PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA
VIRA IRMA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Pembibitan Utama Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2013
Vira Irma Sari NIM A252110221
RINGKASAN VIRA IRMA SARI. Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUGIYANTA. Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki produktivitas minyak paling tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak lain. Oleh karena itu, penerapan teknologi budidaya kelapa sawit yang tepat harus dilaksanakan agar dapat mempertahankan produktivitas minyak kelapa sawit yang tinggi. Pembibitan merupakan langkah awal yang sangat berpengaruh terhadap umur dan produktivitas kelapa sawit. Pertumbuhan bibit yang baik akan menghasilkan tanaman berkualitas dan produksi minyak berkualitas tinggi. Kebutuhan bibit kelapa sawit untuk perluasan areal dan peremajaan terus meningkat sehingga penyediaan bibit berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan kombinasi dosis pupuk organik dan pupuk NPK yang tepat untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama, (2) mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, dan (3) mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi perlakuan terbaik. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor dari bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun dalam lingkungan acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan perbandingan volume pupuk organik dan top soil terdiri atas 0:6, 1:6, 2:6 dan 3:6. Faktor kedua adalah perlakuan jumlah dosis NPK selama 7 bulan terdiri atas 0.0, 127.5, 255.0, dan 382.5 g tanaman-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, sehingga jumlah sampel adalah 240 tanaman. Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik dan NPK meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun, dan kandungan klorofil. Interaksi antara pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (8 bulan setelah pindah tanam (BSP)), jumlah daun (5-8 BSP),diameter batang (8 BSP), luas daun (3BSP) dan kandungan klorofil (4 BSP). Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk NPK, pada percobaan ini efektivitas tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas sebesar 179.38%. Aplikasi pupuk organik 3:6 saja menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang sama dengan aplikasi pupuk NPK mulai dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 tanpa pupuk organik. Oleh karena itu, pupuk organik 3:6 dapat mensubstitusi pupuk NPK untuk bibit kelapa sawit. Kombinasi perlakuan terbaik adalah perbandingan pupuk organik 2:6 dengan dosis pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas masing-masing untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang adalah 158.91%, 209.14%, dan 170.10%. Pemberian pupuk organik meningkatkan efisisensi pemupukan NPK, dengan tingkat serapan hara N, P dan K masingmasing adalah 56.16%, 11.06% dan 29.90%.
Kata kunci: klorofil, neraca hara, rekomendasi pemupukan, respon morfologi dan fisiologi
SUMMARY VIRA IRMA SARI. The Role of Organic Fertilizer to Increase the Effectivity of NPK Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in Main Nursery. Supervised by SUDRADJAT dan SUGIYANTA. Oil palm has higher palm oil productivity than the others. So that, the precision plantation technology of oil palm cultivation must be done in order to preserve high productivity of oil palm. A seedling is the first step that affecting for oil palm’s age and productivity. Good growth will produce high quality and production of oil palm. The necessity of oil palm seedlings to intensify areal and replant would grow continuously, so it has needed to obtain precise fertilization. The objectives of this experiment were (1) to obtain the best organic-NPK fertilizer combination in increasing the effectiveness of the use of NPK fertilizer, (2) to study the role of organic fertilizer for the growth of oil palm seedling in main nursery, and (3) to investigate the efficiency of NPK fertilizer for best combination. The experiment was conducted from December 2011 to September 2012 at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor. The layout was arranged in a factorial random block design with three replications. The first factor was volume ratio organic fertilizer to top soil i.e 0, 1:6, 2:6, and 3:6. The second was NPK Fertilizer rates i.e 0.0, 127.5, 255.0, and 382.5 g NPK.plant-1. Each of treatments have 5 plants, so that the numbers of sample were 240 plants. The result showed that combination of organic and NPK fertilizer significantly affected to plant height, leaf number, steam diameter, leaf area, and chlorophyll content. The interaction between organic and NPK fertilizer significantly affected to plant height at 8 Months After Transplanting (MAT)), leaf number (5-8 MAT), steam diameter (8 MAT), leaf area (3 MAT) and chlorophyll number (4 MAT). Organic fertilizer had increased the effectiveness of NPK fertilizer for oil palm seedlings, in this research the highest effective value was organic fertilizer 2:6 (organic fertilizer : top soil) and NPK 382.5 g plant-1 with the effective value was 179.38%. The only application of organic fertilizer 3:6 has showed oil palm seedling that no significant with NPK application from 127.5-382.5 g tanaman-1 without organic fertilizer. So that, organic fertilizer 3:6 could be substituted of NPK fertilizer. The best combination treatment was 2:6 and 382.5 NPK g plant-1 with effective value was 158.91%, 209.14% and 170.10% for plant height, leaf number and stem diameter, respectively. Organic fertilizer had increased the efficiency of NPK fertilizer with absorption rates of N, P and K was 56.16%, 11.06% and 29.90%. Keywords: chlorophyll, nutrient balance, fertilizer recomendation, morphological and physiological responses
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERAN PUPUK ORGANIK DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK PADA BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PEMBIBITAN UTAMA
VIRA IRMA SARI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hariyadi, MS.
3
Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama : Vira Irma Sari Nama : A252110221 NIM
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
r Ir Sugiyanta, MSi Anggota
Dr Ir Sudradjat. MS Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
~unif
Ghulamahdi, MS
Tanggal Ujian : 21 Juni 2013
Tanggal Lulus :
3 0 JUL 2013
Judul Tesis : Peran Pupuk Organik dalam Meningkatkan Efektivitas Pupuk NPK pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama Nama
: Vira Irma Sari
NIM
: A252110221
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sudradjat, MS
Dr Ir Sugiyanta, MSi
Ketua
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 21 Juni 2013
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini adalah Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Bapak Dr. Ir. Sugiyanta MSi sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Dr. Ir. Maya Melati, Msi sebagai penguji luar komisi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito MS dan ketua program studi Agronomi dan Hortikultura Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MSi serta semua staf departemen yang telah banyak membantu. Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Nur Arfian, Ibunda Elvi Rahmi, Adik Vinni Ardwifa dan Muhammad Fachmi atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril dan materil selama perkuliahan, penelitian dan penulisan thesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana program studi Agronomi dan Hortikultura 2011 dan 2010 IPB, teman-teman Agronomi 2007 Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, adik-adik Agronomi dan Hortikultura 45 IPB, serta kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2013 Vira Irma Sari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesa Penelitian
1 1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit Pembibitan Utama Kelapa Sawit Pemupukan Kelapa Sawit Pupuk Organik Pupuk NPK
3 3 4 5 5 6 8
3 METODE Bahan Alat Prosedur Analisis Data Pengamatan
9 10 10 10 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tanggap Morfologi Tanaman Tanggap Fisiologi Tanaman Biomassa Dinamika Hara Neraca Hara Peningkatan Pertumbuhan Efektivitas Agronomi Relatif
15 15 16 23 28 29 31 32 34
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 37
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
43
DAFTAR TABEL
1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama 2 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman 3 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman umur 8 BSP 4 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap jumlah daun 5 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun umur 5-8 BSP 6 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap jumlah diameter batang 7 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang umur 8 BSP 8 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas daun 9 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun umur 3 BSP 10 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kandungan klorofil 11 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah klorofil umur 4 BSP 12 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kerapatan stomata 13 Neraca hara berdasarkan perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 14 Peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit 15 Nilai efektivitas agronomi relatif
11 17 17 18 19 20 21 22 22 24 25 26 31 33 35
DAFTAR GAMBAR
Bibit kelapa sawit pada penelitian di pembibitan utama Kadar hara N pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) Kadar hara P pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) Kadar hara K pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP) Bobot kering tanaman bibit kelapa sawit umur 8 BSP pada perlakuan kontrol dan kombinasi pupuk organik 2:6 NPK 382.5 g tanaman-1 (perlakuan terbaik) 6 Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam media tanam 7 Rataan peningkatan pertumbuhan peubah bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kontrol (%) 8 Perbandingan nilai efektivitas agronomi relatif perlakuan NPK 382.5 g tanaman-1 tanpa pupuk organik dengan perlakuan NPK 382.5 g tanaman-1 dan pupuk organik 2:6 1 2 3 4 5
16 27 27 27
29 30 34
36
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
5 6 7 8 9
Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk pembudidayaan kelapa sawit Hasil analisis sampel tanah Hasil analisis pupuk organik yang digunakan pada penelitian Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, temperatur rata-rata, lama penyinaran, kelembaban udara dan Intensitas penyinaran matahari Desember 2011-Agustus 2012. Standar pertumbuhan morfologi bibit PT. Dami Mas Kadar hara N, P dan K daun bibit kelapa sawit pada setiap perlakuan Kadar hara N, P dan K daun setiap lapisan tanah pada perlakuan terbaik (Pupuk organik 2:6) dan NPK 382.5 g tanaman-1 Korelasi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada umur bibit kelapa sawit 8 BSP. Rekomendasi pemupukan pada tahap pembibitan berdasarkan Uexkull (1992)
44 45 46
46 47 47 47 48 48
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan yang penting dalam perekonomian Indonesia karena menjadi komoditas andalan ekspor sebagai penghasil devisa negara dan dapat menciptakan lapangan kerja. Indonesia menjadi produsen utama minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 9.27 juta ha dengan produksi CPO mencapai 25.6 juta ton. Indonesia menyumbang 47% kebutuhan minyak kelapa sawit di dunia dengan nilai ekspor mencapai 17.1 juta ton CPO (DITJENBUN 2012). Produktivitas CPO di Indonesia adalah sebesar 3.3-4.5 ton hektar-1. Nilai produktivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lain seperti minyak kedelai (0.41 ton hektar-1), bunga matahari (0.43 ton hektar-1), canola (0.66 ton hektar-1), dan kelapa (0.25 ton hektar-1) (Oil world 2009). Minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan pangan, bahan baku industri, farmasi, dan bahan bakar nabati (Palupi dan Yopi 2008). Namun, nilai produktivitas CPO Indonesia tersebut belum tergolong tinggi karena bila menggunakan bibit unggul kelapa sawit potensinya dapat mencapai 7.5 ton CPO hektar-1 (Husni 2012). Potensi produktivitas dapat dicapai apabila sejak bibit di pembibitan utama mendapatkan hara yang cukup dengan aplikasi pemupukan yang tepat jenis, jumlah, cara dan waktu. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengusahaan kelapa sawit adalah saat menyiapkan bibit di pembibitan kelapa sawit (Harahap et al. 2005). Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya kelapa sawit yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan umur tanaman berproduksi (Jannah et al. 2012). Perhatian yang tetap dan terus menerus diperlukan kelapa sawit pada umur 1-1.5 tahun pertama sehingga pembibitan penting dilakukan pada budidaya kelapa sawit (Pahan 2006). Pertumbuhan bibit yang baik merupakan faktor utama dalam memperoleh tanaman yang baik di lapangan, maka untuk itu diperlukan penanganan dan pemeliharaan bibit yang tepat. Kebutuhan bibit kelapa sawit untuk perluasan areal dan peremajaan terus meningkat sehingga penyediaan bibit berkualitas memerlukan dukungan program pemupukan yang tepat (Santi dan Goenadi 2008). Pemupukan yang tepat menjadi satu keharusan untuk menghasilkan tanaman yang berproduktivitas tinggi mengingat kelapa sawit tergolong tanaman yang membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang banyak (Sutarta et al. 2005). Pemupukan bibit bertujuan menjamin kecukupan dan keseimbangan hara kelapa sawit serta menghasilkan produksi tandan buah segar yang optimal sehingga diperoleh produksi dan kualitas minyak yang baik (Harahap et al. 2005). Bibit kelapa sawit yang unggul memiliki pertumbuhan fisik yang baik dan sehat dengan perkembangan yang normal. Tingkat kesehatan tanaman pada fase pembibitan sangat ditentukan oleh intensitas pemeliharaan bibit dari kecambah hingga siap dipindahkan. Dosis pemupukan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat diperlukan, karena pada fase ini pertumbuhan tanaman sangat cepat, sehingga memerlukan pupuk yang sesuai dengan umur tanaman
(Lubis 2008). Dosis optimum Nitrogen dan Fosfor untuk kelapa sawit di pembibitan utama selama 6 bulan masing-masing diketahui sebesar 1.32 N g tanaman-1 dan 4.24 P g tanaman-1 (Darwis 2012). Unsur hara makro yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit adalah Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Nitrogen berperan dalam pembentukan klorofil, memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, penyusun dari banyak senyawa, dan meningkatkan kualitas daun (Rachman et al. 2008). Kalium berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti aktivator enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transpor hara dan air, meningkatkan daya tahan tanaman, dan memperbaiki ukuran, rasa, warna serta kulit buah (Rahardjo 2006). Pupuk majemuk (NPK) adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara. Penggunaan pupuk majemuk ini menjamin diterapkannya teknologi pemupukan berimbang sehingga dapat meningkatkan produksi dan mutu hasil tanaman. Selain itu, pupuk majemuk juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemupukan, mudah dalam aplikasi serta mudah diserap oleh tanaman (Primanti dan Haridjaja 2005). Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Yang et al. 2004) seperti meningkatkan kapasitas air, kapasitas tukar kation, porositas, pH, serta merangsang pertumbuhan mikroorganisme di dalam tanah (Leszczynska dan Malina 2011). Dengan pemberian pupuk organik maka dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk anorganik (NPK) terhadap pertumbuhan tanaman (Widowati 2009). Santi dan Goenadi (2008) menyatakan bahwa pemupukan kelapa sawit menggunakan pupuk organik dengan pupuk KCl menghasilkan pertumbuhan bibit yang lebih baik dibandingkan dengan pemupukan dosis standard pembibitan. Pemberian pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan dosis yang tepat dapat memberikan pertumbuhan yang optimal bagi bibit kelapa sawit. Untuk itu penelitian ini dirancang agar didapatkan kombinasi pemupukan yang tepat untuk kelapa sawit di pembibitan utama. Pupuk organik yang memiliki banyak keuntungan dapat mengimbangi pemberian pupuk anorganik agar efektif dan efisien pada kelapa sawit.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. mendapatkan kombinasi dosis pupuk organik dan pupuk NPK yang tepat untuk bibit kelapa sawit di pembibitan utama, 2. mengetahui pengaruh pupuk organik untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, 3. mengetahui efisiensi pemupukan NPK bibit kelapa sawit pada kombinasi perlakuan terbaik.
Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah : 1. pemberian pupuk organik dengan pupuk NPK menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik, 2. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pemakaian pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama, 3. pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Kelapa Sawit Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika dan telah ada di Indonesia sejak tahun 1848. Negara-negara produsen kelapa sawit adalah Indonesia dan Malaysia di kawasan Asia Tenggara, Columbia dan Ekuador di kawasan Amerika Latin, Nigeria dan Kamerun di kawasan Afrika. Negara-negara tersebut mempunyai kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit.Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangan terdiri dari bunga dan buah (Purwanto 2009). Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil. Akar tanaman kelapa sawit terdiri dari akar serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Akar primer tumbuh dari pangkal batang dan mempunyai diameter antara 8 - 10 mm serta panjangnya dapat mencapai 18 m. Akar sekunder tumbuh dari akar primer dan mempunyai diameter antara 2-4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier dan mempunyai diameter 0.7-1.5 mm serta panjangnya sekitar 15 cm. Akar kuarter berdiameter 0.1-0.5 mm tumbuh dari akar tersier dan panjangnya sekitar 1-4 mm. Akar tersier dan kuarter berjumlah sangat banyak membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar kuarter (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008). Batang kelapa sawit tidak memiliki kambium dan tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm, tinggi batang bertambah kira-kira 75 cm tahun-1 dan tinggi maksimum 24 m. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Savitri 2011). Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk dan bersirip genap. Daun diproduksi membentuk garis spiral dari jaringan meristem. Satu daun muncul setiap bulan sampai bibit berusia 6 bulan. Jumlah daun yang dihasilkan meningkat 30-40 daun per tahunnya pada umur 5-6 tahun dan menurun pada umur 18-25 tahun. Luas daun sawit dewasa sekitar 400 m2 (Verheye 2011). Daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8, lingkaran atau spiralnya ada yang berputar
kekiri dan kekanan. Rumus daun ini penting untuk mengetahui letak daun ke-9, ke-17 atau lainnya yang dipakai sebagai standar pengukuran pertumbuhan maupun pengambilan contoh daun (Adlin 2008). Tanaman kelapa sawit berumah satu atau monoecious di mana bunga jantan dan betina berada dalam satu pohon, namun terletak pada tandan bunga yang berbeda dan keluar dari ketiak pelepah. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang (Lubis 2008). Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah buah per tandan dapat mencapai 1-600 buah, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah berkisar 2 - 5 cm dan beratnya sampai 30 gram. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008). Berdasarkan ketebalan cangkang, tebal tipisnya cangkang tanaman kelapa sawit dapat dibagai menjadi tiga jenis yaitu: Dura, memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17%. Pisifera, tidak memiliki cangkang, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnya hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit. Tenera, merupakan hasil persilangan antara Dura dan Psifera, memiliki cangkang tipis (2-3 mm) atau tebal (3-5 mm), daging buah tebal dan rendemen minyak 21-23% (Jefrialdi 2010).
Ekologi Kelapa Sawit Kondisi iklim yang optimal untuk penanaman kelapa sawit adalah yang memiliki suhu 25-28C, curah hujan 1700-2500 mm tahun-1, kelembaban relatif (RH) diatas 85%, dan radiasi matahari sebesar 16-17 MJ/m2 per hari. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit adalah 0-400 meter di atas permukaan laut (Wigena et al. 2009). Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah tanah dengan tekstur lempung-liat, berdrainase baik, kedalaman tanah >100 cm, dan tidak berbatu. Topografi datar, berombak dan bergelombang dapat sesuai untuk budidaya kelapa sawit dengan lereng antara 0-25%. pH optimum untuk kelapa sawit adalah 5-6, dengan KTK >16 cmol kg-1 dan C organik >0.8% (Lumbangaol 2010). Bibit kelapa sawit yang baik dan layak untuk ditanam ke lapang juga harus sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Pertumbuhan kelapa sawit yang tergolong normal berdasarkan standar bibit siap salur dilihat dari tinggi tanaman, jumlah pelepah dan diameter bonggol masing-masing adalah 159.6 cm, 22.5 dan 8.0 cm pada umur 12 bulan.
Pembibitan Utama Kelapa Sawit Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi dan masa selanjutnya. Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan ini diharapkan akan menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan transplanting (Asmono et al. 2003). Pembibitan kelapa sawit terdiri dari dua sistem, yaitu sistem pembibitan satu tahap dan dua tahap. Sistem pembibitan satu tahap artinya kecambah langsung ditanam di polibag besar yang telah disiapkan untuk pembibitan selama 12 bulan. Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan pendahuluan dan pembibitan utama. Pembibitan pendahuluan atau disebut dengan pre nursery adalah menanam kecambah di baby polibag selama 3 bulan. Setelah masa pre nursery selesai, bibit diseleksi kemudian dipindahkan ke polibag besar sampai berumur 10-12 bulan, masa ini dinamakan main nursery. Seleksi bibit pada main nursery ini dilakukan pada saat bibit dipindahkan dari pre nursery, umur 4 bulan, 8 bulan dan pada saat bibit pindah tanam ke lapangan. Sistem pembibitan dua tahap ini lebih sering digunakan dan disarankan karena proses seleksi yang lebih ketat sehingga dapat menjamin mutu bibit yang dihasilkan.
Pemupukan Kelapa Sawit Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk menunjang pertumbuhannya. Unsur hara makro adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar (0.1-5%), yang meliputi C, H, O, N, P, K, Ca, S dan Mg. Unsur hara makro ini harus terpenuhi karena apabila tidak tersedia dapat menghambat atau bahkan mematikan tanaman. Unsur hara mikro adalah unsurunsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah lebih kecil, yakni kurang dari 0.025%. Unsur hara mikro meliputi Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, dan Cl. Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro yang terdiri dari N, P, K, Ca, Mg, S, B, Mo, Cl, Zn, Cu, Fe dan Mn. Unsur hara ini tersedia dalam tanah dan bersumber dari pupuk anorganik yang memiliki kandungan hara yang cukup tinggi seperti penggunaan Urea, SP-36, KCl, pupuk majemuk, dan lainnya (Kurniadinata 2010). Pemupukan di pembibitan kelapa sawit bertujuan untuk menjamin kecukupan dan keseimbangan hara tanaman sehingga pertumbuhannya optimal. Umumnya total penambahan masing-masing unsur hara hingga bibit berumur 52 minggu adalah 35.1 g N, 15,1 g P, 34.9 g K, dan 12.6 g Mg (Harahap et al. 2005). Pemupukan di pembibitan kelapa sawit bergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Pupuk yang diberikan adalah pupuk dengan unsur hara yang diperlukan dan diberikan sesuai dengan dosis kebutuhan bibit serta jadwal yang telah disesuaikan dengan umur bibit. Pemupukan bibit kelapa sawit di pembibitan utama umumnya menggunakan pupuk majemuk NPKMg, jenis pupuk yang dipakai ialah jenis pupuk NPKMg 15-15-6-4 dan NPKMg 12-12-17-2 (Sunarko
2007). Pupuk majemuk tersebut biasanya dipesan langsung oleh perkebunan kepada produsen pupuk, sehingga umumnya pupuk majemuk dengan dosis tersebut kurang tersedia di pasaran.
Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan atau bagian hewan dan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (PERMENTAN 2011). Bahan organik juga merupakan zat perekat yang dapat memperbaiki struktur tanah dan pada peruraiannya dapat menghasilkan karbondioksida, air dan unsur hara (Wigati et al. 2006). Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa- sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran hewan merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian (Yuliarti 2009). Sisa tumbuhan dan hewan mengandung banyak unsur hara dalam bentuk organik. Sebelum diserap tanaman, bahan organik tersebut harus didekomposisi terlebih dahulu dengan bantuan mikroorganisme kemudian menjadi bentuk anorganik, proses ini disebut dengan mineralisasi (Taiz and Zeiger 2002). Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi sempurna menghasilkan humus yang sifatnya mantap dan tahan terhadap dekomposisi lebih lanjut (Munawar 2011). Pupuk organik mengandung bahan organik yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi pertanaman dengan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik juga dapat mensuplai kebutuhan hara makro dan mikro tanaman, serta dapat mensubstitusi hara-hara yang berasal dari pupuk anorganik (Makinde et al. 2011). Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik tanah adalah dengan meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air (Dharmawan 2003), meningkatkan granulasi (pembutiran) agregat sehingga agregat tanah lebih mantap, mengurangi plastisitas dan kelekatan, memperbaiki aerasi tanah (Syukur 2005), dan mengurangi erosi permukaan tanah (Munawar 2011). Fungsi bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah adalah dengan meningkatkan kandungan unsur hara, kapasitas tukar kation, dan kemampuan tanah mengikat atau menyerap ion sehingga kehilangan unsur hara karena pelindian berkurang (Schnitzer 1991), serta memiliki kemampuan untuk dapat menetralkan pH tanah (Cooperband 2002). Peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat kimia tanah tidak terlepas kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses dekomposisi terjadi akumulasi residu tanaman dan hewan seperti lignin, tanin, senyawa N dan mineral yang dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Pengaruh bahan organik bagi kesuburan biologi tanah adalah untuk membentuk jaringan tubuh dan sumber energi mikroorganisme sehingga populasinya dan ketersediaan unsur hara meningkat (Ismangil dan Eko 2005).
Mikroorganisme memanfaatkan unsur karbon yang terdapat pada pupuk organik menjadi sumber energinya (Lesmanawati 2005). Pemberian bahan organik juga dapat meningkatkan mutu dan kualitas hasil (Chairani 2006). Tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia. French (1994) menyatakan bahwa pupuk organik juga dapat mendorong pertumbuhan cacing tanah dan membuat tanaman lebih resisten terhadap hama dan penyakit. Tanaman kelapa sawit memerlukan media tanah yang bersifat permeabel (mudah meloloskan dan menyerap air dan udara tanah), dan memiliki kandungan air yang sesuai kebutuhan tanaman. Media tanam yang sering digunakan pada pembibitan adalah top soil, namun saat ini mulai ada kesulitan dalam mencari dan menyediakan tanah topsoil dalam skala besar untuk media pembibitan. Oleh karena itu bahan organik dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam media pembibitan kelapa sawit. Bahan organik diharapkan dapat meningkatkan daya dukung tanah akan ketersediaan unsur hara terhadap pembibitan kelapa sawit. Penggunaan pupuk organik pada medium pembibitan kelapa sawit sangat diperlukan untuk mengatasi terbatasnya ketersediaan bahan organik pada lapisan tanah bagian atas (Lubis 2008). Pupuk organik berbentuk padat dapat digunakan dalam kegiatan pembibitan kelapa sawit dengan cara dicampurkan dengan media pembibitan (tanah) dalam polybag. Pupuk organik juga diberikan pada saat penanaman kelapa sawit di lapangan dan pada areal penanaman kelapa sawit yang telah berproduksi. Pemupukan pada saat penanaman dilakukan dengan cara memberikan pupuk organik di dalam lubang tanam yang telah disiapkan, sedangkan pada areal penanaman yang telah berproduksi pupuk organik dapat diberikan dengan cara larikan atau membuat lubang tanam disekitar tanaman kelapa sawit (Kurniadinata 2010). Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan umumnya mudah terurai karena C/N rasio yang rendah. Selain itu, penggunaan pupuk organik tersebut secara ekonomis murah, mudah diperoleh, dan tanpa pendekatan teknologi yang tinggi sehingga relatif mudah dijangkau oleh petani (Rachman et al. 2008). Salah satu jenis pupuk organik kotoran hewan yang dapat diaplikasikan dalam pembibitan kelapa sawit adalah pupuk yang berasal dari kotoran sapi. Pupuk organik dari kotoran sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerasi dan mikroorganisme tanah. Untuk memaksimalkan penggunaan pupuk organik kotoran sapi harus dilakukan pengomposan dengan rasio C/N di bawah 20 (Hartatik dan Widowati 2010). Pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk organik kotoran sapi biolaksmi yang memiliki kandungan C organik 30.96%, N total 1.56%, P total 1.42%, K 2.08% dan rasio C/N 19.8 (Lampiran 4). Berdasarkan rasio C/N, maka pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini telah terdekomposisi sehingga cepat tersedia dan mudah diserap oleh tanaman. Hasil penelitian dari Koryati (2010) menunjukkan bahwa pupuk organik berpengaruh nyata terhadap berat basah akar, berat basah daun, berat kering akar, berat kering batang dan berat kering daun kelapa sawit. Terjadi peningkatan pertumbuhan pada kelapa sawit karena pemberian pupuk organik terutama terhadap berat basah akar, berat basah daun, berat kering akar, berat kering
batang, dan berat kering daun karena adanya respon pertumbuhan vegetatif akibat penambahan unsur yang terkandung dalam pupuk organik. Pertumbuhan terbaik terdapat pada perlakuan pupuk kandang sapi yang diikuti perlakuan pupuk kandang kambing.
