada data yang hilang, frekuensi clock yang digunakan pada D flip-flop (Hz) harus memiliki frekuensi sama dengan frekuensi bit data (bps), yang artinya diperoleh dari keluaran QC IC counter 74LS163D yang pertama. 3.2.3. Rangkaian Sub-sistem Pemisah Data Rangkaian yang terdapat pada sub-sistem ini berfungsi dalam melakukan proses pemisahan tiap dua bit data. Pada modulasi 16-QAM tiap simbol diwakilkan oleh empat bit. Tiap pasang bit dari empat bit tersebut dipisahkan untuk kemudian secara bergantian dikirimkan pada kanal I dan kanal Q. Kanal Q berisi pasangan bit MSB sedangkan pasangan bit LSB pada kanal I. Rangkaian yang digunakan sebagai splitter ini ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Rangkaian sub-sistem pemisah data
Rangkaian pemisah data yang digunakan terdiri atas gerbang logika AND dan NOT. Gerbang AND menggunakan komponen IC 74LS08J dan komponen gerbang NOT menggunakan IC 74LS04N. Prinsip kerja rangkaian pemisah data ini memanfaatkan karakterisitk gerbang logika AND, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3.
26 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 3.3 Tabel kebenaran AND x y F 0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
Dengan memanfaatkan prinsip karakteristik gerbang AND pada rangkaian pemisah, dapat dijelaskan bahwa proses pemisahan bit data ditentukan oleh nilai clock sebagai salah satu input pada gerbang AND. Satu kaki dari gerbang AND dihubungkan ke serial data, sedangkan kaki lainnya dihubungkan ke clock yang dihasilkan dari rangkaian sub-sistem counter dengan penambahan gerbang logika NOT pada salah satu AND. Pemberian clock dan adanya gerbang logika NOT yang membuat gerbang AND bergantian aktif secara periodik. Sebagaimana yang telah dijelaskan rangkaian sub-sistem counter pada sub-bab 3.2.2, agar dapat memisahkan tiap dua data pada kanal I dan kanal Q maka frekuensi clock yang diberikan pada gerbang AND (Hz) harus sama dengan frekuensi bit data (bps). 3.2.4. Rangkaian Sub-sistem Kanal I dan Kanal Q Rangkaian ini memanfaatkan karakteristik kerja sebuah komponen D flip-flop dimana data baru akan disampel jika pada clock terjadi transisi. Rangkaian dasar yang menyusun IC D flip-flop 74LS74D pada Gambar 3.9 D
S Q
CP
R
Gambar 3.9 Rangkaian gerbang logika D flip-flop
Nilai input D baru akan disampel jika pada clock terjadi kondisi possitive edge triggering (“0” ke “1”). Tabel 3.4 menjelaskan variasi present state / next state D flip-flop.
27 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 3.4 Karakteristik D flip-flop
CP
D
Q
0
X
No Change
1
0
Q=0 (Reset)
1
1
Q=1 (Set)
Setelah melalui rangkaian pemisah data, aliran bit data menuju masingmasing kanal. Kanal I merupakan kanal yang lebih dulu menerima aliran bit data karena bit data yang masuk pada kanal ini merupakan pasangan bit LSB. Rangkaian pada sub-sistem ini terdiri atas empat buah IC D flip-flop 74LS74D yang disusun serial. Skematik rangkaian sub-sistem ini ditunjukkan Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Rangkaian sub-sistem kanal I
Hanya komponen IC D flip-flop pertama yang menerima input bit data dari hasil keluaran rangkaian pemisah data, sedangkan komponen IC D flip-flop selanjutnya menerima input yang berasal dari keluaran IC D flip-flop sebelumnya. Keempat IC menerima clock dengan frekuensi sama dari keluaran rangkaian sub-sistem counter, dimana clock yang digunakan pada D flip-flop memiliki frekuensi sama dengan frekuensi aliran bit data. Dua buah komponen IC D flip-flop pertama
28 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
bertujuan sebagai buffer, agar aliran bit data pada kanal I dapat sinkron dengan aliran bit data kanal Q. Sehingga bit data yang diproses selanjutnya dari kanal I berada pada dua komponen IC D flip-flop terakhir, yang pada Gambar 3.10 ditunjukkan sebagai keluaran I_1 dan I_2. Prinsip kerja rangkaian pada sub-sistem kanal Q sama seperti pada subsistem kanal I. Rangkaian ini juga menggunakan komponen IC D flip-flop 74LS74D. Perbedaannya hanya terletak pada jumlah D flip-flop yang digunakan. Rangkaian kanal Q hanya membutuhkan dua buah D flip-flop. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11 Rangkaian sub-sistem kanal Q
Bit data yang dilewatkan pada kanal Q berasal dari pasangan bit MSB sebuah simbol, sehingga proses sampling kanal Q dilakukan setelah proses sampling kanal I. Ini yang menyebabkan pada rangkaian kanal I dibutuhkan dua buah D flip-flop tambahan sebagai buffer. Pada Gambar 3.11 pasangan bit keluaran kanal Q ditunjukkan sebagai Q_1 dan Q_2. 3.2.5. Rangkaian Sub-sistem Pembangkit Carrier Rangkaian ini berfungsi sebagai penghasil gelombang carrier untuk proses modulasi. Perbedaan utama rangkaian modulator digital konvensional dengan rangkaian modulator digital berbasiskan komponen logika terdapat pada rangkaian sub-sistem ini. Tujuan utama rangkaian ini untuk menghasilkan carrier berbentuk gelombang squarewave. Jika pada rangkaian modulator konvensional, data akan memodulasi carrier yang berbentuk gelombang sinusoidal dengan perbedaan fasa tertentu. Pada rangkaian modulator berbasiskan komponen logika ini, data akan memodulasi carrier berbentuk gelombang squarewave yang juga
29 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
telah disesuaikan fasanya. Modulasi 16-QAM menggunakan empat macam variasi fasa gelombang. Pada perancangan, empat fasa gelombang yang digunakan ialah 0 rad, 1/2 π rad, 3/2 π rad, π rad (0°, 90°, 270°, 180°). Dengan demikian terdapat dua macam pergeseran fasa, yaitu pergeseran sebesar 90° dan 180° Konfigurasi skematik rangkaian pembangkit carrier ini ditunjukkan pada Gambar 3.12
Gambar 3.12 Rangkaian sub-sistem pembangkit carrier
Rangkaian terdiri dari dua buah IC counter yang disusun paralel. Perbedaan fasa sebesar π/2 rad diperoleh dengan menambahkan komponen IC 74LS04N yang merupakan gerbang logika NOT pada clock salah satu IC counter. Untuk perbedaan fasa 180° dapat dilakukan dengan mengatur timming nilai high dan low gelombang squarewave. Dengan mengasumsikan keluaran dari counter yang tidak menggunakan komponen NOT sebagai gelombang dengan fungsi sin, maka gelombang keluaran counter yang menggunakan NOT memiliki fungsi cos. 3.2.6. Rangkaian Sub-sistem Identifikasi Bit Data Pada modulasi 16-QAM tiap kanal I dan kanal Q menggunakan empat variasi gelombang carrier dengan variasi fasa dan amplitudo sesuai dengan nilai bit data yang memodulasi. Dengan menggunakan metode mapping natural binary code tiap pasangan bit dapat di kodekan secara natural. Mapping natural binary code yang digunakan pada sistem modulasi 16-QAM yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 3.5. Terdapat penyesuaian dibandingkan mapping natural binary code
30 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
yang telah dijelaskan pada sub-bab 2.2.3 (Tabel 2.1). Namun penyesuaian ini tanpa menghilangkan prinsip dasar modulasi digital 16-QAM. Nilai amplitudo minus diimplementasikan dengan perbedaan fasa sebesar π rad pada carrier berbentuk gelombang squarewave. Perbedaan jenis gelombang (sin atau cos) digambarkan dengan perbedaan fasa sebesar π/2 rad pada carrier gelombang squarewave. Tabel 3.5 Mapping Natural Binary Code Pasangan Bit
Natural Binary Code
Input Q
I
Q
Output Kanal Q
I
Output Kanal I
00
00
00
+15 Cos (2πft)
00
+15 Sin (2πft)
01
01
01
+5 Cos (2πft)
01
+5 Sin (2πft)
10
10
10
-5 Cos (2πft)
10
-5 Sin (2πft)
11
11
11
-15 Cos (2πft)
11
-15 Sin (2πft)
Rangkaian sub-sistem selektor data ini berfungsi melakukan proses pengenalan nilai pasangan bit data, apakah bernilai 00, 01, 10 atau 11 agar dapat dikodekan dengan carrier yang sesuai seperti terdapat pada Tabel 3.5. Skematik rangkaian selektor ini ditunjukkan dengan Gambar 3.13.
