PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PROTOTYPE INSTRUMEN KEKUATAN NAPAS UNTUK DIAGNOSIS PENDERITA ASMA Dini Putri Anggraini, Sumardi, Azmi Saleh Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Jember Jl. Slamet Ryadi No. 62, 68111, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Dewasa ini perkembangan teknologi elektronika semakin pesat, khususnya dalam bidang elektronika medika. Instrumen alat ukur kekuatan napas dapat digunakan untuk mengukur besarnya volume udara yang bisa dikeluarkan setelah inspirasi maksimal (FVC) dan besarnya volume udara pada detik pertama yang bisa dikeluarkan setelah inspirasi maksimal (FEV1), menggunakan sensor strain gauge dengan tipe MPX 5100. MPX 5100 merupakan sensor peka terhadap tekanan rendah, hanya dengan hembusan dan hirupan saja dapat mempengaruhi tegangan keluarannya. Keluaran sensor akan di kuatkan oleh penguatan non inverting yang selanjutnya akan diproses di dalam mikrokontroller ATMega 16 untuk proses pengambilan data FEV1 dan FVC. Input data dari mirokontroller dikirim ke PC menggunakan downloader, dan digunakan sebagai input program Borland Delphi 7 untuk memproses data FEV1/FVC% yang digunakan sebagai parameter untuk mendiagnosis asma. Selanjutnya hasil keluaran disimpan dalam database dan dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan spirometer yang terdapat di rumah sakit. Error persen maksimal FEV1/FVC % yang di dapat dari pengukuran instrumen kekuatan napas adalah sebesar 25,08%. Kata kunci : Asma, Borland Delphi 7, Database, FEV1/FVC%, MPX 5100
1.
PENDAHULUAN
Penyakit asma merupakan salah satu penyakit paruparu, dimana pada saluran udara pernapasannya mempunyai kepekaan yang sangat tinggi terhadap bahan-bahan allergen dan terhadap hal-hal lain yang bersifat irritans di udara. Tanpa pengolahan yang baik asma akan mengganggu kehidupan penderita dan akan cenderung mengalami peningkatan, sehingga dapat menimbulkan komplikasi dan kematian. Walaupun asma telah dikenal luas oleh masyarakat, namun kurang dipahami dengan semestinya. hingga timbul anggapan bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana, mudah diobati dan mengakibatkan kebiasaan untuk mengatasi gejala asma hanya terhadap gejala sesak napas dan mengi dengan pemakaian obat-obatan dan bukan mengelola asma secara lengkap. Selain itu, anggapan bahwa pemeriksaan tes kesehatan paru-paru adalah paradigma asing yang berkesan mahal pada kalangan masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat semakin enggan memeriksakan kesehatan paru dan cenderung mengabaikannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana merancang dan membuat prototype instrumen kekuatan napas untuk diagnosis penderita asma. Penelitian ini diharapkan mampu merancang dan membuat membuat prototype instrumen kekuatan napas untuk diagnosis
penderita asma dan menyimpannya dalam bentuk tampilan database pada komputer. Nantinya, hasil akhir dari penelitian ini akan dibandingkan dengan pengukuran dirumah sakit untuk mengetahui seberapa presisi instrumen. 1.1 Spirometer Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri. Hasil dari spirometri ditunjukkan oleh Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Spirogram
Gambar 1.1 adalah sebuah spirogram yang menunjukkan perubahan volume paru pada berbagai kondisi pernapasan. Untuk mempermudah pengertian ventilasi paru, maka udara dalam paru pada diagram spirometer dibagi menjadi empat volume dan empat kapasitas, berikut ini: a. Volume Paru Pada bagian kiri Gambar 1.1 dituliskan empat volume paru, bila semuanya dijumlahkan, sama dengan volume maksimal paru yang mengembang. Arti dari masing-masing volume ini adalah sebagai berikut : 1) Volume alun napas (V T ) adalah volume udara yang diinspirasikan atau diekspirasikan setiap kali bernapas normal. Besarnya kira-kira 500 mililiter pada rata-rata orang dewasa muda. 2) Volume cadangan inspirasi (IRV) adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasikan setelah dan diatas volume alun napas normal, dan biasanya mencapai 3000 mililiter. 3) Volume cadangan ekspirasi (ERV) adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasikan oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun napas normal, jumlah normalnya adalah sekitar 1100 mililiter. 4) Volume residu (RV) yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter. b.
