LAPORAN KASUS DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT MENCAPAI DERAJAT PPDS I RADIOLOGI
PERANAN RADIOLOGI PADA PROSES TRANSPLANTASI GINJAL
OLEH : dr. Huda El Adha NIM : 10/310822/PKU/12181
PEMBIMBING : dr. Sudarmanta, Sp.Rad (K) RI
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UGM / RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA 2014
1
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS
PERANAN RADIOLOGI PADA PROSES TRANSPLANTASI GINJAL Telah dipresentasikan pada tanggal Oleh :
dr. Huda El Adha NIM : 10/310822/PKU/12181
Telah diperiksa dan disetujui oleh : Pembimbing
dr. Sudarmanta, Sp.Rad (K) RI
Mengetahui :
Kepala Bagian Radiologi
DR.dr. Lina Choridah, Sp.Rad (K)
KPS PPDS I Radiologi
dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp. Rad
2
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul ……………………………………………………………..... i Halaman Pengesahan ………………………………………………………... ii Daftar Isi …………………………………………………………………….. iii I. PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………. 3 A. TRANSPLANTASI GINJAL..…………............................................. 3 B. GAMBARAN ANATOMI PADA TRANSPLANTASI GINJAL....... 5 C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA TRANSPLANTASI GINJAL 7 III. LAPORAN KASUS …………………..............................................…… 13 IV. PEMBAHASAN ………………………………………………………… 16 V. KESIMPULAN ………………………………………......................……. 28 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 29 LAMPIRAN
3
BAB I PENDAHULUAN
Sejak 30 tahun yang lalu donor hidup pada transplantasi ginjal merupakan pilihan terapi pada pasien gagal ginjal tahap akhir.1 Banyaknya pasien dengan gagal ginjal stadium akhir mengakibatkan antrian yang sangat panjang untuk operasi transplantasi ginjal mengingat keterbatasan donor hidup yang tersedia. Pada tahun 1998 data di United Network for Organ Sharing menunjukkan dari 42.570 orang pendaftar hanya 8.606 orang saja yang bisa mendapatkan donor ginjal.1 Lima tahun setelahnya pertumbuhan pasien yang mendaftar untuk mendaparkan donor ginjal naik sebesar 13 %, tetapi tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah donor yang menetap pada angka 8.500 orang per tahun.1 Jumlah donor di Indonesia sendiri terbilang sangat kecil yaitu sebesar 15 orang donor ginjal pertahunnya dibandingkan dengan kasus baru gagal ginjal kronik pertahunnya sebesar 2000 kasus.2 Dari gambaran tersebut bisa kita lihat betapa sulitnya untuk mendapat donor ginjal. Keadaan yang demikian menuntut ketelitian yang tinggi pada operasi transplantasi ginjal sehingga hasil yang diperoleh bisa optimal. Singapura telah melakukan lebih dari 842 operasi transplantasi ginjal, sedangkan Indonesia baru mampu mengerjakan sekitar 600 transplantasi ginjal pada 2010. Cangkok ginjal pertama di Indonesia dilakukan di RSCM pada 11 November 1977 sedangkan RS dr. Sardjito baru memulai pada tahun 1991.2
4
Keberhasilan transplantasi ginjal ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah skrining penderita, persiapan pra transplantasi ginjal, pendekatan bedah yang diambil dan penatalaksanaan pasien pasca transplantasi ginjal termasuk penggunaan obat imunosupresif. Radiologi mempunyai peranan yang sangat penting pada pre transplantasi ginjal, intra operasi transplantasi ginjal sampai dengan evaluasi post transplantasi ginjal. Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan untuk pasien transplantasi ginjal di rumah sakit dr. Sardjito Yogyakarta adalah foto thorax, panoramic, CT Scan, renogram dan USG. Pemeriksaan foto thorax dilakukan gigi dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan infeksi, sedangkan renogram dilakukan untuk melihat fungsi ginjal baik donor maupun resipien. CT Scan dan USG merupakan pemeriksaan utama pada transplantasi ginjal karena dari hasil pemeriksaan tersebut dijadikan dasar untuk menentukan prognosis, hasil dan evaluasi operasi. Pentingnya peranan radiologi pada transplantasi ginjal dijadikan dasar untuk pengambilan laporan kasus ini, sehingga tujuan pembuatan kasus ini adalah untuk memberikan gambaran tentang pemeriksaan radiologis dan informasi harus disampaikan kepada klinisi pada kasus transplantasi ginjal di rumah sakit dr.Sardjito Yogyakarta.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TRANSPLANTASI GINJAL Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal dari tubuh seseorang kemudian dicangkokkan ke dalam tubuh orang lain yang mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat dan permanen.2 Ginjal sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru saja meninggal (donor kadaver). Ginjal cangkokan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi kedua ginjal yang sudah rusak. Kedua ginjal lama, walaupun sudah tidak banyak berperan tetap berada pada posisinya semula, bila tidak menimbulkan komplikasi.4,5 Semua pasien dengan gagal ginjal tahap akhir dipertimbangkan sebagai calon resipien transplantasi ginjal. Penyebab tersering kelainan gagal ginjal tahap akhir ini adalah ; Diabetes Melitus, tekanan darah tinggi, glomerulonefritis, Policystic Kidney Disease dan kelainan berat anatomi traktus urinarius.4,5 Pada beberapa keadaan, transplantasi ginjal tidak dianjurkan karena merupakan prosedur dengan risiko tinggi, yaitu ; (1) masalah psikiatrik, seperti psikosis, retardasi mental dan adiksi obat, (2) riwayat ketidak patuhan yang berulang, (3) Umur sangat lanjut ( > 70 tahun ), (4) keganasan baru atau dengan metastasis, (5) penyakit di luar ginjal
6
(jantung, vaskuler, hati, paru-paru) dan (6) Infeksi kronik (tuberkulosis aktif).4,5 Tujuan seleksi adalah untuk mengidentifikasi adanya masalah medik, sosial dan psikologis yang dapat menghambat keberhasilan cangkok ginjal. Selain itu juga dipertimbangkan bahwa pasien akan mendapatkan obat imunosupresif untuk jangka waktu panjang. Kriteria yang digunakan untuk menyeleksi pasien transplantasi ginjal berbeda di setiap unit. Evaluasi praoperatif calon resipien transplantasi ginjal yaitu ; Anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan laboratorium, elektrokardiografi, foto toraks dan OPG, arteriografi/Doppler a.iliaka, pemeriksaan THT, gigi-mulut ( fokus infeksi ), dan gastroskopi.4,5 Transplantasi ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor hidup yang sehat atau ginjal donor kadaver. Cangkok donor hidup memang memberikan hasil yang lebih baik. Akan tetapi, cangkok donor kadaver juga memberi keuntungan seperti tidak adanya risiko pada donor, dan ginjal donor dapat diberikan kepada resipien yang sesuai. Di Indonesia masih menerapkan donor hidup. Proses evaluasi calon donor hidup yaitu; anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan laboratorium, foto thoraks, elektrokardiografi, tes treadmil (usia > 50 tahun), CT Scan, evaluasi psikiatrik, arteriografi ginjal, dan tes crossmatch sebelum transplantasi.4,5 Teknik operasi transplantasi ginjal berbeda tergantung institusi yang mengerjakan dan anatomi dari ginjal itu sendiri. Teknik yang sering
