Perancangan Media Pembelajaran “3D Arsitektural dengan Open Source” Menggunakan Metode Screencast Artikel Ilmiah
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Desain
Peneliti: Wahyu Prasetyo Adi (692008020) T. Arie Setiawan Prasida, S.T., M.Cs.
Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Juli 2015
1
2
3
4
5
6
Perancangan Media Pembelajaran “3D Arsitektural dengan Open Source” Menggunakan Metode Screencast 1)
Wahyu Prasetyo Adi, 2) T.Arie Setiawan Prasida.
Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia E-mail: 1)
[email protected], 2)
[email protected] Abstract The use of multimedia in the design of instructional media in this era has been growing. Lack of public understanding about legal software becomes a major problem especially in the world of education and the creative industries. Utilization of 3D as one of the media in the development of technology that is increasingly widespread in all fields, especially in the world of architecture and utilization. Based on these problems, designed a 3D architectural study media on the Open Source method Screencast. The method used in the design is the prototype method by which the developer will always create and improve a software and test it so that the products produced in accordance with user needs analysis software application will be built. Instructional media application contains video 3D modeling architecture with open source software, ranging from the introduction of software that is used, modeling exterior and interior modeling. Results of the testing that has been done is the application of these learning media help in promoting the use of open source 3D modeling software. Keywords: learning media, multimedia, open source, 3d architecture, screencast. Abstrak Pemanfaatan multimedia dalam perancangan media pembelajaran pada era sekarang ini sudah semakin berkembang. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai software yang legal menjadi masalah utama terlebih dalam dunia pendidikan dan industri kreatif. Pemanfaatan 3D sebagai salah satu media dalam perkembangan teknologi yang sudah semakin luas dalam segala bidang khususnya dalam dunia arsitektur dan pemanfaatannya. Berdasarkan masalah tersebut, dirancang sebuah media pembelajaran mengenai 3D Arsitektural dengan Open Source menggunakan metode Screencast. Metode yang digunakan dalam perancangan adalah metode Prototype dimana pengembang akan selalu membuat dan memperbaiki sebuah perangkat lunak serta mengujinya sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan analisis kebutuhan pengguna aplikasi akan software yang dibangun. Aplikasi media pembelajaran berisi tentang vdieo 3D modelling arsitektur dengan software open source, mulai dari pengenalan software yang dipakai, modelling exterior dan modelling interior. Hasil dari pengujian yang telah dilakukan adalah aplikasi media pembelajaran ini membantu dalam mengenalkan mengenai 3D modelling menggunakan open source software. Kata kunci: media pembelajaran, multimedia, open source, 3d arsitektur, screencast. ________________________________________________________________________ 1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Desain Komunikasi Visual, Universitas Kristen Satya Wacana 2 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 7
1. Pendahuluan Pada perkembangan teknologi di era sekarang ini setiap orang sangat bergantung dengan teknologi. Mulai dari kebutuhan akan informasi, dalam pekerjaan, bahkan juga untuk sekedar menikmati hiburan. Kebutuhan akan software dan hardware pun sangat tinggi. Namun sayangnya, tingkat kebutuhan akan software ini banyak direkayasa oleh beberapa kalangan yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan pembajakan. Salah satu langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam mengatasi pembajakan yaitu selain dengan menggunakan software berlisensi, juga dengan memanfaatkan open source software pada kantor-kantor pemerintahan. Pemerintah resmi menyatakan menggalakkan penggunaan software terbuka melalui gerakan Indonesia Go Open Source (IGOS). Namun kurangnya media-media pembelajaran menjadi salah satu penyebab pandangan masyarakat akan open source menjadi sesuatu yang asing [1]. Dalam dunia pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir, sehingga pengetahuan akan penggunaan open source software akan sangat berpengaruh pada pola pikir masyarakat mengenai penggunaan software, juga mengurangi frekuensi pembajakan software. Selain itu penggunaan open source software dalam dunia pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mengembangkan kreatifitas para siswa dan mahasiswa. Seiring perkembangan teknologi tersebut, pemanfaatan 3D juga sangat berkembang dalam segala bidang seperti arsitektur, animasi, games dan masih banyak lagi. Penggunaan model 3D dalam arsitektur membawa lebih banyak pilihan, bahkan dalam tahap perencanaan. Adapun penelitian mengenai Perancangan Media Pembelajaran “3D Arsitektural dengan “Open Source” Menggunakan Metode Screencast”, adalah dengan maksud memberikan model pembelajaran berbasis open source dalam dunia pendidikan maupun industri kreatif. Pembelajaran tentang 3d modeling, khususnya di dalam negeri semakin berkembang. Aplikasi ditujukan untuk semua kalangan masyarakat secara umum yang ingin belajar mengenai 3D arsitektur dan open source software. Pengujuan aplikasi mengambil sample pada SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga, selain karena sudah mempelajari tentang 3D modelling, pengenalan mengenai open source software pada masyarakat paling baik jika dimulai pada masa pendidikan. 