PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERANAN MARTIN LUTHER DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Elisabeth Ramadi Martine NIM: 031314015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Motto
Jalan yang diperlihatkan Kristus kepadamu tidak mudah. Hal itu menyerupai jalan yang berliku-liku mengitari sebuah gunung. JANGAN PUTUS ASA!!!!!Semakin curam jalannya, semakin cepat mengarah ke cakrawala yang lebih luas (Paus Yohanes Paulus II)
Jika kamu mempercayai Tuhan, Dia akan mengerjakan ½ dari pekerjaanmu, tetapi ½ yang terakhir. Tuhan menolong orang-orang yang mau menolong diri mereka sendiri. (Ralph Waldo Emerson, Penyair)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Elisabeth Ramadi Martine Nomor Mahasiswa : 031314015 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Peranan Martin Luther Dalam Reformasi Gereja Pada Abad Ke-16 Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buar dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 05 Maret 2008 Yang menyatakan
(Elisabeth Ramadi Martine)
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Martine, Elisabeth Ramadi. 2008. Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja Pada Abad ke-16. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis; (1) keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16, (2) latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16, (3) perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik, (4) dampak reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lima tahap, yaitu; pemilihan topik, pengumpulan sumber dan heuristik, verifikasi atau kritik sumber, interpretasi, dan penulisan atau historiografi. Sedangkan metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu metode penulisan sejarah yang tidak semata-mata menceritakan kejadian, tetapi melalsui analisis. Hasil penelitian ini adalah; (1) keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16 mengalami kekacauan dan ketidakharmonisan karena terjadi krisis kewibawaan Paus, krisis rohani dan merosotnya semangat keagamaan, serta penyelewengan wewenang dalam Gereja Katolik Roma, (2) latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16, tepatnya tahun 1517 karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, (3) perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma antara lain, berbeda mengenai pemahaman teologis, sakramen, dan hirarki Gereja, (4) dampak reformasi Gereja bagi Gereja Katolik, antara lain; perpecahan umat Katolik, berkurangnya kekuasaan Paus, muncul teologi kontroversiil, serta Gereja Katolik Roma melakukan pembaharuan rohani yang membangkitkan semangat baru, sedangkan dampak reformasi Gereja bagi Eropa antara lain; tidak ada lagi kesatuan agama, Perang 30 Tahun di Jerman (1618-1648), pengejaran terhadap para tukang sihir, munculnya sistem kapitalisme sebagai asas perekonomian yang dominan.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Martine, Elisabeth Ramadi. 2008. The Role of Marten Luther in the Church Reformation in 16th Century. Yogyakarta: Sanata Dharma University. The aim of this paper is giving a description and analysis of: (1) the condition of the church in 16th century, (2) the background of Martin Luther’s as a reformer in the reformation of the church in 16th century, (3) the differences of opinions between Martin Luther and the Catholic Church, (4) the impact of the reformation on the Catholic Church and Europe in 16th century. The research method used in this research covers five stages; topic selection, sources and heuristic gathering, verification or critics of sources, interpretation, and writing process or historiography. Whereas the methods of writing used are descriptive analytical method, a historical writing method which both tell the occurrences and analysis them. The result of the research are: (1) in 16th century, the Catholic Church was in a disharmonious and chaotic condition because of a number of crises in the Pope’s authority, spiritual, and descend of religiosity spirit, besides the authority abuse in the Rome Catholic Church; (2) Martin Luther’s uprising as a reformer in the Church reformation in 16th century, in 1517 precisely, was influenced by two circumstances, external and internal factors; (3) there are different opinions between Martin Luther and the Rome Catholic Church in theological concepts, sacraments, and hierarchy Church; (4) the impacts of Church Reformation on the Catholic Church were the division in Catholic believers, the decline of the Pope’s authority, the emerge of a controversial theology, and renewal in Catholic Church which emerges new spirit; while the impacts of Church reform for Europe are that there is any longer religion uniformity, 30 year war in Germany (1618 – 1648), chasing for witches and the emerge of capitalism as a dominant economic principle.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkat rahmat, karunia, bimbingan, dan terang kasih-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Ketua Jurusan Program Ilmu Pengetahuan Sosial. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah. 4. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R., S.Th., selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing, membantu, dan memberikan pengarahan selama penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Drs. A.K. Wiharyanto, M.M. dan Bapak Drs. A.A. Padi, selaku Dosen Penguji yang telah membantu proses kelulusan pada saat ujian sarjana. 6. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dari awal masuk kuliah hingga akhir kuliah. 7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah banyak membantu dalam proses
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
belajar. 8. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Perpustakaan Kolsani, dan Perpustakaan Seminari Tinggi Kentungan. 9. Romo Fl. Hasto Rosariyanto S.J., yang telah membimbing dan membantu mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini. 10. Bapak Suwardi dan Ibu Anna yang kukasihi, Mbah Kung dan Mbah Ti, (Alm) Pak Wo dan Mbok Wo, Mbak Ruri, Mas Tri, Mas Ndu, Ino, Sindhu, dan Dek Vita, yang selalu setia untuk memberikan dukungan, semangat, doa, harapan, dan kasih sayang selama ini yang berguna dan membantu. 11. Teman-teman: Kristien, Dina, Titin, Ika, Mas Njoo, Melky, Siska, Lusi, Yeyek, Yayuk, Anton, Gophal, Budi, dan Fery, serta semua teman Pendidikan Sejarah angkatan 2003 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan-keterbatasan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, diharapkan pembaca memberi masukan kritik dan saran yang membangun bagi skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 8 Januari 2008
Penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii HALAMAN MOTTO............................................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..................................................vii ABSTRAK........................................................................................................... viii ABSTRACT..........................................................................................................ix KATA PENGANTAR............................................................................................x DAFTAR ISI........................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1 B. Perumusan Masalah....................................................................................9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................................10 1. Tujuan Penelitian...................................................................................10 2. Manfaat Penelitian.................................................................................10 D. Tinjauan Pustaka........................................................................................11 E. Landasan Teori...........................................................................................19 F. Hipotesis.....................................................................................................37 G. Metodologi Penelitian................................................................................38 1. Metode Pengumpulan Data....................................................................39 2. Metode Analisis Data.............................................................................40 3. Pendekatan Penelitian............................................................................41 4. Metode Penulisan Sejarah......................................................................44 H. Sistematika Penulisan ................................................................................46 BAB II KEADAAN GEREJA KATOLIK PADA ABAD KE-16.........................47 A. Krisis Kewibawaan Paus.............................................................................47
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Krisis Rohani dan Merosot Semangat Keagamaan.....................................57 C. Penyelewengan Wewenang Gereja.............................................................60 BAB III MARTIN LUTHER SEBAGAI REFORMATOR DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 (1517-1546)..................67 A. Riwayat Hidup Martin Luther.....................................................................68 B. Latar Belakang Martin Luther sebagai Reformator dalam Reformasi Gereja pada Abad Ke-16 (1517-1546)......................................74 1. Faktor Internal.........................................................................................75 2. Faktor Eksternal......................................................................................79 C. Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Tahun 1517-1546..................................................................................................85 BAB IV PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA MARTIN LUTHER DENGAN GEREJA KATOLIK ROMA.................................................93 A. Perbandingan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma.........................................................................................94 1. Perbedaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma......................................................................................94 2. Persamaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma....................................................................................123 B. Akibat Perbedaan Pendapat antara Martin Luther degan Gereja Katolik Roma.......................................................................................127 1. Martin Luther Memisahkan Diri dari Geraja Katolik Roma............127 2. Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi.......................137 BAB V DAMPAK REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16....................148 A. Dampak bagi Gereja Katolik Roma.....................................................149 B. Dampak bagi Eropa..............................................................................158 BAB VI PENUTUP.............................................................................................167 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................170 LAMPIRAN.........................................................................................................175 SILABUS.............................................................................................................203 RPP (RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN).................................205
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Gambar Martin Luther....................................................................175 Lampiran 2: Gambar Orang Tua Martin Luther..................................................176 Lampiran 3: 95 Tesis Martin Luther....................................................................177 Lampiran 4: Gambar Kitab Suci dalam Bahasa Jerman......................................195 Lampiran 5: Gambar Salah Satu Kamar dalam Menara Pertapaan Agustinus Wittenberg, di Tempat Ini Martin Luther Mendapat “Pengalaman Menaranya”......................................................................................196 Lampiran 6: Gambar Pintu Gereja Wittenberg Tempat Martin Luther Menempelkan 95 Tesisnya..............................................................197 Lampiran 7: Isi Pernyataan Iman (Kredo)...........................................................198 Lampiran 8: Isi 10 Perintah Allah........................................................................199 Lampiran 9: Isi Doa Bapa Kami..........................................................................200 Lampiran 10a: Gambar dan Makna Lambang Lutheran......................................201 Lampiran 10b: Peta Penyebaran Agama Akibat Reformasi Gereja 1517............202
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada zaman Abad Pertengahan, kebudayaan yang berkembang masih berdasarkan pada Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi. Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi tersebut berada di bawah naungan Gereja secara penuh dan dimanfaatkan bagi kepentingan Gereja. Apabila budaya klasik tersebut berlawanan atau tidak sejalan dengan Gereja, maka budaya tersebut disingkirkan oleh Gereja. Masyarakat pada Abad Pertengahan memiliki ciri khas yaitu mereka dikenal sangat beriman terhadap apa yang diberikan dan diajarkan oleh Gereja. Pada umumnya, kehidupan rohani masyarakat Abad Pertengahan sangat didominasi oleh Gereja. Kebudayaan Gereja Latin dalam Abad Pertengahan membuat Eropa menjadi satu keluarga bangsa-bangsa di bawah pimpinan Paus. Pada masa Abad Pertengahan, budaya Yunani dan Romawi yang dianggap kurang sejalan dengan Gereja sering diberi label kafir atau pagan. Makna yang sebenarnya dari pagan adalah desa. Semula umumnya penduduk desa tidak beragama Nasrani, sehingga pagan kemudian mempunyai makna kafir.1 Pada abad ke-14, jika seseorang dianggap Kristen, maka orang itu adalah anggota Gereja Katolik. Kalau bukan Katolik, maka orang itu adalah seorang kafir. Bahkan, sejak abad ke-14, Gereja Katolik telah menjadi gila kekuasaan 1
H. Haikal, Renaissance dan Reformasi, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hlm. 17.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
dan penyalahgunaan akan hal itu mulai muncul dalam bentuk kemunafikan dan penghujatan yang ekstrim. Gereja Katolik telah memposisikan diri sebagai suara dan keputusan dari Allah yang absolut atas seluruh dunia. Gereja mengontrol pemerintahan dan kerajaan sekuler, menggeser siapa saja yang dikehendakinya, terutama jika ada ancaman terhadap kemakmuran dan kekuasaannya sendiri. Sekalipun beberapa raja mempunyai tahta warisan, mereka dikenakan “uang sewa” oleh Paus untuk tetap bertahta , mereka harus membayar atau merasakan akibat-akibatnya.2 Gereja Katolik demi mempertahankan kediktaktorannya menegaskan bahwa Alkitab hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Hal ini menyebabkan orangorang biasa tidak dapat membaca atau mengerti bahasa Latin, sehingga mereka menjadi korban dari apa yang diajarkan oleh Gereja. Orang biasa atau awam dilarang memiliki Alkitab karena diyakini bahwa hanya para imam yang diperbolehkan memiliki Alkitab. Para pejabat Gereja mengarang cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang berbau tahyul. Ketidaktahuan ini membuat para imam dapat menjaga wibawa di depan umat. Dengan jelas dinyatakan bahwa orangorang awam tidak akan pernah mengenal Allah, terlebih membahagiakan Allah melalui perbuatan. Umat dibiarkan mengabdi di bawah penghambaan yang tidak masuk akal tentang apapun yang dikarang-karang oleh para imam Gereja. Mereka mengarang tentang api penyucian dan infalibilitas Paus. Gereja juga mengadakan surat penghapusan dosa dan menjualnya, serta melakukan pemungutan pajak tersendiri bagi pembangunan Gereja, bagi peperangan yang dilakukan dan 2
Robert Liardon, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Jakarta, Metanoia, 2006, hlm. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
pelaksanaan berbagai pekerjaan lain. Umat diajarkan bahwa jika mereka mengeluarkan uang cukup besar untuk surat penghapusan dosa (indulgensi), maka imam dapat memberikan jalan ke surga. Namun, di samping kehidupan beragama yang penuh semangat, ada perasaan anti rohaniawan yang kuat. Para imam diejek sebagai orang yang bodoh, biarawan dicaci maki karena kemalasan dan tindakan asusila mereka, uskup dan Paus dikutuk karena lebih mengutamakan uang dan politik daripada kehidupan rohani. Bagi orang yang berpikiran dagang imam dikecam karena jumlah mereka besar tetapi tidak menghasilkan sesuatu. Lagipula, Paus Zaman Renaissance menjadi pemimpin yang mendatangkan bencana bagi gereja yang sangat memerlukan pembaharuan, walaupun ketaqwaan mereka dalam kehidupan pribadi tidak disangsikan. Paus Sixtus IV membantu para kemenakannya agar menduduki jabatan penting, Paus Innocentius VIII tanpa malu-malu mengakui anak-anak haramnya. Di bawah Alexander VI, Vatikan penuh tindakan yang memperburuk nama, dan Paus Julius II mengenakan baju jirah prajurit untuk memimpin tentara kepausan menyerang raja-raja Perugia dan Bologna. Paus Leo X suka sekali akan hal yang megah, dan menjual jabatan gereja untuk
memperbesar harta
kekayaannya. 3 Pada abad ke-15, merupakan tanda dimulainya babak baru dalam suatu zaman yaitu Zaman Renaissance. Seiring dengan perkembangan renaissance muncul gerakan reformasi. Renaissance dan reformasi merupakan dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama, ini terjadi antara lain karena keduanya tampil 3
John R. Hale dan Para Editor Pustaka Time-Life, Abad Besar Manusia: Zaman Renaissance, Tira Pustaka, 1984, hlm. 60.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
sebagai suatu reaksi terhadap bentuk hampa, bentuk yang kosong, yang gersang dari kehidupan abad sebelumnya, yaitu Abad Tengah. Nampaknya Abad Pertengahan menekankan kehidupan bersama. Sedangkan renaissance maupun reformasi lebih menekankan pada kehidupan perseorangan, kehidupan mandiri. Di samping kesamaan ini, baik renaissance maupun reformasi lahir sebagai penentang, sebagai reaksi terhadap segala kemapanan semu yang ada, kemapanan kegoyahan tradisi yang dipaksakan.4 Renaissance merupakan gerakan intelektual yang lahir sebagai bentuk sikap menentang terhadap kemapanan kebekuan norma-norma yang labil, karena tidak mampu memberikan jawaban atas berbagai tantangan yang selalu muncul. Sikap ini lebih bersifat seni dan estetika, sehingga memungkinkan memberi jalan bagi suatu kelahiran reformasi. Kebangkitan kembali ajaran sastra, dan seni kuno telah melahirkan sikap baru terhadap manusia dan tempatnya di dunia. Dahulu kecakapan dan hasil karya manusia dianggap pencerminan kehendak ilahi. Kini orang menganggapnya sudah dengan sendirinya patut diperhatikan. Sikap semacam ini dikenal sebagai humanisme. Humanisme berpadu dengan jiwa kritis Skolastisisme pada akhir Abad Pertengahan atau daya upaya menggali kebenaran dengan penalaran yang tekun dan bersama-sama menciptakan sebuah pemikiran yang berbeda mengenai hubungan antara iman dan akal, antara wahyu dan pengetahuan. Teologi skolastik disusun berdasarkan kepercayaan bahwa suatu pengetahuan tentang Allah dapat dicapai oleh akal. Penemuan teknik cetak mencetak tidak hanya menyebarluaskan
4
H. Haikal, op.cit., hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
pikiran-pikiran Kristen, tetapi juga pikiran-pikiran sekuler serta kafir, dan penyebarannya mencapai penduduk yang kian lama kian melek aksara.5 Penentangan yang dilakukan oleh gerakan renaissance meski sudah sedemikian rupa, tetapi relatif tidak begitu melahirkan reaksi. Hal ini berbeda dengan bentuk penentangan yang dilakukan oleh gerakan reformasi yang lebih menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat Eropa. Reformasi merupakan salah satu kelanjutan dari perkembangan gerakan renaissance, yaitu kelahiran kembali budaya klasik Yunani dan Romawi setelah lama tenggelam akibat dominasi Gereja. Sebagai suatu gerakan, reformasi telah berhasil memecah belah Eropa, terutama dalam masalah agama. Sebagai gantinya, kemudian lahir berbagai gerakan pembaharuan Nasrani, yang masing-masing cenderung menganggap kelompok sendiri yang benar dan kelompok lain yang salah. Para pendukung pembaharuan Nasrani, pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan. Ada golongan reformator rohani yang menyesalkan usahausaha duniawi dan mendukung kegiatan kesalehan dan kesederhanaan. Adapula penganjur teori konsili yang menginginkan adanya suatu Konsili Ekumenis untuk memperbaharui Gereja sebagai lembaga. Akhirnya, ada kaum humanis yang percaya bahwa pengetahuan tentang Alkitab akan memulihkan kemurnian yang menjadi ciri khas Gereja Purba. 6 Humanisme menaruh minat pada estetika, melihat kegunaan pengetahuan sejarah, dan yakin bahwa tugas utama manusia adalah menikmati kehidupannya 5
Edith Simon dan Para Editor Pustaka Time-Life, Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi, Jakarta, Tira Pustaka, 1984, hlm. 13. 6 Ibid., hlm. 36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
secara bijak dan mengabdi masyarakatnya secara aktif. Kebangkitan kembali zaman klasik itu tidak hanya didahului oleh perubahan di dalam lingkungan Abad Pertengahan, tetapi juga oleh suatu hal yang sulit diterangkan. Abad Pertengahan barangkali kelihatan statis, tetapi sebenarnya diwarnai ketidakpuasan yang mendalam. Masyarakat Abad Pertengahan merasakan bahwa banyak hal tidaklah berjalan sebagaimana mestinya, baik di dalam gereja maupun negara, dan mereka mendambakan adanya kelahiran kembali atau kebangkitan kembali. Aliran Humanisme dengan agama Kristen terdapat konflik mesti tidak begitu tajam. Orang mengakui bahwa ilmu dan filsafat bukan Kristen mungkin dapat merongrong iman Kristen, tetapi bahaya tersebut bukan berupa keyakinan tandingan. Sebaliknya, bahaya itu berupa kemungkinan untuk menggantikan nilai rohani dengan nilai rohani dengan nilai duniawi. Agama boleh jadi memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari daripada sebelumnya. Antara tahun 1200-1550, Italia menghasilkan lebih 200 orang kudus. Jumlah keuskupan di Italia juga lebih besar daripada jumlah seluruh keuskupan di dunia Kristen Barat. Presentasi jumlah imam terhadap jumlah penduduknya lebih besar. Biara-biara boleh jadi sangat mundur, dan jumlah anggotanya merosot. Tetapi ini, setidaknya sebagian disebabkan oleh pemusatan pada kegiatan di luar biara, pada tugas khotbah, dan pergi ke tanah misi.7 Gerakan humanis berasal dari Italia pada Zaman Renaissance. Tokoh humanis yang paling tenar adalah Erasmus, cendekiawan pengelana yang lahir di Rotterdam. Erasmus tumbuh menjadi tokoh yang halus budi bahasanya pada abad
7
John R. Hale dan Para Editor Pustaka Time-Life, op.cit., hlm. 59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
ke-16. Nasehat Erasmus dicari oleh Paus dan reformator, raja dan cendekiawan di seluruh Eropa. Pada abad ke-16, tidak seorang pun lebih yakin akan perlunya pembaharuan daripada Erasmus, namun ia tidak pernah meninggalkan Gereja. Jauh sebelum Martin Luther, seorang reformator gereja yang paling gemilang, ia mempersoalkan kegiatan Paus di bidang sekuler dan mempertanyakan kebiasaan ulah tapa, pemujaan relikui, kehidupan membujang, penjualan indulgensi, penziarahan, pengakuan dosa, pembakaran penyesat dan doa kepada orang kudus. Erasmus melangkah lebih jauh daripada Martin Luther dalam desakkannya untuk mengurangi jumlah dogma menjadi sesedikit mungkin, dengan menyerahkan yang selebihnya kepada kebebasan pendapat.8 Revolusi Protestan itu bukan datang dengan tiba-tiba. Sebab-sebabnya telah kelihatan pada abad ke-15, dan mungkin juga pada abad ke-14. Kewibawaan Paus telah menjadi, cara hidup dari biarawan yang tinggi dan rendah telah tidak sejalan lagi dengan apa yang dikehendaki oleh Kristus dan pelayan-pelayan-Nya, di samping itu para biarawan sangat mengabaikan tugas utamanya ialah penjagaan jiwa-jiwa. Dengan demikian, masyarakat telah kehilangan rasa hormat terhadap Gereja serta pejabat-pejabatnya dan mudah sekali mendengar kepada nabi-nabi baru yang menghendaki reformasi atau pembaharuan. Pembaharuan bukan saja bagi manusia melainkan juga bagi ajaran dan lembaga-lembaganya.9 Martin Luther bukanlah orang pertama yang melakukan pembaharuan atau reformator dalam Gereja. Sebelum Martin Luther sudah ada gerakan pembaharuan Gereja yang terjadi pada abad ke-12 di Perancis oleh Peter Waldo. Peter Waldo 8 9
Ibid., hlm. 37. H. Embuiru, Gereja Sepanjang Masa, Denpasar, Nusa Indah, 1961, hlm. 124.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
adalah orang pertama yang melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Kemudian pada abad ke-14, terjadi kembali pembaharuan gereja oleh John Wycliffe seorang sarjana Inggris. Pada abad ke-15, satu abad sebelum tampilnya Martin Luther, muncul John Hus dari Bohemia yang juga melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Namun, pengaruh gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pendahulu Martin Luther hanya bersifat daerah (lokal). Barulah pada abad ke-16, ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik sudah menyebar luas ke seluruh penjuru dunia Eropa. Hal ini terjadi ketika Martin Luther pada 31 Oktober 1517 memakukan 95 dalil pada pintu Gereja Kastil Wittenberg. Dalil-dalil Martin Luther ini berisi tentang mengutuk keserakahan dan keduniawian di dalam Gereja yang dianggapnya sebagai bentuk penyelewengan. Martin Luther dikenal sebagai seorang tokoh reformator Gereja di Jerman pada abad ke-16. Gerakan reformasi yang diusahakannya telah menyebabkan berdirinya sebuah Gereja lain di samping Gereja Katolik Roma yaitu Gereja Lutheran. Tujuan awal gerakan reformasi Martin Luther sebenarnya hanya mencoba memperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Martin Luther dan kawankawannya semula berharap akan bisa menghilangkan berbagai bentuk penyelewengan yang dilakukan Gereja. Hanya saja, Martin Luther tidak saja demikian dipojokkan, bahkan dianggap sebagai outlaw yang sewaktu-waktu bisa dibunuh tanpa akan dihukum siapapun yang membunuhnya.10 Martin Luther yang melakukan pembangkangan terhadap Gereja Katolik Roma dan melahirkan gerakan Reformasi Protestan lahir di tahun 1483 di kota
10
H. Haikal, op.cit., hlm. 82.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
Eisleben, Jerman. Dia memperoleh pendidikan perguruan tinggi yang cukup baik dan pernah belajar hukum. Tetapi, secara keseluruhan Martin Luther tidak pernah menyelesaikan
pendidikan
formal
melainkan
memilih
menjadi
pendeta
Agustinian.11 Ketidakpuasan dan keluhan-keluhan Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma muncul setingkat demi setingkat. Di Roma, tahun 1510, Martin Luther melihat pemborosan dan kemewahan duniawi para pendeta Gereja Katolik. Hal yang paling mendorong Martin Luther untuk melancarkan aksi protesnya terhadap Gereja Katolik Roma adalah perbuatan Gereja
yang melakukan
pengadaan dan penjualan surat pengampunan dosa (indulgensi). Reformasi Gereja yang dilakukan Martin Luther ini berhasil. Keberhasilan reformasi itu disebabkan oleh bantuan dari tangan dunia yang menjadi alat bagi Protestantisme. Kebobrokan yang
terjadi
dalam tubuh Gereja, sangatlah
mungkin bila terjadi pembaharuan. Pembaharuan yang dilakukan terhadap Gereja ini selain dilihat dari segi agama, perlu juga dilihat dari segi politik dan segi sosial pada zaman itu.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16 ? 2. Apa yang melatarbelakangi munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (1517-1546) ? 11
Margareth Nicholas dan Eddy Soetrisno, Seratus Tokoh Besar yang Membentuk Sejarah Dunia, Jakarta, Intimedia dan Ladang Pustaka, 2003, hlm. 13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
3. Apa yang menjadi perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik ? 4. Apa dampak yang muncul dari reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tentang “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”, adalah: a. Mendeskripsikan dan menganalisis keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16. b. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (1517-1546). c. Mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik. d. Mendeskripsikan dan menganalisis dampak yang muncul dari reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16” ini, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang berguna antara lain: a. Bagi Universitas Sanata Dharma Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah koleksi kepustakaan dan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
penelitian tentang reformasi Gereja. b. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Dunia Pendidikan Hasil penelitian ini sebagai sumbangan pengetahuan dalam memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan tentang sejarah dunia, lebih khususnya tentang peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16. Sehingga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap dalam pengajaran sejarah. c. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di bangku kuliah ke dalam praktek dunia nyata sekaligus menambah wawasan pengetahuan tentang sejarah dunia, khususnya tentang peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16.
D. Tinjauan Pustaka Sumber merupakan unsur pokok dalam penulisan sejarah. Sumber tertulis maupun sumber lisan dapat dibagi atau dikategorikan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari para saksi mata atau pelaku peristiwa sejarah itu sendiri yang terlibat secara langsung maupun yang menyaksikan secara langsung peristiwa itu terjadi, atau berupa dokumen resmi dan penting pada masa peristiwa itu terjadi. Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi pandangan mata atau hasil karya orang lain yang berasal dari kesaksian seorang saksi.12
12
Louis Gootschalk, Mengerti Sejarah (terj.), Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986, hlm. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Adapun dalam penelitian ini sumber primer yang dipakai adalah berupa sumber tertulis yang diperoleh melalui buku-buku dan dokumen. Sumber primer yang dimaksud adalah sebagai berikut: Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Katekismus Besar Martin Luther telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Anwar Tjen, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, tahun 1994. Judul asli buku ini adalah Luther’s Large Catechism yang diterbitkan oleh Lutheran Publishing House, Adelaide pada tahun 1983. Buku ini merupakan suatu uraian yang sederhana mengenai iman Kristen yaitu pentingnya unsur-unsur pokok yang tidak boleh diabaikan. Di dalam buku ini, Martin Luther menjelaskan bahwa Katekismus adalah Alkitab orang awam di mana di dalamnya terkandung seluruh ajaran Kristen yang perlu diketahui oleh setiap orang Kristen. Buku ini terbagi dalam lima bagian, yaitu: 1. Bagian pertama, mengenai kesepuluh firman di mana di setiap firman diberikan penjelasan sederhana tentang maksud firman tersebut. 2. Bagian kedua, mengenai pengakuan iman di mana dengan pengakuan iman yang kuat maka dapat memelihara kesepuluh firman dengan baik. 3. Bagian ketiga, mengenai Doa Bapa Kami yang disertai dengan penjelasan mengenai makna yang terkandung dalam Doa Bapa Kami. 4. Bagian keempat, mengenai Baptisan bahwa dengan baptis maka seseorang telah menjadi umat Kristen dan Baptisan harus didukung dan dipertahankan dari dukun-dukun dan ajaran sesat. 5. Bagian kelima, mengenai Perjamuan Kudus dimana dijelaskan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
dimaksud dengan Perjamuan Kudus, apa manfaat dari Perjamuan Kudus, dan siapa yang layak untuk menerima Perjamuan Kudus. Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Three Treatises diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Charles M. Jacobs, Steinhauser, dan W.A. Lambert yang diterbitkan oleh Fortress Press di Philadelphia pada tahun 1960. Judul asli buku ini adalah An den Christlichen Adel deutscher Nation von des Christlichen Standes Besserung, De Captivitate Babylonica Ecclesiae, Von der Freihet eines Christenmenschen yang diterbitkan oleh Muhlenberg Press pada tahun 1957. Buku ini berisi tiga karangan yang menjelaskan pandangan-pandangan teologi Martin Luther. Martin Luther memang banyak menulis karangan teologi. Namun, bagi Martin Luther ketiga karangan ini merupakan yang paling penting. Adapun ketiga karangan itu antara lain: 1. Kepada Kaum Bangsawan Kristen Jerman tentang Perbaikan Masyarakat Kristen (An den Christlichen Adel deutscher Nation: von des Christlichen Standes Besserung), ditulis pada tahun 1520. Dalam karangannya, Martin Luther menentang dan memprotes mengenai tuntutan Paus bahwa kaum awam berada di bawah kekuasaan Paus, Paus yang berhak menafsirkan Alkitab dan hanya Paus yang berhak memanggil konsili. Ketiga hal ini telah menghalangi adanya pembaharuan dalam Gereja. 2. Pembuangan Babel untuk Gereja (De Captivitate Babylonica Ecclesiae), ditulis pada bulan Oktober 1520. Karangan ini ditulis dalam bahasa Latin karena ditujukan kepada para sarjana, teolog, dan pejabat Gereja. Martin Luther membahas tentang sakramen-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
sakramen. Menurut Martin Luther ke tujuh sakramen yang ada dalam Gereja Katolik Roma menawan seorang Kristen sejak ia lahir hingga ia meninggal, padahal menurut kesaksian Alkitab hanya dua sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. 3. Kebebasan Seorang Kristen (Von der Freihet eines Christenmenschen) Karangan ini merupakan buku etika, di mana Martin Luther merumuskan kebebasan Kristen dengan dua rumusan yaitu, seorang Kristen adalah bebas dari segala ikatan dan bukanlah hamba kepada siapa pun, seorang Kristen adalah terikat kepada segala sesuatu dan hamba kepada semua orang. Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Martin Luther: Kebebasan Seorang Kristen diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh W. Sihite dan B. Laiya diterbitkan oleh Depot Buku-buku Methodist di Jakarta pada tahun 1971. Judul asli buku ini adalah Von der Freiheit eines Christenmenschen yang diterbitkan oleh Muhlenberg Press pada tahun 1957. Buku ini merupakan salah satu karangan yang ternama yang muncul dari reformasi Protestan di Eropa pada abad ke-16. Buku ini berisi perumusan mengenai kebebasan seorang Kristen. Martin Luther menulis buku ini atas usulan seorang Paus yang masih mengharapkan kompromi antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma. Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Luther’s Works Voulme 40: Church and Ministry diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Conrad Bergendoff dan diterbitkan oleh Muhlenberg Press di Philadelphia pada tahun 1957. Judul asli buku ini adalah Martin Luthers Werke: Kritische Gesamtausgabe yang diterbitkan oleh Lutheran Publishing House, Berlin, pada tahun 1955. Buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
ini berisi tentang ajaran-ajaran gereja dan pemeliharaan ajaran Gereja yaitu mengenai sepuluh firman, mengenai doa yang benar bagi seorang Kristen, membahas tentang kesengsaraan dan penderitaan. Selain itu, buku ini juga menjelaskan pentingnya akan dua sakramen yaitu Sakramen Baptis yang kudus dan Sakramen Tubuh dan Darah Kristus (Perjamuan Kudus). Masalah penyesalan dan pertobatan akan dosa yang diperbuat manusia juga diuraikan di dalam buku ini. Selain sumber primer di atas, dipergunakan sumber sekunder yang mendukung bagi penelitian ini. Sumber sekunder merupakan sumber yang telah ditulis ulang oleh orang lain di mana penulis yang bersangkutan tidak sejaman dengan peristiwa atau sumber yang diperolehnya. Adapun sumber sekunder yang dipakai dalam penelitian adalah berupa sumber tertulis yang diperoleh melalui buku-buku dan artikel-artikel. Buku-buku dan artikel-artikel yang
dimaksud
adalah sebagai berikut: Buku yang ditulis oleh Hans Peter Grosshans berjudul Luther diterbitkan oleh Kanisius di Yogyakarta pada tahun 2001. Buku ini mengisahkan tentang seorang tokoh Kristen yaitu Martin Luther. Martin Luther adalah pemimpin reformasi Protestan yang paling terkenal. Martin Luther sebagai dosen di Wittenberg memberi tekanan baru pada prinsip Santo Paulus tentang pembenaran berkat iman, yang menantang kebobrokan Gereja Katolik Roma pada waktu itu. Buku yang ditulis oleh Edith Simon berjudul Zaman Reformasi diterbitkan oleh Tira Pustaka di Jakarta pada tahun 1984. Buku ini mengisahkan cerita tentang reformasi kegerejaan yang menyangkut perkembangannya menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
pecahan-pecahan yang saling berbentrokan dan adanya interaksi dengan suasana politik, sosial, ekonomi, serta filsafat yang terdapat pada masa itu. Buku ini dengan jelas membahas munculnya reformasi Gereja hingga munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja. Buku yang ditulis oleh Roberts Liardon berjudul Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ingouf Setiawan dan diterbitkan oleh Metanoia Jakarta pada tahun 2006. Judul asli buku ini adalah God’s Generals II: The Roaring Reformers, diterbitkan oleh Roberts Liardon Ministries, USA, pada tahun 2003. Buku ini berisi tentang tiga tokoh besar yang melakukan reformasi Gereja. Ketiga tokoh reformasi Gereja itu adalah: 1.
John Wycliffe, ia dikenal sebagai “Penerjemah Alkitab” karena ia berhasil menerjemahkan Alkitab bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris dan menjadi martir atas usaha-usahanya itu. Ia adalah tokoh reformasi Gereja pada abad ke-14.
2.
John Hus, ia dikenal sebagai “Bapak Pembaharuan” karena ia selalu berusaha untuk menyebarkan Injil dan mendorong orang-orang untuk mempelajari Alkitab. Ia adalah tokoh reformasi Gereja pada abad ke-15.
3.
Martin Luther, ia dikenal sebagai “Kapak-Perang Reformasi” karena ia seorang biarawan yang menjadi seorang reformator, yang menemukan kebenaran bahwa manusia diselamatkan hanya karena anugerah dari Allah. Buku yang ditulis oleh H. Haikal berjudul Renaissance dan Reformasi
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
1989. Buku ini berisi tentang keterkaitan renaissance dengan munculnya reformasi. Selain itu, buku ini juga mengisahkan riwayat Martin Luther, perjuangan Martin Luther dalam melakukan reformasi Gereja, pernikahan Martin Luther, hingga kematian Martin Luther akibat terserang penyakit. Buku yang ditulis oleh W.L. Helwig berjudul Sejarah Gereja Kristus Jilid 2 diterbitkan oleh Yayasan Kanisius di Yogyakarta pada tahun 1974. Buku ini berisi tentang perjalanan Gereja dalam Abad Pertengahan dengan masa keemasannya sampai saat menjelang abad modern, di dalam buku ini juga diuraikan mulai runtuhnya Abad Pertengahan karena munculnya renaissance dan humanisme, hingga memuncak dengan adanya protes terhadap Gereja Katolik untuk mengadakan reformasi. Diktat yang ditulis oleh Fl. Hasto Rosariyanto, SJ. berjudul Sejarah Gereja Umum II . Diktat ini diterbitkan oleh Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pada tahun 2001. Diktat ini terbagi menjadi ke dalam 4 bagian yaitu: 1. Revolusi Protestan dan reformasi Katolik. 2. Gereja di dalam jaman absolutisme. 3. Gereja di dalam jaman liberalisme. 4. Gereja di dalam jaman totalitarisme. Buku yang ditulis oleh Kleopas Laarhoven berjudul Gereja Abadi diterbitkan oleh Offset di Gunungsitoli pada tahun 1977. Buku ini berisi tentang kondisi Gereja Katolik yang berada dalam suatu krisis yang mengancam hidup Gereja Kristus. Beberapa orang sudah mencoba memperbaharui Gereja, tetapi semua usaha itu gagal, karena kegiatan-kegiatan mereka menuntut perubahan moral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
dari kaum beriman pada umumnya dan dari pejabat Gereja pada khususnya. Namun, keinginan akan pembaharuan tidak dapat dipadamkan. Dalam abad ke-16, seruan akan pembaharuan semakin kuat. Pembaharuan dalam Gereja Katolik
berubah mulai kuat, sesudah sebagian besar kaum beriman
meninggalkan gereja di bawah pimpinan Martin Luther dan Calvin. Artikel
yang ditulis oleh Dian berjudul Pemisahan Diri Luther dari
Roma yang terdapat pada situs internet http://www.dianweb.org/buku/luther/htm. Artikel ini memuat perjuangan Martin Luther yang menentang berbagai bentuk penyelewengan
yang
dilakukan oleh Gereja. Martin Luther
menempelkan 95 dalilnya pada
pintu Gereja Kastil Wittenberg. Hal ini
membuat Paus marah, sehingga Martin Luther dipanggil menghadap ke Roma. Dalam artikel ini juga dituliskan bahwa Martin Luther telah membuat suatu keputusan yang sangat berat di mana ia telah memutuskan untuk memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Artikel yang ditulis oleh Tim Wikipedia Indonesia berjudul Martin Luther terdapat
pada situs internet http://id.wikipedia org/wiki/martin_luther.
Artikel ini menceritakan riwayat hidup Martin Luther dari ia lahir, masa kecilnya, hingga ia dewasa yang mulai bimbang akan dirinya yang menginginkan kedamaian bersama Allah. Di dalam artikel ini juga dituliskan mengenai teologi
Martin Luther
mengenai
anugerah dan penentangannya terhadap
pengadaan dan penjualan surat penghapusan dosa (indulgensi) yang dilakukan Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
E. Landasan Teori Skripsi ini berjudul “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”, supaya dapat
menjelaskan
lebih
mendalam
tentang
permasalahan dan ruang lingkup penelitian ini, maka dibutuhkan uraian dari beberapa konsep agar dapat menjelaskan dan menguraikan permasalahan penelitian skripsi ini. Konsep-konsep tersebut adalah peranan, indulgensia, reformasi Gereja, dan Lutheranisme. Penjelasan tentang konsep-konsep ini sangat penting karena hal ini merupakan landasan berpikir dan pembatasan masalah. 1. Peranan Peranan merupakan kata dengan imbuhan -an dan memiliki kata dasar peran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang
berkedudukan
dalam masyarakat.13 Peran atau role merupakan cara tertentu yang dilakukan seseorang untuk menjalankan peranan yang dipilihnya.14 Sedangkan yang dimaksud dengan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.15 Peranan juga dapat diartikan sebagai fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan.16 Menurut Adam Kuper dan Jessica Kuper, menyebutkan bahwa masyarakat sebagai
satu
unit di mana setiap orang
memiliki berbagai peran yang
harus dimainkan, dan dalam unit itu peran-peran
13
yang utama sudah
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, hlm. 667. 14 Save M. Dangun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta, LPKN, 2006, hlm 870. 15 Ibid. 16 Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia Jilid II, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983, hlm. 1579.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
ditetapkan
dengan
jelas. Sepanjang
masyarakat
menyadari bahwa diri
mereka dan orang lain menduduki posisi yang memiliki berbagai hak dan kewajiban, maka perilaku mereka tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada berbagai harapan mereka tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku dan perilaku apa yang harus dilakukan orang lain dalam berhadapan dengan mereka.
Segala
penjelasan
mengenai
mengapa
masyarakat mengikuti
peraturan menyiratkan suatu konsep peran, karena peraturan diterapkan pada orang-orang yang memiliki posisi sosial tertentu. Dengan demikian, konsep peran
menjelaskan hubungan
antara individu
dan masyarakat.17 Peranan merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam suatu kelompok sosial. Harapan masyarakat yang membatasi peranan tertentu sangat sering bertentangan sehingga pemegang peranan dapat memilih dengan leluasa bentuk perilaku tertentu. Penentuan peranan dipengaruhi oleh persepsi pemegang peran terhadap orang lain atas peranannya, tafsirannya sendiri atas peranan tersebut, kepekaan terhadap tuntutan tumbuhnya penentu peran yang khas karena situasi dan kemampuan serta kecakapannya menanggapi. Sekumpulan peranan yang dipegang oleh seorang individu saja disebut seperangkat peranan. Seperangkat peranan yang terdiri dari berbagai tuntutan peran akan melahirkan konflik peranan. Pelaku atau pemegang peran yang melakonkan peranan disebut ego, pasangan peran dalam suatu peranan kepada siapa si pemegang peranan berinteraksi disebut alter atau 17
Adam Kuper dan Jessica Kuper, Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, Jakarta, PT. Raja Gravindo Persada, 2000, hlm. 938.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
aku yang kedua.18 Berdasarkan pengertian peranan di atas, maka Martin Luther memiliki peranan yang dominan dalam proses reformasi Gereja yang terjadi pada abad ke-16 karena ia sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. Ketidakpuasan dan keluhan-keluhan Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma timbul setingkat demi setingkat, di mana Martin Luther berseru kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-ajaran Alkitab telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen. Seruan yang dilakukan oleh Martin Luther ini berupa penempelan dalil sebanyak 95 dalil yang dipakukan di pintu Gereja Kastil Wittenberg. Ruang lingkup protes Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma dengan kecepatan luar biasa menyebar dengan luas. Gerakan reformasi yang dilakukan Martin Luther berjalan terus. Banyak kota dan wilayah Jerman memihak kepada Martin Luther, dan nama Martin Luther mulai terkenal di luar Jerman. Banyak kaum humanis dan para petani Jerman yang bersimpatik kepada Martin Luther. 2. Indulgensia Indulgensia secara harfiah berarti kemurahan hati, atau pengampunan atas hukuman sementara akibat dosa yang sudah diampuni. Indulgensi adalah pengampunan di hadapan Allah dari hukuman-hukuman sementara bagi dosa-dosa yang kesalahannya sudah diampuni. Indulgensia diperoleh orang beriman yang berdisposisi baik dan memenuhi syarat-syarat tertentu, gereja menolong mereka yang sebagai pelayan keselamatan berwenang untuk membagi dan menyampaikan harta rohani yang tersedia berkat karya pemulihan Kristus dan
18
Jack C. Plano dkk, Kamus Analisa Politik, Jakarta, Cv. Rajawali, 1985, hlm. 221.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
para orang kudus.19 Indulgensia (surat penghapusan dosa) adalah penghapusan sepenuhnya atau sebagian dari penghukuman sementara yang masih ada bagi dosa-dosa setelah kesalahan seseorang dihapuskan melalui absolusi, yaitu pernyataan oleh imam bahwa dosa seseorang telah dihapuskan.20 Menurut Kamus
Sejarah Gereja, indulgensia merupakan penghapusan
hukuman sementara karena pengampunan dosa oleh Gereja berdasarkan jasa Kristus dan orang-orang kudus. Praktek ini didasarkan pada asumsi retribusi keadilan Allah, yaitu dosa harus mendapat hukuman baik di bumi maupun dalam api
penyucian, bahkan juga
setelah orang
berdosa
diperdamaikan
dengan Allah lewat penyesalan dan absolusi. Seseorang dapat memperoleh indulgensia penuh atau indulgensia sebagian saja yaitu hukuman sementara itu dikurangi hari atau tahunnya di dalam api penyucian.21 Sejak abad ke-3, muncul ajaran bahwa dengan perantaraan imam, pengaku dan mereka
yang menghadapi kemartirannya dapat memperpendek hukuman
mereka yang sedang menjalani hukuman pertobatan. Kemudian hukuman pertobatan ini dipandang sebagai pengganti hukuman di api penyucian. Ajaran tentang indulgensia baru mencapai perkembangan yang penuh pada abad ke12.22 Indulgensia biasanya diberikan oleh Paus. Paus juga memberikan hak kepada wakil-wakilnya untuk memberikan indulgensia sebagian pada waktu19
Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid III, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 2004, hlm. 98. Tim Wikipedia, “ Martin Luther “ dalam http://id.wikipedia.org/wiki/martin_luther, 10April2007. 21 F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1994, hlm. 98. 22 Ibid., hlm. 99. 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
waktu tertentu, seperti pada waktu penahbisan Gereja, pada waktu melaksanakan puasa pada hari-hari tertentu, dan pada perayaan suatu keuskupan. Namun, praktek kesewenang-wenangan
terjadi
oleh pejabat
Gereja yang tidak
peduli pada norma-norma moral yaitu dengan cara memberikan indulgensia dengan memperoleh imbalan sejumlah uang. Pada abad ke-16, terjadi penyelewengan terhadap surat indulgensia yang dilakukan oleh Gereja. Gereja mengajarkan bahwa Yesus, Maria, dan para santa serta santo berkelakuan jauh lebih baik di bumi daripada yang mereka butuhkan untuk dapat masuk surga. Kredit ekstra dari kebajikan mereka disimpan dalam sistem perbankan surga, yang dicatat oleh Paus. Kredit ini disebut dengan “kebijakan bersama” atau “perbendaharaan kebajikan”, tersedia bagi orang-orang awam melalui kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dari para imam, yang bergantung pada dosa-dosa yang diakui oleh umat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut “perbuatan-perbuatan”. Bukti dari perbuatan-perbuatan diberikan dalam bentuk bukti pembelian yang dikenal dengan indulgensia.23 Surat indulgensia ini pada abad ke-16 diperjualbelikan. Pembeli dapat membeli sebuah indulgensia untuk dirinya sendiri ataupun untuk salah seorang sanak keluarga yang sedang berada di api penyucian. Hanya Paus saja yang dapat menentukan berapa tahun hukuman seseorang dapat dikurangi dalam api penyucian. Namun, umat yang memiliki kekuatan dan semangat dari roh agamawi akan selalu berjuang untuk menerima pengampunan dari Allah, saat mereka mencoba membayar dosa-dosa mereka sendiri melalui perbuatan-perbuatan
23
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 147.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
baik mereka. 3. Reformasi Gereja Reformasi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Latin. Reformasi pada umumnya berarti memberi bentuk (= forma) yang lebih baik, atau kembali (= re) ke bentuk yang semestinya, karena keadaan telah merosot dan kurang memuaskan. Semua yang manusiawi sewaktu-waktu perlu diperbaharui karena kesalahan yang telah dibuat sebelumnya.24 Menurut J.S. Badudu yang dimaksud dengan reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, agama dalam sebuah masyarakat atau negara.25 Pada masa Karl Agung sekitar abad ke-8 dan 9, gereja dengan negara memiliki hubungan yang erat karena bersama-sama meningkatkan kemakmuran masyarakat Kristiani dan bekerjasama memperluas kerajaan Allah di dunia. Dalam hal ini, pemerintahan Kaisar Karl Agung memakai biara-biara sebagai pembantu-pembantunya dalam pembangunan. Hubungan baik antara Gereja dan negara membawa amat banyak keuntungan untuk perkembangan Gereja,antara lain:26 a. Gereja mendapat perlindungan untuk harta miliknya serta pembebasan pajak. b. Perundang-undangan kafir dirubah sesuai dengan Undang-Undang Gereja. c. Gereja memperoleh pengesahan kekuasaannya. d. Kewibawaan sipil diberikan kepada para uskup, dan hal perlindungan suaka diberikan kepada Gereja.
