Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1, No. 1, Hal 85-93
Peran Quality of Work Life (QWL) Sebagai Mediator dalam Hubungan Psychological Capital (PsyCap) dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Buleleng Dek Sintya Adinda Sari Universitas Paramadina Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran quality of work life (QWL) sebagai mediator dalam hubungan psychological capital (PsyCap) dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Buleleng. Responden penelitian ini berjumlah 130 pegawai yang berasal dari 9 instansi di Kabupaten Buleleng. Alat ukur yang digunakan untuk variabel OCB mengadaptasi alat ukur Purba (2004), alat ukur Psycap mengadaptasi alat ukur Luthans, Youssef, dan Avolio (2007), dan alat ukur QWL mengadaptasi alat ukur Timossi, Pedroso, Fransisco dan Pilatti (2008). Analisis data yang digunakan adalah analisis causal step dan uji signifikansi Sobel test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa QWL tidak dapat berperan sebagai mediator dalam hubungan Psycap dengan OCB. Kata kunci: Organizational Citizenship Behavior, Psychological Capital, Quality of Work Life profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, dan bebas KKN (Anonim, 2016). Hal ini nampak jelas bahwa pemerintah Kabupaten Buleleng berharap dapat memberikan pelayanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan kepentingan masyarakat banyak. Sehingga secara tidak langsung hal ini menuntut pegawai negeri sipil (PNS) sebagai pelayan masyarakat mampu menunjukkan performa kerja yang baik. Dari sekian banyak perilaku organisasi yang dapat ditunjukkan oleh pegawai, organizational citizenship behavior adalah salah satu contoh variabel yang berperan penting dalam menunjang performa organisasi. Organ (dalam Luthans, 2011) mendefinisikan OCB sebagai bentuk perilaku yang merupakan pilihan atau inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal tetapi secara agregat meningkatkan efektifitas organisasi. Lebih lanjut Organ (dalam Podsakoff, MacKenzie, Paine dan Bachrach, 2000) menguraikan OCB ke dalam lima dimensi, yakni altruism
Pendahuluan Kabupaten Buleleng merupakan satu dari sembilan kabupaten yang terletak di Provinsi Bali. Seperti masyarakat Bali di kabupaten yang lain, masyarakat Buleleng dikenal sebagai masyarakat yang memiliki collectivism tinggi. Mangundjaya (2010) menjelaskan bahwa karakteristik yang kolektivis pada masyarakat Bali dapat dilihat dari beragamnya aktivitas kegamaan ataupun kegiatan ritual masyarakat. Dari sisi pemerintahan, Kabupaten Buleleng menargetkan adanya PNS yang cakap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Melalui visi terwujudnya masyarakat Buleleng yang mandiri, sejahtera, damai, dan lestari berlandaskan Tri Hita Karana, dituliskan bahwa dalam mencapai visi “mandiri”, indikator yang dijadikan acuan terkait peran PNS adalah 1) meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah daerah yang berbasis kinerja, dan 2) terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good and clean governance): [85]
(tindakan sukarela berupa membantu rekan kerja yang memiliki permasalahan dengan pekerjaan), courtesy (keseluruhan gesture individu yang berfokus pada masa yang akan datang, dengan tujuan mencegah individu lain terjerumus ke dalam masalah), conscientiousness (perilaku yang melampui level minimal yang dibutuhkan dalam kehadiran, ketepatan waktu, pemanfaatan sumber daya, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan internal organisasi), civic virtue (tanggung jawab yang ditunjukkan pegawai dengan cara terlibat secara konstruktif pada prosesproses yang terjadi di dalam organisasi), dan sportsmanship (perilaku yang tolerir terhadap keterbatasan atau ketidaknyamanan dalam organisasi dengan cara tidak mengeluh). Barnard dan Russel (dalam Ratnawati dan Amri, 2013) menyebutkan bahwa OCB memiliki keterkaitan dengan variabel-variabel yang bersifat dirinya sendiri (person) dan variabel yang bersifat situasi (situation), atau sering disebut dengan faktor disposisional dan situasional. Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa psychological capital (PsyCap) merupakan salah satu contoh variabel person dan quality of work life (QWL) adalah salah satu contoh variabel situation yang memberi pengaruh terhadap OCB. PsyCap oleh Luthans, Avolio, Walumba dan Li (2005) dijelaskan sebagai sifat positif yang secara umum ada pada individu, yang direpresentasikan sebagai keadaan pikiran yang positif, untuk memenuhi standar kinerja organisasi. Terdapat empat dimensi yang digunakan untuk mengindikasikan adanya PsyCap pada individu yakni self-efficacy, resiliency, hope, dan optimism. Selfefficacy oleh Luthans dan Youssef (2004) didefinisikan sebagai kepercayaan diri seseorang akan kemampuannya untuk mengerahkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan dalam menyelesaikan tugas tertentu hingga berhasil. Berikutnya resiliency, sering