Gambar 3.13 Rangkaian sub-sistem identifikasi bit data
Terdapat tiga komponen logika yang menyusun rangkaian selektor data. Gerbang logika XOR menggunakan jenis IC 74LS386D, komponen IC 74LS155D merupakan IC demultiplexer dan gerbang logika NOT menggunakan IC 74LS04N. Karakteristik gerbang logika XOR terdapat pada Tabel 3.6.
31 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 3.6 Tabel kebenaran XOR A B A⊗B 0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
Berdasarkan Tabel 3.6, keluaran XOR akan bernilai 0 ketika kedua inputnya memiliki nilai yang sama dan bernilai 1 jika terdapat perbedaan antara nilai inputnya. Dengan membandingkan kedua bit dari tiap pasang bit data, maka pasangan bit dapat dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama bit dengan nilai 00 atau 11 (menggunakan carrier dengan amplitudo ± 15 V) dan kelompok kedua bit dengan nilai 01 atau 10 (menggunakan carrier dengan amplitudo ± 5 V). Data biner hanya terdiri atas bit 1 dan bit 0, kedua bit ini diwakilkan dengan gelombang squarewave yang berbeda fasa sebesar π rad. Pada gelombang analog sinusoidal, perbedaan fasa sebesar π rad menunjukkan perbedaan amplitudo gelombang yang saling berlawanan (misalnya gelombang +5sin(2πft) dengan gelombang -5sin(2πft)). Bit 0 diasumsikan sebagai identitas penggunaan gelombang carrier dengan amplitudo positif, sedangkan bit 1 diasumsikan sebagai identitas penggunaan gelombang carrier dengan amplitudo negatif. Sehingga sesuai Tabel 3.5 hanya dibutuhkan satu bit dari tiap pasangan bit (bit ke-1) dalam menentukan penggunaan gelombang carrier dengan amplitudo positif atau negatif. Keluaran IC XOR ini kemudian digunakan sebagai masukkan selektor pada komponen IC 74LS155D yang merupakan IC demultiplexer. Prinsip kerja komponen ini ialah ditunjukkan Gambar 3.14. Y0
Y1
B Y2 A
Selector Line
Y3
input
Gambar 3.14 Rangkaian demultiplexer 1 to 4
32 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
data yang masuk pada kaki 1 (1C) akan diteruskan dan keluar melalui kaki-kaki 4 (1Y0), 5 (1Y1), 6 (1Y2), 7 (1Y3) sesuai dengan variasi nilai yang terdapat pada selektor kaki 3 (B) dan 13 (A). Dengan karakteristik terdapat pada Tabel 3.7
Tabel 3.7 Tabel Karakteristik Demultilexer B A Output 0
0
1Y0
0
1
1Y1
1
0
1Y2
1
1
1Y3
Karena hanya menggunakan dua keluaran, maka selektor B diberi nilai 0 dan variasi hanya dilakukan pada selektor A. Kelompok data pertama akan mengakibatkan XOR bernilai 0 sehingga selektor A bernilai 0 dan bit data akan dilewatkan pada pin output 1Y0. Sebaliknya kelompok data kedua berakibat XOR mempunyai nilai 1 sehingga selektor A bernilai 1 dan bit data akan dilewatkan pada pin output 1Y1. Bit data yang dilewatkan pada demultiplexer hanya satu bit, yaitu bit ke-1 dari tiap pasangan bit (hanya melewatkan bit 1 pada pasangan bit (10) karena sudah cukup dapat mewakili nilai bit data yang digunakan dalam memodulasi carrier. Komponen gerbang logika NOT (IC 74LS04N) digunakan untuk mengembalikan data kepada nilainya semula, karena karakteristik dari IC demultiplexer 74LS155D, data keluaran pada output mengalami inverse. 3.2.7. Rangkaian Sub-sistem Selektor Carrier Jika pada sub-sistem sebelumnya proses seleksi dilakukan untuk mengidentifikasi bit data. Sub-sistem ini bertujuan menentukan carrier mana yang aktif saat akan dilakukan proses modulasi oleh bit data sesuai ketentuan mapping natural binary code yang ditetapkan. Skematik rangkaian sub-sistem dapat dilihat pada Gambar 3.15.
33 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 3.15 Rangkaian sub-sistem selector carrier
Rangkaian ini memanfaatkan fungsi BJT sebagai switch. Komponen BJT yang digunakan jenis IC 2N2222A NPN BJT. Nilai tegangan input yang diberikan pada base digunakan untuk mengendalikan kondisi switch antara collector dan emitter. Fungsi BJT sebagai switch dapat dijelaskan pada Gambar 3.16. Ketika nilai Vs ≤ 0, dioda emitter-base dan dioda collector-base direverse-biased sehingga BJT cut-off dan tidak ada arus yang mengalir pada rangkaian. Akibatnya Vo = VCC dan ic = 0 kondisi ini dinamakan open switch, Sebaliknya ketika nilai Vs ≥ 0, BJT saturasi kondisi ini merupakan closed switch. Pada kondisi ini tegangan Vo sesuai dengan tegangan pada emitter, sesuai Gambar 3.15 Vo akan bernilai nol. + VCC
ic
+ Vo _
Rb + Vs _
Ra
ib
Gambar 3.16 Rangkaian sederhana BJT sebagai switch
34 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Fungsi BJT sebagai switch ini dimanfaatkan untuk menentukan kapan carrier dikirim untuk memodulasi data sesuai dengan nilai data yang bersangkutan. Seperti telah dijelaskan pada sub-sistem selektor data, tiap kanal (kanal I dan Q) mempunyai dua jenis kelompok data (data 00/11 dan data 01/10). Kedua kelompok data ini tidak secara bersamaan memodulasi carrier, hanya ada salah satu kelompok jenis data yang aktif tiap saat. Oleh karena itu diperlukan pengaturan carrier yang aktif sesuai dengan kelompok data yang akan memodulasi. Sesuai Gambar 3.15, sinyal yang digunakan sebagai selektor berasal dari rangkaian pada sub-sistem selektor data. Ketika sinyal select bernilai 0, output yang dihasilkan merupakan carrier, sedangkan jika sinyal select bernilai 1 output rangkaian menjadi 0. Pada rangkaian sub-sistem ini BJT disusun paralel dengan tambahan komponen IC 74LS04N yang merupakan gerbang logika NOT pada salah satu rangkaian, sehingga fungsi kedua rangkaian menjadi berkebalikkan. 3.2.8. Rangkaian Sub-sistem Modulasi Proses modulasi ialah proses perkalian antara data dengan gelombang carrier. Untuk kemudian diperoleh gelombang hasil modulasi (modulated signal). Sub-sistem ini yang bertanggung jawab melakukan proses modulasi carrier oleh sinyal data. Untuk bit data dengan nilai 0 akan diwakilkan dengan carrier gelombang squarewave yang memiliki fasa 0°. Untuk bit data yang bernilai 1 akan diwakilkan oleh carrier gelombang kotak dengan fasa 180°. Pada rangkaian modulator berbasiskan rangkaian logika ini, proses modulasi dapat dilakukan dengan bantuan gerbang logika XOR. Pada rangkaian, gerbang logika XOR diimplementasikan menggunakan IC 74LS386D, seperti ditunjukkan Gambar 3.17. Sebagai input diberikan bit data yang berasal dari keluaran rangkaian selektor data dan carrier berasal dari keluaran selektor carrier.
