PERANAN ADVOKAT DI ERA PERGERAKAN DALAM PERJUANGAN NON-KOOPERATIF MELAWAN PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA MENUJU LAHIRNYA REPUBLIK INDONESIA : cermin perjuangan sebuah Profesi terhormat (officium nobile) berlandaskan kebebasan dan kemandirian Arnaldo JR Soares'
ABSTRAK Advokat adalah salah satu profesi yang tertua dalam sejarah manusia. Perjalanan sejarah profesi ini dinamakan OFFICIUM NOBILE (Jabatan yang Mulia) karena aspek kepercayaan dari pemberi kuasa dijalankan untuk rnempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan. Namun demikian kemuliaan profesi ini seringkali hanya disorot dari perspektif teknis hukum yang sangat instrumental tanpa mengulas mengenai bagaimana para advokat adalah pejuang yang gigih melawan kolonialisme dan ikut aktif dalam pergerakan kemerdekaan sejak awal. Tulisan ini adalah sedikit ulasan yang berusaha untuk mengedepankan sisi kejuangan profesi advokat yang kurang menjadi sorotan dewasa ini. Kurang diangkatnya sisi kejuangan advokat memberi ruang negatif terhadap profesi advokat dengan stigma bahwa advokat adalah profesi bayaran dengan jargon `maju tak gentar membela yang bayar; Kendatipun sejak awal abad lalu, profesi advokat menjadi basis pejuang pergerakan yang tidak mau tunduk pada pemerintah kolonial dengan membangun kemandirian profesi dan menjadi pelopor pejuang non-kooperatif. Mengulas kenyataan sejarah ini adalah bagian dari perjuangan melawan lupa, sehingga harus dilakukan oleh para advokat agar masyarakat tidak melihat profesi officium nobile ini sebagai suatuformalitas semata tetapi adalah realitas sejarah bangsa yang harus sama-sama dirawat dan dilestarikan. Dengan demikian advokat sebagai sebuah profesi yang mulia dapat dipaharni dalam keutuhannya dan tidak secara artifisial belaka.
Kata kunci: Advokat, officium nobille, non-kooperasi, pergerakan, kolonial.
1
Advokat di AriyantoArnaldo Law Firm, Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Trisakti, Lulusan Lemhannas PPRA XLIX (Program Pendidikan Reguler Angkatan 49) Tahun 2013, email :
[email protected]
62 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Peron Advokat Di Era Pergerakan
A. PENDAHULUAN
...- Arnaldo JR Soares
perjuangan non-kooperatif di era
maksimal bagi Advokat untuk berjuang demi mewujudkan idealisme tersebut. Advokat memiliki keleluasaan tersebut dan terbukti
pergerakan harus dipahami dari akar profesi
bahwa perjuangan pergerakan kemer-
Advokat sebagai Profesi terhormat (officium nobile). Dalam Kode Etik Advokat Indonesia diuraikan konsep officium nobile sebagai berilcut :
dekaan Indonesia sejak awal memiliki tokoh-tokoh yang berprofesi sebagai advokat. Salah satunya adalah Ali
" Advokat sebagai Profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan Profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-
bagaimana idealisme bagi perjuangan
undang dan Kode Etik, memiliki KEBEBASAN yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada KEMANDIRIAN, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. "2
sebagaimana dikatakannya antara lain sebagai berikut :
Profesi advokat sebagai basis
Sastroamidjojo yang mengisahkan kemerdekaan tersebut ditumbuhkan sejak dini saat masih menempuh pendidikan hukum di negeri Belanda. Hal ini
"Pusat pertemuan adalah tempat tinggal Sdr. Achmad Subardjo di Noordeinde No. 32, Leiden. ... Di tempat kediaman Sdr. Subardjo di Leiden itulah kegiatan-kegiatan politik Perhimpunan Indonesia dibicarakan. Untuk memper-
Konsep Profesi terhormat di atas menyiratkan dua kata yang menjadi modal dasar kekuatan profesi Advokat dalam perjuangan non kooperatif melawan
tebal semangat kebangsaan, ..., di
pemerintah kolonial Hindia Belanda, yaitu : KEBEBASAN dan KEMANDIRIAN. Dua kata yang menjadi pondasi bagi Advokat untuk memiliki momentum dan modal untuk membentengi perjuangan non-
ditempelkan bendera merah putih dengan kepala kerbau di tengahnya. Bendera yang kami cita-citakan menjadi bendera Indonesia merdeka di kemudian hari. Kami dianjurkan untuk tiap-tiap
kooperatif. Idealisme yang tidak dilandasi
angan-angan mewah. Akan tetapi idealisme yang dikawal oleh kebebasan dan
kali hendak menempuh ujian, singgah sebentar di kamar duduk Sdr. Subardjo itu dan berdiri sejenak di muka bendera itu sambil mengheningkan cipta untuk mempertebal tekad bahwa menempuh
kemandirian memberikan keleluasaan yang
ujuan adalah untuk kepentingan
oleh kebebasan dan kemandirian akhirnya hanya akan berhenti sebagai mimpi dan
dinding kamar duduk Sdr Subardjo
perjuangan kemerdekaan tanah air"' 3
Lampiran Surat Keputusan Kongres Advokat Indonesia Nomor : 08/KAI-I/V/2008 tentang Kode Etik Advokat Indonesia, Hal. 7 Ali Sastroamidjojo, Tonggak-tonggak di Perjalananku, (Jakarta : PT. KINTA, 1974), Hal. 38-40.