24
Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja Jilid VII, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm. 106. J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, Jakarta, Kompas, 2003, hlm. 298. 26 H. Embuiru, op.cit., hlm.73. 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
e. Dosa melawan Tuhan sebagai bid’ah, penghujatan dinyatakan kejahatan umum dan disiksa oleh negara. f. Gereja mendapat pengaruh atas negara dan dengan demikian dapat menyediakan dunia untuk beberapa masalah penting, misalnya penghapusan perhambaan. Namun, kejayaan negara mulai runtuh secara perlahan ketika Karl Agung wafat, di mana para penggantinya malah menyebabkan perpecahan dalam kerajaan. Kerajaan terbagi menjadi 3 yaitu Kerajaan Frank Barat, Kerajaan Frank Tengah, dan Kerajaan Frank Timur. Perang saudara terjadi di antara ketiga raja yang saling bersaing memperluas wilayahnya. Suasana dan keadaan negara yang kacau balau turut memberi dampak terhadap Gereja yang juga mengalami krisis kewibawaan. Pada masa Abad Pertengahan, para raja serta pangeran bertindak sangat baik terhadap Gereja. Mereka melengkapi Gereja dengan kekayaan serta harta milik. Kekayaan serta keutamaan sosial itu merupakan suatu bahaya besar bagi Gereja. Apabila ada lowongan disalah satu tempat Gereja, maka segala macam bangsawan berusaha untuk menempatkan orangnya di Gereja tersebut. Pilihan seorang uskup secara kanonis oleh biarawan serta awam tidak dikenal lagi. Calon untuk suatu pangkat di dalam Gereja dipergantungkan kepada kehendak raja dan kaisar, orang-orang
dipilih
menjadi
uskup
bukan
karena
keutamaan
dan
kebijaksanaannya lagi. Hal memberikan garansi terhadap kesetiaan kepada raja dan terhadap politiknya adalah jauh lebih penting dari pada pengetahuannya mengenai Kitab Suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
Pangkat-pangkat
Gereja
dijual
kepada
siapa
yang
lebih mahal
menawarnya.Banyak uskup membeli pangkatnya lalu menjualkan pangkat yang rendah kepada yang rendah kepada yang lain, dan untuk menutup kerugian maka biarawan yang lain itu menjual lagi Sakramen dan Sakramentali. Biarawan yang berpraktek simonia adalah biarawan yang telah merosot imannya. Dengan demikian, bahwa dalam abad ke-10 dan 11, setengah dari para imam tidak menghiraukan kehidupan selibat lalu hidup sebagai bapa rumah tangga di mata umum.27 Keadaan Gereja sangat memprihatikan sebab semangat Kristiani telah hilang dari hati kaum orang beriman dengan dilakukan perbuatan simonia, sehingga pada zaman itu sering disebut sebagai Zaman Gelap. Keadaan Gereja yang seperti ini menyebabkan banyak orang tidak lagi memperdulikan gereja, tetapi juga masih ada orang-orang yang mengkritik Gereja dengan maksud untuk memperbaikinya. Aliran ini menjadi kuat di biara-biara. Biara-biara yang ada berjasa dalam penyelamatan dan pembaharuan Gereja dari kemerosotan iman yang merajalela. Pembaharuan terjadi dalam Biara Cluny. Biara ini didirikan pada tahun 910 di Cluny, Burgondia, bagian timur Perancis. Dari awalnya, biara ini tidak dikuasai oleh bangsawan atau uskup, melainkan langsung di bawah pimpinan Paus. Biara ini dengan kuat mempertahankan aturanaturan mengenai kemiskinan, ketaatan, dan keperawanan, serta doa bersama dalam aturan harian Biara Cluny. Pembaharuan dalam Biara Cluny menonjol dan menarik perhatian banyak biarawan dan biarawati serta tokoh-tokoh Gereja. Dari
27
Ibid., hlm. 77.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
manapun biarawan Cluny diundang untuk memimpin pembaharuan di biara-biara yang lain, baik oleh biarawan atau biarawati sendiri, maupun oleh para uskup serta para bangsawan yang berkuasa dalam biara di daerah-daerahnya. Usaha Cluny sangat berhasil sehingga dalam tahun 1100 kurang lebih 1500 biarabiara mengakui Cluny sebagai pusat rohani mereka.28 Abad Pertengahan mengalami kejayaan sekitar tahun 1100-1300, dimana gereja berhasil untuk mencapai cita-citanya yaitu mendirikan Kerajaan Allah di dunia. Pada waktu itu, masyarakatnya hidup dalam keyakinan bahwa Allah hadir di tengah-tengah mereka, dan mereka berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah. Gereja dalam hal ini memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat. Gereja dalam mempengaruhi masyarakat melalui usaha-usaha tertentu, antara lain:29 a. Dalam bidang politik internasional: Raja-raja yang tidak taat kepada undang-undang Gereja dan tidak mengakui kuasa Paus baik dalam bidang rohani maupun dalam bidang politik, demikian juga raja-raja yang berperang untuk memperluas daerahnya dengan bermacam-macam cara yang tidak halal, diancam dengan pengucilan dan hukuman internasional. b. Dalam bidang sehari-hari: Masyarakat dalam Abad Pertengahan terbagi dalam 3 golongan yaitu bangsawan, rohaniwan, dan rakyat jelata. Secara teoritis, setiap golongan punya hak kewajiban tertentu, tetapi dalam prakteknya rakyat jelata biasanya 28 29
Kleopas Laarhoven, Gereja Abadi, Gunungsitoli, Offset, 1977, hlm.51. Ibid., hlm. 59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
ditindas oleh para bangsawan yang memperlakukan rakyat demi kepentingan sendiri. Dalam hal ini Gereja mengumpulkan dana untuk orang miskin dan juga mengeluarkan peraturan untuk membela rakyat jelata dengan mengeluarkan dua peraturan yaitu: 1) Damai Allah (PAX DEI). Peraturan ini melarang dengan ancaman hukuman pengucilan menyerang orang yang tidak dapat membela diri seperti anak-anak, wanita, dan kaum peziarah. 2) Genjatan senjata demi Allah (TREUGA DEI). Peraturan ini melarang dengan mengancam hukuman pengucilan perang pada hari yang tertentu antara lain hari Minggu dan hari raya. Dengan segala tindakannya itu, Gereja dapat mempengaruhi masyarakat untuk menerapkan cita-citanya. Tetapi pengaruh Gereja itu membahayakan karena kuasa dan pengaruh tersebut selalu membawa kekayaan bagi Gereja dan pejabat tinggi. Dalam hal ini, bahaya tersebut ditentang oleh biara, khususnya Biara Sistersienser, cabang dari Ordo Benediktin yang dipelopori oleh S. Bernardus dari Clairvaux. Pada tahun 1300-an, terjadi krisis kewibawaan di dalam Gereja di mana hal ini erat hubungannya dengan krisis rohani. Krisis ini memberikan pukulan yang lebih hebat kepada kesatuan umat Kristen daripada yang mungkin diakibatkan oleh skisma Barat dan Galikanisme, krisis itu ialah perpecahan reformasi. Dalam hal tersebut, kaum awam bersaing dengan kaum rohaniwan untuk menarik diri dari pola teologis dan memperkembangkan menempuh arah menurut kodrat, dan memulai renaissance.30
30
W.L. Helwig, Sejarah Gereja Kristus Jilid II, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 1974, hlm. 136.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Sejak abad ke-14, seruan untuk melakukan pembaharuan di dalam Gereja tidak pernah berhenti. Memang sudah banyak usaha pembaharuan dilakukan, akan tetapi pada waktu itu masih belum memberikan pengaruh apa-apa, karena hal ini disebabkan di dalam seluruh abad ke-14 dan di dalam seperempat pertama abad ke-15, pembuangan Babilon penghalang
para
Paus
dan Skisma Barat, merupakan
bagi terselenggarannya kerja sama yang dapat mengarah kepada
pembaharuan Gereja.31 Hidup kekristenan dalam Gereja Katolik selama abad ke-15 sangat merosot di segala bidang, tidak terkecuali pemikiran teologi. Ada berbagai hal yang menyebabkan kemerosotan ini antara lain terjadi skisma besar antara tahun 1378 dan tahun 1417 yang melanda Gereja Katolik yaitu perpecahan Gereja menjadi Gereja Timur dan Gereja Barat karena pada saat yang bersamaan ada lebih dari satu Paus dan masing-masing Paus memiliki pendukung sendiri-sendiri.32 Para pejabat tinggi rohaniwan melakukan banyak penyelewengan, diantaranya absentisme yaitu gejala uskup jarang atau tidak pernah tinggal di wilayahnya sendiri, sedangkan karya kerasulan sesungguhnya diserahkan kepada tenaga pembantu bayaran, penumpukan jabatan di mana seseorang memangku jabatan lebih dari satu sekaligus, perkawinan yang dilakukan oleh uskup. Selain itu berkembang pemikiran baru yaitu renaissance yang kemudian melahirkan alam pikiran humanisme. Kemerosotan tersebut memunculkan berbagai reaksi dan usaha perbaikan
31 32
Ibid., hlm. 141. Fl. Hasto Rosariyanto, Sejarah Gereja Umum II, Yogyakarta, Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, 2001, hlm. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
tanpa banyak hasil, hingga kemudian tercetuslah reformasi. Martin Luther bukanlah orang pertama yang melakukan pembaharuan atau reformasi di dalam gereja. Pembaharuan dalam gereja sudah banyak dilakukan oleh para pendahulunya. Namun, pengaruh gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pendahulu Martin Luther hanya bersifat daerah (lokal). Reformasi Gereja pada abad ke-16, gerakan reformasi dilakukan oleh kaum humanis. Salah seorang humanis generasi awal, ialah Lorenzo Valla dianggap sebagai salah seorang pelopor bagi lahirnya reformasi. Lebih jauh nampaknya ada kerjasama yang cukup harmonis dan saling bahu membahu antar kaum humanis, tanpa saling memperhatikan asal angkatan mereka masing-masing. Mereka berusaha saling mendukung sebaik mungkin. Ini dapat dilihat terutama dalam kemelut yang dialami Martin Luther yang tampil dengan 95 dalilnya. Kerjasama ini antara lain dibuktikan dengan cepatnya mereka berusaha memperoleh salah satu naskah atau salinannya serta segera memperbanyaknya dan dengan cepat menyebarkan ke seluruh Jerman. Akibatnya, gerakan Martin Luther segera beroleh perhatian dan dukungan hampir dari semua lapisan masyarakat. Semua ini mereka lakukan dengan biaya yang mereka tanggung bersama. Salah satu contoh adanya saling mendukung ialah Erasmus yang berharap agar tindakan Martin Luther akan berhasil dengan baik, serta membuahkan apa yang dicita-citakan bersama.33 Martin Luther memusatkan perhatiannya lebih kepada masalah dosa dan rahmat, pembenaran manusia dan Gereja. Usaha yang dilakukan Martin Luther dalam reformasi terhadap Gereja Katolik
33
Ibid., hlm. 5.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
adalah
menyebarkan
perlawanan
terhadap
Gereja
Katolik
dengan
memperkenalkan etika dan asas Protestantisme pada abad ke-16 di Eropa. Gerakan reformasi telah berhasil membawa kesadaran religius ke tingkat yang lebih tinggi dari tahap ketulusan hati ke tahap kesadaran jiwa yang gelisah dan terdorong mencari tanpa henti.34 Dengan demikian yang dimaksud dengan reformasi Gereja adalah bukan dalam arti mengubah-ubah hakekat ajaran reformasi agar disesuaikan menjadi lebih modern atau cocok untuk jaman ini, karena pada hakekatnya pokok-pokok ajaran reformasi sendiri merupakan ajaran yang konsisten, solid, dan terbukti kebenarannya sebab semuanya itu mendasarkan pada Alkitab. Reformasi Gereja juga dapat diartikan sebagai suatu gerakan religius yang bercita-cita untuk memurnikan kehidupan Gereja dan mendasarkan hidup Kristiani pada Kitab Suci.35 4. Lutheranisme Lutheranisme lebih merupakan suatu gerakan yang dipimpin oleh Martin Luther. Adapun yang menjadi ciri khas Lutheranisme pada abad 16 adalah pikiran individualistis dan penuh perasaan. Sesungguhnya tidak ada Lutheranisme dalam arti suatu sistem yang menyeluruh, yang ada hanyalah Lutheranisme dalam arti yang mengarah pada religius dan pembentukan hati nurani.36 Martin Luther mendalami ajaran Occam dan juga mendalami aliran mistik Jerman. Gagasan tentang ketidakberdayaan mutlak manusia di hadapan Allah 34
Jalal, “Reformasi dan Tafsir Ibrani“ dalam http://www.jalalcenter.com/index.php?option=com_content&task=view&id=110., 10April2007. 35 Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, hlm. 275. 36 W.L. Helwig, op.cit., hlm. 147.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
dan penyerahan pasif kepada Allah sangat menarik perhatian Martin Luther. Dari gagasan
inilah Martin Luther akan mengembangkan dan mempertahankan
ajarannya yaitu keselamatan berkat iman. Martin Luther pada tahun 1516 dan 1518 telah menerbitkan manuskrip yang tidak lengkap mengenai satu uraian tentang mistik dari akhir abad ke-14. Naskah ini disebut Theologia Germanica yang dikarang oleh seorang anggota Ordo Ksatria Jerman. Naskah ini menekankan hidup miskin, supaya dapat mempercayakan nasibnya secara total kepada Tuhan. Gagasan pengalaman pribadi tentang keselamatan berkat rahmat melalui iman saja termasuk tradisi mistik Dominikan Jerman. 37 Ajaran khas Lutheranisme dapat ditemukan khususnya dalam Pengakuan Augsburg (1530), Pembelaan Pengakuan Augsburg (1531), Pasal-pasal Smalkald (1536), dan Katekismus Luther (1536). Intinya adalah sebagai berikut; sola fides atau pembenaran oleh iman saja (tidak oleh pekerjaan baik), sola gratia atau pembenaran oleh rahmat Allah saja, dan sola scriptura atau hanya Kitab Suci (bukan tradisi manusiawi) yang merupakan norma iman yang mempunyai wibawa. Lutheranisme menekankan salib Kristus dan perhambaan manusia terhadap dosa; hanya menerima baptisan dan ekaristi sebagai sakramen yang benar-benar diadakan oleh Tuhan.38 Berpangkal pada ajaran Sola fidenya, maka Martin Luther menegaskan bahwa manusia hanya dapat menyerahkan dirinya secara pasif kepada Allah. Ia merasa
37
Adolf Heuken, Spritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002, hlm. 165. 38 Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, op. cit., hlm. 183.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
keluar dari penyelewengan-penyelewengan insani, menuju ke arah agama Kristen murni jaman para rasul. Segala lembaga maupun ajaran yang tidak serasi lagi dengan ajaran Sola fidenya dipandang oleh Martin Luther sebagai buatan manusia.39 Bagi Martin Luther yang menjadi penggerak utama karya pembaharuannya ialah kotbah tentang indulgensia pada saat pembangunan Gereja Santo Petrus, yang diucapkan oleh seorang Dominikan bernama Tetzel. Gerakan reformasi pada abad ke-16, selain dilakukan oleh Martin Luther dilakukan pula oleh John Calvin di Swiss, ia memberontak terhadap pimpinan Gereja dan mempropagandakan perubahan dalam ajaran dan hidup Gereja. John Calvin sama seperti Martin Luther yang juga memiliki pengikut yang mengikuti ajarannya. Pengikut dari ajaran John Calvin disebut Calvinisme.. John Calvin dengan Martin Luther memiliki perbedaan pokok tentang paham predestinasi, ekaristi, dan sebagai konsekuensinya juga hubungan Gereja-negara.40 Martin Luther dalam ajarannya mengutamakan tiga hal penting dari ajaran reformasi yaitu sola fides, sola gratia, dan sola scriptura. Sedangkan John Calvin dalam bukunya Institutio menyatakan beberapa prinsip dasar iman Kristen, antara lain tentang kedaulatan Allah, predestinasi, perbuatan baik apapun tidak mungkin dapat menyelamatkan manusia dari hukuman dosa, hanya melalui iman saja orang diselamatkan, Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya bagi umat pilihan-Nya, keselamatan dan pengampunan dosa merupakan anugerah Allah (pemberian cuma-cuma) semata-mata, anugerah keselamatan yang kekal dan menetap selamanya bagi orang pilihan Tuhan Yesus Kristus. John Calvin juga 39 40
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 149. Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
sangat memperhatikan bagaimana iman Kristen dapat diterapkan dalam setiap aspek kehidupan manusia.41 Gereja Lutheran mendasarkan ajarannya dengan basis Protestan reformasi yaitu pembenaran oleh iman dan supremasi Kitab Suci (Alkitab). Selain itu Gereja Lutheran juga memegang ajaran “The Cessation Theory” yang mengajarkan bahwa tanda-tanda mujizat dalam Perjanjian Baru telah berakhir pada Zaman Rasul-rasul.42 Pada abad ke-16 dan ke-17, Lutheranisme disistematisir sehingga menjadi sangat intelektualistik. Hal ini mengakibatkan timbulnya reaksi yaitu munculnya gerakan pietisme di mana sola fides kurang mendapat tekanan dan memberi tekanan yang keras pada penyucian pribadi. Pada abad ke-19, Lutheranisme terancam dengan tindakan Raja Frederick Willem III dari Prussia yang mempersatukan Gereja Lutheran dan Gereja Calvinis dalam kerajaannya. Sesudah Perang Dunia II diusahakan untuk mempersatukan Gereja-gereja Lutheran di Jerman dalam Kesatuan Gereja Lutheran Injili di Jerman.43 Di Inggris pun, juga mengalami reformasi dalam Gereja. Namun, terdapat perbedaan antara reformasi Gereja di Inggris dengan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther di Jerman dan reformasi Gereja yang dilakukan oleh John Calvin di Swiss. Perbedaan
reformasi
Gereja di Inggris dengan yang
lainnya dikarenakan perbedaan alasan dilakukannya pembaharuan di dalam Gereja. 41
Eddy Peter Purwanto, “Gereja Reformasi: Masih Perlukah Direformasi?” dalam http://www. Lrii.org/artikel.php?id., 10 April 2007. 42 NN, “Gereja Lutheran”, dalam http://www.gpdiworld.us/isi/others/sejarahgereja.htm., 8 September 2007. 43 Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, op.cit., hlm.153.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Di Inggris, reformasi Gereja dipelopori oleh Raja Henry VIII. Alasan Raja Henry mereformasi Gereja ialah Raja Henry VIII ingin menjadi kepala Gereja di dalam kerajaannya, karena Paus tidak menyetujui perceraiannya. Maka Gereja Inggris tetap berpegang pada banyak tradisi Katolik, tidak hanya menekankan pentingnya Kitab Suci, credo (pernyataan iman kepercayaan Kristen) dan sakramen-sakramen, melainkan juga mempertahankan ketiga tingkat jabatan gerejani yaitu; uskup, imam, dan diakon. Dengan ini, Gereja Inggris juga dikenal dengan sebutan Gereja Anglikan yang berarti mengikuti jalan tengah, sebab Gereja Anglikan masih mengikuti tata cara Katolik maupun menerapkan reformasinya.44 Pengikut aliran dari Gereja Anglikan ini disebut
dengan Anglikanisme.
Dalam Gereja Anglikan, Paus hanya diakui sebagai Uskup Roma saja dan Raja Inggris sendiri menjadi kepala atas Gereja Anglikan. Ekaristi dalam Gereja Anglikan diganti dengan Perjamuan Kudus seperti di dalam Gereja Lutheran. Dalam Gereja Anglikan, uskup mempunyai kedudukan yang sama, namun Uskup Canterbury mempunyai kedudukan sebagai primus inter pares (yang pertama di antara sesama). Alkitab dipandang sebagai Firman Allah yang berisi segala sesuatu untuk keselamatan. Pengakuan Iman Nicea diterima sebagai pengakuan iman yang alkitabiah. Gereja Anglikan menolak
teori
transubstansiasi
(bahwa roti dan anggur perjamuan itu berubah menjadi tubuh dan darah Kristus). Gereja ini menekankan pembenaran oleh iman, Trinitas, dan Kristus sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ibadah dalam
44
Adolf Heuken, Jalan Perkembangan Agama Kristen, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 1989, hlm. 75.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Gereja Anglikan berusaha untuk mengikuti tahun gerejawi dari masa Adven hingga masa Pentakosta.45 Gereja Anglikan tersebar di seluruh dunia terutama dengan adanya perpindahan penduduk Inggris ke daerah-daerah baru yang ditemukan ketika Inggris mempunyai daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Gereja-gereja Anglikan di seluruh dunia bergabung dalam Badan Persekutuan Anglikan yang mengakui kepemimpinan Uskup Canterbury. Reformasi tidak hanya terjadi di luar Gereja Katolik, tetapi di dalam Gereja Katolik juga terjadi gerakan pembaharuan yang dikenal dengan nama kontra reformasi. Gerakan ini mendapat kekuatan besar pada tahun 1545, ketika kaisar berhasil membujuk Paus dan uskup-uskup untuk mengadakan konferensi istimewa yang disebut Konsili Trente. Konsili ini menolak banyak ajaran Protestan yang baru, merumuskan ajaran Gereja Katolik dengan lebih teliti dan merevisi bukubuku ibadat resmi. Tetapi, tujuan utamanya adalah mengoreksi beberapa penyalahgunaan dan menegakkan tata tertib yang lemah di dalam Gereja Katolik. Pada zaman itu, beberapa ordo baru untuk pria maupun untuk wanita didirikan. Ordo yang terkenal di antaranya adalah Serikat Yesus, yang didirikan oleh Ignasius dari Loyola (1491-1556). Anggota-anggotanya adalah para Yesuit yang memegang peranan penting dalam usaha mempertahankan agama Katolik, mengurangi
penyeberangan
umat
Katolik
kepada
Protestanisme,
dan
mengembalikan banyak wilayah pada Katolisisme. Gereja Katolik memandang Kitab Suci sebagai unsur utama tradisi apostolis
45
F.D. Wellem, op.cit., hlm. 15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
(rasul) sejak jaman para rasul. Maka tidak boleh ada ajaran atau kebiasaan dalam umat Katolik yang bertentangan dengan Kitab Suci, yang menjadi tolok ukur tertinggi bagi iman, karena Kitab Suci diilhami oleh Tuhan dan dituangkan ke dalam tulisan sekali untuk selamanya. Sedangkan Gereja Protestan, baik itu Gereja Lutheran, Gereja Anglikan, dan Gereja Calvinisme memandang Kitab Suci adalah satu-satunya sumber iman dan dimengerti dari dirinya sendiri, sehingga tidak ada yang berhak menafsirkannya secara normatif. Semuanya yang diimani dan dibuat gereja harus terdapat di dalam Kitab Suci. Prinsip Alkitab menimbulkan tafsiran, ajaran, dan kebiasaan yang berbeda-beda yang tidak jarang menyebabkan terjadi perpecahan umat.46
F. Hipotesis Dari arti katanya hipotesis memang berasal dari dua penggalan kata yaitu “hypo” yang artinya “di bawah”
dan
“thesa”
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban terhadap permasalahan
yang artinya “kebenaran”. yang bersifat sementara
penelitian, sampai terbukti melalui data-data yang
terkumpul. Dalam penelitian, hipotesis merupakan pedoman bagi peneliti. Hipotesis dirumuskan berdasarkan hasil telaah pustaka yang dengan demikian, bentuk rumusannya harus sejalan dengan hasil telaah pustaka atau bahasan teoritis dan relevan dengan rumusan masalah.47 Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 46 47
Ibid., hlm. 79. Nuzurul Zuriah, Metodologi Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi, Jakarta, Bumi Aksara, 2006, hlm. 162.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
1. Kalau
pada
abad
ke-16,
di
dalam
Gereja
Katolik
terjadi
krisis
kewibawaan terhadap Paus, krisis rohani di antara umat, dan penyelewengan wewenang dalam Gereja, maka keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16 terjadi perpecahan Gereja. 2. Kalau pada masa pemerintahan Paus Leo X diadakan pengadaan dan penjualan surat pengampunan dosa (indulgensia), maka Martin Luther muncul sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. 3. Kalau Martin Luther menentang adanya praktek jual beli surat indulgensia yang dipakai untuk membangun Basilika Santo Petrus dan mengadakan perdebatan teologis mengenai surat indulgensia, serta menolak api penyucian maka antara Martin Luther dengan Gereja Katolik terjadi perbedaan pendapat. 4. Kalau dalam Gereja Katolik terjadi pengurangan umat Katolik karena ada sebagian umat yang beralih mengikuti aliran Martin Luther, muncul Gereja Lutheran, serta di Eropa hilangnya absolutisme Paus, perpecahan agama Katolik, karena di Eropa banyak muncul agama Protestan dengan aliran yang berbeda-beda, maka Martin Luther berhasil melakukan gerakan reformasinya.
G. Metodologi Penelitian Penelitian
sejarah
yang
berjudul
“Peranan
Martin
Luther
dalam
Reformasi Gereja pada Abad ke-16” ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah ini penting untuk dilakukan karena merupakan prosedur atau langkah-langkah kerja dalam rangka menganalisis secara mendalam mengenai peristiwa masa lampau. Adapun tahap-tahap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
digunakan dalam penelitian sejarah adalah sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data Dalam metode pengumpulan data ini terdapat dua tahap, yaitu pemilihan dan penentuan persoalan pokok, dan heuristik atau pengumpulan sumber. Dalam tahap pertama yaitu pemilihan dan penentuan persoalan pokok, penulis mengambil Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16 sebagai pokok pembahasan untuk penulis teliti. Penulis memilih judul ini karena penulis merasa tertarik dengan seorang tokoh Gereja yaitu Martin Luther yang menjadi seorang reformator gereja dan ajaran-ajaran Martin Luther yang menyentuh jiwa sehingga banyak memiliki pendukung dan bersatu di dalam Gereja Lutheran, merupakan Gereja Protestan, pecahan dari Gereja Katolik Roma. Heuristik atau pengumpulan sumber adalah proses pengumpulan data untuk keperluan subyek yang diteliti.48 Menurut urutan penyampaiannya sumber itu dapat dibagi ke dalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh saksi mata. Sumber sekunder adalah yang disampaikan oleh bukan saksi mata.49 Sedangkan dalam tahap kedua yaitu heuristik atau pengumpulan sumber, penulis dalam mengumpulkan sumber data penelitian menggunakan sumber primer dan juga sumber sekunder yang terdapat pada koleksi buku-buku dan artikel di Perpustakaan Kolese Santo Ignasius, Perspustakaan Universitas Sanata Dharma, Toko Buku Metanoia, Toko Buku Kanisius, serta mendownload artikelartikel yang terdapat pada situs internet. Sumber primer yang digunakan adalah 48 49
Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 35. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Yayasan Bentang Budaya, 2001, hlm. 98.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
Katekismus Besar Martin Luther (Luther’s Large Catechism) ditulis oleh Martin Luther, Three Treatises (An den Christlichen Adel deutscher Nation von des Christlichen Standes Besserung, De Captivitate Babylonica Ecclesiae, Von der Freihet eines Christenmenschen) ditulis oleh Martin Luther, Martin Luther: Kebebasan Seorang Kristen (Von der Freiheit eines Christenmenschen) ditulis oleh Martin Luther, dan Luther’s Works Volume 40: Church and Ministry (Martin Luhter Werke: Kritische Gesamtausgabe) ditulis oleh Martin Luther. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu; Luther yang ditulis oleh Hans Peter Grosshans, Zaman Reformasi yang ditulis oleh Edith Simon, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman yang ditulis oleh Roberts Liardon, Renaissance dan Reformasi yang ditulis oleh H. Haikal, Sejarah Gereja Kristus Jilid 2 yang ditulis oleh W.L. Helwig , Sejarah Gereja Umum II
yang ditulis oleh Fl. Hasto Rosariyanto, Gereja Abadi yang ditulis
oleh Kleopas Laarhoven, Pemisahan Diri Luther dari Roma yang ditulis oleh Dian, Martin Luther yang ditulis oleh Tim Wikipedia Indonesia, dan lain sebagainya. 2. Metode Analisis Data Menganalisis data dibutuhkan suatu metode tertentu yang terdapat dalam dua tahap yaitu verifikasi atau kritik sumber dan interpretasi atau penafsiran. Dalam tahap verifikasi atau kritik sumber masih terbagi lagi menjadi dua macam. Verifikasi itu ada dua macam yaitu otentisitas/keaslian sumber (kritik ekstern) dan kredibilitas/kebiasaan dipercayai (kritik intern).50 Kritik ekstern digunakan
50
Ibid., hlm. 101.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
untuk
mengetahui
keaslian sumber, sedangkan kritik intern digunakan
untuk meneliti isi sumber itu dapat dipercaya atau tidak. Dalam penelitian ini, kritik ekstern mengenai otentisitas (keaslian) sumber data yang diperoleh tidak perlu dilakukan sebab keaslian data, atau materi yang digunakan sudah tidak diragukan. Akan tetapi, yang perlu dilakukan adalah kritik intern, sebab kebenaran sumber data masih diragukan. Kritik intern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan artikelartikel yang terdapat pada majalah maupun internet dengan sumber bukubuku yang ada di perpustakaan, baik itu Perpustakaan Sanata Dharma, Perpustakaan Kolese Ignasius, maupun Perpustakaan Seminari Tinggi Kentungan, di mana kesemuanya untuk mengecek kebenaran data-data yang ada kaitannya dengan Martin Luther. Tahap yang kedua dari Metode Analisis Data adalah interpretasi atau penafsiran. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Kegiatan interpretasi ditempuh dengan cara yaitu; dengan menganalisis data yang ditemukan dari berbagai sumber dan mensintesiskan temuan data dari berbagai sumber. 3. Pendekatan Penelitian Dalam menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap penggambaran atau deskripsi menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan. Penggambaran kita mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana yang diungkapkan, unsur-unsur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya.51 Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai. Penulis dalam melakukan penelitian guna mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 menggunakan Pendekatan Multidimensional di mana cara pandang penulis terhadap suatu peristiwa masa lampau dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan, melainkan banyak menggunakan pendekatan. Pendekatan yang digunakan antara lain, yaitu; pendekatan historis, pendekatan sosiologi, pendekatan antropologis, pendekatan psikologi, dan pendekatan politikologis. Pendekatan Historis adalah pendekatan yang digunakan untuk meneropong peristiwa
masa
lampau
tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan historis
berguna untuk melihat apa yang menjadi alasan bagi Martin Luther memulai gerakan untuk mereformasi Gereja Katolik pada abad ke-16 hingga gerakan reformasi ini nantinya memberikan dampak bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16. Pendekatan Sosiologi merupakan pendekatan yang berguna untuk melihat segi-segi sosial peristiwa yang dikaji. Dalam penelitian ini, pendekatan sosiologi digunakan untuk melihat munculnya gerakan reformasi Gereja pada abad ke-16 yang dipelopori oleh
Martin Luther seorang
dari
golongan
kaum
humanis yang memiliki keprihatinan atas situasi dan kondisi Gereja Katolik Roma dan kondisi pada zaman itu yang serba susah karena dalam Gereja
51
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia, 1992, hlm. 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Katolik Roma terjadi krisis kewibawaan di kepausan dan krisis rohani yang terjadi pada umat. Pendekatan Antropologis merupakan suatu pendekatan yang berguna untuk mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup dan lain sebagainya.52 Dalam penelitian ini, pendekatan antropologis digunakan untuk melihat bahwa Martin Luther ialah seorang biarawan yang berasal dari keluarga petani yang taat dan tunduk kepada Allah di mana doa dan kedisplinan sangat diteggakkan. Martin Luther sebagai biarawan dari Ordo Augustinian sepenuhnya mengabdikan diri pada kehidupan biara, berusaha melakukan segala perbuatan baik untuk menyenangkan Allah dan melayani orang lain melalui doa-doa untuk jiwa mereka, ia seorang yang rajin dan berserah kepada Allah, ia juga mengakui tidak ada dasar iman keagamaan selain Alkitab. Namun, Martin Luther nantinya menjadi pembangkang terhadap Gereja Katolik Roma, karena penyelewengan yang terjadi dalam Gereja Katolik Roma. Pendekatan Psikologi adalah pendekatan yang berorientasi pada tingkah laku manusia, baik itu tingkah laku dalam maupun tingkah laku luar. Tingkah laku manusia terjadi di dalam situasi di mana didorong untuk menanggapi atau menjawab situasi yang terjadi yang terkait dengan keadaan si pelaku. Tingkah laku bukan sebuah reaksi langsung terhadap rangsangan, tetapi sebuah tanggapan yang dibuat sesuai dengan keinginan.53
52 53
Ibid. Robert F. Berkhofer, A Behavioral Approach to Historical Analysis, New York, A Free Press Paperback, 1966, hlm. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Dalam penelitian ini, pendekatan psikologi digunakan untuk mengkaji biografi dari Martin Luther. Melalui pendekatan psikologi, penulis dapat menguraikan sifat-sifat dasar dari Martin Luther yaitu sebagai pribadi yang sangat takut kepada Allah, sehingga ia selalu taat kepada Allah, orang yang bersemangat, seorang pemberani, memiliki disiplin yang tinggi, seorang yang keras kepala, suka bermenung, seorang yang mawas diri secara sangat teliti, dan suka menghukum diri sendiri, serta seorang yang kritis dan peka. Karena keberaniannya itu, maka Martin Luther tergerak hatinya dan terdorong untuk memprotes segala kehidupan Gereja Katolik Roma yang sudah terbawa pada arus kemewahan duniawi bukan mementingkan keselamatan jiwa yang sesungguhnya dan ia menjadi reformator dalam reformasi Gereja. Pendekatan Politikologis merupakan pendekatan yang menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hirarki sosial, pertentangan kekuasaan, dan lain sebagainya.54 Dalam penelitian ini, pendekatan politikologis digunakan untuk mengkaji pemimpin yang berkuasa pada masa Martin Luther adalah seorang Paus yang nantinya kepemimpinan Paus terhadap seluruh aspek kehidupan ini ditentang oleh Martin Luther, dan melihat kepemimpinan Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16. 4. Metode Penulisan Sejarah (Historiografi) Tahap paling akhir dalam penelitian sejarah adalah historiografi atau penulisan sejarah. Dalam penulisan sejarah perlu diperhatikan beberapa hal yaitu kronologi, sistematis, dan sentralisasi gaya bahasa. Dalam mengkaji dan menganalisis
54
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
tentang peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16, penulis melakukan penelitian kepustakaan untuk menjawab dan membahas permasalahan, hanya menggunakan buku-buku, artikel-artikel, atau dokumen yang relevan dengan permasalahan yang menjadi bahan pembahasan. Setiap penelitian membutuhkan data-data yang nantinya dikaji dan dianalisis. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan ialah teknik analisis dokumen dan alat yang digunakan ialah buku-buku, dokumen, serta artikel. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Metode Penulisan Deskriptif Analitis yaitu menggambarkan peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 sebuah tinjauan perspektif historis di mana sudut pandang penulis membujur mengikuti garis perkembangan sepanjang waktu tertentu. Metode Deskriptif Analitis digunakan karena dalam hal ini penulis tidak sematamata menceritakan kejadian, tetapi melalui analisis. Dalam mengkaji peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke16, perlu dilihat bagaimana keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16, apa yang melatarbelakangi munculnya Martin Luther sebagai reformator pada abad ke-16, apa yang menjadi perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik, dan dampak dari Reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan bagi Eropa pada abad ke-16. Penggunaan Metode Deskriptif Analitis membuat penulisan berpusat pada permasalahan yang kemudian disusun secara sistematis berdasarkan fakta-fakta yang ada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
H. Sistematika Penulisan Skripsi yang berjudul “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16” mempunyai sistem penulisan sebagai berikut: Bab I
Berupa pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metodelogi penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
Bab ini menyajikan uraian tentang keadaan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16.
Bab III
Bab ini menyajikan uraian tentang latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16.
Bab IV
Bab ini menyajikan uraian tentang perbedaan pendapat yang terjadi di antara Martin Luther dengan Gereja Katolik.
Bab V
Bab ini menyajikan uraian tentang dampak yang muncul dari reformasi Gereja pada abad ke-16 terhadap Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16.
Bab VI
Bab ini menyajikan kesimpulan dari penulisan permasalahan yang telah diuraikan pada Bab II, Bab III, Bab IV, dan Bab V.
Demikianlah sistematika penulisan skripsi ini, dari uraian di atas dapat diamati bahwa penulis ingin menyajikan tentang “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II KEADAAN GEREJA KATOLIK PADA ABAD KE-16
Gereja Katolik pada Abad Pertengahan makin mengarah ke Eropa Barat dan berpusat di Roma. Keadaan Gereja Katolik pada Abad Pertengahan mengalami ketidakharmonisan dan kekacauan yang makin memuncak pada abad ke-16. Adapun hal yang menyebabkan ketidakharmonisan dan kekacauan dalam Gereja Katolik antara lain terjadinya krisis kewibawaan Paus, krisis rohani dan merosotnya semangat keagamaan, serta penyelewengan wewenang Gereja. Keadaan Gereja Katolik yang kacau balau ini mengakibatkan di dalam kesatuan umat Kristiani terjadi perpecahan Gereja.
A. Krisis Kewibawaan Paus Wibawa dari pemimpin tertinggi Gereja Katolik yaitu Paus terlihat melemah sejak tahun 1300. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya peristiwa yang membuktikan kewibawaan seorang Paus yang makin melemah. Adapun peristiwaperistiwa itu antara lain: 1. Pertikaian antara Paus dengan Raja Perancis. Pada tahun 1294, terpilihlah Paus baru yaitu Paus Bonifacius VIII. Paus Bonifacius VIII ialah seorang yang cerdik dan kuat bekerja. Ia juga mendirikan Universitas Roma. Paus Bonifacius VIII bermaksud mendamaikan seluruh Eropa dan membebaskan kembali Palestina. Namun, ia bukan seorang ahli politik dan ia bukan orang yang rendah hati. Justru hal inilah yang membuat Paus Bonifacius
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
VIII mempunyai banyak musuh di Roma dan di luar Roma. Paus itu bertikai dengan Edward I dari Inggris dan dengan Philips IV dari Perancis.1 Namun, pertikaian yang paling hebat yang terjadi dengan Philips IV. Pada tahun 1296, Raja Philips IV mengenakan pajak atas segala milik Gereja, agar dapat membiayai peperangannya melawan Edward I dari Inggris. Paus Bonifacius VIII menentang peraturan itu dengan mengeluarkan Bulla “Clericis Laicos”, dimana beliau melarang para biarawan untuk membayar pajak kepada seorang awam tanpa ijin Paus. Philips IV menanggapi perlakuan Paus itu dengan tindakan, bahwa uang tidak boleh dibawa keluar negara dan orang asing tidak diperbolehkan masuk negara atau berdagang tanpa ijin pemerintah. Philips IV di hadapan rakyat bahwa ia meragukan kesahan pemilihan Paus Bonifacius VIII.2 Sebelum tahun 1300, raja-raja menganggap diri sebagai bawahan Paus. Namun, pada tahun 1300 situasi mulai berubah. Tahun 1300, raja-raja mulai merasa diri bebas dari kuasa tertinggi Paus. Para raja berpendapat bahwa kuasa politik raja-raja langsung berasal dari Allah, dan bukan merupakan pinjaman dari Paus. Pertentangan antara Paus Bonifacius VIII dengan Raja Philips IV dikarenakan perbedaan mentalitas. Berdasarkan pada watak dan pendidikannya, Paus Bonofacius VIII menjadi pribadi yang keras, tidak fleksibel, dan tidak mengenal kondisi jaman yang berubah. Paus tidak bisa lagi mengklaim otoritasnya atas para raja. Raja Philips IV dari Perancis, di lain sisi menguasai benar masalah politik yang dihadapinya. Ia mendasarkan diri pada hukum Romawi yang diperbaharui 1 2
H.Embuiru, op.cit., hlm. 113. Ibid., hlm. 114.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
pada Abad
Pertengahan yaitu rex in suo regno est imperator, bahwa di
dalam kerajaannya, raja adalah kaisar. Raja bebas dari penguasa lain baik itu
kaisar
maupun
kerajaannya tidak Raja
Paus. Dengan
ini,
Raja
Philips
IV
di
mengakui otoritas Paus selain dalam bidang
wilayah spiritual.
Philips IV akan mempertahankan posisinya yaitu dengan segala
konsekuensinya.3 Pertikaian yang terjadi antara Raja Philips IV dengan Paus Bonifacius VIII adalah suatu hal prinsipil. Alasan pertikaian ini adalah mempersoalkan tentang
pembayaran
Hubungan yang sudah
pajak oleh para rohaniawan kepada Raja Perancis. tidak baik itu dipertajam dengan diangkatnya
seorang Nunzio untuk Perancis yang dikenal dengan anti Philips IV. Pada tahun 1302, Raja Philips IV menyelenggarakan sidang umum dan berhasil mendapatkan persetujuan atas posisi politiknya yang bermusuhan dengan Roma. Paus Bonifacius VIII juga menegaskan posisinya melalui Bulla Unam Sanctam
yaitu perlunya kesatuan Gereja Katolik di
bawah
satu kepala, perlunya menjadi anggota Gereja demi keselamatan, perlunya subordinasi sipil kepada Gereja. Namun, Raja Philips tidak menghiraukan petunjuk
Paus, maka Paus Bonifacius VIII mengucilkan Raja Philips IV.
Tetapi, Raja Perancis malah mengirim sekelompok tentara untuk menangkap Paus Bonifacius VIII di Anagni. Anagni merupakan kota di mana Bonifacius VIII
Paus
tinggal. Di tempat itu Paus dianiaya dan diejek, namun ia
diselamatkan rakyat Anagni sehingga Paus bebas. Paus dengan perlindungan
3
Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
tentara diamankan ke Roma dan sebulan sesudahnya Paus meninggal di Roma.