Pupuk NPK Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur hara dengan jumlah yang berbeda pada setiap kemasannya seperti misalnya NPK 1014-10 menunjukkan persentase kandungan N, P2O5, dan K berturut-turut (Taiz and Zeiger 2002). Pupuk NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang sering digunakan dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Unsur hara nitrogen bersamasama P dan K sering disebut juga hara primer karena merupakan unsur yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar 2011). Interaksi antara unsur N, P dan K sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka terhadap perubahan perimbangan antara unsur-unsur hara (Lubis 2008). Sulitnya mempertahankan ketersediaan beberapa pupuk tunggal tepat pada waktunya merupakan alasan utama penggunaan pupuk majemuk agar terdapat keseimbangan hara di dalam tanah. Ketersediaan hara di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya, seperti pH tanah, KTK tanah, komposisi kation berkaitan dengan efek sinergisme maupun antagonisme di dalam tanah. Dengan demikian penggunaan satu unsur hara perlu mempertimbangkan unsur hara lainnya agar hara tersebut berada dalam kondisi yang optimum di dalam tanah untuk dapat diserap tanaman. Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu lebih praktis dalam pemasaran, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di lapangan karena satu jenis pupuk majemuk mengandung keseluruhan atau sebagian besar hara yang dibutuhkan tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah dosis aplikasi pupuk majemuk harus selalu memperhatikan jumlah hara yang diperlukan tanaman (Sutarta et al. 2005). Hasil penelitian dari Santi dan Goenadi (2008) menunjukkan bahwa pemupukan yang dikombinasikan antara pupuk organik dan pupuk kimia menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering total dan diameter batang bibit kelapa sawit yang terbaik. Pemupukan dengan 100 g pupuk organo-kimia + 10 g KCl dan 100 g konvensional + 50 g pupuk organo-kimia menghasilkan ratarata berat kering total (daun, batang, dan akar) bibit kelapa sawit yang terbaik dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan pemupukan 100 g NPK konvensional. Dengan pemberian pupuk organo-kimia, berat kering daun, batang dan akar bibit kelapa sawit meningkat masing-masing 19.8-49.4%, 38.2-63.3%, dan 15.9-67.6%. Pemberian pupuk organo-kimia ini juga berpengaruh terhadap ukuran diameter batang bibit kelapa sawit. Ukuran diameter batang saat bibit kelapa sawit berumur sepuluh bulan setelah tanam dengan perlakuan 100 g organo-kimia + 10 g KCl adalah 5.5 cm, lebih besar 14.5% dan 23.6% apabila dibandingkan dengan perlakuan 100 g pupuk konvensional (4.7 cm) dan blanko (4.2 cm). Pemberian pupuk organo-kimia pada bibit kelapa sawit mengindikasikan pupuk ini dapat digunakan sebagai pupuk alternatif. Tanggap bibit terhadap keefektifan prototipe pupuk organo-kimia menghasilkan pertumbuhan vegetatif (tinggi, jumlah daun,
dan diameter batang) yang lebih baik apabila dibandingkan dengan tanggap terhadap penggunaan pupuk konvensional dosis standar pembibitan. Pemupukan anorganik yang penting untuk tanaman adalah pemupukan dengan kombinasi tiga unsur hara utama yaitu Nitrogen, Fosfor dan Kalium (Wurts et al. 2005) atau sering disebut dengan pupuk majemuk NPK. Ketiga unsur hara tersebut sering disebut juga unsur hara primer karena merupakan unsur yang paling sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman (Munawar 2011). Nitrogen adalah unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperi daun, batang, dan akar. Kegunaan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein (asam amino) dalam tubuh tanaman, meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme tanah, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun dan membuat daun lebih hijau (CFF 2011). Nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur yang sangat penting untuk pembentukan protein, daun-daunan dan persenyawaan organik lainnya. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk anorganik yaitu NO3- atau NH4+, dari dua bentuk nitrogen ini tanaman lebih banyak menyerap dalam bentuk NO3(Marschner 1995). Hara N bersifat mobil di dalam tanah dan mudah hilang apalagi dengan pemberian yang kurang tepat. Hampir semua tanaman baik di lahan sawah maupun lahan kering sangat membutuhkan hara N (Kasno 2010). Fosfor memiliki banyak fungsi penting bagi tanaman, salah satu yang utama adalah menjadi sumber dan transfer energi dalam tanaman. ADP dan ATP adalah senyawa fosfat berenergi tinggi yang mengontrol banyak reaksi di dalam tanaman seperti fotosintesis, respirasi, sintesis protein dan asam amino, dan transpor unsur hara melalui sel tanaman (Booromand dan Grough 2012). Hara P bersifat immobil di dalam tanah karena sebagian besar P tanah dijerap menjadi bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman tergantung kepada mobilitasnya di dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P larut dan terjerap (Nursyamsi et al. 2011). Kalium merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Unsur K mempunyai fungsi yang sangat penting pada proses fisiologis tanaman seperti aktifitas enzim, pengaturan sel turgor, fotosintesis, transport hasil fotosintesis, transport hara dan air, serta metabolisme pati dan protein. Di samping itu unsur K juga berfungsi dalam permeabilitas dinding sel tanaman. Apabila tanaman kekurangan unsur K akan dapat menurunkan kekuatan batang dan ketahanan tanaman terhadap terjangkitnya hama dan penyakit (Sanyal dan Dhar 2006).
3 METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Perkebunan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura Kampus IPB Darmaga Bogor, yang terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut. Penelitian berlangsung sepuluh bulan, mulai bulan Desember 2011 sampai dengan September 2012.
Analisis Tanah, analisis pupuk dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit Tenera umur 4 bulan hasil persilangan Dura dan Pisifera (D x P) varietas Damimas, top soil, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.02 mm, tali plastik, kayu untuk plot penyangga, Mankozeb 80%, Karbaril 85%, pupuk kotoran sapi, pupuk NPK 15:15:15, cat kuku, air dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, jangka sorong, mikroskop, SPAD-502 Plus Chlorophyll meter, dan leaf area meter.
Prosedur Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dalam lingkungan Acak Kelompok dengan perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu : 1. Perlakuan perbandingan volume pupuk organik dan top soil yaitu : P0 : kontrol (tanpa pupuk organik) P1 : pupuk organik : Top Soil 1 : 6 P2 : pupuk organik : Top Soil 2 : 6 P3 : pupuk organik : Top Soil 3 : 6 2. Perlakuan jumlah dosis pupuk NPK selama 7 bulan yaitu : M0 : 0.0 g tanaman-1 M1 : 127.5 g tanaman-1 M2 : 255.0 g tanaman-1 M3 : 382.5 g tanaman-1 Kombinasi perlakuan yang didapatkan adalah sebanyak 16 kombinasi, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 48 unit percobaan dimana setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman. Jumlah tanaman seluruhnya adalah 240 tanaman. Perlakuan M1 dengan jumlah dosis 127.5 g tanaman-1 merupakan dosis rekomendasi berdasarkan Uexkull (1992) (Lampiran 9)
Tabel 1 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) kelapa sawit di pembibitan utama Umur M0 M1 M2 M3 (Bulan) 0 0 7.5 15 22.5 1 0 7.5 15 22.5 2 0 7.5 15 22.5 3 0 15 30 45 4 0 15 30 45 5 0 15 30 45 6 0 30 60 90 7 0 30 60 90 Jumlah 0 127.5 255 382.5 Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut : Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk Keterangan : i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4
Yijk
µ ρi αj βk (αβ)jk εijk
= respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan dosis pupuk organik pada taraf ke-i dan dosis pupuk NPK pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k = rataan umum = pengaruh dari blok ke - i = pengaruh perlakuan dosis pupuk organik ke-j = pengaruh perlakuan dosis pupuk NPK ke-k = pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk organik ke-j dan pupuk NPK ke-k = pengaruh erorr dari perlakuan pemberian dosis pupuk organik ke-j dan dosis pupuk NPK ke-k dengan blok ke-i
Pelaksanaan Percobaan Lahan percobaan yang digunakan dibersihkan dari organisme tanaman pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Pembersihan lahan dilakukan dengan mencangkul dan juga meratakan permukaan tanah. Polibag diisi dengan top soil jenis latosol dengan kedalaman 0-20 cm. Tanah dicampur dengan pupuk organik sesuai dengan perlakuan dosis pupuk organik. Setelah tanah tercampur merata dengan pupuk organik maka tanah dimasukkan ke dalam polibag.
Penanaman bibit Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit Tenera varietas Damimas yang telah berumur 4 bulan. Bibit berasal dari pre nursery dan memiliki pertumbuhan yang baik. Bibit ditanam dalam polibag yang berukuran 50 cm x 40 cm dengan hati - hati untuk menghindari kerusakan pada akar, selanjutntya polibag disusun di areal penelitian dengan jarak antar polibag 90 cm x 90 cm x 90 cm. Perlakuan dosis Pupuk yang digunakan sebagai perlakuan ditimbang sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Perlakuan pupuk organik diberikan pada saat persiapan media tanam. Pupuk organik dicampur merata dengan top soil kemudian dimasukkan ke dalam polibag. Perlakuan pupuk NPK diberikan sebanyak 8 kali aplikasi yaitu 2 minggu setelah pindah tanam ke pembibitan utama dan selanjutnya sekali setiap bulannya sampai bibit berumur 8 bulan di pembibitan utama. Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan pupuk di dalam alur yang dibuat melingkar dengan jarak ± 10 cm dari tanaman. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan pada pagi hari kurang lebih sebanyak 1 liter air, apabila turun hujan dalam jumlah yang cukup tidak dilakukan penyiraman. Penyiangan gulma di dalam polibag dan di lapangan dilakukan secara rutin dua minggu sekali atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma dan dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit pada bibit kelapa sawit dilakukan sedini mungkin (early warning system), bila terdapat serangan maka dikendalikan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbaril 85% dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% untuk serangan cendawan. Insektisida dan fungisida masing-masing digunakan sebanyak 25-30 gram dilarutkan ke dalam 15 liter air.
Pengamatan Pengamatan dilakukan mulai dari bibit berumur dua minggu sejak pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama, pengamatan selanjutnya dilakukan satu kali setiap empat minggu sampai bibit berumur delapan bulan. Jumlah sampel yang diamati pada setiap perlakuan berjumlah lima tanaman. Parameter yang diamati adalah respon morfologi tanaman (tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, dan diameter batang) dan respon fisiologi tanaman (kandungan klorofil, kerapatan stomata, biomassa dan analisis jaringan daun). Neraca dan dinamika hara dilakukan dengan analisis tanah pada awal dan akhir penelitian. Respon Morfologi Tanaman Tinggi Tanaman. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung daun yang tertinggi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran mulai dari umur 2 minggu setelah pindah tanam, kemudian sekali dalam sebulan sampai tanaman berumur 8 BSP (Bulan setelah pindah tanam).
Jumlah Daun (helai). Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka sempurna. Penghitungan jumlah daun dilakukan mulai 2 minggu setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman berumur 8 BSP. Diameter Batang (cm). Pengertian diameter batang disini adalah kumpulan pelepah daun. Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong diukur 5 cm diatas permukaan tanah. Pengukuran dilakukan mulai dua minggu setelah pindah tanam dan kemudian sekali dalam sebulan sampai dengan tanaman berumur 8 BSP. Luas Daun. Pengukuran luas daun (cm2) dilakukan dengan menggunakan leaf area meter. Daun yang diukur adalah daun yang ke empat dari dan pengukuran dilakukan sekali sebulan sampai dengan tanaman berumur 3 BSP. Biomassa (g). Pengukuran biomassa dilakukan dengan menimbang berat kering dari akar, pelepah dan daun (leaflet) kelapa sawit yang masing-masing terlebih dahulu sudah dipisahkan. Kemudian dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80o C, lalu ditimbang bobot keringnya. Pengukuran dilakukan pada akhir percobaan (8 BSP) dengan mengambil sampel perlakuan terbaik dan kontrol. Respon Fisiologi Tanaman Kandungan Klorofil. Pengamatan kehijauan daun dilakukan dengan menggunakan alat SPAD-502 plus chlorophyll meter pada umur 3 sampai dengan 8 BSP. Daun yang diamati adalah daun ke empat dan dilakukan pengukuran di tiga titik daun yaitu pangkal, tengah dan ujung daun. Nilai kehijauan daun yang diperoleh kemudian dikonversi untuk mendapatkan nilai kandungan klorofil. Rumus yang digunakan adalah Y=0.0007x–0.0059, dimana Y adalah kandungan klorofil dan X adalah nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Farhana et al. 2007). Kerapatan Stomata. Pengamatan jumlah stomata dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada umur bibit empat dan akhir percobaan. Daun yang diukur adalah daun ke 4. Pengambilan sampel stomata dilakukan pada pagi hari dengan cara mengoleskan cat kuku di permukaan atas dan bawah daun, kemudian dibiarkan mengering. Setelah mengering, bagian yang telah dioleskan tadi ditempelkan selotip bening lalu ditekan agar cat kuku menempel dengan baik di selotip. Selotip dilepaskan dari daun kemudian ditempelkan pada gelas objek. Stomata diamati di mikroskop elektron dengan perbesaran 40 kali. Kandungan Hara Jaringan Tanaman (Akar, Pelepah, Daun). Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian (8 BSP). Analisis kadar hara akar dan pelepah diambil pada sampel perlakuan terbaik dan sampel daun diambil pada semua perlakuan. Organ tanaman dipisahkan masing-masing (akar, pelepah dan leaflet). Pelepah dan leaflet yang diambil adalah pelepah dan daun (leaflet) ke-5. Semua sampel dibawa ke laboratorium. Analisis hara dilakukan dengan mengikuti prosedur baku. Contoh daun dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -10oC dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu
60oC selama 24 jam. Contoh komposit daun yang telah dikeringkan kemudian digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 1 mm. Contoh daun kemudian dianalisis secara pengabuan basah dengan HNO3 65%, HClO4 70%, H2SO4 98%, katalisator campuran selena dengan Na2SO4 (500g Na2SO4 + 5 g Selenium); kemudian ditetapkan kadar hara N, P, dan K. N ditetapkan dengan cara destilasi Kjeldahl sedangkan unsur P dan K dengan metode Double Acid (HNO3 + HClO4). Unsur P ditetapkan secara Spectrofotometer (molibdenum biru) dengan panjang gelombang 639 nm, sedangkan K ditetapkan secara Flamefotometer. Analisis Tanah. Analisis tanah dilakukan pada saat awal penelitian dan akhir penelitian. Pada awal penelitian sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh di beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar dan diambil 200 g untuk dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N total, P (HCl 25% dan Bray 1), pH, KTK, KB, Al-dd, dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, Mn). Pada akhir penelitian pengambilan sampel tanah diambil dari perlakuan yang terbaik, pengambilan sampel ini terdiri dari 4 (empat) kedalaman yaitu 0-7 cm, 7-14 cm, 14-21 cm dan 21-28 cm. Sampel tanah dikeluarkan secara hati-hati dari dalam polibag kemudian diukur N, P dan K total. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dinamika hara dalam media tanam pembibitan kelapa sawit. Neraca Hara (N, P dan K). Neraca hara dihitung pada akhir penelitian (8 BSP) berdasarkan perlakuan terbaik. Perhitungan meliputi sumber hara (kandungan hara tanah awal dan pupuk), recovery nutrient (kandungan hara tanah akhir dan serapan tanaman), efisiensi pemupukan dan persentase pupuk yang hilang. Persentase efisiensi pemupukan adalah perbandingan jumlah hara yang diserap oleh tanaman dengan jumlah hara yang diberikan dari pupuk NPK. Persentase pupuk yang hilang adalah perbandingan antara hara yang berasal dari pupuk NPK dan hara yang ada didalam tanah akhir dikurangi tanah awal serta hara yang diserap tanaman dengan hara yang diberikan dari pupuk NPK. Peningkatan Pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan dihitung pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang umur 8 BSP. Perhitungan peningkatan pertumbuhan dilakukan terhadap kontrol dengan rumus sebagai berikut : Peningkatan pertumbuhan = Nilai Perlakuan – Nilai Kontrol x 100% Nilai Kontrol Efektivitas Agronomi Relatif. Efektivitas agronomi relatif dihitung dengan membandingkan kenaikan hasil karena pemberian kombinasi pemupukan dengan kenaikan hasil karena pemberian pupuk rekomendasi dikalikan 100% (Machay et al.,1984). Perlakuan yang menggunakan rekomendasi pemupukan dalam penelitian ini adalah perlakuan pupuk organik 0:6 dan NPK 127.5 g tanaman-1. Pupuk organik dinyatakan efektif secara agronomi apabila memiliki nilai efektivitas agronomi relatif lebih besar dari 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik tersebut dapat meningkatkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan hasil dengan pemberian pupuk pembanding
terhadap kontrol. Efektivitas agronomi relatif dihitung pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang umur 8 BSP. Rumus perhitungan efektivitas agronomi relatif adalah sebagai berikut : Efektivitas agronomi relatif = _Nilai Perlakuan – Nilai Kontrol_ x 100% Nilai Pembanding – Nilai Kontrol Analisis Data. Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila dalam sidik ragam pada taraf α 0.05 terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) yang didasarkan pada segugus nilai pembanding yang nilainya meningkat tergantung dari jarak peringkat dua buah perlakuan yang akan dibandingkan (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem), Minitab dan Microsoft Excel.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tekstur tanah terdiri dari pasir 4.47%, debu 21.07% dan liat 74.46%. Reaksi tanah tergolong masam dengan pH (H2O) 4.90, kandungan C organik sedang (2.39 %), N total sedang (0.23%), P (Bray 1) sangat rendah (5.9 ppm), dan K rendah (0.20 me 100g-1). Kandungan unsur hara lainnya yaitu Ca (1.81 me/100g), Mg (0.55 me/100g), dan Na (0.28%) tergolong rendah. Kapasitas tukar kation tanah tergolong sedang (17.40 me/100g) dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah (16.32%). Hasil analisis tanah awal yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Curah hujan di lokasi percobaan (Desember 2011-September 2012) berkisar antara 79.0-548.9 mm per bulan, tertinggi pada bulan Februari 2012 dan terendah pada bulan Agustus 2012, dengan rata-rata curah hujan 241.74 mm/bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 10-31 hari dengan rata-rata 23 hari, suhu bulanan berkisar antara 25.1-26.2C dengan rata-rata 25.9C, kelembaban udara berkisar antara 74-86% dengan rata–rata 82.4%/bulan dan lama penyinaran berkisar antara 2-7 jam/hari dengan rata-rata 4 jam/hari. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Agustus 2012 dan terendah pada bulan Januari 2012 (data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor). Pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit selama penelitian berlangsung menunjukkan bahwa hama yang menyerang bibit kelapa sawit adalah belalang (Valanga nigricornis) dan ulat api (Setora nitens), sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah bercak daun Curvularia dan busuk kering daun. Penyakit bercak daun Curvularia ditandai dengan adanya bercak bulat kecil berwarna kuning lalu menjadi coklat tua, sedangkan penyakit busuk kering daun disebabkan oleh jamur Cercospora sp. yang mengakibatkan daun berwarna coklat seperti terbakar. Gulma yang terdapat di lahan penelitian adalah alang-alang
(imperata cylindrica), papaitan (Axonopus compressus) dan teki (Cyperus rotundus). Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada gulma di lahan penelitian dan di dalam polibag. Gambaran keadaan umum bibit kelapa sawit di lokasi penanaman disajikan pada Gambar 1.