Kapasitas Paru Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih volume diatas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru. Dibagian kanan pada Gambar 1.1 dituliskan berbagai kapasitas paru yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kapasitas inspirasi (IC) (1) IC = V T + IRV 2) Kapasitas residu fungsional (FRC)) FRC = ERV + RV (2) 3) Kapasitas vital (VC) VC = IRV + VT + ERV (3) 4) Kapasitas paru total (TLC) TLC = VC + RV (4) c.
Parameter Paru-paru Terdapat banyak parameter dari paru-paru, beberapa yang terpenting adalah sebagai berikut: 1) FVC adalah besarnya volume udara yang bisa dikeluarkan setelah inspirasi maksimal 2) FEV1 adalah besarnya volume udara pada detik pertama yang bisa dikeluarkan setelah inspirasi maksimal 3) Rasio FEV1/FVC adalah perbandingan yang nantinya digunakan untuk menginterpretasikan kelainan obstruksi paru, interpretasi tidak
berdasarkan atas nilai absolutnya, tetapi berdasarkan perbandingan dengan FEV1/FVC d.
Pengukuran Nilai Normal Faal Paru (Prediksi) Adapun nilai normalnya tersebut dinyatakan sebagai persamaan sebagai berikut: a. Nilai FEV1 (liter) 1) Pria =−4,10074 + (0,04864 x Umur) + (0,03947 x TB) + (1,4969 x C) – (0,07433 x C x Umur) ± (5) 0,039138 2) Wanita =−2,39380 + (0,01684 x Umur) + (0,02935 x TB) + (0.85319 x C) – (0,03894 x C x (6) Umur) ± 0,27248 b. Nilai FVC (liter) 1) Pria =−3,37068 + (0,02824 x Umur) + (0,03583 x TB) + (1,62398 x C) – (0,07768 x C x Umur) (7) ±0,0415 2) Wanita =−3,37068 + (0,02824 x Umur) + (0,03583 x TB) + (1,00051 x C) – (0,04546 x C x Umur) (8) ±0,30431 1.2 Strain Gauge Penelitian ini menggunakan sensor Strain Gauge dengen tipe MPX 5100 D/P, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Gambar 1.2 Strain Gauge MPX 5100 Sensor tekanan ini didesain untuk aplikasi range yang lebar. Terutama bekerja pada mikrokotroller atau mikroprosesor dengan analog/digital input, terbuat dari elemen tunggal yang dikombinasikan menggunakan teknik micromachining dengan logam film tipis dan diproses secara bipolar untuk menghasilkan level tinggi yang akurat dan proporsional untuk aplikasi tekanan. 1.3 Non Inverting Amplifier Rangkaian dari penguat tak membalik (noninverting amplifier) seperti Gambar 1.3. Penguatan tegangan dari rangkaian tersebut adalah 1+R2/R1. Penerapan lain dari op amp adalah sebagai pembanding
(comparator) dan sebagai filter frekuensi (LPF, BPF dan HPF).
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Paru Jember dan di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Jember. Waktu penelitian dilaksanakan selama 9 bulan yaitu bulan Desember 2011 s.d. Agustus 2012. Tahapan perancangan dalam penelitian ditunjukkan oleh gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 1.3 Non Inverting Amplifier Dari rangkaian diatas, dapat dihitung Vo sebagai berikut: (9) dengan, Penguatan Tegangan : (10) 1.4 Mikrokontroler ATMega 16 Mikrokontroller AVR memiliki arsitektur 8 bit, dimana semua intruksi dikemas dalam kode 16-bit dan sebagian besar intruksi dieksekusi dalam 1 (satu) siklus clock. AVR berteknologi RISC (Reduced Intruction Set Computing), sedangkan seri MCS51 berteknologi CISC (Complex Intruction Set Computing). AVR dapat dikelompokan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega, dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya Pada Gambar 1.3 berikut ini merupakan susunan kaki standar 40 pin DIP mikrokontroler ATMega 16
Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian 2.1 Perancangan Hardware Perangkat keras dibuat berdasarkan tahapan perancangan sebelumnya. Perangkat keras yang akan dibuat terdiri dari sensor, op amp, mikrokontroller dan Laptop. Secara garis besar perangkat keras yang dibuat ditunjukan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Diagram Blok Perangkat Keras
2.1.1. Rangkaian Sensor Sensor yang digunakan adalah sensor strain gauge dengan tipe MPX 5100, sensor ini merupakan sensor yang peka terhadap tekanan rendah, hanya dengan tiupan saja dapat mempengaruhi tegangan output yang dihasilkan. MPX 5100 digunakan untuk membangkitkan perubahan tegangan ketika terjadi perubahan resistansi akibat tekanan berupa tarikan dan hembusan napas. Sensor MPX 5100 sangat cocok bekerja pada mikrokontroller. Adapun rangkaian sensor ditunjukan pada Gambar 2.3. Gambar 1.4 Arsitektur Sistem Minimum ATMega 16
Untuk mendapatkan data digital untuk pengolahan di mikrokontroller maka data analog tersebut diproses terlebih dahulu. Mikrokontroller ATMega 16 dengan fitur lengkapnya berupa ADC sehingga tidak perlu menggunakan ADC tambahan. Nilai ADC didapatkan dari persamaan 3.2 berikut ini : (8) Gambar 2.3 Rangkaian Sensor 2.1.2. Op Amp Non Amplifier Agar tegangan dapat terbaca oleh ADC maka diperlukan rangkaian amplifier non inverting dengan penguatan maksimal sebesar 5 kali menggunakan IC LM 358 yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3.
