PERANAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI AGAMA DAN MORAL PADA ANAK USIA DINI AGUS FAISAL ABSTRAK Pendidikan nilai-nilai agama dan moral pada program PAUD merupakan fondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Dalam penelitian ini rumusan masalah yang penulis ajukan yaitu: “ Bagaimanakah Peranan Guru dalam Mengembangkan Nilai-nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan guru dalam mengembangkan Nilai-nilai Agama dan Moral anak usia dini di Taman Kanak-Kanak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses dan memposes pengertian dan pemahaman yang mendalam dan individu, kelompok dan situasi. Subyek dalam penelitian ini tenaga pendidik/guru di Taman KanakKanak. Kata Kunci: Peran Guru, Nilai Agama dan Moral Anak A. PENDAHULUAN Pendidikan nilai-nilai agama dan moral pada program PAUD merupakan fondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan moral . Nilai-nilai luhur ini pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila lainnya dalam Pancasila. Menurut Kohlberg perkembangan nilai-nilai agama dan moral anak usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang paling dasar. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai agama dan moral (secara kokoh). Namun sebagian anak usia PAUD ada yang sudah memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam merespons lingkungannya (positif dan negatif). Misalkan ketika guru atau orang tua mentradisikan atau membiasakan anakanaknya untuk berperilaku sopan seperti mencium tangan orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam ketika akan berangkat dan pulang sekolah, dan contoh-contoh positif lainnya maka dengan sendirinya perilaku seperti itu akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga menjadi suatu kebiasaan mereka sehari-hari. Demikian pula sebaliknya kalau kebiasaan
1
negatif itu dibiasakan kepada anak maka perilaku negatif itu akan terinternalisasi pula dalam dirinya. Sedangkan Goods dalam Sjarkawi menyatakan bahwa “pendidikan nilai-nilai agama dan moral dapat dilakukan secara formal maupun insidental, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah”. Akan tetapi Durkheim
menekankan agar pendidikan nilai-nilai agama dan moral
dipindahkan dari lingkungan rumah ke sekolah karena sekolah mempunyai tugas khusus dalam hal pendidikan. Menurut Badru Zaman, prinsip-prinsip pembinaan prilaku nilai-nilai agama dan moral anak usia dini sebagai berikut: 1. Guru menciptakan hubungan yang baik dan akrab sehingga tidak ada kesan bahwa guru adalah figur yang menakutkan. 2. Guru senantiasa bersikap dan bertingkah laku yang dapat dijadikan contoh/teladan bagi anak. 3. Memberikan kesempatan kepada anak untuk membedakan dan memilih mana prilaku yang baik dan mana yang tidak baik, guru sebagai pembimbing hanya mengaahkan dan menjelaskan akibat-akibatnya. 4. Dalam memberikan tugas kepada anak agar diusahakan berupa ajakan dan perintah bahasa yang baik. 5. Agar anak mau berprilaku sesuai yang diharapkan guru memberkan rangsangan (motivasi) dan bukan paksaan. 6. Apabila anak yang berprilaku berlebihan, hendaknya guru berusaha untuk mengendalikan tanpa emosi 7. Terhadap anak yang menunjukan perilaku bermasalah, peran guru adalah sebagai pembimbing dan bukan penghukum. 8. Pelaksanaan program pembentukan perilaku bersifat luwes/fleksibel. Untuk mengembangkan nilai-nilai agama dan moral anak dapat di pergunakan metodemetode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang di dasari oleh nilai-nilai agama dan moral, dan moralitas agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Dalam rangka membimbing perkembangan nilai-nilai agama dan moral anak usia dini, sebaiknya guru taman kanak-kanak memiliki upaya-upaya sebagai berikut : 1. Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam prilaku atau bertutur kata. 2
2. Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata krama atau berbudi pekerti luhur. 3. Mengembangkan nilai-nilai tentang nilai-nilai agama dan moral kepada anak, baik melalui pemberian infomasi, atau melalui cerita, seperti tentang : riwayat orang-orang yang baik, dunia binatang yang mengisahkan tentang nilai kejujuran, kedermawanan, kesetia kawanan, atau kerajinan. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan upaya-upaya penerapan perkembangan nilainilai agama dan moral diatas peran guru dapat dilakukan dengan penyajian yang tepat. Dengan adanya kurikulum, guru akan terbantu dalam upaya pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan karakter siswa, sehingga pembelajaran tidak selamanya klasikal, tetapi sesuai dengan irama perkembangan individu/kelompok siswa, sehingga strategi belajar dengan modul atau pemberian tugas bisa dilaksanakan dengan mudah. Di samping itu, kurikulum akan membantu para guru dalam mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan baik evaluasi proses atau evaluasi hasil pembelajaran. Oleh kerena itu kurikulum sangat bermanfaat bagi guru, kerena akan membantu mereka dalam merancang dan mengorganisasi kopetensi apa yang akan dilatihkan, strategi dan metode apa yang akan dipilih, media dan sumber apa yang akan digunakan, pengalaman dan hasil belajar apa yang akan dimiliki para siswanya. Pengembangan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggukan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis, keteladanan, informal, dan agamis. Beberapa progam yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan prilaku moral anak diantaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan progam pembiasaan lainnya. Guru sebagai pekerja profesional dituntut untuk mampu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi hasil usahanya sendiri dengan sebaik-baiknya. Guru adalah orang tua kedua bagi anak-anak di sekolah. Sejak dini guru hendaknya selalu berupaya mengembangkan nilai-nilai agama dan moral anak, karena anak memerlukan sosok seorang guru. Anak adalah amanat Allah yang harus kita jaga dan kita didik agar menjadi anak dapat dibanggakan oleh semua orang, setiap orang menyadari bahwa Allah memerintahkan kepada hamban-Nya untuk mengembangkan amanat-Nya dengan baik.
3
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, ada beberapa indikator pencapaian yang harus dicapai dalam pendidikan nilai-nilai agama dan moral bagi anak usia dini sebagai berikut: 1. Anak mampu mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya 2. Anak mampu meniru gerakan beribadah 3. Anak mampu mengucapkan doa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu 4. Anak mampu mengenal perilaku baik/sopan dan buruk. 5. Anak mampu membiasakan diri berperilaku baik. Dari penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa peranan guru yang harus dilakukan adalah memberi contoh nyata dalam proses belajar mengajar sehari-hari kepada anak untuk bersikap dan berprilaku baik terhadap orang lain, membiasakan mengucap dan menjawab salam agar anak meniru dan terbiasa mengucap/menjawab salam, guru akan melarang anak jika berprilaku tidak baik serta memberi pengertian bahwa perkataan atau perbuatan tidak baik akan merugikan orang lain, namun sebaliknya guru akan memberi penghargaan berupa pujian terhadap anak yang berbuat kebikan. Terbentuknya pribadi anak tergantung dengan upaya yang dilakukan guru dalam proses pengembangan nilai-nilai agama dan moral melalui pembiasaan. Sebagai pendidik kita harus menjaga amanat yang diberikan oleh Allah SWT, Amanat untuk mengajarkan, mengarahkan, membimbing dan mengembangkan anak ke arah yang lebih baik. Anak murid juga termasuk amanat yang harus dijaga oleh seorang guru. Ilmu yang berguna untuk anak adalah bukti bahwa kita tidak melalaikan amanat yang diberi Allah. Termasuk dengan mengembangkan nilai-nilai agama dan moral, bukti bahwa seorang pendidik menjaga amanat yang diberikan. B. Tinjauan Teori Nilai-nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini 1. Pengertian Nilai-nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini Agama adalah aturan dan wahyu Tuhan yang sengaja diturunkan agar manusia hidup teratur, damai, sejahtera, bermartabat, dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Ajaran agama juga berisi seperangkat norma yang akan menghantarkan manusia pada suatu peradaban masyarakat madani. Dengan demikian eksistensi agama merupakan kebutuhan primer bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Pendidikan nilai-nilai keagamaan ini merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam dan terpatri dalam
4