a
b
Gambar 1. Bibit kelapa sawit pada penelitian di pembibitan utama (a) 0 BSP dan (b) 8 BSP.
Tanggap Morfologi Tanaman
Tinggi Tanaman Pengukuran tinggi tanaman kelapa sawit pada awal penelitian (0 BSP) menunjukkan bahwa tinggi tanaman bibit kelapa sawit tidak berbeda nyata sehingga bibit yang digunakan sudah tergolong seragam. Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan tinggi tanaman mulai umur 1-7 BSP, sedangkan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal mulai umur 2-7 BSP. Pemberian pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan, sedangkan antara perlakuan pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Walaupun pemberian berbagai taraf pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata secara statistik, tetapi peningkatan dosis pupuk organik dan NPK masih dapat meningkatkan tinggi tanaman bibit kelapa sawit. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 2. Interaksi antara pupuk organik dengan NPK terhadap tinggi tanaman terlihat pada 8 BSP. Perlakuan kombinasi pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi. Peningkatan dosis pupuk organik dari 1:6 sampai 3:6 pada aplikasi pupuk NPK menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda. Perlakuan dosis pupuk organik 3:6 saja menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan aplikasi pupuk NPK saja sampai dosis 382.5 g tanaman-1. Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman Perlakuan Dosis Pupuk Organik:top soil 0:6 1:6 2:6 3:6 NPK* 0.0 127.5 255.0 382.5 Interaksi Notasi
Umur (bulan setelah pindah tanam) 0 1 2 3 4 5 6 7 ------------------------------Tinggi tanaman (cm)------------------------------33.05 35.13b 37.70b 44.15b 52.00b 62.27b 78.40b 87.89b 34.94 37.66a 44.11a 52.48a 63.49a 74.88a 90.30a 99.20a 33.46 35.17b 42.88a 52.91a 65.04a 76.75a 93.57a 101.17a 34.41 36.57ab 43.85a 53.08a 65.30a 76.85a 92.90a 103.79a 32.50 34.15 34.01 35.20 0.980 tn
34.71 36.54 36.40 36.89 0.575 tn
39.33b 42.83a 42.81a 43.56a 0.671 tn
46.65b 51.98a 51.10a 52.90a 0.398 tn
55.88b 62.70a 62.95a 64.30a 0.370 tn
66.07b 73.43a 75.20a 76.05a 0.261 tn
77.67b 88.69a 93.47a 95.34a 0.079 tn
84.72b 97.63a 103.72a 105.97a 0.130 tn
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.
Tabel 3 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap tinggi tanaman umur 8 BSP Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) Dosis pupuk organik 0 127.5 255 382.5 ------------------------------Tinggi tanaman (cm)-------------------------------
0:6 1:6 2:6 3:6
64.96c 102.33b 103.37b 108.47ab
105.53ab 104.73b 112.90ab 106.90ab
115.27ab 111.30ab 121.73ab 112.73ab
106.80ab 115.17ab 129.43a 112.60ab
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.
Pemberian kombinasi pupuk organik dan pupuk NPK rata-rata menghasilkan tinggi bibit kelapa sawit yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa kombinasi pupuk organik dan pupuk NPK. Quansah (2010) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Kombinasi pemupukan antara pupuk anorganik dengan organik biasanya lebih meningkatkan produksi karena bahan organik dapat sekaligus memperbaiki kondisi tanah sehingga unsur hara lebih tersedia. Pemberian pupuk organik dengan perbandingan 2:6 dan pupuk NPK dosis 382.5 g tanaman-1 menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk organik tersebut telah mampu meningkatkan efektivitas pupuk anorganik sehingga dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dan menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi. Penentuan dosis yang tepat harus berpegang pada prinsip keseimbangan hara sehingga hara yang diberikan tidak berlebihan dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara optimal. Pemberian pupuk tidak cukup hanya berdasarkan keadaan tanah, tetapi juga harus mempertimbangkan kebutuhan tanaman dan memperhatikan prinsip pemupukan yang meliputi tepat jenis, waktu, jumlah dan cara (Ruhnayat 2007). Pupuk organik juga mengandung unsur hara mikro lengkap yang tidak terdapat dalam pupuk NPK, sehingga pemberian pupuk organik juga
dapat melengkapi kebutuhan unsur hara mikro tanaman. Khumar dan Babel (2011) menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara mikro di dalam tanaman meningkat dengan adanya pemberian pupuk organik. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit tapi memiliki peran yang penting pada tanaman dan dapat meningkatkan hasil tanaman. Hasil penelitian Malakouti (2008) menunjukkan bahwa hasil tanaman gandum yang diberi perlakuan NPK dengan hara mikro lengkap (11 kg ha-1) lebih tinggi dibandingkan perlakuan NPK + Fe saja (9 kg ha-1). Jumlah Daun Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 1 dan 2 BSP, sedangkan pada umur 3 dan 4 BSP pemberian pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan jumlah daun. Aplikasi pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan jumlah daun dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pemberian berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap jumlah daun disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun Umur (bulan setelah pindah tanam) Perlakuan Dosis Pupuk 0 1 2 3 4 Organik:top soil ----------------------Jumlah daun (helai)---------------------0:6 7.08 8.21 9.05 10.31b 10.64b 1:6 7.15 8.46 9.75 11.05a 11.48a 2:6 6.71 8.30 9.73 11.46a 11.76a 3:6 6.78 8.30 9.90 11.38a 11.93a NPK * 0.0 6.85 8.11 9.48 10.71b 11.00b 127.5 6.91 8.16 9.58 11.00ab 11.47a 255.0 6.83 8.30 9.48 11.01ab 11.56a 382.5 7.13 8.70 9.88 11.48a 11.78a Interaksi 0.416 0.664 0.584 0.492 0.126 Notasi tn tn tn tn tn Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata,*: g tanaman-1.
Pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik ditentukan juga dengan jumlah daun. Daun sangat penting bagi tanaman karena menjadi tempat berlangsungnya fotosintesis yang menghasilkan fotosintat. Pemberian pupuk organik dan NPK rata-rata memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan perlakuan tanpa kombinasi pemupukan. Hal tersebut menandakan bahwa ketersediaan unsur hara yang lebih banyak dapat mengoptimalkan pertumbuhan daun kelapa sawit. Barker and Pilbeam (2007) menyatakan bahwa ketersediaan fotosintat akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, meningkatkan jumlah dan ukuran organ tanaman serta sebagai sumber energi bagi tanaman. Proses fotosintesis di dalam daun didukung oleh berbagai faktor seperti klorofil, cahaya, CO2, dan juga dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara di dalam tanaman. Nitrogen menjadi bagian integral
dari klorofil yang merupakan komponen utama tanaman yang meyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis Ketersediaan Kalium mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yang berkaitan dengan penangkapan CO2 dan O2 untuk proses fotosintesis. Interaksi antara perlakuan pupuk organik dengan NPK terhadap jumlah daun terlihat pada umur bibit 5-8 BSP. Perlakuan kombinasi pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 menghasilkan jumlah daun terbanyak pada saat tanaman berumur 8 BSP. Penambahan pupuk organik pada aplikasi pupuk NPK secara umum menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda. Perlakuan pemberian pupuk organik saja dengan dosis 3:6 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda dengan aplikasi pupuk NPK saja dosis 127.5-382.5 g tanaman-1. Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap jumlah daun umur 5-8 BSP Dosis Umur Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) pupuk (bulan setelah pindah tanam) Organik 0.0 127.5 255 382.5 5 --------------Jumlah daun (helai)-------------0:6 10.4d 12.6c 13.4bc 13.1bc 1:6 13.0bc 13.2bc 13.3bc 13.6bc 2:6 12.7c 13.2bc 14.3ab 15.1a 3:6 13.8abc 13.8abc 13.9abc 14.4ab 6 0:6 12.13e 14.21bcd 14.60abc 14.13bcd 1:6 14.00bcd 13.86cd 14.20bcd 14.20bcd 2:6 13.20de 14.86abc 14.86abc 15.80a 3:6 15.26ab 14.46bc 14.33bcd 14.80abc 7 0:6 12.8d 15.0bc 16.0ab 15.8abc 1:6 14.8bc 15.2abc 15.9ab 15.4abc 2:6 14.4c 15.6abc 15.6abc 16.6a 3:6 16.1ab 16.1ab 15.1bc 16.2ab 8 0:6 14.0e 17.4bcd 18.1bcd 17.9bcd 1:6 16.2cde 17.2bcd 17.9bcd 18.7bc 2:6 16.1de 17.8bcd 18.8b 21.1a 3:6 17.5bcd 18.6bcd 17.8bcd 18.5bcd Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.
Diameter Batang Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal dalam meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Pemberian pupuk organik mulai berpengaruh terhadap diameter batang umur 1-7 BSP, sedangkan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata mulai umur 5-7 BSP. Perlakuan pupuk organik dan NPK secara nyata meningkatkan diameter batang dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pemberian berbagai taraf dosis pupuk organik dan NPK menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda nyata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap diameter batang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap diameter batang Perlakuan Dosis Pupuk
Umur (bulan setelah pindah tanam)
0 1 2 3 4 5 6 7 Organik:top soil ------------------------------Diameter batang (cm)------------------------------0:6 1.01 1.27b 1.53b 1.03b 2.23c 2.97c 3.99c 4.87b 1:6 1.06 1.40b 1.79a 1.10a 2.74b 3.41b 4.70b 5.85a 2:6 1.04 1.39b 1.79a 1.14a 3.04a 3.62ab 5.09a 6.35a 3:6 1.08 1.61a 1.91a 1.13a 2.93ab 3.79a 5.17a 6.20a NPK* 0.0 1.03 1.32 1.72 2.00 2.58 3.21b 4.30b 5.23b 127.5 1.02 1.37 1.75 2.15 2.74 3.44ab 4.60b 5.81a 255.0 1.06 1.50 1.75 2.12 2.77 3.59a 4.95a 5.92a 382.5 1.08 1.47 1.80 2.17 2.85 3.56a 5.11a 6.32a Interaksi 0.473 0.725 0.949 0.985 0.596 0.152 0.120 0.227 Notasi tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.
Interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK pada diameter batang terlihat pada bibit berumur 8 BSP. Kombinasi perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 255.0 g tanaman-1 menghasilkan diameter batang terbesar. Peningkatan dosis pupuk organik pada aplikasi pupuk NPK menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda. Perlakuan pemberian pupuk organik dengan dosis 3:6 saja menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda dengan aplikasi pupuk NPK saja dari dosis 127.5-382.5 g tanaman-1. Diameter batang yang besar dapat mengoptimalkan pertumbuhan pohon kelapa sawit, karena fungsi utama dari batang kelapa sawit adalah (1) sebagai struktur yang mendukung daun, bunga dan buah, (2) sistem pembuluh yang mengangkut hara, air dan hasil fotosintesis, dan (3) menjadi organ penimbunan zat makanan (Pahan 2006). Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap diameter batang umur 8 BSP Dosis pupuk Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) organik 0 127.5 255 382.5 -------------------Diameter batang (cm)------------------0:6 4.32e 7.23bcd 8.30abcd 7.95abcd 1:6 6.84d 7.97abcd 8.79abc 7.89abcd 2:6 7.12cd 8.01abcd 9.33a 9.27a 3:6 7.78abcd 8.61abc 8.32abcd 8.95ab Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.
Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK rata-rata menghasilkan diameter batang yang lebih besar daripada perlakuan tanpa kombinasi pemupukan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Gusniwati et al. (2012) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dengan 25% NPKMg rekomendasi menghasilkan diameter batang (23.1 mm) yang lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan 100% NPKMg tanpa pupuk organik cair (20.5 mm). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Moyinjesu dan Charles (2003) yang menyatakan bahwa diameter batang bibit kelapa sawit yang diberi perlakuan pupuk NPKMg 12:12:7:2 tanpa pupuk organik lebih besar 2.1% daripada perlakuan pupuk organik (kotoran kambing) saja. Luas Daun Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK berpengaruh nyata secara tunggal meningkatkan luas daun ke-4 pada 1 dan 2 BSP. Perlakuan pupuk organik dan pupuk NPK masing-masing terlihat dapat meningkatkan ukuran luas daun bibit kelapa sawit dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan pupuk organik 1:6-3:6 rata-rata meningkatkan luas daun sebesar 32.73 cm2, sedangkan aplikasi pupuk NPK dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 rata-rata meningkatkan luas daun sebesar 19.76 cm2. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas daun disajikan pada Tabel 8. Interaksi antara pupuk organik dan NPK terhadap luas daun terlihat pada umur bibit 3 BSP. Perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 menghasilkan luas daun terbesar. Peningkatan taraf dosis pupuk organik pada aplikasi pupuk NPK dosis 255.0 dan 382.5 g tanaman-1 menghasilkan luas daun yang berbeda, sedangkan antar perlakuan pupuk NPK saja dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 menghasilkan luas daun yang tidak berbeda. Pemberian pupuk organik 3:6 saja menghasilkan luas daun yang lebih luas daripada perlakuan pupuk NPK saja mulai dosis 127.5-382.5 g tanaman-1. Hasil interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun disajikan pada Tabel 9.
Tabel 8 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap luas daun Perlakuan Dosis Pupuk Organik:top soil 0:6 1:6 2:6 3:6 NPK* 0.0 127.5 255.0 382.5 Interaksi Notasi
Umur (bulan setelah pindah tanam) 0 1 2 ----------------------------Luas daun (cm2)-----------------------82.45 111.25b 166.38b 86.83 137.54a 198.55a 77.58 125.81ab 199.43a 83.93 130.83a 199.37a 80.36 80.10 79.64 90.69 0.709 tn
111.24b 129.23a 132.90a 132.06a 0.847 tn
176.11b 195.08a 190.29ab 202.25a 0.436 tn
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata *: g tanaman-1.
Tabel 9 Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap luas daun umur 3 BSP Dosis pupuk Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) organik 0 127.5 255 382.5 2 ----------------------Luas daun (cm )---------------------0:6 129.25f 260.88e 313.04e 308.65e 1:6 239.87e 353.43de 344.71de 440.07cd 2:6 444.87cd 451.30cd 686.31a 728.31a 3:6 453.60cd 519.68bc 580.50b 573.69b Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.
Pemupukan secara nyata meningkatkan luas daun dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan, hal ini menandakan bahwa pemberian unsur hara berperan penting dalam pertumbuhan daun. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis, sehingga apabila luas daun semakin tinggi maka proses fotosintesis juga meningkat. Goh dan Hardter (2010) menyatakan bahwa pemberian nitrogen dapat meningkatkan luas daun, produksi daun dan tingkat rata-rata asimilat pada kelapa sawit. Pertumbuhan vegetatif dan luas daun meningkat dengan pemberian nitrogen pada saat umur tanaman masih muda. Peningkatan luas daun karena kombinasi perlakuan pupuk organik dan NPK ini sejalan dengan hasil penelitian Jorge (2012) yang menyatakan bahwa pemberian bahan organik (tandan kosong dan abu janjang kelapa sawit) dengan setengah dosis rekomendasi pemupukan kelapa sawit menghasilkan luas daun yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis rekomendasi. Penelitian lain dari Gusniwati et al. (2012) juga menghasilkan luas daun tertinggi dengan pemberian pupuk organik dan 25% NPKMg rekomendasi. Hal tersebut menandakan bahwa bahan organik mampu membuat unsur hara makro dan mikro tersedia sehingga cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK yang terlihat pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan luas daun menandakan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk NPK. Efektivitas pupuk NPK tersebut terjadi karena peran dari pupuk organik yang mampu memperbaiki sifat kimia tanah khususnya meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. KTK tanah tinggi menunjukkan bahwa tanah mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik. Herviyanti et al. (2012) menyatakan bahwa tanah-tanah dengan kandungan bahan organik tinggi dapat meningkatkan jumlah muatan negatif yang menyebabkan KTK tanah tinggi dan mampu mengikat unsur hara, sehingga efektivitas pemupukan NPK juga meningkat. Tinggi tanaman pada 8 BSP berkorelasi positif dengan jumlah daun (0.812) diameter batang (0.858) dan jumlah klorofil (0.412) (Lampiran 8), hal ini menandakan bahwa ketika pertumbuhan tinggi tanaman meningkat maka jumlah daun, diameter batang dan jumlah klorofil juga meningkat. Daun yang banyak dan sehat membuat penampilan fisik tanaman semakin tinggi dan kokoh, diameter batang yang lebar membuat tanaman semakin kuat sehingga tidak mudah rebah, jumlah klorofil yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik sehingga tanaman mendapatkan energi untuk pertumbuhannya. Karakter morfologi bibit hasil penelitian dapat dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang sebagai acuan untuk menentukan bibit siap tanam. Hasil pengamatan dari tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang di akhir penelitian (8 BSP) di pembibitan utama atau 12 bulan sejak pre nursery menghasilkan bibit kelapa sawit dengan tinggi maksimum 129.4 cm, jumlah daun 21 helai dan diameter batang 9.3 cm. Hasil ini menunjukkan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun bibit tersebut telah memenuhi 81.09% dan 94.04%, sedangkan diameter batang lebih besar 16.25% dari standar bibit siap salur. Pemberian pupuk organik dan NPK mampu memenuhi kebutuhan unsur hara bibit sehingga pertumbuhan dan perkembangan bibit optimal serta mampu sesuai dengan standar pertumbuhan bibit kelapa sawit. Standar pertumbuhan morfologi bibit dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tanggap Fisiologi Tanaman
Kandungan Klorofil Kandungan klorofil diamati pada leaflet dari daun ke-4 dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus Chlorophyll meter. Alat ini dapat mengukur secara cepat dan mudah potensi aktifitas fotosintesis yang sangat erat kaitannya dengan kandungan klorofil, status nitrogen tanaman dan kehijauan daun (Shapiro et al. 2013). Pemberian pupuk organik dan NPK berpengaruh nyata secara tunggal terhadap kandungan klorofil. Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil pada umur bibit 3-6 BSP, sedangkan pupuk NPK berpengaruh nyata pada 3, 6, dan 8 BSP. Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK secara nyata meningkatkan kandungan klorofil dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kandungan klorofil disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kandungan klorofil Perlakuan Dosis Pupuk Organik:top soil 0:6 1:6 2:6 3:6 NPK* 0.0 127.5 255.0 382.5 Interaksi Notasi
Umur (bulan setelah pindah tanam) 3 5 6 7 8 2 ------------------Kandungan klorofil (mg/cm )----------------0.034b 0.034b 0.035b 0.034 0.034 0.034b 0.035b 0.037ab 9.034 0.036 0.039a 0.038a 0.038a 0.036 0.035 0.035ab 0.039a 0.038a 0.036 0.034 0.032b 0.038a 0.037a 0.035ab 0.1239 tn
0.036 0.037 0.036 0.037 0.080 tn
0.035b 0.037ab 0.038a 0.037ab 0.195 tn
0.034 0.035 0.036 0.034 0.479 tn
0.032b 0.035a 0.037a 0.035a 0.318 tn
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, tn: tidak nyata, *: g tanaman-1.
Ketersediaan klorofil sangat penting untuk pertumbuhan tanaman karena menjadi salah satu pendukung utama kegiatan fotosintesis. Menurut Ai dan Banyo (2011) tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan karbohidrat dan menyediakan energi bagi ekosistem secara keseluruhan. Pemupukan berpengaruh terhadap kandungan klorofil karena unsur hara dari pupuk terutama Nitrogen menjadi salah satu faktor yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan klorofil. Suharno et al. (2007) mengemukakan bahwa keberadaan unsur Nitrogen sangat penting terutama kaitannya dengan pembentukan klorofil yang mampu mensintesis karbohidrat sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik juga dapat meningkatkan kandungan klorofil karena pada umumnya bibit kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah-tanah yang diberikan pupuk organik, sehingga menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan kandungan klorofil yang tinggi (Uwumarongie 2012). Schaffer (1996) juga mengemukakan bahwa pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan hara N yang diserap dari dalam tanah. Penurunan kadar N dalam tanaman berpengaruh terhadap fotosintesis baik lewat kandungan klorofil maupun enzim fotosintetik yang akhirnya menurunkan hasil (pati) yang terbentuk, keadaan tersebut mempengaruhi produktivitas tanaman, terutama pembentukan bunga dan buah. Interaksi antara pemberian pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kandungan klorofil terlihat pada 4 BSP. Rataan kandungan klorofil tertinggi umur 4 BSP terdapat pada kombinasi perlakuan perlakuan pupuk organik 3:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1, dan berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan, pupuk organik 1:6 dengan NPK 127.5 g tanaman-1, dan pupuk organik 1:6 dengan NPK 382.5 g tanaman-1. Rataan kandungan klorofil terendah terdapat pada perlakuan
tanpa pemupukan. Interaksi pupuk organik dan NPK terhadap kandungan klorofil umur 4 BSP dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Interaksi pupuk organik dan NPK pada kandungan klorofil umur 4 BSP Dosis pupuk Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) organik 0 127.5 255 382.5 2 -----------------Kandungan klorofil (mg/cm )---------------0 0.024d 0.034ab 0.036ab 0.035ab 1:6 0.037ab 0.033b 0.036ab 0.028c 2:6 0.036ab 0.037ab 0.037ab 0.037ab 3:6 0.036ab 0.035ab 0.037ab 0.038a Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji DMRT 5%, BSP: Bulan setelah pindah tanam.
Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan kandungan klorofil yang paling sedikit dibandingkan perlakuan pemupukan pada umur bibit 4 BSP. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya unsur hara yang cukup untuk membantu proses pembentukan klorofil. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Darwis (2012) yang menyatakan bahwa bibit kelapa sawit tanpa pemupukan Nitrogen dan Fosfor menghasilkan jumlah klorofil terendah dibandingkan dengan yang diberi pemupukan. Kerapatan Stomata Kerapatan stomata diamati pada daun ke-4, dilakukan pada 3 dan 8 BSP. Pemberian pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kerapatan stomata. Pemberian pupuk organik menghasilkan kerapatan stomata tertinggi pada perlakuan 2:6, sedangkan pupuk NPK pada perlakuan 127.5 g tanaman-1. Interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata. Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kerapatan stomata disajikan pada tabel 14. Tingkat kerapatan stomata dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kerapatan stomata seperti ketersediaan air, intensitas cahaya, temperatur dan konsentrasi CO2. Pada umumnya, kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan (Sundari dan Atmaja 2011). Pemberian pupuk organik dan NPK belum berpengaruh nyata terhadap kerapatan somata, hal ini diduga karena bibit kelapa sawit yang digunakan memiliki faktor genetik yang baik sehingga dapat beradaptasi pada kondisi tanah yang diberi pupuk ataupun yang tidak diberi pupuk. Pemberian pupuk organik dan NPK tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata, tetapi pemberian pupuk organik dan NPK masih meningkatkan kerapatan stomata dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan. Ketersediaan unsur hara yang berasal dari pupuk secara tidak langsung dapat meningkatkan kerapatan stomata, karena salah satu peran unsur hara khusunya Kalium adalah sebagai regulator potensial osmotik tanaman yang menentukan membuka dan menutupnya stomata (Sukma dan Setiawati 2010). Keberadaan stomata di dalam tanaman sangat penting karena berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi terutama
dalam pertukaran gas CO2 dan O2 serta proses hilangnya air melalui proses transpirasi (Sundari dan Atmaja 2011). Tabel 12 Pengaruh berbagai dosis pupuk organik dan pupuk NPK terhadap kerapatan stomata Umur (bulan setelah pindah tanam) Perlakuan Dosis Pupuk 3 8 2 Organik:top soil -------------------Jumlah stomata/mm -----------------0:6 18.41 23.91 1:6 19.37 25.54 2:6 19.83 25.83 3:6 19.16 25.12 NPK* 0.0 18.20 24.62 127.5 18.25 25.95 255.0 19.50 24.16 382.5 20.83 25.66 Interaksi 0.276 0.213 Notasi tn tn Kandungan Hara Jaringan Tanaman Analisis kandungan hara jaringan akar dan pelepah diambil dari perlakuan terbaik (Pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1). Hasil analisis kandungan hara jaringan akar adalah 1.48% N, 0.17% P dan 1.65% K. Hasil analisis kandungan hara jaringan pelepah adalah 1.62% N, 0.20% P, dan 1.36% K. Analisis kandungan hara jaringan daun diambil dari daun (leaflet) kelima seluruh perlakuan. Pada perlakuan terbaik kandungan hara jaringan daun adalah 2.54% N, 0.21% P, dan 1% K. Kadar hara N, P dan K daun meningkat seiring dengan meningkatnya dosis pupuk NPK yang diberikan. Pengaruh pemberian pupuk NPK terhadap kandungan hara N, P dan K daun (leaflet) disajikan pada Gambar 3 sampai 5. Kadar hara N daun setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Kadar N (%)
3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0
127.5
255
382.5
Dosis pupuk NPK (g tanaman-1)
Gambar 3 Kadar hara N pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
Kadar P (%)
0.208 0.207 0.206 0.205 0.204 0.203 0.202 0.201 0.200 0
127.5 255 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1)
382.5
Kadar K (%)
Gambar 4 Kadar hara P pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
127.5 255 Dosis pupuk NPK (g tanaman-1)
382.5
Gambar 5 Kadar hara K pada daun bibit kelapa sawit (8 BSP)
Analisis daun digunakan untuk menentukan apakah perbedaan kandungan unsur hara akan menjelaskan penampilan abnormal dari bagian-bagian tertentu kelapa sawit (Fairhurst and Mutert 1999). Kadar hara N, P,dan K yang terdapat pada daun menunjukkan bahwa pemupukan berperan dalam meningkatkan kadar unsur hara di dalam daun. Kadar N, P dan K pada daun sudah tergolong dalam keadaan cukup berdasarkan kadar hara optimal daun ke 9 kelapa sawit. Kadar hara optimal untuk N, P dan K daun ke 9 kelapa sawit adalah 2.75%, 0.16% dan 1.25% (Ochs dan Olvin 1977). Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki, meningkatkan dan memperbaiki kesuburan dan kandungan unsur hara tanah. Peningkatan jumlah hara dalam tanah akan berdampak positif terhadap serapan hara dan pertumbuhan tanaman (Notohadiprawiro et al. 2006). Menurut Nursyamsi et al. (2005) serapan hara oleh tanaman mencerminkan kondisi hara tanah dan tanaman. Bila kondisi tanah (sifat fisik, kimia dan biologi) serta tanaman baik maka akar tanaman akan menyerap hara dengan efektif. Kandungan hara N berkorelasi positif dengan kandungan klorofil, sedangkan hara P dan K berkorelasi negatif (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hara N dapat meningkatkan kandungan klorofil tanaman. Kandungan klorofil pada tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan N di dalam tanaman Munawar (2011) menyatakan bahwa N merupakan bahan integral dari klorofil yang mamou mengubah sinar matahari menjadi energi kimia yang diperlukan untuk fotosintesis. Kecukupan pasokan N ke tanaman ditandai oleh aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang baik dan warna daun tanaman hijau tua. Biomassa Pertumbuhan juga dapat diukur dari pertambahan biomassa yang dihasilkan tanaman. Pendekatan yang digunakan untuk pengukuran biomassa tanaman adalah dengan menimbang bobot kering tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot kering tanaman merupakan penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan. Semakin tinggi bobot kering maka reaksi metabolisme semakin baik karena tanaman memiliki daun yang kokoh sehingga proses fotosintesis berjalan lancar (Taufiq 2000). Bobot kering tanaman juga dipengaruhi oleh unsur hara yang diserap tanaman dari lingkungan. Pengukuran bobot kering dilakukan pada akhir pengamatan (8 BSP) dengan mengambil sampel dari perlakuan tanpa pemupukan dan perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan hasil tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang yang terbaik yaitu pada kombinasi pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot kering tanaman dengan perlakuan terbaik (pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1) lebih besar dibandingkan perlakuan kontrol (Gambar 2). Bobot kering masing-masing organ akar, pelepah dan daun pada perlakuan terbaik berturut-turut 363.8%, 814% dan 503.6% lebih besar dibandingkan kontrol.