2. Tinjauan Pustaka Penelitian pertama diambil dari salah satu contoh penelitian tentang pemanfaatan 3d sebagai media yaitu “Visualisasi Gedung FTI UKSW Salatiga Berbasis 3D menggunakan 3DS Max dan Unity 3D”, dimana penelitian dengan memvisualisasikan gedung FTI UKSW bagi kalangan mahasiswa baru maupun pihak-pihak yang terkait agar dapat menyelusuri seluruh gedung secara visual dan interaktif, mengetahui tata letak ruang dan kondisi gedung [2]. Penelitian lainnya yaitu “Sistem Navigasi Gedung SMK Pancasila II Jatisrono Secara 3D (Dimensi) Dengan Blender”, adanya sistem panduan lokasi sekolah, membuat orang lebih mudah mengetahui informasi yang ada di sekolah tersebut dan dapat melihat kondisi sekolah secara 3D. Ketika datang ke sekolah, orang tidak akan kebingungan mencari lokasi Kantor Kepala Sekolah, Kantor Guru, Ruang Kelas, Mushola, tempat parkir, atau toilet. Aplikasi ini bertujuan untuk mempermudah orang awam dan siswa baru, sehingga dapat mempersingkat waktu dan tenaga untuk mencari ruangan yang dituju [3]. Multimedia merupakan peranti presentasi dan penjualan yang sangat efektif. Studi mengindasikan bahawa jika seseorang terstimulasi dengan audio, orang tersebut akan memiliki ingatan hingga 20 persen, dengan audiovisual tingkat ingatan mencapai 30 persen, dan dalam presentasi multimedia interaktif dimana seseorang benar-benar terlibat, tingkatan ingatan mencapai 60 persen. Multimedia interaktif yaitu ketika pengguna dapat 8
mengontrol apa dan kapan elemen-elemen tersebut (teks, seni, suara, animasi, dan video) akan dikirimkan [4]. Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Sedangkan pembelajaran adalah usaha guru untuk menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar. Media pembelajaran adalah sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan perhatian, dan kemampuan anak didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali [5]. Dengan demikian media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan informasi dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa dan pada akhirnya dapat menjadikan siswa melakukan kegiatan belajar. Obyek 3 dimensi (biasa disebut 3D) adalah sekumpulan titik-titik 3D (x,y,z) yang membentuk luasan-luasan (face) yang digabungkan menjadi satu kesatuan. Face adalah gabungan titik-titik yang membentuk luasan tertentu atau sering dinamakan dengan sisi. Obyek 3D memiliki besaran panjang, lebar dan tinggi, obyek 3D juga memiliki volume. Contoh dari obyek 3D adalah benda-benda yang ada di sekitar kita yang memiliki volume (kursi, bola, meja, dll). Perbedaannya dengan obyek 2D yang paling utama adalah obyek 2D hanya memiliki 2 besaran (panjang dan lebar), sedangkan obyek 3D memiliki 3 besaran (panjang, lebar dan tinggi). Dalam software 3D umumnya tiap-tiap objek memiliki sub-objek atau elemen-elemen yang membentuk dirinya. Elemen-elemen tersebut adalah vertex, edge, face. Menurut Lance Flavell, Modeling merupakan pembuatan model 3D dengan menggunakan sumbu (x, y dan z), pembuatan modeling dibagi menjadi 2, yaitu Primitive modeling, adalah modeling yang dibuat dari objek primitive yang sudah tersedia atau modeling yang sudah menjadi suatu bangun ruang. Model dengan cara primitive bisa dilakukan dengan vertex, edge, spline dan polygon. Objek primitive tersebut seperti plane, cube, circle dan lain-lain. Nurbs modeling, modeling yang dibuat dari perhitungan matematika. Pembuatan modeling kebanyakan mengunakan object primitive dengan meng-edit titik-titik pembentuk bangun ruang untuk dijadikan sebuah obyek baru [6]. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian arsitektur adalah seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi bangunan, jembatan, dsb; metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan. Dalam pengertian yang sama, Ilmu arsitektur merupakan ilmu seni merancang bangunan baik eksterior maupun interior. Ilmu ini terus berkembang mengikuti jaman dan teknologi [7]. Pengertian interior adalah bagian dalam dari gedung; tatanan perabot (hiasan, dll) di dalam ruang atau gedung. Sedangkan pengertian desain interior adalah karya arsitek yang khusus menyangkut bagian dalam dari suatu bangunan, yang bentuk-bentuknya sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi dan proses perancangannya selalu dipengaruhi oleh unsur-unsur geografi setempat dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang diwujudkan dalam gaya-gaya kontemporer [8]. Exterior adalah ruang luar bangunan. Exterior lebih pada tatanan bentuk, fasade (bagian muka atau depan bangunan) dan kulit bangunan (material dan warna). Oleh karena itu, ekspresi pada desain eksterior bangunan lebih pada tatanan bentuk, fasade, dan kulit bangunan (material dan warna) [9]. FOSS (Free Open Soure Software) adalah dua istilah yang maksudnya sama, yakni program yang tidak perlu biaya izin (free atau bebas) penggunaan dan kode sumbernya tidak dirahasiakan (Open atau tersedia) sehingga cara kerjanya dapat dipelajari, lalu dikembangkan, dan disebarluaskan. Contohnya Linux, Open Office, GIMP, Inkscape, Blender dll. Open Source tidak hanya bermakna kebebasan akses kes source code saja. Open source juga merupakan sebuah komunitas yang kuat yang terdiri dari individu-individu yang lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan umum 9
dibandingkan dirinya sendiri, seperangkat aturan lisensi software. Open source bukan berarti tanpa lisensi, sebab ini berkaitan dengan hukum agar open source dapat menjadi legal di mata hukum, diperlukan aturan lisensi open source. Sebuah model pengembangan software secara kolaboratif. Setiap orang dapat ikut berpartisipasi dalam mengembangkan software. Sebagai katalis yang membangkitkan bisnis dan model bisnis yang belum pernah ada sebelumnya. Tidak ada bisnis dalam open source itu sendiri karena hanyalah alat. Namun, open source dapat digunakan untuk menjalankan bisnis dengan lebih efisien atau mengembangkan model bisnis baru disekitar pemanfaatan open source. Free software merujuk pada kebebasan pengguna untuk menjalankan, menyalin atau memperbanyak, mendistribusikan, mempelajari, mengubah dan mengembangkan software [1]. Screencast atau Screen Capture adalah rekaman digital yang didapat dari aktifitas layar monitor komputer, juga dikenal sebagai video screen capture, dan biasanya dilengkapi dengan narasi audio. Screencast bisa digunakan untuk membuat sebuah tutorial, yang memungkinkan dalam menjelaskan langkah demi langkah sesui dengan aktifitas yang berjalan pada layar monitor dengan narasi audio untuk memperjelas instruksi pada tutorial tersebut. Pemanfaatan screencast selain pembuatan tutorial adalah: Commercial demo, sebuah commercial demo ditujukan untuk membuat target audience mengetahui dengan baik produk yang dikenalkan. Tutorial menggunakan screencast yang paling banyak ditemukan adalah untuk menjembatani suatu tutorial agar dapat dimengerti dengan baik. Audience atau penonton dapat mengerti dengan baik semua langkah dalam tutorial dengan jelas. Screencast juga bermanfaat untuk beberapa aktivitas seperti instructional movies, software reviews, ataupun juga untuk reporting bugs pada programprogram tertentu [10]. 3. Metode dan Perancangan Media Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode Linear Strategy. Linear strategy atau strategi garus lurus ini merupakan urutan logis atau pada tahapan rancangan yang sederhana dan relatif sudah dipahami komponennya. Strategi ini sesui untuk tipe perencanaan yang telah berulangkali dilaksanakan. Suatu tahap dimulai setelah tahap sebelumnya diselesaikan, demikian seterusnya [11]. Dapat dilihat pada Gambar 1.
Identifikasi masalah
Perancangan
Analisis Data
Pengujian
Gambar 1 metode Linear Strategy [11].
Tahapan yang digunakan dalam penelitian yaitu tahap pertama Identifikasi masalah, Analisis data, perancangan, Hasil perancangan dan Pengujian. Tahap pertama yaitu Identifikasi masalah. Identifikasi dilakukan dengan dua cara, pertama dilakukan secara sekunder, yaitu data yang diangkat dalam penelitian diambil melalui berbagai media, seperti internet, televisi dan media cetak. Kedua, pengumpulan data secara primer, melakukan wawancara dengan pakar yang bergerak dalam pengembangan Open Source (komunitas Blender Indonesia) untuk dapat memperkuat data dari masalah yang ada. Dari hasil wawancara di dapatkan bahwa: 1) tanpa disadari penggunaan software bajakan sudah menjadi kurikulum dalam dunia pendidikan, 2) kurangnya media pembelajaran mengenai open source, 3) pemanfaatan teknologi 3D yang tidak diimbangi dengan sumberdaya manusia yang paham untuk memiliki software yang legal, 4) kurangnya pemahaman mengenai 3D arsitektural dalam pengembangan proyek 3D seperti filem animasi, games, dll. 10
Tahap kedua yaitu Analisis Data. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan untuk menjawab masalah yang ada yaitu: mendefinisikan batasan dan sasaran, mendefinisikan masalah yang ada, mendefinisikan penyebab masalah dan titik keputusan, mendefinisikan pengguna aplikasi dan memilih prioritas penanganan. Tahap ketiga Perancangan media. Metode perancangan media yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode prototype. Proses utama dari metode ini yaitu listen to customer, build/revise mock-up dan customer test-drives mock-up [12]. Dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Metode Prototype [12].
