PERANAN LAPAROSKOPI PADA PENDERITA INFERTILITAS WANITA
Ronny Ajartha, Ronny Siddik, Delfi Lutan, T.M Ichsan Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN Infertilitas adalah bila terjadinya kehamilan setelah menikah selama 1 tahun atau lebih, sedangkan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur dan tanpa adanya kontrasepsi.
Bila infertilitas tanpa adanya kehamilan sebelumnya disebut infertilitas primer, tetapi bila infertilitas ini terjadi pada pasangan yang sebelumnya sudah pernah hamil disebut infertilitas sekunder.
WHO (1984) menyatakan bahwa pasangan suami istri infertilitas kurang lebih 10-15% dari pasangan usia subur (PUS). Bila di Indonesia saat ini terdapat 25 juta PUS, maka berarti terdapat 2,5-4 juta pasangan yang mengalami infertilitas.
Penyebab infertilitas dapat berasal dari pihak istri maupun suami atau keduanya. Penyebab dari pihak suami 36% dan 64% dari pihak istri. Dari pihak istri penyebabnya adalah dari faktor tuba (15%), ovarium (21%), endometriosis (8%), faktor vagina, serviks dan endometrium (8%), faktor psikogenik(8%) dan faktor idiopatik (15-25%), sedangkan
dari pihak suami sebagian besar penyebabnya adalah oligozoosperma. Sedangkan penyebab endokrinologik baik pada suami maupun pada istri sebesar 15-20% dan penyebab imunologihanya sekitar 2%.
Insiden infertilitas berkisar 10-15% dari pasangan usia subur. Insidensi fertilitas meningkat sejak 40 tahun terakhir ini. Sumapraja, dalam penelitiannya mendapatkan insiden infertilitas sebesar 10-20% dari PUS. Sedangkan Southan, menyebutkan insiden infertilitas sebesar 10-25% dari PUS.
Secara statistik penyebab pasangan infertil dari faktor suami 36% dan dari faktor istri 64%. Dari pihak istri penyebabnya adalah : faktor ovarium 21%, faktor tuba 15%, endometriosis 8%, vagina, serviks, endometrium 8%, faktor endokrin 14-20%, faktor psikologi 5%, dan faktor psikologi 5%, dan faktor immunologi 2%.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang secara deskriptif dengan pendekatan ”longitudinal study”, yaitu untuk menilai faktor-faktor yang berperan dalam infertilitas wanita dan tindakan korektif yang dilakukan selama laparoskopi bila ditemukan kelainan. Penelitian ini dilakukan dibagian obstetri dan ginekologi FK-USU RSUP H. Adam Malik Medan dan RSIA Rosiva Medan dengan waktu penelitian dilakukan selama satu tahun yang dimulai pada tanggal 01 januari 2004 sampai 31 desember 2004.
Populasi penelitian adalah seluruh wanita infertil yang mengikuti tindakan Laparaskopi di RSUP.H.Adam Malik Medan dan RSIA Rosiva Medan.
Kriteria Penerimaan Pada penelitian ini adalah wanita infertil dengan kondisi sebagai berikut: a. Dianjurkan menjalani laparaskopi 1. Riwayat operasi pelvik maupun abdomen sebelumnya. 2. Di curigai menderita endometriosis secara klinis dan pada pemeriksaan USG menunjukkan hasil yang tidak jelas. 3. Pasien infertilitas pada pemeriksaan USG dan HSG memberikan hasil yang kurang jelas. 4. Pernah menderita pelvic inflamatory disease (PID). 5. Pasien Unexplained infertility. b. Usia < 40 tahun. c. Infertil > 1 tahun. d. Analisa suami dalam batas normal.
Kriteria Penolakan a. Kontraindikasi tindakan laparaskopi 1. Massa yang besar di rongga abdomen atau pelvis. 2. Penyakit jantung berat. 3. Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil. 4. Penderita obstruksi saluran cerna.