Jurnal Hukunt PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
I 63
Arnaldo JR Soares - Peron Advokat Di Era Pergerakan
Mr. Achmad Subardjo dan Mr. Ali Sastromidjojo adalah advokat. Mereka sama-sama ditempa oleh pendidikan hukum di Universitas Leiden dan kembali ke tanah
Pemaparan ini berusaha melihat Advokat sebagai sebuah Profesi terhormat (officium nobile) dalam realitas sejarah yang konkrit khususnya sejarah pergerakan
air menjadi advokat yang bebas dan mandiri yang menghasilkan kualitas pejuang yang tangguh di era pergerakan nasional sampai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mengacu pada ilustrasi di atas sebagai fakta sejarah maka jelas bahwa peran advokat di era pergerakan bukan lahir sebagai hasil proses karbitan tetapi melalui pembinaan yang telah jauh dimulai sejak
non-kooperatifdalam perjuangan merebut
masa pendidikan hukum di Universitas Leiden Negeri Belanda. Pembinaan tersebut memberi akar bagi tumbuhnya idealisme perjuangan yang kokoh dan motivasi besar untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara melainkan juga hams dilengkapi oleh perbaikan partisipasi masyarakat untuk ikut merealisasikannya. Advokat memiliki akses dan kapasitas terbesar untuk memastikan system
kebebasan dan kemandirian sebagai
peradilan bekerja. Hal ini karena profesi
seorang non-kooperatif. Ali Sastroamidjojo menggambarkan tekad kemandirian dalam
advokat di Indonesia adalah produk
kebebasan tersebut sebagai berikut : "Sudah barang tentu saya sama sekali tidak memikirkan untuk melamar menjadi pegawai negeri Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimanapun juga saya bertekad untuk mencari nafkah dengan bekal kesarjanaan hukum saya. .Itulah sebabnya saya membuka kantor
antara formalism hukum dan peradilan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat yang terus berkembang. Minimnya kesadaran akan fungsi di samping kebutuhan begitu besar terhadap status inilah yang menggiring Advokat pada stagnasi pemikiran dan membuat arah perjuangan tidak jelas.5
advokat sendiri di Yogya, meskipun tidak mempunyai pengalaman di bidang itu sama sekali. 4
revitalisasi konsep eksistensi Advokat
kemerdekaan. Dengan demikian pemahaman terhadap eksistensi profesi Advokat tidak hanya secara parsial atau formal semata tetapi pemahaman tersebut mampu untuk memaknai perj uangan bangsa. Hal ini penting mengingat reformasi hukum dan peradilan tidak melulu diartikan sebagai perubahan di tingkatan system
langsung dari kesenjangan yang muncul
Untuk itu diperlukan adanya khususnya sebagai Profesi terhormat (officium nobile) dengan bercermin pada
Ibid, Hal. 73 Pusat Studi Hukum&Kebijakan Indonesia (PSHK), ADVOKAT INDONESIA MENCARI LEGITIMASI : Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia (Jakarta : PSHK, 2001), Hal. iv-vi.
64 I
Jurnal 1-lukum PRIOR'S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Peran Advokat Di Era Pergerakan - Arnaldo JR Soares
sejarah perjuangan Advokat berlandaskan kebebasan dan kemandirian yang secara langsung dilihat pada era pergerakan dalam perjuangan non-kooperatif melawan Pemerintah Kolonial Belanda demi arab perjuangan jelas menuju masyarakat adil dan makmur sebagai cita-cita didirikannya Republik Indonesia. Dengan demikian yang diperlukan bukan lagi mencari legitimasi Advokat Indonesia tetapi membangun narasi afirmasi atas eksistensi dan perannya dalam riwayat eksistensi Republik Indonesia sejak awal hingga hari ini. Bertolak dari pemikiran di atas, maka tulisan ini selanjutnya akan menggambarkan mengenai peranan advokat di era pergerakan dalam perjuangan non-kooperatif menuju Indonesia merdeka sebagai titik api bagi revitnlisasi peran Advokat dewasa ini di era demokrasi, harapannya citraAdvokat tidak lagi didiskreditkan secara sepihak karena pemahaman yang minim, citra Advokat diposisikan secara proporsional sebagai sebuah Profesi Terhormat (ofticium nobile) bukan secara formal tetapi karena peran penting Advokat dalam ikut andil mendirikan Republik Indonesia serta peranya dalam derap langkah sejarahnya. Sehingga kita bisa belajar dari masa lalu, mempersiapkan masa depan dan memetakan masa sekarang secara bebas dan mandiri.
6
B. PEMBAHASAN Peran Advokat bukan hanya sebagai spesialis dalam penyelesaian pertentangan antar warga, tetapi juga lebih menonjol lagi sebagai spesialis dalam hubungan antara masyarakat dan negara karena profesi ini menonjol dalam sejarah negara modern sebagai sumber ide dan pejuang modernisasi, keadilan, hak asasi manusia, konstitusionalisme dan setemsnya.'Dalam konteks ini, kebebasan dan kemandirian yang dimiliki oleh profesi Advokat telah memberikan keleluasaan yang maksimal untuk secara efektif menjalankan perannya sebagai spesialis penyelesaian pertentangan. Di era kolonialisme ketika perhambaan dan ketergantungan telah menj adi cara efektif untuk menindas kaum terjajah maka peran Advokat sebagai profesi terhormat sangatlah penting. Keadvokatan Indonesia mencapai bentuknya yang sempurna dalam rahim kolonial. Sampai pertengahan tahun 1920an di Hindia Belanda semua Advokat dan notaris adalah orang Belanda. Para pejabat kolonial enggan mendorong berkembangnya pengacara pribumi.' Para pengacara Indonesia angkatan pertama berketetapan hati untuk memilih pekerjaanmereka di Negeri Belanda. Suasana Negeri Belanda yang lebih bebas membersitkan perhatian atas profesi Advokat di kalangan mahasiswa
'bid, Hal. vii-viii Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia : kesinambungan dan perubahon, (Jakarta : LP3ES, Mei 2013), Film. 287-288.