Gambar 3.17 Rangkaian sub-sistem modulasi
35 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Karakteristik dasar dari XOR, akan bernilai 0 ketika kedua inputnya memiliki nilai yang sama dan bernilai 1 jika terdapat perbedaan pada inputnya. Berdasarkan karakterisitk gerbang XOR, jika terjadi perubahan nilai sinyal data maka akan terjadi perubahan fasa carrier sebesar π rad. Artinya bit data 1 dan 0 diwakilkan dengan carrier yang berbeda fasa π rad. 3.2.9. Rangkaian Sub-sistem Penguat (Amplifier) Sub-sistem ini yang bertanggung jawab dalam melakukan variasi amplitudo pada modulator yang dibuat. Berdasarkan Tabel 3.5 terdapat dua jenis amplitudo gelombang carrier, carrier dengan amplitudo 15V dan carrier dengan amplitudo 5V. Untuk menghasilkan carrier yang berbeda amplitudo, maka carrier tersebut dinaikkan level tegangannya dengan diperkuat. Skematik rangkaian penguat ditunjukan Gambar 3.18.
Gambar 3.18 Rangkaian sub-sistem penguat
Rangkaian ini bertujuan menaikkan level tegangan gelombang input menjadi tiga kali pada gelombang output. Sehingga tegangan input sebesar 5 V dapat menjadi 15 V. Komponen OpAmp yang digunakan ialah IC 3554AM yang merupakan wide-band OpAmp. Untuk menaikkan level tegangan digunakan fungsi OpAmp sebagai penguat dengan konfigurasi bukan pembalik (non-inverting). Persamaan (3.6) digunakan dalam menentukkan besar nilai penguatan yang dapat dilakukan
36 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Rangkaian Ganti
R2
Vo
A
Vo
A
R1
Vi
R1
R2
V2
V2
Gambar 3.19 Rangkaian penguat bukan pembalik sederhana
Dari rangkaian ganti Gambar 3.19, diperoleh rumus perolehan (gain) : AV = Vo
V2
= Vo
VA
=
( R1 + R 2 ) R1
(
= 1 + R2
) ..............................................(3.6)
R1
Dengan demikian besarnya nilai penguatan (gain) pada rangkaian penguat noninverting bergantung pada perbandingan nilai tahanan seri dan tahanan paralel dari penguat tersebut. Dengan memasukkan nilai tahanan seri dan paralel pada Gambar 3.18 ke persamaan (3.6) diperoleh penguatan sebesar tiga kali :
(
AV = 1 + R 2
) = 1 + ( 2000010000) = 3
R1
3.2.10. Rangkaian Sub-sistem Filter Pada sistem komunikasi PLC, media transmisi yang digunakan berupa kabel listrik. Sesuai karakteristiknya informasi yang akan ditransmisikan melalui kabel listik harus dalam bentuk gelombang analog sinusoidal. Semua proses yang dilakukan pada rangkaian-rangkaian sub-sistem sebelumnya menggunakan gelombang squarewave. Sebelum gelombang hasil modulasi dari tiap kanal dijumlahkan dan ditransmisikan pada medium kabel listrik, gelombang tersebut harus terlebih dahulu di ubah menjadi bentuk gelombang analog sinusoidal dan dihilangkan frekuensi tingginya. Pada dasarnya gelombang squarewave adalah hasil penjumlahan gelombang sinusoidal yang memiliki frekuensi yang berbeda-beda, maka untuk mengubah gelombang squarewave yang dihasilkan menjadi gelombang sinusoidal diperlukan lowpass filter. Rangkaian pada sub-sistem ini bertanggung jawab dalam mengkonversikan gelombang squarewave menjadi gelombang analog sinusoidal. Skematik rangkaian ditunjukkan Gambar 3.20.
37 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 3.20 Rangkaian sub-sistem filter
Rangkaian yang digunakan merupakan low pass filter dengan 5-orde. Dengan 5orde diharapkan slope antara band pass dan stop band lebih kecil. Pada dasarnya gelombang squarewave adalah hasil penjumlahan sinyal sinusoidal yang memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Rangkaian filter didesain untuk melewatkan frekuensi dibawah 350 KHz, sehingga frekuensi-frekuensi harmonik yang memiliki frekuensi tinggi akan dihilangkan. Perhitungan filter yang digunakan adalah sebagai berikut : f0 =
1 2π LC
.....................................................................................................(3.7)
Nilai L dan C yang digunakan pada tiap orde sesuai komponen nilai frekuensi yang dilewatkan. 3.2.11. Rangkaian Sub-sistem Rangkaian Penjumlah (Summing Circuit) Sebelum gelombang hasil modulasi dari kanal I dan kanal Q ditransmisikan pada medium komunikasi, harus dijumlahkan terlebih dahulu. Proses penjumlahan menghasilkan gelombang tunggal yang dinamakan modulated signal. Rangkaian sub-sistem ini memanfaatkan fungsi OpAmp
38 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
sebagai rangkaian penjumlah non-inverting. Skematik rangkaian penjumlah ditunjukkan Gambar 3.21.
Gambar 3.21 Rangkaian sub-sistem penjumlah
Rangkaian ini juga menggunakan IC OpAmp 3554AM. Keempat input pada rangkaian ini berasal dari keluaran rangkaian filter. Rangkaian penjumlah ini digunakan untuk melakukan superposisi gelombang dan juga fungsi penguatan. Penguatan yang diberikan pada rangkaian ini kurang lebih 5,25 kali. Hal ini diperlukan karena rangkaian filter menyebabkan drop tegangan yang cukup besar sehingga harus dikuatkan kembali. Selain itu pada rangkaian juga ditambahkan komponen kapasitor dan resistor yang berfungsi mengubah gelombang sinusoidal DC yang dihasilkan rangkaian menjadi gelombang sinusoidal AC, agar dapat dilewatkan pada medium transmisi. Prinsip dasar fungsi OpAmp sebagai rangkaian penjumlah terdapat pada Gambar 3.22 dan persamaan (3.8). R
Rf
Vo Vi V1 R1
V2 R2
V3 R3
Vn Rn
Gambar 3.22 Rangkaian penjumlah bukan pembalik sederhana
39 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Persamaan hasil keluaran rangkaian OpAmp sebagai rangkaian penjumlah noninverting berdasarkan Gambar 3.22 ⎛ ( R + Rf ) ⎞ Vo = 1 ⎜ V 1 + V 2 + V 3 + ...... + Vn ) ..............................................(3.8) n⎝ R ⎟⎠ ( Gain
Dengan memasukkan parameter nilai tahanan pada Gambar 3.22 pada persamaan (3.8), diperoleh penguatan sebesar 5,25 kali : ⎛ ( 500 + 10000 ) ⎞ Vo = 1 ⎜ V 1 + V 2 + V 3 + ...... + Vn ) 4⎝ 500 ⎟⎠ ( Gain = 5,25 kali
40 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB IV HASIL UJI COBA DAN ANALISIS RANGKAIAN
4.1 HASIL UJI COBA SUB-SISTEM Pada bagian ini dilakukan pengujian terhadap kinerja tiap rangkaian subsistem yang menyusun rangkaian utama modulator 16-QAM. Untuk mengetahui proses yang dilakukan tiap rangkaian sub-sistem, masing-masing rangkaian di uji secara terpisah. Analisis akan dilakukan dengan menilai hasil keluaran dari tiap rangkaian sub-sistem, untuk dibandingkan dengan konsep perancangan rangkaian pada Bab III. 4.1.1 Sub-sistem Pembangkit Gelombang Squarewave Hasil uji coba rangkaian sub-sistem ini menghasilkan gelombang keluaran seperti ditunjukkan Gambar 4.1.
