1 3 1
PERANAN GEOKIMIA TERHADAP STABILITAS LERENG TANAH RESIDU VOLKANIK DI DAERAH PANTI JEMBER JAWA TIMUR
RINGKASAN
Oleh Amien Widodo
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
2 3 2 A. PENDAHULUAN
1. Permasalahan Sebagian besar longsor di Indonesia berupa aliran debris dan banjir bandang, seperti yang terjadi Bukit Lawang Bohorok Sumatra tahun 2003, di Gowa Sulawesi tahun 2004, di Cililin Bandung tahun 2004. Tahun 2006 sampai 2008 terjadi longsor di Banjarnegara, terjadi di Manggarai Nusa Tenggara, di Sulawesi, di Jawa Barat, dan di Karanganyar Jawa Tengah. Longsor yang terjadi di Jawa Timur dimulai sejak 1990 di lereng G Wilis dan tahun-tahun berikutnya kejadian longsor terjadi tahun 2002 di Bondowoso dan di Pacet. Pada tahun 2006 terjadi di Panti Kabupaten Jember yang menyebabkan banyak korban dan kerusakan yang cukup luas. Kejadian longsor semakin berisiko karena hampir tiap tahun terjadi bersamaan dengan datangnya musim hujan dan telah menyebabkan korban jiwa, kerusakan fisik, kerugian ekonomi yang cukup besar. Bencana longsor sampai tahun 2005 setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia dan setiap tahunnya kerugian yang ditanggung sekitar 800 miliar rupiah, sedangkan jiwa yang terancam semakin banyak (PVMBG, 2005). Jumlah kejadian longsor akhir akhir ini semakin besar intensitasnya dan cakupan dampaknya semakin luas, terutama di kawasan gunungapi yang sudah tidak aktif. Hal ini terjadi karena di kawasan tersebut banyak digunakan sebagai kawasan permukian dan aktivitas ekonomi.
1
3 3 3 Penelitian hubungan kejadian longsor sudah banyak dilakukan. Penelitian penyebab kejadian longsor dengan jumlah yang banyak pada waktu bersamaan pada suatu tempat masih sedikit dilakukan. Dugaan awal penyebab terjadinya ini karena proses pelapukan di daerah ini sudah berlangsung lama dan menghasilkan tanah yang tebal. Sebagai ilustrasi terbentuknya endapan breksi volkanik hasil aliran lahar G.Merapi bulan Juni 2006 (Gambar 1a). Aktivitas volkanisme G. Argopuro Panti Jember sudah berhenti lama dan endapan lahar yang sudah terbentuk langsung mengalami pelapukan.
Tanah hasil pelapukan akan terus
mengalami penebalan dan terus mengalami perubahan fisik-kimia dan terus semakin menghalus ukuran butirnya atau semakin melunak. Oleh karena waktu dan oleh karena terletak di lereng yang tajam maka tanah hasil pelapukan akan retak, kritis dan atau longsor, seperti tersaji pada sketsa 1 sampai 4 (Gambar 1b). Retakan ini akan menjadi media lewatnya air masuk ke dalam tanah akibatnya di sepanjang retakan ini akan terjadi translokasi (mineral, unsur-unsur dan bahan organik), terjadi transformasi dan proses pelapukan lebih intensif dibandingkan di sekitarnya sehingga terjadi anomali-anomali di sepanjang retakan dan kemudian terjadi longsor seperti tergambar pada sketsa nomor 5 dan nomor 6 (Gambar 1b). Dugaan lain terjadi karena gempa, namun gempa terakhir yang terjadi di Jawa Timur pada tahun 2003 dengan skala Richter 6,3. Permasalahan yang menjadi obyek penelitian disertasi ini adalah adanya anomali sebelum terjadinya longsor. Untuk itu penelitian difokuskan pada tanah hasil pelapukan, sifat geoteknik tanah dan kondisi geokimia tanah di lereng yang berdekatan dengan bidang longsor yang telah terjadi di daerah penelitian.
4 3 4
Gambar 1a. Letusan G.Merapi bulan Juni 2006 dan hasil endapannya sebagai ilustrasi terbentuknya endapan breksi volkanik
Gambar 1b. Proses pelapukan batuan breksi volkanik dan sketsa terjadinya anomali serta terjadinya longsor
5 3 5 2. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengkaji karakteristik geokimia dan karateristik geteknik material lereng dan kaitannya dengan stabilitas lereng tanah residu volkanik Kuarter Tua G.Argopuro Panti Jember. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah ditemukannya keterkaitan umur batuan, tingkat pelapukan batuan dengan proses terjadinya longsor. Penelitian ini penting karena di Indonesia tanah residu volkanik Kuarter Tua jumlahnya sangat banyak, tersebar di berbagai tempat dan menjadi lahan permukiman padat sehingga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam menganalisis stabilitas lereng tanah residu volkanik Kuarter Tua di seluruh Indonesia. Disamping itu juga bisa dimanfaatkan sebagai dasar dalam upaya perbaikan lereng tanah residu volkanik agar material lereng menjadi tidak longsor. 3. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Lingkup penelitian dibatasi pada : 1. Tanah residu volkanik merupakan hasil pelapukan breksi volkanik di daerah Panti Kabupaten Jember. Breksi Argopuro merupakan endapan hasil aktivitas gunungapi G. Argopuro yang berumur Kuarter Tua 2. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur (Gambar 2). Secara geografis daerah penelitian terletak di 113037’30” - 113038’30” Bujur Timur dan 800’0” - 807’30” Lintang
6 3 6 0 0 Selatan. Lokasi detil terletak di 113 37’30” - 113 38’0” Bujur Timur dan 806’10” - 806’20” Lintang Selatan. 3.Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan pengambilan sampel tanah dengan bor sedalam 30 meter pada pertengahan tahun 2006. Pemilihan lokasi detil berdasarkan kemudahan dalam mencapai lokasi, mengingat bahwa sebagian besar titik-titik lokasi longsor terletak di daerah yang susah dijangkau dan lokasi ini dipilih karena terletak di tepi jalan serta karena tersingkap juga akar pohon yang menggantung. 4. Pengambilan sampel dengan bor dalam sebanyak 2 titik membutuhkan waktu sekitar 10 hari sehingga sampel tanah yang diperoleh tidak bisa langsung dianalisis, dimungkinkan terjadi perubahan sifat fisik tanah sehingga hasil analisis lebih kecil dan atau lebih besar.