didefinisikan sebagai positive coping dan adaptasi individu dalam menghadapi resiko serta kesengsaraan (Masten dan Reed, dalam Luthans, Norman, Avolio, dan Avey, 2008). Hope dijelaskan sebagai kondisi motivasi yang positif yang didasarkan pada interaksi antara tujuan, dorongan mencapai tujuan, dan langkah-langkah yang perlu dilakukan (Snyder, dalam Luthans, Norman, Avolio dan Avey, 2008). Terakhir, Seligman (dalam Luthans, Norman, Avolio, dan Avey, 2008) menjelaskan optimism sebagai sesuatu yang apabila berasal dari dalam maka akan relatif stabil, dan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang positif seperti pencapaian tujuan; namun apabila berasal dari luar atau eksternal maka relatif tidak stabil, dan lebih spesifik terlibat dalam kejadian-kejadian yang negatif seperti kegagalan mencapai tujuan. Feldman (1993) menjelaskan bahwa quality of work life (QWL) adalah kualitas hubungan antara pegawai dengan keseluruhan lingkungan kerja. Walton dalam (Shahbazi, Shokrzadeh, Bejani, Malekini dan Ghoroneh, 2011) menjelaskan bahwa terdapat delapan kriteria QWL. Kedelapan kriteria tersebut adalah 1) adequate and fair compensation, 2) safe and healthy working conditions, 3) immediate opportunity to use and develop human capacities, 4) opportunity for continued growth and security, 5) social integration in the work organization, 6) constitutionalism in the work organization, 7) work and the total of life space, juga 8) social relevance of work life. Karakteristik utama pegawai yang memiliki QWL yaitu perasaan bahagia (Varghese dan Jayan, 2013). Meskipun kebutuhan antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain berbeda, yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kualitas kehidupan kerja pegawai adalah kenyamanan atau perasaan bahagia saat berada di tempat kerja. Perasaan senang selama bekerja menstimulus pegawai untuk terlibat secara aktif pada kegiatan-kegiatan organisasi. [86]
Riset-riset sebelumnya terhadap berbagai bidang pekerjaan telah menunjukkan adanya pengaruh PsyCap maupun QWL terhadap OCB. Korelasi antara PsyCap dan OCB yang signifikan telah dibuktikan dalam beberapa penelitian seperti Golestaneh (2014), Avey, Luthans, dan Youssef (2008) dan Ill, Stavros dan Cole (2013). Dalam penelitian Norman, Avey, Nimnicht, dan Pigeon (2010) terhadap 199 pekerja dewasa yang berasal dari berbagai organisasi, ditemukan bahwa PsyCap dapat menjadi prediktor bagi OCB sebesar 15.21%. Berikutnya hubungan antara QWL dan OCB juga dapat ditemukan dalam penelitian-penelitian terdahulu seperti dalam Papi dan Nuralizadeh (2014), Kasraie, Parsa, Hassani dan Zadeh (2014) dan Amraei, Najafi dan Omidzadeh (2015). Dalam Amraei, Najafi dan Omidzadeh (2015) yang meneliti meneliti 160 pegawai bank, ditemukan bahwa QWL memiliki korelasi dan memberikan pengaruh sebesar 87% terhadap OCB. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel person sebagai salah satu penyumbang terbentuknya OCB di tempat kerja memiliki pengaruh yang lebih lemah dibandingkan variabel situation. Penjelasan yang mendukung kondisi tersebut diberikan oleh Schneider (dalam Chatman, 1989). Dijelaskan bahwa variabel person adalah variabel yang lemah apabila digunakan untuk menjelaskan organizational behavior. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan yang signifikan antara individu yang satu dengan yang lain dalam konteks traits, values, abilities, dan motives, sehingga cukup sulit untuk menentukan satu kesatuan perilaku yang menjelaskan terbentuknya behavior. Penjelasan serupa juga ditemukan dalam penelitian Krueger, Schmutte, Caspi, dan Moffitt (1994) yang menerangkan bahwa variabel person lemah sebagai explanatory dibandingkan menjadi variabel independen dikarenakan adanya mekanisme operasionalisasi definisi kepribadian yang kurang spesifik.
