Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERFORMANCE PRISM DI PT KANGSEN KENKO INDONESIA CABANG SURABAYA Welin Kusuma1, Patdono Suwignjo1, Iwan Vanany1 Program Pascasarjana Bidang Keahlian Manajemen Operasional Program Studi Teknik Industri – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email :
[email protected] 1
ABSTRAK Metode pengukuran kinerja Performance Prism digunakan untuk memperbaiki metode pengukuran kinerja pada PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dengan menggunakan sistem multilevel marketing yang sebelumnya menggunakan pengukuran kinerja berdasarkan ukuran finansial. Perancangan dan pengukuran kinerja dengan metode Performance Prism digunakan karena dapat merefleksikan kebutuhan dan keinginan dari setiap stakeholder yang diidentifikasikan dalam bentuk tujuan (objective). Pengukuran kinerja tersebut merupakan pengukuran yang terintegrasi, meliputi seluruh aspek perusahaan (stakeholder) yang menyangkut kepuasan stakeholder dan kontribusi stakeholder kepada perusahaan. Hasil perancangan pengukuran kinerja pada PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya dengan Performance Prism berupa 20 KPI meliputi 5 KPI pada perspektif konsumen, 5 KPI pada perspektif distributor, 3 KPI pada perspektif investor, 2 KPI pada perspektif supplier, 2 KPI pada perspektif karyawan, 1 KPI pada perspektif masyarakat, dan 2 KPI pada perspektif negara. Dari perhitungan pengukuran kinerja dengan menggunakan objective matrix diperoleh nilai kinerja perusahaan sebesar 7,132 dengan indeks produktivitas sebesar 1,3773. Kata kunci: sistem pengukuran kinerja, Performance Prism, multilevel marketing
PENDAHULUAN Perusahaan direct selling atau multilevel marketing di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan karena di masa mendatang pemasaran suatu produk tidak cukup hanya mengandalkan metode pemasaran konvensional tetapi juga dibutuhkan jaringan pemasaran yang cukup luas terlebih bila perusahaan ingin mendominasi pasar yang ada. PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya merupakan salah satu cabang dari PT Kangsen Kenko Indonesia yaitu salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dengan menggunakan sistem multilevel marketing yang berdiri pada bulan Januari 1999. PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya menggunakan sistem pengukuran kinerja berdasarkan ukuran finansial sehingga hasil pengukuran kinerja tidak menunjukkan gambaran yang sebenarnya dari kinerja perusahaan. Sekarang ini, pengukuran kinerja seharusnya tidak hanya dilakukan pada aspek finansial saja, tetapi juga secara keseluruhan dengan memperhatikan peranan stakeholder perusahaan.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
Terdapat beberapa metode pengukuran kinerja yang berkembang saat ini (Suwignjo, 2000). Selain Performance Prism, sistem pengukuran kinerja yang populer digunakan saat ini adalah Balance Scorecard (BSC) dan Integrated Performance Measurement System (IPMS). BSC mengidentitikasikan dan mengintegrasikan kinerja ke dalam 4 perspektif yang berbeda, yaitu: financial, customer, internal business process, dan innovation and learning (Kaplan and Norton, 1996). Sedangkan IPMS merupakan sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi yang mengidentifikasi stakeholder requirement dan tujuan perusahaan (Bititci, 1997). Dalam usaha memperbaiki sistem pengukuran kinerja pada PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya maka diperlukan perancangan dan pengukuran kinerja yang tepat yang dapat merefleksikan kebutuhan dan keinginan dari setiap stakeholder yang diidentifikasikan dalam bentuk tujuan (objective). Pengukuran kinerja yang baik haruslah merupakan pengukuran yang terintegrasi, meliputi seluruh aspek perusahaan (stakeholder) dan dapat memberikan kepuasan kepada stakeholder yang akan meningkatkan kontribusi stakeholder kepada perusahaan dalam jangka panjang. (Neely and Adams, 2000a) Untuk mengatasi hal ini, digunakan suatu pengukuran kinerja yang mengedepankan pentingnya menyelaraskan aspek perusahaan (stakeholder) secara keseluruhan ke dalam suatu framework pengukuran yang strategis. Stakeholder