Gambar 2. Lokasi penelitian
7 3 7 B. Metode Penelitian 1.
Bahan dan alat Bahan utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah hasil kajian
pustaka, laporan penelitian terdahulu, peta-peta seperti peta geologi, peta rupa bumi skala 1:25.000 dari Bakosurtanal, Citra LANDSAT ETM+ yang memiliki ukuran piksel sebesar 30 meter tahun 1994 dan tahun 2002, digunakan juga Citra ASTER tahun 2004 dan tahun 2008 mempunyai karakteristik 8 bit yang sama dengan landsat dan juga mempunyai karakteristik spektral yang hampir sama dengan landsat, peta topografi detil lereng yang longsor hasil pengukuran langsung, hasil pengamatan di lapangan, hasil pengujian permeabilitas lapangan, sampel tanah hasil pengeboran dan hasil analisis geoteknik dan geokimia tanah di laboratorium. Peralatan yang dipergunakan adalah peralatan lapangan seperti kompas geologi dan palu geologi, kamera, meteran, theodolit, 1 set peralatan bor dalam, 1 set alat uji penetrasi standar (SPT), 1 set alat sondir, 1 set alat pengukuran permeabilitas lapangan, alat tulis, dan peralatan pribadi 2.
Pengolahan Data
a.
Citra. Tucker et.al., 1997 (dalam Sotomayor, 2002) menyebutkan bahwa NDVI
atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan metoda standar dalam membandingkan tingkat kehijauan vegetasi pada data satelit. Formula untuk menghitung nilai adalah NDVI = (kanal NIR - kanal Red) / (kanal NIR + kanal Red)
8 3 8 Nilai index mempunyai rentang -1.0 hingga 1.0. Nilai yang mewakili vegetasi pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan vegetasi. b.
Analisis dan pengujian sifat fisik (geoteknik)
Pengujian sifat fisik tanah antara lain kandungan distribusi butir, konsistensi, sifat fisik, kuat geser, sudut geser dalam dan permeabilitas. Cara yang digunakan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI). c.
Analisis dan pengujian kimia metode XRF dan XRD Analisis geokimia tanah dengan metode XRF dan XRD digunakan
untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Pada waktu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dibandingkan intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Ukuran dan bentuk titik fokus (focal spot) dibuat sekecil mungkin sehingga energi elektron terpusat pada bagian kecil permukaan target. d. Analisis dan pembahasan 1. Analisis data keseluruhan yaitu dengan membandingkan penampang vertikal dari masing-masing hasil pengujian sehingga diketahui adanya anomali. 2. Analisis dan pembahasan keseluruhan data yang diperoleh serta pembuatan laporan
9 3 9 C. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Longsor dan banjir bandang di Jember menimbulkan kerugian korban jiwa dan harta benda, serta rusaknya infrastruktur setempat. Adapun daerah terparah yang terlanda banjir bandang adalah di wilayah Desa Suci, Desa Panti dan Desa Kemiri, Kecamatan Panti yang termasuk wilayah sub DAS DinoyoKali Putih. Hasil pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa jumlah longsor yang terjadi lebih dari 20 tempat, di ketinggian 400 – 1000 meter dari muka air laut dan lebar mahkota longsor 20 meter – 300 meter dan kedalaman bidang longsor sekitar 30 meter. Sebagian besar masuk ke lembah sungai, terkumulasi dan berubah menjadi banjir lumpur yang mengalir deras di sepanjang sungai, mengerosi tepi sungai sehingga sungai melebar. Banjir lumpur ini mampu membawa batu besar sejauh > 3 km dan menghancurkan beberapa rumah yang dilewatinya. Longsor masih mungkin akan terjadi dikarenakan masih banyak dijumpai retakan-retakan memanjang memotong tebing. (Gambar 3 dan Gambar 4) Daerah penelitian terletak di DAS Bedadung yang wilayahnya meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Jember. Berdasarkan curah hujan pada 20 (duapuluh) tahun terakhir, berkisar diatas 400 mm/bulan. Pada tanggal 1 Januari 2006, telah terjadi hujan dengan intensitas tinggi disalah satu stasiun hujan tercatat 178 mm/jam pada sub DAS Dinoyo-Kali Putih, rata rata curah hujan sebesar 324 mm/bulan, ini menunjukkan bahwa pada hari tersebut termasuk curah hujan sangat tinggi (Gambar 5)
Gambar 3. Alur dan bidang bekas longsor di di daerah penelitian 10 3 10
11 3 11
Gambar 4. Aliran debris dan banjir bandang di Kecamatan Panti Jember. Berdasarkan analisis NDVI citra satelit ini maka kawasan hutan mengalami penurunan yang signifikan dari 9.172,89 hektar tahun 1994 berubah menjadi 3.113,56 hektar tahun 2008 atau mengalami penurunan luas sebesar
66
12 3 12 6.059,33 hektar. Bersamaan dengan itu terjadi penambahan luas lahan terbuka dan permukiman, hal ini menunjukkan bahwa selama jangka waktu tersebut banyak terjadi pembukaan lahan hutan (Gambar 6 dan Gambar 7).