Berat kering (g)
1000 800 600 400 200 0 Akar
Pelepah Kontrol
Daun
Terbaik (P2M3)
Gambar 2 Bobot kering tanaman bibit kelapa sawit umur 8 BSP pada perlakuan kontrol dan kombinasi pupuk organik 2:6 NPK 382.5 g tanaman-1 (perlakuan terbaik) Bobot kering yang tinggi menandakan bahwa metabolisme di dalam tanaman dapat berlangsung baik karena didukung oleh ketersediaan unsur hara yang cukup. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa berat kering tanaman mencerminkan hasil dari akumulasi senyawa organik yang disintesis oleh tanaman dari senyawa anorganik, peningkatan berat kering terjadi karena penyerapan hara yang meningkat. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagianbagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif dapat mencerminkan produktivitas tanaman. Hasil penelitian Halim (2012) juga menyatakan bahwa bobot kering akar, pelepah dan daun bibit kelapa sawit dengan pemupukan Nitrogen dan Kalium masing-masing lebih tinggi 9.7%, 194% dan 33.6% daripada perlakuan tanpa pemupukan.
Dinamika Hara Pengamatan dinamika hara dilakukan pada akhir penelitian pada perlakuan terbaik (pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1). Pengamatan dinamika hara ini dilakukan untuk mengetahui pergerakan hara secara umum di dalam media tanam dan pada kedalaman berapa centimeter ditemukan jumlah unsur hara total yang terbanyak. Tinggi media tanam sebesar 28 cm. Pengukuran dilakukan dengan membagi media tanam menjadi empat kedalaman yang mewakili pergerakan hara dan diambil sampel tanahnya secara komposit. Kedalaman yang diukur adalah 0-7 cm, 7-14 cm, 14-21 cm, dan 21-28 cm. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar N total terakumulasi pada kedalaman 21-28 cm sebesar 0.37% (Gambar 6). Kadar N meningkat secara perlahan seiring dengan peningkatan kedalaman tanah. Nilai kadar hara N, P dan K setiap kedalaman dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 6 Dinamika pergerakan hara N, P dan K dalam media tanam Kadar N total yang terakumulasi pada kedalaman 21-28 menandakan bahwa pergerakan unsur N tergolong normal dan cepat. Hal ini dikarenakan sifat unsur N yang mobil di dalam tanah sehingga dengan mudah bergerak mendekati akar dan memudahkan akar menyerap unsur hara. Havlin et al. (2005) menyatakan bahwa nitrogen bersifat mobil di dalam tanah dan tidak dijerap oleh kompleks jerapan tanah. Kadar P dan K total terakumulasi pada kedalaman 0-7 cm (permukaan) masing-masing sebesar 2902.2 ppm dan 2275.6 ppm (Gambar 6). Kadar P dan K yang terakumulasi di permukaan tanah menandakan bahwa pergerakan hara P dan K di dalam tanah tergolong lambat. Hal ini diduga karena adanya fiksasi dan terjerapnya kedua unsur hara tersebut oleh permukaan liat sehingga kurang dapat diserap oleh tanaman. Ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman tergantung kepada mobilitasnya di dalam tanah dan keseimbangan antara bentuk P larut dan terjerap. Sebagian besar P tanah dijerap oleh partikel liat dan senyawa-senyawa seperti Fe dan Al sehingga menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman (Nursyamsi et al. 2011). Ketersediaan P di dalam tanah salah satunya bergantung pada pH Tanah. Dari hasil analisis tanah yang dilakukan di akhir penelitian dapat diketahui bahwa pH tanah tergolong masam dengan nilai 4.40 (Lampiran 2). Fosfor paling banyak tersedia pada rentang pH antara 5.5 -6.5. Pada pH kurang dari 5.5, fosfor akan bereaksi dengan Fe atau Al membentuk endapan sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman (Prasad dan Power 1997). Fiksasi K oleh tanah menyebabkan pergerakan K di dalam tanah lambat karena ion K terperangkap dalam rongga di ruang antar lapisan mineral liat yang berukuran sama dengan diameter ion K. K menjadi bentuk yang tidak atau kurang tersedia bagi tanaman (Havlin et al. 2005). Selain karena fiksasi, pergerakan K yang lambat didalam tanah juga disebabkan oleh permukaan liat tanah yang menjerap ion K+. Tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan liat yang tinggi (74.05%) sehingga diduga adanya fiksasi dan penjerapan K di dalam tanah. Permukaan liat tanah biasanya bermuatan negatif sehingga menimbulkan reaksi pertukaran kation. Kalium yang terjerap di permukaan liat tanah tidak mudah dilepaskan dan akan menjadi sulit tersedia bagi tanaman. Tisdale et al. (1985) menyatakan bahwa bentuk K tidak tersedia di dalam tanaman
sebesar 98% dan memiliki proses yang sangat lambat untuk berubah menjadi bentuk yang tersedia. Proses yang sangat lambat ini disebabkan karena kalium yang terjerap di permukaan liat tidak dilepaskan dengan kecepatan yang sama. Kalium terikat pada tiga posisi pada permukaan liat yaitu pada permukaan luar (planar), tepi (edge) dan bagian dalam (inner).
Neraca Hara Perhitungan neraca hara bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemupukan dan ketersediaan hara di dalam tanah. Neraca hara dihitung pada perlakuan terbaik (pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1). Berdasarkan perhitungan neraca hara (Tabel 13) diperoleh efisiensi pupuk NPK untuk hara N, P, dan K masing masing adalah 56.16%, 11.06%, dan 29.90%. Efisiensi hara N, P dan K tersebut sudah tergolong tinggi. Pada umumnya efisiensi hara N (Urea) adalah sebesar 30-50% (Gonggo et al. 2006), hara P (SP-36) sebesar 10-15% (Busyra 2010) dan hara K (KCl) sebesar 17-39% (Boroomand dan Grouh 2012). Tabel 13 Neraca hara berdasarkan perlakuan terbaik (pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 ) Hara Uraian N P K Sumber Tanah awal (g) 17.25 0.43 0.40 Pupuk (g) Organik 24.96 22.72 33.28 NPK 44.94 24.05 62.27 Recovery nutrient Tanah akhir (g) 22.72 13.68 9.8 Serapan tanaman (g) Akar 2.77 0.31 3.09 Pelepah 13.49 1.66 11.32 Daun (leaflet) 8.98 0.69 4.21 Total 25.24 2.66 18.6 Efisiensi pemupukan (%) 56.16 11.06 29.90 Pupuk yang hilang (%) 31.66 33.86 54.94 Persentase pupuk yang hilang untuk N, P dan K masing-masing adalah sebesar 31.66%, 33.86% dan 54.94%. Hara N, P dan K yang hilang sudah tergolong rendah, Darwis (2012) dan Halim (2012) menyatakan bahwa kehilangan N, P dan K masing-masing adalah 73.7%, 84.9% dan 75.5%. Rendahnya presentase pupuk yang hilang dan meningkatnya efisiensi pemupukan disebabkan karena penggunaan pupuk organik. Pemberian pupuk organik mampu mengikat dan menyimpan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Suriadikarta dan Simanungkalit 2000), sehingga jumlah unsur hara yang hilang dapat berkurang dan efisiensi pemupukan bertambah. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis tanah diakhir penelitian yang menunjukkan peningkatan kandungan C organik
yang awalnya hanya 2.49% (rendah) meningkat menjadi 6.58% (sangat tinggi) (Lampiran 2). Kehilangan P disebabkan karena sebagian besar P terikat oleh unsur-unsur logam seperti Al dan Fe sehingga P tidak tersedia di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman. Bentuk-bentuk P yang terikat oleh unsur-unsur logam tersebut relatif tidak larut dalam tanah, dengan demikian ketersediaan hara P dalam tanah relatif rendah (Brady dan Weil 2002). Tanaman tidak dapat menyerap fosfat terikat sehingga harus diubah menjadi bentuk yang dapat diserap. Unsur hara K yang hilang disebabkan karena terangkut bersama tanaman, dan pencucian oleh air (leaching). Kalium dalam bentuk tersedia bagi tanaman sangat mudah hilang dari tanah melalui pencucian (Tisdale et al. 1985). Pemberian bahan organik dapat menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melepaskan P yang terjerap dan meningkatkan K tersedia di dalam tanah. Analisis tanah awal menunjukkan bahwa kandungan N, P dan K masingmasing adalah 0.23% (sedang), 5.9 ppm (sangat rendah) dan 0.20 me 100g-1 (rendah). Hasil analisis tanah pada akhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan N, P dan K meningkat, sehingga kandungan N menjadi 0.32% (sangat tinggi); P 14.4 ppm (sangat tinggi) dan K 2.09 me 100g-1 (sangat tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk NPK dapat menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah, unsur hara lengkap dan berimbang merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Dewanto et al. 2013). Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.
Peningkatan Pertumbuhan Pemupukan dikatakan efektif jika sebagian besar hara pupuk diserap tanaman dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Pemupukan dapat melengkapi penyediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan pada akhirnya tercapai daya hasil (produktivitas) yang maksimal (Saputra 2011). Nilai peningkatan pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman dan jumlah daun terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 sebesar 99.25% dan 50.43%, sedangkan pada diameter batang terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 225 g tanaman-1 sebesar 115.97%. Nilai peningkatan pertumbuhan terendah untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang terdapat pada perlakuan pupuk organik 1:6 dan tanpa NPK. Hal ini menandakan bahwa bibit kelapa sawit sangat memerlukan unsur hara yang berasal dari pupuk NPK untuk mendukung pertumbuhannya. Pemberian pupuk organik 1:6 belum mampu untuk mencukupi kebutuhan unsur hara bibit kelapa sawit. Manurung (2009) menyatakan bahwa aplikasi pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemupukan tanpa pupuk NPK. Pemberian pupuk NPK dapat mempercepat pertumbuhan serta perkembangan tanaman, meningkatkan daya tahan terhadap serangan hama dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman kelapa sawit. Peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit Peningkatan pertumbuhan Perlakuan (%) TT JD DB Tanpa pupuk organik + NPK 127.5 g tanaman-1 62.45 24.11 67.36 Tanpa pupuk organik + NPK 255 g tanaman-1 77.45 28.81 92.13 Tanpa pupuk organik + NPK 382.5 g tanaman-1 64.41 27.52 84.03 Pupuk organik 1:6 + NPK 0 g tanaman-1 57.53 15.22 58.33 Pupuk organik 1:6 + NPK 127.5 g tanaman-1 61.22 22.55 84.49 Pupuk organik 1:6 + NPK 255 g tanaman-1 71.34 27.60 103.47 -1 Pupuk organik 1:6 + NPK 382.5 g tanaman 77.29 33.36 82.64 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 0 g tanaman 59.13 33.36 64.81 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 127.5 g tanaman 73.80 14.72 85.42 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 255 g tanaman 87.39 33.93 115.97 Pupuk organik 2:6 + NPK 382.5 g tanaman-1 99.25 50.43 114.58 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 0 g tanaman 66.98 24.68 80.09 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 127.5 g tanaman 64.56 32.36 99.31 Pupuk organik 3:6 + NPK 255 g tanaman-1 73.54 26.60 92.59 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 382.5 g tanaman 73.34 32.15 107.18 Keterangan: TT: Tinggi tanaman. JD: Jumlah daun, DB: Diameter batang. Pemberian pupuk organik relatif menyamai pemberian pupuk NPK pada pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit (Gambar 7). Peningkatan pertumbuhan dengan pemberian pupuk NPK lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik pada peubah tinggi tanaman dan diameter batang, sedangkan pada peubah jumlah daun peningkatan pertumbuhan dengan pemberian pupuk NPK hampir sama dengan pemberian pupuk organik (gambar 7). Hal ini menandakan bahwa kemampuan pupuk organik telah setara dengan kemampuan pupuk NPK dalam menyediakan unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Eugene et al. (2010) menyatakan bahwa bahan organik berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta untuk meningkatkan produktivitas dan hasil tanaman.
Peningkatan pertumbuhan (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tinggi tanaman
Jumlah daun Pupuk organik
Diameter batang
Pupuk NPK
Gambar 7 Rataan peningkatan pertumbuhan peubah bibit kelapa sawit dengan pemberian pupuk organik saja dan pupuk NPK saja terhadap kontrol (%).
Efektivitas Agronomi Relatif Hasil perhitungan efektivitas agronomi relatif menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk organik dengan pupuk NPK umumnya efektif secara agronomi. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa pupuk NPK akan lebih efektif apabila diaplikasikan dengan pupuk organik. Hasil perhitungan efektivitas agronomi relatif perlakuan dengan pemberian pupuk organik dapat dilihat pada Tabel l5. Berdasarkan perhitungan efektivitas agronomi relatif diketahui bahwa perlakuan pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 memiliki nilai efektivitas agronomi relatif tertinggi pada tinggi tanaman (158.9%) dan jumlah daun (209.1%), sedangkan pada diameter batang nilai efektivitas agronomi relatif tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 (172.1%) namun tidak memiliki nilai perbedaan yang besar dengan perlakuan pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 (170.1%). Hasil perhitungan efektivitas tersebut menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pupuk organik dengan pupuk NPK umumnya efektif secara agronomi. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa pupuk NPK akan lebih efektif apabila diaplikasikan dengan pupuk organik.