7
dilakukan yaitu arteri renalis akan beranastomosis secara end to side dengan arteri iliaka eksterna. Anastomosis end to side dengan arteri iliaka ekstena lebih dipilih dibandingkan dengan end to end dengan arteri iliaka interna, karena insiden stenosis arteri renalisnya lebih kecil. Bila terdapat arteri renalis yang multipel maka akan beranastomosis secara carrel patch, digabungkan bersama atau beranastomosis secara terpisah. Vena renalis akan beranastomosis dengan vena iliaka eksterna. Adanya vena asesoris yang kecil-kecil dapat diabaikan. Pada donor kadaver, arteri utama renalis diambil secara utuh dengan bagian yang melekat pada aorta akan beranastomosis dengan arteri iliaka eksterna. Pada donor hidup bagian yang melekat pada aorta tidak dapat diambil.6,7,8 Ureteroneocystostomi yaitu suatu prosedur dimana ureter transplan dihubungkan dengan dome vesika urinaria, sehingga orifisium ureter yang baru akan berada lebih tinggi. Prosedur ini dilakukan untuk mencegah refluks ke ginjal transplan. Metode lain yang jarang dilakukan yaitu ureteroureterostomy dan pyeloureterostomy.6,7,8 B. GAMBARAN ANATOMI PADA TRANSPLANTASI GINJAL Proyeksi arteri renalis biasanya terletak di vertebrae lumbal dua, sekitar satu centimeter dibawah arteri mesenterika superior. Cabang di perihilar merupakan varian dari cabang arteri renalis sebelum masuk ke hilum. Sangatlah penting untuk medeteksi cabang perihilar yang muncul 2 cm dari aorta, karena kebanyak ahli bedah membutuhkan setidaknya 2 cm
8
arteri renalis sebelum percabangan untuk memastikan kontrol dan anastomosis yang adekuat.9 Menurut prespektif ahli bedah, gambaran tentang anatomi vena tidak kalah penting dibanding arteri karena untuk menghidarkan dari perdarahan. Gambaran anatomi vena renalis, vena adrenal, vena gonad dan vena lumbar harus diidentifikasi. Vena renalis mempunyai anatomi yang lebih uniform dibanding arteri renalis. Sekitar 92% orang mempunyai satu vena renalis pada kedua ginjal. Panjang vena renalis kiri sekitar 7,5 cm, lebih panjang dibandingkan vena renalis kanan yang hanya sekitar 2,5 cm. Gambaran duplikasi pada vena renalis lebih sering tampak pada ginjal kanan, bisa dua sampai empat. Kejadian tersebut ditemukan pada 15 % orang. Gambaran vena renalis multipel yang masuk ke vena cava secara terpisah sangatlah jarang hanya sekitar 1%.9 Ginjal transplan biasanya berada ekstraperitoneal di fossa iliaka, inferior dari lokasi ginjal penderita. Lokasinya yang superfisial memudahkan dalam pemeriksaan USG.10 Kedua ginjal penderita, walaupun sudah tidak banyak berperan tetap berada pada posisinya semula, karena bila diangkat akan meningkatkan morbiditas setelah pembedahan. Tetapi bila ginjal penderita ini menimbulkan komplikasi seperti infeksi atau tekanan darah tinggi, baru dipertimbangkan untuk diangkat.4,11 Pada transplantasi ginjal, arteri renalis ginjal donor akan dihubungkan dengan arteri iliaka eksterna atau arteri iliaka interna
9
resipien. Sedangkan vena renalis ginjal donor akan dihubungkan dengan vena iliaka eksterna. Kemudian ureter baru dari ginjal donor akan dibuat melalui proses ureteroneocystostomy.6,10,11 Informasi tentang proses dan teknik transplantasi ginjal yang dilakukan sangat diperlukan untuk keakuratan interpretasi normal atau abnormal. Hal yang sangat penting adalah informasi tentang anatomi vaskuler, sehingga semua pembuluh darah dan anastomosisnya bisa dievaluasi dalam hal patensi, stenosis maupun komplikasi yang lain.11 C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA TRANSPLANTASI GINJAL Pemeriksaan radiologi pada transplantasi ginjal di RSUP dr Sardjito meliputi Panoramik, Foto Thorax, Renogram, USG dan CT Scan. Pemeriksaan panoramik maupun foro thorax bertujuan untuk mencari adanya focal infeksi maupun kelainan yang lain yang dapat dikhawatirkan memperburuk keadaan pasien transplantasi ginjal.12,13 Pemeriksaan renogram pada transplantasi ginjal bertujuan untuk menilai fungsi ginjal baik fungsi sekresi maupun ekskresinya. Umumnya digunakan radioisotop I131 hipuran yang disuntikkan intra vena di daerah vena cubiti. Renogram ginjal normal , tampak ginjal kanan dan kiri seimbang dalam bentuk dan ukuran, dengan puncak fase II terjadi kurang lebih 2-5 menit pasca injeksi radiofarmaka. Segera setelah injeksi akan terbentuk kurva fase I, merupakan upslope yang tajam dan berlangsung selama 8-12 detik. Kurva fase I merupakan respon vaskuler dan merefleksikan kapasitas suplai vaskuler ginjal. Segera setelah itu, bentuk
10
upslope akan berkurang yang merupakan awal dari fase II. Kurva fase II merefleksikan
kemampuan
parenkim
ginjal
dalam
mengelola
radiofarmaka. Pada keadaan normal, dua sampai tiga menit pasca injeksi kurva fase II akan mencapai puncak dan kemudian akan memasuki fase III. Pada fase III akan menurun secara graduil sampai mencapai garis dasar dan umumnya berlangsung sampai menit kedua puluh pasca injeksi.14,15 Evaluasi kondisi pembuluh darah donor pada kasus cangkok ginjal sangatlah penting. Informasi yang lengkap tentang anatomi arteri renalis, panjang dan jumlah vena renalis, serta anomali pada vena sangat diperlukan oleh klinisi. Ginjal kiri merupakan pilihan pertama untuk pada tindakan cangkok ginjal karena secara tehnik lebih mudah untuk diambil dan mempunyai vena yang lebih panjang dari pada yang kanan. Meskipun ginjal kiri merupak pilihan , tetapi adanya arteri atau vena asesori tetap dipikirkan oleh kebanyakan ahli bedah. 1,9 CT angiografi merupakan modalitas yang cepat dan minimal invasif serta memungkinkan untuk visualisasi yang akurat tentang anatomi arteri dan vena sebagai persiapan operasi cangkok ginjal, disamping itu CT
angiografi
dapat
pula
memperlihatkan
gambaran
ekskretori
urografinya.9 Akurasi CT scan untuk mendeteksi adanya arteri asesori, cabang di perihillus dan anatomi vena ginjal berkisar antara 78 % sampai dengan 99%. Perhitungan waktu yang optimal merupakan aspek tehnik yang sangat penting pada penggunaan CT angiografi. Imejing dua fase