4
Oleh karena penghinaan terhadap Paus dan kekalahan paus, maka
kewibawaan Paus mengalami krisis. 2. Penawanan Paus di Avignon.( 1305-1377) Paus Bonifacius VIII sudah wafat, namun pertentangan Paus dengan Raja Perancis belum juga dapat diselesaikan. Paus Clemens V sebagai pengganti Paus Bonifacius VIII dapat diterima oleh Raja Philips. Hal ini dikarenakan, Paus Clemens V merupakan seorang Uskup Agung di Bordeaux, maka secara langsung ia berkebangsaan Perancis. Paus Clemens V guna mempercepat perdamaian, lebih banyak menuruti kehendak Raja Philips daripada melakukan hal yang terbaik bagi Gereja Katolik. Paus Clemens V tidak berusaha menghalang-halangi proses yang menentang Ordo Bait Allah, yang hendak dihancurkan oleh Raja Philips. Raja Philips merencanakan penghancuran Ordo Bait Allah dengan maksud untuk mengetahui harta kekayaan ordo tersebut. Proses itu berupa perongrongan hukum, dan tindakan Raja Philips yang sewenang-wenang membuktikan betapa kekuasaan Paus telah turun. Meskipun tuduhan mengenai ajaran sesat, penghujatan, dan kemesuman tidak dapat dibuktikan, namun tetap saja Paus Clemens V menghapuskan ordo tersebut.5 Pada tanggal 13 Oktober 1307, Paus Philips IV menyuruh menangkap segala anggota Ordo Bait Allah sebanyak 2000 orang dan mengambil alih milik ordo. Ada 138 orang yang dibunuh, sedangkan 54 orang yang lain dibakar hidup-hidup. 4 5
Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 69. W.L. Helwig, op.cit., hlm. 128.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Para anggota Ordo Bait Allah dituduh telah memberikan ajaran sesat dan melanggar adat istiadat. Paus Clemens V protes, namun sudah terlambat.6 Martabat seorang Paus dan Gereja Katolik semakin memprihatinkan di mana Paus Clemens V memutuskan untuk meninggalkan Roma dan tinggal di Avignon. Avignon adalah kota kepunyaan Paus, tetapi terletak di perbatasan Perancis. Pada tahun 1309, Paus Clemens V mulai pindah ke Avignon karena keadaan di Roma yang tidak aman. Keputusan Paus Clemens V dianggap kurang bijaksana karena dengan pelarian Paus itu malah membuat keadaan di Roma semakin kacau, terutama karena Avignon adalah suatu tempat yang berada di bawah pengawasan raja-raja Perancis, dan di tempat tersebut dekat sekali dengan benteng-benteng pertahanan Perancis. Dengan demikian, kuasa Perancis dalam kepausan semakin kuat. Lagipula Paus Clemens V berkebangsaan Perancis dan kebanyakan Kardinal juga berkebangsaan Perancis, sehingga Paus tidak lagi dianggap Paus umum/universal, melainkan Paus Perancis. Hal ini mengakibatkan orang-orang Katolik di luar negara Perancis sebagian besar tidak lagi mau taat kepada Paus tersebut. Mulai tahun 1309, tahta kepausan berpindah ke Avignon. Di sini para Paus menikmati perlindungan dari Perancis terhadap anarki pemerintahan di Roma. Akan tetapi, secara tidak langsung para Paus menjadi alat kebijakan kerajaan Perancis. Selama para Paus tinggal di Avignon, kepausan mengembangkan sistem pengumpulan dana dari berbagai wilayah kegerajaan, sehingga terjadi korupsi.7
6 7
H. Embuiru, op.cit., hlm. 115. Eddy Kristiyanto, Visi Historis Komprehensif Sebuah Pengantar, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 2003, hlm. 81.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
Paus Clemens V dan Paus berikut yang nantinya menjadi penerus Paus Clemens V tinggal di Avignon selama enam puluh sembilan tahun lamanya. Ketidakhadiran Paus di Roma malah turut memperkeruh keadaan di Roma yang sudah kacau balau, karena dengan tinggalnya Paus di Avignon yang cukup lama merupakan pelarian tanggung jawab. Roma tanpa Paus menjadi kota yang terlantar dan Gereja Katolik menjadi terlantar sejak pemimpin tertingginya tidak lagi mempedulikan Roma. Keadaan dalam Gereja Katolik dan kehormatan terhadap Paus semakin merosot, maka Paus Gregorius XI sebagai pemimpin tertinggi seluruh umat Katolik di seluruh dunia, mengambil keputusan untuk kembali ke Roma pada tanggal 17 Januari 1377. Akibat dari penawanan itu, Paus dianggap sebagai seorang yang memihak, kuasanya yang umum makin hilang. Paus tidak berhasil mendamaikan Perancis dengan Inggris yang sudah hampir seratus tahun berperang. Paus tidak sanggup mempersatukan negara-negara Kristiani untuk mengadakan Perang salib, melawan orang Islam yang pada waktu itu siap sedia menyerang Eropa. Kemewahan rumah tangga kepausan di Avignon meminta biaya yang sangat besar, sehingga Paus mulai menagih pajak yang sangat tinggi dari umat Kristiani.8 Akhirnya, dalam Kolese Kardinal timbul pembentukan partai yaitu satu Partai Perancis dan yang satunya Partai Anti-Perancis. Kedua partai itu saling bertentangan, sehingga dengan munculnya kedua partai itu merupakan penyebab awal mula skisma Barat.
8
Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
3. Skisma Besar Gereja Barat (1378-1417) Paus Gregorius IX kembali ke Roma dan memimpin di Roma tahun 1377. Namun, setahun kemudian paus meninggal. Orang-orang Roma mulai unjuk rasa karena takut bahwa Paus yang baru akan kembali ke Avignon. Mereka menginginkan agar Paus yang baru itu adalah orang Roma, atau paling tidak orang Italia. Berdasarkan desakan oleh rakyat Roma, maka terpilihlah Bartolomeo Prignano, Uskup Bari, Italia Selatan. Ia tidak hadir di dalam Konklaf karena ia bukan kardinal, namun banyak Kardinal yang cukup mengenal sebab Bartolomeo Prignano sudah bekerja di bawah Paus Gregorius XI. Paus Urbanus VI sesungguhnya seorang yang baik hati, namun dia kurang lincah dan terlalu anti Perancis. Paus Urbanus VI bertindak kurang bijaksana dan cenderung tidak seimbang. Ia tidak hanya mengkritik para kardinal karena kemewahan mereka, tetapi cara penyampaiannya jauh dari bijaksana. Para kardinal Perancis yang ingin agar Paus baru kembali ke Avignon merasa kecewa dan mereka menyingkir ke Anagni. Bersama dengan rekan Kardinal Italia dan atas dasar proses pemilihan tiga belas kardinal membuat pernyataan dan mengirim surat kepada Paus dan seluruh umat beriman bahwa pemilihan Paus Urbanus VI tidak sah karena di bawah tekanan massa. Kemudian para Kardinal Perancis dan tiga Kardinal Italia berkumpul di kota Fondi dan memilih Kardinal Robertus dari Geneva yang masih sepupu Raja Perancis, dan menjadi Paus dengan nama Paus Clemens VII pada tanggal 20 September 1378. Setelah gagal mengambil alih Roma, Paus Clemens VII menuju ke Avignon. Dengan ini Gereja Barat terpecah ke dalam dua kubu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
yang mengakui Paus Clemens VII yaitu negara Perancis, Spanyol, Skotlandia, dan Napoli. Sedangkan yang mengakui Paus Urbanus VI yaitu negara Italia Selatan, Italia Tengah, Inggris, Irlandia, Bohemia, Polandia, Hongaria, dan Jerman.9 Peristiwa ini menimbulkan suatu kekacauan yang luar biasa karena beberapa negara taat kepada Roma, dan beberapa negara taat kepada Avignon. Keuskupan kebanyakan terjadi dua uskup yang saling bertentangan yaitu satu dari Roma dan satu dari Avignon. Di dalam biara dan di paroki terdapat dua pastor kepala dan dua pimpinan biara. Kedua Paus ini masing-masing memiliki orang-orang kudusnya sendiri, bila Chatarina dari Siena untuk Roma, maka Vincentius Ferrer untuk Avignon. Dengan demikian, kewibawaan Gereja Katolik semakin merosot. Pada tahun 1409, Roma telah mempunyai Paus yang ketiga, sedangkan Avignon terdapat Paus kedua. Berbagai usaha untuk mendamaikan selalu gagal karena pihak Paus dengan gigih tidak mau melepaskan hak mereka yang sudah berlaku. Sebaliknya, baik Paus di Roma maupun di Avignon nampaknya tidak mampu membina kembali kesatuan umat. Hal itu menunjukkan ketidakmampuan Paus untuk memerintah Gereja. Hal itu menimbulkan krisis kekuasaan yang belum dan tak pernah dialami Gereja.10 Munculnya dua orang Paus yang masing-masing menyatakan dirinya wakil Kristus dan pengganti Petrus, menggoncangkan iman di dalam hal kebenaran yang didukung oleh kekuasaan Paus-Paus. Lagipula, hal itu mempermudah tersiarnya teori yang menganjurkan kekuasaan konsili. 4. Muncul Gerakan Konsiliarisme (1409-1460) 9
Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 9. W.L. Helwig, op.cit., hlm. 133.
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Sejak kedudukan Paus semakin merosot, banyak ahli yang memberikan pendapat baru bahwa bukan Paus yang memegang kuasa yang tertinggi dalam Gereja, melainkan konsililah yang mempunyai kuasa tertinggi. Pendapat itu terkenal dengan istilah teori konsilier.11 Teori konsiliar mendasarkan eklesiologinya pada pandangan filosofis yang biasa disebut nominalisme. Menurut pandangan ini, orang beriman yang menjadi dan membangun Gereja, dan oleh karena itu mereka atau para uskup mereka yang berkumpul dalam suatu konsili memiliki otoritas tertinggi dalam semua urusan baik dotrin maupun moral.12 Teori konsilier ini kemudian dipraktekkan oleh beberapa kardinal dari Roma dan dari Avignon. Pada tahun 1409, berkumpulah sejumlah kardinal dari Roma dan Avignon di Pisa, Italia Utara. Dua dewan kardinal ini menyerukan agar diadakan konsili yaitu Konsili Pisa. Konsili ini menurunkan kedua Sri Paus itu dari jabatan mereka dan memilih Paus Alexander V yang wafat pada tahun berikutnya, dan diganti oleh Paus Yohanes XXIII. Namun, karena kedua Paus yang diturunkan dari tahtanya itu tetap memiliki pendukung, mengakibatkan pada waktu yang sama muncul tiga Paus yang memimpin. Pada tahun 1415, pada Konsili Konstanz, yang diserukan secara besar-besaran atas desakan Kaisar Roma Sigismund. Yohanes XXIII, Paus pilihan Konsili Pisa enggan menyetujui pemanggilan konsili itu, tetapi setelah jelas bahwa seruan itu tidak bersedia mendukung posisinya sebagaimana yang diharapkan, dan lebih mencari diturunkannya ketiga Paus itu dari tahta, maka ia ketakutan dan lari. 11 12
Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 71. Eddy Kristiyanto, op.cit., hlm. 83.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Kaisar Roma Sigismund berhasil mengusahakan Konsili di Konstanz di mana Paus Yohanes XXIII, pengganti Paus Alexander V sebagai Paus tandingan di Pisa mudah dipaksa untuk turun tahta. Paus Gregorius, Paus Roma melepaskan kedudukannya dengan sukarela, sedangkan Paus Benediktus tetap bersikeras menolak, akan tetapi pendukungnya hanya sedikit dan hanya empat kardinal. Dalam sidang kardinal memilih Paus Martinus V. Dengan demikian berakhirlah skisma Barat.13 Paus Martinus V mengalami adanya ketegangan antara arus bawah dan arus atas di dalam Gereja. Ketegangan ini tentu saja menghambat pelaksanaan keputusan konsili untuk reformasi. Pada tahun 1431, Paus Martinus V memanggil Konsili Basel. Konsili Basel ini dibuka oleh penggantinya, Eugenius IV (14311447). Tanda-tanda semakin kuatnya konsiliarisme langsung terasa dan dalam bentuk yang lebih radikal yaitu dekrit-dekrit Konsili Konstanz tentang superiotas konsili terhadap Paus dikonfirmasi.14 Untuk menyembuhkan diri dari skisma, dan juga untuk mereformasi Gereja, gerakan konsiliarisme tampil ke depan, sambil mengharapkan bahwa sebuah konsili seluruh Gereja dapat memastikan Paus manakah yang sah. Gerakan ini berhasil mengakhiri skisma, dan semua pihak menyetujui satu Paus. Tetapi, kemudian konsili sendiri terbagi sedemikian rupa sehingga saat itu ada satu Paus dan ada dua konsili. Para Paus juga segera terpengaruh oleh semangat renaissance, yang membuat mereka lebih cenderung menaruh perhatian pada usaha memperindah kota Roma, membangun istana-istana indah, dan menyatakan 13
Norman P Tanner, Konsili-konsili Gereja Sebuah Sejarah Singkat, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 2003, hlm. 84. 14 Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
perang terhadap sejumlah orang berkuasa di Italia, daripada berusaha meningkatkan kehidupan spiritual mereka.15
B. Krisis Rohani dan Merosotnya Semangat Keagamaan Zaman
antara
tahun
1300-1517,
kehidupan
masyarakatnya
banyak
dipengaruhi oleh pendapat-pendapat dan ide-ide yang tidak berasal dari latar belakang Kristiani. Hal itu menyebabkan orang-orang mulai berpikir secara sendiri-sendiri dan lebih bebas. Akibat-akibatnya bukan hanya kelihatan dalam bidang politik, melainkan juga dalam hidup rohani orang Kristiani16 Menjelang akhir abad ke-13, iman umat Katolik betul-betul kuat dan Gereja sebagai lembaga sangat kuat. Tetapi, pada abad ke-15 semangat iman berkurang, karena Gereja menjadi kaya dan terlibat dalam banyak urusan duniawi. Selain itu, kerusuhan politik, sosial, dan ekonomi mengubah pola hidup masyarakat. Dengan demikian, hal tersebut turut menyebabkan semangat keagamaan merosot. Sejak puncak Abad Pertengahan, dua abad sebelumnya, Eropa telah terjatuh ke dalam masa-masa yang sulit. Inggris berperang dengan Perancis selama 100 tahun. Para bangsawan Inggris mengadakan komplotan dan saling berperang di negeri sendiri untuk memperebutkan mahkota kerajaan. Para petani di Perancis, Inggris, maupun Jerman berontak melawan tuannya untuk menuntut kebebasan yang lebih besar dan kehidupan yang lebih nyaman. Rakyat yang terikat kepada tanah dan tunduk kepada ulah tingkah alam selalu percaya kepada takhayul. Mereka cenderung untuk membujuk dewa-dewi yang tak dapat diduga 15 16
Eddy Kristiyanto, op.cit., hlm. 24. Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 73.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
kemauannya dengan jampi-jampi dan mengusir setan jahat dengan kutukan. Ketakutan terjadi dimana-mana.17 Kaum awam bersaing dengan kaum rohaniawan, untuk menarik diri dari pola theologis dan memperkembangkan menempuh arah menurut kodrat, dan mulailah renaissance. Akan tetapi, religiositas mereka agak kurang sehat dan tidak seimbang. Kehidupan pada waktu itu tidak mampu menghindarkan terjadinya keruntuhan yang mendalam di lapangan moral, baik dalam penghayatan perkawinan maupun dalam melaksanakan cinta kasih terhadap sesama, dalam segi cara hidup dan peradaban lahir.18 Krisis rohani yang terjadi pada Abad Pertengahan sungguh memprihatikan. Devosi yang dilakukan pada akhir Abad Pertengahan cenderung untuk melepaskan diri dari ajaran iman, padahal iman merupakan yang menjadi dasar utama. Terjadi pula pemberontakan kehidupan politik melawan Paus dan pemberontakan akal budi melawan ajaran-ajaran iman, terutama terdapat pemberontakan perasaan melawan agama yang resmi yaitu Katolik. Banyak bentuk devosi, yang pertumbuhannya harus dilawan oleh Gereja sejak permulaan Abad Pertengahan, namun tidak
dapat dikendalikan oleh Gereja.
Devosi justru berkembang dengan cara yang kadang-kadang sangat mencolok, yang tidak jarang menyeret kepada
hal-hal takhayul. Pemujaan orang-orang
kudus adalah salah satu diantaranya. Penjualan barang-barang relikwi tumbuh menjadi perdagangan dunia. Toko-toko besar terdapat sampai Konstantinopel. Persembahan misa kudus tidak begitu menarik perhatian, kecuali pada hari17 18
Edith Simon, op.cit., hlm. 11. W.L. Helwig, op.cit., hlm. 138.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
hari raya di luar Gereja.19 Kekrisisan rohani masih tetap berkelanjutan pada abad ke-16. Hal ini dikarenakan pada masa itu banyak terjadi bencana yang berlangsung terus menerus yaitu bencana perang, kelaparan, penyakit pes, dan pemerasan. Orangorang pada abad ke-16 mulai mencari jalan keluar demi menyelesaikan bencana tersebut. Masyarakat bukannya memperkuat iman kepercayaan mereka kepada Allah dan berserah diri agar dilindungi dan diselamatkan dari bencana tersebut. Tetapi,
masyarakat
mulai
meragukan
kepercayaan
akan
iman,
dan
mempercayakan pada takhayul, ilmu tenung, dan ahli nujum. Hidup keagamaan dalam Gereja juga sangat dipengaruhi oleh gejala percaya kepada takhayul. Penghormatan orang kudus dipengaruhi oleh takhayul, relikwirelikwi banyak dipakai sebagai jimat dan diperdagangkan. Cerita-cerita ganjil tentang orang kudus jauh lebih laku daripada isi dari Injil. Perayaan misa dihadiri hanya supaya tidak berbuat dosa yang berat. Lukisan-lukisan ngeri tentang orang mati dan neraka dianggap sebagai senjata terakhir supaya membuat orang bertobat. Kota Roma pada abad ke-16 terlihat sebagai kota yang megah dan memiliki keindahan tata kotanya. Di kota tersebut terdapat monumen-monumen orang suci dan martir, berpuluh-puluh Gereja dan beberapa makam orang suci. Pada abad ke-16, melakukan
perjalanan ziarah
merupakan
pekerjaan
yang
melelahkan, karena menurut adat pada waktu itu orang mengunjungi ketujuh Gereja besar Roma dalam satu hari saja. Peziarah harus berpuasa agar dapat
19
Ibid., hlm. 140.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
menerima Ekaristi pada akhir putaran perjalanannya. Ritual ini tidak menjadi masalah bagi peziarah yang berasal dari luar Roma, tetapi yang menjadi permasalahan kemegahan istana-istana para kardinal yang memamerkan kemewahan dan terlebih kehidupan para Paus yang lebih memikirkan masalahmasalah kenegaraan daripada hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan rohani.20 Kehidupan orang-orang asli yang tinggal di Roma sama saja dengan kehidupan Pausnya yaitu lebih mementingkan hal-hal duniawi, dibandingkan kehidupan
rohani
mereka
yang
semakin
merosot.
Orang-orang
tidak
mempedulikan dan tidak tergerak oleh arti kudus kota Roma, mereka juga menertawakan kesalehan orang-orang di Eropa Utara, dan mereka juga mengolokolok mengenai upacara-upacara Gereja. Sementara kesalehan diabaikan di Roma, uang menjadi penentu segala sesuatu di Roma. Pelacur, dukun, dan pengemis jalanan ramai memenuhi jalanan. Kelambanan daerah Selatan dan tata cara Latin tidak menghambat sang imam Italia itu untuk mempersembahkan misa tujuh kali dalam waktu yang diperlukan oleh seorang imam yang saleh untuk mempersembahkan misa satu kali, setiap misa menghasilkan imbalan uang.21
C. Penyelewengan Wewenang Gereja Kemunduran kehidupan rohani dan merosotnya semangat keagamaan menunjukkan kegagalan kaum rohaniwan, sebab kaum rohaniwan biasanya terpandang 20 21
di masyarakat dan menjadi teladan bagi
Edith Simon, op.cit., hlm. 18. Ibid., hlm. 19.
masyarakat umum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
Kegagalan kaum rohaniwan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Jumlah para rohaniwan yang terlalu banyak, sehingga kegiatan mereka menjadi kurang. Sudah menjadi hal yang umum bila kaum rohaniwan adalah orang-orang yang terpandang di dalam masyarakat. Jubah juga memberikan jaminan material yang tidak dapat dipungkiri. Maka tidaklah mengherankan bila di antara para imam dan religius yang sangat banyak jumlahnya itu, terdapat orang yang memilih jalan hidup sebagai rohaniwan bukan karena berdasarkan panggilan hati.22 Banyak orang pada waktu itu suka menjadi rohaniwan, bukan karena cita-cita yang murni, melainkan hanya untuk mendapatkan pangkat dengan segala keuntungan ekonomis yang menguntungkan diri mereka sendiri. 2. Kurangnya pendidikan dan pengetahuan para rohaniwan. Pendidikan para rohaniwan pada umumnya sangat menyedihkan, sehingga pengetahuan mereka sangat kurang. Dengan sendirinya mereka tidak mempunyai dasar yang kuat, baik untuk hidup rohani maupun untuk melaksanakan tugas kerohanian mereka.23 Hal ini turut mempengaruhi semangat keagamaan para rohaniwan. Jumlah para rohaniwan yang banyak dan kurangnya pendidikan kaum rohaniwan, nantinya menimbulkan penyelewengan-penyelewengan wewenang di dalam gereja. Kemewahan duniawi telah membawa para rohaniwan ini ke dalam urusan duniawi di mana mereka lebih mementingkan masalah keduniawian Bukan masalah peningkatan kepercayaan iman mereka kepada Allah. Di mata 22 23
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 140. Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 74.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
masyarakat, martabat mereka telah turun. Kebanyakan kaum rohaniwan dipandang sebagai orang yang tidak baik, yang hidupnya boros atas pembiayaan orang awam. Walaupun tidak memiliki wilayah yang pasti, Gereja pada abad ke-16 merupakan negara. Rajanya adalah Sri Paus, pangeran-pangerannya adalah para pejabat tinggi kegerejaan dan rakyatnya seluruh umat Kristiani di Barat. Gereja juga memiliki dewan ekumenis sebagai persidangan legislatif, hukum Gereja sebagai undang-undang dasar dan Kuria24 sebagai lembaga pengadilan serta keuangannya. Gereja juga berperang, membuat perjanjian dan memungut pajak.25 Banyak anak para bangsawan menjadi rohaniwan dengan harapan bahwa mereka mendapat jabatan yang tinggi di dalam Gereja. Para anak bangsawan itu tidak segan-segan mengejar beberapa pangkat dan jawatan Gereja supaya mereka cepat kaya. Namun, dalam pelaksanaan tugas jawatan itu, para bangsawan itu menyuruh orang lain dengan memberi gaji yang rendah. Dengan demikian simonia (penjualan jabatan Gereja kepada orang awam) dan korupsi merajalela. Sejak para raja mengembangkan kekuasaannya atas Gereja, maka jabatanjabatan tinggi Gereja lambat laun menjadi perhatian politik juga. Para pejabat tinggi rohaniwan melakukan banyak penyelewengan, misalnya absentisme yaitu gejala uskup jarang atau tidak pernah tinggal di wilayahnya sendiri, sedangkan karya kerasulan sesungguhnya diserahkan kepada tenaga pembantu bayaran saja.
24
Curia, adalah kependekan dari Curia Romana, pusat pemerintahan gerejawi di Roma. Maka dengan curia yang dimaksud adalah paus, sebagai pimpinan tertinggi gereja dan Negara kepausan, beserta para cardinal beserta para pembantunya.lihat. Fl. Hasto Rosariyanto,op.cit., hlm 4. 25 Edith Simon, op.cit., hlm. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Hal tersebut menyebabkan disiplin di dalam biara-biara menjadi mundur.26 Penyelewengan lain ialah penumpukan jabatan, yaitu seseorang memangku jabatan lebih dari satu sekaligus. Penumpukan jabatan itu membuat penghasilan para pejabat Gereja menjadi besar dan memperkaya mereka. Maka tidak heran bila simonia menjadi hal yang biasa di kalangan kaum rohaniwan. Para pejabat tinggi Gereja tidak peka terhadap keinginan masyarakat yang menginginkan pembaharuan di dalam Gereja. Mereka malah sibuk mengejar kepentingan duniawi, memajukan kesenian dan sastra, serta memikirkan sanak saudara mereka agar dapat menduduki jabatan di dalam Gereja. Peristiwa Skisma Barat di mana pada waktu itu terdapat tiga Paus sekaligus yang memimpin menunjukkan penyelewengan wewenang di dalam Gereja. Pemilihan Paus yang tidak pantas, seperti Paus Alexander VI (1492-1503) dan Leo X (1513-1521) yang banyak melakukan korupsi serta perdagangan jabatan gerejani. Banyak pejabat Gereja menjadi pangeran duniawi namun melalaikan tugas rohani mereka, sehingga imam-imam paroki tidak terdidik, hidup dengan istri gelap, dan tidak mampu berkotbah dan mengajar umat.27 Keluhan-keluhan terhadap Gereja cukup banyak, namun yang menjadi keluhan terpenting dari rakyat adalah keluhan yang menyangkut kekayaan Gereja. Tiap tahun Gereja menuntut upeti dari para raja. Gereja meminta bayaran dari para uskup pada waktu mereka diangkat menjadi uskup. Gereja memungut pajak tersendiri bagi pembangunan gereja, bagi peperangan yang dilakukan terutama pada masa Perang Salib, dan pelaksanaan berbagai pekerjaan lain. 26 27
W.L. Helwig., op.cit., hlm. 141. Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VII, op.cit. hlm.107.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Salah satu sumber Gereja yang sangat menguntungkan dan yang nantinya menjadi permasalahan yang besar adalah indulgensi. Indulgensia meniadakan hukuman akibat dosa, dan sebagai imbalannya orang yang bertobat itu memberikan sumbangan uang tunai kepada Gereja. Pengampunan Tuhan tergantung dari pengakuan, penyesalan, dan denda dosa. Selama Abad Pertengahan denda dosa itu sungguh berat, denda tersebut terdiri dari tindakan-tindakan seperti misalnya berpuasa selama tujuh tahun tanpa terputus dengan hanya makan roti dan minum air, atau melakukan perjalanan ziarah yang jauh dan berat. Namun, dalam perjalanan waktu selama berabad-abad, indulgensi telah berkembang menjadi suatu alat pengganti di mana dengan membayar uang menggantikan pelaksanaan perbuatan yang seharusnya menjadi denda dosa.28 Indulgensi telah berkembang menjadi suatu alat pengganti dengan membayar uang tunai, ketika Paus Leo X sebagai pengganti Paus Julius II melanjutkan pembangunan Basilika Santo Petrus pada tahun 1516. Pembangunan Basilika Santo Petrus membutuhkan biaya yang cukup besar sehingga perlu dikeluarkan penjualan surat indulgensi untuk pembiayaan pembangunan Basilika. Surat Indulgensia pada masa pemerintahan Paus Leo X selain untuk biaya pembangunan gedung Basilika Santo Petrus di Roma, digunakan pula untuk pelunasan hutang Uskup Agung Albercht dari Mainz. Dengan memiliki surat indulgensia, dengan cara membelinya, seseorang yang telah mengaku dosanya di hadapan imam tidak dituntut lagi untuk membuktikan penyesalannya dengan
28
Edith Simon, op.cit. hlm. 36.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
sungguh-sungguh. Bahkan para penjual surat indulgensia melampaui batas-batas pemahaman teologis yang benar dengan mengatakan bahwa pada saat mata uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian menuju surga, bahkan dikatakan juga bahwa surat indulgensia itu dapat menghapuskan dosa.29 Di seluruh Eropa terdapat banyak pengkotbah indulgensia, namun yang paling terkenal ialah Yohanes Tetzel, seorang rahib Dominikan. Ia benar-benar penjual surat indulgensia yang ulung. Ia juga merupakan pengumpul uang yang hebat bagi Roma, tetapi banyak orang-orang saleh dan yang kuat iman membenci dirinya. Pada bulan April 1517, Yohanes Tetzel mendirikan sebuah mimbar yang di pinggiran kota Wittenberg. Tetzel selain bekerja bagi Paus Leo X, ia juga bekerja bagi keluarga kepangeranan Hohenzollern, yang salah seorang keturunannya menjadi Uskup Halberstadt dan Uskup Agung Magdeburg serta Mainz. Ketika jabatan Uskup Agung Mainz terjadi kekosongan, beberapa orang kaya menginginkan jabatan tersebut. Jabatan tersebut dimenangkan oleh Albert dari Hohenzollern dan menawar tertinggi bagi Roma. Albert dalam mengumpulkan uang meminjam pada Bank Fugger di Ausburg. Dengan demikian, Albert menduduki jabatan Uskup Agung Mainz dengan hutang yang besar. Pada saat Paus Leo X mengumumkan pembaharuan surat indulgensia Santo Petrus tersebut, para penguasa di seluruh Eropa memprotesnya dengan alasan bahwa perekonomian nasional mereka tidak akan dapat bertahan bila uang mereka terus mengalir ke Roma. Tetapi Tahta Suci sebagai penguasa politik, memiliki cara jitu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Paus Leo X memperkenankan 29
F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1993, hlm. 171.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Henry VIII untuk memasukkan seperempat hasil indulgensia Santo Petrus yang terkumpul di Inggris ke bendahara kerajaan, dan Francois I juga boleh mengambil beberapa persen dari uang yang telah masuk di Perancis. Dari penerimaan dari Spanyol, Paus Leo X meminjamkan sebagian kepada Raja Carlos I. Kepada Albert dari Hohenzollern, Paus Leo X memberikan hak kepangeranan untuk memungut setengah uang yang terkumpul di wilayahnya guna melunasi hutangnya kepada Bank Fugger.30 Dengan demikian, secara tidak langsung Paus Leo X sudah menjamin lunasnya hutang uang yang harus dibayarkan Albert.
30
Edith Simon, op.cit., hlm. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III MARTIN LUTHER SEBAGAI REFORMATOR DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 (1517-1546)
Martin Luther1 adalah seorang pengkhotbah dan guru yang mendasarkan teologi dan pemahaman kristianitasnya pada apa yang diyakininya sebagai kebenaran Kitab Suci. Selama berabad-abad, pengaruhnya merasuk dalam kebudayaan, politik, dan Gereja. Ia mengubah dunia bukan dengan cara-cara politik, melainkan dengan kata-kata dan gagasannya. Martin Luther membawa warta yang menggemparkan dan mengguncang hati dan pikiran banyak orang pada jamannya. Warta yang dibawa Martin Luther, bersama dengan gagasan para tokoh reformis lainnya, sepert John Calvin di Jenewa dan Huldrych Zwingli di Zurich, membawa perubahan-perubahan di dalam sejarah Gereja, yang dikenal sebagai reformasi Gereja.2 Martin Luther sebagai seorang beriman yang saleh dapat merasakan dengan sangat apa arti dosa dan kehampaan sebagai manusia di hadapan Allah. Kesalehan dan spiritualitas yang dimiliki Martin Luther membawa dirinya ke dalam hidup membiara, namun kesalehan dan spiritualitas itu pula yang kemudian mendorong Martin Luther mengkritik Gereja dan meninggalkan biara untuk hidup sebagai seorang Kristen awam. Dengan demikian, Martin Luther merupakan salah satu sosok pribadi yang mewakili umat beriman pada jamannya dalam melawan persoalan-persoalan kehidupan dengan menanggung segala konsekuensinya. 1 2
Gambar Martin Luther, lihat lampiran 1, hlm. 175. Hans Peter Grosshans, Luther, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 2001, hlm. 13.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
Bahkan Martin Luther dalam tulisannya, The Later Years and Legacy yang terdapat dalam Christian History Magazine, mengatakan: 3 “Saya dilahirkan untuk berperang melawan orang-orang fanatik dan setansetan. Karena itu, buku-buku saya sangat keras dan seolah-olah hendak mengajak perang. Saya harus mencabut tunggul-tunggul dan batang-batang, menyingkirkan duri-duri dan semak belukar, menimbuni kubangan-kubangan. Saya adalah orang hutan yang kasar, yang harus merintis dan membuat jalan.”
A. Riwayat Hidup Martin Luther Pada petang menjelang hari raya Santo Martinus tahun 1483, di kota tambang Eisleben, Jerman, telah lahir putra kedua dari suami istri Hans Luther dan Margaretha Luther4. Untuk menghormati sang santo yang menjagai peristiwa itu, Hans Luther dan Margaretha Luther menamakan anak laki-laki tersebut Martin.5 Martin Luther dilahirkan pada tanggal 10 November 1483 dalam sebuah keluarga petani. Pada tanggal 11 November 1483, ia dibaptis di Gereja Katolik Santo Peter dan Paul dengan nama baptis Martinus. Dalam waktu enam bulan setelah kelahiran Martin Luther, keluarga Luther pindah ke Mansfeld, Jerman. Hal ini dikarenakan ayahnya pindah bekerja ke daerah tambang tembaga Mansfeld. Martin Luther belajar tentang upah kerja keras dari kerajinan orang tuanya. Ia mengawasi bagaimana ayahnya bekerja keras mati-matian, mengangkat keluarganya dari satu kelas ekonomi ke kelas berikutnya. Mulai sebagai pekerja di tambang, Hans Luther akhirnya membangun dua tungku peleburannya sendiri dan menjadi orang yang dihormati di tengah masyarakat. Hal ini membawa
3
Martin Luther, The Later Years and Legacy, dalam Christian History Magazine 12, no.3, vol. 39, hlm. 10. 4 Gambar kedua orang tua Martin Luther, lihat lampiran 2, hlm. 176. 5 Edith Simon, op.cit., hlm. 12.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
keluarga Luther ke kelas masyarakat yang sama sekali baru. Dalam waktu singkat Martin Luther mulai duduk makan malam bersama dengan orang-orang yang berstatus sosial tinggi dalam masyarakat, para pejabat dari kawasan-kawasan sekitar, para kepala sekolah, dan kaum rohaniwan. Meskipun keluarga Luther sudah berhasil keluar dari kelas petani, ada satu karakteristik bawaan dari kelas petani yang tidak mereka tinggalkan. Kebanyakan orang-orang dari kelas petani sangat takut akan Allah. Bagi keluarga Luther, doa dan disiplin berjalan saling bergandengan.6 Pada tahun 1501, Martin Luther memasuki Universitas Erfurt, suatu universitas yang terbaik di Jerman pada masa itu. Martin Luther di tempat tersebut belajar filsafat, terutama filsafat nominalis Occam dan theologia Skolastika, serta untuk pertama kalinya Martin Luther membaca Kitab Suci Perjanjian Lama yang ia
temukan
dalam
universitas
tersebut.
Orang
tua
Martin
Luther
menyekolahkannya pada universitas tersebut untuk persiapan memasuki fakultas hukum. Kedua orang tua Martin Luther menginginkan anaknya agar menjadi seorang ahli hukum. Martin Luther mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1502, dan gelar magisternya pada tahun 1505. Demi mengikuti harapan ayahnya, pada tahun 1505, Martin Luther mendaftarkan diri di fakultas hukum di Universitas Erfurt. Martin Luther tekun belajar demi meniti karirnya sebagai pengacara dan demi menyenangkan keluarganya. Namun, kehidupan Martin Luther berubah ketika ia terserang badai.
6
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 134.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Perubahan hidup Martin Luther terjadi di bulan Juli 1505. Pada saat itu Martin Luther baru saja kembali dari mengunjungi keluarganya di rumah, dan dalam perjalanan kembali ke universitas, ia terjebak dalam badai dasyat. Martin Luther mengalami ketakutan yang luar biasa. Dalam ketakutannya, Martin Luther memohon dan berjanji kepada Santa Anna, Ibu Bunda Maria, yang pada waktu itu baru saja diangkat menjadi seorang santa dan populer di kalangan para penambang. Dalam permohonannya yang penuh keputusasaan, Martin Luther berseru kepada Santa Anna, katanya “Santa Anna, tolonglah saya! Saya akan menjadi seorang biarawan,”7 Pada tanggal 16 Juli 1505, Martin Luther memasuki Biara Serikat Eremit Agustinus di Erfurt dengan diiringi oleh para sahabatnya. Orang tuanya tidak ikut mengantarkannya karena mereka tidak menyetujui keputusan Martin Luther tersebut. Di dalam biara, Martin Luther berusaha untuk memenuhi peraturanperaturan biara melebihi para biarawan lainnya. Ia banyak berpuasa, berdoa, menyiksa diri, sehingga nampaknya Martin Lutherlah yang paling saleh dan paling rajin di antara semua para biarawan. Ia mengaku dosa di hadapan imam sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu. Pada setiap waktu ibadah doa, Martin Luther mengucapkan 27 kali doa Bapa Kami dan Salam Maria. Martin Luther rajin membaca Alkitab dan menelitinya. Semua hal itu dilakukan oleh Martin Luther karena ingin mencapai kepastian tentang keselamatannya. Martin Luther memiliki karakter yang agak melankolis dan ia sangat cemas tentang hidup rohaninya. Ia takut tidak akan masuk surga, karena masih kurang
7
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
rajin berbuat baik dan terlalu banyak dosa-dosanya. Dengan pikiran-pikiran yang sedemikian, akhirnya ia menjadi risau dan jatuh ke dalam konflik batin yang mengancam dirinya.8 Pada tanggal 2 Mei 1507, Martin Luther ditahbiskan menjadi imam. Orang tua serta beberapa sahabatnya hadir pada upacara pentahbisan tersebut. Pada waktu yang sama, Martin Luther memimpin perayaan Ekaristi untuk yang pertama kali. Johann von Staupitz mengirim Martin Luther untuk belajar teologia di Wittenberg sambil mengajar filsafat moral di sana. Itulah sebabnya Martin Luther dipindahkan ke Biara Agustinus di Wittenberg pada tahun 1508, namun pada tahun berikutnya ia kembali lagi ke Erfurt untuk mengajar dogmatika. Di Biara Erfurt, Martin Luther mendapat kepercayaan dari pimpinan biara di Jerman untuk membahas soal peraturan-peraturan serikatnya di Roma pada tahun 1510. Luther sangat gembira, karena dengan demikian ia akan berhadapan muka dengan Bapa Suci di Roma, serta berziarah ke tempat-tempat suci dan berdoa di Tangga Pilatus. Namun, di Roma, Martin Luther melihat keburukan-keburukan yang luar biasa. Dalam kekecewaannya, Martin Luther berkata; “Jika seandainya ada neraka, maka Roma telah dibangun di dalam neraka.”9 Sekembalinya dari Roma pada tahun 1511, Martin Luther pindah ke pertapaan Agustinus di Wittenberg. Pada tahun 1512, Martin Luther menjadi wakil pimpinan dan kemudian menjadi pengawas pertapaan-pertapaan lain di daerah itu. Setelah menyelesaikan studi teologi dan memperoleh gelar doktor, Martin Luther menjadi dosen studi Kitab Suci di Universitas Wittenberg. 8 9
Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm. 78. F.D. Wellem, op.cit.,, hlm. 169.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Martin Luther selain menjadi dosen, ia juga menjadi direktur pengajaran, ia berkotbah di Gereja Puri Wittenberg, pengawas sebelas pertapaan, dan pastor paroki di sebuah desa. Di tempat tersebut, Martin Luther menemukan dampakdampak yang mengerikan pada orang-orang Kristen awam karena adanya praktek indulgensia. Orang-orang dapat membeli surat-surat indulgensia yang dianggap memberikan pengurangan tidak hanya dari hukuman dosa-dosa, tetapi juga kebebasan dari kesalahan yang pernah dilakukan. Pada tahun 1516, seorang pastur dari Ordo Dominikan, yaitu Johannes Tetzel mulai mempropagandakan surat indulgensia. Propaganda ini dilakukan oleh Tetzel dengan tujuan untuk mendapatkan sumbangan sebagai biaya pembangunan Basilika Santo Petrus. Tetzel melakukan propagandanya dengan memberikan khotbah di hadapan masyarakat awam. Tetzel dalam khotbahnya mengatakan, bahwa “Pada saat kita memberi uang, maka saat itu juga jiwa orang yang telah meninggal dan didoakan melompat dari api penyucian”. Martin Luther pada saat yang bersamaan, juga mulai menyebarkan pendapatnya ke hadapan masyarakat awam. Hal ini merupakan salah satu bentuk protes Martin Luther berkaitan dengan cara berkhotbah Tetzel yang dianggapnya menyesatkan umat. Protes dari Martin Luther ini memuncak pada tanggal 31 Oktober 1517, tepatnya pada malam Pesta Semua Orang Kudus. Martin Luther menempelkan 95 dalilnya10 di pintu gerbang Gereja Universitas Wittenburg. Isi dari 95 dalil yang ditetapkan oleh Martin Luther ini sebagian besar berisi keberatannya tentang surat indulgensia yang dipakai untuk membangun Basilika Santo Petrus, penolakannya
10
95 Thesis Martin Luther, lihat lampiran 3, hlm.177.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
terhadap kuasa Paus atas api penyucian, dan perhatiannya terhadap kesejahteraan orang berdosa. Ruang lingkup protes Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma dengan kecepatan luar biasa menyebar. Martin Luther semakin meningkatkan serangannya pada Gereja Katolik Roma, ia mengingkari kekuasaan Paus dan dewan Gereja. Martin Luther juga menegaskan bahwa ia hanya tunduk pada tuntunan Alkitab dan dengan alasan pikiran sehat. Tentu saja hal ini membuat Gereja Katolik Roma menjadi tidak senang dan memerintahkan Martin Luther untuk datang menghadap pembesar-pembesar Gereja. Tahun 1518, sembilan puluh lima tesis Martin Luther semakin dikenal dan membangunkan seluruh rakyat Jerman. Paus Leo X meminta agar Martin Luther menghadap ke Roma. Berkat perlindungan dari Frederick, sebagai ganti Roma, Martin Luther diminta menghadap Kardinal Cajetan di kota Ausburg. Tidak ada hasil karena Martin Luther menginginkan konsili. Posisi Martin Luther dan keberaniannya untuk tawar menawar antara lain berkat perlindungan Frederick. Pada tahun 1519, di Leipzig diadakan perdebatan teologi antara Martin Luther dengan Johannes Eck. Perdebatan teologi yang terjadi antara Martin Luther dengan Johannes Eck memberikan reaksi bagi Paus Leo X. Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan Bulla Ekskomunikasi. Bulla itu bernama Exurge
Domine. Paus Leo X menyatakan bahwa dalam pandangannya isi
sebagian dalil yang ditetapkan oleh Martin Luther adalah sesat. Martin Luther dikucilkan oleh Paus Leo X pada tanggal 3 Januari 1521 karena pada tanggal tersebut telah dikeluarkan bulla kutuk Paus. Sejak saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
itu, Martin Luther semakin terasing dari Gereja. Martin Luther mulai banyak menulis surat-surat mengenai kebenaran orang Kristiani. Selain itu, Martin Luther juga mulai mengarang buku-buku, dan hasil karyanya yang terkenal yaitu Three Treatises dan menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman.11 Pada tahun 1525, Martin Luther menikah dengan Chatarina dari Bora, merupakan seorang mantan suster dari sebuah biara. Martin Luther dan Chatarina dikaruniai enam orang anak, namun dua orang anaknya meninggal dalam usia muda. Martin Luther meninggal pada tanggal 18 Februari 1546 saat berusia enam puluh dua tahun. Dua hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 16 Februari 1546, Martin Luther menulis bagian terakhir dari pernyataan-pernyataan tertulisnya yang masih ada; “Kita adalah pengemis. Itu benar.” Itulah akhir dari alinea yang singkat, yang menyangkut pemahaman Kitab Suci. Martin Luther menganggap bahwa manusia itu seperti pengemis yang selalu berharap menerima bagian kepenuhan hidup yang dibicarakan dalam Kitab Suci.12
B. Latar Belakang Martin Luther sebagai Reformator dalam Reformasi Gereja pada tahun 1517-1546 Reformasi Gereja yang terjadi pada abad ke-16 merupakan bukti nyata dari segala pemikiran, gagasan, dan tindakan yang dilakukan oleh Martin Luther. Dalam hal ini, Martin Luther bertindak sebagai reformator (orang yang berusaha memperbaiki suatu hal dalam bidang agama) dalam reformasi Gereja yang terjadi pada abad ke-16. Martin Luther merupakan orang yang memiliki peran besar 11 12
Gambar Kitab Suci yang telah diterjemahkan dalam bahasa Jerman, lihat lampiran 4, hlm. 195. Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 95.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
dalam reformasi Gereja yang terjadi di Jerman pada tahun 1517 dan menjadi pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. Martin Luther memiliki kesadaran yang sangat mendalam akan keadaannya yang berdosa dan tak berharga sama sekali, menimbulkan gambaran tentang Allah yang selalu murka. Menurut Martin Luther sendiri, antara manusia dan Allah tidak mungkin diadakan jembatan penghubung, dan tidak mungkin diadakan perdamaian.13 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa Martin Luther ialah orang yang sangat saleh, yang selalu bergulat untuk mencari kebenaran dengan mengalahkan keputusasaan. Ia juga seseorang yang sangat jujur dan selalu bersemangat dalam menjalani kehidupannya. Martin Luther percaya melalui kata-kata dan gagasannya yang ia sampaikan, baik secara lisan maupun tulisan dapat merubah keadaan Gereja Katolik Roma yang pada saat itu mengalami ketidakharmonisan dan kekacauan, serta kemerosotan iman di antara umat Katolik. Seperti para pendahulunya yang pernah melakukan reformasi Gereja, Martin Luther pun turut ambil bagian dalam reformasi Gereja yang ia lakukan pada tahun 1517. Ikut berperannya Martin Luther dalam reformasi Gereja dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut antara lain: 1. Faktor Internal Martin Luther berasal dari keluarga miskin, di mana orang tuanya bekerja sebagai petani tambang di salah satu daerah di Jerman. Walaupun orang tua Martin Luther merupakan keluarga miskin, tetapi mereka sangat memperhatikan
13
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 147.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
pendidikan dan pelatihan anak-anaknya. Mereka berusaha mengajarkan pengetahuan akan Allah dan mempraktekkan kebijakan Kristiani. Doa-doa ayahnya sering dipanjatkan dan didengarkan oleh anak-anaknya, termasuk Martin Luther. Hal ini dilakukan ayah Martin Luther supaya anak-anaknya selalu mengingat nama Tuhan, dan pada suatu hari membantu memajukan kebenaran ajaran Tuhan. Setiap kesempatan untuk memupuk moral dan intelektual yang diberikan oleh kehidupan mereka yang keras kepada mereka untuk dinikmati, selalu dikembangkan oleh kedua orang tua Martin Luther. Seperti dengan saudarasaudaranya yang lain, Martin Luther dididik dengan sungguh-sungguh dan sabar demi mempersiapkan ke kehidupan yang saleh dan berguna, meskipun terkadang kedua orang tuanya melatih terlalu keras. Bagi Martin Luther sendiri, walaupun ia sadar ada kesalahan dalam cara orang tuanya mendidik, ia menemukan disiplin tinggi yang diterapkan orang tuanya terdapat lebih banyak dukungan daripada hukuman. Pendidikan serta disiplin yang tinggi merupakan bagian dari pembentukan Martin Luther, yang mempersiapkannya untuk menjadi orang yang berpengaruh dan berkedudukan.Ia tahu bahwa kekuasaan adalah takdirnya, tetapi ia tidak tahu di mana takdir itu akan berujung.14 Pemikiran agama yang gelap dan penuh ketakhayulan yang merajalela pada Abad Pertengahan membuat Martin Luther sering dilanda ketakutan. Ia berbaring pada waktu malam dengan hati sedih, memandang ke masa depan yang gelap dengan gemetar, dan dengan ketakutan terus menerus, menganggap Allah itu
14
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 135.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
sebagai hakim lalim yang tidak menaruh belas kasihan, seorang tiran yang jahat, bukannya seorang Bapa Surgawi yang baik hati. Namun, di bawah ketawaran hati yang begitu banyak, Martin Luther terus berusaha maju menuju standar moral yang tinggi dan keunggulan intelektual yang menarik jiwanya. Ia haus akan pengetahuan, kesungguhan, serta pikirannya yang praktis menuntunnya untuk menginginkan yang kuat dan berguna, daripada yang menyolok dan dangkal.15 Perasaan takut akan Allah selalu tinggal di dalam hati Martin Luther, yang membuatnya
sanggup
mempertahankan
tujuannya
dengan
teguh.