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
I 65
Arnaldo JR Soares - Peron Advokat Di Era Pergerakan
Hukum Indonesia angkatan pertama yang
politik. Bagi Advokat Indonesia, memulai
berjumlah empat puluh orang sehingga tidak kurang dari enam belas orang yang menjadi Advokat dari empat puluh orang tersebut. Hal ini terutama disebabkan faktor-faktor politik dan ideologi terutama melalui organisasi Perhimpunan Indonesia (PI)
praktek adalah langkah yang sulit. Pada
yang lebih galak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Semangat ideologi mereka itu sulit untuk memungkinkan mereka untuk kembali pulang dan memangku jabatan di Landraad karena walaupun gerakan nasional bergelora tetapi pemerintah dan bukan praktek swasta atau dunia dagang yang menjadi sumber status dan jaminan sosial bagi golongan elit lama (Daniel S Lev, 2013: Hal. 310-313). Advokat Indonesia yang pertama adalah Mr. Besar Martokoesoemo yang pada tahun 1923 membuka kantor advokat di Tegal dan memulai jaringan kantor pengacara pribumi di Jawa Tengah dengan
umumnya mereka dijauhi para Advokat Belanda yang menganggap mereka sebagai ancaman dalam persaingan. Hampir mustahil untuk mendapatkan tempat dalam kantor Advokat Belanda yang sudah mapan. Karena ituparaAdvolcat baru harus memulainya dan awal tanpa pengalaman maupun klien. Dalam kenangan advokat Indonesia angkatan tua sekarang, penghinaan terhadap pribadi yang dialami sewaktu mereka sedang mulai berpraktek bercampur dengan semangat yang benarbenar lebih nasionalistis untuk melawan perlakuan kolonial terhadap bangsa Indonesia. (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 317-325). Kebebasan dan kemandirian yang mengawal derap langkah para Advokat pribumi selama masa kolonial telah menjadi penjaga yang kokoh bagi eksistensi para Advokat sebagai pembela hukum. Akar
membuka kantor di Semarang. Sementara Mr. Iskaq Tjokroadisurjo pada tahun 1926 membuka kantor Advokat di Batavia. Mr. Iskaq Tjokroadisurjo bergabung ke dalam pergerakan nasional sejak tiga bulan di Leiden dan bekerj a demi kemerdekaan Indonesia. Beliau berpendapat cara terbaik untuk melaksanakannya ialah dengan bekerja secara mandiri, tidak sebagai
demokrasi yang menjadi ciri eksistensi masyarakat Belanda serta penghormatan terhadap hukum telah memberi perlindungan
pegawai negeri. Untuk itu is mengambil keputusan untuk menjadi seorang advokat. Kantor Mr. Iskaq di Batavia, sebuah benteng pertahanan PNI (Partai Nasional Indonesia), adalah yang paling terlibat dalam
Advokat, termasuk juga Advokat Indonesia pada waktu itu dihormati danmempunyai tempat yang terhormat (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 326).
66
I Arm! Hukum PRIOR'S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
karena pengadilan di era kolonial kendatipun hidup dalam system yang dislcriminatif dan menindas tetap berakar pada induknya di Negeri Belanda dan menganggap penting para Advokat sebagai unsur dalam upaya mencari keadilan.
Peron Advokat Di Era Pergerokan - Arnaldo IR Soares
Kiranya benar bahwa karena
ang Insinyur (Bung Kamo dan Anwari), dua
kebebasan dan kemandirian yang mencari
orang dokter (Cipto Mangunkusumo dan
ciri dari profesi Advokat maka orang-orang yang menaruh perhatian besar dalam politik memilih lapangan keadvokatan. Para Advokat di kantor Mr. Besar Marto
Sarnsi Sastrowidagdo) dan lima Advokat (Iskaq, Sartono, Budiarto, Ali Sastroamidjojo dan Sunaryo). Semua Advokat dulunya sama-sama belajar di
koesoemo secara politik aktif. Suyudi
Leiden dan sebagian besar aktif dalam PI
adalah ketua PNI Jawa Tengah. Suyudi dan Gatot Mangkupraj a serta pemimpin PNI
(Perhimpunan Indonesia). Tidak ada sebuah partai pun di masa sebelum maupun sesudah kemerdekaan yang menghimpun begitu
lainnya ditangkap pada tahun 1929 bersama Bung Karno karena dianggap mengganggu ketentraman umum dengan pidato
banyak Advokat. Hanya dua buah partai di masa sesudah kemerdekaan yang
kelilingnya. Pembela Bung Karno pada peradilannya di Landraad Bandung dengan pleidoi beliau yang terkenal "Indonesia Menggugat" pada tahun 1930 terdiri dari
menempatkanAdvokat ke dalam pimpinan, yaitu : Masyumi dan PSI (Partai Sosialis
Mr. Sartono dari kantor Mr. Iskaq di
Daniel S. Lev secara jernih menguraikan kepeloporan politik para pioneer Advokat Indonesia antara lain sebagai berikut : " Berorientasi pada bangsa sebagai kesatuan, pada nasionalisme, dan pada kehidupan dan pandangan yang bersifat perkotaan, para Advokat pada umumnya juga berorientasi pada perubahan politik, ekonomi dan sosial yang bersifat nasional. Pada kelompok-kelompok lain pun demikian, tetapi pada advokat sasarannya digambarkan secara lebih tepat dan diungkapkan dengan baik, atau boleh jadi mereka di segi kelembagaan lebih terpusat daripada yang lain-lain. ... struktur dan volkgeist harus diubah, secara bertahap, spesialisasi dan penyempurnaan kelembagaan, serta pengembangan "kesadaran akan hak-hak" di kalangan
Batavia dan Mr. Sastromulyono serta Suyudi dari kantor Mr. Besar yang membantujuga selama persidangan. Ketika Bung Karno dan tiga orang pemimpin PNI lainnya dipenjara maka Mr. Sartono memegang pimpinan PNI danmengorganisir penggantinya, Partindo (Partai Indonesia Raya). Mr. Sartono tidak ditangkap dan diganggu karena deraj at kebangsawanannya menempatkan beliau berdasarkan hak Forum Privilegeatum, di bawah hukum golongan Eropa. Bagi sebagian besar Advokat, daya tarik PNI adalah karena PNI merupakan produk penting kebijaksanaan Etis, yang memberi pijakan awal bagi tumbuhnya lapisan profesional dari kelas kaum priyayi. Para pendiri PNI adalah kelas kaum professional baru daerah perkotaan. Dua or-
Indonesia). (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 317325).