Langkah pertama dalam pengembangan sistem ini adalah listen to customer. Dimana salah satunya adalah pengumpulan data melalui wawancara dengan pendiri komunitas Blender Indonesia. Hal ini diperutukan untuk menganalisa kebutuhan yang disesuaikan dengan kebutuhan user dari pengembangan sistem nantinya. Dalam wawancara tersebut beliau mengatakan bahwa diperlukan media pembelajaran tentang pengembangan 3d menggunakan open source software. Visualisasi 3d arsitektur dengan menggunakan Blender selain mengubah cara lama dalam merancang arsitektur dari sekedar sketsa atau gambar menjadi model 3d dimana dapat melakukan perbaikan atau perubahan model dengan cepat tanpa harus mengulang proses pembuatan [13]. Langkah selanjutnya adalah melakukan prototyping aplikasi (Build/Revise MockUp). Pada tahap ini dilakukan pembangunan prototyping dengan membuat perancangan aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan user. Pembuatan video basic modeling, modeling exterior, dan modeling interior menggunakan kazam screencaster sebagai salah satu software open source yang digunakan untuk merekam aktifitas pada layar monitor bersama dengan audio (screencast) selama pembuatan video, baik dalam pengerjaan Basic, Modeling exterior, maupun Modeling interior. Basic modeling berisikan tentang video pengenalan operating system, program yang dipakai dalam modeling arsitektur, pengenalan interface program (Blender), perpindahan object 3d, pengolahan dasar object, dilanjutkan pengenalan cycles render. Dalam tahapan modeling exterior pengguna aplikasi akan mempelajari video tentang modeling object yang ada dalam sebuah scene atau konsep exterior, material, texture object, environment setting, dan bagaimana menggunakan lighting exterior. Modeling interior juga berupa video tentang modeling interior dimana user dapat mempelajari tentang modeling object, material, texture, bagaimana menggunakan lighting untuk interior, dan rendering. Dalam perancangan video diperlukan treatment, sebagai alur pembuatan media. Treatment merupakan uraian secara singkat dari sebuah skenario yang nantinya akan 11
dikerjakan. Treatment tersusun kedalam beberapa tahap atau segment seperti segment Basic, segment Modeling Exterior, segment Modeling Interior. Treatment sebagai kerangka lengkap dalam tahapan pembutan media selama proses screencast pada proses modeling yang terbagi dalam beberapa segment. Scene 1, (Fullscreen), Basic Modeling. Pengenalan operating system yang dipakai, program yang dipakai dalam modeling arsitektur, dan pengenalan interface program (Blender). Perpindahan object 3d, pengolahan dasar object. Scene 2, (Fullscreen), Exterior Modeling. Menempatkan sketsa kedalam program (Blender), modelling bedasarkan sketsa, menambahkan fungsi modiffier pada model 3d sesuai dengan bentuk dan konsep model. Pemberian material pada object 3d. Light setting, world setting, pengaturan posisi kamera dan resolution kamera, pengaturan pada cycles render, dan fungsi Sampling. Scene 3, (Fullscreen), Interior Modleing. Menempatkan sketsa kedalam program (blender), modeling bedasarkan sketsa, menambahkan fungsi modiffier pada model 3d sesuai dengan keperluan. Pemberian material pada object 3d, fungsi UV mapping dalam pemetaan texture, pemanfaatan UV atau Image Editor dalam pemberian texture pada object 3d. Light setting, world setting, pengaturan posisi kamera dan resolution kamera, pengaturan pada cycles render, dan fungsi Sampling. Proses pembuatan video pembelajaran dengan menggunakan Kazam screencaster sebagai salah satu software open source yang digunakan untuk merekam aktifitas pada layar monitor bersama dengan audio selama pembuatan video, baik dalam pengerjaan Basic, Modeling Exterior, maupun Modeling Interior. Teknik modelling 3D yang digunakan dalam modelling Exterior dan Interior menggunakan teknik Primitive Modelling, dimana model 3D yang dibuat menggunakan object dasar yang sudah ada seperti plane, cube, cylinder dan lain-lain [6] yang kemudian diolah menjadi object yang diinginkan. Sedangkan konsep yang dipakai dalam modelling exterior menggunakan low poly modelling, selain mudah untuk diikuti penggunaan low polly sangat cocok untuk dijadikan contoh pembelajaran bagi user yang baru dalam modelling 3D. Pada modelling interior, sudah menggabungkan object yang sederhana dan kompleks dengan menggunakan modifier seperti