Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
PERANAN PENGGUNAAN PRINSIP SYARIAH DAN BUDAYA DALAM MODEL KUALITAS JASA-LOYALITAS PADA PERBANKAN SYARIAH Yudi Sutarso Herizon Chaniago Harry Widyantoro Jurusan Manajemen, STIE Perbanas Surabaya Jl. Nginden Semolo 34-36 Surabaya, www.perbanas.ac.id
[email protected]
Abstract This studyhasfourobjectives, namely to analyze : 1) customerperceptionsof service quality providedbyIslamic banking, particularly regardingthe use ofIslamic principles, 2) the effect of perceivedservicequality on customersatisfactionofIslamic banking, 3) the effect of cultureoncustomersatisfaction, and 4) the effect of satisfactionon customer loyalty. This study iscausal research, whichusedprimary dataas method ofempiricalverification. By using apurposive sampling method, thisstudyemployed249respondentswhocamefromcustomersof IslamicbankinginSurabaya. Analysistoolusedis SEM(Structural EquationModel). The resultsof this studyindicate, firstly, theperceptionof customerstowardsIslamic bankingisquitepositive, in particular on variousaspectsrelated to service quality, satisfaction,andloyalty. Secondly, thehypothesistesting the effect ofservice quality on customer satisfaction is supportedinthis study. Also, the roleof Islamic principlein thebanking is proven to influencecustomersatisfaction. Thirdly, the hypothesis of the culture (attitude toward risk) influence satisfaction is not supported. Fourthly, the satisfaction is proved tohave apositive influence onloyalty. The last findings, although it was nothypothesized, the cultureinfluencecustomerloyalty.
Abstraksi Penelitian ini memiliki empat tujuan, yaitu : 1) mengetahui persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perbankan syariah, utamanya tentang penggunaan prinsip syariah; 2) mengetahui pengaruh tingkat kualitas jasa yang dirasakan terhadap tingkat kepuasan pelanggan jasa perbankan syariah; 3) mengetahui pengaruh perbedaan budaya terhadap tingkat kepuasan pelanggan; dan 4) mengetahui pengaruh tingkat kepuasan terhadap loyalitas pelanggan jasa perbankan syariah. Penelitian ini merupakan penelitian kausal, yang menggunakan data primer sebagai metode pembuktian empirik. Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan 249 responden yang berasal dari pelanggan jasa perbankan syariah di Surabaya. Alat analisa yang digunakan adalah SEM (Model Persamaan Struktural). Hasil penelitian ini menunjukkan, pertama, dari tanggapan yang diberikan oleh responden dapat dikatakan bahwa secara umum persepsi pelanggan terhadap perbankan syariah adalah cukup positif terhadap berbagai aspek menyangkut kualitas jasa, demikian juga tingkat kepuasan dan loyalitas mereka. Kedua, hipotesis yang menguji pengaruh dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan semua terbukti dan mendapat dukungan dalam penelitian ini. Peranan penerapan syariah dalam perbankan terbukti mempengaruhi kepuasan pelanggan. Ketiga, budaya yang dalam penelitian ini diredusir menjadi sikap terhadap resiko tidak dapat dibuktikan pengaruhnya terhadap kepuasan. Keempat, tingkat kepuasan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas pada bank syariah. Temuan terakhir, sekalipun tidak dihipotesiskan sebelumnya, budaya (sikap terhadap resiko) mamiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan jasa bank syariah.
Keywords: Service quality, Islamic banking, cultural, satisfaction, and loyalty. keuangan Islam mencoba untuk menjamin keseluruhan kontrak yang dilakukan telah BAB I - PENDAHULUAN berdasarkan pada persyaratan hukum Islam dan hukum negara (El-Gamal 2000). Tujuan dari 1.1. Latar Belakang perbankan syariah sendiri adalah antara lain Sistem perbankan syariah diperkenalkan oleh mengimplementasikan sistem nilai dari Qur’an dan karena banyak penduduk muslim percaya bahwa Sunnah dalam sistem sosial-ekonomi kaum muslim, sistem bunga komersial yang dijalankan oleh mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara perbankan konvensional pada umumnya adalah muslim dengan mengembangkan pasar, institusi dilarang, sekalipun yang lain menyatakan tidak. dan instrumen keuangan, dan mengurangi dampak Setelah berbagai tanggapan beragam muncul atas kejutan output ekonomi ekstrim yang menggunakan berdirinya perbankan syariah, institusi keuangan instrumen pembagian resiko (Ebrahim and Joo syariah akhirnya berkembang dengan cepat dan 2001). Sekalipun dibanyak negeri muslim format mendapatkan dukungan antusias dari berbagai perbankan ini telah berkembang namun dibeberapa kalangan muda maupun kaum intelektual di tempat misalnya di Amerika Serikat ada beberapa Indonesia. Tidak hanya berkembang di Indonesia, restriksi sehingga kurang berkembang (Taylor namun perbankan syariah telah memiliki 2003). perkembangan sehingga menjadi alternative yang Dalam perspektif manajemen pemasaran, kompetitif disamping perbankan konvensional praktek perbankan syariah memberikan (Khan dan Bhatti 2008). Berbeda dengan perbankan penggambaran yang tersendiri dibanding dengan pada umumnya, perbankan syariah atau institusi Vol. 1 No.1 Mei 2010
1
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
perbankan konvensional pada umumnya. Fakta yang muncul adalah perbankan syariah lebih berkembang pada daerah-daerah yang kesadaran masyarakatnya terhadap hukum Islam cukup tinggi, sekalipun terdapat pula yang motivasi transaksinya serupa dengan perbankan konvensional pada umumnya. Di banyak tempat, sistem ini berkembang lebih baik, misalnya hal ini terlihat dari intensitas persaingan yang semakin tinggi (Dubisi 2006). Dalam kaitan tersebut terdapat budaya yang tersendiri yang melingkupi konsumen atau pelanggan dari perbankan syariah. Tidak dapat dihindarkan, sebagai entitas bisnis yang menerapkan hukum Islam sebagai sandaran transaksi, perbankan syariah harus pula menerapkan prinsip bisnis, yang salah satunya adalah selalu menjaga kualitas layanan yang diberikan kepada para nasabahnya. Sekalipun diakui bahwa motivasi utama masyarakat pengguna bank Islam adalah penggunaan hukum syariah, namun kompetisi yang dihadapi mengharuskan perbankan syariah untuk juga memperhatikan faktor kualitas jasa. Kualitas jasa yang baiklah yang nanti akhirnya akan memberikan peluang kepada setiap pelaku bisnis memenangkan persaingan dalam pasar, disamping hal tersebut akan meningkatkan tingkat kepuasan dan loyalitas pelanggan. Disamping hal tersbeut diatas, membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan adalah strategi yang penting bagi perbankan saat ini yang kompetisinya sangat tinggi (Clemes et.al 2010).
1. 2.
3.
4.
BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kualitas Jasa Perbankan, Beragam definisi kualitas dapat ditemui di berbagai literatur, dimana sebagian besar berbeda oleh karena perspektif dan setting yang digunakan. Crosby (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan (corformance to requairements), Garvin (1983) memberikan definisi kualitas sebagai jumlah keseluruhan kegagalan internal dan kegagalan eksternal (Parasuraman et. al. 1985). Definisi kualitas biasanya lebih sering dan lebih mudah digunakan dalam konteks barang (physical object). Untuk jasa, penilaian dan pendifinisian kualitas menjadi lebih rumit dan lebih sulit. Pengetahuan mengenai kualitas untuk barang yang selama ini sering digunakan tidak cukup untuk memahami bagaimana kualitas sebuah jasa. Jasa pada dasarnya adalah tidak berwujud, beranekaragam, dan menyatu. Jasa juga merupakan entitas produk yang menyatu, yaitu tidak bisa dipisahkan waktunya antara kapan diproduksi dan kapan dikonsumsi. Sehingga evaluasi atas kualitas jasa tidak ditentukan hanya oleh keluaran saja, namun juga proses penyampaian jasa kepada pelanggan. Konsepsi pengukuran kualitas jasa pertama kali mengemukakan konsepsi bahwa kualitas jasa diukur dari perspektif kinerja dibandingkan dengan harapan pelanggan (Parasuraman et. al. (1985). Terdapat lima kesenjangan yang melekat dalam konseptualisasi ini, yaitu misalnya kesenjangan antara jasa yang diharapkan pelanggan dengan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan, kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang didapatkan, dan sebagainya. Sekalipun diterima oleh panyak periset dan diadopsi dalam aktivitas marketing, konseptualisasi servqual juga banyak mendapatkan tantangan. Terdapat kritik terhadap konsepsi servqual, dengan menyatakan bahwa konsepsi in gagal membangun teori ekonomi, statistik dan psikologi, dan secara praktek pelanggan sedikit bukti yang menyatakan bahwa pelanggan mengukur kualitas jasa dalam
1.2. Permasalahan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan empat permasalahan utama, antara lain : 1. Bagaimana persepsi nasabah terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perbankan syariah; 2. Bagaimana pengaruh tingkat kualitas jasa (syariah, jaminan, kehandalan, tampilan, empati, dan ketanggapan) yang dirasakan terhadap tingkat kepuasan nasabah pada jasa perbankan syariah; 3. Bagaimana perbedaan budaya (sikap terhadap resiko) mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah pada jasa perbankan syariah; dan 4. Bagaimana pengaruh tingkat kepuasan terhadap loyalitas nasabah pada jasa perbankan syariah.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penerapan syariah dilihat dari perspektif pelanggan pada perbankan syariah, dimana secara deskriptif dapat dijabarkan dalam empat tujuan yaitu, antara lain :
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Mengetahui persepsi nasabah terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perbankan syariah; Mengetahui pengaruh tingkat kualitas jasa (syariah, jaminan, kehandalan, tampilan, empati, dan ketanggapan) yang dirasakan terhadap tingkat kepuasan nasabah pada jasa perbankan syariah; Mengetahui pengeruh perbedaan budaya (sikap terhadap resiko) terhadap tingkat kepuasan nasabah pada jasa perbankan syariah; dan Mengetahui pengaruh tingkat kepuasan terhadap loyalitas nasabah pada jasa perbankan syariah.
2
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
kebijakan dan lingkungan kerjanya. Ragam penelitian kualitas jasa perbankan lain dapat ditemui dalam penelitian lebih dulu hingga saat ini, misalnya mengenai pendekatan dalam kualitas jasa pada dua bank di Inggris (Newman and Cowling 1996), penentu utama dalam mengembangkan kualitas jasa perbankan (Johnston 1997), pentingnya peranan karyawan depan (customercontact employees) dalam kualitas jasa bank (Yavas et. al. 1997), keterkaitan kualitas jasa dengan citra dan loyalitas (Bloemer et. al. 1998), perbandingan dua pengukuran kualitas pada perbankan di India (Anggur et.al 1999), pengaruhnya kepada retensi nasabah bank (Al-Hawari and Newby 2009) dan keinginan berpindah bank (Clemes et.al 2010).
terminologi kinerja dan harapan (Butle 1998). Juga dikatakan bahwa kualitas jasa lebih menekankan pada penyampaian jasa, dan bukan pada keluaran dari layanan jasa, serta lima kualitas jasa bukanlah hal yang universal. Cronin dan Tayler juga memberikan kritikan terhadap konsepsi servqual dengan mendasarkan pada risetnya dalam empat industri, yaitu perbankan, pest control, dry cleaning dan fast food (Cronin dan Teyler 1992; 1994). Dalam riset tersebut dikembangkan model pengukuran berdasarkan kinerja dari dari kualitas jasa (service performance), dan hasilnya menunjukkan bahwa model yang ia kembangkan memiliki lebih banyak variance dari keseluruhan pengukuran kualitas jasa dari pada model Servqual. Servperf terdiri adalah pengukuran yang melibatkan 22 item persepsi dari servqual, yang mengabaikan pertimbangan harapan dalam pengukurannya. Kajian dan penelitian menyangkut tema kualitas jasa dalam bidang perbankan dapat ditemui beberapa penelitian. Al-Tamimi dan Al-Amiri dalam penelitianyaa menyatakan bahwa kualitas jasa dalam perbankan Islam memegang peranan penting, utamanya karena dapat mempengaruhi langsung terhadap keuntungan. Dalam penelitiannya didapatkan bahwa hal paling penting dalam pengembangan kualitas jasa bank Islam adalah empati dan tampilan bank (Al-Tamimi dan Al-Amiri 2004). Penelitian di India ditemukan bahwa bank swasta lebih baik persepsinya dibanding dengan bank pemerintah (Sharma 2005), penelitian dalam tema yang sama terhadap perbankan di Singapura mendapatkan bahwa bank swasta lebih baik kualitas jasanya dibanding dengan bank pemerintah dalam hal menciptakan kesadaran atas layanananya dan berbagai layanan melalui anjungan tunai mandiri, sedangkan bank pemerintah unggul dalam hal bagaimana karyawannya melayani (Gerald dan Coningham 2000). Penelitian pada sepuluh bank di Queensland Australia, mengenai pengaruh kualitas jasa dari layanan otomatis pada bank terhadap kinerja, dimana didapatkan bahwa kualitas jasa mempengaruhi retensi dan kinerja, dengan mediasi retensi pelanggan (Al-Hawari 2006). Kualitas jasa juga merupakan faktor penentu terhadap kepuasan sebagaimana hasil penelitian pada indutri perbankan di Taiwan (Lee and Hwan 2005). Dalam persepktif lain, penelitian mengenai kualitas jasa pada internet bankingdidapatkan bahwa kualitas jasa internet banking dapat difaktorialkan menjadi akses, interface, kepercayaan, perhatian dan kredibilias (Jawawardhena 2004). Dalam perspektif yang lain pula , penelitian yang mengkaitkan antara iklim jasa yang dipersepsi karyawan bank di India dengan persepsi kualitas jasa yang diterima nasabah menunjukan korelasi yang kuat (Shainash dan Sharma 2003). Kualitas jasa yang dipersepsikan oleh nasabah sangat berhubungan dengan bagaimana karywan bank mempersepsi terhadap Vol. 1 No.1 Mei 2010
2.2. Model CARTER dan Kualitas Jasa Bank Syariah Model pengukuran CHARTER pertama kali diperkenalkan oleh Othman dan Owen, dimana dalam penelitiannya yang menyangkut kualitas jasa perbankan syariah, dijelaskan bahwa kualitas jasa perbankan syariah memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan (Othman dan Owen (2000). Keenam dimensi tersebut, adalah kesesuaian dengan prinsip syariah (compliance), jaminan (assurance), kehandalan (reliability), tampilan (tanggible), empati (emphaty), dan daya ketanggapan (responsivenes). Dalam penelitian tersebut diekplorasi bagaimana model kualitas jasa dalam perbankan yang menggunakan syariah sebagai tolok ukur hukum yang digunakan.Dimansi tersebut, selanjutnya disebut dengan CARTER model dalam penelitin ini, hingga saat ini telah ditemukan adopsi dimensi ini dalam perbankan syariah, misalnya penelitian yang dilakukaan oleh Syafie et.al (2004), yang melakukan penelitian di perbankan di Malaysia. Pengujian instrumen dasar telah dilakukan oleh peneliti tersebut pada perbankan di Kuwait dan di Malaysia.
2.3. Kepuasan Pelanggan Terhadap Resiko.
dan
Sikap
Kepuasan pelanggan seringkali dipahami sebagai tingkat kesesuaian antara kinerja produk yang tercermin dalam persepsi pelanggan dengan harapan yang dibangun oleh pelanggan. Hal ini memberikan implikasi bahwa jika kinerja produk dalam memenuhi kebutuhan melebihi harapan konsumen, maka akan tercipta kepuasan. Juga jika kinerja produk jauh melebihi harapan konsumen maka akan tercipta konsumen yang sangat puas (delight customer). Sebaliknya jika kinerja produk kurang dari yang diharapkan oleh konsumen maka akan terjadi ketidakpuasan. Pandangan ini kepuasan pelanggan seperti ini adalah serupa dengan paradigma diskonfirmasi atau ekspektasi dalam teori proses (Caruana et.al. 1997). Kepuasan pelanggan dalam paradigma ini mencakup empat konstruk utama, yaitu ekspektasi, kinerja, 3
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
diskonfirmasi dan kepuasan. Ekspektasi adalah merupakan pengharapan yang dimiliki oleh konsumen dala membeli suatu produk, kinerja merupakan kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, diskonfirmasi adalah situasi dimana ekspektasi lebih tinggi dari kinerja, dan kepuasan adalah kondisi dimana ekspektasi konsumen yang dapat dipenuhi oleh kinerja produk. Perkembangan yang fenomenal pada ekonomi jasa telah mendorong terjadinya perkembangan alternatif teori dan pemikiran berkaitan dengan definisi dan pengukuran domain kepuasan pelanggan. Disamping juga terdapat perkembangan adopsi pengukuran kepuasan pelanggan pada berbagai bidang, misalnya pada perusahaan jasa audit (Caruana et. al 2000), jasa intermediator pekerjaan (Wiele et. al. 2002), jasa perbankan (Athanassopoulos et. al 2001, Alred 2001, Bloemer et. al 2002), dan perusahaan manufaktur (Kelley et. al. 2002). Penelitian pada industri berbeda juga pernah dilakukan dimana dalam riset tersebut dapat dibuktikan adanya pengaruh positif antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan (Winsted 2000). Dalam riset tersebut periset mengambil obyek pada dua industri yaitu jasa dokter dan jasa restoran, dimana pengukuran kualitas jasa dalam riset ini adalah menggunakan perilaku penyedia jasa dalam menyampaikan jasanya. Atas dasar penelitian pada dua industri tersebut, penelitian ini memberikan pembuktian bahwa kualitas jasa memiliki pengaruh pada kepuasan pelanggan. Dalam kaitan dengan budaya, peneliti memberikan perkiraan hipotetik bahwa perbedaan budaya akan memberikan tingkat kepuasan yang berbeda pula pada kasus perbankan syariah. Hal ini dikarenakan bahwa pelanggan jasa perbankan syariah tentu tidak saja dilakukan oleh karena loyalitas nilai, yaitu agama, namun hampir pasti ada motivasi lain. Kecenderungan yang ada pada pelanggan adalah mereka berasal dari masyarakat tingkat menengah bawah, yang juga mereka memiliki subkultur sendiri yang bisa jadi berbeda dengan masyarakat lain.
loyalitas dapat ditelusur dari konseptualisasi yang memberikan pengertian loyalitas sebagai respon perilaku yang diekspresikan dalam jangka waktu lama oleh seseorang berkaitan dengan produk dari sekumpulan produk tertentu, yang mana hal tersebut merupakan fungsi proses psikologikal yang menghasilkan komitmen (Bloemer dan Ruyter (1998). Dari definisi ini bagian terpenting dari loyalitas adalah komitmen. Absennya komitmen dalam pembelian ulang hanyalah sebuah loyalitas semu, sebab bisa jadi hal tersebut hanya dimotivasi oleh pembelian inertia. Definisi lain dalam perspektif yang lain memberikan pengertian loyalitas sebagai sikap yang menyenangkan terhadap merek yang menghasilkan pembelian yang konsieten dari merek sepanjang waktu (Assael (1992). Dari berbagai pengertian tersebut akan nampak menonjol bahwa loyalitas berdimensi sikap bukan sekedar perilaku atau sekedar pembelian ulang. Bahkan perkembangan terakhir loyalitas diklasifikasi menjadi loyalitas terjadi kepada orang (personal loyalty) ataupun kepada jasa (services loyalty)(Bove and Jhonson 2009). Dalam kaitan dengan budaya, terdapat indikasi hipotetik dimana tingkat kepuasan pelanggan akan berbeda pada akibat perbedaan budaya. Hal ini akibat pendekatan yang dilakukan oleh perbankan syariah dalam berbagai kebijakan lebih menggunakan pendekatan budaya. Selanjutnya kepuasan pelanggan jika dikaitkan dengan loyalitas akan terdapat variabel yang menghubungkan yaitu elaborasi. Kepuasan nyata (manifest satisfaction) berhubungan langsung dengan loyalitas. Kepuasan manifes mensyaratkan evaluasi terhadap produk atau transaksi tertentu yang dibuat, dimana evaluasi positif akan mengarahkan pada terjadinya komitmen. Kepuasan laten adalah hasil dari evaluasi implisit terhadap pilihan produk, dimana tidak terdapat aktivitas elaborasi dan dimana pelanggan tidak benar-benar menyadari. Sehingga pada tipologi kepuasan yang terakhir, pelanggan hanya menerima produk, namun tidak akan menimbulkan komitmen. Sehingga dalam hal ini, elaborasi adalah variabel moderator antara kepuasan dan loyalitas (Bloemer and Ruyter 1998). Dalam industri perbankan, fenomena loyalitas dapat ditelusuri dari beberapa penelitian. Penelitian terhadap 216 bank di Athena, dengan tujuan untuk melihat pendorong loyalitas pada kelompok bank, dihasilkan bahwa kepuasan adalah pendorong utama terhadap loyalitas, pendorong lain dan berbeda antar kelompok bank adalah citra dan kualitas yang diterima nasabah (Veloutsou et. al 2005). Penelitian pada industri perbankan di Australia bahwa antaseden intensi loyal adalah kepuasan, sehingga manajemen bank harus menciptakan kepuasan agar loyalitas terjaga (Pont and McQuilken 2004.
2.4. Loyalitas Dalam konseptualisasi konstruk loyalitas, maka dapat dibedakan antara perilaku pembelian ulang dengan loyalitas. Pembelian ulang lebih menekankan kepada perilaku aktual dalam bentuk pembelian kembali terhadap produk yang pernah dibelinya. Pembelian ulang masih kadang dipandang sebagai indikator pengukuran bagi loyalitas, sekalipun banyak kritik atas hal tersebut. Disamping bahwa konseptualisasi dan operasionalisasi aspek perilaku seringkali tidak mencukupi untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa pembelian kembali muncul. Definisi
Vol. 1 No.1 Mei 2010
4
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
Gambar .2.1.Model Kualitas Jasa-Loyalitas Bank Syariah Kualitas Jasa Bank Syariah Syariah H1a
Jaminan
H1b
Kehandalan
H1c H1d
Tampilan
Kepuasan
H3
Loyalitas
H1e H2
Empati
H1f
Budaya (Sikap atas Resiko)
Ketanggapan Keterangan : Model diadopsi dan dikembangkan dari konseptualisasi Othman dan Owen (2000) dan Bloemer dan Ruyter (1998). penelitian formal dalam perspektif tingkat kristalisasi problem penelitian, penelitian survei 2.5. Model Penelitian dalam perspektif metode pengumpulan data yang Model yang menghubungkan antar konstruk dilakukan, penelitian expost facto dalam perspektif dalam penelitian ini dapat dilihat sebagaimana keterlibatan peneliti dalam mempengaruhi variabel dalam Gambar 2.1. penelitian, penelitian kausal (Sekaran 2000) dalam perspektif tujuan penelitian, penelitian cross2.6. Hipotesis Penelitian sectional dalam perspektif waktu penelitian, Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut penelitian statistikal dalam perspektif lingkup topik, dibawah ini. penelitian lapangan dalam perspektif lingkungan Hipotesis 1 Kualitas jasa yang terdiri dari : a) penelitian, dan penelitian dengan dalah penelitian syariah, b) jaminan, c) kehandalan, d) dengan bias namun tidak berhubungan dengan tampilan, e) empati, dan f) peneliti dalam perspektif persepsi responden. ketanggapan berpengaruh positif Sumber data dalam penelitian ini adalah terhadap kepuasan nasabah jasa sumber data primer yang dalam hal ini adalah perbankan syariah. responden, yaitu orang yang merespon atau Hipotesis 2 Perbedaan budaya (sikap terhadap menjawab setiap pertanyaan penelitian, baik resiko) akan berpengaruh terhadap dilakukan secara tertulis ataupun lisan. Sumber data tingkat kepuasan nasabah jasa primer merupakan sumber data yang paling perbankan syariah. berwenang (most authoritative) disebabkan Hipotesis 3 Kepuasan nasabah berpengaruh informasi yang didapatkan belum diinterpretasi positif terhadap loyalitas nasabah jasa oleh pihak lain untuk kepentingan yang lain perbankan syariah. (Cooper dan Schindler 2008). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah BAB III - METODE PENELITIAN komunikasi yang dilakukan melalui tanya-jawab (questioning) atau metode surveiatau direct 3.1. Desain Penelitian dan Data questioning technique (Aaker et.al. 2001; Desain penelitian adalah merupakan kerangka Indriantoro dan Supomo 1999).Metode ini dipilih kerja atau cetak biru yang berguna sebagai karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan pedoman utama dalam melakukan seluruh pendekatan lain, yang antara lain : 1) metode ini rangkaian kegiatan dalam penelitian (Malhotra dapat digunakan untuk memperoleh data dalam 2004). Desain penelitian dapat ditinjau dari jumlah banyak dari responden pada satu waktu; 2) sekurang-kurangnya delapan perspektif yang memiliki keanekaragaman kecakapan (versatility), berbeda (Cooper dan Emory (1995). Berdasarkan yaitu dapat digunakan dibanyak setting penelitian, tinjauan tersebut penelitian ini adalah merupakan dan adaptif untuk penelitian yang membutuhkan Vol. 1 No.1 Mei 2010
5
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
kemampuan bank untuk memenuhi ketentuan hukum Islam dan menjalankan bank sesuai dengan prinsip bank dan ekonomi Islam (lima item). Jaminan adalah pengetahuan dan kepedulian karyawan dan kemampuan untuk memegang janji dan kepercayaan termasuk didalamnya adalah komunikasi verbal dan tertulis antara karyawan dan pelanggan (lima item). Kehandalan adalah kemampuan bank untuk memberikan layanan sesuai yang dijanjikan, dapat dipertanggungjawabkan dan akurat (empat item). Perwujudanadalah penampakan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan-bahan bagi komunikasi (lima item). Empati adalah kepedulian, perhatian pribadi yang diberikan oleh bank kepada pelanggannya (sembilan item). Ketanggapan adalah keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang tepat (lima item). Kepuasan dalam penelitian ini memiliki definisi sebagai kondisi dimana kenyataan yang didapatkan oleh konsumen lebih tinggi dibanding dengan harapan yang miliki sebelumnya (Kotler 2000). Untuk mengukur konstruk kepuasan peneliti mengadopsi tiga item pertanyaan yang digunakan sebelumnya (Caruana et. al 2000), selanjutnya berdasarkan item tersebut dikombinasikan dengan hasil wawancara eksploratif dengan pelanggan bank syariah untuk selanjutnya dihasilkan item yang sesuai dengan setting penelitian. Budaya dalam penelitian ini adalah pemikiran kolektif yang terprogram yang membedakan anggota dalam satu kelompok dengan kelompok yang lain (Hoftstede 1994 dalam Furrer, Liu and Sudharshan 2000). Dalam pengukuran aspek ini, peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Hofstede yang terdiri dari 20 item, yang dengan skala likert. Dimensi budaya yang terkandung dalam konstruk tersebut adalah power distance, individualisme, masculinity, uncertainty avoidance dan long term orientation. Untuk penelitian ini dimensi budaya diredusir dan diukur dengan menggunakan satu dimensi yaitu uncertainty avoidance atau sikap terhadap resiko, yang diukur dengan menggunakan empat item pertanyaan yang diadopsi dari Hoftstade. Loyalitas dalam penelitian ini adalah pembelian ulang yang dilakukan oleh pembeli karena adanya komitmen kepada jasa tertentu. Untuk mengukur konstruk ini peneliti mengadopsi item pertanyaan yang dikembangkan oleh Srinivasan, Anderson, dan Ponnavolu (Srinivasan, Anderson, Ponnavolu (2002). Item tersebut terdiri dari tujuh pertanyaan. Selanjutnya dari item tersebut, peneliti mengkombinasikan dengan hasil wawancara ekploratif dengan responden penelitian, yang akhirnya dihasilkan item pertanyaan yang telah disesuaikan dengan setting penelitian ini. Atas konstruk tersebut, peneliti menggunakan skala likert yang merentang dari ”sangat tidak setuju”
desain deskriptif maupun kausal; dan 3) pendekatan ini lebih efisien dan ekonomis (Aaker, et.al. 2001, Cooper dan Schindler 2008).
3.2. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pelanggan jasa perbankan syariah di Surabaya. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Metode purposive adalah metode sampel non-probabilistik yang tidak dibatasi (unrestricted (Cooper dan Schindler 2008),dimana anggota sampel dipilih karena mereka memenuhi kriteria yang ditentukan secara judgement. Motode ini memiliki kekurangan antara lain, lemah dalam merepresentasi populasi (Aaker et.al 2001); Craig dan Douglas 2000); Crask et.al. 1995), kurang reliabel (Cooper dan Scindler 2008), dan kurang akurat. Namun kelebihan metode ini adalah waktu pelaksanaan penelitian yang dapat dicapai dengan relatif lebih cepat dan juga dapat mengakibatkan penggunaan biaya yang relatif lebih murah (Indriantoro dan Supomo 1999). Penelitian ini melibatkan penyebaran kepada sebanyak 300 responden, dan yang dapat dianalisis sejumlah 249 responden. Berdasar jenis kelamin, 53 persen responden penelitian ini adalah laki-laki dan 47 persen perempuan. Berdasar usia, mereka adalah 22 persen kurang dari 20 tahun, 20 persen berusia 20 – 19 tahun, 36 persen berusia 30-39 tahun, 26 persen berusia 40-49 tahun dan selebihnya berusia 50 tahun keatas. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar adalah Sarjana sebanyak 43 persen dan Sekolah Menengan Umum sebanyak 41 persen, sedangkan dari jenis pekerjaan sebagian besar mereka 36 pesen adalah pegawai swasta, 29 persen Pegawai Negeri Sipil, dan 25 persen adalah mereka yang bekerja sebagai wiraswasta.
3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran. Model kualitas jasa-loyalitas dalam penelitian ini terbentuk dari sembilan konstruk yang dikaji dan diukur selama penelitian. Kesembilan konstruk tersebut adalah enam yang pertama adalah: syariah (kesesuaian dengan syariah), jaminan, kehandalan, perwujudan, emphati dan ketanggapan, yang merupakan dimensi dalam kualitas jasa dalam jasa perbankan syariah yang dikembangkan oleh Otman dan Owen (2000). Sedangkan tiga konstruk yang lain adalah kepuasan, budaya (sikap terhadap resiko) dan loyalitas. Definisi dan pengukuran kesembilan konstruk tersebut dapat dijelaskan secara lebih rinci pada penjelasan berikut dibawah ini. Kualitas jasa dalam penelitian ini menggunakan dimensi yang dikembangkan bagi perbankan syariah. Dalam dimensi tersebut terdiri dari enam konstruk yaitu syariah, jaminan, kehandalan, tampilan, emphatic, dan ketanggapan.Syariah dalam penelitian ini, adalah Vol. 1 No.1 Mei 2010
6
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
dengan skor satu, hingga “sangat setuju” dengan skor lima.
aplikatif untuk multi-item scales dan koefisen ini paling banyak digunakan dalam penelitian pemasaran (Cortina 1993). Besarnya koefisien alpha yang digunakan adalah lebih dari 0.60 (Malhotra 2004), dimana dalam penelitian ini nilai reliabilitas tercermin dalam Tabel 4.1. Validitas adalah tingkat akurasi skala atau sekumpulan pengukuran merepresentasikan konsep yang ingin diukur (Hair et.al 2006). Untuk menguji validitas dalam penelitian ini maka digunakan pengukuran validitas konvergen dan validitas isi atau muka. Validitas konvergen adalah ukuran sampai seberapa jauh perubahan pendekatan terhadap konstruk yang digunakan menghasilkan hasil akhir yang sama (Campbel dan Fiske 1959 dalam Ferdinand (2000). Untuk mengukur validitas konvergen digunakan keofiesen delta Bentler– Bonnet, yang menunjukkan rasio perbedaan antara nilai chi-square dari null measurement model dan nilai chi-square dari model yang dianalisis (Ferdinand (2000). Validitas isi atau muka adalah satu konsep pengukuran validitas dimana suatu instrumen dinilai memiliki validitas isi jika mengandung butir-butir pertanyaan yang memadai dan representatif untuk mengukur konstruk sesuai yang diinginkan oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo 1999). Dalam melakukan pengujian ini, peneliti menggunakan metode penilaian (judgement) dan melalui adopsi item pertanyaan untuk mengukur konstruk dari penelitian yang sejenis.
3.4. Instrumentasi. Agar diperoleh instrumen yang benar-benar valid dan memiliki kehandalan tinggi (reliable) maka peneliti melakukan proses instrumentasi, yang terdiri dari tiga tahap, yaitu studi literatur, survei pendahuluan, dan penyebaran kuesioner. Dalam tahap studi literatur peneliti mencari literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yaitu kepuasan konsumen dan melakukan serangkaian diskusi dengan pihak yang kompeten dalam topik penelitian yang bisa memberikan masukan bagi intrumen penelitian, selanjutnya membuat kisi-kisi instrumen penelitian. Dalam tahap survei pendahuluan, peneliti selanjutnya melakukan survei pendahuluan terhadap obyek penelitian. Hal ini dimaksudkan agar dasar teoritik yang didapatkan pada tahap sebelumnya bisa sesuai dengan kontekspenelitian. Dan selanjutnya jika survei pendahuluan telah dilakukan, dibuat instrumen penelitian berupa kuesioner awal. Pada tahap uji instrumen, agar intrumen penelitian bisa memenuhi kualifikasi validitas dan reliabilitas yang cukup, maka peneliti melakukan pengujian pada 30 responden (sampel kecil) dan selanjutnya melakukan revisi pada item pertenyaan pada instrumen, dan terakhir melakukan penyebaran kuesioner.
3.5. Uji Kualitas Data
BAB IV - ANALISA DAN PEMBAHASAN
Uji kualitas data digunakan metode reliabilitas dan validitas. Reliabilitas menunjukkan tingkat konsistensi dalam pengukuran latent construct indicators (Hair et.al Black 2006). Reliabilitas juga berkaitan dengan estimasi tingkat kebabasan pengukuran dari kesalahan rendom (Cooper dan Schundler 2008). Untuk mengestimasi reliabilitas maka digunakan metode estimasi tunggal (single trial administration) atau metode konsistensi internal dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach. Alasan penggunaan koefisien ini adalah dikarenakan sesuai dengan data cross-sectional,
4.1. Analisa Deskriptif Untuk melihat bagaimana pelanggan bank syariah di Surabaya mempersepsikan kualitas jasa, kepuasan dan tingkat loyalitas mereka terhadap bank syariah yang mereka beli layanannya, dapat dideskripsikan tanggapan mereka terhadap instrumen penelitian dalam riset ini. Gambaran persepsi nasabah terhadap perbankan syariah dapat diamati dari Tabel 4.1. berikut dibawah ini.
Tabel 4.1.Konstruk, Item Pertanyaan, dan Rata-rata Skor. Konstruk Item Pernyataan (Cronbach α) Bank Syariah menjalankan syariat Islam dalam kegiatan perbankan Bank Syariah tidak mengenakan bunga baik untuk simpanan ataupun Syariah pembiayaan (Kesesuaian Bank syariah adalah satu-satunya bank yang menyediakan produk dan pada syariah) jasa bank secara Islami (α = 0.74) Bank syariah memberikan keuntungan atas investasi yang ditanamkan. Karyawan Bank Syariah sopan dan bersahabat Jaminan Bank syariah memberikan nasehat bagi pengelolaan keuangan pribadi (α = 0.68) kepada nasabah. Vol. 1 No.1 Mei 2010
7
Rata-rata skor 4.1 4.1 4.0 4.0 4.0 3.8
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
Konstruk (Cronbach α)
Kehandalan (α = 0.69)
Tampilan (α = 0.73)
Empati (α = 0.90)
Ketanggapan (α = 0.75)
Kepuasan (α = 0.73)
Loyalitas (α = 0.83)
Budaya (Sikap atas Resiko) (α = 0.69)
Item Pernyataan Interior Bank Syariah nyaman Mudah sekali bagi saya untuk memperoleh informasi mengenai rekening saya di Bank Syariah. Karyawan Bank Syariah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik mengenai perbankan. Segala urusan saya dengan Bank Syariah dapat diselesaikan dengan cepat. Bank Syariah memiliki layanan yang terintegrasi Bank Syariah memiliki produk atau jasa yang beranekaragam Bank Syariah menjamin keamanan bertransaksi Pada waktu-waktu ramai Bank Syariah buka lebih lama. Bank Syariah memiliki tampilan yang menarik. Transaksi dengan Bank Syariah dapat dilakukan dengan cepat dan efesien Jam buka operasi Bank Syariah sesuai dengan kebutuhan saya Konter Bank Syariah menarik. Lokasi Bank Syariah strategis Kebiasaan, reputasi dan citra Bank Syariah cukup baik Aset dan modal Bank Syariah cukup besar Parkir kendaraan tersedia baik Bank Syariah adalah bank yang terpercaya Manajemen Bank Syariah adalah manajemen yang terpercaya. Keuntungan yang diperoleh Bank Syariah cukup tinggi. Biaya bertransaksi di Bank Syariah murah. Pengetahuan masalah pelanggan dan keinginan untuk membantunya Kemampuan memenuhi kebutuhan individu Cara karyawan melayani pelanggan Ketersediaan pembiayaan dengan jangka waktu yang sesuai dengan kebutuhan saya. Layanan yang cepat dan efisien Saya merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh Bank Syariah. Harapan saya akan layanan perbankan Islam terpenuhi di Bank Syariah Di Bank Syariah, biaya yang dikenakan sebanding dengan layanan yang diberikan Segala urusan perbankan selama ini, saya lakukan melalui Bank Syariah Saya akan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan layanan Bank Syariah. Jika saya memerlukan layanan perbankan lain, maka saya akan menggunakan jasa Bank Syariah. Pilihan saya menggunakan layanan Bank Syariah adalah pilihan yang bijaksana. Saya merasa senang mengambil layanan Bank Syariah. Saya pikir saya telah melakukan tindakan yang benar ketika saya memutuskan untuk mengambil layanan Bank Syariah. Stres dan perasaan tidak nyaman sering terjadi pada setiap orang. Kekhawatir terhadap resiko yang dihadapi adalah hal yang biasa. Ketidakpastian adalah hal yang normal dalam hidup Emosi seharusnya tidak perlu ditunjukkan
Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa, responden memberikan tanggapan merentang dari skor 3.4 (Segala urusan perbankan selama ini, saya lakukan melalui Bank Syariah) hingga 4.1. Vol. 1 No.1 Mei 2010
Rata-rata skor 4.0 4.0 3.9 3.9 3.8 4.0 4.1 3.7 3.8 4.0 3.8 3.8 3.7 4.0 3.9 3.8 4.1 4.1 3.8 3.9 3.9 3.8 4.1 3.9 4.0 4.0 4.1 3.9 3.4 3.8 3.7 3.8 3.9 3.9 4.0 4.0 3.9 4.1
(beberapa item pada konstruk syariah, empati, kehandalan, kepuasan dan budaya). Hal ini menunjukkan bahwa, rata-rata responden
8
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
menunjukkan nilai dibawah 0.05, yang berarti telah memenuhi syarat. Sehingga dengan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa data penelitian telah lolos uji validitas konvergen.
memberikan penilaian cukup positip atas beberapa item yang ditanyakan dalam kuesioner.
4.2. Analisa Statistik a. Validitas Pengukuran Pengujian validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui pengujian validitas konvergen dengan menggunakan analisis faktor konfirmatori. Hasil akhir dari pengujian ini menghasilkan item-item yang nantinya akan menjadi indikator dari masing-masing konstruk. Kriteria yang digunakan dalam pengujian ini adalah koefisien cabang (regression weight) dari konstruk laten ke indikator harus signifikan (p ≤ 0.05) atau C.R (critical rasio) lebih besar dari t-tabel. Uji Validitas atas dasar pengujian semacam ini akan menghasilkan validitas konvergen. Indikator awal pengujian dalam penelitian ini adalah terpenuhinya kriteria goodness-of-fit dari model, yang selanjutnya dilihat signifikansi masing-masing item dalam konstruk. Hasil estimasi menunjukkan sebagian besar kriteria goodness-of-fit dari model memiliki kualifikasi baik. Hasil estimasi juga menghasilkan signifikansi regression weight dari masing-masing item dalam konstruk, yaitu bahwa nilai critical ratio masing –masing konstruk merentang berkisar antara 3.656 (Budaya) hingga 8.311 (Kepuasan) dan koefisien signifikansi
b. Indikator Komposit Tunggal (single composite indicator) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator komposit tunggal, yaitu dengan menentukan nilai skor komposit tunggal melalui metode rata-rata. Nilai indikator masing-masing konstruk dihitung dengan melalui nilai rata-rata indikator masing-masing konstruk. Pertimbangan utama penggunaan metode ini adalah kecukupan jumlah sampel yang digunakan dalam analisis (lima kali parameter yang diestimasi), disamping metode ini lazim digunakan dalam penelitian pemasaran (Gruen et.al 2000; Purwanto 2002). Penyesuaian pada metode ini adalah dengan menentukan nilai errors term (theta epsilon atau theta delta) dan koefisien regresi dari konstruk ke indikator (lamda). Nilai konservatif untuk theta epsilon atau theta delta adalah sebesar 0,1 sx2 dan nilai lamda sebesar 0,95 sx. (Anderson dan Gerbing 1988).Hasil perhitungan lamda dan error term untuk estimasi model dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.2. berikut ini.
Tabel 4.2. Standards Deviasi, Variance, Lamda dan Error Term Konstruk
σ
σ2
λ
ε
1.
Syariah (Kesesuaian pada Syariah)
0.63357
0.40141
0.602
0.040
2.
Jaminan
0.65494
0.42895
0.622
0.043
3.
Kehandalan
0.65156
0.42454
0.619
0.042
4.
Tampilan
0.63025
0.39721
0.599
0.040
5.
Empati
0.67504
0.45568
0.641
0.046
6.
Katanggapan
0.66293
0.43948
0.630
0.044
7.
Kepuasan
0.68883
0.47449
0.654
0.047
8. 9.