5. Adanya parut bekas operasi yang multipel. 6. Penderita obesitas. 7. Adanya infeksi kulit abdomen. 8. Peritonitis yang menyeluruh. 9. Pasien dengan penyakit kronik. 10. Penyakit jantung iskhemik,diskarasia dan adanya gangguan koagulasi. b. Analisa sperma suami abnormal. c. Gagal tindakan laparaskopi. d. Tidak bersedia mengikuti penelitian.
Cara kerja adalah sebagai berikut : 1. Kasus yang memenuhi kriteria penelitian memberi persetujuan secara tertulis. 2. Sebelum dilakukan tindakan laparoskopi pasien telah mengalami pemeriksaan dasar infertilitas mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan ginekologi dan analisa sperma. 3. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir penelitian dan disimpan sebagai berkas data komputer, dan selanjutnya dianalisa menggunakan perangkat lunak statistik secara deskriptif.
HASIL PENELITIAN Penelitian ini berlangsung mulai tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2004. Dijumpai 118 kasus yang memenuhi kriteria penerimaan. Dari 118 kasus infertil yang memenuhi kriteria penerimaan (118 kasus ditangani dengan laparoskopi diagnostik dan 87 dengan laparoskopi operatif), dijumpai 26 kasus yang berhasil hamil berdasarkan pemeriksaan βHCG urin. Dari 26 kasus tersebut dijumpai 3 kasus mengalami keguguran, 1 kasus mengalami kehamilan ektopik terganggu, 11 kasus telah melahirkan aterm, 1 kasus prematur, dan 10 kasus sedang hamil.
•
KARAKTERISTIK KASUS 1. Umur Tabel I. Sebaran menurut umur penderita. Umur (tahun)
n
%
20 – 24
12
10,2
25 – 29
51
43,2
30 – 34
53
44,9
35 – ≤40
2
1,7
118
100,0
Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebaran usia yang paling sering dijumpai adalah usia antara 30-34 tahun yaitu sebesar 53 kasus (44,9%). Pada penelitian ini juga dijumpai usia minimum adalah 22 tahun dan usia maksimum adalah 38 tahun dengan usia rata-rata adalah 28,90 ± 3,4 tahun.
2. Tingkat Pendidikan Tabel II. Sebaran menurut tingkat pendidikan penderita. Tingkat pendidikan
n
%
SLTA
47
39,8
D3
21
17,8
S1
47
39,8
S2
3
2,6
118
100,0
Jumlah
Pada penelitian ini tingkat pendidikan yang paling sering dijumpai adalah SLTA dan S1 masing-masing sebesar 47 kasus (39,8%).
3. Lama infertilitas Tabel III. Sebaran menurut lamanya menderita infertilitas. Lama infertilitas
n
%
(tahun) 2
1
0,8
3
18
15,3
4
23
19,5
5
26
22,0
6
16
13,6
7
12
10,2
8
8
6,8
9
7
5,9
7
5,8
118
100,0
≥ 10 Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa lama infertilitas yang paling sering dijumpai adalah 5 tahun yaitu sebesar 26 kasus (22,0%), sedangkan lama infertilitas ≥ 10 tahun dijumpai sebesar 7 kasus (5,8%).
4. Jenis Infertilitas Tabel IV. Sebaran penderita berdasarkan jenis infertilitas. Jenis infertilitas
n
%
Primer
90
76,3
Sekunder
28
23,7
118
100,0
Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jenis infertilitas yang paling sering dijumpai adalah infertilitas primer yaitu sebesar 90 kasus (76,3%) dan infertilitas sekunder sebesar 28 kasus (23,7%).
5. Keluhan klinis Tabel V. Sebaran penderita berdasarkan keluhan klinis. Keluhan klinis
n
%
Keputihan
23
19,5
Gangguan haid
24
20,3
Nyeri haid
21
17,8
Nyeri perut gangguan bawah
7
5,9
Benjolan di perut
9
7,6
Tidak ada keluhan
34
28,8
118
100,0
Jumlah
Dari tabel diatas dapat dipilih sebaran penderita infertilitas berdasarkan pemeriksaan klinis yang paling sering dijumpai adalah tidak adanya keluhan yaitu
sebesar 34 kasus (28,8%), diikuti oleh gangguan haid yaitu sebesar 24 kasus (20,3%).