Gambar 5. Grafik curah hujan selama 20 tahun (Tim Gubernur Provinsi Jawa Timur, 2006)
Gambar 6. Penambahan dan pengurangan luas akibat perbedaan temporal/waktu (1994, 2002, 2004 dan 2008)
13 3 13 Perubahan drastis terutama dari tahun 1994 ke tahun 2002 karena pada tahun 1997 bersamaan dengan reformasi terjadi pembabatan hutan secara bebas dan tidak terkendali. Di Jawa Timur pembabatan hutan sampai seakar-akarnya karena akar tersebut juga diperjual belikan. Hasil penelitian Zimmer (1981) menyebutkan bahwa longsor terjadi setelah pembabatan hutan selama sekitar 12 tahun, maka untuk di daerah penelitian sekitar 9 tahun kemudian terjadi longsor. Secara geologis longsor-longsor yang terjadi di daerah penelitian berada di satuan Breksi Argopuro, untuk itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian detil. Lokasi ini dipilih karena terletak di tepi jalan, mudah dijangkau dan karena tersingkap juga akar pohon yang menggantung. Elevasi permukaan sekitar 400600 meter dari permukaan laut dan terletak di dekat bidang longsor di kawasan perkebunan karet. Bidang longsor berbentuk melengkung, lebar mahkota longsor lebih dari 100 meter dengan kedalaman lebih dari 25 meter dari muka tanah/jalan, secara umum dibentuk oleh tanah hasil pelapukan breksi Argopuro dengan tebal lebih dari 25 meter (Gambar 8 dan Gambar 9). Hasil pengujian penetrasi standard (SPT) dan hasil pengujian dengan alat sondir maka lapisan tanah di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 lapisan yaitu lapisan tanah residu, lapisan tanah lapuk dan lapisan batuan dasar Breksi Argopuro. Lapisan tanah residu mempunyai nilai SPT antara 1-9 pukulan/kaki dan nilai konus < 30 kg/cm2 dikategorikan tanah sangat lunak sampai lunak dan tebalnya mencapai 16 meter, sedangkan pada titik bor BH-2 sekitar 13 meter karena titik BH-2 posisinya lebih tinggi 3 meter di atas BH-1. Lapisan tanah lapuk dicirikan dengan nilai SPT 4 - 20 pukulan/kaki dan nilai
14 3 14 konus > 250 kg/cm2. Lapisan batuan dasar pada kedalaman > 20 meter dengan
Gambar 7. Citra satelit perubahan penggunaan lahan hutan berdasarkan data NDVI tahun 1994 , 2002, 2004 dan 2008
SPT > 60 pukulan/kaki (Gambar 10).
15 3 15 Gambar 8. Peta topografi daerah penelitian
79
Gambar 9. Lokasi tempat pengukuran dan pengambilan sampel tanah dengan bor sampai kedalaman -30 meter a. Mahkota dan bidang longsor b. Akar pohon karet yang terlihat menggantung
Gambar 10. Sifat geoteknik tanah hasil pelapukan Breksi G.Argopuro
16 3 16
17 3 17 Hasil pengujian permeabilitas lapangan menunjukkan bahwa tanah di permukaan sampai kedalaman – 1,0 dan - 2,0 m harga permeabilitasnya antara 1,33 x 10-5 - 9,50 x 10-5 cm/detik. Harga permeabilitas ini menunjukkan bahwa lapisan tanah permukaan sampai kedalaman 2 meter termasuk lapisan kedap air. Distribusi ukuran butir lempung terjadi peningkatan persen beratnya di kedalaman 9-12 meter di titik BH-2 dan di kedalaman 13-15 meter di titik BH-1, yaitu > 50%. Pada kedalaman > 15 meter terjadi pengurangan persentase butir lempung (Gambar 11). Hasil analisis geokimia tanah dengan menggunakan dengan XRF menunjukkan adanya anomali SiO2/(Al2O3+Fe2O3) (rasio silica-sesquioxides) di titik BH-1 pada kedalaman 12-15 meter dan di titik BH-2 pada kedalaman 9 meter. Normalnya akibat pencucian dan pelindihan terjadi pengurangan harga rasio silica-sesquioxides ke arah permukaan dan semakin membesar ke arah lebih dalam (Tabel 1). Berdasarkan Chemical Index of Alteration (CIA) > 90% merupakan tanah residu dan dikombinasikan dengan diagram ACNK menunjukkan bahwa tanah residu didominasi lempung kelompok kaolin (Gambar
12). Harga Chemical Weathering Index (CWI) sekitar 60%
menunjukkan tanah residu.