Tabel 15 Nilai efektivitas agronomi relatif Nilai efektivitas Agronomi Relatif (%) Rataan TT JD DB Pupuk organik 0:6 + NPK 127.5 g tanaman-1 Pupuk organik 1:6 + NPK 0 g tanaman-1 92.11 63.13 86.60 80.61 Pupuk organik 1:6 + NPK 127.5 g tanaman-1 98.03 93.51 125.43 105.66 -1 Pupuk organik 1:6 + NPK 255 g tanaman 114.22 114.45 153.61 127.43 -1 Pupuk organik 1:6 + NPK 382.5 g tanaman 123.76 138.35 122.68 128.26 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 0 g tanaman 94.68 61.06 96.22 83.99 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 127.5 g tanaman 118.17 110.62 126.80 118.53 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 255 g tanaman 139.93 140.71 172.16 150.93 -1 Pupuk organik 2:6 + NPK 382.5 g tanaman 158.91 209.14 170.10 179.38 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 0 g tanaman 107.25 102.36 118.90 109.50 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 127.5 g tanaman 103.38 134.22 147.42 128.34 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 255 g tanaman 117.75 110.32 137.46 121.84 -1 Pupuk organik 3:6 + NPK 382.5 g tanaman 117.43 133.33 159.11 136.62 Keterangan: TT: Tinggi tanaman. JD: Jumlah daun, DB: Diameter batang. Perlakuan
Aplikasi pupuk NPK yang dikombinasikan dengan pupuk organik menghasilkan rataan nilai efektivitas lebih dari 100%, hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan pupuk NPK efektif dengan penambahan pupuk organik. Pemberian dosis pupuk organik yang semakin tinggi cenderung meningkatkan efektivitas pupuk NPK. Kombinasi perlakuan pupuk organik 2:6 dengan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 terlihat paling efektif menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Perlakuan pupuk organik 3:6 tanpa pupuk NPK terlihat lebih efektif dibandingkan perlakuan pupuk NPK saja. Peran pupuk organik meningkatkan efektivitas pupuk NPK juga dapat dilihat pada Gambar 8. Aplikasi pupuk NPK saja tanpa penambahan pupuk organik menunjukkan nilai efektivitas yang lebih rendah dibandingkan aplikasi pupuk NPK dengan penambahan pupuk organik.
Efekttivitas Agronomi Relatif (%)
250
209.14 200
170.10
158.91 150
114.16
103.13
124.74
100 50 0
Tinggi tanaman
Jumlah daun
Diameter batang
Pupuk organik 0:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1 Pupuk organik 2:6 dan NPK 382.5 g tanaman-1
Gambar 8 Perbandingan nilai efektivitas agronomi relatif perlakuan NPK 382.5 g tanaman-1 tanpa pupuk organik dengan perlakuan NPK 382.5 g tanaman-1 dan pupuk organik 2:6 Efektivitas pupuk NPK dapat terjadi karena pemberian pupuk organik mampu menjerap hara-hara yang berasal dari pupuk NPK, sehingga hara-hara tersebut tidak hilang dan dapat digunakan oleh tanaman. Widmer et al. (2002) menyatakan bahwa penambahan pupuk organik ke dalam tanah mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara karena dekomposisi dari pupuk organik tersebut akan menghasilkan humus (koloid organik) dengan permukaan yang dapat menahan unsur hara dan air. Craswell dan Lefroy (2001) juga menjelaskan bahwa salah satu fungsi penting dari bahan organik adalah mempengaruhi ketersediaan unsur hara melalui peningkatan kapasitas tukar kation sehingga tanah memiliki daya jerap unsur hara yang tinggi.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1.
Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan efektivitas pupuk NPK, pada percobaan ini efektivitas tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk organik 2:6 dan pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas sebesar 179.38%. Aplikasi pupuk organik 3:6 saja menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang sama dengan aplikasi pupuk NPK mulai dosis 127.5-382.5 g tanaman-1 tanpa pupuk organik.
2.
3.
Kombinasi perlakuan terbaik adalah perbandingan pupuk organik 2:6 dengan dosis pupuk NPK 382.5 g tanaman-1 dengan nilai efektivitas masing-masing untuk tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang adalah 158.91%, 209.14%, dan 170.10%. Pemberian pupuk organik meningkatkan efisisensi pemupukan NPK, dengan tingkat serapan hara N, P dan K masing-masing adalah 56.16%, 11.06% dan 29.90%.
Saran 1. 2.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan pupuk organik yang berasal dari bahan baku lain seperti tandan kosong kelapa sawit. Pemberian pupuk organik telah meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit kelapa sawit, penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan pada tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan. Untuk menghasilkan bibit kelapa sawit yang memenuhi standar bibit siap salur dapat menggunakan hanya pupuk organik dengan dosis 3:6 atau kombinasi pupuk organik dengan pupuk NPK.
DAFTAR PUSTAKA Adlin U. 2008. Kelapa Sawit (Elaesis Guinense) Di Indonesia. Edisi 2. Medan [ID]: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Ai NS, Banyo Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator kekurangan air pada tanaman. J Ilmiah Sains. 11(2):166-173. Asmono D, Purba AR, Suprianto E, Yenni Y. Akiyat. 2003. Budidaya kelapa sawit. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Handbook of plant nutrition. Amerika Serikat (US): Taylor and Francis Boca Raton FL. Boroomand N. Grouh MSH. 2012. Macroelements nutrition (NPK) of medicinal plants. J Med. Plants Research. 6(12):2249-2255. Brady NC. 1990. The nature and properties of soils. 10th Ed. New York (US): Macmilan Publishing Co. Brady NC, Weil RR. 2002. The Nature and Properties of Soils. 31th ed., New York [US]. Prentice-Hall, Upper Saddle River. Busyra BS. 2010. Kebutuhan fosfor berdasarkan status hara fosfat lahan sawah di provinsi Jambi. J Agron Indonesia. 8(1):69-74. [CFF] California Fertilizer Foundation. 2011. Plant Nutrients-Nitrogen. California (US): California Foundation for agariculture in the classroom (CFAITC). Chairani. 2006. Pengaruh fosfor dan pupuk kandang kotoran sapi terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa) pada lahan sawah tadah hujan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. JIPI. 25(1):8-17.
Cooperband L. 2002. Building soil organic matter with organic amendments. Center for agricultural systems. Madison (US): University of Wisconsin. Craswell ET, Lefroy RDB. 2001. The role and function of organic matter in tropical soils. Nutrient Cycling in Agroecosystem. 61: 7-18. Darwis A. 2012. Optimasi pemupukan N dan P pada pembibitan utama Kelapa sawit. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dharmawan IW. 2003. Pemanfaatan endomikoriza dan pupuk organik dalam memperbaiki pertumbuhan Gmelina arborea LINN pada tanah tailing [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Dewanto F, Londok JJMR, Tuturoong RAV. 2013. Pengaruh pemupukan anorganik dan organik terhadap produksi jagung. J Zootek.32(5):1-8. [DITJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2012. Luas areal dan produksi perkebunan Indonesia. [internet]. [diunduh 2012 Januari 20]. Tersedia pada http://ditjenbun.deptan.go.id/cigrap /komoditiutama/KelapaSawit. Eugene EE, Jacques E, Desire VT, Paul B. 2010. Effects of some physical and chemical characteristic of soil on productivity and yield of cowpea (Vigna unguiculata L. Walp.) in Coastal Region (Cameroon). African Journal of Environmental Science and Technology. 4(3):108-114. Farhana MA, Yusop MR, Harun MH, Din AK. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll and yield component. International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Proceedings of the PIPOC 2007. Vol 2; Malaysia 26-30 Agustus 2007. Malaysia [MAY]: Malaysia palm oil board. hlm 701-705. Fairhurst TH, Mutert E. 1999. Interpretation and management of oil palm leaf analysis data. Better Crops International. 13(1):48-51. French J. 1994. The organic garden problem solver. Sydney (AU): An angus and robertson publishing. Gardner FP, Peace RB, Mitchell RL. 1991. Physiology of crop plant. Ames (US): IOWA State University Press. Gusniwati, Helmi S, Juwita M. 2012. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama dengan perbedaan kombinasi pupuk cair nutrifarm dan NPKMg. JIPI. 1(1): 46-55. Goh JK, Hardter R. 2010. General Oil Palm Nutrition. Germany: International Potash Institute Kassel. Gonggo BM, Hasanudin, Indriani Y. 2006. Peran pupuk N dan P terhadap serapan N, efisiensi N dan hasil tanaman jahe di bawah tegakan tanaman karet. JIPI. 8(1):61-68. Halim. 2012. Optimasi dosis Nitrogen dan Kalium pada bibit kralapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartatik W, Widowati LR. 2010. Pupuk kandang. [internet]. [diunduh pada 2013 Jan 31]. Tersedia pada http://balittanah.litbang.deptan.go.id. Harahap IY, Edy SS, Roletha YP, Nuzul HD. 2005. Peran pemupukan terhadap pertumbuhan dan kesehatan bibit kelapa sawit. Yogyakarta (ID): Pertemuan teknis kelapa sawit. Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil fertility and fertilizers. An introduction to nutrient management. New Jersey (USA): Prentice hall.
Herviyanti, Fachri A, Riza S, Darmawan, Gusnidar, Amrizal S. 2012. Pengaruh pemberian bahan humat dan pupuk p pada ultisol. J Solum. 19(1):15-24. Husni A. 2012 Apr 24. Potensi inovasi biotek kultur jaringan sebagai penyedia bibit bermutu komoditas perkebunan dalam upaya mendukung peningkatan produksi. Sinar tani. Agroinovasi Badan Litbang Pertanian: 3453 (hal 7-10). Ismangil, Eko H. 2005. Degradasi mineral batuan oleh asam-asam organik. J Ilmu Tanah dan Lingkungan 5(1):1-17. Jannah N, Abdul F, Marhanuddin. 2012. Pengaruh macam dan dosis pupuk NPK majemuk terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaies guineensis Jacq.). Media Sains. 4(1):48-54. Jefrialdi. 2010. Analisa fosfor tanah dan fosfor daun untuk rekomendasi pemupukan fosfat pada tanaman kelapa sawit [karya ilmiah]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Jorge ADJ. 2012. Pemanfaatan tandan kosong dan abu janjang kelapa sawit sebagai amelioran terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kasno A. 2010. Respon pemupukan N dan P untuk tanaman jagung pada inceptisols. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah. Kumar M, Babel L. 2011. Available micronutrient status and their relationship with soil properties of jhunjhunu tehsil, distict jhunjhunu, Rajasthan, India. J Agricultural Science. 3(2):98-106. Kurniadinata OF. 2010. Pemanfaatan feses dan urin sapi sebagai pupuk organik dalam perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) [karya ilmiah]. Kalimantan Timur (ID): Universitas Mulawarman. Koryati T. 2010. Respon pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). akibat penggunaan berbagai jenis pupuk organik dan zat pengatur tumbuh growtone. J Ilmiah Pendidikan Tinggi. 3(3):1-10. Lesmanawati IR. 2005. Pengaruh pemberian kompos, thiobacillus, dan penanaman gmelina serta sengon pada tailing emas terhadap biodegradasi sianida dan pertumbuhan kedua tanaman [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Leszczynska D, Malina JK. 2011. Effect of organic matter from various sources on yiled and quality of plant on soils contaminated with heavy metals. J Ecological Chem and Engineering. 18 (4) : 501-507. Lubis AU. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq) di Indonesia. Medan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala. Lumbangaol P. 2010. Pedoman pembuatan dosis pupuk kelapa sawit buku panduan online. [internet]. [diunduh 2012 Feb 20]. Tersedia pada http://googlesearch/bukupanduanonlinesawit. Machay AD, Syers JK, Gregg PEH. 1984. Ability of chemical extraction procedures to assess the agronomic effectiveness of phosphate rock material. J Agricultural Research of New Zealand. 27(2):219-230. Makinde EA, Ayeni LS, Ojeniyi SO. 2011. Effects of organic, organomineral and NPK fertilizer treatments on the nutrient uptake of Amaranthus Cruentus (L) on Two Soil Types in Lagos, Nigeria. J Central European Agriculture. 12(1):114-123.