setiap insan sejak dini, berarti in awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan selanutnya. Agama merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Agama berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan, keyakinan-keyakinan terhadap Tuhan. Sedangkan hakekat dari pendidikan agama adalah penanaman moral beragama pada anak. pengajaran adalah memberikan pengetahuan agama pada anak didik. Pendidikan agama adalah membina (melestarikan) fitrah agama pada anak yang dibawa sejak lahir, agar tidak luntur menjadi atheis atau bahkan menganut agama selain agama islam. Oleh karena itu yang harus diperhatikan adalah membiasakan anak untuk melaksanakan syari’at agama dan menjauhkan larangan-Nya. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai agama dan moral merupakan keharusan yang berupa suatu ide yang member pedoman agama untuk ukuran manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, sesama manusia dan alam semesta. Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam melalui pengembangan nilai keagamaan pada anak usia dini yang menjadi dasar pokok adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Disini penulis mengutip beberapa ayat al-Qur’an dan al-Hadits yang memberikan perlunya pendidikan agama Islam sehingga manusia akan menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah yang memiliki tugas dan kewajiban untuk menyembah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Adapun dasar dari pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dibagi menjadi dua, yaitu: 1)
Dasar Religius Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan Agama Islam
dalam hal ini pengembangan nilai keagamaan adalah sebagai berikut: a.
Al-Qur’an surat Fushilat ayat 33 سنُ قَ ْىالً ِّم َّمن َدعَآ إِلَى هللا َ َو َمنْ أَ ْح
Artinya: “Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kejalan Allah" Maksud dari “menyeru kejalan Allah” adalah menyeru kepada manusia untuk mengesakan Allah dan mematuhi Allah. b.
Al-Qur’an surat at-Tahrim ayat 6 س ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَا ًرا َ ُيَاأَيُّ َها الَّ ِذينَ َءا َمنُىا قُىا أَنف
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” Ayat tersebut mengandung perintah agar menggunakan metode yang terbaik dalam membimbing dan mendidik anak. Dalam kitab al- Maraghi (terjemah) dijelaskan bahwa “al5
hikmah” adalah perkataan yang kuat yang disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kesalahpahaman. Sedang mau’idhah hasanah adalah dalil-dalil yang bersifat dhanni yang dapat memberi kepahaman pada orang-orang awam. Dan mujadalah adalah percakapan dan perdebatan untuk memuaskan penentang-penentang. Jadi dalam mengadakan pendidikan Agama Islam melalui pengembangan nilai keagamaan, seorang guru atau pendidik harus menggunakan cara atau metode yang terbaik. Sedangkan Al-Hadits yang menjadi dasar pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam hal ini pengembangan nilai-nilai agama adalah:
a.
Hadits Riwayat Abu Hurairah dan Muslim
“Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika itupun tidak mampu maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman” b.
Hadits Riwayat Tabrani
“Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara yaitu mencintai nabimu, mencintai keluarga nabi dan membaca al-Qur’an” Adapun tujuan diadakannya pendidikan agama Islam dalam hal ini pengembangan nilainilai keagamaan adalah menanamkan taqwa kepada Tuhan dan akhlak serta menegakkan kebenaran untuk membentuk manusia yang berpribadi yang berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam. 2)
Dasar Yuridis / Hukum Dasar pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang bersumber dari perundang-undangan
secara langsung dapat digunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah maupun lembaga-lembaga pendidikan. a. Pengertian moral Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia. Helden dan Richards dan Zjarkawi merumuskan 6
pengertian moral sebagai suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya Atkinson dalam sjarkawi mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Sedangkan Menurut Driyarkara yang dikutip dalam bukunya Bambang Daroeso bahwa moral berarti nilai yang sebenarnya bagi manusia, itu artinya moral merupakan kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan yaitu tuntutan kodrat manusia. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran dan terikat oleh keharusan untuk mencapai tingkah laku yang baik sesuai dengan nilai serta norma yang berlaku dalam lingkungannya. Dengan demikian pendidikan moral adalah suatu program pendidikan sekolah maupun luar sekolah yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tercapainya tujuan pendidikan.
b.