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol. 4 No. I, Tahun 2014
I 67
Arnaldo IR Soares - Peran Advokat Di Era Pergerokan
rakyat — hak yang tidak bersifat kolektif melainkan individual. .. Perubahan tersebut memerlukan perantaraan Advokat, dan kesemuanya tidak dapat dipenuhi dengan dilestarikannya lembaga dan kekuasaan lokal. Patrimonialisme yang lama tidak dapat diterima secara umum oleh mereka karena patrimonialisme mencakup seluruh lembaga kekuasaan, prosedur dan nilai-nilai yang tidak menempatkan ketrampilan kepengacaraan sebagai sesuatu yang utama, dan sebaliknya justru menilai rendah ketrampilan tersebut sebagai penghalang dan pengacau belak,a. ... Pada garis besarnya sikap politik, sosial dan ekonomi para advokat dapat digambarkan secara instrumental "konservatif ' tetapi secara substantif "progresif". Mengingat kepeloporan mereka dalam gerakan nasional, para Advokat berharap dapat berkiprah lebih baik lagi di negara yang sudah merdeka.8 Sikap dan kepeloporan sebagaimana digambarkan dalam kutipan di atas telah mencerminkan eksistensi Advokat sebagai Profesi terhormat (officium nobile) yang konkret dalam Hindia Belanda yang nota bene adalah negri jajahan yang hidup dalam
tangan besi ini memang sempat melunak di era politik Etis yang dimulai secara resmi oleh Ratu Wilhelmina pada tahun 1901 dan dijalankan oleh Gubernur Jendral sejak saat itu hingga dibentuknya Volksraad pada tahun 1918 pada era Gubernur Van Limburg
komunitas masyarakat yang diskriminatif,
halnya Mr. Sartono yang meneruskan PNI
dieksploitir secara permanen oleh penjajah dan dikontrol dengan tangan besi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sikap
dan mendirikan Partindo di saat Bung Kamo sedang ditahan. Kemandirian dan kebebasan telah menjadi benteng yang
8
lbid, Hal. 336-338
68
I Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Stirum (1916-1921) dan kemudian dilanjutkan oleh Gubernur Jendral D. Fock dan Jkhr. Mr. A.C.D De Graeff. Selama masa pemerintahan para Gubemur Jendral pendukung Politik Etis ini, kaum nasionalis Indonesia memperoleh cukup banyak ruang gerak untuk mengekspresikan perjuangan mereka. Hal ini secara bertahap memudar dan memasuki dasawarsa 1930-an Hindia Belanda semakin menjadi sebuah negara polisi. Paling tidak ada sekitar 400 orang tawanan politik yang disekap atau diasingkan oleh pemerintah kolonial. Dalam suasana penindasan "preventif' ini dapat dimengerti bahwa dasawarsa ini adalah tahun-tahun yang sepi dari pergerakan nasional (Nino Oktorino, 2013: Hal. 0811). Namun eksistensi Advokat tidak menjadi pudar dan patah kendatipun banyak tokoh pergerakan yang diasingkan. ParaAdvokat yang aktif da lam pergerakan banyak yang tidak diasingkan dan bahkan dapat meneruskan perjuangan seperti
Peran Advokat Di Era Pergerokan ... - Arnaldo JR Soares
kokoh dalam menghadapi tangan-tangan
memulihkan supremasi hukum di Indonesia.
besi kolonial. Sikap tangan besi pemerintah kolonial secara tegas dinyatakan oleh Gubernur Jendral Jhr. de Jonge yang menyatakan dengan angkuh,"Belanda
Sejarah telah mencatat bahwa dalam iklim kolonial yang tumbuh dalam ketidakadilan maka Advokat dalam kebebasan dan kemandirian telah membuktikan peran dan
berada di sini (Hindia Belanda) selama
kepeloporannya di era pergerakan. Hal ini
300 tahun lagi
adalah modal bagi Advokat yang
bila perlu dengan pedang dan pentung. "9 Politik Etis Belanda digantikan oleh kebijakan yang mengedepankan Rust en Orde (keamanan dan ketertiban) karena kebijakan sebelumnya dianggap memberikan angin terhadap kaum pergerakan nasional yang semakin anti-Belanda. '°
seyogianya direvitalisasi untuk kembali memegang perannya demi penegakan supremasi hukum di era reformasi. Sejarah memang bisa menjadi romantisme masa silam ketika api dan
Kenyataan sejarah sebagaimana telah
rohnya tidak digali dan dihidupkan sesuai perspektif zaman. Tetapi sikap untuk mengabaikan masa lalu sama bahayanya
diuraikan di atas adalah fakta yang
dengan mengacuhkan masa depan. Tanpa
menguraikan peran dan kepeloporan
memahami masa lalu maka tidak mungkin dilakukan perubahan di masa depan karena manusia dalam setiap tindakannya membutuhkan orientasi. Sejarah adalah orientasi bagi penataan masa depan.