Disisi lain, Nguyen dan Nguyen (2012) juga Mortazavi, Yazdi, dan Amini (2012) menemukan bahwa PsyCap berkorelasi dan memiliki pengaruh terhadap QWL. PsyCap diasumsikan bekerja sebagai variabel yang mendorong dimilikinya QWL pada pegawai. Hasil penelitian yang menunjukkan korelasi dan pengaruh PsyCap terhadap QWL tersebut menambah skema tiga variabel dalam penelitian ini. PsyCap dan QWL masingmasing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap OCB, dan PsyCap memiliki pengaruh terhadap QWL. Nindyati dan Iskandar (2009) menjelaskan bahwa salah satu metode yang mulai banyak digunakan namun secara konseptual belum banyak dibahas adalah penelitian dengan model yang melibatkan variabel ketiga dalam penelitian. Variabel ketiga yang dimaksud adalah variabel selain dependent variable dan independent variable, yakni variabel mediator. Keberadaan variabel mediator membantu peran variabel kepribadian dalam menjelaskan variabel behavior. Baron dan Kenny (1986) menyebutkan untuk dapat menguji apakah sebuah variabel dapat diuji sebagai mediator adalah dengan memenuhi syarat terdapat dua prediktor yang berkorelasi dengan kriterium dan kedua prediktor tersebut juga memiliki hubungan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa terdapat dua prediktor yang mempengaruhi OCB dan juga saling berhubungan, yakni PsyCap dan QWL. Dalam menentukan variabel yang menjadi mediator dan melengkapi asumsi di atas, Chaplin (2007) menyebutkan bahwa variabel yang dipilih menjadi mediator hendaknya adalah variabel yang mampu menjelaskan pengaruh eksternal dalam kaitannya pengaruh prediktor terhadap kriterium. Sebagai variabel yang bersifat situation serta memiliki pengaruh lebih besar terhadap OCB dibandingkan PsyCap, QWL diduga dapat berperan sebagai mediator dalam pengaruh PsyCap
[87]
terhadap OCB. Sehingga hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah, Ha: Quality of work life (QWL) dapat berperan sebagai mediator dalam hubungan psychological capital (PsyCap) dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada PNS di Kabupaten Buleleng. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel non-random sampling jenis accidental atau convenience sampling dengan jumlah responden 130 pegawai negeri sipil (PNS). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pengukuran organizational citizenship behavior (OCB) mengadaptasi alat ukur OCB oleh Purba (2004) yang telah diadaptasi sesuai dengan budaya Indonesia. Sementara pengukuran psychological capital (PsyCap) mengadaptasi alat ukur PsyCap oleh Luthans, Youssef, dan Avolio (2007). Dan pengukuran quality of work life (QWL) merupakan hasil adaptasi dari parameter QWL Walton yang telah direvisi oleh Timossi, Pedroso, Fransisco, dan Pilatti (2008). Ketiga alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala likert dengan enam pilihan jawaban mulai dari 1 (sangat tidak setuju) hingga 6 (sangat setuju). Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan teknik analisis causal step Baron dan Kenn dan uji signifikansi Sobel Test. Tujuan dari causal step adalah untuk mengetahui apakah sebuah variabel dapat diduga berperan sebagai mediator atau tidak. Baron dan Kenny (1986) menjelaskan terdapat empat tahap regresi yang harus dilakukan dalam menguji mediator. Tahapan-tahapan tersebut adalah, a) Regresi X terhadap Y (rxy), b) Regresi X terhadap M (rxm), c) Regresi M terhadap Y (rmy) dengan teknik analisis regresi sederhana, dan d) Regresi X dan M terhadap Y (rxmy) dengan teknik analisis regresi berganda. Setelah dilakukan empat tahapan diatas, sebuah variabel dinyatakan memenuhi syarat full mediation jika hasil dari tahap pertama, kedua, dan ketiga signifikan sementara pada tahap keempat