Budaya (sikap terhadap resiko) Loyalitas
0.63397 0.61483
0.40191 0.37801
0.602 0.584
0.040 0.038
Evaluasi terpenuhinya asumsi normalitas data dalam penelitian ini menggunakan pedoman uji statistik, yaitu nilai skewness dan kurtosis. Kriteria nilai skewness dan kurtosis merupakan uji normalitas paling mudah dan biasanya tersedia dalam hampir semua program statistik. Nilai statistik yang digunakan adalah nilai z, dimana jika nilai ini lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data tidak normal. Nilai kritis dapat ditentukan berdasarkan tingkat signifikansi yang dikehendaki. Rule of thumb besarnya nilai z adalah jika nilai yang dihitung lebih besar dari kurang lebih 2.58, yang berarti kita dapat menolak asumsi mengenai normalitas dari distribusi pada tingkat probability 0,01 (Ferdinand
c. Evaluasi Asumsi SEM Evaluasi asumsi dalam penelitian ini dilakukan terhadap ukuran sampel, normalitas data, kemungkinan adanya outlier, dan evaluasi adanya multikolinieritas (Ferdinand 2000). Evaluasi terpenuhinya ukuran sampel dalam penelitian ini berpedoman pada standar yang seringkali digunakan, yaitu sekurang-kurangnya 100 atau lima kali parameter yang akan diestimasi dalam model (Hair et.al 2006). Penelitian ini menggunakan 249 responden, yang berarti menurut kriteria yang pertama, ukuran sampel penelitian dapat diterima. Sekalipun menurut kriteria kedua tidak memenuhi, namun peneliti menjustifikasi kelayakan ukuran sampel dalam penelitian ini. Vol. 1 No.1 Mei 2010
9
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
2000; Hair, et.al 2006). Dari pengujian normalitas data dari data penelitian ini diperoleh gambaran bahwa secara univariat skwness dan kurtosis memiliki nilai kritis yang merentang dari -0.804 hingga 0.048, yang hal ini berarti data telah lolos uji normalitas data. Demikian juga secara multivariate, tidak adaada indikasi bahwa data penelitian berdistribusi normal, dengan multivariate kurtosis memiliki nilai 2.528. Evaluasi terpenuhinya asumsi outlier dalam penelitian ini menggunakan kriteria outlier multivariat. Outlier merupakan observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi lainnya dan muncul dalam bentuk ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel ganda. Kriteria outlier multivariat yang sering digunakan adalah dengan melihat jarak Mahalanobis. Jarak ini dapat dihitung dan akan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional. Uji outlier multivariatdalam penelitian ini menggunakan jarak Mahalonobis pada tingkat satu permil (p<0.001), dengan menggunakan χ2 pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian (Ferdinand 2000). Dengan variabel komposit maka jumlah variabel dalam penelitian ini ada sembilan, sehingga cut off value dalam penelitian ini adalah χ2 (7; 0.001) = 24.332, yang berarti munculnya angka
diatas angka ini akan mengindikasikan adanya outlier. Dari perhitungan Amos peneliti menemukan indikasi adanya outlier dalam data penelitian, yaitu nomor observasi 86, sehingga observasi tersebut dieleminasi, sehingga tidak ada outlier lagi dalam data observasi.. Evaluasi adanya multikolinieritas data dilakukan dengan melihat determinan matrik kovarians. Determinan yang benar-benar kecil atau mendekati nol mengindikasikan adanya multikolinieritas atau singularitas sehingga data tidak bisa digunakan dalam analisis yang sedang dilakukan. Berdasarkan hasil perhitungan Amos pada data penelitian ini, didapatkan nilai determinant of sample covariance matrix sama dengan 2.4490e-005 . Nilai determinan tersebut menunjukkan nilai yang jauh dari nol, sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolonieritas dalam data penelitian. d. Estimasi Model Tahap berikutnya dalam proses analisis structural equation model adalah melakukan estimasi model dan selanjutnya menginterpretasi hasil estimasi model tersebut. Berdasarkan hasil estimasi dan interpretasi, peneliti melakukan modifikasi model berdasarkan indikasi indeks modifikasi dan justifikasi teoritis. Hasil estimasi terhadap model awal dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Awal Model Kualitas Jasa-Loyalitas Perbankan Syariah
Structural Relationship Syariah → Kepuasan
Standardize Unstandardiz d Regression ed Regression Weight Weight 0.158 0.153
C.R
Probabil ity
2.538
0.011
Jaminan → Kepuasan
-0.024
-0.017
-0.400
0.689
Tampilan → Kepuasan
0.446
0.357
7.269
0.000
Empati → Kepuasan
0.091
0.064
1.517
0.129
Ketanggapan → Kepuasan
0.055
0.043
0.908
0.364
Kehandalan → Kepuasan Budaya → Kepuasan Kepuasan → Loyalitas
0.207
0.167
3.389
0.001
0.005 0.520
0.004 0.004
0.085 8.207
0.932 0.000
509.586 28 0.264 0.576 0.319 18.200 0.048 0.260 0.258
na. na. Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang
Goodness of Fit Measures χ2 – Chi-Square DF RMSEA GFI AGFI Relative χ2 (CMIN/DF) TLI CFI NFI
Vol. 1 No.1 Mei 2010
10
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
adalah melalui petunjuk indeks modifikasi (modification indices), yang mengkalkulasi setiap hubungan yang tidak diestimasi dalam model (Hair et.al. 2006). Nilai modifikasi indeks menunjukkan penurunan nilai chi-square yang akan terjadi apabila hubungan tertentu diestimasi. Nilai 3.84 atau lebih adalah nilai modifikasi indeks yang mengakibatkan penurunan yang signifikan pada chi-square jika koefisien diestimasi.
Dari hasil estimasi model awal didapatkan beberapa nilai kriteria goodness-of-fit, dimana nilai indeks dari kriteria goodness-of-fit secara keseluruhan kurang memenuhi kriteria nilai yang direkomendasikan. Oleh karena itu diperlukan modifikasi model awal untuk mendapatkan model alternatif yang paling sesuai atau memiliki nilai indeks goodness-of-fit yang cukup baik. Salah satu pendekatan dalam modifikasi model dalam SEM
Tabel 4.4. Hasil Estimasi Akhir Model Kualitas Jasa-Loyalitas Perbankan Syariah Standardized Unstandardized C.R Structural Relationship Regression Weight Regression Weight 0.356 0.382 5.350 Syariah → Kepuasan 0.287 0.221 4.371 Jaminan → Kepuasan
Probability 0.000 0.000
Tampilan → Kepuasan
0.590
0.523
10.105
0.000
Empati → Kepuasan
0.434
0.339
6.982
0.000
Ketanggapan → Kepuasan
0.406
0.347
6.342
0.000
Kehandalan → Kepuasan
0.471
0.420
7.566
0.000
Budaya → Loyalitas
0.201
0.178
3.346
0.001
Kepuasan → Loyalitas
0.537
0.500
8.879
0.000
59.990 13 0.121 0.953 0.837 4.615 0.800 0.928 0.913
Na Na Baik Baik Sedang Baik Baik Baik Baik
Goodness of Fit Measures χ2 – Chi-Square DF RMSEA GFI AGFI Relative χ2 (CMIN/DF) TLI CFI NFI Modifikasi model dilakukan pertama kali berdasarkan modifikasi indeks yang dihasilkan, yaitu dengan membuat korelasi antar konstruk yang berada dalam dimensi kualitas jasa. Hal ini disatu sisi akan mengeliminir peranan masing konstruk kualitas jasa terhadap kepuasan, namun disisi lain hal ini akan memungkinkan model dapat diinterpretasikan. Kedua, modifikasi model dilakukan dengan menghilangkan cabang dalam model yang tidak signifikan, yang dalam hal ini adalah pengaruh budaya terhadap kepuasan. Modifikasi model terakhir yang dilakukan adalah dengan mendasarkan petunjuk modifikasi indeks yang memberikan peluang terhadap hubungan pengaruh antara budaya dengan loyalitas. Modifikasi yang terakhir ini dilakukan dengan mendasarkan pada pemikiran bahwa pelanggan yang memandang biasa terhadap resiko akan lebih loyal terhadap jasa bank syariah. Dari estimasi model akhir (Tabel 4.4) dapat dihasilkan kriteria goodness-of-fit dan koefisien masing cabang. Seperti terlihat dalam tabel tersebut, nilai χ2– Chi-Square sebesar 59.990 dengan tingkat signifikansi 0.000. Sekalipun pada aspek signifikansi model tidak signifikan namun Vol. 1 No.1 Mei 2010
pada indeks yang lain menunjukkan nilai yang telah memenuhi syarat. Sekalipun hasil ini akan menurunkan derajat kesimpulan yang bisa dilakukan, namun peneliti dalam batas tertentu menganggap model ini dapat diterima. Argumentasi diterimanya model yang diajukan dalam penelitian ini, juga diperkuat oleh besarnya indeks goodnessof-fit yang lain, seperti antara lain RMSEA=0.121, GFI=0.953, CMIN/DF=4.615, TLI=0.800, CFI=0.928, dan NFI=0.913. Keseluruhan indeks goodness-of-fit tersebut telah memenuhi nilai yang direkomendasikan, kecuali dua indeks yang menunjukkan nilai kesesuaian yang “sedang” (mendekati baik) yaitu TLI=0.800=0.837 dan AGFI. Sekalipun begitu, karena penilaian terhadap kriteria goodness-of-fit dari estimasi model adalah penilaian yang multi kriteria, dimana penilaian didasarkan kepada nilai indeks secara keseluruhan, maka indeks TLI dan AGFI tersebut tidak menggugurkan penilaian bahwa model akhir tersebut dapat diterima dan mememnuhi syarat. Hasil pengujian hipotesis dari masing-masing konstruk dapat dideskripsikan secara berurutan berikut dibawah ini. Dalam konstruk syariah, H1a yang mengajukan hipotesis terdapat pengaruh 11
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
syariat Islam dalam praktek kegiatannya, maka semakin meningkatkan kepuasan pelanggan. Kedua, temuan berkaitan dengan konstruk lain dalam kualitas jasa yaitu jaminan, tampilan, kehandalan, ketanggapan dan empati. Faktor tersebut secara empirik dalam penelitian ini merupakan faktor yang ikut mempengaruhi kepuasan pelanggan. Temuan ini konsisten dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang mengangkat tema kualitas jasa dan kepuasan (Sutarso 2004; Otman dan Owen 2000; Winsted 2000; Haque et.al 2009). Hal ini juga memvalidasi kesimpulan dalam penelitian kualitas jasa sebelumnya, dimana kualitas jasa mempengaruhi kepuasan pelanggan. Konstruk tersebut tidak sangat berbeda dengan konstruk kualitas jasa yang generik dibuat, sehingga fenomena ini juga sekaligus memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya atas dimensionalitas kualitas jasa. Temuan ketiga adalah berkaitan dengan pengaruh kepuasan terhadap loyalitas. Penelitian ini menunjukkan pembuktian empirik bahwa kepuasan palanggan mempengaruhi secara positif terhadap loyalitas pelanggan. Temuan ini konsisten dan sekaligus memvalidasi temuan-temuan penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan yang selalu atau sering menggunakan layanan bank syariah, yang sering merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan bank syariah, yang menganggap bank syariah sebagai pilihan terbaik dan bijaksana, dan mereka yang merasa senang dengan layanan bank syariah adalah mereka-mereka yang mendapatkan kepuasan atas layanan bank syariah. Adalah benar dan terbukti secara empirik dalam penelitian ini, pemahaman bahwa membangun loyalitas berarti membangun kepuasan dan kepuasan adalah syarat utama bagi pelanggan yang loyal kepada bank syariah. Temuan terakhir dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh budaya (sikap terhadap resiko) yang dalam hal ini adalah sikap terhadap resiko terhadap loyalitas pelanggan. Sekalipun tidak dihipotesiskan, namun secara empirik hal ini terbukti. Rasionalisasi pengaruh ini adalah bahwa mereka biasa menanggung resiko, sementara bank syariah memberikan system bagi hasil, dan bukan bunga. Sehingga sejalan antara karakter dan kebutuhan nasabah dengan karketer bank syariah. Hal ini memberikan gambaran bahwa mereka yang merasa bahwa resiko atau ketidakpastian adalah sesuatu yang biasa dihadapi setiap orang atau mereka yang termasuk dalam kategori risk taker adalah mereka yang memiliki potensi untuk loyal kepada bank syariah. Bisa jadi merekalah yang akan menjadi salah satu dari nasabah yang benarbenar loyal (true loyal customer) (Bove dan Johnson 2009), yang bahwa mereka adalah yang nasabah yang memiliki sikap positif terhadap jasa yang dibeli dan memiliki perilaku pembelian ulang
positif dari syariah terhadap kepuasan mendapat pembuktian dan dukungan dalam penelitian ini (0.356; 0.000). H1b yang mengajukan hipotesis adanya pengaruh positif dari konstruk Jaminan terhadap kepuasan juga dapat dibuktikan atau mendapat dukungan dalam penelitian ini (0.287; 0.000). Demikian juga pada konstruk yang lain dalam dimensi kualitas jasa, yaitu pada konstruk kehandalan (H1c), tampilan (H1d), empati (H1e), ketanggapan (H1f) yang mengajukan hipotesis terdapat pengaruh positif dari konstruk tersebut terhadap kepuasan, semuanya mendapatkan pembuktian dan dukungan (kehandalan 0.471; 0.000, tampilan 0.590; 0.000, empati 0.434:0.000, ketanggapan 0.406;0.000) Berkaitan dengan konstruk budaya H2 yang mengajukan hipotesis adanya pengaruh positif dari kontruk budaya terhadap kepuasan dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan atau tidak dapat didukung. Justru sekalipun tidak dihipotesiskan dalam penelitian ini, budaya yang diredusir menjadi sikap atas resiko terbukti memiliki pengaruh terhadap loyalitas (0.201; 0.000). Hubungan kepuasan dengan loyalitas yang dirumuskan dalam H3 yaitu terdapat pengaruh kepuasan terhadap loyalitas, dalam penelitian ini dapat dibuktikan atau mendapat dukungan empirik (0.537; 0.000). Selain berkaitan dengan hipotesis yang diajukan, model yang dihasilkan dari estimasi model juga memberikan kenyataan statistik bahwa diantara konstruk kualitas jasa adalah saling berkorelasi. Justifikasi teoritis atas korelasi konstruk tersebut adalah bahwa kualitas jasa pada dasarnya adalah satu konstruk. Enam dimensi yang diadopsi dalam penelitian ini yaitu dari Otman dan Owen (2000), memang menunjukan enam konstruk yang berbeda, namun demikian memang masih sangat tentatip, karena belum ada pembuktian empirik lebih lanjut mengenai konstruk tersebut.
4.3. Temuan dan Pembahasan Berdasarkan analisis data maka dapat dideskripsikan temuan-temuan dalam penelitian ini. Pertama, berkaitan dengan aspek kualitas jasa yang terdiri dari enam dimensi menunjukkan konsistensi dengan penelitian sebelumnya. Yaitu bahwa dimensi kualitas jasa memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Kesesuaian, yang dalam penelitian ini adalah konstruk khusus dalam industri perbankan Islam, menunjukkan pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Temuan ini konsisten dengan penelitian sebelumnya. Sekalipun bukan faktor dominan yang mempengaruhi kepuasan, akan tetapi pengaruh ini menunjukkan bahwa kesesuaian praktek bank syariah dengan syariat dalam agama Islam menjadi faktor pertimbangan dalam memilih bank. Sebab semakin bank syariah menunjukkan dan mampu menampilkan sebagai bank yang menggunakan
Vol. 1 No.1 Mei 2010
12
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
mengembangkan tingkat retensi pelanggan atau bahkan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang, maka dapat digunakan pedoman bahwa nasabah yang memandang resiko sebagai hal biasa atau mereka yang termasuk dalam kategori risk taker, lebih memiliki potensi loyal terhadap jasa perbankan syariah. Hal ini sesuai dengan prinsip bagi hasil, dimana manfaat dan resiko dibagi antara bank dan nasabah. Penonjolan aspek ini dalam rekruitmen dan memelihara nasabah menjadi penting baik dalam pengembangan jasa, promosi, dan harga. Target pasar para wiraswasta punya potensi untuk dijadikan sasaran pemasaran bank syariah. Bagi riset berikutnya, dapat direkomendasikan empat hal penting. Pertama, perlu pengujian lebih mendalam mengenai konstruk kualitas jasa dalam lingkungan yang sama dengan penelitian ini dalam lingkup yang lebih luas. Utamanya untuk menemukan peranan dimensi syariah dalam menciptakan kepuasan dan loyalitas. Kedua, pengembangan model dengan menggunakan aspek budaya cukup penting untuk menemukan terobosan budaya agar adopsi masyarakat terhadap sistem syariah dalam perbankan bisa diketahui. Ketiga, perlu dikembangkan metode pengambilan sampel dengan cara acak, agar didapatkan representasi sampel terhadap populasi yang tinggi. Keempat, perlu kiranya digunakan sumber data yang mengkonfirmasi antara kualitas jasa, kepuasan dan loyalitas dari sumber data bank syariah. Teknik ini akan akan lebih mampu mengungkap konstruk tersebut secara lebih baik.
tinggi. Mereka bisa jadi adalah yang benar-benar menjadi nasabah yang menguntungkan jangka panjang bank syariah, oleh karena mereka miliki kebutuhan dan keinginan.
BAB V - KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembuktian empiris terhadap model konseptual yang disusun dalam penelitian ini, peneliti dapat memberikan kesimpulan antara lain : pertama, dari tanggapan yang diberikan oleh responden dapat dikatakan bahwa secara umum persepsi pelanggan perbankan syariah di Surabaya memberikan penilaian cukup positif terhadap berbagai aspek menyangkut kualitas jasa, dan juga pada tingkat kepuasan dan loyalitas. Kedua, hipotesis yang menguji pengaruh dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan semua terbukti dan mendapat dukungan dalam penelitian ini. Peranan penerapan syariah terbukti memiliki pengaruh terhadap kepuasan. Ketiga, budaya yang dalam penelitian ini diredusir menjadi sikap terhadap resiko tidak dapat dibuktikan pengaruhnya terhadap kepuasan. Keempat, tingkat kepuasan terbukti memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas dalam kasus bank syariah. Dan kesimpulan kelima, sekalipun tidak dihipotesiskan sebelumnya budaya mamiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan jasa bank syariah di Surabaya.
5.2. Saran Saran yang dapat disampaikan sebagai implikasi manajerial dari penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, perbankan syariah di Surabaya tidak dapat mengabaikan peranan kualitas jasa jika ingin membangun kepuasan dan loyalitas pelanggan. Penonjolan dimensi penerapan syariah, yang dalam penelitian ini adalah konstruk syariah, memang penting dan berpengaruh. Sehingga pengembangan kualitas jasa dalam perbankan syariah diperlukan integrasi lebih kuat pada nilai syariah. Misalnya kebijakan pada tampilan bank, brosur, orang, interior, eksterior dan sikap karyawan yang mencerminkan penerapan syariah. Penguatan pada atribut-atribut visual penting bagi nasabah untuk meningkatkan kesadaran akan penerapan syariah dalam bank, namun penerapan sehari-hari dalam melayani dan berinteraksi dengan nasabah jauh lebih penting khususnya dalam memenuhi kebutuhan mereka yang menjadi nasabah karena unsur syariah. Kedua, perbankan syariah untuk dapat menjamin kepuasan pelanggan tidak hanya mengandalkan penerapan syariah, namun faktor lain juga berpengaruh, yaitu antara lain : jaminan, empati, ketanggapan, kehandalan dan tampilan. Aspek-aspek ini perlu dikembangkan, oleh karena perbankan konvensional umumnya saat ini kuat dalam hal perhatian pada aspek tersebut. Ketiga, jika perbankan syariah ingin Vol. 1 No.1 Mei 2010
5.3. Keterbatasan Penelitian ini tunduk kepada beberapa keterbatasan yang antara lain dijelaskan di bawah ini. Pertama, sekalipun sering digunakan dalam penelitian, metode pengambilan sampel dengan metode purposive sampling dalam penelitian ini akan mempengaruhi daya generalisasi hasil penelitian ini. Metode acak akan memungkinkan generalisasi yang sempurna. Kedua, sumber data penelitian yang hanya menggunakan data persepsi nasabah, tentu mempengaruhi kesimpulan. Akan labih baik jika dilakukan triangulasi dengan data sekunder bank syariah, sekalipun data nasabah sulit didapatkan oleh karena menyangkut kerahasiaan bank. Ketiga, jumlah sampel juga akan menentukan konsistensi hasil, dimana penelitian ini menggunakan jumlah data yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A., V. Kumar, dan George S. Day, Marketing Research, Seventh Edition, New York, John Wiley & Sons, Inc, 2001. Al-Hawari, Mohammad, Tony Ward and Leonce Newby, ” The relationship between service quality and retention with in the automated and traditional contexts of retail banking, 13
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
Clemes, MichaelD.,Christopher Gan and Dongmei Zhang,” Customer switching behavior in the Chinese retail banking industry,” International Journal of Bank Marketing, 28 (7), 2010, 519-546. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schundler, Business Research Methods, Eight Edition, Mc. Grow Hill International Edition, 2008. Cortina, Jose M. , “What is Coefisien Alpha ? An Examination of Theory and Aplications,” Journal of Applied Psychology, 78 (1), 1993, 98-104. Craig, C. Samuel, dan Susan P. Dauglas, International Marketing Research, Second Edition, Chichester,John Wiley & sons, Ltd, 2000. Crask, M., R.J. Fox, dan R.G. Stout, Marketing Research : Principle and Aplications, Englewood Gliffs, New Jersy : Prentice Hall International, Inc, 1995. Cronin, JJ. Jr. dan Taylor, S.A. ,”Measuring Service Quality : A Reexamination and Extension,” Journal of Marketing, 56 (July), 1992, 55-68. Cronin, JJ. Jr. dan Taylor, S.A.,”SERVPERF and SERVQUAL : Reconciling Performance based and Perception-Minus-Expectations Measurement of Service Quality,”Journal of Merketing, 60 (April),31-46, 1994. Dubisi, Nelson Oly ,”A structural equation modelling of the antacedents of relationship quality in the Malaysia banking sector, Journal of Financial Services Marketing, 11 (2), 131-141, 2006. Ebrahim, M. Shahid and Tan Kai Joo (2001),”Islamic Banking in Brunei Darussalam” International Journal of Social Economics, 28 (4), 314-337, 2001. El-Gamal, Mahmoud A ,”Can Islamic Banking Service?” A Micro-evolutionary Perspective”, Working Paper, University of Winconsin, Madison, 1997.` El-Gamal, Mahmoud Amin , “A Basic Guide to Contemporary Islamic Banking and Finance”, Work Paper, Rice University, Houston, 2000. Ferdinand, Augusty, Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000. Gerrard, Phillip and Bart Cunningham,”Bank service quality : a comparison between a publicly quoted bank and government bank in Singapore,” Journal of Financial Services Marketing, 6 (1), 2000, 55-66. Hair, Joseph F., Rilph E. Anderson, Ronald L. Tatham, dan William C. Black , Multivariate Data Analysis, Six Edition, New Jersey, USA, Prentice-Hall Internatinal, Inc, 2006.
Journal of Service Management, 20 (4), 2009, 455-472. Al-Hawari, Muhhammad,” The effect of automated service quality on bank financial performance,” Journal of Financial Services Marketing, 10 (3), 2006, 228– 243. Allred, Anthony T., “Employee Evaluations of Service Quality at Banks and Credit Unions,” International Journal of Bank Marketing, 19 (4), 2001,179-185. Al-Tamimi, Hussein A. Hassan and Abdullah AlAmiri,” Analysing service quality in the UAE Islamic Bank,” Journal of Financial Services Marketing, 8 (2), 2004, 119–132. Anggur, Madkur G, Rajan Nataraajan, and John S. Jahera Jr. ,”Service quality in banking industry : an assessment in developing economy, “International Journal of Bank Marketing, 17 (3), 1999, 116-123. Athanassopoulos, Antreas, Spiros Gounaris dan Vlassis Stathakopoulos,”Behavioural Responses to Customer Satisfaction : An Empirical Study,” European Journal of Marketing, 35 (5/6), 2001, 687-707. Bloemer, Josee and Ko De Ruyter ,”On The Relationship between Store Image, Store Satisfaction and Store Loyalty” European Journal of Marketing, 32 (5/6), 1998, 499513. Bloemer, Josee, Ko de Ruyter, and Pascals Peeter,”Invertigating drivers of bank loyalty : the compex relationship between image, service quality and satisfaction,” International Journal of Bank Marketing, 16 (7), 1998, 276-286. Bloemer, Josee, Tom Brijs, Gilbert Swinnen, Koen Vanhof,”Identifying Latenly Dissatisfied Customers and Measures for dissatisfaction Management,” International Journal of Bank Marketing, 20 (1), 2002, 27-37. Bove, Liliana L. and LesterW.Johnson,” Does“true”personal or service loyalty last? A longitudinal study,” Journal of Services Marketing, 23 (3), 2009, 187–194 Burton, Jannie, Cristopher Easingwood, and John Murphy,” Using Qualitatif Research to Refine Service Quality Models,” Qualitative Market Research : An International Journal, 4 (4), 2001, 217 – 223. Butle, F. ,”SERVQUAL : Review, Critique, Research Agenda,” European Journal of Marketing, 30 (1), 1998, 8-32. Caruana, Albert, Leland Pitt,”INTQUAL – An Internal Measure of Service Quality and The Link between Service Quality and Business Performance,” European Journal of Marketing, 31 (8), 1997, 604-616. Vol. 1 No.1 Mei 2010
14
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
Industri Jasa Asuransi Jiwa,” Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 6 (2), 2003, 127-148. Shafie, Shahril, Wan Nursofiza Wan Asmi, Sudin Haron,”Adopting and measuring customer service quality in islamic banks:a case study of bank islam Malaysia Berhad,” Working Paper Series 1, Creating Dinamic Leaders, Malaysia, 2004. Shainash, G and Tanuja Sharma ,” Linkage between service climate and service quality p a study of bank in India, IIMB Management Review, September, 2003, 74-81. Sharma,Alka and Versha Mahta ,”Service quality perseption in financial services-a case study of banking services, Journal of Services Research, 4 (2), 2005, 205-222. Srinivasan, Srini S., Rolph Anderson, and Kishore Ponnavolu, 2002, Customer loyalty in ecommerce: an exploration of its antecedents and consequences, Journal of Retailing, 78, 2002, 41–50 Sutarso, Yudi, ”Kepuasan Pelanggan pada Perguruan Tinggi : Mengukur Kinerja Kualitas dari Perspektif Pelanggan,” Proceeding Seminar Teknik Industridan Manajemen Produksi III 2003, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 2003b, 77-83. Sutarso, Yudi, ”Service Quality in Higher Education: Developing Quality Education through Satisfaction,” dipublikasikan dalam Proceeding National Industrial EngineeringConference, Universitas Surabaya, 2003d, 219-230. Sutarso, Yudi,”Kualitas Jasa, Kepuasan Pelanggan dan Respon Perilaku dalam Pendidikan Akuntansi,” Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 7 (2), 2004, 1-20. Sutarso, Yudi dan Ghazali Rahman, ”Persepsi Relationship Marketing, Komitmen Pelanggan dan Loyalitas dalam Pemasaran Jasa Retail” Proceeding National Conference on Business Management, Program Doktor Manajemen Bisnis, Univ. Padjajaran, 2004. Sutarso, Yudi dan Herizon Chaniago,”Implementasi RelationshipMarketing bagi Peningkatan Layanan Perguruan Tinggi”, Proceeding SEMNAS Pasca Sarjana II-2002, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, A31 –7, 2002. Sutarso, Yudi, Elviana Indiati dan Djuwari, “Service Quality and Customer Satisfaction in Islamic Banking”, Proceeding Accounting, Commerce & Finance : The Islamic Pearspective. International Conference VI, 2004.
Haque, Ahasanul, Jamil Osman, and Ahmad Zaki Hj Ismail,” Factor Influences Selection of Islamic Banking: A Study on Malaysian Customer Preferences”, American Journal of Applied Sciences, 6 (5), 922-928, 2009. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, “Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akuntansi dan Manajemen,” Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 1999. Jayawardhena, Chanaka,” Measurement of service quality in internet banking : The development of instrument,” Journal of Marketing Management, 20, 2004, 185207. Johnston, Robert,” Identifying the critical determinants of service quality in retail banking : importance and effect, International of Bank Marketing, 15 (4), 1997, 111-116. Khan, M. Mansoor, and M.Ishaq Bhatti,” Islamic banking and finance : on its way to globalization,” Managerial Finance, 34 (10), 2008, 708-725. Lee, Ming Chang and Ing San Hwan,” Relationship among service quality, customer satisfaction and profitability in the Taiwanese banking industry, International Journal of Management, 22 (4), 2005, 635-648. Malholtra, Naresh K, “Marketing Research : An Applied Orientation” Fourth Edition, London, Prentice Hall International, Inc, 2004. Newman, Karin and Alan Cowling,” Service quality in retail banking : the experience of two British clearing bank,”International of Bank Marketing, 14 (6), 1996, 3-11. Othman, AbdulQawi, and Lynn Owen,”Adopting and Measuring Customer Service Quality in Islamic Banks : A Case Study in Kuwait Finance House” International Journal of Islamic Financial Service, 3 (1), 2000, 132. Parasuraman, A., Z.A. Zaithaml dan L.L. Berry,”A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research,” Journal of Marketing, 43 (Fall), 1985, 4150. Pont, Marcin and Lisa McQuilken,”An empirical investigation of customer satisfaction and loyalty across two different bank segments, Journal of Financial Services Marketing, 9 (4), 2004, 344–359. Purwanto, B.M. ,”The effect of Salesperson Stress Factors on Job Performance,” Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 17 (2), 2002, 150-169. Rizki D. Prasanti, Herizon Chaniago, Yudi Sutarso ,“Pengaruh Relationship Marketing terhadap Kepuasan Pelanggan dalam Vol. 1 No.1 Mei 2010
15
Yudi Sutarso, Herizon Chaniago, Harry Widyantoro - Peranan Penggunaan Prinsip Syariah Dan Budaya Dalam Model Kualitas Jasa-Loyalitas Pada Perbankan Syariah
Satisfaction and Business Performance,” Managing Service Quality, 12 (3), 2002, 184-193. Winsted, Kathryn Frazer ,”Service Behaviors that lead to Satisfied Customers,” European Journal of Marketing,34 (3/4),2000, 399417. Yavas, Ugur, Zeynep Bilgin and Donald J. Shemwell,”Service quality in the banking sector in emerging economy : a consumer survey,” International of Bank Marketing, 15 (6), 1997, 217-223.
Taylor, J Michael,” Islamic banking – the feasibility of establising an Islamic bank in the United States, American Business Law Journal, 40,2003, 387-416. Veloutsou, Cleopatra, Sofia Daskou and Antonia Daskou , “Are the determinants of bank loyalty brand specific?, Journal of Financial Services Marketing, 9 (2), 2004,113–125. Wiele,Ton Van Der, Paul Boseline dan Martijn Hesselink ,”Empirical Evidence for The Relationship between Customer
Vol. 1 No.1 Mei 2010
16
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
ISLAMIC CORPORATE IDENTITY DALAM PRAKTIK PENGUNGKAPAN LAPORAN TAHUNAN BANK SYARIAH Nidaul Uswah Prasetyaningsih N. Iman Prakosa
Abstrak This study is an explorative study that aims to examine compliance magnitude of annual report of three Islamic banks in Indonesia with reporting standard that reflects Islamic corporate identity. A checklist that has passed a reliability test is employed in the study. This study employs content analysis, in which sentences-for-context is used as analysis unit. Several categories are developed based on earlier studies done by Haniffa and Hudaib (2007), and consistent with PBI No. 8/4/PBI/2006. The observation result shows that reports of funds of zakat, infak, and shadaqah as well as other charity funds in the annual report of the observed banks are inadequate. The same conclusion applies to the social responsibility report of the banks. Nevertheless, in general publication quality of annual report of the three banks has been close to the ideal standard reporting that reflects Islamic corporate identity. Kata kunci: pengungkapan, laporan tahunan, Islamic corporate identity, analisis konten
governance di beberapa institusi keuangan Islam, Chapra dan Ahmed (2002) menemukan permasalahan mendasar bagi bank syariah, yakni bank-bank beroperasi pada lingkup komunitas yang luas dimana semua stakeholder (pemegang saham, deposan, direktur, manajemen, dan pengguna dana) tidak mengetahui satu sama lain dengan baik sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan masing-masing pihak. Dari penjelasan tersebut kemudian timbul pertanyaan penting, bagaimanakah menciptakan sebuah iklim kepercayaan pada operasi bank syariah. Pada dasarnya iklim kepercayaan tersebut bisa dibangun jika bank syariah bisa mempertahankan “identitas”nya sebagai bank Islami. Haniffa dan Hudaib (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat lima perbedaan karakteristik bank syariah dibandingkan kompetitornya (bank konvensional). Sebagai entitas bisnis yang berlandaskan nilai-nilai Islam, maka bank syariah pun harus berani untuk menunjukkan aspek-aspek kesyariahannya, yang kemudian dikenal sebagai Islamic corporate identity. Islamic corporate identity inilah yang kemudian membuat keunikan tersendiri hingga nantinya menjadi jiwa dari segala aktivitas perusahaan.
PENDAHULUAN Berkembangnya industri perbankan syariah di Indonesia menuai banyak kontroversi dari masyarakat. Masalah yang paling banyak disorot adalah mengenai pelekatan label “syariah” pada institusi keuangan Islam yang dianggap masih belum layak. Hal tersebut timbul karena persepsi dari masyarakat yang ragu akan konsistensi entitas bisnis syariah dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah pada bisnisnya.1 Layaknya entitas bisnis lainnya, permasalahan internal juga timbul terkait dengan adanya konflik keagenan (agency conflict). Masalah ini bermula dari kecenderungan manajemen (agent) untuk tidak bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik pemilik modal (principal). Eisenhardt (1989, dalam Khomsiyah 2003) mengatakan bahwa terdapat beberapa asumsi yang menyebabkan informasi yang dihasilkan oleh manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya. Dalam hal ini, goodcorporate governance dipandang sebagai cara yang paling baik untuk menjamin bahwa manajemen akan bertindak sesuai dengan kepentingan stakeholders, yang salah satunya adalah pemilik modal. Dalam industri perbankan yang memiliki tingkat regulasi sangat tinggi, bank syariah tentu cenderung untuk menerapkan good corporate governance dengan lebih baik. Salah satunya bisa kita lihat dari praktik pengungkapan pada laporan tahunan bank syariah sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada stakeholders atas serangkaian aktivitas perbankan yang telah dijalankan selama periode tertentu. Namun demikian, dalam risetnya mengenai corporate
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah seberapa besar kesesuaian praktik pengungkapan laporan tahunan bank umum syariah2 di Indonesia terhadap standar pelaporan
1
2
Pembahasan lebih lanjut dapat dilihat pada Prakosa, N. Iman, (2009) Menggagas Konsep Penerapan Shariah Compliance Audit: Sebuah Upaya Pencapaian Islamic Corporate Governance pada Entitas Bisnis Syariah, dalamSimposium Nasional Ekonomi Islam IV , Yogyakarta, 8-9 Oktober 2009.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Penelitian kali ini menggunakan bank syariah sebagai wakil dari institusi keuangan Islam. Bank syariah dianggap paling memenuhi kriteria sebagai obyek penelitian karena adanya pelaporan tahunan secara periodik sehingga terdapat dasar pengukuran yang jelas (dapat dipertanggungjawabkan).
17
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
ideal yang identity?3
mencerminkan
Islamic
konvensional), yaitu: (1) dasar nilai dan filosofi, (2) produk dan layanan yang bebas bunga (3) kesepakatan yang hanya diperkenankan sesuai hukum Islam, (4) fokus pada pengembangan dan tujuan sosial, dan (5) adanya dewan pengawas syariah (DPS). Kelima karakteristik tersebut dikembangkan oleh Haniffa dan Hudaib (2007) dengan merujuk pada standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI. Masing-masing dari kelima karakteristik tersebut kemudian dijadikan tema dan dijabarkan ke dalam delapan dimensi yang kemudian dikenal sebagai Islamic corporate identity. Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai ke lima tema dan ke delapan dimensi tersebut.
corporate
Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini yaitu mendapatkan bukti empriris mengenai keberaganan praktik pengungkapan laporan tahunan bank umum syariah dan Menilai seberapa besar kesesuaian pengungkapan laporan tahunan bank umum syariah terhadap standar pelaporan idela yang mencerminkan Islamis corporate identity.
TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian yang dilakukan Haniffa dan Hudaib (2007) mengenai praktik pelaporan tahunan bank syariah di beberapa negara Timur Tengah, mengungkapkan pentingnya pengungkapan mengenai identitas (corporate identity) bank syariah sebagai entitas bisnis yang berbeda dari pesaingnya (bank konvensional). The British Standard’s Institute dalam Balmer (2007) mendefinisikan corporate identity sebagai berikut:Articulation of what an organisation is, what it stands for, what it does and the way it goes about its business (especially the way it relates to its stakeholders and the environment). Identitas merupakan “kenyataan” dan keunikan dari sebuah organisasi, yang membedakannya dari organisasi lainnya. Salah satu cara yang efektif untuk memberikan informasi mengenai corporate identity tersebut adalah melalui laporan tahunan. Corporate identity tersebut bisa meliputi sejarah berdirinya perusahaan beserta ideologinya, filosofi yang digunakan manajemen dalam bekerja, produk unggulan perusahaan, lingkup bisnis yang dijalankan, strategi perusahaan, prinsip dan nilai yang dianut perusahaan, komitmen terhadap masyarakat, dan lain sebagainya. Pada dasarnya apa saja yang harus diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah telah diatur oleh beberapa pembuat standar akuntansi untuk intitusi keuangan Islam, yang salah satunya adalah AAOIFI. Lewis (2001) mengatakan bahwa setiap tindakan orang-orang yang beriman harus sesuai dengan hukum Islam dan mengikuti standar etika dari prinsip-prinsip Islam. Begitu juga yang dilakukan AAOIFI dalam menetapkan standar untuk institusi keuangan Islam. Bank syariah pun harus konsisten dalam menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip dan nilai Islam. Dalam Haniffa dan Hudaib (2007), disebutkan bahwa terdapat lima perbedaan karakteristik bank syariah dibandingkan kompetitornya (bank
Dasar Nilai dan Filosofi Chapra dan Ahmed (2002) menemukan permasalahan mendasar bagi bank syariah, yakni masing-masing stakeholder tidak mengetahui satu sama lain dengan baik. Pada situasi anonimitas ini, deposan akan ragu untuk mempercayakan dana yang ia simpan di bank, dan bank juga akan ragu untuk menyediakan pendanaan kepada para debitur dengan dasar bagi hasil kecuali iklim kepercayaan telah terbentuk antara para pelaku di pasar finansial.Oleh karena itu, bank syariah perlu untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut dalam laporan tahunannya: (1) Komitmen untuk beroperasi sesuai dengan prinsip syariah, (2) Komitmen untuk memberikan bagi hasil sesuai dengan prinsip syariah, (3) Komitmen untuk melakukan aktivitas investasi sesuai dengan prinsip syariah, (4) Komitmen untuk melakukan aktivitas pendanaan sesuai dengan prinsip syariah, (5) Komitmen untuk memenuhi kontrak dengan berbagai stakeholder yang direpresentasikan melalui akad, (6) Komitmen untuk melayani kebutuhan umat, (7) Pernyataan apresiasi terhadap stakeholders. Para deposan atau stakeholder bank syariah membutuhkan keyakinan bahwa para pihak yang menjalankan perusahaan benar-benar memahami dan memiliki pengetahuan atau kompetensi di bidang perbankan syariah, terutama untuk masalah fiqh muamalat. Berikut adalah hal-hal yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah: (1) Nama, posisi, serta foto anggota dewan komisaris dan manajemen puncak, (2) Profil dari anggota dewan komisaris dan manajemen puncak sebagai indikator atas pengetahuan dan kompetensi mereka pada perbankan syariah, (3) Aspek dari good corporate governance4: memiliki komite audit, komite remunerasi dan nominasi, komite pemantau risiko, direktur kepatuhan, satuan kerja audit intern, satuan kerja manajemen risiko dan komite manajemen risiko, dan satuan kerja kepatuhan; serta wajib mengungkapkan hal-hal
3
Standar pelaporan ideal yang dimaksudkan dalam penelitian ini dikembangkan dari penelitian Haniffa dan Hudaib (2007) yang mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI dan disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
4 Mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.
18
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
menyediakan dana kebajikan dan dalam menindaklanjuti gagal bayar atas dana tersebut.
sebagai berikut: porsi kepemilikan saham maupun opsi sahamatas perusahaan oleh anggota dewan, hubungan keuangan dan keluarga antar anggota dewan atau pemegang saham pengendali bank, kebijakan remunerasi dan fasilitas yang diterima oleh anggota dewan, frekuensi rapat dan rangkap jabatan oleh dewan komisaris, serta rasio gaji tertinggi dan terendah.
Komitmen terhadap Karyawan Karyawan merupakan aset terbesar bagi bank syariah, sehingga kesejahteraannya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Berikut adalah hal-hal yang perlu diungkapkan oleh bank syariah dalam laporan tahunannya: (1) Kesejahteraan karyawan, (2) Pelatihan dan pengembangan bagi karyawan (khususnya pengetahuan mengenai perbankan syariah), biaya yang dialokasikan untuk pelatihan, kebijakan mengenai pelatihan khusus dan pelatihan untuk skema rekruitmen bagi karyawan baru, (3) Kebijakan mengenai kesamaan kesempatan bagi karyawan, (4) Penghargaan/hadiah bagi karyawan berprestasi.