Duty cycle 45 %
2 Div Amplitudo
Periode
Gambar 4.1 Tampilan osiloskop keluaran rangkaian pembangkit gelombang squarewave
Amplitudo gelombang sebesar 5 V berdasarkan nilai tegangan VCC yang diberikan pada rangkaian. Seperti dijelaskan pada sub-bab 3.2.1, rangkaian tidak
41 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dapat menghasilkan gelombang squarewave dengan duty cycle 50 %. Nilai duty cycle 45 % terlihat dengan adanya perbedaan durasi gelombang saat kondisi high dan kondisi low. Gelombang squarewave yang dihasilkan pada rangkaian ini ternyata hanya memiliki frekuensi sebesar 500 KHz. Hal ini dapat dilihat pada tampilan osiloskop Gambar 4.1, dimana periode untuk satu gelombang yang tercantum pada osiloskop yakni 2 div, dengan nilai untuk tiap div yakni 1 µs/div. Dengan demikian frekuensi gelombang squarewave yang dibangkitkan : 1 1 f = = = 500 KHz t 2 x 10−6
Sesuai rancangan rangkaian pembangkit gelombang squarewave pada sub-bab 3.2.1, dengan nilai parameter yang digunakan seharusnya dapat membangkitkan gelombang squarewave dengan frekuensi hingga 700 KHz. Hal ini disebabkan penggunaan konstanta sebesar 1,44 pada persamaan (3.1) yang menunjukkan lama waktu charge dan discharge kapasitor, tidak sesuai dengan karakteristik IC LM555CM yang digunakan pada rangkaian. Persamaan waktu charge dan discharge kapasitor yang digunakan sebagai acuan [9] : waktu charge (output high) : t1 = 0, 693 ( RA + RB ) C ........................................(4.1) waktu discharge (output low) : t2 = 0, 693 ( RB ) C .............................................(4.2) sehingga periode total : T = t1 + t2 = 0, 693 ( RA + 2 RB ) C …………...................(4.3) nilai frekuensi osilasi menjadi : f =
1 1.44 = T ( RA + 2 RB )C
Nilai konstanta yang menunjukkan lama waktu charge dan discharge dari komponen IC LM555 sangat bergantung pada karakteristik komponen IC tersebut. Karena hasil gelombang squarewave yang dihasilkan pada rangkaian sub-sistem ini kurang sesuai dengan rancangan yang diinginkan. Pada rangkaian utama modulator 16-QAM masih menggunakan pembangkit gelombang squarewave virtual. 4.1.2 Sub-sistem Counter Hasil uji coba rangkaian sub-sistem ini ditunjukkan pada Gambar 4.2.
42 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Master Clock Clock D flip-flop
Data
Clock Splitter
Gambar 4.2 Keluaran rangkaian sub-sistem counter
Gelombang input rangkaian ini berasal dari master clock (garis merah) yang memiliki frekuensi 700 KHz. Gambar 4.2 menujukkan pengunaan serial data berupa clock (garis kuning) dengan frekuensi 43,75 KHz. Sehingga frekuensi bit data input yang diproses dua kali frekuensi clock atau 87,5 Kbps. Nilai ini digunakan agar perbandingan frekuensi bit data dengan frekuensi carrier menjadi ¼ kali. Carrier yang digunakan memiliki frekuensi 350 KHz. Perbandingan frekuensi bit data dan carrier =
frekuensi bit data ( bps ) ........(4.4) frekuensi carrier ( Hz )
untuk nilai frekuensi bit data = 87,5 Kbps dan frekuensi carrier = 350 KHz, diperoleh perbandingan sebesar = ¼ kali. Frekuensi splitter (garis biru) harus lebih lambat empat kali dari frekuensi bit data, dengan demikian frekuensi clock splitter (pemisah data) yang digunakan sebesar 21,875 KHz. Gelombang yang digunakan sebagai clock D flip-flop (garis hitam) memiliki frekuensi sama dengan frekuensi bit data yaitu sebesar 87,5 KHz. Diperlukan proses inisiasi selama satu siklus perhitungan 0000 hingga 1111, sebelum rangkaian counter dapat dimanfaatkan pada rangkaian utama modulator 16-QAM. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.2.
43 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
4.1.3 Sub-sistem Pemisah Data Tujuan utama rangkaian sub-sistem pemisah data untuk memisahkan tiap dua bit dari tiap empat bit data input. Proses pemisahan ini secara lengkap ditunjukkan pada Gambar 4.3. Serial data (garis merah) dipisahkan tiap dua bit berdasarkan nilai clock splitter (garis kuning). Saat clock splitter bernilai high, serial data dikirmkan ke kanal I (garis hijau) sedangkan kanal Q (garis biru) menerima input data 00. Sebaliknya ketika clock splitter bernilai low, kanal Q menerima serial data dan kanal I menerima input data 00. Proses ini terjadi secara periodik, setiap kanal secara bergantian menerima data dengan interval dua dummy bit (00) yang tidak berisi informasi. 01
0 1 Serial Data
Clock Splitter
0 1 00
00 Kanal I
Kanal Q
00
0 10 0 Gambar 4.3 Keluaran rangkaian sub-sistem pemisah data
Sebagai serial data digunakan gelombang clock, sehingga tiap empat bit data yang akan dipisahkan terdiri atas 0101. Sesuai konsep modulasi 16-QAM pasangan bit LSB (01) dikirimkan pada kanal I dan pasangan bit MSB (01) ke kanal Q. Konsep pemisahan data ini di ilustrasikan pada Gambar 4.4. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.3.
0101 MSB (01)
LSB (01)
Kanal Q
Kanal I
Gambar 4.4 Ilustrasi pemisahan serial data
44 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
4.1.4 Sub-sistem Kanal I dan Kanal Q Aliran data dari rangkaian pemisah data secara bergantian menjadi bit data input pada kanal I dan kanal Q. Untuk mengetahui proses yang dilakukan masingmasing kanal, kedua kanal diberi bit data input secara terpisah. Hasil keluaran rangkaian kanal I ditunjukkan Gambar 4.5, sedangkan hasil keluaran kanal Q pada Gambar 4.6. 11 I Clock D Flip-flop
11
I_1
11 I_2
Gambar 4.5 Keluaran rangkaian sub-sistem kanal I
11 Q Clock D Flip-flop
11 Q_1
11 Q_2
Gambar 4.6 Keluaran rangkaian sub-sistem kanal Q
Pada dasarnya prinsip kerja yang dilakukan kedua rangkaian sama. Pasangan bit data input (garis merah) akan di teruskan secara serial pada tiap komponen D flipflop setiap terjadi transisi positive edge pada clock D flip-flop (garis kuning). Output I_1 / Q_1 (garis hijau) dan I_2 / Q_2 (garis biru) menunjukkan proses
45 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
transisi pasangan bit input hingga diperoleh hasil keluaran akhir pada grafik I_2 / Q_2. Berdasarkan Gambar 4.5 dan Gambar 4.6, dapat dilihat perbedaan transisi bit yang terjadi pada kanal I dan kanal Q. Kanal I membutuhkan transisi clock lebih banyak dibandingkan kanal Q untuk dapat memperoleh pasangan bit output sebagai hasil keluaran rangkaian. Perbedaan diakibatkan pada kanal I terdapat dua buah komponen D flip-flop tambahan sebagai buffer. Dalam rangkaian yang dibuat, proses sampling dilakukan terlebih dahulu terhadap pasangan bit LSB baru kemudian diikuti pasangan bit MSB. Saat pasangan bit LSB disampling pada kanal I, kanal Q menerima pasangan dummy bit. Demikian sebaliknya saat kanal Q mensampling pasangan bit MSB, kanal I menerima dummy bit. Agar pasangan bit kanal I dan Q menjadi sinkron digunakan buffer pada kanal I selama dua clock. Perbandingan hasil keluaran rangkaian kanal I dan kanal Q sebelum dan setelah menggunakan buffer saat sistem diberikan input high ditunjukkan Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. Pasangan bit MSB bernilai 11 demikian juga dengan LSB yang bernilai 11, sedangkan dummy bit bernilai 00. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.4
Dummy Bit
Tanpa buffer
Data input
Clock D Flip-flop
LSB
LSB
MSB
Pasangan Bit I
MSB
Pasangan Bit Q
Gambar 4.7. Keluaran rangkaian kanal I dan Q sebelum menggunakan buffer
46 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Dummy Bit Dengan buffer
Data input
Clock D Flip-flop
LSB
LSB
MSB
MSB
Pasangan Bit I
Pasangan Bit Q
Gambar 4.8. Keluaran rangkaian kanal I dan Q setelah menggunakan buffer.