peran X terhadap Y menjadi nol atau berkurang. Robbins dan Judge (2013), menyebutkan bahwa sebagai bentuk evaluasi atas metode Baron dan Kenny, dilakukan pengembangan metode pengujian mediator dengan menggunakan Sobel Test dilakukan. Evaluasi tersebut antara lain terkait tidak adanya standar eror bernilai pasti yang dijadikan acuan setelah mendapatkan hasil penurunan skor IV pada tahap keempat causal step. Sobel test mengacu pada nilai “z” yaitu standard unit normal distribution. Persamaan matematis Sobel Test digambarkan sebagai berikut, z = [b * c]/[SQRT[(b2 * sc2) + (c2 * sb2) = (sc2 * sb2)]] b dalam persamaan tersebut adalah unstandardized regression coefficient pada hasil regresi sederhana IV terhadap M, c adalah unstandardized regression coefficient M pada hasil regresi berganda terhadap DV, sc adalah standard error M pada analisis regresi berganda terhadap DV, dan sb adalah standard error IV pada analisis regresi sederhana terhadap M. Dalam penelitian ini, peneliti menguji signifikasi QWL sebagai mediator melalui quantpsy.org. Lebih lanjut Preacher dan Hayes (2004) menjelaskan bahwa setelah mendapatkan hasil Sobel test, sebuah mediator dikatakan signifikan apabila memiliki standard unit normal distribution atau z-value lebih dari 1.96 dan p-value kurang dari 0.05. Hasil dan Analisis Gambaran Responden Penelitian Analisa hasil penelitian ini dilakukan secara analisis deskriptif, analisis causal step, dan Sobel test. Melalui analisis deskriptif diketahui bahwa pada variabel OCB dan PsyCap, PNS perempuan, PNS dengan jabatan sebagai sekretaris dinas (sekdis) dan kepala bidang (kabid), serta PNS dengan masa kerja kurang dari lima tahun memiliki skor mean yang paling tinggi. Sementara pada variabel QWL, PNS perempuan, PNS dengan status sebagai staf, dan memiliki masa kerja lima hingga [88]
sepuluh tahun memegang skor tertinggi QWL. Terakhir, secara garis besar dapat dipahami bahwa mean QWL merupakan mean terendah diantara keseluruhan variabel.
Disisi lain, mengacu pada hasil statistik deskriptif diketahui bahwa nilai rata-rata (mean) QWL justru merupakan mean terendah dibandingkan OCB dan PsyCap (meskipun ketiganya lebih tinggi dari mean hipotetik). Hasil tersebut dapat dimaknai bahwa meskipun pada dasarnya PNS di Kabupaten Buleleng tidak merasakan kualitas pekerjaan saat ini berjalan dengan sangat baik, mereka tetap memunculkan OCB.
Hasil Analisis Causal Step dan Sobel Test Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa QWL dapat diduga sebagai mediator pada pengaruh PsyCap dan OCB secara partial. Hal ini dipahami dari menurunnya nilai B variabel PsyCap saat QWL belum dikontrol sebagai mediator dan setelah dikontrol dalam regresi jamak (tahap IV), yakni dari 1.105 menjadi 1.000. Berikutnya menggunakan uji signifikansi Sobel Test, diketahui bahwa skor standard unit normal distribution (z) QWL adalah sebesar 1.77 dengan p-value bernilai 0.07. Hal ini membuktikan bahwa QWL tidak signifikan sebagai mediator. Preacher dan Hayes (2004) menjelaskan bahwa sebuah mediator dikatakan signifikan apabila z-value > 1.96 dan pvalue < 0.05.