Faktor-faktor pengembangan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini Dalam aktifitas mengembangkan nilai-nilai agama dan moral ada beberapa faktor yang
dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi, terutama terlihat pada pendidik dengan segala kemampuan dan keterbatasannya. Adapun faktor-faktor tersebut, para ahli pendidikan membagi menjadi lima faktor, yaitu: tujuan, pendidik, anak didik, metode dan faktor alam sekitar. Untuk lebih jelasnya faktor-faktor pengembangan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini akan penulis jelaskan sebagai berikut: 1.
Tujuan Tujuan merupakan target utama yang harus dicapai dalam sebuah proses. Keberhasilan
dari sebuah proses dapat dilihat dari tercapai atau tidaknya tujuan yang digariskan. Tujuan pendidikan melalui pengembangan nilai-nilai agama dan moral di sini adalah agar anak dapat mengembangkan seluruh potensi yang ada padanya serta meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa dalam belajar. Dalam hal ini guru atau pendidik memberikan kesempatan, dorongan dan penghargaan pada siswa untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. 7
Dari proses pencapaian tujuan tersebut akan diperoleh suatu hasil. Dengan demikian untuk memperoleh hasil yang optimal, sebuah proses harus dilakukan secara sadar, terorganisir dengan baik, terencana dan dapat dipertanggung jawabkan. 2.
Faktor Pendidik Pendidik atau pengasuh dapat kita bedakan menjadi dua yaitu: a. Pendidikan menurut kodrati b. Pendidikan menurut jabatan yaitu guru, pembimbing . Guru sebagai pendidik secara kodrati merupakan pendidik utama oleh karena itu hanya
dengan pertolongan dan layanannya anak akan berkembang lebih dewasa sedangkan pembimbing atau pengasuh sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab yaitu kepada orang tua, masyarakat dan negara. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan bahwa guru pembimbing mampu memberikan pendidikan dan lembaga sesuai dengan perkembangan peserta didik, diharapkan pula dari pribadi seorang guru pembimbing dapat memancarkan sikap dan sifat yang normatif baik sehingga dapat ditauladani oleh peserta didik. 3. Anak didik Anak didik yang dimaksud dalam hal ini adalah anak usia dini, di mana keberadaannya merupakan suatu keharusan bagi berlangsungnya pengembangan nilai-nilai agama dan moral. Oleh karena itu seorang guru harus memperhatikan mengenai tingkat perkembangan anak. Adapun beberapa ciri perkembangan pada anak usia usia dini yaitu: a). Perkembangan Fisik Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya, yang ditandai dengan berkembangnya kemampuan dan keterampilan motorik seperti naik turun, loncat, lari maupun gerakan yang halus seperti meniru gaya orang lain dan menggunakan benda atau alat. b). Perkembangan Intelektual Perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode pra operasional, di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Perlu ditandai dengan kemampuan menggunakan sesuatu atau mewakili sesuatu yang lain dengan simbol (kata-kata, bahasa gerak dan benda). c). Perkembangan Emosional
8
Pada usia ini anak mulai menyadari keAkuannya, bahwa dirinya berbeda dengan yang lain. Adapun emosi yang berkembang antara lain takut, cemas, cemburu, marah, senang, kasih sayang, phobia dan rasa ingin tahu. d). Perkembangan Bahasa Adapun perkembangan bahasa pada masa ini ditandai dengan: 1. Anak mulai bisa menyusun kalimat dengan sempurna 2. Anak sudah memahami tentang perbandingan 3. Anak banyak menanyakan tentang nama dan tempat 4. Anak banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran. e). Perkembangan sosial Perkembangan sosial anak mulai tampak jelas, karena mereka mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Hal ini ditandai dengan: anak mulai mengetahui aturan, anak mulai tunduk pada aturan, anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain, anak dapat bermain bersama yang lain f). Perkembangan Bermain Usia pra sekolah dapat dikatakan sebagai usia bermain, dimana mereka melakukan kegiatan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. g). Perkembangan Kepribadian Masa ini disebut dengan masa trotzalter (periode perlawanan atau masa kritis pertama). Pada masa ini berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab.