Produk dan Layanan Meskipun memiliki karakteristik dasar yang berbeda dari bank konvensional, banyak yang menganggap bank syariah masih melakukan “Islamisasi” terhadap produk-produk perbankan konvensional, daripada mengembangkan suatu produk perbankan yang benar-benar sesuai dengan konsep Islam. Secara rasional, bahwa kegiatankegiatan yang dilakukan oleh bank syariah haruslah mengutamakan kepentingan stakeholders, terutama untuk deposan yang dananya disalurkan. Dengan demikian, bank syariah perlu mengungkapkan halhal sebagai berikut dalam laporan tahunannya: (1) Penjelasan mengenai aktivitas investasi dan pendanaan, (2) Jika ada produk baru yang diperkenalkan, apakah sebelumnya telah disetujui oleh DPS berdasarkan prinsip syariah, (3) Keterlibatan dalam aktivitas yang dilarang oleh Islam, (4) Jika terlibat dalam aktivitas yang dilarang Islam: alasan dari keterlibatan tersebut, persentase pendapatan dari keterlibatan tersebut, dan bagaimana hasil dari pendapatan tersebut dikelola, (5) Daftar produk/layanan perbankan yang ditawarkan.
Komitmen terhadap Debitur Keberadaan debitur mendapatkan perhatian yang serius dalam Islam, terutama ketika debitur mengalami gagal bayar pada saat jatuh tempo. Islam menganjurkan bank syariah untuk memberikan keringanan pembayaran. Keringanan tersebut dapat berupa pemberian tenggat waktu tertentu agar si debitur dapat membayar hutangnya kembali. Namun apabila dengan keringanan tersebut si debitur masih tetap tidak bisa membayar hutangnya, maka akan lebih baik jika bank syariah menghapus hutang debitur tersebut (diakui sebagai shadaqah). Sementara itu, orang yang terlilit hutang (gharim) seperti debitur tersebut termasuk golongan mustahik yang layak menerima zakat. Oleh karena itu, bank syariah perlu untuk mengungkapkan halhal sebagai berikut dalam laporan tahunannya: (1) Kebijakan mengenai piutang (pembiayaan) dan tipe piutang (pembiayaan) yang diberikan bank, (2) Jumlah atas piutang (pembiayaan) yang dihapuskan.
Fokus pada Pengembangan dan Tujuan Sosial Islam sangat menekankan adanya keadilan sosial. Salah satu indikator tersebut bagi bank syariah adalah mengenai manajemen dan pendistribusian zakat, infak, dan shadaqah, serta dana kebajikan. Bank syariah juga perlu untuk mengungkapkan pihak mana yang terutang oleh zakat, pihak bank atau individu (deposan dan pemegang saham). Dengan demikian bank syariah wajib untuk mengemukakan hal-hal sebagai berikut dalam laporan tahunannya: (1) Pihak mana yang terhutang oleh zakat, (2) Jika pihak bank yang terhutang: apakah zakat telah dibayarkan, sumber dana zakat, penggunaan dana zakat, saldo zakat yang belum terdistribusikan beserta alasannya, dan pernyataan dari DPS bahwa zakat telah dihitung secara tepat berikut mengenai sumber dana dan penggunaannya, (3) Jumlah, sumber, dan penggunaan atas dana infak dan shadaqah, (4) Saldo infak dan shadaqah yang belum terdistribusikan berikut alasannya, serta pernyataan dari DPS bahwa sumber dan penggunaan dana infak dan shadaqah telah sesuai dengan prinsip syariah, (5) Jumlah, sumber, dan penggunaan atas dana kebajikan, (6) Kebijakan bank dalam Vol. 1 No.1 Mei 2010
Komitmen Masyarakat
terhadap
Lingkungan
Sebagai perusahaan yang beroperasi di tengahtengah masyarakat, maka perlu bagi bank syariah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai wujud pertanggungjawaban sosialnya. Berikut adalah hal-hal yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah: (1) Menciptakan lapangan pekerjaan, (2) Mendukung organisasi kemasyarakatan, (3) Berpartisipasi dalam program pemerintah, (4) Mendukung agenda-agenda sosial masyarakat, (5) Berpartisipasi dalam konferensi ekonomi Islam.
Review oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) Stakeholders membutuhkan keyakinan yang memadai tentang kegiatan jasa yang dilakukan bank syariah. Oleh karena itu, dibutuhkan dewan pengawas syariah (DPS) untuk memastikan 19
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
kredibilitas usaha dari bank syariah agar sesuai dengan prinsip dan nilai Islam. Terkait dengan hal tersebut, maka bank syariah perlu untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut dalam laporan tahunannya: (1) Nama, posisi, foto, serta profil para anggota DPS, (2) Remunerasi dan fasilitas yang diterima oleh anggota DPS, (3) Jumlah rapat yang telah diadakan, (4) Pemeriksaan secara umum terkait dengan aktivitas dan produk bank, (5) Bukti bahwa laba/rugi bank diperoleh secara legal dan sesuai dengan prinsip syariah, (6) Laporan pertanggungjawaban berikut tanda tangan semua anggota DPS. Secara ringkas, karakteristik bank syariah yang dijabarkan ke dalam beberapa tema dan dimensi oleh Haniffa dan Hudaib (2007) tersebut, merupakan bukti identitas (Islamic corporate identity) bagi bank syariah agar dapat lebih dikenal oleh publik. Dengan demikian, diharapkan kepercayaan diri stakeholders terhadap bank syariah akan meningkat. Sehingga secara perlahan, dapat menghilangkan sikap skeptis publik terhadap bank syariah beserta produk yang dikeluarkannya.
Alat Penelitian Checklist Checklist digunakan untuk menilai kesesuaian pengungkapan laporan tahunan bank syariah terhadap standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity. Dimana checklist tersebut merupakan hasil replikasi dari checklist yang digunakan oleh Haniffa dan Hudaib (2007). Agar lebih relevan, dilakukan beberapa penyesuaian terhadap items yang ada pada checklist tersebut.5Checklist dalam penelitian ini terdiri dari lima tema, delapan dimensi, dan 80 items yang secara wajar (etis) seharusnya diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah. Reliabilitas dan Validitas Checklist Cara meningkatkan reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua penilai (interrater reliability). Dua penilai tersebut menilai praktik pengungkapan pada salah satu laporan tahunan bank umum syariah dengan menggunakan checklist. Dalam hal ini, reliabilitas terhadap hasil penilaian pada checklist direpresentasikan melalui tingkat kesepakatan antara kedua penilai, yakni dengan menggunakan Cohen’s Kappa (κ). Nilai κ berjarak antara -1 hingga +1. Nilai κ sebesar +1 mencerminkan tingkat kesepakatan yang sempurna antara dua penilai, sedangkan nilai κ sebesar -1 mencerminkan ketidaksepakatan yang sempurna antara dua penilai. Dengan demikian, semakin nilai κ mendekati +1 maka reliabilitasnya akan semakin tinggi. Sementara itu untuk meningkatkan validitas, berbagai kategori dalam checklist dikembangkan dengan mengacu pada penelitian Haniffa dan Hudaib (2007) dan disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan eksplorasi (exploratory study). Studi eksplorasi dilakukan saat tidak banyak yang diketahui mengenai situasi yang terjadi saat ini atau tidak tersedianya informasi mengenai bagaimana masalah serupa dipecahkan di masa lampau (Sekaran, 2003).
Metoda Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman yang memadai mengenai konsep good corporate governance beserta pelaksanaannya, dan konsep-konsep lainnya yang terkait dengan praktik pengungkapan laporan tahunan bank syariah. Wawancara dengan pakar digunakan untuk mendapatkan pemahaman lebih lanjut melalui dialog, tanya jawab langsung, dan diskusi mengenai masalah-masalah yang timbul dalam penelitian. Sedangkan dokumentasi meliputi proses pengumpulan data dengan mempelajari dokumendokumen yang terkait dengan penelitian.
Metode Penganalisisan Data Analisis Konten (Content Analysis) Dalam melakukan penilaian terhadap praktik pengungkapan pada laporan tahunan bank syariah, penulis menggunakan metode analisis konten yang mengacu pada penelitian Haniffa dan Hudaib (2007). Penelitian ini menggunakan kalimat (sentence/sentences for context) sebagai unit analisisnya. Ethical Identity Index Pendekatan penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ya/tidak (dichotomous scale). Dimana terhadap item yang dinilai akan diberikan nilai 1 jika diungkapkan, dan diberikan nilai 0 jika tidak diungkapkan dalam laporan tahunan. Dari hasil penilaian items pada checklist tersebut kemudian dituangkan dalam
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu laporan tahunan auditan 2008 dari tiga bank umum syariah yang beroperasi di Indonesia antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, dan Bank Muamalat Indonesia.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
5 Sebagai dasar pengembangan dari items pada checklist digunakan Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.
20
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
sebuah indeks (ethical identity index), dengan persamaan sebagai berikut:
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Alat Penelitian
EIIj merupakan sebuah indeks mengenai identitas perusahaan yang sewajarnya diungkapkan oleh bank syariah melalui laporan tahunannya. Sedangkan nj adalah sejumlah item mengenai identitas perusahaan yang sewajarnya diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah, dengan nj 80. Xij akan diberikan nilai 1 jika item diungkapkan, dan diberikan nilai 0 jika item tidak diungkapkan. Dengan demikian, 0 Ij 1. Penulis kemudian akan memeringkat bank syariah berdasarkan nilai dari indeks (EII). Semakin tinggi indeks, berarti semakin kecil tingkat variasi antara praktik pengungkapan pada laporan tahunan bank syariah dengan standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai indeks (EII) sebuah bank syariah, berarti bank syariah telah mengadopsi strategi komunikasi yang efektif dengan menyampaikan informasi yang relevan.
Dimensi
1. 2. 3. 4.
Pernyataan mengenai visi dan misi Dewan komisaris dan manajemen puncak Produk dan layanan
5.
Zakat, infak, dan shadaqah, serta dana kebajikan Komitmen terhadap karyawan
6.
Komitmen terhadap debitur
7.
Komitmen terhadap lingkungan masyarakat DPS
8.
EII keseluruhan Peringkat keseluruhan Sumber: Data checklist diolah
Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan SPSS Statistics 17.0, diketahui bahwa nilai Cohen’s Kappa (κ)adalah 0,848.Karena nilai κ melebihi nilai 0,60, maka alat penelitian dinyatakan reliable (Wood, 2007).
Analisis Data Tabel 1 menunjukkan hasil dari keseluruhan ethical identity index (EII) untuk tiap-tiap bank umum syariah beserta peringkatnya. Disajikan pula hasil mean untuk tiap-tiap dimensi dalam checklist yang dijadikan dasar untuk menilai kesesuaian antara praktik pengungkapan laporan tahunan bank syariah dengan standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity.
Tabel 1 Ethical Identity Index BSM BMS EII EII (pering (peringkat kat) ) 2008 2008 1 (1) 1 (1) 0,70 (2) 0,69 (2) 1 (1) 1 (1) 0,60 (2) 0,67 (2) 0,83 1
0,71 (3) 0,96 (3) 0,80 (1) 0,77 (1) 1 (1) 1 (1) 0,40 (3) 0,67 (2) 0,79 3
Dari tabel 1, dapat kita lihat bahwa Bank Syariah Mandiri (BSM) menduduki posisi pertama dengan nilai EII 83%, diikuti Bank Muamalat Indonesia (BMI) diperingkat kedua dengan perolehan EII sebesar 81%.Sementara itu, Bank Mega Syariah (BMS) hanya memenuhi 79% kesesuaian dengan standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity tersebut. Vol. 1 No.1 Mei 2010
BMI EII (perin gkat) 2008 1 (1) 1 (1) 0,70 (2) 0,23 (3) 0,88 (3) 1 (1) 0,80 (1) 0,89 (1) 0,81 2
Mean EII untuk tiap dimensi (peringkat ) 0,90 (4) 0,99 (2) 0,73 (6) 0,56 (8) 0,96 (3) 1 (1) 0,60 (7) 0,74 (5)
Dengan kata lain, Bank Syariah Mandiri memiliki lebih sedikit ketidaksesuaian antara apa yang diungkapkan pada laporan tahunannya (communicated ethical identities) dengan standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity (ideal ethical identities). Sebaliknya untuk Bank Mega Syariah yang mengalami lebih banyak ketidaksesuaian tersebut. 21
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
Sebagai apresiasi atas kemajuan dan prestasi yang diraih, Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia memberikan ucapan terima kasihnya kepadapara stakeholders. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Bank Mega Syariah dalam laporan tahunannya. Atas semua kemajuan PT Bank Syariah Mandiri selama tahun 2008, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh stakeholders atas perhatian, dukungan, serta kontribusi yang telah diberikan dalam mengembangkan Bank Syariah Mandiri (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 8).Kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh stakeholders, khususnya para pemegang saham, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Departemen Keuangan Republik Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 30).
Dengan demikian, Bank Mega Syariah perlu untuk menilai kembali strategi komunikasinya dalam rangka membangun reputasi dan kepercayaan stakeholders. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hasil penilaian dari praktik pengungkapan laporan tahunan ketiga bank umum syariah tersebut dalam tiap dimensi.
Pernyataan Mengenai Visi dan Misi Dalam dimensi ini Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia memiliki nilai EII tertinggi, yang kemudian diikuti oleh Bank Mega Syariah. Ketiga bank secara jelas mengungkapkan bahwa mereka berkomitmen untuk beroperasi sesuai dengan prinsip syariah. Bank Syariah Mandiri mengungkapkan komitmennya tersebut melalui nilai-nilai perusahaan ‘ETHIC’. Sementara itu, Bank Mega Syariah menyatakan bahwa mereka menyelenggarakan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Bank Mega Syariah. Akan tetapi, mengenai komitmen kedua bank tersebut untuk beroperasi sesuai syariah, tidak secara eksplisit ditemukan pada halaman pernyataan mengenai visi dan misi mereka. Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Bank yang terakhir, maksud dan tujuan Bank adalah menyelenggarakan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah (laporan tahunan BMS 2008 bagian laporan keuangan, hlm. 10).Melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan dan tuntutan perusahaan serta nilai-nilai syariah (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 40). Berbeda dengan Bank Muamalat Indonesia yang secara jelas menyatakan pada halaman awal laporan tahunan mereka mengenai misinya untuk beroperasi sesuai dengan syariah.Misi pendirian Bank Muamalat oleh MUI dan ICMI adalah untuk melaksanakan taqwa kepada Allah terhadap Al Quran tentang larangan riba sehingga mewujudkan layanan perbankan yang halal dan membangun perekonomian ummat melalui perbankan yang murni syariah... (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 2).Sementara itu, tidak seperti Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia yang mengungkapkan dasar investasi mereka yang sesuai syariah, Bank Mega Syariah tidak menjelaskan bahwa investasi yang mereka lakukan telah sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan mengenai perhitungan bagi hasil, ketiga bank umum syariah tersebut menggunakan dasar yang sama, yakni laba bruto (revenue sharing). Akan tetapi, hanya Bank Muamalat Indonesia yang mengungkapkan pada halaman pernyataan visi dan misi-nya, untuk melaksanakan bagi hasil sesuai dengan prinsip syariah....memperjuangkan hubungan kemitraan dengan bagi hasil dan risiko yang ditanggung bersama antara pemodal dan pengusaha (nasabah), berlandaskan ketulusan, serta kejujuran dan keadilan (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 3). Vol. 1 No.1 Mei 2010
Dimensi: Dewan Komisaris dan Manajemen Puncak Secara umum, ketiga bank telah mengungkapkan dengan jelas mengenai profil para pihak yang menjalankan usaha bank syariah berikut dengan fotonya. Dari hasil penilaian EII, terlihat bahwa ketiga bank berupaya lebih untuk memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Aspek-aspek mengenai good corporate governance (GCG)yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan bank syariah telah dipenuhi dengan baik. Dalam upaya memenuhi konsep GCG seperti yang ditentukan oleh Peraturan Bank Indonesia, Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia membuat laporan mengenai pelaksanaan good corporate governance (GCG) secara khusus, namun tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari laporan tahunannya. Sementara Bank Syariah Mandiri telah secara lengkap mengungkapkan kepatuhannya terhadap peraturan tersebut dalam laporan tahunannya. Pada dimensi ini, Bank Mega Syariah hanya tidak mengungkapkan mengenai opsi saham yang dimiliki komisaris dan direksi.
Produk dan Layanan Pada dimensi ini, Bank Mega Syariah mendapatkan nilai EII tertinggi dibanding kedua bank lainnya. Pada tahun 2008, Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia meluncurkan produk baru. Hanya saja kedua bank tersebut tidak menyebutkan apakah produk baru tersebut sebelumnya telah disetujui oleh DPS, berikut dengan dasar konsep syariah yang digunakan DPS dalam menyetujui produk baru tersebut. Sedangkan Bank Syariah Mandiri tidak mengeluarkan produk baru pada kurun waktu 2008. Selain itu, kurun waktu 2008, Bank Mega Syariah juga mengeluarkan produk baru dengan nama Tabungan Plus. Tabungan ini menggunakan 22
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
sumber dana zakat, infak, dan shadaqah Bank Mega Syariah hanya berasal dari dalam bank. Sementara itu, oleh kedua bank tersebut laporan mengenai sumber dan penggunaan dana kebajikan dibuat secara terpisah. Bank Muamalat Indonesia tidak membuat laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah serta dana kebajikannya sendiri, karena dana-dana tersebut dikelola oleh LAZ. Pada tanggal 16 Juni 2000, Bank mendirikan Yayasan Baitul Maal Muamalat... Salah satu unit usaha yayasan tersebut adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ)... Bank menyalurkan penerimaan zakat dan dana Qardhul Hasan kepada Lembaga Amil Zakat tersebut (laporan tahunan BMI 2008 bagian laporan keuangan, hlm.2). Bank tidak membuat laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah dan laporan sumber dan penggunaan dana Qardhul hasan karena Bank tidak secara langsung menjalankan fungsi penyaluran dana zakat, infaq dan shadaqah serta dana Qardhul hasan tersebut (laporan tahunan BMI 2008 bagian laporan keuangan, hlm. 10). Seperti yang telah dijelaskan pada dimensi sebelumnya, sumber dana kebajikan diperoleh dari pendapatan non halal dan juga denda yang dibebankan kepada debitur sebagai biaya tunggakan. Layaknya Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri pun tidak secara langsung mengelola dan menyalurkan dana zakat, infak, dan shadaqah serta dana kebajikannya. Akan tetapi, diserahkan kepada lembaga amil zakat (LAZ). Hal yang berbeda adalah, Bank Syariah Mandiri tetap membuat laporan mengenai sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dalam laporan tahunannya. Bank tidak secara langsung menjalankan fungsi pengelolaan dana zakat, infak, dan shadaqah dan dana kebajikan. Sejak tahun 2002 Bank telah menyalurkan penerimaan zakat kepada Lembaga Amil Zakat, LAZ BSM Ummat (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 116). Oleh karena kebijakan pengelolaan dan penyaluran dana kebajikan diserahkan kepada LAZ, maka Bank Syariah Mandiri tidak memiliki kebijakan dalam menindaklanjuti gagal bayar atas dana kebajikan. Berbeda dengan Bank Mega Syariah yang langsung memperlakukan dana kebajikan sebagai hibah. Sumber dan penggunaan dana zakat dan dana kebajikan, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Amil Zakat Bank Syariah Mandiri Ummat dan bank tidak meminta pertanggungjawaban atas hasil pengelolaan dana tersebut (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 128)..Bank Mega Syariah membagikan dana Qardul Hasan tidak sebagai pinjaman melainkan sebagai hibah (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 89).
akad Mudharabah yang ditujukan untuk investasi & program-program marketing (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 65). Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Direktur Utama Bank Muamalat dan Presiden Direktur PT Panin Life Tbk, menandai peluncuran kartu Taawun Card-Idaman, kartu asuransi berbasis Shar-E di Jakarta, 24/01/2008 (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 59). Tidak seperti kedua bank lainnya yang menyebutkan porsi pendapatan dari keterlibatannya dalam aktivitas yang dilarang Islam, Bank Muamalat Indonesia tidak mengungkapkan hal tersebut dalam laporan tahunannya. Hal tersebut dikarenakan Bank Muamalat Indonesia tidak membuat sendiri laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, sehingga informasi mengenai besarnya pendapatan non halal yang diterima bank tidak tersedia. Bank menyalurkan penerimaan zakat dan dana Qardhul Hasan kepada Lembaga Amil Zakat, sehingga Bank tidak secara langsung menjalankan fungsi pengelolaan dana zakat, infaq dan shadaqah dan dana Qardhul Hasan (laporan tahunan BMI 2008 bagian laporan keuangan, hlm 2). Bank tidak membuat laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infaq dan shadaqah dan laporan sumber dan penggunaan dana Qardhul hasan karena Bank tidak secara langsung menjalankan fungsi penyaluran dana zakat, infaq dan shadaqah serta dana Qardhul hasan tersebut (laporan tahunan BMI 2008 bagian laporan keuangan, hlm. 10). Meskipun demikian, sama seperti kedua bank lainnya, Bank Muamalat Indonesia pun secara implisit mengakui keterlibatannya dalam aktivitas yang dilarang Islam. Pendapatan non halal ketiga bank tersebut diperoleh dari bank umum konvensional atas jasa giro yang telah diberikan. Namun pendapatan tersebut tidak diakui sebagai pendapatan bank karena akan disalurkan sebagai dana kebajikan (qardhul hassan).
Zakat, Infak, dan Shadaqah, serta Dana Kebajikan Bagi ketiga bank, pembayaran zakat terutang untuk perusahaan. Tidak seperti Bank Syariah Mandiri yang mengungkapkan cara perhitungan zakat perusahaannya dalam laporan tahunan 2008, Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia tidak secara jelas menyebutkan dari mana zakat perusahaan dihitung. RUPS menyetujui pembayaran zakat Perseroan sebesar 2,5% dari laba bersih tahun 2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.886.380 dan Rp 1.640.000 (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 187).Selain zakat, terdapat pula infak dan shadaqah yang disalurkan oleh bank syariah. Sumber dana zakat, infak, dan shadaqah Bank Syariah Mandiri berasal dari dalam dan luar bank, sedangkan Vol. 1 No.1 Mei 2010
23
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
pengembangan karir karyawan. Karena komitmennya yang kuat terhadap pengembangan sumberdaya insaninya, Bank Syariah Mandiri secara dua tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan berupa The Best Human Resources Development Award. Apresiasi terhadap pengelolaan dan pengembangan SDI perbankan syariah di BSM disampaikan oleh Bank Indonesia untuk kedua kalinya secara berturut-turut (tahun 2007 dan 2008) berupa The Best Human Resources Development Awardpada Festival Ekonomi Syariah (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 52). Sementara itu, prinsip “Celestial Management” yang ditanamkan Bank Muamalat Indonesia kepada seluruh jajaran karyawannya pun turut mendapatkan apresiasi dari Majalah SWA.Penerapan konsep Celestial Management secara konsisten dapat meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini tercermin dari kualitas Kru Bank Muamalat. Itulah sebabnya mengapa konsep ini dinyatakan sebagai konsep manajemen paling berpengaruh oleh Majalah SWA Edisi Nomor 16... (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 67).
Sementara itu, baik Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah, sama-sama tidak mengungkapkan alasan mengapa masih terdapat dana zakat, infak, dan shadaqah yang belum terdistribusikan. Dalam laporan tahunan 2008 kedua bank tersebut, juga tidak disampaikan mengenai pernyataan DPS terkait dengan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah beserta penghitungan zakatnya, apakah telah sesuai dengan prinsip syariah. Pada intinya, perlakuan ketiga bank syariah tersebut menganggap zakat sebagai biaya yang nantinya akan mengurangi pajak perusahaan.
Komitmen Terhadap Karyawan Berkembangnya usaha yang dijalankan oleh bank umum syariah, menyebabkan meningkatnya jumlah karyawan yang dibutuhkan. Peningkatan jumlah karyawan tersebut seharusnya diimbangi dengan strategi pengelolaan dan pengembangan yang tepat mengenai karyawannya. Secara umum, ketiga bank telah memiliki kebijakan yang baik terkait dengan kesejahteraan karyawannya. Hal tersebut penting untuk menjaga loyalitas mereka terhadap kemajuan perusahaan. Bahkan pada tahun 2008, Bank Syariah Mandiri melakukan proses sertifikasi ISO 9001:2000 di bidang sumberdaya insani. Untuk menyempurnakan dan meningkatkan layanan bisnis dan Standar Operasional Prosedur (SOP) di bidang Sumberdaya Insani, BSM melakukan proses sertifikasi ISO 9001:2000. Sertifikasi dilakukan terhadap proses rekrutmen, pendidikan & pelatihan, pengembangan pegawai dan operasional serta pemenuhan kesejahteraan pegawai (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 51). Dalam rangka menjaga kualitas pelayanan kepada nasabah, ketiga bank juga menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk karyawannya. Berbagai pelatihan tersebut diselenggarakan untuk mengasah dan mengembangkan kompetensi serta meningkatkan produktifitas karyawan, seperti halnya yang diungkapkan Bank Mega syariah dalam laporan tahunan 2008. Guna mewujudkan Visi dan Misi Bank Mega Syariah, berbagai program pelatihan SDM baik di tingkat dasar maupun lanjut secara rutin diselenggarakan. Pelatihan Dasar-dasar Perbankan Syariah, Dasar motivasi, Training Product, Training Service Excellent, Training Operational, Diklat Karyawan Cabang Baru dan Team Building merupakan program dasar yang diselenggarakan di internal perusahaan (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 61). Pada kurun waktu yang sama, Bank Syariah Mandiri berupaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dan pelatihan karyawannya melalui optimalisasi e-Learning. Program tersebut ditujukan untuk meningkatkan kompetensi dan Vol. 1 No.1 Mei 2010
Komitmen Terhadap Debitur Pada dimensi ini, ketiga bank memperoleh nilai EII secara sempurna. Hal ini mengindikasikan komitmen bank yang tinggi terhadap usaha pembiayaan sebagai aktivitas utama yang dilakukannya untuk menyalurkan dana deposan. Pada tahun 2008, Bank Mega Syariah melakukan diversifikasi risiko pembiayaan dengan memindahkan portofolio pembiayaan joint financing ke pembiayaan mikro. Kebijakan untuk merubah strategi pembiayaan tersebut dilakukan karena turunnya daya beli masyarakat, sehingga membuat bisnis joint financing yang selama beberapa tahun menjadi tulang punggung Bank Mega Syariah, tidak lagi memungkinkan untuk mengalami pertumbuhan yang optimal di tahun 2008.Sebagai langkah untuk menyikapi kondisi pasar, Bank Mega Syariah melakukan perubahan strategi bisnis dengan melakukan reprofiling portofolio dari sektor konsumer yang disalurkan melalui skema Joint Financing ke sektor mikro (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 28). Hal tersebut ternyata juga dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat Indonesia, yang mengembangkan strategi pembiayaannya dengan berfokus pada pembiayaan UMKM (sektor mikro).Penyaluran pembiayaan pun dilakukan dengan tetap memperhatikan kecukupan likuiditas dan konsentrasi pada segmen nonkorporasi/UMKM dengan trend yang terus meningkat (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 23). Salah satu ciri khas pembiayaan adalah dukungan kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sekitar 55,60% dari pembiayaan Bank disalurkan ke nasabah UMKM 24
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
(laporan tahunan BSM 2008, hlm. 76).Bank Muamalat juga mengeluarkan Rp 2.145.731.982 dana untuk kegiatan CSR secara langsung, yang terdiri dari Rp 1.432.888.400 untuk dakwah Islam dan pembangunan infrasturktur masjid dan pesantren (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 104).Sementara itu, selain membagikan qardhul hasan dan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi,Bank Mega Syariah juga rutin menggelar kegiatan donor darah.Bentuk Tanggung Jawab Sosial yang lain, diwujudkan Bank Mega Syariah dengan menggelar kegiatan rutin donor darah (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 89).Akan tetapi, hanya Bank Muamalat Indonesia yang melakukan follow-up terhadap qardhul hasan yang diberikannya, sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menerimanya. Program KUM3 (Komunitas Usaha Mikro Muamalat) merupakan program pemberdayaan ekonomi terpadu yang bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi keluarga miskin di Indonesia, dan masjid sebagai basis pembinaannya. Kegiatannya dalam bentuk pemberian bantuan pinjaman qardh, pembinaan keterampilan usaha, kedisiplinan ibadah, berinfaq dan menabung. Program ini menjangkau 22 Propinsi di Indonesia dengan jumlah masjid yang bergabung berjumlah 202 masjid sampai dengan akhir tahun 2008 (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 103). Sedangkan dalam rangka membantu program kerja pemerintah, hanya Bank Syariah Mandiri yang secara detil menjelaskan mengenai bentuk kerjasama dan instansi pemerintah yang terkait dengan kerjasama tersebut. Salah satunya Pembiayaan dengan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program penjaminan Pemerintah RI sebagai realisasi Inpres no 6 Tahun 2007 untuk meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. BSM adalah Bank Syariah satu-satunya yang ikut serta dalam program ini (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 44). Namun demikian, dalam laporan tahunan Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah, tidak menyebutkan keterlibatannya dalam kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan ekonomi Islam ataupun menjadi sponsor bagi acara tersebut. Hanya Bank Muamalat Indonesia yang mengungkapkan keterlibatannya dalam forum internasional mengenai ekonomi Islam. Pada World Islamic Economic Forum ke-5 di Jakarta... Riawan membahas peran Islamic Bank pada Investasi di Indonesia. (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 36).
dan rencananya akan terus ditingkatkan di masa mendatang. (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 77).Bahkan Bank Syariah Mandiri secara jelas mengungkapkan perihal kebijakannya dalam menangani pembiayaan (piutang) bermasalah. Dimulai dari cara mendapatkan nasabah, penggunaan sistem scoring dan risk rating dalam proses persetujuan pembiayaan, hingga tindakan pengawalan agar pembiayaan yang telah diberikan tetap dapat dipertanggungjawabkan oleh nasabah.Bank secara konsisten melakukan tindakan pengawalan agar pembiayaan yang telah disalurkan tetap aman dan menghasilkan. Pengawalan tersebut dilakukan melalui kegiatan monitoring secara intensif terhadap perkembangan usaha nasabah dan pemenuhan kewajiban nasabah kepada Bank (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 55).Hal serupa juga dilakukan Bank Muamalat Indonesia terkait dengan kebijakannya dalam memberikan pembiayaan kepada debitur, dengan membentuk Komite Kebijakan Penanaman Dana dan Komite Penanaman Dana. Adapun tugas dan tanggung jawab komite ini adalah untuk memberikan persetujuan atau penolakan pembiayaan sesuai dengan batas wewenang dan atau jenis pembiayaan yang ditetapkan Direksi (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 84-85). Ketiga bank tersebut juga menjelaskan tipe-tipe pembiayaan (piutang) yang diberikan kepada nasabah. Secara umum, ketiga bank tersebut menawarkan tipe pembiayaan korporasi, konsumer, serta untuk usaha mikro. Sedangkan mengenai adanya pembiayaan (piutang) yang dihapuskan juga turut diungkapkan dalam laporan tahunan ketiga bank tersebut, meskipun pada kurun waktu 2008 Bank Mega Syariah tidak melakukan penghapusan terhadap pembiayaan (piutang) yang diberikannya.
Komitmen Terhadap Lingkungan Masyarakat Dilihat dari perolehan EII, Bank Muamalat Indonesia memiliki komitmen lebih terhadap lingkungan masyarakat. Program CSR Bank Muamalat Indonesia dilaksanakan melalui Baitul Maal Muamalat (BMM) dan ada pula yang disalurkan langsung oleh bank. Hal tersebut juga dilakukan Bank Syariah Mandiri yang menyalurkan bantuannya kepada masyarakat melalui LAZ BSM Ummat. Kedua bank tersebut melakukan pemberdayaan sektor ekonomi mikro dengan pemberian qardhul hasan, bantuan pendidikan seperti beasiswa, bantuan sosial dan kemanusiaan, maupun pemberian bantuan untuk kegiatan pengembangan dakwah Islam. LAZNAS juga telah menyalurkan bantuan untuk kegiatan pengembangan dakwah di daerah Sumatra dalam kegiatan Safari Dakwah bersama Yayasan Bumi Andalas dan Pelatihan Dakwah Transformatif bersama Yayasan Aqobah Sejahtera Vol. 1 No.1 Mei 2010
Dewan Pengawas Syariah (DPS) Pada dimensi ini, Bank Muamalat Indonesia memperoleh nilai EII tertinggi. Tidak seperti kedua bank lainnya, Bank Muamalat 25
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
dari bank umum konvensional tidak diakui sebagai pendapatan Bank tetapi dicatat sebagai dan digunakan untuk dana kebajikan (laporan tahunan BMI 2008 bagian laporan keuangan, hlm. 18). Dengan demikian keabsahan mengenai dasar pemberian opini oleh DPS dari ketiga bank tersebut masih diragukan. Apakah DPS benar-benar memeriksa bahwa aktivitas yang dijalankan bank syariah beserta produk yang dikeluarkannya, telah benar-benar sesuai syariah. Selain itu, ketiga bank tersebut juga tidak mengungkapkan pernyataan DPS mengenai laba/rugi yang diperoleh bank, apakah telah sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pembuatan laporan tahunan 2008, ketiga bank tersebut memiliki kebijakannya sendiri. Bank Syariah Mandiri menggunakan Bahasa Indonesia, baik dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban manajemen maupun laporan keuangan yang telah diaudit. Bank Mega Syariah menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk laporan pertanggungjawaban manajemen, sedangkan untuk laporan keuangan dan laporan pelaksanaan GCG hanya digunakan Bahasa Indonesia. Sementara itu, Bank Muamalat Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam pembuatan laporan tahunannya, baik untuk laporan pertanggungjawaban manajemen, laporan keuangan maupun laporan pelaksanaan GCG-nya. Kemudian dalam pengungkapan mengenai dewan komisaris, direksi, dan DPS, Bank Muamalat Indonesia memisahkan profil para dewan tersebut pada halaman khusus mengenai data perseroan. Tidak seperti kedua bank lainnya yang menyatukan informasi mengenai nama, posisi, foto, serta profil para dewan tersebut. Sementara itu, dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik, pada tahun 2008 Bank Mega Syariah dan Bank Muamalat Indonesia membuat laporan pelaksanaan good corporate governance (GCG) secara khusus. Namun keberadaan laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dari laporan tahunannya. Sedangkan informasi mengenai pelaksanaan dari good corporate governance tersebut, telah diungkapkan Bank Syariah Mandiri secara lengkap dan terstrukur pada halaman tentang penerapan tata kelola perusahaan dalam laporan tahunannya. Kedua praktik pembuatan laporan pelaksanaan good corporate governance tersebut dapat dibenarkan, sesuai dengan FAQ Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP Perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.Laporan Pelaksanaan GCG dapat menjadi Bab tersendiri dalam Laporan Tahunan Bank atau disajikan dari Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersama-sama dengan Laporan Tahunan Bank.
Indonesia mengungkapkan secara jelas mengenai gaji dan kompensasi lainnya yang diterima oleh DPS dan juga jumlah rapat yang telah diadakan DPS. Selama tahun 2008, DPS telah mengadakan rapat dengan Direksi dan Pejabat/Kru Senior BMI sebanyak lima kali, yang tercermin dari Risalah Rapat yang telah dibuat (laporan tahunan BMI 2008, hlm. 86). Secara umum, ketiga bank telah menyampaikan profil para DPS berikut dengan laporan pertanggungjawabannya. Akan tetapi, terjadi ketidakkonsistenan antara opini DPS dalam laporan pertanggungjawabannya dengan kenyataan operasi ketiga bank umum syariah tersebut. Pada opini DPS ketiga bank disebutkan bahwa secara umum aktivitas beserta produk ketiga bank tersebut telah sesuai dengan syariah. Akan tetapi, pada kenyataannya ketiga bank tersebut masih terlibat dalam aktivitas yang dilarang Islam. Dewan Pengawas Syariah (DPS) BSM, menyatakan bahwa secara umum aspek operasional dan produk PT BSM telah mengikuti fatwa-fatwa dan ketetapan syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI), serta opini syariah dari DPS (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 15). Dewan Pengawas Syariah Bank Mega Syariah dengan ini menyatakan bahwa kegiatan perbankan yang dilakukan oleh Bank Mega Syariah baik operasional maupun produk-produknya untuk periode tahun 2008 secara umum telah sesuai dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional – MUI serta opini yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syariah (laporan tahunan BMS 2008, hlm. 25). Dewan Pengawas Syariah Bank Muamalat dengan ini menyatakan bahwa, berdasarkan pengawasan kami selama semester I dan semester II 2008(laporan tahunan BMI 2008, hlm. 9) : Pelaksanaan produk dan jasa yang meliputi penghimpunan dan penyaluran dana telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional serta keputusan Dewan Pengawas Syariah. Pedoman operasional dan produk yang meliputi penghimpunan dan penyaluran dana telah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional serta keputusan Dewan Pengawas Syariah. Laporan keuangan perusahaan telah disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip syariah. Opini DPS terhadap ketiga bank tersebut bertolak belakang dengan pernyataan berikut: Pendapatan jasa giro dari bank umum konvensional tidak diakui sebagai pendapatan Bank dan digunakan untuk dana kebajikan (laporan tahunan BSM 2008, hlm. 121).Pendapatan jasa giro dari bank umum konvensional yang diterima sejak tanggal konversi menjadi bank syariah tidak diakui sebagai pendapatan Bank dan digunakan untuk dana kebajikan (laporan tahunan BMS bagian laporan keuangan, hlm. 12).Pendapatan jasa giro Vol. 1 No.1 Mei 2010
26
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
b. Sebaiknya untuk data penelitian selanjutnya, digunakan laporan tahunan lebih dari satu periode. Dengan demikian, konsistensi praktik pengungkapan laporan tahunan bank umum syariah dari waktu ke waktu dapat dilihat. c. Akan lebih baik jika pada penelitian selanjutnya dilakukan wawancara dengan pihak manajemen bank ataupun stakeholders lainnya. Dengan begitu, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang diusung melalui penelitian ini.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil mean EII untuk tiap dimensi, menunjukkan bahwa pengungkapan ketiga bank umum syariah mengenai zakat, infak, dan shadaqah, serta dana kebajikan masih minim.Sedangkan untuk dimensi terendah kedua, ditempati oleh dimensi mengenai komitmen ketiga bank umum syariah tersebut kepada masyarakat. Namun, ditilik dari hasil perolehan EII secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa praktik pengungkapan laporan tahunan ketiga bank umum syariah yang dijadikan obyek penelitian ini telah mendekati standar pelaporan ideal yang mencerminkan Islamic corporate identity. Dengan kata lain, tingkat kepatuhan ketiga bank umum syariah tersebut terhadap regulasi yang mengatur praktik pengungkapan pada laporan tahunan sudah baik.
DAFTAR PUSTAKA AAOIFI. 2001. Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions: Bahrain. Balmer, J. M. T. 2007. Identity Based Views of the Corporation: Insights from Corporate Identity, Organisational Identity, Social Identity, Visual Identity, Corporate Brands and Corporate Image. Working Paper No. 07/07. Chapra, M. Umer dan H. Ahmed. 2002. Corporate Governance In Islamic Financial Institutions. Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank. Haniffa, R. M. dan M. A. Hudaib. 2004. Disclosure Practices of Islamic Financial Institutions: An Exploratory Study. Working Paper No. 04/32. Haniffa, R. M. dan M. A. Hudaib. 2007. Exploring the Ethical Identity of Islamic Banks via Communication in Annual Reports. Journal of Business Ethics. Khomsiyah. 2003. Hubungan Corporate Governance Dan Pengungkapan Informasi: Pengujian Secara Simultan. Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17 Oktober. Lewis, M. K. 2001. Islam and accounting. Blackwell Publishers. Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 101 Tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dan kekurangan dalam penelitian ini, antara lain: a. Alat penelitian (checklist) Dengan checklist yang menggunakan pendekatan ya/tidak (dichotomous scale),penilaian hanya bisa dilakukan sebatas ada atau tidak sebuah item diungkapkan dalam laporan tahunannya. Sehingga penelitian ini tidak ditujukan untuk mengukur kualitas atau seberapa dalam sebuah item diungkapkan dalam laporan tahunan bank umum syariah. b. Data penelitian Data penelitian ini hanya menggunakan laporan tahunan dari satu periode. Sehingga sulit untuk mengetahui konsistensi dari praktik pengungkapan laporan tahunan ketiga bank umum syariah tersebut dari waktu ke waktu. c. Unit analisis Penelitian ini menggunakan kalimat (sentence/sentences for context) sebagai unit analisisnya. Sehingga segala keputusan penilaian bisa dikatakan memiliki subjektifitas yang tinggi, karena sepenuhnya bergantung pada judgement penulis serta situasi dan kondisi ketika penelitian ini dilakukan.
Saran Berdasarkan keterbatasan penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Hendaknya penelitian selanjutnya diarahkan untuk mengembangkan alat penelitian ini, terutama mengenai pembuatan sistem penilaian EII dengan menggunakan skala, sehingga mampu menangkap isu pengungkapan pada laporan tahunan bank umum syariah secara lebih mendalam.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Prakosa, N. Iman. 2009. Menggagas Konsep Penerapan Shariah Compliance Audit: Sebuah Upaya Pencapaian Islamic Corporate Governance pada Entitas Bisnis Syariah. Simposium Nasional Ekonomi Islam IV, Yogyakarta, 8-9 Oktober.
27
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
Wood, J. M. 2007. Understanding and Computing Cohen’s Kappa: A Tutorial. WebPsychEmpiricist.