4.1.5 Sub-sistem Pembangkit Carrier Hasil uji coba rangkaian pembangkit carrier ditunjukkan pada Gambar 4.9 untuk pergeseran fasa 90° dan Gambar 4.10 untuk pergeseran fasa 180°. Hasil yang diperoleh pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 menjelaskan bahwa dengan mengatur pergeseran fasa gelombang squarewave ternyata prinsip dasar pergeseran fasa pada gelombang analog sinusoidal tetap dapat diterapkan. Untuk menunjukkan pergeseran fasa yang dilakukan, gelombang squarewave kemudian dilewatkan pada sebuah rangkaian filter.
Carrier 0°
Carrier 90°
Output Filter
Gambar 4.9. Keluaran rangkaian sub-sistem carrier dengan pergeseran fasa 90°
47 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Carrier 0°
Carrier 180°
Output Filter
Gambar 4.10. Keluaran rangkaian sub-sistem carrier dengan pergeseran fasa 180°
Untuk mendapatkan perbedaan fasa sebesar 90°, carrier 90° (garis biru) harus digeser ¼ periode gelombang terhadap carrier 0° (garis merah). Proses pergeseran ¼ periode gelombang ini diimplementasikan dengan menambahkan gerbang logika NOT pada input rangkaian counter yang menghasilkan carrier 90°. Sedangkan perbedaan fasa 180° diperoleh dengan menggeser carrier 180° (garis biru) sebesar ½ periode gelombang terhadap carrier 0° (garis merah). Ini dapat dilakukan dengan mengatur timming nilai high dan low gelombang squarewave. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.5. Selain variasi fasa gelombang, carrier pada modulasi 16-QAM juga menggunakan variasi amplitudo. Jika pada rangkaian modulator konvensional variasi amplitudo carrier dapat langsung dilakukan dengan menaikkan level tegangan gelombang carrier tersebut. Hal ini tidak dapat diterapkan pada rangkaian modulator 16-QAM berbasiskan rangkaian logika yang dibuat. Ini dikarenakan adanya keterbatasan karakteristik komponen logika, dimana sebuah komponen logika telah memiliki level tegangan keluaran tertentu. Sehingga sulit menerapkan variasi amplitudo pada komponen logika. Untuk tetap dapat melakukan variasi amplitudo pada modulator 16-QAM, peningkatan level tegangan dilakukan pada bagian akhir rangkaian logika. Artinya setelah menaikkan level tegangan gelombangnya, tidak boleh masih ada proses yang
48 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
melibatkan komponen logika. Untuk lebih jelasnya perbedaan hasil penguatan sebelum dan setelah komponen logika dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 4.11 dan Gambar 4.12. 15 V Komponen Logika (Integrated circuit & Gerbang logika)
Penguatan
5V
Gambar 4.11 Ilustasi penguatan sebelum komponen logika 15 V Komponen Logika (Integrated circuit & Gerbang logika)
5V Penguatan
Gambar 4.12 Ilustasi penguatan setelah komponen logika
Jelas terlihat perbedaan penguatan sebelum dan setelah komponen logika. Jika setelah penguatan, gelombang squarewave masih mengalami proses pada komponen logika hasil keluarannya akan sesuai dengan karakteristik komponen tersebut yang umumnya sebesar 5 V. Sehingga berapa pun level tegangan gelombang input yang diberikan, gelombang keluarannya akan mempunyai level tetap. Untuk dapat memperoleh level tegangan sesuai kebutuhan, maka proses penguatan dilakukan pada bagian akhir rangkaian yang menggunakan komponen logika. 4.1.6 Sub-sistem Identifikasi Bit Data Hasil kerja rangkaian ini ditunjukkan pada Gambar 4.13.
49 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
0 1
1 1
Bit pengenal (I_2 / Q_2)
Select
1
Output_1 (ke sistem penguat)
0 Output_2
Gambar 4.13 Keluaran rangkaian sub-sistem identifikasi bit data
Select (garis merah) merupakan hasil XOR dari tiap pasangan bit data. Select akan membagi pasangan bit data dalam dua kelompok. Bit data 00/11 yang menghasilkan nilai select 0 akan dikodekan oleh carrier dengan level tegangan 15 V. Bit data 01/10 yang menghasilkan nilai select 1 akan dikodekan oleh carrier dengan level tegangan 5 V. Select digunakan sebagai pengendali (selector) pada komponen demultiplexer dalam menentukan pin output yang akan meneruskan bit data. Sebagai bit data digunakan variasi bit data 01 dan 11 agar proses seleksi data dapat terlihat. Bit data yang dilewatkan hanya satu bit saja dari tiap pasangan bit yang kemudian dinamakan bit pengenal (garis kuning). Bit yang dilewatkan merupakan bit ke I_2 atau Q_2 dari serial bit, misalnya hanya melewatkan bit 0 dari pasangan bit 01. Kombinasi bit pengenal dan select sudah dapat digunakan dalam mengidentifikasi nilai pasangan bit yang ingin disampaikan. Berdasarkan Gambar 4.13, pada saat select bernilai 1, nilai bit pengenal diteruskan pada output_2 (garis biru), merupakan kelompok data yang dikodekan oleh carrier dengan level tegangan 5 V. Sebaliknya saat select bernilai 0 maka nilai dari bit pengenal akan diteruskan pada output_1 (garis hijau), merupakan kelompok data yang akan dikodekan oleh carrier dengan level tegangan 15 V. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.6
50 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
4.1.7 Sub-sistem Selektor Carrier Hasil uji coba pada rangkaian sub-sistem selektor carrier, didapatkan hasil keluaran yang ditunjukkan Gambar 4.14.
Select
Sinyal carrier Data 00/11
Inverse Select
Sinyal carrier Data 01/10
Gambar 4.14. Keluaran rangkaian sub-sistem selektor carrier
Sesuai dengan prinsip modulasi 16-QAM, tiap simbol diwakili dengan empat bit. Satu pasangan bit berasal dari kanal I dan satu pasang lainnya dari kanal Q. Sehingga pada saat bersamaan seharusnya hanya satu pasangan bit saja yang diproses pada masing-masing kanal. Seperti telah dijelaskan sebelumnya terdapat dua kelompok bit data, bit data 00/11 dan bit data 01/10. Select (garis merah) yang berasal dari rangkaian selektor data digunakan sebagai sinyal pengontrol tegangan di base BJT. Carrier dari output rangkaian pembangkit carrier digunakan sebagai sinyal input pada collector BJT, sedangkan emitter dihubungkan dengan ground. Pada gambar 4.14, carrier untuk bit data 00/11 (garis kuning) akan aktif saat select bernilai 0 pada saat yang bersamaan carrier untuk bit data 01/10 (garis biru) tidak aktif. Sebaliknya saat sinyal select bernilai 1, carrier untuk bit data 00/11 tidak aktif dan carrier untuk bit data 01/10 yang menjadi aktif. Untuk memperoleh fungsi berkebalikkan ini digunakan fungsi sinyal inverse select (garis hijau) pada rangkaian switch kedua. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.7
51 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
4.1.8 Sub-sistem Modulasi Hasil keluaran rangkaian modulasi setelah uji coba ditunjukan Gambar 4.15. Transisi bit data
Data
Sinyal carrier
Sinyal hasil modulasi
.