h). Perkembangan Moral Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moral terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya), melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang boleh atau tidak boleh dan baik atau tidak baik. i). Perkembangan Kesadaran Beragama Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Sikap keagamaannya bersikap reseptif atau menerima meskipun banyak bertanya 9
2. Pandangan ketuhanan yang bersifat anthropormorf (dipersonifikasikan) 3. Penghayatan belum mendalam 4. Hal mengenai ketuhanan bersifat egosentris. Dengan mempelajari ciri perkembangan anak usia dini, maka guru atau pendidik mempunyai gambaran sebenarnya yang menjadi kebutuhan jasmani maupun rohani anak, sehingga bimbingan yang diberikan akan lebih mencapai sasaran sasuai dengan tingkat perkembangannya. 4.
Metode Dalam mengembangkan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini metode
sangatlah berpengaruh terhadap keberhasilan proses pengembangan, disamping itu metode juga merupakan jalan bagi guru untuk menyampaikan materi yang ada. 5.
Alam sekitar Yang dimaksud dengan alam sekitar adalah situasi lingkungan yang akan mempengaruhi
proses hasil pendidikan. Beberapa ahli pendidikan membagi (lingkungan) menjadi 3 bagian, yaitu: a). Lingkungan keluarga b). Lingkungan sekolah c). Lingkungan masyarakat. Oleh karena itu dalam proses mengembangkan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia dini dibutuhkan lingkungan fisik yang sehat, dinamis dan suasana ceria sehingga anak selalu mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar.
c. Materi nilai-nilai agama dan moral anak usia dini Materi merupakan segala sesuatu yang diberikan pendidik kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan tingkat perkembangan anak didiknya. Adapun materi yang perlu diberikan dalam pengembangan nilai-nilai agama dan moral, secara garis besar meliputi tiga materi yaitu: 1. Keimanan Keimanan merupakan hal yang paling pokok dan mendasar dalam Islam, karena menyangkut seluruh aspek kehidupan menusia lahir dan batin. Iman merupakan keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Hanya dengan iman yang kuat 10
seseorang dapat melakukan ibadah dengan baik dan dapat menghias diri dengan akhlakul karimah. Sejak dilahirkan anak sudah dibekali dengan benih akidah yang benar, ia dilahirkan berdasarkan kesuciannya. Oleh karena itu pembinaan terhadap benih yang telah ada harus benarbenar diperhatikan. Dengan pembinaan dan pendidikan yang tepat benih keimanan akan tumbuh dengan subur dan mengakar kuat pada diri seorang anak. Hal ini akan berpengaruh besar pada perkembangan masa berikutnya. Akidah Islam perlu dijabarkan dalam rukun iman dan berbagai cabangnya serta menjauhkan diri dari syirik, dan ini menjadi tonggak Islam dalam membentuk nilai-nilai yang baik. Maka sejak kecil anak harus sudah mulai diperkenalkan dengan rukun iman serta dibimbing dan diajarkan bagaimana cara beriman pada masing-masing rukun iman tersebut. Adapun materi yang diajarkan adalah pengenalan terhadap ciptaan Allah yang meliputi manusia, nama-nama Nabi dan Rosul, Kitab Allah dan alam sekitar, pengenalan terhadap sifat ghaib Allah, dan makhluk ghaib Allah seperti malaikat-malaikat Allah. Setiap keyakinan akan dianggap lengkap jika hal itu direalisasikan dalam perbuatan yang nyata dan itulah yang dianggap sebagai iman sejati. 