Lampiran Alat penelitian (checklist) Y/ Tema: fokus pada pengembangan T dan tujuan sosial A. Dimensi: pernyataan mengenai D. Dimensi: zakat, infak, dan visi dan misi shadaqah, serta dana kebajikan 1. Komitmen untuk beroperasi sesuai 1. Pihak yang terhutang zakat dengan prinsip syariah 2. Komitmen untuk memberikan bagi 2. Jumlah zakat, infak, dan shadaqah hasil sesuai dengan prinsip syariah yang telah dibayarkan 3. Komitmen untuk melakukan aktifitas 3. Sumber dana zakat, infak, dan investasi sesuai dengan prinsip syariah shadaqah 4. Komitmen untuk melakukan aktifitas 4. Penggunaan dana zakat, infak, dan pendanaan sesuai dengan prinsip shadaqah syariah 5. Komitmen untuk memenuhi kontrak 5. Saldo zakat, infak, dan shadaqah yang direpresentasikan melalui akad yang belum terdistribusikan 6. Komitmen untuk melayani kebutuhan 6. Alasan mengapa zakat, infak, dan umat shadaqah belum terdistribusikan 7. Pernyataan apresiasi terhadap 7. Pernyataan DPS bahwa sumber dan stakeholders penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah telah sesuai dengan prinsip syariah 8. Pernyataan DPS bahwa zakat telah Total: dihitung sesuai dengan prinsip syariah 9. Jumlah dana kebajikan B. Dimensi: dewan komisaris dan manajemen puncak 1. Nama para anggota dewan komisaris 10. Sumber dana kebajikan 2. Posisi dari masing-masing dewan 11. Penggunaan dana kebajikan komisaris 3. Foto para anggota dewan komisaris 12. Kebijakan dalam menyediakan dana kebajikan 4. Profil para anggota dewan komisaris 13. Kebijakan dalam menindaklanjuti gagal bayar atas dana kebajikan 5. Kepemilikan saham bank oleh anggota Total: dewan komisaris 6. Hubungan keuangan dan keluarga E. Dimensi: komitmen terhadap dengan anggota dewan komisaris, karyawan direksi, atau pemegang saham pengendali bank 7. Remunerasi dan fasilitas untuk anggota 1. Penghargaan/hadiah bagi karyawan dewan komisaris berprestasi 8. Frekuensi rapat dewan komisaris 2. Jumlah karyawan 9. Rangkap jabatanoleh anggota dewan 3. Kebijakan mengenai kesamaan komisaris kesempatan bagi karyawan 10. Keanggotaan komisaris independen 4. Kesejahteraan karyawan dalam komite audit 11. Keanggotaan komisaris independen 5. Pelatihan mengenai perbankan syariah dalam komite pemantau risiko 12. Keanggotaan komisaris independen 6. Pelatihan khusus lainnya bagi dalam komite remunerasi dan nominasi karyawan 13. Nama para anggota dewan direksi 7. Pelatihan untuk skema rekruitmen bagi Tema: dasar nilai dan filosofi
Vol. 1 No.1 Mei 2010
28
Y/T
Nidaul Uswah Prasetyaningsih, N. Iman Prakosa - Islamic Corporate Identity dalam Praktik Pengungkapan Laporan Tahunan Bank Syariah
karyawan baru Biaya yang dialokasikan untuk pelatihan karyawan Total: F. Dimensi: komitmen terhadap debitur 1. Kebijakan mengenai piutang (pembiayaan) 2. Jumlah atas piutang (pembiayaan) yang dihapuskan
14. Posisi dari masing-masing dewan direksi 15. Foto para anggota dewan direksi 16. Profil para anggota dewan direksi
8.
17. Kepemilikan saham bank oleh anggota dewan direksi 18. Hubungan keuangan dan keluarga dengan anggota dewan direksi, komisaris atau pemegang saham pengendali bank 19. Remunerasi dan fasilitas untuk anggota dewan direksi 20. Terdapat direktur kepatuhan 21. Direksi memiliki satuan kerja audit intern 22. Direksi memiliki satuan kerja manajemen risiko dan komite manajemen risiko 23. Direksi memiliki satuan kerja kepatuhan 24. Opsi sahamyang dimiliki komisaris dan direksi 25. Rasio gaji tertinggi dan terendah
3.
Tipe piutang (pembiayaan) yang diberikan bank Total: G. Dimensi: komitmen terhadap lingkungan masyarakat 1. Menciptakan lapangan pekerjaan 2. 3. 4. 5.
Total: Tema: bebas dari bunga dan diperkenankan oleh Islam C. Dimensi: produk dan layanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tema: review oleh dewan pengawas syariah (DPS) H. Dimensi: dewan pengawas syariah (DPS) 1. Nama para anggota DPS
Keterlibatan dalam aktifitas yang dilarang Islam Persentase pendapatan dari keterlibatan dalam aktifitas yang dilarang Islam Alasan keterlibatan dalam aktifitas yang dilarang Islam Kebijakan pengelolaan pendapatan dari hasil aktifitas yang dilarang Islam Perkenalan produk baru Persetujuan DPS tentang produk baru secara ex ante Dasar konsep syariah yang digunakan DPS dalam menyetujui produk baru
2.
Posisi dari masing-masing DPS
3.
Foto para anggota DPS
4. 5.
Profil para anggota DPS Remunerasi dan fasilitas untuk anggota DPS Laporan pertanggungjawaban yang ditandatangani oleh seluruh anggota DPS Jumlah rapat yang telah diadakan
6.
8.
Daftar produk perbankan yang ditawarkan 9. Penjelasan secara umum dari aktifitas investasi 10. Penjelasan secara umum dari aktifitas pendanaan
7. 8. 9.
Total: Keterangan: √ : Ya (Y) - : Tidak (T)
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Mendukung organisasi kemasyarakatan Berpartisipasi dalam program pemerintah Mendukung agenda-agenda sosial masyarakat Berpartisipasi dalam konferensi ekonomi Islam Total:
29
Pemeriksaan secara umum terkait dengan aktifitas dan produk bank Pernyataan bahwa laba/rugi bank diperoleh sesuai dengan prinsip syariah Total:
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
THE CONTRIBUTION OF ISLAMIC BANKING AND FINANCIAL INSTITUTIONS (IBFIS) TO THE INDONESIAN ECONOMIC GROWTH: THE EVIDENCE FROM THE ARDL BOUND TESTING APPROACH(PERIODS 2002.Q4 TO 2010.Q2) Shochrul Rohmatul Ajija Master Student of Economics International Islamic University Malaysia (IIUM)
[email protected]
Rahmat Heru Setianto Lecturer at Airlangga University
[email protected]
Ahmad Hudaifah Master Student of Economics International Islamic University Malaysia (IIUM)
[email protected]
Abstrak Penelitian empiris terkait pengaruh jangka pendek dan jangka panjang sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara telah banyak dilakukan. Namun demikian, mayaritas studi empiris tersebut masih menggunakan analisis kointegrasi Johansen-Juselius atau Engel-Granger. Sementara itu, pendekatan kointegrasi mutakhir yakni autoregressive distributed lag (ARDL), yang merupakan penyempurnaan dari beberapa pendekatan analisis kointegrasi sebelumnya masih jarang dilakukan terutama di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk menguji kontribusi perbankan dan institusi keuangan berbasis shariah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dilakukan karena sektor keuangan shariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang spektakuler terutama pada satu dekade terakhir. Penelitian ini tidak hanya menggunakan metode kointegrasi yang terbaru yakni ARDL, tetapi juga menggunakan analisis kointegrasi yang umum dipakai yakni tes kointegrasi Johansen-Juselius. Dari kedua metode tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sektor keuangan shariah masih belum memiliki pengaruh jangka pendek dan jangka panjang yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi di Indonesia nampaknya lebih bisa dijelaskan oleh Jakarta Islamic Index dan inflasi. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan ketika merespon inovasi pada total deposito dan total dana pihak ketiga dari perbankan shariah. Hal ini berarti bahwa perbankan shariah di Indonesia memiliki peluang yang cukup bagus untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara aggregat. Oeh karena itu, perbankan shariah di Indonesia harus lebih digiatkan seperti yang telah terjadi di Malaysia, dimana sektor keuangan shariah telah mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap total perekonomian.
1.
growth, very few studies examining the contribution of the Islamic banking and financial institutions (IBFIs) especially in Muslim countries such as Indonesia whereas to economic growth. In addition, the previous studies concerned in this area have utilized some cointegration methods such as the two-step residual-based procedure for testing the null of no-cointegration (see Engle and Granger, 1987) and the system-based reduced rank regression approach due to Johansen (1991). Only a few studies concerned on a new approach testing for the existence of a relationship between variables in levels which is applicable irrespective of whether the underlying regression are purely I(0), purely I(1) or mutually cointegrated which is called the autoregressive distributed lag (ARDL) modeling approach (Pesaran et al., 2001). Majid and Kassim (2010) have been assessing the contribution of Islamic banking and financial institutions (IBFIs) in the Malaysian economy by using ARDL approach. According to them, this methodology is the best approach to explain the cointegration beyond the existing literature especially in Malaysia. This is because the previous methods such as Engle-Granger and JohansenJuselius cointegration test suffered several drawbacks. Pesaran et al. (2001) argue that all of these methods concentrate on cases in which the underlying variables are integrated of order one.
INTRODUCTION
The empirical studies with respect to the relationship between financial and real sectors have been well-established in the last few decades. Prior studies conducted by Porter (1966), Goldsmith (1969), King and Levine (1993), Lenive and Zervos (1998), Chen (2002), Wa (2002), Fischer (2003), Escenbach (2004), and Zhuang et al. (2009) indicate that components of conventional financial development robustly have positive impact to the real sector, i.e. economic growth. Meanwhile, AlTamimi, et al (2001), Al-Yousif (2002), Levine (2004), and Berrospide and Edge(2009) assert that there is no relationship between financial intermediaries and economic growth. In Indonesia, the impact of the financial sectors on economic growth has also been analyzed by some scholars for example Mulyadi (2004), Inggrid (2006), and Azansyah (2008). Nevertheless, the evidences on the contribution of financial sector to economic growth have received much attention and been debated. This is because the earlier studies found mixed and inconclusive results – positively related, independent and not causally related, unidirectional and bidirectional causalities (Majid and Salina Kassim, 2010). Despite numerous studies focusing on the contribution of the financial sectors to economic Vol. 1 No.1 Mei 2010
30
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
then sell them to the prospective investors with a higher cost. It is called as a semi-direct finance because the stock company or reksadana (in an Indonesian terminology) or mutual fund companies performs an intermediary function, broker or dealer. On the other hand, the surplus unit meets the deficit unit through intermediaries. Financial intermediaries stand as the intermediary or perform an indirect finance. Financial intermediaries or financial institutions are corporations in which their main wealth is formed by financial assets or claims in comparison with the non-financial assets or real assets (Siamat, 2004). The funds collected from the public will be re-distributed in the form of credits and will be invested in the commercial papers. Such collected funds came from the finance products and services of the financial institutions such as clearing accounts, savings, life insurance, and pension planning. Financial intermediaries are classified by various ways. The general classification is based on the ability of directly collecting funds from the public. This could be further classified into two categories. First of all are the deposit intermediary institutions or bank financial institutions. They directly collect and distribute funds from the public in the form of savings, for instance, clearing accounts, savings and life insurance. The financial institution that offers this service is called a bank. Secondly, the non-depository intermediary institutions or non-bank financial institutions, it has functioned as the fund collectors and distributors of funds from and into the public (Siamat, 2004). Bank is a corporation that collects funds from the public and re-distributes them to the entrepreneurs in the form of credits or other forms in order to improve the standard of life of the society (UU No 7/ 1992 about banking as transformed with UU No 10/ 1980. Thus, bank is part of the financial institutions functioning as financial intermediary and connecting the excess of funds and the shortage of funds. Abdullah and Suseno (2003) analyze about the intermediary function of banking in the region and identify the affecting factors after the decentralization system was undertaken (the implementation of UU No 22 and 25/ 1999 about decentralization). Using shift and share analysis, the study concludes that Loan to Deposit Ratio (LDR) should not be used as the only parameter for analyzing the effectiveness of regional banks intermediary function. In addition, the study also asserts that the decentralization of banking (the changing of branch office banking into banking unit office) has a positive impact toward banking intermediary. Using Ordinary Least Square (OLS) method, Haddan et al. (2004) studies the role of foreign banks toward the development of Indonesian economy, especially from the indicator of credit
This inevitably involves a certain degree of pretesting, thus introduces a further degree of uncertainty in the analysis of the relationships in level. Therefore, this study attempts to utilize ARDL approach to assess the contribution of IBIFs in the Indonesian economy which replicates the model used by Majid and Kassim (2010). Nevertheless, dissimilar with Majid and Kassim (2010) this paper uses the Johansen-Juselius cointegration test as well as Vector Error Correction Model (VECM) to compare the result of this paper and the previous ones. Accordingly, the objectives of this study are to: 1) asses the contribution of IBFs to promote economic growth in Indonesia; 2) explore the nature of the relationship between IBFs and economic growth in Indonesia; and 3) examine the relationships between IBFs and the Indonesian economic growth in the short and long run. In the second section, this paper quotes some literature review about banks in the financial system and previous studies related with the topic. Section 3 presents an empirical framework for assessing the contribution of IBFs to economic growth in Indonesia. Then, section 4, describes preliminary analysis of the data used and present results of preliminary analysis. Lastly, section 5 summarizes the main findings and their implications.
2.
LITERATURE REVIEW
2.1 Bank as Intermediary Institutions Financial system emerges because of the mismatch between income and spending, both individual and company and creates the surplus and deficit units (Hubbard, 2002). In the complex financial system, the fund is shifted from the surplus unit into the deficit unit through the certain mechanism and fuels the economy activity. Actually, the surplus unit can meet directly with the deficit unit without intermediary, called direct finance. By agreement, the deficit unit issues a financial claim or a security such as stock, bond or commercial paper to the surplus unit for the loan evidence. In this case financial claim appears as a primary security because of directly claim shifting. One model of direct finance is stock exchange transaction. The agents are companies that need funding for business expansion while the investors are the ones who want to invest their funds in order to have a higher return in the future. Another opinion said that stock companies or mutual fund companies involve in the stock market as the model of semi-direct finance. Both models function as the information providers about the possibility of selling and purchasing securities (broker) or called dealer. In this case, someone purchase primary securities from the companies that need funding Vol. 1 No.1 Mei 2010
31
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
well-developed financial institutions-particularly the independence of the Central Bank-interest rate liberalization and sound financial intermediation, all of which are important for the efficient allocation of capital, which, in turn, can help to establish sustainable economic growth (Chen, 2002:59). However, there are some literatures which provide empirical evidence against the financial-led growth hypothesis. Al-Yousif (2002), for example, has used both time series and panel data from 30 developing economies to examine the causal relationship between financial development and economic growth. He found that financial development and economic growth are mutually causal, that is, causality is bi-directional. More empirical evidence is found for the developing economies where no causal relationship exits from financial development to economic growth. Using Granger causality and cointegration approach for selected Arab countries, Al-Tamimi, Al-Awad and Charif (2001) found that there is no clear evidence that financial development affects or is affected by economic growth. Cargill and Parker (2001) have discussed the dangers and consequences of financial liberalization by using the experiences in Japan and provided summary of lessons that China’s reformers should learn from the recent financial experiences of their Asian neighboring countries.
distribution point of view. The performance of foreign banks is compared with joint venture and regional banks in order to know the role of each bank toward national economic growth. Besides that, the performance and arrangement of foreign banks in Indonesia are also compared with the condition of other countries such as Malaysia, Thailand, China and Canada. Mintaroem (2003), using OLS, analyze how the profile of murabahah and mudharabah financing in shariah banking in Indonesia during 1998-2003 is; how the condition of shariah banks related to both financing products (murabahah and mudharabah), obstacles, and the prospects in the future is; and how to know the condition and position of the murabahah financing in the beginning of its development in Indonesia, with input some independent variables such as thirdparty fund, inflation rate, credit interest rate of conventional banks, and bonus for wadiah fund placement. The empiric result shows that bonus of wadiah fund placement does not significantly influence the growth of murabahah financing, but it only affects the mudharabah financing.
2.2 Financial Sector and Economic Growth Finance affects economic growth, stagnation or even decline in any economic system (Nzotta, 2009 and Shan and Jianhong, 2006). Some prior studies have shown that there is a strong and positive relationship between the financial sector and economic growth. King and Levine (1993) conclude that financial development ‘leads’ economic growth. Lenive and Zervos (1998) found that stock market and banking development ‘leads’ economic growth. According to Porter (1966) the level of financial institution development is the best indicator of general economic development. Furthermore, Goldsmith (1969) contends that financial institution development is of prime importance for real economic development because the financial superstructure in the form of both primary and secondary securities accelerates economic growth and improves economic performance to the extent that it facilitates the migration of funds to the best user. This refers to the place in the economic system where the funds will yield the highest social return. The positive view of the finance-led growth hypothesis normally focuses on the role played by financial development in mobilizing domestic savings and investment through a more open and more liberalized financial system, and in promoting productivity via creating an efficient financial market. Chen (2002) for example, has examined the causal relationship between interest rates, savings and income in the Chinese economy over the period 1952 to 1999 by using the cointegration test and Bayesian vector autoregressions (BVAR) model. He argues that it is therefore important to establish Vol. 1 No.1 Mei 2010
2.3 Openness and Economic Growth The correlation between openness to international trade and both income and growth in developing countries has triggered a lively debate as to whether international trade causes better growth outcomes. On one ‘side’ of the debate is advocates of free trade such as Goyal (2006) who argue that countries perform better with outward orientation than with import substitution. In addition, casual observation seems to suggest that more or less outward-oriented economies with few restrictions on international transactions have experienced a better economic performance than inward-oriented economic with high tariff walls and strict controls of capital movements (Gundlach, 1997). On the other hand, those who take a more skeptical view of the evidence on the relationship between trade and growth, most systematically expressed in Rodriguez and Rodrik (2000). The skeptical view is that the quality of institutions “trumps” anything else and that the integration has essentially no independent effect on growth. An endogenous problem traditionally hinders investigations of the effect of trade on growth. Trade openness is likely to be in part caused by growth or by other factors that may have a direct effect on growth such as the quality of institutions (Romalis, 2006). Openness measures based on trade 32
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
shares therefore suffer from the likelihood that countries experiencing fast growth rates for reasons other than trade may more rapidly expand their trade. Use of trade policy measures does not overcome the problem, because countries that adopt more liberal international trade policies may also adopt other market-friendly policies. Cieslik and Monika (2008) mentions that in the open economy setting varieties of the intermediate goods available in the follower economy are produced by foreign, local and multinational firms. A local firm can invent a new variety of goods or imitate products that are already known in the leader country. It is assumed that it is cheaper for the follower country to imitate goods that exist in the leader country because the imitation cost is smaller than the innovation cost. Hence, in equilibrium, however, no firm decides to innovate in the follower country. Local firms imitate foreign products and multinational firms adapt their products to the local environment in the follower economy, both of which are assumed to be cheaper than innovating.
g y = gm −π or
π = gm − g y As a consequence, the inflation as well as the adjusted nominal money growth will be equal with the nominal money growth reduced by the output growth in the long-run.
2.5 IBFIs in Indonesia: A Brief Overview Indonesia has the spectacular development on its Islamic banking since Bank Muamalat, the first Islamic banking institution was established in 1992. In fact, slowly but continually, the Islamic banking gives its contribution to the Indonesian economic growth by serving the economic society according to shariah principles, especially involving in interest prohibitions, non-speculative activities and un-fair transaction (Ascaraya and Yumanita, 2005). Islamic banking in Indonesia has been getting better especially when the Indonesian government and central bank (Bank Indonesia) manage and decide to give strong commitment through policies to build Islamic banking in Indonesia. Seriously, the implementation of good willingness is started by amendment of Islamic banking regulation, UU No. 7 1992 revised by UU No. 10 1998. All of their policies are not only depending on the number of the offices and Islamic banking operation for increasing supply sides but also developing the understanding and awareness for increasing demand sides. Bank of Indonesia allows the conventional banking to launch shariah division units (UUS). Consequently, the numbers of Islamic banking offices are increasing in many regions in Indonesia. This condition, therefore, gives the opportunity to Islamic banking to be more developed. According to Bank Indonesia at Indonesian Islamic Banking outlook 2010, the development of Indonesian Islamic banking shows relatively high growth in terms of business volume (26.55% y-oy). Although the growth was relatively lower than the previous year but it was higher than the conventional banks (12.5% y-o-y). Therefore, generally, Islamic banking still has good performance of its intermediary function compared to the conventional banks.
2.4 Inflation and Economic Growth Blancard (2006:191) explains in the mediumrun,economic growth is influenced by money growth and inflation as following equation:
g yt = g mt − π t ............................ (1) where g yt is economic growth, gmt is nominal
money growth and π t is inflation. If the nominal money growth is faster than inflation, the economic
(
)
growth will be increasing g mt > π t ⇒ g yt > 0 . In contrast, if the nominal money growth is slower that inflation, the economic growth will be
(
)
reduced g mt < π t ⇒ g yt < 0 . In the long-run , Blancard (2006:191) also mentions that the nominal money growth and
(
)
economic growth will be equal g m = g y . Thus, the relationship between the economic growth, the nominal money growth and inflation is as following equation:
Vol. 1 No.1 Mei 2010
............................ (2)
33
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Figure 1 Islamic Banking Performance
Source: Bank Indonesia-Indonesian Islamic Banking outlook 2010 In addition, the performance of Islamic banks funding showed a significant improvement although it ever recorded a downturn after the
global financial crisis. This can be shown at Figure 2 bellows.
Figure 2 Development of Islamic Bank’s Third Party Fund
Source: Bank Indonesia-Indonesian Islamic Banking outlook 2010
λTrace = −T
3. METHODOLOGY
∑ ln(1 −λ ) i
i = r +1
λ Max = −T ln(1 − λ r +1 )
Johansen-Juselius Cointegration Test According to Haris (1995), a VAR-based approach of Johansen (1988) and Johansen and Juselius (1990) can be used to test the cointegration. Roughly, the JJ test for cointegration is based on evaluating the rank of coefficient matrix of level variables in the regression of changes in a vector of variables on its own lags and lagged level variables. The rank of the matrix, which depends on the number of its characteristic roots (eigenvalue) that differ from zero, indicates the number of cointegrating vectors governing the relationships among variables. Ibrahim (2006) explains that Johansen (1988) and Johansen and Juselius (1990) develop two test statistics to determine the number of cointegrating vectors – the trace and the maximal eigenvalue statistics: Vol. 1 No.1 Mei 2010
k
Where
T
is
the
number
............... (3) of
effective
observations and λ s are the estimated eigenvalues. The trace statistics tests the null hypothesis that there are at most r cointegrating vectors against a general alternative. Meanwhile, the maximal eigenvalue test is based on the null hypothesis that the number of cointegrating vectors is r against the alternative hypothesis that it is r + 1. In a nutshell, the empirical method of the present study consists of the following steps. First, we evaluate unit root and cointegration properties of the variables. Then, we estimate a VAR model, from which we assess the causal nexus among the variables concerned. More specifically, we simulate variance decompositions and impulse response functions as a basis of causal indifferences.
34
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Accordingly, the model used in this paper is a level VAR or it can be called as VECM (Vector The 1st Model:
Error Correction Model). The VECM equations can be derived as equation 4 and 5:
⎡ RYt −1 ⎤ ⎡ ΔRYt −1 ⎤ ⎡α RY ⎤ ⎢ TD ⎥ ⎢ ΔTD ⎥ ⎢ α ⎥ ΔTDt t −1 ⎥ ⎢ t −1 ⎥ ⎢ TD ⎥ ⎢ ΔJIIt = Γ⎢ ΔJIIt −1 ⎥ + ⎢ α JII ⎥ × [β RY βTD β JII βCPI βOE ]× ⎢ JIIt −1 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ ΔCPIt ⎢CPIt −1 ⎥ ⎢ΔCPIt −1 ⎥ ⎢α CPI ⎥ ⎢⎣ OEt −1 ⎥⎦ ⎢ ΔOEt −1 ⎥⎦ ⎢⎣α OE ⎥⎦ ΔOEt 144 42⎣444 3 144444444424444444 443 ΔRYt
Shosrt run
.. (4)
Long run
The 2nd Model:
⎡ RYt −1 ⎤ ⎡ ΔRYt −1 ⎤ ⎡α RY ⎤ ⎢ TF ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ΔTFt ⎢ t −1 ⎥ ⎢ ΔTFt −1 ⎥ ⎢ αTF ⎥ ΔJIIt = Γ⎢ ΔJIIt −1 ⎥ + ⎢ α JII ⎥ × [β RY βTF β JII β CPI β OE ] × ⎢ JIIt −1 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎥ ⎢ ⎢ ΔCPIt ⎢CPIt −1 ⎥ ⎢ΔCPIt −1 ⎥ ⎢α CPI ⎥ ⎢⎣ OEt −1 ⎥⎦ ⎢ ΔOEt −1 ⎥⎦ ⎢⎣α OE ⎥⎦ ΔOEt 144 42⎣444 3 144444444424444444 443 ΔRYt
Shosrt run
Long run
Thus, the conditional autoregressive distributed lag model (ARDL) approach can be employed regardless of the stationarity properties of variables in the samples and allows for inference on long-run estimates, which is not possible under the alternative cointegration procedure. Pesaran and Shin (1995) mentioned that the ARDL framework is consistent in small sizes. However, Narayan et al (2004) noted that increasing the number of observations such as occupying high frequency data does not create a robust cointegration results because what matters is the length of the period rather than the number of observations. The study therefore employs the ARDL bounds test proposed by Narayan et al (2004) to investigate the cointegration relationship between Islamic banks and economic growth. The ARDL procedure actually involves two stages. Those are establishing a long run relationship among variables and estimating the long and short run coefficients of equations conditional on whether the variables are cointegrated (Karim, et al, 2009). Mathematically, according to Majid & Kassim (2010), the ARDL models used in this paper are as below.
where RY is real Gross Domestic Product (GDP); TD and TF are ratio of total Islamic deposits and total Islamic financing, respectively, to nominal GDP; JII is the moving-average of the standard deviation of the Jakarta Islamic Index; CPI is the change of the Consumer Price Index; and OE is the ratio of total import and exports to nominal GDP. The 1st model is for the evidence of total deposits and the 2nd model is for total financing. This is because total deposits (TD) and total financing (TF) are correlated each other, we separate these variables into different model.,
ARDL Model Karim, et al (2009) explain that while cointegration approaches such as Engle and Granger (1987), Johansen (1988) and Johansen and Juselius (1990) allow testing for the absence of a long-run relationship under the restrictive assumption that all the system’s variables are integrated of order one, the value added of the bounds testing procedure is that it allows testing for cointegration when it is not known with certainty whether the regressors are purely I (0 ) , purely
I (1) or mutually cointegrated. Model 1 : RYt = α 0 + α 1TDt + α 2 JII t + α 3CPI t + α 4 OEt + et
Model 2 : RYt = β 0 + β1TFt + β 2 JII t + β 3CPI t + β 4 OEt + μ t
Vol. 1 No.1 Mei 2010
… (5)
35
……..
(6)
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
version of the ARDL models employed in this study are as follows: Moreover, according to Narayan (2005) as well as Majid and Kassim (2010), the error correction Equation (7) p
p
p
p
p
i =1
i =0
i =0
i =0
i =0
ΔRYt = δ 0 + ∑ ε i ΔRYt −i + ∑ φi ΔTDt −i + ∑ φ i ΔJII t −i + ∑ γ i ΔCPI t −i + ∑ γ i ΔOEt −i + λ1 RYt −1 + λ 2TDt −1 + λ3 JII t −1 + λ 4 CPI t −1 + λ5 OEt −1 + u1t p
p
p
p
p
i =1
i =0
i =0
i =0
i =0
ΔRYt = δ 0 + ∑ ε i ΔRYt −i + ∑ φi ΔTFt −i + ∑ φi ΔJII t −i + ∑ γ i ΔCPI t −i + ∑ γ i ΔOEt −i + λ1 RYt −1 + λ 2TFt −1 + λ3 JII t −1 + λ 4 CPI t −1 + λ5 OEt −1 + u1t where according to Majid and Kassim (2010) and Karim et al (2009), the summation above
long
λs correspond to the long run relationship; and Δ is the difference operator; ε t is white noise error term. represents
Error
correction
H 0 : λ1 = λ 2 = λ 3 = λ 4 = λ 5 = 0
dynamic;
against
the
is tested alternative
of H 0 : λ1 ≠ λ 2 ≠ λ 3 ≠ λ 4 ≠ λ 5 ≠ 0 , by the means of familiar F-test. Furthermore, the asymptotic distribution of the F-statistic is nonstandard under the null hypothesis of no cointegrating relation between the examined variables, irrespective of whether the explanatory variables are purely I(0) or I(1) (Halim, et al, 2008). In the next stage, we estimate the variance decompositions (VDCs) which is enable us to measure the percentage of the forecast error of variable that is explained by another variable (Majid and Kassim, 2010). Furthermore, Hoffman and Rasche (1997) noted that the equation model for Vector Error Correction Model (VECM) framework is as follows:
Firstly, we estimate Equation (2) by Ordinary Least Square (OLS) technique. The above model is based on the assumption that the error term is serially uncorrelated. Thus, it is important that the lag order p of the underlying model is chosen appropriately (Karim, et al, 2009). Thus, we use appropriate lag length based on Akaike Information Criterion (AIC) with no serial correlation in the model. Secondly, we implement the bound testing procedure. The bound test used for examining evidence for a long run relationship can be conducted by using the standard Wald or F statistics. The F test has a non-standard distribution which depends upon: a) whether variables in the ARDL model are I(0) or I(1); b) the number of regressor; c) whether the ARDL model contains an intercept and/or a trend; and d) the sample size. Two sets of critical values are reported in Pesaran et al. (1997). The two sets of critical values provide critical value (CV) bounds for all classifications of the regressors into purely I(1), purely I(0) or mutually cointegrated. However, these CVs are generated for sample sizes of 500 and 1,000 observations and 20,000 and 40,000 replications respectively. Narayan (2005) argues that existing CVs because they are based on large sample sizes, cannot be used for small sample sizes. Given the relatively small sample size in the present study (31 observations) critical values are calculated specific to the sample size. As an additional contribution to the literature, critical values for sample sizes ranging from 30-80 observations are calculated and reported in the Narayan’s appendix. If the computed F statistics is higher than the upper bound of the critical values then the null hypothesis of no cointegration is rejected. Vol. 1 No.1 Mei 2010
Therefore, the null of no cointegration in the run relationship is defined by
ΔZ t = δ + Γi Z t −1 + ...... + Γk Z t − k + Π Z t − k + ε t
…………………….. where
(8)
Z t = (RY , TF / TD , JII , CPI , OE ); δ is an nx1 vector of constant; Γ is an n x n matrix (coefficients of the short run dynamics); Π = αβ '
where α is an n x 1 column vector; and ε t is an n x 1 vector of white noise error term and k is the order of autoregression.
4.
EMPIRICAL RESULTS
4.1 Data In assessing the contribution of Islamic banks on Indonesian economic growth, this study utilizes the real GDP (RY) as a measure for economic growth; the ratio of total Islamic deposits (TD) and the ratio of total Islamic financing (TF) respectively to nominal Gross Domestic Product (GDP) as measures for Islamic banking intermediary’s development; the moving-average of the standard 36
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
deviation of the Jakarta Islamic Index (FV) as a measure of the volatility of the Islamic financial institutions; the change in the Consumer Price Index (INF) as a measure for prices; and the ratio of total imports and exports to nominal GDP (OE) as a measure of openness of the economy. The data span used in this study is from 2002.Q4 to 2010.Q2. Data were collected from Bank Indonesia’s Monthly Statistical Bulletin (various issues) and IMF’s International Financial Statistics, CD-Room version, and Bloomberg.
p
ΔYt = α 0 + γYt −1 + β i ∑ ΔYt −i +1 + ε t ..... (9) i =1
Where ∆Yt is the first difference type of data, α0 is the intercept, Y is the variable that tested the stationary, p is lag length, and ε is the error term. The hypothesis test (Ho and H1) is done by comparing the result of ADFtest satistik to t statistic of Mackinnon critical value 1%, 5%, 10%. If the result of ADFtest statistik is less than Mackinnon critical value, Ho will be received and H1 will be rejected. It means the data is not stationary, vice versa. If all of data are not stationary on the level, differencing data will be done by reducing the data with its previous to get the first or second difference. Actually the ADF suggests that [I, S] are each integrated of order one or I(1). The results of the test which is utilized in trend and intercept and lag 7 are presented in Table 1.
4.2 Unit Root Test While the bounds test for cointegration does not depend on pre-testing the order of integration, all variables needs to be integrated of order one (Narayan, 2005). To ascertain the order of integration, the work begins through applying the Augmented Dickey Fuller (ADF) unit root tests. According to Gujarati (2003:817) the ADF unit root test can be presented as follows:
Table 1 ADF Unit Root Test
ADF Test X ΔX RY -1.841261 -7.085805 [-2.621007] [-3.679322]*** TD 3.085828 -7.935213 [-2.627420] [-3.679322]*** TF -0.328916 -3.444581 [-3.218382] [-3.229230]* JII -1.544243 -4.377652 [-2.622989] [-3.699871]*** CPI -2.534006 -7.368653 [-2.621007] [-3.679322]*** OE -1.719104 -4.807182 [-2.621007] [-3.679322]*** Note: ***,**,and * denote significance at 1%, 5% and 10% levels respectively Variable
Y R -3 9 8 .4 2 6 1 [- 3 1 8 .2 2 ]* 3 D T 1.6 9 7 8 [ 3 .2- 9 ] 0 3 2 F T -0 8 0 .1 4 6 2 [ -3 .2 9 ] 0 3 2 V F -3 .0 8 1 4 7 F IN [ -5 .3 2 9 31 0 ] 4 8 2 7 [-4 .2 6 7 9 ]* * 9 2 E O 60 3 .5 8 1 [ -3 .2 8 ] 4 5 0 N ote: ,* ,an d * en d tes ig o f ican ate n
-6 .9 6 7 1 8 6 -4 .6 9 83 2 [-4 .3 3 9 0 ]* 3- .4 5 1 8 [-3 . 2 9 3 ] * 0 2- .6 5 5 8 9 4 3-[1 .9 .2 64 8 71 2 ]* . 2 [-3 9 3 ] * 0 -4 .1 0 4 9 7 0 [-3 .6 0 2 0 3 ]* 2
As may be observed from the Table 1, the ADF test indicates that all variables are non-stationary in level although they have been stationary in the different level. However, all variables are already stationary in the first different. Thus, these data are applicable to be treated by Johansen-Juselius cointegration test.
4.3 Cointegration Test Johansen-Juselius
Given results of the unit root test, we proceed to Johansen-Juselius cointegration test on lag 2 and the results of the cointegration test are given in Table 2: Table 2a Johansen-Juselius Cointegration Test for Model 1 Test Statistic Critical Value 5% Null Hypothesis Trace Max Trace Max r=0 81.91* 34.12* 69.82 33.46 r≤1 47.77 26 47.85 27.07 r≤2 21.76 11.38 29.79 20.97 r≤3 10.38 7.4 15.49 14.07
Vol. 1 No.1 Mei 2010
37
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Note: ***, **, and * denotes significantly at 1%, 5% and 10% level of significance, respectively From the test we find evidence of cointegration among the variables based on the trace statistics and Max Eigen value in the 1st and 2nd model. Table 2b Johansen-Juselius Cointegration Test for Model 2 Test Statistic Critical Value 5% Null Hypothesis Trace Max Trace Max r=0 97.04* 47.95* 69.82 33.87 r≤1 49.99* 24.16 47.86 27.58 r≤2 25.84 14.5 29.79 2.23 r≤3 11.33 6.41 15.49 14.26 Note: ***, **, and * denotes significantly at 1%, 5% and 10% level of significance, respectively More specifically, the test suggests that there is at least one cointegration or long run relationship among variables. each variable (Bahmani-Oskooee and Brooks, 1999). In this study lags up to three periods have been imposed on each variable. The calculated Fstatistics for RY, TD/TF, FV, INF and OE of models 1 and 2 are reported in Table 3.
ARDL Bound Test The cointegration test under the bounds framework involves the comparison of the Fstatistics against the critical values, which are generated for specific sample sizes. This test actually is sensitive to the number of lags used for
Table 3 ARDL Approach to Cointegration: Result of F-Test C o m p u t e d F -S t a t is t ic L a g O rd e r M odel 1 M odel 2 T o t a l D e p o s it T o t a l F in a n c in g 1 2.223 2.67 2 3.047* 3.479** 3 4 .6 9 6 *** 8.082*** C rit ic a l V a lu e : In t e rc e p t a n d N o T re n d I(0 ) I(1 ) 1% 4.59 6.368 5% 3.276 4.63 10% 2.696 3.898 N o t e : * ,* * , a n d * * * d e n o t e s s ig n ific a n t ly a t 1 0 % , 5 % a n d 1 % le v e l o f s ig n ific a n c e , re s p e c t iv e ly Cointengration among economic growth, TD, run relationship between economic growth and the JII, CPI and OE in Model 1 exits when economic independent variables, i.e. TD/TF, JII, CPI and OE, growth is the dependent variable because it is at we have to determine the lag-length on the first least one F-value that is higher than the upper difference variables (Karim, et al., 2009). The order critical value (Afzal, et al., 2010). The null of the distributed lag on the dependent variable and hypothesis of no cointegration among economic the regressors is selected using Akaike Information growth, TF, JII, CPI and OE is also rejected in Criterion (AIC). Based on AIC, the optimal lag Model 2 because at least one F-value is higher than length chosen is three. the upper critical bounds value. Therefore, Following the establishment of the existence of cointegration found among the variables was cointegration, we retain the lagged level of established and then Models 1 and 2 were estimated variables and estimate the Equation 1 based on the by using ARDL approach. ARDL model. The long-run coefficient estimates or, in the other words, the results of dynamic ARDL (0,1,2,0,3) for Model 1 and (0,3,2,0,3) for 4.4 Long-run and Short-run Elasticity Model 2 are reported in Table 4 while the estimates To assess Models 1 and 2, concerning the of the error correction model (ECM), the short run effect of TD/TF, JII, CPI and OE on economic coefficients, are presented in Table 5. growth, we estimate Equation 6 by using ARDL approach. Prior to estimate the short-run and long-
Vol. 1 No.1 Mei 2010
38
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Table 4 ARDL (0,1,2,0,3) for Model 1 and ARDL (0,3,2,0,3) for Model 2 Based on (AIC) (Dependent Variable: RY) Model 1 Model 2 Regressor ARDL [0,1,2,0,3] ARDL [0,3,2,0,3] Coefficient Prob Coefficient Prob TD 0.042495 [0.791] TF 0.048623** [0.031] JII 0.4776E-3*** [0.006] 0.2319E-3 [0.178] CPI -0.005785*** [0.000] -0.00575*** [0.000] OE 0.0044511*** [0.001] 0.0266* [0.076] C 13.5608*** [0.000] 13.522*** [0.000] Diagnostic R2 = 0.99503 R2 = 0.99593 Statistics DW-stat = 2.35 DW-stat = 2.37 Note: *,**, and *** denotes significantly at 10%, 5% and 1% level of significance, respectively national economy is higher than in Indonesia. We use ECM to confirm the existence of a Nevertheless, the Jakarta Islamic Index and stable long-run relationship and cointegration inflation in Indonesia as well as in Malaysia has a relationship among variables. From Table 4, the long-run impact on economic growth. results indicate that total deposit does not have a Table 5 shows that the coefficient of the ECM long-run impact on economic growth. In contrast, in model 1 and 2 is negative and highly significant model 2 shows that total financing seems to have a at 1%. This confirms the existence of a stable longlong-run effect to economic growth while other run relationship and indicates to among variables variables, except Jakarta Islamic Index in model 2 (Odhiambo, 2008). According to Karim, et al., has a long-run impact on economic growth. (2009), the coefficient of the ECM is -1.000 in These results have been contradicted with the Model 1 and -1.000 in Model 2 implies that a findings of Karim, et al., (2009) indicating that both deviation from the long-run equilibrium following total deposit and total financing of Islamic banks in short-run disturbances is corrected by about 19.6 Malaysia have a long-run impact on economic percent after one quarter in Model 1 and 22.48% in growth. This may be because the Malaysian Islamic Model 2. banks were too much established earlier than Indonesian Islamic banks. Therefore, its effect to Table 5 Error Correction Representation using the ARDL (0,1,2,0,3) for Model 1 and ARDL (0,3,2,0,3) for Model 2 Based on AIC (Dependent Variable: ΔRY) Model 2 Model 1 Regressor ARDL [0,1,2,0,3] ARDL [0,3,2,0,3] Coefficient Prob Coefficient Prob ΔTD -0.0035 [0.791] ΔTF -0.0486 [0.203] ΔJII -.04776E-3*** [0.006] -0.2319E-3 [0.176] ΔCPI -0.00578*** [0.000] -0.0057*** [0.000] ΔOE -0.00445*** [0.001] -0.00266* [0.074] Constant 13.5608*** [0.000] 13.5329*** [0.000] ECMt-1 -1.000*** [0.000] -1.000*** [0.000] Diagnostic R2 = 0.99002 R2 = 0.99994 Statistics DW-stat = 2.37 DW-stat = 2.35 Note: *,**, and *** denotes significantly at 10%, 5% and 1% level of significance, respectively The ECMs correspond to the speed of adjustment to restore equilibrium in the dynamic model of following disturbances. The performances Vol. 1 No.1 Mei 2010
of our estimated of the error correction representation for ARDL seem to be acceptable especially when the Adjusted R2 value is relatively 39
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Because according to Johansen and Juselius both models have the cointegration, thus the VECM system consisting is estimated. The lag order of VECM is chosen from the FPE, AIC, SC and HQ. From the estimated VECM, we simulate variance decompositions and impulse response functions. Table 6 presents variance decompositions at various horizons of each variable. Meanwhile figure 2 and 3 graph the response of economic growth to other variables in the system.
high. In addition, the diagnostic tests perform well, supporting the overall validity of the short-run model. In Indonesia, accordingly the ratio of total imports and exports has a long-run and short-run effect on economic growth. This is because the probability in both long run and short run analysis are significant.
4.5 Variance Decompositions and Impulse Responses of VECM
Table 6 Variance Decomposition of Economic Growth (RY) in Models 1 and 2 Explained by variations in RY TD/TF JII CPI OE Horizon Model 1: Total Deposit (TD) 1 100.00 4 92.08 0.53 3.51 2.87 0.99 8 93.98 0.49 2.18 2.53 0.82 12 94.95 0.44 1.57 2.20 0.84 16 95.46 0.44 1.23 2.02 0.85 20 95.79 0.44 1.02 1.88 0.87 Model 2: Total Financing (TF) 1 100.00 4 93.12 0.32 4.10 2.24 0.23 8 93.70 0.43 4.22 1.49 0.15 12 91.90 0.94 6.06 0.97 0.12 16 89.08 1.57 8.60 0.65 0.11 20 85.50 2.31 11.63 0.46 0.10 contributing to innovations in economic growth by 2.87% at 4-quarter although its effect is decreasing gradually until 1.88% at 20-quarter horizons. While model 1 show that total deposits do not have a significant contribution on economic growth, model 2 of variance decomposition indicates that total financing have an adequate impact on economic growth. This is because the TF forecast error variance is contributing to innovations in economic growth by 0.32% at 4quarter horizons and increasing sharply to 2.31% at 20-quarter horizons. The response function of economic growth to TD, JII, CPI and OE has been plotted in Figure 2, further substantiates this observation. Note that there are insignificant responses of economic growth to TD and OE innovations since the first quarter until 20-quarter horizons. Since Figure 2 also provides that economic growth tends to increase in responses to innovations in TD, Islamic banks in Indonesia must continue their efforts to increase their contribution on the national economy.