ini meliputi investor, customer, tenaga kerja, supplier, dan masyarakat. Konsep pengukuran kinerja ini dikenal dengan istilah Performance Prism. Performance Prism merupakan salah satu pengukuran kinerja yang mempunyai lima sisi (facets) yang membentuk framework tiga dimensi berupa prisma segitiga. Sisi atas dan bawah merupakan stakeholder satisfaction dan stakeholder contribution. Sedangkan tiga sisi yang lain adalah strategies, processes, dan capabilities. (Neely and Adams, 2000b). Performance Prism memberikan pengukuran yang komprehensif dan sudut pandang yang luas, sehingga memberikan gambaran yang realistis mengenai penentu kesuksesan bisnis. Selain itu, Performance Prism tidak hanya mengukur hasil akhir, tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir. Dengan demikian, pengukuran kinerja dapat memberikan gambaran yang jelas dan nyata tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya. (Neely and Adams, 2000c) Pada penelitian ini akan diterapkan konsep Performance Prism tersebut untuk sistem pengukuran kinerja PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya. Pemilihan model sistem pengukuran kinerja PT Kangsen Kenko Cabang Surabaya memperhatikan karakteristik model yang satu dengan lain dan memperhatikan tujuan/keinginan perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dari penelitian ini, model Performance Prism tepat untuk digunakan pada PT Kangsen Kenko Cabang Surabaya dibanding model Balanced Scorecard dan Integrated Performance Measurement System (IPMS). Performance Prism bila dibandingkan dengan Balanced Scorecard maka Performance Prism diawali dengan melakukan pengidentifikasian terhadap kepuasan stakeholder dan kontribusi stakeholder (stakeholder satisfaction and stakeholder contribution) yang dijadikan sebagai dasar untuk membangun strategi perusahaan. Selain itu Performance Prism juga mengidentifikasi stakeholder dari banyak pihak yang berkepentingan, seperti pemilik dan investor, distributor, supplier, konsumen, tenaga kerja, pemerintah dan masyarakat sekitar, sedangkan Balanced Scorecard mengidentifikasikan stakeholder berfokus pada sisi konsumen saja.
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
Performance Prism bila dibandingkan dengan Integrated Performance Measurement System (IPMS) adalah Key Performance Indicator (KPI) yang diidentifikasikan terdiri dari KPI strategi, KPI proses, dan KPI kapabilitas yang merupakan hasil dari identifikasi terhadap stakeholder requirements serta tujuan perusahaan, sedangkan IPMS langsung mengidentifikasikan KPI-nya berdasarkan stakeholder requirements serta tujuan perusahaan, tanpa memandang mana yang merupakan strategi, proses, dan kapabilitas perusahaan. Selain itu Performance Prism merupakan metode pengukuran kinerja yang mengakomodasi kemampuan Balance Scorecard yang dibangun dari strategi dan Integrated Performance Measurement System (IPMS) yang dibangun dari stakeholder requirement dan tujuan perusahaan. Balance Scorecard masih kurang terintegrasi karena melakukan identifikasi KPI dari strategi sehingga terdapat KPI yang berasal dari stakeholder requirement yang tidak ikut menjadi KPI perusahaan. Sedangkan IPMS lebih condong pada stakeholder requirement dan tujuan perusahaan sehingga terdapat beberapa KPI yang diidentifkasi terlalu luas dan terdapat beberapa KPI yang sulit untuk dijalankan karena tidak sesuai dengan strategi, proses dan kapabilitas perusahaan untuk melaksanakan KPI tersebut. Di sisi lain ada keinginan dari obyek penelitian, agar sistem pengukuran kinerja juga memperhatikan aspek kepuasan stakeholder. Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dengan sistem multilevel marketing memenuhi kepuasan stakeholder adalah suatu keharusan bagi bisnis ini. Didasarkan atas hal ini, maka perancangan dan implementasi sistem pengukuran kinerja pada PT Kangsen Kenko Cabang Surabaya akan menggunakan Performance Prism. METODA Metode sistem pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Performance Prism. Tahapan dalam sistem pengukuran kinerja di PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya dengan Performance Prism adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasikan stakeholder satisfaction dan stakeholder contribution dari masing-masing stakeholder yang dimiliki oleh perusahaan. 