Hasil analisis bahan organik menunjukkan bahwa
hampir di setiap kedalaman tanah mengandung bahan organik (Gambar 13). Mineral haloisit mendominasi hampir di setiap kedalaman dan karena termasuk mineral lempung dari mineral gelas yang amorf maka rekaman XRD tidak memperlihatkan kristal-kristal yang menonjol seperti umumnya grafik XRD (Tabel 2). Munculnya mineral-mineral hasil alterasi hidrotermal
18 3 18 menunjukkan bahwa Breksi Argopuro telah teralterasi, yang terjadi bersamaan dan atau setelah Breksi Argopuro terbentuk. Mineral-mineral hasil ubahan hidrotermal seperti mineral kristobalit, tridimit, kuarsa, smektit, kaolin, monmorilonit bisa bertahan lebih dari 500 tahun. Untuk mendapatkan lokasi batas bidang longsor maka digunakan metoda Bishop dan menggunakan program open source XSTABL Untuk itu lereng dibagi menjadi 4 bagian dengan jarak 55 meter dan 1 bagian dengan jarak 105 meter. Pada jarak 55 meter Hasilnya menunjukkan bahwa pada kondisi kering, kondisi muka air tanah sejajar batas bawah lapisan tanah residu dan posisi muka air tanah sejajar permukaan tanah maka batas bidang longsor berada pada lapisan lapuk dengan faktor keamanan lebih dari 1 (Gambar 14). Pada jarak 105 meter batas bidang longsor berada di lapisan batas antara lapisan lapuk dan lapisan tanah residu dengan faktor keamanan lebih kecil 1 tidak stabil atau mau longsor (Gambar 15). 2. Pembahasan Breksi Argopuro sebagian besar matriknya dibentuk oleh mineral gelas yang secara alami mempunyai porositas dan permeabilitas tinggi sehingga air mudah meresap. Setelah endapan breksi volkanik terbentuk bersamaan itu pula air masuk meresap ke dalam endapan dan proses pelapukan mulai berlangsung. Berdasarkan data curah hujan 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa daerah penelitian termasuk di kawasan curah hujan tahunan sangat tinggi > 2000 mm. Keberadaan mineral gelas ini masih terlihat dari hasil XRD (terlampir) yang memperlihatkan tidak adanya kristal-kristal atau amorf.
19 3 19 Titik Bor BH 1
Titik Bor BH 2
20%
40%
60%
80%
100%
0%
-3
-3
-6
-6 Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
0%
-9 -12
20%
40%
60%
80%
100%
-9 -12
-15
-15 -15
-12
-9
-6
-3
-15
-12
-9
-6
-3
Lempung
35.0
54.3
55.0
55.0
43.2
Lempung
29.7
49.9
66.0
54.0
39.6
Lanau
45.0
34.7
33.5
34.0
29.1
Lanau
56.2
36.0
22.0
36.0
36.1
Pasir
20.0
10.9
11.4
11.0
27.7
Pasir
14.1
14.1
12.0
10.0
24.3
Gambar 11. Perbandingan persen butir tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro A - Al2O3
A - Al2O3
K Gi
K Gi
Tanah Residu
Lapuk > 50%
Nilai CIA %
Nilai CIA %
Tanah Residu
IL
Sm
Lapuk sedikit
CN - CaO+Na2O
K - K2O
BH - I
Lapuk > 50%
IL
Sm
Lapuk sedikit
CN - CaO+Na2O
K - K2O
BH - II
Sm = Smektit ; IL = Ilit ; K = Kaolin ; Gi = Gibsit
Sm = Smektit ; IL = Ilit ; K = Kaolin ; Gi = Gibsit
Gambar 12. Diagram A-CN-K tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro Titik BH-1
Titik BH-2 Bahan Organik (%) 0.50
1.00
1.50
2.00
Bahan Organik (%) 2.50
0.00
0
0
2
2
4 6 8 10 12
0.50
1.00
1.50
2.00
4
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
0.00
6 8 10 12 14 16
14
18
16
20
Gambar 13. Bahan Organik tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro
2.50
Tabel 1. Hasil analisis geokimia tanah residu volkanik G.Argopuro
20 3 20
Titik Sampel/ % SiO2 TiO2 Kedala man (m) mol 60.08 79.90 BH I % 40.04 1.16 3 mol 0.666 0.015 % 41.47 1.04 6 mol 0.690 0.013 % 39.06 1.17 9 mol 0.650 0.015 % 38.53 1.1 12 mol 0.641 0.014 % 41.9 1.11 15 mol 0.697 0.014
silica/sesquisid LOI bases/alumina Indeks Indeks Alterasi Al2O3 Fe2O3 MnO CaO MgO Na2O K2O P2O5 (H O) (K O+Na O+CaO+ silica/alumina a pelapukan 2 2 2 (SiO2/Al2O3) (SiO2/(Al2O3+ Kimia, CIA MgO)/Al2O3 Kimia, CWI Fe2O3) 101.96 159.69 70.94 56.08 40.30 61.98 94.20 141.94 18 28.54 0.280 28.39 0.278 29.68 0.291 30.35 0.298 28 0.275
11.79 0.074 11.29 0.071 12.8 0.080 11.78 0.074 11.21 0.070
0.227 0.003 0.12 0.002 0.288 0.004 0.302 0.004 0.314 0.004
0.41 0.007 0.53 0.009 0.371 0.007 0.319 0.006 0.396 0.007
0.844 0.021 0.468 0.012 0.719 0.018 0.419 0.010 0.58 0.014
0.237 0.004 0.344 0.006 0.29 0.005 0.223 0.004 0.465 0.008