11
digunakan pada kebanyakan institusi untuk evaluasi pembuluh darah dan parenkim ginjal. Jarak waktu antara setiap fase tergantung dari volume kontras yang digunakan, kecepatan injeksi dan cardiac output dari subyek. Fase arteri biasanya membutuhkan waktu sekitar 15-30 detik setelah injeksi kontras, tetapi fase kedua mempunyai waktu yang bervariasi. Pada beberapa institusi fase nefrogram diambil sekitar 75-100 detik setelah injeksi kontras. Untuk evaluasi dari collecting system dan ureter dilakukan delay selama kurang lebih 5 menit setelah injeksi kontras. Selain hal tersebut beberapa pneliti juga menyarankan pengabilan gambar pre kontras untuk menyingkirkan adanya nefrolitiasis, urolitiasis maupun massa ginjal. Potensial donor biasanya dewasa muda , oleh karena itu sebaiknya dilakukan dengan radiasi seminimal mungkin. Pendapat inilah yang dipakai oleh beberapa ahli sebagai dasar untuk tidak melakukan penggambilan gambar pre kontras. Hasil yang berupa format gambar tiga dimensi lebih familier pada kebanyakan doketer bedah, tetapi beberapa peneliti mengatakan bahwa gambaran potongan axial pada CT scan merupakan yang terbaik untuk memperlihatkan adanya arteri asesori dan percabangan awalnya.9 Pemeriksaan USG doppler ginjal intra operatif bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya kelainan vaskuler, yaitu berupa adanya trombus, deseksi dinding pembuluh darah maupun spasme. Pemeriksaan USG ginjal transplan menggunakan frekuensi tinggi berkisar 3,5 sampai 5 MHz, agar mendapatkan gambar yang lebih baik. Hal ini dikarenakan ginjal transplan
12
berada lebih superfisial dibandingkan posisi ginjal normal. Pemeriksaan diawali dengan gambar gray scale ginjal transplan potongan longitudinal dan transversal serta gambar buli. Ureter dan pembuluh darah dapat terlihat walaupun tidak dilatasi karena lokasi ginjal transplan yang superfisial. Color Doppler dan duplex Doppler dibutuhkan untuk menilai vaskuler.10 Efek Doppler memungkinkan sebuah alat USG untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan gerakan cairan seperti darah. Pada darah reflektor yang bergerak adalah sel darah merah. Dengan efek Doppler memungkinkan untuk mengetahui perfusi arteri renalis dan patensi vena. Selain itu juga dapat memperlihatkan arteri renalis dengan cabang anterior dan posterior, arteri segmental, arteri interlobar dan arcuata serta venavena pada ginjal transplan.16 Gelombang normal di pembuluh darah intrarenal ginjal transplan (biasanya di pembuluh darah interlobar) sama dengan ginjal penderita dan digambarkan sebagai gambaran “ski slope” dengan gelombang diastolik akhir kira-kira sepertiga atau lebih dari amplitudo kecepatan puncak sistolik (Peak Systolic Velocity/PSV) . Pemeriksaan arteri utama pada ginjal transplan secara teknis sulit karena pembuluh darah yang berkelokkelok. Sedangkan cabang intrarenal dan vena utama normalnya lebih mudah tervisualisasi.17 Arteri renalis memperlihatkan kecepatan aliran darah berkisar antara 20 sampai 52 cm/detik, rata-rata 32 cm/detik. Resistive Index (RI)
13
digunakan untuk mengukur resistensi aliran arteri pada bed vaskuler ginjal. Jika RI kurang dari 0,7 dianggap normal, sedangkan bila lebih dari 0,9 merupakan indikator disfungsi dari ginjal transplan. Kelainan yang menyebabkan peningkatan RI yaitu rejeksi akut, ATN, pielonefritis, trombosis vena renalis, obstruksi ureter dan kompresi ekstrinsik.8,16 Penilaian ginjal transplan pada USG sama seperti pada ginjal biasa. Morfologi, meliputi ekhogenitas korteks, medula, sinus renal dan diferensiasi korteks medula. Perubahan ekogenitas secara fokal maupun difus perlu diperhatikan, tetapi bukan merupakan gambaran yang spesifik pada inflamasi, infeksi dan infark. Ukuran, perubahan ukuran bisa merupakan hal yang siginifikan pada ginjal transplan. Ukuran ginjal yang bertambah besar pada fase akut merupakan indikator non spesifik dari disfungsi ginjal. Beberapa studi mengatakan bahwa peningkatan ukuran lebih dari 10% secara USG sugestif suatu rejeksi/penolakan akut. Tetapi menurut klinisi pada kenyataannya ginjal transplan normal bisa meningkat ukurannya hinggal 30% pada 2 bulan setelah transplan dan stabil setelah 6 bulan. Dilatasi sistim pelviokalises, bisa disebabkan faktor obstruktif dan non obstruktif. Obstruksi bisa disebabkan akibat sekunder dari proses ekstrinsik (cairan perirenal), striktur ureter (konsekuensi insufisiensi vaskuler atau penolakan), atau lesi intraluminal seperti bekuan darah. Dilatasi ringan sistim pelviokalises pasca operasi karena edema pada ureteroneocystostomy, bisa kembali normal. Penyebab non obstruktif antara lain buli-buli yang penuh, infeksi dan penolakan. Anatomi vaskuler,
14
dapat dilihat perfusinya dengan menggunakan color Doppler. Cairan perirenal, sedikit cairan bebas di perirenal merupakan hal yang biasa dan dapat hilang sendirinya pada follow up berikutnya. Cairan bebas perirenal merupakan komplikasi yang sering.18,19
15
BAB III LAPORAN KASUS
Dilaporkan pasien perempuan berusia 29 tahun yang merupakan resipien cangkok ginjal dan seorang donor cangkok ginjal perempuan berusia 24 tahun. Resipien cangkok ginjal telah menjalani hemodialisa rutin sejak 5 maret 2013 dengan diagnosis CKD st V ec nefropati hipertensi, hipertensi tersebut terjadi karena eklampsia pada saat mengandung anak ke tiga. Keadaan umum resipien cangkok ginjal baik, compos mentis, gizi kurang, dengan tekanan darah pada vital sign 130/80 mmHg. Pada pemeriksaan fisik resipien secara umum tidak didapatkan kelainan dengan terpasang HD cath di lengan kiri. Pemeriksaan laboratorium pada resipien didapatkan kenaikan kolesterol, peningkatan IgM anti CMV dan tentu saja ureum sebesar 42,4 dan creatinin sebesar 8,61. Selain pemeriksaan pada resipien cangkok ginjal , calon donor pun juga diperiksa dengan hasil tidak didapatkan riwayat pernah sakit berat sebelumnya dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan suatu kelainan. Pemeriksaan laboratorium calon donor hanya didapatkan kenaikan kolesterol. Urinalisis pasien resipien menjukkan peningkatan lekosit sebesar 250 , hal ini sesuai dengan hasil morfologi darah tepi didapatkan gambaran proses infeksi bakterial. Cangkok ginjal memerlukan kemungkinan kecocokan ginjal donor yang akan dipasangkan pada ginjal resipien maka dilakukan pemeriksaan HLA dengan tingkat kecocokan sebesar 35 %. Hasil pemeriksaan gastroskopi pada resipien adalah gastritis erosiva antral dengan hasil biopsi yang juga mendukung hal tersebut.