2. Menetapkan tujuan (objective). 3. Menyesuaikan strategi, proses, dan kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan dalam memenuhi objective. 4. Mendefinisikan measures yang digunakan untuk pencapaian objective tersebut. 5. Mengecek (validasi) apakah ada measures yang konflik. 6. Melakukan spesifikasi masing-masing measures. 7. Melakukan pembobotan masing-masing kriteria dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). 8. Melakukan scoring system dengan Objective Matrix (OMAX). 9. Melakukan penilaian level tiap Key Performance Indicators (KPIs). 10. Melakukan analisis indikator pencapaian. Analisis untuk menilai indikator pencapaian (current) perusahaan secara keseluruhan, yaitu membandingkan indikator pencapaian perusahaan dengan nilai rata-rata. Rata-rata indikator pencapaian diperoleh dengan cara mencari indikator pencapaian ideal dan indikator pencapaian terburuk, kemudian dirata-ratakan. Indikator pencapaian (current) ideal dihitung dengan cara menjumlahkan semua nilai (value) ideal, dengan menggunakan asumsi bahwa level yang dicapai
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
oleh semua KPI adalah level tertinggi (level 10), kemudian mengalikan masingmasing level dengan bobot, sehingga didapatkan nilai (value) ideal. Sedangkan indikator pencapaian terburuk dihitung dengan cara menjumlahkan semua nilai (value) yang terburuk, dengan menggunakan asumsi bahwa level yang dicapai oleh semua KPI adalah level terendah (level 0), kemudian mengalikan masingmasing dengan bobot, sehingga didapatkan nilai (value) terburuk. HASIL Pengukuran kinerja PT Kangsen Kenko Indonesia Cabang Surabaya ini diasumsikan dengan menggunakan data kondisi awal tahun 2004 dan data kondisi sekarang tahun 2005. Pengumpulan data yang dilakukan terhadap data tahun 2002 – 2005 digunakan untuk sebagai perbandingan memperoleh data kondisi terburuk. Data pengukuran kinerja secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data Pengukuran Kinerja Key Performance Indicator (KPI)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jumlah komplain karena produk rusak Rata-rata prosentase kenaikan harga Jumlah komplain karena pelayanan tidak memuaskan Jumlah transaksi yang batal karena produk tidak tersedia Jumlah produk baru diluncurkan Rata-rata prosentase kenaikan keuntungan langsung Rasio bonus dan insentif distributor 3-15% terhadap total bonus Jumlah training dengan trainer berkualitas Rata-rata prosentase kenaikan point value produk Jumlah komplain karena informasi tidak tersedia atau salah Prosentase peningkatan profit perusahaan Prosentase penurunan biaya operasional perusahaan Prosentase peningkatan volume penjualan perusahaan Prosentase pembayaran ke supplier tepat waktu Prosentase peningkatan total pembelian produk Prosentase peningkatan tunjangan karyawan Prosentase peningkatan jumlah insentif uang kehadiran Jumlah komplain karena pelanggaran kode etik distributor Rasio jumlah pembayaran pajak terhadap total penjualan Jumlah keterlambatan pembayaran pajak
Kondisi Awal
Kondisi Sekarang
2004 4 20 4 30 0 0
2005 3 15 6 10 5 15
Kondisi Terburuk 2002 2005 11 30 13 45 0 0
10 4 0 11 32 5 22 90 20 5 0 3 16 1
17 12 18 3 27.5 11 24 94 25 20 15 1 18 0
8 3 0 23 17 5 20 90 15 0 0 6 15 2
Target
Satuan
0 15 0 0 5 20
kali % kali kali buah %
20 24 20 0 30 10 30 100 25 20 20 0 20 0
% kali % kali % % % % % % % kali % kali
Sumber: diolah Diskusi Berdasarkan perancangan metode dan alat pengukur kinerja dengan menggunakan konsep Performance Prism diperoleh Key Performance Indicators (KPIs), masing-masing KPI pada perspektif konsumen, KPI pada perspektif distributor, KPI pada perspektif investor, KPI pada perspektif supplier, KPI pada perspektif karyawan, KPI pada perspektif masyarakat, dan KPI pada perspektif
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
negara. Setelah dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), diperoleh hasil seperti pada Tabel 2. Tabel 2 Bobot setiap Key Performance Indicator No.