0.164 0.002 0.238 0.003 0.218 0.002 0.352 0.004 0.12 0.001
0.447 0.003 0.419 0.003 0.261 0.002 0.397 0.003 0.359 0.003
15.85 0.881 15.26 0.848 14.8 0.822 15.91 0.884 15.47 0.859
0.1208
2.3808
1.8839
0.64
95.60
0.1047
2.4788
1.9769
0.63
95.60
0.1080
2.2333
1.7511
0.64
95.60
0.0787
2.1543
1.7265
0.65
95.60
0.1101
2.5394
2.0224
0.62
95.60
0.0976
2.4120
1.9221
0.64
95.60
0.0806
2.3760
1.9097
0.63
95.60
0.0351
2.1897
1.8128
0.63
95.60
0.0374
2.3400
2.0165
0.61
95.60
0.0402
2.2514
1.8471
0.63
95.60
2.3352
1.8164
0.64
95.60
2.5394
2.0233
0.61
95.60
BH I % mol % mol % mol % mol % mol
40.48 0.674 41.15 0.685 41.02 0.683 39.52 0.658 41.26 0.687
1.11 0.014 1.04 0.013 0.948 0.012 0.628 0.008 1.0 0.013
28.48 0.279 29.39 0.288 31.79 0.312 28.66 0.281 31.1 0.305
11.37 0.071 11.24 0.070 10.35 0.065 7.2 0.045 10.66 0.067
0.268 0.004 0.277 0.004 0.129 0.002 0.0897 0.001 0.181 0.003
0.39 0.007 0.343 0.006 0.247 0.004 0.199 0.004 0.252 0.004
0.549 0.014 0.395 0.010 0.0898 0.002 0.119 0.003 0.114 0.003
0.279 0.005 0.284 0.005 0.184 0.003 0.212 0.003 0.208 0.003
0.207 0.002 0.257 0.003 0.126 0.001 0.0548 0.001 0.15 0.002
0.384 0.003 0.299 0.002 0.153 0.001 0.0949 0.001 0.178 0.001
15.86 0.881 15.05 0.836 14.74 0.819 13.02 0.723 14.49 0.805
% mol % 1 mol Keterangan :
39.04 0.650 41.99 0.699
1.14 0.014 1.02 0.013
28.37 0.278 28.06 0.275
12.69 0.079 11.21 0.070
0.274 0.004 0.254 0.004
0.725 0.013 0.967 0.017
0.885 0.022 0.575 0.014
0.405 0.007 0.563 0.009
0.244 0.003 0.12 0.001
0.314 0.002 0.359 0.003
15.64 0.1582 0.869 14.47 0.1521 0.804
3 6 9 12 15 SSF 2
SSF =
Sampel diambil di bidang longsor, 1 diambil 1 meter dari dasar lereng, 2 diambil 2 CWI = ( (Al 2O3 + Fe2O3 + TiO 2 + H2O ) )mol *100 % CIA = [Al2O3/(Al2O3 + CaO + Na2O + K2O)] ⋅ 100 and semua komponen meter dari dasar lereng, CIW = [Al2O3/(Al2O3 + CaO + Na2O)] ⋅ 100
21 3 21
Tabel 2 Jenis mineral lempung tanah hasil pelapukan breksi Argopuro TITIK BH 1 Kedalaman (m) -3
-6 -9
-12
-15
NAMA MINERAL
RUMUS KIMIA
Montmorillonite-15A Palygorskite Magnetite Halite, potassian, syn hydrated halloysite Palygorskite hydrated halloysite Muscovite-3\ITT\RG ? Graphite hydrated halloysite Sericite [NR] Clinochlore Wairakite Chloritoid hydrated halloysite Halite potassian, syn Wairakite silicon oxide
Na0.3 ( Al , Mg )2 Si4 O10 ( O H )2 !4 H2 O ( Mg0.669 Al0.0331 )4 ( Si4 O10 )2 ( O H )2 ( H2 O )8 Fe3 O4 K0.2 Na0.8 Cl Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O ( Mg , Al )5 ( Si , Al )8 O20 ( O H )2 !8 H2 O Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O ( K , Na ) ( Al , Mg , Fe )2 ( Si3.1 Al0.9 ) O10 ( O H )2 C Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O K2 O !3 Al2 O3 !6 Si O2 !2 H2 O ( Mg , Fe , Al )6 ( Si , Cr )4 O10 ( O H )8 Ca7.19 Na1.12 ( Si32.59 Al15.38 O96 ) ( H2 O )16 Fe1.81 Mg0.27 Al3.92 Si2 O10 ( O H )4 Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O Na.6990 K.3010 Cl Ca7.19 Na1.12 ( Si32.59 Al15.38 O96 ) ( H2 O )16 Si O2
NAMA MINERAL
RUMUS KIMIA
TITIK BH 2 Kedalaman (m) -3 -6
-9
-12
hydrated halloysite Sericite [NR] Illite-montmorillonite Halloysite Quartz hydrated halloysite Chloritoid Illite-2\ITM\RG#1 [NR] Silicon oxide - HT metahalloysite Muscovite 2\ITM\RG#1 Tridymite Cristobalite $GB, syn
Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O K2 O !3 Al2 O3 !6 Si O2 !2 H2 O K Al4 ( Si , Al )8 O10 ( O H )4 !4 H2 O Al2 Si2 O5 ( O H )4 Si O2 Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O Fe1.77 Mg0.15 Al3.84 Fe0.16 Si2 O10 ( O H )4 ( K , H3 O ) Al2 Si3 Al O10 ( O H )2 Si O2 Al2 Si2 O5 ( O H )4 K Al3 Si3 O10 ( O H )2 Si O2 Si O2
SAMPEL DIAMBIL DI BIDANG LONGSOR SSF1 1 m dari dasar bidang longsor SSF2 2 m dari dasar bidang longsor
Dickite Halloysite Kaolinite 1\ITA\RG Quartz Halloysite Quartz Iron(III) oxide - $-alpha
Al2 Si2 O5 ( O H )4 ( O H )8 Al2 Si2 O3 Al2 ( Si2 O5 ) ( O H )4 Si O2 Al2 O3 !2 Si O2 !4 H2 O Si O2 Fe2 O3
22 3 22
Gambar 14. Analisis bidang longsor dengan metode Bishop dengan jarak 55 meter dengan kondisi tanpa air tanah, air tanah sebagian dan air tanah memenuhi lereng.