subdivision surface untuk mendapatkan detail object sesuai. Media yang berupa video dikemas dalam sebuah sistem aplikasi. Dalam perancangan sistem dijelaskan alur kerja aplikasi dengan menggunakan flowchart. User akan mendapat tampilan Menu pada saat menjalankan aplikasi, pada Menu akan memandu user untuk masuk ke menu Basic yang berisi mengenai pengenalan interface dan basic modelling pada Blender. Pada menu Exterior, berisi tentang video yang menjelaskan mengenai modelling exterior. Menu Interior berisikan video mengenai modelling interior, dan menu Info yang berisikan informasi aplikasi, tentang komunitas, dan link forum Blender Indonesia. Setelah mempelajari, user dapat kembali ke Menu utama atau mengakhiri program. Flowchart perancangan sistem dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Gambar 4 Flowchart perancangan sistem aplikasi media pembelajaran
Selanjutnya adalah perancangan antarmuka atau interface. Antarmuka atau interface merupakan jembatan antara aplikasi dengan pengguna. Maka dari itu, diperlukan perancangan yang baik agar aplikasi dapat digunakan dengan mudah dan nyaman. Langkah pertama dalam pembuatan desain antarmuka adalah membuat rancangan tampilan menggunakan software pengolah grafis. Menu pada aplikasi dibagi menjadi empat bagian diantaranya Basic, Exterior, Interior dan Info. Pembagian berdasarkan materi dan konsepnya. Rancangan tampilan antarmuka halaman menu utama dapat dilihat pada Gambar 5.
info
Gambar 5 perancangan user interface untuk menu utama
Pada menu Basic, Exterior dan Interior berisikan video pembelajaran dengan interface yang sama. Interface terdiri dari tampilan video pembelajaran, tombol navigasi 13
video dan tombol kembali ke menu utama. Perancangan interface dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 desain interface pada halaman Basic, Exterior dan Interior
Pada tahap Customer Test-Drives Mock-Up, melakukan evaluasi dengan pendiri komunitas Blender Indonesia. Dilakukan evaluasi prototyping yang bertujuan untuk mengetahui apa saja yang masih menjadi kekurangan dari aplikasi yang dibuat. Dari hasil evaluasi, dilakukan perubahan untuk desain interface khususnya pada Exterior dan Interior untuk ditambahkan daftar Shortcut keys untuk membantu memudahkan user dalam mengikuti proses modeling pada video. Perancangan tampilan setelah melakukan evaluasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 perancangan user interface Exterior dan Interior setelah evaluasi
Proses pembuatan desain interface aplikasi untuk menu utama dengan proses desain menggunakan software Inkscape. Desain dibuat dengan konsep yang sederhana dan tidak terlalu banyak menggunakan icon, menggunakan warna background abu-abu dengan logo Blender (transparent) dan desain button yang lebih berwarna memudahkan user untuk fokus pada pilihan yang sudah disediakan. Tipe huruf yang dipakai yaitu Impact dan Arial. Alasan pemilihan tipe huruf Impact dan Arial, karena tipe huruf tersebut mudah dibaca (readibility), dapat dipakai dalam keadaan formal atau informal, dan masing-masing karakter hurufnya mudah dibedakan satu dengan yang lain (legibility). dapat dilihat pada Gambar 8.
14
Gambar 8 desain interface dengan mengunakan Inkscape.
Penggunaan warna pada aplikasi dengan memilih warna background abu-abu dan lebih memfokuskan pada button yang lebih berwarna, agar user dapat mudah memahami dan membedakan mana yang bersifat link atau fungsi. Warna dominan dengan warna abuabu dan orange merupakan warna ciri khas dari Blender. Selain shortcut list, pada tiap video baik Basic, Exterior dan Interior juga terdapat petunjuk berupa aktifitas mouse dan keyboard pada bagian pojok bawah video agar user dapat mengikuti setiap langkah demi langkah dalam modelling, zoom-in digunakan dalam video guna mengarahkan fokus user dan juga memperjelas menu yang di-klik. Petunjuk dalam video dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 panduan aktifitas mouse, keyboard dan zoom-in video.
4. Hasil Perancangan Pada saat user pertama kali menjalankan aplikasi, akan muncul halaman pembuka yang berisikan judul aplikasi dan gambar-gambar mengenai Arsitektur Modeling yang akan dikerjakan. Untuk masuk pada menu utama user dapat mengunakan klik. Hasil dari perancangan halaman pembuka dapat dilihat pada Gambar 10. 15
Gambar 10 Halaman pertama sebelum masuk ke menu utama.