Signal shift Gambar 4.15. Keluaran rangkaian sub-sistem modulasi
Transisi nilai sinyal bit data (garis hijau) menyebabkan terjadinya pergeseran fasa carrier (garis merah) seperti dapat diamati pada carrier termodulasi (garis biru). Saat transisi sinyal data dari 1 ke 0, terlihat carrier mengalami pergeseran fasa sebesar 180°. Karena carrier dengan fasa 180° yang mewakili bit 1 di shift oleh carrier dengan fasa 0° yang mewakili bit 0. Demikian juga saat transisi sinyal data dari 0 ke 1, pergeseran fasa yang dialami juga sebesar 180°. Kali ini carrier dengan fasa 0° di shift oleh carrier dengan fasa 180°. Prinsip yang sama juga diterapkan pada kanal yang menggunakan carrier dengan fasa 90° dan 270°. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.8. 4.1.9 Sub-sistem Penguat (Amplifier) Hasil keluaran rangkaian sub-sistem penguat ditunjukkan Gambar 4.16. Gelombang squarewave 5 V (garis merah) digunakan sebagai input. Dengan penguatan sebesar tiga kali diperoleh keluaran gelombang squarewave 15 V (garis biru). Rangkaian ini dapat menaikkan level tegangan gelombang input sebesar tiga kali pada gelombang output, sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.9.
52 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Sinyal 5V
Sinyal 15V
Gambar 4.16 Keluaran rangkaian sub-sistem penguat
4.1.10 Sub-sistem Filter Hasil uji coba rangkaian sub-sistem filter ini ditunjukkan tampilan osiloskop pada Gambar 4.17.
Channel A : Channel B :
Input filter (squarewave) Ouput filter (sinusoidal)
Gambar 4.17 Tampilan osiloskop keluaran rangkaian sub-sistem filter
Input filter berbentuk gelombang squarewave (garis merah) pada channel A osiloskop sedangkan output filter berbentuk gelombang sinusoidal (garis biru) pada channel B osiloskop. Gelombang output rangkaian filter mengalami pergeseran fasa dengan adanya komponen kapasitor dan induktor. Selain itu
53 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
komponen resistor pada filter menyebabkan terjadinya drop tegangan, sehingga gelombang output filter memiliki level tegangan jauh lebih kecil dari level tegangan gelombang input filter. Pada Gambar 4.17 dapat dilihat perbandingan tegangan gelombang input dan gelombang output rangkaian filter. Skala yang digunakan pada channel A sebesar 5 V / div, sedangkan pada channel B digunakan skala 500 mV / div. Tegangan drop terbesar terjadi akibat penggunaan komponen resistor source sebesar 750 Ω, namun komponen ini dibutuhkan agar dapat mengamati gelombang squarewave hasil modulasi tanpa terpengaruh rangkaian filter. Hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.10. 4.1.11 Sub-sistem Rangkaian Penjumlah (Summing Circuit) Untuk memudahkan dalam memberikan ilustrasi perbandingan gelombang input dan output pada rangkaian ini, saat pengujian hanya digunakan dua gelombang input seperti di perlihatkan Gambar 4.18.
Sinyal output Summing circuit (Sinusoidal DC)
Sinyal input 90° (Sinusoidal DC) Sinyal input 0° (Sinusoidal DC)
Sinyal output Modulator (Sinusoidal AC)
Gambar 4.18. Keluaran rangkaian sub-sistem penjumlah
Input pada rangkaian penjumlah merupakan gelombang sinusoidal DC karena berasal dari hasil filterisasi gelombang squarewave. Sebagai input digunakan gelombang sinusoidal dengan fasa 0° (garis hitam) dan gelombang sinusoidal dengan fasa 90° (garis hijau). Hasil penjumlahan berupa gelombang sinusoidal DC (garis merah). Agar dapat digunakan pada sistem PLC yang
54 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
menggunakan kabel listrik sebagai medium transmisi, gelombang ini harus dikonversikan menjadi gelombang sinusoidal AC (garis biru) dengan penambahan rangkaian kapasitor dan resistor. Hasil yang diperoleh pada rangkaian ini sesuai dengan perancangan rangkaian pada sub-bab 3.2.11. 4.2 UNJUK KERJA SISTEM MODULATOR 16-QAM Pada bagian ini analisis dilakukan untuk mengukur unjuk kerja sistem modulator 16-QAM secara keseluruhan. Terdapat dua variasi nilai serial bit data yang dapat digunakan sebagai input. Variasi pertama, mengirimkan serial bit yang selalu bernilai satu (111111), sedangkan variasi kedua serial bit dari gelombang squarewave periodik untuk menghasilkan bit data kombinasi nol dan satu (101010). Pemilihan kedua variasi ini ditentukan dengan penggunaan switch pada port data input. Karena hasil yang diperoleh pada rangkaian sub-sistem pembangkit gelombang squarewave tidak dapat memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan, untuk menguji sistem kerja modulator secara keseluruhan ini digunakan virtual generator clock sebagai master clock. 4.2.1 Sistem Modulator 16-QAM Untuk mengetahui kerja yang dilakukan sistem modulator 16-QAM secara keseluruhan, parameter awal yang telah ditentukan dalam menjalankan simulasi : •
Tegangan input yang digunakan sebesar 5 V
•
Frekuensi virtual generator clock yang digunakan sebesar 700 KHz
•
Data Input berupa serial bit 1
•
Frekuensi kecepatan data / frekuensi kecepatan carrier : 1/4
Tampilan program simulasi modulator 16-QAM ditunjukkan Gambar 4.19. Untuk mengamati hasil output modulator digunakan tiga buah alat ukur osiloskop empat channel. Osiloskop pertama (XSC1) digunakan dalam mengamati hasil modulasi masing-masing kanal yang berbentuk gelombang squarewave. Untuk mengamati hasil modulasi dari tiap kanal yang berbentuk gelombang sinusoidal digunakan osiloskop kedua (XSC2). Sedangkan osiloskop terakhir (XSC3) digunakan untuk mengamati gelombang total keluaran rangkaian modulator yang berasal dari penjumlahan gelombang termodulasi tiap kanal.
55 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
XSC1
XSC2
XSC3
Gambar 4.19 Tampilan rangkaian simulasi modulator 16-QAM
Setelah simulasi diproses, didapatkan gelombang hasil modulasi pada XSC1 yang ditunjukkan oleh Gambar 4.20. Pasangan Data Bit Real
I
Q
Dummy Bit Gambar 4.20 Gelombang squarewave hasil modulasi
Sinyal hasil modulasi yang diperoleh pada rangkaian modulator, tidak semua merupakan bit data yang berisi informasi. Diantara bit informasi terdapat
56 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
dummy bit yang tidak berisi informasi yang ingin disampaikan. Dummy bit ini muncul akibat proses yang terjadi di rangkaian pemisah data dan rangkaian selektor data. Proses sampling yang dilakukan secara bergantian untuk masingmasing kanal pada rangkaian pemisah data menyebabkan munculnya pasangan dummy bit dengan nilai 00 diantara tiap pasangan bit data. Selain itu dummy bit juga muncul akibat proses pada rangkaian selektor data. Dummy bit muncul dikarenakan proses penentuan nilai tiap pasang bit data. Penentuan nilai menggunakan gerbang logika XOR dilakukan pada setiap dua bit data yang tidak semuanya merupakan pasangan bit seharusnya. Antara tiap pasangan bit data real mempunyai interval sebesar tiga bit data. Atau pada Gambar 4.20 terlihat interval sebesar 12 carrier, karena frekuensi carrier yang digunakan empat kali frekuensi bit data. Algoritma ini di ilustrasikan pada Gambar 4.21. Pasangan Data Bit Real
0 1
1 0
0 1
1 0
0 1
1 0
0 1
1 0
0 1
1
Bit data
Select
Gambar 4.21 Ilustrasi proses seleksi rangkaian selektor data
Gambar 4.21 mengilustrasikan proses seleksi data yang dilakukan saat diberi input serial bit 1. Grafik bit data (garis merah) merupakan sinyal bit data setelah melalui rangkaian pemisah data. Pasangan bit 11 merupakan pasangan bit yang ingin diproses, sedangkan pasangan bit 00 merupakan dummy bit. Proses seleksi dilakukan tidak hanya pada pasangan bit 11 tapi pada tiap dua bit (termasuk 01, 10, dan 00). Sehingga terdapat interval antara pasangan bit data real yang berisi informasi sebesar tiga bit data. Algoritma yang sama harus diterapkan pada rangkaian demodulator untuk merekonstruksi sinyal bit informasi dan menghilangkan dummy bit.