Diskusi Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa QWL tidak berperan sebagai mediator dalam hubungan PsyCap dan OCB, serta terdapat perbedaan hasil penelitian dibandingkan dengan riset-riset sebelumnya. Hal ini menurut peneliti terjadi karena adanya perbedaan latar belakang budaya pada populasi penelitian. Terkait dengan digunakannya populasi penelitian yakni masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Bali, peneliti menduga adanya pengaruh collectivism dalam hasil penelitian kali ini. Goodwin dan Giles (2003) menyebutkan bahwa pada ranah lintas budaya, Indonesia muncul sebagai negara dengan penduduk paling kolektivis. Masyarakat Bali sendiri dalam penelitian Houston, Lesmana, dan Suryani (2012) dan Mangundjaya (2010) dijelaskan sebagai masyarakat yang memiliki kolektivisme tinggi. Hal ini dilihat dari sistem sosial serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali lebih banyak bersifat kekeluargaan dan membutuhkan kerjasama atau kesatuan antara individu yang satu dengan yang lain. Hofstede (dalam Mangundjaya, 2010) mendefinisikan collectivism sebagai keadaan yang berfokus pada nilai dan tujuan kelompok, mulai dari tingkat keluarga, kelompok etnis tertentu, hingga level pekerjaan seperti perusahaan. Robbins dan Judge (2008) menjelaskan collectivism merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan kerangka sosial yang kuat dimana individu mengharap individu lain
Pembahasan Hasil Penelitian Pada penelitian ini tidak terkonfirmasi bahwa QWL dapat berperan sebagai mediator dalam hubungan PsyCap dengan OCB pada PNS di Kabupaten Buleleng. Tidak terkonfirmasinya QWL sebagai mediator beriringan dengan hasil analisis resgresi yang bertolak belakang dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini, pengaruh yang diberikan PsyCap terhadap OCB lebih besar dibandingkan pengaruh QWL terhadap OCB. Sebagaimana tabel 4.5, PsyCap memberikan pengaruh sebesar 53.6% sementara QWL sebesar 23.5%. Dengan hasil yang demikian, dapat ditarik benang merah bahwa dengan populasi penelitian adalah PNS di Kabupaten Buleleng, QWL tidak beperan sebagai mediator dalam hubungan PsyCap dengan OCB, sebab PsyCap sendiri telah memberikan pengaruh yang cukup besar.
[89]
dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka. Munawaroh, Riantoputra, dan Marpaung (2013) dalam penelitiannya dengan sampel PNS di Indonesia menemukan bahwa adanya pengaruh budaya collectivism dalam performa kerja yang ditunjukkan oleh pegawai pemerintahan di Indonesia. Mendefinisikan diri sebagai bagian dari kelompok, mementingkan adanya harmoni dengan pegawai yang lain, bergantung satu sama lain, dan memiliki hubungan yang sangat dekat hingga seperti keluarga, berhasil mendorong pegawai untuk lebih produktif dalam menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang diberikan. Tentunya hal ini berdampak pada positifnya performa kerja yang ditampilkan dan menguntungkan bagi organisasi. Penelitian-penelitian terkait OCB dan collectivism telah dilakukan oleh beberapa ahli. Purba, Oostrom, Molen dan Born (2015) melakukan penelitiam terkait OCB dan personality pada pekerja perusahaan X di Indonesia. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa OCB dan variabel person di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari collectivism. Sementara itu, Moorman dan Blakely (1995) melakukan penelitian terhadap 210 pegawai keuangan dan Leon dan Finkelstein (2011) terhadap 367 pegawai yang berasal dari 24 organisasi, menemukan bahwa individu yang memegang nilai-nilai atau norma collectivism lebih bersedia memunculkan OCB di tempat kerja dibandingkan individu dengan individualism. Terkait personality, terdapat penelitian yang menjelaskan hubungan collectivism dan personality. Triandis (2001) dalam penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pada individu yang memegang prinsip collectivism, terdapat kecenderungan lebih senang mendefinisikan diri sebagai bagian atau kesatuan dari kelompok, kemudian menjadikan tujuan kelompok sebagai sebuah prioritas utama, dan memberi perhatian lebih kepada faktor-fator