Setelah masuk dari halaman pertama, user langsung mendapatkan halaman menu utama yang berisikan beberapa menu seperti Basic, Exterior, Interior dan Info. Pada bagian bawah halaman terdapat button exit untuk mengakhiri atau keluar dari aplikasi. Dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 menu utama. Basic, Exterior, Interior dan Info.
Pada menu Basic ditampilkan video yang berisi tentang dasar-dasar modelling untuk Blender, mulai dari kebutuhan software dan hardware untuk menjalankan program Blender, mendownload program Blender, pengenalan fungsi-fungsi yang akan digunakan dalam modelling arsitektural, dasar-dasar dalam modelling, dan pengemalan penggunaan cycles render engine, tujuan dari menu Basic yang berisikan video pengenalan dan dasardasar yang akan digunakan dalam video berikutnya. User interface dari menu Basic dapat dilihat pada Gambar 12.
16
Gambar 12 interface halaman Basic
User dapat menggunakan fungsi fullscreen pada video untuk dapat mengikuti instruksi dengan lebih jelas. Pada halaman ini terdapat button back atau kembali untuk kembali ke menu utama pada bagian bawah. Menu Exterior berisikan video pembelajaran mengenai proses modelling yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model bangunan dari sebuah perencanaan atau sketsa. Pada video exterior lebih memberikan kepada user bagaimana mengolah object dari object primitive menjadi object yang diinginkan sebagai pengembangan dari materi pada video Basic. Interface untuk halaman Exterior tidak jauh berbeda dengan interface pada halaman Basic. Terdapat schortcut list pada halaman Exterior yang akan membantu user dalam mengikuti instruksi pada video, dikarenakan terdapat banyak shortcut yang digunakan sehingga perlunya daftar shortcut pada halaman Exterior maupun Interior. Interface untuk video modelling Exterior dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 userinterface untuk halaman modelling exterior.
Untuk inteface pada video modelling Interior sama seperti inteface pada halaman Exterior, dimana terdapat shortcut list, tampilan video modelling Interior dan button untuk kembali pada halaman menu utama yang dapat dilihat pada Gambar 14.
17
Gambar 14 inteface pada video modeling Interior
Video modelling Interior mulai dari penyiapan model yang akan dibuat, kemudian mulai dengan proses modelling, material dan texture, pengaturan pencahayaan atau lighting, dan rendering dengan Blender cycles render. Pengujian responden bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan client terhadap perancangan media pembelajaran 3D Arsitektur Modelling menggunakan Blender. Aplikasi ditujukan untuk semua kalangan masyarakat secara umum yang ingin belajar mengenai 3D arsitektur dan open source software. Pengujuan aplikasi mengambil sample pada SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga, selain karena sudah mempelajari tentang 3D modelling, pengenalan mengenai open source software pada masyarakat paling baik jika dimulai pada masa pendidikan [1]. Pengujian aplikasi terbagi menjadi tiga tahap, pertama pengujian kepada ketua komunitas Blender Indonesia, pengujian kepada guru multimedia SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga dan siswa-siswi SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga. Pengujian pertama dilakukan wawancara dengan pendiri komunitas Blender Indonesia untuk mengetahui sejauh mana hasil perancangan media, melalui pengujian ini diperoleh hasil antara lain: a) Desain aplikasi sudah sangat sederhana dengan pemilihan warna yang kontras pada background dan menu, sudah menggunakan huruf yang mudah dibaca dan dipahami, dan menu-menu dalam aplikasi yang sudah sangat mudah dipahami. b) Video dan audio sudah bisa menjelaskan tentang modelling arsitektur, disarankan untuk dikembangkan mengenai modelling karakter dan animasi. c) Pemanfaatan aplikasi sebagai kemasan untuk belajar 3D arsitektural modelling sangat memudahkan user untuk belajar. d) Materi dalam media pembelajaran mudah dipahami, disarankan agar kedepannya ditambahkan mengenai cloth simulation, fluid simulation dan wind simulation. Pengujian lain yaitu wawancara langsung kepada guru multimedia di SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga, diperoleh hasil sebagai berikut: a) Aplikasi yang menarik dan mudah untuk dimengerti. b) Media pembelajaran sangat membantu dalam mempelajari 3D arsitektural dengan open source tanpa harus menggunakan software berlisensi. c) Media pembelajaran sudah sangat mudah untuk diikuti dan dapat dipelajari kapan saja tanpa terbatas waktu. Pengujian dengan menggunakan skala likert empat pilihan jawaban, dengan menghilangkan pilihan jawaban yang bersifat netral agar user atau target memilih salah satu kubu jawaban [14]. Target pengujian adalah siswa-siswi SMK Telekomunikasi Tunas Harapan Salatiga karena kurikulumnya yang sudah mengajarkan 3D sejak kelas 1. 18
Pengujian dilakukan dengan memberikan aplikasi kepada client untuk langsung mencobanya, setelah mencoba aplikasi, responden diminta untuk menjawab angket yang diberikan. Pengujian aplikasi dengan 30 responden diperoleh hasil jawaban kuesioner yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 merupakan jumlah jawaban responden dari pertanyaan kuesioner satu. Pada tabel ini responden diberi pertanyaan umum mengenai pemahaman mengenai pemanfaatan Open Source Software dan penggunaan Blender untuk modelling arsitektural, dengan pilihan Sangat setuju, Setuju, Tidak setuju, Sangat tidak setuju, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa dominan jawaban responden adalah C dan D. Tabel 1. Jumlah jawaban responden kuesioner 1
No.