Rasa
ketergantungan yang kuat kepada pertolongan ilahi membuatnya tidak pernah lupa memulai setiap hari dengan doa. Martin Luther juga tekun mempelajari karyakarya pengarang terbaik dengan rajin mempelajari pikiran-pikiran berbobot, dan membuat kebijaksanaan orang-orang bijak itu menjadi kebijaksanaannya. Bahkan di bawah disiplin yang ketat dari guru-gurunya, Martin Luther semakin menunjukkan keunggulannya, yaitu memiliki ingatan yang tajam, imajinasinya yang kreatif, daya pertimbangannya yang kuat, dan ketekunannya yang tidak mengenal lelah, membuat ia menjadi pribadi yang mengagumkan di antara temantemannya yang lain. Martin Luther sedang berada di dalam proses mengubah sikap mentalnya. Ia berusaha keras untuk menyenangkan Allah, tetapi Allah sudah dipuaskan oleh darah putra-Nya. Dalam kehidupan nyata, roh agamawilah yang tidak dapat dipuaskan, dan roh agamawi sedang bekerja di dalam diri Martin Luther. Hal sesungguhnya yang diinginkan Martin Luther hanyalah penerimaan dari Allah. 15
Dian, “Pemisahan Diri Luther dari Roma”, dalam http://www.dianweb.org/buku/luther/htm., 8 September 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
Tujuannya secara keseluruhan adalah mengetahui bagaimana menjadi sahabat Allah. Martin Luther mengira bahwa menerima pengampunan Allah adalah satusatunya cara hal ini dapat terjadi, maka ia pun bertobat dan bertobat lagi dari satu sesi pengakuan dosa ke sesi pengakuan dosa yang lain.16 Roh Kudus menyatakan kekayaaan kebenaran firman Allah itu ke dalam pikiran Martin Luther. Sebelumnya ia selalu takut melanggar kehendak Allah. Tetapi sekarang, Martin Luther mempunyai kesadaran yang mendalam mengenai keberadaannya sebagai orang berdosa yang sangat bergantung kepada Allah. Suatu kerinduan yang sungguh-sungguh untuk terbebas dari dosa dan untuk memperoleh kedamaian dengan Allah, yang kemudian menuntun Martin Luther memasuki sebuah biara dan menyerahkan diri kepada kehidupan biara. Kesadaran Martin Luther akan arti hubungan Allah dengan manusia yang sebenarnya telah dilukiskan sebagai “Pengalaman Menaranya”, karena kesadaran tersebut datang ketika ia belajar di Menara Pertapaan Agustinus Wittenberg. Pengalaman itu merupakan pengalaman besar Martin Luther yang ketiga akan Allah, dan dapat disebut pengalaman injilinya mengenai kebenaran Allah. Dalam pengalamannya, Martin Luther menjelaskan bagaimana ia telah ditawan oleh suatu keinginan luar biasa memahami surat Paulus kepada umat di Roma. Kesulitan Martin Luther untuk memahami surat itu terletak pada ayat 1:17, “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis;’Orang benar akan hidup oleh iman”. Berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup yang dialaminya dari masa
16
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 146.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
kanak-kanak hingga dewasa turut membentuk kepribadian dari seorang Martin Luther. Dalam diri Martin Luther, telah terbentuk watak seorang yang memiliki kedisiplinan yang tinggi, sangat takut kepada Allah, dan karena ketakutan dan kekhawatiran dalam dirinya ia menjadi sangat taat dan patuh kepada Allah, dan menjadi seseorang yang berani atas dasar kebenaran. Oleh karena keunggulan yang dimilikinya yaitu ingatan tajam, daya pikir yang kuat, dan imajinasi yang kreatif membuat Martin Luther menjadi orang yang keras kepala, menjadi teliti, serta kritis dalam menanggapi persoalan kehidupan, terutama yang berkaitan dengan kehidupan rohani. Keberanian dan sikap kritis yang dimiliki Martin Luther mendorongnya untuk berani mengambil sikap untuk memprotes segala kemerosotan kehidupan rohani yang terjadi dalam Gereja Katolik. Keberaniannya ini pula yang menyebabkan diri Martin Luther berani muncul di hadapan orang banyak sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. 2. Faktor Eksternal Pada Zaman Renaissance, Gereja berhasil merangkul tumbuhnya karya seni, memanfaatkan kecintaan akan keindahan, namun sangat disayangkan Gereja tidak mampu menjaga keseimbangan. Mulai dengan Paus Nicholaslah, renaissance mendapat tempat khusus di dalam Gereja. Para humanis diundang ke Roma untuk memulai
Biblioteca Vaticana, mempercayakan restorasi kota Roma
kepada para seniman bangunan, dan Basilika Santo Petrus sebagai pusat Roma harus menjadi indah dan menjadi tahta yang layak bagi wakil Kristus. Paus dengan berkuasa atas Vatikan dan Roma secara langsung menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
pelindung gerakan renaissance. Seniman lukis, seniman pahat, dan seniman bangunan
mampu mengekspresikan diri secara maksimal berkat dukungan
para Paus.17 Roma pun menjadi pusat kebudayaan, tetapi bukan pusat jiwa Kristiani. Kepausan yang ingin mengembangkan renaissance tidak didukung oleh Injil yang murni. Kepausan yang ada saat itu bukanlah kepausan yang sudah diperbarui. Dari sebab itu kedudukan Paus tidak mempunyai kekuatan rohani yang kuat untuk menghentikan goncangan peradaban yang masih terombang ambing antara manusia dan Tuhan. Hal-hal yang melatarbelakangi Martin Luther muncul sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada tahun 1517 dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor agama, faktor sosial ekonomi, dan faktor politik. Faktor agama yang menjadi latar belakang Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada tahun 1517 adalah penjualan surat indulgensia pada masa kepemimpinan Paus Leo X yang digunakan untuk pembangunan Gereja Basilika Santo Petrus di Roma dan pelunasan hutang Uskup Agung Albercht dari Mainz. Seseorang yang memiliki surat indulgensia dengan cara membelinya, maka seseorang yang telah mengaku dosanya di hadapan imam tidak dituntut lagi untuk membuktikan penyesalannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan para penjual surat indulgensia melampaui batas-batas pemahaman teologis yang benar dengan mengatakan bahwa pada saat mata uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian ke surga.
17
Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Penjualan surat indulgensia hanyalah tanda yang kelihatan dari permasalahan yang fundamental. Masalah yang sebenarnya adalah sejauh manakah iman Kristen secara langsung didasarkan pada Kitab Perjanjian Baru. Pemahaman teologis dalam Abad Pertengahan mengenal pembedaan hukuman. Di satu pihak, ada hukuman yang tetap dan abadi bagi seseorang yang masuk neraka. Di lain pihak, ada hukuman setelah kematian di api penyucian bagi semua dosa yang telah dilakukan seseorang semasa hidupnya. Inti dari pemahaman teologis ini adalah bahwa hukuman di api penyucian akan menjadi pemurnian sebelum seseorang memasuki hidup abadi.18 Manusia sejak lahir sudah membawa dosa asal yang dihapus melalui permandian, namun tidak dipungkiri bahwa manusia di dalam hidupnya berbuat dosa lagi, yaitu dosa pribadi. Dosa-dosa pribadi manusia harus dinyatakan dalam pengakuan dan mendapat hukuman dari Allah, untuk memulihkan kebaikan bagi para pendosa. Pemulihan itu terjadi di api penyucian yang membersihkan dan menghukum pendosa atas dosa-dosanya. Gereja Katolik Roma dalam hal ini menyatakan dirinya memiliki kemampuan untuk mengampuni dosa-dosa, memulihkan kembali hubungan manusia dengan Allah. Melalui keimanan yang tidak tahu apa-apa dan sangat korup, pimpinan Katolik Roma menciptakan dan membangun agamanya sendiri. Bila tradisi-tradisi tidak lagi memenuhi target yang mereka inginkan, Gereja akan mengubahnya atau menambahkan peraturan-peraturan. Rasa bersalah dan ketakutan adalah dua emosi utama yang ditanamkan Gereja untuk membuat umat tetap kembali ke Gereja.
18
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang kematian, neraka, surga, dan api penyucian19. Dalam hal ini, Paus dan hirarkinya membuat suatu sistem yang berfungsi untuk menstabilkan perekonomian Gereja dan meredakan rasa bersalah umat.20 Keselamatan yang dapat dibeli dengan uang lebih mudah didapatkan daripada keselamatan yang menuntut pertobatan, iman yang sungguh-sungguh untuk menolak dan mengalahkan dosa. Pengajaran mengenai surat pengampunan dosa telah ditentang oleh kaum terpelajar dan orang-orang yang saleh di dalam Gereja Roma. Martin Luther pun menganut pandangan yang sama dengan kaum terpelajar dan orang-orang saleh di Roma. Meskipun Martin Luther masih menjadi pengikut Paus yang paling jujur dan saleh, tetapi ia sudah dipenuhi pikiran yang mengerikan terhadap surat indulgensia. Martin Luther sebagai seorang imam, ia banyak didatangi oleh umat yang telah membeli surat indulgensia untuk mengakui dosanya dan mengharapkan pengampunan, bukan karena mereka sudah bertobat dan menginginkan pembaruan, tetapi atas dasar surat indulgensia. Tentu saja Martin Luther menolak memberikan pengampunan dan memberi peringatan kepada jemaatnya, kecuali mereka bertobat dan pemperbarui kehidupan mereka, barulah Martin Luther mau memberikan pengampunan dosa. Faktor sosial ekonomi yang melatarbelakangi Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada tahun 1517 adalah pada saat ia melakukan perjalanan untuk berziarah ke Roma dan menginap di biara-biara 19
Api penyucian, tempat sementara bagi orang-orang yang tidak cukup baik untuk masuk ke surga, dan tidak cukup buruk untuk masuk neraka. lihat. Roberts Liardon, op.cit., hlm. 147. 20 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
sepanjang perjalanan, di salah satu biara di Italia, Martin Luther dipenuhi keheranan melihat kekayaan, keindahan, dan kemewahan. Para biarawan tinggal di apartemen yang megah, dengan pendapatan yang memuaskan, berpakaian yang paling mewah dan paling mahal, dan memakan makanan yang mewah. Dengan sangat ragu-ragu, Martin Luther membandingkan pemandangan ini dengan penyangkalan diri dari kesukaran yang dialami dalam hidupnya sendiri. Pikirannya menjadi bingung. Pada zaman Martin Luther, kota Roma termasuk kota Abad Pertengahan yang agung. Di Roma, Martin Luther melihat perbuatan jahat terjadi di antara semua golongan rohaniwan. Ia mendengar gurauan tidak senonoh dari para petugas Gereja, dan ia dipenuhi kengerian ucapan-ucapan kotor yang hebat, bahkan sementara pada saat diadakan misa. Ketika Martin Luther bergaul bersama para biarawan dan penduduk kota Roma, ia mendapati terjadinya pemborosan dan pesta pora. Kemana pun Martin Luther berpaling, di tempat suci ia temukan perbuatan jahat. Martin Luther menulis, “Tak seorang pun dapat membayangkan dosa-dosa serta tindakan-tindakan aneh yang dilakukan di Roma, semua itu harus disaksikan dan didengar sendiri, barulah dapat dipercaya.
Dengan
demikian
mereka
seakan
telah
terbiasa
untuk
mengatakannya.”21 Martin Luther juga merasa tersinggung oleh istana-istana para kardinal yang memamerkan kemewahan dan marah karena kisah-kisah tentang Paus yang dibicarakan orang-orang Roma dengan penuh celaan dan tertawaan. 21
Dian, “Pemisahan Diri Luther dari Roma” dalam http://www.dianweb.org/buku/luther/htm/., 8 September 2007, op.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Kesalehan
diabaikan
di Roma, sedangkan
uang
menjadi
penentu segala
sesuatu. Kepercayaan masyarakat terhadap Allah merosot, sedangkan kepercayaan terhadap takhayul semakin menjadi-jadi, sebab semakin banyak dukun dan ahli tenung memenuhi
jalanan. Semua hal ini membuat Martin Luther kecewa
dan semakin menguatkan dirinya untuk mewujudkan keinginannya dalam melakukan pembaruan demi menuju ke arah kehidupan yang lebih baik. Faktor politik yang melatarbelakangi Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi
Gereja pada tahun 1517-1546 adalah sikap absolutisme pimpinan
tertinggi Gereja Katolik Roma yang menyalahgunakan wewenang kekuasaannya, di mana ia memimpin umat Katolik bukan dengan mengedepankan dan mengutamakan kekudusan hati, tetapi malah mengedepankan jiwa pedagang yang gila akan kehormatan. Pada abad ke-16, tepatnya tahun 1513-1521, Gereja Katolik Roma dipimpin oleh Paus Leo X. Paus Leo X merupakan seseorang yang gila hormat. Ia ingin menjadi Paus di bidang kesenian. Paus Leo X ingin melanjutkan pembangunan Basilika Santo Petrus yang semula sudah dirintis oleh Paus Jullius II. Paus Leo X membutuhkan banyak uang, maka diadakan praktek penjualan surat indulgensia supaya ia dapat memperoleh uang jutaan banyaknya guna membiayai pembangunan Gereja Basilika Santo Petrus. Jadi, pada saat Gereja membutuhkan seorang yang kudus dan bijaksana untuk memimpinnya, ternyata pemimpin yang muncul justru seorang pedagang.22 Sesungguhnya Martin Luther tidak banyak tahu mengenai latar belakang 22
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 146.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
politik dan finansial untuk praktek indulgensia di Jerman. Paus Leo X telah memberi hak istimewa kepada Albercht dari Bradenburg, yang sangat butuh uang untuk membagikan indulgensia di wilayahnya. Albercht, yang kemudian menjadi Uskup Agung Magdeburg dan Halberstadt, juga berhasil dalam memperoleh kedudukan Uskup Agung Mainz. Ia menjadi uskup tertinggi secara
politis sekaligus spiritual di Jerman. Untuk hak istimewa dalam
memegang tiga keuskupan sekaligus, Abercht harus membayar upeti yang tinggi
baik kepada Paus maupun kaisar. Paus Leo X membuat kesepakatan
dengan Albercht bahwa sebagai tambahan pada upeti Albercht, separuh dari hasil
penjualan indulgensia harus dibayarkan pada Paus untuk membantu
menutup biaya pembangunan Gereja Basilika Santo Petrus di Roma.23 Bagi Martin Luther, bukan latar belakang sosial ekonomi dan politis yang menjadi pendorong utama untuk menjadi reformator dalam reformasi Gereja pada abad
ke-16, tetapi
masalah-masalah
rohani dan teologis yang
ditimbulkannya. Martin Luther melihat akibat yang mendatangkan permasalahan baik secara material maupun psikologis dari praktek indulgensia bagi orangorang awam.
C. Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja Pada tahun 1517-1546 Reformasi Kristen pada abad ke-16 berawal mula di Jerman, Eropa Tengah. Wilayah-wilayah Jerman merupakan bagian dari Kekaisaran Romawi Suci. Kekaisaran Romawi Suci dipimpin oleh seorang Paus yang juga memiliki
23
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
kekuasaan terhadap rakyatnya, yaitu seluruh umat Kristiani yang ada di Barat. Situasi dan kondisi di Jerman sudah lama tidak tenang, terutama di bidang agama, sosial ekonomi, dan politik. Situasi dan kondisi di Jerman yang mengalami krisis membuat seorang imam dari Ordo Augustinian yaitu Martin Luther terpanggil untuk memimpin Gereja ke luar dari lingkup kegelapan supaya tidak makin terseret ke dalam arus duniawi dengan jalan melakukan gerakan reformasi. Martin Luther sebagai salah satu dari orang-orang yang terpanggil untuk melakukan pembaruan dalam Gereja memiliki peranan yang cukup besar. Peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada tahun 1517-1546 dapat dilihat di beberapa bidang kehidupan, antara lain: 1. Bidang Agama Martin Luther lebih memusatkan perhatiannya kepada kebenaran yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Baru. Martin Luther mengajak umat untuk mempelajari Kitab Perjanjian Baru dan mengenal kasih Kristus supaya menemukan kebenaran bahwa manusia diselamatkan hanya karena anugerah. Martin Luther memperdalam kembali mengenai dasar-dasar Gereja, ketika ia mempertanyakan keberadaan api penyucian. Martin Luther menuliskan: 24 “ Indulgensia sangat merusak karena hal itu menimbulkan perasaan puas diri dan karenanya membahayakan keselamatan. Terkutuklah orang-orang yang berpikir bahwa surat-surat indulgensia membuat mereka yakin akan keselamatan. Allah bekerja dengan cara kebalikannya, sehingga seorang manusia merasa dirinya terhilang tepat pada saat ia akan diselamatkan. Ketika Allah membenarkan seorang manusia, Ia menyesahnya. Siapa yang akan dihidupkan-Nya harus terlebih dahulu dimatikan-Nya. Kemurahan Allah dinyatakan sedemikian rupa dalam bentuk kemarahan supaya tampak seperti jauh sekali padahal sangat dekat. Manusia harus berteriak dahulu bahwa tidak ada yang sehat di dalam dirinya. Ia harus dicekam oleh 24
Martin Luther, The Later Years and Legacy, op.cit., hlm. 63.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
ketakutan. Ini adalah penderitaan dari api penyucian. Saya tidak tahu di mana letaknya, yang saya tahu adalah bahwa hal itu dapat dialami di dalam hidup ini. Saya tahu seseorang yang telah mengalami penderitaan-penderitaan semacam itu, yang kalau berlangsung selama enam menit saja ia sudah akan menjadi abu. Dalam kekacauan ini keselamatan dimulai. Bila seseorang benar-benar yakin bahwa dirinya sudah tidak terselamatkan... meskipun ia dibebaskan sejuta kali oleh paus, ia yang telah memperolehnya mungkin tidak ingin dibebaskan dari api penyucian, karena berdosa yang mendalam mendambakan hukuman. Orang-orang Kristen harus didorong untuk memikul salib. Ia yang dibaptis ke dalam Kristus harus menjadi seekor domba sembelihan. Kebajikan-kebajikan Kristus sangat jauh lebih efektif bila mendatangkan salib ketimbang bila mendatangkan pengurangan hukuman.” Martin Luther sebagai seorang imam harus melayani umat sebagai pengkotbah dan melayani penerimaan pengakuan dosa di Gereja Kastil Wittenburg. Martin Luther dalam melakukan pelayanannya dihadapkan dengan berbagai akibat yang timbul ketika orang-orang awam harus mendapatkan surat indulgensia (surat penghapusan dosa). Martin Luther sangat prihatin dengan adanya penjualan surat indulgensia. Penjualan surat indulgensia ini membuatnya sangat marah. Martin Luther belum sampai pada kebenaran yang cukup untuk membuatnya menolak sama sekali gagasan
menjual surat penghapusan dosa, tetapi ia tidak
menyetujui
penyalahgunaan semacam itu. Maka, karena kesetiaannya pada Ordo Augustinian dan pada keyakinan-keyakinan serta pandangan-pandangannya yang asli, Martin Luther memeteraikan di dalam hatinya bahwa dasar dari semua penebusan dosa, penghapusan dosa, dan pengakuan dosa haruslah perasaan dukacita yang dalam.25 Martin Luther di dalam tulisannya yang terdapat pada buku Luther’s Work Volume 40: Church and Ministry mengatakan: 26
25
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 160.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
“ Penghapusan dosa tanpa tobat adalah kesalahan yang besar. Kebenaran iman tidak akan ada, tanpa ada penyesalan dan rasa takut serta teror Tuhan. Pengajaran ini penting bagi kita manusia, di mana ada duka cita dan penyesalan untuk dosa. Penebusan dosa adalah penyesalan yang tulus dan berduka cita atas dosa-dosa dan benar-benar mengakui atas penghakiman Tuhan dan kegusaran Tuhan.” Pernyataan resmi Paus Leo X yang memberi izin bagi Tetzel untuk menjual surat indulgensia, tanpa penebusan dosa, membuat seseorang melupakan arti pertobatan yang sesungguhnya. Martin Luther yang melihat bahwa kondisi semakin memprihatikan, mulai menyusun sebuah daftar keprihatinan, pertanyaanpertanyaan dan keberatan-keberatan mengenai penggunaan surat indulgensia dan keserakahan Gereja yang semakin mengarah keduniawian. Martin Luther tidak merasa ragu karena belum meyakini beberapa dari pernyataannya, sebab membahas kebenarannya merupakan motivasinya untuk memakukan tesisnya tersebut.27 Sembilan puluh lima tesis yang disusun oleh Martin Luther ini, isinya sebagian besar mengutuk keserakahan dan keduniawian di dalam Gereja Katolik yang dianggap sebagai bentuk penyelewengan. Sembilan puluh lima tesis ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dibuat salinannya, dan disebarluaskan. Hanya dalam waktu dua minggu, sembilan puluh lima tesis ini telah menyebar ke seluruh Jerman dan dalam waktu dua bulan telah menyebar ke seluruh Eropa. 2. Bidang Sosial Ekonomi Pada saat Martin Luther melakukan perjalanan menuju kota Roma, ia melihat keadaan sekitarnya sangat memprihatikan. Pemandangan kota Roma bagi Martin 26
Martin Luther, Luther’s Work Volume 40: Church and Ministry, Philadelphia, Muhlenberg Press, 1957, hlm. 294. 27 Roberts Liardon, op.cit., hlm. 161.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Luther sudah tidak lagi seagung dan sesuci yang pernah ia bayangkan dalam pikirannya. Kenyataan yang harus dihadapi oleh Martin Luther adalah kota Roma sudah seperti neraka yang ada di bumi. Kejahatan, kepalsuan, dan kebohongan terdapat di berbagai penjuru kota Roma. Kejahatan ini banyak dilakukan oleh golongan rohaniwan, kemewahan, pemborosan, ucapan-ucapan kotor yang keluar dari para mulut golongan rohaniwan, bahkan di antara orang awam saling membicarakan golongan rohaniwan dengan nada meremehkan. Kesemua hal tersebut sangat meyayat hati Martin Luther. Martin Luther meskipun menyaksikan semua peristiwa-peristiwa tersebut, ia tetap melanjutkan perziarahannya di kota Roma. Di Roma, Martin Luther menaiki “Tangga Pilatus” dengan sungguh-sungguh, di mana ia tiba-tiba mendengar satu suara bagaikan geledek yang berkata, “ Orang benar akan hidup oleh iman “ (Roma 1:17). Martin Luther langsung berdiri dan segera meninggalkan tempat itu dengan malu dan ngeri. Ayat itu tidak pernah kehilangan kuasa atas jiwanya. Sejak saat itu, ia melihat lebih jelas dari sebelumnya pendapat yang keliru, yang mempercayai keselamatan diperoleh atas jasa usaha manusia, dan pentingnya iman yang terus menerus kepada Yesus Kristus. Matanya sekarang terbuka, dan tidak akan pernah lagi tertutup, karena penipuan kepausan. Pada waktu Martin memalingkan wajahnya dari Roma, hatinya juga ikut berpaling. 28Sejak peristiwa tersebut jarak antara Martin Luther dengan Gereja Kepausan Roma semakin jauh, hingga akhirnya ia memutuskan hubungannya dengan Gereja Kepausan Roma. Martin Luther memulai pekerjaannya sebagai reformator dengan berani 28
Dian, “Pemisahan Diri Luther dari Roma” dalam http://www.dianweb.org/buku/luther/htm/., 8 September 2007, op.cit.,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
sebagai pejuang kebenaran. Martin Luther di atas mimbar memberikan kotbah, dengan kesungguhan hatinya ia menunjukkan sifat-sifat dosa di hadapan banyak orang yang sedang berkumpul dan mengajarkan kepada mereka bahwa sangat tidak mungkin bagi manusia untuk mengurangi dosa atau menghapuskan dosa atas usaha manusia sendiri, tetapi melalui rahmat Tuhan. Martin Luther juga menasehati kepada orang-orang supaya jangan membeli surat indulgensia, tetapi bertobatlah kepada Tuhan. Penjualan surat indulgensia yang tetap dilaksanakan mesti Martin Luther telah memberikan pengaruhnya di masyarakat untuk tidak membeli surat tersebut, membuat Martin Luther berpikir kembali untuk memikirkan cara lain untuk menghentikan penjualan surat indulgensia tersebut. Martin Luther menemukan cara lain yaitu pada hari sebelum festival “Semua Orang Kudus”, Martin Luther bersama-sama dengan orang banyak yang pergi ke gereja, memakukan di pintu gereja selembar kertas kertas yang berisi sembilan puluh lima tesis29 yang menentang ajaran pengampunan dosa. Ia menyatakan kesediaannya untuk mempertahankan tesis tersebut di Universitas Wittenburg tempat ia mengajar, terhadap semua yang merasa diserang. Bagi Martin Luther, seluruh hal yang berkaitan dengan penjualan surat indulgensia merupakan cara licik yang ditempuh Paus Leo X untuk memeras uang rakyat guna pembangunan kembali Basilika Santo Petrus. 3. Bidang Politik Penyalahgunaan terjadi di dalam Gereja Katolik Roma pada Abad Pertengah29
Gambar pintu Gereja Wittenberg, dahulu Martin Luther pernah memasang 95 tesisnya pada pintu Gereja Wittenberg, lihat lampiran 6, hlm. 197.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
an. Salah satu hal yang paling buruk adalah simonia yaitu penjualan jabatan dan hak-hak khusus agama. Paus, uskup, dan para imam berperan terlalu berlebihan dalam hidup Gereja. Para orang awam kurang paham, bahkan tidak mengetahui akan ajaran pokok Kristiani dan sangat kecil hak suaranya dalam ungkapan iman mereka.30 Sebenarnya pada Abad Pertengahan terjadi pula beberapa gerakan pembaharuan. Beberapa pihak menerima wewenang Paus dan berusaha menghilangkan penyalahgunaan yang ada dalam Gereja Katolik. Pihak yang lain menolak Gereja Katolik dan mencari bentuk penghayatan hidup Kristiani yang lebih murni. Dalam beberapa gerakan pembaharuan bila terdapat unsur yang tidak sejalan dengan iman Gereja Katolik tradisional akan ditumpas oleh pimpinan Gereja melalui wewenang Gereja yang didukung oleh pemerintahan sipil. Pada abad ke-16, Raja Roma secara perlahan-lahan memegang kekuatan politik dan juga kekuatan spiritual mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh keutuhan Kekaisaran Roma Barat. Kekuatan politik sering menimbulkan korupsi, dan demikian juga halnya dengan Gereja, walaupun masih banyak orang-orang Gereja yang saleh dan secara intelektual hebat muncul, pelecehan terjadi secara meluas, bukan hal kecil misalnya menjual kebebasan berbuat dosa, ketika seorang awam yang percaya dijanjikan bahwa pembayaran dengan uang terhadap Gereja akan membebaskan orang tersebut dari kutukan penghakiman Tuhan di dunia
30
Thomas Michel, Pokok-pokoi Iman Kristiani, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2001, hlm. 92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
setelah kehidupan di alam baka.31 Pada masa pemerintahan Paus Leo X, umat diminta membeli surat indulgensia. Paus Leo X memiliki kekuasaan yang absolut atas Gereja dan juga negara sehingga mudah untuk melaksanakan keinginannya untuk pengadaan praktek penjualan surat indulgensia. Martin Luther tidak bisa menerima tindakan Paus Leo X yang sudah menyelewengkan wewenangnya. Dalam hal ini, Martin Luther berusaha untuk menerapkan ketiga ajaran pokoknya (sola fides, sola gratia, sola scriptura) dan mengembangkannya, terlebih melihat adanya pelecehan dan penyelewengan di dalam Gereja Katolik Roma yaitu adanya khotbah surat indulgensia yang berkaitan dengan pembiayaan pembangunan Basilika Santo Petrus. Kebutuhan akan biaya pembangunan itu bercampur aduk dengan situasi sosio-politik dan Gereja di Jerman. Martin Luther melakukan semua hal tersebut karena memiliki tujuan mulia. Martin Luther ingin mereformasi Gereja Katolik selaras dengan ajaran asli Alkitab, dan kembali pada iman asli komunitas Kristiani. Ia juga mendesak para pangeran Jerman untuk menolak wewenang kuasa Paus dan melaksanakan reformasi injili gerejani.32
31
Nicko Hosea Layantara, “Kisah Nyata Martin Luther dalam http://www.kamusti.web.id/?inc=itdict-personage&op=view&id=56&type=3, 10 April 2007, op.cit. 32 Thomas Michel, op.cit., hlm. 93.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA MARTIN LUTHER DENGAN GEREJA KATOLIK ROMA
Martin Luther pada tahun 1512 menerima gelar Doktor Teologi pada usia dua puluh sembilan tahun. Martin Luther dengan gelar Doktor Teologinya dapat menjadi seorang pengajar. Ia mengajar di Universitas Wittenburg sebagai profesor studi Kitab Suci. Dalam hal ini, Martin Luther harus lebih mendalami Alkitab. Martin Luther memusatkan diri pada teks-teks Alkitab dan mengembangkan ideide teologisnya dengan menafsirkan isi Alkitab. Tahun 1513, Martin Luther mulai mengajar Kitab Mazmur. Pada tahun 1515, ia mengajar Surat Santo Paulus kepada umat Galatia. Dalam diskusi yang intensif dengan tradisi-tradisi teologis dan filosofis, Martin Luther menekankan masalahmasalah yang ada di sana dan mencoba sungguh-sungguh menemukan pemahaman baru mengenai Alkitab yang dapat menjawab kebutuhan zamannya dan kekacauan dalam dirinya sendiri. Dalam teks-teks Alkitab tersebut, Martin Luther menemukan suatu pandangan baru mengenai Allah; Allah yang kudus, yang menakutkan baginya, adalah sekaligus Allah Yang Maha Belas Kasih. Salib Yesus Kristus menunjukkan adanya rekonsiliasi antara Allah dengan dunia. Allah yang kekudusan dan keagungan-Nya telah membuat Martin Luther merasa sama sekali tidak pantas, telah mewahyukan diri sebagai Allah yang begitu mencintai dunia.1
1
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 19.
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Ketika Martin Luther mulai mengerti pewahyuan dan kebenaran dari penebusan Allah, ia segera melihat kekeliruan dalam Gereja Katolik Roma. Terguncang oleh kemunafikan, Martin Luther berusaha untuk membawa Gereja Katolik kepada terang, dan bersumpah untuk angkat bicara dan ambil bagian dalam membelokkan umat dari jalan yang salah ke jalan yang benar.2 Martin Luther kemudian memulai dengan mengkritik praktek penjualan surat indulgensia melalui kotbah-kotbahnya dan diskusi akademis pada tahun 1516. Barulah pada tahun 1517, Martin Luther menjadi pusat perhatian karena menerbitkan ke sembilan puluh lima tesis yang dengan keras menentang praktek penjualan surat indulgensia. Sembilan puluh lima tesis Martin Luther ini, dikemudian hari mulai memunculkan masalah-masalah hingga menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat di antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma.