57 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Setelah dilewatkan pada rangkaian filter, diperoleh hasil modulasi berbentuk gelombang sinusoidal pada osiloskop XSC2 yang ditunjukkan Gambar 4.22.
Discharge muatan
Gambar 4.22. Gelombang sinusoidal hasil modulasi
Secara umum nilai gelombang sinusoidal hasil keluaran rangkaian filter mengikuti nilai gelombang squarewave hasil modulasi. Pada gelombang keluaran rangkaian filter juga terlihat adanya discharge muatan listrik saat proses transisi nilai bit data. Ini diakibatkan adanya komponen penyimpan muatan seperti kapasitor dan induktor dalam rangkaian filter. Sebelum ditransmisikan ke kanal komunikasi, gelombang hasil modulasi kanal I dan kanal Q harus dijumlahkan terlebih dahulu. Gelombang hasil keluaran rangkaian summing circuit pada osiloskop XSC3 ditunjukkan Gambar 4.23. Gelombang ini merupakan hasil akhir rangkaian modulator 16-QAM dengan frekuensi gelombang bervariasi antara 310 KHz - 360 KHz dan tegangan peak to peak maksimum (Vpp) 5 V. Juga dapat dilihat gelombang hasil modulasi ini memiliki karakteristik gelombang sinusoidal murni tanpa cacat, seperti terdapat pada perbesaran gelombang Gambar 4.23. Inilah yang menjadi kelebihan pada penggunaan komponen logika, karena lebih tahan terhadap gangguan selama proses. Tiap simbol yang dikirimkan pada gelombang ini mengandung informasi empat bit.
58 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 4.23. Tampilan rangkaian simulasi modulator 16-QAM
4.2.2 Pergeseran Fasa Setelah mengetahui prinsip kerja dari keseluruhan rangkaian, kini dilakukan analisis apakah gelombang hasil modulasi yang diperoleh rangkaian simulasi sesuai dengan teori rangkaian modulator 16-QAM. Sistem diberikan input yang bervariasi agar hasil keluaran rangkaian lebih mudah diamati. Salah satu hal penting dalam menilai kerja modulator 16-QAM ini, bagaimana pergeseran fasa gelombang carrier saat terjadi perubahan bit data dibandingkan teori. Contoh perubahan bit data yang terjadi ditunjukkan Gambar 4.24. Pergeseran fasa yang diperoleh sesuai dengan rancangan, hanya pada saat transisi fasa dipengaruhi charge dan discharge muatan.. Ini mengakibatkan terjadi kenaikkan amplitudo pada saat transisi pergeseran fasa. Pengaruh charge dan discharge muatan dikarenakan ketidaksempurnaan rangkaian filter. Rangkaian filter tersusun atas komponen yang mampu menyimpan muatan listrik seperti kapasitor dan induktor.
59 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 4.24 Pergeseran fasa gelombang hasil modulasi saat transisi bit data
Untuk melihat kesesuaian pergeseran fasa, dilakukan perbandingan gelombang hasil modulasi saat terjadi pergeseran fasa 180°. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.25
60 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Gambar 4.25 Perbandingan pergeseran fasa 180°
Dapat dilihat pada Gambar 4.25 walaupun terjadi kenaikkan level amplitudo saat transisi nilai bit, ternyata pergeseran fasa yang dilakukan sesuai yakni 180°. Dengan demikian dapat disimpulkan charge dan discharge muatan hanya mempengaruhi saat proses transisi, namun prinsip dasar pergeseran fasa tetap dapat diterapkan. 4.2.3 Kecepatan Transfer Data Hal lain yang menjadi parameter dalam menilai performa modulator ialah kemampuannya dalam melakukan transfer data. Kecepatan transfer data ini umumnya diukurnya dengan satuan baud (simbol/detik) dan bit rate (bit/detik). Tiga faktor yang menentukan kecepatan transfer data pada sistem modulasi : 1. Jenis modulasi yang digunakan 2. Frekuensi carrier yang digunakan 3. Perbandingan kecepatan bit data input dengan kecepatan carrier Variasi nilai kecepatan data sesuai parameter yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 4.1
61 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 4.1 Kecepatan Transfer Data Sesuai Nilai Parameter
NO Modulasi
Frekuensi
ƒ data
Carrier
ƒ carrier
Ilustrasi
(Khz)
Baud (Ksimbol/s)
Bit Rate (Kbit/s)
1
16-QAM
350
1/2
175
700
2
16-QAM
350
1/4
87,5
350
3
16-QAM
350
1/8
43,75
175
4
16-QAM
350
1/16
21,875
87,5
5
16-QAM
350
1/32
10,9375
43,75
Sesuai Tabel 4.1 variasi diberikan pada parameter perbandingan kecepatan bit data input dengan kecepatan carrier. Sedangkan parameter jenis modulasi dan frekuensi carrier dibuat tetap. Nilai baud dan bit rate diperoleh berdasarkan persamaan referensi yang digunakan [8]: ⎛ f data ⎞ Baud = ( frekuensi carrier ) x ⎜ ⎟ .......................................................(4.5) ⎝ f carrier ⎠ sedangkan untuk nilai bit rate diperoleh berdasarkan persamaan :
(
Bit rate = ( Baud ) x bit
simbol
) ......................................................................(4.6)
modulasi 16-QAM menghasilkan 4 bit / simbol. Sehingga persamaan (4.5) untuk jenis modulasi 16-QAM dapat disederhanakan :
62 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Bit rate = ( Baud ) x 4 .......................................................................................(4.7) Sebagai contoh untuk data kedua, saat menggunakan kecepatan carrier empat kali kecepatan bit data. Nilai baud dan bit rate yang diperoleh sebagai berikut : ⎛1⎞ Baud = ( 350 KHz ) x ⎜ ⎟ = 87,5 K simbol s ⎝4⎠
(
Bit rate = 87,5 K simbol
s
) x 4 = 350 K bit s = 350 Kbps
Untuk menguji kecepatan transfer data pada rangkaian modulator 16QAM, dilakukan pengamatan terhadap frekuensi gelombang hasil modulasi yang diperoleh. Untuk mengamati nilai frekuensi gelombang hasil modulasi digunakan frequency counter, seperti terdapat pada Gambar 4.26.
Gambar 4.26 Tampilan frequency counter
Dilakukan pengambilan sampel untuk data dengan menggunakan parameter perbandingan ƒdata / ƒcarrier = ¼ . Hasil yang diperoleh menunjukkan dengan penggunaan carrier 350 KHz, frekuensi akhir gelombang hasil modulasi ternyata tidak stabil 350 KHz. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kecepatan transfer data yang diperoleh. Hasil selengkapnya terdapat pada Tabel 4.2. Sepuluh data hasil sampel yang diperoleh pada Tabel 4.2 menunjukkan kecepatan transfer data sebesar 313,295 Kbps - 353,238 Kbps, dengan kecepatan rata-rata 336,663 Kbps.