Tabel VI. Sebaran penyebab infertilitas berdasarkan laparoskopi. Penyebab infertilitas
n
%
Endometriosis
34
28,8
Kista dermoid
4
3,4
15
12,7
9
7,6
PCO
10
8,5
Perlekatan
18
15,3
Tidak terjelaskan
28
23,7
Jumlah
118
100,0
Tuba Mioma uteri
Pada penelitian ini penyebab inferilitas yang paling sering dijumpai adalah adanya endometriosis yaitu sebesar 34 kasus (28,8%), diikuti oleh penyebab yang tidak terjelaskan sebesar 28 kasus (23,7%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Moeloek FA dimana yang paling sering dijumpai adalah faktor tuba sebesar 30-50%.
6. Jenis Tindakan Tabel VII. Sebaran jenis tindakan laparoskopi operatif yang dilakukan. Jenis tindakan
n
%
Pembesaran perlekatan
60
41,4
Pengangkatan kista
23
15,9
Ablasi endometriosis
34
23,4
Drilling PCO
10
6,9
Miomektomi
8
5,5
Perbaikan tuba
10
6,9
Jumlah
145
100,0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tindakan laparoskopi yang paling sering dilakukan adalah pembebasan perlekatan sebanyak 60 kasus (41,4%), dan pada penelitian ini terdapat beberapa pasien yang mendapat lebih dari satu tindakan.
Tabel VIII. Sebaran jenis laparoskopi yang dilakukan. Jenis Laparoskopi Laparoskopi diagnostik Laparoskopi operatif
n
%
118
100,0
87
73,7
Pada penelitian ini dijumpai jenis laparoskopi yang paling banyak dilakukan adalah laparoskopi diagnostik yaitu sebesar 118 kasus (100,0%). Dilaporkan juga ada 87 kasus (73,7%) yang dilakukan penanganan dengan laparoskopi diagnostik yang berakhir dengan laparoskopi operatif.
•
UJI HASIL PENELITIAN a. Keberhasilan hamil Tabel IX. Sebaran kehamilan setelah tindakan laparoskopi Kelangsungan kehamilan
n
%
Hamil
26
22,0
Tidak hamil
92
78,0
Jumlah
118
100,0
Pada penelitian ini dijumpai angka keberhasilan hamil setelah dilakukan tindakan laparoskopi adalah sebesar 26 kasus (22%), masing-masing 5 kasus (19,2%) setelah dilakukan tindakan laparaskopi diagnostik saja tanpa diikuti tindakan laparaskopi operatif dan 21 kasus (80,8%) setelah dilakukan tindakan laparaskopi operatif.
Tabel X. Sebaran kehamilan menurut penyebeb infertilitas Penyebab infertilitas
n
%
11
42,3
Tuba
4
15,4
Mioma uteri
4
15,4
PCOS
2
7,7
Perlekatan
1
3,8
Tidak terjelaskan
4
15,4
26
100,0
Endometriosis
Jumlah
Pada penelitian ini dijumpai angka keberhasilan hamil menurut penyebab infertilitas yang paling sering ditemukan adalah endometriosis yaitu sebesar 11 kasus (42,3%), 6 kasus diantaranya telah melahirkan dan 5 kasus sedang hamil. Dari faktor tuba, mioma uteri dan kasus yang tidak terjelaskan dijumpai masingmasing 4 kasus (15,4%) yang berhasil hamil. Dari kasus PCOS dijumpai 2 kasus (7,7%) dan perlekatan dijumpai 1 kasus (3,8%).