A. Perbandingan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma 1. Perbedaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma Martin Luther sebagai profesor studi Kitab Suci lebih banyak memusatkan perhatiannya untuk memperdalam Kitab Suci. Kitab Suci yang dipelajarinya semakin menguatkan hati dan keyakinan Martin Luther, dan ia mulai melancarkan sejumlah kritik terhadap praktek-praktek Gereja yang dilakukan oleh Gereja
2
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 158.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Katolik Roma pada abad ke-16. Banyaknya kritik yang dilancarkan oleh Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma, semakin memperlihatkan bahwa Martin Luther memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan yang selama ini diajarkan dan dipraktekkan oleh Gereja Katolik Roma. Bagi Martin Luther ada tiga hal utama yang membuat pandangannya berbeda dengan Gereja Katolik Roma. Ketiga hal itu, antara lain: a. Pemahaman Teologis Martin Luther sebagai anggota dari Ordo Agustinus sangat dihargai oleh teman-teman seordonya. Hal ini dikarenakan dalam usahanya untuk mengejar kekudusan, Martin Luther melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih hebat dari biarawan-biarawan yang lain. Namun, Martin Luther masih saja mengalami kegelisahan
rohani, ia
masih dilanda ketakutan karena tidak
mampu
membebaskan diri dari dosa. Martin Luther mempelajari filsafat occamisme.3 Filsafat occamisme yang amat menekankan tentang kekuasaan Allah amat berperan di dalam diri Martin Luther. Ia mengalami pergulatan besar untuk membedakan antara keinginan dan godaan dari dosa, serta kerinduan untuk mencapai suatu tingkat kehidupan spiritual tertentu. Dalam studi dan persiapan mengajar, Martin Luther semakin 3
Filsafat Ockhamisme, aliran filsafat dan teologi pada Abad Tengah yang menganggap gagasan umum tidak menunjuk pada kenyataan apapun. Maka gagasan hanya kata-kata saja, yang disusun akal budi sebagai tanda-tanda belaka untuk mengatur keanekaan individual. Ada pernyataan umum, tetapi bukan hal yang umum (karena tidak ada). Hanya individualah yang riil. Kenyataan adalah kumpulan rupa-rupa benda dan makhluk individual yang sama sekali berbeda dan karena itu tidak dapat dirangkum di bawah gagasan umum. Sebab yang umum tidak menunjuk pada sesuatu dalam realitas. Misal; manusia tidak ada, hanya bermacammacam individu ada, yang dikelompokkan sebagai manusia. Maka, metafisika dan hukum kodrat ditolak . Berbagai hal diterangkan menurut apa adanya. Wahyu dan norma moral diterima seperti dan hanya karena dikehendaki Tuhan (tanpa alasan lain, kecuali dikehendaki demikian oleh Tuhan). Melalui Ockham, aliran filsafat ini mempengaruhi Martin Luther. Lihat Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid 6, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 2005, hlm. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
mendalami ajaran Occam dan juga aliran mistik Jerman4, khususnya Johann Tauler. Gagasan tentang ketidakberdayaan mutlak manusia di hadapan Allah dan penyerahan pasif kepada Allah sangat menarik perhatiannya. Gagasan inilah yang kemudian hari dirasakan oleh Martin Luther sebagai pengalaman menara di kamar studi bagian bangunan biara yang berbentuk menara,5 ia mendapatkan gagasan tersebut sewaktu ia merenungkan sebuah kutipan dari surat Paulus kepada jemaat di Roma. Dari gagasan inilah, Martin Luther mulai mengembangkan dan mempertahankan ajarannya yaitu keselamatan berkat iman.6 Martin Luther dengan pemikiran dan gagasan tentang pemahaman teologinya, membuat ia berbeda pendapat dengan Gereja Katolik Roma. Adapun hal-hal yang menjadi perbedaan pendapat berkaitan dengan pemahaman teologi adalah sebagai berikut: 1) Tentang Iman a) Menurut Martin Luther: Martin Luther menyatakan bahwa hanya karena iman, manusia dibenarkan. Pernyataan Martin Luther ini dijadikan sebagai salah satu pokok dalam pengajarannya, yaitu sola fides. Maksud dari pernyataan sola fides tersebut
4
Aliran mistik Jerman, aliran ini didasarkan pada pandangan neoplatonis tentang ciptaan sebagai pancaran dari Allah, dan tentang keselamatan sebagai gerakan kembali manusia kepada yang Maha Esa, dari mana ia berasal. Tokoh aliran mistik Jerman yang sangat mempengaruhi Martin Luther adalah Johann Tauler. Johann Tauler menegaskan bahwa dengan mengamalkan keutamaan dan daya pikir, Tuhan akan bersemayam dalam roh manusia berkat daya rahmatNya. Sarana menuju kesucian yang paling baik adalah merenungkan kisah sengsara Yesus Kristus. Lihat Adolf Heuken, op.cit., hlm. 101 dan 104. 5 Gambar salah satu kamar di Menara Pertapaan Agustinus Wittenberg, tempat Martin Luther mendapat pengalaman rohani (Pengalaman Menara), lihat lampiran 5, hlm 196 6 Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
adalah
hanya
dengan
percaya dan bukan dengan perbuatan baik manusia
diselamatkan. Martin Luther menyatakan demikian atas dasar pengalaman pribadinya, ketika ia melakukan segala usahanya untuk hidup sebagai biarawan yang taat dan ia tidak dapat menghilangkan kecemasan yang menghantuinya mengenai keselamatan pribadinya.7 Martin Luther dalam mencetuskan semboyan sola fides bersumber pada Alkitab pada Kitab Roma 1:17 yang ditulis oleh Santo Paulus kepada umat di Roma, yang berbunyi; “Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperi ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’”. Adapun motivasi konseptual ajaran Martin Luther ini adalah Allah menciptakan manusia dari
“ketiadaan”. Mengingat Allah telah menciptakan
manusia dari ketiadaan dengan kehendak bebas, Allah memberikan secara cumacuma kehendak bebas kepada manusia. Setelah Adam jatuh ke dalam dosa, manusia dari dirinya sendiri tidak dapat berbuat apa-apa. Jika demikian halnya, keselamatan manusia tidak dapat lain kecuali
tergantung pada kasih dan
kerahiman Allah. Hanya karena iman manusia dibenarkan, maksudnya hanya iman yang menyelamatkan manusia, dan bukan perbuatan-perbuatan baik, misalnya beramal kasih dan mati raga. Keselamatan itu bukan merupakan imbalan dan terjadi tanpa jasa dari pihak manusia dan satu-satunya yang menjamin kepastian keselamatan adalah iman Allah.8
7 8
Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 2005, hlm. 87. Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern, Yogyakarta, Kanisius, 2004, hlm. 55.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Martin Luther di dalam bukunya yang berjudul Kebebasan Seorang Kristen menyatakan bahwa kuasa iman yang besar dan tak terhingga itu mempunyai tiga manfaat yaitu; 9 “ Inilah kebebasan orang Kristen yaitu iman kita, yang tidak mendorong kita untuk hidup di dalam kemalasan atau kejahatan, melainkan meniadakan keharusan hukum serta perbuatan-perbuatan untuk kebenaran dan untuk keselamatan siapapun. Inilah manfaat kuasa iman yang pertama. Manfaat kuasa iman yang kedua adalah menghormati yang dipercayainya dengan segala hormat dan penghargaan setinggi-tingginya, oleh karena iman menganggapnya tulus dan dapat dipercayai. Tiada penghormatan lain yang dapat mengimbangi penilaian akan ketulusan dan kebenaran dengan mana yang kita menghormati yang kita percaya itu. Manfaat ketiga dari pada iman yang tak terhingga besarnya adalah menyatukan jiwa dengan Kristus seperti pengantin perempuan disatukan dengan pengantin laki-laki. Iman itu besar manfaatnya, yaitu bahwa iman saja dapat menggenapi Hukum Taurat itu dan membenarkan tanpa perbuatan.” Iman adalah sesuatu yang menyangkut hati seseorang. Martin Luther tahu bahwa pendekatan subyektif ini dapat sesat, karena orang dapat mempercayai sesuatu yang berbeda dari Allah dan dijadikan allahnya. Maka, iman yang benar melibatkan pencarian yang sepenuh hati akan sesuatu yang benar-benar dapat dipercaya, dan ini hanya dapat ditemukan dalam Allah. Hanya melalui iman, maka kebenaran Allah menjadi hidup dan nyata dalam diri manusia. Bagi Martin Luther, Allah hanya menjadi kenyataan dalam diri manusia bila manusia mempunyai iman. Iman muncul dari seseorang yang disapa oleh sabda Allah dalam batinnya dan seorang beriman tidak dapat mempercayai orang lain atau kekuasaan apa pun, bahkan gereja dan wakil-wakilnya, bila menyangkut iman.10
9
Martin Luther, Kebebasan Seorang Kristen (terj.), Pematangsiantar, Depot Buku-buku Methodis, 1971, hlm. 17-18. 10 Hans Peter Grossans, op.cit., hlm. 64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
b) Menurut Gereja Katolik Roma: Dalam hal iman, doktrin tradisional Gereja Katolik Roma menyatakan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dan perbuatan-perbuatan baik. Iman menjadi nyata sungguh-sungguh ketika diwujudkan dan diungkapkan secara konkret dalam perbuatan-perbuatan baik. Perbuatan baik manusia menjadi kesaksian otentik hidup Kristiani, ketika diinspirasikan dan digerakkan oleh iman yang benar.11 Pada hakekatnya, wahyu merupakan inisiatif Allah dalam mendekati manusia begitu rupa, sehingga Allah menganugerahkan dirinya kepada manusia. Berpadanan dengan itu, iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah itu merupakan penyerahan dirinya kepada Allah. Dengan kata lain, wahyu dan iman itu bersama-sama merupakan komunikasi pribadi dan persatuan personal antara Allah dan manusia.12 Konsili Trente yang terdapat dalam Gereja Katolik Roma, memandang pembenaran sebagai suatu proses di mana manusia dibuat menjadi orang benar. Kristus diutus Allah Bapa untuk menjadi jalan perdamaian karena iman, dalam darah-Nya, untuk dosa manusia. Orang yang dapat dibenarkan hanya mereka yang kepadanya dibagikan pahala penderitaan Kristus sehingga mereka dilahirkan kembali dalam Kristus.13 Dengan menerima sebagai anugerah dari kematianNya, manusia dibuat menjadi orang benar. Awal proses pembenaran adalah rahmat Allah yang memanggil manusia. Berkat rahmat ini manusia digerakkan dan terarah kepada pembenaran. Manusia 11
Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 54. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat, Yogyakarta, Kanisius, 2004, hlm. 35. 13 Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2; Ekonomi Keselamatan, Yogyakarta, Kanisius, 2004 hlm. 182 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
di dalam pembenarannya itu bukan hanya memperoleh iman, melainkan juga harapan dan cinta kasih. Iman yang hidup tentu akan diwujudkan dalam pekerjaan cinta kasih. Maka, dengan melakukan perbuatan baik / pekerjaan cinta kasih, seseorang membuat panggilan dan pilihannya makin teguh.14 Gereja Katolik Roma, melalui dekrit yang telah disahkan dalam Konsili Trente mengenai kebenaran iman, menekankan bahwa iman tidak dapat menyatukan orang secara sempurna pada Yesus Kristus tanpa harapan dan cinta kasih, karena “ iman tanpa perbuatan adalah mati”.15 Dengan demikian, Konsili Trente menegaskan bahwa manusia tidak hanya pasif dan pasrah, tetapi manusia harus bekerja sama dengan rahmat Allah. 2). Tentang Rahmat a) Menurut Martin Luther: Berkaitan dengan rahmat, Martin Luther memiliki semboyan sola gratia. Maksud dari sola gratia ini adalah bahwa hanya rahmat ilahi yang membenarkan orang berdosa atas dasar wafat Kristus. Orang berdosa dianggap baik bukan karena kebaikan yang terdapat padanya, melainkan karena kebaikan lain, yaitu kebaikan yang dimiliki oleh Yesus Kristus. Rahmat menutupi dosa, tetapi tidak menghilangkannya.16 Bagi Martin Luther, semua orang adalah pendosa seperti kodrat mereka untuk pertama-tama memperhatikan diri sendiri. Namun, Allah mengambil inisiatif dan mendatangi kita, dan membuka egoisme manusia sebagai cara hidup yang tidak
14
Ibid. Thomas P Rausch, Katolisisme: Teologi bagi Kaum Awam, Yogyakarta, Kanisius, 2001, hlm. 133. 16 Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, op.cit. 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
benar. Dosa bukan hanya kekurangan atau kelemahan manusia atau kodrat manusia pada umumnya. Dosa lebih merupakan penjelasan bagi manusia yang seutuhnya terpusat pada diri sendiri daripada terarah keluar. Martin Luther melihat manusia seutuhnya rusak, berdosa dan tidak dapat berbuat baik apa pun dengan upaya mereka sendiri. Martin Luther melihat tiga sifat dosa, yaitu; seorang pendosa ditandai oleh cinta diri (amorsui), keinginan akan rasa aman memiliki barang duniawi sebanyak mungkin (concupiscentia), dan rasa puas diri yang angkuh dan sombong (superbia). Seluruh kodrat manusia ditandai oleh dosa. Tak ada sesuatu pun dalam diri kita selain dosa; cinta diri, rasa puas diri yang arogan, dan keinginan egois mencapai dasar dari kodrat manusia.17 Bagi Martin Luther, di dalam kesalehan dan moralitas, ada bahaya dosa terdalam karena dalam usaha untuk sungguh-sungguh menjadi orang saleh dan bermoral tersebut dalam arti terdalam hanya menjangkau diri sendiri, dan oleh karenanya hidup seolah-olah tidak memerlukan Allah dalam hidup mereka. Martin Luther memahaminya sebagai keadaan manusia yang lumrah dan tidak melihatnya sebagai yang merendahkan kemanusiaan. Kodrat manusia sematamata hanya menjangkau diri sendiri, tetapi dengan menuruti atau menerima kodrat ini manusia menolak kemampuan dan kemungkinan mereka sendiri. Bagian dari kodrat kedosaan manusia adalah bahwa orang menilai diri terlalu tinggi, dan mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan itu dengan usaha mereka sendiri. Martin Luther juga menegaskan kodrat kedosaan manusia ketika
17
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
berbicara mengenai kehendak manusia yang diperbudak dan tidak bebas. Kehendak semua umat manusia dalam arti itu dihubungkan hanya dengan kemanusiaan sendiri.18 Manusia yang berdosa dan dihukum menyatu dengan Allah yang membenarkan dan menyelamatkan dalam Yesus Kristus. Melalui pengetahuan akan Yesus Kristus, terutama mengenai Yesus Kristus yang tersalib, kita mengetahui kualitas khas dari hubungan antara manusia dengan Allah. Menurut Martin Luther, pemahaman yang benar mengenai Yesus Kristus ditemukan bukan dalam peristiwa inkarnasi, tetapi dalam penyaliban. Di salib, hubungan sejati antara Allah dan manusia menjadi nyata, dan di salib itu pula kita dapat sampai pada pengetahuan sejati mengenai Allah dan diri kita sendiri.19 Bagi Martin Luther, rahmat dipandang sebagai suatu kesediaan Allah untuk berdamai dan kesediaan Allah itu diterima dengan iman sebagai penyerahan diri manusia, dan manusia dapat dekat dengan Allah hanya melalui rahmat saja.20 Martin Luther dalam pemahaman teologisnya telah memutus hubungan antara manusiawi dan ilahi. Martin Luther berpendirian bahwa Allah Bapa mengerjakan segala sesuatunya seorang diri.21 Dalam hal ini, Martin Luther hanya mengenal Allah Bapa yang ada di atas saja, akibatnya Martin Luther menolak setiap perantaraan melalui Gereja, baik melalui perantaraan para kudus, sakramen, iman, dan devosi. b) Menurut Gereja Katolik Roma:
18
Ibid., hlm. 31. Ibid., hlm. 89. 20 Thomas P Rausch, op.cit., hlm. 132. 21 H. Embuiru, op.cit., hlm. 127. 19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
Gereja Katolik, dalam teologi rahmatnya selalu bertitik tolak pada ajaran Agustinus. Agustinus dalam ajarannya mengatakan bahwa dosa merupakan suatu daya kekuatan yang merongrong dan merusak seluruh jiwa manusia begitu rupa sehingga kodrat manusia tidak mampu melakukan perintah Allah, dan rahmat merupakan suatu daya kekuatan Allah di dalam diri manusia yang mempengaruhi manusia sampai ke dalam lubuk hatinya yang terdalam dan pengaruh intrinsik Allah ke dalam hati manusia tidak hanya mengakibatkan pengampunan, tetapi juga penyembuhan dan penguatan diri kita oleh Allah.22 Mengenai dosa asal , Konsili Trente memang menegaskan ajaran tradisional Gereja dan banyak mempergunakan ajaran Agustinus serta Konsili Kartago dan Konsili Orange. Akan tetapi, Konsili Trente tidak meresmikan seluruh ajaran Agustinus, dan juga tidak mengambil alih semua rumusan kedua konsili tersebut. Tradisi Gereja mengenai dosa telah ditelaah secara terus-menerus, sampai akhirnya menemukan rumusannya dalam dogma Trente. Ajaran Konsili Trente tentang dosa asal ditetapkan dalam Dekrit tentang Dosa Asal pada tanggal 17 Juni 1546. Hakekat dosa asal dirumuskan Konsili Trente sebagai berikut; bawa pada dasarnya dosa asal adalah satu menurut asal usulnya. Dosa asal yang satu itu terdapat dalam masing-masing orang sebagai dosanya sendiri, walaupun bukan sebagai dosa pribadi dalam arti; bukan perbuatan dosa yang dilakukan oleh orang itu sendiri. Hal ini diungkapkan Konsili Trente dengan mengatakan bahwa dosa Adam diteruskan “karena pembiakan, bukan karena tiruan”. Maka, dengan istilah itu tidak dikatakan bagaimana dosa Adam
22
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan, op.cit., hlm. 159.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
diteruskan.23 Dengan demikian, setiap orang membutuhkan penebusan Yesus Kristus, sebab di luar Yesus Kristus tidak ada keselamatan. Padahal Yesus Kristuslah yang menghapus dosa asal. Penerapannya kepada umat manusia terjadi ketika menerima Sakramen Baptis. Prinsip Gereja Katolik Roma dalam hal rahmat, adalah bahwa Allah Bapa di dalam segala sesuatu dan di atas segala sesuatu. Allah Bapa mengerjakan segala sesuatu, akan tetapi bukan seorang diri karena kehendak manusia memberikan kerjasamanya.24 Gereja Katolik Roma dalam hal rahmat menekankan, bahwa manusia dapat memperoleh rahmatNya melalui perantaraan para kudus, sakramen, iman, dan devosi.25 Mengenai kebebasan manusia, Konsili Trente menegaskan bahwa ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa, kebebasan tidak seluruhnya hilang. Akan tetapi, kebebasan abstrak sebagai kemampuan psikologis manusia, yaitu kehendak bebas, yang termasuk kodrat insani dan yang memungkinkan manusia menjadi subyek rahmat, penerima rahmat. Konsili Trente melihat rahmat sebagai sarana untuk memperoleh pembenaran.26 3). Tentang Kitab Suci a) Menurut Martin Luther: Berkaitan dengan Alkitab, Martin Luther memiliki semboyan sola scriptura. Maksud dari semboyan sola scriptura ini adalah hanya Alkitab yang menjadi satu-satunya sumber kebenaran dan menjadi dasar semua kebenaran yang
23
Ibid., hlm. 169. H. Embuiru, op.cit. 25 Thomas P Rausch, loc.cit. 26 Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan, op.cit., hlm. 184. 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
diwahyukan Allah.27 Dalam hal ini, Alkitablah yang mengatur iman, keterpurukan moral martabat manusia dan ketidakmampuan manusia untuk menyenangkan hati Allah, prakarsa kasih karunia Allah yang memberikan keselamatan kepada seluruh umat manusia, dan jawaban iman sebagai alat yang menjamin keselamatan. Alkitab yang merupakan asas tunggal hidup menggereja, berisi semua kebenaran yang diwahyukan Allah. Tidak ada sumber kebenaran lain, misalnya tradisi. Martin Luther tetap mengakui tradisi, tetapi tradisi sama sekali tidak dapat disetarakan dengan Alkitab, sebab tradisi
hanyalah
ciptaan
manusia. Oleh
karena itu, tradisi sama sekali tidak dapat menjadi sumber kebenaran. Pada dirinya sendiri, Alkitab cukup memberikan kepada Gereja kepastian tentang semua kebenaran ilahi. Dalam hal ini, tidak ada hubungan yang erat antara tradisi dan perantaraan Gereja dengan kuasa mengajar, sehingga bagi Martin Luther terbukalah jalan untuk menguji dan menafsirkan Alkitab secara bebas. Tentang Allah, manusia tidak dapat mengatakan sesuatu yang lain kecuali apa yang telah diwahyukan melalui Alkitab.28 Dengan demikian, Martin Luther menganjurkan kepada orang-orang Kristiani bahwa kekuasaan apa pun atau tradisi apa pun yang ada di dalam Gereja. Martin Luther menyatakan bahwa Alkitab dapat menjadi sumber dan norma bagi pengetahuan manusia akan Allah, tetapi tidak berarti bahwa teks-teks Alkitab secara tertulis didiktekan oleh Allah kepada para penulisnya. Allah berbicara kepada manusia melalui kata-kata Alkitab dan bila hal itu terjadi, maka 27 28
Ibid., hlm. 124. Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
teks-teks menjadi sabda Allah. Namun, Martin Luther tidak begitu saja menyamakan Alkitab dengan sabda Allah. Ia membedakan antara Alkitab sebagai buku yang menampilkan Kitab Suci Gereja Kristiani dengan sabda Allah yang menampilkan bagian-bagian Alkitab yang digunakan untuk menyapa umat secara langsung, misalnya dalam khotbah-khotbah atau pelayanan pastoral.29 Pada tahun 1517, Martin Luther yang berkeinginan kembali pada iman Kristiani yang asli, menolak Kitab-kitab Apokrip30 yang terdapat dalam Kitab Perjanjian Lama dan menerima Kanon31 Yahudi yang berjumlah 39 kitab. Sedangkan mengenai teks Kitab Perjanjian Baru, Martin Luther tidak mempermasalahkan sebab ia masih mengakui jumlah kitab dalam Pernjanjian Baru sebanyak 27 kitab. b) Menurut Gereja Katolik Roma: Bagi Gereja Katolik, iman Gereja didasarkan pada wahyu Allah. Wahyu itu memuncak dan mencapai kepenuhannya dalam Yesus Kristus. Supaya dapat diimani manusia, wahyu itu harus disampaikan kepada manusia, dan penyampaian
29
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 47. Apokrip, dalam Perjanjian Lama ada 7 kitab yang tergolong sebagai Kitab-kitab Apokrip yaitu, Kitab 1-2 Makabe, Kitab Tobit, Kitab Kebijaksanaa Salomo, Kitab Putra Sirakh, Kitab Yudit, Kitab Ester, dan Kitab Baruk. Ktab-kitab Apokrip diterima sebagai bagian dari Alkitab oleh Gereja Katolik dan Ortodoks, tetapi bukan oleh orang-orang Yahudi dan Protestan. Sebagian besar dari kitab-kitab ini adalah kitab-kitab yang dikategorikan sebagai tulisan kebijaksanaan. Kedua Kitab Makabe melukiskan kepahlawanan orang-orang Yahudi dalam mempertahankan iman mereka pada masa penganiayaan oleh bangsa Yunani yang kafir. Kitab Tobit mengajarkan nilai-nilai religius yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga. Kitab kebijaksanaan Salomo mengajarkan bahwa kebijaksanaan yang sejati itu berasal dari Allah dan bahwa kita harus mencariNya. Dibandingkan Kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya, kitab ini dengan jelas mengungkapkan keyakinan yang kuat tentang kebangkitan orang mati, yang disertai ganjaran bagi orang-orang baik dan hukuman bagi orang-orang jahat. Kitab Putra Sirakh, yang juga merupakan kumpulan kata-kata bijak, mirip dengan Kitab Amsal. Kitab Yudit dan Kitab Ester menceritakan kisah kepahlawanan wanita-wanita yang pemberani. Yang terakhir adalah Kitab Baruk yang merupakan kumpulan nasehat-nasehat dari sekretaris Nabi Yeremia. Lihat Thomas Michel, op.cit., hlm. 24-25. 31 Kanon, kumpulan karya yang diakui otentisitasnya sebagai kitab-kitab suci. Lihat Ibid., hlm. 10. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
itu terjadi di dalam peristiwa-peristiwa sejarah (melalui peristiwa sejarah dan penafsiran itu Allah mewahyukan diri dengan melaksanakan rencananya yang berisikan penyelamatan manusia), baik sejarah umat manusia pada umumnya maupun dan secara khusus sejarah umat Israel, riwayat hidup Yesus dan sejarah Gereja Purba yaitu Zaman Rasul. Dengan berakhirnya Zaman Rasuli maka berakhir pula fase konstitusi wahyu, yaitu kurun waktu ketika wahyu dibentuk, dan mulailah fase kontinuitas wahyu, yakni periode di mana wahyu yang telah dibentuk itu diteruskan kepada generasi berikut secara turun temurun.32 Sejarah umat manusia bila menjadi sarana penyampaian Allah, maka sepantasnya disebut sejarah keselamatan, mengingat Allah mewahyukan diri demi keselamatan manusia. Termasuk sejarah keselamatan bahwa perbuatan-perbuatan Allah yang besar itu diwartakan. Pewartaannya oleh para nabi, oleh Yesus Kristus sendiri dan oleh para rasul itu termasuk fase kontinuitas wahyu dan terjadi baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Pewartaan tidak tertulis disebut dengan istilah “tradisi” dan untuk pewartaan tertulis disebut dengan istilah “Alkitab”. Keduanya memuat wahyu Allah dan karena itu sama-sama dihormati oleh Gereja Katolik. Akan tetapi keistimewaan Alkitab ialah sebagai sabda Allah bukan saja dipandang dari segi pengungkapan verbalnya, Alkitab diilhamkan atau diisnpirasikan oleh Roh Kudus.33 Sedangkan tradisi memuat wahyu Allah, tetapi Roh Kudus hanya menjamin isinya, bukan pengungkapan verbalnya. Tradisi pun mempunyai keistimewaan yang terletak dalam cara tradisi meneruskan wahyu, yakni secara integral. 32 33
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat, op.cit., hlm. 36. Ibid., hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108
Dibandingkan dengan Alkitab yang sebagai dokumen tertulis hanya memuat wahyu dalam bentuk berita, cerita atau ajaran, maka tradisi meneruskan wahyu secara lebih hidup dan lebih intensif. Keterbatasan Alkitab sebagai dokumen tertulis tidak ada pada tradisi. Ada kenyataan yang tidak bisa ditulis, misalnya suasana pergaulan Yesus dengan murid-muridNya. Kenyataan ini sendiri tidak dapat diteruskan dengan menulis tentangNya sebab tulisan itu bukanlah suasana, melainkan berita tentangNya. Di sini tampak jelas keistimewaan tradisi, sebab tradisi dapat meneruskan suasana tadi dengan menciptakan sekarang ini juga suatu suasana yang menyerupai suasana yang dahulu diciptakan Yesus, yakni melalui cara bergaul yang sedapat-dapatnya mendekati cara Yesus.34 Antara Alkitab dan tradisi ada hubungan ketergantungan timbal balik. Tanpa tradisi, tidak mungkin Alkitab dibentuk dan setelah dibentuk, tidak mungkin ditafsirkan secara otentik. Sedangkan tradisi tanpa Alkitab, maka tradisi tidak mempunyai norma atau kriteria untuk mengungkapkan dan merumuskan isi wahyu dengan cara yang terjamin ketepatannya. Oleh karena itu, rumusan dan ungkapan tradisi tidak boleh bertentangan dengan apa yang tertulis dalam Alkitab. Tradisi dan Alkitab sebagai sarana dalam penyampaian wahyu, maka dipercayakan kepada Gereja, pertama-tama kepada gereja seluruhnya sebagai tempat terjadinya iman pada masa kini. Berkat dicurahkannya Roh Kudus atas setiap orang yang percaya dan dibaptis maka, iman Gereja sebagai keseluruhan tidak dapat sesat. Akan tetapi, karena Yesus Kristus telah meletakkan dasar bagi struktus Gereja yang hirarkis, karya Roh Kudus tadi terjadi dalam rangka 34
Tom Jacobs, Konstitusi Dogmatis Dei Verbum tentang Wahyu Ilahi (terj), Yogyakarta, Introduksi: Komentar, 1969, hlm. 90-96.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
struktur itu juga.35 Iman Gereja juga diungkapkan dalam syahadat, di mana syahadat merupakan pengakuan iman yang resmi. Liturgi menampilkan Gereja dalam doa, bukan sebagai individu atau para petugas Gereja, tetapi seluruh umat. Ketika Gereja menghantarkan orang masuk ke dalam jemaatnya dan dengan demikian ke dalam Kristus dalam Sakramen Baptis, ketika Gereja berkumpul untuk memecah roti dan berbagi piala bersama untuk mengenang Yesus, ketika Gereja memaklumkan pengampunan dosa atas namaNya, Gereja sendiri menjadikan secara lebih penuh kehadiran Kristus yang sudah bangkit di tengah umat-Nya. Dengan cara inilah tradisi hidup Gereja diungkapkan kembali. Sakramen-sakramen merupakan lambang
yang terdiri dari tindakan dan kata-kata ritual. Sakramen-sakramen
dapat digambarkan sebagai lambang kehadiran Allah di dunia, hidup, sejarah, dan Gereja.36 Kuasa mengajar Gereja merupakan sebuah tradisi yang diungkapkan secara resmi dalam doktrin. Kuasa mengajar Gereja ini bermula dengan dalil bahwa Tuhan datang ke dunia ini dalam pribadi Yesus Kristus untuk mengajar manusia tentang cara mencapai keselamatan, yaitu tentang bagaimana mereka seharusnya hidup di dunia ini, agar dapat mencapai kehidupan yang abadi dalam dunia yang akan datang. Umat manusia jika tidak dibimbing oleh kuasa mengajar Gereja, maka studi Kitab Injil akan menyebabkan berbagai orang yang mempelajarinya menarik kesimpulan yang berbeda-beda, bahkan juga mengenai masalah-masalah yang mempunyai bobot tertinggi. Apabila ada kemungkinan bahwa jawaban 35 36
Ibid. Ibid., hlm. 124-126.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
terhadap masalah yang sama bisa berbeda-beda, maka mustahil akan tercapai kepastian iman. Oleh karena itu, hasil dari pendekatan seperti itu pasti akan menyebabkan merosotnya kepercayaan Kristiani menjadi suatu kepercayaan yang penuh keraguan dan kekacauan. Demi menghindarkan keruntuhan seperti itu, maka Yesus Kristus mendirikan Gereja sebagai wakilnya di bumi untuk selama-lamanya, agar ada suatu penguasa yang sepenuhnya berhak untuk mengadili antara kebenaran dan kesesatan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan masalah mati dan hidup.37 Gereja Katolik Roma juga memiliki kepercayaan bahwa Santo Petrus adalah Uskup Roma yang pertama dan dikenal dengan sebutan Paus, dan bahwa kekuasaan istimewa yang diberikan oleh Yesus Kristus kepada Petrus telah diwariskan kepada masing-masing yang menjadi pengganti Petrus. Hal ini seperti tertulis dalam Kitab Injil Matius bahwa ”Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga. Apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (Matius 16:18-19). Paham tentang kuasa mengajar Gereja ini menimbulkan paham bahwa Paus tidak dapat sesat (infalibilitas)38. Setiap bangsa mempunyai penguasanya sendiri, entah ia kaisar, raja, atau presiden. Kepala Gereja di dunia ini adalah Paus,
37
38
Djohan Effendi, Agama-Agama Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1991, hlm. 392393. Infalibilitas, bebas dari kemungkinan sesat dalam hal-hal yang berkaitan dengan iman dan kesusilaan yang diwahyukan. Infalibilitas ini dianugerahkan oleh Kristus kepada seluruh gereja dengan perantaraan Roh Kudus, khususnya kepada seluruh Dewan Uskup dalam kesatuan dengan Paus, pengganti Santo Petrus. Lihat F.D. Wellem, op.cit., hlm.105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
pengganti Santo Petrus dalam Keuskupan Roma. Ajaran tentang infalibilitas Paus, menyatakan bahwa jika Paus secara resmi berbicara mengenai masalah iman atau masalah moral, maka Tuhan akan selalu melindunginya terhadap kemungkinan keliru.39 Berkat Roh Kudus yang selalu melindungi Paus dalam menjawab permasalahan iman maupun moral,
maka jawaban Paus tersebut merupakan
ajaran Gereja yang tidak dapat dipersalahkan, dan dengan sifat demikian dapat mengikat semua penganut agama Katolik Roma. Gereja Katolik Roma percaya bahwa keseluruhan dari ketiga sumber yaitu Alkitab, kuasa mengajar Gereja, dan tradisi Gereja itu telah digunakan oleh Roh Kudus untuk memimpin dan membimbing umat Katolik selama berabad-abad dengan ajaran Gereja yang disampaikan melalui Paus.40 Dengan demikian, Gereja Katolik Roma mengajarkan bahwa paus adalah penerus Santo Petrus dan satu-satunya yang memiliki kunci Kerajaan Surga. Alkitab yang diakui oleh Gereja Katolik Roma terdiri dari Perjanjian Lama yang berisi 46 kitab dan Perjanjian Baru yang berisi 27 kitab. Kitab Perjanjian Lama menurut Gereja Katolik, meliputi; Kitab Taurat (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan), Kitab Kisah Deuteronomi (Yosua, Hakim-hakim, 12 Samuel, 1-2 Raja-raja), Kitab Sastra (Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung), Kitab Nabi (Nabi-nabi Besar; Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Daniel, sedangkan Nabi-nabi Kecil; Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yonas, Mikha, Nahum, Habakuk, Zafanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi), serta Kitab Apokrip atau Kitab Deuterokanonika (Tobit, Yudit, Ester, Makabe, Kebijaksanaan Salomo, 39 40
Ibid., hlm. 394. Michael Keene, Kristianitas, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 2006, hlm. 38.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Putra Sirakh, dan Baruk).41 Dengan demikian, jumlah kitab yang diakui oleh Gereja Katolik yang terdapat di dalam Perjanjian Lama memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan jumlah kitab Perjanjian Lama yang diakui oleh Martin Luther. Sedangkan Alkitab Perjanjian Baru meliputi; Kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes), Kitab Kisah Para Rasul, Kitab Surat Paulus (Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, Surat Paulus yang kedua kepada jemaat di Korintus, Surat Paulus kepada jemaat di Galatia, Surat Paulus kepada jemaat di Efesus, Surat Paulus kepada jemaat di Filipi, Surat Paulus kepada jemaat di Kolose, Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Tesalonika, Surat Paulus yang kedua kepada jemaat di Tesalonika, Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Timotius, Surat paulus yang kedua kepada jemaat di Timotius, Surat Paulus kepada Titus, Surat Paulus kepada Filemon), Surat-surat lainnya (Surat kepada orang Ibrani, Surat yakobus, Surat Petrus yang pertama, Surat Petrus yang kedua, Surat Yohanes yang pertama, Surat Yohanes yang kedua, Surat Yohanes yang ketiga, dan Surat Yudas), dan Kitab Wahyu.42 b. Sakramen Gereja Sakramen berarti suatu kenyataan yang tampak dan menghadirkan rahmat penyelamatan Allah. Dengan kata lain, sakramen adalah suatu tanda yang tampak dari karya Allah yang tidak tampak.43 Perbedaan paham mengenai sakramen antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma merupakan konsekuensi dari pemahaman dasar Martin Luther mengenai rahmat. Adapun perbedaan pandangan 41
Thomas Michel, op.cit., hlm. 25. Ibid., hlm. 42-43. 43 Ibid., hlm. 78. 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
mengenai sakramen menurut Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma sebagai berikut: 1) Menurut Martin Luther Dalam pandangan Martin Luther, hanya ada dua sakramen yang hanya mensyahkan iman yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia yaitu Sakramen Baptisan (permandian) dan Sakramen Ekaristi (perjamuan kudus). Hal ini didasarkan pada bukti yang tertulis jelas di dalam Alkitab. Gereja bukan pedoman utama supaya dapat mempertemukan Allah dengan manusia, begitu pula dengan sakramen-sakramen. Sakramen-sakramen yang terdapat dalam Gereja hanya buatan Paus saja. Martin Luther menghubungkan Sakramen Baptis dengan firman Allah sebagai berikut: 44 “Baptisan bukanlah air biasa saja, melainkan air yang terkandung dalam firman dan perintah Allah serta dikuduskan oleh-Nya. Dengan demikian, baptisan tidak lain daripada air Allah sendiri – bukan karena air itu sendiri lebih istimewa daripada jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah Allah menyertainya. Baptisan menjadi baptisan dan disebut sakramen oleh karena firman Allah, seperti yang diajarkan oleh Agustinus; ‘Accedat verbum ad elementum et fit sacramentum, artinya apabila firman itu bersatu dengan unsurnya, ia menjadi sakramen, yakni suatu benda dan tanda yang kudus dan ilahi.’” Sedangkan sakramen perjamuan kudus dihubungkan dengan firman Allah sebagai berikut: 45 “ Sama seperti baptisan bukan hanya air biasa, demikian pula dikatakan di sini, sakramen ini adalah roti dan anggur, namun bukan roti dan anggrur biasa yang dihidangkan di meja. Sakramen ini adalah roti dan anggrur yang terkandung dalam firman Allah dan terikat padanya. Saya tegaskan, firman itulah yang membuatnya menjadi sakramen dan memisahkannya sehingga 44
Martin Luther, Kateksimus Besar Martin Luther, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1994, hlm. 186187. 45 Ibid., hlm. 209.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
sakramen ini bukanlah roti dan anggur biasa melainkan tubuh dan darah Kristus dalam kenyataan maupun sebutan. Seperti yang dikatakan, ‘Accedat verbum ad elementum et fit sacramentum’,(apabila firman itu menyatu dengan unsur lahiriah, maka unsur itu menjadi sakramen). Pernyataan Santo Agustinus ini begitu tepat dan baik, sehingga hampir tidak ada yang lebih baik daripada itu yang dapat dikatakannya. Firman itu harus membuat unsur tersebut menjadi sakramen, jika tidak, unsur itu tetaplah unsur biasa.” Menurut Martin Luther, tujuh sakramen yang ada dalam Gereja Katolik Roma menawan kebebasan seorang Kristiani sejak orang tersebut dilahirkan hingga ia meninggal dan dikubur. Padahal menurut kesaksian Alkitab hanya dua sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus yaitu Sakramen Baptisan Kudus dan Sakramen Perjamuan Kudus. Martin Luther mengenai Perjamuan Kudus mencatat tiga kesalahan yaitu hal tidak diberinya cawan yang berisi anggur kepada kaum awam, ajaran transubstansiasi, dan kurban misa. Menurut Martin Luther bahwa praktek tidak diberikannya cawan kepada umat bertentangan dengan Alkitab. Matius, Markus, Lukas, dan Paulus menyaksikan bahwa Sakramen Perjamuan Kudus dimaksudkan untuk para biarawan dan untuk kaum awam (umat). Di dalam Alkitab dikatakan; “Minumlah, kamu semua dari cawan ini”.46 Martin Luther menolak adanya api penyucian dan indulgensi yang terdapat dalam Sakramen Pengampunan Dosa. Martin Luther juga menolak ajaran transubstansiasi. Ia mengajarkan tentang koekstensi dalam tubuh dan darah Yesus Kristus dengan roti dan anggur. Keduanya sungguh-sungguh hadir, namun yang satu kelihatan dan yang lainnya tidak kelihatan. Martin Luther dalam hal ini tidak mengakui perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dalam
46
F.D. Wellem, op.cit., hlm. 173.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Sakramen Perjamuan Kudus. Martin Luther hanya mengakui kehadiran Yesus Kristus selama komuni. Martin Luther juga menolak sifat korban dari Perayaan Ekaristi karena menurutnya Yesus Kristus menjadi korban untuk disalib di Bukit Golgota sudah cukup.47 2) Menurut Gereja Katolik Roma Gereja Katolik Roma meyakini ada sakramen yang lain, selain dua sakramen utama (Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan Kudus) sehingga jumlah semua sakramen terdapat tujuh sakramen. Kelima buah sakramen yang lain yaitu Sakramen Penguatan (Krisma), Sakramen Imamat, Sakramen Perkawinan, Sakramen Pengampunan Dosa, dan Sakramen Minyak Suci (Pengurapan). Sejak abad ke 12, jumlah sakramen dalam Gereja Katolik Roma telah ditetapkan tujuh buah. Tujuh sakramen tersebut sejajar dengan saat-saat penting, serta kebutuhan-kebutuhan dasar dalam kehidupan kodrati manusia. Manusia lahir, menjadi dewasa, ia kawin, atau mengabdikan dirinya secara menyeluruh untuk sesuatu tujuan, dan ia meninggal. Sementara itu ia harus dikembalikan ke masyarakat setelah ia menyimpang, dan ia harus makan.48 Orang Kristiani yakin bahwa Yesus Kristus yang telah bangkit hidup di dalam dan bersama dengan umatnya dan senantiasa melakukan hal yang sama seperti yang telah Ia lakukan dalam hidupNya di Palestina, yaitu: mengajar, berdoa, memberi makan, menghibur, mengampuni, menderita, dan mati dibunuh. Aktivitas yang tidak tampak ini dibuat tampak dalam kehidupan umat melalui penerimaan sakramen-sakramen. Dengan kata lain, ketika orang Kristiani ambil 47 48
H. Embuiru, op.cit. Djohan Effendi, op.cit., hlm. 395.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
bagian dalam penerimaan sakramen, ia percaya bahwa ia berjumpa dengan Yesus Kristus yang telah bangkit dan menawarkan rahmat penyelamatan Allah.49 Sakramen merupakan padanan rohaniah dari peristiwa-peristiwa kodrati ini. Kelahiran membawa seorang anak ke dalam dunia kodrati, maka baptis menariknya ke dalam tatanan kehidupan akrodati (Sakramen Baptis). Di saat ia telah akil balig dan perlu diperkuat agar dapat mengambil tindakan yang matang dan bertanggung jawab, maka ia dikuatkan (Sakramen Penguatan). Bila sudah mencapai tahap dewasa dan saat yang serius, di mana ia dipersatukan dengan seorang teman dalam perkawinan suci (Sakramen Perkawinan), atau menyerahkan hidupnya serta karyanya secara menyeluruh bagi Tuhan dalam ordo-ordo suci (Sakramen Imamat). Di akhir hidupnya, manusia diberikan minyak suci oleh klerus50 untuk menutupkan matanya terhadap bumi dan menyiapkan jiwanya dalam perjalanan terakhirnya itu. Bagi Gereja Katolik Roma, ada dua sakramen yang perlu pengulangan terus menerus, yaitu Sakramen Pengampunan Dosa dan Sakramen Ekaristi. Sesuai dengan sifatnya, hidup manusia tidak luput dari kesalahan dan kesesatan. Gereja mengajarkan bahwa seseorang akan diampuni jika ia mengakui dosanya kepada Tuhan, dengan disaksikan oleh salah satu dari utusan-Nya di muka bumi ini, yaitu seorang pastor. Manusia harus benar-benar bertobat dari dosa yang telah diperbuatnya itu, dan secara jujur memutuskan untuk tidak melakukannya lagi di masa yang akan datang. Sakramen Ekaristi perlu diulang pada saat Perayaan 49 50
Thomas Michel, op.cit., hlm. 79. Klerus, istilah umum untuk menyebut orang-orang yang menerima tahbisan diakon, imam, uskup. Seorang klerus menerima tugas pelayanan dalam gereja yang memberikan kepadanya tanggung jawab dan hak khusus atas dan melebihi kaum awam, tetapi tidak sama dengan para religius. Lihat F.D. Wellem, op.cit. hlm. 110.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
Ekaristi (Misa). Ciri utama dari Misa adalah pengulangan kembali upacara perjamuan terakhir Yesus Kristus, ketika Ia memberikan roti dan anggur kepada murid-Nya,
seraya
berkata:...Inilah
tubuhKu
yang
telah
dibagikan
untukmu...Inilah darahKu, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang (Markus 14:22). Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam roti dan anggur yang telah disucikan itu, tubuh dan darah manusiawi Kristus sendiri benar-benar hadir. Pada saat pastor mengucapkan kata-kata suci (Inilah tubuhKu..Inilah darahKu...), perubahan yang ditimbulkan dalam zat-zat tersebut tidak hanya sekedar makna. Zat tersebut mungkin terlihat tidak berbeda, namun susbtansinya telah mengalami perubahan, menjadi transubstansi (Roti dan anggur dalam Perjamuan Ekaristi itu berubah menjadi tubuh dan darah Kristus).51 c. Hirarki Gereja 1) Menurut Martin Luther Pandangan Martin Luther, mengenai hirarki52 Gereja atau jabatan yang ada di dalam Gereja tidak lagi penting. Hal ini dikarenakan Martin Luther melihat dengan jelas kebobrokan dalam hirarki Gereja pada masa itu. Bagi Martin Luther Gereja sebagai kenyataan rohani adalah di mana saja sabda ilahi diwartakan
51 52
Djohan Effendi, op.cit., hlm. 396. Hirarki, kata yang digunakan untuk tatanan dan susunan pemeritahan (pelayanan) dalam gereja yang didasarkan pada tahbisan yang dipakai sejak zaman patristik. Para teolog Gereja Roma membedakan hirarki tahbisan dan hirarki pemerintahan pastoral.Yang pertama (hierarchia ordinis) mengacu pada tingkatan institusi ilahi seperti para uskup-para imam-para diakon. Dalam yang kedua (hirarchia jurisdictionis), hanya paus dan para uskup yang merupakan bagian isnstitusi ilahi. Akan tetapi, semua tingkatan dalam hirarki mempunyai asal usul gerejawi, bukan atas dasar penetapan dan wahyu ilahi. Pada yang kedua, demi efektivitas dalam pelayanan gerejawi masih dikenali beberapa kelompok seerti cardinal, utusan-utusan sri paus, vikaris apostolik, dan mereka yang mempunyai otoritas yang berasal dari uskup seperti sinode keuskupan, vikaris general. Lihat Eddy Kristiyanto, Visi Historis Komprehensif, op. cit., hlm.190.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
secara murni dan dan sakramen-sakramen diterimakan sesuai dengan yang dikatakan dalam Alkitab. Martin Luther juga beranggapan bahwa pembaharuan iman dan hidup Kristiani bukan bersumber pada jabatan mengajar Gereja atau tradisi yang terdapat dalam umat, karena baginya Gereja yang kelihatan di mana banyak para pejabat Gereja yang tercemar oleh dosa.53 Cara pandang Martin Luther terhadap Gereja bahwa antara manusia dengan Allah dan manusia dan sabda Allah sudah tidak membutuhkan perantara sama sekali, termasuk Gereja. Bagi Martin Luther, para imam bukanlah orang-orang yang didispensasi dari sabda Allah, tetapi hanya Allah yang berkarya di dalam diri kita. Martin Luther juga mengiyakan ajaran John Huss yaitu bahwa seorang imam yang berdosa berat tidak lagi seorang imam yang otentik, dan hal ini juga berlaku bagi para uskup dan Paus. Bagi Martin Luther, seorang manusia yang beriman adalah anak-anak Allah sehingga memungkinkan Allah berhubungan langsung dengan masing-masing orang beriman.54 Ajaran
yang
demikian
itu,
membuat
Martin
Luther
sulit
untuk
mempertahankan hirarki, susunan imam dan uskup. Apabila manusia dapat berhubungan langsung dengan Tuhan, maka dengan sendirinya Gereja kehilangan sifatnya sebagai pengantara dan lembaga keagamaan, sebagai lembaga pengantara antara Tuhan dan manusia. Dan apabila susunan imam dan uskup itu tidak mempunyai sifat pengantara, maka imam dan uskup kehilangan kewibawaan atas kaum awam untuk dipercaya. Martin Luther dalam hal ini, dengan sendirinya membuang kewibawaan Gereja dan mengajarkan bahwa hanya Kitab Suci yang 53 54
Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, op.cit., hlm. 88. Eddy Kristiyanto, op. cit., hlm. 57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119
menjadi satu-satunya sumber kebenaran. Konsekuensi yang paling penting dari pemahaman Martin Luther mengenai peyelamatan manusia melalui Kristus adalah ajaran mengenai imamat semua orang beriman. Martin Luther menghapus perbedaan antara imam dan kaum awam, dan membuka hubungan khusus yang sebelumnya hanya ada antara imam dan Allah bagi semua orang. Menurut Martin Luther, setiap orang dapat menjalankan tugas imamat dengan menghubungkan diri secara langsung kepada Allah. Para imam dipandang sebagai pribadi yang menampilkan kepengantaraan Kristus di dunia ini, Martin Luther menolak gagasan itu dan memandang semua orang beriman sebagai imam, karena dalam iman mereka mengambil bagian bukan hanya dalam keilahian Kristus tetapi dalam tugas dan kuasaNya.55 Pemahaman baru mengenai imamat itu merupakan bentuk peran serta umat, karena kuasa imamat tidak terbatas pada sekelompok khusus anggota Gereja, tetapi terbuka untuk semua orang. Setiap orang yang hadir di hadapan Allah dalam doa dan memohon untuk orang lain adalah seorang imam. Martin Luther menolak gagasan bahwa para imam dan pertapa mempunyai kedudukan lebih tinggi atau lebih suci daripada mereka yang menjalani tugas duniawi. Dengan demikian, menurut pandangan Martin Luther hirarki Gereja itu ditiadakan karena ia menggangap hirarki Gereja itu seperti sistem pemerintahan di mana Paus memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur bawahannya, yaitu umat. Martin Luther dalam An den christichen Adel deutscher Nation : von des christlichen Standes Besserung ( Kepada kaum Bangsawan Kristen Jerman
55
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm.72.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
tentang Perbaikan Masyarakat Kristen). Martin Luther menuliskan; 56 “Paus memiliki tiga tembok Yerikho untuk mempertahankan dirinya. Ketiga tembok itu ialah tuntutan paus bahwa kaum awam berada di bawah kekuasaannya, pauslah yang berhak menafsirkan Alkitab, dan hanya paus yang berhak memanggil konsili. Ketiga tembok ini telah menghalangi adanya pembaharuan dalam gereja. Tembok yang pertama saya serang adalah bahwa seseorang yang telah dibaptiskan telah memiliki jabatan imamat dan orang percaya yaitu sebagai raja, imam, dan nabi. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara paus, uskup, imam, dan biarawan dengan raja-raja, bangsawan, tukang-tukang serta dengan petani. Hanya ada satu tubuh dan Kristus kepalanya. Semua orang Kristen mempunyai derajat rohani yang sama. Perbedaan yang ada hanyalah perbedaan jabatan dan fungsi, bukan derajat. Seharusnya para bangsawan Kristen memperbarui gereja dalam wilayah kekuasaannya dengan cara yang baik, dalam keadaan yang takut akan Allah bukan dengan kekerasan senjata.”
Berkaitan dengan penolakan terhadap hirarki Gereja, maka Martin Luther menyangkal peran hirarki Gereja dalam membagi-bagikan indulgensia. Hal ini bermula pada tahun 1507, ketika Paus Jullius II mengawali pembangunan Basilika Santo Petrus yang kemudian dilanjutkan oleh Paus Leo X. Paus Jullius II menawarkan indulgensia bagi mereka yang bersedekah untuk bangunan sakral tersebut. Sistem indulgensi ini sudah lama dipraktekkan dan tersebar di seluruh kekristenan. 2) Menurut Gereja Katolik Roma Gereja Katolik Roma memandang bahwa kerajaan ideal bagi manusia adalah Kerajaan Tuhan yang direpresentasikan oleh Gereja dan otoritasnya dalam semua bidang kehidupan.57 Gereja merupakan himpunan orang beriman dan yang membentuk kesatuan dalam iman bukan ke dua belas rasul saja, tetapi struktur 56 57
Martin Luther, Three Treatises, Philadelphia, Fortress Press, 1960, hlm. 34-35. Jalal, “Reformasi dan Tafsir Ibrani” dalam http://www.jalal-center.com/index.php?option=comcontent&task=view&id=110, 10 April 2007,.op.cit..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
hirarkis seluruh Gereja. Struktur itu memang terlaksana dalam orang-orang tertentu dan di antara orang-orang itu ada beberapa yang secara pribadi mempunyai tempat dan arti yang istimewa karena memiliki kontak khusus dengan Kristus. Struktur hirarkis Gereja adalah prinsip konstitusif bagi Gereja sebagai “communio”. Oleh sebab itu, struktur hirarkis itu tidak terikat pada orang-orang tertentu, bahkan struktur itu tidak sama dengan bentuk-bentuk institusional tertentu.58 Prinsip karismatis juga terdapat dalam struktur hirarkis Gereja. Dalam hal ini, Gereja lebih dibangun sekitar sejumlah orang yang berkarisma. Struktur hirarki Gereja pada permulaan diwujudkan dalam beraneka ragam fungsi yang atas dorongan Roh Kudus dan menurut kebutuhan umat.59 Pimpinan Gereja yang dimulai oleh para rasul, kemudian oleh mereka diserahkan kepada orang-orang Jaman Para Rasul, dan diteruskan dalam hirarki Gereja. Dalam hal ini, para uskup bukan pengganti para rasul, melainkan pengganti orang yang oleh para rasul diangkat sebagai pemimpin jemaat. Para uskup meneruskan pimpinan yang diorganisir oleh para rasul dalam mengemban jabatan sebagai pemimpin umat. Sebagaimana pimpinan para rasul berdasarkan tugas dan utusan Kristus, maka begitu pula dengan para pemimpin Gereja bekerja berdasarkan perutusan dari Kristus. Para pemimpin Gereja diutus oleh Allah, bukan manusia. Namun, perutusan oleh Allah dinyatakan oleh manusia. Pimpinan dalam Gereja tidak muncul dari bawah, melainkan ditetapkan oleh para rasul, maka perutusan juga tidak 58 59
T. Jacobs, Dinamika Gereja, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, 1979, hlm. 170. Ibid., hlm. 171.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
dapat terjadi dari bawah. Perutusan oleh Allah dinyatakan oleh mereka yang mempunyai tugas kepemimpinan. Hal itu dinyatakan dalam tahbisan uskup baru. Struktur hirarkis Gereja tidak berarti suatu sistem pemerintahan, melainkan adalah pelayanan konkrit yang dengan usaha-usaha tertentu menggerakkan dan mempersatukan umat beriman.60 Organisasi Gereja makin berkembang sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan Gereja. Banyak jabatan Gereja diciptakan untuk membantu uskup, imam, dan diakon di dalam menunaikan tugasnya. Maka dari itu, dalam Gereja Katolik Roma terdapat dua jenis tahbisan, yaitu tahbisan rendah dan tahbisan tinggi. Tahbisan rendah diberikan pada subdiakon, acolyt (pelayan korban misa kudus), exorsis (penghalau setan), lector (pembaca Kitab Suci) dan ostiarius (pembuka pintu gereja). Namun, mulai abad ke-12, subdiakon dimasukkan dalam golongan tahbisan tinggi. Sedikit demi sedikit terciptalah organisasi hirarki di dalam Gereja. Ketika agama Kristen berkembang dari kota ke desa, maka uskup desa (chorepiscopi) mulai muncul, mereka berada di bawah kekuasaan uskup kota yang terdekat. Kemudian uskup desa ini diganti dengan imam biasa saja.61 Pertumbuhan
Gereja
turut menyertai
tumbuhnya kekuasaan Paus. Paus
diakui sebagai guru kebenaran dan pemelihara undang-undang ilahi serta Gereja. Pemindahan
bangsa-bangsa
yang
terjadi
saat itu, juga
semakin
merubah kedudukan Paus, di mana Paus menjadi pusat kesatuan serta pemelihara kebudayaan. Dalam perbedaan pendapat mengenai unsur-unsur ilmu ketuhanan, 60 61
Ibid., hlm.173. H. Embuiru, op.cit., hlm. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
seorang Paus menjadi seseorang yang memberi ketegasan. Tanpa pengesahan Tahta Suci Roma, maka tidak ada satu keputusan konsili mengenai kebenaran diterima dan dianggap syah. Kuasa
seorang
Paus terlihat
ketika
ajaran-ajaran
Gereja
mendapat
serangan dari orang-orang golongan sesat, di sini Paus harus mampu menunjukkan sikapnya sebagai pemimpin tertinggi dalam hirarki Gereja dan sebagai pusat kesatuan Gereja yang mampu menentang kekeliruan. Keputusan yang datang dari pemimpin Tahta Suci Roma merupakan keputusan intansi terakhir yang sah.62 Gereja Katolik Roma juga menerapkan bahwa Kitab Suci adalah
sumber
kebenaran yang hanya dapat dijelaskan oleh kewibawaan
mengajar Gereja yang tidak mungkin salah.
1. Persamaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma Tidak semua hal yang diajarkan dan dipraktekkan oleh Gereja Katolik Roma ditolak oleh Martin Luther. Namun, masih ada beberapa ajaran dan praktek Gereja Katolik Roma yang tetap dianut dan diakui oleh Martin Luther. Dengan demikian, antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma tidak sepenuhnya berbeda, tetapi masih memiliki persamaan pandangan dengan Gereja Katolik Roma. Hal yang masih menjadi persamaan pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma, antara lain: a. Adanya Pernyataan Iman (Kredo), 10 Perintah Allah, dan Doa Bapa
62
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
Kami Martin Luther memiliki kesamaan dengan Gereja Katolik Roma yaitu tetap mengajarkan
dan
mempraktekkan
adanya
Pernyataan
Iman
(Kredo)63,
menjalankan 10 Perintah Allah, dan berdoa Bapa Kami yang merupakan doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri. Pada awalnya, rumusan pernyataan iman ini hanya digunakan di dalam komunitas-komunitas kecil, tetapi karena pemimpin-pemimpin Kristen berkeliling ke seluruh dunia untuk menyebarkan Injil, maka rumusan yang dipakai para pemimpin Kristen ini menyebar juga. Rumusan-rumusan itu terutama berguna untuk mengajar umat yang datang untuk minta dipermandikan. Rumusan pernyataan iman sebagai cara untuk mempersiapkan calon baptis berkenaan dengan tahap-tahap iman itu, uskup akan membagi-bagikan pernyataanpernyataan singkat, yang mengulas ungkapan iman itu kata demi kata. Kemudian, pada waktu upacara pembaptisan, umat Kristiani yang baru dibaptis akan mengucapkan kembali Kredo, sebagai cara untuk menyatakan komitmen pribadi mereka kepada Yesus Kristus.64 Martin Luther pun tetap berusaha untuk menjalankan 10 Perintah Allah65 yang selama itu diajarkan oleh Gereja Katolik Roma, dan ia pun mengajak umat Kristiani yang lain untuk menaati dan menjalankan 10 perintah Allah. Martin Luther berpesan dalam tulisannya pada buku Luther’s Works volume 40: Church and Ministry II, bahwa: 66 “ Sepuluh perintah harus diajarkan secara tekun dan
63
Teks Pernyataan Iman (Credo), lihat lampiran 7, hlm. 198. Michael Keene, op.cit., hlm. 52. 65 Teks isi 10 Perintah Allah, lihat lampiran 8 , hlm 199. 66 Martin Luther, Luther’s Works Volume 40: Church and Ministry II, op.cit., hlm. 277. 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
kebaikan dilakukan bukan karena untuk kesejahteraan semata, tetapi karena diperintahkan oleh Tuhan.” Martin Luther juga mengatakan di dalam tulisannya yang terdapat dalam Katekismus Besar Martin Luther bahwa; 67 “Kesepuluh firman ini berbeda dengan pernyataan iman. Bila kesepuluh firman mengajarkan apa yang mesti umat Kristiani lakukan, maka pernyataan iman memberi tahu umat Kristiani apa yang Allah lakukan bagi umat-Nya. Bagaimanapun juga, kesepuluh dituliskan dalam hati semua orang, tetapi tak seorang pun manusia cukup pandai untuk mengerti pernyataan iman. Roh Kudus sendirilah yang mengajarkannya. Karena itu, kesepuluh firman saja tidak dapat membuat seorang pun menjadi Kristen, sebab murka dan penolakan Allah masih meliputi kita, karena kita tidak dapat menaati perintah-perintahNya. Sedangkan pernyataan iman hanya membawa rahmat Allah bagi kita dan membuat kita benar serta berkenan kepadaNya. Sebab, dengan mengetahuinya kita mencintai semua perintah Allah, karena di sini kita melihat bahwa Allah memberi diriNya sendiri sepenuh-penuhnya kepada kita dengan semua yang dimilikiNya dab dapat dilakukanNya, untuk menolong dan menopang kita dalam memelihara kesepuluh firman. Bapa memberi kita semua yang telah Ia jadikan, Kristus memberi kita semua karyaNya, dan Roh Kudus memberi kita semua karuniaNya.” Selain mengakui pernyataan iman dan menjalankan 10 Perintah Allah, Martin Luther juga tetap melakukan doa yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri yaitu Doa Bapa Kami.68 Yesus Kristus mulai mengajarkan Doa Bapa Kami di bukit kepada para muridNya untuk digunakan apabila mereka berdoa. Martin Luther juga menuliskan mengenai doa Bapa Kami dalam Katekismus Besar Martin Luther, sebagai berikut: 69 “...Sebab, di samping perintah-perintah dan janji-janji-Nya Allah sendiri menuntun kita dengan memberi syair dan lagu untuk doa-doa kita dan menyediakan kata-kata yang dapat kita gunakan. Allah berbuat begitu agar kita melihat betapa Allah memperhatikan kita dengan penuh kasih, bilamana kita berada dalam kesukaran dan agar kita tidak meragukan bahwa Allah menyukai doa ini, dan Allah pasti akan menjawabnya. Doa ini jauh lebih baik 67
Martin Luther, Katekismus Besar Martin Luther, op.cit., hlm. 140-141 Teks isi Doa Bapa Kami, lihat lampiran 9, hlm. 200. 69 Ibid., hlm. 150-151. 68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
dari segala doa lainnya yang dapat kita reka buat diri kita sendiri...Karena itu, doa ini adalah doa terbaik di dunia ini. Sebab jaminan yang paling pasti ialah bahwa Allah berkenan mendengarnya.” b. Golongan Rohaniwan Gereja Katolik Roma terdapat golongan rohaniwan yaitu Paus, uskup, imam, dan diakon. Paus sebagai pemimpin tertinggi dalam hirarki yang ada di dalam Gereja Katolik Roma. Martin Luther dalam hal adanya golongan rohaniwan di dalam Gereja masih mau mengakui keberadaannya. Martin Luther hanya mengakui dan menyetujui keberadaan uskup dan imam sebagai pelayan Gereja yang bertugas memberikan pelayanan bagi umat-umatnya. c. Menghormati hari Sabat untuk Memuliakan Tuhan Hari Sabat merupakan hari terakhir pekan menurut perhitungan Yahudi yang disucikan dengan ibadah kepada Allah dan merupakan hari untuk berhenti bekerja. Hari Sabat mengingatkan bagaimana Allah berhenti dalam karya penciptaan dan bagaimana umat dibebaskan dari Mesir.70 Martin Luther dan Gereja Katolik Roma sama-sama menghormati hari Sabat, di mana pada hari tersebut merupakan waktu yang paling tepat untuk memuliakan Allah yaitu dengan melakukan kegiatan Ekaristi Kudus atau Misa Kudus. d. Menjalankan Kegiatan Misioner Martin Luther yang juga mengabdikan dirinya sebagai pelayan Gereja atas dasar kebenaran, membenarkan dengan kegiatan sosial yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma yaitu kegiatan misioner. Kegiatan misioner ini diterapkan dan dipraktekkan oleh Gereja Katolik Roma dan Martin Luther, sebab ini
70
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, op.cit., hlm. 282.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan dari perintah Tuhan Yesus, yang berbunyi demikian;”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku”. Ini merupakan firman Yesus Kristus yang terakhir kalinya kepada pengikut-Nya untuk memberikan tantangan tugas misi yang besar.71 Kegiatan misioner ini dilakukan dengan cara menyebarkan ajaran kebenaran agar daerah yang menjadi kegiatan misi para rohaniwan supaya mau mengikut Tuhan Yesus Kristus. Penyebaran ajaran kebenaran tentang Yesus Kristus ini biasanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosial kepada masyarakat yang daerahnya menjadi kegiatan misi.
B. Akibat Perbedaan Pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma 1. Martin Luther Memisahkan Diri dari Gereja Katolik Roma Martin Luther menempelkan 95 dalilnya pada pintu Gereja Kastil Wittenberg karena ia sangat marah dan prihatin dengan adanya praktek jual beli surat indulgensia. Martin Luther juga menyerang gagasan bahwa Paus dapat mengurangi hukuman api penyucian. Ia juga mempertanyakan apakah para santo dan santa mempunyai perbendaharaan kebajikan. Martin Luther mengeluhkan tentang penjualan surat indulgensia sebab ia yakin bahwa hal itu telah menggantikan pertobatan sejati dan perbuatan-perbuatan amal yang sepenuh hati. Selain itu, Martin Luther merasa bahwa penjualan surat indulgensia memberi umat sebuah perasaan aman yang palsu dan membuat mereka merasa puas diri.
71
Michael Keene, op.cit., hlm. 76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
Gerakan reformasi Martin Luther berjalan terus, sejak peristiwa penempelan sembilan puluh lima tesisnya pada pintu Gereja Kastil Wittenburg. Banyak kota dan wilayah Jerman yang memihak kepada Martin Luther, dan nama Martin Luther mulai terkenal di luar Jerman. Banyak kaum humanis dan para petani Jerman yang memberikan dukungan pada Martin Luther. Kebobrokan para pemimpin Gereja Katolik Roma sudah tidak dapat disangkal. Situasi semacam ini memperkuat sikap memberontak terhadap lembaga Gereja yang dipimpin oleh orang-orang yang tidak becus dan bermoral buruk. Gerakan reformasi Martin Luther turut memperburuk situasi di Jerman. Sementara itu, banyak di antara imam-imam kelas tinggi, seperti uskup dan pembantu terdekatnya, hidup dalam semangat duniawi. Di Jerman sendiri, terdapat 140.000 imam di antara 15 juta penduduk, dan kebanyakan imamnya tidak melakukan hidup selibat. Kemerosotan juga terlihat sangat jelas di biara-biara para suster, di mana para keluarga bangsawan mendesak putri-putri mereka untuk masuk biara, lalu menyertai mereka dengan pembantu-pembantunya.72 Upaya gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther sebenarnya ingin mengangkat pembaharuan dalam Gereja yang tidak saja menyangkut adat kebiasaan (tradisi Gereja), tetapi juga dalam hal dogma serta hirarki
gerejawi.
Dalam
hal
ini,
Martin
Luther
menekankan
bahwa
penyalahgunaan yang perlu dihapus adalah pembedaan antara kaum imam dan kaum awam, kuasa mengajar tertinggi dari Paus, hak Paus untuk memanggil konsili suci, dan hidup membiara. Dengan demikian, Martin Luther tidak
72
Eddy Kristiyanto, op.cit. hlm. 45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129
menuntut hukuman atas kebobrokan dan penyelewengan yang dilakukan pemimpin Gereja, melainkan susbtansi dan doktrin kepausan. Awalnya Martin Luther tidak mau meninggalkan Gereja, ia hanya ingin memperbaiki kekeliruan-kekeliruan. Upaya yang dilakukan Martin Luther membuat dirinya berkali-kali diserang oleh para pemimpin Gereja. Pengucilan sebenarnya adalah untuk para penganut aliran sesat, dan Martin Luther masih belum dianggap sesat karena ia belum melanggar perintah Paus. Martin Luther dikatakan belum melanggar perintah Paus sebab mengenai pejualan surat indulgensia tidak ada ketetapan tertulis, sehingga Martin Luther tidak salah bila mempertanyakan penjualan surat indulgensia. Oleh karena Martin Luther tidak dapat dikucilkan, maka Paus Leo X memasang sebuah jebakan untuknya pada tahun 1517. Paus Leo X mengundang Martin Luther untuk datang dan mempertanggungjawabkan pandangannya ke Roma. Namun, Friedrich yang bijaksana dari Saxonia meminta supaya Martin Luther diberi dispensasi untuk hadir di Roma, tetapi cukup diinterogasi di Augsburg pada tanggal 12 Oktober 1518 dan menghadap Kardinal Thomas de Vio Cajetan untuk berdiskusi. Forum diskusi ini memang sudah dinantikan oleh Martin Luther, karenanya ia memutuskan untuk pergi. Ia berpikir debat ini akan menjadi langkah pertamanya dengan para pemimpin agama masa itu.73 Ketika ke Augsburg, musuh Martin Luther pertama kali datang melalui Kardinal Thomas de Vio Cajetan. Martin Luther membungkuk di depan kardinal, kemudian ia tersungkur di hadapannya. Kardinal menyuruhnya untuk berdiri.
73
Ibid., hlm. 59.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
Martin Luther bangkit dan berlutut, lalu kardinal kembali menyuruhnya untuk berdiri. Dari dua patah kata yang keluar dari mulut kardinal, Martin Luther tahu apa yang menjadi agenda pertemuan itu. “Tarik kembali!”. Kardinal Cajetan memerintahkan. Jelas tidak akan ada diskusi, Kardinal memberi perintah, bahwa Martin Luther harus bertobat, menarik kembali ajarannya, berjanji untuk tidak mengajarkan sembilan puluh tesisnya, dan menahan diri dari segala kegiatan yang akan mengganggu kedamaian Gereja. Kardinal Cajetan diperintah oleh Paus Leo X untuk tidak mengizinkan adanya diskusi pada pertemuan di Augsburg. Agenda Gereja untuk pertemuan itu adalah agar Martin Luther menarik kembali ajarannya atau ditahan dan dibawa ke Roma. Martin Luther tidak dapat memulai sebuah diskusi, tetapi ia berhasil mengatakan sesuatu yang tidak terpikirkan :”Imanlah yang membenarkan bukan sakramen”. Kardinal bukanlah tandingan Martin Luther, dan ia tahu hal itu. Tanpa dasar Alkitab untuk menjalankan tugasnya, Kardinal memperlihatkan kegusarannya, “Ini semua harus engkau tarik kembali hari ini, tidak peduli engkau mau atau tidak. Kalau tidak, dengan alasan tindakanmu tersebut, aku akan menyatakan salah semua yang mungkin akan engkau katakan!”. Martin Luther dengan berani menyatakan bahwa ia tidak mau menurutinya, dan mengatakan bahwa seorang awam bersenjatakan Alkitab lebih berotoritas ketimbang Paus dan semua konsilinya. Kardinal Cajetan menyerang balik bahwa Paus lebih berotoritas bahkan dari Alkitab.74 Hasil pertemuan antara Martin Luther dan Kardinal Cajetan di Augsburg gagal
74
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 167.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
terbentuk kesepakatan bersama. Hal ini dikarenakan Martin Luther mendapat dukungan yang kuat dari para bangsawan Jerman. Kemudian pada tahun 1519, diadakan kembali perdebatan teologi antara Martin Luther dengan Johhanes Eck di Leipzig. Perdebatan yang sesungguhnya tidak lagi hanya pada surat indulgensia, melainkan mengenai kekuasaan Gereja mengajar. Martin Luther karena terdesak oleh Johanes Eck, lebih dari yang diinginkannya sendiri, akhirnya ia menyatakan keyakinan bahwa kekuasaan Gereja mengajar yang dipegang oleh Paus dan konsili hanyalah buatan manusia belaka. Sebaliknya, hanya Alkitab sajalah yang dapat diakui sebagai sumber kekuasaan.75 Dengan demikian, pertemuan yang terjadi di Augsburg dan Leipzig semuanya gagal, sebab Martin Luther tidak mau menarik kekeliruannya. Setelah perdebatan teogis di Leipzig gagal, Johannes Eck pergi ke Roma untuk membantu Paus Leo X mempersiapkan ancaman terhadap Martin Luther. Pada tanggal 15 Juni 1520, Paus Leo X mengeluarkan bulla (surat resmi) yaitu Bulla Exsurge Domine (Bangkitlah Tuhan) sebagai kesimpulan atas prosesnya menghadapi Martin Luther, di dalam bulla tersebut, Paus menyatakan bahwa dalam pandangan-pandangan Martin Luther terdapat 41 pokok yang sesat. Paus Leo X meminta kepada Martin Luther menarik kembali dalam tempo 60 hari, dan jika tidak ia akan dijatuhi hukuman Gereja. Namun, Martin Luther membalas bulla Paus itu dengan suatu karangan yang berjudul : Widder die Bullen des Endchrists (Melawan bulla yang terkutuk dari si Anti-Kristus). Martin Luther mengecam keras kepada Paus dan dewan Gereja
75
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 150.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
dalam karangannya tersebut dengan mengatakan; 76 “ Engkau, Leo X, dan kalian, kardinal-kardinal, dan siapa saja yang terlibat di kuria: Saya menantang kalian dan mengatakan kepada kalian, jika bulla ini memang dikeluarkan atas nama kalian, dan dengan sepengetahuan kalian, saya ingatkan kalian, dengan otoritas kuasa yang saya, seperti halnya semua umat Kristen, telah menerima melalui baptisan, untuk bertobat dan menghentikan penghujatan yang demikian itu dengan segera. Jika kalian tidak melakukannya, ketahuilah bahwa saya, bersama semua orang yang menyembah Kristus, menganggap Tahta Roma diduduki oleh iblis dan menjadi tahta anti Kristus, dan bahwa saya tidak akan lagi menaati atau bersatu dengannya, musuh Kristus yang utama dan mematikan. Jika kalian bertahan dalam kemarahan, saya serahkan kalian semua kepada iblis, bersamasama dengan bulla dan dekrit-dekrit kalian ini sehingga tubuh kalian binasa, agar roh kalian diselamatkan pada hari Tuhan. Dalam nama Dia yang kalian aniaya, Yesus Kristus, Tuhan kita.”77 Enam puluh hari berlalu, tetapi Martin Luther tidak mau menarik kembali ke sembilan puluh lima dalilnya. Martin Luther membakar bulla Paus bersamasama dengan seluruh hukum gerejawi, yang merupakan hukum yang mengatur Gereja secara keseluruhan sejak awal sejarah Katolik Roma. Pembakaran direncanakan pada pagi hari, tanggal 10 Desember 1520, bahkan Martin Luther menempelkan sebuah undangan. Pemberitahuan itu berbunyi, ”Semua penganut kebenaran Injil diharapkan hadir pada pukul sembilan pagi di Kapel Salib Kudus di luar tembok, di mana buku-buku hukum kepausan serta teologi skolastik yang tidak ber-Tuhan akan dibakar sesuai dengan kebiasaan kuno dan rasuli.”78 Banyak orang berdatangan untuk menghadiri undangan dari Martin Luther dari seluruh penjuru universitas, yaitu para guru besar dan mahasiswa. Setelah hukum gerejawi habis terbakar, Martin Luther maju mendekati api dan 76
F.D. Wellem, op.cit., hlm. 174. Heinrich Boehmer, Martin Luther: Road to Reformation, England, Muhlenberg Press, 1957, hlm. 361-362. 78 Ibid., hlm. 369. 77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
melemparkan bulla Paus sambil berkata, “Karena kamu telah merendahkan kebenaran Allah, kiranya Tuhan hari ini merendahkanmu ke dalam api ini dan karena mereka telah membakar buku-buku saya, maka saya membakar bukubuku mereka.” Setelah itu, Martin Luther kembali ke kota bersama guru-guru besar yang lain.79 Tindakan yang dilakukan oleh Martin Luther ini merupakan tanda pemutusan hubungannya dengan Gereja Katolik Roma. Martin Luther sadar bahwa sebentar lagi ia akan menerima peringatan yang lebih dasyat dari Paus Leo X. Sementara Martin Luther menunggu peringatan dari paus yang lebih keras, ia menulis banyak karangan yang menjelaskan pandanganpandangan teologisnya. Pada tahun yang sama, 1520, Martin Luther menerbitkan An den christichen Adel deutscher Nation:von des christlichen Standes Besserung (Kepada kaum Bangsawan Kristen Jerman tentang Perbaikan Masyarakat Kristen), yang tersebar luas dalam waktu singkat. Martin Luther sengaja menulis dalam bahasa Jerman, karena karangannya ini sengaja ditujukan bagi orang-orang Jerman. Martin Luther dalam karyanya ingin merobohkan tiga tembok yang memungkinkan Gereja Katolik Roma bertahan. Tembok pertama tentang perbedaan antara imam dan awam, tembok kedua tentang hak istimewa hirarki Gereja untuk menafsirkan Kitab Suci, dan tembok ketiga tentang hak istimewa Paus untuk memanggil Konsili Suci. Selain itu, Martin Luther juga menulis De Captivitate Babylonica Ecclesiae (Pembuangan Babel untuk Gereja), yang dimaksudkan Martin Luther untuk menghancurkan doktrin tradisional Gereja Katolik Roma tentang sakramen-
79
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 171.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
sakramen. Dalam hal ini, Martin Luther hanya mengakui Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan Kudus, serta menyangkal transubstansiasi dan makna kurban Ekaristi. Martin Luther juga menulis karangan Von der Freiheit eines Christinmenschen (Kebebasan Seorang Kristen) yang menghormati kebebasan manusia di mana dibenarkan oleh iman dan kesatuan dengan Tuhan. Tindakan Martin Luther yang membakar bulla kepausan dan Hukum Kanonik Gereja, serta tulisan-tulisannya membuat Gereja Katolik Roma semakin marah. Tindakan Martin Luther ini kembali dibalas dengan dikeluarkannya Bulla Decet Romanum Pontificem pada tanggal 3 Januari 1521 dan Martin Luther dinyatakan diekskomunikasi. Pada bulan April 1521 di kota Worm, Kaisar Charles V mengadakan rapat negara untuk mengumumkan hukuman-hukuman atas diri Martin Luther. Tetapi atas desakan beberapa bangsawan Jerman yang mendukung Martin Luther, Kaisar memberi surat jalan kepada Martin Luther supaya ia sempat membela diri dan menarik ajarannya. Tetapi Martin Luther menolak. Martin Luther dinyatakan bersalah, tetapi diberi jaminan keamanan selama dua puluh satu hari untuk kembali ke Wittenburg. Segera setelah Diet of Worms, keluarlah Dekrit Worms pada bulan Mei 1521. Ini adalah keputusan yang Paus dan semua sekutunya nanti-nantikan. Akhirnya, Martin Luther secara hukum ditetapkan sebagai sesat, yang membuatnya terbuka bagi siapa saja untuk membunuhnya tanpa konsekuensi. Dekrit tersebut menyatakan bahwa doktrin Martin Luther adalah kumpulan dari ajaran-ajaran sesat lama dan baru dan dilarang di dalam kekaisaran. Dekrit itu melarang siapa pun untuk mencetak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
menjual, atau membaca buku-bukunya. Siapun yang membantu Martin Luther dengan cara apapun akan dianggap melanggar hukum. Namun, dengan adanya dekrit ini pun, Frederick yang bijak yang selalu melindungi Martin Luther.80 Berdasarkan surat jalan itu, Martin Luther melarikan diri dan di tengah jalan ia pura-pura diculik oleh orang suruhan Frederick dan dibawa ke suatu tempat di Wartburg, tepatnya Istana Wartburg. Martin Luther tinggal di tempat tersebut selama 10 bulan lamanya. Martin Luther di Wartburg menggunakan nama samaran yaitu “Knight George” supaya ia tidak dikenal oleh orang-orang sekitarnya. Ketika Martin Luther sudah aman di tempat persembunyiannya, di Jerman tersebar desas desus Luther bahwa Martin Luther telah mati dibunuh oleh orang Katolik. Di tempat persembunyiannya itu, Martin Luther memanfaatkan waktunya secara maksimal. Ia melanjutkan tulisan-tulisannya mengenai kebenaran, selain itu Martin Luther berhasil membuat terjemahan lengkap Kitab Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman yang berhasil ia selesaikan pada tahun 1534. Sementara Martin Luther bersembunyi di Wartburg, terjadi huru hara di Wittenberg. Carlstadts muncul ke hadapan umum. Carlstadts menilai bahwa Martin Luther tidak berusaha untuk menghapus segala sesuatu yang berbau Gereja Katolik Roma. Ia menyerang hidup membiara dan menganjurkan agar para biarawan menikah. Ia sendiri melayani misa dengan pakaian biasa serta roti dan anggur diberikan kepada umat. Perubahan-perubahan itu semula didukung oleh Martin Luther. Tetapi kemudian, Carlstadts dipengaruhi oleh nabi nabi dari
80
Roberts Liardon, op.cit., hlm. 182.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 136
Zwickau yang bersifat radikal. Mereka menyerbu bangunan-bangunan Gereja, menghancurkan altar-altar Gereja, salib-salib, patung-patung, dan sebagainya. 81 Huru hara ini tidak dapat diatasi oleh Frederick yang bijaksana, sehingga Martin Luther tergerak hatinya untuk segera menuju Wittenberg. Martin Luther berkotbah satu minggu lamanya untuk menetralkan suasana di kota tersebut. Martin Luther mengecam tindakan kekerasan yang radikal itu. Menurutnya, pembaharuan gereja tidak dapat dilakukan dengan kekerasan maupun dengan jalan revolusi. Martin Luther juga mengusir Carlstadts untuk meninggalkan Wittenburg, dan Carlstadts pergi meninggalkan Wittenburg dan menuju Swiss. Walaupun Dekrit Worms telah dikeluarkan, namun pada banyak daerah para bangsawan tidak mau menjalankan undang-undang dari Dekrit Worms tersebut. Mereka mendukung Martin Luther berdasar pada bermacam-macam alasan, antara lain ada yang betul-betul yakin pada ajaran Martin Luther, ada yang hanya mengharapkan mendapat kekayaan yang ada dalam tangan gereja dan biara-biara, tetapi ada pula yang mendukung Martin Luther sebagai alasan melawan kaisar yaitu untuk memperbesar kekuasaannya. Maju mundurnya agama Protestan tergantung kepada para bangsawan sebagai kepala daerah. Di daerah mana para bangsawan menjalankan Dekrit Worms, agama Protestan tidak akan maju, malahan terhambat. Tetapi, di daerah mana para bangsawan mendukung Martin Luther agama Protestan maju, sedangkan agama Katolik terhambat. Martin Luther sungguh-sungguh reformator yang pemberani meskipun 81
Nicko Hosea Layantara, “Kisah Nyata Martin Luther http://www.kamusti.web.id/?inc=itdict-personage&op=view&id=56&type=3., 10 2007, op.cit.
dalam April
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 137
banyak pihak-pihak yang menentangnya, namun tidak sedikit pula pihak-pihak yang mendukungnya. Martin Luther memulai pembaruan-pembaruannya di Wittenberg. Ia aman di sana, umat mengasihi, menghormati, dan melindunginya. Namun, Martin Luther tidak berani melangkah keluar dari wilayah Saxony. Frederick, penguasa Wittenburg tidak perlu menggerakkan satu jari pun untuk melindunginya karena dukungan umat sudah cukup.82
2. Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi Gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther pada tahun 1517 ini, kemudian berkembang menjadi Protestantisme. Protestantisme ini terjadi ketika Martin Luther memutuskan untuk memisahkan diri dengan Gereja Katolik Roma. Martin Luther memilih jalan untuk pisah dengan Gereja Katolik Roma karena ia melihat Gereja Katolik Roma ternyata telah membeku dalam peraturan pengawasan, sehingga setiap usaha pembaharuan
yang mau merombak atau
mengubah sistem yang lama langsung dicurigai dan dilarang. Dengan demikian, tidak ada jalan lain bagi Martin Luther selain keluar dari keanggotaan Gereja Katolik Roma. Jauh sebelum Protestantisme muncul, umat Katolik Roma yang saleh tetap bermaksud untuk menjalankan pembaharuan di seluruh Gereja. Orang Protestan mengatakan bahwa agama Katolik harus mendapat pembaharuan. Tetapi golongan Katolik
mengatakan,
bahwa
bukan
agama
Katolik
yang
memerlukan
pembaharuan, melainkan penganut-penganutnya. Manusia harus dirubah oleh
82
Ibid., hlm. 186.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 138
agama, bukan agama oleh manusia. Kemenangan Protestan rupa-rupanya hendak menghancurleburkan Gereja Katolik Roma, namun Gereja Katolik Roma menjadi tersadar kembali dengan kekuatan baru dan menampakkan diri kembali di daerah yang telah lepas dari persatuan.83 Gereja Katolik Roma dalam usahanya memperbaharui Gereja melakukan kontra reformasi. Istilah kontra reformasi tidak terlepas kaitannya dengan reformasi Katolik. Kedua istilah ini saling berhubungan karena keduanya merupakan gerakan dalam Gereja Katolik Roma dan merupakan reaksi terhadap gerakan reformasi Gereja dari Martin Luther. Kontra reformasi dan reformasi Katolik juga mengungkapkan ketegangan yang terjadi di dalam Gereja yang muncul jauh sebelum tahun 1517.84 Reformasi Katolik merupakan akibat atau reaksi terhadap reformasi Protestantisme. Hal ini karena ada tanda yang memperlihatkan, bahwa hingga tahun 1517, para pendukung pandangan ini tidak melihat usaha pihak Gereja Katolik sebagai lembaga untuk melakukan pembaharuan dalam hidup menggereja. Gerakan reformasi Katolik ini muncul ketika Gereja mengalami masa-masa krisisnya, di mana pembaharuan terjadi di dalam ordo religius maupun munculnya ordo religius baru yang selalu memacu adanya pembaharuan. Ordo religius yang baru muncul salah satu di antaranya adalah Theatin yang didirikan oleh Kayetanus dan Giovanni Pietro Caraffa. Ordo ini memiliki ciri khas tersendiri yaitu para anggota ordo menanggalkan pakaian identitas, selalu melakukan ibadat harian bersama demi alasan pastoral, melakukan penghayatan kaul kemiskinan yang 83 84
H. Embuiru, op.cit., hlm.142. Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 139
keras. 85 Banyaknya kongregasi yang muncul pada saat itu, memiliki struktur yang kurang lebih sama dengan Ordo Theatin. Ordo-ordo tersebut antara lain; Ordo Somaschi, Ordo Kapusin, Ordo Yesuit, Ordo Camilliani, dan Ordo Oratorio di San Filipo Neri. Di antara ordo-ordo tersebut, ada dua ordo yang menonjol yaitu Ordo Kapusin dan Ordo Yesuit. Bila Ordo Kapusin menonjol karena menekankan pada pendidikan kaum muda dan imam lewat kolese-kolese, maka Ordo Yesuit menonjol karena memberikan tekanan pada karya misi populer.86 Gerakan reformasi Katolik dalam Gereja Katolik Roma pernah dilakukan oleh Paus Adrianus VI yang menggantikan kedudukan Paus Leo X, namun reformasi Katolik yang dilakukan hampir tidak memperlihatkan hasil apa-apa. Hal ini karena ia kurang halus dalam memperjuangkan rencana-rencananya, dan lagipula ia hanya memimpin Curia Romana selama satu tahun, antara tahun 1522-1523.87 Pembaharuan di dalam Gereja Katolik baru berhasil diperbaharui pada masa kepemimpinan Paus Paulus III, ia adalah pengganti Paus Hadrianus VI dan memimpin Curia Romana antara tahun 1534-1249.88 Paus Paulus III mengangkat kardinal-kardinal dan uskup-uskup yang baik dan saleh. Ia juga membentuk beberapa komisi yang harus mempelajari kelemahan-kelemahan Gereja Katolik Roma. Para pembantu Paus Paulus III ini diharuskan membuat rumusan dan daftar hal-hal yang perlu diperbaharui dalam Gereja. Paus Paulus III melihat
85
Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 24. Ibid. 87 H. Embuiru, op.cit., hlm. 143. 88 Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm.91. 86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 140
dengan mata kepala sendiri bahwa reformasi dalam Gereja itu sangat perlu. Ia memulai pembaharuan dalam istana Paus sendiri. Paus Paulus III membuka pintu ke Kolese Suci untuk biarawan-biarawan yang saleh dan cerdas. Biarawan-biarawan ini membantu Paus Paulus III selama hampir 10 tahun bekerja dalam satu muktamar agung. Dalam kurun waktu tersebut, Paus Paulus III tidak menghilangkan tujuannya yang utama yaitu pembaharuan dalam Gereja. Ia juga memberikan persetujuannya kepada ordo-ordo baru, yang
menjadi
pasukan pembela bagi Gereja Katolik Roma dalam bidang agama. Paus Paulus III pantas disebut pelopor reformasi Katolik karena ia yang memutuskan untuk diadakannya konsili. Pada mulanya rencana Paus Paulus III ini ditentang oleh Raja Perancis dan Kaisar Jerman, karena mereka takut bila diadakan konsili, maka kemungkinan untuk mengadakan kompromi dengan golongan Protestan akan semakin kecil. Namun pada akhirnya, Raja Perancis dan Kaisar Jerman menyetujui adanya konsili. 89 Kontra reformasi dilakukan oleh Gereja Katolik Roma sebagai gerakan untuk melawan dan mematahkan usaha reformasi yang telah dilakukan oleh Martin Luther dan para pendukungnya. Dalam hal ini, Gereja Katolik Roma membela diri karena merasa terancam karena pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari reformasi Protestantisme sebagai gerakan itu sangat luas dan mendalam, sebab mencakup berbagai bidang dan aspek kehidupan bermasyarakat. Gerakan kontra reformasi di dalam Gereja Katolik dipelopori oleh seorang biarawan dari Ordo Theatin, yaitu Caraffa yang kelak menjadi Paus Paulus IV.
89
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 141
Paus Paulus IV betul-betul seorang tokoh kontra reformasi karena ia ingin menumpas Protestantisme sampai pada akar-akarnya. Caraffa (Paus Paulus IV) membenci orang Spanyol dan khususnya dengan Ignatius yang pengaruhnya dianggap sebagai persaingan bagi diri Caraffa. Penyebab kebencian Caraffa adalah bahwa ajakan Caraffa kepada Ignatius untuk bergabung dengan Ordo Theatin yang didiirikannya, secara terang-terangan ditolak oleh Ignatius. Ignatius tidak setuju dengan reformasi yang hanya berarti memperkuat peraturan dan sistem tertutup yang bersifat monastik.90 Dalam hal reformasi, Caraffa yang sudah 13 tahun sebagai ketua Inquisisi91 sebelum dipilih menjadi Paus, selalu mengambil sikap “hakim”. Hal ini terlihat pada saat ia menjadi ketua panitia dalam penyelidikan perkara Martin Luther. Caraffa melihat ancaman terhadap iman Gereja terjadi di mana-mana. Ia ingin mengatasi semua itu dengan kekerasan kuasa, baik Gereja maupun kenegaraan. Bagi diri Carafffa, Paus adalah seorang penguasa yang harus menjaga ketertiban Gereja.92 Gereja Katolik Roma yang tidak tahan terhadap serangan Martin Luther mulai bertindak dengan pembaruan internal melalui doktrin-doktrin93 muktamar atau Konsili Trente. Maksud pembaruan ini selain bercorak doktriner juga pastoral, yakni agar umatnya tidak terombang ambing oleh ajaran-ajaran baru. Selain itu,
90
Tom Jacobs, “Ignatius dan Kontra-Reformasi”, dalam Majalah Rohani, 1990, hlm. 255. Inquisisi, pengadilan gerejawi khusus yang menangkap, mengadili, dan menghukum orangorang meragukan dengan tegas suatu kebenaran yang sebenarnya harus diimani. Lihat Gerald O’Collins dan Edward G Farrugia, op.cit., hlm. 120. 92 Tom Jacobs, op.cit. 93 Doktrin, ajaran gereja dalam berbagai macam bentuknya, yang tidak hanya dimaksudkan untuk menyampaikan iman yang ortodoks, melainkann juga memupuk kehidupan dan ibadah Kristiani. Lihat Gerald O’Collins dan Edward G Farrugia, op.cit., hlm. 59. 91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 142
pembaruan itu merupakan keniscayaan, jika Gereja tidak mau terkubur.94 Paus Paulus III memutuskan untuk segera mengadakan konsili. Padahal keinginan diadakannya konsili sudah dimulai ketika Martin Luther bentrok dengan penguasa Gereja mengenai surat indulgensia, Martin Luther pertama naik banding ke konsili umum, dengan berjanji akan tunduk pada keputusannya jika konsili itu diadakan. Meski demikian, Martin Luther segera menggeser upaya bandingnya ke Kitab Suci. Namun, baru hampir tiga puluh tahun setelah pisahnya Martin Luther pada tahap awal dari Gereja Katolik Roma pada tahun 1517, diadakan Konsili Trente pada tahun 1545. Pada tahun 1545, reformasi telah tersebar luas ke seluruh penjuru Eropa. Ada beberapa alasan mengapa konsili itu tertunda lama. Alasan pertamanya adalah rasa takut, jangan-jangan ide konsiliarisme itu muncul kembali, rasa taku janganjangan apabila diadakan konsili umum, konsili itu akan menyerukan lagi tuntutan Konsili Konstanz dan Basel bahwa konsili umum lebih tinggi kedudukannya daripada kedudukan Sri Paus. Masalah lainnya adalah masalah lokasi. Sri Paus menghendaki agar konsili diadakan di Italia, lebih baik di Roma atau dekat Roma, Kaisar Charles V mendesak agar jika konsili memang akan dapat dipercaya, teristimewa oleh kalangan pengikut Martin Luther, konsili itu tidak boleh terlihat sebagai konsili yang dikendalikan oleh Sri Paus. Akhirnya, disetujui di Trente, sebuah kota yang terletak di Italia, tetapi merupakan bagian dari tanah sewaan kaisar dan oleh karenanya dapat diterima oleh kaisar. Kebanyakan sidang diadakan di Gereja Katedral.95
94
Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 143
Pada tanggal 13 Desember 1545, Konsili Trente resmi dibuka. Konsili Trente ini dihadiri oleh tiga puluh satu uskup yang kebanyakan adalah orang-orang Italia. Sidang-sidang diketuai oleh tiga utusan Paus, yaitu Kardinal Del Monte, karena masa jabatan yang cukup lama, ia menjadi ketua musyawarah, Kardinal Cerbini yang terpelajar, ia mempunyai hubungan yang erat dengan Paus sehingga menjadi jantung konsili, dan Pole, seorang Inggris yang menolak menandatangani Act of Supremacy yang kemudian merantau ke Eropa.96 Pada tanggal 22 Januari 1546 diputuskan supaya bersama-sama membicarakan kedua tugas utama konsili yang secara khusus disebut dalam Bulla Undangan, yaitu menetapkan ajaran Katolik dan mengadakan reform dalam Gereja. Pada 4 April 1546, Konsili Trente mengambil suatu keputusan mengenai soal prinsipil yang turut menentukan jalannya persidangan, yaitu bahwa tradisi apostolik harus diterima dengan rasa hormat yang sama seperti juga diberikan kepada Kitab Suci. Konsili Trente ini berlangsung selama 18 tahun, sidang-sidangnya terbagi pada tiga jangka waktu, yaitu tahap I: antara tahun 1545-1548, tahap II: antara tahun 1551-1552 (pada periode ini selama beberapa waktu konsili pindah ke Bologna), dan tahap III: antara tahun 1562-1563.97 Pada sidang-sidang awal, yang hadir di konsili hanya dua puluh empat uskup dan rohaniwan lain, kebanyakan orang orang Italia, dan beberapa kali timbul keraguan dalam konsili untuk melanjutkan sidang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu sidang-sidang dalam konsili tetap berjalan meski dalam kurun waktu yang lama.