Pernyataan
Jawaban A B 2 6
Total C 14
D 8
30
1
Saya tahu tentang open source software.
2
Saya mengetahui tentang software Blender 3D.
1
3
7
19
30
3
Saya tahu tentang bagaimana menggunakan software Blender 3D. Saya tahu tentang 3d arsitektur modelling.
0
1
1
28
30
6
11
9
4
30
4
Total 9 21 31 59 120 Persentase jawaban responden kuesioner satu dari Tabel 1 diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Tk = x 100 % Keterangan : Tk : Total keseluruhan jawaban (dalam bentuk %) Tj : Total responden yang menjawab Tr : Total responden Ts : Total soal Perhitungan persentase jawaban responden kuesioner satu dari Tabel 1 sebagai berikut : 1. Perolehan jawaban A : Tk = x 100 % = 7,5% 2. Perolehan jawaban B : Tk = x 100 % = 17,5% 3. Perolehan jawaban C : Tk = x 100 % = 25,83% 4. Perolehan jawaban D : Tk = x 100 % = 49,16% Hasil yang diperoleh dari Tabel 1 kemudian direpresentasikan kedalam bentuk diagram. Diagram pada Gambar 1 merupakan persentase nilai kuesioner awal sebelum responden mencoba aplikasi, dapat dilihat pada Gambar 15. 19
Kuesioner 1 7% Jawaban A
18%
Jawaban B
49%
Jawaban C Jawaban D
26%
Gambar 15. Diagram jumlah jawaban kuesioner 1.
Persentase yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian dikategorikan menjadi menjadi dua kategori. Kategori satu gabungan jawaban A dan jawaban B, yang menunjukkan bahwa reponden tahu mengenai Open Source, Blender 3D dan modelling arsitektural, sedangkan kategori kedua merupakan gabungan jawaban C dan D yang menandakan bahwa responden tidak mengetahui mengenai Open Source, Blender 3D dan modelling arsitektural, dengan perhitungan sebagai berikut : Jawaban A + Jawaban B 7,5% + 17,5% = 25,01% Jawaban C + Jawaban D 25,83% + 49,16% = 74,99% Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut menunjukan bahwa 74,99% responden masih kurang mengerti mengenai Open Source, Blender 3D dan modelling arsitektural, sedangkan 25,01% responden sudah mengerti mengenai Open Source, Blender 3D dan modelling arsitektural. Berikutnya Tabel 2 merupakan tabel jumlah jawaban responden dari kuesioner kedua. Kuesioner kedua ini berisi pertanyaan tentang pemahaman responden setelah mengunakan aplikasi 3D Arsitektural Modelling. Pada soal nomor 1-4 digunakan untuk mengukur pemahaman user mengenai software open source dan materi pada aplikasi mengenai modelling dengan blender, soal nomor 5-10 mengukur apakah media sudah dapat membatu dalam belajar 3d modelling dan kualitas aplikasi. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa dominan jawaban responden adalah A dan B. Dengan pilihan Sangat setuju, Setuju, Tidak setuju, Sangat tidak setuju. Dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah jawaban responden kuesioner 2
No. 1 2 3
4
Pernyataan Saya tahu tentang open source software. Saya mengetahui tentang software Blender 3D. Saya tahu tentang bagaimana menggunakan software Blender 3D. Saya tahu tentang 3d
Jawaban A B 12 17
20
Total C 1
D 0
30
9
21
0
0
30
14
10
5
1
30
14
12
4
0
30
5
6
arsitektur modelling. Kualitas Aplikasi Aplikasi sudah membantu 14 13 dalam memahami 3d arsitektur modelling. Warna dan tampilan 12 18 aplikasi menarik.