84
23 3 23 120
Kondisi 1 Muka air tanah tidak ada (kering) Faktor keamanan =0,944
110
100
90 410
80 400
70
410 390
400
Tanah residu
380
BH-II
390 370
Tanah Lapuk
BH-I
60
50
Breksi volkanik 40
380 360
A
370 350
30
360330 135 125 115 105 95 85 75 65 55 45 35 25 340 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
120 15
130 5
Kondisi 2 Muka air tanah terletak sejajar dengan batas bawah lapisan tanah residu Faktor keamanan = 0,926
350
20 -5 120
110
340 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
100
90
80
70
Tanah residu
BH-II
Tanah lapuk
BH-I
60
50
Breksi volkanik 40
B 330 135
125
30
115
105
95
85
75
65
55
45
35
25
120 15
130 5
20 -5
120
Kondisi 3 Muka air tanah terletak dekat dengan permukaan tanah Faktor keamanan = 0,916
110 100 90 80 70 60
Tanah residu
BH-II
Tanah lapuk
BH-I
Breksi volkanik
C 125
40 30
330
135
50
115
105
95
85
75
65
55
45
35
25
120
15
130
5
20 -5
Gambar 15. Analisis bidang longsor dengan metode Bishop dengan jarak 105 meter dengan kondisi tanpa air tanah, air tanah sebagian dan air tanah memenuhi lereng
24 3 24 Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa proses pelapukan Breksi Volkanik G. Argopuro yang berumur Kuarter Tua telah mencapai kedalaman lebih dari 20 meter dari muka tanah terdiri dari tanah residu dengan tebal 16 meter, tanah lapuk dengan tebal 4 meter. Hasil analisa besar butir tanah dan konsistensi tanah ini termasuk lanau plastisitas sedang sampai plastisitas tinggi dan potensi mengembang rendah sampai sangat tinggi (Tabel 3 dan Gambar 16). Ketebalan tanah residu volkanik lebih dari 12 meter terletak diatas batuan dasar dan kemiringan lereng secara umum lebih dari 30 o sehingga tanah residu volkanik keadaan kritis,. Hal ini di lapangan ditunjukkan dengan adanya retakan memotong lereng dan sudah longsor tanggal 1 Januari 2006. Tebalnya tanah residu umumnya melebihi akar vegetasi sehingga vegetasi hampir tidak ada manfaatnya dalam menahan longsor, walau begitu perubahan penggunaan lahan dari hutan ke penggunaan lain ikut berperan dalam proses terjadinya longsor di daerah penelitian. Hasil pengukuran permeabilitas di lapangan menunjukkan bahwa tanah hasil pelapukan di permukaan termasuk kedap air sehingga tidak memungkinkan permukaan tanah melewatkan air ke dalam tanah. Air hujan masuk ke dalam tanah melewati retakan dan bersamaan dengan itu terjadi proses pelapukan di sepanjang retakan dan proses translokasi bahan tanah dari permukaan kedalam retakan. sedangkan translokasi menyebabkan berpindahnya bahan organik dari permukaan ke dalam retakan. Proses pelapukan dalam retakan ini membentuk anomali-anomali silica-sesquioxides dan anomali mineral lempung serta bahan organik. Proses pelapukan juga menyebabkan terjadi penghalusan mineral
25 3 25 sehingga persentase fraksi ukuran butir lempung menjadi lebih besar dibandingkan di bagian atas dan bawahnya, sehingga nilai SPT nya dan nilai konusnya rendah . Tabel 3. Aktivitas tanah dan potensi mengembang
Kedalaman BH – I -3 -6 -9 -12 -15 BH - II -3 -6 -9 -12 -15 Keterangan : Aktivitas =
Titik BH - I
%<2 mm
Indeks Plastis (IP)
Aktivitas
Potensi Mengembang
72.26 89 88.58 89.06 80
16.82 46.39 18.4 5 11.17
0.23 0.52 0.21 0.06 0.14
2.12 25.15 2.63 0.11 0.78
menengah sangat tinggi menengah rendah rendah
75.69 90 88 85.86 85.86
1.7 13.96 18.58 1.35 15.97
0.02 0.16 0.21 0.02 0.19
0.01 1.34 2.70 0.00 1.86
rendah menengah menengah rendah Menengah
Indeks Plastisitas , % butir < 2 mm Plastisitas Sedang
Rendah
Potensi Mengembang = 2,16 x 10-3 x (IP)2,44
Titik BH - II
Tinggi
Rendah
Plastisitas Sedang
Tinggi
80
80 70
70
L e m p u n g
L e m p u n g 60
50
50
Batas Plastis
60
40 30 20
87
Batas Plastis
Keterangan
40 30 20
L a n a u
L a n a u
10
10
0
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
0
10
20
30
Batas Cair -3m
- 6m
-9m
40
50
60
70
80
90
100
Batas Cair -12m
- 15m
-3m
-6m
-9m
-12m
Gambar 16 Jenis tanah di daerah penelitian
- 15m
- 18m
110
26 3 26 Hasil analisis stabilitas lereng dengan metode Bishop dengan jarak 105 meter menunjukkan bahwa bidang longsor terjadi sejajar dengan tebal lapisan tanah residu baik dalam keadaan kering maupun dalam keadaan lereng jenuh air. Bidang longsor yang terjadi di daerah penelitian pada tanggal 1 Januari 2006 sesuai dengan bidang longsor model. .Masuknya air melewati retakan menimbulkan dispersi unsur kimia dan material di lereng yang menyebabkan pemiskinan dan pengkayaan. Unsur-unsur mayor seperti Ca2+, Na+, Mg2+, K+, Mg2+, Si4+, Fe2+ , Fe3+, dan Al3+ secara umum mengalami penurunan konsentrasi yang dicirikan oleh menunrunnya harga senyawa oksida atau di dalam istilah geokimia mengalami pemiskinan di kedalaman 12 meter. Unsur-unsur ini tertranslokasi (alih tempat) ke lain tempat dan atau tertransformasi (alih rupa) yaitu mengalami pelapukan lebih intensif. Proses translokasi ini juga menyebabkan berpindahnya bahan organiik, material berukuran lempung dan atau ditambah dengan proses pelapukan yang intensif sehingga pada kedalaman 12 meter dijumpai material berukuran lempung cukup banyak. Oleh karena itu maka silica-sesquioxides mengecil padahal kalau tidak ada gangguan akan membesar ke arah dalam (Gambar 17a dan 17b). Masuknya air kedalam retakan juga menyebabkan transformasi yaitu dengan terbentuknya mineral lempung haloisit di kedalaman 12 meter ke arah atas dan ke arah bawah sehingga hampir di seluruh tubuh tanah hasil pelapukan dijumpai mineral haloisit.