95
Norman P. Tanner, op.cit., hlm. 98. Hubert Jedin, Sejarah Konsili, Yogyakarta: Kanisius, 1973, hlm. 92. 97 Norman P. Tanner, op.cit. 96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 144
Pada tahun 1548, konsili harus ditunda karena ada ancaman dari pasukan Martin Luther yang bergerak maju, dan selama jangka waktu antara tahun 15521562, paus yang berkuasa adalah Paus Paulus IV, ia tidak senang bila konsili dilanjutkan. Namun, pengganti Paus Paulus IV, yaitu Paus Pius IV memanggil kembali konsili tersebut. Konsili Trente pada tahap III banyak dihadiri oleh lebih dari 200 uskup, yang benar-benar mewakili Gereja Katolik Roma. Meskipun, Konsili Trente banyak dihadapkan pada hambatan-hambatan, Konsili Trente telah berhasil membuat sederet dekrit. Konsili Trente dalam sidangnya menghadapi dua dari masalah paling menegangkan dalam perdebatan reformasi. Permasalahan pertama adalah hubungan antara Kitab Suci dan tradisi sebagai sumber kekuasaan dalam gereja. Sedangkan permasalahan yang kedua adalah peran iman dan amal baik dalam pembenaran kita. Banyak topik lainnya dalam perdebatan reformasi berkisar di seputar dua masalah hubungan antara Kitab Suci dan tradisi, serta hubungan antara iman dan amal kasih. Konsili Trente menerbitkan sederetan dekret yang luas mengenai topik-topik ini, dengan berusaha untuk membenarkan ajaran dan praktek yang telah menjadi tradisional di dalam Gereja Katolik Roma dan untuk menunjukkan akar-akarnya dalam Kitab Suci serta Gereja awal, dan juga untuk memurnikan ajaran dan praktek-praktek penyelewengan dalam Gereja Katolik Roma. Dekrit-dekrit Konsili Trente memberikan jawaban yang otentik dan kebutuhan umat yang merasa bingung oleh ajaran-ajaran yang simpang siur. Dalam arti dan batas-batas tertentu, dekrit-dekrit konsili tidak lain adalah pernyataan sikap Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 145
Katolik Roma terhadap reformasi Protestantisme. Ketetapan-ketetapan dari Konsili Trente ini terbagi menjadi dua, yaitu aspek dogmatis dan aspek disipliner.98 Ketetapan Konsili Trente yang termasuk dalam aspek dogmatis, antara lain:99 1. Konsili Trente dimaksudkan terutama untuk menghukum dan mengutuk kesalahan-kesalahan dasar yang dianggap sebagai para bidah zaman itu, dan untuk mengajarkan doktrin yang benar dan Katolik. Sebagaimana konsili telah mengecam dan mengutuk, demikian konsili juga telah menetapkan. 2. Konsili Trente mengecam kesalahan yang tersebar di kalangan para anggotanya, tetapi terutama memperlihatkan secara positif doktrin Katolik yang benar dan sehat, yang melayani kebutuhan para imam dan jemaat. Konsili Trente merupakan momentum dalam evolusi berlanjut dari Gereja Kristus, yang tidak menolak masa lampau melainkan menyempurnakannya. 3. Menolak individualisme Protestantisme. Perlu adanya mediasi Gereja, tubuh mistik Kristus, dan sekaligus organisme yuridis. Di dalam Gereja unsur mistik dan bukan mistik terlihat secara berdampingan. Gereja sebagai lembaga mendukung dan mengungkap unsur yuridis, yang mengakui hirarki yang ditetapkan oleh Kristus. Hiirarki ini membedakan dan membuat subordinasi awam terhadap uskup, karena semuanya disatukan oleh martabat imamat umum yang didasarkan pada Sakramen Baptis. 4. Gereja yang yuridis-mistik ini adalah penjaga dan penafsir sabda yang diwahyukan Allah, yang dihidupkan melalui kuasa mengajar Gereja. Gereja 98 99
Eddy Kritiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 111. Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 146
Kristus merupakan sumber rahmat yang dirayakan dalam dan melaui sakramen-sakramen, yang ditetapkan berjumlah tujuh sakramen, bernilai obyektif dan berdaya guna intrinsik. 5. Menolak unilateralitas Protestantisme. Gereja merasa perlu mengajarkan proses yang membawa pada pembenaran. Hal ini dapat terjadi melalui pemberian rahmat dan kerjasama antara iman dan karya. 6. Menolak sikap pesimis Protestantisme dengan menegaskan, bahwa manusia dikondisikan oleh dosa asal, tetapi kodrat insani tidak seluruhnya busuk. Dalam hal ini ditekankan daya guna rahmat yang memungkinkan orang dapat melaksanakan perintah-perintah Allah. 7. Dekrit tentang pembenaran merupakan salah satu dokumen yang paling indah dari antara semua dokumen. Dekrit tentang korban misa disetujui dengan suara bulat, dengan dekrit ini orang diingatkan akan adanya kesatuan dari dua aspek yang berlawanan. Namun, dekrit tersebut meneguhkan sifat korban dari Ekaristi sekaligus mempertegas bahwa korban yang benar dan satu-satunya dari Kitab Perjanjian Baru adalah korban salib Yesus Kristus. Sedangkan ketetapan-ketetapan Konsili Trente yang termasuk dalam aspek disipliner, antara lain:100 1. Para uskup diwajibkan tetap tinggal di keuskupannya. 2. Para
uskup
diwajibkan
mengadakan
visitasi
secara
teratur
dalam
keuskupannya. 3. Para uskup diwajibkan mendirikan seminari di keuskupannya masing-masing
100
Kleopas Laarhoven, op.cit., hlm.92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 147
, sehingga pendidikan calon-calon pastor pasti terjamin. 4. Seseorang dilarang memegang dua jabatan atau lebih. 5. Diputuskan untuk mengadakan index: daftar buku-buku yang tidak boleh dibaca tanpa ijin istimewa. 6. Para pastor diwajibkan berkotbah pada hari raya dan hari Minggu, dan memberi ajaran agama khusus pada kaum muda. Sebagian besar negara-negara yang menganut agama Katolik Roma menerima ketetapan-ketetapan yang diputuskan oleh Konsili Trente tanpa syarat. Oleh karena itu di wilayah-wilayah yang sudah Protestan dilakukan pengkatolikan kembali, sebagai salah satu usaha kontra reformasi. Secara politis, usaha ini dilakukan oleh para penguasa Katolik yang sebagian wilayahnya sudah ada pengaruh Protestan. Sedangkan secara religius, usaha pengkatolikan ini dilakukan oleh para misionaris, khususnya dari Ordo Kapusin dan Yesuit, melalui karya kolese, seminari, universitas, maupun melalui misi populer.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V DAMPAK REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16
Martin Luther yang membangkang terhadap Gereja Katolik Roma telah muncul sebagai tokoh reformasi Gereja yang terkenal pada abad ke-16. Alasan Martin Luther membangkang karena rasa tidak puas dan merasa kecewa dengan gaya hidup Gereja Katolik Roma yang lebih mengutamakan urusan-urusan duniawi dan semakin menjauhkan diri dari keselamatan rohani. Perjuangan Martin Luther dalam gerakan reformasi Gereja dimulai dengan penempelan sembilan puluh lima tesisnya pada pintu Gereja Kastil Wittenburg, hingga ia memutuskan untuk memisahkan diri dengan Gereja Katolik Roma meskipun dengan perasaan berat. Martin Luther bukanlah seorang yang tenang dan diplomatis. Dalam menyampaikan argumen-argumennya, ia suka menggunakan bahasa keras dan tegas yang biasa digunakan oleh penduduk asli kota kelahirannya, yaitu di Eisleben, Jerman. Namun, meskipun sifatnya kasar, Martin Luther tidak sombong dan tidak menyatakan diri sebagai satu-satunya orang yang mengetahui kebenaran. Martin Luther justru seorang pejuang yang keras demi kebenaran Kitab Suci, dan inilah letak sumbangannya yang paling berharga bagi reformasi Gereja. Martin Luther menempatkan Kitab Suci dan kebenarannya sebagai pusat hidup Gereja dan teologi.1 Gerakan reformasi Gereja memang telah banyak dilakukan, namun perjuangan
1
Hans Peter Grosshans, op.cit., hlm. 24.
148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 149
reformasi Gereja
mencapai puncaknya pada tahun 1517 yang dilakukan
oleh Martin Luther. Gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther, nantinya memberikan dampak bagi Gereja Katolik Roma. Namun, gerakan reformasi Martin Luther tidak hanya berdampak di lingkungan Gereja Katolik Roma saja, tetapi juga memberikan dampak di seluruh penjuru Eropa.
A. Dampak Reformasi Gereja bagi Gereja Katolik Roma Reformasi Gereja yang terjadi pada tahun 1517, banyak memberikan dampak bagi perkembangan Gereja Katolik Roma pada saat itu. Adapun dampak-dampak yang muncul dengan adanya reformasi Gereja, antara lain: 1. Perpecahan Umat Katolik Usaha pembaruan di dalam Gereja Katolik Roma tidak berhasil memperbaiki keadaan. Akhirnya, Gereja Katolik Roma yang semula satu telah pecah menjadi banyak Gereja. Perpecahan ini terjadi karena umat dalam pemahaman mengenai iman telah bercampur aduk dengan takhayul, urusan agama bercampur dengan kepentingan duniawi. Dalam hal ini, Martin Luther dengan terang-terangan menyerang banyak ajaran dan kebiasaan yang dibela oleh Gereja Katolik Roma. Sampai tahun 1530, Martin Luther dan para pengikutnya belum menganggap diri di luar Gereja yang satu. Segala kritik dianggap tidak diarahkan kepada Gereja Katolik Roma, melainkan hanya kepada kelompok tertentu di dalam Gereja Katolik Roma. Martin
Luther
yang
teologinya
dipengaruhi
nominalisme dan kurang
memahami apa itu suatu sakramen, menyangka ia menyerang suatu aliran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 150
teologi lain serta ajaran yang masih dapat didiskusikan secara bebas. Memang, beberapa pokok ajaran Gereja belum dirumuskan dengan jelas. Dalam keadaan yang kurang pasti itu, Martin Luther mencanangkan semboyan yang sudah dikemukakan oleh pendahulunya, bahwa Kitab Suci adalah sumber dan norma ajaran Gereja. Pandangan ini kemudian tersebar luas ke pihak-pihak yang menginginkan pembaruan dalam Gereja.2 Martin Luther dalam gerakan reformasi Gereja telah memecah belah persatuan umat Katolik. Akibat perpecahan di antara umat Katolik, maka muncul kelompokkelompok umat yang meninggalkan Gereja Katolik Roma dan membentuk GerejaGereja Reformasi, atau sering dikenal dengan istilah Protestan. Biarpun kesatuan umat Katolik terpecah, tetapi masih ada kelompok yang setia pada keimanannya, yaitu Kelompok Katolik untuk tetap menjadi umat Katolik. Ada 4 kelompok besar umat yang memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma, yaitu kelompok Lutheran, Calvinis, Anglikan, dan Anabaptis. Namun, selain 4 kelompok besar tersebut masih banyak kelompok-kelompok umat pecahan dari Gereja Katolik tetapi komunitasnya hanya sedikit. Adapun 4 kelompok besar umat yang memisahkan diri dengan Gereja Katolik Roma, dan membentuk agama sendiri, adalah sebagai berikut: a. Kelompok Lutheran Kelompok Lutheran ini adalah orang-orang yang mengikuti ajaran Martin Luther. Kelompok Lutheran ini kemudian mendirikan Gereja Lutheran. Gereja Lutheran berdiri berdasarkan pengajaran dan kepercayaan Martin Luther, serta
2
Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid VII, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 2005, hlm. 108.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 151
merupakan bentuk utama dari agama Protestan di Jerman, Denmark, Norwegia, Swedia, dan Islandia.3 Agama Protestan juga menyebar ke negara-negara Baltik dan negara-negara tetangganya, juga sampai ke Dunia Baru melalui emigran asal Jerman dan Skandinavia.4 Pengajaran Gereja Lutheran diringkas oleh Philipp Melanchthon dalam Pengakuan Iman Augsburg pada tahun 1530 dan tulisan-tulisan Martin Luther sendiri. Pengajaran-pengajaran ini menegaskan bahwa hanya Kitab Suci yang mengatur iman, keterpurukan moral martabat manusia dan ketidakmampuan manusia untuk menyenangkan hati Allah, dan kasih karunia Allah yang memberikan keselamatan kepada seluruh umat manusia, serta jawaban iman sebagai alat yang menjamin keselamatan. Kepercayaan Lutheran memiliki akar yang kuat dalam keluarga. Pentingnya kotbah, Sakramen Ekaristi dan Sakramen Baptis, menyanyikan puji-pujian dan membaca Alkitab diwujudkan dalam ibadat di Gereja. Gereja mempunyai seorang pelayan keuskupan, maka Gereja di bawah kekuasaan uskup-uskup. Gereja Lutheran menerima imam perempuan dan menjadi hal yang penting dalam gerakan ekumenis.5 b. Kelompok Calvinis Kelompok Calvinis adalah orang-orang yang mengikuti ajaran John Calvin. Hal ini berawal pada tahun 1533, John Calvin mengalami kebangkitan rohani kembali, sehingga ia memutuskan semua ikatannya dengan Gereja Katolik Roma.
3
Gambar lambang Gereja Lutheran dan gambar peta penyebaran agama akibat reformasi Gereja tahun 1517, lihat lampiran 10ab, hlm. 201-202. 4 Michael Keene, op.cit., hlm. 71. 5 Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 152
John Calvin menggunakan prinsip-prinsip reformasi, dan setelah beberapa waktu berada di Salzburg, ia kembali ke Geneva di mana ia menyusun pemerintah setempat dengan dasar prinsip, bahwa semua agama dan kehidupan sosial harus di bawah kepemimpinan Yesus Kristus. Kelompok Calvinis berkembang dari teologinya, dan terbukti sangat berpengaruh di seluruh Gereja Kristen. John Calvin juga memberi tekanan pada trasendensi Allah, kerusakan moral martabat manusia dan takdir dengan Kitab Suci sebagai satu-satunya sumber kekuasaan serta Roh Kudus.6 Kelompok Calvinis tersebar di daerah Swiss, Belanda, dan Skotlandia. Pandangan teologi John Calvin dalam Christianae Religionis Institutio yang menjadi Summa Theologia bagi para Calvinis, dapat disimpulkan sebagai berikut:7 1) John Calvin menyangkal kehadiran nyata dan hanya mengakui presensi virtual, sejauh Kristus melalui sakramen menyatakan rahmat-Nya kepada manusia. 2) Melalui kehendak-Nya Allah sama sekali tidak tergantung pada jasa manusia atau dosa-dosa manusia. Allah memilih beberapa orang untuk kehidupan kekal, dan yang lain sudah ditetapkan-Nya untuk hidup dalam api kekal. 3) Karya-karya
baik
(secara
moral)
manusia
tidak
berpengaruh
pada
keselamatan. Kendati demikian, manusia beriman tetap berkewajiban melakukan karya-karya itu demi memuliakan Allah. 4) Perlindungan ilahi merangkum semua aktivitas temporal orang-orang terpilih Gereja tidak memiliki suatu kekuasaan temporal yang langsung, tetapi 6 7
Ibid., hlm. 69. Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam, op.cit., hlm. 76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 153
otoritas sipil mereduksi diri sebagai suatu alat dalam tangan-tangan Gereja. c. Kelompok Anglikan Kelompok Anglikan terbentuk ketika Gereja Inggris berpisah dengan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16. Pada waktu itu yang memimpin Gereja Inggris adalah Raja Henry VIII, dan bukanlah seorang Paus. Gereja Anglikan meskipun Gereja Reformasi, tetapi Gereja Anglikan pada umumnya lebih memberikan tekanan besar pada perayaan sakramen daripada kotbah Alkitab. Titik pusat di dalam Gereja Anglikan adalah altar. Kelompok Anglikan memiliki dua kitab penting, yaitu Kitab Suci Anglikan dan Prayer Book. Kitab Suci Anglikan merupakan terjemahan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Penerjemahan itu dikerjakan oleh sekelompok Humanisme yang diketuai oleh Lancelot Andrewes. Terjemahan ini dipandang sebagai karya utama Bahasa Inggris pada abad ke-16, dan selayaknya mendampingi Alkitab yang diterjemahkan oleh Martin Luther. Sedangkan Prayer Book diedit oleh Uskup Agung Thomas Cranmer. Buku ini dipandang sebagai buku liturgis Gereja Anglikan dan sangat penting bagi kehidupan spiritual Inggris. Prayer Book terdiri atas 14 bagian dan doa-doa, bacaan-bacaan dari Kitab Suci untuk pesta-pesta sepanjang tahun liturgi, dan untuk pelayanan sakramensakramen. Doa pagi dan sore dimuat sebagai jam-jam kanonik, doa tersebut terdiri atas dua bagian yang yang didoakan oleh pelayan umat dan umat beriman umumnya.8 d. Kelompok Anabaptis
8
Ibid., hlm.92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 154
Kelompok Anabaptis, bukanlah merupakan salah satu gerakan reformasi, tetapi kelompok ini terdiri dari kelompok-kelompok Protestan yang menolak baptis bayi dan sangat menekankan penerimaan pribadi atas Yesus Kristus sebagai penebus. Kelompok Anabaptis ini bermaksud menekankan kesalehan ke dalam, kegiatan Roh Kudus dalam pribadi umat Kristiani, kesederhanaan hidup, sikap pasifisme dan anti-kekerasan, serta menolak kuasa wewenang gerejani dan sipil. Gereja-gereja yang berasal dari Kelompok Anabaptis ini antara lain; Quakers, Moravian, Mennoites dan Baptis.9 2. Berkurangnya Kekuasaan Paus Pada saat belum terjadi reformasi Gereja, Paus adalah seorang raja dengan Gereja sebagai negaranya. Paus sendiri memiliki kekuasaan di segala bidang kehidupan, baik di bidang agama, politik, sosial, dan ekonomi. Hal ini dapat terlihat, bahwa seorang Paus selain menjadi pemimpin tertinggi agama Katolik Roma, ia juga seorang pemimpin perpolitikan yang ikut berperang dan mengadakan perjanjian dengan negara lain, dan Paus pun melakukan pemungutan pajak kepada rakyatnya. Namun, ketika gerakan reformasi Gereja Martin Luther tersebar luas dengan didukung oleh ke sembilan puluh lima dalilnya, maka kehidupan Paus mulai berubah. Perubahan kehidupan seorang Paus sangat terlihat dalam hal kekuasaannya. Kekuasaan seorang Paus mulai berkurang dan terbatas pada satu bidang saja, yaitu bidang keagamaan. Sedangkan kekuasaan Paus di bidang yang lain mulai memudar sedikit demi sedikit. Di dalam politik Eropa, suara seorang Paus hampir
9
Thomas Michel, op.cit., hlm. 94.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 155
sama sekali tidak didengarkan lagi. Cita-cita universal yang diinginkan Gereja Katolik Roma pada jaman sebelum reformasi Gereja sudah tergeser sama sekali oleh rasa nasionalisme yang tidak memberikan ruang gerak lagi bagi kekuatan supranasional. Dalam hal ini, peranan Gereja Katolik Roma di lapangan politik telah gulung tikar. Walaupun peranan Gereja Katolik Roma di lapangan politik hampir tidak terlihat lagi, namun hal itu hanya sedikit merugikan Gereja Katolik Roma, sebab dengan adanya permasalahan tersebut, maka Gereja Katolik Roma lebih mampu memusatkan perhatian kepada tugas kerohanian dengan caracara yang lebih sempurna.10 3. Muncul Teologi Kontroversiil Bellarminus
merupakan
orang
pertama
yang
memunculkan
teologi
kontroversiil. Ia seorang biarawan yang berasal dari Ordo Yesuit. Teologi kontrversiil ini merupakan cabang baru ilmu teologi dan menjadi ciri khas yang menyelubungi Gereja Katolik Roma akibat gerakan reformasi Gereja Martin Luther. Ilmu teologi kontroversiil ini disibukkan dengan cara polemik untuk mengalahkan pendapat-pendapat Protestan. Kepustakaan yang sangat luas membuktikan bahwa teologi berkembang dengan pesat. Teologi ini mencari hubungan dengan Thomisme secara kritis, serta menggunakan metode-metode ilmiah Humanisme, studi Alkitab modern, dan penyelidikan historis.11 Bellarminus sebagai reaksinya terhadap reformasi menyebabkan sifat yuridis dan sentralisme Gereja Katolik menjadi lebih jelas lagi. Bellamirnus memberikan sebuah rumusan definisi mengenai Gereja yaitu himpunan orang yang 10 11
W.L. Helwig, op.cit., hlm. 176. Ibid., hlm. 177.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 156
dipersatukan oleh pengakuan iman Kristiani yang sama serta penerimaan sakramen-sakramen yang sama, di bawah bimbingan gembala-gembala yang sah dan terutama di bawah satu wakil Kristus: Paus di Roma. Juga ke lima pasal dari “controverise generales”, Bellamirnus memberi gambaran Gereja yang sama: 1) Sabda Allah; 2) Kristus, kepala seluruh Gereja; 3) Paus, kepala Gereja yang berjuang; 4) Gereja baik dalam konsili maupun dalam penyebaran di seluruh dunia 5) Para anggota Gereja berjuang; rohaniwan, biarawan, awam. Dengan Bellarminus, mulailah Gereja Katolik berusaha untuk memperlihatkan dan membuktikan bahwa Gereja Katolik Roma adalah Gereja Kristus yang sejati. Dengan demikian, Gereja menjadi suatu sistem yang berbentuk piramida, dan Gereja tidak dilihat sebagai organisme yang diirikan oleh Kristus dan yang kewibawaannya harus dipertahankan oleh Roh Kudus.12 4.
Gereja
Katolik
Roma
Melakukan
Pembaharuan
Rohani
yang
Membangkitkan Semangat Baru Bentuk kekuasaan lahir Gereja, yang kelihatan dari corak bangunan gaya Barok yang sangat megah dan mewah, kini diimbangi oleh kehidupan batin. Hal ini terlihatdari kesiapsiagaan dan kesungguhan hati para biarawan yang menganut cita-cita Ignasius, serta didukung oleh Humanisme Kristiani. Bila pikiran Gereja Katolik Roma, pada masa sebelum reformasi Gereja, sebagian besar berpusat pada misteri Allah, maka pada jaman baru ini yang menjadi pemikiran Gereja Katolik
12
T. Jacobs, Dinamika Gereja, Yogyakarta, Kanisius, 1990,, hlm. 46-45.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 157
Roma adalah misteri manusia yang menanggung beban dosa asal, namun tetap mampu mengarahkan dirinya kepada Allah.13 Setelah Konsili Trente memutuskan untuk didirikannya seminari-seminari, maka para biarawan segera melaksanakannya. Pelaksanaan ini berawal dari Ordo Yesuit untuk mendirikan seminari, maka para biarawan dari ordo lain segera mengambil bagian untuk mendirikan seminari. Kegiatan pembaruan pendidikan calon imam ini dapat terlihat jelas di Italia, yaitu Philipus Neri mendirikan sebuah Oratorium pada tahun 1560. Oratorium adalah suatu konggregasi imam yang memperluas pendidikan para calon imam. Kardinal Perancis de Berulle memasukkan Oratorium di Perancis pada tahun 1613. Tiga puluh tahun berikutnya, Yohanes Eudes dengan maksud yang sama mendirikan Konggregasi Eudis. Sementara itu Vincentus a Paulo mendirikan Konggregasi Lazaris.14 Kaum rohaniwan paroki yang dididik dengan cara serupa itu, tidak sendirian bertugas dalam mempertinggi taraf rohaniwan kaum beriman Katolik. Misi rakyat pada waktu itu timbul atas jerih payah Ordo Yesuit. Sedangkan kaum Oratorian terjun ke lapangan kerja secara langsung. Selain di bidang pendidikan para calon imam, para imam dan rohaniwan ini juga prihatin pada nasib penduduk pedesaan yang terlantar. Para imam dan para rohaniwan tersebut memberikan pembinaan pengajaran rakyat, perawatan orang sakit serta pemberian bantuan kepada orang miskin. Gereja Katolik Roma terhadap Protestantisme yang berpaham adanya takdir Allah yang mempertentangkan ketiadaan harga manusia dengan Allah yang Maha 13 14
Ibid. Ibid., hlm. 178.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 158
Kuasa, Gereja Katolik Roma mengemukakan sakramen-sakramen kepada umatnya.
Sakramen bukan sebagai hadiah bagi kebajikan yang istimewa,
melainkan sakramen itu adalah sebagai alat Allah untuk memberi pertolongan kepada kelemahan-kelemahan manusia.15
B. Dampak Reformasi Gereja bagi Eropa Reformasi Gereja yang terjadi pada tahun 1517, banyak memberikan dampak bagi perkembangan Eropa pada saat itu. Adapun dampak-dampak yang muncul dengan adanya reformasi Gereja, antara lain: 1. Bidang Agama: Di Eropa Tidak Ada Lagi Kesatuan Agama Sebelum muncul gerakan reformasi Martin Luther, negara-negara di Eropa merupakan satu kesatuan dalam bidang agama, yaitu menganut agama Katolik Roma. Namun, setelah gerakan reformasi Gereja oleh Martin Luther, maka di Eropa sudah tidak ada lagi kesatuan agama, sebab telah muncul agama-agama baru yang memiliki pandangan teologisnya sendiri. Kesatuan agama itu, kini hanya dapat ditemukan di masing-masing kerajaan atau negara.Masing-masing kerajaan ini memiliki pemimpin negara sekaligus menjadi pemimpin agama. Kesatuan politis dengan bermacam-macam agama tidak terpikirkan oleh pemimpin negara. Prinsip “Unus rex, una liex, una fides” masih menjadi prinsip dasar para pemimpin negara. Maksud dari prinsip ini adalah bahwa seseorang yang tidak mengikuti agama mayoritas akan kehilangan
15
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 159
haknya, bukan hanya hak-hak politik, tetapi juga hak-hak sipil. Penerapan prinsip dasar ini memang bervariasi, tetapi berlaku di lingkungan Katolik maupun Protestan.16 Pemerintahan dalam bentuk kerajaan hanyalah satu-satunya pemerintahan yang sah. Raja memperoleh kekuasaannya langsung dari Allah, dan hanya dari Allah. Raja adalah gambaran Allah yang hidup, duduk di atas tahta Allah, raja hanya bertanggung jawab kepada Allah. Tidak ada suatu kuasa di dunia, termasuk Paus, parlemen, atau majelis umum untuk mengintervensi. Hal yang dituntut dari bawahan raja adalah ketaatan mutlak.17 2. Bidang politik: Terjadi Perang 30 Tahun di Jerman (1618-1648) yang Membuat Seluruh Eropa Menderita Pada tahun 1555, dalam Perdamaian Augsburg, Kaisar Karel V memberikan hak kepada para pangeran untuk menentukan agama rakyat mereka, dan telah memberitakan pengakuan kepada orang Lutheran maupun Katolik, tetapi tidak mengakui Kalvinis. Kemudian pada tahun 1560, kaum Kalvinis mulai memperoleh kemenangan yang berarti, tetapi dalam banyak hal orang Protestan sendiri saling mengecam, seperti halnya antara orang Katolik dan Lutheran. Jerman yang telah terpecah dari dalam, maka Jerman terbuka bagi pengaruhpengaruh bangsa Eropa yang lain. Perang Tiga Puluh Tahun dimulai atas nama kepentingan agama, tetapi pada kenyataannya merupakan perjuangan demi kekuasaan politik. Dari satu segi, 16 17
Fl. Hasto Rosariyanto, op.cit., hlm. 28. Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 160
perang tersebut merupakan perang saudara antara orang Jerman Protestan dan Jerman Katolik. Dari segi lain, perang ini merupakan perang saudara yang dilakukan oleh para pangeran Jerman dari kedua aliran agama melawan kaisar mereka. Dari segi yang ketiga, perang ini merupakan perang internasional; Perancis menantang keluarga Habsburg, orang Spanyol berusaha sekuat tenaga mendapatkan kembali kekuasaannya atas Belanda, orang Skandinavia yang baru saja bangkit berusaha mendapatkan bagian dari wilayah benua Eropa, dan bangsabangsa yang berdiri di pinggir medan laga membantu salah satu pihak yang berperang dengan uang, tentara dan perjanjian, dan terkadang membantu pihak yang satu, kadang membantu pihak yang lain.18 Dalam pertempuran yang bersegi banyak ini pasukan dari enam kebangsaan terlibat secara aktif, yaitu Jerman, Spanyol, Perancis, Bohemia, Denmark, dan Swedia. Sedangkan pasukan yang lain, yaitu Inggris, Polandia, Skotlandia, dan Transylvania, menyediakan pasukan bayaran yang anggotanya terdiri dari orang Yunan, Turki, Italia, dan Belanda. Para jendral pasukan-pasukan itu, sering kali adalah orang oportunis yang rakus dan suka berpetualang, orang yang tidak mempunyai keyakinan agama, tanpa kesetiaan terhadap suatu negara, dan hanya menginginkan upah berupa wilayah dan kekuasaan.19 Latar belakang kekacauan ini ialah kebencian berbagai bangsa terhadap keluarga Habsburg, yang telah menguasai daerah-daerah yang berbatasan dengan semua negara di Eropa. Sejak tahun 1556, keluarga Habsburg ini terbagi menjadi dua cabang; Kaisar Karel V mewariskan Spanyol kepada putranya dan 18 19
Edith Simon dan Para Editor Putaka Time-Life, op.cit., hlm. 168. Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 161
mewariskan kekaisarannya kepada saudara laki-lakinya. Pada tahun 1619, Kaisar Habsburg, Ferdinand II merangkap menjadi Raja Bohemia, yang kebanyakan adalah kaum Lutheran. Orang-orang Bohemia mengganti kedudukan Ferdinand II dengan seorang pangeran Protestan Jerman yang masih muda. Namun, Ferdinand II dengan bantuan uang dari Paus dan pasukan dari Spanyol, mengirimkan tentara ke Bohemia untuk menyingkirkan Pangeran Jerman dan mengembalikan tahta Ferdinand II, serta untuk memulihkan agama Katolik di Jerman. Namun, keadaan semakin kacau dengan hadirnya Raja Denmark yang datang membantu Pangeran Jerman, sebab dengan memanfaatkan kekacauan yang sudah ada, Raja Denmark berharap akan memperoleh tanah bagi putranya. Dalam rangka untuk menegakkan kembali Gereja Katolik di Jerman, Kaisar mengeluarkan Surat Perintah Restitusi, yang memerintahkan agar banyak milik Gereja Katolik yang telah disita selama persengketaan sejak tahun 1552 dikembalikan. Perintah tersebut disambut dengan banyak perlawanan, tetapi pasukan kekaisaran menjaga pelaksanaan perintah tersebut. Kemudian Raja Swedia, dengan menawarkan diri kepada orang Protestan untuk menjadi penyelamat iman, bergerak memasuki Jerman.20 Dengan demikian, kekacauan internasional terus berlanjut. Demikianlah peperangan berlangsung bertahun-tahun, dan bangsa-bangsa bergantian melibatkan diri ke dalam persengketaan di tanah Jerman tersebut. Ketika masalah keagamaan mulai mereda dan perjuangan untuk kekuasaan semakin terlihat, Jerman mengalami perubahan pemikiran, di mana masalah
20
Ibid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 162
Protestan dan Katolik kehilangan maknanya yang meresahkan. Sedangkan masalah orang-orang Perancis, Swedia dan Spanyol semakin panas. Kedatangan Raja Swedia pada mulanya memberikan harapan dan keberanian bagi orang Jerman, tetapi kemudian merasa terhina oleh kehadiran seorang raja asing serta pasukan mancanegara di negeri Jerman. Kaisar Jerman memanfaatkan situasi ini dan mencari dukungan orang Jerman dari kedua aliran agama dengan menawarkan pencabutan Surat Perintah Restitusi sebagai imbalan atas bantuan mereka melawan Swedia. Kini orang Jerman Katolik dan Protestan bersekutu dengan Kaisar Katolik untuk melawan persekutuan yang terdiri dari Swedia yang Protestan dan Perancis yang Katolik. Bahkan keluarga Habsburg berbalik melawan sepupu mereka yang Katolik Spanyol, dan tidak lagi mendukung mereka melawan orang Belanda yang memberontak.21 Para pasukan yang datang silih berganti mendatangi tanah Jerman, banyak melakukan banyak tindakan keji, antara lain membunuh, merampok, membakar, meninggalkan wabah kelaparan dan wabah penyakit, menggunakan rumah-rumah penduduk sebagai markas tentara, dan menangkap wanita serta anak-anak untuk dijadikan pelayan. Pada tahun 1640, kota-kota yang ada di Jerman berubah menjadi puing-punig dan desa menjadi lenggang, jalan-jalan rusak. Penduduk terpaksa makan dengan anjing dan kuda, bahkan memakan mayat manusia. Pada tahun 1637, Kaisar Karel V wafat, dan memberikan kekaisaran yang sudah hancur kepada putranya. Orang-orang Jerman banyak menyerukan gencatan senjata, maka Kaisar
21
Ibid., hlm. 169.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 163
Jerman yang baru mulai mengadakan perundingan guna mengakhiri perang. Pada bulan Desember 1644, di kota Westphalia diadakan pertemuan yang dihadiri oleh para diplomat dari Spanyol, Perancis, Swedia, Belanda, Swiss, berbagai negara bagian Italia dan Vatikan. Para diplomat ini berdebat selama empat tahun. Barulah pada tanggal 24 Oktober 1648, Kaisar Jerman dan para diplomat ini sepakat untuk menandatangani Perdamaian Westphalia, yang menjadi penyelesaian masalah keagamaan. 22 Perdamaian Westphalia ini juga memberikan pengaruh dalam merombak peta Eropa dan memperbaharui konsep hubungan internasional. Perjanjian tersebut juga memperbaharui asas Perdamaian Augsburg yang menentukan wilayahwilayah agama, tetapi dengan mengakui aliran Kalvinis. Dan sejak saat itu, Gereja Protestan dan Katolik dimantapkan. 3. Bidang Sosial: Pengejaran Secara Gila-gilaan Terhadap Tukang Sihir Pada abad ke-15 dan awal abad ke-16, tukang sihir merupakan hal yang biasa di Eropa. Sudah tidak dipertanyakan bahwa setan ada di mana-mana, dan bahwa beberapa orang menyerah pada bujukannya serta menjual jiwa mereka kepadanya. Tujuan setan dalam jual beli yang amat menentukan ini ialah memberikan kekuatan tertentu kepada tukang sihir yang baru berlatih sehingga mereka sanggup mempengaruhi cuaca dan mencelakakan sesama orang. Kemalangankemalangan yang terjadi, seperti; tukang bir yang tertumpah, panen yang gagal,
22
Ibid., hlm. 170.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 164
bayi yang menangis terus-menerus, atau istri yang jatuh cinta kepada lelaki yang bukan suaminya. Semuanya merupakan bukti yang jelas bahwa tukang sihir sedang melakukan pekerjaan iblis. Orang mengetahui bahwa sekali-sekali para tukang sihir mengadakan pertemuan pada suatu Sabat Penyihir yang tidak senonoh. Pada saat itu, para penyihir menyembah setan dan merayakan upacara gila-gilaan bersama para pengikut setan, atau iblis-iblis kecil.23 Semangat keagamaan pada abad ke-16, terutama setelah terjadi gerakan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther maka pengejaran terhadap tukang sihir dilakukan secara gila-gilaan. Kesadaran rohani yang semakin tebal pada Zaman Reformasi telah meningkatkan kepekaan terhadap kuasa kejahatan (setan) yang selalu ada, sehingga kegilaan akan tukang sihir semakin meningkat, bencana dan malapetaka apapun menyebabkan orang mengejar tukang sihir. Oleh karena itu, orang yang satu dengan orang yang lain menjadi saling tidak percaya dan saling mencurigai. Pengejaran yang dilakukan tukang sihir ini semakin memuncak, di mana adanya
tuduhan
bila
melakukan
sihir
berarti
mendapatkan
hukuman.
Penghukuman ini memerlukan pengakuan dari orang yang dituduh sebagai tukang sihir. Cara-cara yang dilakukan untuk memaksa pengakuan dari orang yang tertuduh sebagai tukang sihir antara lain; meletakkan beban yang berat di atas dada korban hingga si tukang sihir mengaku atau mati, menusukkan jarum di bawah kuku, memasukkan kaki ke dalam api dan merentangkan tubuh di atas papan siksaan.
23
Ibid., hlm. 163.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 165
Tukang sihir yang mengaku terkadang dibebaskan sesudah dicambuki, tetapi tak jarang pula mereka dihukum mati dengan cara dibakar ke dalam api. Pada pelaksanaan hukuman, tukang sihir dibawa atau diseret menuju tiang besar yang didirikan di tempat umum dengan tumpukan kayu disekitarnya. Sementara korban yang malang dibakar, orang-orang banyak yang menonton sambil bersorak-sorak tanda setuju. Kejadian yang mengerikan terhadap para tukang sihir ini melanda sebagian besar Eropa. Perang yang bersemangat terhadap tukang sihir merupakan sebagian dari suasana penuh takhyul yang meliputi masyarakat Eropa. Kebanyakan warganya masih percaya akan hantu, ramalan, dan mantera. Tetapi sekelompok para ahli pikir pada abad ke-16, yang terpengaruh oleh semangat ingin tahu renaisance dan reformasi secara diam-diam mempelajari dunia yang benar-benar dapat mereka lihat dan mereka raba.24 4. Bidang Ekonomi: Muncul Kapitalisme sebagai Asas Perekonomian yang Dominan Reformasi yang terjadi pada abad ke-16, ternyata turut memberikan pengaruh perkembangan perekonomian di Eropa. Dengan adanya reformasi Gereja, yang semula di bidang agama yang kemudian merembet ke bidang ekonomi, telah membuka mata para penjelajah Eropa untuk memperluas cakrawala Eropa. Para penjelajah yang tidak kenal takut dari Portugis dan Spanyol membuka jalur-jalur perjalanan baru ke Timur, dan menemukan tanah-tanah baru, barang import dan kekayaan baru mulai membanjiri pasar-pasar Eropa.
24
Ibid., hlm. 165.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 166
Rempah-rempah Asia yang amat berharga, yang semula didatangkan dengan kafilah melalui Timur Dekat, kini diangkut melalui laut memutari Tanjung Harapan, dan pusat perdagangan bergeser dari pelabuhan-pelabuhan di Laut Tengah ke pelabuhan-pelabuhan di Atlantik. Muatan kapal yang paling penting pada abad ke-16 adalah perak dan emas, barang ini mengalir dalam jumlah sangat besar dari Dunia Baru jajahan Spanyol ke Pelabuhan Cadiz dan Seville. Pada tahun 1650, jumlah logam mulia di Eropa telah menjadi tiga kali lipat, dan demikian pula dengan harga-harga. Upah tidak dapat mengejar biaya hidup sehingga inflasi memukul para penerima upah maupun kaum ningrat pemilik tanah, karena harga sewa tanah telah ditetapkan oleh adat. Yang paling beruntung dalam perubahan ekonomi ialah para pedagang dan kaum wiraswasta yang melakukan usaha dengan barang dan uang. Dengan demikian, kapitalisme tumbuh semakin subur, dan dikembangkan pula praktek perbankan yang lebih baik dan teratur sehingga memungkinkan penggunaan kredit dalam jumlah besar.25
25
Ibid., hlm. 166.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB VI PENUTUP
Berdasarkan dari penelitian pustaka yang dilakukan oleh peneliti, maka hasil penelitian tentang ”Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke16” adalah sebagai berikut: 1. Keadaan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16 mengalami kekacauan dan ketidakharmonisan. Penyebab kedua hal ini adalah terjadinya krisis kewibawaan Paus (pertikaian antara Paus dengan Raja Perancis, penawanan Paus di Avignon, skisma besar Gereja Barat, munculnya gerakan konsiliarisme), terjadi krisis rohani dan merosotnya semangat keagamaan di mana kehidupan keagamaan dipengaruhi oleh gejala percaya terhadap takhayul, serta penyelewengan wewenang dalam Gereja Katolik Roma yang dikarenakan banyaknya jumlah para rohaniwan sehingga kegiatan mereka menjadi kurang, dan kurangnya pendidikan dan pengetahuan para rohaniwan. 2. Latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16, tepatnya tahun 1517 adalah karena dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud ialah bahwa di dalam diri Martin Luther terdapat keberanian dan sikap kritis yang mendorongnya untuk berani mengambil sikap dalam memprotes segala kemerosotan kehidupan rohani yang terjadi dalam Gereja Katolik Roma. Sedangkan faktor eksternal yang dimaksud ialah bahwa Martin Luther muncul sebagai reformator karena dipengaruhi oleh beberapa aspek
167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 168
kehidupan, yaitu aspek agama, sosial ekonomi, dan politik. Faktor eksternal dalam bidang agama yaitu penjualan surat indulgensia dan iman Kristiani yang makin menjauh dari Kitab Suci. Faktor
eksternal
bidang
sosial
ekonomi yaitu kehidupan mewah para rohaniwan, kepercayaan masyarakat kepada Allah merosot, dan banyaknya terjadi perbuatan tersebar di seluruh penjuru Eropa. Faktor eksternal bidang politik yaitu sikap absolutisme Paus yang menyalahgunakan wewenang kekuasaannya. 3. Antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma memiliki perbedaan mengenai pendapat masing-masing. Adapun yang menjadi perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma antara lain, berbeda mengenai pandangan dan pemahaman teologisnya, berbeda mengenai sakramen Gereja, dan berbeda mengenai hirarki yang ada dalam Gereja. Selain perbedaan, antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma terdapat persamaan dalam hal mengakui adanya Pernyataan Iman, 10 Perintah Allah, dan Doa Bapa Kami; golongan rohniwan (uskup dan imam), menghormati hari Sabat untuk memuliakan Allah, dan melakukan kegiatan misioner. 4. Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther memberikan dampak bagi Gereja Katolik Roma dan bagi Eropa. Adapun dampak yang diberikan reformasi Gereja bagi Gereja Katolik Roma antara lain; umat Katolik terpecah ke dalam kelompok-kelompok (kelompok Katolik, Lutheran, Kalvinis, Anglikan, dan Anabaptis), berkurangnya kekuasaan Paus, muncul teologi kontroversiil, serta Gereja Katolik Roma melakukan pembaharuan rohani yang membangkitkan semangat baru. Sedangkan dampak yang diberikan reformasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 169
Gereja bagi Eropa terbagi di dalam beberapa bidang yaitu; bidang agama, bidang politik, bidang sosial, dan bidang ekonomi. Dampak reformasi Gereja bagi Eropa dalam bidang agama adalah di Eropa tidak ada lagi kesatuan agama. Dampak reformasi Gereja bagi Eropa dalam bidang politik adalah dan terjadi Perang 30 Tahun di Jerman (1618-1648) yang membuat seluruh Eropa menderita. Dampak reformasi Gereja bagi Eropa dalam bidang sosial adalah pada masa itu terjadi pengejaran terhadap para tukang sihir yang dilakukan secara gila-gilaan yang menggunakan cara- cara kejam dan mengerikan. Sedangkan dampak reformasi Gereja bagi Eropa dalam bidang ekonomi adalah munculnya sistem kapitalisme sebagai asas perekoniman yang dominan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku: Berkhofer, Robert F.. 1966. A Behavioral Approach to Historical Analysis. London. Boehmer, Heinrich. 1957. Martin Luther: Road to Reformation, Muhlenberg Press, England.. Collins, Gerald O dan Edward G. Farrugia. 2000. Kamus Teologi, Kanisius, Yogyakarta. Dangun, Save M... 1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, LPKN, Jakarta. Dister, Nico Syukur. 2004. Teologi Sistematika 1: Allah Penyelamat, Kanisius, Yogyakarta. __________. 2004. Teologi Sistematika 2: Ekonomi Keselamatan, Kanisius, Yogyakarta. Djohan Effendi. 1991. Agama-agama Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Eddy Kristiyanto. 2003.
Visi Historis Komprehensif
Sebuah Pengantar,
Kanisius, Yogyakarta. __________. 2004. Reformasi dari dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern, Kanisius, Yogyakarta. Embuiru, H.. 1961. Gereja Sepanjang Masa, Nusa Indah, Denpasar. Gootschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terj), Universitas Indonesia Press, Jakarta. Grosshans, Hans Peter. 2001. Luther, Kanisius, Yogyakarta.
170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 171
Haikal, H.. 1989. Renaissance dan Reformasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Hale, John R. dan Para Editor Pustaka Time-Life. 1984. Abad Besar Manusia: Zaman Renaissance, Tira Pustaka, Jakarta. Helwig, W.L.. 1974. Sejarah Gereja Kristus: Jilid 2, Kanisius, Yogyakarta. Heuken, Adolf. 2004. Ensiklopedi Gereja Jilid III, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. ____________. 2005. Ensiklopedi Gereja Jilid VII, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. ____________. 2005. Ensiklopedi Gereja Jilid VIII, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. ____________. 2002. Spiritualittas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. ____________. 1989. Jalan Perkembangan Agama Kristen, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta. Jacobs, T.. 1990. Dinamika Gereja, Kanisius, Yogyakarta. ___________. 1990. Ignasius dan Kontra-Reformasi, dalam Majalah Rohani. Keene, Michael. 2006. Kristianitas, Kanisius, Yogyakarta. Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta. Kupper, Adam dan Jessica Kupper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Edisi Kedua, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta. Laarhoven, Kleopas. 1977. Gereja Abadi, Offset, Gunungsitoli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 172
Liardon, Roberts. 2006. Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Metanoia, Jakarta. Luther, Martin. 1971. Martin Luther: Kebebasan Seorang Kristen (terj), Depot Buku Methodist, Pematang Siantar. ___________. 1994. Katekismus Besar Martin Luther (terj.), BPK Gunung Mulia, Jakarta. ___________. 1957. Luther’s Works Volume 40: Church and Ministry, Mulenberg Press, Philadelphia. ___________. The Later Years and Legacy, dalam Christian History Magazine 12,no. 3, vol. 39. ___________. 1960. Three Treatises, Fortress Press, Philadelphia. Martasudjita, E.. 2003. Sakramen-sakramen Gereja, Kanisius, Yogyakarta. Michel, Thomas. 2001. Pokok-pokok Iman Kristiani, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Nicholas,
Margareth dan Eddy Soetrisno. 2003. Seratus Tokoh Besar yang Membentuk Sejarah Dunia, Intimedia dan Ladang Pustaka, Jakarta.