Various interesting results may be observed from the variance decompositions, but this study is only focused on the interaction between economic growthand other variables, i.e. TD/TF, JII, CPI and OE. Regarding to those results, in Model 1 we find evidence the insignificant role of RY in accounting for variations in TD. More specifically, TD forecast error variance is attributable to innovations in RY 0.53% at 4-quarter, 0.49% at 8-quarter and this contribution is decreasing gradually until 0.44% at 20-quarter horizons. The result, thus, shows that TD is not too much influencing to RY. Nevertheless, the Jakarta Islamic Index and inflation have more but not adequate significant role of economic growth. This finding thus is consistent with the ARDL model showing that JII has a long-run effect on economic growth in Model 1, but not in model 2. This is because the JII forecast error variance is only contributing to innovations in economic growth by 3.51% at 4-quarter and decreasing gradually to 1.02% at 20-quarter horizons. Moreover, the CPI forecast error variance is
Vol. 1 No.1 Mei 2010
40
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Figure 3 Impulse Response Functions of Model 1 Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of RY to RY
Response of RY to TD
.25
.25
.20
.20
.15
.15
.10
.10
.05
.05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
-.10 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2
4
Response of RY to OE
6
8
10
12
14
16
18
20
16
18
20
Response of RY to JII
.25
.25
.20
.20
.15
.15
.10
.10
.05
.05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
-.10 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2
4
6
16
18
20
8
10
12
14
Response of RY to CPI .25 .20 .15 .10 .05 .00 -.05 -.10 2
4
6
8
10
12
The response function of economic growth to TF, JII, CPI and OE has been plotted in Figure 3. Note that there is an adequate significant response of economic growth to TF especially after 12quarter horizons. Since the economic growth seems
14
to be increasing in responses to innovations in TF, Islamic banks in Indonesia must continue their efforts to increase their contribution on the national economy.
Figure 4 Impulse Response Functions of Model 2 Response of RY to RY
Response to Cholesky One S.D. Innovations
.25 .20
Response of RY to JII .25 .20
.15
.15
Response of RY to TF
.10
.10
.25 .05
.05
.20
.00
.00
.15
-.05
-.05
.10
-.10 2
4
6
8
10
12
14
16
18
-.10
20
2
.05
Response of RY to OE .25 .20
.00
.25
-.05
.20
8
10
12
14
16
18
20
.15
-.10 2
4
6
8
.05
10
12
14
16
18
20
.10 .05
.00
.00
-.05
-.05
-.10
6
Response of RY to CPI
.15 .10
4
Vol. 1 No.1 Mei 2010 2
4
6
8
10
12
41 14
16
18
20
-.10 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
economic growth. Since the economic growth tends to be increasing in responses to innovations of total deposits, Islamic banks have to continue to increase their funding. When Bank Indonesia claims that the This study examines the contribution of IBFIs growth of the third party fund was significantly on Indonesian economic growth. From ARDL affected by the competitiveness of the returns bound testing approach it can be asserted that total offered by Islamic banks, they must keep their deposits has not a long-run impact on economic return to be competitive compared the conventional growth; however, total financing shows the banks especially on the long-term deposits which opposite result. This evidence indicates that savings have been dominated on Islamic bank’s funds. through Islamic banks do not contribute yet to Figure 5 Proportion of Islamic Banking Portfolio
5.
CONCLUSION AND POLICY IMPLICATION
Source: Bank Indonesia-Indonesian Islamic Banking outlook 2010 infrastructure as well as increasing the pool of human capital to cater for higher demand for human capital in the Islamic banking industry in the future is necessary to increase the contribution of IBFIs on Indonesian economic growth.
Different with Malaysian evidence, total financing in Indonesia has been still not much contributing on economic growth rather than the moving-average of the standard deviation of the Jakarta Islamic Index and inflation. When economic growth is increasing in responses on shocks of the moving-average of the standard deviation of the Jakarta Islamic Index, Islamic capital market has the opportunities to be developed. Furthermore, when economic growth is decreasing in responses on innovations of inflation, Bank Indonesia must keep the inflation to be stable and at lower level through its inflation targeting policy. However, the economic growth could be rising in responses to total financing. If Malaysia with the longer establishment of its IBFIs can make its Islamic banking and finance industry has been one of the relevant policy options to further promote economic growth, Indonesia optimistically would come afterward in its IBFI. Furthermore, Indonesian IBFIs in future could duplicate the prestige of Malaysian IBFIs in term of supporting the economic growth in the country. Therefore, continuous efforts should be undertaken to promote the development of the IBFIs due to its adequate contribution to Indonesia’s economic growth. Similarly with the argument of Majid and Salina Kassim (2010), improving the financial Vol. 1 No.1 Mei 2010
6.
LIMITATION OF THE STUDY AND SUGGESTION FOR FUTURE RESEARCH
There are some limitations to this study that need to be highlighted. This study has been addressed to analyze the contribution of IBFIs to the Indonesian economic growth in period of 2004.Q4 to 2010.Q2. In fact, share of Islamic banking until 2010.Q2 is only 3 percent from total share of national banking industry. By using the simple statistics, it might be known that the contribution of IBFIs to the economic growth is still small. Econometrics is the only tool for testing the economic phenomena. The truth of the econometrics justification must be analyzed by using the economic logic as well. However, this study gives advantages for future research in order to modeling the impact of IBFIs to Indonesian economic growth using ARDL and VECM approach.
7.
42
REFERENCES
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Abdullah, Piter., and Suseno. “Fungsi Intermediasi Perbankan di Daerah: Pengukuran dan Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi”. [Intermediation Function of Banking in Local Region: Measurement and Factors Identification Identifikasi Influencing]. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan – Bank Indonesia, Vol. 5, No. 4, March 2003, p.43-63 Al-Tamimi, Hussein A. Hasan, Al-Awad, Mouwaiya, Charif, Husni. “Finance and Growth: Evidence from Some Arab Countries”. Journal of Transnational Management Development, Vol.7, 2001, p.3-18 Al-Yousif, Yousif Khalifa. “Financial Development and Economic Growth: Another Look at the Evidence from Developing Countries”. Review of Financial Economics, Vol.11, February 2002, p.131-50 Ascarya dan Diana Yumanita. Bank Syariah: General Description. Jakarta: Seri Kebanksentralan No.14. PPSK Bank Indonesia. 2005 Azansyah. “Pengaruh Kredit, Efisiensi, dan CAR Perbankan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. [The Impact of Credit, Efficiency, and CAR to Indonesian Economic Growth]. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.3.No.1, December 2008, p.85-100 Nzotta, Samuel Mbadike. 2009. ‘Financial Deepening and Economic Development of Nigeria: An Empirical Investigation’. African Journal of Accounting, Economics, Finance and Banking Research Vol.5.No.5 Bank Indonesia. Indonesian Islamic Banking Outlook 2010 ------------. Online site : www.bi.go.id. Retrivied at October 2009 ------------. Indonesia Banking Statistic. Jakarta: Bank Indonesia. Berrospide, Jose M and Edge, Rochelle M. “Linkages between the Financial and Real Sectors: Bank Credit and Capital over the Crisis”. Retrieved on Federal Reserve Board October 16, 2009 Blanchard, Olivier. Macroeconomics. Fourth Edition. Upper Saddle River, New-Jersey: PrenticeHall, Inc, 2006 Cieslik, Andrzej and Tarsalewska, Monika. “Trade, Foreign Direct Investment and Economic Growth: Enpirical Evidence for CEE Countries”. http://www.etsg.org/ETSG2008/Papers/Cieslik.pdf. Retrieved on October 12, 2010 Chen, Chien-Hsun. “Interest Rates, Savings and Income in the Chinese Economy”. Journal of Economic Studies, Vol.29, No.1, 2002, p.59-73 Engle, Granger CWJ. “Cointegration and Error Correction Representation: Estimation and Testing”. Econometrica, Vol.55, 1987, p.251-276 Eschenbach, Felix. “Finance and Growth: A Survey of the Theoritical and Empirical Literature”. Tinbergen Institute Discussion Paper, Vol.39, No.2, 2004 Vol. 1 No.1 Mei 2010
Fischer, stanley. “The Importance of Financial Markets in Economic Growth”. Proceeding of International Derivatives and Financial Market Conference of the Brazilian Mercantile and Future Exchange conference in Campos do Jordao, Brazil, August 20-23, 2003 Goldsmith, R. Financial Structure and Development New Haven. Yale University Press, 1969. Goyal, Krishn A. “Impact of Globalization on Developing Countries with Special Reference to India”. International Research Journal of Finance and Economics, ISSN 1450-2887, 2006. Gundlach, Erich. “Openness and Economic Growth in Developing Countries”. Weltwirtschaftliches Archiv, Vol. 133, No.3, 1997. Haddad, Muliaman D, Wibowo, Satrio, Pertiwi, Dipa, and Noviati. “Indeks Saham Perbankan”. [Banking Stock Index]. Jakarta: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2004 Harris, Richard. Cointegration Analysis in Econometric Modelling. New York: Prentice Hall Hubbard, Glenn. 1995 Hoffman, Dennis L and Rasche, Robert H. ”STLS/US-VECM 6.1: A Vector-Error Corection Forecasting Model of the U.S Economy”. http://research.stlouisfed.org/wp/1997/97-008.pdf. Retrieved on October 12, 2010 Hubbard, Glenn. Money, the Financial System and the Economy. New York: Irwin McGraw Hil, 2002. Ibrahim, Mansor H. “Monetary Dynamics and Gold Dinar: An Empirical Perspective”. Kuala Lumpur: International Islamic University Malaysia, 2006. Ibsen, Rikke. “Employment Growth and International Trade: A Small Open Economy Perspective”. http://www.hha.dk/nat/wper/099_fwanwn.pdf. Retrieved on October 12, 2010 Inggrid. “Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model(VECM)”. [Financial Sector and Economic Growth in Indonesia: Multivariate Vector Error Correction Model (VECM) Approach]. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 8.No.1, Maret, 2006, p.40-50 Johansen S. “Estimation and Hypothesis Testing of Cointegration Vectors in Gaussian Vector Autoregressive Models”. Econometrica, Vol.59, 1991, p.1551-1580 Karim, Bakri Abdul. “Stock Market Integration between Malaysia and the U.S, Japan and Singapore: Some Evidence From the ARDL Bound Testing Approach”. Proceedings of the 5th Asian Mathematical Conference, Malaysia, 2009
43
Shochrul Rohmatul Ajija, Rahmat Heru Setianto, Ahmad Hudaifah - The Contribution of Islamic Banking and Financial Institutions (Ibfis) to The Indonesian Economic Growth: The Evidence from The Ardl Bound Testing Approach (Periods 2002.Q4 To 2010.Q2)
Zhuang, Juzhong, Gunatilake, Herath, Niimi, Yoko, Khan, Muhammad Ehsan, Jiang, Yi, Hasan, Rana, Khor, Niny. “Financial Sector Development, Economic Growth, and Poverty Reduction: A Literature Review”. ADB Economies Working Paper Series No.173, 2009
King, Robert, and Levine, Ross. “Finance and Growth: Schumpeter Might be Right”. Economic Journal, Vol.107, 1993, p.771-782 Levine, Ross, and Zervos, Sara. “Stock Markets, Banks and Economic Growth”. American Economic Review, Vol.88, 1998, p.537-558 Levine, Ross. “Finance and Growth: Theory and Evidence”. Handbook of Economic Growth Carlson School of Management, University of Minnesota and the NBER, 2004 Majid, Mohammad Shabri Abdul and Kassim, Salina. ”Assessing the Contribution of Islamic Banking and Financial Institution (IBFIIs) in the Malaysian Economy”. International Islamic University Malaysia, 2010 Markusen, James. International Trade: Theory and Evidence. Singapore: McGraw-Hill, Inc, 1995 Mintaroem, Karjadi. 2003. “Analisis Pertumbuhan Produk Pembiayaan (Murabahah dan Mudharabah) Pada Lembaga Perbankan Berbasisi Syariah di Indonesia, 1998-2003: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peluang dan Kendala yang Dihadapi”. [The Analysis of Financing Product Increasing (Murabahah Dan Mudharabah) of The Banking Institution Based on Shariah in Indonesia, 1998-2003: The Determinants Influencing Strength and Weakness Faced]. http://www.adln.lib.unair.ac.id. Retrieved on 10, October, 2010 Mulyadi, Romi. “Hubungan Antara Perkembangan Sektor Keuangan dengan Volatilitas Ekonomi di Indonesia”. [The Relationship Between Financial Sector Development and Economic Volatility in Indonesia]. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.9 No.1, June, 2004 Narayan, Paresh Kumar. “The Saving and Investment Nexus for China: Evidence from Cointegration Tests”. Applied Economics, Vol.37, 2005, p.1979-1990 Pesaran, M. Hashem, Shin, Yongcheol, and Smith, Ricarhd J. “Bounds Testing Approaches to the Analysis of Level Relationships”. Journal Applied Economics, Vol. 16, 2001, p.289-326 Porter, R. “The Promotion of Banking Habit and Economic Development”. Journal of Development Studies, Vol.1. No.4, August, 1966 Romalis, John. “Market Access, Openness and Growth”. http://www.econstor.eu/bitstream/10419/1723/3/26 1053736.pdf. Retrieved on October 12, 2010 Shan, Jordan and Qi Jianhong. “Does Financial Development ‘lead’ Economic Growth? The case of China”. Annals of Economics and Finance, Vol.1, 2006, p.231-250 Siamat, Dahlan. Manajemen Institusi Keuangan: Edisi ke Tiga. [The Management of Financial Institutions: Third Edition]. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. 2004. Wa, Ho Ngai. “Finance and Growth: The Case of Macau”. Monetary Authority of Macau, 2002 Vol. 1 No.1 Mei 2010
44
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
BANK LENDING CHANNEL AND ISLAMIC BANKING IN INDONESIA Raditya Sukmana1 and Rifki Ismal2 Lecturer in Dept of Islamic Economic, Airlangga University,Surabaya,Indonesia 2 Bank Indonesia, Jakarta, Indonesia Alamat Penulis: Dept of Islamic Economic, AirlanggaUniversity,Surabaya,Indonesia Jalan Airlangga 4 Surabaya Email:
[email protected] 1
Abstract Studi ini bertujuan untuk melihat peranan perbankan syariah dalam kerangka kebijakan transmisi moneter di Indonesia. Lebih khususnya peranan perbankan syariah akan dilihat pada saluran perkreditan perbankan (bank lending channel). Saluran ini dipilih mengingat bahwa pasar modal di Indonesia (yang digunakan sebagai indicator penting dalam saluran neraca-balance sheet channel) belumlah signifikan dalam menopang perekonomian Indonesia. Di negara berkembang seperti Indonesia, perbankan masih mendominasi dan menjadi sektor penting dalam menggerakan aktivitas perekonomian. Periode data dalam penelitian ini mulai dari Desember 2000 hingga February 2009. Tehnik time series dengan mengakomodasi unit root test, co-integration test, error correction model and impulse response functions diadopsi untuk membuktikan apakah peranan perbankan syariah benar-benar ada dalam transmisi moneter dengan bank lending channel ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembiayaan dan dana pihak ketiga memegang peranan penting dalam bank lending channel. Lebih khusus lagi, dua variable tersebut (melalui skema bagi hasil-Profit Loss Sharing-PLS) menunjukkan kontribusi yang signifikan dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Rekomendasi yang didapat dari studi ini adalah pengembangan yang kontinue harus dilakukan oleh pengambil kebijakan terkait terhadap industri perbankan syariah dengan menggunakan konsep bagi hasil (Profit Loss Sharing) sebagai instrument yang unik (yang tidak terdapat di bank konvensional). JEL Classification: G21 Keywords: Banks lending channel, Profit and loss sharing, Deposit Actually, there are three main sources of funds in the Indonesian Islamic banking industry namely: 1. BACKGROUND (1) Wadiah demand deposit; (2) Mudarabah saving There are numerous studies about the functions deposit and; (3) Mudarabah time deposit. With of financial intermediary to support the real demand deposits, Islamic banks obtain an explicit economy. Banks as a financial intermediary collect or implicit authorization to use them for whatever funds from the surplus spending units and distribute purpose permitted by sharia, but pay no (do not them into the deficit spending units (bank lending guarantee) return or profit to investors (Obaidullah, channel). Further, regarding the bank lending 2005:49). Meanwhile, with the last two sources, channel, there are at least two interpretations of Islamic banks can actively use them and share the bank lending channel in the literatures: (i) the one risks with the investors without any voting right emphasizes the effects of monetary policy on the (Grais and Pellegrini, 2006:1). bank balance sheet especially to the asset side, (ii) Meanwhile, on the asset side, the funds in The one emphasizes the effects of monetary policy general are allocated into (i) Equity based financing on the firm balance sheet (Agung, et all, 2001: 3). instruments; (ii) Debt based financing instruments This paper analyzes the latter interpretation and; (iii) Services based financing instruments. The under the case of Islamic banking in Indonesia. The former consists of Mudarabah and Musharakah idea to take Islamic banks as a case comes from the contracts and deals with the real and long-term underlying conditions, particularly: (i) the commitment of investments. Whilst in the second development of Islamic banking in the country is so one, there are various contracts such as Murabahah, remarkable; (ii) the Islamic banking principles Istisna, Salam and Ijarah (leasing). These contracts bring the banking operations into their original are used usually for the working capital financing functions to support the real business (the ideal with the short-term commitment of financing. bank lending channel) and, avoid unlawful business Finally, in the last one, there are Wakalah, Ujrah, activities such as interest (riba), gambling and Kafalah, Hawalah, Sharf and Qardh (benevolent hoarding of money, and; (iii) the applications of loan) which basically complement the services of Islamic banking principles in the current Islamic Islamic banks to their clients (Ismal, 2009 : 5-15). banking practices need to be approved.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
45
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
2.
(2.22%) of the total banking assets. There are some internal and external Islamic banking problems facing the industry. For examples, internally, there are problems of lack of competitivenesscompared with the conventional banks, repositioning of Islamic banking in the public mindset and lack of synergy with other financial institutions (Blue Print, 2005:18-22). Whilst, externally there are problems of very sensitive liquidity behaviors and investment motives of depositors; limited liquid Islamic money market instruments and; fragility of the industry against any unfavorable economics issues (Ismal, 2008: 9-12). Nonetheless, for the near future, the new vision has been set by banking regulators and stakeholders to target the Indonesian Islamic banking industry to be the most attractive one among the Association of South East Asian (ASEAN) countries in 2009 and to be the leader among the ASEAN countries in 2010 (Bank 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2 3 3 3 3 5 5 8 15 19 20 25 27 26 84 88 92 105 114 131 133 337 443 550 567 683 951 888 7.86 15.33 20.88 26.72 36.53 49.55 51.67 5.53 11.49 15.23 19.53 27.94 38.19 39.30 5.72 11.86 15.58 20.67 25.65 36.85 38.04
INDONESIAN ISLAMIC BANKING INDUSTRY
The Indonesian Islamic banking industry6 is in a growing path after the establishment of the first Islamic bank in 1992. The awareness of people to employ Islamic banks, spurred by the government and Indonesian Moslem Scholars Council (MUI), has made the industry very promising. Based on historical data until March 2009, there are five Islamic Commercial Banks (BUS) followed by twenty six Islamic Banking Units (UUS) and one hundred thirty three Islamic Rural Banks (BPRS) integrating 888 offices around the country (see table 1). Table. 1. Selected Islamic Banking BANKING INDICATORS Islamic banks (unit) Islamic banking units (unit) Islamic rural banks (unit) Total offices (unit) Total asset (trillion Rp) Total financing (trillion Rp) Total deposit (trillion Rp)
2000 2 3 79 146 1.79 1.27 1.03
2001 2 3 81 182 2.72 2.05 1.81
2002 2 6 83 229 4.05 3.28 2.92
*Source : Bank Indonesia, data up to March 2009
Indonesia, 2008a:4).
Indicators Those figures are further enhanced by a healthy financial intermediary function and prudential banking operations. For examples, the average Financing to Deposit Ratio (FDR) has been lying on 107.89% from January 2001 to March 2009 (while the conventional Loan to Deposit Ratio is only 58.45%) and; Non Performing Financing (NPF) is between 2%-4%, when the conventional one records 5%-8%. Others, like total assets, financings and deposits grow annually for more than 50%-60% on average7. In March 2009, the total assets have been reaching Rp51.67 trillion with the total financings of Rp39.30 trillion, exceeding the total deposits of Rp38.04 trillion. Despite such promising achievements, the share of the industry in the total banking industry is still very small. Total assets cater only around 2%
3.
The robust performance of Islamic banking industry reveals that it stands so far on the right track. However, the existence of bank lending channel inthe Islamic banking industry needs to be exercised. It is because of some reasons. First of all, the industry is still in an early stage of development with the limited sources of funds and projects to be financed. Secondly, the Islamic banking industry lives along with the conventional one. Hence, the activities of conventional banks are more or less influencing the performance of Islamic banks. Thirdly, because of its sensitiveness against the economic conditions, the performance of Islamic banking industry can go up and down following the real output of the real business. Finally, the general operations of the industry have not shown the ideal operations. For examples, most of the financings (61%) are extended in the form of debt based financing and the other financings (30%) are in the form of equity based financing (Bank Indonesia, 2008b). Since the debt based financings are the short-term oriented rather than the long-term oriented, the ideal operations of Islamic banks to finance the long-term investment projects are not done optimally.
6
Islamic banking industry consists of Islamic Commercial Banks (BUS), Islamic Banking Unit (UUS) and Islamic Rural Banks (BPRS). Islamic Banking Unit (UUS) is a special sharia banking unit in conventional bank (windows system or dual banking system) while Islamic Rural Banks (BPRS) names Islamic banks operated in suburb / rural areas. 7 As reported in Bank Indonesia annual report 2006. Vol. 1 No.1 Mei 2010
UNDERLYING CONDITIONS AND ASSUMPTIONS
46
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
There are somestudies on bank lending channel from Bernanke and Blinder (1988), Garretsen and Swank (1998), Gertler and Gilchrist (1993) and Suzuki (2001). However, most of the studies always refer to the role of conventional banks to develop the real sectors. To the authors’ knowledge, only one study done by Sukmana and Kassim (2010) which takes into account the role of Islamic banks in developing the economy, in particular for the Asian country. In their study, Sukmana and Kassim occupy monetary instrument of overnight rate which is the interest basis monetary instrument to assess the bank lending channel. This study, on the other hand, attempts to replace such an interest based instrument with the Profit and Loss Sharing (PLS) ratio which is indeed an interest free rate and a typical Islamic banks instrument to control the bank financing activities.Further, it analyzes whether Islamic bank financings significantly influence the real sectors through the Islamic banking lending channel. Theoretically, the general formula of the demand for bank loans from business sectors can be formulated as (Farinha and Marques, 2001:10):
Meanwhile, with respect to the position of Islamic banks as financial institution and to compare their operations with the conventional banks, they have to comply with the main principles of sharia, which are: 1. Islamic banking modes of financing should take the forms of debt, equity or service-based financing and have a link with the real economic activities/projects. In addition, allof the financing contracts in Islamic banks are strictly prohibited to deal with the interest (riba), gambling (maysir), fraud (gharar) and illegitimate economic transactions. 2. Sharia jurisprudence adopts a profit and loss sharing (PLS) concept for the outcomes (profit or loss) of the bank financing (asset side). The interest on loans in the conventional banking practices is changed into the profit/loss sharing of the business outcomes in the Islamic banking practices. 3. Similarly, the interest on deposits in the conventional banking practices is turned into the return sharing in the Islamic banking practices (liability side). Hence, the return on deposits in Islamic banks is not predetermined and fluctuates following the performance of the project being financed. 4. In general, Islamic banks are not allowed by to accept any return/remuneration from unutilized funds.
d
⎛C ⎞ ln⎜ ⎟ = λ0 + λ1 ln Yt + λ2π t + λ3lt + λ4it .(1) ⎝ P ⎠t Ytis the entrepreneurs demand for credits, πtthe uncertainty in the economy and itthe possibility of the entrepreneurs to have access to the sources of funding which are not perfect substitutes of the bank loans. The null λ3 ≠ 0 captures the idea that the borrowers cannot fully insulate their real spending from changes in the availability of bank credits (lt). Meanwhile, the supply function of the bank loans is formulated as (Farinha and Marques, 2001:10):
However, specifically in Indonesian case, the Islamic banks operate with some special characteristics, for instances: 1. Some liquidity is subtracted from bank deposits for the liquidity reserves, stipulated by the central bank. Nonetheless, as the amount of these reservesis trivial, the paper does not accommodate it as a significant factor influencing the Islamic bank lending activities. 2. Besides directly financing the real sector, there are two other alternatives of extending the funds namely placing funds in the Islamic money market and buying the central bank Islamic certificate (SBIS). Nonetheless, the same as point one, these alternatives do not stand as the main operations of the banks in Indonesia. As such, they are not considered as the influential factors as well. 3. Indonesian Islamic banking adopts revenue sharing concept rather than PLS in the deposit contracts (liability side) but implements PLS concept in the bank financing contracts (asset side). Therefore, the performance of the asset side of the banks mostly depends on the determination of PLS ratio between Islamic banks and entrepreneurs.
4.
s ⎛C ⎞ ⎛D⎞ ln⎜ ⎟ =α 0 +α1 ln⎜ ⎟ +α 2π t +α 3lt +α 4it ...(2) ⎝ P ⎠t ⎝ P ⎠t Equation (2) assumes that the loan supplies depend on: (i) the level of total deposits held by the entrepreneurs with the banks (ln (D/P)); (ii) the inflation rate; and (iii) the loans and interest rates of the bond.
5.
LITERATURE REVIEW
Vol. 1 No.1 Mei 2010
DATA, MODEL AND METHODS
the formulas for Islamic banking case are constructed as in the following: (i) first of all, referring to the ideas of the conventional formulas above, the Islamic banking model employs the real economic and Islamic banking variables as these are the main characteristics of Islamic banking operations; (ii) secondly, the central bank monetary policy instrument is not included taking into account the underlying conditions previously mentioned; (iii) finally, the banking policy indicator in Islamic banks is carried out by PLS ratio. Hence, 47
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
them. This cointegration test is the requirement to run Vector Autoregressive (VAR) model or Vector Error Correction Model (VECM). Finally, the process lasts with the Impulse Respond Function (IRF) to estimate the relative strength of targeted variable towards the other variables. Particularly, IFR may suggest how long the impacts of a shock of one variable to the other variables. The subsequent parts will define every variable in the model, followed by: (1) testing the unit root of every variable and cointegration test; (3) constructing VAR model; (4) conducting IRF and; (5) interpreting the overall results. All variables are arranged in the natural logarithm forms, except PLS variable. In terms of the data span, the study covers monthly data series from December 2000 to February 2009. All of the data are sourced from the monthly Islamic banking statistics report of Bank Indonesia. Statistical summaries of the variables are given by table 2 below:
the econometrics model of the Islamic banking operations is: IPI = f (FIN, DEP, PLS)...... (3) IPI is the Industrial Production Index which is used as a proxy for economic outputs. FIN refers to total financings of Islamic banks while DEP stands for the total deposits of Islamic banks. Finally, PLS is the policy indicator of Islamic banks to control the performance of the bank financing. In fact, PLS is also considered as portion dedicated to depositors in the return sharing on deposits (The value has been adjusted into the nominal amount paid to depositors divided by total deposits (%)). The econometrics modeling takes some steps. First of all, it uses unit root test to check the stationary of every variable involved in the model. Secondly, it conducts cointegration test in particular by using Johansen and Juselius (JJ) tests. Cointegration test points out any combination of non stationary variables which might be stationary if there is (are) indication(s) of cointegration among
Table. 2. Statistical Summaries of Variables (million of Rp)
Variable Industrial Production Index (IPI) Total Financing (FIN) Total Deposit (DEP) Profit and Loss Sharing (PLS) ratio*
Mean 116.08 12,936,357 12,436,547 3.58
Median Std Deviation 116.92 10.12 10,896,192 10,656,681 10,897,900 10,426,772 3.94 1.41
* In percentage per year
5.1
U nit Root Test
The unit root test is very important in the context of time series analysis in particular to check the level of stationary of the variable. The basic idea of stationary can be explained by taking a simple AR (Autoregressive) (1) process such that: Yt = a0 + a1Yt −1 + ε t ...............(4) where Yt-1 is lag of an independent variable which might contain a constant and trend; a is a constant and; ε is assumed to be white noise (Enders, 1995: 70). If |a1|≥1 or if Yt is a non stationary series, then it has a trend, does not have a constant mean and; has time variant of the variance. Therefore, the stationary can be evaluated by testing whether the absolute value of a1 is strictly less than one. Utilizing non-stationary data in the model may cause a spurious regression although the result might show the significant relationship between dependent and independent variables. In order to test for the order of the integration of variables, this
Vol. 1 No.1 Mei 2010
48
study uses four types of unit root tests, namely the Augmented Dickey Fuller (ADF) test, PhillipsPeron (PP) test, Dickey-Fuller GLS (DF GLS) test and lastly, Kwiatkowski-Philips-Schmidt-Shin (KPSS) test. The results of the unit root tests to all variables which are conducted in the log level and first difference including both trend and intercept are presented in table 3. The results show that most of the variables are stationary in the first difference or simply, are I(1) (order one)process. In the case of FIN and IPI, ADF test shows that they are stationary in the I(1) order. Meanwhile, for DEP, the ADF, PP and KPSS show that it is stationary in the first difference although based on DF GLS test, it is non-stationary even in the first difference. For PLS, it shows a mixed result but based on DF GLS, it shows that this variable is stationary in I(1) order. However, the overall results conclude that all the variables are stationary in I(1) order. Confirming the suitability of data through unit root tests, we proceed to examine whether there exists the long-run equilibrium among variables by doing the JJ cointegration test.
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
Table. 3. Unit Root Tests
Variable Name Log (FIN) IPI PLS Log (DEP)
ADF PP Level 1st Diff Level 1st Diff -1.14 -4.73*** -0.72 -8.2*** 0.89 -5.07*** -6.9*** 16.35*** -4.65*** -2.66 -4.72*** 11.05*** -0.53 -9.6*** -0.49 -9.68***
DF GLS KPSS Level 1st Diff Level 1st Diff -0.91 -1.63 0.3*** 0.06 -1.51 -15.48*** 0.07 0.02 -1.34 -10.77*** 0.04 0.03 -0.23 -1.36 0.31*** 0.09
Note: *,**,*** refers to stastical significance of 10%, 5% and 1% (number of variables) then the vector is stationary. For example, if rank of π = 1, there is a single 5.2 Cointegration Test The cointegration exists if two (or more) series cointegrating vector and the component of πx t − p is are linked to form an equilibrium relationship the error correction factor (Enders,1995). To the spanning the long-run, even though the series other cases whereby 1< rank π< n, there are themselves may contain stochastic trends (nonmultiple cointegrating vectors. stationary). The cointegrated variables move At this point, it is necessary to outline the VAR together over time and the difference among them order selection or the selection of relevant lag is stable (Harris, 1995). This definition of length to build VAR model. Actually, there are cointegration implies that even though examining some criteria used in selecting the VAR lag length non-stationary variables may result in spurious for each variable and this study uses Akaike’s regression, but if the residuals of the model are Information Criterion (AIC) and the Schwarz found stationary, the variables can have coCriterion (SIC). The selected length of lag(s) should movement in the long run or they have a long-term be long enough to confine the dynamics of the equilibrium relationship. system but should not be too long to exhaust the There are at least two types of cointegration degree of freedom. tests, namely the Engle-Granger (EG) and Johansen If cointegration is identified, it rejects the nonand Juselius (JJ) tests but this study uses the latter. causality between variables meaning that at least The JJ procedure is able to prevent the use of twoone of the variables reacts to the deviations from step estimator and can test for the presence of the long-run relationship. Engle and granger (1987) multiple cointegrating vectors. The JJ procedure is had introduced the usage of error correction model nothing more than a multivariate generalization of when the variables are found to be cointegrated. the DF test. The key important thing in this From this, we then proceed to investigate whether procedure is the determination of the rank matrix log IPI (LIPI) is suitable for the error correction (π). Rank π is equal to the number of independent model (ECM). As such, if ECM applies, the error cointegrating vectors. If rank π = 0, then the matrix correction model for LIPI as dependent variable in is null, hence the standard VAR model in the first the model takes the formula of: differences is employed. If rank π is of rank n n
n
i =1
i =1
ΔLIPIt = α1i + ∑ψ 1i ΔLIPIt −i + ∑ γ 1i ΔLFINt −i +
n
n
i =1
i =1
∑θ1 i ΔLDEPt −i + ∑ϕ1 i ΔPLS t −i +ν11ECt −1 + e1
..(5)
Where LIPI = log IPI; LFIN = log FIN; LDEP = log DEP; and ECt = Error Correction Term Finally, based on AIC and SC lag length selection criteria, the optimal lag length selection
criteria for this analysis is 2. Hence, the results of cointegration test based on lag 2 are as follows:
Table 4. Cointegration Test Result
Model r≤0 r≤1 r≤2 r≤3 Vol. 1 No.1 Mei 2010
Null Hypothesis 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798
Trace 5% Critical Statistic Value 81.10743 63.8761 47.02915 42.91525 24.02343 25.87211 5.163946 12.51798 49
Max-Eigen Statistic 34.07827 23.00572 18.85949 5.163946
5% Critical Value 32.11832 25.82321 19.38704 12.51798
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
and profit loss sharing ratio are linked in the longrun.
Table 4 suggests that there are long run comovements among the variables. Specifically, based on the trace statistics, there exists two cointegrating equations as shown by the value of trace statistics which is greater than the 5 percent critical value (81.1 > 63.87 and 47.02 > 42.9). Similarly, the Max-Eigen statistics show that there isone cointegrating equation since its values is greater than the 5 percent critical value (34.07 > 32.11). At this juncture, the findings suggest that Industrial Production Index together with the selected variables such as financing, total deposits
5.3 Error Correction Model As we have mentioned earlier, the presence of cointegration of IPI and the other variables reveals causality among variables. It means that at least one of the variables reacts to the deviations of the other variables in the long-run relationship. We then proceed to investigate whether the IPI corrects the disequilibrium.
Table 5. Error Correction Model
Dep Var
DLIPI(1) DLIPI(2) -0.207 (-1.79)* -0.052 (-0.455)
DLFIN(1) DLDEP(1) DPLS(1) DLFIN(2) DLDEP(2) DPLS(2) 0.061 -0.238 0.004 -0.203 (-1.21) (0.498) DLIPI 0.756 -0.545 0.004 (2.81)*** (-2.78)*** (0.589) R-squared 0.463548 Durbin-Watson Statistics 2.033438
-0.550 (-4.85)***
In an attempt to seek whether the Islamic banks play an vital role in the bank lending channel in Indonesia, this study examines the nexus of shocks which is originated from the Islamic banking policy indicator (PLS ratio) to the economy output (LIPI) (see figure 1). The results of the IRF obviously provide the evidence which supports the existence of bank lending channel through the Islamic banking financing. The relationship can be traced from the responses of PLS ratio to DEP to FIN and to IPI. To be specific, the innovation in PLS ratio is responded positively by total deposits (see Response of DEP to PLS), implying that when there is an increase (for example) in PLS ratio, it will be followed by an increase in the total deposits. These findings suggest that displacement commercial risk probably exists in the Islamic banking industry. It is a risk whereby if interest rate on deposits in the conventional bank is relatively more attractive than the profit/return sharing on deposits, depositors would likely see significant deposit withdrawals from Islamic banks to conventional banks. Similarly, if the profit/return sharing on deposits of the Islamic banks is more attractive than the interest on deposits, then we might see more deposits in Islamic banks. This phenomenon also advices that Islamic bank depositors, whether Muslim or non-Muslim, tend to have a profit motive in their saving behaviors. The other positive response appears from the finding that any innovation in financing the real sector is responded positively by Islamic bank
As can be seen from table 5, the Error Correction Term (ECt) are found to be negative and significant. Thet-statistics shows the value of -4.85 and it is significant at 1% level (p value = 0.000). These two results further substantiate the presence of cointegration among the variables as established in the previous test. Furthermore, the estimated coefficient for error correction term is 0.55. This indicates that the last period disequilibrium is corrected for about 55% in the next month. With this given result, the adjustment towards the long-run relationship is relatively fast. In other word, any shock that interrupts the equilibrium value of IPI in the longrun will be sorted out in the short-run and go back to its equilibrium values if there are no other shocks to counter the initial shock (or other things remain the same). Moreover, the R-squared of 0.463 shows a relatively moderate value. This result is acceptable given that the estimates were based on the first differenced value.
5.4 Impulse Response Functions The IRF shows the magnitude and timing of responses of the objective variables (LIPI, LFIN and LDEP) to a shock in the Islamic banking policy instrument (PLS). It enables a comparison of the extent of responses of the objective variables to the policy shocks. In all cases, the IRFs are reported over the 30-month horizon and it uses generalized impulse.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
ECt(-1)
50
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
into the 30th month. This suggests that total deposits deposits. It means that Islamic bank depositors play a vital role as a source of financing in Islamic indeed give much attention on the progress of the banks. This is as expected since the alternative economic/business activities and the performance source of funds instead of deposit, such as money of the bank financing. market, is not well developed. Hence, Islamic bank Furthermore, IRF results also show that Islamic financing depends heavily on the existence of financing responded positively to a shock in deposits. Finally, the positive impact has been deposits. In the context of the bank lending channel, shown by LIPI on the innovation of LFIN (see it essentially means that as an extension from the Response of LIPI to LFIN). This result reveals that shock in the PLS which resulted in the expansion in increase in financing leads to increase in economic deposit, this would results in an increase in output as represented by LIPI. financing. Figure 1 in the following shows that the response of financing is direct and uninterrupted up Figure 1. Impulse Respond Function Response to Generalized One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of LIPI to LIPI
Response of LIPI to LFIN
Response of LIPI to PLS
.06
.06
.06
.06
.04
.04
.04
.04
.02
.02
.02
.02
.00
.00
.00
.00
-.02
-.02
-.02
-.02
5
10
15
20
25
30
5
Response of LFIN to LIPI
10
15
20
25
30
5
Response of LFIN to LFIN
10
15
20
25
30
5
Response of LFIN to LDEP
.05
.05
.05
.04
.04
.04
.04
.03
.03
.03
.03
.02
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.01
.00
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
-.02 5
10
15
20
25
30
-.02 5
Response of LDEP to LIPI
10
15
20
25
30
10
15
20
25
30
5
Response of LDEP to LDEP
.05
.05
.05
.04
.04
.04
.04
.03
.03
.03
.03
.02
.02
.02
.02
.01
.01
.01
.01
.00
.00
.00
.00
-.01
-.01
-.01
-.01
10
15
20
25
30
5
Response of PLS to LIPI
10
15
20
25
30
5
Response of PLS to LFIN
10
15
20
25
30
5
Response of PLS to LDEP
1.2
1.2
1.2
0.8
0.8
0.8
0.8
0.4
0.4
0.4
0.4
0.0
0.0
0.0
0.0
-0.4 5
10
15
20
25
30
-0.4 5
10
15
20
25
10
15
20
25
10
15
20
25
The empirical analysis produces some findings which confirm the existence of Islamic banking lending channel in Indonesian case as in the following: a) Islamic banking lending channel do exists and support the real sector as seen by model of IPI with its independent variables. Even, there is a 51
30
30
30
-0.4 5
10
15
20
25
30
5
10
15
20
25
long run causality relationship between the performance real sector and the movement of Islamic banking deposits, financings and Islamic banking policy factor (PLS ratio). Hence, it can be assumed that Islamic banks have implemented the sharia principles appropriately as expected. b) For the government, central bank and other financial regulators, these facts show the important role of Islamic banks to develop the
FINDINGS FROM ECONOMETRICS ANALYSIS
Vol. 1 No.1 Mei 2010
30
25
Response of PLS to PLS
1.2
-0.4
20
Response of LDEP to PLS
.05
5
15
-.02 5
Response of LDEP to LFIN
10
Response of LFIN to PLS
.05
-.02
6.
Response of LIPI to LDEP
30
Raditya Sukmana, Rifki Ismal -Bank Lending Channel And Islamic Banking In Indonesia
c)
7.
Using Potuguese Micro Bank Data”, European Central Bank Working Paper No 102. Garretsen, H. and Swank, J.(1998),”The Transmission of Interest Rate Changes and the Role of Bank Balance Sheets: a VAR analysis for the Netherlands”, Journal of Macroeconomics, 20(2): 325-339. Gertler, M. and Gilchrist, S. (1993),“The Role of Credit Market Imperfections in the Monetary Transmission Mechanism: Arguments and Evidence”, Scandinavian Journal of Economics, 95(1): 43-65. Grais, Wafik and Pellegrini, Matteo. (2006). Corporate Governance and Stakeholders Financial Interest in Institutions Offering Financial Services. World Bank Policy Research Working Paper, Series number 4053. Harris, R. (1995). Using Cointegration Analysis in Econometric Modelling. Essex Prentice Hall. Ismal, Rifki (2009). “Industrial Analysis of Liquidity Risk Management in Islamic Bank”, Journal of Islamic Banking and Finance, Vol 26 No. 2/2009, International Association of Islamic Banks, Karachi, Pakistan. Ismal, Rifki (2008). “The Potential of Liquidity Risk in Islamic Banking”. Academic Paper Presented in Ustinov College Finance Seminar, Durham University, United Kingdom, May 3rd, 2008. Obaidullah, Mohammed. (2005). Islamic Financial Services. Islamic Economic and Research CenterPublication, King Abdul Aziz, University, Saudi Arabia. Sukmana, R., & Kassim, S.(2010). Roles of Islamic Banks in the Monetary Transmission process in Malaysia. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management,Vol 3, Issue 1. Suzuki, T. (2001),”Is the Lending Channel of Monetary Policy Important in Australia?”, The Australian National University, Working Papers in Economics and Econometrics, No 400.