0
0
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
12
12
12
12
15
15
15
15
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
21
21
21
21 0.0 1.0 2.0
21
21 7.0 10.0 13.0
21
21 0.0 0.3 0.6
21
21 0.2 0.3 0.6
21
12
12
12
15
15
15
18
18
21
21
Vane Shear 0 35 70 (kg.cm2)
6.0
9.0
9.0
9.0
12.0
15
15.0
0.0 0.3 0.6
12.0 15.0
MgO
12.0 15.0
18.0
18.0
18.0
21.0
21.0
21.0 2.0 2.3 2.5 2.8 Silica Alumnia SiO2/Al2O3
P2O5
Na2O
MnO
6.0
Base Alumina (K2O+Na2O+CaO+MgO)//Al2O3
K 2O
3
3
3
3
3
3.0
3.0
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6.0
6.0
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9.0
9.0
12
12
12
12
12
12
12
15
15
15
15
15
15
15
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
21
21
21 21 Vane Shear 0 35 70 (kg.cm2) 120
21
21 0.0 1.0 2.0
21
21 7.0 10.0 13.0
21
21 0.0 0.3 0.6
21
21 0.2 0.3 0.6
110
90
70 60 Tanah residu
Tanah Lapuk
BH-II BH-I BH-II BH-I
Tanah lapuk 50
Breksi Volkanik
Breksi volkanik
40 30
330
75
65
55
45
35
25
120
15
130
5
20 -5
TiO2
Fe2O3
12 15
12 15
CaO
12 15
12 15
kedalaman (m)
3
kedalaman (m)
3
kedalaman (m)
3
kedalaman (m)
3
kedalaman (m)
3
80
85
Al2O3
6.0
3
Tanah Residu
95
CaO
15
12
3.0
3
Bidang longsor hipotetik
105
15
12
3.0
3
100
115
15
12
3.0
0.00 0.05 0.10 0.15 2.0 0.0 0.0
J alan
125
15
12
0.00 0.05 0.10 0.152.0 2.3 2.5 2.8 1.50 0.0 0.0 0.0
Nilai Konus 0.0 25.0 50.0 0.0 0.5 1.0 0 kg/cm2)) 35 70 38.0 40.0 42.0 0.0 1.0 2.0 28 30 32 7.0 10.0 13.0 0.0 0.2 0.4 0.0 0.3 0.6 0.0 0.5 1.0 0.0 0.3 0.6 0.0 0.2 0.4 0.0 0.3 0.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
kedalaman (m)
Kedalaman (m)
SiO2
Kondisi 3 Muka air tanah terletak dekat dengan permukaan tanah Faktor keamanan = 0,916
135
15
12
Fe2O3
TiO2
SPT (Blows/feet)
12
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
3
0
0
Na2O
12 15
12 15 18 21
0.0 0.3 0.6
P2O5
12.0 15.0
kedalaman (m)
0
0
Silic SiO
Base Alumina (K2O+Na2O+CaO+MgO)//Al2O3
kedalaman (m)
0
kedalaman (m)
Kedalaman (m)
MgO SiO2 Al2O3 MnO K 2O Nilai Konus 0.0 25.0 50.0 0.0 0.5 1.0 0 kg/cm2)) 35 70 38.0 40.0 42.0 0.0 1.0 2.0 27 29 31 7.0 10.0 13.0 0.0 0.2 0.4 0.0 0.3 0.6 0.0 0.5 1.0 0.0 0.3 0.6 0.0 0.2 0.4 0.0 0.3 0.6
kedalaman (m)
SPT (Blows/feet)
Gambar 17a. Penampang lereng, bidang longsor hipotetik, SPT, Vane Shear, (m) (m) Nilai kedalaman Konus, dan kandungan unsur-unsur mayorkedalaman tanah
27 3 27
12.0 15.0
18.0
18.0
21.0
21.0
2.0
28 3 28
Gambar 17b. Penampang lereng, bidang longsor hipotetik, rasio basa alumina, silica-sesquioxides, CWI dan CIA
29 3 29 D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan a. Proses geokimia yang terjadi di sepanjang bidang retakan telah melemahkan kekuatan geser tanah melalui proses translokasi unsur-unsur bahan semen tanah seperti silika, alumina, oksida besi, bahan organik dan berpindahnya butiran serta mineral lempung dari permukaan ke dalam bidang retakan. Pada bidang longsor terjadi anomali silicasesquioxides yang mengecil ke arah lebih dalam, anomali indek pelapukan CIA > 85% sampai kedalaman > 15 meter, terjadi pula anomali ukuran butir lempung > 50%, dan anomali kandungan mineral lempung haloisit yang dijumpai di setiap kedalaman serta anomali bahan organik. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan unsur, material dan proses pelapukan oleh air yang melewati retakan. b. Ketebalan tanah residu volkanik Kuarter Tua G.Argopuro lebih dari 16 meter dan proses geokimia menyebabkan material lereng menjadi uzur. Oleh karena terletak di atas batuan dasar yang keras dengan SPT lebih dari 60 pukulan/kaki, dengan kemiringan lereng lebih dari 300 serta didominasi oleh material ukuran lempung – lanau, maka tanah residu volkanik Kuater Tua G.Argopuro dalam keadaan kritis.