Key Performance Indicator (KPI)
Perspektif Konsumen 1 Jumlah komplain karena produk rusak 2 Rata-rata prosentase kenaikan harga 3 Jumlah komplain karena pelayanan tidak memuaskan 4 Jumlah transaksi yang batal karena produk tidak tersedia 5 Jumlah produk baru diluncurkan Perspektif Distributor 6 Rata-rata prosentase kenaikan keuntungan langsung 7 Rasio bonus dan insentif distributor 3-15% terhadap total bonus 8 Jumlah training dengan trainer berkualitas 9 Rata-rata prosentase kenaikan point value produk 10 Jumlah komplain karena informasi tidak tersedia atau salah Perspektif Investor 11 Prosentase peningkatan profit perusahaan 12 Prosentase penurunan biaya operasional perusahaan 13 Prosentase peningkatan volume penjualan perusahaan Perspektif Supplier 14 Prosentase pembayaran ke supplier tepat waktu 15 Prosentase peningkatan total pembelian produk Perspektif Karyawan 16 Prosentase peningkatan tunjangan karyawan 17 Prosentase peningkatan jumlah insentif uang kehadiran Perspektif Masyarakat 18 Jumlah komplain karena pelanggaran kode etik distributor Perspektif Negara 19 Rasio jumlah pembayaran pajak terhadap total penjualan 20 Jumlah keterlambatan pembayaran pajak Total
Bobot 0,163 0,082 0,036 0,035 0,021 0,149 0,090 0,030 0,023 0,017 0,078 0,039 0,020 0,039 0,020 0,068 0,034 0,033 0,012 0,012 1
Dari Tabel 2 diperoleh KPI yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan adalah KPI mengurangi jumlah komplain karena produk rusak dengan bobot sebesar 16,3% dan KPI meningkatkan keuntungan langsung dengan bobot sebesar 14,9%. Oleh karena sebagian besar KPI yang mempunyai bobot terbesar berada pada perspektif konsumen dan distributor, perusahaan haruslah lebih memperhatikan para konsumen dan distributor. Hal ini ditunjukkan dengan bobot yang dimiliki oleh perspektif konsumen dan distributor yang paling besar. Pengukuran kinerja dengan objective matrix (OMAX) memberikan hasil seperti pada Tabel 3.
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006 Tabel 3 Pengukuran Kinerja dengan Objective Matrix (OMAX)
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja yang telah dilakukan, dapat dilakukan penilaian level KPI sebagai berikut: 1. Indikator kinerja yang berada pada level 8-10 tergolong pada penilaian performansi yang baik, yang realisasinya hampir mendekati dan bahkan dapat mencapai target yang telah ditetapkan, meliputi: KPI 2: menekan kenaikan harga penjualan level 10 KPI 4: mempertahakan agar stok produk selalu tersedia level 8 KPI 5: meningkatkan variasi produk level 10 KPI 6: meningkatkan keuntungan langsung level 8 KPI 7: meningkatkan bonus dan insentif level 8 KPI 9: menurunkan nilai kewajiban penjualan minimum level 9 KPI 10: meningkatkan ketersediaan informasi level 8 KPI 12: menurunkan biaya operasional perusahaan level 10 KPI 15: meningkatkan total pembelian produk level 10 KPI 16: meningkatkan tunjangan karyawan level 10 KPI 17: meningkatkan jumlah insentif untuk uang kehadiran level 8 KPI 18: meningkatkan etika distributor dalam bekerja level 8 KPI 20: meningkatkan pembayaran pajak tepat waktu level 10 Indikator-indikator kinerja di atas tidak memerlukan perbaikan, tetapi hal ini bukan berarti tidak memerlukan pengawasan secara terus-menerus. Dengan adanya pengawasan secara terus-menerus, akan memudahkan pihak perusahaan untu mempertahankan kinerja indikator yang sudah baik tersebut dan bahkan meningkatkan pencapaian kinerja untuk masa mendatang. 2. Indikator kinerja yang berada pada level 4-7 tergolong pada penilaian performansi yang cukup, yang realisasinya belum mencapai target, meskipun nilainya sudah mendekati target yang telah ditetapkan, meliputi: KPI 1: mengurangi jumlah komplain karena produk rusak level 5 KPI 8: meningkatkan kualitas training level 6 KPI 14: meningkatkan pembayaran ke supplier tepat waktu level 6 KPI 19: meningkatkan jumlah pembayaran pajak level 7
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