Malakouti MJ. 2008. The effect of micronutrients in ensuring efficient use of macronutrients. J Agric. Turk. 32:215-220. Mangoensoekarjo S, Semangun H. 2008. Manajemen agrobisnis kelapa sawit. Yogyakarta (ID): UGM Press. Manurung, GME. 2009. Petunjuk teknis budidaya kelapa sawit di lahan gambut.. Medan (ID): Dinas Perkebunan Kabupaten Rokan Hilir. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants (2nd Ed). San Diego (USA): Acad Press. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Press. Mulyatri. 2003. Efisiensi penggunaan pupuk kalium di tanah vertisol. Seminar nasional hasil penelitian teknologi spesifik lokasi. 2003 Jan 7-9; Jambi (ID): Indonesia. Balai Pengkajian Teknologi. Hlm 128-132. Munawar A. 2011. Kesuburan tanah dan nutrisi tanaman. Bogor (ID): IPB Press. Moyinjesu EI, Charles EF. 2003. Raising oil palm seedlings in urban cities using sole and amended woodash and sawdust manurial treatments. J Trop Aric Science. 20(2):19-25. Notohadiprawiro T, Soeprapto S, Endang S. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Nursyamsi D, Husnain A, Kasno, Setyorini D. 2005. Tanggapan tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pemupukan MOP Rusia pada inceptisols dan ultisols. J Tanah dan Iklim. 23:13-23. Nursyamsi D, Anggria L, Nurjaya. 2011. Pengaruh pemberian P-alam terhadap jerapan dan bentuk-bentuk P tanah pada Dystrudept Cibatok Bogor. J Tanah dan Iklim. 24:1-12. Ochs R, Olvin J. 1977. Le Diagnostic foliare pour le controle de la nutrition des plantations de palmier’s a huile: prelevement des echantilions foliares. Oleagineux. 32(5):211-216. Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Palupi ER, Yopy D. 2008. Kajian karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan pada empat genotipe bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Buletin Agronomi 36(1):24-32. [PERMENTAN] Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2011. Nomor 70/Permentan/sr.140/10/2011 Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Prasad R, Power JF. 1997. Soil fertility management for sustainable agriculture. New York (US): CRC Lesi Publisher. Primanti IS, Haridjaja O. 2005. Potensi pencucian pupuk majemuk phonska serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi bayam pada latosol dengan kandungan liat yang berbeda. J Tanah dan Lingkungan. 7(1):2226. Purwanto H. 2009. Pengelolaan Pemupukan pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan PT Cipta Futura Plantation Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Quansah GW. 2010. Improving soil productivity through biochar amendments to soils. African Journal of Environmental Science and Technology. 3(2): 3441. Rachman IA, Djuniwati S, Idris K. 2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara produksi jagung di inceptisol Ternate. J Tanah dan Lingkungan. 10(1):7-13. Rahardjo M. 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu rimpang jahe muda. J Littri. 18(1):10-16. Ruhnayat A. 2007. Penentuan kebutuhan pokok unsur hara N, P, K untuk pertumbuhan tanaman panili (Vanilla planifolia). Buletin Litro. 18(1):4959. Santi LP, Goenadi DH. 2008. Pupuk organo-kimia untuk pemupukan bibit kelapa sawit. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Menara perkebunan 76:36 -46. Sanyal D. Dhar PP. 2006. Effect of mulching, nitrogen, and potassium level on growth, yield and quality of turmeric grown in red lateritic soil. Proceeding ISHS Acta Horticulturae 769: XXVII International Horticultural Congress - IHC2006:International Symposium on Asian Plants with Unique Horticultural Potential. hlm 4-9. Saputra RA. 2011. Evaluasi pemupukan pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di kebun radang seko banjar balam PT.Tunggal Perkasa Plantations Indragiri Hulu Riau [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Savitri. 2011. Respons pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada konsentrasi dan interval waktu pemberian pupuk daun gandasil d pada tanah salin yang diameliorasi dengan pupuk kandang [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Schaffer AA.1996. Photoassimilate Distribution in Plant and Crops. New York (US): Marsel Dekker, Inc. Schnitzer M. 1991. Soil organic matter. Soils Science. 41-58. Shapiro AC, Francis DD, Ferguson BR. 2013. Using a chlorophyll meter to improve N management. Soil Resource Management Fertility. University of Nebraska Institute of Agriculture and Natural Resources. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Suharno, Mawardi I, Setiabudi N, Lunga S. Tjitrosemito. 2007. Efisiensi penggunaan nitrogen pada tipe vegetasi yang berbeda di taman nasional gunung halimun Jawa Barat. Biodiversitas. 8(2):287-294. Sukma D, Setiawati A. 2011. Pengaruh waktu dan frekuensi aplikasi pupuk daun terhadap pertumbuhan dan pembungaan anggrek Dendrobium. J Hortikultura Indonesia. 1(2):97-104. Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sundari T, Atmaja RP. 2011. Bentuk sel epidermis, tipe dan indeks stomata 5 genotipe kedelai pada tingkat naungan berbeda. J Biologi Indonesia. 7(1):67-69. Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2000. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. J Litbang Pertanian. 26(1):1-10.
Sutarta ED, Darmosarkoro W, Rahutomo S. 2005. Peluang penggunaan pupuk majemuk dan pupuk organik dari limbah kelapa sawit. Medan (ID): Pusat penelitian kelapa sawit. Syukur A. 2005. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan caisim di tanah pasir pantai. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 5(2):30-38. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physhiology Third Edition. Massachusetts (US): Sinauer Associates, Inc, Publishers. Taufiq IS. 2000. Tingkat pemberian fosfor dalam media tanaman campuran ampas kecap bagi pertumbuhan tanaman jagung. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tisdale SL, Nelson WL, Benton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York (US) : Macmillan Publ. Co.Inc. Uwumarongie EG, Sulaiman BB, Ederion O, Imogie A, Imosi BO, Garbua N, Ugbah M. 2012. Vegetative growth performance of oil palm (Elaeis guineensis) seedlings in Response to inorganic and organic fertilizers. J Agricultural Sciences Greener. 2(2):26-30. Verheye W. 2011. Growth and Production of Oil Palm. Encyclopedia of life support systems (EOLSS). 2:1-10. Widmer TL, Mitrowski NA, Abawi GS. 2002. Soil organic matter and management of plant-parasitic nematodes. Journal of Nematology. 34(4): 289-295. Widowati LR. 2009. Peranan pupuk organik terhadap efisiensi pemupukan dan tingkat kebutuhannya untuk tanaman sayuran pada tanah inseptisols Ciherang, Bogor. J Tanah Trop . 2009. 14(3): 221-228. Wurts AW. 2005. Organic fertilization in culture ponds. World Aquaculture. 35(2):64-65. Yang SM, Malhi P, Wang, DR, Wang JG. 2004. Long-term fertilization effects on crop yield and nitrate-N accumulation of organic manure and fertilizers on crop yield and nitrate-N accumulation in soil in Northwestern China. J Agron. 96(1):1039-1049. Yuliarti N. 2009. 1001 Cara menghasilkan Pupuk Organik. Yogyakarta (ID): Lily Publisher.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kriteria kelas kesesuaian lahan untuk pembudidayaan kelapa sawit Kelas kesesuaian lahan Persyaratan penggunaan/ Karakteristik lahan S1 S2 S3 N 25-28 22-25 20-22 <20 Suhu udara (C) 25-28 32-35 >35 Suhu udara rata-rata (C) Ketersediaan air Curah hujan (mm/tahun) 1700-2500 1450-1700 1250-1450 <1250 2500-3500 3500-4000 >4000 Kelembaban (%) 80 80 80 80 Media perakaran Sangat BaikAgak Terhambat, Kelas drainase terhambat, sedang terhambat agak cepat cepat Halus, agak Tekstur tanah halus, Sedang Agak kasar Kasar sedang Kedalaman tanah (cm) >100 75-100 50-75 <50 Gambut: Ketebalan (cm) <60 60-140 140-200 >200 Ketebalan dengan sisipan <140 140-200 200-400 >400 bahan mineral Saprik, Hemik, Kematangan Saprik Fibrik Hemik Fibrik Retensi hara : KTK liat (cmol kg-1) > 16 <16 pH (H2O) 5.0-6.5 4.2-5.0 <4.2 6.5-7.0 >7.0 C-organik (%) > 0.8 < 0.8 Ketersediaan hara (n) Sangat Total N >sedang Rendah rendah Sangat P2O5 >sedang Rendah rendah Sangat K2O >sedang Rendah rendah Terain (s) Lereng (%) 3-8 8-15 15-25 25 Batuan permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40 Singkapan batuan (%) <5 5-15 15-25 >25 Potensi produksi >24 19-24 13-18 <12 (ton/TBS/tahun) Keterangan : S1 : Sangat sesuai, S2 : Sesuai, S3 : Agak sesuai, N : Tidak sesuai Sumber : Wigena, et al. 2009.
Lampiran 2 Hasil analisis sampel tanah * Sifat-sifat tanah Sebelum Kriteria penelitian ** Tekstur Pasir (%) 4.47 Debu (%) 21.07 Liat (%) 74.46 pH H2O 4.90 masam
Setelah Kriteria** penelitian
Metode Pipet
4.65 21.30 74.05 4.40
pH KCl C-organik(%)
4.10 2.39
Sedang
3.70 6.58
N-total
0.23
Sedang
0.32
P-tersedia(ppm)
5.9
14.4
P-total(ppm)
57.7
Sangat rendah Tinggi
1927.3
K total (ppm)
54.46
Tinggi
1387.4
Sangat masam Sangat tinggi Sangat tinggi Rendah Sangat tinggi Sangat tinggi
Nilai tukar kation
pH meter pH meter Walkley dan Black Kjedahl Bray 1 HCl 25%
NH4 Acetat 1 M pH 7.0
Ca (me 100 g-1)
1.81
Mg (me 100 g-1) K (me 100 g-1)
3.97
Rendah
0.55 0.20
Sangat rendah Rendah Sedang
1.41 2.09
Na (me 100 g-1)
0.28
Rendah
1.45
KTK (me 100 g1 )
17.40
Sedang
21.59
Sedang Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang
KB (%)
16.32
Sangat rendah
41.32
Sedang
NH4 Acetat 1 M pH 7.0 KCl 1 N
Kemasaman Al (me 100 g-1) 5.06 0.13 H (me 100 g-1) 0.38 1.38 Keterangan : *:analisis dilakukan pada bulan desember 2011 di Laboratorium Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, **: Berdasarkan kriteria umum penilaian sifat kimia tanah, pusat penelitian tanah 2008.
Lampiran 3 Hasil analisis pupuk organik yang digunakan pada penelitian* Parameter Satuan Hasil pengukuran Ph 7.7 C-organik % 30.96 N-Total % 1.56 C/N rasio 19.8 P2O5 % 1.42 K2O % 2.08 Cu ppm 106.8 Zn ppm 149.2 Mn ppm 317.6 Fe % 0.27 B ppm 61.8 Co ppm <0.05 Mo ppm <0.2 Pb ppm 9.6 Cd ppm 0.38 As ppm Ttd Hg ppm Ttd Bahan ikutan % 0.71 Kadar air % 19.73 Keterangan : *: analisis dilakukan di laboratorium Seameo Biotrop; Ttd : tidak terdapat Lampiran 4 Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, temperatur rata-rata, lama penyinaran, kelembaban udara dan Intensitas penyinaran matahari Desember 2011-Agustus 2012. Bulan / tahun
Curah hujan (mm)
Hari hujan (hari)
Temperatur rata-rata (C)
Lama penyinaran (%)
Kelembaban udara (%)
Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012 Agustus 2012 Rataan
344.6 271.7 548.9 136.0 389.5 195.0 94.0 117.0 79.0 241.74
26.0 28.0 25.0 21.0 25.0 31.0 12.0 10.0 31.0 23.22
26.1 25.1 25.6 26.2 26.2 26.1 26.2 25.8 25.8 25.9
44.0 26.0 57.0 55.0 61.0 75.0 78.0 63.0 89.0 60.88
84.0 86.0 87.0 80.0 86.0 85.0 81.0 79.0 74.0 82.44
Intensitas penyinaran matahari (Cal/cm2) 223 223 254 240 257 254 253 272 333 256.55
Lampiran 5 Standar pertumbuhan morfologi bibit PT. Dami Mas Umur (bulan) Tinggi Tanaman Jumlah Daun Diameter Batang (cm) (helai) (cm) 1 8.4 2.0 0.4 2 17.7 3.0 0.5 3 27.8 4.0 0.9 4 33.0 6.5 1.3 5 40.0 8.5 1.6 6 57.6 11.1 2.2 7 75.9 13.3 4.1 8 87.9 15.2 5.5 9 102.5 17.1 6.1 10 104.2 18.8 7.6 11 142.2 20.4 7.6 12 159.6 22.5 8.0 Sumber : Hairin (Dami mas, Riau) Lampiran 6 Kadar hara N, P dan K daun bibit kelapa sawit pada setiap perlakuan Dosis Dosis pupuk NPK (g tanaman-1) pupuk N (%) P (%) K (%) organik 0 1:6 2:6 3:6 Rataan
0 127.5 255 382.5 0 127.5 255 382.5 0 127.5 255 2.35 2.80 3.04 3.15 0.18 0.18 0.18 0.19 1.00 1.30 1.24 2.21 2.64 2.54 2.59 0.20 0.20 0.20 0.20 0.78 1.34 1.38 2.14 2.47 2.68 2.54 0.21 0.21 0.21 0.21 1.00 1.19 1.19 2.29 2.52 2.72 2.66 0.22 0.22 0.23 0.22 1.08 1.35 1.33 2.24 2.60 2.74 2.73 0.20 0.20 0.21 0.21 0.96 1.29 1.28
382.5 1.74 1.26 1.00 1.23 1.30
Lampiran 7 Kadar hara N, P dan K daun setiap lapisan tanah pada perlakuan terbaik (Pupuk organik 2:6) dan NPK 382.5 g tanaman-1 Lapisan tanah N (%) P (ppm) K (ppm) Lapisan 1 0.26 2902.2 2275.65 Lapisan 2 0.29 2048.2 1261.65 Lapisan 3 0.36 1504.8 1049.10 Lapisan 4 0.38 1254 963.30
Lampiran 8
TT JD DB Klorofil Stomata N P K
Korelasi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, kandungan klorofil, kerapatan stomata dan kandungan N, P, K daun pada umur bibit kelapa sawit 8 BSP TT 1.000 * 0.905 0.000* 0.927 0.000* 0.593 0.016* 0.327 0.216 0.304 0.252 0.423 0.103 0.178 0.509
JD
DB
1.000 * 0.891 0.000* 0.538 0.032* 0.334 0.206 0.382 0.145 0.372 0.156 0.265 0.321
1.000 * 0.479 0.061* 0.207 0.443 0.368 0.161 0.508 0.044 0.352 0.182
Klorofil
Stomata
1.000 * 0.220 0.414 0.255 0.341 -0.056 0.838 -0.004 0.988
1.000 * -0.181 0.502 0.252 0.346 -0.327 0.216
N
1.000 * 0.334 0.207 0.782 0.000*
P
1.000 * 0.081 0.765
K
1.000 *
Keterangan : 1. *: Berpengaruh nyata pada taraf 5%, TT : Tinggi tanaman, JD: jumlah daun, DB: Diameter batang. 2. Cell Contents: Pearson correlation P-Value Lampiran 9 Rekomendasi pemupukan pada tahap pembibitan berdasarkan Uexkull (1992) Umur bibit (MST) 8 - 10 12 - 24 26 - 32 34 - 48 50 - lapangan
Dosis (g bibit-1) 3.5 7-10 12-16 25-36 30-40
Frekuensi setiap 2 minggu setiap 2 minggu setiap 2 minggu setiap 2 minggu setiap 2 minggu
Pupuk Majemuk (N-P2O5-K2O-MgO) 15-15-6-4 12-12-7-2+pupuk mikro+15-15-6 12-12-7-2+pupuk mikro+15-15-6 12-12-7-2+pupuk mikro+15-15-6 12-12-7-2+pupuk mikro+15-15-6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 7 Juli 1989 dari Ayahanda Nur Arfian dan Ibunda Elvi Rahmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah ditempuh dan diselesaikan berturut-turut di SDN 163080 Tebing tinggi dan SLTP Nur Hasanah Medan, kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan ke SMU Harapan Mandiri Medan. Tahun 2007, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi pada program S1 Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan lulus tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di program S2 pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti program S2, penulis menjabat sebagai asisten praktikum teknologi pembibitan tanaman perkebunan dan kehutanan program D3 IPB 2013 dan juga aktif di Forum Pascasarjana IPB sebagai anggota dari Departemen Seni dan Olahraga tahun 2012-2013.