Indonesian economy. Banking regulators and all stakeholders are strongly encouraged to give total supports to foster this industry. Particularly for the central bank, the role of PLS ratioused by Islamic banks as the banking policy indicator leaves an important message to consider it as the target of Islamic monetary policy to monitor and evaluate the financing and funding activities of Islamic banks. Hence, referring to the outputs of this paper, the central bank may intervene the industry (if necessary) byinfluencing or determining the PLS ratio of Islamic banks.
CLOSING REMARKS RECOMMENDATIONS
AND
Examining the existence of bank lending channel is very imperative to examine the role of the banks as financial intermediary. Particularly in the case of Indonesian Islamic banking industry, the existence of such channel might prove the significant role of Islamic banks in implementing the sharia principles and developing the economy. Indeed, it is proven that Islamic banking lending channel do exists in the country not only in the short run but also long run. Therefore, the paper proposes two important recommendations: (i) the banking regulators and all stakeholders need to foster this industry and maintain it robustness; (ii) the central bank should consider Islamic banking policy variable (PLS ratio) as one of the Islamic monetary instruments.
8.
REFERENCES
Agung, Juda, et all (2001). “Bank Lending Channel of Monetary Transmission in Indonesia”, Paper of the Directorate of The MIT Press, 3rd Printing, London, England, 1999. Bank Indonesia (2005). “Blue Print of Indonesian Islamic Banking Development”. Publication of Islamic Banking Directorate of Bank Indonesia, revision of 2002’s Blue Print, 2005, 18-22. Bank Indonesia (2008a). “Grand Strategy Development of Indonesian Islamic Banking Industry”. Publication of Islamic Banking Directorate of Bank Indonesia. Bank Indonesia. (2008b). Indonesian Economic Report, Chapter of the Development of Islamic Banking Industry. Publication of Bank Indonesia, Jakarta. Bernanke, B. S. and Blinder, A. B. (1988), “Credit, Money and Aggregate Demand”, AEA Papers and Proceedings, 78(2): 435-39. Enders, W. (1995). Applied Econometric Time Series. New York: John Wiley & Sons, Inc. Farinha, Luisa and Marques Charles Robalo (2001). “The Bank Lending Channel of Monetary Policy: Identification and Estimation Vol. 1 No.1 Mei 2010
52
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
PENEGAKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MELALUI PERATINGAN CORPORATE GOVERNANCE DI PERBANKAN SYARIAH : CGCG UGM’S SYARIAH RATING MODEL Diyah Putriani Fitri Amalia Sony Warsono
ABSTRACT The purpose of this study is to propose a new framework model to assess Good Corporate Governance (GCG) performance in Islamic banking industry in Indonesia. This model is CGCG UGM's Syariah Rating Model.The proposed GCG framework is based on 2 perspectives, i.e. the GCG basic principles and the company organs. From the CG basic principles perspective, a GCG system should fulfil 5 GCG principles, which are Transparency, Accountability & Responsibility, Responsiveness, Independency, and Fairness the company organs perspective. Meanwhile, a GCG system consists of 5 organs interacting each others, including Board of Directors, Board of Executives, Boards of Commissioners/Committees, Auditors, and Stakeholders. According to such framework, this paper then offers a rating model using 5 x 5 matrix (5 company organs x 5 GCG basic principles). The rating model relies on certain functions performed by each company organ and main GCG principles that should be fulfilled. Keywords: GCG, Sharia banking, Framework and Rating Model
Dengan telah diberlakukannya UndangUndang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional diharapkan semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan mendorong pertumbuhan yang lebih cepat lagi. Selama lima tahun terakhir, perbankan syariah di Indonesia menunjukkan progres yang impresif. Hal ini dapat dilihat dari capaian rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen/tahun dalam lima tahun terakhir, sehingga diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan (Bank Indonesia, 2010). Bank Indonesia hingga akhir tahun 2010 telah menetapkan perkembangan target bisnis perbankan syariah sebesar 33 hingga 35 persen. Penetapan ini didasarkan atas pertumbuhan yang cukup signifikan pada beberapa tahun sebelumnya. Kini, istilah “Perbankan Syariah”, “Perbankan Islam”, atau “Islamic Banking” telah menjadi istilah yang digunakan secara luas, bahkan muncul sebagai trend dalam sistem keuangan dunia. Namun, booming istilah tersebut tidak diimbangi dengan pemahaman masyarakat tentang perbankan syariah yang masih sangat sempit, yaitu bank yang tidak menggunakan “bunga” dalam sistem operasionalnya. Bahkan, Rahman (2010) menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat dunia memahami perbankan syariah hanya pada dua hal: pertama, bunga adalah seusatu yang haram; dan kedua, setiap transaksi komersial harus didasarkan asas profit and loss sharing. Konsep yang dipahami oleh masyarakat memang tidak sepenuhnya salah, sebab hal mendasar pada sistem keuangan Islam adalah
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
dan
Identifikasi
Banyak pihak meyakini bahwa krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997 merupakan bukti rapuhnya fondasi ekonomi yang dibangun. Runtuhnya stabilitas ekonomi tersebut telah menjadi satu momentum dan bukti adanya kualitas corporate governance (CG) yang buruk di kawasan Asia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya (Smith, 2007). Hal inilah yang kemudian menyebabkan peningkatan pemahaman dan kesadaran bahwa good corporate governance (GCG) menjadi syarat mutlak yang diperlukan dalam proses eksistensi sebuah perusahaan, terutama industri perbankan syariah yang kini sedang dikembangkan oleh sejumlah negara sebagai salah satu alternatif pilihan di industri jasa keuangan. Menurut teori dalam literatur sistem ekonomi Islam, pada dasarnya istilah perbankan syariah didefinisikan sebagai perbankan yang memiliki sistem dan menjalankan prosedurnya sesuai prinsip syariah. Dalam hal ini, prinsip syariah yang dimaksud adalah prinsip yang dilandaskan atas dua sumber utama hukum ajaran agama Islam yaitu AlQur’an dan As-Sunnah (hadist). Namun, Ijtihad juga memiliki peranan penting yang digunakan untuk menjelaskan peraturan-peraturan yang secara implisit diutarakan di dalam Al-Qur’an maupun AsSunnah (Khir, et.al. 2008; Askari, et.al., 2001 dan Mohammed, 1988).
Vol. 1 No.1 Mei 2010
53
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
Model. Sebagai tambahan, model peratingan tersebut merupakan pengembangan model peratingan yang sebelumnya sudah diimplementasikan di perbankan konvensional dan telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
pelarangan riba (Aggarwal dan Yousef, 2000; Roy, 1991). Walaupun demikian, pemahaman tersebut telah menyempitkan arti dan maksud mengapa pemenuhan jasa dan produk perbankan syariah perlu segera didorong; yaitu menyokong terciptanya fundamental perekonomian yang kuat secara menyeluruh. Dalam konteks ini, support diberikan dalam bentuk pembiayaan yang didasarkan pada asset-based sebagai pengganti pembiayaan yang berlandaskan lending-based sehingga diharapkan terjalin hubungan yang kuat antara sektor riil dan keuangan. Selain itu, sistem keuangan Islam juga mendorong adanya risk sharing, inovasi, dan kewirausahaan. Bahkan, banyak ahli ekonomi Islam berpendapat bahwa ketika keadilan ekonomi dan risk sharing dikombinasikan dengan prinsip dasar Islam, maka akan mendorong terbentuknya sebuah sistem keuangan yang efisien, stabil dan memajukan pembangunan ekonomi. Guna mencapai tujuan tersebut, maka penegakan GCG menjadi hal mutlak untuk diterapkan di perbankan syariah. Sebab, selain bertujuan untuk memenuhi prinsip-prinsip syariah yang dianutnya, penegakan GCG juga berguna untuk membentuk pencitraan dan kepercayaan kepada masyarakat bahwa perbankan syariah merupakan lembaga yang memiliki “nilai” lebih dibandingkan dengan perbankan konvensional. Nilai lebih yang dimaksud adalah keadilan dalam setiap transaksi komersialnya sehingga dapat mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi umat manusia secara keseluruhan. Bank Indonesia sebagai otoritas utama sistem moneter di Indonesia, telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/ 3 /PBI/2009 tentang Bank Umum Syariahyang menjelaskan mengenai kewajiban untuk melakukan self assessment untuk menilai kinerja GCG perusahaan. Akan tetapi, penilaian menggunakan metode self assessment tidak dapat menjamin bahwa hasil yang diperoleh adalah objektif. Selain itu, studi yang membahas konsep GCG dari perspektif syariah masih sangat terbatas, dimana sebagian besar studi menjelaskan dari perspektif teori conventional bangking markets. Oleh karena itu, dibutuhkan peratingan yang dilakukan oleh pihak ketiga (third party) dan konsep yang digunakan berdasarkan perspektif GCG syariah. Dengan demikian, penilaian kualitas GCG diharapkan dapat dipertanggungjawabkan baik kepada pihak internal maupun seluruh stakeholders (pemangku kepentingan).
1.2
TINJAUAN PUSTAKA
T ujuan Penelitian
8 Lima prinsip yang diajukan dalam penelitian ini merupakan prinsip-prinsip yang diajukan CGCG dalam memodelkan peratingan GCG model secara umum. Namun demikian, terdapat perbedaan yang dari model peratingan GCG khusus untuk perbankan syariah ini, yaitu partisipan Sharia Upholders (Penegak Syariah, PS). Dalam hal ini, partisipan PS yang terlibat adalah DPS, Auditor Internal dan Auditor Eksternal
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengajukan rerangka dasar dan model peratingan untuk menilai kinerja GCG khusus di industri perbankan syariah di Indonesia, yaitu CGCG UGM’s Syariah Rating Vol. 1 No.1 Mei 2010
Sebagai sebuah industri, perkembangan perbankan syariah dalam dua dekade terakhir ini dapat dikatakan telah mengalami pertumbuhan yang cukup fenomenal (Wilson, 1987; Pervez, 1990; Kuran, 1995; Aggarwal dan Yousef, 2000). Semakin banyak literatur yang khusus membahas sistem ekonomi syariah menunjang pertumbuhan tersebut. Oleh karena itu, baik di negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim maupun nonmuslim, perbankan syariah berkembang secara pesat (Khir, et.al, 2008). Namun demikian, perbankan syariah di Indonesia (apabila dikomparasikan dengan konsep perbankan konvensional) dapat dikatakan masih baru yang mulai diterapkan pada tahun 1992. Konsep mengenai GCG telah banyak ditelaah oleh para ahli. Berdasarkan definisi yang diberikan Khir et al. (2008), GCG mengacu pada cara atau metode sebuah perusahaan diarahkan, diatur atau dikendalikan. Hal yang perlu dicermati adalah implementasi GCG menjadi sangat penting di perbankan syariah, sebab berkaitan dengan dimensi moral yang terdapat pada transaksi komersialnya dan adanya permintaan stakeholders agar institusi keuangan menyediakan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah (Khir, et al., 2008; Grais dan Pellegrini, 2006; dan Rice, 1999). Terdapat banyak entitas dan literatur yang mengajukan prinsip-prinsip dasar untuk GCG. Sehingga, dengan mempertimbangkan prinsipprinsip yang diajukantersebut, maka penelitian ini mendasarkan diri pada 5 prinsip yang seharusnya dipenuhi GCG, yaitu8: a. Transparency (keterbukaan) Dalam menjalankan fungsinya,semua partisipan harus menyampaikan material informasi sesuai dengan substansi yang sesungguhnya. Selain itu, informasi yang diberikan tersebut dapat diakses dan dipahami secara mudah oleh pihak-pihak lain yang berkepentingan. Pada intinya prinsip ini mendorong setiap pihak untuk berkata dan berperilaku secara jujur sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Hal ini seperti diperintahkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an antara lain: QS. Al-Ma’idah: 119, At-Taubah: 119, Az-Zumar: 23, dan Muhammad: 21.
54
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
dasar ini merupakan pengembangan dari Center for Good Corporate Governance Universitas Gadjah Mada Rating Model (CGCG UGM’s Rating Model) yang diharapkan dapat bersifat universal dengan mengkonvergensi sistem one-tier dan two-tier9. Pemodelan dan peratingan Syariah GCG yang dikembangkan CGCG UGM adalah berbasis riset dan memfokuskan pada stakeholders approachdi mana komponen masyarakat dan lingkungan (society andenvironment)merupakan beberapa pemangku kepentingan (stakeholders)perusahaan yang harus mendapatkan perhatian yang memadai. Model Syariah CG CGCG UGM mendasarkan diri pada 2 perspektif atau pilar utama, yaitu perspektif prinsip-prinsip GCG dan para partisipan GCG.
b. Accountability & Responsibility (pertanggungjelasan& pertanggungjawaban) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan CG harus mempertanggung-jelaskan amanah yang diterima sesuai dengan hukum, peraturan, standar moral/etika maupun best practices berterima umum dan menyiapkan pertanggungjawaban jika pertanggungjelasan yang diajukan ditolak. Pada prinsip kedua ini merupakan representasi dari QS. Al-Baqarah: 283, An-Nisaa’: 58, Al-Anfaal: 27, AlMu’minuun: 23, dan Al Ma´aarij: 32. Pada dasarnya ayat-ayat tersebut memerintahkan kepada setiap umat manusia menyampaikan dan mempertanggungjawabkan amanah yang dipercayakan kepadanya. c. Responsiveness (ketanggapan) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan CG harus menanggapi dan mengantisipasi terhadap permintaan (requests) maupun umpanbalik (feedback) dari pihak-pihak yang berkepentingan dan terhadap perubahanperubahan dunia usaha yang berpengaruh signifikan terhadap perusahaan. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan didorong untuk mengutamakan kepentingan stakeholders dibandingkan dengan kepentingan individu perusahaan didalammya. Hal ini seperti yang diperintahkan dalam salah satu ayat Al-qur’an, yaitu: QS. Al-Hasyr: 9, yang memerintahkan seseorang untuk mendahulukan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi. d. Independency (independensi) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan harus membebaskan diri dari kepentingan pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan, dan menjalankan fungsinya sesuai kompetensi yang memadai.Prinsip ini merupakan representasi dari QS. Yunus: 89, Huud: 112, Fushshilat: 6, Asy Syuura:15 dan Al-Ahqaaf: 12, yang pada intinya Allah memerintahkan kepada setiap umat manusia untuk berpegang teguh terhadap keadilan dan kebenaran. e. Fairness (kewajaran) Dalam menjalankan fungsinya, setiap partisipan memperlakukan pihak lain secara wajar berdasar ketentuan-ketentuan berterima umum. Prinsip ini sangat menjadi perhatian dalam ajaran Islam sebab kewajaran merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh stakeholders. Hal ini tertuang dalam QS. An-Nisaa’: 58 dan 135 dan Al-Maidah: 42.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada awal maraknya kebutuhan GCG, pihak yang dianggap paling bertanggungjawab atas keberhasilan GCG adalah dewan direksi(terutama dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal Amerika) yang menjalankan fungsi oversight, enforcement, supervisory, sekaligus advisory (Leblanc dan Gillies 2005). Seiring dengan kompleksitas dan risiko yang meningkat, maka fungsi-fungsi yang terkait dengan GCG berkembangdan dibagi dalam beberapa partisipan. Di dalam Model Syariah GCG CGCG UGM, partisipan tersebut terdiri dari lima kelompok partisipan beserta fungsinya, yaitu10: a. Dewan Direksi(Board of Directors, BoD) b. Pejabat Eksekutif (Board of Executives, BoE) c. Dewan Komisaris/Komite (Board of Commissioners/ Committees,BoC) d. Pengegak Syariah (Sharia Upholders) e. Pemangku Kepentingan (Stakeholders)
4.1 Model Peratingan Syariah Corporate Governance CGCG UGM Model Peratingan Syariah GCG CGCG UGM sepenuhnya mendasarkan pada rerangka dasar CGCG UGM’s CG Rating Model yang dikembangkan. Berikut ini diuraikan sekilas model peratingan tersebut.
4.2 Matriks Pengukuran Seperti telah disebutkan sebelumnya, model peratingan Syariah GCG CGCG UGM menggunakan dua perspektif, yaitu perspektif prinsip-prinsip GCG dan partisipan GCG. Berdasar dua perspektif tersebut maka dapat dibentuk matriks (5 x 5) yang terdiri dari 25 sel. Setiap sel terdiri atas isu/topik spesifik untuk menilai tingkat pencapaian kelima prinsip CG oleh partisipan tertentu. Namun demikian, masing masing
METODE PENELITIAN Penelitian ini mengajukan rerangka dasar peratingan GCG untuk Bank Syariah yang disebut sebagaiCenter for Good Corporate Governance Universitas Gadjah Mada Syariah Rating Model (CGCG UGM’s Syariah Rating Model). Rerangka Vol. 1 No.1 Mei 2010
10
55
9 Penjelasan lebih lanjut (baca: Warsono, et.al., 2010) Penjelasan fungsi, tugas, pengukuran masing-masing partisipan dan bentuk pertanyaan kuisioner
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
partisipan memiliki prinsip-prinsip tertentu yang menjadi fokus penilaian yaitu sel-sel yang memiliki
7 isu dan 6 isu (Tabel1).
Tabel 1 Matriks Pengukuran Syariah CG Model CGCG UGM T
AR
R
I
F
BoD
7 Isu
6 Isu
2 Isu
2 Isu
2 Isu
BoE
2 Isu
7 Isu
6 Isu
2 Isu
2 Isu
BoC
2 Isu
2 Isu
7 Isu
6 Isu
2 Isu
Sharia Upholders
2 Isu
2 Isu
2 Isu
7 Isu
6 Isu
Stakeholders
6 Isu
2 Isu
2 Isu
2 Isu
7 Isu
Keterangan: T: Transparancy ; AR: Accountability&Responsbility R:Responsiveness I: Independency F : Fairness
Sebagai contoh, karena beberapa anggota BoD berasal dari BoE maka tidak mudah untuk meyakini tingkat independensi BoD. Sementara itu, BoC dapat diharapkan independensinya karena dimungkinkan perusahaan mengangkat dewan komite yang sepenuhnya dari pihak eksternal. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) yang dimunculkan untuk menilai kualitas pemenuhan prinsip independensi oleh BoD seharusnya lebih sedikit dibanding kuesioner yang dimunculkan untuk menilai kualitas pemenuhan prinsip independensi oleh BoC. Kuesioner yang lebih tepat untuk mengukur CG oleh BoD terutama dikaitkan dengan dua prinsip CG, yaitu transparency dan accountability & responsibility. Secara ringkas, model CG UGM yang tergambar dalam (Peraga.1) menekankan peratingan untuk masing-masing partisipan CG sebagai berikut (Penjelasan model CG Syariah akan dikonsentrasikan pada prinsip yang menjadi fokus penilaian. Pertanyaan kuisioner setiap partisipan per isu lengkap (lihat: Warsono, et.al., 2010)):
Pada dasarnya BoD merupakan salah satu organ yang fungsi utamanya adalah melakukan oversight guna menjamin maksud dan tujuan perusahaan. Keberhasilan tersebut secara signifikan ditentukan oleh sikap dan kualitas individu BoD, terutama dalam hal pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawabnya (Brountas, 2004 dan Anand, 2008). Sehingga, peratingan penilaian BoD difokuskan pada tingkat pemenuhan terhadap dua prinsip CG, yaitu Transparency dan Accountability& Responsibility. 1. Prinsip Transparency, Prinsip ini menjadi fokus pertama dalam peratingan untuk partisipan BoD sebab BoD berperan memberi perhatian secara bertanggung jawab. Dalam hal ini, BoD harus berkomunikasi secara rutin terutama dengan BoE, BoC, dan pemangku kepentingan (stakeholders). Hal tersebut dilakukan untuk mendiskusikan perkembangan perusahaan, dan mengungkapkan keputusankeputusan penting melalui berbagai media yang memungkinkan semua pihak yang berkepentingan dapat memperoleh informasi yang berkualitas, andal, tepat waktu, dan Board of Directors (Dewan Direksi, BoD) relevan.Contoh Pertanyaan Kuisioner: Isu A.1. Mengukur Kualitas Komunikasi antara BoD dan BoE No Pertanyaan Jenis 1. Terdapat skedul formal pertemuan BoD dan BoE secara berkala (minimal 1 kali per Dikotomi bulan). 2. Terdapat media komunikasi berbasis Internet untuk berbagi informasi antara BoD dan Dikotomi BoE. 3. Skedul formal pertemuan antara BoD dan BoE dilampiri agenda dan bahan rapat yang Diskrit memadai. 4. Media komunikasi berbasis Internet antara BoD dan BoE membahas banyak topik Diskrit penting yang dapat diselesaikan dengan baik. 5. Pertemuan formal antara BoD dan BoE menghasilkan keputusan tertulis yang disepakati Kontinyu bersama atas topik-topik yang telah diagendakan, dan ditindak-lanjuti segera. Vol. 1 No.1 Mei 2010
56
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
Selanjutnya, BoD dikatakan memenuhi prinsip Responsibility jika BoD bertanggung jawab atas aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pengelolaan perusahaan seandainya mengalami kesalahan ataupun kegagalan. Contoh Pertanyaan Kuisioner:
Prinsip Accountability and Responsibility , Prinsip ini menjadi prinsip kedua yang menjadi fokus penilaian. BoD dikatakan memenuhi prinsip Accountability jika BoD menjalankan amanah yang diterima dalam pengelolaan perusahaan dengan sebaik-baiknya.
2.
Isu A.2. Menilai Kualitas Penyelenggaraan Rapat BoD No 1.
Pertanyaan Jenis Terdapat skedul rapat rutin BoD (minimal 1 bulan sekali) yang telah dijadwalkan untuk Dikotomi 1 tahun. 2. Terdapat bahan pendukung rapat BoD yang diperoleh minimal 1 minggu sebelum rapat Dikotomi BoD. 3. Rapat BoD mengutamakan pembahasan terhadap topik-topik yang telah diagendakan. Diskrit 4. Rapat BoD menghasilkan keputusan-keputusan yang jelas. Diskrit 5. Notulen rapat rutin BoD menyajikan secara memadai topik-topik yang dibahas dan Kontinyu proses rapat yang merepresentasikan rapat sesungguhnya. 1. Prinsip Accountability & Responsibility, A. Board of Executives (Pejabat Eksekutif, BoE) Merupakan salah satu prinsip prioritas yang Di dalam sebuah perusahaan, fungsi utama BoE harus dilaksanakan BoE. Organ ini bertanggung pada dasarnya adalah menjalankan tugas sebaik jawab dan bertugas untuk menjalankan fungsimungkin dan mengamankan aset perusahaan. fungsi manajemen terhadap keseluruhan Dengan kata lain, partisipan BoE menjalankan aktivitas perusahaan dengan sebaik mungkin fungsi enforcement. Selain itu, BoE juga sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap menjalankan peran sebagai wakil dari perusahaan BoD dan pemangku kepentingan. Dalam dalam menentukan agenda kegiatan, sebagai menjalankan tugas tersebut BoE harus dapat fasilitator untuk anggota dewan dan pemegang mempertanggungjelaskan, dan saham (Anand, 2008). Sehingga, peratingan khusus mempertanggungjawabkan seluruh kegiatannya partisipan BoE akan difokuskan pada penilaian khususnya kepada BoD dan pemangku tingkat pemenuhan terhadap dua prinsip, yaitu kepentingan.Contoh Pertanyaan Kuisioner: Accountability &Responsibility dan Responsivenes. Isu B.1. Menilai Implementasi Manajemen Strategi oleh BoE Dalam Mendukung Terciptanya CG. No Pertanyaan Jenis 1. Terdapat mekanisme tertulis tentang perencanaan strategik (strategic planning). Dikotomi 2. Terdapat rapat khusus oleh BoE dalam rangka pengimplementasian manajemen Dikotomi strategik. 3. Topik tentang implementasi manajemen strategik merupakan bahasan utama dalam Diskrit rapat BoE. 4. Rencana strategik (strategic plan) yang dikembangkan telah sesuai dengan strategi, Diskrit tujuan, dan misi & visi perusahaan. 5. Dokumen tertulis tentang perencanaan strategik menggambarkan proses perencanaan Kontinyu yang melibatkan secara aktif semua anggota BoE. 2. Prinsip Responsiveness, Merupakan salah satu umpan-balik yang muncul dari internal maupun prinsip prioritas kedua yang harus dilaksanakan eksternal perusahaan. Dalam hal ini manajemen BoE. Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, memiliki akses yang mudah dan luas terhadap BoE harus tanggap dan bersikap antisipatif informasi internal dan eksternal perusahaan. terhadap permasalahan, permintaan maupun Contoh Pertanyaan Kuisioner: Isu B.2. Mengukur Kualitas Tanggapan BoE Terhadap Keputusan dan Ketetapan BoD No Pertanyaan 1.
Jenis
2.
Terdapat rapat BoE yang terjadwal untuk menindak-lanjuti terhadap ketetapan dan keputusan yang dibuat BoD. Terdapat persetujuan dari BoD atas rencana-rencana implementasi manajemen strategik yang disusun BoE.
3.
Keputusan BoD dibahas di rapat BoE secara intensif.
Diskrit
4.
Rapat BoE menghasilkan keputusan yang jelas sebagai bentuk tindak-lanjut atas keputusan yang ditetapkan BoD. Notulen rapat BoE yang membahas tindak-lanjut atas keputusan BoD mencerminkan kesesuaian antara keputusan dan tindak-lanjut yang ditetapkan.
Diskrit
5.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
57
Dikotomi Dikotomi
Kontinyu
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
prinsip yaitu Independency.
B. Board of Commissioners/Committee (Dewan Komisaris/Komite, BoC) Dewan Komisaris berfungsi sebagai penasehat yang memberikan saran, pendapat, dan masukan (advisory function) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan. Tugas utama BoC diantaranya menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan, dan rencana usaha; menilai sistem penetapan remunerasi para pejabat yang memegang posisi kunci; memantau dan mengatasi konflik kepentingan; dan memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan (Warsono, et al., 2009). Dalam hal ini, peratingan difokuskan pada penilaian tingkat pemenuhan atas dua
prinsip
Responsiveness
1. Prinsip Responsiveness, Merupakan salah satu prinsip prioritas yang seharusnya dipenuhi oleh BoC karena sesuai dengan perannya yaitu memberi masukan, komentar, maupun rekomendasi atau saran untuk pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, dalam menjalankan fungsinya, BoC harus menanggapi, (requests) maupun umpan-balik (feedback) pihak-pihak yang berkepentingan dan terhadap perubahanperubahandunia usaha yang berpengaruh signifikan terhadap perusahaan. Oleh karena itu, prinsip responsiveness menjadi prinsip prioritas pertama dalam penilaian. Contoh Pertanyaan Kuisioner:
Isu C.1. Menilai Ketanggapan DK Terhadap Permintaan BoE No Pertanyaan 1. Terdapat media berbasis teknologi informasi yang memudahkan DK mengajukan pertanyaan dan permasalahan yang dihadapi. 2. Terdapat mekanisme formal yang menjadikan DK mengetahui perkembangan secara berkelanjutan terhadap kegiatan BoE dalam menjalankan bisnis perusahaan. 3. DK menerima permasalahan dan tantangan yang dihadapi BoE secara tepat waktu. 4. DK mendiskusikan dan memberi jawaban atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi BoE dengan segera. 5. Jawaban tertulis atas permasalahan BoE disampaikan oleh DK secara memadai, dengan mempertimbangkan berbagai aspek. 2. Prinsip Independency, Dalam menjalankan fungsinya, BoC harus membebaskan diri dari kepentingan pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan, dan menjalankan fungsinya sesuai kompetensi yang
Jenis Dikotomi Dikotomi Diskrit Diskrit Kontinyu
memadai. Sebagai organ yang berfungsi sebagai pemberi saran dan nasehat, BoC harus independen baik secara penampilan (in appearance) maupun secara fakta (in fact).Contoh Pertanyaan Kuisioner:
Isu C.2. Menilai Kualitas Komposisi DK dan Hubungan Antar Anggota No Pertanyaan 1. Terdapat ketentuan tertulis bahwa setiap anggota Dewan Komisaris (DK) memiliki kompetensi yang sesuai dengan fungsi jabatan dan tugas yang diemban. 2. Terdapat pernyataan tertulis bahwa anggota DK dari institusi independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut. 3. Anggota DK dari institusi independen berpartisipasi aktif dalam memberikan gagasan, opini, maupun rekomendasi dalam rapat internal DK. 4. Kehadiran anggota DK dari institusi independensi diprioritaskan dalam penyelenggaraan rapat internal DK. 5. Notulen rapat internal DK mencerminkan bahwa pendapat dan rekomendasi anggota DK dari institusi independen dipertimbangkan secara serius dalam pengambilan keputusan.
Jenis Dikotomi Dikotomi Diskrit Diskrit Kontinyu
perusahaan, yaitu: Dewan Pengawas Syariah (DPS), auditor eksternal dan auditor internal. Ketiga organ tersebut dikolaborasikan dalam satu badan PS sebab jaminan pemenuhan prinsip syarah ditinjau dari semua sisi operasional perusahaan, baik dalam pencatatan keuangan, produk/jasa yang dihasilkan, maupun SDM yang dimiliki perusahaan. Dalam hal ini, peratingan difokuskan pada
C. Sharia Upholders Peranan Sharia Upholders atau penegak syariah (PS) dalam sebuah perusahaan menjadi sangat penting, sebab PS memiliki peran untuk mengevaluasi, memeriksa, menginvestigasi, dan memberikan keyakinan (assurance) terhadap penerapan GCG sesuai dengan hukum Islam. PS merupakan partisipan yang terdiri dari 3 organ
Vol. 1 No.1 Mei 2010
dan
58
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
menerapkan GCG. Dalam hal ini PS harus membebaskan diri dari kepentingan pribadi, pihak-pihak lain yang berpotensi memunculkan konflik kepentingan, dan menjalankan fungsinya berdasar kompetensi yang tinggi.Contoh Pertanyaan Kuisioner:
penilaian tingkat pemenuhan atas prinsip Independency dan Fairness; 1. Prinsip Independency, Merupakan salah satu prinsip prioritas yang harus dipenuhi baik oleh PS. Kegagalan dalam menjaga prinsip ini berakibat ketidakpercayaan organ-organ lain perusahaan terhadap kinerja PS dalam
Isu. D.1.Kedudukan Penegak Syariah (PS) dalam Perusahaan No Pertanyaan Terdapat struktur organisasi yang menempatkan PS sebagai unit yang terpisah 1 dari unit organisasi lain yang diaudit. Terdapat piagam yang menegaskan arti penting independensi PS bagi seluruh 2 anggota PS. Seluruh anggota PS memiliki kompetensi tinggi dan pengalaman yang cukup 3 dibidang akuntansi dan bisnis perusahaan. Unit PS terdiri dari beberapa bagian/ fungsi yang didukung oleh sumberdaya 4 manusia yang memadai. Struktur organisasi formal mencerminkan bahwa independensi PS terjaga dari 5 pengaruh organ-organ lain perusahaan 2. Prinsip Fairness, prinsip ini merupakan prioritas kedua yang harus dilakukan oleh PS dalam menjalankan fungsinya. PS harus memperlakukan pihak lain secara adil berdasar ketentuan-ketentuan yang berterima umum. Dalam hal ini, fungsi utama PS berupa assurance function, maka PS harus adil dalam
Dikotomi Dikotomi Diskrit Diskrit Kontinyu
menilai dan mengevaluasi setiap organ, termasuk dengan individu-individu yang bertindak sebagai auditor perusahaan. Pemenuhan prinsip fairness ini merupakan salah satu prinsip prioritas bagi organ auditor dalam penegakan GCG.Contoh Pertanyaan Kuisioner:
Isu D.2. Penetapan Obyek Audit oleh PS No Pertanyaan Terdapat kriteria tertulis dalam penetapan obyek audit dan penilaian oleh PS. 1 Terdapat skedul dan rencana audit internal oleh PS yang berlaku untuk 1 periode 2 (minimal 1 tahun). PS memaparkan rencana penilaian syariah melalui media informasi berbasis TI. 3 PS mempertimbangkan faktor frekuensi (pemerataan) dalam pemilihan obyek 4 penilaian dan audit. Kriteria tertulis pemilihan obyek penilaian dan audit mencerminkan keadilan 5 bagi pencapaian tujuan perusahaan.
Jenis Dikotomi Dikotomi Diskrit Diskrit Kontinyu
partisipan stakeholders.Dalam hal ini perusahaan harus membangun sistem komunikasi yang menjadikan pemangku kepentingan menyampaikan informasi sesuai dengan substansinya dan memungkinkan pihakpihak lain mudah mengakses informasi tersebut. Contoh informasi yang penting terkait dengan organ pemangku kepentingan antara lain berupa informasi tentang kepemilikan saham, informasi tentang besaran pinjaman beserta ketentuanketentuan yang mengikat, dan informasi tentang penyelenggaraan RUPS.Contoh Pertanyaan Kuisioner:
D. Stakeholders Partisipan stakeholders (pemangku kepentingan) yang dimaksud dalam model peratingan ini antara lain pemegang saham, kreditor, Pemerintah (Bank Indonesia, pelanggan, danmasyarakat serta lingkungan. Partisipanpartisipan tersebut memiliki peran utama dalam menjalankan fungsi monitoring. Oleh karena itu, peratingan pada partisipan stakeholders akan difokuskan pada penilaian tingkat pemenuhan atas prinsip Fairness dan Transparency. 1. Prinsip Transparency , Merupakan prinsip yang menjadi prioritas kedua yang dinilai oleh
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Jenis
59
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
Isu E.1. Publikasi Kepemilikan Saham No Pertanyaan Terdapat ketentuan tertulis bahwa perusahaan memperbarui informasi tentang 1 kepemilikan saham per individu/institusi secara periodik, minimal 1 bulan sekali. Terdapat media komunikasi berbasis teknologi yang menjadikan berbagai pihak 2 pemangku kepentingan dapat mengakses dengan mudah informasi tentang kepemilikan saham. Pemegang saham yang memiliki saham perusahaan lebih dari 1% memperbarui 3 kepemilikan sahamnya segera jika terjadi transaksi. Pemegang saham yang memiliki saham perusahaan lebih dari 5% menyatakan 4 tujuan kepemilikan saham perusahaan: untuk jangka pendek ataukah jangka panjang. Daftar pemegang saham yang disusun perusahaan memberi gambaran yang 5 representatif tentang kepemilikan saham. 2.
Jenis Dikotomi Dikotomi Diskrit Diskrit Kontinyu
hukum harus melindungi hak pemegang saham minoritas dari penggunaan aset yang tidak sesuai dan transaksi yang dilakukan. oleh pemegang saham yang mayoritas. Prinsip keadilan ini dapat diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan perusahaan yang melindungi kepentingan minoritas, membuat pedoman perilaku perusahaan (corporate conduct) dan/atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perbuatan buruk orang internal, self-dealing dan konflik kepentingan, menetapkan peran dan tanggung jawab direksi dan komite, termasuk di dalamnya sistem remunerasinya, menyajikan informasi secara wajar dan mengedepankan keadilan.Contoh Pertanyaan Kuisioner:
Prinsip Fairness , Merupakan prinsip pertama yang harus menjadi penilaian pemenuhan CG oleh manajemen perusahaan. Penekanan prinsip Fairness terdapat pada pengakuan terhadap hak stakeholders untuk ikut serta dalam berbagai pengambilan keputusan penting yang dibuat perusahaan, seperti pemilihan direksi dan persetujuan atas proses merger ataupun akuisisi. Stakeholders juga berhak untuk turut serta dalam prosedur pemungutan suara pemilihan direksi, penggunaan perwakilan dalam proses voting, dan kesempatan untuk memberikan gagasangagasan dalam rapat pemegang saham dan bahkan untuk mengadakan RUPS Luar biasa. Prinsip kedua ini mengandung makna bahwa
Isu E.2 Perlakuan terhadap Pemegang Saham Minoritas No Pertanyaan Jenis Terdapat Piagam Kesetaraan yang mengharuskan pemegang saham mayoritas 1 memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas. Dikotomi Terdapat mekanisme formal yang menjadikan pemegang saham minoritas memiliki 2 kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan RUPS. Dikotomi RUPS memberi kesempatan pemegang saham minoritas menyampaikan gagasan 3 secara terbuka. Diskrit RUPS mempertimbangkan usulan, masukan, dan keluhan pemegang saham 4 Diskrit minoritas. Piagam Kesetaraan mencerminkan pemberian kesempatan yang sama antara 5 pemegang saham mayoritas dan minoritas. Kontinyu 1. Pertanyaan dikotomi; merupakan pertanyaan dengan dua pilihan jawaban tertutup, Ya atau 4.3 A Tidak. lat Ukur Peratingan 2. Pertanyaan diskrit; merupakan pertanyaan Rerangka peratingan yang terdapat pada Syariah dengan jawaban berupa GCG Model CGCG UGMmengukur kualitas GCG pemeringkatan/ranking dari Sangat Baik perusahaan/perbankan syariah yang menggunakan sampai Sangat Buruk. kuesioner berisi sekumpulan pertanyaan untuk 3. Pertanyaan kontinyu; merupakan pertanyaan menilai masing-masing partisipan dalam penerapan dengan jawaban yang diperoleh melalui GCG. Untuk menghasilkan alat penilaian yang wawancara, diskusi, observasi lapangan yang relevan dan andal, GCG RatingModel UGM dapat dilakukan melalui analisis konten dan memiliki beberapa jenis pertanyaan sebagai berikut: metoda-metoda lain yang relevan untuk pengumpulan data.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
60
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
c. Pertanyaan kontinyu; merupakan pertanyaan dengan jawaban yang diperoleh melalui wawancara, diskusi, observasi lapangan yang dapat dilakukan melalui analisis konten dan metoda-metoda lain yang relevan untuk pengumpulan data. Selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut diklasifikasi berdasarkan arti penting pertanyaan tersebut dalam pencapaian GCG antara lain: a. Pertanyaan yang seharusnya terpenuhi (necessary questions);merupakan pertanyaan utama yang harus ditanyakan untuk menilai kualitas penilaian GCG di perusahaan. Pertanyaan necessary memiliki arti yang lebih penting dari pertanyaan sufficient. Pertanyaan ini memiliki nilai 2. b. Pertanyaan yang sebaiknya terpenuhi (sufficient questions);merupakan pertanyaan pendukung yang perlu ditanyakan untuk menegaskan kualitas hasil penilaianGCG agar lebih komprehensif. Pertanyaan ini memiliki nilai 1.
Selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut diklasifikasi berdasarkan arti penting pertanyaan tersebut dalam pencapaian GCG antara lain: a. Pertanyaan yang seharusnya terpenuhi (necessary questions);merupakan pertanyaan utama yang harus ditanyakan untuk menilai kualitas penilaian GCG di perusahaan. Pertanyaan necessary memiliki arti yang lebih penting dari pertanyaan sufficient. Pertanyaan ini memiliki nilai 2. b. Pertanyaan yang sebaiknya terpenuhi (sufficient questions);merupakan pertanyaan pendukung yang perlu ditanyakan untuk menegaskan kualitas hasil penilaian GCG agar lebih komprehensif. Pertanyaan ini memiliki nilai 1. Rerangka peratingan yang terdapat pada Syariah GCG Model CGCG UGMmengukur kualitas GCG perusahaan/perbankan syariah yang menggunakan kuesioner berisi sekumpulan pertanyaan untuk menilai masing-masing partisipan dalam penerapan GCG. Untuk menghasilkan alat penilaian yang relevan dan andal, GCG RatingModel UGM memiliki beberapa jenis pertanyaan sebagai berikut: a. Pertanyaan dikotomi; merupakan pertanyaan dengan dua pilihan jawaban tertutup, Ya atau Tidak. b. Pertanyaan diskrit; merupakan pertanyaan dengan jawaban berupa pemeringkatan/ranking dari Sangat Baik sampai Sangat Buruk.
Penetapan Skor Alat Ukur Desain model peratingan ini menggunakan alat ukur yang dihitung oleh pihak ketiga (third-party assessment). Total skor maksimal sebesar 1000(seribu) poin. Penetapan skor berdasar pada beberapa ketentuan berikut ini: a. Ketentuan I: Keberadaan alat ukur dalam matriks pengukuran Tabel 2 Matriks Pengukuran Syariah GCG Model CGCG UGM
BoD BoE BoC Sharia Upholders Stakeholders
T
AR
R
I
F
7 Isu (70 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 6 Isu (70 poin)
6 Isu (70 poin) 7 Isu (70 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin)
2 Isu (20 poin) 6 Isu (70 poin) 7 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin)
2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 6 Isu (70 poin) 7 Isu (70 poin) 2 Isu (20 poin)
2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 2 Isu (20 poin) 6 Isu (70 poin) 7 Isu (70 poin)
(pertanyaan dikotomi dan diskrit) dan 28 poin (pertanyaan kontinyu). Sehingga skor maksimal untuk keseluruhan sel utama adalah 700 poin. Sedangkan, masing-masing sel penunjang menghasilkan skor maksimal 20 poin dengan pembagian 12 poin (pertanyaan dikotomi dan diskrit) dan 8 poin (pertanyaan kontinyu). Sehingga skor maksimal untuk keseluruhan sel penunjang adalah 300 poin.