dengan : Vin = tegangan masukan Vref = tegangan referensi pada mikrokontroller 255 = skala maksimum jika menggunakan ADC 8 bit 2.2 Perancangan Software Penelitian ini menggunakan mikrokontroler ATMega 16 untuk memproses data dari sensor yang selanjutnya akan dikirimkan ke software database yang terdapat pada komputer.
Gambar 2.4 Rangkaian Penguat Non Inverter Dengan rumus : (11)
2.1.3.
Sistem Minimum
Keunggulan mikrokontroller antara lain telah memiliki internal ADC dan sudah tersedianya port untuk komunikasi serial. Pada mikrokontroller ATMega 16, pin PD0 dan PD1 digunakan untuk komunikasi serial USART (Universal Synchronous and Asynchronous Serial Receiver and Transmiter) yang mendukung komunikasi full duplex (komunikasi dua arah), Gambar 3.6 berikut ini menampilkan rangkaian sistem minimum mikrokontroller ATMega 16 yang digunakan sebagai proses pengiriman data ke komputer.
G ambar 2.5 Rangkaian Sistem Minimum ATMega 16
Gambar 2.6 Flowchart Pengambilan Data Pasien dari Alat Adapun listing program untuk pengiriman data ADC dari mikrokontroler ke komputer adalah sebagai berikut: while (1) { // Place your code here temp=read_adc(1); a=temp+100; printf("%d",a); delay_ms(100); };
Listing program tersebut untuk mengirim data ADC ke komputer dengan menggunakan komunikasi serial. Data yang dikirim dari ADC adalah data integer antara 0-255. Untuk mendapatkan jumlah volume maka diperlukan pembacaan tegangan yang dihasilkan rangkaian sensor MPX5100 yang telah dikalibrasi dan kemudian dikuatkan dengan op amp untuk selanjutnya diubah menjadi nilai ADC. Nilai ADC selanjutnya dikirim ke PC untuk selanjutnya diolah menjadi satuan
liter dan ditampilkan dalam bentuk grafik per satuan waktu. Flowchart sistem secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Dari pengujian rangkaian sensor yang ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa sensor dapat bekerja dengan baik. Semakin kuat tiupan seseorang, semakin tinggi pula nilai tegangan keluarannya. Kekuatan napas ini digunakan sebagai acuan untuk menghitung FVC, FEV1 dan FEV1/FVC%. Gambar 3.2 merupakan hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan instrumen alat ukur kekuatan napas.
Gambar 2.7 Flowchart Sistem 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
(a) .
Pengujian ini dilakukan dengan cara melakukan tarikan dan hembusan napas dengan berbagai keadaan. Keadaan diberikan dalam beberapa masukan berupa tarikan napas kuat, tarikan napas pelan, hembusan napas pelan, dan hembusan napas kuat. Tegangan keluaran sensor akan berubah sesuai dengan kekuatan napas seseorang, adapun hasil pengujian tersebut ditunjukkan oleh Gambar 3.1. (b) (a) Nilai Prediksi; (b) Diagnosis Gambar 3.2 Hasil Pengujian Pasien 3 (lanjutan)
Gambar 3.1 Hasil Pengujian Rangkaian Sensor
Pada hasil pengujian di atas dapat dilihat bahwa pada Gambar 3.2 (a) nilai FEV1/FVC% prediksi adalah sebesar 91,07%. Sedangkan pada Gambar 3.2 (b) dapat dilihat bahwa FVC sebesar 0,84 liter dan FEV1 sebesar 0,52 liter. Dan rasio FEV1/FVC% adalah sebesar 61,63%, dan di diagnosis menderita asma. Hasil pengujian instrumen kekuatan napas untuk diagnosis penderita asma, selanjutnya dibandingkan dengan instrumen spirometer yang terdapat di rumah sakit. Adapun hasil pengukuran dengan menggunakan spirometer ditunjukkan oleh Gambar 3.3.