Advokat sebagai Profesi Terhormat (oflicium nobile) dalam sejarah pergerakan nasional dan peran Advokat adalah sangat signifikan dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Amat sangat disayangkan jika peran dan kepeloporan tersebut akhirnya sirna ditelan waktu dan eksistensi Advokat dewasa ini dipandang bukan lagi sebagai sebuah kepeloporan dan dipandang secara a priori sebagai orang bayaran. Citra adalah cermin eksistensi. Oleh karena itu ketika citra Advokat didiskreditkan oleh fakta sesaat dan bahkan digeneralisir dari sisi yang negatif, merupakan sebuah kewajiban
Memahami peran dan kepeloporanAdvokat angkatan awal menjadi sebuah catatan refleksi bahwa sebagai Profesi terhormat (officium nobile) maka Advokat mempakan salah satu pilar pendiri Republik Indonesia. Profesi Advokat dengan mantap tetap bertahan hidup, tetap memelihara beberapa cita-cita yang khusus melekat pada profesi keadvokatan. Cita-cita ini bersangkut paut
intelektual untuk mendudukkan posisi
dengan hak-hak pribadi, keadilan
Advokat secara proporsional dalam sejarah Indonesia sebagai langkah awal dalam
keacaraan dan perlindungan terhadap kekuasaan Pemerintah. Tindakan segelintir
9
Nino Oktorino, Runtuhnya Hindia Belanda, (Jakarta : Kompas Gramedia, 2013), HaI.10 Ibid
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
I 69
Arnaldo JR Soares - Peron Advokat Di Era Pergerakan
oknum yang mungkin memberikan citra
pandang. Kurikulum yang seakan-akan
negatif terhadap profesi Advokat tidak
menempatkan advokat hanyalah
layakmenjadi alasan untuk menggeneralisir
kerjaan teknis pola hubungan antara
profesi terhormat ini. Pada umumnya para advokat menanggapi perubahan di sekitar
pengacara dan klien. Permintaan klien
dirinya secara konservatif, kadang secara
Pengacaralah yang mencari alat teknis
kaku dan seringkali dengan berani mempertahankan prinsip ash peranan pro-
dan dalilnya. Semudah itu. Pragmatisme
fessional mereka (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 342). Tetapi ada yang bersikap fleksibel namun tidak sedikit yang teguh bersikap lurus dan membela perkara yang tidak popular di pengadilan. Kondisi tidak mematahkan keyakinan kendatipun bersikap fleksibel bukanlah berarti berkhianat. Hanya sejarah yang dapat memberi arti pada semua jalan dan riwayat
menghalalkan segala cara untuk
yang naik turun sesuai j aman dan profesi Advokat memiliki pedoman yang kokoh untuk menjadi pematok, yaitu : kebebasan dan kemandiriannya. Ulasan di bawah ini memberikan perbandingan citraAdvokat angkatan awal dalam kepeloporannya dengan citra Advokat dewasa ini yang dinarasikan oleh Bapak Zainal Arifin Mochtar dalam artikel beliau berjudul "Hidup-Matinya Yap Thiam Hien" antara lain sebagai berikut :
adalah sabda yang harus dipenuhi.
mendorong pengacara yang kernudian memuaskan keinginan klien. Tentang ini, mudah untuk melihat betapa pengacara sering kali menjadi penyumbang besar proses koruptif. Ia menjadi penyedia jalan bagi kemungkinan berbagai proses miring dalam penegakan hukum. Suap dan mengatur perkara adalah jalan yang paling cepat menyelesaikan keinginan
" Lihat saja pendidikan advokat
klien, meski tidak tepat dan taat pada aturan hukum. Catatan yang tersedia memperlihatkan unsur penting penegakan hukum ini bersalin rupa menjadi mafia penghancur proses hukum. Sangat banyak kasus yang bisa dipakai untuk menjelaskan peran pengacara sebagai mafia, nyata dan tanpa keraguan. Advokat sering kali jadi bagian dari masalah ketimbang solusi.
yang saat inijauh lebih memperhatikan
coba bandingkan dengan gaya
skill dibanding nilai. Silahkan membaca
pengacara sekarang yang penuh tren
detail kurikulum pendidikan advokat.