16
Pemeriksaan pada pre cangkok ginjal melibatkan banyak bagian antara lain mata dan obsgin, pada pemeriksaan pada bagian obsgin tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi pada pemeriksaan mata pada resipien ditemukan kelainan berupa Retinopati hipertensi grade I di kedua mata. Radiologi adalah bagian yang mempunya peran sangat besar pada pemeriksaan pre cangkok gijal ini. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan meliputi, Panoramik, foto thorax, USG dan CT Scan. Pada pemeriksaan Panoramik resipien didapatkan hasil Impected gigi 2.8, dan 3.8; Caries gigi 3.4, dan 3.6 dan Embedded gigi 3.3. Pemeriksaan foto thorax , sedangkan pada foto thorax resipien di dapatkan infiltrat paracardial dextra dan cardiomegaly dengan gambaran LVH. Hasil pemeriksaan foto thorax tersebut di dukung dengan beberapa hasil pemeriksaan penunjang yang lain. Hasil spirometri menunjukkan mild airway obstruction dan moderate chest restriction, hasil echocardiografi terdapat LVH eksentrik, Fungsi global sistolik LV dan segmental normal, EF 65%, Disfungsi diastolik tipe relaksasi, Fungsi sistolik RV normal, MR mild, AR mild, TR mild. Nefrogram dilakukan dirumah sakit lain dengan hasil normal pada donor, tetapi pada resipien didapatkan kesan respon vaskuler (fase I) kedua ginjal berlangsung cepat dan relatif singkat, kapasitas konsentrasi kedua ginjal menurun derajat berat (minimal), durasi T peak berlangsung singkat, tidak adekuat fungsi ekskresi (fase III) terganggu derajat berat dgn pola lesi intra renal dominan, sehingga disimpulkan gangguan fungsi ginjal derajat berat bilateral dgn dugaan HT renal dan lesi intra renal dominan.
17
Ultrasonografi vaskular doppler pre cangkok ginjal dilakukan baik resipien maupun donor. Hasil pemeriksaan ultrasonografi pada donor tidak didapatkan kelainan dengan RI index ren sinistra 0,54. Ultrasonografi resipien didapatkan hasil gambaran inflamasi kronik ren bilateral , pada pemeriksaan vaskuler iliaca dextra didapatkan diameter a.iliaca eksterna dextra 0,71 cm dengan PSV 91,36 cm/s dan v. Iliaca eksterna dextra 0,75 cm. CT Scan angiografi ginjal donor didapatkan hasil Arteri Renalis Dextra tak tampak kelainan, panjang 3,85 cm, tak tampak bercabang, Arteri Renalis Sinistra tak tampak kelainan, panjang 2,11 cm, tampak bercabang. Vena renalis dextra, kaliber 0,8 cm dan vena renalis sinistra 1,4 cm. Tak tampak kelainan pada ren dextra et sinistra, VU, maupun Uterus. Tak tampak limfadenopati paraaortic dan parailiaci. Selain pada persiapan pre cangkok ginjal ultrasonografi juga dilakukan pada saat operasi. Hasil pemeriksaan tampak adanya flow pada ginjal transplan, tak tampak adanya kelainan pada percabangan arteri renalis transplan dengan arteri iliaca eksterna dextra. Pemeriksaan evaluasi post operasi dilakukan setelah 16 hari, hal ini dikarenakan produksi urine dan hasil laboratorium pasien baik. Hasil pemeriksaan didapatkan PSV arterti ren transplan 111,37 cm/s dengan Ac time 30 cm/s dan RI index arteria interlobaris ren transplan sebesar 0,47. Tidak didapatkan adanya gambaran anechoic di regio perirenal maupun regio iliaca dextra. Stabilnya kondisi pasien dengan baiknya hasil evaluasi maka pada hari ke sembilan belas pasien dipulangkan.