eksternal dibandingkan internal perihal perilaku sosial dan membangun relasi dengan individu lain. Karakteristikkarakteristik tersebut menurut Triandis (2001) membuat individu dengan collectivism cenderung memiliki selfefficacy yang tinggi. Penjelasan Triandis terkait munculnya self-efficacy pada masyarakat kolektivis secara tidak langsung menerangkan adanya potensi atau peluang hubungan antara PsyCap dan collectivism. Hal ini dikarenakan self-efficacy sebagai bagian dari PsyCap dapat dimunculkan secara lebih mudah apabila setiap individu memegang prinsip collectivism. Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilakukan terhadap PNS di Kabupaten Buleleng, dapat diduga bahwa munculnya skor PsyCap yang lebih besar dibandingkan QWL dikarenakan PNS di Kabupaten Buleleng merupakan pegawai yang memegang prinsip-prinsip collectivism. Hal ini didukung pula oleh penjelasan Koentjaraningrat (dalam Purba dkk, 2015) yang menjelaskan bahwa pada masyarakat kolektivis, perilaku yang cenderung dimunculkan adalah upaya menghargai kebersamaan dan nilai-nilai untuk membantu sesama. Dengan memahami uraian di atas, dapat dimengerti bahwa QWL tidak berperan sebagai mediator dalam pengaruh PsyCap terhadap OCB dikarenakan berbagai faktor termasuk latar belakang budaya populasi penelitian. Saran Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan riset untuk mengetahui potensi faktor jenis kelamin, masa kerja, dan jabatan sebagai moderator dalam hubungan PsyCap dengan OCB. Kedua, PsyCap bukanlah satu-satunya variabel yang memiliki korelasi dengan OCB. Pada penelitian berikutnya diharapkan dapat meneliti adanya variabel lain yang mendorong munculnya OCB seperti happiness dan psychological well-being. Terakhir, sehubungan dengan adanya [90]
budaya collectivism yang diduga mempengaruhi hasil penelitian, maka untuk riset berikutnya dapat diteliti potensi PsyCap sebagai mediator dalam hubungan collectivism dan OCB.
Golestaneh, S. M. (2014). The Relationship between Psychological Capital and Organizational Citizenship Behavior. Management and Administrative Sciences Review, 1165-1173. Goodwin, R., & Giles, S. (2003). Social Support Provision and Cultural Values in Indonesia and Britain. Journal of Cross-Cultural Psychology, 1-6. Houston, J. M., Lesmana, C. B., & Suryani, L. K. (2012). Competitiveness and Individualism-Collectivism in Bali and the U.S. North American Journal of Psychology, 163-174. Ill, L. B., Stavros, J. M., & Cole, M. L. (2013). Effect of Psychological Capital and Resistance to Change on Organizational Citizenship Behavior. SA Journal of Industrial Psychology, 1-11. Kasraie, S., Parsa, S., Hassani, M., & Zadeh, A. G. (2014). The Relationship between Quality of Work Life, Job Stress, Job Satisfaction and Citizenship Behavior in Oshnaviyeh Hospital’s Staff. Patient Safety & Quality Improvement Journal, 77-81. Krueger, R. F., Schmutte, P. S., Caspi, A., & Moffitt, T. E. (1994). Personality Traits Are Linked to Crime Among Men and Women: Evidence From a Birth Cohort. Journal of Abnormal Psychology, 328-338. Leon, M. C., & Finkelstein, M. A. (2011). Individualism/Collectivism and Organizational Citizenship Behavior. Psicothema, 401-406. Luthans, F., & Youssef, C. M. (2004). Human, Social, and Now Positive Psychological Capital Management: Investing in People for Competitive Advantage. Organizational Dynamics, 143-160. Luthans, F., Avolio, B. J., Walumba, F. O., & Li, W. (2005). The Psychological Capital of Chinese Workers: Exploring the Relationship with
DAFTAR PUSTAKA Amraei, F., Najafi, A., & Omidzadeh, M. (2015). The effect of quality of work life on empowerment and organizational citizenship behavior (Case Study: Refah kargaran Bank of Lorestan province). Visi Jurnal Akademik, 151-158. Anonim. (2016, March 1). Profil Visi Misi. Retrieved from Kabupaten Buleleng: http://bulelengkab.go.id/index.php/p rofil/4/Visi-dan-Misi Avey, J. B., Luthans, F., & Youssef, C. M. (2008). The Additive Value of Positive Psychological Capital in Predicting Work Attitudes and Behavior. Journal of Management, 3-45. Baron, R. M., & Kenny, D. A. (1986). The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychologist Research: Conceptual, Strategic, and Statistical Considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 1173-1182. Chaplin, W. F. (2007). Moderator and Mediator Models in Personality Research: A Basic Introduction. In R. W. Robins, & R. C. Fraley, Handbook of Research Methods in Personality Psychology (pp. 602632). New York: The Guilford Press. Chatman, J. A. (1989). Improving Interactional Organizational ResearchL A Model of Person Organization Fit. Academy of Management Review, 333-349. Feldman, P. H. (1993). Work Life Improvements for Home Care Workers: Impact and Feasibility. The Gerontologist, 47-54. [91]