7
Aplikasi mudah digunakan dan dimengerti. 8 Video sudah dapat menjelaskan tentang 3d arsitektur modelling. 9 Audio dalam aplikasi sudah jelas. 10 Saya mengetahui informasi yang jelas tentang 3d arsitektur modelling dari aplikasi tersebut. TOTAL KESELURUHAN
3
0
30
0
0
30
21
9
0
0
30
18
11
1
0
30
14
13
2
1
30
16
11
3
144
135
19
30
2
300
Dengan mengunakan metode perhitungan yang sama seperti kuesioner satu, persentase jawaban responden kuesioner 2 dari Tabel 2 diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Perolehan jawaban A : Tk = x 100 % = 48% 2. Perolehan jawaban B : Tk = x 100 % = 45% 3. Perolehan jawaban C : Tk = x 100 % = 6,33% 4. Perolehan jawaban D : Tk = x 100 % = 0,67% Hasil dari Tabel 2 akan direpresentasikan dalam bentuk diagram dengan rumus perhitungan yang sama pada kuesioner satu. Diagram hasil jawaban kuesioner dua dapat dilihat pada Gambar 16.
21
Kuesioner 2 1% 6% Jawaban A 48%
Jawaban B Jawaban C
45%
Jawaban D
Gambar 16 Diagram jumlah jawaban kuesioner 2
Persentase yang diperoleh dari perhitungan diatas kemudian dikategorikan menjadi menjadi dua kategori. Kategori satu gabungan jawaban A dan jawaban B, yang menunjukkan bahwa reponden paham dalam mengunakan aplikasi, sedangkan kategori kedua merupakan gabungan jawaban C dan D yang menandakan bahwa responden tidak memahami aplikasi, dengan perhitungan sebagai berikut : Jawaban A + Jawaban B 48% + 45% = 93% Jawaban C + Jawaban D 6,33% + 0.67% = 7% Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa 7% responden masih kurang mengerti mengenai penggunaan aplikasi, sedangkan 93% responden sudah. 5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Perancangan Media Pembelajaran “3D Arsitektural dengan Open Source” menggunakan Metode Screencast melalui aplikasi 3D Modelling Arsitektur dapat memberikan informasi secara lebih menarik dan mudah digunakan. Metode Sreencast sangat membantu dan mudah pengunaannya dalam pembuatan media serupa untuk pengembangan aplikasi berikutnya. Saran yang disampaikan untuk perkembangan aplikasi 3D Modelling Arsitektur adalah dalam pembuatannya ditambahkan bagaimana membuat model 3d untuk tanaman seperti pohon, bunga dan rumput.
22
6. Daftar Pustaka [1] Nugroho, Amin Rois Sinung. 2009. Berbisnis Software Gratis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [2] Fitriana D.H.S, Margarita. 2012, Visualisasi Gedung FTI UKSW Salatiga Berbasis 3D menggunakan 3DS Max dan Unity 3D, http://repository.uksw.edu/handle/123456789/2783, (diakses tanggal 14 Juni 2015). [3] Fiandika, Putra Aji.2012, Sistem Navigasi Gedung SMK Pancasila II Jatisrono Secara 3D (Dimensi) Dengan Blender, http://eprints.ums.ac.id/20618/, (diakses tanggal 20 februari 2014). [4] Vaughan, Tay. 2004. Multimedia: making It Work. Edisi keenam. Yogyakarta : Andi. [5] Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media [6] Wiyono, Robby Hartanto. 2010. Penggunaan Fitur Angular Invariant Untuk Registrasi Obyek 3D, http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12761Paper.pdf, (diakses pada tanggal 10 maret 2014) [7] Donald Watson, (2002), Time Shaver Standards For Architectural Design Data, New York: Mc Graw Hill Professional Book. [8] Cindy Coleman, (2002), Interior Design Handbook of Proffesional Practice, New York: Mc Graw Hill Professional Book. [9] Meta Riany, Irfan Afriandi, Hafiz R.H.A.F.P, Faliq Gharizi, (2013), kajian ekspresi bangunan eiger adventure store jl. Sumatera bandung ditinjau dari eksterior dan interior bangunan, Jurnal Reka Karsa, No.2, Vol.1: 3. http://jurnalonline.itenas.ac.id/index.php/rekakarsa/article/view/271/336, (diakses tanggal 12 Maret 2014) [10] Talib, Haer. 2010. Panduan Praktis Menguasai Komputer. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. [11] Sarwono, Jonatan dan Hary Lubis. (2007). Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta : Andi Offset. [12] Pressman. R. S., 2005, Software Engineering - A Practitioner's Approach Sixth Edition, New York: Mcgraw-Hill. [13] Brito, Allan. 2010. Blender 3D2.49 Architecture, Buildings, and Scenery. Birmingham-Mumbai: Packt Publishing. [14] Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
23