18
BAB IV PEMBAHASAN
Pada eklampsia, maka aliran darah ke ginjal juga menurun. Dampak aliran darah ke ginjal yang menurun ini ialah produksi urin menurun, dan dapat terjadi oliguri, sampai anuri. Makin sedikit produksi urin, berarti makin sedikit aliran darah ke ginjal. Perfusi ginjal dan filtrasi glomeruli menurun, memberi dampak : kadar asam urat plasma meningkat, kreatinin plasma meningkat 2x dari kadar kreatinin hamil normal (0,5 mg/cc) dapat terjadi pula kadar kratinin plasma meningkat cukup tinggi 2-3 mg/cc. Selain itu ginjal juga mengalami hipoksia dan iskemia. Terjadi kerusakan instrinsik jaringan yang disebabkan vasospasme pembuluh darah intrarenal. Kadar natrium urin meningkat. Bukti adanya kerusakan intrinsik ginjal. Kadar kalsium urin menurun akibat meningkatnya reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hipokalsiuria). Setelah selesai persalinan, fungsi ginjal akan kembali normal, kecuali ada penyakit : renovaskuler kronik, renal kortikal nekrosis.20 Pemeriksaan gigi dan foto thorax dilakukan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi yang dapat menimbulkan masalah post operasi , dari gambaran foto panoramic maupun foto thorax terdapat sumber infeksi berupa caries dan infiltrat, sehingga dilakukan treatment terlebih dahulu. Pada transplantasi ginjal pasien menerima obat-obatan imunosupresif, dimana sistem pertahanan
tubuh
akan
menjadi
lemah
dan
mengakibatkan
mudahnya
mikroorganisme menginvasi sistem pernafasan. Menurut Gurtland et al, infeksi
19
adalah penyebab utama kematian pasien transplantasi ginjal dan infeksi paru kebanyakan menjadi penyebabnya. Demikian pula pada pasien dengan infeksi pada gigi, hal itu juga dapat sebagai sumber infeksi pada pasien transplantasi ginjal, dimana pada pasien dengan gagal ginjal dapat terjadi serostomia yang akan meningkatkan predisposisi penderita terhadap karies.12,13 Nefrogram pada resipien didapatkan respon vaskuler kedua ginjal cepat dengan kapasitas konsentrasi kedua ginjal menurun derajat berat (minimal) durasi T peak yang berlangsung singkat dan tidak adekuatnya fungsi eksresi. Berkurangnya tekanan perfusi ginjal akan meyebabkan penurunan kecepatan uptake oleh ginjal, hal ini menyebabkan naiknya fase dua renogram dan karena waktu transit hipuran memanjang maka puncak renogram dicapai lebih lambat dan akan terjadi keterlambatan eksresinya. 14,15 Pada pemeriksaan CT scan ginjal pasien donor, dilakukan dengan dua fase yaitu fase arteri dan delay. Pemeriksaan ini sesuai prosedur yang biasa dilakukan dalam penelitian. Informasi hasil CT scan ginjal kepada klinisi memegang peranan penting pada operasi transplantasi ginjal, pada kasus hanya dijelaskan tentang anatomi ginjal, ateri dan vena renalis. Selain hal tersebut pembuatan tiga dimensi dari angiografi ginjal juga memegang peranan sangat penting. Menurut American Journal of Roentgenology pada tahun 2001, sensitifitas volume renderes CTA dibandingkan dengan hasil operasi sebesar 100 % sedangkan CT biasa sebesar 95 %.1 Pada pemeriksaan anatomi arteri data dari CT scan harus mampu mengidentifikasi anatomi normalnya maupun variasinya. Penelitian memperlihatkan arteri renalis tunggal di kedua ginjal pada 70 % populasi. Secara
20
umum arteri renalis berada 1 cm di inferior dari arteri mesenterika superior, pada proyeksi aspek proksimal vertebrae lumbal dua. Identifikasi arteri renalis sinistra sangatlah penting karena arteri renalis sinistra lebih pendek dari dextra, tetapi mempunyai kelurusan yang lebih horisontal sampai dengan hillus ginjal.1 Percabangan di arteria renalis juga harus diperhatikan, pada kasus hanya diukur antara pangkal arteri renalis sampai dengan percabangan, belum disebutkan banyaknya percabangannya. Main arteri renalis dibagi menjadi dua segmen anterior dan posterior di dekat renal hillum. Segmen posterior menyuplai darah ke segmen posterior ginjal. Segmen anterior di hillus dibagi menjadi empat cabang, arteri segmen apical dan anteroinferior
memperdarahi permukaan
anterior dan posterior pole superior dan inferior. Segmen Superior dan middle memperdarahi permukaan anterior ginjal. Segmen arteri tersebut memasuki renal sinus dan bercabang menjadi arteri lobaris, lebih lanjut lagi menjadi interlobar, arkuata dan arteri interlobaris. Paling tidak arteri-arteri tersebut harus terlihat pada CTA sampai level segmen. Arteri renal asesoria sering didapatkan lebih dari sepertiga pasien, 30 % unilateral, dan 10 % bilateral. Arteri tersebut muncul dari aorta atau arteri iliaca , keadaan yang lebih jarang muncul dari thoracic aorta dan arteri mesenterika. Renal arteri asesoria biasanya menuju ke renal hillum untuk memperdarahi pole superior atau inferior. Cabang dari arteria renalis atau dari hillar arteri yang langsung menuju ke parenkim ginjal tidak melalui hillus disebut sebagai polar arteri. Variasi tersebut 12 % terdapat di pole superior dan 1,4% di pole inferior. Polar arteri dapat pula berasal dari aorta, 7% di lobus superior dan 5,5 % di lobus inferior.1
21
Selain arteri renalis , vena renalis juga harus diperhatikan pada pasien donor. Pada ginjal yang normal, renal cortex drainase menuju vena arkuata dan interlobaris yang kemudian menuju vena renalis. Posisi vena renalis di hillus berada di aspek anterior dari arteri renalis. Vena renalis sinistra hampir tiga kali panjang dari vena renalis dextra, rata-rata panjangnya 6 sampai 10 cm dibandingkan vena renalis dextra yang hanya 2 sampai 4 cm. Vena renalis sinistra terletak anterior dari arteri mesenterika superior dan aorta dan menerima dari vena adrenal dari aspek superior dan vena gonadal dari aspek inferior dan vena lumbar dari aspek posterior sebelum menuju ke aspek media vena cava inferior. Vena renalis yang kanan menuju ke aspek lateral dari vena cava inferior. Dari gambaran tersebut dibandingkan dengan kasus belum semua informasi kita sampaikan terutama cabang-cabang dari vena renalis.1,9 Intra operatif ultrasonografi pada resipien dilakukan setelah sistem vaskuler ren transplan terpasang, hal ini dilakukan untuk melihat adanya aliran dari arteri iliaca eksterna ke arteri renalis ren transpan, selain itu juga dilihat aliran di arteri interlobaris, disayangkan pemeriksaan intra operatif pada pasien ini berlangsung sangat cepat sehingga hanya dapat melihat aliran saja.21 Komplikasi non vaskuler dan vaskuler merupakan yang sering terjadi dan berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas. Diperkirakan dua per tiga dari komplikasi non vaskuler (kebocoran urin dan obstruksi) muncul pada bulan pertama setelah operasi. Prevalensi komplikasi non vaskuler berkisar antara 10-25% dengan angka kematian berkisar antara 20-30%.6
22