Nuzurul Zuriah. 2006. Metodologi Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi, Bumi Aksara, Jakarta. Plano, Jack C.. 1985. Kamus Analisa Politik, CV Rajawali, Jakarta. Rausch, Thomas P.. 2001. Katolisisme: Teologi Bagi Kaum Awam, Kanisius, Yogyakarta. Rosariyanto, Fl. Hasto. 2001. Sejarah Gereja Umum II, Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 173
Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Gramedia, Jakarta. Simon, Edith dan Para Editor Pustaka Time-Life. 1980. Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi, Tira Pustaka, Jakarta. Tanner, Norman P.. 2003. Konsili-konsili Gereja Sebuah Sejarah Singkat, Kanisius, Yogyakarta. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. ____________. 1983. Kamus Bahasa Indonesia Jilid II, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Wellem, F.D.. 1993. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja. BPK Gunung Mulia, Jakarta. ____________. 1994. Kamus Sejarah Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Sumber Internet: Dian, “Pemisahan Diri Luther dari Roma” dalam http://www.dianweb.org/buku/ luther/htm/ , 8 September 2007. Eddy Peter Purwanto, “Gereja Reformasi: Masih Perlukah Direformasi?” dalam http://www.lrii.org/artikel.php?id., 8 September 2007. Jalal,“Reformasi dan Tafsir Ibrani” dalam http://www.jalal_center.com/index.php ?option=com_content&taks=view&id=110, 10 April 2007. Nicko Hosea Layantara, “Kisah Nyata Martin Luther” dalam http://rinascente.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 174
tripod.com/kumpulan_journey2004/martinluther.htm., 10 April 2007 NN, “Gereja Lutheran” dalam http://www.gpdiworld.us/isi/others/sejarahgereja .htm., 8 September 2007. Tim Wikipedia, “Martin Luther” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/martin_luther. 10 April 2007.
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 175
Lampiran 1
Gambar wajah Martin Luther
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther, 10 April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 176
Lampiran 2
Gambar wajah kedua orang tua Martin Luther
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther, 10 April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 177
Lampiran 3
The 95 Theses Martin Luther
Out of love for the truth and the desire to bring it to light, the following propositions will be discussed at Wittenberg, under the presidency of the Reverend Father Martin Luther, Master of Arts and of Sacred Theology, and Lecturer in Ordinary on the same at the place. Wherefore he requests that those who are unable to be present and debate orally with us, may do so by letter. In the Name our Lord Jesus Christ. Amen.
1. Our Lord and Master Jesus Christ, when He said Poenitentiam agite, wiled that the whole life of believers should be repentance. 2. This word cannot be understood to mean sacramental penance, i.e., confession and satisfaction, which is administered. 3. Yet it means not inward repentance only; nay, there is no inward repentance which does not outwardly work divers mortifications on the flesh. 4. The penalty (of sin), therefore, continues so long as hatred of self continues; for this is the true inward repentance, and continues until our entrance into the kingdom of heaven. 5. The pope does not intend to remit, and cannot remit any penalties other than those which he has imposed either by his own authority or by that of the Canons. 6. The pope cannot remit any guilt, except by declaring that it has been remitted by God and by assenting to God’s remission; though, to be sure, he may grant remission in cases reserved to his judgment. If his right to grant remission in such cases were despises, the guilt would remain entirely unforgiven. 7. God remits guilt to no one whom He does not, at the same time, humble in all things and bring into subjection to His vicar, the priest. 8. The penitential canons are imposed only on the living, and, according to them, nothing should be imposed on the dying.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 178
9. Therefore the Holy Spirit in the pope is kind to us, because in his decrees he always makes exception of the article of death and of necessity. 10. Ignorant and wicked are the doings those priests who, in the case of the dying, reserve canonical penances for purgatory. 11. This changing of the canonical penalty to the penalty of purgatory is quite evidently one of the tares that were sown while the bishops slept. 12. In former times the canonical penalties were imposed no after, but before absolution, as tests of true contrition. 13. The dying are freed by death from all penalties; they are already dead to canonical rules, and have a right to be released from them. 14. The imperfect health (of soul), that is to say, the imperfect love, of the dying brings with it, of necessity, great fear; and the smaller the love, the greater is the fear. 15. This fear and horror is sufficient of itself alone (to say nothing of other things) to constitute the penalty of purgatory, since it is very near to the horror of despair. 16. Hell, purgatory, and heaven seem to differ as do despair, almost-despair, and the assurance of safety. 17. With souls in purgatory it seems necessary that horror should grow less and love increase. 18. It seems unproved, either by reason or Scripture, that they are outside the state of merit, that is to say, of increasing love. 19. Again, it seems unproved that they, or at least that all of them, are certain or assured of their own blessedness, though we may be quite certain of it. 20. Therefore by “full remission of all penalties” the pope means not actually “of all”, but only of those imposed by himself. 21. Therefore those preachers of indulgences are in error, who say that by the pope’s indulgences a man is freed from every penalty. 22. Whereas he remits to souls in purgatory no penalty which, according to the canons, they would have had to pay in this life.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 179
23. If it is at all possible to grant to any one the remission of all penalties whatsoever, it is certain that this remission can be granted only to the most perfect, that is, to the very fewest. 24. It must needs be, therefore, that the greater part of the people are deceived by that indiscriminate and highsounding promise of release from penalty. 25. The power which the pope has, in a general way, over purgatory, is just like the power which any bishop or curate has, in a special way, within his own diocese or parish. 26. The pope does well when he grants remission to souls (in purgatory), not by the power of the keys (which he does not possess), but by way of intercession. 27. They preach man who say that so soon as the penny jingles into the moneybox, the soul flies out (of purgatory). 28. It is certain that when the penny jingles into the money-box, gain and avarice can be increased, but the result of the intercession of the Church is in the power of God alone. 29. Who knows whether all the souls in purgatory wish to be bought out of it, as in the legend of St. Severinus and Paschal. 30. No one is sure that his own contrition is sincere; much less that he has attained full remission. 31. Rare as is the man that is truly penitent, so rare is also the man who truly buys indulgences, i.e., such men are most rare. 32. They will be condemned eternally, together with their teachers, who believe themselves sure of their salvation because they have letters of pardon. 33. Men must be on their guard against those who say that the pope’s pardons are that inestimable gift of God by which man is reconciled to Him; 34. For these “graces of pardon” concern only the penalties of sacramental satisfaction, and these are appointed by man. 35. They preach no Christian doctrine who teach that contrition is not necessary in those who intend to buy souls out of purgatory or to buy confessionalia. 36. Every truly repentant Christian has a right to full remission of penalty and guilt, even without letters of pardon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 180
37. Every true Christian, whether living or dead, has part in all the blessings of Christ and the Church; and this is granted him by God, even without letters of pardon. 38. Nevertheless, the remission and participation (in the blessing of the Church) which are granted by the pope are in no way to be despised, for they are, as I have said, the declaration of divine remission. 39. It is most difficult, even for the very keenest theologians, at one and the same time to commend to the people the abundance of pardons and (the need of) true contrition. 40. True contrition seeks and loves penalties, but liberal pardons only relax penalties and cause them to be hated, or at least, furnish an occasion (for hating them). 41. Apostolic pardons are to be preached with caution, lest the people may falsely think them preferable to other good works of love. 42. Christians are to be taught that the pope does not intend the buying of pardons to be compared in any way to works of mercy. 43. Christians are to be taught that he who gives to the poor or lends to the needy does better work than buying pardons; 44. Because love grows by works of love, and man becomes letter; but by pardons man does not grow better, only more free from penalty. 45. Christians are to be taught that he who sees a man in need, and passes him by, and gives (his money) for pardons, purchases not the indulgences of the pope, but the indignation of God. 46. Christians are to be taught that unless they have more than they need, they are bound to keep back what is necessary for their own families, and by no means to squander it on pardons. 47. Christians are to be taught that the buying of pardons is a matter of free will, and not of commandment. 48. Christians are to be taught that the pope, in granting pardons, needs, and therefore desires, their devout prayer for him more than the money they bring.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 181
49. Christians are to be taught that the pope’s pardons are useful, if they not put their trust in them; but altogether harmful, if through them they lose their fear of God. 50. Christians are to be taught that if the pope knew the exactions of the pardonpreaches, he would rather than St. Peter’s church should go to ashes, than that it should be built up with the skin, flesh and bones of his sheep. 51. Christians are to be taught that it would be the pope’s wish, as it is his duty, to give of his own money to very many of those from whom certain hawkers of pardons cajole money, even though the church of St. Peter might have to be sold. 52. The assurance of salvation by letters of pardon is vain, even though the commissary, nay, even though the pope himself, were to stake his soul upon it. 53. They are enemies of Christ and of the pope, who bid the Word of God be altogether silent in some Churches, in order that pardons may be preached in others. 54. Injury is done the Word of God when, in the same sermon, an equal or a longer time is spent on pardons that on this Word. 55. It must be the intention of the pope that if pardons, which are a very small thing, are celebrated with one bell, with single processions and ceremonies, then the Gospel, which is the very greatest thing, should be preached with a hundred bells, a hundred processions, a hundred ceremonies. 56. The “treasures of the Church”, out of which the pope grants indulgences, are not sufficiently named or known among the people of Christ. 57. That they are not temporal treasures is certainly evident, for many of the vendors do not pour out such treasures so easily, but only gather them. 58. No are they the merits of Christ and the Saints, for even without the pope, these always work grace for the inner man, and the cross, death, and hell for the outward man. 59. St. Lawrence said that the treasures of the Church’s poor, but he spoke according to the usage of the word in his own time.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 182
60. Without rashness we say that the keys of the Church, given by Christ’s merit, are that treasure; 61. For it is clear that for the remission of penalties and of reserved cases, the power of the pope is of itself sufficient. 62. The true treasure of the Church is the Most Holy Gospel of the glory and the grace of God. 63. But this treasure is naturally most odious, for it makes the first to be last. 64. On the other hand, the treasure of indulgences is naturally most acceptable, for it makes the last to be first. 65. Therefore the treasures of the Gospel are nets with which they now fish or the riches of men. 66. The treasures of the indulgences are nets with which they now fish for the riches of men. 67. The indulgences which the preachers cry as the “greatest graces” are known to be truly such, in so far as they promote gain. 68. Yet they are in truth the very smallest graces compared with the grace of God and the piety of the Cross. 69. Bishops and curates are bound to admit the commissaries of apostolic pardons, with all reverence. 70. But still more are they bound to strain all their eyes and attend with all their ears, lest these men preach their own dreams instead of the commission of the pope. 71. He who speaks against the truth of apostolic pardons, let him be anathema and accursed! 72. But he who guards against the lust and license of the pardon-preachers, let him be blessed! 73. The pope justly thunders against those who, by any art, contrive the injury of the traffic in pardons. 74. But much more does he intend to thunder against those who use the pretext of pardons to contrive the injury of holy love and truth.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 183
75. To think the papal pardons so great that they could absolve a man even if he had committed an impossible sin and violated the Mother of God-this is madness. 76. We say, on the contrary, that the papal pardons are not able to remove the very least of venial sins, so far as its guilt is concerned. 77. It is said that even St. Peter, if he were now pope, could not bestow greater graces; this is blasphemy against St. Peter and against the pope. 78. We say, on the contrary, that even the persent pope, and any pope at all, has greater graces at his disposal; to wit, the Gospel, powers, gifts of healing, etc., as it is written in I Corinthians xii. 79. To say that the cross, emblazoned with the papal arms, which is set up (by the preachers of indulgences), is of equal worth with the Cross of Christ, is blasphemy. 80. The bishops, curates and the theologians who allow such talk to be spread among the people, will have an account to render. 81. This unbridled preaching of pardons makes it not easy matter, even for learned men, to rescue the reverence due to the pope from slander, or even from the shrewd questionings of the laity. 82. To wit:--“Why does not the pope empty purgatory, for the sake of holy love and of the dire need of the souls that are there, if he redeems an infinite number of souls for the sake of miserable money with which to build a Church? The former reasons would be most just; the latter is most trivial”. 83. Again:--“Why are mortuary and anniversary masses for the dead continued, and why does he not return or permit the withdrawal of the endowments founded on their behalf, since it is wrong to pray for the redeemed?” 84. Again:--“What is this new piety of God and the pope, that for money they allow a man who is impious and their enemy to buy out of purgatory the pious soul of a friend of God, and do not rather, because of that pious and beloved soul’s own need, free it for pure love’s sake?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 184
85. Again:--“Why are the penitential cannons long since in actual fact and through disuse abrogated and dead, now satisfied by the granting of indulgences, as though they were still alive and in force?” 86. Again:--“Why does not the pope, whose wealth is to-day greater than the riches of the richest, build just this one church of St. Peter with his own money, rather than with the money of poor believers?” 87. Again:--“What is it that the pope remits, and what participation does he grant to those who, by perfect contrition, have a right to full remission and participation?” 88. Again:--“What greater blessing could come to the church than if the pope were to do a hundred times a day what he now does once, and bestow on every believer these remissions and participations?” 89. “Since the pope, by his pardons, seeks the salvation of souls rather than money, why does he suspend the indulgences and pardons granted heretofore, since these have equal efficacy?” 90. To repress these arguments and scruples of the laity by force alone, and not to resolve them by giving reasons, is to expose the church and the pope to the ridicule of their enemies, and to make Christians unhappy. 91. If, therefore, pardons were preached according to the spirit and mind of the pope, all these doubts would be readily resolved; nay, they would no exist. 92. Away, then, with all those prophets who say to the people of Christ, “Peace, peace”, and there is no peace! 93. Blessed be all those prophets who say to the people of Christ, “Cross, cross”, and there is no cross. 94. Christians are to be exhorted that they be diligent in following Christ, their Head, through penalties. 95. And thus be confident of entering into heaven rather through many tribulations, than trough the assurance of peace.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 185
terjemahan 95 Dalil Martin Luther
Atas kecintaan dan kepedulian akan kebenaran, dan dengan tujuan untuk mencapainya, hasil-hasil pemikiran berikut ini akan menjadi bahan dari sebuah diskusi publik di Wittenberg yang akan dipimpin oleh Pastor Martin Luther, Augustian, Magister Artium, Magister Theologi, dan dosen theologi di tempat tersebut. Ia juga meminta siapa pun yang tidak dapat hadir dalam perdebatan tersebut secara lisan dapat juga mendebat secara tertulis. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Amin.
1. Ketika Tuhan dan Rabi Kita Yesus Kristus Berkata,”Bertobatlah”,Dia Menghendaki agar seluruh kehidupan kaum beriman menjadi pertobatan. 2. Kata ini tidak bisa dianggap mengacu pada sakramen pengampunan dosa (yakni pengakuan dan penebusan dosa) yang dilakukan oleh para imam. 3. Lagi pula artinya tidak hanya terbatas pada pertobatan dalam hati seseorang, karena tidak ada pertobatan batiniah yang tidak disertai dengan tanda-tanda yang kelihatan dalam berbagai bentuk penyangkalan daging. 4. Selama kebencian akan diri sendiri tetap ada (pertobatan batiniah yang sejati), hukuman atas dosa berlangsung terus, yakni sampai kita memasuki kerajaan surga. 5. Paus tidak mempunyai keinginan ataupun kuasa untuk mengurangi hukuman selain daripada yang telah dijatuhkan menurut kebijakannya sendiri ataupun menurut hukum gereja. 6. Paus tidak dapat mengampuni kesalahan, tetapi hanya menyatakan dan meneguhkan bahwa kesalahan itu telah diampuni oleh Allah, atau, paling jauh, ia dapat mengampuninya dalam hal-hal yang berada di bawah tanggung jawabnya. Kecuali untuk hal-hal tersebut, kesalahan tetap tidak diampuni. 7. Allah tidak pernah mengampuni kesalahan seseorang tanpa, pada saat yang bersamaan, membuatnya tunduk dengan penuh kerendahan hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 186
8. Dogma-dogma penebusan dosa hanya berlaku bagi manusia yang masih hidup, dan, menurut dogma-dogma itu sendiri, tidak satu pun yang berlaku bagi orang yang sudah meninggal dunia. 9. Oleh karena itu, Roh Kudus, yang bekerja di dalam diri Paus, menunjukkan kebaikan kepada kita, karena ternyata peraturan-peraturan Paus selalu berhenti berlaku pada saat kematian, atau pada orang yang tengkuk dan keras hati. 10. Merupakan tindakan yang salah, akibat ketidaktahuan, bila imam-imam tettap memberlakukan hukuman berdasarkan hukum gereja pada orang yang meninggal dunia yang berada di dalam api penyucian. 11. Bila hukuman berdasarkan hukum gereja diubah dan diberlakukan pada api penyucian, itu jelas adalah benih lalang yang ditaburkan ketika para uskup sedang tidur. 12. Pada masa yang lalu, hukuman berdasarkan hukum gereja dijatuhkan bukan setelah, melainkan sebelum absolusi (penghapusan dosa oleh imam setelah pengakuan dosa) dinyatakan; dan dimaksudkan untuk menguji adanya penyesalan yang sungguh-sungguh. 13. Kematian membebaskan orang dari semua hukuman; mereka bahkan sudah mati terhadap hukum-hukum gereja, dan tidak lagi terikat olehnya. 14. Kesalehan atau kasih yang tidak sempurna dalam diri orang yang akan meninggal dunia pasti disertai dengan ketakutan yang hebat, dan semakin kecil kasi, semakin besar ketakutan itu. 15. Ketakutan atau kengerian ini saja cukup (tanpa menyebutkan hal-hal yang lain) untuk menunjukkan api penyucian, karena itu sudah sangat mendekati kengerian akibat tidak adanya harapan. 16. Tampaknya ada perbedaan yang sama antara neraka, api penyucian, dan surga seperti antara tanpa-harapan, ketidakpastian, dan kepastian akan keselamatan. 17. Sesungguhnya, penderitaan jiwa-jiwa dalam api penyucian seharusnya berkurang dan kemurahan meningkat secara proposional. 18. Selain itu, tampaknya tidak terbukti, berdasarkan alasan atau ayat mana pun, bahwa jiwa-jiwa tersebut berada di luar keadaan diberkati, atau tidak dapat bertumbuh dalam anugerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 187
19. Dan juga, tampaknya tidak terbukti bahwa mereka selalu merasa yakin dan percaya akan keselamatan, meskipun kita sendiri sangat yakin akan hal itu. 20. Karena itu, Paus, ketika berbicara tentang “penghapusan total semua hukuman” bukan memaksudkan “semua” dalam arti sesungguhnya, melainkan hanya yang dijatuhkan olehnya saja. 21. Sebab itu, para pengkhotbah indulgensi keliru ketika mereka mengatakan bahwa dengan indulgensi Paus seseorang dibebaskan dan diselamatkan dari segala hukuman. 22. Tentu saja, ia tidak dapat menghapuskan hukuman jiwa di dalam api penyucian yang oleh hukum gereja dinyatakan harus dijalani dalam hidup ini. 23. Jika memang mungkin memberikan penghapusan total kepada seseorang, pasti hanya kepada yang paling sempurna, yaitu kepada yang sangat sedikit. 24. Jika demikian, berarti bahwa sebagian besar orang telah tertipu oleh janji pembebasan dari hukuman yang tidak membeda-bedakan dan tidak mulukmuluk itu. 25. Kuasa yang sama seperti yang Paus jalankan secara umum atas api penyucian dijalankan secara khusus oleh setiap uskup dalam keuskupannya dan iman dalam wilayah keimamamnya. 26. Paus berbuat benar bila ia memberikan pengurangan hukuman kepada jiwajiwa di dalam api penyucian melalui doa syafaat atas nama mereka, dan bukan dengan kuasa kunci-kunci (yang tidak dimilikinya). 27. Tidak ada otoritas ilahi untuk mengkhotbahkan bahwa begitu uang bergemerincing di dalam peti, jiwa di dalam api penyucian pun bebas. 28. Yang mungkin adalah bahwa, ketika uang bergemerincing di dalam pei, ketamakan dan kerakusan bertambah; tetapi hasil dari doa syafaat gereja tergantung pada kehendak Allah. 29. Siapa yang tahu apakah semua jiwa di dalam api penyucian mau dilepaskan mengingat apa yang dikatakan oleh St. Severinus dan St. Paskal? 30. Tidak ada orang yang yakin tentang realitas penyesalannya sendiri, apalagi bahwa ia mendapat pengampunan total.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 188
31. Orang yang membeli indulgensi dengan sungguh-sungguh sama jarangnya dengan orang yang sungguh-sungguh menyesal (benar-benar amat jarang). 32. Semua orang yang percaya bahwa mereka memiliki kepastian keselamatan melalui surat indulgensi, akan dihukum selama-lamanya, bersama-sama dengan guru-guru mereka. 33. Kita harus benar-benar waspada terhadap mereka yang mengatakan bahwa indulgensi Paus adalah karunia ilahi yang tidak ternilai, dan bahwa dengannya manusia diperdamaikan dengan Allah. 34. Karena pengampunan yang diberikan oleh indulgensi-indulgensi tersebut hanya berhubungan dengan hukuman-hukuman dari “penebusan” sakramental yang ditetapkan oleh manusia. 35. Adalah tidak sesuai dengan doktrin Kristiani untuk mengkhotbahkan dan mengajarkan bahwa mereka yang menebus jiwa-jiwa dari api penyucian atau membeli izin-izin pengakuan dosa tidak perlu bertobat dari dosa-dosa mereka sendiri. 36. Setiap orang Kristen yang sungguh-sungguh bertobat, akan menikmati pengampunan total atas hukuman dan kesalahan, dan ini diberikan kepadanya tanpa surat indulgensi. 37. Seorang Kristen sejati, hidup atau mati, memperoleh berkat dari Kristus dan gereja; dan ini dianugerahkan oleh Allah meski tanpa surat pengampunan dosa. 38. Tetapi, pengampunan dan dispensasi Paus sama sekali tidak boleh dipandang rendah, karena sebagaimana telah dikatakan, hal-hal itu mendeklarasikan pengampunan ilahi. 39. Sangat sulit, bahkan bagi para ahli teologi yang paling terpelajar untuk memuji di depan umat tentang rahmat besar yang terkandung dalam indulgensi, sementara pada waktu yang sama, memuji pertobatan sebagai suatu kebajikan. 40. Seorang pendosa yang sungguh-sungguh menyesa akan mencari, dan sangat menginginkan hukuman atas dosa-dosanya; sedangkan banyaknya indulgensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 189
menumpulkan hati nurani manusia, dan cenderung membuat mereka membenci hukuman. 41. Indulgensi Paus hanya boleh dikhotbahkan dengan sangat berhati-hati, supaya orang tidak memperoleh pengertian yang keliru, dan menganggapnya lebih baik daripada perbuatan-perbuatan baik lainnya, yaitu perbuatan-perbuatan kasih. 42. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa Paus sama sekali tidak bermaksud agar pembelian indulgensi disebandingkan dengan cara apa pun dengan perbuatan-perbuatan kasih. 43. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa kalau seseorang memberikan sesuatu kepada orang miskin, atau meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkannya, ia berbuat lebih baik, ketimbang kalau ia membeli surat indulgensi. 44. Oleh karena perbuatan kasih, kasih bertambah dan manusia bertambah baik, hanya saja lebih bebas dari hukuman. 45. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa ia yang melihat orang yang memerlukan bantuan tetapi tidak berbuat apa-apa, meskipun ia membayar uang untuk surat indulgensi, tidak memperoleh manfaat apapun dari pengampunan Paus, tetapi hanya mendatangkan murka Allah. 46. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa, kecuali jika mereka mempunyai lebih daripada yang mereka butuhkan, mereka harus menyimpan apa yang dibutuhkan untuk keluarga mereka sendiri, tidak menghamburhamburkannya untuk surat indulgensi. 47. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa pembelian surat indulgensi bersifat sukarela, dan tidak ada kewajiban untuk melakukannya. 48. Patutlah kepada orang-orang Kristeb diajarkan bahwa Paus dalam memberikan indulgensi, lebih membutuhkan dan lebih menginginkan doa yang tulus bagi dirinya ketimbang uang yang mereka bawa. 49. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa indulgensu Paus hanya berguna jika orang tidak bergantung padanya, tetapi teramat berbahaya jika melaluinya orang kehilangan rasa takut mereka akan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 190
50. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa jika Paus mengetahui pemerasan yang dilakukan oleh para penghotbah indulgensi, ia lebih memilih gerea St. Petrus jadi abu, ketimbang gereja itu dibangun dengan kulit, daging dan tulang domba-dombanya. 51. Patutlah kepada orang-orang Kristen diajarkan bahwa Paus akan bersedia, sebagaimana seharusnya jika diperlukan untuk menjual gereja St. Petrus, dan memberikan pula uangnya sendiri kepada banyak dari mereka yang telah ditipu uangnya oleh para pedagang pengampunan dosa. 52. Kepastian keselamatan dengan surat-surat pengampunan dosa adalah sia-sia, meskipun Paus sendiri mempertaruhkan nyawanya demi keabsahan surat-surat tersebut. 53. Mereka yang melarang sama sekali firman Allah dikhotbahkan di beberapa gereja dengan tujuan agar indulgensi dapat dikhotbahkan di gereja-gereja lain adalah musuh-musuh Kristus dan Paus. 54. Firman Allah dirugikan jika dalam khotbah yang sama, waktu yang sama atau lebih panjang digunakan untuk indulgensi daripada untuk firman itu. 55. Haruslah menjadi keinginan Paus bahwa jika indulgensi (urusan-urusan yang sangat sepele) dirayakan dengan satu lonceng, satu prosesi, atau satu upacara, maka Injil (urusan yang amat penting) harus dikhotbahkan dengan iringan seratus lonceng, seratus prosesi, dan seratus upacara. 56. Perbendaharaan gereja, di mana Paus membagikan indulgensi kurang dibicarakan atau diketahui di antara umat Kristus. 57. Bahwa perbendaharaan tersebut tidak bersifat sementara adalah jelas dari fakta bahwa banyak para pedagang yang tidak memberikannya dengan bebas, tetapi hanya mengumpulkannya. 58. Bukan pula kebajikan Kristus dan para orang kudus, karena tanpa Paus pun, kebajikan-kebajikan tersebut selalu mengerjakan anugerah di dalam manusia batiniah, dan mengerjakan Sali, kematian, dan neraka di dalam manusia jasmaniah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 191
59. St. Lauerensius mengatakan bahwa kaum miskin adalah perbendaharaan gereja, tetapi ia menggunakan istilah itu sesuai dengan kebiasaan pada zamannya. 60. Kita tidak gegabah bila mengatakan bahwa kunci-kunci gereja yang dilimpahkan oleh kebajikan Kristus adalah perbendaharaan itu. 61. Karena jelas bahwa untuk pengurangan hukuman dan kasus-kasus khusus, kuasa Paus sendiri cukup. 62. Perbendaharaan sejati gereja ialah Injil yang Mahasuci tentang kemuliaan dan rahmat Allah. 63. Tetapi, perbendaharaan ini tentu saja sangat tidak disukai, karena membuat yang pertama menjadi yang terakhir. 64. Sebaliknya, perbendaharaan indulgensi tentu saja yang paling dapat diterima, karena membuat yang terakhir menjadi yang pertama. 65. Oleh karena itu, perbendaharaan Injil merupakan jala yang dahulu kala mereka gunakan untuk menjala orang-orang kaya. 66. Perbendaharaan indulgensi adalah jala yang sekarang mereka gunakan untuk menjala kekayaan orang. 67. Surat-surat indulgensi yang para pedagang teriakkan sebagai “anugerah yang terbesar”, dianggap sebagai sebenarnya, sebuah cara favorit untuk mendapatkan uang; 68. Namun, hal itu tidak dapat dibandingkan dengan anugerah Allah serta kasih yang dibuktikan melalui salib. 69. Para uskup dan rekan-rekannya berkewajiban untuk menerima para pengawas indulgensi Paus dengan penuh hormat. 70. Tetapi, mereka lebih berkewajiban lagi untuk mengawasi dengan ketat serta mengikuti dengan cermat agar orang-orang itu tidak berbuat sesuka hati mereka, dan melakukan apa yang ditugaskan oleh Paus. 71. Terkutuklah orang yang mengingkari sifat rasuli dari indulgensi; 72. Sebaliknya, diberkatilah orang yang berhati-hati terhadap kesewenangwenangan
serta
pengampunan dosa.
kebebasan
dari
perkataan-perkataan
pedagang
surat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 192
73. Dengan cara yang sama, Paus sepantasnya mengucilkan mereka yang berusaha untuk merusak proses jual-beli indulgensi. 74. Terlebih lagi, agar sesuai dengan pandangan-pandangannya, mengucilkan mereka yang menggunakan dalih indulgensi untuk merencanakan sesuatu yang merusak kasih dan kebenaran yang suci. 75. Adalah bodoh untuk menganggap bahwa indulgensi Paus memiliki kuasa yang begitu besar sehingga dapat membebaskan seseorang, bahkan jika ia telah melakukan dosa yang tidak dapat diampuni dan menghina ibu Tuhan. 76. Kami menyatakan yang sebaliknya, dan menegaskan bahwa penghapusan dosa dari Paus tidak dapat menghapus dosa-dosa yang teringan sekalipun sejauh menyangkut rasa penyesalan. 77. Bila dikatakan bahwa St. Petrus pun, jika ia adalah Paus sekarang tidak dapat memberikan anugerah yang lebih besar, itu adalah penghujatan terhadap St. Petrus dan Paus. 78. Kami menyatakan yang sebaliknya, dan menegaskan bahwa ia dan Paus manapun juga memiliki anugerah-anugerah yang lebih besar, yakni Injil, kuasa rohani, karunia untuk menyembuhkan, dan lain-lain sebagaimana dinyatakan dalam 1 Korintus 12. 79. Mengatakan bahwa salib yang dihiasi simbol kepausan mempunyai nilai yang sama dengan salib Kristus adalah penghujatan. 80. Para uskup, rekan-rekan mereka, serta para teolog yang membiarkan kabar semacam
itu
sampai
tersebar
di
antara
umat
harus
mau
mempertanggungjawabkannya. 81. Khotbah yang tidak terkendali tentang indulgensi membuat orang-orang yang terpelajar menjadi sulit untuk menjaga respek terhadap Paus atas tuduhantuduhan palsu, atau paling tidak dari kecaman-kecaman tajam kaum awam. 82. Mereka menanyakan, misalnya, mengapa Paus tidak mengosongkan api penyucian demi kasih (hal yang paling suci) dan karena kebutuhan yang utama dari jiwa mereka? Hal ini secara moral akan merupakan yang terbaik dari segala alasan. Sementara itu, ia melepaskan banyak sekali jiwa demi uang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 193
suatu hal yang paling tidak abadi demi untuk membangun gereja St. Petrus, sebuah tujuan yang sangat tidak penting. 83. Lagi, mengapa misa penguburan dan hari peringatan bagi yang meninggal dunia terus dilakukan? Dan mengapa Paus tidak mengembalikan atau mengizinkan untuk dikembalikan sumbangan yang dikumpulkan untuk tujuantujuan tersebut bila berdoa bagi yang sudah ditebus adalah salah? 84. Lagi, apakah ini adalah jenis belas kasihan yang baru dari Allah dan Paus, di mana orang yang tidak beriman, seorang musuh Allah diperkenankan membayar uang untuk membebaskan dari api penyucian satu jiwa orang beriman, seorang sahabat Allah, sementara jiwa yang saleh dan dicintiai itu tidak boleh dilepaskan tanpa pembayaran, demi kasih, dan semata-mata karena kebutuhannya akan penebusan? 85. Lagi, mengapa hukum-hukum gereja tentang penebusan dosa yang sebenarnya, entah tidak dipraktekkan, atau pada hakekatnya sudah lama usang dan mati? Mengapa itu sekarang masih digunakan untuk menerapkan hukuman berupa uang, melalui pemberian indulgensi, seolah-olah semua hukum tentang pertobatan itu masih sepenuhnya berlaku? 86. Lagi, karena penghasilan Paus sekarang lebih besar daripada yang terkaya dari orang-orang kaya, mengapa ia tidak membangun Gereja St. Petrus dengan uangnya sendiri, bukan dengan uang orang-orang percaya yang miskin? 87. Lagi, apa yang Paus ampuni atau bebaskan dari orang-orang yang dengan pertobatan mereka yang sempurna mempunyai hak untuk memperoleh pengampunan atau dispensasi total? 88. Lagi, tentunya akan lebih baik bagi gereja jika Paus memberikan pengampunan dan dispensasi tersebut, tidak sekali seperti sekarang, tetapi seratus kali sehari, untuk kebaikan setiap orang-orang percaya yang miskin? 89. Jika Paus melalui indulgensi menginginkan keselamatan jiwa-jiwa, bukan uang, lalu mengapa ia menangguhkan surat-surat serta indulgensi yang sebelumnya, padahal itu mempunyai pengaruh yang sama? 90. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah masalah hati nurani yang serius bagi kaum awam. Membungkamnya secara paksa saja, dan tidak menyelesaikannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 194
dengan memberi alasan-alasan, berarti membiarkan gereja dan Paus menjadi bahan tertawaan musuh-musuh mereka, dan membuat umat Kristen tidak bahagia. 91. Oleh karena itu, kalau saja indulgensi dikhotbahkan sesuai dengan roh dan pikiran Paus, semua keraguan ini akan dengan mudah diatasi, dan tentunya tidak ada lagi. 92. Maka, tidak ada lagi nabi-nabi yang berkata kepada umat Kristus, “Damai sejahtera! Damai sejahtera!”, tetapi tidak ada damai sejahtera. 93. Salam kepada semua nabi yang berkata kepada umat Kristus, “Salib, salib”, tetapi tidak ada salib. 94. Setiap orang Kristen harus disadarkan agar tekun dalam mengikut Kristus, sang kepala, meski harus menempuh siksa, kematian, dan api neraka. 95. Dan dengan demikian, mereka lebih yakin akan memasuki pintu surga melalui berbagai penderitaan ketimbang melalui suatu jaminan perdamaian yang palsu.
Sumber: Roberts Liardon, 2006, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Jakarta, Metanoia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 195
Lampiran 4
KItab Suci yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman
Sumber: http;//en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther, 10 April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 196
Lampiran 5
Tempat Martin Luther mendapatkan pengalaman menaranya
Sumber: http;//en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther, 10 April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 197
Lampiran 6
Pintu Gereja Witttenberg, di pintu inilah Martin Luther menempelkan ke 95 tesisnya
Sumber: http;//en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther, 10 April 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 198
Lampiran 7
Pernyataan Iman (Kredo)
Aku percaya akan Allah, Bapa yang mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putranya yang tunggal, Tuhan kita, Yang dikandung dari Roh Kudus, Dilahirkan oleh Perawan Maria, Yang menderita sengsara dalam pemerintahan Ponsius Pilatus, Disalibkan, wafat dan dimakamkan, Yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati, yang naik ke surga, Duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa, Dari sittu Ia akan datang mengadili orang yang hidup dan yang mati, Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, Persekutuan para kudus, Pengampunan dosa, Kebangkitan badan, Kehidupan kekal, Amin
Sumber: Michael Keene, 2006, Kristianitas, Yogyakarta, Kanisius..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 199
Lampiran 8
10 Perintah Allah
1. Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku. 2. Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu dengan tidak hormat. 3. Ingatlah dan kuduskanlah hari libur Allah. 4. Hormatilah ayah ibumu. 5. Jangan membunuh. 6. Jangan berzinah. 7. Jangan mencuri. 8. Jangan mengucap saksi dusta tentang sesamamu. 9. Jangan mengingini rumah sesamamu. 10. Jangan
mengingini
istrinya,
hambanya
laki-laki
atau
hambanya
perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dimiliki sesamamu.
Sumber: Martin Luther, 1994, Katekismus Besar Martin Luther, Jakarta, BPK Gunung Mulia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 200
Lampiran 9
Doa Bapa Kami
Bapa kami yang ada di surga, Dikuduskanlah nama-Mu, Datanglah kerajaan-Mu, Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga, Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, Dan ampunilah kami, akan kesalahan kami, Seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami, Janganlah membawa kami ke dalam percobaan, Tetapi bebaskanlah kami daripada yang jahat, Amin.
Sumber: Martin Luther, 1994, Katekismus Besar Martin Luther, Jakarta, BPK Gunung Mulia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 201
Lampiran 10a
Makna Lambang Lutheran: Salib digambarkan di atas hati, keduanya terletak pada bunga mawar Palestina. Bunga mawar itu adalah suatu symbol dari Mesias. Lingkaran sekeliling pertanda untuk kekekalan. Seluruhnya gambar pada lambing menandai kepercayaan akan Tuhan.(Secara puisi Martin Luther menuliskan: Hati orang Kristen bersandar pada bunga mawar, sambil di bawah salib, hati berteduh)
Sumber: Martin Luther, 1971, Kebebasan Seorang Kristen terj., Jakarta, Depot Buku-buku Methodist, hlm. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 202
Lampiran 10b
Peta penyebaran agama akibat reformasi gereja yang dilakukan oleh Martin Luther pada tahun 1517 Sumber: http://www.altavista.com/image/results?itag=ody&q=reformation+europe&mik=p hoto&mik=graphic&mip=all&mis=all&miwxh=all, 26 November 2007.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 203
SILABUS BERBASIS KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Mata Pelajaran Satuan pendidikan Kelas, Semester Tahun pelajaran Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat, serta pengaruh yang ditimbulkan di berbagai daerah. (Penyebaran agama Kristiani)
: Sejarah : SMP : VIII / 1 : 2007/ 2008 : Memahami proses kebangkitan nasional.
Materi Pokok
Penyebaran agama Kristen oleh Martin Luther yang mereformasi Gereja pada abad ke-16.
Indikator
Mendeskripsikan keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16.
Pengalaman Belajar
Siswa dapat mendeskripsikan keadaan Gereja Katolik pada abad ke16 melalui studi pustaka dan diskusi kelompok.
Penilaian Jenis tagihan Non tes
Bentuk tagihan • Laporan hasil diskusi (untuk siswa)
• Lembar observasi (untuk guru).
Waktu
Sumber bahan
Contoh tagihan • Siswa menyerahkan laporan hasil diskusi tentang bagaimana keadaan Gereja Katolik pada abad ke16. • Lihat lembar observasi tentang aktivitas siswa selama pembelajaran (RPP).
2x 45 menit
H. Embuiru, 1961, Gereja Sepanjang Masa, Denpasar, Nusa Indah. W.L. Helwig, 1974, Sejarah Gereja Kristus: Jilid 2, Yogyakarta, Kanisius.
Hans Peter Grosshans, 2001, Luther, Yogyakarta, Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 204
Menyebutkan faktor-faktor penyebab Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (15171546).
Siswa dapat menyebutkan faktorfaktor penyebab Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 melalui studi pustaka, diskusi kelompok, dan presentasi.
Non tes
• Laporan hasil diskusi (untuk siswa).
• Lembar observasi (untuk guru).
Membandingkan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik Roma.
Siswa dapat membandingkan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik Roma melalui studi pustaka, eksplorasi internet, diskusi kelompok, dan presentasi.
Non tes
• Laporan hasil diskusi (untuk siswa).
• Siswa menyerahkan laporan hasil diskusi tentang faktor-faktor penyebab Martin Luther menjadi reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16. • Lihat lembar observasi tentang aktivitas siswa selama pembelajaran (RPP). • Siswa menyerahkan laporan hasil diskusi tentang perbandingan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik
Roberts Liardon, 2006, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Jakarta, Metanoia. Michael Keene, 2006, Kristianitas, Yogyakarta, Kanisius. Martin Luther, 1994, Katekismus Besar Martin Luthe (terj), Jakarta, BPK Gunung Mulia. Adolf Heuken, 2004, Ensiklopedi Gereja Jilid VII, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka Edith Simon dan Para Editor Pustaka Time-Life, 1980, Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 205
• Lembar observasi (untuk guru)
Menganalisis dampak reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik Roma dan bagi Eropa.
Siswa dapat menganalisis dampak reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik Roma dan bagi Eropa melalui studi pustaka, diskusi kelompok, eksplorasi internet, dan presentasi.
Non Tes
• Laporan hasil diskusi (untuk siswa).
• Lembar observasi (untuk guru
Roma. • Lihat lembar observasi tentang aktivitas siswa selama pembelajaran (RPP). • Siswa menyerahkan laporan hasil diskusi tentang dampak reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik Roma dan bagi Eropa. • Lihat lembar observasi tentang aktivitas siswa selama pembelajaran( RPP).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 206
Menyimpulkan dan merefleksikan pelajaran penting yang bisa diambil dari peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16.
Mengetahui, Kepala Sekolah
Karsosastro Utomo
Menyimpulkan dan merefleksikan pelajaran penting yang bisa diambil dari peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke16 melelui studi pustaka, eksplorasi internet, diskusi kelompok, dan presentasi..
Tes
Tertulis
Jelaskan peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16!
Yogyakarta,17 Desember 2007 Guru Mata Pelajaran
Elisabeth Ramadi Martine
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 207
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Nama Sekolah
: SMP
Mata Pelajaran
: Sejarah
Kelas/Semester
: VIII/I
Alokasi Waktu
: 2 X 45 Menit
___________________________________________________________________________________________________________ A. Standar Kompetensi Memahami proses kebangkitan nasional. B. Kompetensi Dasar Menjelaskan proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat, serta pengaruh yang ditimbulkan di berbagai daerah. (Penyebaran agama Kristiani) C. Indikator •
Mendeskripsikan keadaan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16.
•
Menyebutkan faktor penyebab Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (1517-1546).
•
Membandingkan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik Roma.
•
Menganalisis dampak reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik dan bagi Eropa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 208
D. Materi Pokok Penyebaran agama Kristen oleh Martin Luther sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. E Langkah Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan a. Guru mengabsen siswa satu persatu. b. Guru melakukan tanya jawab seputar hal yang berkaitan dengan Martin Luther, reformasi, dan Gereja. c. Guru mendeskripsikan secara singkat bahan ajar yang dipelajari. 2. Kegiatan Inti a. Siswa dibagi ke dalam kelompok dan setiap kelompok terdiri 4 siswa, dan diberi nomor 1 sampai 4. b. Setiap siswa dalam kelompok tersebut diberi permasalahan yang berbeda. Permasalahan kelompok 1: Bagaimanakah keadaan Gereja Katolik Roma pada abad ke-16 ? Permasalahan kelompok 2: Jelaskan faktor yang menyebabkan Martin Luther menjadi reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 ! Permasalahan kelompok 3: Buatlah bagan perbandingan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik Roma! Permasalahan kelompok 4: Jelaskan dampak-dampak dari reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan bagi Eropa! c. Setiap siswa membahas permasalahan yang menjadi tugasnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 209
d. Setiap siswa yang membahas masalah yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan masalah mereka. e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian menyampaikan kepada temanteman satu kelompoknya tentang masalah yang mereka kuasai. f. Guru memberi klarifikasi dan penguatan. 3. Kegiatan Akhir a. Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang diajarkan selama pelajaran berlangsung. b. Guru memberikan tambahan nilai (bonus nilai) kepada kelompok yang memperoleh hasil baik. c. Guru mengadakan refleksi dengan meminta pendapat siswa tentang cara belajar hari ini, bertanya jawab untuk pemahaman hasil belajar. F. Media dan Sumber Belajar 1. Media Handout, foto kopi, buku paket, gambar, peta, floppy disc. 2. Sumber Belajar Embuiru, H, 1961, Gereja Sepanjang Masa, Denpasar, Nusa Indah. Grosshans, Hans Peter, 2001, Luther, Yogyakarta, Kanisius. Heuken, Adolf, 2004, Ensiklopedi Gereja Jilid VII, Jakarta, Cipta Loka Caraka. Helwig, W.L., 1974, Sejarah Gereja Kristus Jilid 2, Yogyakarta, Kanisius. Keene, Michael, 2006, Kristianitas, Yogyakarta, Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 210
Liardon, Roberts, 2006, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman, Jakarta, Metanoia. Luther, Martin, 1994, Katekismus Besar Martin Luther (terj), Jakarta, BPK Gunung Mulia. Simon, Edith dan Para Editor Pustaka Time-Life, 1980, Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi, Jakarta, Tira Pustaka. G. Penilaian 1. Penilaian Proses Alat penilaian
: Lembar observasi tentang aktivitas siswa selama di kelas.
Bentuk
: Format penilaian.
Kegiatan yang Oriendiamati
tasi
Menge-
Kerja
Presen-
Penga-
Tangga-
muka-
sama
tasi
juan
pan per- gung
hasil
perta-
tanyaan
kan penda-
Tang-
jawab
nyaan
pat Nama Skala Nilai 1. 2. 3. 4.
Dst.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Jumlah
Kete-
skor
rangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 211
Keterangan skala nilai:
4 = Sangat Baik
2 = Cukup
3 = Baik
1 = Kurang
2. Penilaian Hasil Alat penilaian
: Non Tes.
Bentuk penilaian : Laporan Hasil Diskusi. Butir soal :1. Bagaimana keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16? 2. Sebut dan jelaskan faktor pendorong Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16! 3. Buatlah bagan perbandingan pendapat antara Martin Luther dan Gereja Katolik Roma! 4. Sebut dan jelaskan dampak dari reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan Eropa! Alat penilaian
: Tes.
Bentuk penilaian : Tertulis Butir soal
: Jelaskan peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16!!
Yogyakarta, 17 Desember 2007 Mengetahui, Kepala Sekolah
Karsosastro Utomo
Guru Bidang Studi
Elisabeth Ramadi Martine