Kotak yang terdapat pada peraga model peratingan disebut sebagai sel. Fokus utama pengukuran pemenuhan Syariah GCG setiap partisipan ditunjukkan oleh sel (utama) yang memiliki skor lebih tinggi dibanding sel-sel yang tidak menjadi fokus penilaian (sel penunjang) (Peraga 2). Berdasarkan matriks 5x5 yang dibangun seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka terdapat 10 sel utama dan 15 sel penunjang. Masing-masing sel utama menghasilkan skor maksimal 70 poin dengan pembagian 42 poin Vol. 1 No.1 Mei 2010
61
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
Prioritas ini hanya berlaku pada pertanyaan dikotomi dan diskrit, sehingga nilai akhir jawaban pertanyaan dikotomi dan diskrit ditentukan oleh jawaban, arti penting pertanyaan (necessary/sufficient), dan tingkat kualitas alat ukur. Nilai akhir jawaban pertanyaan kontinyu hanya ditentukan oleh jawaban dan arti penting pertanyaan (necessary/sufficient). Guna memudahkan perhitungan nilai jawaban dari masing-masing pertanyaan, makamasingmasing pertanyaan juga dikategorikan berdasarkan indeks. Indeks I berarti bahwa pertanyaan merupakan prioritas 1 dan bersifat necessary. Indeks II berarti pertanyaan merupakan prioritas 1 dan bersifat sufficient. Indeks III berarti pertanyaan merupakan prioritas II dan bersifat necessary, dst. Selain itu, dalam rangka menjaga relevansi alat ukur kualitas GCG, maka pertanyaan yang memiliki indeks I, indeks II dan indeks III dibatasi. Dengan asumsi pertanyaan dikotomi memiliki jawaban “Ya” (nilai = 1), pertanyaan diskrit memiliki jawaban “Sangat Baik” (nilai = 1) dan pertanyaan kontinyu memiliki jawaban yang sangat baik (nilai = 100), maka penetapan skor berdasarkan kriteria tingkat kualitas dan arti penting adalah sebagai berikut:
b. Ketentuan II: Jenis alat ukur, Penetapan skor untuk masing-masing jenis pertanyaan dengan ketentuan dasar sebagai berikut : 1. Pertanyaan dikotomi (Ya/Tdk), ertanyaan dikotomi dengan jawaban “Ya” memiliki skor 1 dan pertanyaan dikotomi dengan jawaban “Tidak” memiliki skor 0. 2. Pertanyaan diskrit (Sangat buruk sampai Sangat baik) Skor jawaban pertanyaan diskrit adalah (0), (0.2), (0.4), (0.6), (0.8),dan (1). Pertanyaan diskrit dengan jawaban “Sangat Baik” memiliki skor 1, sedangkan pertanyaan diskrit dengan jawaban “Sangat Buruk” memiliki skor 0. 3. Pertanyaan kontinyu, Skor yang digunakan untuk menilai jawaban pertanyaan kontinyu ditentukan dengan jarak (range) nilai antara 0 hingga 100. c.
Ketentuan III: Tingkat Kualitas Alat Ukur Setiap pertanyaan dalam kuesioner memiliki pembobotan berdasarkan kualitas pertanyaan sebagai berikut : a. Pertanyaan Prioritas 1: 2 (dua) b. Pertanyaan Prioritas 2: 1.5 (satu setengah) c. Pertanyaan Prioritas 3: 1.25 (satu seperempat) d. Prioritas 4: 0.75 (tiga perempat)
No. Indeks
KualitasPertanyaan dan Skor
I
Prioritas 1 (2) Prioritas 1 (2) Prioritas 2 (1,5)
II III
Tabel 3 Skor Pertanyaan Diskrit dan Dikotomi Arti Penting Pertanyaan Skor Pertanyaan Diskrit & dan Skor Dikotomi dengan Jawaban YA/SANGAT BAIK Necessary (2) 2x2=4 Sufficient (1)
2x1=2
Necessary (2)
1,5 x 2 = 3
Tabel 4 Skor Pertanyaan Kontinyu Arti Penting Pertanyaan dan Skor
I
Necessary (2)
2 x 100 = 200
II
Sufficient (1)
1 x 100 = 100
Pengukuran per sel (yaitu jumlah, jenis, dan kualitas pertanyaan) dapat berbeda-beda untuk masing-masing sel. Namun demikian, skor akhir setiap sel harus dikonversi menjadi 20 untuk sel-sel penunjang, dan menjadi 70 untuk sel-sel utama. Skor maksimal yang mungkin dihasilkan dalam suatu sel dikonversi menjadi 20 (sel penunjang) atau 70 (sel utama)..
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Skor Pertanyaan Kontinyu dengan Jawaban SANGAT BAIK
No. Indeks
d. Ketentuan IV: Tingkat Kualitas Alat Ukur, Berdasar akumulasi skor dari semua sel yang terdapat di matriks pengukuran maka hasil pengukuran GCG dapat dikelompokkan menjadi lima status. Dengan asumsi menggunakan peratingan oleh pihak ketiga (Third-Party Assessment), ketentuan tentang penetapan status peratingan adalah sebagai berikut:
62
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
1. 2. 3. 4. 5.
Very Good (Sangat Baik), jika total skor minimal 950 dari total maksimal 1000. Good (Baik), jika total skor adalah antara 850 sampai dengan 949 dari total maksimal 1000. Fair (Cukup), jika total skor adalah antara 750 sampai dengan 849 dari total maksimal 1000. Bad (Buruk), jika total skor adalah antara 650 sampai dengan 749 dari total maksimal 1000. Very Bad (Sangat buruk), jika total skor kurang dari 650 dari total maksimal 1000.
b.
c. Status final untuk aplikasi peratingan sendiri dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 6. Look Very Good (Nampak Bagus Sekali); jika total skor yang dicapai minimal 570 poin. 7. Look Good (Nampak Bagus); jika total skor yang dicapai 510 sampai dengan 569 poin. 8. Look Fair (Nampak Cukup); jika total skor yang dicapai 450 sampai dengan 509 poin. 9. Look Bad (Nampak Buruk); jika total skor yang dicapai 390 sampai dengan 449 poin. 10. Look Very Bad (Nampak Buruk Sekali); jika total skor yang dicapai kurang dari 390 poin.
d.
Skor di belakang koma, misalnya 949,95 tidak diperhitungkan. Dengan demikian, perusahaan yang memperoleh skor 949,95 dikategorikan sebagai Good (Baik) dalam penerapan Syariah GCG menurut CGCG UGM.
e.
Keunggulan dan Keterbatasan CGCG UGM’S Syariah Banking GCG Rating Model Tuntutan persaingan bisnis, semakin kompleksnya organisasi, dan semakin terbukanya pasar modal secara internasional memicu perusahaan untuk mengkonvergensikan sistem GCG. Konvergensi GCG diharapkan dapat mengeliminasi kekurangan masing-masing sistem governance yang ada. Penggabungan fungsi manajerial dan pengawasan dalam one-tier model dinilai tidak efektif dan dapat memicu konflik kepentingan, sedangkan pemisahan fungsi manajerial dan pengawasan dalam two-tier model dapat menimbulkan kesenjangan antara Board of Directors (BoD) dan Board of Commissioners (BoC) yang dapat memicu asimetri informasi dan pengambilan keputusan yang tidak efisien.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Model peratingan Syariah GCG ini menawarkan model peratingan yang dapat digunakan secara universal sehingga diharapkan dapat berlaku di berbagai entitas syariah yang berbeda-beda. Model ini memiliki fokus penilaian pada prinsip-prinsip utama dengan 7 dan 6 isu yang harus dijalankan oleh masing-masing partisipan, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip lain (2 isu) untuk menghasilkan pengukuran yang lebih komprehensif dan andal. Model peratingan GCG yang sudah ada disusun sebagai alat penilaian sendiri (self assessment). Hasil penilaian tersebut kurang obyektif dan hanya andal digunakan untuk evaluasi internal perusahaan, sehingga penilaian menggunakan pihak ketiga menjadi satu hal yang penting untuk dilakukan guna menjamin objektivitas hasil peratingan. Selain itu, model yang diajukan ini mendasarkan pada prinsip syariah yang sudah ada dan kemudian dikembangkan melalui model CGCG’s UGM Rating Model sebelumnya.
Oleh karena itu, Model Syariah GCG ini memiliki keunggulan antara lain sebagai berikut: a. Sebagai fasilitator konvergensi antara onetier model dan two-tier model dengan mencakup lima partisipan corporate governance yaitu Dewan Direksi, Pejabat Eksekutif, Dewan Komisaris/Komite, Auditor, dan Pemangku Kepentingan.Model peratingan ini juga menilai hal-hal penting yang terkait dengan peran Dewan Syariah Nasional, Vol. 1 No.1 Mei 2010
Majelis Ulama Indonesia, dan Dewan Pengawas Syariah dalam praktik syariah di masing-masing perusahaan. Saat ini belum terdapat model peratingan GCG berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. Model ini dikembangkan berdasarkan model peratingan CGCG UGM yang mendasarkan pengukuran pada seluruh partisipan-partisipan dan prinsip-prinsip Syariah GCG yang berterima umum. Model peratingan ini memasukkandan menilai kinerja kelima partisipan Syariah GCG yang juga mencakup Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, dan Dewan Pengawas Syariah. Model ini dapat digunakan baik sebagai alat penilaian sendiri (self assessment) maupun penilaian oleh pihak ketiga (thirdparty assessment). Namun demikian, hasil penilaian oleh pihak ketiga akan lebih obyektif, andal, serta dapat dipertanggungjawabkan karena didukung oleh bukti-bukti tertulis yang menjadi dasar jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner Dalam tataran aplikasi, penghitungan skor memanfaatkan sistem teknologi informasi yaitu melakukan pengembangan software yang ditujukan untuk memudahkan penghitungan peratingan.
Rekomendasi Model pengukuran Syariah GCG CGCG UGM yang dibahas di sini lebih memfokuskan pada pengukuran GCG untuk perusahaan-perusahaan 63
Diyah Putriani, Fitri Amalia, Sony Warsono - Penegakan Good Corporate Governance Melalui Peratingan Corporate Governance di Perbankan Syariah : CGCG UGM’s Syariah Rating Model
offering Islamic financial services issues and options”. World Bank Policy Research Working Paper 4052. November 2006. http://econ.worldbank.org. Kuran, Timur. 1995. “Islamic economics and the Islamic subeconomy”. The Journal of Economic Perspectives. Vol. 9, No. 4 (Autumn, 1995), pp. 155-173. Mohammed, Noor. 1988. “Principles of Islamic contract law”. Journal of Law and Religion. Vol. 6, No. 1 (1988), pp. 115130. Pervez, Imtiaz. A. 1990. “Islamic finance”. Arab Law Quarterly. Vol. 5, No. 4 (Nov., 1990), pp. 259-281. Roy, Delwin. 1991. “Islamic banking”. Middle Eastern Studies. Vol. 27, No. 3 (Jul., 1991), pp. 427-456. Rice, Gillian. 1999. “Islamic ethics and the implications for business”. Journal of Business Ethics. Vol. 18, No. 4 (Feb., 1999), pp. 345-358. Wilson, Rodney. 1987. “Islamic banking in Jordan”. Arab Law Quarterly. Vol. 2, No. 3 (Aug., 1987), pp. 207-229. Situs Internet: Bank Indonesia. http://www.bi.go.id
syariah yang terdaftar di pasar modal (perusahaan publik) di Indonesia. Oleh karena itu, organisasi selain perusahaan publik yang berharap untuk mengukur GCG dengan menggunakan model peratingan Syariah GCG CGCG UGM ini, maka model pengukuran Syariah GCG CGCG UGM ini perlu pengembangan dan penyesuaian selanjutnya, tanpa harus mengubah rerangka dasar. Selain itu, sebagai sebuah sistem, pengembangan GCG seharusnya mendasarkan pada tiga pilar utama, yaitu pilar pengetahuan yang mapan, pilar prinsip-prinsip dasar, dan pilar rancang-bangun. Namun demikian, model pengukuran GCG UGM masih lebih memfokuskan pada pilar prinsip-prinsip dasar dan dalam beberapa hal pada pilar rancan-bangun. Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan keterbatasan model tersebut di atas, maka model peratingan Syariah GCG CGCG UGM harus dikembangkan lebih optimal agar dapat mengukur Syariah GCG perusahaan syariah secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Buku: Anand,
S. 2008. Essential of Corporate Governance. New Jersey: Willey&Sons. Askari, Hossein., Iqbal, Zamir dan Mirakhor, Abbas. 2010. Globalization and Islamic Finance. Singapura: John Willey & Sons. Brountas, P. 2004. Board of Excelence: A Commonsense Perspective on Corporate Governance. San Fransisco: Jossey-Bass. Khir, Kamal., Gupta, Lokesh., Shanmugam, Bala. 2008. Islamic Banking: A Practical Perspective. Malaysia: Pearson Longman. Leblanc, Richard dan Gillies, James. 2005. Inside the Baordroom: What Boards Really Work and the Coming Revolution in Corporate Governance. John Wiley Smith, B.C. 2007. Good Governance and Development. New York: Palgrave Macmillan Warsono, Sony., Amalia, Fitri., Rahajeng, Dian Kartika. 2010. CGCG UGM’s Corporate Governance Rating Model. Yogyakarta: CGCG UGM Warsono, Sony., Amalia, Fitri., Rahajeng, Dian Kartika. 2009. Corporate Governance Concept and Model. Yogyakarta: CGCG UGM Rahman, Yahia Abdul. 2010. The Art f Islamic Banking: Tools and Techniques for Community-based banking Jurnal: Aggarwal, Rajesh. K dan Yousef, Tarik. 2000. “Islamic banks and investment financing”. Journal of Money, Credit and Banking. Vol. 32, No. 1 (Feb., 2000), pp. 93-120 Grais, Wafik dan Pellegrini, Matteo. 2006. “Corporate governance in institutions Vol. 1 No.1 Mei 2010
64
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM PERBANKAN SYARIAH MELALUI CORPORATE UNIVERSITY Farizal Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Depok Jln. Ratu Dibalau No. 134 Tanjung Senang, Bandar Lampung
[email protected] Human Resources (HR), bothinqualityandquantityaspectsareimportant determinatnt factor to the performance, productivityandsuccess ofan institution or company. ForIslamic bankingas aninstitution-based business valuesandislamic principle, qualificationsandquality ofhuman resourcesrequired theintegrationof knowledge, attitudeandskill/practice (KAP) witha moralcommitmentandpersonalintegrity. Inorder tofulfilltheHR needsof Islamic banking, currently there havebeen a lot ofcolleges/universitiesthathaveopenedIslamiceconomics programs. But we realizethat theactionis stillinadequate andless optimum, especiallyinthe short term. This isdue toIslamic bankingindustrygrowth ratethat is higher than that of its human resources Corporate University is a concept that many large companies apply to meet the needs for improving quality of human resources. Thisapproach is considered applicable to Islamic banking industry. As the title suggests, the concept of corporate university is actually referring to the development of a "university" in the entity of a company - the place where the employees undergo training and education process that is integrated and systematic as needed.
BAB 1 - PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan merupakan aset yang paling berharga. Optimalisasi hasil pencapaian perusahaan akan sangat didukung oleh peningkatan peran direksi dan manajer yang terlibat dalam pengelolaan SDM dan para staf yang mampu bekerja dengan sebaikbaiknya. Perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat menuntut pengelolaan SDM secara terpadu antara pemahaman sistem dan manusia yang ditunjang oleh keahlian, ketrampilan, kepemimpinan dan kerjasama kedua belah pihak. Para pemimpin perusahaan kini lebih serius dalam memperhatikan SDM dalam menentukan pola penentuan strategi dan kebijakan secara terpadu. Pengelolaan peningkatan kapasitas SDM seperti yang tersebut di atas menjadi sangat penting terlebih bagi industri perbankan karena memegang peran utama dalam pelaksanaan kegiatan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan.
Industri perbankan syariah tanah air yang pada tahun 2010 ini memasuki tahun ke-18 sejak berdirinya Bank Muamalat, saat ini telah memiliki 10 bank umum syariah, 33 Bank konvensional yang membuka unit usaha syariah dengan asset keseluruhan berjumlah 83.454 miliar rupiah dan total pembiayaan berjumlah 60.970 miliar rupiah. Jumlah tersebut belum ditambah dari asset dan pembiayaan yang dilakukan BPRS yang berjumlah 179 bank. Bagi para praktisi perbankan syariah, perkembangan tersebut ternyata masih belum menggembirakan. Karena meskipun jumlah rata-rata pertumbuhan perbankan syariah lima tahun terakhir berkisar 34 persen, namun nilai asetnya masih relatif kecil jika dibandingkan dengan perbankan konvensional. Saat ini marketshare perbankan syariah per juni 2010 baru berkisar di angka 2.78 persen.
Tabel 1.1 Kondisi SDM di LKS di Indonesia Sumber daya Manusia
Kondisi
Keterangan
1. 18% SMU 2. 21% D3 3. 59% S1 4. 2% S2
Dominasi lulusan sarjana dalam lembaga keuangan syariah Indonesia
Karakteristik Keilmuan Karyawan
1. 10% Ilmu Syariah 2. 90% Ilmu Konvensional
Belum ada lulusan lembaga pendidikan ekonomi Islam
Sumber Karyawan Perbankan Syariah
1. 20% Fresh Graduate PT 2. 70% Bank Konvensional 3. 5% Bank Syariah Lain 4. 5% Sumber lain
Kecenderungan konvensional yang kuat dalam perkembangan perbankan syariah
Latar Belakang Pendidikan Karyawan
(Sumber : Kajian Kondisi dan Kebutuhan SDM pada Perbankan Syariah di Indonesia, FE UI 2003, (hingga saat ini belum ada penelitian yang lebih kontemporer untuk mengetahui kondisi SDM dalam Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia)
Vol. 1 No.1 Mei 2010
65
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
Salah satu faktor penghambat perkembangan industri perbankan syariah di tanah air adalah kurangnya ketersediaan SDM yang handal dan memahami serta mengerti operasional perbankan syariah. Hal ini memang telah menjadi polemik yang tengah dihadapi lembaga keuangan syariah. Tidak hanya sekedar persoalan kuantitas saja, melainkan secara kualitas juga menjadi sebuah persoalan yang perlu dibenahi. Kebutuhan kuantitas SDM tersebut sangat penting, seiring dengan peningkatan pertumbuhan jumlah kantor perbankan syariah yang rata-rata peningkatannya dalam 5 tahun terakhir sebesar 23,2% (tabel 2). Namun, yang menjadi kekhawatiran adalah di saat meningkatnya industri perbankan syariah, justru faktor SDM-nya yang akan merosot. Perbankan syariah berlomba-lomba membuka jaringan secara besar-besaran namun tidak diiringi dengan persiapan SDM yang berkualitas telebih dahulu. Kekhawatiran ini sangat wajar sekali muncul, apabila langkah manajemen perbankan syariah yang dengan serba instan membuka jaringan secara tergesagesa, merekrut dan mendidik SDM-nya secara kurang cermat dan sabar, serta tidak berorientasi pada kualitas dan kompetensi, maka dengan segala konsekuensi harus dihadapi di kemudian apabila perbankan syariah menemui berbagai masalah, seperti manipulasi informasi, hadiah dalam rangka pencairan pembiayaan, merubah akad secara sepihak, dan bahkan memberikan pelayanan yang rendah mutunya. Tahun
Jumlah Pegawai
Growth Pegawai
Jumlah Kantor
Growth Kantor
2005
4959
22%
415
17%
2006
5710
15%
531
28%
2007
6577
15%
594
12%
2008
9171
39%
822
38%
2009
12.644
37%
998
21%
Tabel 1.2 Penyerapan tenaga kerja di industri 11 perbankan syariah
Hal ini mengakibatkan bahwa masih banyak SDM bank syariah yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam menjalankan operasional bank syariah. Tidak jarang ditemui pegawai bank syariah yang kurang mampu memberikan penjelasan yang benar dan akurat. Sehingga menimbulkan keraguan bagi calon nasabah untuk menggunakan produk dan layanan bank syariah. Bahkan penjelasan yang sembrono memunculkan persepsi keliru tentang bank syariah, sehingga akan memengaruhi pencitraan bank syariah. Salah satu sebabnya bisa terlihat pada investasi di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai perbankan syariah. Jika di hitung secara proporsional, dalam setahun bank syariah mengeluarkan biaya training untuk satu orang pegawai hanya sekitar Rp 11
Tahun
Jumlah Pegawai
Biaya Training Pegawai
Biaya Promosi
2005
4959
20 miliar
67 miliar
2006
5710
19 miliar
90 miliar
2007
6577
19 miliar
135 miliar
2008
9171
32 miliar
180 miliar
12.644
45 miliar
154 miliar
2009
Tabel 3 Perbandingan biaya promosi dengan biaya 12 investasi pegawai bank syariah
Corporate University, yang dewasa ini banyak diterapkan perusahaan besar dunia dalam meningkatkan kualitas SDM-nya merupakan metode tepat apabila diterapkan pada industri perbankan syariah. Seperti namanya, konsep corporate university ini sebenarnya merujuk pada pengembangan suatu ‘universitas’ di dalam entitas suatu perusahaan – tempat dimana para karyawan menjalani proses pendidikan dan pelatihan yang terpadu dan sistematis sesuai kebutuhan. Paper ini akan mencoba memaparkan bagaimana format corporate university dalam meningkatkan kualitas SDM perbankan syariah. Tujuan penulisan paper ini adalah untuk: 1. Mengetahui kualifikasi dan kompetensi SDM yang dibutuhkan pada industri perbankan syariah 2. Mencari metode yang tepat untuk mengembangkan kualitas dan kompetensi SDM yang dibutuhkan industri perbankan syariah 3. Mencari desain yang cocok untuk mengembangkan corporate university pada industri perbankan syariah dalam rangka peningkatan kompetensi SDM perbankan syariah
BAB 2 – TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola 12
Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2010
Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2010
Vol. 1 No.1 Mei 2010
3.500.000,-. Sangat jauh jika dibandingkan dengan investasi di bidang promosi. Ini menunjukkan bahwa bank syariah masih belum serius dalam meningkatkan kualitas SDM-nya. Bank Indonesia telah merumuskan strategi besar Pengembangan Pasar Perbankan Syariah. Salah satu strateginya adalah program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah. Strategi besar ini perlu didukung oleh penyiapan SDM yang memenuhi kualifikasi industri perbankan syariah.
66
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan.13 Ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal disebut Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) MSDM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam suatu perusahaan. Tujuannya adalah memberikan kepada perusahaan satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat. Menurut A.F. Stoner MSDM adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat perusahaan memerlukannya. Teori SDM tentang human capital merupakan teori ekonomi masa kini yang datang dari kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan keterampilan seorang individu merupakan suatu bentuk modal perusahaan. Dengan demikian, pendidikan mempunyai nilai ekonomis yang pada akhirnya patut diperhitungkan oleh perusahaan. Hipotesis di dalam teori ini menyatakan bahwa pendidikan membantu SDM untuk mendapatkan kualitas yang prospektif, tetapi tentu saja produktifitas SDM juga ditentukan oleh kemampuan dan faktor-faktor lainnya.14 Sejalan dengan teori tersebut, Green (1994) menyatakan bahwa pendidikan tinggi mempunyai misi utama dalam menyediakan kebutuhan tenaga kerja terlatih untuk perekonomian nasional dan pembangunan sosial, salah satunya terkait dengan penyediaan lulusan untuk memenuhi kebutuhan SDM pada perusahaan bisnis, industri dan sektor jasa pelayanan.15 Sementara itu, menurut Sullivan dan Sheffrin (2003), istilah human capital mengacu kepada modal yang berupa kompetensi, pengetahuan dan atributatribut pribadi lainnya yang menyatu di dalam kemampuan SDM dalam bekerja sehingga dapat menghasilkan nilai ekonomis. Atribut-atribut tersebut diperoleh berdasarkan pendidikan dan pengalaman. Dengan demikian, maka pendidikan formal bukanlah satu-satunya cara untuk menghasilkan human capital yang dapat menjadi aset penting bagi perusahaan dan di sinilah MSDM memainkan peran penting.16 13 Lleras, Investing in Human Capital: A Capital Markets Approach to Student Funding, 2004 14 ibid 15 Green, What is Quality in Higher Education? Concepts, Policy and Practice, 1994 16 Sullivan, Arthur and Steven M. Sheffrin, Economics: Principles in Action.2003
Vol. 1 No.1 Mei 2010
67
Menurut Gamal untuk mencapai penanganan SDM sebagai human capital dapat dinilai dari komponen-komponen perencanaan dan pengelolaan sumber daya insani, peningkatan sumber daya insani, pendidikan dan pelatihan, kinerja sumber daya insani dan pengakuan, serta kepuasan sumber daya insani.17 Werther dan Davis mengatakan bahwa tujuan MSDM adalah untuk membangun kontribusi produktif atas orang-orang kepada organisasi pada jalur etika dan tanggung jawab sosial. Menurut mereka, dari sisi perusahaan, tugas MSDM adalah melayani kebutuhan perusahaan dalam kaitan dengan perencanaan SDM, hubungan antar karyawan, proses seleksi, pendidikan dan pengembangan, evaluasi, penempatan dan penilaian. Sementara itu, dari sisi masing-masing pribadi SDM, MSDM bertugas untuk membantu para karyawan di dalam mencapai target masing-masing, setidaknya kontribusi individu terhadap perusahaan. Apabila keinginan pribadi tersebut tersalurkan maka SDM akan tetap bertahan dan termotivasi untuk bekerja pada perusahaan tersebut. 18 Masih menurut Wether dan Davis kebutuhan perusahaan akan human capital baru dapat terpenuhi dengan baik apabila kemampuan SDM telah dapat dikombinasikan dengan orientasi terhadap perusahaan dan pelatihan yang memadai. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dan pelatihan SDM untuk memenuhi tanggung jawab terhadap tugasnya (job responsibility).19 2.2 Kompetensi Berkaitan dengan istilah kompetensi, Haygroup menyatakan: Competencies constitute behaviours, skills/knowledge required to perform a job. Competencies exist in a degree of proficiency that differentiates level of performance. They describe what makes people highly effective in a given role and vice versa.20Dari definisi tersebut, kompetensi dibangun di atas pilar yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill/practice). Knowledge atau pengetahuan merupakan informasi yang harus dimiliki oleh seseorang (SDM) agar secara efektif mencapai kinerja yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan. Thomas Davenport mendefinisikan knowledge sebagai “information combined with experience, context, interpretation, and reflection.”21 Terkait dengan manajemen, knowledge management dapat didefinisikan sebagai suatu metode untuk menyederhanakan dan memperbaiki proses saling tukar, distribusi, kreativitas, menangkap dan memahami pengetahuan dalam perusahaan. Skill and abilities (keterampilan dan kemampuan) merupakan level keahlian yang menggambarkan kinerja dalam lapangan tertentu. Motivation (motivasi) merupakan 17
Merza Gamal, Kabar Indonesia, 27 Okt. 2007 Werther, William B., Jr. dan Davis. 1993. Human Resources and Personnel Management. hal 10 19 Ibid, hal 307 20 Competency Dictionary, Managing Performance Through Competency, HayGroup 20 Sept. 2003 21 The Executive’s Role, Knowledge Management, 2004 18
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
karakteristik yang mendorong pekerja menjalankan pekerjaannya sebaik-baiknya.22
untuk
Gambar 1. Model ‘The Iceberg’ dari Managerial 23 Competency
Sedangkan standar kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan tugas pekerjaan yang dipersyaratkan. Hal tersebut meliputi: • Harus menjelasakan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh karyawan • Harus mengemukakan seberapa baik karyawan diharapkan dapat melaksanakan pekerjaannya • Harus mengemukakan cara, bagaimana mengetahui seorang karyawan telah berada pada tingkat pelaksanaan yang diharapkan Untuk melihat komponen-komponen terhadap masing-masing ranah tersebut terdapat beberapa modal yang dapat digunakan. Dalam taxonomy of learning, teaching and assessing diuraikan bahwa dimensi pengetahuan mencakup: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif.Sedangkan dari sisi proses kognitif, kegiatan belajar mencakup: mengingat (remember), mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisa (analyze), mengevaluasi (evaluation) dan menciptakan (create). Proses penyesuaian ketiga hal tersebut dapat dilakukan melalui program-program pendidikan baik formal maupun non formal. Dalam melakukan program pengembangan SDM melalui pendidikan non formal perlu diperhatikan pekerjaan-pekerjaan apa yang harus dilakukan oleh SDM dalam perusahaan. Hal ini dapat dilakukan melalui analisis terhadap anatomi perusahaan serta strategi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.24Sedangkan untuk strategi perusahaan digunakan pendekatan Balanced Scorecard.
22
Briefcase-Book, Hiring great people, Competency-Based job description 23 HayGroup, Using Competency to identify High Performers: an overview of the Basics 24 Hermawan Kertajaya, The Sustainable Marketing Enterprises, MarkPlus Jakarta
Vol. 1 No.1 Mei 2010
68
2.3 CorporateUniversity 2.3.1 Pengertian Corporate University Istilah Corporate University sendiri mulai dipergunakan akhir 80-an sebagai peningkatan dari departemen training. Kemunculannya dimaksudkan untuk menyelaraskan upaya training perusahaan dengan visi dan strategi organisasi. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah istilah Human Resources telah menjadi kata-kata populer di lingkungan perusahaan, seperti learning organization, knowledge management, core competencies, succession planning, value added, dan investing in employee. Corporate University mampu menyajikan semuanya hal tersebut bagi perusahaan. Corporate University adalah alat untuk merapihkan dan mensistematis-kan upaya pendidikan perusahaan dalam sebuah unit yang kohesif.25 Beberapa pakar telah mendefinisikan pengertian Corporate University, antara lain: 1. Prof. Theo Veldsman dari University of Johannesburg. Sebuah pembelajaran dan pengajaran strategis suatu entitas dalam sebuah organisasi, yang bertujuan untuk membangun, meningkatkan dan memperbarui dan kompetensi inti organisasi, yang memungkinkan organisasi untuk merespon dan menubah tantangan bisnis 2. Meister (1998). Organisasi pendidikan yang didirikan dan dijalankan oleh perusahaan. Corporate Universityberfungsi sebagai sarana strategis untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan hal pendidikan dan pembelajaran untuk karyawan dan rantai bisnisnya, termasuk konseumen dan produsen.26 3. Allen (2007). Sebuah entitas pendidikan strategis yang dibentuk dan rancang oleh suatu perusahaan untuk membantu dalam mencapai misinya dengan melakukan kegiatan yang bisa menjadi nilai-nilai perusahaan baik pembelajaran individu, organisasi, pengetahuan atau hikmah.27 4. Jeffrey W. Grenzer. Fungsi strategis dan selaras terhadap pengembangan integrasi SDM dalam sebuah organisasi tertentu. Integrasi harus fokus pada pengembangan pribadi, jalur karir, kesempatan pelatihan, pembelajaran, programprogram pengembangan SDM, dan kepemimpinan di semua tingkat organisasi.28
25 Menurut Shelly Prochaska dalam tulisannya berjudul Is a Corporate University in Your Organization's Future? 26 Meister, J.C. (1998). Corporate Universities: Lessons in Building a World-Class Work Force. 27 Allen, M. (2007). The Next Generation of Corporate Universities: innovative approaches for developing people and expanding organizational capabilities. 28 Jeffrey W. Grenzer Developing and Implementing a Corporate University.
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
Corporate University
Diklat/Training Terbatasnya akses (biasanya lingkungan kelas) dan waktu tertentu Terbatas untuk klien tertentu
Akses
Peserta
Dapat diakses di mana saja dan kapan saja Fleksibel untuk semua klien
Materi
Meningkatkan kompetensi dengan berbagai macam pembelajaran
pendaftaran terbuka, proses manual tidak berhubungan dengan kurikulum pelatihan atau persyaratan
pendaftaran
Pendaftaran berdasarkan kebutuhan kurikulum dan terikat ke dalam kurikulum dan persyaratan
Biasanya reaktif
Fokus
Proaktif
Satu kali belajar dan terjadwal
Frekuensi Pembelajaran
Biasanya diasosiasikan sebagai fungsi staf
Pengelolaan
Untuk meningkatkan atau mengembangkan keterampilan
Hasil
Meningkatkan keterampilan teknis atau bisnis
Peristiwa pembelajaran yang terus menerus setiap saat Beroperasi sebagai unit bisnis terpisah, dengan kemampuan yang lebih besar untuk tujuan tertentu Meningkatkan kinerja secara keseluruhan
Strategis penyelarasan untuk unit bisnis 29 Tabel 4 Perbedaan antara diklat dan Corporat University Taktis
Cakupan
2.3.2
Sejarah dan Pekembangan Corporate Universty Globalisasi memberikan tekanan-tekanan kepada perusahaan-perusahaan Barat akibat lingkungan kompetitif yang kian kompleks dan beragam. Persaingan dan konsumen semakin sulit diprediksi. Upaya meningkatkan marjin laba semakin sulit pula. Penggantian CEO perusahaan Amerika, terutama disebabkan rendahnya kinerja laba usaha, meningkat 53% dari 1995 hingga 2001. Untuk pertama kalinya, perusahaan merasakan dampak dari kekurangan orang-orang ahli dan karyawan independen. Terasa sekali adanya kelangkaan talenta yang berpengalaman seiring dengan globalisasi bisnis. Kelangkaan itu terjadi pada bidang tertentu, dan diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Respons awal yang dilakukan perusahaan akibat adanya tekanan ini adalah meningkatkan jumlah pendidikan dan pelatihan (diklat) yang tersedia bagi karyawan, dan memberikan fokus lebih pada program 29
ibid
Vol. 1 No.1 Mei 2010
69
pengembangan eksekutif. Ditandai dengan mengirim manajemen ke seminar-seminar pengembangan strategik dan program MBA eksekutif. Solusi tersebut dianggap belum memecahkan masalah inti yang dihadapi perusahaan. Program pendidikan tinggi manajemen maupun MBA dikritik karena kurang menyentuh persoalan bisnis. Itu sebabnya, beberapa perusahaan menginginkan pendekatan diklat yang lebih paralel dengan bisnis riil sehari-hari. Di sisi lain, kompetisi bisnis yang ketat menimbulkan dampak pula pada pengurangan karyawan (downsizing) dan pengetatan budget diklat. Sebagai jawabannya, semakin banyak perusahaan yang kian menyatukan upaya diklat dalam satu payung: corporate university. Mereka mendirikan Corporate University sebagai pusat pendidikan manajemen, bukan hanya untuk mendapatkan manajer di masa depan tetapi juga untuk meningkatkan nilai finansialnya Corporate University merupakan perwujudan dari visi perusahaan yang sadar akan pentingnya SDM sebagai aset utama perusahaan, dan digunakan sepenuhnya sebagai instrumen strategi untuk mencapai tujuan perusahaan. Untuk sukses mengimplementasikan strategi, ternyata unsur-unsur teknikal yang dilandasi scientific management tidaklah cukup. Berdasarkan studi empiris, faktor terbesar yang menjadi tantangan pada saat implementasi strategi adalah faktor human-social yang berada .’dibawah permukaan air’ tidak kelihatan tetapi sangat menentukan berhasil atau tidaknya implementasi.30 Di tahun 1993, hanya sedikit perusahaan yang percaya akan pentingnya Corporate University, namun di tahun 2001 Corporate University sudah menjadi bagian internal dari 2.000 perusahaan. Mereka tersebar dalam berbagai ukuran dan bentuk industri. Beberapa perusahaan yang telah mengimplementasikan Corporate University antara lain, Crotonville Learning Center (pusat pelatihan General Electric yang sangat prestisius dan sering juga disebut sebagai GE University),31 Hamburger University (milik McDonald's Corporation),32Dana 30 Daniel Saputro: 6C2 - The Iceberg Strategy, Majalah SWA. 6C2 adalah konsep bisnis yang memadukan unsur rasionalitas Barat dan kearifan Timur. Unsur rasionalitas Barat ini merupakan unsur teknikal yang menerapkan scientific management sebagai landasan berpikir dan human-social side. 31 Mulai 6 September 2001 berubah menjadi The John F. Welch Leadership Development Center. Hal ini untuk mengabadikan nama John F. Welch alias Jack Welch (mantan Chairman dan CEO General Electric) yang telah berkontribusi sebagai pelopor corporate university di GE sehingga memperluas perubahan dalam kultur dan pemikiran yang membuat GE terus maju sampai dengan saat ini. Jack Welch juga menginspirasi perusahaan-perusahaan maju lainnya untuk menerapkan CU sebagai kultur dan budaya mereka. The John F. Welch Leadership Center saat ini menjadi model bagi penerapan CU secara luas di dunia. Sumber: Indonesia Human Resource Management 32 Seluruh karyawan baru McDonald's maupun pemegang hak waralaba McDonald's di seluruh dunia harus ditraining di Hamburger University. Mereka dilatih untuk memahami prinsip dan nilai-nilai perusahaan agar bisa memberikan layanan, kebersihan, dan nilai-nilai berkualitas tinggi bagi konsumen. Hingga kini lebih
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
University (milik produsen komponen otomotif Ohio Dana Corporation), Heavy Truck University (milik Ford di Detroit), Intel University (milik Intel di Santa Clara), Sun U (milik Sun Microsystems), Apple University (milik Apple di Cupertino, California). Corporate University juga berkembang ke Inggris, seperti Unipart University milik Unipart, termasuk juga Motorola (pelopor Six Sigma), Walt Disney dan Boeing. Di Indonesia, Corporate Universitytelah dipelopori oleh Astra Management Development Institute, Tudung Leadership Development Institute (Garuda Food), Danamon University, Allianz Indonesia Corporate University, dll. 2.3.3
Manfaat Corporate University Saat istilah Corporate Universitydiproklamirkan, para perusahaan sempat menuai kritik, terutama dari kalangan akademisi sekolah bisnis. Sebagian menilai, kritik itu lebih untuk melindungi kepentingan sekolahsekolah bisnis. Sebab, semakin banyak perusahaan membangun Corporate University, pasar sekolah bisnis tentu berkurang. Kritik itu kini semakin menghilang. Bahkan, beberapa professor sekolah bisnis pun ikut mengajar di sejumlah Corporate University. Menurut Crainer Sedikitnya ada 3 hal yang mendorong tumbuhnya Corporate University, Pertama, masih derasnya kritik terhadap sekolah bisnis yang menuduh mereka terlalu jauh dari denyut nadi dunia bisnis. Kelemahan itulah yang ingin dipecahkan melalui Corporate University. Sekolah bisnis mencoba mengatasi hal ini dengan lebih banyak membawa 'dunia nyata' ke dalam programprogramnya melalui pekerjaan berbasis proyek dan membuat program yang telah disesuaikan. Kedua, meningkatnya kesadaran bahwa pengembangan manusia adalah kunci survival di masa depan; sesuatu yang terlalu penting untuk diserahkan kepada pihak lain. Corporate Universityjelas sebuah prioritas bagi perusahaan yang mencoba menjadi organisasi pembelajaran. Sebuah riset di Amerika menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki Corporate Universitymenghabiskan dana 2,5% dari gaji untuk pembelajaran dua kali lipat dari rata-rata perusahaan Amerika. Ketiga, pemanfaatan teknologi termutakhir dalam Corporate Universitymemungkinkan pembelajaran jarak jauh dan e-Learning dengan lebih efisien dan efektif. Otomatis, pembelajaran bisa diadakan secara terus menerus dan segera. Kebanyakan Corporate Universitymemang berbasis di dalam dan sekitar Lembah Silikon.
dari 65.000 manajer restoran McDonald's telah lulus dari Hamburger University. Mereka berasal dari berbagai ras dan Negara di dunia, saling memperkuat nilai-nilai kebersamaan yang dianut Ray Kroc, pendiri McDonald's. Seperti dikatakannya: "None of us is as good as all of us." Sumber: Indonesia Human Resource Management
Vol. 1 No.1 Mei 2010
70
Berdasarkan survey dan observasi,33 beberapa manfaat dari adanya CU di suatu perusahaan antara lain: a. Mengembangkan kompetensi karyawan agar tetap produktif b. Tempat mempertajam naluri bisnis eksekutifnya dan mempersiapkan kader c. Mengurangi biaya dan mengorganisasikan training secara lebih terpadu. d. Memulai dan mendukung perubahan di organisasi. e. Meningkatkan pemahaman akan nilainilai perusahaan, sehingga menciptakan corporate culture, yang pada ujungnya berpengaruh terhadap profitabilitas dan loyalitas terhadap perusahaan f. Meningkatkan Corporate Social Responsibility
BAB 3 - METODE 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.34 Penelitian deskriptif adalah penelitian bertujuan untuk membuat deskriptif mengenai situasisituasi atau kejadian tertentu sehingga diperoleh deskriptif yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu.35 3.2 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti atau data yang diperoleh langsung dari lapangan (objek penelitian), sedangkan data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (peneliti) atau data yang diambil peneliti sebagai pendukung atas penelitian dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah36 yaitu dengan melakukan studi pustaka (penelusuran melalui buku, artikel, jurnal, majalah, internet, dan sumber lainnya). Data-data yang digunakan antara lain: 1. Teori-teori yang peneliti ambil dari berbagai literatur 2. Hasil wawancara dan pengamatan langsung (observasi) di kantor pusat salah satu bank syariah yang telah memiliki lembaga training tersendiri 3. Literatur lain seperti buku, artikel, jurnal, majalah, internet, dll.