2. Ibadah Ibadah adalah salah satu sendi agama Islam yang harus ditegakkan, karena sesungguhnya Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Sebagai guru atau pendidik hendaklah pandai-pandai dalam mengembangkan kebiasaan-kebiasaan beribadah pada anak, agar setelah mereka tumbuh dewasa akan menjadi hamba yang taat beribadah pada Allah dan menganggap ibadah sebagai kewajiban sekaligus kebutuhan bagi mereka. Setelah anak mengenal rukun iman, kemudian anak mulai diperkenalkan dengan rukun Islam, karena didalamnya memuat ibadah yang dilakukan manusia kepada Allah. Adapun ibadah yang perlu diperkenalkan pada anak semenjak kecil yaitu shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat dan haji, adapun ibadah yang perlu dibiasakan adalah shalat lima waktu, membaca do’a sehari-hari, datang ke tempat-tempat ibadah (masjid, TPA) dan lain-lain. 3. Akhlak Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir beliau diutus oleh Allah ke dunia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal ini disebabkan karena akhlak merupakan perbuatan yang mencerminkan jiwa seseorang dan akhlak merupakan salah satu sendi dalam Islam yang tidak 11
boleh diabaikan. Islam mengajarkan pada manusia bagaimana berakhlak pada Allah, sesama manusia dan sesama makhluk ciptaan-Nya. Hal ini akan terpelihara dengan baik bila masingmasing telah menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah, karena hanya dengan akhlakul karimah inilah akan tumbuh manusia-manusia mulia yang sehat jasmani rohani dan siap menjadi kader bangsa yang kuat dan kokoh. Oleh karena itu, guru atau pendidik berkewajiban untuk mendidik akhlak anak sejak dini, dan membiasakan anak dengan perbuatan dan perkataan yang baik pada Allah, sesama manusia maupun sesama makhluk-Nya. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan anak sedini mungkin agar berakhlakul karimah, mencintai Allah dan menjadikan rasul sebagai teladan sehingga anak termotivasi untuk melakukan hal-hal yang baik yang disukai Allah dan dalam perkembangan selanjutnya anak akan memotivasi orang lain untuk berbuat baik dalam segala ucapan dan tingkah laku. Adapun akhlak yang diperkenalkan adalah akhlak pada Nabi dan Rasul serta para pejuang Islam dan yang dibiasakan adalah akhlak pada Allah, orang tua, guru dan sesama manusia. Kata moral secara etimologis berasal dari bahasa latin “mos”, yang artinya tata cara, adat istiadat atau kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah “mores”. Dalam arti adat istiadat, kata “moral” mempunyai arti yang sama dengan kata Yunani “ethos” yang berarti “etika”. Dalam bahasa Arab kata “moral” berarti budi pekerti yang berarti kata ini sama dengan “akhlak”, sedangkan dalam bahasa Indonesia kata “moral” dikenal dengan arti “kesusilaan”. Menurut Driyarkara yang dikutip dalam bukunya Bambang Daroeso bahwa moral berarti nilai yang sebenarnya bagi manusia, itu artinya moral merupakan kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan yaitu tuntutan kodrat manusia. Jadi dapat dipahami bahwa moral merupakan tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran dan terikat oleh keharusan untuk mencapai tingkah laku yang baik sesuai dengan nilai serta norma yang berlaku dalam lingkungannya. Dalam bukunya Ahmad Tafsir, Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Menurut F.J McDonald di dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology” bahwa “education is a process or an activity which is directed at producing desirable changes in the behavior of human beings” yang artinya pendidikan adalah 12