Waktu onset terjadinya komplikasi dan manifetasi klinis sangat penting untuk penegakan diagnosis. Berdasarkan waktu onset terjadinya komplikasi , dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ; Komplikasi segera ( minggu pertama ), sering terjadi pada periode ini adalah ATN (Acute Tubular Necrosis), akselerasi rejeksi/penolakan akut, trombosis vena dan arteri renalis. Pemeriksaan USG perlu segera dilakukan pada pasien dengan disfungsi awal ginjal transplan yang mempunyai risiko rendah ATN dengan riwayat perdarahan yang banyak intraoperatif. Sangat penting untuk membedakan ATN dengan trombosis atau oklusi vaskuler karena diperlukan tindakan pembedahan secepatnya pada oklusi atau trombosis vaskuler. Komplikasi awal ( 1- 4 minggu ), komplikasi yang terjadi dapat berupa rejeksi akut, fistel dan obstruksi ureter. Penyebab disfungsi ginjal transplan akibat kelainan parenkim atau komplikasi urologi seperti ada tidaknya hidronefrosis dan cairan bebas perirenal, perlu dibedakan. USG sangat berperan dalam hal ini. Biopsi diperlukan untuk membedakan rejeksi dengan toksisitas cyclosporine. Komplikasi lanjut ( lebih dari 4 minggu ), periode 1 hingga 6 bulan setelah transplan ginjal merupakan waktu yang menentukan keberhasilan transplan dimana 74% terjadi rejeksi, 63% gagal dan kematian sebanyak 22% terjadi pada periode ini. Hipertensi sering ditemukan pada follow up bulan berikutnya yang bisa disebabkan oleh toksisitas cyclosporine, stenosis arteri renalis atau rekuren kelainan ginjal sebelumnya.16 Komplikasi juga dapat dibedakan lagi menjadi komplikasi non vaskuler (parenkimal, cairan bebas peritransplan dan obstruksi) dan vaskuler. Komplikasi parenkimal dibedakan menjadi Acute Tubular Necrosis (ATN), rejeksi, dan
23
toksisitas siklosporin. Acute Tubular Necrosis (ATN) merupakan kerusakan iskemik terutama pada sel tubular ginjal yang bersifat reversibel. ATN terjadi pada 20-60% donor ginjal kadaver, jarang terjadi pada donor hidup. Biasanya terjadi 48 jam setelah transplan dan membaik secara spontan setelah lebih dari 2 minggu. Gambaran USG ATN bervariasi. Gambaran ginjal bisa saja normal dan pada kasus yang berat ginjal terlihat membesar, edema dan hipoekhoik serta menghilangnya diferensiasi korteks-medula. Pada ATN berat, RI di atas 0,8 tetapi RI bisa saja normal terutama pada 24 jam setelah pembedahan.16 Rejeksi akut merupakan komplikasi yang sering,terjadi pada 1 sampai 3 minggu setelah operasi, dan terjadi pada 20-30% donor ginjal kadaver. Gambaran USG berupa ukuran ginjal transplan yang bertambah besar (edema), penurunan ekogenitas korteks, diferensi korteks medula tidak jelas dan edema di dalam sinus ginjal yang mengobliterasi echo complex sinus.16 Rejeksi akut dapat memperlihatkan edema dinding sisem pelviokalises dan area hipoekhoik fokal dari infark parenkim serta cairan sekitar ginjal transplan bisa merupakan nekrosis dan hemoragik. Pada kasus yang berat, Doppler memperlihatkan aliran diastolik yang berkurang atau tidak ada disertai dengan peningkatan RI. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa RI kurang sensitif dan spesifik. Pemeriksaan USG tidak bisa membedakan rejeksi akut dengan gangguan fungsi ginjal lainya seperti ATN. Untuk membedakannya diperlukan biopsi.16 Rejeksi kronis terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah transplantasi akibat kelainan vaskuler yang progresif dan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal yang membahayakan. Faktor predisposisi ditegakkan
24
rejeksi kronis adalah adanya riwayat rejeksi akut. Terapi efektif untuk rejeksi kronis belum ditemukan, tetapi diusahakan mencegah terjadinya episode rejeksi akut sebagai metode untuk mengurangi rejeksi kronis. Pada pemeriksaan USG ditemukan ukuran ginjal transplan mengecil dengan tebal korteks yang menipis, hidronefrosis ringan, diferensiasi korteks medula tidak jelas serta nilai RI sedikit meningkat. Biopsi sering diperlukan untuk menyingkirkan kelainan lain. Toksisitas cyclosporine, peningkatan serum Cs-A berhubungan dengan efek nefrotoksik, dan komplikasi ini bisa terjadi kapan saja setelah transplantasi ginjal. Diagnosis ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi ginjal dengan peningkatan serum Cs-A. Tidak ada gambaran yang spesifik pada pemeriksaan USG dan sering hasilnya normal. Cairan bebas perirenal dapat berupa urinoma, lymphocele, hematoma, dan abses. Urinoma yang terjadi karena kebocoran urin terjadi sekitar 2-5% ( setengah dari komplikasi urologi pasca transplantasi ). Ekstavasasi urin yang terjadi bisa di pelvis renal, ureter atau di tempat ureteroneocystostomy. Komplikasi ini terjadi dalam 2 sampai 3 minggu setelah transplan terutama di ureterovesica junction berhubungan dengan teknik operasi atau iskemia dan nekrosis distal ureter karena aliran darah yang berkurang. Kebocoran post operasi yang kronis biasanya disebabkan karena adanya nekrosis ureter atau nekrosis parenkim akibat reaksi penolakan. Gejala klinisnya berupa berkurangnya produksi urin akibat ekstravasasi, nyeri, bengkak di sekitar bekas operasi, dan discharge dari luka bekas operasi. Kebocoran urin dalam jumlah kecil sulit dideteksi oleh USG, tetapi jika banyak bisa terlihat cairan bebas atau ascites. Urinoma terlihat sebagai lesi kistik berupa cairan bebas, tidak berseptasi dengan ukuran yang
25
bertambah besar. Diagnosis bisa ditegakkan dengan USG guided jarum aspirasi. Pemeriksaan sistogram dan APG (antegrade pyelography) dapat menentukan lokasi kebocoran.16 Lymphoceles merupakan cairan perirenal yang paling sering ditemukan. Kejadiannya lebih dari 20% kasus, biasanya terjadi pada 1-2 bulan setelah transplantasi. Penyebabnya adalah kerusakan saluran limfatik di sepanjang pembuluh darah iliaka dan sekitar hilum dari ginjal transplan. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil aspirasi. Pada pemeriksaan USG terlihat gambaran kistik berseptasi halus, sulit dibedakan dengan urinoma. Biasanya terlihat di antara aspek medial dan atau inferior ginjal dengan buli. Mayoritas bersifat asimptomatik, ditemukan secara insidental dan tidak memerlukan terapi. Lymphocele berpotensi menimbulkan efek massa yang akan menyebabkan hidronefrosis. Selain itu juga dapat mengkompresi vaskuler di hilum dan iliaka menyebabkan edema tungkai bawah, dinding abdomen dan skrotum.22 Hematoma sering ditemukan segera setelah operasi berupa cairan bebas berbentuk bulan sabit di perirenal dan merupakan hal yang biasa setelah operasi. Hematoma juga bisa timbul spontan atau akibat trauma maupun biopsi. Biasanya ukurannya kecil sehingga bisa diserap sendiri. Jika ukurannya besar akan mendesak parenkim dan menyebabkan terjadinya hidronefrosis. Lokasinya biasanya di jaringan subkutaneus atau perirenal. Gambaran USG memperlihatkan gambaran yang kompleks. Hematoma akut terlihat sebagai gambaran yang lebih hiperechoik batas tidak tegas, makin lama (kronik) akan memberikan gambaran anechoik dengan batas yang tegas.22
26
Lebih dari 80% resipien transplan ginjal mempunyai minimal 1 kasus infeksi selama 1 tahun setelah transplantasi. Abses peritransplan merupakan komplikasi yang jarang dan biasanya berkembang dalam minggu-minggu awal setelah transplantasi. Abses bisa disebabkan oleh pielonefritis atau atau penyebaran bakteri dari lymphocele, hematoma atau urinoma. Gambaran USG dapat bervariasi. Pada pielonefritis fokal tampak sebagai area fokal yang hipoekoik dengan debris atau internal echo di dalamnya. Gambarannya tidak spesifik bisa menyerupai infark atau rejeksi. Adanya dilatasi sistim pelviokalises dan gambaran hipoekoik pada pasien febris dapat dicurigai suatu pielonefritis.22 Obstruksi dan hidronefrosis terjadi pada 3-6%, terjadi dalam 6 bulan setelah operasi. Lokasi obstruksi dapat terjadi di mana saja, tetapi lebih sering terjadi (90%) pada uretero-vesical junction (tempat implantasi ureter ke buli), yang disebabkan oleh fibrosis akibat iskemia atau rejeksi dari ureter. Selain halhal tersebut, edema ureter post operasi atau bekuan darah dan cairan peritransplan (lymphocele, urinoma, hematoma, abses), fibrosis di daerah pelvis, batu, fungus ball dapat juga menyebabkan obstruksi. Adanya obstruksi mengakibatkan kadar kreatinin meningkat, tetapi sulit dibedakan dengan rejeksi kronis yang juga meningkatkan
kadar
kreatinin.