4.
KESIMPULAN
Dari hasil Perancangan dan Pembuatan Prototype Kekuatan Napas untuk Diagnosis Penderita Asma, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Besar nilai normal FEV1, FVC dan FEV1/FVC pada setiap orang nilainya berbeda, tergantung pada jenis kelamin, usia dan tinggi badan. 2. Kalibrasi untuk mendapatkan nilai pengukuran yang presisi dengan menggunangan alat pembanding yang juga memiliki sensivitas yang bagus. Sehingga alat ukur yang dibuat dapat menghasilkan nilai yang akurat. 3. Error% tertinggi rangkaian penguat adalah 18,67%, sehingga dapat dikatakan error% cukup baik. 4. Persentase kesalahan nilai FEV1/FVC% pada pasien normal adalah 16,66%, sedangkan pada pasien asma adalah 25,08%, sehingga dapat dikatakan instrumen bekerja cukup baik. 5. Dari 15 kali pengujian yang dilakukan terhadap tiga orang yang berbeda, persentase kesalahan instrumen kekuatan napas untuk mendiagnosis kondisi asma seseorang adalah 0%, artinya instrumen dapat bekerja dengan cukup baik, ketika mendeteksi keadaan seseorang dalam kondisi baik (normal) atau menderita asma. (a) Spirgram; (b) Grafik Pengukuran FEV1/FVC%; (c) Nilai Pengukuran FEV1/FVC% Gambar 3.3 Hasil Pengukuran Spirometer Gambar 3.3 (a) merupakan Gambar grafik spirogram, pengukuran volume udara inspirasi hingga ekspirasi. Gmbar 3.3 (b) merupakan grafik pengambilan data FEV1/FVC%. . Gambar tersebut terdapat perubahan grafik dari data grafik maksimal ke grafik detik pertama setelah maksimal, sehingga nilai FEV1 dan FVC yang diperoleh berbeda. Pada Gambar 3.3 (c) merupakan nilai dari FVC, FEV1 dan rasio FEV1/FVC% dari pengambilan data spirometer. Pengukuran FEV1 sebesar 0,37 liter dan FVC sebesar 0,55 liter, sehingga besarnya rasio FEV1/FVC% adalah 67,27 %, artinya nilai FEV1/FVC% pasien 3 kurang dari nilai minimum normal, yaitu 80%, sehingga pasien 3 didiagnosis menderita penyakit asma. Jika dibandingkan error persen FEV1/FVC% dari instrumen alat ukur kekuatan napas dengan instrumen spirometer yang terdapat di rumah sakit adalah sebesar 21,54%
DAFTAR PUSTAKA Andrianto, Heri. 2008. Pemrograman Mikrokontroler AVR ATMEGA 16 Menggunakan Bahasa V (Code Vision Avr). Bandung : Informatika [1]. Budiharto, Widodo dan Firmansyah. 2010. Elektronika Digital + Mikroprossesor. Yogyakarta: Andi [2]. Guyton, A.C., dam Hall, J.E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EEG [3]. Haq, M.F.D., Kemalasari, dan Wijayanto, Hendrik. Pengolahan Sinyal Respirasi dengan FIR untuk Analisa Volume dan Kapasitas Pulmonary. Surabaya : Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya [4]. Rosita, Lifdiana.2006. Rancang Bangun Alat Ukur Kapasitas Paru-Paru Berbasis Mikrokontroler AT89CS51. Surabaya :Jurusan Teknik Elektro, Instutut Teknologi Sepuluh Nopember [5]. Hasil Penelitian Tim Pneubilt Project Indonesi 1992 : Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Lembaga Penelitian UI, Field Epidemiology Training Programme, WHO, Oregon Universiitty, Bohringer Ingelheim [6].