Indikator-indikator kinerja di atas belum memerlukan perbaikan, tetapi pihak perusahaan harus berhati-hati karena dengan adanya berbagai kemungkinan yang dapat menyebabkan penurunan kinerja tersebut. 3. Indikator kinerja yang berada pada level 0-3 tergolong pada penilaian performansi jelek, yang realisasinya berada di bawah target yang telah ditetapkan oleh perusahaan, meliputi: KPI 3: meningkatkan pelayanan kepada konsumen level 2 KPI 11: meningkatkan profit perusahaan level 2 Indikator-indikator di atas memerlukan perbaikan, karena jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Performansi perusahaan telah berada dalam kondisi cukup karena nilai kinerja saat ini berjumlah 7,132 yang rata-rata mendekati level 7 (performansi cukup). Hasil tersebut dicapai karena didukung oleh adanya strategi yang mampu memberikan nilai (value) kepada stakeholder satisfaction. Hal ini berarti perusahaan telah memperhatikan para stakeholder demi kelangsungan hidup perusahaan. Hanya saja pelaksanaan strategi masih ada yang belum terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya beberapa KPI yang mempunyai level pencapaian terhadap target yang masih rendah, yang disebabkan karena pelaksanaan proses dan kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan kurang baik, sehingga tidak mendukung pencapaian tujuan strategis perusahaan, seperti kurangnya pelayanan kepada konsumen dan rendahnya peningkatan profit perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja dengan menggunakan Metode OMAX, dapat diketahui bahwa KPI meningkatkan keuntungan langsung mempunyai nilai kinerja (value) yang paling besar, yaitu sebesar 1,192. Hal ini disebabkan karena KPI telah mempunyai level baik dan kontribusi bobot yang terbesar dalam mempengaruhi kinerja perusahaan. Sedangkan KPI mempunyai nilai (value) yang paling kecil adalah KPI meningkatkan pelayanan kepada konsumen, yaitu sebesar 0,72. Hal ini disebabkan karena level KPI tersebut masih rendah dan kontribusi yang paling kecil terhadap kinerja perusahaan. Dari hasil penilaian level KPI, diketahui bawah terdapat KPI yang mempunyai level baik karena sudah hampir mendekati target dan bahkan dapat mencapai target, KPI mempunyai level cukup karena belum mencapai target, meskipun nilainya hampir mendekati target, dan KPI yang mempunyai level jelek karena realisasinya masih di bawah target yang telah ditetapkan. KPI yang berada pada level yang masih jelek harus diperbaiki, supaya dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Peningkatan level KPI akan menyebabkan peningkatan nilai kinerja (value) KPI tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan indikator pencapaian perusahaan. Indikator pencapaian perusahaan semakin besar berarti kinerja perusahaan semakin baik. Jikalau semua indikator kinerja dapat mencapai target yang telah ditetapkan, maka hal ini berarti tiap objective perusahaan telah terpenuhi, dan pada akhirnya perusahaan dapat memenuhi stakeholder satisfaction. Apabila stakeholder satisfaction terpenuhi, maka untuk masa mendatang, masing-masing stakeholder dapat memberikan timbal balik yang diharapkan oleh perusahaan, sehingga hal ini dapat memperlancar dan membantu meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
KESIMPULAN Secara keseluruhan kinerja perusahaan berada pada kondisi cukup baik, karena KPI yang mempunyai kontribusi yang besar dalam mempengaruhi kinerja perusahaan telah berada pada level performansi yang baik walaupun terdapat beberapa KPI yang masih berada pada level jelek. Kinerja perusahaan secara keseluruhan berada level cukup dan sudah mendekati level baik. Hal yang menunjukkan bahwa kinerja perusahaan telah cukup baik, yang dapat dilihat dari: 1. Rata-rata indikator pencapaian, yaitu sebesar 7,132, dapat dilihat bahwa tingkat pencapaian telah mendekati level 7 yang berarti merupakan tingkat performansi cukup baik. 2. Indeks produktivitas perusahaan sebesar 1,3773 yang berarti bahwa performansi perusahaan telah mengalami peningkatan sebesar 1,3773 kali jika dibandingkan dengan performansi pada periode sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Bititci, U.S., Carrie, A.S., McDevitt and Turner, T., (1997) Integrated Performance Measurement Systems: A Reference Model, Proceeding of IFIP-WG Working Conference, Ascona-Ticino-Switzerland. Kaplan, R.S and Norton, D.P., (1996) Translating Strategic into Action - The Balanced Scorecard, Harvard Business School Press, Boston, Massachussets. Neely, A.D., and Adams, C.A.(a), (2000) Perpectives on Performances: The Performance Prism, Centre for Business Performance, Cranfield School of Management, UK. Neely, A.D., and Adams, C.A.(b), (2000) The Performance prism Can Boost M & A Success, Centre for Business Performance, Cranfield School of Management, UK. Neely, A.D., and Adams, C.A.(c), (2000) The Performance Prism in Practice, Centre for Business Performance, Cranfield School of Management, UK. Suwignjo, P. (2000) Sistem Pengukuran Kinerja: Sejarah Perkembangan dan Agenda Penelitian ke Depan, Seminar Nasional Performance Measurement, 3031 Maret, Hotel Wisata Jakara.
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi III Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 2006
ISBN : 979-99735-1-1 A-29-9