USG
dapat
mengkonfirmasi
diagnosis
hidronefrosis. Perlu diperhatikan dilatasi pelviokalises ringan sampai sedang bisa terjadi akibat buli yang penuh, sehingga buli perlu dikosongkan terlebih dahulu.22 Komplikai vaskuler berupa stenosis arteri renalis sering terjadi dengan insiden lebih dari 12% kasus transplan ginjal. Dilaporkan bahwa kelainan ini dapat terjadi antara 2 bulan sampai 2 tahun post operasi, tetapi biasanya
27
digolongkan ke dalam komplikasi lanjut. Secara klinis ditemukan adanya hipertensi atau hipertensi yang tidak terkontrol, peningkatan kreatinin dan bruit di ginjal transplan. Adanya bruit tidak memiliki nilai diagnostik yang tinggi, karena bisa juga terjadi tanpa bruit. Apabila diberikan ACE inhibitor maka akan menyebabkan penurunan fungsi ginjal, hipotensi berat dan bahkan gagal ginjal akut. Stenosis sering terjadi
di lokasi anastomosis bisa disebabkan karena
hiperplasia neointimal di tempat tersebut atau cedera akibat kanul. Terapi utama adalah angioplasty percutaneus, yang berhasil pada 90% kasus.22 Pemeriksaan USG dan Color Doppler akan memperlihatkan kecepatan yang tinggi dan aliran darah yang turbulen melebihi aliran puncak (peak flow) arteri iliaka. Ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis stenosis arteri renalis pada transplan yaitu kecepatan puncak sistolik (PSV) melebihi 200-250 cm/detik, perbandingan kecepatan yang jauh tinggi antara segmen stenotik dan pre stenotik (minimal 2:1), adanya turbulensi yang tinggi di distal (spektral melebar) dan ditemukan adanya gelombang parvus-tardus. Kriteria untuk mengetahui adanya stenosis di proksimal arteri renalis adalah waktu akselerasi (Acceleration Time/AT) yang memanjang (>0,07 detik), yaitu waktu dari awal sistolik sampai puncak sistolik, berkurangnya indeks akselerasi (Acceleration Index/AI) (<3m/detik2) yaitu nilai kurva akselerasi sistolik dibagi waktu akselerasi, penurunan
RI (<0,56), dan hilangnya gelombang awal sistolik.
Kriteria stenosis arteri renalis transplan dibagi menjadi direk dan indirek. Yang termasuk kriteria direk yaitu PSV di area stenosis >250cm/detik, PSV rasio renal arteri yang stenosis dengan arteri iliaka lebih dari 3,5. Sedangkan kriteria indirek
28
yaitu adanya gelombang tardus parvus (AT > 0,07 detik dan AI < 3m/detik2) di arteri intrarenal distal dari stenosis. Apabila kriteria direk dan indirek digabungkan maka akurasinya dalam mendiagnosis stenosis arteri renalis dapat mencapai 95%. Namun, jika hasil doppler tidak memuaskan, maka perlu dilakukan angiografi jika ada kecurigaan yang tinggi akan adanya stenosis.22 Insiden trombosis vena renalis sangat jarang, kurang dari 1-2%,7 oklusinya bisa komplit atau parsial. Biasanya terjadi pada 1 minggu setelah operasi. Penanganannya perlu pembedahan segera. Pasien dengan trombosis vena renalis mempunyai klinis oliguria atau anuria dan peningkatan serum kreatinin. Deteksi awal trombosis vena renalis sangat penting untuk mempertahankan fungsi ginjal transplan. Hal-hal yang dapat menyebabkan trombosis vena renalis adalah hipovolemia, kompresi dari cairan perirenal, clot dari vena iliaka dan kegagalan teknik pembedahan. Trombosis vena renalis dapat menyebabkan infark dan atau ruptur vena, dengan pilihan terapi adalah pembedahan eksplorasi. Hasil pemeriksaan USG memperlihatkan ukuran ginjal bertambah besar. Pada USG Color Doppler, aliran vena akan berkurang atau tidak ada, resistensi aliran arteri di sampingnya akan meningkat menyebabkan gambaran aliran arteri yang berlawanan (reversal) pada saat akhir diastolik. Infark jarang terjadi hanya sekitar 1 %. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu rejeksi berat, oklusi di anastomosis, kinking arteri dan intimal flap. Oklusi komplit arteri renalis biasanya terjadi pada periode awal setelah operasi. Ginjal transplan tidak mempunyai kolateral, sehingga cedera yang bersifat irreversibel akan menyebabkan iskemik jika lebih dari 1,5 jam. Klinisnya berupa anuria dan hipertensi.Gambaran secara
29
USG didapatkan infark segmental sebagai massa hipoekoik berbatas tidak tegas atau massa hipoekoik dengan tepi hiperekoik yang tegas. Bila infarknya luas maka ginjal akan membesar difus dan hipoekoik. Pada Color Doppler, infark segmental terlihat sebagai segmen berbentuk baji (wedge shape) tanpa aliran darah. Hal ini juga bisa ditemukan pada pielonefritis berat atau ruptur transplan. Tidak adanya aliran darah arteri maupun vena di dalam ginjal bisa digunakan sebagai kriteria trombosis arteri renalis. Tetapi gambaran ini juga dapat ditemui pada rejeksi berat. Trombosis arteri renalis asesories lebih sering terjadi dibanding arteri renalis utama, dan komplikasi yang ditimbulkan juga lebih kecil. Bila hasil USG meragukan maka dilakukan angiografi untuk konfirmasi.22 Pseudoaneurisma dan arteriovenous fistula kadang terjadi akibat kerusakan vaskuler pada saat biopsi. Biopsi sering dilakukan pada kecurigaan adanya rejeksi. Hal ini biasanya tidak signifikan dan membaik secara spontan. Klinisnya berupa gross hematuria pada 5-7% kasus dan akan sembuh dengan sendirinya. Arteriovenous fistula mudah terlihat pada color doppler berupa aliran turbulen dengan kecepatan tinggi pada arteri segmental atau interlobar dan pasangan venanya. Pseudoaneurisma memberikan gambaran lesi kistik simpel atau kompleks, tetapi bila dilakukan Doppler terlihat aliran pembuluh darah turbulen di dalamnya. Pseudoaneurisma extrarenal jarang terjadi, biasanya terjadi di tempat anastomosis arteri akibat operasi atau infeksi. Umumnya komplikasi setelah biopsi diterapi secara konservatif dan kebanyakan sembuh dengan sendirinya.22