33
Daniel Saputro dalam Manager-Intrapreneur,2005 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 2005 35 Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, 2004. 36 Ibid, hlm. 62. 34
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
3.3 Batasan Penelitian Batasan penelitian difokuskan pada pengembangan SDM perbankan syariah di Indonesia. Pengembangan tersebut dibatasi pada kebijakan divisi/departemen SDM atau sejenisnya di masingmasing kantor pusat perbankan syariah. Batasan penelitian juga difokuskan pada kondisi faktual dan aktual yang terjadi pada perbankan syariah saat ini yang market share-nya masih dibawah 3% apabila dibandingkan dengan perbankan konvensional. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa metode yaitu : 1. Interview (wawancara) Metode ini digunakan untuk pengumpulan data dan menggali informasi lebih mendalam yang langsung ditujukan kepada lembaga training perbankan syariah, praktisi bank syariah dan akademisi yang berhubungan dengan pengembangan SDM. 2. Studi Kepustakaan Metode ini digunakan untuk menggali dasardasar teori yang terkait kualitas SDM dan pengembangan corporate university. 3. Observasi (pengamatan) Metode ini digunakan untuk melihat secara langsung pengembangan SDM melalui diklat di salah satu bank umum syariah di Indonesia. 3.5 Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu dengan cara memaparkan metode teori pengembangan SDM melalui pembentukan departemen/divisi yang menangani khusus tentang corporate university di beberapa perusahaan dunia. Setelah itu dihubungkan dengan bagaimana penerapannya pada industri perbankan syariah. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan keadaan yang diamati.37 Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif dan hasil dari penelitian kualitatif lebih bersifat makna daripada generalisasi.38
BAB 4 - HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kompetensi SDM Perbankan Syariah Merujuk pada landasan teori mengenai kompetensi dalam kasus pengembangan SDM untuk jasa 37 Bogdan dan Taylor, mengutip dalam bukunya Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif,1997 38 Sugiyono, Op.cit,
Vol. 1 No.1 Mei 2010
71
perbankan, kompetensi yang dibutuhkan disesuaikan dengan karakteristik peta strategi lembaga perbankan. 4.1.1 Pengetahuan (Knowledge) • Manajemen Operasional Memiliki informasi tentang bagaimana pengelolaan operasi bank yang dapat digunakan untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang saling menguntungkan Secara menyeluruh, pengetahuan yang harus dimiliki oleh SDM perbankan meliputi produk dan jasa perbankan, prinsip-prinsip perbankan, pendanaan, pembiayaan, treasury dan lain sebagainya. • Manajemen Nasabah Memiliki informasi tentang proses pengelolaan nasabah yang dapat dimanfaatkan untuk memilih nasabah, mendapatkan nasabah baru, mempertahankan nasabah serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah. Hal tersebut antar lain, marketing, perilaku konsumen, penentuan harga, layanan prima, strategi komunikasi dan lain sebagainya. • Manajemen inovasi Mempunyai informasi tentang proses pengelolaan inovasi yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi peluang-peluang untuk pengembangan produk dan jasa baru, melakukan penelitian dan mengembangkan portfolio, merancang dan mengembangkan produk dan jasa baru serta membawa produk dan jasa baru ke pasar. Hal tersebut meliputi; produk dan existing product, pengembangan produk, karakteristik produk perbankan syariah, dll • Peraturan dan kondisi sosial kemasyarakatan Mempunyai informasi tentang regulasi dan kondisi sosial masyarakat yang dapat digunakan untuk memberikan kepedulian terhadap lingkungan, keamanan dan kesehatan, menciptakan lapangan kerja serta investasi masyarakat. Pengetahuan yang harus dimiliki antara lain; undang-undang perbankan; Surat Edaran Gubernur Bank Indonesia; Peraturan dan perundang-undangan yang terkait dan sebagainya 4.1.2 Sikap (Attitude) • Achievement Mampu bertahan dan mengerahkan segala daya untuk menghadapi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam mencapai target yang menantang berkenaan dengan kualitas, waktu dan keragaman standar dan mengantarkannya sebagai hasil bisnis yang dikehendaki. Kompetensi ini sangat penting untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Perilaku ini menunjukkan determinasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik mungkin serta berusaha meningkatkan kinerja baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Achievement ini mencakup pula keseriusan dalam mengatasi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh perbedaan prioritas, keterbatasan sumber daya serta kesulitan-kesulitan
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
•
•
•
•
atau situasi-situasi yang menyulitkan, baik karena masalah internal maupun eksternal. Customer Focus Memiliki keinginan dan kemampuan untuk memprioritaskan nasabah. Yang dimaksud nasabah di sini bukan saja nasabah eksternal, tetapi juga nasabah internal, baik atasan, bawahan maupun rekan kerja. Kompetensi ini sangat penting karena menyangkut bagaimana memahami kebutuhan nasbah dan menyediakan produk dan jasa yang tepat. Holding people accountable Mampu menjelaskan kepada orang lain dengan jelas apa yang hendak dicapai, menentukan standar, menetapkan waktu dan anggaran lalu memperjelas apa yang harus dihasilkan. Kompetensi ini penting untuk memastikan kinerja seperti apa yang harus dihasilkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap kinerja ditentukan ukuran yang jelas dan dapat dipahami oleh setiap pihak. Professional confidence Merupakan keyakinan seseorang atas kemampuannya mengerjakan pekerjaannya, memberikan opini dan masukan yang diperlukan serta siap melakukan tindakan-tindakan penting. Kompetensi ini sangat penting untuk pekerjaanpekerjaan dimana seseorang ditempatkan pada tempat atau situasi yang menantang atau tempat dimana ide-ide dan gagasan-gagasannya diperlukan. Kompetensi ini juga penting untuk posisi yang tidak terlalu tergantung pada orang lain. Individu pada posisi ini juga siap untuk mengambil pekerjaan-pekerjaan yang menantang. Self-awareness Merupakan suatu pemahaman emosi dan dorongan-dorongan dalam dirinya dan bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Kompetensi ini juga berarti kemampuan untuk mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan atau keterbatasan yang dimiliki. Dengan kompetensi ini maka seorang SDM akan lebih mudah memahami dan berinteraksi dengan orang lain.
4.1.3 Keterampilan (Skill/Practice) • Enterpreneurship Merupakan kemampuan untuk memformulasikan ide-ide baru untuk beradaptasi atau menggunakan ide-ide tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapi serta menciptakan peluang dan memaksimumkan penggunaannya.Kompetensi ini sangat penting untuk menghasilkan produk dan jasa yang kreatif. Dalam perusahaan, kompetensi ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan efektifitas kerja dan kinerja perusahaan. • Leading and developing others Merupakan kemampuan untuk mengarahkan, mendorong, memberikan inspirasi dan mendukung Vol. 1 No.1 Mei 2010
72
orang lain untuk membangun kepercayaan diri dan kemampuan yang dapat membantu mewujudkan potensi yang dimiliki. Kompetensi ini sangat penting karena setiap orang bertanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjanya beserta orang lain. • Thinking Analysis Merupakan kemampuan untuk melihat data secara komprehensif serta kaedah sebab-akibat dan memanfaatkannya untuk pengambilan keputusan. Kompetensi ini sangat penting untuk menentukan prioritas dan mengambil keputusan penting berdasarkan penilaian atas dampak dan implikasi dari setiap keputusan yang diambil. Selain kompetensi detail di atas, Bank Indonesia telah merangkum kualifikasi standar SDM perbankan syariah professional yaitu sebagai berikut: • Memahami nilai-nilai moraldalam aplikasi muamalah/ekonomi Syariah • Memahami konsep dan tujuan ekonomi Syariah • Memahami konsep dan aplikasi transaksi-transaksi (akad) dalam muamalah ekonomi syariah • Mengenal & memahami mekanisme kerja lembaga ekonomi/ keuangan/perbankan/bisnis syariah • Mengetahui & memahami mekanisme kerja dan interaksi lembaga-lembaga terkait; seperti regulator, pengawas, lembaga hukum, konsultan dalam industri ekonomi, keuangan, perbankan dan bisnis syariah • Mengetahui & memahami hukum dasar baik hukum syariah (fiqh mumalah) maupun hukum positif yang berlaku • Menguasai bahasa sumber ilmu, yaitu Arabic dan English Sedangkan Danuwirana (2010)menguraikan bahwa untuk mencari kandidat SDM untuk Perbankan Syariah bukanlah hal yang mudah. Setidaknya, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM yang berkualitas dan kompeten yaitu39: 1. Kompetensi inti. Industri perbankan syariah membutuhkan SDM yang memiliki pandangan dan keyakinan yang sesuai dengan visi dan misinya. 2. Kompetensi perilaku. Hal yang diutamakan dari kompetensi ini ialah kemampuan SDM untuk bertindak efektif, memiliki semangat Islami, fleksibel dan memiliki jiwa ingin tahu yang tinggi. 3. Kompetensi fungsional. Kompetensi ini berbicara tentang background dan keahlian. SDM yang dibutuhkan ialah SDM yang memiliki dasar ekonomi syariah, operasi perbankan, administrasi keuangan, dan analisis keuangan. 4. Kompetensi manajerial. Dibutuhkan SDM yang mampu menjadi team 39 Eka B. Danuwirana, 700 SDM Baru Dibutuhkan Perbankan Syariah pada 2010. www.balihta.com. 6 Juni 2010
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
leader, cepat menangkap perubahan dan mampu membangun hubungan dengan yang lain. Hal tersebut sangat sesuai karena dari kompetensi yang pertama dimana SDM harus memiliki pandangan dan keyakinan pada syariah atau Islam. Karena, jika mereka tidak memiliki keyakinan atau pandangan yang sama, maka dikhawatirkan tidak memiliki visi dan misi yang sama sesuai yang diinginkan oleh industri perbankan syariah. Kompetensi yang kedua, dilihat dari perilaku yang sebenarnya masih berkaitan dengan kompetensi yang pertama karena harus memiliki semangat yang Islami dan cepat tanggap dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga industri perbankan syariah dapat lebih maju dengan akselarasi pertumbuhan yang cepat Kompetensi yang ketiga, SDM yang memiliki dasar ekonomi syariah, operasi perbankan, administrasi keuangan, dan analisis keuangan. Selain itu mereka juga harus disesuaikan dengan kebutuhan lain yang diperlukan oleh industri perbankan syariah yaitu dari bidang hukum, komputer dan informasi teknologi. Karena ada banyak produk-produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah yang perlu dilakukan dengan kontrak yang harus sesuai dengan hukum Islam yang berlaku. Mengenai pengetahuan komputer dan IT, karena hampir semua perbankan baik itu konvensional ataupun syariah membutuhkan teknologi komputer dan informasi teknologi yang mengikuti perkembangannya.
Dari kompetensi terakhir ini diharapkan lebih diutamakan bagi manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab pada level yang lebih tinggi dibanding karyawan-karyawan lainnnya seperti customer service, teller, back office, dan lain-lain. 4.2 Desain Corporate Universitypada Bank Syariah Pengembangan SDM pada perbankan syariah memang sudah tidak bisa di tawar-tawar lagi. Seiring perkembangan teknologi dan peradaban, perbankan syariah pun juga ikut berkembang dan membesar. Mengambil dari landasan teori tentang corporate university bahwa Corporate Universitymerupakan bagian integral dan harusnya tidak terpisahkan dari kebijakan pengembangan SDM perbankan syariah. Corporate Universitybisa menjadi sarana pembinaan SDM yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis maupun manajerial demi mendukung pengembangan perbankan syariah Selain itu Corporate Universityjuga bisa dimaksudnya untuk mengembangkan sikap dan perilaku SDM sehingga mempunyai etika dan norma, menjujung nilai-nilai syariah, disiplin, berdedikasi tinggi serta mempunyai semangat pengabdian dan keteladanan dengan orientasi pada kepentingan tugas dan masyarakat. Dengan membentuk dan mengembangkan CU, Perbankan syariah secara berkesinambungan dapat mengatasi berbagai perubahan yang terjadi sehingga terwujud keseimbangan antara kemampuan, perkembangan dan tantangan. • Ruang Kelas/Multimedia
Learning Centre
• Hotel dan Akomodasi lainnya • Pusat Olahraga
Research & Development
Library • Koleksi buku2 khususnya ekonomi dan keuangan islam (Indonesia, Inggris, Arab) • Perpustakaan online terhubung dengan Universitas terkemuka
• Kerjasama dengan lembaga riset internasional (IDB, IRTI, Harvard, INCEIF)
e-Learning Centre •
IP Public
•
Online Training & Video Conference
Gambar 2 Desain Corporate Univesity pada Bank Syariah
Vol. 1 No.1 Mei 2010
73
• Pusat pengembangan ilmu keuangan dan perbankan Islam
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
Seperti yang digambarkan pada gambar 2, unsur-unsur pembentuk Corporate Universitypada perbankan syariah meliputi: 1. Leaning Center. Layaknya sebuah universitas pada umumnya, learning center berfungsi seperti kampus atau sekolah yaitu sebagai sarana utama transfer knowledge dari instruktur kepada para SDM. Selain learning center bisa difungsikan sebagai ajang tukar pendapat, tempat berkumpul untuk saling belajar dan kegiatan-kegiatan lain seputar peningkatan knowledge, skill dan attitute. Untuk mengakomodasi dari cakupan cabang suatu bank syariah di seluruh wilayah Indonesia yang begitu luas, maka pembentukan learning center ini dapat ditempatkan di beberapa pulau utama di wilayah di Indonesia. 2. Library. Layaknya kampus juga pada umumnya. library sebagai pendukung dalam proses update knowledge dan pembelajaran. 3. e-Learning center. Sebagai suatu industri yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan aktifitasnya yang padat dan mobile, perbankan syariah sangat membutuhkan e-Learning. e-Learning juga sebagai sarana pengganti ketika aktivitas transfer knowledge melalui kelas belum bisa berjalan. Namun yang menjadi perhatian penting adalah SDM-nya sendiri harus selalu aktif untuk membuka e-learning untuk mengupdate pengetahuan mereka. 4. Research & Development. Bagian ini menjadi pusat pengembangan keilmuan perbankan dan keuangan syariah secara praktek dan teori. Bagian ini bisa dikerjasamakan dengan lembaga-lembaga riset yang telah terbentuk untuk memperkaya knowledge dan dapat menjadi bahan untuk pengambilan keputusan. Selanjutnya, dalam pengembangan Corporate Universityini perlu strategi-strategi agar SDM yang ada dan yang akan bergabung sudah memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Strategi tersebut antar lain: Strategi Pengembangan
Deskripsi 1.
Membangun organisasi & budaya belajar
2. 3.
Meningkatkan kapabilitas Learning Technology
1. 2. 1.
Mengembangkan strategic alliance & partnership
2.
3.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Mengimplementasikan model organisasi pembelajar untuk mendukung proses transformasi dari budaya lama. Menerapkan secara kontinyu programprogram knowledge management untuk mencapai learning organization. Mengembangkan learning channel untuk mengoptimalkan knowledge transfer process. Meningkatkan kapabiiltas technology, secara khusus bandwith dan sistem operasi e-Learning. Mengembangkan penggunaan technology based learning channel i.e. mobile, video, webinar, etc. Membangun partnership dan aliansi strategies dengan institusi-institusi pendidikan terbaik untuk mendukung pemenuhan kebutuhan kompetensi dan leadership. Aliansi dan partnership secara khusus berfokus pada pengembangan Learning product, model corporate university, dan learning technology. Meningkatkan partnership dengan corporate university perbankan lain yang
74
telah berjalan dengan mendukung proses.
1. Mengembangkan High Quality Learning products
2. 3. 4.
baik
untuk
Membangun program pengembangan leadership dan talent. Mendesain model pengembangan kurikulum yang terintegratif dengan kebutuhan bisnis. Meningkatkan efektifitas learning program terhadap kebutuhan bisnis, Mengimplementasikan business process based learning model.
Tabel 5. Strategi pengembangan CU pada bank syariah
Sedangkan tahapan dalam pencapaian penerapan CU pada perbankan syariah dapat melalui 4 tahapan. Pada tahap pertama diprioritaskan pada pemahaman SDM-nya terlebih dahulu dengan penerapan budaya pembelajar secara konsisten dengan di dukung oleh peningkatan program-program berbasis knowledge. Kemudian setelah pemahaman SDM terhadap budaya organisasi pembelajar telah matang, dilanjutkan dengan peningkatan kualitas pembelajaran, baik dari sisi kurikulum maupun dari sisi penyelenggaraan (delivery). Peningkatan kedua hal tersebut harus didukung oleh teknologi e-learning yang memadai. Hingga pada akhirnya, investasi perbankan syariah pada pengembangan Corporate University salah satunya dapat menekan biaya overhead SDM, mendukung efisiensi operasional dan mendukung peningkatan kualitas perbankan syariah hingga mampu unggul dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
Vol. 1 No.1 Mei 2010
75
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
People Development Perspective :
Implementasi budaya pembelajar secara konsisten Pengembangan Programprogram Knowledge Management
Peningkatan produktifitas Pengembangan Struktur Organisasi Corporate University
Internal Business Process Perspective • Peningkatan Learning Infrastructure • Pengembangan evaluasi training Pengembangan Learning Channel • Standarisasi Leaning
• Pengembangan Program Pelatihan Baru • Pengembangan kurikulum & Methodology • Pengembangan Program Aliansi dengan Institusi Terbaik
Peningkatan kapabilitas learning technologi
Peningkatan kualitas Learning Products
Peningkatan kualitas Learning Delivery
Financial Perspective Mengendalikan Overhead Cost untuk mendukung efisiensi operasional
Meningkatkan return investasi pelatihan
Mendukung Peningkatan Company's value Unggul dan Bermanfaat bagi perekonomian Nasional
Vol. 1 No.1 Mei 2010
76
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
3. Akademisi. Agar dapat membuat kajian-kajian sejenis dalam rangka menambah koleksi khazanah ilmiah keilmuan perbankan dan keuangan syariah.
Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1 Kesimpulan Kompetensi SDM Perbankan Syariah meliputi Knowledge, Attitude dan Practise (KAP). Pada sisi Knowledge, pengembangannya meliputi manajemen operasional, manajemen nasabah, kemampuan berinovasi dan pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perbankan dan keuangan syariah. Attitude memfokuskan pada pengembangan di bidang soft skill, kemampuan berkomunikasi yang baik terhadap nasabah, semangat dalam pengembangan perbankan syariah dan sebagainya. Sedangkan Practise berhubungan dengan kemampuan untuk mengembangkan ketrampilan dan thinking analysis 2. Kompetensi tersebut tidak cukup hanya dikembangkan melalui pengikutsertakan SDM pada seminar atau training-training umum, melainkan melalui sarana pembangunan corporate univesity pada perbankan syariah itu sendiri. Sehingga corporate univesity dapat meningkat keunggulan bank syariah itu sendiri dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. 3. Desain corporate university yang dapat dikembangkan oleh perbankan syariah harus diawali dengan dengan penanaman budaya organisasi pembelajar pada SDM-nya. Setelah itu dilanjutkan dengan pengembanganpengembangan lain seperti infrastruktur, kurikulum, riset dan teknologi berbasis eLearning.
1.
Daftar Pustaka Allen, M. The Next Generation of Corporate Universities: innovative approaches for developing people and expanding organizational capabilities, Pfeiffer & Co. 2007. Al Qhardawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press. 2001. Amalia, Euis. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah; Wacana Ulama & Cendekiawan, Jakarta: Bank Indonesia & Tazkia Institute, 1999. Brata, Sumardi Surya, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 2003 Capra, M. Umer & Tariqullah Khan, Regulation and Supervision of Islamic Banks, Jedah: Ocasional Paper IDB, 2000. ________, The Future of Islamic Economics; an Islamic Perspective Edisi Terjemah, Jakarta: SEBI, 2001. Competency Dictionary, Managing Performance Through Competency, HayGroup 20 September 2003 Danuwirana, Eka B.. (12 Februari 2010). 700 SDM Baru Dibutuhkan Perbankan Syariah pada 2010. http://berita.balihita.com. 2010
5.2 Rekomendasi Rekomendasi yang dapat diberikan penulis adalah untuk tiga pihak yang dinilai cukup strategis yaitu: 1. Industri Perbankan syariah. Setelah melihat dan menganalisa komposisi biaya yang dikeluarkan perbankan syariah dimana lebih banyak porsi biaya promosi dibandingkan biaya pelatihan, sebaiknya perbankan syariah tidak hanya mengejar profit dan keuntungan saja, akan tetapi juga mengembangkan kompetensi SDM-nya. Konsep corporate university yang dikembangkan perusahaan-perusahaan besar di dunia patut dicontoh dalam upaya meningkatkan kualitas dan kompetensi SDM perbankan syariah. 2. Regulasi. Agar dapat membuat peraturan terhadap perbankan syariah untuk memiliki program peningkatan kualitas SDM-nya. Selain itu juga dapat membuat peraturan untuk menginvestasikan beberapa persen dari jumlah laba untuk pengembangan SDM-nya. Vol. 1 No.1 Mei 2010
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah September 2010. Jakarta: Bank Indonesia, 2010. Fakultas Ekonomi UI,. Kajian Kondisi dan Kebutuhan SDM pada Perbankan Syariah di Indonesia, FE UI 2003. Green, Diana (Ed.). What is Quality in Higher Education?. London: SRHE and Open University Press. 1994 Handoko, T. Hani, Manajemen, Edisi ke-2, Yogyakarta: BPFE, 1990. HayGroup, Using Competency to identify High Performers: an overview of the Basics, Hay Group. 2003 Jeffrey, W. Grenzer Developing and Implementing a Corporate University. HRD Press, Inc. Amherst, Assachusetts. 2007 Jusmaliani. Sisi Keadilan Manajemen Sumber Daya Insani: Dari Rekrutmen Hingga Separasi. 77
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
__________, Islamic Human Capital: Dari Teori ke Praktik Manajemen Sumber Daya Islami. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2009
Kajian Teori Ekonomi dalam Islam Perlakuan Terhadap Sumber Daya Insani. Jakarta: P2E-LIPI. 2006 Karim, Adiwarman Azwar. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Sakti,
Kertajaya, Hermawan. The Sustainable Marketing Enterprises, Jakarta: MarkPlus 2009
Saputro, Daniel. 6C2 - The Iceberg Strategy, Majalah SWA.2008
Lleras, Miguel Palacios. Investing in Human Capital: A Capital Markets Approach to Student Funding. Cambridge, UK: Cambridge University Press. 2004
__________, Manager-Intrapreneur, The Jakarta Post. 2008
Ali. Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern. Jakarta: Aqsa Publishing. 2007
Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. 2003.
Meister, J.C. Corporate Universities: Lessons in Building a World-Class Work Force. New York: ASTD. 1998.
Sugiyono. Memahami Penelitian Bandung: CV Alfabeta, 2005.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1997.
Suharto, et.al. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2001.
Prochaska, Shelly Is a Corporate University in Your Organization's Future?
Sullivan, Arthur and Steven M. Sheffrin. Economics: Principles in Action. New Jersey, USA: Pearson Prentice Hall. 2003
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
The British Council. The Executive’s Knowledge Management
Rivai, Veithzal et.al, Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
Kualitatif,
78
Role in
Farizal - Pengembangan Kompetensi SDM Perbankan Syariah Melalui Corporate University
REVIEW OF ALFALAH CAR IJARAH:(CASE STUDY OF BANK ALFALAH LIMITED PAKISTAN) Hendri Tanjung International Institute of Islamic Economics International Islamic University Islamabad, Pakistan and Ibn Khaldun University Bogor, Indonesia
ABSTRACT The paper reviews the car ijarah contract practiced by Bank Al Falah Limited Pakistan. The methodology used includes listing every item in the principal document of alfalah car ijarah, review every item by looking at the three General Points :(1) Halal and Haram in the sense that what ever is prohibited for individual, it is also prohibited for banks, (2) Basic Law (Ahkam) is for micro level, which has a consequence that everything that is halal (permissible) for individual is also permissible for bank, unless there exists some overriding consideration between the framework of shariah, (3) Shariah is about Ends and Mean, hence both the ends (goal or purpose) and means associated with a transaction must be recognized (allowed) in the shariah. The result finds that six out of 20 items in the principal document of alfalah car ijarah are not conforming to shariah. They are (1) Implementation of ‘applicable rate’, (2) Determination of who will pay the fees and expense, (3) Determination of who will pay the road tax, (4)Payment of lease rental, (5) Determination of who will responsible for ordinary maintenance and repair required by the vehicle(s), and (6) Limitations of the liability. Key words: Car Ijarah, Bank Alfalah Limited Pakistan, the principal document, shariah
INTRODUCTION
Phase V : the 21st century. Further expansion takes place. Doctrinal debate on Riba versus interest comes to an end. Supreme Court issued in Pakistan (1999). It remanded the case back to the FSC (Federal Shariah Court). In this phase, Syukuk was introduced. Islamic modes of financing became vary. They are Modaraba/musharaka, Murabaha, Salam, Istitsna and Ijarah. In practice many instrument of Islamic modes financing were developed by Islamic Banks. For example Al Falah Bank which developed some Islamic modes of financing i.e., Modaraba/musharaka, Murabaha, Ijarah etc. The purpose of this article is to review one of financial instruments Bank Alfalah Limited i.e, Alfalah Car Ijarah. If there are some points which are not conforming to shariah, it must be revised and changed to shariah compliance. Otherwise, there is no “barakah” in the Islamic Bank.
Islamic Bank did not start with a formal well developed model. It is the result of inputs or efforts from different groups of individuals. They are Islamic Economists, Resourceful individuals, Professional bankers and Shariah Scholars. Islamic Bank reflected these four groups of people. A chronological history of the thought on Islamic Banking can be divided into five phases. Phase I : 1950s and 1960s. In this phase, Uzair (1955) introduced Interest Less Banking. He mentioned Dual Modharaba system for Islamic Bank. It means two-tier modharaba. Picking and giving money through modharaba scheme. Nejatullah Siddiqi (1969) introduced Banking without interest. Between 1963-1967 in area Mit Gama (Egypt) the bank without interest mobilized fund with saving accounts, investment accounts, zakah accounts on the basis Profit and Loss Sharing (PLS). Phase II : 1970s. In 1975 Dubai Islamic Bank was established. In 1977 Pakistan issued Blue Print for elimination of Riba in the economy.In 1978 Faisal Islamic Bank of Sudan was established. Phase III : the first half of 1980s. In 1983 Sudanese Islamic Banks was going in advancement. Birth of new ideas occurred in this phase. Sudan (1984) agreed in total elimination of riba both local & government financing. Iran (1983) issued law of Islamic Banking. Malaysia established Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB). Phase IV : the second half of the 1980s & 1990s. Malaysia made a lot of compromises. They took step to establish “Islamic Money Market”. A lot of expansion took place in this period. Vol. 1 No.1 Mei 2010
LITERATURE REVIEW Ijarah or leasing is a contract for the usufruct of an asset while its ownership still remains with the original owner i.e., the lessor (Tahir, et al, 1999). For example a party needs a car when the cost is beyond its means, or Pakistan International Airlines (PIA) needs several aircrafts for, say, Hajj Operations. There are two kinds of Ijarah: 1. Ijarah Muntahi bittamlik. It is leasing with ending of ownership 2. Ijarah wa iqtina’. It is called Hirepurchase. The installments paid by client are supposed to cover both the rental and a 79
Hendri Tanjung - Review of Al Falah Car Ijarah: (Case Study of Bank Al Falah Limited Pakistan)
in conventional banks and it is for the reason of hich transaction is held as impermissible. The defects of conventional lease are as under (Samadani, 2008): • One agreement consists upon two contracts. This defect is called in Islamic Law as Safqatan fi safqatin (two contracts in one agreement) which is not permissible in shariah. • All liabilities relating to the ownership of the leased asset are borne by the lessee, which is not in consonance to the principles of shariah. • The charge of rental starts before the lessee’s possession of the leased asset. These defects have been removed in this way: • The agreement of ijarah is executed in the first instance and the client has the right to return the car or purchase it on a fixed price after the termination of Ijarah. • Only the liabilities related to the leased asset are borne by the lessee in Islamic banks. While the liabilities related to the ownership of the leased asset are borne by the lessor. And this is in accordance with shariah principles. • The Islamic Bank does not charge rent until unless the required asset in handed over to the client.
sum toward the price of the good provided to him. There are five elements as the basic principles of Ijarah (Samadani, 2008) : 1. Mujir (lessor) is a person or an institution who provides an asset on ijarah (lease). 2. Mustajir (lessee) is a person or an institution to whom an asset on ijarah (lease) provided. 3. Subject of lease (ijarah) is an asset which has been provided on ijarah. 4. ‘Iwadh (compensation) is rent which is payable in ijarah (lease). 5. Muddat Ijarah (lease period) The rules of ijarah, in the sense of leasing, is very much analogous to the rules of sale, because in both cases something is transferred to another person for a valuable consideration. The only difference between Ijarah and sale is that in the latter case the corpus of the property is transferred to the purchaser, while in the case of ijarah, the corpus of the property remains in the ownership of the transferor, but only its usufruct i.e. the right to use it, is transferred to the lessee (Usmani, 2005). The kind of ijarah in Islamic Banks is financial lease. The special feature in Islamic banks or Islamic Financial Institution is that the procedure of ijarah has been purified and is reshaped as Islamic financial lease, according to the injunctions of Islam. There are certain defects in financial lease The procedure of conventional banks on lease contract can been in picture 1.
The procedure of Ijarah in Islamic bank can be seen in Picture 2.
Consumer Installment (Price+interest)
Lease ending with ownership
(1) Application
(6) Payment
Bank
Consumer (4) Lease contract (5) Delivery
Buy asset
Isl. Bank
Dealer Picture 1. Leasing procedure in Conventional Bank Islamic Banking came into the picture with different procedure.
Dealer Source : (Tahir, et al. 1999)
In the ijarah procedure in picture 2, there are two agreements must be fulfilled by Islamic Bank. Firstly, purchase agreement between Islamic bank and dealer and secondly, lease agreement between Islamic bank and customer / lessee. The points must be clear in both the instruments (Tahir, 2000).
Vol. 1 No.1 Mei 2010
(2) Purchase Contract
80
Picture 2. Ijarah Procedure Islamic Bank vs Dealer (Purchase Agreement) Offer and acceptance Merchandize-quality and quantity Price Payment Term Khiyaar Delivery matters
(3) Payment
Hendri Tanjung - Review of Al Falah Car Ijarah: (Case Study of Bank Al Falah Limited Pakistan)
Three keys Shariah Parameters for Designing Financial Instruments are: No Riba, No Gharar and No Qimar.
Covers on the bank financing. Legal registration with a court of competent jurisdiction Etcetera
Data
Picture 3. Purchase Agreement Islamic Bank vs Consumer (Lease Agreement) • Offer/acceptance • Purpose • Period • Rental must be “fixed” in advance • Token=tax of car on the road. • Toll • Insurance. • Penalty of default of payment • Et cetera
The data is the The Principal Document of Alfalah car ijarah. The document comprises 20 items as follows: 1. Purpose and Definitions 2. Lease 3. Terms and Period of Lease 4. Security 5. Fees and Expenses 6. Payment and accounts 7. Selection of the Vehicle(s) 8. Delivery of the Vehicle(s) 9. Use of the Vehicle(s) 10. Registration and Insurance 11. Payment of lease rentals 12. Repair and maintenance of Vehicle(s) 13. Accidents, Injuries and Indemnification 14. Title of Vehicle(s) 15. Return and / or purchase of Vehicle(s) 16. Limitations of The liability 17. Default and Termination 18. Delayed Payments 19. Assignment 20. General
Picture 4. Lease Agreement There are some notes for Ijarah (Tahir, 2005): Period. Some permissible period in house ijarah: For example, the house is 80 percent completed the lessee pay rental now and start lease next three moth. Other example, the house is zero percent completed the lessee pay rental now and start lease next year (but, there is rule of shariah of contract). Rental must be “fixed” in advance. For example, the rent is US $ 5,000 per annum for 5 years, or US $ 5,000 for 1st year, US $ 6,000 for 2nd year, US $ 7,000 for 3rd year, US $ 8,000 for 4thyear, US $ 9,000 for 5th year, or US $ 5,000 for 1st year, 20% more for 2 year. It is not permissible if Islamic Bank use KIBOR + 2% (because it is not fixed although it is specified).
Plus some letters/Notes: Account Opening Form Letter of Continuity Promissory Note Undertaking for personal use of the motor vehicle Trust Receipt Undertaking to purchase leased vehicle(s) Authorization to take possession of the vehicle
METHODOLOGY
In the instrument of ijarah, there are a main agreement and an appendix. There are three General Points in designing financial instruments: 1.
Halal and Haram. Whatever prohibited for individual, it also prohibited for banks 2. Bank is a group entity. Basic Law (Ahkam) is for micro level. Everything is halal (permissible) for individual also permissible for bank. Unless there exist some overriding consideration between the framework of the shariah. For example: Individual can do trading, but an elected government can’t because it cannot be neutral. 3. Shariah is about Ends and Means. Both the ends (goal or purpose) and means associated with a transaction must be recognized (allowed) in the shariah. Financial Instruments capture the entire transaction process between the concerned parties. Vol. 1 No.1 Mei 2010
With some appendix: Appendix “A” copy of application for lease of vehicle(s). Appendix “B” the lease documents. Appendix “C” schedule of lease rentals. Appendix “D” Receipts of vehicle (s). Appendix “E” Understanding/Commitment.
RESULTS AND DISCUSSION 1.
Purpose and Definitions
In the agreement, there is term of “Applicable rate”. It is stated: “Applicable rate means the basis mentioned in Appendix ‘E’ hereto with reference to which the lease rentals may be revised if the State Bank of Pakistan Discount Rate varies pursuant to the formula mentioned in the lease argument”. The formula mentioned in appendix ‘E’ point ‘b’ is: KIBOR/SBP Discount rate + _% per annum.
81
Hendri Tanjung - Review of Al Falah Car Ijarah: (Case Study of Bank Al Falah Limited Pakistan)
This formula is not permissible by Shariah. Although it is specified but the lease rental is not fixed. Shariah requirement of Ijarah is that lease rental must be ‘fixed’ in advance. When the lease rental is not fixed then it violates the shariah requirement. In this case, the lease is not valid.
2.
It is a detail statement of use of vehicle(s). It is the requirement of shariah that the delivery of leased goods must be used as stated in contract.
10. Registration and Insurance At point 10.2. it is stated that “payment of road tax for the vehicle(s) in the name of the lessor shall be the sole responsibility of the lessee, and provided the lessee is not in default under this lease, the lessor shall upon request furnish to the lessee a letter of authority in this purpose”. It violates shariah. The road tax is the responsibility of the lessor, not the lessee. The lessor can treat ‘road tax’ as maintenance and charges through rental.
Lease
It is a statement that “the lessor leases to the lessee and the Lessee agrees to take on lease from the Lessor the vehicle(s)”. It is conforming to shariah.
3.
Terms and Period of Lease
It is a statement that “the lease rentals shall be payable in advance on the dates laid down in the schedule of lease rentals appearing in the lease document”. It is the requirement of shariah.
4.
11. Payment of lease rentals It is stated that “the lease rentals of the date of execution of this agreement will remain fixed for the first rental period and the lease rentals will be re-fixed at the end of each rental period on the basis of applicable rate”. As discussed in point 1 above, the applicable rate violates shariah. We can not use the formula of applicable rate.
Security
It is a statement that “the lessee shall execute a demand promissory note in favor of the lessor for the amount of this lease rentals receivable during the term of the lease”. It does not violate shariah.
5.
Fees and Expenses
It is a statement that “the lessee shall pay to the Lessor on demand within fifteen (15) days of such demand being made, legal and other ancillary expenses incurred by the Lessor in connection with the negotiation, preparation and execution of the principal documents and of amendment, extension or the granting of any waiver or consent under the principal document”. It violates shariah. As the lessor is the owner of the asset and he has purchased it from the supplier through his agent, he is liable to pay all the expenses incurred in the process of its purchase. Then he can include all expenses in his cost and take them into consideration while fixing the rentals.
6.
12. Repair and maintenance of Vehicle(s) It is stated that “the lessee agrees at his own cost and expense, to be responsible for the performance of all ordinary maintenance and repair required by the vehicle(s)”. Since leasing only transfers of usufruct not transfers the ownership, this statement violates shariah. Such maintenance is the responsibility of lessor not the lessee.
13. Accidents, Injuries and Indemnification It is a detail statement of responsibility of the lessee related to accidents, injuries and indemnification. Since such detail is stated in contract and agreed by both the lessor and the lessee, it is in conformity with shariah.
Payment and accounts
It is a statement of payment and accounts. It is the requirement of shariah.
14. Title of Vehicle(s)
It is a statement of size, design, capacity and manufacture of vehicle(s). It is the requirement of shariah that the leased goods must be specified in advance.
It is stated that “all rights, title and exclusive ownership of the vehicle(s) shall at all times remain vested in the Lessor”. It is in conformity with shariah. Leasing only transfers of usufruct not transfers the ownership.
8.
15. Return and / or purchase of Vehicle(s)
7.
Selection of the Vehicle(s)
Delivery of the Vehicle(s)
It is a detail statement of return and / or purchase of Vehicle(s). It is in conformity with shariah that such detail must be stated in contract and agreed by both the lessor and the lessee.
It is a statement of delivery of vehicle(s). It is the requirement of shariah that the delivery of leased goods must be specified.
9.
Use of the Vehicle(s)
Vol. 1 No.1 Mei 2010
16. Limitations of The liability 82
Hendri Tanjung - Review of Al Falah Car Ijarah: (Case Study of Bank Al Falah Limited Pakistan)
In point 16.2, it is stated that “all repairs, replacements or substitution of the parts or components of the vehicle(s) necessitated due to normal usage shall be at the lessee’s expenses, and title thereto shall vest and remain in lessor”. Since leasing only transfers of usufruct, not transfers the ownership, this statement violates shariah. All repairs, replacements or substitution of the parts or components of the vehicle(s) are the components of maintenance. Such maintenance is the responsibility of lessor not the lessee.
agreed by both the lessee and the lessor, it is in conformity with shariah.
CONCLUSION In the practice of car ijarah in Al Falah bank, there are six violations from shariah point of view. They are: 1. Implementation of ‘applicable rate’ 2. Determination of who will pay the fees and expenses 3. Determination of who will pay the road tax 4. Payment of lease rentals 5. Determination of who will responsible for ordinary maintenance and repair required by the vehicle(s), and 6. Limitations of the liability. The violations must be revised. We have to take shariah rule and regulation as consideration for determining the financial instruments. When Allah has order/hint the right way (direction), we can not deviate from that way, otherwise we disobey shariah.
17. Default and Termination It is a detail statement of default and termination. It is in conformity with shariah that such detail must be stated in contract and agreed by both the lessor and the lessee.
18. Delayed Payments It is stated that “The lessee hereby undertakes that where any amount is required to be paid by the lessee under the Principal Documents on a specified date and is not paid on that date, or any amount is payable by the lessee under the Principal Documents within one week of the a demand being made by the lessor and is not paid by it within one week of the said demand being made and such amounts have to be recovered through litigation or otherwise, the lessee shall pay a sum to be calculated @ 24% per annum of the amount outstanding to the lessor to be used by the lessor for the purpose of charity as permitted in sharia”. This arrangement though does not compensate the lessor for his opportunity cost of the period of default, yet it may serve as a strong deterrent for the lessee to pay the rent promptly. There is an important ‘note’ in this case. If the lessee could not pay the rent on time due to difficulties of his financial condition then no charge for late payment. But if it is due to negligence of the lessee, or moral hazard, then charge for late payment is a permissible. It does not violate shariah. If the arrangement compensates the lessor then it violates shariah. The rent after it become due is a debt payable by the lessee and is subject to all the rules prescribed for a debt. A monetary charge from a debtor for his late payment is exactly the riba prohibited by the Holy Qur’an. Therefore, the lessor can not charge an additional amount in the case the lessee delays the payment of the rent.
REFERENCES Abu Zahra, Muhammad. Buhuts fi ar-Riba, Kuwait: Dar Al-Buhuts Ilmiyya. 1970. Ahmed, Abdel Rahman Yousri. Islamic Banking Modes of Finance: Proposals for further Evolution. IIIE Islamabad. Pakistan. 2005. Ahmed, Ziauddin., Munawar Iqbal, Fahim Khan (editor). Money and Banking in Islam. International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University Jeddah and Institute of Policy Studies Islamabad. 1983. Al-Kasani, Abu Bakar ibn Mas’ud. Bada’I asSana’I fi tartib asy_syara’i. Kairo. 1968. Ali, Manzoor. Islamic Banking and Finance in Theory and Practice,in Lectures on Islamic Economics, IRTI – IDB, Jeddah 1412H. 1992. Al-Omar, Fuad & Abdel-Haq, Mohammed, Islamic Banking, Theory, Practice, & Challenges, Oxford University Press, Karachi, Pakistan. 1996. Hasan, Abdullah Alwi Haji. Sales and Contract in Early Islamic Commercial Law. Kitabbhavan. New Delhi. India.1997. Mansuri, Muhammad Tahir. Islamic Law of Contracts and business transactions. Shariah Academy, International Islamic University, Islamabad. Pakistan.2004. ___________. Sharia Maxims on Financial matters. International Institute of Islamic Economics, International Islamic University, Islamabad. Pakistan. 2009.
19. Assignment It is stated that “The lessee shall not assign or transfer any of its rights or obligations under this agreement without the prior written consent of the lessor”. It is in conformity with shariah.
20. General It is detail statement of the general contract includes remedies, law, regulation, etc. Since it is Vol. 1 No.1 Mei 2010
83
Hendri Tanjung - Review of Al Falah Car Ijarah: (Case Study of Bank Al Falah Limited Pakistan)
Nyazee, Imran Ahsan Khan. The Concept of Riba and Islamic Banking. Niazi Publishing House. Islamabad. Pakistan. 1995. Perwataatmadja, Karnaen dan Hendri Tanjung, Bank Syariah, Teori, Praktek dan Penerapannya. Penerbit celestial Publishing, Jakarta. 2007. Qudamah, Ibnu. Al Mughni. Daarul Kitab Al Arabi, Beirut. 1972. Rida, Muhammad Rashid. Al-Riba Wa-al Muamalat fi al-Islam. Kairo, Maktabat alQahiro. 1959. Siddiqi, Nejatullah. Ghair Sudi Bank Kari (Interest Free Banking) Markazi Maktaba Islami, Delhi, India. 1969 Samadani, Maulana Ejaz Ahmad, Islamic Banking and Uncertainty. Darul Ishaat. Karachi. Pakistan. 2007 ______ Leasing (ijarah) process in Islamic Banking system. Darul Ishaat. Karachi. Pakistan. 2008. Tahir, S. et al. IIIE’s Blueprint of Islamic Financial System. Including Strategy for Elimination of Riba. International Institute of Islamic Economics. International Islamic University Islamabad. Pakistan. 1999. Tahir, S. Islamic Financial Paradigm. International Institute of Islamic Economics. International Islamic University Islamabad. Pakistan. 2000. _______.The Fiqh of Gharar. International Institute of Islamic Economics. International Islamic University Islamabad. Pakistan. 2005. Usmani, Muhammad Imran Ashraf. Meezanbank’s guide to Islamic Banking. Daarul Ihsaat. Karachi. Pakistan. 2002. Usmani, Muhammad Taqi. An Itroduction to Islamic Finance. Maktaba Ma’ariful Qur’an. Karachi Pakistan. 2005. Uzair, Muhammad. An Outline of Interestless Banking. Raihan Publication. Karachi, 1955.
Vol. 1 No.1 Mei 2010
84