30 3 30 2. Saran Penelitian ini merupakan salah satu cara dalam memahami longsor yang terjadi secara bersamaan dalam satu waktu dan mestinya banyak hal-hal yang belum terungkap sehingga bisa dipakai dalam memahami tentang longsor secara utuh. Untuk itu disarankan : a. dilakukan penelitian pengembangan lebih kearah umur dari batuan dan tanah hasil pelapukannya sehingga diperoleh atau diketahui secara umum bahwa umur batuan tertentu akan menghasilkan tebal tanah tertentu yang tidak stabil. b. dilakukan penelitian pengembangan untuk stabilisasi tanah residu volkanik Kuarter Tua karena tanah residu Volkanik Tua banyak dijumpai di Indonesia dan secara umum padat hunian. c. dilakukan penelitian pengembangan terkait dengan dijumpainya mineralmineral alterasi hidrotermal dalam tanah hasil pelapukan Argopuro.
Breksi
31 3 31 Daftar Pustaka Aristizabal E., Roser B and Yokota S., 2005. Tropical Chemical Weathering of Hillslope Deposits and Bedrock Source in the Aburra Valley, Northern Colombian Andes, Engineering Geology 81, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com Campanella D., 1990, Xstabl, Interactive Software Designs, Inc., Civil Eng., Univ. of B.C, Vancouver, CANADA Darmawijaya I., 1980. Klasifikasi Tanah, IPB Bogor. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur, 2003, Identifikasi Kawasan Rawan Gerakan Tanah dan Longsor Di Jawa Timur Khususnya di Obyek Wisata dan Pemukiman, Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur, Tidak Dipublikasikan, Surabaya. Duzgo-Aydin N.S., Aydin A. and Malpas J., 2002. Re-assessment of Chmeical Weathering Indeces : Case Study on Pyroclastic Rocks I Hong Kong, Engineering Geology 63, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com. Jenny, H., 1941, Factors of Soil Formation a System of Quantitative Pedology, Dover Publication, Inc., New York. Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia, dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas teknik universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ISBN 979-95811-3-3. Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Jurusan Teknik Sipil ITS, 2007, Kumpulan Hasil Penyelidikan Tanah di Daerah Longsor di G.Wilis, G.Kawi-Tretes, G.Argopuro Jawa Timur, Tidak Dipublikasikan, Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya. Mitchcell J.K., 1976. Fundamentals of Soil Behavior, John Wiley and Son Inc, New York Nyakairu, G.W.A. and Koeberl, C., 2001. Mineralogical and chemical composition and distribution of rare earth elements in clay-rich sediments from central Uganda, Geochemical Journal, Vol. 35, pp. 13 to 28, 2001 Ohba T and Nakagawa M , 2002, Minerals in Volcanic Ash 2: Non-magmatic Minerals , Global Environmental Research. ISSN:1343-8808 Vol.6, No.2, Page. 53-59, Japan PVMBG, 2005, Pengenalan Gerakan Tanah, tidak dipublikasikan, PVMBG, Bandung
32 3 32 Raharjo H., Aung K.K., Leong E.C. and Rezaur R.B., 2004. Characteristic of Residual Soils in Singapura as Formed by Weathering, Engineering Geology 73, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com. Rose, A.W., Hawkes, H.E. and Webb, J.S., 1981. Geochemistry in Mineral Exploration, 2nd ed., Academic Press Inc, London. Sapei T., Suganda A.H., Astadireja K.A.S dan Suharsono, 1992, Peta Geologi Lembar Jember, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Schroeder D, 1980. Soils Facts and Concept, Int. Potash Institute, Switzerland Shelby, 1993. Hillslope Materials and Process, Oxford University Press, Oxford Sotomayor A.I.T., 2002, A Spatial Analysis Of Different Forest Cover Types Using Gis And Remote Sensing Techniques. A Case Study In Shivapuri Area, Nepal. Forest Science Division, Master of Science in Geo-information for Forest and Tree Resource Management, ITC, Enschede, The Netherlands. Subagio H., Kardono P., dan Sukmantaya I.N., 2006. Integrasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Analisis Kondisi Permukaan Lahan dan Geomorfologi, Studi Kasus Banjir Bandang Kecamatan Panti dan Kecamatan Rambepuji, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Laporan Penelitian, Bakosutanal, Jakarta Tan Y. C. and Gue S. S., 2001. The Determination of Shear Strength in residual soils for Slope Stabiliy Analysis, Seminar Cerun Kebangsaan, Cameron Higlands, Malaysa Tan, K.H. and Troth, P.S., 1982, Silica Sesquioxide Ratios as Aids in Characterization of Some Temerate Region and Tropical Soil Clays, Soil Science Society of America Journal, Vol. 46, No. 5, pp. 11091114. Thomas M., 1994. Tropical Geomorphology, John wiley and Sons Inc., New York Tim Gubernur Provinsi Jawa Timur, 2006, Analisis dan Evaluasi Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Jember, Tidak Dipublikasikan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Surabaya Wen. B. P., 2001. Quantitative Microstrutural Analysis of Slip Zone of landslide in Granitic Saprolite Hongkong; Geology Society of America Annual Meeting, November, Abstract Paper no. 27-0. Ziemer R.R, 1981, The Role of Vegetation in the Stability of Forested Slopes, Proceedings-Referate-Exposes XVII IUFRO World Congress, Japan.