gaya hedonis. Dan hal ini dipertunjukkan
Silabus yang penat dengan pengukuran skill terpampang panjang dan lebar, tapi
dengan gagah, seakan-akan itulah makna hidup panutan yang harus dituju
sangat alpa pada nilai, contoh, dan cara
sebagai pengacara. Uang menjadi
70
I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Peran Advokat Di Era Pergerakan - Arnaldo JR Soares
incaran yang dibungkus dengan katakata ingin menegakkan hukum. Hal yang tentunya agak mustahil ketika dilakukan secara pro bono. Makanya, jamak pengacara mengakui, meski ada di undang-undang, bahkan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah dan aturan internal organisasi advokat, tetap saja tidak tersedia atensi yang tinggi dari para advokat untuk mewakafkan waktunya dalam bentuk kerja pro Bono. "1 ' Narasi di atas adalah bukti bagaimana Advokat berada dalam komunitas penegak hukum dan hidup dalam dunia hukum yang berkelindan di Republik ini. Rendahnya penegakan hukum dan moril penegak hukum secara langsung akan berimbas pada bagaimana Advokat mempertahankan eksistensinya dan ketika hukum tidak lagi menjadi prioritas sejak era Demokrasi Terpimpin (1959-1966) dan Orde Baru (1966-1998) maka Advokat harts berjalan sesuai dengan derap jaman agar tidak terlindas dan hancur profesinya karena Advokat bukan hidup di ruang hampa. Sejarah telah menunjukkan bahwa rusaknya sistem perlindungan hukum selama 40 tahun mempunyai dampak yang luas termasuk terhadap eksistensi Advokat. Pekerjaan perusakan sistematis atas kelembagaan dilakukan pada tahun 1950an dan 1960-an oleh elit politik dan militer Indonesia yang ambisius, dengan menyerang
dan mengganggu dasar kelembagaan yang rapuh namun menjanjikan mengingat pada akhir era kolonial di Indonesia "kedudukan dan peran peradilan dihormati dan mapan." Orang Indonesia zaman sekarang heran kalau diberitahu bahwa negara ini awalnya punya lembaga hukum yang kuat dan birokrasi yang cukup profesional. Mereka sering menyatakan pandangan bahwa Indonesia terj ebak "budaya korupsi", seolaholah merupakan cacat negara ini sejak awal. Perasaan putus asa itu diperburuk kenyataan bahwa yang menyatakan adalah generasi baru orang Indonesia terdidik dan berpengetahuan, yang pandangannya sebagian besar dibentuk sesudah Soeharto jatuh dan demokrasi prosedural sudah berjalan. Untuk memudahkan penjarahan ekonomi kepulauan ini dan mengurusnya dengan cara yang memanfaatkan sepenuhnya hirarki dominasi lokal, Belanda mengendalikan negeri jajahannya melalui sistem hukum dan birokrasi dualistik yang berdasar ras dan etnisitas. Meskipun ada pemisahan tegas, ada juga daerah abu-abu di antaranya. Ahli-ahli hukum Indonesia dan Belanda sepanjang paruh pertama abad keduapuluh sudah menyerukan agar sistem pengadilan dipersatukan. Harus dibuat pilihan dalam hal struktur hukum bercabang dua itu. Dalam rapat BPUPKI (Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) akhirnya dipilih usulan dari Mr. Soepomo untuk
" Seri Buku TEMPO : PENEGAK HUKUM, "YAP THIAM HIEN : 100 tahun Sang Pendekar Keadilan, Cetakan Pertama, Agustus 2013, Hal. 150-151.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. I, Tahun 2014
I 71
Arnaldo JR Soares - Peran Advokat Di Era Pergerakan
menggunakan sisi Indonesia kolonial. Hal
222-229). Kebanyakan Advokat terutama di
ini didukung oleh Soekarno bahwa sistem tradisional dan kekeluargaan lebih cocok bagi masyarakat Indonesia. Republik revolusioner telah menggunakan "sisi paling represiftatanan hukum plural kolonial."
masa Demokrasi Terpimpin sekedar hidup, itupun jika mujur, dari satu-dua perkara dengan bayaran yang baik yang hampir tidak memberikan kepuasan profesional,
Keputusan itu menyiapkan latar bagi ketiadaan total kendali hukum yang kemudian mempermudah penciptaan oligarki sultanistik oleh Suharto. Namun
dalam keadaan setengah nganggur, atau menomboki penghasilan yang kecil dari profesinya dengan harta keluarga dan penghasilan dari peketjaan lain. Pam hakim,
infrastruktur hukum Indonesia, biarpun punya kerentanan tersembunyi di intinya, jauh lebih profesional dan independen pada
jaksa, notaris, birokrat dan para pejabat
tahun 1950-an daripada tahun 1960 dan seterusnya. Sistem hukum yang diwarisi dari masa penjajahan bekerja sangat baik di bawah pemerintah parlementer dan lembaga hukum umumya dihormati dan dipercaya. Serangan terhadap sistem hukum itu sengit dan sejak Demokrasi Terpimpin sistem
hukum lainnya, yang juga mengalami hambatan fungsi, bagaimanapun menyesuaikan diri lebih mudah daripada Advokat. Nasib Advokat tergantung pada perkembangan di mana, dalam suka dukanya mereka hampir tidak mempunyai pengaruh (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 342344). Kenyataan pahit di atas yang
hukum mulai runtuh dengan cepat.
berlangsung selama 40 tahun menempatkan
Menginjak awal 1960-an hanya sedikit
profesi Advokat sebagai korban yang hams bertahan dalam sistem dengan harga
tersisa kehendak untuk bertahan dan membela profesi maupun otonomi mereka. Karena ditekan untuk mengikuti kemauan pemerintah dan menderita karena kekurangan pendapatan an kehilangan status, birokrasi Demokrasi Terpimpin menjadi korup di mana-mana, walau sesudahnya masih bisa menjadi makin korup, tetapi tidak
apapun. Oleh karena itu adalah kurang proporsional jika menempatkan Advokat sebagai profesi bayaran yang tidak mempunyai idealisme serta hanya mendewakan Klien. Jika secara jernih hendak dikaji maka jelas bahwa sejak Advokat angkatan awal idealisme adalah
ada bagiarmya yang rusak lebih dalam dan lama daripada sistem hukum. Para advokat yang mengerti bahwa untuk memenangkan kasus ada harganya turut bergabung ke dalam apa yang dikenal sebagai "mafia
tonggak yang menjadi acuan dalam mengawaki sejarah oleh para Advokat. Jelas bahwa Advokat tidaklah hidup di ruang hampa dan untuk itu perbaikan sistem hukum wajib dilakukan sebagai kerja
hukum" (Jeffrey A. Winters, 2011: Hal.