sebuah proses atau sebuah aktifitas yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan pada tingkah laku manusia. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya yang mencakup kegiatan pendidikan yang melibatkan guru maupun yang tidak melibatkan guru (pendidik), baik di jalur formal, non formal maupun informal. Dan segi yang dibina dalam pendidikan yaitu seluruh aspek kepribadian. Dengan demikian pendidikan nilai-nilai agama dan moral adalah suatu program pendidikan sekolah maupun luar sekolah yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tercapainya tujuan pendidikan. Untuk arti akhlak itu sendiri merupakan bentuk jamak dari kata “khuluk” yang artinya perilaku. Menurut Imam Ghazali yang dikutip dalam bukunya Oemar Bakry, yang dimaksud “akhlak ialah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa pertimbangan lagi.” Di dalam Ensiklopedi Pendidikan yang dikutip dalam bukunya Asmaran, yang dimaksud “akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khaliknya dan sesama manusia.” Jadi akhlak merupakan suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Moral dan akhlak tidak dapat dipisahkan, kalau moral berdasarkan lingkungan, masyarakat dan bangsa, sementara akhlak berdasarkan agama, moral juga bagian dari ajaran agama dan akhlak juga bagian dari moral. C. Kesimpulan Berkaitan dengan proses analisis data dan berdasarkan diskripsi data tersebut di atas maka bagian ini akan penulis uraikan hasil observasi dan wawancara dari penerapan perkembangan nilai-nilai agama dan moral di Taman Kanak-kanak. Penerapan awal seorang guru adalah menciptakan hubungan yang baik dan akrab sehingga tidak ada kesan bahwa guru adalah figur yang menakutkan seperti bermain bersama, bercakap-cakap dan bercerita. Penerapan kedua guru senantiasa bersikap dan bertingkah laku yang dapat dijadikan teladan bagi anak, seperti makan dan minum dengan tidak berdiri, makan dan minum menggunakan tangan kanan, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan , berdoa sebelum dan sesudah makan. 13
Penerapan berikutnya memberikan kesempatan kepada anak untuk membedakan dan memilih mana prilaku yang baik dan mana yang tidak baik, guru sebagai pembimbing hanya mengarahkan dan menjelaskan akibat-akibatnya. Penerapan selanjutnya adalah dalam memberikan tugas kepada anak diusahakan berupa ajakan dan perintah bahasa yang baik. Penerapan ini guru harus senantiasa menggunakan bahasa yang santun dan baik. Penerapan selajutnya adalah agar anak mau berperilaku sesuai yang diharapkan, guru hendaknya memberikan rangsangan dan bukan paksaan. Pada penerapan ini guru mencontohkan terlebih dahulu dan memberikan motivasi. Penerapan perkembangan nilai-nilai agama dan moral yang selanjutnya adalah apabila anak yang berprilaku berlebihan, hendaknya guru berusaha untuk mengendalikan tanpa emosi. Penerapan ini guru harus benar-benar dapat mengendalikan emosi disaat menghadapi anak yang berlebihan. Penerapan selanjutnya adalah terhadap anak yang menunjukan prilaku bermasalah peran guru adalah sebagai pembimbing dan bukan penghukum, sikap ini yang sering dilakukan oleh seorang guru, padahal disini tugas guru sebagai pembimbing peserta didik. Penerapan selanjutnya yaitu melaksanakan program dengan luwes dan pleksibel, kegiatan ini berkaitan dengan pembelajaran yang berlangsung setiap hari yang di sesuaikan dengan keadaan dan kondisi, situasi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 Bambang Daroeso, Dasar Dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila, Semarang: Aneka Ilmu, 1989 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998 F.J Mc Donald, Educational Psychology, California: Wadsworth Publishing, 1959 14
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008, Citra Utama Media, akarta, 2008 Pusat Pengembangan danPembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990 Sjarkawi, Pembentukan kepribadian Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 2008 Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak, Panduan Perilaku Muslim Modern, Solo: Era Intermedia, 2004 Oemar Bakry, Akhlak Muslim, Bandung: Angkasa, 1993 Sutari Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Islam dan Metode, (Andi Offset; Yogyakarta 1998
15