Performance. Management and Organization Review, 249-271. Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge. New York: Oxford University Press. Luthans, F., Norman, S. M., Avolio, B. J., & Avey, J. B. (2008). The Mediating Role of Psychological Capital in the Supportive Organizational Climate-Employee Performance Relationship. Journal of Organizational Behavior, 219238. Luthans, F. (2011). Organizational Behavior An Evidence-Based Approach. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Mangundjaya, W. (2010). Is there cultural change in national culture of Indonesia? International Association Cross Cultural Psychology (IACCP) (pp. 59-68). Melbourne: IACCP. Moorman, R. H., & Blakely, G. L. (1995). Individualism-Collectivism as an Individual Difference Predictor of Organizational Citizenship Behavior. Journal of Organizational Behavior, 127-142. Mortazavi, D. S., Yazdi, S. V., & Amini, A. (2012). The Role of the Psychological Capital on Quality of Work Life and Organization Performance. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 206-217. Munawaroh, A., Riantoputra, C. D., & Marpaung, S. B. (2013). Factors Influencing Individual Performance in An Indonesian Government Office. The South East Asian Journal of Management, 51-60. Nguyen, T. D., & Nguyen, T. T. (2012). Psychological Capital, Quality of Work Life, and Quality of Life of Marketers: Evidence from Vietnam. Journal of Macromarketing, 87-95.
Nindyati, A. D., & Iskandar, T. Z. (2009). Penerapan Model Mediator dan Moderator Pada Penelitian Psikologi Kepribadian. Jurnal Psikologi, 10-24. Norman, S. M., Avey, J. B., Nimnicht, J. L., & Pigeon, N. G. (2010). The Interactive Effects of Psychological Capital and Organizational Identity on Employee Organizational Citizenship and Deviance Behaviors. Journal of Leadership & Organizational Studies, 380-391. Papi, A., & Nuralizadeh, R. (2014). Investigating the Relationship between the Quality of Work Life and the Emergence of Organizational Citizenship Behavior among Primary School Teachers in Andimeshk. International Journal on New Trends in Education and Literature, 32-42. Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000). Organizational CItizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoritical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of Management, 513-563. Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2004). SPSS and SAS Procedures for Estimating Indirect Effects in Simple Mediation Models. Behavior Research Methods, Instruments, & Computers, 717731. Purba, D. (2004). Pengaruh Perilaku Kewarganegaraan Organisasi dengan Traits. Tesis: Universitas Indonesia. Purba, D. E., Oostrom, J. K., Molen, H. T., & Ph Born, M. (2015). Personality and Organizational Citizenship Behavior in Indonesia: The Mediating Effect of Affective Commitment. Asian Business & Management, 1-24.
[92]
Ratnawati, & Amri, K. (2013). Pengaruh Keadilan Organisasional, Kepercayaan Pada Atasan Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior). Journal Ekonomi Manajemen Bisnis, 56-73. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. England: Pearson Education Limited. Shahbazi, B., Shokrzadeh, S., Bejani, H., Malekinia, E., & Ghoroneh, D. (2011). A Survey of Relationship Between the Quality of Work Life and Performance of Department Chairpersons of Esfahan University and Esfahan Medical Science University. Procedia-Social and Behavioral Science, 1555-1560. Timossi, L. d., Pedroso, B., Francisco, A. C., & Pilatti, L. A. (2008). Evaluation of Quality of Work Life: An Adaptation from the Walton's QWL Model. XIV International Conference on Industrial Engineering and Operations Management (pp. 1-17). Brazil: ICIEOM. Triandis, H. C. (2001). IndividualismCollectivism and Personality. Journal of Personality, 907-924. Varghese, S., & Jayan, C. (2013). Quality of Work Life: A Dynamic Multidimensional Construct at Work Place - Part II. Guru Journal of Behavioral and Social Sciences, 91104
[93]