bersama dan menyeluruh sehingga dapat
72 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Peran Advokat Di Era Pergerakan ...- Arnaldo JR Soares
tercipta sistem hukum yang mantap dan memberikan perlindungan hukum yang prima bagi setiap warganegara. Dari aspek sejarah dan memahami
pemerintah. Tapi saya dan Yap Thiam Hien menolak. Pertama, kami tidak setuju urusan advokat dicampuri pemerintah apalagi dibentuk organisasi
peran dan kepeloporan Advokat angkatan awal yang ikut berperan secara intens bagi
baru dari jabang bayi, mau dilahirkan oleh pemerintah, tidak bisa itu. Kedua,
pembentukan ide dan lahimya Republik In-
kami khawatir kalau organisasi yang sebetulnya bikinanpemerintah semua itu
donesia maka eksistensi Advokat sebagai Profesi terhormat (officium nobile) adalah
bergabung dan Peradin ikut, dapat
jelas terpahat dalam sejarah. Kebebasan
dipastikan pihak mereka yang akan
dan Kemandirian profesi Advokat menjadi modal yang selalu membuat profesi ini
dominan dan menguasai Dewan Pimpinan. Kami takut sekali dikontrol
senantiasa bertahan meskipun mengalami masa-masa sulit di era Demokrasi
secara tidak langsung oleh orang-orang pemerintah yang kami tidak percaya
Terpimpin dan Orde Baru. Sejarah telah
independensinya. Sejarah Peradin sebagai organisasi yang penuh semangat juang akan hilang karena akan tercampur dengan orang-orang yang tidak punya komitmen yang sama.
mematri peran Advokat sebagai cermin perjuangan sebuah profesi terhormat (officium nobile). Di era Orde Baru kebebasan dan kemandirian Advokat pernah menghadapi tantangan yang berat. Kenyataan ini dapat disimak dari uraian Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H. dalam memoir beliau antara lain dapat dikutipkan sebagai berikut : "Menjelang tahun 1980 Ketua MA Ali Said berupaya menyatukan semua organisasi dengan mengundang para pimpinannya. Upaya penyatuan tercapai semasa Menkeh Ismail Saleh dengan dibuatnya kongres bersama di HI untuk membentuk Ikadin. Otomatis bakal hilanglah, dileburlah, Peradin ke dalam Ikadin. Itu memang rancangan
sampai detik terakhir mau digelar kongres di HI untuk mendeklarasikan pembentukan Ikadin tinggal dua orang DPP Peradin yang tidak setuju, yaitu Yap Thiam Hien dan saya. ... Yap Thiam Hin dan saya datang di kongres dengan keyakinan tidak bakal duduk dalam kepengurusan. Sejarahnya kemudian Yan Apul dan Denny Kailimangjuga yang didukung oleh Ismail Saleh untuk membentuk AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) yang dampaknya memecah Ikadin kembali. "12 Perpecahan dan penyeragaman yang menjadi akibat intervensi pemerintah Orde
" Adnan Buyung Nasution, Pergulatan Tanpa Henti : Menabur Benih Reformasi, (Jakarta : Aksara Karunia, 2004), Hal. 27-29
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014 I
73
Arnaldo IR Soares - Perdn Advokat Di Era Pergerakon
Bamtelahmelemahkan eksistensi organisasi profesi Advokat yang hingga mat ini masih dalam tahapan konsolidasi. Akan tetapi Advokat tetap selama 40 tahun mempertahankan eksistensinya sebagai profesi terhormat (officium nobile). Penegakan hukum di Indonesia dalam praktiknya melibatkan beberapa aktor utama yang berperan penting, diantaranya adalahAdvokat.Advokat merupakan salah satu instrument untuk menegakkan hukum dan kebenaran dalam negara hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Namun persepsi masyarakat terhadap tugas advokat sampai saat ini masih banyak yang salah paham. Ada anggapan bahwa tugas advokat hanya membela perkara di pengadilan dalam perkara perdata, pidana dantatausahanegara di hadapankepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Sesungguhnya pekerjaan advokat tidak hanya bersifat pembelaantetipi mencakup tugas lain di luar pengadilan yang bersifat non-litigasi. Tugas Advokat bukanlah merupakan pekerjaan, tetapi lebih merupakan profesi yang tidak sekedar bersifat ekonomis untuk mencari nafkah, tetapi mempunyai nilai sosial yang tinggi di dalam masyarakat. Tugas Advokat adalah membela kepentingan masyarakat.
Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak dagang, advokat ikut memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Melihat begitu pentingnya profesi advokat dalam sistem penegakan hukum maka tidak heran jika profesi ini disebut sebagai profesi terhormat dan mulia." Kemandirian adalah salah satu azas yang dipegang dalam keadvokatan. Advokat sebagai pembela keadilan memegang peranan penting untuk dapat memperjuangkan terwujudnya masyarakat yang lebih baik, termasuk dalam menegakkan hak asasi manusia. Hal ini akan mendorong terbentuknya perilakuAdvokat yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan akan kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum. Advokat yang mandiri akan memiliki
Tugas advokat dalam memberikan kuasa hukum kepada masyarakat tidak terinci dalam uraian tugas, karena advokat bukan pejabat negara sebagai pelaksana hukum seperti halnya polisi, jaksa dan hakim.