30
BAB V KESIMPULAN
Dilaporkan sebuah kasus transplantasi ginjal dengan pemeriksaan imaging radiologi pada donor maupun resipien transplantasi ginjal. Modalitas radiologi yang berperan adalah panoramik, foto Thorax, CT Scan terutama CTA dan USG dopller. Pada pemeriksaan yang telah dilakukan sebagian besar sudah sesuai dengan kepustakaan yang ada tetapi masih ada beberapa kekurangan terutama pada informasi yang disampaikan dalam interpretasi CT scan, yaitu tentang gambaran gambaran jumlah percabangan baik arteri maupun vena. Detailnya data yang disampaikan mengakibatkan lancarnya proses operasi dan hasil evaluasi baik. Dari hal tersebut bisa kita lihat peranan radiologi sangat besar dalam proses transplantasi ginjal.
31
DAFTAR PUSTAKA 1. Pierce, Mark. CT Angiography of Living Renal Transplantation Donors. Cewebspurce.com. July 15. 2013. 2. Juliana IM, Loekman JS. Komplikasi Paska Transplantasi Ginjal. J Penyakit Dalam Vol.8.No.1. 2008. 3. Susalit E. Transplantasi ginjal. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta : Internal Publishing. 2010; 1066-78. 4. National
Institute
of
Diabetes
and
Digestive
and
Kidney
Disease.Treatment Method for Kidney Failure Transplantation. 2006; 2. 5. Yale School of Medicine. Kidney transplantation. Diunduh dari www.yalemedicalgroup.org. Diakses Desember 2012. 6. Park SB, Kim JK, Cho KS. Complications of renal transplatation ultrasonographic evaluation. J Ultrasound Med 2007;26:615-33. 7. Brown ED, Chen MY, Wolfman NT, Ott DJ, Watson NE. Complications of renal transplantation: evaluation with US and radionuclide imaging. Radiographics 2000;20:607-22. 8. Zwirewich CV. Renal transplant imaging and intervention : practical aspect . Last updated 11th August 1998. 9. Kawamoto S, Montgomery RA, Lawler LP, Horton KM, Fishman EK. Multidetector Row CT Evaluation of Living Renal Donors Prir to laparoscopic Nephrectomy. RadioGraphics, 2004; 24 : 453-466. 10. Sandhu JS, Sandhu P, Saggar K. Sonographic evaluation of renal allograft. JAPI. July 2004 ;52 : 568-71. 11. Piyasena RV, Hamper UM. Doppler ultrasound evaluation of renal transplants. Appl Radiol 2010;39(9):23-32. 12. Craig RG, Spittle MA, Levin NW. Importance of Periodontal Disease in The Kidney Patient. Blood Purif.2002. 20(1) : 113-9.
32
13. Gurland HJ, Brunner FP, Dehn H, Harlen H, Parsons FM, Scharer K. Proceddings of The European Dialysis and Transplant Assosiation. Ptman Medical, London. 1973 ; 42. 14. Poedjomartono B, Soeroyo.Pemeriksaan Fungsi Ginjal dengan Renografi pada Seorang Pasien dengan Penyempitan Aorta Abdominalis dan Kelainn Percabangan Arteria Renalis Kanan dan Kiri. Temu Ilmiah Dwi Tahunan PKBNI. 1989; 134-40. 15. Doig A, Lawrence JR, Philp T, Tothill P, Donald KW. I Hipuran Renography in Detection of Unilateral Renal Disease in Patients With Hypertension. British Medical Jurnal. Feb 23 1963 ; 500-4. 16. Al-Khulaifat, S. Evaluation of a transplanted kidney by doppler ultrasound. Saudi J Kidney Dis Transplant. 2008;19(5):730-36. 17. Baxter GM, Rodger RSC. Doppler ultrasound in renal transplantation. Nephrol Dial Transplant .1997; 12:2449-51. 18. Bates JA. Abdominal ultrasound how, why and when. 2nd edition. Churchill Livingstone. 2004; 182-91. 19. Zimmerman P, Ragavendra N, Schiepers C. Diagnostic imaging in kidney transplantation. In: Danoviech, Gabriel M, editors. Handbook of Kidney Trasnplantation. Lippincott Williams and Wilkins. 2005. 20. Creasy RK, Resnik R, Iama JD. Pregnancy-Related hypertension. Maternal-fetal Medicine 5 th ed. Saunders, USA, 2004; 859-99 21. Lundell A, Persson NH. Intraoperative Blood Flow Measurement during Renal Transplantation. Diunduh dari transonic.com 2014. 22. Akbar SA, Jafri SZH, Amendola MA, Madrazo BL, Salem R, Bis KG. Complication of renal transplantation. Radiographics; 2005; 25:1335–56.
33
LAMPIRAN
Gambar 1. Anatomi Ginjal Transplan
Gambar 2. MIP axial reconstruction renal artery
Gambar 3. 3D single arteri renalis dextra et sinistra 34
Gambar 4. Fase ekskretori
Gambar 5. Polar arteri ginjal kiri
Gambar 6. Normal Renogram
35
Gambar 7. Arteri renalis donor
Gambar 8. 3D arteri renalis donor
Gambar 9. Fase ekskretori donor
36
Gambar 10 . USG Pre OP Resipien
Gambar 11. USG inta OP
Gambar 12. USG Post OP
37