63 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
Tabel 4.2 Kecepatan Transfer Data Rangkaian Modulator 16-QAM
Sample
Frekuensi Hasil Modulasi (Khz)
Baud (Ksimbol/s)
Bit Rate (Kbit/s)
1
352,793
88,199
352,793
2
314,716
78,678
314,716
3
320,396
80,099
320,396
4
345,555
86,389
345,555
5
326,216
81,554
326,216
6
313,295
78,324
313,295
7
347,239
86,810
347,239
8
347,687
86,922
347,687
9
345,518
86,380
345,518
10
353,238
88,310
353,238
Dengan demikian dapat disimpulkan untuk mendapatkan kecepatan transfer data yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan meningkatkan frekuensi carrier, menggunakan teknik modulasi yang lebih efisien dan memperbesar perbedaan kecepatan bit data dengan kecepatan carrier. Kecepatan frekuensi carrier yang dapat digunakan ditentukan oleh kemampuan media transmisi. Untuk sistem komunikasi PLC, digunakan asumsi frekuensi carrier 200 KHz - 600 KHz. Dengan semakin memperkecil perbedaan kecepatan data terhadap carrier memang dapat meningkatkan kecepatan transmisi data, namun sistem ini akan semakin rentan terhadap terjadinya error akibat noise di kanal komunikasi. Sistem yang ideal menggunakan kecepatan carrier lebih tinggi dari 5 kali kecepatan bit data.
64 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
BAB V KESIMPULAN Setelah melakukan perancangan rangkaian dan analisis terhadap kinerja rangkaian modulator 16-QAM berbasiskan komponen logika maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Rangkaian modulator 16-QAM berbasiskan komponen logika yang dirancang telah dapat menerapkan prinsip dasar modulasi 16-QAM. 2. Kelemahan dari rangkaian modulator 16-QAM yang dibuat terdapat pada rangkaian sub-sistem pembangkit gelombang squarewave yang tidak dapat menghasilkan gelombang squarewave dengan frekuensi 700 KHz sesuai yang diharapkan, juga nilai duty cycle yang tidak 50%. Selain itu proses transisi saat terjadi pergeseran fasa ketika transisi nilai bit dipengaruhi discharge muatan dan beberapa proses yang menghasilkan dummy bit akan menurunkan performa sistem modulator. 3. Kelebihan rangkaian modulator 16-QAM yang dibuat menggunakan komponen logika dibandingkan rangkaian modulator berbasiskan komponen analog, lebih tahan terhadap kemungkinan munculnya noise selama proses, memiliki tingkat presisi yang lebih baik dalam menterjemahkan nilai bit data dan tingkat stabilitas sistem yang lebih baik. 4. Dengan menggunakan parameter frekuensi carrier 350 KHz dan parameter perbandingan ƒdata / ƒcarrier = ¼, rangkaian modulator 16QAM mampu menghasilkan kecepatan transfer data sebesar 313,295 Kbps - 353,238 Kbps, dengan kecepatan rata-rata
336,663 Kbps.
Berdasarkan parameter frekuensi carrier dan kecepatan data yang digunakan, rangkaian modulator 16-QAM ini dapat digunakan sebagai modulator pada sistem PLC.
65 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR ACUAN [1]
A. Mori, Y. Watanabe, M. Tokuda, “The Power Line Transmission Characteristics for An OFDM Signal,” Jurnal PIER (Progress In Electromagnetics Research) 61 (2006), hal. 279-280.
[2]
Kevin Wade Ackerman, “Timed Power Line Data Communication,” Tesis, Master of Science Program Department of Electrical Engineering University of Saskatchewan, Kanada, Januari 2005, hal. 5..
[3]
Gunawan Wibisono, “Pembuatan Prototipe Modem Power Line Communication (PLC) Dengan Metoda Orthogonal FDM”, Usulan Riset Unggulan Universitas Indonesia Tahun 2007 Bidang ICT Dengan Kode UG-ICT-11 (2007), hal. 3-5.
[4]
Halid Hrasnica, Abdelfatteh Haidine, Ralf Lehnert, Broadband Power Line Communications Network Design (England : John Wiley & Sons, 2004), hal.19-23, 32-35, 83.
[5]
Yasunori Abe, et al.,”Development of High Speed Power Line Communication Modem “ Juni 2004, hal 30.
[6]
M. Indra Irsyad, “Mari Gunakan Kabel Listrik Untuk Akses Internet”. Diakses 10 Desember 2007, dari Kompas 15 Februari 2006 http://kompas.com/kompas-cetak/0602/15/telkom/2439362.htm
[7]
_________, “Digital Modulation,” Bahan Kuliah Modulasi Digital (Jakarta : Departemen Teknik Elektro UI), Bab 5.NX
[8]
_________, “Digital Modulation in Communication System An Introduction,” Application Note 1298 (Hewlett-Packard Company, 1997), hal 7, 12, 16-17.
[9]
_________, “LM555 / LM555C Timer,”. Diakses 10 Desember 2007, dari National Semiconductor (Juli 2006) http://www.national.com/ds.cgi/LM/LM555.pdf
[10] Djamhari Sirat, Arman Djohan, “Error Rate Performance Untuk Sistem Komunikasi Satelit Untuk Stasiun Bergerak (Mobile) Dengan Menggunakan Teknik Modulasi DQPSK,” Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Februari 1993. [11] Phil Sutterlin, Walter Downey, “A Power Line Communication Tutorial Challenges and Technologies”. Diakses 10 Desember 2007, dari Echelon Corporation http://www.viste.com/LON/tools/PowerLine/pwrlinetutoral.pdf
66 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
DAFTAR PUSTAKA _________, “Power Supplies Goes Digital” White paper : Ericsson, Oktober 2006. Purroy, et al, “Research Areas for Efficient Power Line Communication Modem”, Departement of Electronics and Communication Engineering University of Zaragoza. Diakses 10 Desember 2007 http://www.isplc2004.unizar.es/Research%20Areas%20for%20Efficient%20P ower%20Line%20Communication%20Modems.pdf Heo, Kyung L, et al, “Design of High Speed OFDM System for Power Line Communications” Jurnal IEEE, 2002. Ho, Sam W, “Adaptive Modulation (QPSK, QAM)”. Diakses 10 Desember 2007, dari Intel Corporation (2004) http://www.intel.com/netcomms/technologies/wimax/303788.pdf J. Anatory, M.M. Kissaka, N.H. Mvungi, “Broadband Services Provision in Power Line Communications of Developing Countries,” Jurnal IEEE, 2005 Kuphaldt, Tony R, Lesson In Electric Circuits, Volume IV- Digital, (Open Book Project, Januari 2006.) Mano, M.Morris, Digital Design Second Edition (New Jersey : Prentice-Hall, 1984) Millan, Jacob, Arvin Grabel, Microelectronics Second Edition (Singapura : McGraw-Hill Book Company, 1987) R. Struzak, “Radiocommunication Channel and Digital Modulation : Basics”. Diakses 10 Desember 2007 http://wireless.ictp.trieste.it/school_2005/lectures/struzak/R_Chnnl_Digit_Mo dulat.pdf R.W.McCaughern, “Consultation Paper on Broadband over Power Line (BPL) Communication System” Gazette Notice SMSE-005-05, Juli 2005. Shanmugam, K.Sam, Digital and Analog Communication Systems (Canada : John Wiley & Sons Inc, 1979) Sutanto, Rangkaian Elektronika Analog dan Terpadu (Jakarta : Universitas Indonesia-Press, 1997) _________,, Integrated Circuits TTL ‘84/85. Binatronika
67 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Gambar Diagram Hierarki Modulator 16-QAM
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Diagram Hierarki Modulator 16-QAM
Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1.1.Gambar Rangkaian Clock
1.2.Gambar Rangkaian Counter
1.3.Gambar Rangkaian Splitter
69 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1.4.Gambar Rangkaian I_Channel
1.5.Gambar Rangkaian Q_Channel
70 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1.6.Gambar Rangkaian Carrier
1.7.Gambar Rangkaian Identifikasi_Data
71 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1.8.Gambar Rangkaian Selector_Carrier
1.9.Gambar Rangkaian ModulasiI
1.10.Gambar Rangkaian Amplifier
72 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
1.11.Gambar Rangkaian Filter
1.12.Gambar Rangkaian Summing_Modulated_Signal
73 Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008
74
Lampiran 2 Gambar Rangkaian Modulator 16-QAM
Lampiran 2 Gambar Rangkaian Modulator 16-QAM
Perancangan rangkaian..., Dienza Ariesandy, FT UI, 2008