kemampuan untuk mengelola dirinya sendiri sehingga bebas dari rasa takut, ancaman, campur tangan dan tekanan dari pihak manapun sehingga mampu menghasilkan jasa hukum yang bal.'4 Dari uraian diatas jelas bahwa eksistensi Advokat sangatlah mapan dan relevan sampai hari ini. Revitalisasi profesi Advokat terutama sekali bukan pada aspek teknis profesi yang dinamis sifainya dan senantiasa
Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Republik Indonesia tentang Advokat, Hal.48-49 lbid, Hal. 53-54
74
I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Peran Advokat Di Era Pergerakan ...- Arnaldo JR Soares
berkembang tetapi terutama path eksistensi profesi Advokat sebagai Profesi terhormat (Officium Nobile) yang dijalankan dalam kebebasan dan kemandirian. Sejarah
mungkin dibelenggu dengan kepentingan sesaat dan tindakan oknum seyogianya tidak digeneralisir sebagai ciri profesi. Profesi Advokat tetap bertahan dengan
menjadi cermin refleksi yang senantiasa mencerahkan peran dan kepeloporan
diwarnai ketulusan. Dengan pernyataan ini
profesi Advokat sejak angkatan awal.
atau suci. Diberbagai tempat lain sebagian besar Advokat menjalankan pekerjaan mereka untuk mencari nafkah, dan bila
C. PENUTUP Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa eksistensi Advokat sejak angkatan awal sejatinya adalah Profesi terhormat (of:
bukan berarti bahwaAdvokat berani, jujur
peranan mereka sebagai perantara
ficium nobile). Advokat berperan sangat intens dalam perjuangan pergerakan
menuntut ditemphnyaprosedur yang korup, banyak pula di antara mereka yang melakukan itu. Akan tetapi profesi ini dengan mantap tetap bertahan hidup, tetap
nasional khususnya dalam kubu PNI yang
memelihara beberapa cita-cita yang khusus
mengusung ide nasionalisme dan marhaenisme. Sebuah perjuangan yang bermuara pada kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Revolusi Agustus 1945 jelas dipelopori oleh kaum nasionalis dengan titik kulminasinya pada pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno dan Hatta sebagai Proklamator pada tanggal 17 Agustus 1945. Peran Advokat pun sangat dominan dalam menyusun dasar-dasar negara Indonesia baik dalam BPUPKI, penyusunan teks Proklamasi, Dewan Konstituante serta Reformasi.
melekat pada profesi keadvokatan. Citacita ini bersangkut-paut dengan hak-hak pribadi, keadilan keacaraan, dan perlindungan terhadap kekuasaan Pemerintah (Daniel S. Lev, 2013: Hal. 344). Perjuangan non-kooperatifmelawan pemerintah kolonial Hindia Belanda menuju lahirnya Republik Indonesia adalah cermin perjuangan sebuah profesi terhormat (officium nobile) berlandaskan kebebasan dan
Kepeloporan ini mungkin agak
kemandirian. Sejarah telah membuktikan peran dan kepeloporan Advokat serta sumbangannya yang penting bagi negara Indonesia. Dalam semangat kebebasan dan
terlesapkan oleh citra Advokat yang negatif
berlandaskan azas kemandirian maka api
dan suram. Namun jelas tidak menghilangkan esensinya sebagai Profesi Terhormat (officium nobile) karena kebebasan dan kemandirianAdvokat tidak
kepeloporan yang diusung oleh officium nobile ini layak untuk senantiasa direvitalisasi dengan berpedoman pada pewarisan nilai-nilai mendasar keadvokatan
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
I 75
Arnaldo JR Soares - Peron Advokat Di Era Pergerokon
serta penerusan sejarah perjuangan advokat sejak angkatan awal. Hal ini karena tanpa adanyakesadaran akan nilai-nilai dasar keadvokatan maka profesi ini dapatmenglchianati eksistensinya sebagai Profesi terhormat (Officium Nobile). Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia dan pada gilirannya Indonesia. (ASID ARB) D. DAFTAR PUSTAKA
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Naskah Akademik Rancangan Undangundang Republik Indonesia tentang Advokat. Nugroho, Heru. (2006). "Ekonomi Politik Pendidikan Tinggi" dalam Vedi R. Hadiz dan Daniel Dhakidae. Ilmu Sosial dan kekuasaannya di Indonesia. Jakarta: Equinox. . (2012). "Negara, Universitas dan Banalitas Intelektual: Sebuah Refleksi Kritis Dari Dalam". Pidato Pengukuhan Guru Besar. Yogayakarta: FISIPOL UGM.
Ali Sastroamidjojo. (1974). "Tonggaktonggak di Perjalananku", Jakarta : PT. KINTA.
Nino Oktorino. (2013)." Runtuhnya Hindia Belanda", Jakarta : Kompas Gramedia,.
Adnan Buyung Nasution (2004) "Pergulatan Tanpa Henti : Menabur Benih Reformasi", Jakarta : Aksara Karunia.
Pusat Studi Hukum&Kebijakan Indonesia (PSHK), (2001) "ADVOKAT INDONESIA MENCARI LEGITIMASI : Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia". Jakarta : PSHK .
Brodjonegoro, Satryo Soemantri. (2012). "Higher Education Reform in Indonesia" in Sulistyowati Irianto dan Sidharta '(eds). Otonomi Perguruan Tinggi: Suatu Keniscayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Daniel S. Lev. (2013) "Hukum dan Politik di Indonesia : kesinambungan dan perubahan", Jakarta : LP3ES. Jeffrey A. Winters (2011) "OLIGARKI",
76 I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 1, Tahun 2014
Seri Buku TEMPO PENEGAK HUKUM, (2013) "YAP THIAM HIEN : 100 tahun Sang Pendekar Keadilan", Jakarta : Cetakan Pertama,. Lampiran Surat Keputusan Kongres Advokat Indonesia Nomor : 08/KAIIN/2008 tentang Kode Etik Advokat Indonesia