Tabel XI. Sebaran kelangsungan kehamilan setelah tindakan laparaskopi. Kelangsungan kehamilan
n
%
Keguguran
3
11,6
Kehamilan ektopik
1
3,8
Sedang hamil
10
38,5
Melahirkan aterm
11
42,3
1
3,8
26
100,0
Melahirkan prematur Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka kelangsungan kehamilan setelah tindakan laparaskopi adalah sebesar 26 kasus. Diantaranya 11 kasus (42,3%) berhasil melahirkan aterm sedangkan melahirkan prematur dan kehamilan ektopik dijumpai masing-masing 1 kasus (3,8%).
b. Rata-rata waktu menjadi hamil Tabel XII. Sebaran rata-rata waktu menjadi hamil setelah tindakan laparaskopi. Lama waktu (bulan)
n
%
1
8
30,8
2
6
23,1
3
3
11,5
4
2
7,7
5
1
3,8
>6
6
23,1
26
100,0
Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebaran waktu untuk menjadi hamil yang paling sering dijumpai adalah 1 bulan yaitu sebesar 8 kasus (30,8%) dari penanganan dan tindakan laparaskopi operatif.
Tabel XIII. Sebaran rata-rata komplikasi operasi pada tindakan laparaskopi. Komplikasi
n
%
Hematoma subkutis
5
4,2
Meteorismus
2
1,7
Tidak ada
111
94,1
Jumlah
118
100,0
Dari 118 kasus yang dilakukan pada penelitian ini dijumpai 111 kasus tidak ada komplikasi. Komplikasi yang paling sering dijumpai adalah adanya hematoma subkutis sebesar 5 kasus (4,2%) dan adanya meteorismus sebesar 2 kasus (1,7%). Tidak dijumpai komplikasi yang berarti pada penelitian ini.
KESIMPULAN 1. Pada penelitian ini dijumpai bahwa faktor penyebab infertilitas yang terbanyak adalah endometriosis dan faktor perlekatan tuba. Tindakan yang terbanyak dilakukan adalah pembebasan perlekatan diikuti oleh ablasi endometriosis 2. Pada penelitian ini dilakukan laparoskopik diagnostik sebanyak 118 kasus, dan 87 kasus dilanjutkan dengan laparoskopi operatif 3. Pada penelitian ini dijumpai 26 kasus yang dapat hamil, terdapat 5 kasus yang dapat hamil dengan laparoskopi diagnostik tanpa diikuti tindakan laparoskopi operatif
KEPUSTAKAAN 1. Bayer R.S, Alper. M, Penzias SA. Handbook of infertility. A practical guide for practitioners who care for infertile couples, The Parthenon Publishing Group Inc. USA, 2002: 1 – 23. 2. Rowe J, Comhaire HF, Hargreave BT, Mellows JH. WHO manual for the standardized investigation and diagnosis of the infertile couple. Published on behald of the world Health organization by Cam bridge university press 1993: 1 – 20. 3. Baziad.A.Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, Media Aesculapius, FK UI, 2003 : 158 – 166. 4. Diamond PM, Poland LM. Laparoskopi dan Histeroskopi diagnostic dan operatif. Dalam Buku Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Editor Decherney. H, Poland LM, Lee DR, Boyers PS. Alih bahasa Dr. Wijaya Kesuma, penerbit Binapura Aksara Jakarta 1997: 122 – 130. 5. Nezhat. C, Siegler A, Seidman D, Luciano A. Laparoscopic Treatment of Endometriosis in : Operatif Gynecologic Laparoscopy Principles and Techniques, second Ed, McGraw-Hill Medical Published USA, 2000: 169 – 185. 6. Hasson MH, Laparoscopic Myomectomi In : Endoscopic Management of Gynecologic Disease David A, Martin Editors, Lippincott – Raven Publishers. Philadelphia – New York, 1996: 199 – 210. 7. Jaroslav JM, Diagnostic Laparoscopy in primary and secondary infertility. Journal of Assited Reproduction and Genetic. Vol 16 (8), 1999: 454 – 455.
8. Karande CV, Role of Routine diagnostic laparoscopy in investigation of infertility. Journal of Assisted Reproduction and Genetic vol 16 (8), 1999: 399 – 401.